Upload
doanphuc
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN
DI SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA
DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA
(Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur,
Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)
M. Arnas Firdiansyah R.
I34051548
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ii
ABSTRACT
This study investigates the relation between work motivation of women in infor-
mal sector with the division of labor and decision making process within family.
The respondents of this research are 30 woman vegetable sellers and their family
living in temporary migrants boarding houses in Bekasi. This study revealed that
the majority of woman vegetable sellers are working for economic purposes. The
women work motivation does not influence the division of labor in the family par-
ticularly in domestic works. Women, whether working for money or not, main
task in the family is taking care of all domestic works. The division of labor in the
family is not influence the decision making process in the family. Women are still
entitled to make decision on domestic activities, while men are responsible to de-
cide on non domestic activities.
Keyword : work motivation, women in informal sector, division of labor and de-
cision making process
iii
RINGKASAN
M. ARNAS FIRDIANSYAH R. Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sek-
tor Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Ke-
luarga (Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jati-
makmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi). Di bawah bimbingan
EKAWATI S. WAHYUNI.
Laki-laki dalam kapasitasnya sebagai suami dalam sebuah rumahtangga selalu
diidentikkan dengan kewajibannya mencari nafkah untuk keluarga. Berawal dari
pemikiran tersebut seolah-olah menutup kemungkinan bagi istri untuk bekerja,
karena istri lebih diwajibkan untuk mengurus keluarga. Hal seperti ini akan dapat
dilihat dari sudut pandang lain ketika nafkah sang suami kurang cukup dalam
menghidupi keluarganya. Kesempatan ini dapat digunakan istri untuk berperan
dalam hal mencari nafkah.
Berangkat dari keinginan istri untuk mencari nafkah tersebut, maka dilakukanlah
penelitian ini. Lebih jelasnya penelitian ini dilakukan untuk melihat motivasi pe-
rempuan untuk bekerja, lalu dilihat pengaruh motivasi tersebut terhadap pemba-
gian kerja yang diketahui lewat curahan waktu bekerjanya. Setelah itu, curahan
waktu bekerja tadi akan dilihat kembali pengaruhnya terhadap pola pengambilan
keputusan dalam keluarganya. Responden yang digunakan sebanyak 30 rumah-
tangga migran yang bekerja di sektor informal yang terdiri dari suami dan istri.
Penelitian ini dilakukan di RT 02 dan 03/RW 07 Kampung Bojong Rawa Lele
Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede,
Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dilan-
dasi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat tinggal para
pedagang sayur keliling yang berasal dari luar daerah Bekasi dan terutama sekali
terdapat para perempuan pedagang sayur keliling di daerah tersebut.
Pekerjaan suami adalah sebagai pedagang sayur keliling, kecuali satu responden
suami yang bekerja sebagai tukang ojek. Pekerjaan istri adalah sebagai pedagang
sayur keliling juga. Tujuan penelitian ini menggunakan responden pekerja di sek-
tor informal adalah untuk melihat bahwa pola pembagian kerja pada rumahtangga
responden cenderung fleksibel atau dapat dipertukarkan tugasnya antara tiap ang-
gota keluarga.
Informasi yang diperoleh dari lapangan adalah para responden istri sebanyak 20
orang merupakan pedagang sayur keliling musiman. Mereka bekerja hanya pada
saat anak-anak mereka libur sekolah atau libur panjang lainnya. Hal ini berpenga-
ruh pada pola pembagian kerja dan pengambilan keputusan mereka. Bila pada hari
biasa suami mengerjakan semua kegiatan sendiri, ketika istri tinggal bersama su-
ami untuk bekerja perubahan peran terjadi. Suami melakukan pekerjaan mencari
nafkah (peran produktif), bermasyarakat (peran kemasyarakatan), bahkan mengu-
rusi urusan rumahtangga (peran reproduktif) saat istri di kampung. Saat istri da-
tang ke kota untuk bekerja, peran produktif dilakukan bersama antara suami istri,
peran kemasyarakatan juga dilakukan bersama antara suami dan istri, serta peran
reproduktif yang cenderung menjadi tanggung jawab istri secara penuh.
iv
Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri cenderung sama
yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan, membungkus barang da-
gangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan produktif juga tidak terlalu
berbeda jauh antara suami dan istri, suami mencurahkan waktu dalam sehari seki-
tar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan waktu sekitar 9,93 jam perhari. Pada
pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar dibanding-
kan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas rumahtangga seperti
memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan waktu yang diberikan
istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari suami. Mayoritas suami
tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja kemasyarakatan, keter-
libatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri selamatan dapat dikatakan
seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada sebagian responden yang
mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan kemasyarakatan mereka,
tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami.
Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses pengambilan ke-
putusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat pengambilan kepu-
tusan sebelum istri bekerja cenderung rendah dalam kegiatan produktif, reproduk-
tif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri mendapatkan kesempatan da-
lam pengambilan keputusan pada semua kegiatan. Namun hal ini belum mengin-
dikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat pengambilan keputusannya
tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh responden istri yang memiliki ting-
kat pengambilan keputusan tinggi dari tigapuluh responden istri yang bekerja.
Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara motivasi perempuan bekerja den-
gan curahan waktu bekerjanya. Motivasi ekonomi ternyata mempengaruhi
curahan waktu bekerja mereka. Hal ini terjadi karena kebutuhan finansial yang
secara umum belum mencukupi kebutuhan para responden. Mereka merasa
pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya, sehingga
setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka akan
berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin. Hal lain yang
didapat dari penelitian ini adalah tidak ditemukan hubungan antara curahan waktu
dengan tingkat pengambilan keputusan. Penjelasan mengenai hal ini adalah bu-
daya yang dianut seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja,
namun tanggungjawab terhadap rumahtangganya harus menjadi yang utama. Pada
dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala rumahtangga dan istri
memiliki tugas utama mengurus rumahtangga.
v
PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI
SEKTOR INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA
DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA
(Kasus Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele, Kelurahan Jatimakmur,
Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi)
Oleh :
M. ARNAS FIRDIANSYAH R.
I34051548
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
vi
Nama : M. Arnas Firdiansyah R.
Judul : Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor
Informal Terhadap Pembagian Kerja dan
Pengambilan Keputusan dalam Keluarga (Kasus
Pedagang Sayur di Kampung Bojong Rawa Lele,
Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede,
Kabupaten Bekasi)
NRP : I34051548
Menyetujui ,
Dosen Pembimbing
Dr. Ekawati S. Wahyuni, MS.
NIP. 19600827 198603 2 002
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS
NIP. 19580827 198303 1 001
Tanggal Lulus :
vii
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“PENGARUH MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN DI SEKTOR
INFORMAL TERHADAP PEMBAGIAN KERJA DAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DALAM KELUARGA (KASUS PEDAGANG SAYUR DI
KAMPUNG BOJONG RAWA LELE, KELURAHAN JATIMAKMUR,
KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI)” BELUM DI-
AJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANA-
PUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR ME-
RUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH
PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATA-
KAN DALAM NASKAH. DEMIKIANLAH PERNYATAAN INI SAYA BUAT
SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA MEMPERTANGGUNG-
JAWABKAN PERNYATAAN INI.
Bogor, Agustus 2009
M. Arnas Firdiansyah R.
I34051548
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi 10 Mei 1988. Penulis adalah anak pertama dari
pasangan suami isteri R. Joppy Firdija dan Retno Isti Palupi. Pada tingkat sekolah
dasar penulis bersekolah di SD Angkasa IX, Halim Perdana Kusuma, Jakarta
Timur. Kemudian melanjutkan pendidikannya di SLTPN 81 Lubang Buaya dan
SMAN 48 Pinang Ranti. Penulis kemudian diterima sebagai mahasiswa IPB pada
tahun 2005 melalui jalur SPMB. Sekarang menjadi mahasiswa Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Penulis aktif berorganisasi sejak SD mengikuti ekstrakulikuler Drum Band dan
Pramuka. Ketika SLTP mengikuti ekstrakurikuler basket dan di SMA menjadi
anggota di tim inti Paduan Suara SMAN 48. Ketika diterima menjadi mahasiswa
di IPB, penulis ikut bergabung menjadi anggota Divisi Fotografi dan
Cinematografi HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) tahun 2007-2008 dan anggota Divisi
Informasi dan Komunikasi FORSIA (Forum Syiar Islam FEMA) tahun 2007-
2008. Selain itu penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan selama
berkuliah di IPB sejak tahun 2005 sampai tahun 2009.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrohim,
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya
yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul ”Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor
Informal Terhadap Pembagian Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluar-
ga”. Melalui skripsi ini penulis mencoba mengidentifikasi motivasi perempuan
yang bekerja di sektor informal untuk bekerja, menganalisis hubungan antara mo-
tivasi perempuan bekerja di sektor informal dengan pola pembagian kerja dalam
keluarganya, serta menganalisis hubungan antara curahan waktu bekerja dalam
keluarga dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan moral maupun materi sehingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan ketabahan dan kekuatan kepada penu-
lis selama proses penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Kepada Ibunda R. I. Palupi dan Ayahanda R. Joppy Firdija, Della, serta
keluarga besar yang selalu memberi dukungan terbaiknya.
3. Ibu Dr. Ir. Ekawati S. Wahyuni, MS selaku pembimbing skripsi dan studi
pustaka atas kesabaran, dukungan, bimbingan dan waktu yang diluangkan
di tengah-tengah kesibukan yang telah diberikan.
4. Teman-teman seperjuangan di Mata Kuliah Gender dan Pembangunan,
terima kasih atas saling tukar informasinya.
x
5. Rekan-Rekan di KPM 42 dan semua pihak yang tidak terucap tetapi telah
secara langsung atau tidak langsung membantu penulisan Studi Pustaka
ini. Terimakasih atas dukungan kalian semua.
6. Ibu Dra. Winati Wigna, MDs. sebagai dosen penguji utama yang telah ber-
sedia meluangkan waktu dan kritikan untuk memperbaiki skripsi ini. Penu-
lis juga mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam perilaku dan ucapan
yang kurang berkenan.
7. Ibu Heru Purwandari, Sp, Msi. Sebagai dosen dari Komisi Pendidikan
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atas kritik
tentang penulisan skripsi ini.
8. Para responden pada penelitian ini, saya ucapkan terima kasih atas waktu
yang diluangkan selama saya melakukan pengambilan data.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari skripsi dengan judul
Pengaruh Motivasi Bekerja Perempuan di Sektor Informal Terhadap Pembagian
Kerja dan Pengambilan Keputusan dalam Keluarga masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat memban-
gun. Penulis berharap semoga apa yang telah penulis paparkan dalam skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................4
1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender..................................................... 5
2.2. Konsep WID, WAD dan GAD........................................................................ 7
2.3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal.................... 9
2.3.1. Pekerjaan di Sektor Formal.......................................................................... 9
2.3.2. Pekerjaan di Sektor Informal..................................................................... 12
2.4. Motivasi Perempuan Bekerja........................................................................ 14
2.5. Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga........................ 16
2.6. Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga...................................... 19
2.7. Kerangka Pemikiran...................................................................................... 22
2.8. Hipotesa......................................................................................................... 24
2.9. Definisi Operasional...................................................................................... 24
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian......................................................................................... 29
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................ 29
3.3. Metode Pemilihan Sampel............................................................................ 29
3.4. Metode Pengumpulan Data.......................................................................... 30
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.......................................................... 30
BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kelurahan Jatimakmur...................................................................................32
4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan................................................32
4.1.2. Data Kependudukan................................................................................... 33
4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi........................................................................... 34
4.1.3.1. Kesejahteraan Masyarakat.................................................................... 34
4.1.3.2. Pendidikan............................................................................................ 34
ii
4.2. Gambaran Umum Pemukiman Responden................................................... 35
4.2.1. Gambaran Pemukiman Responden.......................................................... 35
4.2.2. Kondisi Demografi Responden................................................................ 36
4.2.3. Perkumpulan Bagi Para Pendatang.......................................................... 38
BAB V. KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR
KELILING
5.1. Umur Responden............................................................................................. 42
5.2. Pendidikan Responden.................................................................................... 43
5.3. Pengalaman Bekerja........................................................................................ 43
5.4. Jumlah Tanggungan........................................................................................ 45
5.5. Pendapatan Suami dan Istri............................................................................. 47
5.6. Ikhtisar............................................................................................................. 49
BAB VI. MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR
KELILING
6.1. Motivasi Ekonomi........................................................................................... 51
6.2. Motivasi Non-Ekonomi................................................................................... 52
6.2.1. Kebutuhan Sosial Relasional..................................................................... 52
6.2.2. Kebutuhan Aktualisasi Diri....................................................................... 53
6.3. Ikhtisar............................................................................................................. 54
BAB VII. PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA
PEDAGANG SAYUR KELILING
7.1. Kegiatan Produktif.......................................................................................... 55
7.1.1. Pembagian Kerja Produktif Responden Pedagang Sayur Keliling............ 56
7.1.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Produktif.................................................................................................... 59
7.2. Kegiatan Reproduktif...................................................................................... 63
7.2.1. Pembagian Kerja Reproduktif Responden Pedagang Sayur keliling......... 64
7.2.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan
Reproduktif................................................................................................ 65
7.3. Kegiatan Kemasyarakatan............................................................................... 66
7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Kemasyarakatan.................................. 67
7.3.2 Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan Kemasyarakatan.......................................................................................... 68
7.4. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi Perempuan
Bekerja........................................................................................................... 69
7.5. Ikhtisar........................................................................................................... 70
iii
BAB VIII. POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA
8.1. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif.......................................73
8.2. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif...................................76
8.3. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan............................78
8.4. Hubungan Curahan Waktu Bekerja Perempuan dengan Pengambilan
Keputusan dalam Rumahtangga......................................................................79
8.5. Ikhtisar.............................................................................................................80
BAB IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan..................................................................................................... 82
9.2. Saran................................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 86
LAMPIRAN…………………………………………………………………...… 89
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008......................................... 32
Tabel 2. Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun
2008....................................................................................................... 33
Tabel 3. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008........................................................ 34
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun
2008....................................................................................................... 35
Tabel 5. Jumlah dan Presentase Responden Pekerja Pedagang Sayur Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele
2009....................................................................................................... 42
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung
Bojong Rawa Lele 2009........................................................................ 43
Tabel 7. Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung
Bojong Rawa Lele 2009........................................................................ 44
Tabel 8. Jumlah Anak Tiap Keluarga Responden di Kampung Bojong Rawa
Lele 2009................................................................................................45
Tabel 9. Jumlah Pengeluaran perbulan Rumahtangga Responden di Kampung
Bojong Rawa Lele 2009 ....................................................................... 48
Tabel 10. Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur Keliling untuk Bekerja, Data
Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009......................... 50
Tabel 11. Jumlah Teman Seprofesi yang Diperoleh Perempuan Pedagang Sayur
Keliling Selama Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009......................................................................................53
Tabel 12. Kategori Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Istri di
Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................................................54
Tabel 13. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................ 59
Tabel 14. Curahan Waktu Belanja Barang Dagangan Antara Responden Suami
dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................................................................... 60
Tabel 15. Curahan Waktu Berjualan Antara Responden Suami dan Responden
Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................. 61
Tabel 16. Pembagian Kerja Reproduktif Antara Responden Suami dan Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009............................................ 64
Tabel 17. Curahan Waktu Rata-rata Kerja Reproduktif Responden Suami dan
Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................................................................... 66
Tabel 18. Pembagian Kerja Kemasyarakatan Responden Suami dan Responden
Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009............................................ 68
v
Tabel 19. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi
Perempuan Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009..................................................................................... 69
Tabel 20. Total Curahan Waktu perhari Responden Suami dan Responden Istri di
Kampung Bojong Rawa Lele 2009........................................................71
Tabel 21. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Perempuan
Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data
Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................. 73
Tabel 22. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif Perempuan
Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data
Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009................. 77
Tabel 23. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Perempuan
Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja Data Responden
Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................79
Tabel 24. Hubungan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Setelah Istri
Bekerja dengan Curahan Waktu Bekerja, Data Responden Keluarga di
Kampung Bojong Rawa Lele 2009....................................................... 80
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis........................................................................23
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun
perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2008).
Gender merupakan hal yang berbeda sama sekali dari jenis kelamin, karena pada
dasarnya gender tidak memihak pada salah satu jenis kelamin. Gender hanya
memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan, yang
terbentuk oleh lingkungan. Gender tercipta melalui proses sosial budaya yang
panjang pada suatu masyarakat tertentu, sehingga dapat berbeda dari satu tempat
ke tempat lainnya dan gender juga dapat berubah dari waktu ke waktu sehingga
bisa berlainan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan gender adalah
bukan suatu masalah apabila tidak melahirkan ketidakadilan gender (Fakih, 2008).
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur dimana kaum laki-laki atau
perempuan menjadi korban atas sistem tersebut.
Penyeimbangan hak gender merupakan suatu upaya penyadaran gender
atas ketidakadilan gender yang terjadi dan meliputi pemahaman perbedaan peran
biologis serta peran gender sekaligus memahami bahwa peran gender yang
ditentukan melalui konstruksi sosial dan budaya yang menyertainya dapat berubah
dan diubah (Suradisastra dan Vitalaya dalam Hastuti, 2008). Kesadaran gender
sendiri memiliki arti bahwa laki-laki dan perempuan bekerja bersama dalam suatu
keharmonisan cara, memiliki kesamaan dalam hak, tugas, posisi, peran dan
kesempatan, dan menaruh perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan spesifik yang
saling memperkuat dan melengkapi.
2
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, terdapat keterangan dari Hastuti
(2008) bahwa laki-laki maupun perempuan dapat berperan sebagai pencari nafkah
baik di bidang pertanian maupun non pertanian, pelaku kegiatan rumah tangga,
maupun pelaku kegiatan masyarakat. Peran-peran tersebut dipengaruhi oleh
berbagai nilai-nilai dan norma masyarakat, lingkungan fisik dan sosial, program-
program pembangunan, dan kondisi sosial ekonomi keluarga atau rumah tangga.
Proses pembangunan di Indonesia ternyata berimplikasi pada masuknya
perempuan pada sektor produktif atau publik. Hal ini didukung oleh data dari
Badan Pusat Statistik yaitu pada tahun 2008 di Indonesia terdapat 35,4 juta
perempuan yang bekerja, dengan komposisi 9,1 juta bekerja pada sektor formal
dan 26,3 juta pada sektor informal dari jenis pekerjaan yang dipilih para
perempuan di sektor informal (Agnes, 2008). Sektor formal banyak dipilih oleh
sebagian besar perempuan di perkotaan. Jenis pekerjaan yang dipilih di sektor
formal antara lain buruh, petugas administrasi, mandor, dan petugas Tata Usaha.
Sektor lain yaitu sektor informal lebih banyak dipilih oleh perempuan di daerah
pedesaan dan disusul perempuan di daerah perkotaan. Pekerjaan di sektor
informal yang digeluti antara lain bertani, berdagang dan berladang.
Motivasi para perempuan untuk bekerja ternyata bervariasi, bagi
perempuan dengan tingkat ekonomi menengah ke atas aktualisasi diri merupakan
alasan kuat mereka bekerja. Pada sisi sebaliknya, bagi perempuan dengan tingkat
ekonomi menengah ke bawah alasan pemenuhan kebutuhan hidup merupakan
alasan mendasar kenapa mereka sampai ikut bekerja di sektor publik.
Bekerjanya perempuan di sektor publik ternyata tidak terlalu berpengaruh
kepada proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Beberapa keluarga di
3
Indonesia memiliki pola pengambilan keputusan yang hampir sama yaitu suami
memegang keputusan di sektor publik sedangkan istri memegang keputusan di
sektor domestik. Hal ini merupakan manifestasi ketidakadilan gender berupa
subordinasi, dimana posisi perempuan ditentukan dan dipimpin kaum laki-laki.
Pola pengambilan keputusan seperti ini ternyata memiliki faktor yang dapat
mempengaruhi, seperti keberadaan suami di rumah, perbedaan tingkat pendapatan
antara suami dan istri serta tingkat pendidikan.
Berdasarkan paparan di atas, sudah selayaknya antara suami dan istri
membagi tanggung jawab dalam rumah tangganya dan tidak hanya melimpahkan
tanggung jawab kepada salah satu pihak. Oleh karena itu, dalam pemenuhan
kebutuhan rumah tangga sudah selayaknya wanita diberikan hak yang sama dalam
pengambilan keputusan rumah tangga.
1. 2. Perumusan Masalah
Penelitian ini mencoba mengidentifikasi apa motivasi yang menyebabkan
perempuan bekerja di sektor informal. Sektor informal dipilih untuk melihat pola
pembagian kerja dan pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga yang
cenderung tidak kaku dibandingkan dengan rumahtangga yang bekerja di sektor
formal. Lebih lanjut, perumusan masalah akan disusun sebagai berikut :
1. Apa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor informal?
2. Bagaimana hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal
dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya?
3. Bagaimana hubungan antara curahan waktu bekerja dengan pola pengambilan
keputusan dalam keluarganya?
4
1. 3. Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi motivasi perempuan yang bekerja di sektor informal untuk
bekerja.
2. Menganalisis hubungan antara motivasi perempuan bekerja di sektor informal
dengan pola pembagian kerja dalam keluarganya.
3. Menganalisis hubungan antara curahan waktu bekerja dalam keluarga dengan
pola pengambilan keputusan dalam keluarganya.
1. 4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur tentang
motivasi perempuan bekerja di sektor informal yang berguna bagi penelitian
selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi rujukan mengenai
studi tentang peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Gender dan Ketidakadilan Gender
Hal penting yang harus dipahami dalam rangka membahas masalah
perempuan adalah membedakan antara konsep seks dan gender. Kedua konsep ini
sering tumpang tindih satu sama lain karena dianggap sebagai suatu hal yang
sama. Hal ini terlihat jelas dalam kamus bahasa Indonesia yang tidak secara jelas
membedakan pengertian kata sex dan gender. Fakih (2008) menerangkan kedua
konsep satu-persatu, pertama pengertian jenis kelamin adalah pembagian atau
pemberian sifat dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang
memiliki penis dan memproduksi sperma sedangkan perempuan memiliki alat
reproduksi seperti rahim dan memproduksi sel telur. Alat-alat tersebut secara
biologis telah melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya,
sehingga tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Secara permanen tidak berubah
dan merupakan ketentuan biologis atau merupakan kodrat dari Tuhan.
Konsep lain yaitu gender adalah suatu sifat yang melekat pada laki-laki
dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya,
perempuan terkenal lemah lembut, emosional dan keibuan, sedangkan laki-laki
terkenal kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dari sifat antara laki-laki dan
perempuan tersebut dapat dipertukarkan satu sama lain. Hal ini berarti suatu hal
yang bisa terjadi jika laki-laki memiliki sifat lemah lembut dan emosional serta
pada perempuan memiliki sifat sebaliknya. Semua hal yang dapat dipertukarkan
antara sifat laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta
6
berbeda dari satu tempat ke tempat lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas
lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2008).
Perbedaan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang perbedaan
itu tidak melahirkan ketidakadilan gender. Ternyata banyak terjadi ketidakadilan
bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem
dan struktur dimana kaum laki-laki atau perempuan menjadi korban atas sistem
tersebut (Fakih, 2008). Pemahaman tentang ketidakadilan gender dapat
diperdalam melalui manifestasi yang ada. Manifestasi ketidakadilan gender yaitu
marginalisasi yang berarti pemiskinan ekonomi, subordinasi yang berarti
anggapan tidak penting dalam keputusan politik, stereotipe yang berarti
pembentukan pola pikir negatif, kekerasan, beban kerja lebih panjang, serta
sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Terkait dalam hal pekerjaan perempuan di sektor produktif serta pola
pengambilan keputusan dalam keluarga perempuan bekerja terdapat singgungan
dengan stereotipe dan beban kerja mengenai masalah manifestasi ketidakadilan
gender. Beban kerja memiliki keterkaitan dengan masalah tanggung jawab penuh
para perempuan terhadap pekerjaan domestik rumahtangga, sekalipun perempuan
itu bekerja di sektor publik. Stereotipe memiliki keterkaitan dengan sifat
perempuan yang emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin.
Berhubungan dengan keputusan dalam rumahtangga, para istri kebanyakan hanya
menuruti apa perkataan suami karena keputusan-keputusan penting dalam
keluarga sekalipun dilakukan dengan diskusi antara suami dan istri, peran suami
cenderung lebih besar.
7
Keinginan kuat perempuan yang tidak hanya selalu berurusan dengan
sektor domestik atau rumahtangga ternyata mendapat perhatian dari pembangunan
yang pada akhirnya memperhatikan masalah gender. Pada awalnya pembangunan
berusaha menjawab masalah kemiskinan dan keterbelakangan bangsa-bangsa di
Dunia Ketiga, namun semakin lama semakin terlihat bahwa pembangunanlah
yang mengakibatkan keterbelakangan kaum perempuan. Konsep WID dan GAD
yang akan menjawab permasalahan ini.
2.2. Konsep WID, WAD dan GAD
Ideologi kapitalisme yang berasal dari negara-negara Eropa diperkenalkan
kepada Negara Dunia Ketiga melalui program pembangunan. Pembangunan
menjadi kata yang begitu populer dalam empat dasawarsa terakhir di negara-
negara Dunia Ketiga. Kata „pembangunan‟ tersebut dapat diterjemahkan lebih
mendalam lagi sehingga memberi makna positif, yaitu perubahan sosial. Kata
perubahan sosial lebih dapat melihat perubahan peran perempuan yang cukup
mendasar dalam pembangunan.
Pembangunan telah membawa efek positif sekaligus negatif terhadap
perempuan. Perempuan yang tidak tersentuh oleh keuntungan program
pembangunan juga dirugikan oleh program-program tersebut. Kenyataan ini juga
memberi asumsi lain yaitu perempuan hanyalah penerima pasif dari
pembangunan. Berawal dari hal tersebut dikembangkanlah berbagai program
untuk pemberdayaan perempuan yang diperkenalkan dengan tema perempuan
dalam pembangunan Women in Development yang disingkat WID. Pendekatan ini
bertujuan untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi perempuan ikut
8
dalam pembangunan. Setelah program ini berjalan kurang lebih sepuluh tahun,
banyak bermunculan kritik terhadap konsep WID. WID dianggap telah
memberikan beban ganda (di sektor publik dan domestik) yang lebih berat di
banding sebelumnya (Darahim, 2003).
Pendekatan WID dinilai oleh Dr. Mansour Fakih sebagai pengekang
perempuan di Negara Dunia Ketiga akhirnya digeser arah dan tujuan
kebijakannya menjadi Women and Development yang disingkat dengan WAD
dengan lebih memberdayakan kaum perempuan agar bisa berperan aktif seperti
laki-laki. Pemikiran WAD memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam hal
diperhatikannya isu-isu perempuan menjadi isu global dan mengembangkan
organisasi-organisasi perempuan yang lebih mampu berjejaring baik secara
nasional maupun internasional. Melalui konsep ini diharapkan dapat mengurangi
dominasi laki-laki dalam ruang publik. Seiring berjalannya konsep WAD, kritikan
kembali muncul. WAD dianggap semakin mempertajam batas antara peran laki-
laki dan perempuan karena tidak didasari kerelaan dan kerjasama dari kaum laki-
laki (Utari Dewi, 2008). Akhirnya, pada pertengahan tahun 1980-an teori ini
diperbaiki dengan pemikiran Gender dan Pembangunan yang disebut dengan
Gender and Development yang disingkat dengan GAD.
Pendekatan GAD berusaha untuk mendobrak batasan antara perempuan
dan laki-laki, meniadakan perbedaan peranan dalam berbagai struktur dalam
masyarakat. Para pemikir pendekatan ini berusaha agar tidak ada lagi pembatasan
dimana ranah laki-laki, dan dimana ranah perempuan. Masing-masing individu
entah dia perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk peningkatan
kapasitas sesuai dengan kemampuannya.
9
2. 3. Pekerjaan Produktif Perempuan di Sektor Formal dan Informal
Hampir pada sebagian besar masyarakat terdapat kenyataan bahwa dengan
adanya pembedaan dan penentuan peranan individu dalam masyarakat
berdasarkan jenis kelamin secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak
langsung menentukan perbedaan peran yang berbeda bagi laki-laki dan
perempuan. Perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di
bawah laki-laki. Di lain pihak, perempuan yang menopang penghasilan keluarga
memiliki beban kerja yang sangat berat, karena di samping bekerja di sektor
formal atau informal, perempuan masih harus menyelesaikan pekerjaan
reproduktif atau yang biasa disebut dengan pekerjaan domestik yang biasanya
dilakukan tanpa campur tangan laki-laki.
Keterlibatan perempuan berperan pada sektor produktif sepertinya bukan
hal baru untuk diperbincangkan. Peran produktif adalah peran yang dilakukan
oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik
untuk dikonsumsi maupun untuk diperdagangkan (Sudarta, 2008). Peran yang
sering pula disebut dengan peran di sektor publik yang dilakukan perempuan bagi
keluarganya dalam beberapa penelitian dapat dikatakan sangat membantu
ekonomi rumahtangganya. Contoh peranan produktif perempuan adalah bekerja di
sektor formal dan informal.
2.3.1. Pekerjaan di Sektor Formal
Sektor formal adalah sektor dimana pekerjaan didasarkan atas kontrak
kerja yang jelas dan pengupahan diberikan secara tetap atau kurang lebih
permanen. Pekerja sektor formal dapat digolongkan terampil dan berpendidikan
10
sedangkan sektor informal tidak terampil dan tidak berpendidikan. Berdasarkan
ciri-cirinya, sektor formal memiliki ciri unit produksi yang digolongkan biasanya
bermodal besar (sering kali asing), pemilikan usaha sering kali berupa korporasi
(bukan hanya satu individu saja) bahkan juga konglomerat, berskala besar,
berteknologi tinggi dan beroperasi di pasar internasional (Saptari dan Holzner,
1997).
Pada masyarakat perkotaan, peran perempuan mengalami perubahan
sebagai reaksi atas perubahan struktur perekonomian di perkotaan yang mengarah
pada proses industrialisasi. Perempuan yang bekerja di sektor formal cenderung
memiliki tingkat pendidikan dan ketrampilan, akses ke lembaga keuangan,
produktivitas tenaga kerja serta tingkat upah yang juga relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor informal. Hal ini
membuktikan bahwa tingkat intelektualitas perempuan di sektor formal dituntut
lebih karena pada dasarnya pekerjaan di sektor formal menuntut para pekerjanya
untuk taat pada peraturan yang biasanya tertulis, pemberian sanksi apabila terjadi
pelanggaran aturan, ada cuti yang dapat diambil, jam kerja yang jelas serta upah
yang cenderung stabil atau diperoleh secara berkala (perbulan). Beberapa
perempuan yang bekerja di sektor formal dapat disebut juga dengan istilah
perempuan karier karena istilah perempuan karier adalah perempuan yang
berpendidikan tinggi dan mempunyai status tinggi dalam pekerjaannya yang
berhasil dalam berkarya yang dikenal sebagai perempuan bekerja atau perempuan
berkarya (Mudzhar dkk, 2001).
Masalah gender yang timbul pada sektor formal adalah bahwa kebanyakan
jabatan perempuan berada di lapisan bawah atau lebih rendah dibanding jabatan
11
laki-laki. Hal ini terkait dengan stereotipe yang terjadi di tempat kerja yang
menganggap bahwa perempuan lebih memiliki tingkat emosional yang tinggi
sehingga tidak cocok bila dipekerjakan sebagai pimpinan. Masalah rendahnya
jabatan tadi berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan. Akar dari tingkat
pendapatan sebenarnya adalah tingkat pendidikan (Kebayantini, 2008). Pada sisi
lain terdapat kenyataan bahwa pendidikan tinggi merupakan suatu hal yang langka
bagi kebanyakan perempuan di negara-negara berkembang (Boserup, 1984).
Semua lapisan permasalahan tersebut menunjukkan adanya implikasi
bahwa konsep pendekatan pembangunan yang dianut adalah sebatas WID.
Terbukti bahwa terjadi subordinasi pada organisasi tempat perempuan bekerja
yang masih berpendapat bahwa perempuan masih bertanggungjawab penuh pada
rumahtangganya, sehingga dalam mendapatkan jabatan perempuan tidak perlu
terlalu tinggi. Kenyataan ini membuat beban kerja pada tenaga kerja perempuan,
di satu sisi mereka bisa bekerja di sektor produktif di sisi lain tanggung jawab
pada rumahtangga tidak boleh begitu saja ditinggalkan.
Kelebihan dan kekurangan sektor formal yang telah dipaparkan tadi tentu
saja menuntut para pelakunya dengan etos kerja yang tinggi karena pada
kenyataannya sektor formal merupakan sektor yang menjanjikan kenyamanan
yang lebih dalam melakukan kegiatan ekonomi yang lebih baik daripada sektor
informal. Hal yang harus diperhatikan bahwa kapasitas sektor formal dalam
menampung tenaga kerja ternyata sangat terbatas, tidak banyak tenaga kerja yang
dapat menembus pasar kerja sektor formal apalagi perempuan yang bersaing
dengan para laki-laki yang merasa sangat bertanggungjawab terhadap nafkah
keluarga. Ketidakmampuan sektor formal dalam menampung semua tenaga kerja
12
ini menimbulkan dampak yang nyata bahwa mereka yang tidak tertampung pada
sektor formal akan terbuang pada sektor informal.
2.3.2. Pekerjaan di Sektor Informal
Sektor informal adalah sektor dimana pekerjaan tidak didasarkan pada
kontrak kerja yang jelas bahkan sering sekali si pekerja bekerja untuk dirinya
sendiri, penghasilan sifatnya tidak tetap dan tidak permanen. Sektor ini memiliki
ciri unit produksi yang bermodal lokal atau dalam negeri yang relatif kecil,
pemilikan oleh satu individu atau keluarga, padat karya dengan teknologi madya
dan umumunya beroperasi di pasar lokal (Saptari, 1997).
Para tenaga kerja yang tidak tertampung pada sektor formal tadi harus
menyesuaikan diri untuk tetap bertahan hidup. Para kaum miskin dan para
pengangguran menyesalkan ketidakmampuan pembangunan dalam menyediakan
peluang kerja dan untuk sementara dapat diredam lantaran tersedia peluang kerja
di sektor informal. Ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan
sektor formal skala usaha besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas
sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan
jasa murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar.
Bahkan, tatkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi,
sektor informal mampu bertahan tanpa membebani ekonomi yang sedang labil.
Namun, kenyataan yang terjadi pada sektor informal adalah tingkat pendidikan
yang sangat rendah mengakibatkan ketrampilan rendah pula, sangat eksploitatif
dengan gaji sangat rendah, jam kerja yang tak menentu dan panjang, serta tidak
ada cuti dengan bayaran penuh.
13
Kenyataan terhadap sektor informal ini tidak menutup keinginan para
perempuan untuk berkecimpung di sektor ini demi menghidupi perekonomian
rumahtangga. Sektor informal begitu identik pada sektor perekonomian yang
dijalankan oleh orang dengan tingkat ekonomi rendah sehingga pekerjaan
perempuan yang banyak ditemukan di sektor ini banyak yang bertumpu pada
sektor pertanian yang kemudian dikembangkan pada sektor lain seperti
berdagang, bertani, berladang dan pekerjaan lain yang tetap berakar dari sektor
pertanian. Pernyataan-pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Pujiwati1
dalam Widiarti dan Hiyama (2007) menjelaskan di daerah pedesaan Jawa semakin
miskin rumahtangga maka akan semakin tergantung pada pendapatan perempuan.
Kenyataan ini melahirkan kesimpulan terhadap peran perempuan pada
peranan reproduktif yaitu para perempuan yang bergerak di sektor formal
cenderung masih dapat mengandalkan pendapatan suami dan kontrol terhadap
pekerjaan di luar rumah masih dipegang suami. Kenyataan lain didapat bahwa
para perempuan yang bekerja pada sektor informal yang biasanya berasal dari
keluarga miskin cenderung memperhitungkan pendapatan perempuan sebagai
penopang pendapatan laki-laki. Hal ini terjadi karena biasanya usaha di sektor
informal yang dilakukan antara suami dan istri bergerak pada jenis usaha yang
sama atau dapat dibilang usaha keluarga.
Kebutuhan mendasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
dilakukan melalui kegiatan ekonomi. Lewat sektor informal inilah yang biasanya
dapat mengenyampingkan aturan-aturan yang biasanya dianut tentang isu gender
1 Pudjiwati,1990 dalam Peranan Perempuan dalam Perhutanan Sosial: Suatu Studi Integrasi
Perempuan dalam Pembangunan Kehutanan Menuju Era Tinggal Landas. IPB, Bogor.
14
dalam keluarga demi memenuhi kebutuhan dasar hidup. Pada kenyataannya sering
ditemui pekerjaan perempuan di sektor publik lebih berat dari laki-laki. Kendati
peran perempuan yang cukup mencolok pada sektor informal, namun pandangan
kesetaraan gender pada ranah yang lebih besar dari keluarga yaitu masyarakat
masih memandang laki-laki merupakan tumpuan ekonomi keluarga. Sehingga
pekerjaan berat yang dilakukan perempuan masih belum diakui atau terkalahkan
oleh pandangan masyarakat tentang kesetaraan gender.
Tekad yang kuat dari kaum perempuan untuk bekerja di sektor produktif
ternyata berangkat dari motivasi yang berbeda. Banyak hal yang mempengaruhi
motivasi perempuan untuk bekerja di sektor produktif. Uraian selanjutnya akan
berusaha menjawab beberapa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor publik
berdasarkan tingkat ekonomi.
2. 4. Motivasi Perempuan Bekerja
Sejak zaman dahulu hingga kini, persoalan yang dihadapi oleh kaum
perempuan yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak jauh berbeda. Berbagai
hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari masa ke masa berasal dari
sumber-sumber yang sama. Berakar dari hambatan dan kesulitan tersebut, banyak
dari perempuan yang tetap bertekad untuk bekerja di ranah publik. Tekad
perempuan tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi
perempuan untuk bekerja di ranah produktif atau untuk mengembangkan
kariernya dapat bersifat internal dan eksternal (Mudzhar, 2001). Pengertian faktor
internal adalah dorongan yang timbul dalam diri pribadi perempuan sendiri.
Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi perempuan
bekerja di ranah publik.
15
Terdapat hal yang menegaskan bahwa motivasi pribadi yang mendorong
seorang perempuan yang telah berkeluarga untuk bekerja sehingga harus
meninggalkan rumahtangga, yaitu meliputi (Mudzhar, 2001) :
a. Untuk menambah penghasilan keluarga
b. Untuk ekonomi yang tidak tergantung dari suami
c. Menghindari rasa kebosanan atau untuk mengisi waktu kosong
d. Karena ketidakpuasan dalam pernikahan
e. Karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan
f. Untuk memperoleh status
Pendapat lain tentang motivasi adalah istilah generik yang meliputi semua
faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua
pengaruh internal seperti kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi
organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber
dari fungsi-fungsi tersebut (Sarwono, 2002).
Dixon (1978) mengemukakan tiga faktor yang mendorong perempuan mencari
pekerjaan di luar rumah, yaitu :
1. Kebutuhan Finansial/Uang
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dalam perekonomian
rumahtangga. Kurangnya pemenuhan kebutuhan finansial keluarga
seringkali membuat suami dan istri bekerja untuk bisa mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan mendasar sehari-hari dalam keluarga
yang wajib dipenuhi merupakan dorongan utama untuk bekerja. Kondisi
tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari
16
pekerjaan yang dapat menghasilkan uang dengan cara bekerja di sektor
publik.
2. Kebutuhan Sosial Relasional
Kebutuhan ini merupakan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dengan
bergaul dengan rekan-rekan di tempat kerja diharapkan adanya suatu
identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Faktor psikologis
seseorang serta keadaan internal keluarga, turut mempengaruhi seorang
ibu untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.
3. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Abraham Maslow pada tahun 1960 mengembangkan teori hirarki
kebutuhan, yang salah satunya mengungkapkan bahwa manusia
mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna
hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu
sarana atau jalan yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam
menemukan makna hidupnya. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui
profesi atau pekerjaan, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil
oleh para perempuan di jaman sekarang ini, terutama dengan makin
terbukanya kesempatan yang sama pada perempuan untuk meraih jenjang
karir yang tinggi.
2.5. Peranan Gender dan Pembagian Kerja dalam Rumahtangga
Sering dijumpai kasus mengenai pembagian kerja dalam rumahtangga
apabila istri hanya sebagai ibu rumahtangga adalah istri hanya dapat berperan di
sektor reproduktif dan suami berperan penuh dalam sektor produktif. Pembagian
17
kerja tersebut merupakan suatu hal yang lazim terjadi pada mayoritas keluarga di
Indonesia. Peran tersebut dapat berubah apabila suami bukan satu-satunya pencari
nafkah dalam keluarga. Hal ini berimplikasi kepada berubahnya peran istri yang
sebelumnya hanya berperan di sektor domestik berganti atau mungkin menambah
ke peran produktif atau sektor publik.
Berubahnya peranan perempuan tersebut mengakibatkan bertambahnya
tanggung jawab yaitu sebagai pencari nafkah sekaligus ibu rumahtangga.
Berdasarkan hal tersebut, akhirnya dikenal istilah peran ganda perempuan. Peran
ganda perempuan tidak semata-mata mengubah pandangan masyarakat terhadap
perempuan menjadi lebih baik, kenyataan yang ada adalah perempuan yang
bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Pada sisi lain,
perempuan yang bekerja di sektor publik ternyata masih menyisakan tanggung
jawab lain yaitu keluarganya. Perempuan ternyata masih harus menyelesaikan
pekerjaan domestik tanpa bantuan dan campur tangan laki-laki.
Gambaran mengenai tanggung jawab seorang istri atau perempuan dalam
keluarga dapat dilihat melalui perannya sebagai istri dalam rumahtangga. Peran
menggambarkan orang yang dapat mengatur perilakunya sesuai dengan perilaku
orang-orang disekitarnya (Meliala, 2006). Peranan diatur oleh norma-norma yang
berlaku, norma tersebut berasal dari kesepakatan berdasarkan hubungan-hubungan
sosial yang ada dalam masyarakat.
Moser (1993) dalam Mugniesyah (2007) mengungkapkan peranan gender
adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan,
budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender mencakup :
18
1. Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-
laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya.
2. Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan tanggung
jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk
menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut
kelangsungan keluarga.
3. Peranan pengelolaan masyarakat atau politik, dibagi menjadi :
a. Peranan pengelolaan masyarakat atau kegiatan sosial adalah semua
aktivitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai
kepanjangan peranan reproduktif (bersifat sukarela dan tanpa
upah).
b. Pengelolaan masyarakat politik atau kegiatan politik adalah
peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas
pada tingkat formal secara politik (biasanya dibayar dan dapat
meningkatkan status).
Mugiesyah dalam Meliala (2006) menjelaskan peranan gender dipengaruhi
oleh umur, kelas, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, ekonomi, dan politik.
Perubahan gender sering terjadi sebagai respon atas perubahan ekonomi,
sumberdaya alam, dan atau politik termasuk perubahan berupa usaha-usaha
pembangunan atau penyesuaian program struktural atau oleh kekuatan-kekuatan
di tingkat nasional dan global. Soekanto dalam Meliala (2006) menjelaskan
bahwa peranan merupakan hasil atau bentuk dari status yang dapat diukur dengan
menghitung curahan waktu yang digunakan untuk setiap kegiatan yang dilakukan
19
oleh individu rumahtangga pada sektor produktif, reproduktif dan
kemasyarakatan.
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, manusia
selalu membutuhkan orang lain dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Berada
dalam masyarakat, membuat individu memiliki peran dan status. Peran
perempuan yang bekerja sangat berhubungan dengan bagaimana menjaga
keseimbangan antara tugas produktif, reproduktif dan kemasyarakatan.
Pentingnya melihat peranan adalah karena peran mengatur perilaku seseorang
(Meliala, 2006). Peranan membuat seseorang dapat meramalkan perbuatan orang
lain pada batas tertentu. Individu yang memiliki suatu peran akan dapat
menyesuaikan diri dengan individu lain dengan peran yang sama. Berdasarkan
peranan-peranan individu dalam masyarakat inilah terjalin hubungan sosial.
2.6. Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga
Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga
sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam rumahtangga,
secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk
mengambil keputusan dalam rumahtangga atau atas dasar apa kekuasaannya
(penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya). Kekuasaan dinyatakan sebagai
kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga
itu. Hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak
(Meliala, 2006).
Pengaruh di luar rumah (lingkungan masyarakat) pada umumnya bisa
memperkaya dan bisa menambah pengalaman perempuan yang diperkirakan dapat
20
mengembangkan potensinya dalam mengambil keputusan di berbagai bidang
kehidupan dalam rumahtangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan, sumber
ekonomi yang paling banyak disumbangkan dalam perkawinan ataupun
kemampuan personal berupa pengalamannya bergaul dengan masyarakat luas
menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam
mengambil keputusan di dalam rumahtangga.
Menurut Sajogyo (1983) terdapat dua tipe peranan yang dilakukan oleh
perempuan, yaitu :
a. Pola peranan yang menggambarkan perempuan seluruhnya hanya dalam
pekerjaan memelihara kebutuhan hidup seluruh anggota keluarganya.
b. Pola peranan yang menggambarkan dua peranan, yaitu peranan dalam
pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan mencari nafkah.
Dari dua tipe peranan tersebut yang akan dibahas lebih lanjut menyangkut
masalah pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah pola peranan
perempuan yang kedua karena pada pola peranan tersebut akan diketahui
bagaimana pola pengambilan keputusan dalam keluarga jika istri berperan sebagai
ibu rumahtangga sekaligus pencari nafkah bagi keluarga.
Cromwell dan Olson dalam Syakti (1997) mengemukakan tiga bidang yang
berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga, yaitu : dasar
kekuasaan, proses kekuasaan dalam keluarga, dan hasil kekuasaan dalam
keluarga. Berdasarkan ketiga bidang tersebut, pengambilan keputusan ada pada
bidang kedua dan ketiga sehingga pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai
perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil dari interaksi
21
antara anggota keluarga untuk saling mempengaruhi sehingga terbentuk pola
pengambilan keputusan berdasarkan peran dan bidang keputusannya (Syakti,
1997).
Perempuan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga tidak terlepas dari
perannya dalam keluarga. Norma yang diakui menyatakan bahwa yang paling
sering menentukan dalam pengambilan keputusan adalah suami (Syakti, 1997).
Pada kenyataannya, terdapat banyak variasi tentang pengambilan keputusan dalam
keluarga. Terkadang memang perempuan tidak diikutsertakan, namun tidak
menutup kemungkinan bahwa perempuan juga ikut mengambil keputusan baik
sendiri maupun bersama suami.
Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan
yang mempengaruhi kehidupan keluarga (Syakti, 1997). Kekuasaan tersebut bisa
sama nilainya atau mungkin berbeda antara suami dan istri. Menurut Sajogyo
(1983) terdapat lima pola dalam pengambilan keputusan antara suami dan istri,
yaitu :
1. Pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri
2. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan istri
4. Pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri
Sajogyo (1983) mengemukakan faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi
peran perempuan dalam pengambilan keputusan, yaitu :
a. Proses Sosialisasi
b. Pendidikan
22
c. Latar Belakang Perkawinan
d. Kedudukan dalam masyarakat
e. Pengaruh luar lainnya
Sajogyo (1983) menyimpulkan bahwa besarnya peranan perempuan dalam
pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan di sektor publik tidak selalu sejalan dengan
besarnya pengaruh perempuan di dalam dan di luar rumahtangga.
2.7. Kerangka Pemikiran
Motivasi perempuan pedagang sayur untuk bekerja diidentifikasi
berdasarkan teori yang dikemukakan Dixon (1978), yaitu : kebutuhan
finansial/uang, kebutuhan sosial relasional, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Berawal dari pendapat tersebut, peneliti membagi motivasi mejadi dua bagian
yaitu motivasi ekonomi berupa kebutuhan finansial dan non-ekonomi berupa
kebutuhan sosial relasional serta kebutuhan aktualisasi diri untuk kepentingan
peneliti sendiri.
Motivasi bekerja perempuan pedagang sayur di sektor publik selanjutnya
akan dihubungkan dengan pembagian kerja dalam keluarga yang dihitung dengan
curahan waktu. Berdasarkan hal ini peneliti ingin melihat pengaruh motivasi
terhadap pembagian kerja, apakah perempuan masih bertanggung jawab terhadap
rumahtangganya secara utuh atau sudah dapat dibagi bersama suami. Pembagian
kerja akan dibagi menjadi tiga, yaitu : kerja produktif, reproduktif, dan sosial
masyarakat.
Berdasarkan pembagian kerja tersebut, selanjutnya akan dihubungkan
kepada pola pengambilan keputusan dalam keluarga. Menurut Sajogyo (1983)
23
terdapat lima pola pengambilan keputusan yaitu keputusan yang dilakukan istri
sendiri, keputusan bersama yang dominan dilakukan istri, keputusan bersama
antara suami dan istri, keputusan bersama yang dominan dilakukan suami, serta
keputusan yang dilakukan suami sendiri. Kelima pola tersebut akan dilihat
berdasarkan pola pengambilan keputusan di sektor publik, domestik serta sosial
kemasyarakatan.
Bagan kerangkan pemikiran akan merangkum pemikiran yang terdapat
pada tinjauan pustaka dan teori yang digunakan seperti pada Gambar 1.
keterangan: mempengaruhi
Gambar 1. Bagan Kerangka Analisis
Karakteristik perempuan pedagang sayur
a. Umur
b. Tingkat pendidikan
c. Pengalaman bekerja d. Jumlah tanggungan dalam
keluarga
e. Pendapatan suami dan istri
Pembagian Kerja dalam Keluarga
a. Kerja produktif
b. Kerja reproduktif
c. Kerja sosial kemasyarakatan
Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga
a. Istri sendiri
b. Bersama dominan Istri
c. Bersama d. Bersama dominan Suami
e. Suami sendiri
Motivasi Ekonomi
Motivasi non-Ekonomi
24
2.8. Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
1. Motivasi bekerja mempengaruhi curahan waktu bekerja.
2. Tingginya curahan waktu bekerja perempuan mempengaruhi pola
pengambilan keputusan dalam keluarganya.
2.9. Definisi Operasional
1. Karakteristik perempuan pedagang sayur adalah ciri-ciri yang membedakan
satu individu dengan individu lain seperti umur, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, pendapatan suami dan istri, serta jumlah tanggungan dalam
keluarga.
Umur adalah usia responden (dalam jumlah tahun) pada saat diwawancarai.
Umur digolongkan ke dalam :
Kelompok umur muda adalah ≤ nilai tengah umur semua responden.
Kelompok umur tua adalah > nilai tengah umur semua responden.
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah
diikuti dan diukur dalam tahun. Tingkat pendidikan akan dikategorikan
sebagai berikut :
Tingkat pendidikan rendah adalah responden yang memiliki tingkat
pendidikan ≤ SD/Sederajat.
Tingkat pendidikan tinggi adalah responden yang memiliki tingkat
pendidikan > SD/Sederajat.
25
Pengalaman kerja adalah pengalaman yang dimiliki perempuan pedagang
sayur dalam menjalankan usahanya yang ditunjukkan oleh lamanya waktu
(tahun).
Tingkat pengalaman kerja rendah adalah < nilai tengah pengalaman kerja
semua responden.
Tingkat pengalaman kerja tinggi adalah ≥ nilai tengah pengalaman kerja
semua responden.
Pendapatan suami dan istri adalah keuntungan yang didapat dari hasil
berdagang yang diusahakan masing-masing oleh suami dan istri.
Tingkat pendapatan rendah adalah < nilai tengah jumlah pendapatan
semua responden.
Tingkat pendapatan tinggi adalah ≥ nilai tengah jumlah pendapatan
semua responden.
Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anak yang hidupnya menjadi
tanggungan keluarga.
Jumlah tanggungan rendah adalah < nilai tengah jumlah tanggungan
semua responden.
Jumlah tanggungan tinggi adalah ≥ nilai tengah jumlah tanggungan
semua responden.
2. Motivasi perempuan bekerja adalah dorongan dari dalam diri seseorang yang
menyebabkannya tergerak melakukan sesuatu pekerjaan karena ingin mencapai
suatu tujuan. Peneliti mengkategorikan motivasi kerja menjadi dua yaitu :
26
Motif ekonomi (kebutuhan finansial) yaitu motif yang menyebabkan
perempuan bekerja karena alasan kebutuhan finansial bagi kehidupan
keluarganya dan yang tergolong dalam motif ekonomi adalah mereka
yang menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami mereka belum
mencukupi untuk kehidupan mereka.
Motif non ekonomi (kebutuhan sosial relasional dan kebutuhan
aktualisasi diri) yaitu motif yang menyebabkan perempuan bekerja
karena alasan kebutuhan mencari teman dan kebutuhan mengembangkan
diri lewat pekerjaannya.
Para responden yang tergolong dalam kebutuhan sosial relasional adalah
mereka yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : mereka yang
menjawab pertanyaan bahwa pendapatan suami telah mencukupi
kebutuhan mereka, mereka yang mementingkan untuk mendapatkan
teman, dan jumlah teman seprofesi mereka ≥ nilai tengah jumlah teman
seprofesi seluruh responden perempuan. Apabila persyaratan tersebut
tidak terpenuhi sepenuhnya maka mereka tergolong memiliki kebutuhan
ekonomi.
Para responden yang tergolong dalam kebutuhan pengembangan diri
adalah mereka yang menjawab pertanyaan bahwa mereka bekerja untuk
mendapat pengakuan bahwa mereka telah berhasil hidup dan bekerja di
kota dari orang-orang di kampung.
3. Pembagian kerja dalam keluarga adalah pengelolaan tugas-tugas antara suami
dan istri pada peran produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang diukur
27
melalui curahan waktu yang dilakukan antara suami dan istri pada tiap peran
yang dilakukan.
Peranan produktif adalah peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-
laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya.
Peran produktif dapat diukur melalui curahan waktu bekerja.
Tinggi rendahnya curahan waktu bekerja dibuat berdasarkan kategori
berikut : curahan waktu kerja produktif suami dan istri tinggi bila
curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden
serta curahan waktu kerja produktif suami dan istri rendah bila curahan
waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja seluruh responden.
Peranan reproduktif adalah peranan yang berhubungan dengan kegiatan
rumahtangga berupa tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas
domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi
tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Peran reproduktif
dapat diukur melalui curahan waktu reproduktif.
Tinggi rendahnya curahan waktu reproduktif dibuat berdasarkan kategori
berikut : curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri tinggi bila
curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam kerja reproduktif
seluruh responden serta curahan waktu kerja reproduktif suami dan istri
rendah bila curahan waktu perhari < nilai tengah jumlah jam kerja
reproduktif seluruh responden.
28
Peranan kemasyarakatan adalah semua aktivitas yang dilakukan pada
tingkat komunitas atau masyarakat. Peran kemasyarakatan dapat diukur
melalui curahan waktu kemasyarakatan.
Tinggi rendahnya curahan waktu kemasyarakatan dibuat berdasarkan
kategori berikut : curahan waktu kemasyarakatan suami dan istri tinggi
bila curahan waktu perhari ≥ nilai tengah jumlah jam untuk
bermasyarakat seluruh responden serta curahan waktu kerja
kemasyarakatan suami dan istri rendah bila curahan waktu perhari < nilai
tengah jumlah bermasyarakat seluruh responden.
4. Pengambilan keputusan dalam rumahtangga adalah siapa yang lebih dominan
(antara suami dan istri) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan suatu
kegiatan (Adriyani, 2000; Rahmawaty, 2000). Berdasarkan Sajogyo (1983)
tingkat pengambilan keputusan diukur dari skor yang didapat dari lima variasi
dalam pengambilan keputusan demi kepentingan peneliti, yaitu :
5 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan istri sendiri
4 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan istri
3 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan bersama antara suami dan
istri
2 = bila pengambilan keputusan bersama yang dominan dilakukan suami
1 = bila pengambilan keputusan yang dilakukan suami sendiri
Berdasarkan rata-rata nilai ditentukan nilai pengambilan keputusan yaitu : rendah
bila jumlah nilai 11 sampai 33 dan tinggi bila jumlah nilai 34 sampai 55.
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data-
data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui metode survei, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RT 02 dan 03/RW 07 Kampung Bojong Rawa
Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan Jatimakmur, Kecamatan Pondok
Gede, Kabupaten Bekasi. Lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive),
dilandasi dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat tinggal
para pedagang sayur keliling yang berasal dari luar daerah Bekasi dan terutama
sekali terdapat para perempuan pedagang sayur keliling di daerah tersebut.
Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2009.
3.3. Metode Pemilihan Sampel
Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan menggunakan
sampel rumahtangga yang istrinya berkerja sebagai pedagang sayur. Pemilihan
sampel dilakukan dengan cara cluster sampling yaitu mengambil seluruh
responden sebanyak 30 responden keluarga dengan ketentuan bahwa rumahtangga
tersebut terdiri dari suami dan istri yang bekerja, dalam penelitian ini istri yang
dijadikan sampel bekerja sebagai tukang sayur dan mereka tinggal di RT 02/RW
07 Kampung Bojong Rawa Lele Gang Pom Bensin Wisma Ratu Kelurahan
30
Jatimakmur, Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi. Unit analisa yang
digunakan adalah rumahtangga dengan pasangan suami istri. Fokus analisan pada
penelitian ini adalah para perempuan pedagang sayur keliling.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan informasi pendukung.
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu
atau kelompok seperti hasil pengisian kuisioner dan atau hasil wawancara yang
dilakukan oleh peneliti (Hariwijaya dan Triton, 2008). Data primer diperoleh dari
hasil kuisioner dan wawancara mendalam dengan responden. Wawancara
mendalam dilakukan berdasarkan panduan pertanyaan yang berisi pertanyaan
seputar motivasi bekerja pedagang sayur keliling, pembagian kerja dan pola
pengambilan keputusan dalam keluarga yang ditujukan kepada beberapa
responden terpilih.
Informasi tambahan yang digunakan berupa berbagai literatur yang
digunakan untuk mempertajam analisis data yang diperoleh. Informasi ini berasal
dari berbagai sumber seperti buku, artikel di internet, jurnal dan sebagainya.
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantiatif dan kualitatif.
Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan disajikan
dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang. Data kualitatif digunakan untuk
menjelaskan keadaan yang tidak dapat dijelaskan oleh data kuantitatif, atau
dengan kata lain data kualitatif digunakan untuk mendukung atau memperkuat
penjelasan data kuantitatif.
31
Data hasil penelitian yang diolah antara lain data mengenai motivasi
perempuan bekerja di ranah produktif, pembagian kerja dalam rumahtangga, dan
pola pengambilan keputusan dalam rumahtangganya. Data mengenai motivasi
tersebut disilangkan dengan data mengenai curahan waktu istri dalam
kapasitasnya sebagai ibu rumahtangga dan pedagang sayur. Data mengenai
curahan waktu tersebut dilihat kembali pengaruhnya terhadap pengambilan
keputusan dalam keluarganya. Penyajian data tersebut dijelaskan oleh beberapa
keterangan yang diberikan responden melalui wawancara mendalam.
Data kualitatif disajikan secara naratif yang diperoleh melalui wawancara
mendalam terhadap beberapa responden informan yang mengetahui kondisi
lapangan tempat responden berada.
32
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kelurahan Jatimakmur
4.1.1. Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan
Kelurahan Jatimakmur merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan
Pondok Gede. Kelurahan Jatimakmur terletak pada ketinggian 11 meter dari
permukaan laut, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celcius. Luas wilayah Kelurahan
Jatimakmur adalah 412 Ha, dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kelurahan Jatiwaringin
b. Sebelah Timur : Kelurahan Jatikramat
c. Sebelah Barat : Kelurahan Jatiwaringin dan Kelurahan Jatirahayu
d. Sebelah Selatan : Kelurahan Jatirahayu
Kelurahan Jatimakmur memungkinkan masyarakatnya melakukan
mobilitas secara mudah karena di kelurahan ini banyak terdapat alat transportasi
umum angkutan kota diantaranya K02 yang beroperasi 24 jam nonstop. Hal ini
membuat masyarakat kelurahan ini tidak mengalami hambatan transportasi dalam
melakukan aktivitasnya seperti terlihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Orbitrasi Kelurahan Jatimakmur tahun 2008
No. Orbitrasi Jarak
1. Jarak dengan pusat pemerintahan Kecamatan 2 Km
2. Jarak dengan pusat pemerintahan Kota Bekasi 15 Km
3. Jarak dengan pusat pemerintahan Provinsi Jabar 139 Km
4. jarak dengan Ibukota negara 25 Km
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
33
Luas wilayah kelurahan sebesar 412 ha, sebagian besar luas wilayah ini
digunakan untuk pemukiman penduduk sebesar 353,1 ha (85,7 persen).
Selengkapnya pembagian fungsi lahan di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat di
Tabel 2 :
Tabel 2. Luas Wilayah Kelurahan Jatimakmur Menurut Penggunaannya tahun
2008
No. Peruntukan Luas Presentase
1. Pemukiman 353,1 Ha 85,70
2. Pemakaman Umum 0,8 Ha 0,19
3. Taman 1,2 Ha 0,29
4. Perkantoran 1,1 Ha 0,26
5. Lain-lain 55,8 Ha 13,54
TOTAL 412 Ha 100
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
4.1.2. Data Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Jatimakmur sampai dengan bulan Desember
2008 adalah sebesar 59.925 jiwa terdiri dari 30.619 jiwa dan perempuan 29.306
jiwa. Kelurahan ini terdiri dari 15.107 KK, 22 Rukun Warga (RW) dan 135
Rukun Tetangga (RT). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kelurahan
Jatimakmur diperoleh informasi bahwa masyarakat Kelurahan Jatimakmur paling
banyak bermukim di RW 9 sebanyak 6.818 jiwa, diikuti RW 8 sebanyak 6.735
jiwa. Pemukiman di Kelurahan Jatimakmur kebanyakan bukan merupakan
komplek perumahan tapi merupakan pemukiman padat penduduk, RW 9 dan RW
8 termasuk ke dalam daerah pemukiman padat penduduk. RW 7 sendiri yang
merupakan RW tempat para responden tinggal terdapat penduduk sebanyak 3.744
jiwa.
34
4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi
4.1.3.1. Kesejahteraan Masyarakat
Berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga, kebanyakan penduduk
Kelurahan Jatimakmur tergolong Keluarga Sejahtera III, diikuti Keluarga
Sejahtera II, dan Keluarga Sejahtera I. Secara rinci penggolongan kesejahteraan
keluarga di Kelurahan Jatimakmur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan
Keluarga, Kelurahan Jatimakmur tahun 2008
No. Indikator Jumlah
1. Pra KS 90
2. KS-I 2527
3. KS-II 3152
4. KS-III 3427
5. KS-III Plus 1205
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
Tabel tersebut menginformasikan bahwa warga Kelurahan Jatimakmur
dapat dikatakan cukup sejahtera namun, pada kenyataannya di lapangan secara
langsung terlihat beberapa rumahtangga yang dapat digolongkan Pra Keluarga
Sejahtera. Keluarga-keluarga tersebut sebagian besar adalah keluarga migran atau
berasal dari luar Kelurahan Jatimakmur yang mungkin belum tercatat dalam
pencatatan penduduk Kelurahan Jatimakmur.
4.1.3.2. Pendidikan
Pada umumnya tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Jatimakmur
sudah cukup baik, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya masyarakat yang buta
aksara. Mayoritas tingkat pendidikan masyarakat di kelurahan ini adalah tamat
SMA/sederajat sebanyak 15.018 (43.31 persen), diikuti oleh tamat tamat S-1
sebanyak 7.676 (22.13 persen) dan tamat S-2 sebanyak 4.806 (13.86 persen). Data
35
pada Tabel 4 menunjukkan distribusi penduduk Kelurahan Jatimakmur menurut
tingkat pendidikannya.
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Kelurahan Jatimakmur tahun 2008
No. Indikator Jumlah Presentase
1. Buta Huruf - -
2. Tidak tamat SD 98 0.28
3. Tamat SD / sederajat 2.725 7.85
4. Tamat SMP / sederajat 3.186 9.18
5. Tamat SMA / sederajat 15.018 43.31
6. Tamat D-1 199 0.57
7. Tamat D-2 290 0.83
8. Tamat D-3 670 1.93
9. Tamat S-1 7.676 22.13
10. Tamat S-2 4.806 13.86
11. Tamat S-3 7 0.02
TOTAL 34.675 100
Sumber data : Laporan Tahunan Kelurahan Jatimakmur 2008
4.2. Gambaran Umum Pemukiman Responden
4.2.1. Gambaran Pemukiman Responden
Kampung Bojong Rawa Lele merupakan daerah yang cukup banyak
ditempati oleh para pendatang. Kampung ini merupakan daerah padat penduduk.
Secara kasat mata di lingkungan kampung ini terlihat beberapa rumah kontrakan
yang diperuntukkan mayoritas bagi pendatang. Luas RT 02 dan 03/RW 07 di
kampung ini kurang lebih 0,5 hektar. Pada awalnya, kampung ini merupakan
kampung yang jarang penduduk. Sekitar tahun 1981 beberapa pendatang mulai
berdatangan ke kampung ini untuk bekerja di kota. Sejak tahun 1981 sampai
sekarang terdapat kecenderungan yang sama di kampung ini, yaitu mayoritas para
pendatang berasal dari Pekalongan dan mayoritas mata pencaharian mereka
adalah sebagai pedagang sayur keliling.
36
Letak kampung ini cukup strategis bagi para pendatang yang bekerja di
sektor informal untuk menjual dagangannya. Kampung ini dikelilingi oleh
perumahan-perumahan besar ditambah letaknya yang tidak jauh dari pasar. Para
pedagang sayur keliling ini berbelanja kebutuhan dagangan di pasar Pondok
Gede. Jarak antara kampung ini dengan pasar Pondok Gede adalah satu kilometer.
Sarana angkutan umum yang terdapat dari Kampung Bojong Rawa Lele antara
lain alat transportasi umum sebanyak tiga trayek, yaitu K02, K02-A, dan S02.
Angkutan umum lain yaitu ojek dan becak yang sebagian besar beroperasi di
daerah Pondok Gede.
4.2.2. Kondisi Demografi Responden
Pada penelitian ini, responden yang diambil adalah mayoritas berasal dari
RT 02/RW 07. Mayoritas pendatang yang bermukim di Kampung Bojong Rawa
Lele memiliki pengalaman yang sama sewaktu tinggal di wilayah ini, yaitu suami
terlebih dahulu yang bermukim selama beberapa tahun di kampung ini. Mereka
bekerja serta melakukan kegiatan rumahtangga sendiri, seperti mencuci,
membersihkan rumah, dan beberapa dari mereka ada yang memasak sendiri.
Responden suami dalam penelitian ini terdiri dari 30 orang, 29 orang bekerja
sebagai pedagang sayur keliling dan satu orang sebagai tukang ojek.
Setelah tahun 1998, tepatnya saat kerusuhan terjadi dimana-mana dan
krisis ekonomi mulai muncul, para istri dari suami tersebut mulai berdatangan
untuk bekerja sebagai pedagang sayur. Kedatangan para istri tersebut untuk
bekerja ternyata tidak membuat mereka menetap di wilayah ini. Mayoritas para
istri yang memiliki anak kecil atau masih usia sekolah datang untuk bekerja saat
37
liburan sekolah atau libur nasional, selebihnya para istri berada di kampung untuk
mengurus anak dan keluarga di kampung. Berdasarkan penelitian didapatkan
bahwa sebanyak 10 perempuan yang merupakan pedagang tetap, selebihnya 20
orang merupakan pedagang sayur keliling musiman. Beberapa perempuan
pedagang sayur yang merupakan pedagang sayur keliling tetap ternyata memiliki
anak yang telah bekerja atau dapat dikatakan anak mereka bukan lagi menjadi
tanggungan mereka, sehingga mereka dapat bekerja terus tanpa harus kembali ke
kampung untuk mengurus anak.
Saat istri tinggal bersama suami di Kampung Bojong Rawa Lele untuk
bekerja, mereka melakukan pekerjaan produktif sekaligus reproduktif. Pekerjaan
reproduktif yang biasa dilakukan suami saat istri di kampung, dapat dialihkan
bebannya kepada istri saat istri datang ke kota untuk bekerja. Setelah liburan
sekolah dan libur panjang tersebut para suami kembali bekerja sendiri dan
melakukan segala hal sendiri.
Secara umum, hubungan para pendatang dengan warga asli di Kampung
Bojong Rawa Lele kurang terjalin dengan baik. Hubungan antara pendatang
dengan warga asli hanya terlihat antara pendatang dengan pemilik kontrakan saja.
Sangat sedikit pendatang yang dekat atau bahkan memiliki teman warga asli. Hal
ini dapat dilihat bahwa aktivitas kemasyarakatan para pendatang di kampung ini
sangat terbatas, antara lain menghadiri selamatan dan menghadiri pertemuan
paguyuban. Kegiatan kemasyarakatan lain seperti rapat RT, gotong-royong,
arisan, dan pengajian tidak pernah dilakukan oleh para pendatang karena mereka
beralasan bahwa mereka tidak diundang oleh warga asli ataupun RT sekitar.
38
Selamatan merupakan aktivitas kemasyarakatan yang paling sering
dihadiri oleh para pendatang di kampung ini. Berdasarkan keterangan para
responden, mereka menghadiri selamatan hanya pada orang yang mereka anggap
dekat dan kenal di kampung ini, seperti contoh pemilik kontrakan tempat mereka
tinggal. Pertemuan paguyuban merupakan pertemuan bagi anggota paguyuban
Mitra Sejahtera yang akan dijelaskan selanjutnya.
4.2.3. Perkumpulan Bagi Para Pendatang
Paguyuban Mitra Sejahtera adalah sebuah paguyuban atau perkumpulan
yang pertama kali didirikan dengan tujuan memperlancar modal usaha dagang
para pedagang sayur dari Pekalongan di wilayah Kampung Bojong Rawa Lele RT
02/RW 07. Berdirinya paguyuban ini juga menghindari peminjaman uang antar
individu di daerah tersebut. Berdasarkan keterangan yang didapat, para tukang
sayur di daerah ini sering meminjam uang kepada tukang sayur lain untuk modal
usaha atau hal lain yang menyangkut keuangan keluarga. Pengalaman yang telah
terjadi sebelumnya adalah ketika si peminjam uang dalam keadaan keuangan yang
sulit, maka secara otomatis si peminjam tidak dapat mengembalikan uang
pinjamannya. Keadaan ini juga akhirnya mempersulit si penagih ketika si penagih
sedang membutuhkan uang. Pada keadaan yang sama seperti ini akhirnya kedua
tukang sayur tersebut mengalami kerugian.
Berdasarkan pengalaman tersebut didirikanlah paguyuban ini untuk
membangun rasa tanggung jawab apabila seseorang melakukan peminjaman yang
biasanya hanya diketahui dua pihak (si peminjam dan yang meminjamkan) maka
dalam paguyuban ini harus diketahui semua anggota, sehingga rasa
tanggungjawab secara otomatis akan terbangun berdasarkan kesadaran bahwa
39
uang tersebut adalah uang milik anggota, bukan perorangan. Awalnya paguyuban
ini didirikan atas usulan Edi pada sekitar tahun 1994 yang berdiri dengan nama
Paguyuban Club Putra. Secara lebih rinci paguyuban ini hampir menyerupai
bentuk koperasi, hanya saja belum dilegalkan secara hukum.
Struktur paguyuban ini awalnya memiliki ketua, wakil ketua, bendahara 1
dan bendahara 2, sekertaris, humas, dan penasihat. Setelah Edi sang pendiri dan
pernah menjadi penasihat pada beberapa kepengurusan pindah dari daerah ini,
maka perlahan-lahan struktur paguyuban berubah dan nama paguyuban pun
berubah. Pada tahun 2006 sampai sekarang Paguyuban Club Putra berganti nama
menjadi Paguyuban Mitra Sejahtera atas persetujuan anggota. Struktur paguyuban
ini menjadi seorang ketua, seorang bendahara, seorang sekretaris, dan dua orang
humas.
Seiring berjalannya waktu, seluruh anggota paguyuban ini belajar bagaimana
membuat organisasi yang didirikan atas dasar kepercayaan dan persaudaraan ini
semakin baik pengelolaan keuangannya, maka dibuatlah peraturan-peraturan
pokok yang wajib diketahui semua anggota, peraturan tersebut antara lain :
1. Pergantian pengurus diagendakan satu tahun sekali.
2. Setiap bulan Agustus diadakan pertemuan di sekretariat paguyuban Mitra
Sejahtera untuk rapat anggota dan penutupan aliran kas pada tahun itu.
3. Setiap anggota baru wajib membayar Rp. 500.000 setelah melunasi,
diperbolehkan meminjam uang dari paguyuban ini.
4. Ketentuan meminjam adalah sebagai berikut :
40
Peminjaman minimal Rp. 500.000 dikembalikan sejumlah Rp.
600.000 dalam jangka waktu 3 bulan.
Peminjaman minimal Rp. 1.000.000 dikembalikan sejumlah Rp.
1.200.000 dalam jangka waktu 3 bulan.
Peminjaman minimal Rp. 1.500.000 dikembalikan sejumlah Rp.
1.800.000 dalam jangka waktu 3 bulan.
5. Masa tenggang pengembalian pinjaman diupayakan tidak lebih dari 10
hari.
6. Denda yang ditetapkan atas keterlambatan disesuaikan dengan tanggung
jawab si peminjam (tidak ditentukan berapa rupiah).
Sebagian besar anggota paguyuban ini adalah para tukang sayur di daerah
Kampung Bojong Rawa Lele. Tercatat hanya dua orang anggota yang bukan
tukang sayur yaitu : Kartubi seorang penjual daging dan Sapi‟i seorang satpam
sekaligus ketua RT 02/RW 07. Paguyuban ini berkembang dari mulut ke mulut
sehingga pada kepengurusan sekarang tercatat 64 anggota yang bergabung dalam
paguyuban ini.
Para anggota merasa terbantu atas kehadiran paguyuban ini, terutama
ketika para pedagang sayur kembali dari kampung tanpa membawa cukup uang
mereka dapat meminjam dari paguyuban ini. Kekurangan dari paguyuban ini
antara lain karena bukan badan hukum yang resmi sehingga apabila ada
keterlambatan pengembalian uang, sulit dikenakan sangsi yang tegas, semua
berdasarkan kekeluargaan dan hati nurani para anggota karena pada dasarnya
paguyuban ini didirikan atas dasar kekeluargaan dan kebersamaan.
41
Keberadaan paguyuban ini secara tidak langsung merekatkan hubungan
antara pendatang yang tinggal di Kampung Bojong Rawa Lele. Beberapa tahun
yang lalu pernah diadakan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia antara anggota paguyuban ini. Segala sesuatunya seperti hadiah dan
biaya untuk lomba dianggarkan dari sisa kas para anggota paguyuban ini.
Berdasarkan gambaran tentang kondisi lingkungan dan responden di
Kampung Bojong Rawa Lele tersebut bahwa para mayoritas responden suami
lebih dulu datang ke wilayah ini untuk bekerja, namun ada beberapa responden
keluarga yang menyatakan bahwa saat datang ke wilayah ini suami dan istri
datang bersama untuk bekerja. Mereka yang datang bersama adalah pasangan
suami istri yang sudah tidak memiliki tanggungan anak di kampungnya atau
dengan kata lain anak-anak mereka telah dewasa atau bahkan telah bekerja.
Para responden suami yang datang lebih dahulu ke wilayah ini melakukan
segala sesuatu seperti kegiatan rumahtangga dan kemasyarakatan sendiri. Setelah
tahun 1998, para mayoritas responden istri mulai datang ke wilayah ini untuk
bekerja musiman. Saat liburan sekolah atau mungkin liburan lain yang cukup
lama mereka datang untuk bekerja. Para suami yang sebelumnya melakukan
kegiatan rumahtangga sendiri, karena kehadiran istrinya mereka dapat
melimpahkan tugas tersebut kepada istri. Pada saat seperti ini istri melakukan
beban ganda yaitu bekerja mencari nafkah serta mengurus rumahtangga. Setelah
liburan selesai, para istri kembali ke kampung untuk mengurus anak-anak mereka
yang masih sekolah.
42
BAB V
KARAKTERISTIK RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR KELILING
Bab ini akan mencoba mengklasifikasikan perempuan pedagang sayur
berdasarkan karakteristik masing-masing individu yang terdiri dari umur, tingkat
pendidikan, pengalaman bekerja, jumlah tanggungan, serta pendapatan suami dan
istri.
5.1. Umur Responden
Berdasarkan hasil penelitian di Kampung Bojong Rawa Lele, dari 30
rumahtangga responden diperoleh data karakteristik responden berdasarkan umur
seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah dan Presentase Responden Pekerja Pedagang Sayur Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kampung Bojong Rawa Lele
2009
Umur (tahun)
Responden
Suami Istri
Jumlah Persen Jumlah Persen
muda 0 0 9 30
tua 30 100 21 70
Jumlah 30 100 30 100
Pada data usia responden didapat bahwa kisaran usia responden suami
antara 40 sampai 48 tahun dan kisaran usia responden istri antara 29 sampai 47
tahun, sehingga didapatkan nilai tengah seluruh responden suami dan istri adalah
37 tahun. Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa seluruh responden
suami berada pada umur tua. Responden suami tidak ada yang berusia dibawah 37
tahun. Pada responden istri secara umum usia mereka cenderung lebih muda
43
dibanding usia responen suami. Terlihat pada pada Tabel 5 ada 30 persen
responden istri yang berusia muda, sisanya berusia tua sebanyak 70 persen.
5.2. Pendidikan Responden
Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan responden menunjukkan
bahwa presentase terbesar responden ada di tingkat tamat SD, data pada Tabel 6
akan memperlihatkan hasil tersebut.
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung
Bojong Rawa Lele 2009
Kategori Pendidikan
Responden
Suami Istri
Jumlah Persen Jumlah Persen
rendah 30 100 28 93.33
tinggi 0 0 2 6.67
Jumlah 30 100 30 100
Data mengenai pendidikan responden suami dan istri hanya berkisar antara
tidak tamat SD, tamat SD, dan tamat SMP, sehingga tamat SD menjadi nilai
tengah kategori pendidikan para responden. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat
bahwa responden istri dapat menikmati pendidikan lebih tinggi daripada
responden suami. Hal ini terlihat bahwa pada kategori pendidikan tinggi terdapat
6,67 persen atau dua orang responden istri sedangkan responden suami tidak ada.
Pada sisi sebaliknya, seluruh responden suami yang berpendidikan rendah.
5.3. Pengalaman Bekerja
Pengalaman yang dimiliki seseorang dapat dilihat dari lamanya seseorang
menekuni pekerjaan sebagai pedagang sayur keliling. Pada umumnya perempuan
pedagang sayur baru bekerja sebagai tukang sayur setelah suami atau temannya
44
berdagang sayur lebih dulu, sehingga secara langsung atau tidak langsung para
perempuan pedagang sayur terpengaruh oleh orang-orang terdekat mereka untuk
bekerja. Tabel 7 akan memperlihatkan perbandingan pengalaman bekerja antara
responden suami dan istri.
Tabel 7. Pengalaman Bekerja Responden Menurut Jenis Kelamin di Kampung
Bojong Rawa Lele 2009
Pengalaman Bekerja
Responden
Suami Istri
Jumlah Persen Jumlah Persen
rendah 5 16.67 22 73.33
tinggi 25 83.33 8 26.66
Jumlah 30 100 30 100
Pada data usia responden didapat bahwa kisaran pengalaman kerja suami
antara 10 sampai 20 tahun dan kisaran pengalaman kerja responden istri antara 4
bulan sampai 19 tahun, sehingga didapatkan nilai tengah pengalaman kerja
seluruh responden suami dan istri adalah 10 tahun. Berdasarkan data dari Tabel 7
diperoleh informasi bahwa responden istri sebanyak 73,33 persen memiliki
pengalaman kerja sebagai tukang sayur yang tergolong rendah. Pada responden
suami diperoleh informasi bahwa sebanyak 83,33 persen responden suami
memiliki pengalaman kerja tergolong tinggi.
Sebagian besar keluarga yang menjadi responden menyatakan bahwa
suami ternyata lebih dulu bekerja, terutama sebagai tukang sayur setelah beberapa
tahun bekerja sang istri dapat bekerja. Informasi ini didapat dari keluarga yang
masih memiliki anak yang berusia sekolah sehingga selagi sang suami bekerja di
perantauan, sang istri mengurus anak sampai cukup dewasa untuk ditinggal orang
tua mereka bekerja. Informasi lain yang didapat adalah ada beberapa keluarga
45
yang setelah menikah dan memiliki anak, suami dan istri bersama-sama bekerja di
kota.
5.4. Jumlah Tanggungan
Jumlah tanggungan dalam sebuah keluarga mempengaruhi keputusan sang
istri untuk bekerja di kota. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh informasi
bahwa tanggungan para responden merupakan anak mereka sendiri, tidak
termasuk sanak saudara dan orang lain yang menjadi tanggungan keluarga
tersebut. Secara lebih jauh diperoleh informasi bahwa responden istri merasa
bertanggung jawab atas urusan rumahtangga di kampung terutama jika memiliki
anak yang masih bersekolah, sehingga jika sebuah keluarga reponden masih
memiliki anak berusia sekolah yang tinggal di kampung secara otomatis
responden istri kembali ke kampung untuk mengurus keseharian anak mereka.
Tabel 8 memperlihatkan jumlah anak dan yang masih menjadi tanggungan
keluarga para responden.
Tabel 8. Jumlah Anak Tiap Keluarga Responden di Kampung Bojong Rawa
Lele 2009
Jumlah
Anak
Jumlah Anak dari Seluruh Keluarga
Keseluruhan
Anak
Jumlah
Keluarga
Tanggungan Orangtua Bukan Tanggungan
Orangtua
Masih
Sekolah
Balita /
Belum
Sekolah
Belum
Bekerja
Menikah dan
Tidak
Bekerja
Sudah
Bekerja
1 - - 1 - - 1 1
2 26 2 6 3 11 48 24
3 6 - 3 2 4 15 5
TOTAL 32 2 10 5 15 64 30
Tabel 8 menggambarkan jumlah keseluruhan anak berdasarkan kategori
masih berada dalam tanggungan orang tua, yaitu pada kelompok anak masih
46
sekolah, balita, dan belum bekerja. Kategori lain yaitu bukan lagi tanggungan
orang tua yang terdapat pada kelompok anak yang sudah menikah dan tidak
bekerja serta sudah bekerja. Kelompok-kelompok anak pada tabel di atas juga
dapat dibagi berdasarkan tempat tinggal. Pada kelompok anak masih sekolah,
balita dan belum bekerja bertempat tinggal di kampung halaman mereka di
Pekalongan. Keberadaan mereka sangat tergantung pada hadirnya ibu, begitu pula
sebaliknya. Apabila libur sekolah tiba, maka para ibu datang ke kota bersama
anak-anaknya. Pada kelompok anak menikah dan tidak bekerja berisi anak
perempuan yang telah menikah dan mereka tinggal di kampung halaman mereka.
Kelompok terakhir yaitu anak yang sudah bekerja memiliki variasi dalam hal
tempat tinggal, sebagian dari mereka ada yang tinggal di kota besar seperti
Jakarta, Bekasi, Malang, dan kota besar lainnya. Sebagian lain dari mereka masih
ada yang bekerja di kampung halaman mereka yaitu di Pekalongan.
Berdasarkan Tabel 8 diperoleh informasi bahwa sebanyak 24 responden
keluarga memiliki dua anak, 5 responden keluarga memiliki tiga anak, dan 1
responden keluarga memiliki satu anak. Dari 24 responden keluarga yang memilki
dua anak tersebut didapat keterangan bahwa sebanyak 26 anak dari 48 jumlah
anak ternyata masih sekolah, selain itu terdapat 2 anak dari 48 jumlah anak masih
balita. Hal ini menunjukkan bahwa para ibu yang menanggung hidup 26 anak
tersebut merupakan pekerja musiman, karena mereka harus mengutamakan anak
mereka yang masih menjadi tanggungan mereka.
Dari 24 responden keluarga yang memiliki dua anak tersebut terdapat 7
perempuan pedagang sayur yang bukan pekerja musiman atau dengan kata lain
mereka adalah pedagang sayur keliling tetap. Data hasil penelitian menunjukkan
47
bahwa para perempuan pedagang sayur keliling tetap ini mayoritas memiliki anak
yang telah bekerja. Tercatat 7 anak telah bekerja, 5 anak belum bekerja, 1 anak
yang telah menikah dan tidak bekerja, serta 1 anak yang masih usia sekolah yang
akan menamatkan sekolahnya tahun ini. Berdasarkan keterangan tersebut, para
pedagang sayur tetap ini secara umum tidak lagi sering kembali ke kampung
untuk mengurus anak mereka.
5.5. Pendapatan Suami dan Istri
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pendapatan tukang
sayur tidak tetap, tergantung keadaan saat hari berjualan. Seperti yang dituturkan
oleh salah satu responden istri (DNH, 40 tahun) :
“Wah... kalau pendapatan perhari ngga bisa ditentuin mas, jadi tukang sayur
tuh ya begini ini... kadang sehari ngga dapet sama sekali, kadang kalo lagi
untung ya bisa dapet sampe 50 ribu sehari...”
Setelah bertanya kepada para responden suami dan istri, seluruh responden
menyatakan bahwa diperoleh rata-rata pendapatan per hari sebanyak Rp.
20.000,00. Secara umum tidak ada perbedaan yang berarti mengenai masalah
pendapatan suami dan istri karena pada dasarnya seluruh responden suami
maupun istri tidak dapat memastikan nilai pendapatan yang didapat tiap hari.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh informasi bahwa pendapatan
tukang sayur keliling dapat ditentukan dari pengalaman bekerja. Pengalaman
bekerja berkaitan dengan semakin lama pengalaman tukang sayur bekerja, maka
tukang sayur tersebut bisa mendapat pelanggan yang cukup banyak bahkan
memiliki kecenderungan memiliki pelanggan tetap. Hal lain yang didapat dari
pengalaman bekerja adalah seorang tukang sayur keliling cenderung memutuskan
48
untuk berjualan di suatu tempat setelah memiliki pengalaman dalam berjualan di
beberapa tempat sebelumnya.
Kesulitan untuk memperoleh data penghasilan para responden dapat
ditanggulangi dengan melihat jumlah pengeluaran perbulan yang ditanyakan
kepada para responden keluarga pada Tabel 9. Informasi mengenai jumlah
pengeluaran ini dapat menjadi gambaran pada pendapatan para responden, karena
sewajarnya pendapatan mereka harus lebih besar dari pengeluaran.
Tabel 9. Jumlah Pengeluaran perbulan Rumahtangga Responden di Kampung
Bojong Rawa Lele 2009
No. Jumlah Pengeluaran perbulan
Jumlah Responden
Keluarga
1. Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.099.000 2
2. Rp. 2.100.000 sampai Rp. 2.599.000 9
3. Rp. 2.600.000 sampai Rp. 3.099.000 15
4. Rp. 3.100.000 sampai Rp. 3.599.000 3
5. Rp. 3.600.000 sampai Rp. 4.000.000 1
TOTAL 30
Tabel 9 memperlihatkan bahwa mayoritas responden keluarga memiliki
pengeluaran perbulan sekitar Rp. 2.600.000 sampai Rp. 3.099.000. Biaya yang
dikeluarkan seluruh responden keluarga cukup bervariatif. Jumlah pengeluaran
yang paling bervariatif nilainya adalah biaya pengiriman uang ke kampung.
Menurut beberapa responden yang telah diwawancara, biaya pengiriman uang ke
kampung terdiri dari biaya pendidikan anak dan kebutuhan sehari-hari anggota
keluarga di kampung.
Semakin kecil pengeluaran mengindikasikan bahwa jumlah tanggungan
responden keluarga tersebut lebih sedikit. Pada tabel 9 menunjukkan bahwa hanya
49
dua responden keluarga yang memiliki pengeluaran perbulan sekitar 1.500.000
sampai Rp. 2.099.000. Kedua responden keluarga tersebut tidak lagi memiliki
tanggungan anak sehingga pengeluaran lebih kecil dari keluarga lain.
5.6. Ikhtisar
Karakteristik keluarga responden menggambarkan keadaan suami dan istri
mengenai status dan perannya dalam keluarganya. Secara umum dapat ditarik
kesimpulan bahwa dalam hal usia, usia suami lebih tua daripada usia istri. Pada
karakteristik tingkat pendidikan diperoleh bahwa tingkat pendidikan istri lebih
baik dibandingkan tingkat pendidikan suami. Hal ini dapat dibuktikan dari seluruh
responden suami tergolong berpendidikan rendah, sedangkan pada responden istri
terdapat 6,67 persen atau dua orang yang berpendidikan tinggi.
Karakteristik lain seperti jumlah anak secara umum menjelaskan bahwa
jumlah seluruh anak responden keluarga sebanyak 64 anak, terdapat 44 anak yang
masih menjadi tanggungan orangtuanya, selebihnya 20 anak sudah tidak lagi
menjadi tanggungan orangtuanya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
tanggungan rata-rata responden keluarga cukup banyak. Pada hal pendapatan,
diperoleh pengakuan dari responden suami dan istri bahwa pendapatan mereka
tidak menentu sehingga sulit diperoleh jumlah pendapatan rata-rata perbulan.
50
BAB VI
MOTIVASI BEKERJA PEREMPUAN PEDAGANG SAYUR KELILING
Motivasi perempuan pedagang sayur keliling untuk bekerja tidak terlepas
dari faktor luar yang berasal dari luar diri (di luar keinginan) perempuan tersebut
yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhinya, seperti pengaruh
melihat teman atau ajakan saudara untuk bekerja di kota, pendapatan yang
diberikan suami belum mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dan hal-hal lain
yang mempengaruhi seseorang untuk bekerja. Berdasarkan data penelitian di
lapangan, empat responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai
pedagang sayur keliling karena pengaruh saudara, duabelas responden istri
menyatakan bahwa mereka bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena
pengaruh suami, sisanya empatbelas responden istri menyatakan bahwa mereka
bekerja sebagai pedagang sayur keliling karena pengaruh teman. Tabel 10
menyajikan data pengaruh perempuan pedagang sayur untuk bekerja sebagai
berikut.
Tabel 10. Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur Keliling untuk Bekerja, Data
Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Pengaruh Perempuan Pedagang Sayur keliling
Jumlah Responden Persentase
teman 14 46,67
suami 12 40
saudara 4 13,33
TOTAL 30 100
Pada dasarnya seluruh keluarga responden menyatakan bahwa seorang
istri yang bekerja adalah semata-mata sebagai penyokong pendapatan suami,
bukan sebagai sumber pendapatan utama bagi keluarga. Pada sebagian responden
51
keluarga ketika ditanya mengenai pengaruh bagi pendapatan ekonomi keluarga
jika istri tidak bekerja, maka respoden keluarga tersebut menjawab tidak terlalu
berpengaruh terhadap pendapatan ekonomi keluarga. Beberapa responden
keluarga lain menanggapi hal tersebut dengan pernyataan bahwa jika istri tidak
bekerja maka penyokong pendapatan suami tidak ada, karena pada dasarnya
pendapatan pedagang sayur keliling tidak menentu tiap hari, jadi jika suami hari
ini tidak mendapatkan pendapatan yang cukup maka pendapatan dari istri dapat
menutupinya, begitu pula sebaliknya.
6.1. Motivasi Ekonomi
Berdasarkan data di lapangan didapat informasi bahwa sebanyak 12
responden istri dari total 30 responden istri menyatakan bahwa mereka bekerja
karena merasa pendapatan suami belum mencukupi kehidupan rumahtangga. Para
responden ini menyatakan bahwa jika mereka tidak bekerja maka tidak ada
penyokong pendapatan suami ditambah kenyataan bahwa pendapatan sebagai
pedagang sayur keliling tidak tetap, keadaan ini yang mendesak mereka untuk
bekerja.
Beberapa responden istri lain yaitu sebanyak 18 responden menyatakan
bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan hidup mereka, alasan
mereka bekerja ternyata tidak semuanya sama dua dari 18 responden yang
menyatakan bahwa pendapatan suami telah mencukupi kebutuhan hidup mereka
memberikan alasan mereka bekerja adalah untuk membantu pendapatan suami
merasa bahwa mereka bekerja seperti ini sudah lama. Selebihnya, 16 reponden
menyatakan alasan mereka bekerja adalah untuk mengisi waktu luang daripada
hanya sekedar di kampung tidak bekerja dan tidak menghasilkan uang.
52
Berdasarkan informasi dari para responden istri, peneliti mencoba
memilah motivasi para responden dan akhirnya didapatkan jumlah responden
yang memiliki kebutuhan ekonomi untuk bekerja adalah sebanyak 28 orang. Para
28 orang tersebut adalah mereka yang tidak sesuai dengan kriteria kebutuhan
lainnya yaitu kebutuhan sosial relasional dan aktualisasi diri.
6.2. Motivasi Non-Ekonomi
6.2.1. Kebutuhan Sosial Relasional
Bagi beberapa responden mendapatkan teman untuk mengembangkan
pekerjaan adalah suatu hal yang penting. Mereka berpendapat bahwa dengan
mendapatkan teman maka secara otomatis akan datang kemudahan dalam
mendapat penghasilan, seperti yang diungkapkan salah satu responden istri (KSR,
40 tahun):
“...Yah kalau saya lebih penting teman daripada penghasilan, karena kalau
sillaturrahim terjalin bagus maka rejeki datangnya Insya Allah gampang...”
Pernyataan ini didukung oleh empat responden istri lain, jadi lima
responden dari tigapuluh total responden istri lebih memilih untuk mendapatkan
teman terlebih dahulu dari penghasilan. Responden lain sebanyak 25 orang
menyatakan bahwa mereka lebih memilih penghasilan lebih dahulu daripada
mendapatkan teman.
Data dari penelitian di lapangan menunjukkan bahwa jumlah teman
seprofesi yang didapatkan para responden istri tidak lebih dari 15 orang. Para
responden istri juga menyampaikan bahwa dari seluruh teman seprofesi yang
didapat dari pekerjaan ini jumlah teman yang mereka anggap dekat tidak lebih
53
dari lima orang dan teman dekat mereka adalah teman sekampung dan cenderung
telah kenal lama.
Tabel 11. Jumlah Teman Seprofesi yang Diperoleh Perempuan Pedagang Sayur
Keliling Selama Bekerja, Data Responden Istri di Kampung Bojong
Rawa Lele 2009
Jumlah Teman Seprofesi Perempuan Pedagang Sayur Keliling
Jumlah Responden Persentase
1 - 6 teman 9 30
7 - 15 teman 21 70
TOTAL 30 100
Berdasarkan data tersebut terdapat 70 persen responden istri yang
memiliki teman seprofesi sebanyak 7 sampai 15 orang. Berdasarkan data-data
tersebut didapat kesimpulan bahwa responden yang memiliki kebutuhan sosial
relasional sebanyak dua orang.
6.2.2. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Seluruh responden istri ketika ditanya mengenai kebutuhan untuk
mengembangkan diri mereka dalam pekerjaan, mereka menjelaskan bahwa
kapasitas mereka sebagai perempuan pedagang sayur keliling membuatnya sulit
mengembangkan diri lebih jauh, mereka cenderung menerima keadaan. Hal ini
didukung oleh kenyataan bahwa pendidikan yang mereka jalani mayoritas tidak
lebih dari tamat SD dan beberapa yang hanya tamat SMP.
Kedatangan mereka ke daerah perantauan semata-mata bukan kebutuhan
aktualisasi diri, melainkan untuk memperbaiki taraf hidup. Keterampilan-
keterampilan yang mereka dapatkan sebatas pengalaman kerja atau bahkan
pengalaman pekerjaan lain sebelum menjadi pedagang sayur keliling. Pekerjaan
54
sebagai pedagang sayur keliling tidak memiliki jenjang karir karena pekerjaan ini
tergolong sektor informal sehingga yang dilakukan para pedagang sayur adalah
bekerja tanpa batas waktu tertentu.
6.3. Ikhtisar
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diperoleh kesimpulan mengenai
motivasi perempuan bekerja yang akan dijelaskan oleh Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. Kategori Motivasi Perempuan Bekerja, Data Responden Istri di
Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Kebutuhan Jumlah Responden Persentase
finansial 28 93,33
sosial relasional 2 6,67
aktualisasi diri 0 0
TOTAL 30 100
Pada Tabel 12 terlihat bahwa responden yang memiliki motivasi ekonomi
sebanyak 93,33 persen. Responden yang memiliki motivasi lain yaitu non-
ekonomi terbagi atas dua kebutuhan yaitu sosial relasional sebanyak 6,67 persen
dan aktualisasi diri nol persen. Tabel tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan
utama mayoritas para responden istri untuk bekerja adalah kebutuhan finansial.
Mereka merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup
rumahtangganya, sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur
sekolah mereka akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal
mungkin.
55
BAB VII
PEMBAGIAN KERJA DALAM RUMAHTANGGA PEDAGANG SAYUR
KELILING
Pembagian kerja dalam rumahtangga pedagang sayur keliling sangat
tergantung pada kehadiran istri. Apabila istri dan suami tidak tinggal bersama,
maka suami harus melakukan kerja produktif sekaligus reproduktif sendiri.
Apabila istri tinggal bersama suami pada waktu tertentu, maka pekerjaan
rumahtangga yang sebelumnya dilakukan suami sendiri dapat dialihkan untuk
kemudian dikerjakan oleh istri. Berikut ini penjelasan mengenai variasi
pembagian kerja dalam rumahtangga pedagang sayur tersebut di bidang produktif,
reproduktif, dan kemasyarakatan.
7.1. Kegiatan Produktif
Kegiatan produktif respoden pedagang sayur keliling adalah kegiatan-
kegiatan dalam usaha perdagangan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Para pedagang sayur keliling dapat juga disebut sebagai distributor bahan
makanan sehari-hari dari pasar menuju ke konsumennya. Mereka membeli barang
dagangan di Pasar Tradisional Pondok Gede yang berjarak kurang lebih satu
kilometer dari Kampung Bojong Rawa Lele. Kegiatan belanja barang dagangan
ini dilakukan para responden pada sekitar pukul 02.00 WIB, pada waktu itu akan
terlihat keramaian di Pasar Pondok Gede. Proses belanja tersebut memakan waktu
bagi para responden sekitar dua jam bahkan lebih.
Setelah belanja selesai, para pedagang sayur kembali ke kediaman masing-
masing untuk mempersiapkan bahan-bahan yang dibeli tadi. Persiapan yang
56
dilakukan antara lain mengecer bahan yang dibeli dalam jumlah besar atau banyak
menjadi ukuran kecil dan telah dibungkus. Sebagai contoh seorang pedagang
sayur keliling membeli cabai merah satu kilogram di Pasar Pondok Gede, maka
seusai belanja mereka membungkus cabai menjadi beberapa bungkus kecil dan
dihargai sesuai ukuran atau keinginan pedagang sayur tersebut. Setelah
melakukan persiapan barang dagangan, maka para pedagang sayur keliling
tersebut siap menjualnya kepada para konsumen di perumahan atau tempat tinggal
sesuai tempat yang biasa digunakan sebagai tempat berjualan.
7.1.1. Pembagian Kerja Produktif Responden Pedagang Sayur Keliling
Saat istri tidak bekerja, suami melakukan kegiatan produktif sendiri.
Ketika istri bekerja, pada umumnya tidak ada pembagian kerja yang begitu
berbeda antara suami dan istri yang bekerja sebagai pedagang sayur keliling. Hal
ini dapat diketahui dari tahap pembelian barang sampai penjualan semua
dilakukan tiap pedagang sayur keliling baik laki-laki maupun perempuan. Ada hal
yang membedakan antara tugas suami dan istri pada kerja produktif antara lain
mayoritas para suami berbelanja menuju Pasar Pondok Gede menggunakan
gerobaknya sendiri, sedangkan sang istri berbelanja menuju Pasar Pondok Gede
dengan menggunakan angkutan umum. Hal seperti ini memiliki alasan tersendiri,
seperti pengungkapan salah satu responden suami sebagai berikut (KSM, 42
tahun) :
“ ...Kalau ibu ngga bisa belanja pake gerobak, soalnya nanti bawa barangnya
susah, jadi cuma Bapak yang bawa gerobak...”
57
Responden suami lain menambahkan (SMH, 43 tahun) :
“... Belanja ya pake gerobak, biar ngga keluar ongkos banyak. Kalo ibu naik
ojek kalo ngga ya naik becak karena belanjanya kan malem ntar bisa kenapa-
napa, trus ibu juga ngga kuat nanjak di tanjakan Roda Kencana... ”
Tahapan kerja produktif para pedagang sayur keliling secara rinci yaitu
pertama belanja barang dagangan. Tahap ini suami dan istri berpisah karena istri
menggunakan alat transportasi umum seperti ojek, angkutan umum atau becak,
sedangkan suami membawa gerobaknya. Tujuan keduanya sama yaitu Pasar
Pondok Gede. Pada tahap ini suami dan istri cenderung sibuk dengan barang
dagangan masing-masing, karena mereka sering mendapat pesanan barang dari
konsumennya. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika suatu waktu sang istri
menitipkan barang yang hendak dibeli kepada suaminya ataupun sebaliknya.
Setelah selesai berbelanja, suami dan istri membawa barang dagangannya masing-
masing menuju rumah kontrakannya.
Tahap selanjutnya adalah membungkus dan merapihkan barang dagangan.
Pada tahap ini suami istri saling membantu mengecer, membungkus dan
merapihkan barang dagangannya, tahap ini harus dilakukan setidaknya dua jam
sebelum kemudian dijual kepada konsumen. Setelah selesai membungkus dan
merapihkan barang dagangan, maka para pedagang sayur siap berangkat menuju
tempatnya berjualan. Pada tahap ini suami dan istri berada pada urusan
berjualannya masing-masing karena tempat mereka berdagang berbeda.
Berdasarkan data dari para responden yang diperoleh di lapangan didapat
bahwa dua responden keluarga tidak melakukan hal yang sama seperti tahapan
kerja produktif yang dilakukan responden keluarga lain. Responden tersebut
58
adalah pasangan suami istri Pak STR (48 tahun) dan Ibu KSM (40 tahun) beserta
pasangan suami istri Pak WHD (43 tahun) dan Ibu WYR (38 tahun). Pasangan
pertama adalah pasangan yang berbeda mata pencaharian. Pencaharian Pak STR
adalah sebagai tukang ojek dan Ibu KSM adalah sebagai pedagang sayur keliling.
Perbedaan mata pencaharian ini membuat perbedaan pada kerja produktif di
keluarganya. Apabila responden keluarga lain terpisah antara suami istri pada
tahap belanja kebutuhan dagangan di pasar, maka pasangan Pak STR dan Ibu
KSM sebaliknya, sebagai suami Pak STR mengantar istrinya berbelanja ke Pasar
Pondok Gede menggunakan motor miliknya. Sewaktu menjualnya juga demikian,
Pak STR yang membawa gerobak sayur istrinya, sedangkan istrinya mengikutinya
dari belakang, setelah sampai di tujuan Pak STR kembali ke kontrakan dan Ibu
KSM berjualan sayur.
Hal ini dilakukan Pak STR karena jarak tempat berjualan Ibu KSM di
perumahan Jati Kramat dari rumah kontrakannya di Kampung Bojong Rawa Lele
sejauh kurang lebih dua kilometer. Alasan lain yang dikemukakan Pak STR
adalah jam kerja Pak STR menarik ojek adalah malam hari, jadi pagi hari
dilakukan untuk membantu istri berbelanja dan membawakan gerobak untuk
berjualan. Siang hari setelah berjualan, pada pukul 14.00 WIB Pak STR
menunggu di depan perumahan Jati Kramat dan setelah bertemu Ibu KSM pulang
dengan angkutan umum dan Pak STR membawa gerobak sayur sampai rumah
kontrakannya. Hal ini dilakukan pasangan ini setiap hari. Pak STR sendiri mulai
menarik ojek setelah pukul 19.00 WIB.
59
Responden lain yaitu Pak WHD memiliki perbedaan dalam cara
berbelanja, Pak WHD dan Ibu WYR berbelanja di Pasar Pondok Gede secara
bersama-sama dengan menggunakan angkutan umum. Hal ini dilakukan mereka
dengan alasan Ibu WYR baru bekerja beberapa bulan sehingga masih
membutuhkan panduan atau pertolongan untuk memilih dan membawa barang-
barang dagangannya. Pada tahap pembungkusan dan penjualan pasangan ini sama
seperti responden keluarga lain.
7.1.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan
Produktif
Curahan waktu antara responden keluarga dan antara responden suami
serta istri dalam kegiatan produktif terdapat sedikit perbedaan. Curahan waktu
yang diukur yaitu curahan waktu responden dalam melakukan tahapan kegiatan
dalam berdagang sayur. Pada Tabel 13 disajikan curahan waktu kerja produktif
total responden suami dan istri.
Tabel 13. Curahan Waktu Kerja Produktif Responden Suami dan Responden
Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Aktivitas dalam Satu Hari Responden suami Responden istri
Jam/hari Persen Jam/hari Persen
Belanja 1,8 17,59 1,67 16,81
Membungkus Barang
Dagangan 1,73 16,91 1,73 17,42
Berjualan 6,7 65,49 6,53 65,76
TOTAL 10,23 100 9,93 100
Pada Tabel 13 terlihat bahwa responden suami lebih banyak
menghabiskan waktunya dalam kegiatan produktif atau mencari nafkah. Rata-rata
responden suami menghabiskan waktu 10,23 jam per hari untuk mencari nafkah,
sedangkan responden istri menghabiskan waktu 9,93 jam per hari untuk mencari
nafkah. Faktor yang mempengaruhi perbedaan waktu dalam kegiatan produktif ini
60
dapat dilihat dari tahap belanja barang dagangan. Responden suami lebih banyak
menghabiskan waktu berbelanja karena mereka membawa gerobaknya menuju
pasar, perjalanan membawa gerobak ke Pasar Pondok Gede dari Kampung
Bojong Rawa Lele memakan waktu sekitar 20 sampai 30 menit. Responden istri
yang menggunakan sarana angkutan umum kurang lebih menghabiskan waktu 10
menit dengan ojek, 15 menit dengan angkutan umum, dan 20 sampai 30 menit
dengan menggunakan becak.
Kegiatan berbelanja ke Pasar Pondok Gede dilakukan para responden
keluarga antara pukul 04.00 sampai 05.00 WIB. Variasi waktu belanja antara
responden keluarga ini antara satu, satu setengah sampai dua jam. Tabel 14
memperlihatkan perincian curahan waktu belanja antara responden suami dan
istri.
Tabel 14. Curahan Waktu Belanja Barang Dagangan Antara Responden Suami
dan Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele
2009
Curahan Waktu Belanja Responden suami Responden istri
Jumlah Persen Jumlah Persen
1 jam 2 6,67 5 16,67
1,5 jam 8 26,67 10 33,33
2 jam 20 66,67 15 50
TOTAL 30 100 30 100
Mayoritas responden suami dan istri menghabiskan waktu berbelanja
selama dua jam. Berdasarkan informasi dari lapangan diperoleh bahwa semakin
sedikit waktu berbelanja menjelaskan bahwa pedagang sayur tersebut telah
memesan beberapa barang dagangan dengan beberapa penjual atau pemasok para
pedagang sayur sehari sebelum barang tersebut di jual kepada konsumen.
61
Pemesanan dilakukan di rumah kontrakan penjual, karena rumah kontrakan para
penjual atau pemasok tidak begitu jauh dari Kampung Bojong Rawa Lele. Setelah
pemesanan dan pembayaran barang dagangan pada malam hari selesai, besok
harinya para tukang sayur hanya mengambil barang yang dipesannya tanpa harus
melakukan tawar-menawar atau mencari lagi barang yang akan dibeli.
Faktor kedua yang mempengaruhi kegiatan produktif responden suami
lebih lama dari responden istri adalah waktu berjualan yang digunakan responden
suami lebih lama dari responden istri. Hal ini dipengaruhi antara lain dengan rute
responden suami berkeliling untuk berdagang sayur lebih jauh daripada responden
istri. Hal lain yang mempengaruhi adalah besarnya perumahan tempat berjualan
pedagang sayur membuat mereka berkeliling dengan memakan waktu yang cukup
lama. Tabel 15 menunjukkan curahan waktu berjualan antara responden suami
dan istri.
Tabel 15. Curahan Waktu Berjualan Antara Responden Suami dan Responden
Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Curahan Waktu
Berjualan
Responden Suami Responden Istri
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
4 - 4,5 jam 2 6,67 0 0
5 - 5,5 jam 5 16,67 6 20
6 - 6,5 jam 4 13,33 8 26,67
7 - 7,5 jam 13 43,33 14 46,67
8 - 8,5 jam 6 20 2 6,67
TOTAL 30 100 30 100
Mayoritas responden suami bekerja 7 sampai 7,5 jam perhari, begitu pula
responde istri. Curahan waktu berjualan kedua terbesar pada responden suami
adalah bekerja selama 8 sampai 8,5 jam perhari. Pada reponden suami terdapat
dua orang yang mencurahkan waktu berjualan 4 sampai 4,5 jam perhari, para
62
responden ini masing-masing adalah Pak STR (48 tahun) dan Pak JNO (41 tahun).
Pekerjaan Pak STR adalah seorang tukang ojek, beliau bekerja dari pukul 19.00
WIB sampai 23.00 WIB. Pak Sastro biasa menarik ojek di sekitar Pasar Pondok
Gede. Alasan beliau bekerja malam hari adalah pada pagi hari Pak STR lebih
memilih untuk membantu istri berdagang.
Responden lain yaitu Pak JNO adalah seorang tukang sayur keliling yang
berjualan di pemukiman penduduk yang dinamakan Sahabat. Jarak Kampung
Bojong Rawa Lele menuju Sahabat hanya 300 meter, selain itu pemukiman
tersebut merupakan pemukiman padat penduduk. Pak Jono hanya perlu menunggu
pembeli di suatu tempat. Tempat tersebut biasa digunakannya untuk berjualan,
sehingga Pak JNO tidak perlu berkeliling lebih jauh untuk mendapatkan pembeli.
Pak JNO juga menambahkan bila ia merasa pendapatannya masih kurang pada
hari itu, maka ia akan berkeliling lebih jauh untuk menjual barang dagangannya.
Mayoritas responden istri berjualan memakan waktu 7 sampai 7,5 jam.
Curahan waktu berjualan terbesar kedua pada responden istri adalah bekerja
selama 6 sampai 6,5 jam perhari. Pada responden istri terdapat dua responden
yang bekerja 8 sampai 8,5 jam perhari. Responden tersebut masing-masing adalah
Ibu DNH (40 tahun) dan Ibu SR (40 tahun). Ibu DNH berjualan selama 8,5 jam
perhari. Hal ini dilakukan Ibu DNH semata-mata untuk mendapatkan keuntungan
yang banyak, karena pada dasarnya Ibu DNH adalah pedagang sayur keliling
musiman. Ibu DNH hanya bekerja sebagai tukang sayur ketika dua dari ketiga
anaknya libur sekolah, selebihnya Ibu DNH hanya mengurus kedua anaknya di
kampung.
63
Responden lain yaitu Ibu SR berjualan selama 8 jam perhari. Ibu SR
berjualan bersama suaminya Pak SNR (42 tahun) di perumahan Bukit Kencana,
perumahan ini berjarak kira-kira satu kilometer dari Kampung Bojong Rawa Lele.
Perumahan Bukit Kencana merupakan perumahan yang besar, sehingga Ibu SR
bersama suaminya Pak SNR berkeliling cukup jauh untuk berdagang sayur di
perumahan tersebut.
Pada pembagian kerja produktif diperoleh kesimpulan bahwa responden
suami lebih banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan produktif atau
mencari nafkah. Rata-rata responden suami menghabiskan waktu 10,23 jam per
hari untuk mencari nafkah, sedangkan responden istri menghabiskan waktu 9,93
jam per hari untuk mencari nafkah. Beberapa faktor yang mempengaruhinya
antara lain waktu belanja responden suami yang lebih lama karena mereka
membawa gerobaknya sendiri ke Pasar Pondok Gede, sedangkan responden istri
menggunakan angkutan umum untuk berbelanja. Faktor lain yang mempengaruhi
curahan waktu produktif suami lebih lama dibandingkan istri adalah rute
responden suami berkeliling untuk berdagang sayur lebih jauh daripada responden
istri serta pengaruh besarnya perumahan tempat berjualan pedagang sayur
membuat mereka berkeliling dengan memakan waktu yang cukup lama.
7.2. Kegiatan Reproduktif
Kegiatan reproduktif yang dilakukan oleh responden pedagang sayur
keliling meliputi memasak, mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Beberapa
rumahtangga masih ada kegiatan mengasuh anak, namun tidak seluruh responden
keluarga membawa anak mereka saat pengambilan data dilakukan.
64
7.2.1. Pembagian Kerja Reproduktif Responden Pedagang Sayur keliling
Pada kerja reproduktif, hampir seluruh responden keluarga membebankan
kepada responden istri. Tabel 16 menunjukkan pembagian kerja reproduktif
tersebut.
Tabel 16. Pembagian Kerja Reproduktif Antara Responden Suami dan
Responden Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Aktivitas Reproduksi Responden Suami (%) Responden Istri (%)
Memasak 3,33 100
Mencuci 0 100
Membersihkan Rumah 16,67 100
Responden suami dan respoden istri menyatakan bahwa mencuci adalah
pekerjaan rumahtangga yang dominan dilakukan istri. Pada pekerjaan lain seperti
membersihkan rumah diperoleh bahwa beberapa responden suami melakukan hal
tersebut, pada data tercatat bahwa lima responden suami (16,67 persen)
membersihkan rumah. Pekerjaan tersebut bagi suami sebenarnya bukan
merupakan pekerjaan setiap hari yang dilakukan suami, melainkan pekerjaan yang
dapat dipertukarkan dengan istri. Pekerjaan rumahtangga lain yaitu memasak
hanya dilakukan oleh satu responden saja, responden tersebut adalah Pak STR (48
tahun) yang bekerja sebagai tukang ojek. Pak STR memasak pada pagi hari,
namun hal ini juga tidak dilakukan setiap hari, seperti penuturannya sebagai
berikut :
“...habis Saya nganter ibu jualan Saya pulang, kalo lagi ngga males ya Saya
masak untuk siang atau kalo lagi lapar ya saya makan pagi. Tapi kalo lagi
males ya Saya beli makan di warung aja...”
65
Berdasarkan data tersebut diperoleh bahwa seluruh responden istri masih
mendominasi pekerjaan rumahtangga. Tidak ada hal yang mempengaruhi
kerjasama antara suami istri terutama dalam menangani masalah pekerjaan
rumahtangga seperti asal daerah responden keluarga. Seluruh responden keluarga
pada penelitian ini berasal dari daerah yang sama yaitu Pekalongan.
7.2.2. Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan
Reproduktif
Berdasarkan peninjauan peneliti di lapangan juga diperoleh informasi
bahwa waktu luang yang dimiliki para responden adalah dari sekitar pukul 16.30
WIB sore sampai 21.00 WIB. Pada rentang waktu empat setengah jam tersebut
para responden menggunakan waktu antara lain untuk berkumpul bersama
keluarga, berkumpul bersama teman, waktu santai dan mengerjakan pekerjaan
rumahtangga. Dari berbagai aktivitas yang dilakukan di waktu luang para
responden, diperoleh data bahwa untuk melakukan aktivitas rumahtangga seperti
mencuci, memasak, dan membersihkan rumah membutuhkan rata-rata curahan
waktu responden istri adalah kurang lebih sebanyak satu setengah jam. Tiga
aktivitas rumahtangga tersebut merupakan aktivitas yang lazim dilakukan tiap
responden keluarga diantara berbagai aktivitas rumahtangga lainnya. Tabel 17
menunjukkan informasi rata-rata curahan waktu responden keluarga dalam
melakukan aktivitas rumahtangga.
66
Tabel 17. Curahan Waktu Rata-rata Kerja Reproduktif Responden Suami dan
Responden Istri dalam Satu Hari di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Aktivitas dalam Satu
Hari
Responden suami Responden istri
Jam/hari Persen Jam/hari Persen
Memasak 0,016 16,67 0,5 33,33
Mencuci 0 0 0,5 33,33
Membersihkan Rumah 0,08 83,33 0,5 33,33
TOTAL 0,096 100 1,5 100
Pada pekerjaan rumahtangga responden suami hanya mengandalkan
kehadiran istri. Satu dari tigapuluh respoden suami yang meluangkan waktu untuk
memasak, waktu yang dicurahkan untuk memasak kurang lebih selama tigapuluh
menit. Pada pekerjaan membersihkan rumah seperti menyapu dan mengepel, para
responden mengaku menghabiskan waktu masing-masing pekerjaan selama
limabelas menit sehingga jumlah waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan
rumah adalah selama tigapuluh menit. Responden suami pada pekerjaan ini
meluangkan waktu sekitar tigapuluh menit dan responden suami yang melakukan
pekerjaan ini tercatat hanya lima responden.
Responden istri tetap bertanggungjawab penuh pada pekerjaan
rumahtangga. Keterlibatan suami pada pekerjaan rumahtangga hanya sebagai
pengganti jika istri tidak melakukan pekerjaan seperti membersihkan rumah. Pada
data tercatat pekerjaan rumahtangga yang dapat dikerjakan suami adalah memasak
dan membersihkan rumah.
7.3. Kegiatan Kemasyarakatan
Kegiatan kemasyarakatan di Kampung Bojong Rawa Lele sebenarnya
cukup banyak, namun kegiatan tersebut hanya diperuntukkan bagi warga asli
67
Kampung Bojong Rawa Lele saja. Kegiatan yang dilakukan di Kampung ini
seperti layaknya daerah lain seperti Posyandu, Rapat RT, Pengajian, dan Arisan.
Beberapa responden sendiri bercerita tentang perbedaan yang dirasakan bagi
warga pendatang yang tinggal di daerah Kampung Bojong Rawa Lele. Para
responden menjelaskan bahwa mereka tidak diikutsertakan dalam kegiatan
kemasayarakatan di wilayah tersebut, namun hal tersebut tidak menjadi masalah
karena mereka cenderung sulit membagi waktu antara kegiatan kemasyarakatan
dengan waktu istirahat mereka.
Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan antara lain hadir pada selamatan
di lingkungan sekitar. Para responden menjelaskan bahwa kadang-kadang mereka
sering diundang pada acara selamatan para tetangganya. Mereka juga mengaku
bahwa mereka tidak pernah melakukan selamatan di lingkungan Kampung
Bojong Rawa Lele, mereka melakukan selamatan di kampung mereka sendiri.
Kegiatan kemasyarakatan lain yang dilakukan beberapa responden adalah
melakukan pertemuan dengan pengurus dan anggota lain yang tergabung dalam
Paguyuban Mitra Sejahtera. Paguyuban ini merupakan perkumpulan sejenis
koperasi namun bukan badan yang sah secara hukum, hanya perkumpulan untuk
saling membantu memperlancar modal dagang para anggota. Anggota paguyuban
ini mayoritas adalah para pendatang yang berprofesi sebagai tukang sayur.
Pertemuan para anggota dan pengurus sendiri dilakukan pada setiap bulan
Agustus.
7.3.1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Kemasyarakatan
Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh seluruh responden adalah
menghadiri selamatan. Tidak ada perbedaan peran dalam menghadiri selamatan
68
ini, suami dan istri menghadiri bersama-sama. Tabel 18 memperlihatkan
pembagian kerja responden keluarga dalam kegiatan kemasyarakatan.
Tabel 18. Pembagian Kerja Kemasyarakatan Responden Suami dan Responden
Istri di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Aktivitas
Kemasyarakatan Responden Suami (%) Responden Istri (%)
Menghadiri Selamatan 100 100
Perkumpulan Paguyuban 50 0
Pada kegiatan selamatan, responden suami dan istri sama-sama menghadiri
selamatan. Pada kegiatan perkumpulan paguyuban, tercatat dari tigapuluh
responden keluarga yang mengikuti Paguyuban Mitra Sejahtera yang menjadi
anggotanya sebanyak duapuluh orang. Berdasarkan keterangan dari duapuluh
orang tersebut yang sering mengikuti perkumpulan setahun sekali pada bulan
Agustus tersebut hanya limabelas orang. Acara ini hanya dihadiri oleh para kepala
keluarga.
7.3.2 Curahan Waktu Responden Pedagang Sayur Keliling dalam Kegiatan
Kemasyarakatan
Mayoritas responden menyatakan tidak terlalu menghabiskan waktu dalam
kegiatan kemasyarakatan, mereka lebih memilih berkumpul bersama keluarga di
rumah kontrakan mereka sendiri. Pada responden istri dan suami menghadiri
selamatan paling lama hanya satu jam. Responden suami yang melakukan
perkumpulan paguyuban yang dihitung pada rata-rata tersebut adalah berjumlah
limabelas orang, mereka melakukan perkumpulan rata-rata dua jam untuk
membahas laporan kas terakhir tahun tersebut. Perkumpulan ini sendiri dilakukan
satu tahun sekali pada bulan Agustus menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia.
69
Pembagian kerja keluarga pedagang sayur keliling terlihat cukup fleksibel
atau dapat dialihkan tugasnya. Seperti contoh bagi para responden istri yang
merupakan pedagang sayur musiman, saat istri berada di kampung untuk
mengurus anak mereka suami yang tinggal di kota untuk bekerja melakukan
segala sesuatunya sendiri. Kegiatan produktif, kemasyarakatan, bahkan
reproduktif dilakukan suami sendiri sekalipun aktivitas tertentu seperti makan
dapat dialihkan kepada orang lain (diluar peran suami dan istri) karena mereka
tidak memasak sendiri.
Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Bila
sebelum istri datang ke kota, suami melakukan semua aktivitas dari kegiatan
produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan, namun saat istri datang ke kota
beberapa peran tersebut dapat dialihkan kepada istri. Peran tersebut terutama
adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
responden istri menanggung beban ganda saat di satu sisi mereka harus bekerja
dan si sisi lain mereka juga melakukan kegiatan reproduktif.
7.4. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi
Perempuan Bekerja
Berdasarkan hasil penelitian tentang motivasi perempuan bekerja,
diperoleh bahwa motivasi ekonomi mempengaruhi tingginya curahan waktu
bekerja. Hal ini dapat dijelaskan pada tabel 19 di bawah ini.
Tabel 19. Hubungan Curahan Waktu Perempuan Bekerja dengan Motivasi
Perempuan Bekerja, Data Responden Keluarga di Kampung Bojong
Rawa Lele 2009
Curahan Waktu Bekerja Motivasi Bekerja
Ekonomi Non-Ekonomi
Tinggi 20 2
Rendah 8 0
Total Responden 28 2
70
Bagi perempuan yang memiliki motivasi ekonomi, kurangnya kebutuhan
keuangan bagi rumahtangga membuat mereka bekerja. Saat istri bekerja, mereka
hanya berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari hasil berjualan pada hari itu.
Hal ini yang membuat mereka mencurahkan waktu dalam bekerja yang tinggi,
yaitu 9,93 jam perhari.
Bagi perempuan yang memiliki motivasi non-ekonomi, pendapatan suami
yang telah mencukupi mereka tidak membuat curahan waktu bekerja mereka
rendah. Tabel 19 memperlihatkan bahwa perempuan yang memiliki motivasi non-
ekonomi juga memiliki curahan waktu bekerja yang tinggi.
7.5. Ikhtisar
Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Peran
suami yang sebelumnya melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif,
reproduktif, dan kemasyarakatan dapat dialihkan beberapa perannya kepada istri.
Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif.
Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa responden istri menanggung beban ganda
saat di satu sisi mereka harus bekerja dan di sisi lain mereka juga melakukan
kegiatan reproduktif.
Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri
cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan,
membungkus barang dagangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan
produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami
mencurahkan waktu dalam sehari sekitar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan
waktu sekitar 9,93 jam perhari.
71
Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif, peran istri sangat besar
dibandingkan peran suami. Semua istri bertanggungjawab atas aktivitas
rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah. Curahan
waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak dari
suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian kerja
kemasyarakatan, keterlibatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri
selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada
sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan
kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami.
Tabel 20 memperlihatkan total kegiatan yang dilakukan responden suami
dan istri serta durasi dari kegiatan yang dilakukan setiap hari.
Tabel 20. Total Curahan Waktu perhari Responden Suami dan Responden Istri
di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Aktivitas Produktif Responden suami Responden istri
Jam/hari Persen Jam/hari Persen
Belanja 1,8 7,5 1,67 6,9
Membungkus Barang Dagangan 1,73 7,2 1,73 7,2
Berjualan 6,7 27,91 6,53 27,2
Aktivitas Reproduktif
Memasak 0,016 0,06 0,5 2,08
Mencuci 0 0 0,5 2,08
Membersihkan Rumah 0,08 0,33 0,5 2,08
Aktivitas Pribadi
Tidur (siang dan malam)
Waktu luang
Lain-lain (mandi, ibadah, dll)
7
5,184
1,49
29,16
21,6
6,19
7
4,08
1,49
29,16
17
6,19
TOTAL kegiatan perhari 24 100 24 100
Tabel 20 memperlihatkan aktivitas produktif dan reproduktif yang
dilakukan sehari-hari oleh responden suami dan istri. Terlihat pada Tabel 18
bahwa rata-rata responden istri meluangkan 11,43 jam perhari untuk bekerja di
72
luar rumah dan di rumah, sedangkan responden suami hanya menghabiskan waktu
10,32 jam perhari untuk bekerja di rumah dan di luar rumah. Hal ini menjelaskan
bahwa beban kerja istri sangat terlihat jelas dari aktivitas-aktivitas yang
dilakukannya. Bekerjanya istri tidak bisa membuatnya melepaskan tanggung
jawab terhadap aktivitas rumahtangga, sebaliknya bekerjanya istri yang semula
ingin membantu perekonomian keluarga ternyata menjadi beban kerja untuk
mereka sendiri.
Motivasi ekonomi mempengaruhi curahan kerja bekerja perempuan.
Kurangnya kebutuhan keuangan bagi rumahtangga membuat mereka bekerja
keras untuk mendapat penghasilan yang dapat mencukupi kebutuhan mereka.
73
BAB VIII
POLA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA
Bab ini mencoba melihat posisi perempuan sebagai pengambil keputusan
dalam pekerjaan, rumahtangga, dan masyarakat. Pada proses pengambilan
keputusan dalam keluarga, akan dilihat proses pengambilan keputusan sewaktu
istri belum bekerja dan sewaktu istri bekerja. Hal ini dilakukan untuk
menganalisis apakah terjadi proses perubahan distribusi kekuasaan antara suami
dan istri saat istri belum bekerja atau sudah bekerja.
8.1. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif
Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan produktif responden keluarga
perempuan pedagang sayur keliling mencakup : pengelolaan penghasilan
keluarga, waktu bekerja, dan pembelian gerobak sayur. Tabel 21 menjelaskan
jumlah pola pengambilan keputusan kegiatan produktif responden istri.
Tabel 21. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Produktif Perempuan
Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data
Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Bidang Keputusan
Pola Pengambilan Keputusan
Sebelum Istri Bekerja (n=30) Sesudah Istri Bekerja
(n=30)
IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS
Pengelolaan penghasilan
keluarga - - 5 - 25 - 5 25 - -
Waktu bekerja - - 5 - 25 - - 30 - -
Pembelian gerobak sayur - - - 1 29 - - - 2 28
Keterangan : IS : Istri Sendiri
ID : Istri Dominan
SI : Suami Istri
SD : Suami Dominan
SS : Suami Sendiri
74
Keputusan istri untuk terlibat dalam kegiatan mencari nafkah dianggap
penting karena keputusan tersebut akan mempengaruhi peran istri dalam
melakukan pekerjaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka terlebih dahulu
ditanyakan kepada responden istri atas inisiatif siapa mereka bekerja. Artinya,
siapa yang menjadi penentu terakhir bahwa perempuan tersebut terlibat dalam
bidang nafkah sekalipun mereka terpengaruh oleh keadaan atau orang-orang
disekitar mereka. Data yang diperoleh adalah seluruh responden menyatakan
bahwa inisiatif untuk bekerja berasal dari mereka sendiri sekalipun tercatat pada
data suami, saudara dan teman mereka mempengaruhi mereka untuk bekerja
secara tidak langsung.
Pada Tabel 21 terlihat pemisahan pola pengambilan keputusan dalam
keluarga berdasarkan waktu saat istri belum bekerja dan setelah bekerja. Pada data
tercatat lima responden keluarga menyatakan bahwa setelah menikah mereka
berdua datang merantau untuk mengadu nasib di Bekasi. Sehingga pada tabel
tersebut kelima responden keluarga tersebut berada pada tabel bagian sebelum dan
setelah istri bekerja. Duapuluh lima responden keluarga lain meyatakan bahwa
suami lebih dulu merantau setelah menikah, beberapa tahun setelah anak mereka
telah berusia sekolah maka istri mereka mulai bekerja bersama suaminya.
Hal terpenting dalam keluarga jika suami dan istri sama-sama bekerja
adalah pengelolaan penghasilan yang didapat oleh suami dan istri. Pada tabel 19
terdapat informasi bahwa sewaktu suami masih bekerja sendiri dan terpisah dari
istrinya di kampung, 25 responden keluarga mengaku suami yang mengelola
penghasilan yang didapat. Hanya lima responden keluarga yang menyatakan
75
bahwa suami dan istri mengelola penghasilan itu bersama-sama. Mereka adalah
pasangan yang bekerja bersama setelah menikah, sehingga secara otomatis
mereka dapat mengelola pendapatan bersama, tanpa ada pihak yang merasa lebih
berhak mengelola keuangan karena ia telah bekerja.
Setelah istri bekerja, ternyata posisi atau kedudukan istri yang sebelumnya
hanya menerima pendapatan dari suami tanpa mengetahui bagaimana
pengelolaannya akhirnya dapat bekerjasama dengan suami untuk mengelola
pendapatan mereka bersama. Duapuluh lima responden keluarga menyatakan
bahwa mereka bekerjasama dalam mengelola pendapatan yang diperolehnya.
Lima responden keluarga lainnya ternyata berbeda, suami lebih mempercayai
pendapatan mereka dan pendapatan istri dikelola oleh istri mereka sendiri.
Keputusan lain yang ada dalam kegiatan produktif adalah penentuan
waktu berjualan. Sebelum istri bekerja, istri tidak bisa menentukan berapa lama
waktu yang dibutuhkan suami untuk berjualan. Setelah istri bekerja barulah terjadi
kesepakatan diantara mereka dalam hal waktu berjualan. Para responden
menyatakan bahwa sebenarnya yang terpenting adalah bukan berapa lama waktu
berjualan yang terpenting adalah mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya.
Kesimpulannya, waktu berjualan hanya menunjukkan berdayanya para perempuan
dalam memutuskan berbagai hal dalam pekerjaan mereka sendiri.
Keputusan untuk membeli gerobak sayur adalah keputusan mayoritas yang
dilakukan suami. Tercatat sebelum istri bekerja, 29 responden keluarga
menyatakan bahwa suami yang memutuskan mereka membuat gerobak seperti
apa. Hanya satu responden keluarga yang menyatakan bahwa istri dapat
76
mengemukakan pendapatnya dalam hal pembelian gerobak, responden keluarga
tersebut adalah salah satu dari lima responden keluarga yang bersama-sama
bekerja setelah menikah.
Pada dasarnya, dalam pembelian gerobak memiliki cara tersendiri. Para
pedagang sayur keliling membuat gerobaknya bukan dengan cara memesan,
namun membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat gerobaknya
sendiri. Dari bahan-bahan tersebut suatu keputusan menjadi penting. Keputusan
tersebut adalah bahan apa yang digunakan, apakah kayu atau besi, berapa banyak
bahan yang dibutuhkan dan model gerobak seperti apa yang diinginkan. Hal-hal
tersebut yang menjadi pertimbangan pedagang sayur membuat gerobaknya karena
menyangkut berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuatnya. Setelah semua
bahan dibeli, barulah pedagang sayur menyerahkan kepada pembuat gerobak.
Setelah istri bekerja, suami masih memegang kendali dalam hal
pembuatan gerobak. Hanya dua responden istri yang dapat mengemukakan
pendapat bagaimana gerobak yang diinginkannya, namun pengambil keputusa
utama masih ada di tangan suami. Hal ini dilakukan karena suami lebih
mengetahui bentuk gerobak yang sesuai dengan istrinya untuk berjualan.
8.2. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif
Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan reproduktif responden
keluarga perempuan pedagang sayur keliling mencakup : pembelian dan
penentuan menu makanan sehari-hari, pembelian alat rumahhtangga, biaya
pendidikan anak, perbaikan rumah, penentuan pendidikan anak, dan penentuan
dalam hal waktu kembali ke kampung. Berdasarkan tabel 22 dapat dilihat jumlah
77
pola pengambilan keputusan kegiatan reproduktif responden pedagang sayur
keliling.
Tabel 22. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Reproduktif Perempuan
Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja, Data
Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Bidang Keputusan
Pola Pengambilan Keputusan
Sebelum Istri Bekerja
(n=30)
Sesudah Istri Bekerja
(n=30)
IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS
Pembelian dan Penentuan Menu
Makanan 3 2 - - 25 21 9 - - -
Pembelian Alat Rumahtangga 1 19 8 1 1 9 20 1 - -
Biaya Pendidikan Anak - - 10 14 6 - 3 18 7 2
Penyewaan Rumah - - - 4 26 - 7 9 12 2
Perbaikan Rumah - - - - 30 - - - 7 23
Pendidikan Anak - - 17 13 - - - 29 1 -
Mudik - - 7 - 23 - - 30 - -
Keterangan : IS : Istri Sendiri
ID : Istri Dominan
SI : Suami Istri
SD : Suami Dominan
SS : Suami Sendiri
Pada Tabel 22 terlihat terdapat keragaman dalam keputusan di bidang
rumahtangga. Keputusan pertama yaitu pembelian dan penentuan menu makanan
adalah menggambarkan keputusan yang diambil mengenai menu makanan apa
yang akan dipilih sewaktu makan di rumah. Sebelum istri bekerja, duapuluh lima
responden keluarga menyatakan itu adalah keputusan suami karena istri tidak
berada bersama suami. Lima responden yang menyatakan bahwa istri dominan
dan memutuskan sendiri menu makanan adalah para responden keluarga yang
bekerja bersama setelah menikah. Setelah istri bekerja, istri memegang kendali
dalam hal memasak dan menu makanan apa yang akan disediakan di rumah.
78
Hanya sembilan responden suami yang menyatakan bahwa mereka kadang
meminta suatu menu untuk dimasakkan istrinya, selebihnya responden suami
menyerahkan kepada istri masalah makanan yang akan dimasak.
Pada pembelian alat rumahtangga tidak terjadi begitu perbedaan antara
sebelum dan sesudah istri bekerja. Dalam hal ini, istri dominan untuk membeli
alat-alat rumahtangga yang dibutuhkan rumahtangganya. Dalam hal penentuan
pendidikan anak, sebelum istri bekerja suami cukup medominasi hal tersebut.
Setelah istri bekerja, hal tersebut dapat dilakukan bersama antara suami dan istri,
walaupun ada beberapa responden keluarga yang menyatakan hal tersebut masih
didominasi suami.
Dalam hal penentuan rumah sewaan dan perbaikan rumah suami masih
mendominasi kedua keputusan tersebut. Para responden menyatakan bahwa sudah
menjadi tanggung jawab suami untuk menentukan hal-hal yang menyangkut
dengan tempat tinggal mereka. Penentuan pendidikan anak menjelaskan bahwa
pendidikan seperti apa yang terbaik untuk anak mereka. Pada jenis keputusan ini
terlihat kerjasama suami dan istri antara sebelum dan sesudah istri bekerja.
Keputusan untuk pulang ke kampung halaman ternyata terjadi pergeseran
antara sebelum dan sesudah istri bekerja. Sebelum istri bekerja, Suami
memutuskan sendiri kapan ia akan pulang. Setelah istri bekerja, terlihat terjadi
kesepakatan dalam memutuskan hal tersebut.
8.3. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan
Pola pengambilan keputusan dalam kegiatan kemasyarakatan responden
keluarga perempuan pedagang sayur keliling hanya mencakup menghadiri
79
selamatan. Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat jumlah pola pengambilan
keputusan kegiatan kemasyarakatan responden pedagang sayur keliling.
Tabel 23. Pengambilan Keputusan dalam Kegiatan Kemasyarakatan Perempuan
Pedagang Sayur Keliling Sebelum dan Setelah Bekerja Data
Responden Keluarga di Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Bidang Keputusan
Pola Pengambilan Keputusan
Sebelum Istri Bekerja
(n=30)
Sesudah Istri Bekerja
(n=30)
IS ID SI SD SS IS ID SI SD SS
Menghadiri
Selamatan 5 25 30
Keterangan : IS : Istri Sendiri
ID : Istri Dominan
SI : Suami Istri
SD : Suami Dominan
SS : Suami Sendiri
Berdasarkan Tabel 23 tersebut dapat dijelaskan mengenai peran suami dan
istri dalam kegiatan kemasyarakatan tidak terlalu berpengaruh. Hal yang terjadi di
sini adalah pada waktu sebelum istri bekerja secara otomatis suami hanya sendiri
di tempat perantauannya sehingga dalam menghadiri acara kemasyarakatan suami
hanya datang sendiri. Sewaktu istri sudah bekerja suami dan istri dapat
menghadiri acara kemasyarakatan bersama karena istri berada bersama suami.
8.4. Hubungan Curahan Waktu Bekerja Perempuan dengan Pengambilan
Keputusan dalam Rumahtangga
Hubungan antara curahan waktu dengan pengambilan keputusan dilihat
saat istri sudah bekerja dapat dilihat pada Tabel 24.
80
Tabel 24. Hubungan Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Setelah Istri
Bekerja dengan Curahan Waktu Bekerja, Data Responden Keluarga di
Kampung Bojong Rawa Lele 2009
Pengambilan Keputusan Curahan Waktu Bekerja
Tinggi Rendah
Tinggi (34 - 55) 7 0
Rendah (11 - 33) 15 8
Total Responden 22 8
Pada Tabel 24 terlihat bahwa responden istri yang memiliki curahan waktu
bekerja tinggi, belum tentu memiliki pengambilan keputusan yang tinggi pula.
Tercatat tujuh responden istri yang memiliki curahan waktu bekerja yang tinggi
ternyata juga memiliki tingkat pengambilan keputusan yang tinggi, namun
terdapat responden yang memiliki curahan waktu tinggi sebanyak duapuluh dua
responden ternyata memiliki tingkat pengambilan keputusan yang rendah.
Bagi responden yang memiliki curahan waktu bekerja rendah, terlihat
bahwa seluruh responden tersebut memiliki tingkat pengambilan keputusan yang
rendah. Berdasarkan data dari Tabel 24 tersebut dapat disimpulkan bahwa curahan
waktu bekerja tidak berpengaruh kepada tingkat pengambilan keputusan istri
dalam rumahtangganya. Penjelasan mengenai hal ini adalah budaya yang dianut
seluruh responden menyatakan bahwa setiap istri dapat bekerja, namun jangan
melupakan rumahtangganya, karena pada dasarnya bekerja adalah tugas utama
suami sebagai kepala rumahtangga.
8.5. Ikhtisar
Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat
pengambilan keputusan sebelum istri sebelum bekerja cenderung rendah dalam
81
kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri
mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan pada semua kegiatan.
Namun hal ini belum mengindikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat
pengambilan keputusannya tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh
responden istri yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi dari
tigapuluh responden istri yang bekerja.
Hubungan antara curahan waktu dengan pengambilan keputusan dilihat
saat istri sudah bekerja adalah bahwa curahan waktu bekerja tidak berpengaruh
kepada tingkat pengambilan keputusan istri dalam rumahtangganya. Penjelasan
mengenai hal ini adalah budaya yang dianut seluruh responden menyatakan
bahwa setiap istri dapat bekerja, namun jangan melupakan rumahtangganya,
karena pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala
rumahtangga.
82
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan
Motivasi bekerja perempuan pedagang sayur keliling di Kampung Bojong
Rawa Lele adalah motivasi ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari tujuan mereka
untuk bekerja adalah untuk mendapatkan tambahan penghasilan bagi keluarga.
Saat mereka bekerja jumlah teman yang diperoleh tidak mengindikasikan bahwa
mereka bekerja untuk mendapatkan relasi atau teman yang banyak, selain itu
mereka bekerja bukan untuk mengaktualisasikan diri mereka. Keterampilan dan
kemampuan yang terbatas membuat mereka hanya bisa bekerja di sektor informal.
Terdapat pengaruh pada kehadiran istri saat istri di kota untuk bekerja dan
saat istri di kampung untuk mengurus anak. Pengaruh tersebut dapat terlihat
dalam hal pembagian kerja dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
Pembagian kerja keluarga pedagang sayur keliling terlihat cukup fleksibel atau
dapat dialihkan tugasnya. Seperti contoh bagi para responden istri yang
merupakan pedagang sayur musiman, saat istri berada di kampung untuk
mengurus anak mereka suami yang tinggal di kota untuk bekerja melakukan
segala sesuatunya sendiri. Kegiatan produktif, kemasyarakatan, bahkan
reproduktif dilakukan suami sendiri sekalipun aktivitas tertentu seperti makan
dapat dialihkan kepada orang lain (diluar peran suami dan istri) karena mereka
tidak memasak sendiri.
Pembagian kerja berubah ketika istri datang ke kota untuk bekerja. Peran
suami yang sebelumnya melakukan semua aktivitas dari kegiatan produktif,
83
reproduktif, dan kemasyarakatan dapat dialihkan beberapa perannya kepada istri.
Peran tersebut terutama adalah peran-peran pada kegiatan reproduktif.
Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa responden istri menanggung beban ganda
saat di satu sisi mereka harus bekerja dan si sisi lain mereka juga melakukan
kegiatan reproduktif.
Pembagian kerja dalam kegiatan produktif antara suami dan istri
cenderung sama yaitu mereka sama-sama berbelanja barang dagangan,
membungkus barang dagangan dan berjualan. Curahan waktu pada kegiatan
produktif juga tidak terlalu berbeda jauh antara suami dan istri, suami
mencurahkan waktu dalam sehari sekitar 10,23 jam sedangkan istri mencurahkan
waktu sekitar 9,93 jam perhari. Pada pembagian kerja dalam kegiatan reproduktif,
peran istri sangat besar dibandingkan peran suami. Semua istri bertanggungjawab
atas aktivitas rumahtangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah.
Curahan waktu yang diberikan istri pada kegiatan rumah tangga juga lebih banyak
dari suami. Mayoritas suami tidak melakukan peran reproduktif. Pada pembagian
kerja kemasyarakatan, keterlibatan istri dan suami dalam kegiatan menghadiri
selamatan dapat dikatakan seimbang begitu pula pada curahan waktunya. Pada
sebagian responden yang mengikuti paguyuban Mitra Sejahtera dalam kegiatan
kemasyarakatan mereka, tercatat yang terlibat dalam kegiatan ini hanya suami.
Keterlibatan istri keluarga pedagang sayur keliling dalam proses
pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bekerja atau tidaknya istri. Tingkat
pengambilan keputusan sebelum istri sebelum bekerja cenderung rendah dalam
kegiatan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. Pada saat istri bekerja, istri
84
mendapatkan kesempatan dalam pengambilan keputusan pada semua kegiatan.
Namun hal ini belum mengindikasikan bahwa setelah istri bekerja maka tingkat
pengambilan keputusannya tinggi. Terlihat pada data bahwa hanya tujuh
responden istri yang memiliki tingkat pengambilan keputusan tinggi dari
tigapuluh responden istri yang bekerja.
Pada penelitian ini ditemukan hubungan antara motivasi perempuan
bekerja dengan curahan waktu bekerjanya. Motivasi ekonomi ternyata
mempengaruhi curahan waktu bekerja mereka. Hal ini terjadi karena kebutuhan
finansial yang secara umum belum mencukupi kebutuhan para responden. Mereka
merasa pendapatan suami kurang mencukupi kebutuhan hidup rumahtangganya,
sehingga setiap ada kesempatan untuk mereka seperti saat libur sekolah mereka
akan berdagang untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin.
Hal lain yang didapat dari penelitian ini adalah tidak ditemukan hubungan
antara curahan waktu dengan tingkat pengambilan keputusan. Penjelasan
mengenai hal ini adalah budaya yang dianut seluruh responden menyatakan
bahwa setiap istri dapat bekerja, namun jangan melupakan rumahtangganya,
karena pada dasarnya bekerja adalah tugas utama suami sebagai kepala
rumahtangga.
9.2. Saran
1. Penelitian ini kurang melihat variasi pekerjaan suami, untuk penelitian
selanjutnya diharapkan pekerjaan suami yang beragam diperhitungkan untuk
jelas dalam melihat variasi pembagian kerja tiap rumahtangga.
85
2. Kegiatan kemasyarakatan pada penelitian ini masih kurang, karena keadaan
masyarakat asli Kampung Bojong Rawa Lele yang kurang kooperatif terhadap
para pendatang. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat beberapa
kegiatan kemasyarakatan respondennya agar terlihat variasi pembagian kerja
pada peran kemasyarakatan.
86
DAFTAR PUSTAKA
Adriyani, Yeni. 2000. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap
Pola Pengambilan Keputusan dan Tingkat Kesejahteraan dalam Rumahtangga
Nelayan (Kasus Dusun Petoran, Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Agnes. 2008. Hak Perempuan Pekerja Masih Sering Diabaikan.
http://www.koalisi.org/detail.php?m=7&sm=14&id=919 (diakses tanggal 7
Mei 2009 jam 12:30 WIB).
Boserup, Ester. 1984. Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi,
penerjemah : Mien Joebhaar dan Sunarto. Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Darahim, Andarus. 2003. Kendala Upaya Pemberdayaan Perempuan Menuju
Kesetaraan Gender.
http://72.14.235.132/search?q=cache:y0vMzaf9qMcJ:www.menegpp.go.id/m
enegpp.php%3Fcat%3Ddetail%26id%3Dkesetaraan%26dat%3D8+Konsep+
WID,+WAD,+dan+GAD&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&client=firefox-a
(diakses tanggal 2 Februari 2009 jam 19.19 WIB).
Dewi, Utari. 2008. Jalan Panjang Menuju Gender dan Pembangunan di Indonesia. http://72.14.235.132/search?q=cache:DLd_LcUQLowJ:utaridewi.wordpress.c
om/2008/08/02/jalanpanjangmenujugenderdanpembangunandiindonesia/+Ko
nsep+WID,+WAD,+dan+GAD&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id&client=firefoa
(diakses tanggal 2 Februari 2009 jam 19.19 WIB).
Dixon, Ruth B. 1978. Rural Women at Work. United States of America : The
Johns Hopkins University Press.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta :
INSIST Press.
Hariwijaya dan Triton P.B. 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan
Skripsi. Yogyakarta : Tugu Publisher.
Hastuti, Endang Lestari. 2008. Hambatan Sosial Budaya dalam Pengarusutamaan
Gender Di Indonesia.
http://72.14.235.132/search?q=cache:fuftwSO1PmMJ:ejournal.unud.ac.id/abs
trak/(8)%2520socaendanghambatan%2520sosbud(1).pdf+HAMBATAN+SO
SIAL+BUDAYA+DALAM+PENGARUSUTAMAANGENDER+DI+INDO
NESIA&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id&client=firefox-a (diakses tanggal 3
Januari jam 13:32 WIB).
87
Kebayantini, Ni Luh Nyoman. 2008. Profil Pekerja Wanita Pada Pabrik Tempat
Lilin di Tabanan. http://ejournal.unud.ac.id/index.php?
movdule=detailpenelitian&idf=&idj=&idv=&idi=1&idr=624(diakses tanggal
1 Februari 2009, pukul 1:18 WIB).
Meliala, Annekhe Dahnita Sembiring. 2006. Pembagian Kerja Gender dalam
Rumahtangga Petani Pedagang Tanaman Hias (Kasus Sentra Bunga Dukuh
Nglurah, Kecamatan Tawangmangu, Kelurahan Tawangmangu, Kabupaten
Karanganyar, Solo, Jawa Tengah). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Mudzhar, H. M. Atho, Sajida A. Alvi, dan Saparinah Sadli. 2001. Wanita di
dalam Masyarakat Indonesia : Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan.
Yogyakarta : Sunan Kalijaga Press.
Mugniesyah, Siti Sugiah M. 2007. Ekologi Manusia, editor : Soeryo Adiwibowo.
Bogor : Fakultas Ekologi Manusia.
Rahmawaty, Neni. 2000. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita terhadap
Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga (Kasus Wanita Pekerja Industri
Kecil Manisan Pala di Desa Dramaga, Bogor). Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Safitri, Astri Sundari. 2006. Gender, Industri dan Pengaruhnya Terhadap Otonomi
Wantia dalam Pendidikan Anak (Kasus Buruh Wanita pada Industri Garment,
di Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Jawa Barat).
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sajogyo, Pudjiwati. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat
Desa. Jakarta : C.V. Rajawali.
Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan
Sosial. Jakarta : Yayasan Kalyanamitra.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori
Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka.
Sudarta, Wayan. 2008. Peranan Wanita dalam Pembangunan Berwawasan
Gender.http://ejournal.unud.ac.id/?module=detailpenelitian&idf=14&idj=13
&idv=112&idi=105&idr=626. (diakses tanggal 24 April 2009, pukul 14:10
WIB).
88
Syakti, Fitria Sarah. 1997. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Terhadap
Perannya pada Pengambilan Keputusan dalam Keluarga. Tidak Diterbitkan.
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Widiarti, Asmanah dan Chiharu Hiyama. 2007. Prospek Pelibatan Perempuan
dalam Rehabilitasi Hutan. Jakarta : SUBUR Printing.
89
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sketsa Letak Kampung Bojong Rawa Lele dan Beberapa
Perumahan Tempat Pedagang Sayur Keliling Berjualan di Kelurahan
Jatimakmur
Keterangan :
1. Kampung Bojong Rawa Lele
2. Pasar Tradisional Pondok
Gede
3. Perumahan Roda Kencana
4. Perumahan Pondok Gede
Housing
5. Perumahan DDN
6. Perumahan Jatimakmur
Permai
7. Sahabat
8. Perumahan Bukit Kencana
9. Perumahan Rafflesia
10. Perumahan Sigma
11. Perumahan Duta Indah
12. Perumahan TMII
13. Perumahan Intan Lestari
14. Kantor Kelurahan
Jatimakmur
15. Perumahan Wisma Ratu
16. POM Bensin
17. C-62
90