Upload
ngocong
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH MODEL PROJECT BASED LEARNING (PjBL) TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI SAINS DAN BERPIKIR KREATIF
PESERTA DIDIK KELAS VII SMPN 22 BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh:
Hanifah Nurmira Tama
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH MODEL PROJECT BASED LEARNING (PjBL) TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI SAINS DAN BERPIKIR KREATIF
PESERTA DIDIK KELAS VIISMPN 22 BANDAR LAMPUNG
Oleh
HANIFAH NURMIRA TAMA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh model Project Based
Learning (PjBL) terhadap kemampuan komunikasi sains dan berpikir kreatif
peserta didik pada materi pencemaran lingkungan. Desain yang digunakan pada
penelitian ini yaitu pretest-posttest non equivalent control group.Populasi
penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII SMP N 22 Bandar Lampung
yang terbagi ke dalam 9 kelas.Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster
random sampling, diperoleh kelas VII.I sebagai kelas eksperimen dan VII.B
sebagai kelas kontrol. Pengaruh PjBL dibuktikan melalui nilai N-gainyang
dianalisis menggunakan uji Independent Sample t-Test serta hasil lembar
observasi kemampuan komunikasi sains dan berpikir kreatif. Hasil penelitian
diperoleh bahwa kemampuan komunikasi secara tertulis diperoleh dengan kriteria
baik dengan perolehan rata-rata sebesar 84 dan kemampuan komunikasi secara
lisan juga diperoleh dengan kriteria baik dengan perolehan rata-rata sebesar 84,8,
serta kemampuan berpikir kreatif (kognitif) peserta didik (N-gain) diketahui
bahwa nila sig. (2-tailed) < 0.05 yang artinya terdapat pengaruh signifikan pada
kelas kontrol dan eksperimen, dan untuk hasil kemampuan berpikir kreatif
(produk kreatif) diperoleh kriteria baik, dengan perolehan rata-rata sebesar 85.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa penerapan model Project Based
Learningberpengaruh terhadapkemampuan komunikasi sains dan berpikir kreatif
peserta didik pada materi pencemaran lingkungan.
Kata kunci:project based learning, kemampuan komunikasi sains, kemampuan
berpikir kreatif, pencemaran lingkungan
PENGARUH MODEL PROJECT BASED LEARNING (PjBL) TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI SAINS DAN BERPIKIR KREATIF
PESERTA DIDIK KELAS VII SMPN 22 BANDAR LAMPUNG
Oleh
Hanifah Nurmira Tama
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, 10 April 1996 sebagai putri
ketiga dari lima bersaudara buah hati Bapak Arifin dan Ibu
Farida Wati. Pendidikan formal diawali di sekolah dasar SD
Negeri 1 Giriklopomulyo, dan diselesaikan pada tahun 2008,
lalu jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1
Sekampung dan lulus pada tahun 2011, dan jenjang pendidikan menengah atas di
SMA Negeri 1 Sekampung dan lulus pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, terdaftar sebagai mahasiswa program studi pendidikan biologi
jurusan pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung melalui jalur SBMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, organisasi yang pernah diikuti adalah HIMASAKTA.
Tahun 2017 mengikuti Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT)
di Kampung Kenali, kecamatan Belalau, kabupaten Lampung Barat, dan Program
Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Belalau.
MOTTO
Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada dijalan Allah
(HR. Tirmidzi)
Orang yang kuat bukanlah orang yang pandai berkelahi, tetapi orang yang
kuat ialah orang mampu mengendalikan dirinya ketika marah
(Muttafaqun ‘Aleih)
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Mengucap syukur kehadirat Allah SWT, Alhamdulillahirobbil’alamin skripsi
ini dapat diselesaikan, dan ku persembahkan skripsi ini kepada:
Bapakku (Arifin) dan Ibuku (Farida Wati) yang telah membesarkanku dengan
penuh cinta dan kasih sayang yang tulus, kesabaran dan keikhlasan dalam
membimbing, mendidik, tak pernah lelah berkorban dan memberikan semangat
serta berdoa untuk keberhasilan anaknya.
Kakak-kakakku (Fiki Arif Hidayat, S.E., dan Medy Aristian), serta adik-adikku
(Ilham Rizki Gimarta dan Aradhana Panca Putra) yang tak pernah lelah
menguatkan ketika rapuh, menghibur ketika letih, dan memberi semangat setiap
kali mulai lelah.
Almamater tercinta Universitas Lampung.
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT, atas segala berkat dan
anugerah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat
dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila.Skripsiini berjudul
“PENGARUHMODELPROJECT BASED LEARNING (PjBL) TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI SAINSDAN BERPIKIR KREATIF
PESERTA DIDIK SMPN 22 BANDAR LAMPUNG”.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;
2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas
Lampung;
3. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Biologi dan sekaligus Pembahas yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi hingga skripsi ini dapat selesai;
4. Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku Pembimbing I serta Pembimbing
Akademikditengah kesibukannya telah banyak membantu penulis dengan
penuh kesabaran dan telah meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan arahan dengan penuh keikhlasan.
5. Berti Yolida, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi layaknya orang tua di kampusdalam proses
penyelesaian skripsi ini;
6. Dra. Rita Ningsih, M.M., selaku Kepala SMPN 22 Bandar Lampung yang
telah memberikan izin penelitian.
7. Chatarina Maria, S.Pd,.selaku guru pengampu mata pelajaran IPA kelas
VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung yang banyak membantu selama
proses penelitian.
8. Siswa kelas VII.I dan VII.Btahun ajaran 2017/2018 yang telah membantu
pada penelitian ini.
9. Seluruh Mahasiswa Pendidikan Biologi 2014 yang telah memdukung dan
memotivasi pada penyelesaian skripsi ini.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaatbagi
kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Februari 2019
Hanifah Nurmira Tama
NPM: 1413024037
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ...............................................................................
....................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Project Based Learning (PjBL) ................................................ 11
B. Kemampuan Komunikasi Sains ........................................................... 14
C. Kemampuan Berpikir Kreatif ..............................................................
........................................................................
31
F. Hipotesis ............................................................................................. 34
III. METEDO PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 35
B. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 35
C. Desain Penelitian ................................................................................ 35
D. Prosedur Penelitian ............................................................................. 36
E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ......................................... 44
F. Uji Persyaratan Instrumen ................................................................... 45
G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 49
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................... 58
1. Kemampuan Komunikasi Sains Secara Tertulis ........................... 58
7
E. Ruang Lingkup Penelitian 7
29
E. Kerangka Pikir ....................................................................................
21
D. Ruang Lingkup Materi Pencemaran Lingkungan
xiii
2. Kemampuan Komunikasi Sains Secara Lisan .............................. 59
3. Kemampuan Berpikir Kreatif (Kognitif) ...................................... 59
4. Kemampuan Berpikir Kreatif (Produk Kreatif) ........................... 59
B. Pembahasan ......................................................................................... 62
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 78
B. Saran .................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 79
LAMPIRAN
1. Silabus Eksperimen ................................................................................... 86
2. Silabus Kontrol ........................................................................................ 89
3. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen ................................. 92
4. Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ....................................... 99
5. Lembar Kerja Peserta Didik ................................................................... 107
6. Lembar Kerja Kelompok Eksperimen ...................................................... 172
7. Lembar Kerja Kelompok Kontrol ............................................................ 175
8. Kisi-Kisi Soal ............................................................................................ 177
9. Rubrik Soal Pretes-Postes ...................................................................... 185
10. Soal Pretes-Postes ..................................................................................... 195
11. Rubrik Penilaian Produk ........................................................................... 202
12. Rubrik Penilaian Komunikasi Lisan ......................................................... 203
13. Rubrik Penilaian Komunikasi Tertulis ...................................................... 205
14. Lembar Penilaian Produk, Komunikasi Lisan, Komunikasi Tertulis ....... 208
15. Tabel Hasil Diskusi LKPD ...................................................................... 209
16. Hasil Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda Soal Pretes-
Postes ........................................................................................................ 210
17. Perhitungan Nilai Pretes, Postes, dan n-Gain ........................................... 211
18. Perhitungan Penilaian Produk ................................................................. 213
19. Perhitungan Kemampuan Komunikasi Sains Secara Lisan ..................... 215
20. Perhitungan Kemampuan Komunikasi Sains Secara Tertulis .................. 217
21. Hasil Output Uji Normalitas ..................................................................... 224
22. Hasil Output Uji Homogenitas .................................................................. 224
23. Hasil Output Uji Perbedaan Dua Rata-Rata (Uji t) ................................... 224
24. Foto Penelitian .......................................................................................... 225
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria Nilai Kemampuan Berkomunikasi Sains ................................. 26
2. Kemampuan Berpikir Kreatif dan Indikatornya .................................... 29
3. Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif ............................. 29
4. Kriteria interpretasi Reliabilitas ............................................................ 45
5. Interpretasi Nilai Daya Pembeda .......................................................... 46
6. Kriteria Taraf Kesukaran Soal .............................................................. 47
7. Interpretasi N-gain aspek kuantitatif ...................................................... 48
8. Rubrik Penilaian Produk Kreatif .......................................................... 51
9. Lembar Penilaian Produk Kreatif Peserta didik ..................................... 52
10. Kriteria Penilaian Produk Kreatif ....................................................... 53
11. Rubrik Penilaian Kemapuan Komunikasi Lisan Peserta didik ............ 53
12. Lembar Penilaian Kemampuan Komunikasi Lisan Peserta didik ........ 54
13. Kriteria persentase penilaian kemampuan komunikasi lisan peserta didik
............................................................................................................... 55
14. Rubrik Penilaian Kemampuan Komunikasi Tertulis Peserta didik ...... 55
15. Lembar Penilaian Kemampuan Komunikasi Tertulis Peserta didik .... 56
16. Kriteria persentase penilaian komunikasi tertulis peserta didik ........... 56
17. Kemampuan Komunikasi Tertulis ........................................................ 58
18. Kemampuan Komunikasi Secara Lisan ............................................... 59
19. Hasil uji statistik data pretes, postes, dan N-gain peserta didik ........... 60
20. Uji statistik N-gain setiap indikator kemampuan berpikir kreatif ......... 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ................................... 12
2. Desain pretes-postes non equivalen ................................................ 35
3. Contoh kemampuan tertulis peserta didik yang terdapat dalam lapbook
pada indikator teknik penulisan ....................................................... 64
4. Contoh kemampuan tertulis peserta didik yang terdapat dalam lapbook
pada indikator bahasa penulisan ...................................................... 65
5. Presentasi produk untuk penilaian kemampuan komunikasi lisan .. 67
6. Contoh jawaban postes peserta didik .............................................. 70
7. Contoh hasil postes peserta didik pada indikator fluency (berpikir lancar)
......................................................................................................... 71
8. Contoh hasil postes peserta didik pada indikator flexibility (berpikir luwes)
71
9. Contoh hasil postes peserta didik pada indikator orginality (berpikir
orisinal) ........................................................................................... 72
10. Contoh hasil postes peserta didik pada indikator elaboration
(mengelaborasi) .............................................................................. 72
11. Contoh produk lapbook pada indikator kebaruan (novelty) ........... 75
12. Contoh produk lapbook pada indikator pemecahan masalah (resolution).
......................................................................................................... 75
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung dalam meningkatkan sumber
daya manusia yang berkualitas, hal tersebut didukung oleh kualitas dari suatu
pendidikan yang ditempuh individu dalam belajar. Seiring dengan perkembangan
zaman, pada abad ke-21 ini dikenal sebagai abad pengetahuan yang merupakan
landasan utama untuk berbagai aspek kehidupan dan bertujuan untuk
meningkatkan intelegensi peserta didik dalam pembelajaran (Tilaar, 2010: 2).
Terkait dengan pembelajaran pada abad ke-21, Tilaar (2010: 3) menyatakan
bahwa tuntutan abad ke-21 yaitu berupa perubahan reorientasi dalam
pembelajaran yaitu mengubah paradigma pembelajaran dari berpusat pada
pendidik (teacher-centered learning) menuju pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik (student-centered learning), serta mengubah dari belajar individual
menuju pembelajaran kelompok kooperatif yang tidak hanya mengajari
kemampuan berpikir saja namun juga mampu mengajari peserta didik
kemampuan-kemampuan lainnya (kemampuan sosial).
Semakin banyaknya perubahan-perubahan dalam pembelajaran ini, maka
pemerintah berupaya meningkatkan mutu pendidikan dengan melakukan
2
penyempurnaan kurikulum. Proses penyempurnaan yang dilakukan dari tahun
1994, hingga saat ini mulai menerapkan Kurikulum 2013 yang mencakup semua
mata pelajaran termasuk pelajaran IPA. Pembelajaran IPA memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir secara
kritis dan kreatif, keterampilan proses dan pengembangan sikap ilmiah (Anjarsari,
2013: 2).
Kemampuan berkomunikasi sains dianggap penting karena dapat melatih
kemampuan berkomunikasi sains peserta didik dan menjadikan peserta didik
dapat mengungkapkan ide-ide sains yang mereka miliki. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pujiati (2013:158) diketahui bahwa terdapat
peningkatan rata- rata penguasaan konsep IPA peserta didik akibat dari pengaruh
kemampuan berkomunikasi sains secara lisan dan kemampuan berkomunikasi
sains secara tulisan memungkinkan bagi peserta didik agar memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya dari hasil pengamatan. Sedangkan kemampuan berpikir
kreatif dipandang penting karena akan membuat peserta didik memiliki banyak
cara dalam menyelesaikan berbagai persoalan dengan berbagai persepsi dan
konsep yang berbeda (Awang dan Ramly 2008: 19). Pentingnya pengembangan
berpikir kreatif ini didasarkan pada empat alasan, yaitu kemampuan kreatif orang
dapat mewujudkan (mengaktualisasi) dirinya sendiri, kemampuan kreatif sebagai
kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan untuk menyelesaikan
suatu masalah, bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat, tapi juga
memberi kepuasan pada individu, serta kemampuan kreatiflah yang membuat
3
manusia mampu meningkatkan kualitas hidupnya (Munandar, 2009: 35). Menurut
Awang dan Ramly (2008: 22) kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan
dengan membentuk kebiasaan belajar yang baik di kelas, seperti membiasakan
peserta didik untuk menyampaikan suatu gagasan, mengajukan pertanyaan,
memberikan ide baru dalam pemecahan suatu masalah.
Namun faktanya, pendidikan yang ada di Indonesia saat ini belum mampu
menciptakan pribadi-pribadi yang cakap dalam berkomunikasi dan kreatif. Hal
tersebut dapat di-buktikan dari hasil Program for Inter-national Student
Assesment (PISA) pada tahun 2015, Negara Indonesia menduduki posisi 10 besar
terbawah dari 70 negara dengan skor 403 da-lam kinerja sains. Rendahnya hasil
PISA tersebut, terkait kinerja sains peserta didik di Indonesia di-sebabkan karena
kurang optimalnya pendidik untuk menumbuh kembang-kan kemampuan proses
sains dalam pembelajaran, tak luput diantaranya yaitu kemampuan komunikasi
sains dan kemampuan berpikir kreatif (OECD, 2016). Selain itu, pendidikan di
sekolah juga masih kurang menunjang tumbuh dan berkembangnya kemampuan
berpikir kreatif peserta didik (Suyanto, 2000).
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMP N 22 Bandar
Lampung kelas VIIB dan VIIC pada 31 Oktober 2017, diketahui bahwa peserta
didik cenderung masih pasif dalam pembelajaran khususnya pada bidang studi
IPA. Peserta didik kurang aktif dan kreatif dalam melakukan interaksi ataupun
diskusi selama pembelajaran contohnya seperti peserta didik tidak bertanya ketika
pendidik memberikan kesempatan untuk bertanya, namun ketika pendidik yang
4
bertanya kepada peserta didik, peserta didik masih kebingungan dan tidak mampu
menjawab pertanyaan yang diberikan. Ketika peserta didik diminta untuk
mengerjakan soal latihan juga hasilnya tidak optimal, karena peserta didik hanya
memindahkan jawaban yang sudah tersedia dari buku. Peserta didik juga hanya
mengikuti instruksi dari pendidik dalam setiap pemecahan masalah yang ada
tanpa mencoba berdiskusi dan menggali kreativitas dengan teman lainnya untuk
memecahkan masalah tersebut. Kemampuan berkomunikasi sains peserta didik
pun baru sebatas pada kemampuan komunikasi sains secara tertulis, yang dinilai
dari hasil makalah yang dibuat peserta didik saja dan kemampuan peserta didik
dalam menuliskan gagasan, pendapat, ataupun jawaban dan tugas yang diberikan
oleh pendidik terbilang masih lemah. Sedangkan penilaian kemampuan
berkomunikasi sains lisan seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menyampaikan
hasil diskusi, atau mempresentasikan hasil pengamatan terhitung masih sangat
jarang dilakukan. Penyebab masalah-masalah yang terjadi ini karena pendidik
masih dominan menggunakan metode ceramah dan diskusi, metode ini kurang
melatih peserta didik untuk berpikir kreatif dalam menyelesaikan suatu masalah,
membuat gagasan, dan juga kurang melatih kemampuan komunikasi sains peserta
didik.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan model pembelajaran yang dapat menarik
peserta didik untuk ikut aktif dalam pembelajaran dan meningkatkan kemampuan
komunikasi sains serta kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Salah satu
model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
5
sains dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik terkait mengembangkan
pengetahuan IPA adalah model Project Based Learning (PjBL) pada materi
pencemaran lingkungan. Model PJBL ini merupakan salah satu model
pembelajaran yang disarankan dalam Kurikulum 2013 yaitu bertujuan untuk
mendorong kemampuan peserta didik untuk menghasilkan karya kontekstual,
baik individu maupun kelompok (Kemdikbud, 2013:3). Materi pencemaran
lingkungan sangat tepat digunakan dalam model PjBL karena menekankan
peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan proyek yang akan memicu peserta
didik untuk berpikir secara inovatif, kreatif dan komunikatif.
PjBL adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai
media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan
informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar (Daryanto, 2014: 23).
Pernyataan tersebut juga didukung oleh Thomas (2000: 1), PjBL merupakan suatu
model pembelajaran yang menekankan pada pengerjaan proyek. Dengan adanya
penugasan proyek ini maka akan membuat peserta didik merasa lebih tertantang,
lebih kreatif dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. PjBL juga
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk bekerja sama dan melakukan
presentasi dengan lebih baik.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, (Lestari, 2017)
menjelaskan bahwa model PjBL merupakan model pembelajaran yang dapat
diterapkan pada mata pelajaran IPA. Melalui model PjBL, kemampuan
komunikasi sains dan berpikir kreatif peserta didik dapat meningkat. Hal ini dapat
6
dilihat melalui nilai tata-rata perolehan skor observasi aspek kemampuan berpikir
kreatif peserta didik selama proses pembelajaran kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen secara berturut-turut adalah 3,31/13,26% (kategori sangat kurang) dan
16,68/ 66,73% (kategori sangat baik). Selain itu (Mahira, 2012: 64)
menambahkan bahwa pembelajaran berbasis proyek lebih berpengaruh dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam pemecahan masalah, tanggapan
peserta didik terhadap pembelajaran berbasis proyek umumnya sangat baik, lebih
menyenangkan dalam belajar, bisa mengubah sikap dan persepsi meningkatkan
kreativitas peserta didik.
Terkait dengan hal tersebut, peneliti ingin melakukan suatu eksperimen
pembelajaran yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Project Based Learning
(PjBL) Terhadap Kemampuan Komunikasi sains dan Berpikir Kreatif Peserta
Didik SMPN 22 Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka rumusan masalah yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh positif model Project Based Learning (PjBL)
terhadap kemampuan komunikasi sains peserta didik?
2. Apakah terdapat pengaruh signifikan model Project Based Learning (PjBL)
terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik?
7
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut ini:
1. Mengetahui pengaruh positif model Project Based Learning (PjBL) terhadap
kemampuan komunikasi sains peserta didik melalui.
2. Mengetahui pengaruh signifikan model Project Based Learning (PjBL)
terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik melalui.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik lebih tertarik pada pelajaran sehingga berpartisipasi aktif,
mengembangkan kemampuan komunikasi sains, dan juga kemampuan
berpikir freatif.
2. Sumbangan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran,
sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan komunkasi
sains peserta didik.
3. Peneliti mendapatkan pengalaman dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran di sekolah menggunakan model PjBL.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Pengaruh yang dimaksud adalah adanya dampak dari penerapan model PjBL
terhadap kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi sains peserta didik,
dampak ini ditunjukkan oleh ada/tidaknya perbedaan kemampuan berpikir
8
kreatif dan komunikasi sains antara penggunaan model PjBL dengan yang
tidak menggunakan model PjBL.
2. PjBL merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam
kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang peserta didik bekerja
secara otonom mengkonstruksi belajar mereka sendiri dan puncaknya
menghasilkan produk karya peserta didik bernilai realistik. Tahapan dalam
pembelajaran dengan model PjBL yaitu: penentuan pertanyaan mendasar,
mendesain perencanaan proyek, menyusun jadwal, memonitor peserta didik
dan kemajuan proyek, menguji hasil, serta mengevaluasi pengalaman
(Daryanto, 2014: 27).
3. Kemampuan komunikasi sains merupakan komunikasi yang umumnya
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan penelitian atau penyelidikan, khususnya
di lingkungan akademik (Siswadi, 2009:2). Indikator kemampuan komunikasi
sains secara tertulis yang digunakan yaitu: Isi (solusi masalah, kalimat bersifat
persuasif, logis, dan jelas); Bahasa (pilihan kata tepat, sesuai dengan EYD,
tidak ambigu); Teknik Penulisan (rapih, dapat dibaca dengan jelas).
Sedangkan untuk indikator kemampuan komunikasi sains secara lisan yaitu:
pandangan mata, penyampaian informasi jelas, bertanya atau menanggapi,
penguasaan konsep, dan penggunaan bahasa mudah dipahami (Munandar,
2009: 41).
4. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kemampuan berpikir untuk
menemukan, menghasilkan dan mengembangkan gagasan atau hasil yang asli
serta berhubungan dengan pandangan atau konsep dalam menggunakan
9
informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskan sudut pandang
pemikir. Kemampuan berpikir kreatif meliputi 4 indikator, yaitu: fluency,
flexibility, originality, dan elaboration (Munandar, 2004: 192). Sedangkan
untuk kemampuan berpikir kreatif dalam produk berupa lapbook digunakan
indikator sebagai berikut: kebaruan (novelty), pemecahan masalah
(resolution), dan juga keterperincian (elaborative) (Munandar, 2009: 41).
5. Lapbook adalah portofolio sederhana atau koleksi buku mini, flaps, dan bahan
kertas lipat yang menyediakan ruang interaktif untuk gambar, cerita,grafik,
grafik, garis waktu, diagram,dan karya tulis,dari topik apapun ditampilkan
secara kreatif dalam folder karton berukuran standar berwarna (Quick, 2015).
6. Pencemaran lingkungan merupakan materi IPA kelas VII SMP semester 2.
Pada kurikulum 2013 materi ini mempunyai dua Kompetensi Dasar yaitu KD
3.8; Menganalisis terjadinya pencemaran lingkungan dan dampaknya pada
ekosistem; dan KD 4.8; Membuat tulisan tentang gagasan penyelesaian
masalah pencemaran di lingkungannya berdasarkan hasil pengamatan.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Model Project Based Learning (PjBL)
Pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik untuk berkarya baik
secara individual maupun kelompok diantaranya adalah pembelajaran berbasis
proyek. Ada beberapa pengertian PjBL menurut para ahli, diantaranya
(Daryanto, 2014: 23) menyatakan bahwa PjBL adalah model pembelajaran
yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Fathurrohman (2015:
117) mendefinisikan PjBL sebagai model yang menekankan pada pengadaan
proyek atau kegiatan penelitian kecil dalam pembelajaran.
Model PjBL merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada pendidik mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja
Proyek (Wena, 2009: 114). PjBL melibatkan peserta didik sebagai agen aktif
dalam sebuah proses belajar yang ditandai dengan kegiatan analisis dan
sistesis, tindakan dan refleksi (Mioduser, 2007: 3).
Berbagai teori di atas, peneliti menyimpulkan bahwa PjBL adalah model yang
menekankan pada pengadaan proyek dalam pembelajaran yang melibatkan
peserta didik aktif untuk memberi stimulus mengatasi masalah, yang
dilakukan secara berkelompok maupun individu, dan pada akhirnya
menghasilkan suatu karya nyata. Goldston & Downey (2013: 132)
12
menyatakan bahwa observasi dan keterlibatan peserta didik secara langsung
akan mendorong peserta didik untuk menggunakan semua indera (penglihatan,
pendengaran, sentuhan, penciuman, dan rasa saat yang tepat) untuk
memberikan informasi yang maksimal ketika mengamati suatu objek sehingga
pembelajaran lebih bermakna.
PjBL memiliki beberapa karakteristik, seperti yang dikemukakan oleh
Daryanto (2014: 24) sebagai berikut: a) peserta didik membuat keputusan
tentang sebuah kerangka kerja, b) adanya permasalahan atau tantangan yang
diajukan kepada peserta didik, c) peserta didik mendesain proses untuk
menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan, d) peserta
didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mengelola
informasi untuk memecahkan permasalahan, e) proses evaluasi dijalankan
secara kontinyu, f) peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas
aktivitas yang sudah dijalankan, g) produk akhir aktivitas belajar akan
dievaluasi secara kualitatif dan, h) situasi pembelajaran sangat toleran
terhadap kesalahan dan perubahan.
Konstruksi pembelajaran utama untuk implementasi PjBL di kelas adalah
sebuah proyek, yang berlangsung selama beberapa minggu, hingga terus
berkembang dan diselesaikan bersama (Ginestie, 2002: 101). Model PjBL
memiliki langkah-langkah yang saling berkaitan dalam pelaksanaanya,
Fathurrohman (2015: 123-125) menjelaskan langkah-langkah PjBL sebagai
berikut: a) penentuan proyek, b) perancangan langkah-langkah penyelesaian
proyek, c) penyusunan jadwal pelaksanaan proyek, d) penyelesaian proyek
13
dengan fasilitas dan monitoring pendidik, e) penyusunan laporan dan
presentasi/publik hasil proyek, f) evaluasi proses dan hasil proyek.
Adapun langkah-langkah pembelajaran menurut Daryanto (2014: 27) sebagai
berikut: a) penentuan pertanyaan mendasar (star with the essential question),
b) mendesain perencanaan proyek (design a plan for the project), c) menyusun
jadwal (create a schedule), d) memonitor peserta didik dan kemajuan proyek
(monitor the student and the progress of the project), e) menguji hasil (assess
the outcome). Bellence (2012: 25-37) menyatakan bahwa proyek
pembelajaran dapat membantu memperkaya pengalaman belajar peserta didik,
dimana peserta didik akan menunjukan kemampuan lebih baik untuk
menemukan pengalaman dan mencari informasi yang relevan untuk
menghasilkan hasil terbaik.
Ada beberapa keunggulan dan kelemahan PjBL. Ngalimun (2012:19-20),
menyatakan keunggulan model PjBL yaitu: meningkatkan motivasi belajar
peserta didik, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan
kolaborasi dalam kerja kelompok pengerjaan proyek memerlukan peserta
didik mengembangkan dan mempraktikkan kemampuan komunikasi, serta
meningkatkan kemampuan mengelola sumber. Sedangkan kelemahan dari
pembelajaran model PjBL yaitu: memerlukan banyak waktu untuk
menyelesaikan masalah, membutuhkan biaya yang cukup banyak, banyaknya
peralatan yang harus disediakan, peserta didik yang memiliki kelemahan
dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan, ada
kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
14
B. Kemampuan Komunikasi Sains
Hal penting yang perlu dikembangkan dalam meningkatkan kemampuan
memproses dan menghasilkan pengetahuan dalam pembelajaran sains adalah
kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi. Komunikasi dapat
disampaikan dalam berbagai penyampaian dan bentuk. Kemampuan
komunikasi seperti yang dikatakan oleh Budiati (2013: 135) adalah salah satu
kemampuan yang dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan dan
peningkatan kualitas proses belajar peserta didik. Komunikasi dapat diartikan
sebagai proses antar pribadi dalam mengirim dan menerima simbol-simbol
yang berarti bagi kepentingan mereka (Widjaja, 2008: 150). Salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk meningkatkan proses belajar peserta
didik ialah kemampuan berkomunikasi. Komunikasi memungkinkan bagi
peserta didik untuk dapat bertukar informasi atau gagasan sebagai keperluan
mereka. Komunikasi di kelas mencakup interaksi tatap muka dan komunikasi
yang terjadi diantara peserta yang terlibat dalam kelas sebagai bukti bahwa
pembelajaran sedang berlangsung (Kazi et al, 2012: 8).
Kemampuan komunikasi menurut Hafied (2007: 85) yaitu kemampuan
seseorang untuk menyampaikan atau mengirim pesan kepada khalayak
(penerima pesan). Selanjutnya menurut Arifin (2008:58) kemampuan
komunikasi adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan pesan yang
jelas dan mudah dipahami oleh penerima pesan. Kegiatan komunikasi tidak
hanya berfungsi sebagai sumber informasi. Hal tersebut dijelaskan oleh
Widjaja (2008: 9) yang mengatakan bahwa komunikasi dapat berfungsi
15
sebagai informasi, sosialisasi, motivasi, perdebatan, dan diskusi pendidikan,
serta memajukan kebudayaan.
Selain itu, fungsi komunikasi juga dijelaskan oleh Deriyati (2013: 14) yang
mengatakan bahwa komunikasi bukan hanya berfungsi sebagai pertukaran
berita dan pesan, tetapi juga merupakan kegiatan individu dan kelompok
dalam tukar menukar data, fakta, dan ide-ide yang dituangkan dalam berbagi
bentuk proses penyampaiannya. Kegiatan komunikasi dapat berfungsi sebagai
penyampaian informasi oleh individu atau kelompok kepada individu atau
kelompok lain. Tidak hanya sebagai pertukaran informasi, namun komunikasi
juga berfungsi dalam pertukaran ide, fakta serta sebagai kegiatan diskusi, baik
individu maupun kelompok. Komunikasi disampaikan tidak hanya melalui
bahasa, namun juga dapat disampaikan dalam bentuk simbol, gambar,
lambang, dan sebagainya.
Kemampuan komunikasi yang dikaji dalam penelitian ini adalah komunikasi
komunikasi sains. Peserta didikdi (2009: 2) menyatakan bahwa komunikasi
sains adalah komunikasi yang umumnya berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
penelitian atau penyelidikan, khususnya di lingkungan akademik. Rezba, et.
al. dalam Budiati (2013: 137) juga memberikan pendapatnya bahwa
kemampuan komunikasi yaitu kemampuan proses yang sangat penting dalam
belajar sains. Hal-hal yang diobservasi, kemudian disimpulkan, dan
selanjutnya diprediksi kemungkinan yang lainnya perlu dikomunikasikan
kepada orang lain. Pengertian kemampuan berkomunikasi sains memiliki
pengertian yang lebih luas, tidak hanya sebatas pemberian informasi secara
lisan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Supriatin, dkk. (2014: 59) sebagai
16
berikut: Kemampuan komunikasi sains peserta didik tidak hanya dalam
pengertian komunikasi lisan, tetapi dalam arti yang lebih luas.
Mengomunikasikan dapat diartikan sebagai proses meyampaikan informasi
atau data hasil percobaan agar dapat diketahui dan dipahami oleh orang lain.
Penjelasan dari beberapa ahli mengenai kemampuan komunikasi sains, maka
dapat disimpulkan bahwa kemampuan berkomunikasi sains penting dimiliki
oleh peserta didik. Kemampuan berkomunikasi sains dapat dilatih dengan
kegiatan penyelidikan atau percobaan yang kemudian hasil percobaan tersebut
dapat disampaikan dalam bentuk lisan ataupun tulisan.
Peserta didik perlu diberikan kesempatan untuk mempraktikkan komunikasi
yang efektif kepada orang lain agar ia dapat mengembangkan komunikasi
dengan baik. Aktivitas yang dapat berkembang dalam kegiatan
mengomunikasikan menurut Djamarah,dkk. (2010: 86) yaitu berdiskusi,
medeklamasikan, mendramatisasikan, bertanya, mengarang, memperagakan,
mengekspresikan dan melaporkan dalam bentuk lisan, tulisan gambar, dan
penampilan.
Beberapa metode komunikasi sains juga dijelaskan oleh Budiati (2013: 137),
metode komunikasi yang sering digunakan dalam pembelajaran sains adalah
grafik, diagram, peta, tabel, simbol, demonstrasi visual, dan presentasi (oral
dan tulisan). Metode yang digunakan untuk melatih kemampuan
berkomunikasi sains menurut Supriatin,dkk. (2014: 61), adalah banyak model,
metode atau pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan untuk melatih
kemampuan berkomunikasi sains kepada peserta didik salah satunya adalah
17
metode eksperimen. Terdapat banyak kegiatan yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran sains untuk membantu peserta didik mengembangkan
kemampuan proses komunikasi yang efektif. Kegiatan-kegiatan tersebut
misalnya, melatih membuat laporan tertulis, mengamati benda, situasi atau
peristiwa, berdiskusi, dan presentasi. Selain itu, kemampuan berkomunikasi
sains dapat dilatih kepada peserta didik melalui berbagai kegiatan
pembelajaran, seperti peserta didik melakukan pengamatan dalam praktikum
yang hasilnya dituangkan ke dalam laporan praktikum dan diinterpretasikan
dalam berbagai bentuk seperti halnya tabel, grafik, dan sebagainya. Diskusi
kelas membiasakan peserta didik untuk menyampaikan ide atau gagasannya di
depan kelas sehingga dapat membangun kecakapan berkomunikasi secara
lisan.
Peserta didik yang memiliki kemampuan berkomunikasi sains dapat dilihat
melalui beberapa indikator yang dinyatakan oleh Rustaman, dkk. dalam
Kristiawati (2014: 5) sebagai berikut:
a. Menggambarkan data empiris hasil percobaaan atau pengamatan dengan
grafik atau tabel atau diagaram.
b. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis.
c. Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian.
d. Membaca grafik atau tabel atau diagram.
e. Mendiskusikan hasil kegiatan suatu masalah atau peristiwa.
Sub indikator kemampuan berkomunikasi yaitu:
a. Membaca informasi atau gambar.
b. Membaca tabel.
18
c. Membuat grafik.
d. Membaca grafik.
Sejalan dengan pendapat di atas, beberapa indikator kemampuan
berkomunikasi sains menurut Fraser-Abder seperti dikutip oleh Kristiawati
(2014: 7) menyatakan bahwa terdapat beberapa indikator kemampuan
komunikasi pada peserta didik, yaitu mendeskripsikan obyek, membuat bagan
atau grafik, merekam data, serta menggambar diagram.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan berkomunikasi sains peserta didik,
digunakan pedoman menurut Arikunto (2008: 245) yang disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Nilai Kemampuan Berkomunikasi Sains
Nilai Peserta didik Kriteria
80 – 100 Baik sekali
66 – 79 Baik
56 – 65 Cukup
40 – 55 Kurang
30 - 39 Gagal
(Arikunto, 2010: 245)
Ditunjau dari sifatnya, Rohaeni (2013: 23) menyatakan kemampuan
komunikasi dibedakan menjadi kemampuan berkomunikasi tertulis dan
komunikasi lisan. Kemampuan komunikasi tertulis merupakan bagian dari
Kemampuan Proses Sains (KPS), dimana komunikasi ini dilakukan melalui
gambar, grafik, tabel dan bagan. Sedangkan kemampuan komunikasi lisan
merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang. Untuk
komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan
secara lisan perlu dikembangkan. Kemampuan mendengarkan akan membuat
19
orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara
merasa diperhatikan dan dihargai.
Kemampuan tertulis berguna untuk membangun makna dan berekspresi
sebagai salah satu kompetensi multiliterasi merupakan kemampuan untuk
menghasilkan gagasan kritis kreatif atas pengatahuan yang sudah dimiliki.
Menulis untuk membangun makna berarti bahwa kegiatan menulis yang
dilakukan tidak hanya sekedar berfungsi sebagai sarana menyalurkan ide
orang lain melainkan sarana untuk menyalurkan ide peserta didik sendiri
sehingga pemahamannya atas sesuatu hal akan semakin meningkat. Lebih
jauh melalui kegiatan menulis ini, peserta didik akan mampu
mengkomunikasikan ide-ide tersebut pada orang lain sehingga akan terbina
pula kemampuannya dalam berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang
lain tersebut (Abidin, 2014: 185).
Suatu tulisan dapat dikatakan terbentuk secara sistematis antara lain apabila:
1. Terdapat relevansi yang baik antara judul dengan bagian pendahuluan,
bagian isi, dan bagian penutup tulisan
2. Terdapat relevansi yang baik antara bagian awal/pendahuluan dengan
bagian isi dengan bagian akhir/penutup tulisan, atau sebaliknya.
3. Terdapat relevansi antara kalimat/klausa yang satu denhan kalimat/ kluasa
yang lain dalam tiap alinea; dan
Terdapat relevansi yang pas antara isi tulisan dengan tujuannya (Nurjamal,
2011: 12).
Ciri tulisan yang baik disimpulkan oleh Tarigan (2008: 7) sebagai berikut:
20
(1) Jelas. Pembaca dapat membaca teks dengan cara tetap dan pembaca tidak
boleh bingung dan harus mampu menangkap maknanya tanpa harus
membaca ulang dari awal untuk menemukan makna yang dikatakan oleh
penulis; (2) Kesatuan dan Organisasi. Pembaca dapat mengikutinya dengan
mudah karena bagian-bagiannya saling behubungan dan runtut; (3)
Ekonomis, penulis tidak akan menggunakan kata atau bahasa yang
berlebihan sehingga waktu yang digunakan pembaca tidak terbuang
percuma; (4) Pemakaian bahasa dapat diterima. Penulis menggunakan bahasa
yang baik dan benar karena bahasa yang dipakai masyarakat kebanyakan
terutama berpendidikan lebih mengutamakan bahasa formal sehingga mudah
diterima.
Berdasarkan kutipan dari beberapa ahli mengenai indikator kemampuan
komunikasi sains, maka perlu dikembangkan melalui model pembelajaran
yang sesuai. Pengembangan kemampuan komunikasi sains tersebut
bergantung pada pemilihan materi pembelajaran dan model pembelajaran yang
digunakan. Kemampuan komunikasi sains secara lisan yang diteliti dalam
penelitian ini dilihat dari pandangan mata peserta didik ketika melakukan
diskusi atau presentasi, penyampaian informasi hasil pengamatan secara jelas,
bertanya atau menanggapi pertanyaan, pemahaman isi materi dan bahasa yang
digunakan peserta didik ketika diskusi atau presentasi mudah dipahami serta
sesuai dengan EYD. Sedangkan kemampuan komunikasi sains secara tulisan
yang diteliti yaitu berdasarkan isi, bahasa dan teknik penulisan.
21
C. Kemampuan Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses berpikir untuk
mengembangkan atau menemuka n ide atau hasil yang asli (orisinil), estetis,
konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang penekanannya
ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan
informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskan dengan perspektif
asli pemikir (Arnyana, 2006: 152). Berpikir kreatif akan membuat peserta
didik berpikir secara divergen, peserta didik akan lebih inovatif dalam
memikirkan persepsi serta konsep-konsep yang berbeda untuk memecahkan
masalah dengan lebih cepat dan efektif (Awang dan Ramly, 2008: 19).
Konsep pemikiran kreatif merupakan komponen yang melekat pada
pemecahan masalah di lingkungan (Daskolia and Kampylis, 2012).
Pola pikir kreatif sangat ditekankan pada implementasi kurikulum 2013,
Beetleston (2013: 28) menyatakan bahwa kreatifitas merupakan sebuah
komponen penting dan memang perlu, tanpa kreatifitas pelajar hanya akan
bekerja pada sebuah tingkat kognitif yang sempit. Berpikir kreatif disebut juga
berpikir divergen (Baker & Rudd, 2001: 175) yaitu memberikan macam-
macam kemungkinan jawaban berdasarkan informasi yang diberikan dengan
penekanan pada keragaman jumlah dan kesesuaian (Munandar, 2009: 15).
Berpikir kreatif diharapkan mampu membuat peserta didik lebih terampil
memecahkan masalah, menurut Rusman (2014: 324) berpikir kreatif
merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan pendidik untuk dapat
memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama pembelajaran
22
berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang
bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah.
Sutikno (2014: 151) juga menyatakan bahwa berpikir kreatif adalah
pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk mampu mengeluarkan daya
pikir dan daya karsanya untuk menciptakan sesuatu yang berada diluar
pemikiran orang kebanyakan.
Berdasarkan uraian pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
berpikir kreatif adalah kemampuan peserta didik dalam memahami masalah
dan menemukan penyelesaian dengan strategi atau metode yang bervariasi
(divergen). Sehingga berpikir kreatif sesungguhnya merupakan suatu
kemampuan berpikir yang berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang
sedang dihadapi, bahwa di dalam situasi itu terlihat atau teridentifikasi adanya
masalah yang ingin atau harus diselesaikan (Johnson, 2009: 221).
Kreatif pada dasarnya ada pada semua orang, namun dalam kadar dan bentuk
yang berbeda-beda. Menurut Munandar (2009: 10), ciri-ciri kreatifitas dapat
dibedakan menjadi dua yaitu ciri kognitif (aptitude) dan ciri non kognitif
(non-aptitudeS). Ciri kognitif (aptitude) dari kreatifitas terdiri dari orisinalitas,
fleksibilitas, kelancaran dan elaboratif. Sedangkan ciri non kognitif dari
kreatifitas meliputi motivasi, kepribadian, dan sikap kreatif. Kreatifitas baik
itu yang meliputi ciri kognitif maupun non-kognitif merupakan salah satu
potensi yang penting untuk dipupuk dan dikembangkan. Sedangkan Pamilu
(2007: 15) menyatakan bahwa ciri-ciri anak kreatif yaitu: 1) selalu ingin tahu,
2) memiliki minat yang sangat luas, 3) dan suka melakukan aktifitas yang
23
kreatif. Anak yang kreatif lebih berani mengungkapkan pendapatnya dan tidak
takut melakukan kesalahan, meskipun tidak disetujui atau bertentangan
dengan pendapat orang lain.
Ada lima elemen/komponen untuk membangun kemampuan berpikir kreatif
menurut Dyer et al. (2009: 5) yakni sebagai berikut: a) observing
(mengamati), adalah menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi.
b) questioning (mengajukan pertanyaan), peserta didik perlu dilatih
merumuskan pertanyaan terkait dengan topik yang akan dipelajari. c)
experimenting (melakukan eksperimen/percobaan atau memperoleh
informasi), belajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah akan melibatkan
peserta didik dalam melakukan aktivitas penyelidikan fenomena dalam upaya
menjawab suatu permasalahan. d) associating (mengasosiasikan/menalar),
kemampuan mengolah informasi melalui penalaran dan berpikir rasional
merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh peserta didik. e)
networking (membangun atau mengembangkan jaringan dan berkomunikasi),
kemampuan untuk membangun jaringan dan berkomunikasi perlu dimiliki
oleh peserta didik karena kompetensi tersebut sama pentingnya dengan
pengetahuan. Bekerja sama dalam sebuah kelompok merupakan salah satu
cara membentuk kemampuan peserta didik untuk dapat membangun jaringan
dan komunikasi.
Berfikir kreatif seperti yang disebutkan Munandar (2004: 192) terdapat
beberapa indikator, empat indikator kemampuan berpikir kreatif tersebut
meliputi fluency, flexibility ,originality, dan elaboration. Fluency merupakan
24
kemampuan menghasilkan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah
maupun pertanyaan. Flexibility merupakan kemampuan yang menghasilkan
gagasan bervariasi dari informasi yang telah didapatkan. Originality
merupakan kemampuan menghasilkan gagasan atau ide yang berbeda dari
sebelumnya. Elaboration merupakan kemampuan mengembangkan maupun
menambhakan gagasan secara detail sehingga lebih menarik.
Tabel 1. Kemampuan Berpikir Kreatif dan Indikatornya
Kemampuan Berpikir Kreatif Indikator
Berpikir Lancar (Fluency) 1. Mencetuskan banyak gagasan
dalam masalah
2. Memberikan banyak jawaban dalam
menjawab suatu pertanyaan
3. Memberikan banyak cara atau saran
untuk melakukan berbagai hal
4. Bekerja lebih cepat dan
melakukannya lebih banyak dari
orang lain
Berpikir Luwes (Flexibility) 1. Menghasilkan gagasan penyelesaian
masalah atau jawaban suatu
pertanyaan yang bervariasi
2. Dapat melihat masalah dari sudut
pandang yang berbeda
3. Menyajikan suatu konsep dengan
cara yang berbeda
Berpikir Orisinal
(Originality)
1. Memberikan gagasan yang baru
dalam menyelesaikan masalah atau
jawaban yang lain dari yang sudah
biasa dalam menjawab suatu
pertanyaan
2. Membuat kombinasi-kombinasi
25
yang tidak lazim dari bagian-bagian
atau unsur-unsur
Kemampuan Mengelaborasi
(Elaboration)
1. Mengembangkan atau memperkaya
gagasan orang lain
2. Menambahkan atau memperinci
suatu gagasan, sehingga
meningkatkan kualitas gagasan
tersebut
(Munandar, 2004: 194)
Proses kreatif mempunyai tahapan yang berurutan. Hal itu sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Munandar (2009: 193) bahwa dalam berpikir kreatif
memiliki tahapan, antara lain adalah:
1. Tahap persiapan, dalam masa persiapan seorang pemikir atau creator
memformulasikan masalahnya dan mengumpulkan semua fakta.
2. Tahap inkubasi, jika pemikir kemudian mengalihkan perhatian dari
persoalan yang sedang dihadapinya tersebut.
3. Tahap iluminasi, pada periode ini pemikir mengalami insight tiba-tiba saja
cara pemecahan masalah muncul dengan sendirinya.
4. Tahap evaluasi, bertujuan untuk menilai apakah pemecahan masalah itu
sudah tepat atau belum.
5. Tahap revisi, apabila cara pemecahan masalah tersebut sudah tepat atau
mungkin masih memerlukan perbaikan-perbaikan disana-sini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tahapan berpikir kreatif antara lain adalah
tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap iluminasi, tahap evaluasi dan tahap
revisi. Dalam proses berpikir kreatif yang sudah dijelaskan di atas, tahapan
ini harus dilakaukan secara berurutan dan tidak boleh meloncat-loncat
26
sebelum tahapan yang awal sudah selesai. Karena jika dari awal tidak selesai,
maka tahapan yang selanjutnya tidak bisa dilakukan.
Terdapat ciri-ciri anak kreatif yang dikemukakan oleh Pamilu (2007: 15),
yaitu: 1) selalu ingin tahu, 2) memiliki minat yang sangat luas, 3) dan suka
melakukan aktifitas yang kreatif. Anak yang kreatif lebih berani
mengungkapkan pendapatnya dan tidak takut melakukan kesalahan, meskipun
tidak disetujui atau bertentangan dengan pendapat orang lain. Begitu juga
yang diungkapkan oleh Munandar (2009: 36-37), terdapat 10 ciri-ciri pribadi
yang kreatif yang diperoleh dari kelompok pakar psikologi (30 orang) adalah
sebagai berikut: imajinatif, mempunyai prakarsa, mempunyai minat luas,
mandiri dalam berpikir, melit, senang berpetualang, penuh energy, percaya
diri, bersedia mengambil resiko, berani dalam pendirian dan keyakinan.
Karakteristik tingkat kemampuan berpikir kreatif menurut Wena (2009: 140)
antara lain sebagai berikut: Keterlibatan peserta didik secara intelektual dan
emosional dalam pembelajaran, peserta didik didorong untuk menemukan
sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran dengan berbagai cara
seperti observasi, diskusi, atau percobaan, peserta didik diberi kesempatan
untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama, dan untuk menjadi
kreatif seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias, serta
percaya diri.
Karakteristik dari tingkat kemampuan berpikir kreatif ditunjukkan pada Tabel
2. Tabel tersebut berisi perbedaan kemunculan aspek berpikir kreatif pada tiap
tingkatan.
27
Tabel 2. Karakteristik Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif Tingkat Kemampuan Karakteristik
Tingkat 4
(Sangat Kreatif)
Peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan lebih
dari satu solusi dan dapat mengembangkan cara lain
untuk menyelesaikannya. Salah satu solusi memenuhi
aspek originality (kebaruan). Beberapa masalah yang
dibangun memenuhi aspek originality, flexibility,
fluency, dan elaboration.
Tingkat 3
(Kreatif)
Peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan lebih
dari satu solusi, tetapi tidak bisa mengembangkan cara
lain untuk menyelesaikannya. Satu solusi memenuhi
aspek originality. Pada tingkat ini juga peserta didik
dapat mengembangkan cara lain untuk memecahkan
permasalahan (flexibility), kemampuan menyatakan
gagasa (elaboration), namun tidak memiliki cara yang
berbeda dari yang lain (originality),
Tingkat 2
(Cukup Kreatif)
Peserta didik dapat memecahkan permasalahan dengan
satu solusi yang sifatnya berbeda dari yang lain
(originality) namun tidak memenuhi aspek fluency,
flexibility dan elaboration atau peserta didik dapat
menyelesaikan permasalahan dengan mengembangkan
solusinya (flexibility) namun bukan hal yang baru dan
bukan pula jawaban lancer
Tingkat 1
(Kurang Kreatif)
Peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan dengan
lebih dari satu solusi (fluency) tetapi tidak dapat
mengembangkan solusinya dan tidak memenuhi aspek
kebaruan.
Tingkat 0
(Tidak Kreatif)
Peserta didik tidak dapat menyelesaikan permasalahan
dengan lebih dari satu solusi dan tidak dapat
mengembangkan cara lain untuk menyelesaikannya. Dia
juga tidak bias menimbulkan solusi baru.
(Siswono, 2011: 551).
Berpikir kreatif akan membuat peserta didik lebih efektif dalam menciptakan
produk yang berinovasi dan kreatif. Suatu produk dikatakan kreatif apabila
memenuhi kriteria-kriteria produk kreatif yang telah ditentukan. Kriteria-
kriteria tersebut sangat penting karena untuk menentukan nilai dan arti suatu
kajian atau penelitian kreativitas. Kriteria produk kreatif itu sendiri menunjuk
pada hasil perbuatan, kinerja atau karya seseorang dalam bentuk barang atau
gagasan. Kriteria ini dipandang sebagai yang paling eksplisit untuk
28
menentukan kreatifitas seseorang sehingga disebut kriteria puncak (the
ultimate kriteria) bagi kreativitas (Supriyadi, 1994: 14).
Ada beberapa kriteria produk kreatif menurut Munandar (2009: 41) dalam
model CPAM (Creative Product Analysis Matrix), produk kreatif dapat
digolongkan menjadi tiga katagori, yaitu (1) kebaruan (novelty), (2)
pemecahan masalah (resolution), dan (3) keterperincian (elaborative).
Sedangkan menurut Prof Hembing (2000: 124) seseorang dikatakan kreatif
bila memenuhi beberapa kriteria produk kreatif, yakni berbeda dari yang telah
ada, dalam arti lebih baik dan berguna bagi orang banyak. Produk tersebut
bisa berbentuk benda, sistem, prosedur atau cara untuk melakukan atau
menghasilkan sesuatu.
CPAM (Creative Product Analysis Matrix) sebagai dasar acuan dalam menilai
produk kreatif dimana masing-masing kategori tersebut di atas meliputi
sejumlah atribut. Kategori kebaruan adalah sejauh mana produk itu baru,
dalam hal jumlah, proses yang baru, teknik baru, bahan baru, atau konsep
baru. Produk harus orisinal dalam arti sangat langka diantara produk yang lain
dengan pelatihan yang sama, dapat menimbulkan kejutan (surprising) dan
produk itu germinal yaitu dapat menimbulkan gagasan produk orisinal lainnya
(Munandar, 2009: 43).
Kategori pemecahan masalah meliputi kebermaknaan (valuable) karena
memenuhi kebutuhan; harus logis, dengan mengikuti aturan yang ditentukan
dalam bidang tertentu; dan harus berguna, yaitu dapat diterapkan dengan
praktis. Sedangkan kategori terakhir yaitu elaborasi, dimensi ini merujuk pada
29
derajat sejauh mana produk itu menggabungkan unsur-unsur yang tidak sama/
serupa menjadi keseluruhan yang canggih dan koheren. Lima kriteria untuk
menilai hal ini adalah produk harus organis yaitu mempunyai arti; elegan yaitu
canggih, mempunyai nilai lebih dari yang tampak; kompleks yaitu
menggabungkan berbagai unsur; dapat dipahami, karena tampil secara jelas;
menunjukkan kemampuan atau keahlian yang baik dan dikerjakan secara
seksama (Munandar, 2009: 44).
D. Ruang Lingkup Materi Pencemaran Lingkungan
1. Pencemaran Air
Pencemaran air merupakan kondisi air yang menyimpang dari sifat-sifat
air dari keadaan normal. Kualitas air menentukan kehidupan di perairan
laut ataupun sungai. Apabila perairan tercemar, maka keseimbangan
ekosistem di dalamnya juga akan terganggu. Air dapat tercemar oleh
komponen-komponen anorganik, di antaranya berbagai logam berat yang
berbahaya. Komponen-komponen logam berat ini berasal dari kegiatan
industri. Kegiatan industri yang melibatkan penggunaan logam berat,
antara lain industri tekstil, pelapisan logam, cat/tinta warna, percetakan,
bahan agrokimia, dan lain-lain. Beberapa logam berat ternyata telah
mencemari air di negara kita, melebihi batas yang berbahaya bagi
kehidupan. Dampak dari pencemaran air yaitu air limbah yang tidak
dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak yang tidak
menguntungkan bagi lingkungan, seperti hal-hal berikut: 1) Penurunan
kualitas lingkungan, 2) Gangguan kesehatan, 3) Pemekatan Hayati, 4)
Mengganggu pemandangan, 5) Mempercepat proses kerusakan benda.
30
Pencemaran air dapat ditanggulangi dengan cara: Pembuatan kolam
stabilisasi, IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), Pengelolaan Excreta.
3. Pencemaran Udara
Pencemaran udara didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana udara
mengandung senyawasenyawa kimia atau substansi fisik maupun biologi
dalam jumlah yang memberikan dampak buruk bagi kesehatan manusia,
hewan, ataupun tumbuhan, serta merusak keindahan alam serta
kenyamanan, atau merusak barang-barang perkakas.
Pencemaran udara terdiri dari 2 macam yaitu pencemaran udara primer,
dan pencemaran udara sekunder. Faktor penyebab pencemaran udara
yaitu: aktivitas alam dan aktivitas manusia. Dampak pencemaran udara
bagi kesehatan yaitu emfisema, bagi tumbuhan yaitu hujan asam
mengadung senyawa sulfur yang bersifat asam, efek rumah kaca, serta
rusaknya lapisan ozon.
4. Pencemaran Tanah
Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan
tanah, maka pasti dapat menguap, tersapu air hujan, dan atau masuk ke
dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian
mengendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut
dapat berdampak langsung pada kehidupan manusia, ketika bersentuhan atau
dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Faktor penyebab pencemaran tanah yaitu: Limbah domestik, limbah industry, dan
limbah pertanian. Dampak pencemaran tanah antara lain ialah merusak kesehatan
manusia yang memakan makanan yang diperoleh dari pertanian, kerusakan
31
ekosistem Anthropoda, dan juga perubahan metabolisme tanaman yang pada
akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Penanggulangan
pencemaran tanah yaitu dengan cara pembersihan on-site, yaitu pembersihan
dengan injeksi dan biomediasi. Dengan cara off-site, yaitu penggalian tanah yang
tercemar untuk kemudian di lakukan pembersihan.
4. Pencemaran Suara
Suara atau bunyi apabila sudah menggangu pemukiman penduduk dapat
dikatakan pencemaran lingkungan, Suara yang keras dan memekakan
telinga manusia dapat menimbulkan gannguan. Sumber pencemaran suara
yaitu suara lalu lintas jalan raya, pesawat yang lepas landas atau mendarat,
pesawat jet, mesin pabrik, lingkungan sosial (televisi atau radio yang
terlalu keras). Batas suara yang tidak menimbulkan pencemaran yaitu 55
dB (Desibel), Desibel adalah satuan yang menyatakan kuat lemahnya
suara (Widodo, 2017: 49-67).
F. Kerangka Pikir
Pendidikan merupakan sarana utama yang digunakan untuk meningkatkan
kualitas individu sehingga tercipta generasi yang cerdas, inovatif, kritis,
kreatif, terampil dan mandiri. Pemerintah selalu berupaya untuk
meningkatkan kualitas suatu bangsa di Indonesia dengan melakukan
perubahan kurikulum pendidikan dari waktu ke waktu hingga saat ini yang
diterapkan di Indonesia merupakan Kurikulum 2013. Namun faktanya tidak
semua sekolah mampu mengikuti setiap perubahan-perubahan yang ada,
seperti student center yang terdapat pada tuntutan K13, nyatanya pendidik
masih cenderung menggunakan metode ceramah sehingga peserta didik
32
cenderung hanya mengandalkan informasi yang diberikan pendidik saja
sebagai bahan belajar tanpa mencoba menggali atau mencari informasi-
informasi baru dari sumber lainnya. Penyelesaian suatu masalah juga masih
mengikuti instruksi dari pendidik tanpa adanya rangsangan agar peserta didik
mampu berpikir kreatif untuk memberikan ide atau gagasan baru yang mereka
hasilkan sendiri. Kemudian kemampuan komunikasi sains peserta didik juga
hanya sebatas komunikasi sains secara tertulis, melalui tugas makalah dan
komunikasi sains secara langsung seperti presentasi ataupun diskusi terbilang
masih jarang dilakukan.
Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat mengembangkan
kemampuan berpikir kreatif peserta didik dan kemampuan komunikasi sains
peserta didik adalah model PjBL dengan menggunakan materi pencemaran
lingkungan. Model PjBL menuntun peserta didik lebih mandiri untuk
membuat suatu perencanaan kerangka kerja yang akan dilakukan, kritis
terhadap suatu permasalahan dan kreatif dalam menentukan solusi yang akan
digunakan untuk memecahkan masalah, melatih kerjasama tim, dan lebih
terampil dalam mempresentasikan suatu proyek. Sedangkan dengan
penggunaan materi pencemaran lingkungan akan lebih memudahkan
berlangsungnya proses pembelajaran dengan model PjBL. Materi pencemaran
lingkungan membuat peserta didik lebih mudah menalar, memecahkan
masalah secara kreatif karena kebanyakan masalah pencemaran ini ditemukan
di sekitar lingkungan dan banyak kasus pencemaran lingkungan yang dapat
dijadikan contoh nyata, yang secara otomatis juga akan mempermudah diskusi
33
yang dilakukan di dalam kelas sehingga kemampuan komunikasi sains peserta
didik ikut meningkat.
Penerapkan Model PjBL ini, diharapkan peserta didik dapat menganalisis dan
memecahkan suatu masalah yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan
yang terjadi di sekitar mereka. PjBL terdiri dari beberapa langkah sebagai
berikut: membuat kelompok dari tiga atau lebih peserta didik,
memperkenalkan peserta didik dengan proyek yang akan dilakukan,
menyusun kalender penyelesaian proyek, dan memberikan penilaian atau
umpan balik atas pengerjaan proyek dan produk yang dibuat.
Proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model PjBL ini juga
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sains peserta
didik dan kemampuan berpikir kreatif peserta didik. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah variabel X dan variabel Y. Variabel X adalah
variabel bebas yaitu model pembelajaran Project Based Learning (PjBL),
variabel Y1 adalah variabel terikat yaitu kemampuan komunikasi sains peserta
didik, dan variable Y2 adalah variabel terikat yaitu kemampuan berpikir
kreatif peserta didik.
Hubungan antara variabel tersebut digambarkan dalam diagram dibawah ini:
Keterangan : X = Model pembelajaran PjBL
Y1 = Kemampuan komunikasi sains peserta didik Y2 = Kemampuan berpikir kreatif peserta didik
Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
X
Y1
Y2
34
1. Terdapat pengaruh model Project Based Learning (PjBL) terhadap
kemampuan komunikasi sains peserta didik.
2. H0 : Tidak terdapat pengaruh signifikan model Project Based Learning
(PjBL) terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik
H1 : Terdapat pengaruh signifikan model Project Based Learning (PjBL)
terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
F. Hipotesis
35
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018 semester ganjil Tahun
Ajaran 2018/2019. Adapun pelaksanaannya di SMP Negeri 22 Bandar
Lampung.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII semester
ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung tahun pelajaran 2018/2019. Dalam
penelitian ini kelas yang dijadikan sampel adalah kelas VII B sebagai kelas
kontrol dengan jumlah peserta didik 30 orang, peserta didik laki-laki 15 orang
dan peserta didik perempuan 15 orang dan VII I sebagai kelas eksperimen
dengan jumlah peserta didik 30 orang, peserta didik laki-laki 12 orang dan
peserta didik perempuan 18 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik cluster random sampling yaitu teknik yang digunakan
jika populasi yang dijumpai bersifat heterogen, dimana subpopulasi
merupakan suatu kelompok (cluster) yang juga mempunyai sifat heterogen
(Yatim, 2010: 60).
C. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah studi eksperimen (eksperimen semu) dengan desain
pretes-postes kelompok non equivalen. Dalam penelitian ini terdapat dua
36
kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan kondisi kelas yang
heterogen berdasarkan jenis kelamin dan tingkat kemampuan kognitif peserta
didiknya. Pada kelas eksperimen diberi perlakuan dengan mengunakan model
pembelajaran PjBL sedangkan pada kelas kontrol diberi perlakuan dengan
menggunakan metode diskusi. Tiap kelas diberikan pretes serta postes yang
sama, kemudian hasilnya dibandingkan. Sehingga struktur desainnya
digambarkan sebagai berikut:
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
E Y1 X Y2
C Y1 C Y2
Gambar 2. Desain pretes-postes non equivalen
Keterangan :
Y1 = pretes;
Y2 = postes;
X = Perlakuan model PjBL;
C = Perlakuan dengan metode diskusi;
(dimodifikasi dari Rianto, 2001: 43)
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu prapenelitian dan pelaksanaan
penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap penelitian ini adalah:
1. Prapenelitian
Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian sebagai berikut:
a. Membuat izin untuk melakukan penelitian di sekolah.
b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian,
untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti.
c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas kontrol dan kelas
eksperimen.
37
d. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
untuk setiap pertemuan, dan Lembar Kerja Kelompok (LKK).
e. Membuat instrumen penelitian berupa lembar observasi komunikasi
sains secara tertulis dan secara lisan, dan membuat soal pretes-postes
untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
f. Membuat instrumen keterlaksanaan pembelajaran proyek untuk
mengontrol proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi
dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran
proyek.
2. Pelaksanaan Penelitian
Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan model PjBL untuk kelas
eksperimen dan menggunakan metode diskusi yang sering digunakan oleh
pendidik IPA di SMP Negeri 22 Bandar Lampung untuk kelas kontrol.
Penelitian ini dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan meliputi:
Kelas Eksperimen (Pembelajaran dengan Project Based Learning)
a. Kegiatan awal
Pendidik menyiapkan peserta didik untuk melakukan tes awal
kemampuan kognitif terkait materi pencemaran lingkungan (pretes)
1) Apersepsi :
a. Pertemuan 1: guru menggali pengetahuan peserta didik
mengenai pencemaran lingkungan, seperti menampilkan gambar
terkait dengan lingkungan. Kemudian menanyakan kepada
38
peserta didik ”coba perhatikan kedua gambar berikut!”. “Apa
perbedaan kondisi fisik air yang terlihat dari kedua sungai
tersebut?”
2) Motivasi
a. Pertemuan 1 : guru memberikan informasi kepada peserta didik
mengenai pentingnya mempelajari materi yang akan
disampaikan. “Sekarang kita akan mempelajari materi mengenai
pencemaran lingkungan. Dengan mempelajari materi ini,
diharapkan kalian dapat menjaga kebersihan lingkungan untuk
menjaga kesetimbangan ekosistem sehingga kalian mampu
berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran di lingkungan
dan agar kalian lebih peduli terhadap lingkungan yang tercemar
sehingga kalian dapat menangani dengan tepat untuk
memulihkan kembali fungsi llingkungan seperti semula”.
b. Kegiatan Inti
1. Pendidik memberikan pertanyaan kepada peserta didik untuk
mengeksplorasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh peserta didik,
seperti berikut ini “Apa yang akan kalian lakukan saat kalian
menemui/melihat seseorang yang membuang sampah
sembarangan?”
2. Pendidik meminta peserta didik untuk membentuk kelompok kecil
(terdiri dari 3 orang dalam 1 kelompok).
39
3. Pendidik memberikan LKPD berisi subtopik pencemaran
lingkungan (air, tanah, udara, dan suara) kepada peserta didik di
setiap kelompok.
4. Pendidik membantu peserta didik dalam memahami petunjuk kerja
yang terdapat pada LKPD yang telah dibagikan.
5. Pendidik meminta peserta didik mengerjakan LKPD dan memantau
proses pengerjaannya.
6. Pendidik meminta perwakilan dari setiap kelompok untuk
menuliskan hasil diskusi jawaban LKPD mereka pada tabel yang
telah disediakan di papan tulis.
7. Pendidik bersama-sama dengan peserta didik membahas hasil
diskusi pengerjaan LKPD yang telah ditulis dipapan tulis oleh
peserta didik.
8. Pendidik membagikan LKK kepada peserta didik di masing-masing
kelompok.
9. Pendidik membantu peserta didik dalam memahami petunjuk kerja
yang terdapat pada LKK.
10. Pendidik membantu peserta didik merencanakan desain proyek
yang diminta sesuai dengan petunjuk yang ada pada LKK.
11. Pendidik membantu peserta didik menentukan/menyusun jadwal
kegiatan dalam mengerjakan proyek (timeline dan deadline
pengumpulan produk hasil pengerjaan proyek yang telah
dikerjakan).
40
Selanjutnya Peserta didik diberikan waktu 1 minggu untuk mencari
informasi dan menyelesaikan tugas proyek yang telah didesain dan
disusun jadwal pengerjaannya. Peserta didik bisa melakukan
konsultasi terkait tugas proyek yang sedang dilakukan kepada
pendidik selama pengerjaannya.
12. Pendidik meminta peserta didik untuk melaksanakan perencanaan
proyek yang telah dibuat di pertemuan sebelumnya.
13. Pendidik mengontrol kegiatan peserta didik melalui lembar desain
produk yang telah dibuat.
14. Pendidik meminta peserta didik untuk mempresentasikan tugas
proyek yang telah dikerjakan.
15. Pendidik melakukan penilaian terkait produk.
16. Pendidik merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan saat
ini.Pendidik menanyakan kepada peserta didik mengenai
pengalamannya dalam melaksanakan tugas proyek kali ini.
c. Kegiatan Penutup
1. Pendidik memberikan penghargaan (reward) kepada peserta didik
yang telah melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik, antusias,
dan semangat.
2. Pendidik memberikan postes kepada peserta didik terkait
pembelajaran yang telah dilakukan
41
Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan metode diskusi)
a. Kegiatan awal
Pendidik menyiapkan peserta didik untuk melakukan tes awal kemampuan
kognitif terkait materi pencemaran lingkungan (pretes)
1) Apersepsi :
a. Pertemuan 1: Pendidik menggali pengetahuan peserta didik
mengenai pencemaran lingkungan, seperti menampilkan gambar
terkait dengan lingkungan. Kemudian menanyakan kepada
peserta didik ”coba perhatikan kedua gambar berikut!” “apa
perbedaan kondisi fisik air yang terlihat dari kedua sungai
tersebut?”
b. Pertemuan 2 : Pendidik menggali pengetahuan peserta didik
mengenai pencemaran lingkungan, seperti memberikan
pertanyaan sebagai berikut “anak-anak saat berangkat ke sekolah
menggunakan apa?” “ada yang menggunakan kendaraan
bermotor ya, kira-kira apa yang kalian rasakan saat berada di
tengah kerumunan kendaraan bermotor di jalan?” “kenapa kalian
bisa merasakan hal seperti itu?, kira-kira apa yang menyebabkan
kendaraan bermotor menimbulkan dampak buruk bagi kalian?”
2) Motivasi
a. Pertemuan 1 : Pendidik memberikan informasi kepada peserta
didik mengenai pentingnya mempelajari materi yang akan
disampaikan. “Sekarang kita akan belajar mengenai pencemaran
tanah dan air, agar nantinya kalian dapat menjaga kebersihan
lingkungan khususnya pada lingkungan tanah dan air seperti
42
tidak membuang sampah sembarangan karena dapat
menyebabkan pencemaran bagi ekosistem dan mengetahui cara
penanggulangan untuk mengembalikan fungsi lingkungan”.
b. Pertemuan 2 : Pendidik memberikan informasi kepada peserta
didik mengenai pentingnya mempelajari materi yang akan
disampaikan. “Sekarang kita akan mempelajari materi mengenai
pencemaran udara dan suara, sehingga nantinya kalian mampu
untuk mengurangi peluang terjadinya pencemaran udara dan
suara seperti dengan menggunakan kendaraan bermotor secara
bijak dengan mengurangi intensitas pemakaian atau dengan
menggunakan bahan bakar ramah lingkungan sehingga hasil
pembakaran bahan bakar dalam kendaraan bermotor tidak
berbahaya bagi lingkungan”.
b. Kegiatan Inti
1. Seluruh peserta didik duduk dalam kelompoknya masing-masing.
Setiap kelompok berjumlah 3 peserta didik. Dalam satu kelas
terdapat 10 kelompok.
2. Pendidik memberikan LKPD berisi subtopik pencemaran air dan
tanah kepada masing-masing peserta didik di setiap kelompok
(Pertemuan I). LKPD berisi subtopik pencemaran udara dan suara
kepada masing-masing peserta didik di setiap kelompok
(Pertemuan II).
3. Pendidik membantu peserta didik dalam memahami petunjuk kerja
yang terdapat pada LKPD yang telah dibagikan.
43
4. Pendidik meminta peserta didik mengerjakan LKPD dan memantau
proses pengerjaannya.
5. Pendidik meminta perwakilan dari peserta didik untuk
mempresentasikan hasil diskusi yang telah dilakukan
c. Kegiatan Penutup
1. Pendidik merefleksi pembelajaran dengan memberikan pertanyaan
terkait topik pembelajaran yang telah diberikan, membahas setiap
jawaban yang telah dituliskan oleh peserta didik di papan tulis.
2. Memberikan tambahan informasi sebagai pengembangan terhadap
materi yang saat ini dipelajari, contoh: menganjurkan untuk selalu
menjaga lingkungan di sekitar tempat tinggal, agar tidak terjadi
pencemaran lingkungan yang dapat membahayakan ekosistem yang
ada di sekitarnya.
3. Meminta peserta didik untuk mengulang kembali hasil
pembelajaran hari ini di rumah dan mempersiapkan diri untuk
mempelajari materi berikutnya (Pertemuan I). Meminta peserta
didik untuk mengerjakan postes terkait pembelajaran yang telah
dilakukan (Pertemuan II).
E. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif
yaitu kemampuan berpikir kreatif yang diperoleh dari hasil pretes dan
postes, dan data kualitatif yaitu keterampilan berpikir kreatif peserta didik
44
melalui produk yang dihasilkan dan komunikasi peserta didik yang dinilai
melalui presentasi serta pembuatan produk.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Lembar Observasi Kemampuan Komunikasi Sains
Lembar observasi keterampilan berkomunikasi sains secara tertulis dan
lisan. Lembar observasi keterampilan berkomuniaksi sains tertulis
peserta didik berisi semua aspek kegiatan yang diamati pada saat proses
pembelajaran berakhir yaitu pada saat peserta didik mengumpulkan
tugas yang diberikan berupa penilaian laporan yang telah dibuat.
Sedangkan lembar observasi kemampuan komunikasi sains peserta
didik secara lisan berisikan penilaian terhadap kemampuan presentasi
dan diskusi peserta didik yang meliputi: pandangan mata, penyampaian
informasi, bertanya atau menanggapi pertanyaan, penguasaan konsep,
dan bahasa.
b. Pretes dan postes
Data berupa nilai pretes yang diambil pada pertemuan awal dan nilai
postes pada pertemuan terakhir. Nilai pretes diambil sebelum
pembelajaran, sedangkan nilai postes diambil setelah pembelajaran
baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Bentuk soal yang
diberikan adalah berupa soal essay dengan jumlah soal sebanyak 10
soal. Bobot masing-masing jawaban disesuaikan dengan tingkat
kesulitan materi. Soal disusun sedemikian rupa sehingga tiap point
soalnya dapat melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif peserta didik.
45
c. Produk Kreatif
Rubrik penilaian produk digunakan untuk menilai produk yang
digunakan untuk menjaring kreativitas peserta didik, dengan indikator
novelty, resolution, dan elaboration (Munandar, 2009: 41). Penilaian
produk diberikan dengan rentang nilai 0-3. Sama hal dengan penilaian
rancangan percobaan dan laporan praktikum, indikator penilaian produk
digolongkan ke dalam kategori baik, cukup, dan kurang.
F. Uji Persyaratan Instrumen
1. Uji Validitas Soal Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2006: 160). Sebuah
tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak
diukur. Untuk mengukur validitas suatu instrumen digunakan rumus
Korelasi Product Moment yaitu sebagai berikut :
rxy ∑ ∑ ∑
√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }
keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan y
N = Banyaknya Jumlah sampel yang diambil
∑X = Jumlah skor variabel bebas (X)
∑Y = Jumlah skor variabel terikat (Y)
X = Skor variabel X
Y = Skor variabel Y
∑X² = Jumlah kuadrat skor variabel X
∑Y² = Jumlah kuadrat skor variabel Y
Validitas soal instrumen tes ditentukan dengan membandingan nilai rhitung
dan rtabel. Nilai rhitung didapatkan dari hasil perhitungan dengan SPSS 17.0
46
dan nilai rtabel (product moment) didapatkan dari tabel nilai kritik sebaran r
dengan jumlah sampel yang digunakan (n) = 30 dan taraf signifikansi 5%.
Menurut Arikunto (2010: 75) intrumen tes dikatakan valid apabila nilai
rhitung > rtabel. Hasil perhitungan SPSS 17.0 menunjukkan bahwa 12 soal
valid.
2. Uji Reliabilitas Soal Tes
Suatu tes dikatakan memiliki taraf kepercayaan yang tinggi jika dapat
memberikan hasil yang tepat dan konsisten. Dari konsep reliabilitas ini
dapat disimpulkan bahwa tes atau instrument yang baik yaitu merupakan
tes atau instrument yang dapat dengan tepat memberikan data yang sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya Arikunto (2006: 86). Rumus yang
digunakan adalah rumus Alpha, yaitu sebagai berikut :
Rhitung = [
] [
∑
]
Keterangan :
rhitung : Reliabilitas yang dicari
n : Banyaknya butir soal
∑ : Jumlah varians skor tiap item
: Varians total
Tabel 4 . Kriteria interpretasi Reliabilitas
Indeks Reliabilitas Kategori
0,8-1,00 Sangat tinggi
0,06-0,799 Tinggi
0,04-0,599 Cukup
0,02-0,399 Rendah
0,000-0,99 Sangat rendah
Sumber : Arikunto (2006: 75)
Kriteria pengujian ini yaitu rhitung > rtabel dengan taraf signifikan 0,05 maka
instrument memenuhi syarat reabel dan sebaliknya jika rhitung>rtabel maka
47
instrument tersebut tidak memenuhi syarat reabel. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan bantuan program komputer Microsoft Excel 2010.
Hasil uji reliabilitas diperoleh hasil dengan kriteri “Tinggi”.
3. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta
didik yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan peserta didik yang
kurang pandai (berkemampuan rendah). Pada suatu penelitian untuk
menentukan daya beda soal menurut Arikunto (2008: 213), peneliti
menggunakan rumus yaitu:
Rumus: D :
Keterangan :
D : Daya pembeda
BA : Jumlah peserta didik yang menjawab benar pada butir soal
kelompok atas.
BB : Jumlah peserta didik yang menjawab benar pada butir soal
kelompok
bawah.
JA : Banyaknya peserta didik pada kelompok atas.
JB : Banyaknya peserta didik pada kelompok bawah.
Tabel 5. Interpretasi Nilai Daya Pembeda
No
.
Indeks Daya Pembeda Kategori
1 0,00-0,20 Buruk
2 0,20-0,40 Cukup
3 0,40-0,70 Baik
4 0,70-1,00 Baik Sekali
5 Negatif Tidak Baik
Sumber: Arikunto (2010: 214)
Pada penelitian ini pengujian daya beda soal menggunakan bantuan
Microsoft Excel 2010 dengan indeks daya beda soal digunakan untuk
mengklasifikasi kualitas soal yang akan diberikan. Hasil uji daya pembeda
48
diperoleh dengan kriteria 5 soal “cukup” dan 7 soal “buruk”.
4. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal merupakan bilangan yang menunjukkan sukar dan
mudahnya suatu soal. Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui
tingkat kesukaran instrumen yang dibuat. Soal yang baik adalah soal yang
tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak
merangsang peserta didik untuk mempertinggi usaha memecahkannya.
Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik
menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi
karena di luar jangkauannya (Arikunto, 2008: 210). Pada penelitian ini
digunakan bantuan program Microsoft Excel 2010 untuk menghitung taraf
kesukaran soal. Rumus yang digunakan untuk menguji taraf kesukaran soal
tes, yaitu sebagai berikut:
Rumus : TK =
Keterangan :
TK : Taraf Kesukaran
B : Jumlah Peserta didik yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh peserta didik peserta tes.
Tabel 6. Kriteria Taraf Kesukaran Soal
No. Rentang Nilai Tingkat Kesukaran Kategori
1 0,00-0,30 Sukar
2 0,30-0,70 Sedang
3 0,70-100 Mudah
Sumber : Arikunto (2008: 210)
Dari hasil analisis data diperoleh tingkat kesukaran soal yaitu 9 soal
berkriteria sedang, 1 soal berkriteria sangat mudah, 1 soal berkriteria
mudah dan 1 soal berkriteria sukar.
49
G. Teknik Analisis Data
1. Data Kuantitatif
Data kemampuan berpikir kreatif peserta didik diperoleh dari hasil pretes-
postes dengan teknik penskoran nilai yaitu:
S =
X100
Keterangan:
S = Nilai yang diharapkan
R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar
N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto, 2008: 112)
Data kemampuan berpikir kreatif peserta didik dapat ditinjau berdasarkan
perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-Gain). Gain yang
dinormalisasi (N-Gain) dapat dihitung dengan formula Hake sebagai
berikut:
N Gain =
X 100
Keterangan:
X = Nilai postest tiap individu
Y = Nlai pretest tiap individu
Z = Skor maksimum
Tabel 5 . Interpretasi N-gain aspek kuantitatif
Gain Interpretasi
g ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
(Purwanto, 2008: 98).
Selanjutnya dilakukan penghitungan nilai rata-rata hasil pretes dan postes
dengan rumus sebagai berikut:
Mx = ∑fi.xi
∑fi
50
Keterangan:
Mx = Nilai Rata-rata
= Jumlah Skor Perolehan Seluruh Peserta didik
∑N = Jumlah Peserta didik
Rumus untuk menghitung standar deviasi adalah sebagai berikut
SDx = √∑
∑
Keterangan:
SD = Standar deviasi
Xi = Nilai x ke-i
n = Ukuran sampel
Pada kelas (kelompok) eksperimen dan kontrol dianalisis dengan
mengunakan uji t dengan program SPSS versi 17 yang data penelitiannya
berupa nilai pretes, postest, dan skor N-gain, yang sebelumnya dilakukan
uji prasyarat berupa.
a. Uji Persyaratan Analisis
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data digunakan uji Lilliefors dilakukan dengan
bantuan program SPSS versi 17.
a. Hipotesis
H0 = Sampel berdistribusi nor mal
H1 = Sampel tidak berdistribusi normal
b. Kriteria Pengujian
Terima H0 jika signifikansi > 0,05, tolak H0 untuk harga yang
lainnya (Sugiyono 2012: 277).
51
b. Uji Kesamaan Dua Varians
Masing masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji
kesamaan dua varians dengan menggunakan program SPSS versi 17.
a. Hipotesis
H0 = Kedua sampel mempunyai varians sama
H1 = Kedua sampel mempunyai varians berbeda
b. Kriteria Pengujian
Dengan kriteria uji yaitu signifikansi > 0,05 maka H0 diterima,
jika signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak (Sugiyono 2012: 277).
c. Pengujian Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil
belajar peserta didik pada aspek kognitif antara kelas kontrol dan
kelas eksperimen. Untuk menguji hipotesis, digunakan uji perbedaan
dua rata-rata. Uji ini dilakukan dengan menggunakan Independent
Sampel t-Test dengan taraf signifikan 5%.
1. Hipotesis
H0 = Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan
model Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan
berpikir kreatif peserta.
H1 = Terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan
model Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan
berpikir kreatif peserta.
Terdapat terdapat pengaruh yang positif dalam penerapan model
Project Based Learning (PjBL) terhadap kemampuan komunikasi
sains peserta didik
52
2. Kriteria Pengujian
Jika nilai sig. (2-tailed) > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Jika nilai sig.(2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima
(Sutiarso, 2011: 41).
= jumlah sampel kelas eksperimen
= jumlah sampel kelas kontrol
St = standar deviasi kelas eksperimen
Sc = standar deviasi kelas kontrol
2) Data Kualitatif
a. Produk Kreatif
Data produk kreatif didapatkan dari hasil penilaian produk berupa
lapbook mengenai pencemaran lingkungan, dengan penilaian
berdasarkan aspek sebagai berikut:
Tabel 8. Rubrik Penilaian Produk Kreatif
No. Dimensi
Aspek
Produk
Kreatif Skor Kriteria
1. Kebaruan
(novelty)
Produk
bersifat baru 3 Produk yang dihasilkan berupa
gagasan tertulis yang dihasilkan
sendiri tanpa mencontoh/
menyalin gagasan milik orang
lain, ide gagasan logis dan tidak
mengada-ada, serta dapat
diwujudkan/direalisasikan di
kehidupan nyata
2 Hanya memenuhi 2 kriteria dari
3 kriteria yang telah ditetapkan
1 Hanya memenuhi 1 kriteria dari
3 kriteria yang telah ditetapkan
2. Pemecah
an
masalah
(resoluti
on)
Produk
bermakna,
logis, dan
berguna
3 Memenuhi kebutuhan
untuk mengatasi masalah,
(produk dapat digunakan
sebagaimana fungsinya),
mengikuti aturan yang
ditentukan bidang ilmu tertentu,
dan dapat digunakan secara
praktis dalam kehidupan
53
2 Hanya memenuhi 2 kriteria dari
3 kriteria yang telah ditetapkan
1 Hanya memenuhi 1 kriteria dari
3 kriteria yang telah ditetapkan
3. Keterperi
ncian
(elaborat
ion)
Produk
dapat
dipahami,
bersifat
kompleks,
dan
menunjuk
kan
keterampil
an
3 - Mencakup semua aspek
produk kreatif, yaitu: produk
bersifat baru, berguna, dapat
dipahami, dan menunjukkan
keterampilan dalam
pembuatannya
- Tampak dengan jelas, mudah
digunakan, serta menarik
- Penulisan kalimat dalam
gagasan menggunakan kalimat
yang persuasif/mengajak dan
bermakna dalam menyelesai-
kan masalah terkait materi
2 Hanya memenuhi 2 kriteria dari
3 kriteria yang telah ditetapkan
1 Hanya memenuhi 1 kriteria dari
3 kriteria yang telah ditetapkan
(dimodifikasi dari Munandar, 2009: 41-42)
Tabel 9. Lembar Penilaian Produk Kreatif Peserta didik
No. Nama Peserta
didik
Indikator yang diamati
1 a b C
2
3
4
5
Jumlah Skor
Skor Maksimum
Presentase
Kriteria
(dimodifikasi dari Suwandi, 2012)
Teknik penskoran nilai produk kreatif yaitu:
S =
x 100
Keterangan:
S = Nilai yang diharapkan
R = Jumlah skor dari item yang dijawab benar
N = Jumlah skor maksimum dari tes tersebut
Menafsirkan atau menentukan kategori indeks produk Kreatif peserta
didik sesuai klasifikasi pada Tabel berikut.
54
Tabel 10. Kriteria Penilaian Produk Kreatif
Nilai Kategori
86 – 100 Sangatbaik
76 – 85 Baik
60 – 75 Cukup
55 – 59 Kurang
≤ 54 Kurangsekali
(Purwanto, 2008: 103)
b. Kemampuan Komunikasi Lisan Peserta didik
Data keterampilan komunikasi lisan peserta didik didapatkan setelah
pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui
penilaian lembar observasi hasil presentasi dan diskusi peserta didik
dengan aspek sebagai berikut:
Tabel 11. Rubrik Penilaian Kemapuan Komunikasi Lisan Peserta didik
Aspek Skor Deskriptor
a. Pandangan
mata 1
Peserta didik tidak berani memandang mata teman-
temannya di kelas saat menjawab pertanyaan.
2
Peserta didik terkadang berani memandang mata
teman-temannya walau terkadang memandang
benda disekitar maupun jawaban pada LKK.
3 Peserta didik berani memandang mata teman-
temannya dikelas saat menjawab pertanyaan.
Petunjuk penilaian: melihat pandangan mata peserta didik
saat berdiskusi denagn teman satu kelompok dan
menyampaikan hasil diskusinya ketika presentasi.
b. Penyampai
an
informasi
1 Peserta didik tidak dapat menyampaikan informasi
dengan jelas.
2 Peserta didik dapat menyampaikan informasi
dengan cukup jelas.
3 Peserta didik dapat menyampaikan informasi
dengan sangat jelas.
Petiunjuk penilaian: melihat kegiatan peserta didik di dalam
kelas saat berdiskusi dalam kelompok serta ketika proses
presentasi.
c. Bertanya
atau
menangga
pi
pertanyaan
1 Peserta didik tidak mau bertanya dan tidak mau
menanggapi pertanyaan teman.
2 Peserta didik terkadang mau bertanya dan
terkadang juga mau menanggapi pertanyaan teman.
3 Peserta didik sering bertanya dan menanggapi
pertanyaan teman.
Petunjuk penilaian: melihat kelancaran peserta didik dalam
bicara ketika berdiskusi dalam kelompok serta saat proses
presentasi.
55
d. Pemahama
n isi materi
1 Pembicaraan tidak sesuai dengan isi materi.
2 Pembicaraan kurang sesuai dengan isi materi.
3 Pembicaraan sesuai dengan isi materi.
Petunjuk penilaian: menganalisis penjelasan/argumen yang
diberikan oleh Peserta didik saat berdiskusi dalam
kelompok serta ketika proses presentasi.
e. Bahasa
1
Menggunakan bahasa yang sulit dipahami dan
kurang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD).
2
Menggunakan bahasa yang cukup mudah dipahami
dan kurang sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD).
3 Menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan
sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Petunjuk penilaian: menganalisis bahasa yang digunakan
peserta didik saat berdiskusi dan ketika proses presentasi.
(dimodifikasi dari Sadirman, 2011: 99-100)
Tabel 12. Lembar Penilaian Kemampuan Komunikasi Lisan Peserta didik
No.
Urut
Peserta
didik
Skor Aspek Penilaian Komunikasi Lisan Peserta didik
A B C D E
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1
2
3
4
5
Jlh
Skor
Skor
Max.
%
Kriteria
(dimodifikasi dari Suwandi, 2012)
Data tersebut dianalisis dengan teknik penskoran sebagai berikut:
∑
%
Keterangan:
P = persentase penilaian komunikasi peserta didik
∑Xi = Jumlah skor yang diperoleh
56
n = Jumlah skor maksimum;
(Sudjana, 2002: 69).
Tabel 13. Kriteria persentase penilaian kemampuan komunikasi
lisan peserta didik
Nilai Kategori
86% ≤ A ≤ 100% Sangat Baik
76% ≤ B ≤ 85% Baik
60% ≤ C ≤ 75% Cukup
55% ≤ D ≤ 59% Kurang
E ≤ 54% Kurang Sekali
(Purwanto, 2008: 102)
c. Kemampuan Komunikasi Tertulis Peserta didik
Data keterampilan komunikasi Tertulis peserta didik didapatkan setelah
pembelajaran berlangsung, merupakan data yang diambil melalui penilaian
poster mengenai pencemaran lingkungan dengan aspek sebagai berikut:
Tabel 14. Rubrik Penilaian Kemampuan Komunikasi Tertulis Peserta
didik
Kemampuan Skor Deskriptor
A. Isi
Indikator:
1. Menuliskan solusi yang tepat
untuk menanggulangi masalah
pada wacana
2. Kalimat yang digunakan bersifat
persuasif
3. Kohesi dan koherensi (kalimat
yang digunakan jelas, runtun ,
logis dan mudah dipahami)
3 Apabila semua indikator
tercapai
2 Apabila satu indikator tidak
tercapai
1 Apabila dua indikator tidak
tercapai
0 Apabila semua indikator
tidak tercapai
B. Bahasa
Indikator:
1. Pilihan kata tepat
2. Menggunakan tata bahasa sesuai
EYD
3. Tidak menimbulkan persepsi
ganda atau ambigu
3 Apabila semua indikator
tercapai
2 Apabila satu indikator tidak
tercapai
1 Apabila dua indikator tidak
tercapai
0 Apabila semua indikator
tidak tercapai
C. Teknik penulisan
Indikator:
3 Apabila semua indikator
tercapai
2 Apabila satu indikator tidak
57
1. Ejaan dan tanda baca yang
digunakan tepat dan rapi
2. Dapat terbaca de ngan jelas
3. Bersih tidak banyak coretan
tercapai
1 Apabila dua indikator tidak
tercapai
0 Apabila semua indikator
tidak tercapai
(dimodifikasi dari Suwandi, 2012)
Tabel 15. Lembar Penilaian Kemampuan Komunikasi Tertulis
Peserta didik
No. Urut
Peserta didik
Skor Aspek Penilaian Komunikasi Lisa n Peserta
didik
A B C
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1
2
3
4
dst.
Jlh Skor
Skor Max.
%
Kriteria
(dimodifikasi dari Suwandi, 2012)
Penghitungan Skor:
∑
%
Keterangan:
P = persentase penilaian komunikasi peserta didik
∑Xi = Jumlah skor yang diperoleh
n = Jumlah skor maksimum; (Sudjana, 2002: 69).
Tabel 16. Kriteria persentase penilaian komunikasi tertulis peserta
didik
Nilai Kategori
86% ≤ A ≤ 100% Sangat Baik
76% ≤ B ≤ 85% Baik
60% ≤ C ≤ 75% Cukup
55% ≤ D ≤ 59% Kurang
E ≤ 54% Kurang Sekali
(Purwanto, 2008: 102)
78
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat pengaruh model Project Based Learning (PjBL) terhadap
kemampuan komunikasi sains peserta didik.
2. Terdapat pengaruh signifikan model Project Based Learning (PjBL)
terhadap kemampuan berpikir kreatif peserta didik.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, peneliti menyarankan:
1. Pembelajaran menggunakan model Project Based Learning dapat
digunakan oleh IPA sebagai salah satu alternatif yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi sains pada materi pencemaran
lingkungan.
2. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya peneliti membuat perencanaan
kegiatan yang lebih matang untuk mengoptimalkan penggunaan waktu,
sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan maksimal.
79
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013.
Refika Aditama. Bandung. 336hlm.
Anjarsari, Putri. 2013. Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu
(Implementasi Kurikulum 2013). UNY. Yogyakarta.
Arifin, A. 2008. Ilmu Komunikasi. Rajawali Pres. Bandung. 104hlm.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta. 273hlm.
Arikunto, S. 2008. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta. 273hlm.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.
Jakarta. 273hlm.
Arnyana, I.B.P. 2006. Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran
Inovatif pada Pembelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir
Kreatis Siswa SMA. (Jurnal) Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri
Singaraja. Universitas Negeri Singaraja. Bali.
Awang, H. 2008. Creative Thinking Skill Approach Through Problem-Based
Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering Classroom.
World Academy of Science, Engineering and Technology
International Journal of Educational and Pedagogical Sciences
Volume 2 Nomor 4. Hal: 334-339.
Baker, M & Rudd, R. 2001. Relationship between Critical and Creative
Thinking. Journal of Southern Agricultural Education Research.
Volume 51 Nomor 1. Hal. 173-188.
80
Beetlestone, F. 2013. Creative Learning: Strategi Pembelajaran untuk
Melesatkan Kreativitas Siswa. Nusa Media. Bandung. 371hlm.
Bellance, J. 2012. Proyek Pemelajaran Yang Diperkarkaya. PT Indeks. Jakarta.
250hlm.
BSNP. 2006. Standar dan Kompetensi Dasar Untuk SMA/MA Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta
. 60hlm.
BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta. 59hlm.
Budiati, H. 2013. Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E
Secara Terpadu Dengan Permainan Kartu Link And Match Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Pada Pembelajaran Biologi
Siswa. Prosiding Seminar Nasional Biologi. Volume 10 Nomor 2.
Hal. 135-141.
Changara, H. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. 72hlm.
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Pener
Bit Gava Media. Yogyakarta. 136hlm.
Daskolia, dkk. 2012. Secondary Teachers‟ Conceptions of Creative Thinking
within the Context of Environmental Education. International Journal
of Environmental & Science Education, Volume 2 Nomor 2. Hal. 8-
19.
Deriyati, P. 2013. Pengaruh Keterampilan Berkomunikasi Sains
MenggunakanPendekatan Pembelajaran Multiple Representations terh
adap Literasi Sains Siswa Smp. (Skripsi). Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Ditha, R. 2014. Penetapan Asestmen formatif Dalam Pembelajaran Berbasis
Proyek Untuk Mengungkap Kemampuan Self Regulation Siswa SMA
Pada Materi Kingdom Animalia (Skripsi). UPI. Bandung.
Djamarah, dkk. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. 226hlm.
Dyer, J., dkk. 2009. Innovators DNA: Mastering the Five Skills of Distruptive
81
Innovators. Harvard Business Review Press. Boston. Volume 6
Nomor 2 Hal. 13-18.
Farrell, T. S. 2009. Talking, listening, and teaching: A guide to classroom
communication. Corwin. Canada. 235hlm.
Fathurrohman, M. 2015. Model-model Pembelajar an Inovatif. Ar-Ruzz
Media. Yogyakarta. 244hlm.
Ginestie, J. 2002. The Industrial Project Method In French Industry and In
French schools. International Journal of Technology and Design
Education. Volume 12 Nomor 2. Hal. 99–122.
Goldston, M.J & Downey, J. 2013. Your Science Classroom: Becoming an
Elementary School Science Teacher. SAGE Publications, Inc. Los
Angeles. 215hlm.
Johnson, E. 2009. Contextual Teaching & Lerning, Menjadikan Kegiata
Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Mizan Lerning Center.
Bandung. 345hlm.
Januszewski, Alan dan Michael Molenda. 2008. Educational Technology: A
Definitio With Commentary. E-book.
Kazi, E. H., dkk. 2012. Excellent teachers and their job satisfactions: An
Analysis at Malaysia’s Standpoint. International Journal of
Academic Research in Progressive Education and Development
October 2012. Volume 1 Nomor 4. Hal. 1-16.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud No.81A tentang Implementasi Kurikulum.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Kristiawati, R.E. 2014. Keterlaksanaan dan Respons Siswa terhadap
Pembelajaran dengan Pembuatan Poster Untuk Melatihkan
Keterampilan Komunikasi Sains Siswa. Jurnal Pendidikan Sains e-
Pensa. Vol 02, No 02. Hal. 1-15.
Lestari, D. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Project Based Learning
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas IV Pada
82
Mata Pelajaran IPA di SDN Jarakan.(Skripsi).UNY.Yogyakarta.
Litbang Kemdikbud. 2013. Kurikulum 2013: Pergeseran Paradigma
Belajar Abad-21. Diakses dari
http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/index-berita-
kurikulum/243-kurikulum-2013-pergeseran-paradigma-belajar-abad-
21\ pada tanggal 5 Januari 2018, Jam 21.00 WIB.
Loranz, D. 2008. Gain Score. Diunduh dari http://www.tmcc.edu/vp/acstu/
assessment/downloads/documents/reports/archives/discipline/0708/S
LOAPHYSDisciplineRep0708.pdf diakses pada tanggal 16
November 2017 pada 16.26 WIB.
Mahira. 2012. Penerapan Model Project Based Learnig (Pjbl)
Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa
Pada Konsep Pencemaran Lingkungan (Skripsi). Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Mardhiyyah, A. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Treffinger Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP
(Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Mioduser, D. 2007. The contribution of Project-based-learning to high achievers’
acquisition of technological knowledge and skills. Springer Science
Media. Volume 4 Nomor 6. Hal. 59-77.
Munandar, U. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan : Stratregi Potensi Kreatif
dan Bakat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 267hlm.
Munandar, U. 1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas anak Sekolah
Petunjuk bagi para Guru dan Orang Tua. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta. 265hlm.
Munandar, U. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat Cetakan ke 3.
PT. Rineka Cipta. Jakarta. 286hlm.
Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.
PT. Rineka Cipta. Jakarta. 286hlm.
83
Musa, F., Norlaila, M., Rozmel A.B., & Maryam M.A. 2011. Project Based
Learning (PjBL): Inculcating Soft Skills in 21st Century Workplace.
Procedia- Social and Behavioral Sciences. 565 – 573.
Ngalimun. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo,
Banjarmasin. 210hlm.
Nurjamal, D. 2011. Terampil Berbahasa. Alfabeta. Bandung. 268hlm.
OECD. 2016. The Programme for International Student Assessment (PISA)
Results From PISA 2015. Diunduh dari www.oecd.org.edu/pisa/
diakses pada tanggal 11 November 2017 pukul 06.04 WIB.
Pamilu, A. 2007. Mengembangkan Kreativitas dan Kecerdasan Anak. Buku kita.
Jakarta. 158hlm.
Pujiati, 2013. Pengaruh Keterampilan Berkomunikasi Sains Terhadap
Penguasaan Konsep IPA Siswa. Jurnal Pembelajaran Biologi. No 01
Vol 04. Hal 1-11.
Purmaningrum. 2012. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif Melalui problem
based learning (pbl) Pada pembelajaran biologi siswa kelas x-10 Sma
negeri 3 surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Skripsi Fakultas Kegur
andan Ilmu pendidikan Jurusan P.MIPA Program Studi Pendidikan Bio
logi. UNS. Surakarta.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta. 292hlm. Purwanto, N. 2008. Perinsip-perinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja
Rosdakarya. Bandung. 166hlm.
Quick, Jimmie. 2015. Life Plus Homeschooling (Komunitas pecinta lapbook)
https://hubpages.com/education/lapbooking.
Rianto,Y. 2001. Metodologi Pendidikan. SIC. Jakarta. 256hlm.
Rohaeni, M.A. 2013. Penerapan Peer Assessment Pada Model Pembelajaran
Jigsaw Untuk Menilai Kemampuan Berkomunikasi Lisan Siswa SMP
84
Materi Pencemaran Lingkungan (Skripsi). UPI. Bandung.
Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran. Rajawali Pers. Jakarta. 418hlm.
Saenab, Sitti. 2016. PjBL Untuk Pengembangan Keterampilan Mahasiswa:
Sebuah Kajian Deskriptif Tentang Peran PjBL dalam Melejitkan
Keterampilan Komunikasi dan Kolaborasi Mahasiswa (Tesis). UNS.
Makassar.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajagrafindo. Jakarta.
236hlm.
Sefalianti, B. 2014. Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap
Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal
Pendidikan dan Keguruan. Universitas Terbuka. Volume 1 Nomor 2.
Hal 1-19.
Siswadi, I. 2009. Perpustakaan Sebagai Mata Rantai Komunikasi Ilmiah
(Scholarly Communication). Visi Pustaka. Volume 11 Nomor 1. Hal.87
-102.
Siswono, T. Y. E. 2011. Level Of Student’s Creative Thinking in Classroom
Mathematics. Journal Educational Research and Review. Volume 6
Nomor 7. Hal. 548-553.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Alfabeta. Bandung. 286hlm.
Supriyadi, D. 1994. Karakteristik dan Orang-Orang Kreatif Dalam Lapangan
Keilmuan. Disertasi. PPS. IKIP Bandung. 229hlm.
Supriatin, A., dkk. 2014. Penerapan Metode Eksperimen Dalam Pembelajaran
Fisika Terhadap Keterampilan Komunikasi Siswa Pada Pokok
Bahasan Gerak Lurus. Seminar Fisika Unpar. Volume 5 Nomor 2.
Hal 57-76.
Sutikno, S. 2014. Metode dan Model-Model Pembelajaran. Holistica. Lombok.
200hlm.
Suwandi, T. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended
85
Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah oleh Siswa
(Skripsi). Universitas Lampung.
Suyanto, 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki
Milenium III. Adi Cita. Yogyakarta.
Tarigan, H. G. 2008. Membaca Sebagai Suatu keterampilan Berbahasa.
Angkasa. Bandung. 151hlm.
Thomas, J., W. 2000. A Riview Of Research On Project Based Learning. The
Autodesk Foundation. Volume 1 Nomor 2. Hal. 1-49.
Tilaar, H. A.R. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. PT.Rineka Cipta.
Jakarta. 240hlm.
Trefingger, D., J. 1980. Encouraging Creative Learning for the Gifted and the
Talented. Ventura Country Superintendent of School Office.
California. 273hlm.
Trianto. 2015. Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.
Usman., S. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Indeks. Jakarta.
281hlm.
Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional. Bumi Aksara. Bandung. 276hlm.
Widjaja. 2008. Managing Organational Behaviour. Grafindo. Jakarta. 285hlm.
Widodo, W., dkk. 2017. Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Kurikulum dan
Perbuku an. Balitbang, Kmendikbud. Jakarta. 194hlm.
Yatim, R. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan: Suatu Tinjauan Dasar.
SIC. Surabaya. 97 hlm.