Upload
galih-honggo-baskoro
View
190
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lingkungan Politik Internasional sebagai salah satu aspek eksternal yan akan memberikan dampak bagi sektor bisnis, baik itu menimbulkan peluang ataupun ancaman. Paper ini membahas tentang dampak dilaksanakannya ACFTA dan rencana Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Citation preview
MAGISTER MANAJEMEN UGM
Pengaruh Lingkungan Politik Internasional
pada Industri Pembangkitan Listrik
Dampak ACFTA dan Komunitas ASEAN 2015
GALIH HONGGO BASKORO
Dateline: 20 Maret 2014 Submit: 25 Maret 2014
Paper ini dibuat dalam pemenuhan terhadap mata kuliah General Business Environment
Magister Manajemen UGM dalam topik International Politics Environment (Mata kuliah ini
diampu oleh Prof. Dr. Mohtar Masoed).
General Business Environment
1
International Politics Environment
BAB I
PENDAHULUAN
Proyek Percepatan PLTU 10.000 MW1
Permintaan akan energi listrik di Indonesia yang semakin meningkat, rata-rata
9% per tahun, menuntut adanya solusi yang menjamin ketersediaan energi listrik
Indonesia salah satunya melalui program percepatan pembangunan PLTU210.000
MW tahap I. Program tersebut diinisiasi oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2006 yang menugaskan kepada PT PLN (Persero) untuk melakukan
percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara.
Dalam program tersebut dibangun 35 unit pembangkit dengan total kapasitas 10.000
MW, 10 unit pembangkit di antaranya dibangun di Pulau Jawa untuk memenuhi
kebutuhan sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali (JAMALI) sebagaimana
ditunjukkan dalam tabel berikut [1].
Tabel 1.1. Sepuluh Proyek PLTU dalam Sistem JAMALI
Selain penugasan Pemerintah yang tertuang dalam Perpres nomor 71 Tahun
2006, Pemerintah juga memberikan jaminan atas kewajiban pembayaran hutang PT
PLN (Persero) kepada kreditor yang menyalurkan dananya dalam proyek ini melalui
1Proyek 10.000 MW juga biasa disebut dengan Fast Track Program Phase 1 (FTP-1).
2Istilah PLTU dalam tulisan ini merujuk kepada Pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
General Business Environment
2
International Politics Environment
Perpress Nomor 86 Tahun 2006 [2]. Program FTP-1 selain untuk mengimbangi
meningkatnya permintaan energi listrik, juga diharapkan untuk dapat menggantikan
pembangkit berbahan bakar minyak menjadi batubara, atau disebut dengan
diversifikasi energi. Proses diversifikasi pembangkit batubara tersebut menurut Ali
Herman Ibrahim juga akan mengurangi konsumsi BBM hingga maksimum hanya 5
persen sehingga memiliki dua keuntungan yaitu (1) Pembangunan infrastruktur
kelistrikan yang memungkinkan PLN memenuhi permintaan listrik yang tumbuh, dan
(2) Upaya menekan subsidi pemerintah yang disebabkan oleh naiknya harga BBM
[3].
Pengaruh Lingkungan Politik Internasional
Adanya hubungan imbal balik antara ekonomi (atau bisnis) dengan politik,
dijelaskan oleh Masoed dalam Ekonomi-politik Internasional, yang merupakan suatu
studi tentang saling-kaitan dan interaksi antara fenomena politik dengan ekonomi,
antara negara dengan pasar, antara lingkungan domestik dengan internasional,
dan antara pemerintah dengan masyarakat. Di mana ekonomi diartikan sebagai sistem
produksi, distribusi, dan konsumsi kekayaan, sedangkan politik diartikan sebagai
sehimpunan lembaga dan aturan yang mengatur berbagai interaksi sosial dan
ekonomi [4].
Dengan berasalnya keseluruhan proyek percepatan PLTU 10.000 MW dari
Cina akibat adanya perjanjian Government-to-Government antara pemerintahan
Indonesia dengan Cina, maka tercipta ketergantungan PT PLN (Persero) atas pasokan
spare part dari Cina (Original Equipment Manufacturer). Hal ini menghadirkan
peluang sekaligus ancaman bagi keberhasilan bisnis dalam industri pembangkitan
listrik. Selain pengaruh perdagangan Cina terhadap Indonesia, juga akan dibahas
rencana implementasi Komunitas Asean pada tahun 2015. Peluang dan ancaman yang
muncul atas kedua isu tersebut akan diidentifikasi dan dikelola dengan menciptakan
strategi yang tepat untuk memaksimalkan peluang sekaligus meminimalkan ancaman.
General Business Environment
3
International Politics Environment
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
Latar Belakang dan Sejarah
PT PLN (Persero) Unit Pembangkitan Jawa Bali, selanjutnya disebut PLN
UPJB, yang berdiri sejak Juli 2011 merupakan salah satu unit bisnis PT PLN
(Persero) yang dibangun dalam rangka peningkatan efektivitas dan efisiensi
pengendalian operasi dan pemeliharaan serta untuk peningkatan kinerja dan
percapaian target produksi pembangkit di Jawa-Bali khususnya Program Percepatan
Pembangunan Pembangkit 10.000 MW. PLN UPJB melingkupi Sektor Pembangkitan
Cilegon, Sektor Pengendalian Pembangkitan I (yang mengelola aset PLTU Suralaya
Unit 8, PLTU Labuan, dan PLTU Lontar), Sektor Pengendalian Pembangkitan II
(yang mengelola aset PLTU Palabuan Ratu, PLTU Indramayu, dan PLTU Adipala),
Sektor Pengendalian Pembangkitan III(yang mengelola aset PLTU Rembang, PLTU
Tanjung Awar-awar, PLTU Pacitan dan PLTU Paiton Unit 9), dan Sektor
Pengendalian Pembangkitan IV (yang mengelola aset PLTGU Muara Karang Blok 2,
PLTGU Tanjung Priok Blok 3, dan PLTGU Muara Tawar Blok 5). Gambar 1 berikut
menunjukkan wilayah kerja PLN UPJB dalam Sistem Jawa Madura Bali (JAMALI)
[5].
General Business Environment
4
International Politics Environment
Gambar 1. Wilayah Kerja PLN UPJB
Tujuan Perusahaan
Dalam rangka peningkatan kinerja dan percapaian target produksi pembangkit
di Jawa-Bali khususnya Program Percepatan Pembangunan Pembangkit 10.000 MW,
sebagai Asset Manager3, PLN UPJB mengelola sistem asetnya dengan tujuan
optimalisasi risiko, biaya dan kinerja dengan pola pengusahaan sebagaimana Gambar
2 [5].
3PLN UPJB sebagai Manajer Aset atas Unit Pembangkit 10.000 MW, dengan Operator Aset yaitu PT
Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali (Anak Perusahaan PT PLN (Persero)).
General Business Environment
5
International Politics Environment
Gambar 2. Pola Pengelolaan Aset PLTU FTP1 JAMALI
Visi dan Misi Perusahaan
Visi:
Menjadi Perusahaan Pengelola Asset Pembangkit Terbaik di Indonesia pada
Tahun 2015.
Misi:
Bertindak sebagai asset manager yang bertanggung jawab terhadap pengendalian
operasi dan pemeliharaan pembangkit secara optimal, efektif dan efisien, serta
memastikan keamanan pasokan bahan bakar, agar dapat menjadi pembangkit yang
andal, produktif, dan ramah lingkungan dengan mengacu kepada standar kinerja
yang telah ditetapkan.
General Business Environment
6
International Politics Environment
BAB III
ANALISA PELUANG DAN TANTANGAN
ACFTA
ACFTA atau ASEAN China Free Trade Area merupakan kesepakatan yang
dibuat antara Negara-negara ASEAN dengan Cina untuk mewujudkan kawasan
perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan perdagangan
barang baik tariff maupun non-tarif, meningkatkan aspek pasar jasa, peraturan dan
ketentuan investasi, sekaligus peningkatan kerjasama ekonomi.
ACFTA mulai dibentuk pada saat kepala Negara kedua pihak menandatangani
ASEAN China Comprehensive Economic Cooperation pada 6 November 2001 di
Brunei Darussalam. Lalu dilakukan penandatanganan Framework Agreement on
Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and Peoples Republic of
China pada 4 November 2002 di Kamboja. Pada 6 Oktober 2003 di Indonesia
disepakati perubahan protokol pertama, lalu disepakati protokol perubahan kedua
pada 8 Desember 2006. Indonesia sendiri telah membentuk Keputusan Presiden
Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004 untuk mendukung ACFTA. Selain itu,
beberapa Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri juga dikeluarkan pada periode
2004 hingga 2008 untuk memperkuat pelaksanaan ACFTA khususnya dalam hal
tariff bea masuk barang [6].
Pada era globalisasi ini, Cina merupakan salah satu negara yang berhasil
menunjukkan performa yang sangat baik. Pada tahun 2011, MGI4 mencatat bahwa
Cina telah menjadi kekuatan ekonomi kedua setelah Amerika. Pertumbuhan Produk
Domestik Bruto pada periode 2000 hingga 2010 mencatat peningkatan yang paling
4 MGI ialah akronim dari McKinsey Global Institute, merupakan lembaga riset cabang dari McKinsey &
Company yang dibentuk pada tahun 1990 untuk melakukan penelitian tentang ekonomi global.
General Business Environment
7
International Politics Environment
besar yaitu sebesar 11,5% diikuti oleh India sebesar 7,7% dan Indonesia sebesar 5,2%
[7].
Gambar 3. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto periode 2000-2010 (dalam Persen)
Gambar 4.Realisasi Produk Domestik Bruto Tahun 2011 (dalam $ triliun)
3.10
3.10
3.40
3.50
3.60
3.70
3.80
3.90
4.00
4.20
4.90
4.90
5.20
7.70
11.50
Israel
Australia
Republik Ceko
Afrika Selatan
Brasil
Cili
Estonia
Polandia
Turki
Korea Selatan
Rusia
Slovakia
Indonesia
India
Cina
15.10
7.30
5.90
3.60
2.80
2.50
2.40
2.20
1.90
1.70
1.70
1.50
1.50
1.20
1.10
0.80
0.80
0.80
Amerika
Cina
Jepang
Jerman
Perancis
Brasil
Inggris
Italia
Rusia
Kanada
India
Spanyol
Australia
Meksiko
Korea Selatan
Indonesia
Belanda
Turki
General Business Environment
8
International Politics Environment
Dengan bertumbuh pesatnya kekuatan ekonomi Cina di dunia sebagaimana
ditunjukkan Gambar 3 dan 4, maka negara-negara ASEAN mencoba mengambil
peluang dengan melakukan perjanjian ACFTA yaitu untuk meningkatkan akses pasar
ekspor ke Cina dengan tingkat tariff yang lebih rendah dan meningkatkan kerja sama
dalam membentuk aliansi strategis.
Namun selain memberikan dampak positif, perjanjian ACFTA juga dapat
menimbulkan dampak negative bagi Indonesia, khususnya bagi produsen domestic
yang produknya sejenis dengan produk yang diimpor oleh Cina. Dari data Badan
Pusat Statistik Indonesia, perdagangan Indonesia-Cina telah meningkat secara
signifikan sejak tahun 2004 hingga 2013 dengan jumlah ekspor meningkat hampir
lima kali lipat dan impor meningkat sebesar tujuh kali lipat, sebagaimana dapat
dilihat pada gambar 5. Namun sejak tahun 2008, nilai ekpor dari Indonesia menuju
Cina selalu lebih kecil dibandingkan dengan nilai impor dari Cina menuju Indonesia
[8].
Gambar 5. Ekspor Impor Indonesia terhadap Cina (dalam Juta US Dollar)
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Import Eksport
General Business Environment
9
International Politics Environment
Selain nilai ekspor Indonesia yang lebih kecil dibandingkan nilai impor dari
Cina, produk ekspor Indonesia pun masih didominasi oleh produk promer dan bahan
bahan mentah dari sektor pertanian, sedangkan produk impor dari Cina didominasi
oleh produk manufaktur dengan kategori komoditas mesin dan peralatan mekanik
serta elektrik dan elektronik yang menempati posisi dua teratas [9].
Gambar 6. Ekspor Indonesia terhadap Cina Tahun 2008 (dalam Juta US Dollar)
Gambar 7. Impor Indonesia dari Cina Tahun 2008 (dalam Juta US Dollar)
General Business Environment
10
International Politics Environment
Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) 2015
Pada deklarasi Bali Concord II tanggal 7 Oktober 2003, para kepala Negara
ASEAN menandatangani kesepakatan membentuk suatu Masyarakat ASEAN yang
terdiri atas Masyarakat Keamanan ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan
Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN. Kesepakatan tersebut didasari oleh tujuan untuk
membina perdamaian, menciptakan kesejahteraan, serta membangun sebuah identitas
regional. AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN sendiri disepakati dengan
ditandatanganinya ASEAN Economic Community Blueprint pada 20 November 2007
di Singapura [10].
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dibentuk untuk menciptakan suatu
pasar tunggal dan berbasis produksi, yang akan memperkuat perekonomian,
mempercepat integrasi regional, memfasilitasi perpindahan pebisnis dan tenaga
terampil, dan memperkuat mekanisme institusional ASEAN. MEA memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) Pasar dan Basis Produksi Tungal; (2) Kawasan
Ekonomi yang kompetitif; (3) Pembangunan Ekonomi yang adil; (4) Terintegrasi
secara penuh untuk masuk ke ekonomi global, sebagaimana gambar berikut [11].
General Business Environment
11
International Politics Environment
Gambar 8. Karakteristik MEA 2015
Perekonomian Indonesia tidak dapat dipandang sebelah mata oleh Negara
ASEAN lain, karena Indonesia merupakan kekuatan ekonomi terbesar dengan Produk
Domestik Bruto mencapai $878 milyar pada tahun 2012 dan pertumbuhan PDB
mencapai 6,2% (Gambar 9 menunjukkan pertumbuhan PDB per kapita Indonesia
pada periode tahun 2000 hingga tahun 2013) [12]. Indonesia juga berpotensi menjadi
kekuatan ekonomi terbesar ke-tujuh pada tahun 2030 dengan 135 juta jiwa kelas
menengah menurut laporan MGI [7]. Namun dengan strategi yang kurang tepat,
Indonesia dengan 247 juta jiwa penduduknya hanya akan menjadi pasar utama pada
saat dilaksanakannya MEA pada tahun 2015.
General Business Environment
12
International Politics Environment
Gambar 9. Realisasi PDB per Kapita (dalam Juta rupiah)
Sekertaris Kementrian Perindustrian, Ansari Bukhori, dalam FGD yang
diadakan oleh Kamar Dagang Indonesia membagi industry ke dalam dua bagian
dalam menghadapi MEA, yaitu: [13]
Untuk mengisi pasar ASEAN
o Produk berbasis Agro (CPO, Kakao, dan Karet),
o Ikan dan produk olahannya,
o Tekstil & produk tekstil,
o Alas kaki,
o Kulit dan Barang kuklit,
o Furniture,
o Makanan & Minuman,
o Pupuk dan petrokimia,
o Mesin dan peralatannya serta logam dasar.
Untuk mengamankan dalam negeri
o Otomotif,
o Elektronik,
o Semen,
o Pakaian Jadi,
General Business Environment
13
International Politics Environment
o Alas Kaki,
o Makanan dan Minuman,
o Furniture.
Dalam pelaksanaan MEA, terjadi perpindahan barang, jasa, investasi, tenaga
kerja terlatih dan modal. Pada point yang terakhir, dapat dilihat melalui indicator FDI
atau Foreign Direct Investment, sebagaimana terlihat pada gambar 9 [14]. Walaupun
Indonesia memiliki pasar yang jauh lebih besar dari Singapura namun pemasukan
FDI nya hanya sebesar 17,5% dibandingkan total FDI, dibandingkan Singapura yang
mendapatkan pemasukan sebesar 46,6%. Hal ini mungkin selaras dengan pencapaian
Ease of Doing Business Indonesia yang hanya menempati peringkat 128 dari 185
negara yang disurvey, yang menunjukkan bahwa masih adanya keterbatasan dalam
regulasi dan infrastruktur dalam pelaksanaan bisnis di Indonesia [15].
Gambar 10. FDI Inflow pada tahun 2010 (dalam Juta US Dollar)
35,520
13,304
9,156
8,000
6,320
783
629
450
333
Singapura
Indonesia
Malaysia
Vietnam
Thailand
Kamboja
Brunei
Filipina
Laos
General Business Environment
14
International Politics Environment
Peluang & Tantangan
Sebagai salah satu pemain besar dalam industri pembangkitan listrik di
Indonesia, PLN UPJB secara langsung maupun tidak langsung akan merasakan
dampak bisnis atas dijalankannya ACFTA dan MEA 2015, yang menciptakan
peluang dan tantangan sebagaimana berikut.
Peluang
Meningkatkan Akses Pasar
Dengan adanya perjanjian ACFTA maupun MEA 2015 akan meningkatkan
peluang berkembangnya pasar PT PLN (Persero) UPJB ke luar negeri.
Dengan core competency sebagai manager asset pembangkitan, PLN UPJB
dapat masuk ke industri pembangkitan listrik Myanmar, Vietnam, maupun
Cina yang memiliki karakteristik pembangkit listrik thermal.
Investasi Asing
Adanya peluang masuknya investasi asing, baik melalui obligasi maupun
melalui Project Fund, yang berguna untuk melakukan penambahan kapasitas
pembangkitan yang saat ini dimiliki oleh PLN UPJB. Hal ini akan membantu
dalam mengejar ketertinggalan pertumbuhan beban permintaan akan energi
listrik, dan masih rendahnya rasio elektrifikasi di Indonesia yang
menunjukkan masih besarnya peluang penambahan market share di
lingkungan domestik.
Transfer Knowledge & Technology
Peluang untuk bekerja sama dengan sesama pelaku bisnis dalam industri
pembangkitan listrik akan semakin bertambah. Dengan tingginya teknologi
pembangkitan yang telah dimiliki oleh Cina dan Thailand, maka PLN UPJB
dapat memanfaatkannya untuk mendapatkan knowledge maupun teknologi
yang dapat mengoptimalkan risiko-biaya-kinerja. Tenaga ahli tenaga ahli
General Business Environment
15
International Politics Environment
dari negara Cina maupun negara ASEAN lain juga dapat dipekerjakan dan
terlibat dalam peningkatan kedewasaan proses bisnis perusahaan.
Efisiensi Biaya Pemeliharaan
Dengan dibukanya jalur perdagangan barang/ dan jasa, maka PLN UPJB
berpeluang untuk mendapatkan material atau equipment yang lebih baik
kualitasnya, lebih rendah dari segi harga, dan lebih banyak pilihannya. Hal ini
juga berpeluang untuk mengurangi ketergantungan PLN UPJB kepada
Original Equipment Manufacturer dari Cina dan Jepang, karena adanya
pilihan material lain.
Ancaman
Berkurangnya Ketersediaan dan Meningkatnya Harga Energi Primer
Satu hal yang paling signifikan dalam industri pembangkitan listrik yaitu
bahan bakar atau energi primer. Dalam pelaksanaan proses bisnisnya, proporsi
biaya energi primer (Bahan Bakar Minyak, Batubara, dan Gas Alam) PLN
UPJB menyita anggaran sebesar 85%-90% dari total anggaran. Dengan
dibukanya jalur perdagangan bahan bakar, maka pasar domestik bahan bakar
akan menjadi kurang menarik bagi para pemasok batubara karena harga bahan
bakar di luar negeri yang lebih mahal. Maka perlu adanya Domestic Market
Obligation, atau adanya regulasi khusus yang dapat mengamankan
ketersediaan energi primer bagi PLN di saat MEA 2015 telah diterapkan.
Meningkatnya Persaingan
PLN UPJB harus dapat meningkatkan efektifitas dan effisiensi untuk bersaing
dengan pesaing yan semakin bertambah dari Cina maupun Negara ASEAN
lain. Dengan tingginya pertumbuhan permintaan energi listrik di dalam
negeri, maka akan mengundang pemain industri pembangkitan listrik dari
Cina maupun negara ASEAN lain untuk masuk. Saat ini banyak perusahaan
kelas dunia yang mengelola pembangkit-pembangkit listrik di negara ASEAN
seperti TNB dari Malaysia ataupun EGAT dari Thailand.
General Business Environment
16
International Politics Environment
Meningkatnya Arus Barang atau Material yang Tidak Berkualitas
Sejak diberlakukannya ACFTA, barang impor dari Cina yang masuk ke
Indonesia meningkat secara signifikan (sebagaimana Gambar 5), dan
mayoritas barang yang masuk yaitu mesin dan peralatan mekanik (atau hasil
industri manufaktur). Rencana implementasi MEA 2015 berpotensi akan
menyebabkan hal yang serupa, yaitu derasnya arus barang masuk ke
Indonesia. PLN sebagai salah satu BUMN menggunakan aturan Pemerintah
dalam melaksanakan pembelian material/ equipment, yaitu dominan pada
pemilihan material dengan harga yang terendah (dengan spesifikasi yang
serupa). Hal ini akan meningkatkan kemungkinan PLN akan mendapatkan
barang dengan kualitas ataupun layanan purna jual yang kurang baik.
Sehingga akan berakibat negatif pada keandalan mesin-mesin pembangkit
listrik.
Kurang Bersaingnya Kualitas Pegawai
Tenaga kerja di Indonesia akan berhadapan langsung dengan tenaga-tenaga
ahli dari negara ASEAN. Kurangnya kompetensi atau skill pegawai PLN
UPJB akan menjadi ancaman, atas persaingan dengan kompetitor-kompetitor
baru.
General Business Environment
17
International Politics Environment
BAB IV
IMPLIKASI TERHADAP BISNIS
Atas peluang dan ancaman yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya,
maka PLN UPJB perlu mengambil beberapa inisiatif strategis berikut guna
memaksimalkan benefit yang diambil dari peluang yang ada dan meminimalisir
dampak ancaman yang mungkin diterima.
1. Mengamankan ketersediaan Energi Primer
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan kontrak pembelian energi primer
jangka panjang. Baik dengan supplier domestic maupun dengan supplier di
Negara ASEAN lain. PLN UPJB juga perlu mengusulkan kepada pemerintah
untuk menerapkan DMO (Domestic Market Obligation) sehingga ekspor
energi primer, khususnya Batubara masih dibatasi.
2. Kerjasama dengan Workshop Lokal
PLN UPJB dapat menjalin kerjasama dengan workshop-workshop domestik,
khususnya dengan sesama BUMN ataupun Anak Perusahaan BUMN, dalam
penyediaan spare part atau material bagi UPJB. Dengan inisiatif ini, maka
PLN UPJB akan mendapatkan beberapa manfaat:
Berkurangnya ketergantungan pasokan material dari OEM (Original
Equipment Manufacturer)
Meningkatkan ketersediaan spare part atau material
Menjalankan strategi Kementerian Perdagangan Indonesia dalam
menghadapi MEA 2015, yaitu mengamankan pasar dalam negeri. Hal
ini didapatkan dengan bertambahnya pengalaman workshop-workshop
lokal dalam memproduksi material pembangkit listrik yang dimiliki
oleh PLN UPJB.
General Business Environment
18
International Politics Environment
3. Masuk ke Pasar Luar Negeri
Dengan pengalaman PLN UPJB dalam mengoptimalkan risiko-biaya-kinerja
pembangkit-pembangkit listrik thermal, dan pengelola pembangkit dengan
aset terbesar pada Sistem Kelistrikan Jawa-Bali, maka PLN UPJB berpeluang
untuk dapat masuk ke dalam industri pembangkitan listrik luar negeri. PLN
UPJB dapat memulai dengan mengumpulkan data pembanding dari TNB
(Malaysia) ataupun EGAT (Thailand), dan menentukan target pasar.
General Business Environment
19
International Politics Environment
DAFTAR PUSTAKA
1. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2006 tentang
Penugasan Kepada PT PLN (Persero) Untuk Melakukan Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Batubara.
2. Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2006 tentang
Pemberian Jaminan Pemerintah Untuk Pecepatan Pembangunan Pembangkit
Tenaga Listrik Yang Menggunakan Batubara.
3. Ibrahim, Ali Herman. 2008. General Check-Up Kelistrikan Nasional.
Mediaplus Network.
4. Masoed, Mohtar. 2008. Ekonomi-Politik Internasional dan Pembangunan
Edisi II. Pustaka Pelajar.
5. PT PLN (Persero) UPJB. 2014. Rencana Jangka Panjang Perusahaan 2014-
2018.
6. Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Direktorat Kerjasama Regional.
2010. ASEAN China Free Trade Area.
7. McKinsey Global Institute. 2012. The Archipelago Economy: Unleashing
Indonesias Potential.
8. Badan Pusat Statistik. 2014. Data Ekspor-Impor menurut Negara.
9. Mohtar, Masoed. 2014. GBE : International Politics. Materi Kuliah GBE
MMUGM.
10. Departemen Perdagangan Republik Indonesia. . Buku Menuju ASEAN
Economic Community 2015.
11. Association of Southeast Asian Nations. 2008. ASEAN Economic Community
Blueprint. ASEAN Secretariat.
12. Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Atas Dasar harga
Konstan.
13. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51c8e5514f209/inilah-
industri-prioritas-pada-aec-2015 diakses pada 29 Juli 2013.
General Business Environment
20
International Politics Environment
14. http://www.aienetwork.org/blog/38/is-indonesia-up-for-the-asean-
economic-community-2015 diakses pada 27 Maret 2014.
15. The World Bank. 2013. Ease of Doing Business 2013 Indonesia.