Upload
lydien
View
225
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK DAUN TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SELEDRI
(Apium graveolens L) DENGAN TEKNOLOGI
HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG
Oleh :
RULLY PAISHAL
A34301051
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
RINGKASAN
RULLY PAISHAL. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri (Apium graveolens L) dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). (Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh naungan dan pupuk daun untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dalam teknologi hidroponik sistem terapung (THST). Penelitian dimulai dari bulan Januari 2005 sampai dengan Mei 2005. Bertempat di fasilitas THST, Danasworo Hydro-Garden, Ciapus, Bogor yang berada pada ketinggian 500 dpl.
Penelitian ini disusun dengan menggunakan rancangan split plot. Sebagai petak utama adalah aplikasi naungan yang terdiri dari dua perlakuan yaitu perlakuan tanpa naungan (N0) dan dengan naungan (N1). Anak petak adalah konsentrasi pupuk daun yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 g/l, 2 g/l, 4 g/l, 6 g/l. Dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan, setiap perlakuan diulang 10 kali, satu ulangan terdiri dari 15 tanaman, sehingga terdapat 80 satuan percobaan dengan 1 200 tanaman. Setiap ulangan digunakan tiga sampel sehingga total tanaman yang diamati sebanyak 240 tanaman sampel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi naungan berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman, kecuali pada panjang akar, yaitu pada tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah rumpun. Perlakuan naungan juga menurunkan hasil produksi tanaman seledri, yaitu pada jumlah tanaman yang hidup, bobot akar, bobot yang dapat dipasarkan per panel dan bobot yang dapat dipasarkan per tanaman. Tanaman tanpa naungan memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan tanaman dengan aplikasi naungan. Tanaman tanpa naungan juga mempunyai hasil produksi yang lebih baik dibandingkan tanaman dengan naungan. Aplikasi naungan meningkatkan kandungan klorofil a, b dan total pada daun.
Penggunaan pupuk daun sampai 6 g/l secara linier menurunkan pertumbuhan vegetatif pada tinggi tanaman 4-6 MST sedangkan pada variabel jumlah daun, diameter batang, panjang akar, dan jumlah rumpun tidak berpengaruh nyata. Penggunaan pupuk daun secara linier menurunkan hasil produksi pada bobot yang dapat dipasarkan per panel dari 281 gram sampai 190 gram sedangkan pada variabel jumlah tanaman yang hidup, bobot akar, dan bobot yang dipasarkan per tanaman, pemberian pupuk daun tidak berpengaruh nyata. Aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l juga menurunkan kandungan klorofil a, b dan total daun.
Tidak terdapat interaksi antara naungan dan pupuk daun terhadap pertumbuhan vegetatif dan hasil produksi tanaman. Selama penanaman terjadi peningkatan kandungan NO2-N dan NO3-N sedangkan kandungan NH4-N mengalami penurunan. Kandungan NO2-N mengalami peningkatan dari 0.016 mg/l menjadi 0.226 mg/l. Kandungan NO3-N juga mengalami peningkatan dari 1.05 mg/l menjadi 1.076 mg/l. Penurunan NH4-N terjadi dari 1.616 mg/l menjadi 0.902 mg/l.
PENGARUH NAUNGAN DAN PUPUK DAUN TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN SELEDRI
(Apium graveolens L) DENGAN TEKNOLOGI
HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RULLY PAISHAL
A34301051
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005
Judul Penelitian : Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri (Apium
graveolens L) dengan Teknologi Hidroponik Sistem
Terapung
Nama Mahasiswa : Rully Paishal
NRP : A34301051
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi.
NIP 131 699 950
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, MAgr.
NIP 130 422 698
Tanggal Lulus: 20 Oktober 2005
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blora pada tanggal 1 Juli 1983. Merupakan anak
kedua dari dua bersaudara dari Bapak Bachtiar Basri Gatam dan Ibu Atty Susiati.
Jenjang pendidikan penulis dimulai pada tahun 1989 di SDN Siliwangi 1
Bekasi dan lulus tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Bekasi dan lulus tahun 1998. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke
SMU Negeri 1 Bekasi dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Hortikultura Jurusan
Budidaya Pertanian melalui jalur UMPTN.
Selama perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai pengurus Lembaga
Studi Islam Faperta (el-SIFA) periode 2001-2002 dan periode 2002-2003. Dalam
hal kepanitiaan, penulis pernah ikut serta menjadi panitia Workshop Forum
Florikultur Indonesia (FFI) ke-12 dan kepengurusan Festival Tanaman (FESTA)
Himagron XXV. Dalam bidang akademik, pernah mengikuti Program Kreativitas
Mahasiswa bidang penelitian pada tahun 2004. Pada tahun ajaran 2004-2005
penulis menjadi asisten mata kuliah Hortikultura. Pada tahun 2005, penulis
pernah menjadi asisten instruktur pada pelatihan teknologi hidroponik sistem
terapung dalam rangkaian acara FESTA XXVI.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunianya-Nya sehingga makalah skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Seledri (Apium graveolens L) dengan THST” bertujuan
untuk mengetahui pengaruh naungan dan pupuk daun dalam meningkatkan
pertumbuhan dan produksi seledri yang berkualitas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi. sebagai pembimbing skripsi yang telah
membimbing, mengarahkan, memberikan masukan serta motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan saran, pengertian, kesabaran dan motivasi dalam
perbaikan skripsi ini.
3. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS. selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan saran, pengertian, kesabaran dan motivasi dalam perbaikan
skripsi ini.
4. Bapak Wendy, Supervisor Yogya cab. Kedung Halang atas kerjasamanya.
5. Orang tua, mbah, kakak dan Tante Kris yang senantiasa memberikan semangat,
dukungan dan doa.
6. Nia atas kesabarannya menemani, memberikan motivasi dan semangat dengan
penuh kasih sayang.
7. Mas Arief, Teh Iya, Puput, Zaqiah dan Mierina serta Tim Ciapus: Encep,
Anto, Heri, Fajar, Thury, Ara, Leli, Gina, Oty, Aldi, Budi, Jimmi, Amie,
Wike, Victoria, dan Tinche atas kerjasama, dukungan dan bantuannya.
8. Semua pihak yang terlibat hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Bogor, Desember 2005
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii DAFTAR TABEL........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv PENDAHULUAN ........................................................................................ .. 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 3 Hipotesis .................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 4 Seledri........................................................................................................ 4 Hidroponik ................................................................................................. 5 Larutan Nutrisi ........................................................................................... 6 Naungan..................................................................................................... 7 Pupuk Daun................................................................................................ 9 BAHAN DAN METODE................................................................................. 11 Waktu dan Tempat ..................................................................................... 11 Bahan dan Alat........................................................................................... 11 Metode Penelitian....................................................................................... 12 Pelaksanaan................................................................................................ 13 Pengamatan................................................................................................ 14 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 15
Kondisi Umum........................................................................................... 15 Hasil........................................................................................................... 16 Pembahasan ............................................................................................... 21
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 25 Kesimpulan ................................................................................................ 25 Saran .......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26 LAMPIRAN.. .................................................................................................. 29
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman Teks
1. Komposisi Larutan Nutrisi AB Mix............................................................ 11 2. Pengaruh Aplikasi Naungan dan Pupuk Daun terhadap Tinggi Tanaman .... 16 3. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap Jumlah Daun Tanaman........ 17 4. Pengaruh Aplikasi Naungan dan Pupuk Daun terhadap Diameter Batang,
Jumlah Rumpun dan Panjang Akar Seledri ................................................. 18
5. Pengaruh Aplikasi Naungan dan Pupuk Daun terhadap Jumlah Tanaman
yang Hidup, Bobot Akar, Bobot yang Dapat Dipasarkan per Panel dan per Tanaman .................................................................................................... 19
6. Kandungan Nitrogen Larutan Nutrisi .......................................................... 20 7. Kandungan Klorofil a, b, dan Total pada Daun ........................................... 20 8. Kandungan N, P dan K pada Jaringan Tanaman. .........................................
21
Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri ............................................. 29
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman Teks
1. Kondisi Tanaman Seledri pada Kolam Nutrisi............................................... 15
Lampiran
1. Denah Petak Percobaan Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri…….……………………….. 30 2. Grafik Intensitas Cahaya di Luar GH, di Dalam GH Tanpa Naungan dan di
Dalam GH Naungan ................................................................................... 31
3. Grafik EC larutan Nutrisi ........................................................................... 31 4. Grafik Suhu Larutan Nutrisi ....................................................................... 31 5. Grafik pH Larutan Nutrisi .......................................................................... 32 6. Grafik Suhu Pagi greenhouse ..................................................................... 32 7. Grafik Suhu Siang greenhouse ................................................................... 32 8. Grafik Suhu Sore greenhouse ..................................................................... 33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman seledri adalah salah satu sayuran daun yang memiliki banyak
manfaat, antara lain dapat digunakan sebagai pelengkap masakan dan memiliki
khasiat obat. Seledri mempunyai aroma yang khas, dipakai untuk penambah
aroma masakan (Soewito, 1989).
Data ekspor seledri pada bulan Januari-Juni 2001 sebesar 23 636 Kg
sedangkan data impor seledri pada bulan Januari-Juni 2001 sebesar 58 334 Kg
(BPS, 2001). Defisit ekspor seledri sebesar 34 698 Kg antara lain disebabkan
rendahnya produksi seledri yang berkualitas dan produk yang dihasilkan tidak
sesuai dengan keinginan konsumen. Dibutuhkan suatu teknologi yang dapat
meningkatkan produksi seledri yang berkualitas dan sesuai dengan keinginan
pasar.
Hidroponik merupakan salah satu teknologi budidaya yang menggunakan
prinsip penyediaan larutan nutrisi secara kontinu sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Menurut Jensen (1997) hidroponik adalah suatu teknologi budidaya
tanaman dalam larutan nutrisi dengan atau tanpa media buatan (pasir, kerikil,
rockwool, perlite, peatmoss, coir, atau sawdust) untuk penunjang mekanik.
Budidaya hidroponik yang umum dijumpai adalah sistem hidroponik
dalam wadah menggunakan drip irrigation dan nutrient film technique (NFT).
Kedua sistem ini perlu biaya produksi yang mahal karena harus menggunakan
listrik dalam jumlah besar untuk sirkulasi larutan nutrisi. Teknologi hidroponik
sistem terapung (THST) telah dikembangkan sebagai teknik budidaya hidroponik
sederhana yang tidak memerlukan listrik karena larutan nutrisi tidak disirkulasi
seperti pada sistem NFT. Sistem ini menggunakan kolam berukuran besar dan
dalam dengan volume larutan nutrisi yang besar, sehingga dapat menekan
fluktuasi konsentrasi larutan nutrisi (Susila, 2003). Hilangnya ketergantungan
terhadap ketersediaan energi listrik, serta minimnya penggunaan tenaga kerja
untuk pemeliharaan tanaman dalam teknologi hidroponik sistem terapung akan
memungkinkan diaplikasikan pada tingkat petani kecil dengan berbagai kondisi
lingkungan yang berbeda.
Syarat tanaman yang dapat dibudidayakan dengan THST adalah memiliki
perakaran dangkal, perawakan tidak terlalu tinggi, sifat meruahnya dapat diatur
dengan mudah, dan bobotnya ringan (Ratri, 2001). Seledri daun merupakan
tanaman yang cocok untuk dibudidayakan dengan THST.
Seledri juga membutuhkan perlakuan khusus untuk dapat memperbaiki
tingkat kerenyahan dan kualitas penampakannya, dimana seledri yang diinginkan
konsumen memiliki penampakan yang bersih, warna tangkai dan helai daun hijau
dan tidak kekuningan, keabu-abuan atau kecoklatan. Aplikasi naungan bertujuan
untuk memanipulasi intensitas cahaya yang sampai ke tanaman sehingga
kerenyahan dan warna daun dapat disesuaikan dengan selera konsumen .
Kebutuhan hara tanaman hidroponik dipenuhi oleh air, larutan hara dan
oksigen yang diserap akar. Selain hara yang diserap melalui akar, tanaman dapat
menyerap unsur hara melalui difusi lewat stomata. Untuk itu pupuk daun dapat
digunakan sebagai suplemen hara makro dan mikro yang akan meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman yang berkualitas. Sutapraja dan Sumpena
(1996) melaporkan bahwa penggunaan pupuk daun Complesol cair kadar 2 ml/l
yang diaplikasikan tiga kali seminggu cukup efektif untuk meningkatkan bobot
bersih kubis kultivar ‘Victoria’. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998)
pertumbuhan tanaman seledri yang cepat sering terjadi defisiensi hara mikro.
Pupuk daun dapat diberikan pada seledri untuk mempercepat respon tanaman
terhadap hara mikro. Dalam penelitian ini, penggunaan naungan dan pupuk daun
diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi seledri yang
berkualitas.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh aplikasi naungan dan
pupuk daun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman seledri dalam teknologi
hidroponik sistem terapung (THST).
Hipotesis
1. Aplikasi naungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
seledri.
2. Pemberian pupuk daun dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
tanaman seledri.
3. Terdapat interaksi antara naungan dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman seledri.
TINJAUAN PUSTAKA
Seledri
Seledri tumbuh liar sebagai tanaman asli diseluruh Eropa dan Asia. Seledri
juga mempunyai sejarah di China, pada abad ke-6. Seledri China lebih mirip
seledri daun (var. Secalinum), dimana tersebar luas di Asia Tenggara. Nama lokal
di Asia Tenggara mengindikasikan bahwa seledri diintroduksi dari Eropa Barat
dan China bagian timur (Susiarti dan Siemonsma, 1994).
Tanaman ini mempunyai aroma yang khas sehingga dapat menambah
kelezatan masakan. Selain itu, seledri juga dapat tumbuh di dataran rendah,
dataran tinggi, maupun pegunungan, tetapi yang lebih baik adalah ditanam di
dataran tinggi (diatas 600 m dpl) yang berhawa dingin. Di tanah seperti ini,
tanaman seledri dapat diproduksi secara besar-besaran pada lahan yang luas
(Soewito, 1989).
Seledri (Apium graveolens L.) termasuk ke dalam famili Umbelliferae
(Thompson dan Kelly, 1957). Menurut jenisnya, tanaman ini terbagi menjadi tiga
golongan yang mempunyai karakteristik hortikultura yang berbeda, yaitu varietas
Dulce (Mill) Pers. (yang biasa dikenal sebagai seledri batang), varietas Rapaceum
(Mill) Gared Beaup (yang biasa dikenal sebagai celeriac), dan varietas Secalinum
(Mill) yang dikenal sebagai seledri daun (Orton, 1984).
Daun seledri merupakan daun majemuk menyirip berwarna hijau tua.
Kelompok daun bagian dalam dan lembut disebut ‘hati’. Anak daun melekat pada
batang dengan tangkai daun panjang berdaging (Rubatzky and Yamaguchi, 1998).
Anak daun berjumlah 3-7 helai, berbentuk belah ketupat miring, berukuran
panjang 2-7.5 cm dan lebar 2-5 cm. Panjang tangkai anak daun 1-2.7 cm
sedangkan panjang tangkai ibu daun mencapai 12.5 cm (Depkes, 1995 dalam
Rusyiansyah, 2004).
Batang vegetatif tanaman seledri pendek, sangat tertekan, dan berdaging.
Akar seledri merupakan akar tunggang, pendek, dan mempunyai cabang-cabang
akar. Selama pindah tanam, akar tunggang secara tidak sengaja rusak, dan sebagai
akibatnya, akar lateral adventif tumbuh sangat banyak dari sisa akar tunggang
pada dasar tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Menurut Susiarti dan Siemonsma (1994) tanaman seledri daun
menginginkan tanah yang agak lembab, subur, agak salin dan suplai bahan
organik cukup baik. Soewito (1989) menyatakan pada tanah liat dan tanah lumpur
sangat tidak dikehendaki oleh tanaman seledri. Selain itu, unsur-unsur yang
terkandung dalam tanah juga perlu diperhatikan karena tanaman seledri
memerlukan tanah yang mengandung garam natrium, kalsium, dan unsur boron.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) kekurangan kalsium dapat
mengakibatkan kuncup-kuncup daun seledri bagian hati menjadi hitam dan
kekurangan magnesium menyebabkan klorosis daun sedangkan kekurangan unsur
boron membuat batang dan tangkai seledri menjadi retak-retak dan kerdil coklat.
Susiarti dan Siemonsma (1994) menyatakan kisaran pH yang optimum untuk
pertumbuhan tanaman seledri adalah antara 6.0-6.8.
Sinar matahari diperlukan sekali oleh tanaman seledri untuk pembentukan
klorofil, bila kekurangan maka pertumbuhan tanaman lemah, memanjang, dan
pucat. Curah hujan yang terlalu banyak dapat merusak tanaman seledri. Batang-
batang daun seledri lunak dan tak mampu menahan curah hujan berlebihan. Selain
itu, pada musim hujan biasanya banyak menimbulkan hama dan penyakit, tetapi
tanaman yang ternaungi atap-atap seperti UV plastik, hujan yang banyak tidak
mempengaruhi tanaman. Tanaman ini memerlukan kelembaban yang cukup dan
berimbang antara kelembaban udara dengan kelembaban media (Soewito, 1989).
Seledri daun dapat dipanen dengan mencabut atau dipetik secara berulang.
Pada tanaman komersial di Asia Tenggara, umumnya hanya sekali panen.
Tanaman dicabut ketika tinggi mencapai 20-40 cm, 6-10 minggu setelah pindah
tanam atau 3-4 bulan setelah semai, tanaman juga dapat dipetik setelah umurnya 1
minggu setelah pindah tanam, dan dipanen secara rutin dan dalam jangka waktu
tertentu selama setengah tahun (Susiarti dan Siemonsma, 1994).
Hidroponik
Menurut Jensen (1997) hidroponik adalah suatu teknologi budidaya
tanaman di dalam larutan nutrisi dengan atau tanpa media buatan (pasir, kerikil,
vermikulit, rockwool, perlite, peatmoss, coir, atau sawdust) untuk penunjang
mekanik. Beberapa manfaat penggunaan teknologi hidroponik adalah penggunaan
air dan nutrisi lebih efisien, penggunaan tenaga kerja yang sedikit, dan kegagalan
akibat faktor lingkungan dapat dikurangi. Teknologi ini dapat meningkatkan
produksi sayuran yang berkualitas.
Tanaman budidaya hidroponik yang umum dijumpai adalah sistem
hidroponik dalam wadah menggunakan drip irrigation dan nutrient film technique
(NFT). Kedua sistem ini perlu biaya produksi yang mahal karena harus
menggunakan listrik dalam jumlah besar untuk sirkulasi larutan nutrisi (Susila,
2003). Pada sistem irigasi tetes, bibit dipindahtanamkan ke bak-bak atau kantung-
kantung plastik yang diisi dengan substrat (Harjadi, 1989) sedangkan NFT
merupakan metode pertumbuhan tanaman dimana akar berada dalam resirkulasi
aliran tipis larutan hara melalui talang dimana aliran tersebut mengelilingi akar
tanaman (Asher dan Edwards, 1983 dalam Taiz dan Zeiger, 1991).
Teknologi hidroponik sistem terapung (THST) adalah salah satu sistem
hidroponik yang dimodifikasi dari kultur air dan dikembangkan sebagai teknik
budidaya hidroponik sederhana yang tidak memerlukan listrik karena larutan
nutrisi tidak disirkulasi. Sistem ini menggunakan kolam berukuran besar dan
dalam dengan volume larutan nutrisi yang besar sehingga dapat menekan
fluktuasi konsentrasi larutan nutrisi (Susila, 2003). THST dikelompokkan ke
dalam sistem hidroponik bare root dimana akar terekspos ke dalam larutan nutrisi.
Larutan nutrisi
Menurut Resh (1998) tanaman membutuhkan 16 macam unsur yang
diserap oleh tanaman untuk menunjang hidupnya. Karbon (C), oksigen (O) dan
hidrogen (H) diserap tanaman dari air dan udara, unsur yang diserap tanaman dari
larutan nutrisi adalah N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, B, Zn, Cu, Mo, dan Cl. Unsur-
unsur ini terdiri dari unsur makro dan unsur mikro. Tanpa unsur hara makro dan
mikro yang cukup, dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan,
perkembangan, dan produktivitas tanaman. Ketidaklengkapan salah satu atau
beberapa zat hara makro dan mikro dapat diperbaiki dengan pupuk tertentu
(Sutedjo, 1994).
Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui akar dan daun.
Aplikasi melalui akar dilakukan dengan merendam atau mengalirkan larutan pada
akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan garam-garam dalam
air. Ketika dilarutkan dalam air, garam-garam ini akan memisahkan diri menjadi
ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinu dikarenakan
akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan ini (Resh, 1998).
Kualitas larutan hara sangat ditentukan oleh suhu larutan, konduktifitas
listrik dan pH larutan (Nurfinayanti, 2004). Menurut Colcheedas (1998)
konduktifitas listrik adalah alat yang berguna untuk memonitor kekuatan dari
suatu larutan nutrisi. Konduktifitas diukur dengan menggunakan konduktifitas
listrik elektronik (Meteran EC). Alat ukur ini mempunyai dua elektroda. Garam-
garam yang dilarutkan ke dalam air akan memisahkan ion-ion menjadi dua
partikel beraliran listrik. Besar EC dihitung berdasarkan jumlah ion yang
beterbangan antara dua elektroda. Morgan (2000) menyatakan bahwa larutan yang
kaya nutrisi akan mempunyai konduktivitas listrik yang lebih besar daripada
larutan yang mempunyai sedikit ion-ion garam. Derajat keasaman (pH)
merupakan ukuran keseimbangan antara proton hidrogen yang bersifat masam
(H+) dan ion hidroksida (OH-) yang bersifat basa.
Naungan
Cahaya mempunyai peranan yang besar dalam proses fisiologi tanaman,
dalam hal fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan
pembukaan stomata, serta berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz
dan Zeiger, 1991). Menurut Harjadi (1989) pertumbuhan, perkembangan dan hasil
panen bergantung pada beberapa faktor, salah satunya adalah intensitas cahaya.
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh pada
intensitas cahaya tinggi umumnya mengabsorbsi ion lebih cepat daripada tanaman
yang tumbuh pada intensitas cahaya rendah. Hal ini terjadi karena gula yang
dihasilkan dari fotosintesis ditranslokasikan ke akar, direspirasikan, dan energi
yang dihasilkan digunakan untuk menyerap ion.
Kekurangan intensitas cahaya menyebabkan jumlah energi yang tersedia
untuk penggabungan karbondioksida dan air sangat rendah, akibatnya
pembentukan karbohidrat hasil fotosintesis yang digunakan untuk pembentukan
senyawa lain juga rendah. Widiastoety et al. (2000) menyatakan bahwa intensitas
cahaya yang kurang menyebabkan laju fotosintesis menurun, sehingga hasil
fotosintesis dapat habis terombak oleh proses respirasi, cadangan makanan
berkurang sehingga pertumbuhan tanaman dapat terhambat.
Menurut Taiz dan Zeiger (1991) tanaman toleran naungan dapat mengatur
dan mengorientrasikan daun sesuai dengan arah dan intensitas cahaya sehingga
pada kondisi ternaungi mengarahkan kloroplas agar mengumpul ke dekat lapisan
epidermis, akibatnya warna daun menjadi lebih hijau. Percobaan dengan daun Iris
yang ditumbuhkan pada intensitas cahaya yang berbeda-beda memperlihatkan
bahwa jumlah stomata berkurang dengan menurunnya intensitas cahaya (Fahn,
1995 dalam Afriana, 2003). Sukaesih (2002) menyatakan bahwa tinggi tanaman
semakin meningkat dengan meningkatnya persentase naungan, tapi sebaliknya
untuk jumlah buku, jumlah batang dan diameter batang. Pemanjangan batang
ditujukan untuk memaksimumkan intensitas radiasi surya yang diterima dan untuk
mempertahankan laju fotosintesis.
Kelebihan intensitas cahaya dapat menurunkan hasil panen. Hal ini
disebabkan tiga hal, yaitu pertama, kandungan klorofil menjadi berkurang dan
daun menjadi hijau kekuningan, akibatnya laju penyerapan cahaya rendah dan
fotosintesis menjadi rendah. Kedua, kelebihan intensitas cahaya dapat
meningkatkan suhu daun, laju transpirasi naik dan tidak seimbang dengan laju
absorpsi air, stomata menutup dan fotosintesis berkurang. Ketiga, intensitas
cahaya mempengaruhi suhu daun, dimana hal ini mempengaruhi enzim tertentu,
menonaktifkan enzim yang merubah gula ke pati, lalu gula menumpuk dan
mengakibatkan fotosintesis menjadi lambat (Harjadi, 1989).
Aplikasi naungan dimaksudkan untuk memodifikasi lingkungan mikro
tanaman, karena akan mengubah kuantitas dan kualitas faktor lingkungan yang
ada antara lain radiasi matahari, suhu, dan kelembaban. Tanaman beradaptasi
terhadap naungan melalui dua cara yaitu: peningkatan luas daun untuk
meminimalkan penggunaan metabolit dan pengurangan jumlah cahaya yang
ditransmisikan dan direfleksikan.
Widiastoety dan Bahar (1999) melaporkan bahwa intensitas cahaya 55 %
mendorong pertumbuhan daun dan pertumbuhan tunas dendrobium terbaik
daripada intensitas cahaya 65 dan 75 %. Elfarisna (2000) menyatakan bahwa
aplikasi naungan meningkatkan kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total
pada tanaman kedelai.
Pupuk Daun
Pertumbuhan tanaman yang cepat sering memperbesar kekurangan unsur
makro dan mikro. Kebutuhan hara tanaman hidroponik dipenuhi oleh air, larutan
hara, dan oksigen yang diserap akar. Selain itu, tanaman dapat menyerap unsur
hara melalui difusi lewat stomata.
Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung
maupun tidak langsung, untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan
produksi atau memperbaiki kualitasnya sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman
(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Pupuk daun adalah bahan-bahan atau unsur-
unsur yang diberikan melalui daun dengan cara penyemprotan agar dapat
langsung diserap guna mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan
perkembangannya (Sutedjo, 1994).
Pengaplikasian pupuk daun merupakan suatu cara untuk menambah hara
tanaman dengan cara menyemprotkan larutan ke daun sehingga tanaman dapat
menyerapnya melalui stomata dan pori-pori daun. Pupuk ini dapat digunakan
sebagai suplemen hara yang akan meningkatkan produksi dan kualitas tanaman.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) hara dapat diberikan dengan
penyemprotan pupuk melalui daun untuk mempercepat respon tanaman.
Napitupulu (2003) mengatakan bahwa aplikasi pupuk daun mampu meningkatkan
produksi tanaman selada.
Pupuk yang disemprotkan masuk ke dalam stomata maupun melalui
ektodesmata secara difusi (Agustina, 1990). Membukanya stomata merupakan
proses yang diatur oleh tekanan turgor berbanding langsung dengan kandungan
karbondioksida dari ruang di bawah stomata. Meningkatnya tekanan turgor akan
membuka lubang stomata bersama-sama dengan masuknya air (Tisdale dan
Nelson, 1965). Hara kemudian masuk ke dalam kloroplas yang ada pada sel-sel
penjaga, mesofil maupun seludang pembuluh dan selanjutnya berperan dalam
fotosintesis (Agustina, 1990).
Waktu yang paling efektif untuk melakukan penyemprotan adalah pagi
atau sore hari pada saat stomata sedang membuka sempurna. Salisburry dan Ross
(1995) menyatakan bahwa stomata tumbuhan pada umumnya membuka saat
matahari terbit dan menutup saat hari gelap. Pada siang hari atau saat matahari
terik penyemprotan menjadi tidak efektif karena pupuk daun menjadi lebih
banyak menguap daripada diserap tanaman. Pemupukan lewat daun harus diulang
beberapa kali dengan interval waktu yang pendek untuk mendapatkan hasil yang
efektif (Tisdale dan Nelson, 1965).
Gandasil-D merupakan salah satu jenis pupuk daun yang berbentuk serbuk
dan sifatnya higroskopis. Kandungan unsurnya meliputi N (14 %), P (12 %), K
(14 %), Mg (1 %), Mn, B, Cu, Co, dan Zn (Sutedjo, 1994). Pupuk ini diberikan
pada fase vegetatif untuk memacu pertumbuhan vegetatif tanaman.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari 2005 sampai dengan Mei 2005.
Bertempat di fasilitas teknologi hidroponik sistem terapung (THST), Danasworo
Hydro-Garden, Ciapus Bogor dengan ketinggian 500 m dpl.
Bahan dan Alat
Benih seledri yang digunakan yaitu benih seledri kultivar ‘Amigo’. Media
tanam yang digunakan adalah rockwool. Larutan yang digunakan adalah AB mix,
terdiri dari larutan stok A dan stok B. Larutan stok A terdiri dari: KNO3,
Ca(NO3)2, FeEDTA dan larutan nutrisi stok B terdiri dari: KNO3, K2SO4,
KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4, (NH4)2SO4, Na2HBO3, ZnSO4, dan Na2MoO4.
Tabel 1. Komposisi Larutan Nutrisi AB Mix
Ion Konsentrasi (ppm) NH4
+
K+
Ca2+
Mg2+
NO3-
SO42-
H2PO4-
Fe3+
Mn3+
Zn2+
B3+
Cu2+
Mo2+
22 .5
429
180
24
1178
108
194
2.232
0.275
0.261
0.324
0.049
0.048
Sumber : CV. Andalas Prima Mandiri
Konsentrasi larutan 1.50 mS/cm. Aplikasi pupuk daun menggunakan
pupuk Gandasil D dengan konsentrasi pupuk daun yaitu 0 g/l, 2 g/l, 4 g/l, dan 6
g/l. Panel tanam adalah stryofoam dengan ketebalan 5 cm, ukuran panel 40 cm x
60 cm. Tiap panel tanam lubang tanam sebanyak 15 dengan jarak tanam 15 cm
antar lubang. Kolam tanam terbuat dari cor beton yang berukuran 3.3 m x 20 m x
60 cm, berada dalam greenhouse berdinding paranet dan beratap plastik UV
dengan ketebalan 0.02 mm. Aplikasi naungan menggunakan paranet 55 %. Alat
yang digunakan antaralain EC meter, pH meter digital, termohigrometer,
lightmeter, jangka sorong, handsprayer, meteran, pinset, timbangan, dan tisue.
Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam rancangan split plot yang terdiri dari dua
faktor. Petak utama adalah aplikasi naungan yang terdiri dari dua perlakuan yaitu
perlakuan tanpa naungan (N0) dan dengan naungan (N1). Anak petak adalah
konsentrasi pupuk daun yang terdiri dari empat taraf yaitu 0 g/l, 2 g/l, 4 g/l, dan 6
g/l. Dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan, setiap perlakuan diulang 10
kali, satu ulangan terdiri dari 15 tanaman, sehingga terdapat 80 satuan percobaan
dengan 1 200 tanaman. Setiap ulangan digunakan tiga sampel sehingga total
tanaman yang diamati sebanyak 240 tanaman sampel. Denah petak percobaan
terlampir dalam lampiran (Gambar Lampiran 1).
Model linier dari rancangan penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Y ijk = µ + ái + âj + åij + ãk + (â*ã)jk + äijk
Keterangan :
Y ijk : Nilai peubah yang diamati akibat ulangan ke-i, perlakuan
K ke-j dan perlakuan P ke-k.
µ : Nilai rata-rata umum
ái : Pengaruh ulangan ke-i
âj : Pengaruh perlakuan naungan pada taraf ke-j.
åij : Galat percobaan
ãk : Pengaruh perlakuan pupuk daun pada taraf ke-k.
(â*ã)jk : Interaksi antara pengaruh pemberian naungan ke-j dan
pupuk daun ke-k
äijk : Galat umum percobaan
Analisis statistik (Uji F) dengan menggunakan SAS, kemudian dilanjutkan
dengan uji regresi polynomial linier orthogonal untuk melihat pengaruh antar
perlakuan.
Pelaksanaan
Sebelum dikecambahkan, benih seledri terlebih dahulu direndam dalam air
hangat 50-600C + 15 menit agar benih tumbuh lebih cepat dan serempak. Benih
yang telah direndam dikecambahkan dalam tray plastik dengan tisue yang
dibasahi agar kelembaban optimum. Pengecambahan dilakukan selama + dua
minggu.
Selama pengecambahan dilakukan persiapan yang meliputi persiapan
panel semai 77 dan panel 15 untuk floating, pembersihan kolam, pembersihan
greenhouse, sterilisasi greenhouse, pengisian kolam dengan air dan pembuatan
larutan nutrisi dua hari sebelum floating. Pada saat pengisian kolam dilakukan
dengan pengisian air dan larutan nutrisi sampai mencapai ketinggian 20 cm dan
EC + 1.50 mS/cm.
Benih yang sudah dikecambahkan kemudian dipindahkan ke panel 77
(satu tray berisi 77 lubang tanaman) dengan media tanam rockwool. Pemeliharaan
persemaian dilakukan selama 8 minggu. Penyiraman dengan menggunakan
gembor. Pemberian hara dengan pupuk daun Gandasil D sebanyak 2 g/l setiap dua
hari sekali.
Setelah 8 minggu tanaman dalam panel 77 kemudian dipindahkan ke panel
15, sesudah itu floating diatas kolam yang sudah diberi larutan nutrisi. Pada saat
penanaman, tanaman dikondisikan sesuai dengan perlakuan (dengan atau tanpa
naungan) dan disemprot pupuk daun sesuai dengan perlakuan masing-masing.
Pemanenan dilakukan ketika tanaman berumur enam minggu setelah floating.
Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seledri beserta akarnya untuk
ditimbang.
Pengamatan
Pengamatan meliputi pengamatan kondisi tanaman secara umum,
pengukuran intensitas cahaya di luar dan di dalam greenhouse (dengan dan tanpa
naungan), pengamatan harian, pengamatan mingguan dan pengamatan saat panen.
Pengamatan harian berupa pengukuran suhu dan kelembaban udara dalam
greenhouse pada pagi (07.00-08.00 WIB), siang (12.00-13.00 WIB) dan sore hari
(16.00-17.00 WIB). Potensial redoks hara (EC), pH dan suhu air, dilakukan sekali
sehari pada pagi hari. Pengamatan mingguan meliputi jumlah daun dan tinggi
tanaman. Jumlah daun dihitung pada semua daun yang telah membuka sempurna.
Tinggi tanaman diukur dari perbatasan antara akar dan batang sampai daun
tertinggi dengan menggunakan penggaris. Pada saat panen dilakukan pengamatan
diameter batang, jumlah rumpun, panjang akar dan jumlah tanaman yang hidup
per panel. Penimbangan berupa penimbangan berat total tanaman per panel, berat
bersih tanaman per panel, berat rata-rata tanaman per panel dan berat akar.
Analisis yang dilakukan selama penelitian adalah analisis air larutan
nutrisi, analisis klorofil, dan analisis jaringan tanaman. Analisis air larutan nutrisi
dilakukan untuk mengetahui kandungan N larutan nutrisi, dilakukan pada awal
dan akhir penanaman, meliputi kandungan N-nitrit (N-NO2), N-nitrat (N-NO3)
dan amonium (N-NH4). Analisis klorofil dilakukan untuk mengetahui pengaruh
naungan dan pupuk daun terhadap kandungan klorofil a, b dan total daun tanaman
sedangkan analisis jaringan tanaman dilakukan untuk mengetahui besarnya unsur
hara N, P dan K yang diserap tanaman selama pertumbuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Selama penelitian berlangsung, pertumbuhan tanaman cukup baik
(Gambar 1). Serangan hama mulai terjadi pada 3 MST yaitu kutu daun/aphid
(Aphis spp.) dan Thrips. Serangan penyakit dalam intensitas rendah terjadi pada
tanaman, penyakit yang menyerang yaitu mosaik virus dan karat daun.
Gambar 1. Kondisi Tanaman Seledri di kolam nutrisi.
Intensitas cahaya di luar greenhouse tertinggi pada siang hari 32 473.91
lux dan terendah sebesar 9 769.57 lux. Intensitas cahaya di dalam greenhouse,
pada perlakuan tanpa naungan tertinggi pada pagi hari sebesar 10 534.74 lux dan
terendah pada sore hari sebesar 4 600.43 lux sedangkan pada naungan tertinggi
pada pagi hari sebesar 3 951.74 lux dan terendah pada sore hari sebesar 1 400 lux.
Data selengkapnya disajikan pada Gambar Lampiran 2.
Nilai konduktivitas listrik (EC) mengalami peningkatan selama penelitian
(Gambar Lampiran 3). Nilai EC larutan pada awal floating yaitu 1.47 mS/cm dan
pada akhir floating meningkat menjadi 1.66 mS/cm. Suhu larutan berkisar antara
25-28.20C (Gambar Lampiran 4). Pada Gambar Lampiran 5, terlihat bahwa nilai
pH larutan meningkat dari 6.55 sampai 7.28. Seledri tumbuh optimum pada
pH 6-6.8 (Siemonsma, 1994). Berdasarkan pengamatan visual beberapa tanaman
juga menunjukkan gejala defisiensi Ca, yaitu pucuk daun mengalami klorosis.
Selama penelitian suhu rata-rata greenhouse pada pagi hari (07.00-08.00
WIB) 31.100C (Gambar Lampiran 6), siang hari (12.00-13.00 WIB) 39.700C
(Gambar Lampiran 7), dan sore hari (16.00-17.00) 28.390C (Gambar Lampiran 8).
Kelembaban rata-rata greenhouse pada pagi hari yaitu 76.70 %, siang hari 60.38
%, dan sore hari 79.09 %.
Hasil
Pertumbuhan Vegetatif
Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun. Aplikasi naungan berpengaruh sangat nyata
terhadap tinggi tanaman pada 1, 2 dan 6 MST (Tabel 2) sedangkan pada peubah
jumlah daun berpengaruh nyata pada 1 MST dan sangat nyata pada 3-6 MST
(Tabel 3). Aplikasi naungan tidak berpengaruh terhadap peubah tinggi tanaman
pada 3-5 MST dan jumlah daun pada 2 MST. Pada variabel tinggi tanaman dapat
terlihat bahwa tanaman naungan pada 1 dan 2 MST lebih tinggi dibandingkan
tanpa naungan sedangkan pada 6 MST tanaman dengan naungan lebih rendah
dibandingkan tanpa naungan. Pada 3-6 MST tanaman tanpa naungan mempunyai
jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan tanaman dengan naungan.
Naungan menurunkan jumlah daun pada 6 MST dari 14.0 menjadi 8.3.
Tabel 2. Pengaruh Aplikasi Naungan dan Pupuk Daun terhadap Tinggi Tanaman
Tinggi Tanaman (cm) Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
Naungan
Tanpa 12.2 18.7 25.7 31.0 36.0 39.0
Naungan 13.2 21.3 26.3 31.0 34.3 36.6
Uji F ** ** tn tn tn **
Konsentrasi Pupuk Daun
0 g/l 13.0 20.6 26.2 32.5 37.3 40.2
2 g/l 12.7 19.8 28.0 33.3 36.7 39.3
4 g/l 12.7 20.8 25.4 29.7 34.9 37.0
6 g/l 12.4 18.9 24.5 28.5 31.6 34.8
Respon tn tn tn L** L** L**
Interaksi tn tn tn tn tn tn
* : Berpengaruh nyata pada uji statistik (p<5%) ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) tn : Berpengaruh tidak nyata pada uji statistik (p>5%) L : Respon linier pada uji kontras polinomial ortogonal
Aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l secara linier menurunkan tinggi tanaman pada
4-6 MST (Tabel 2) sedangkan pada peubah jumlah daun tidak berpengaruh nyata
pada 1-6 MST (Tabel 3). Pada variabel tinggi tanaman, pemberian pupuk daun
sampai 6 g/l secara linier tidak berpengaruh nyata pada 1-3 MST. Aplikasi pupuk
daun menurunkan tinggi tanaman pada 6 MST dari 40.6 cm sampai 35.0 cm,
dimana persamaan regresi liniernya adalah Y = -0.9216x + 40.57. Tidak terjadi
interaksi antara aplikasi naungan dan pupuk daun terhadap peubah tinggi tanaman
dan jumlah daun.
Tabel 3. Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap Jumlah Daun Tanaman
Jumlah Daun Perlakuan 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
Naungan
Tanpa 5.1 6.3 8.5 10.2 12.5 14.0
Naungan 5.4 6.1 7.0 7.6 7.9 8.3
Uji F * tn ** ** ** **
Konsentrasi Pupuk Daun
0 g/l 5.0 6.0 7.6 9.3 9.9 10.5
2 g/l 5.4 6.5 8.5 9.6 10.7 11.7
4 g/l 5.1 5.9 7.4 9.0 10.3 11.3
6 g/l 5.5 6.3 7.4 7.8 9.7 11.1
Respon tn tn tn tn tn tn
Interaksi tn tn tn tn tn tn
* : Berpengaruh nyata pada uji statistik (p<5%) ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) tn : Berpengaruh tidak nyata pada uji statistik (p>5%) L : Respon linier pada uji kontras polinomial ortogonal
Diameter Batang, Panjang Akar dan Jumlah Rumpun. Pada Tabel 4 dapat terlihat
bahwa aplikasi naungan mengurangi diameter batang dan jumlah rumpun seledri
akan tetapi aplikasi naungan tidak berpengaruh terhadap panjang akar seledri.
Aplikasi naungan menurunkan diameter batang seledri dari 1.3 cm menjadi 1.0
cm. Jumlah rumpun juga menurun akibat aplikasi naungan dari 2.4 menjadi 1.2.
Tabel 4. Pengaruh Aplikasi Naungan dan Pupuk Daun terhadap Diameter Batang, Jumlah Rumpun dan Panjang Akar Seledri.
Perlakuan Diameter Batang (cm) Jumlah Rumpun Panjang Akar (cm)
Naungan
Tanpa 1.3 2.4 0.6
Naungan 1.0 1.2 0.5
Uji F * ** tn
Konsentrasi Pupuk Daun
0 g/l 1.1 1.7 0.6
2 g/l 1.2 1.9 0.6
4 g/l 1.1 1.8 0.6
6 g/l 1.1 1.8 0.5
Respon tn tn tn
Interaksi tn tn tn
* : Berpengaruh nyata pada uji statistik (p<5%) ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) tn : Berpengaruh tidak nyata pada uji statistik (p>5%) L : Respon linier pada uji kontras polinomial ortogonal
Aplikasi pupuk daun sampai 6 g/l tidak berpengaruh terhadap diameter batang,
jumlah rumpun dan panjang akar seledri (Tabel 4). Tidak berpengaruhnya
pemberian pupuk daun terhadap diameter batang seledri sejalan dengan penelitian
Sutapraja dan Sumpena (1996) dimana pemberian pupuk daun Complesal cair
tidak berpengaruh nyata terhadap diameter krop tanaman kubis. Tidak terdapat
interaksi antara aplikasi naungan dan pupuk daun terhadap peubah diameter
batang, jumlah rumpun dan panjang akar seledri.
Hasil Panen
Pada Tabel 5 dapat terlihat bahwa aplikasi naungan berpengaruh nyata
terhadap jumlah tanaman yang hidup dan berpengaruh sangat nyata terhadap
bobot akar, bobot yang dapat dipasarkan per panel dan bobot yang dapat
dipasarkan per tanaman. Aplikasi naungan menurunkan jumlah tanaman yang
hidup dari 95 % menjadi 92 %. Pada variabel bobot akar, aplikasi naungan
menurunkan bobot dari 163.7 gram menjadi 140.5 gram. Aplikasi naungan juga
menurunkan bobot yang dapat dipasarkan per panel dari 281.4 gram menjadi
190.0 gram dan bobot yang dapat dipasarkan per tanaman dari 19.9 gram menjadi
13.8 gram.
Tabel 5. Pengaruh Aplikasi Naungan dan Pupuk Daun terhadap Jumlah Tanaman
yang Hidup, Bobot Akar, Bobot yang Dapat Dipasarkan per Panel dan per Tanaman.
Perlakuan
Jumlah Tanaman
yang Hidup (%)
Bobot Akar (g)
Bobot yang Dapat Dipasarkan per
Panel (g)
Bobot yang Dapat Dipasarkan per Tanaman (g)
Naungan
Tanpa 95.0 163.7 281.4 19.9
Naungan 92.0 140.5 190.0 13.8
Uji F * ** ** **
Konsentrasi Pupuk Daun
0 g/l 96.0 163.3 253.8 18.1
2 g/l 95.0 153.8 254.8 18.1
4 g/l 93.0 142.1 214.1 15.2
6 g/l 91.0 149.3 220.3 16.0
Respon tn tn L* tn
Interaksi tn tn tn tn
* : Berpengaruh nyata pada uji statistik (p<5%) ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) tn : Berpengaruh tidak nyata pada uji statistik (p>5%) L : Respon linier pada uji kontras polinomial ortogonal
Pemberian pupuk daun sampai 6 g/l tidak berpengaruh terhadap jumlah
tanaman yang hidup, bobot akar, dan bobot yang dapat dipasarkan per tanaman
sedangkan pada variabel bobot yang dapat dipasarkan per panel berpengaruh
nyata. Aplikasi pupuk daun secara linier menurunkan bobot yang dapat dipasarkan
per panel dari 256.9 gram menjadi 214.6 gram, dimana persamaan garis
liniernya yaitu Y = -7.0563x + 256.89. Tidak terdapat interaksi antara aplikasi
naungan dan pupuk daun terhadap jumlah tanaman yang hidup per panel dan
bobot akar.
Kandungan Nitrogen Larutan Nutrisi
Selama penanaman, pada larutan nutrisi terjadi peningkatan kandungan
NO2-N dan NO3-N sedangkan kandungan NH4-N mengalami penurunan (Tabel
6). Kandungan NO2-N mengalami peningkatan dari 0.016 mg/l menjadi 0.226
mg/l. Kandungan NO3-N juga mengalami peningkatan dari 1.05 mg/l menjadi
1.076 mg/l. Penurunan NH4-N terjadi dari 1.616 mg/l menjadi 0.902 mg/l.
Tabel 6. Kandungan Nitrogen Larutan Nutrisi
Parameter Jenis NO2-N
(mg/l) NO3-N (mg/l)
NH4-N (mg/l)
Air tawar 0.002 0.073 0.270
Larutan awal 0.016 1.050 1.616
Larutan Akhir 0.226 1.076 0.902
Keterangan: Berdasarkan Hasil Uji Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing) Faperikan IPB, 2005.
Tabel 7. Kandungan Klorofil a, b, dan Total pada Daun
Perlakuan Klorofil a (mg/g)
Klorofil b (mg/g)
Klorofil total (mg/g)
Naungan
Non 18.146 7.193 25.338
Naungan 18.926 7.620 26.547
Konsentrasi Pupuk Daun
0 g/l 18.221 7.133 25.354
2 g/l 19.665 7.901 27.566
4 g/l 18.484 7.463 25.947
6 g/l 17.777 7.128 24.905
Keterangan: Berdasarkan Hasil Uji Laboratorium RGCI (Research Group on Crop Improvement) Dept. Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB.
Kandungan Klorofil a, Klorofil b, dan Klorofil Total pada Daun
Pada Tabel 7 dapat terlihat bahwa aplikasi naungan meningkatkan
kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total pada daun sedangkan aplikasi
pupuk daun sampai 6 g/l menurunkan kandungan klorofil a, klorofil b dan
klorofil total. Pemberian pupuk daun menurunkan klorofil a dari 18.221 mg/g
menjadi 17.777 mg/g, klorofil b dari 7.133 menjadi 7.128 mg/g dan klorofil total
dari 25.354 mg/g menjadi 24.905.
Kandungan N, P dan K pada Jaringan Tanaman
Aplikasi naungan menurunkan kandungan N, P dan K sedangkan aplikasi
pupuk daun meningkatkan kandungan N dan menurunkan kandungan P dan K
pada jaringan tanaman (Tabel 8). Aplikasi naungan menurunkan kandungan K
dari 6.75 % menjadi 4.72 % sedangkan untuk kandungan N dan K pada jaringan
tanaman relatif sama antara tanaman dan dengan tanpa naungan. Pemberian pupuk
daun sampai 6 g/l meningkatkan kandungan N dari 3.64 % menjadi 4.2% dan
menurunkan kandungan K dari 6.19 % menjadi 5.38 %.
Tabel 8. Kandungan N, P, dan K pada Jaringan Tanaman
Perlakuan N (%) P (%) K (%) Naungan
Non 3.95 0.56 6.75
Naungan 3.94 0.52 4.72
Konsentrasi Pupuk Daun
0 g/l 3.64 0.57 6.19
2 g/l 3.96 0.53 6.13
4 g/l 3.98 0.50 5.25
6 g/l 4.20 0.55 5.38
Keterangan: Berdasarkan Hasil Uji Laboratorium Departemen Tanah, Faperta
IPB.
Pembahasan
Aplikasi naungan menurunkan pertumbuhan dan hasil produksi tanaman
seledri. Hal ini dapat terlihat dari respon pertumbuhan vegetatif tanaman dan hasil
produksi tanaman seledri dimana perlakuan naungan menurunkan pertumbuhan
tinggi, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah rumpun sedangkan pada hasil
menurunkan produksi tanaman pada jumlah tanaman yang hidup per panel, bobot
yang dapat dipasarkan per panel dan per tanaman serta bobot akar. Hal ini
dikarenakan tanaman dengan aplikasi naungan kurang mendapatkan intensitas
cahaya matahari sehingga proses fotosintesis tidak lebih optimum dibandingkan
dengan tanaman tanpa naungan. Menurut Widiastoety et al. (2000) bila tanaman
kekurangan cahaya maka proses fotosintesis menjadi rendah, akibatnya hasil
fotosintesis dapat terombak oleh proses respirasi, cadangan makanan berkurang
sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Pertumbuhan dan hasil panen relatif
kecil pada keadaan kekurangan intensitas cahaya (Harjadi, 1989).
Aplikasi naungan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman 1 dan
2 MST, dimana tanaman dengan naungan lebih tinggi dibandingkan tanaman
tanpa naungan (Tabel 1). Tanaman yang ternaungi meningkatkan tingginya untuk
meningkatkan efisiensi penyerapan cahaya dan memperbanyak jumlah cahaya
yang dapat diserap. Pada keadaan ternaungi, tanaman akan menunjukkan gejala
etiolasi karena tanaman yang tumbuh di bawah kanopi akan menerima cahaya
merah jauh sehingga mengakibatkan fitokrom hilang dari daun dan batang
menjadi sangat panjang (etiolasi) (Taiz dan Zeiger, 1991; Salisbury dan Ross,
1995).
Pada peubah jumlah daun, aplikasi naungan berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun 3, 4, 5 dan 6 MST, dimana jumlah daun pada tanaman tanpa naungan
lebih banyak daripada tanaman yang ternaungi. Hal ini sejalan dengan penelitian
Subhan (1995) dimana tanaman kubis yang ditanam tanpa naungan memiliki
jumlah daun yang lebih banyak daripada tanaman kubis yang ditanam dengan
naungan.
Menurut Salisbury dan Ross (1995) tanaman ternaungi akan mengurangi
sistem perakaran untuk membentuk daun yang lebar dan tipis. Harjadi (1989)
menyatakan bahwa tanaman dengan naungan memiliki sistem perakaran yang
dangkal. Perlakuan naungan tidak mempengaruhi panjang akar tanaman seledri
(Tabel 3). Hal diatas diduga disebabkan oleh akar tanaman pada kedua perlakuan
telah mendapatkan hara yang cukup dari larutan nutrisi. Jones (1983) dalam Roan
(1998) menyatakan bahwa pada hidroponik mengapung akar tidak perlu tumbuh
melebar untuk mencari unsur hara karena unsur-unsur tersebut sudah ada
disekitarnya.
Aplikasi pupuk daun dari sampai 6 g/l secara linier menurunkan tinggi
tanaman pada 4, 5 dan 6 MST serta bobot yang dapat dipasarkan per panel.
Menurut Salisburry dan Ross (1995) pemberian pupuk daun memberikan reaksi
yang cepat karena hara dapat menembus kutikula dan stomata sehingga dapat
masuk ke sel tanaman. Pada Gambar Lampiran 2, intensitas cahaya yang didapat
tanaman hanya 12.21-33.2 %. Menurut Sheriff dan Muchow (1992) pengurangan
cahaya akan menyebabkan pembukaan stomata pada tumbuhan berkurang
sehingga mengurangi proses difusi pupuk daun oleh daun tanaman. Penurunan
tinggi dan hasil tanaman seledri juga diduga disebabkan terakumulasinya pupuk
daun pada permukaan dan menyebabkan konsentrasi berlebih sehingga terjadi
plasmolisis pada daun. Pemberian pupuk daun dalam konsentrasi tinggi dapat
merusak jaringan daun dan mempengaruhi aktifitas osmosis (penghilangan air)
(Tisdale et al., 1985).
Peningkatan EC yang terjadi (Gambar Lampiran 3) diduga dikarenakan
proses evapotranspirasi. Proses evaporasi dan transpirasi yang terjadi
menyebabkan penurunan ketinggian larutan sehingga konsentrasi garam-garam
dalam larutan semakin pekat. Peningkatan konsentrasi garam-garam terlarut
dalam larutan menyebabkan nilai EC meningkat.
Pada larutan nutrisi terjadi peningkatan pH larutan dari 6.55 sampai 7.29
(Gambar Lampiran 5) sehingga pada akhir penanaman larutan nutrisi menjadi
basa. Menurut Harjadi (1989) larutan basa terjadi karena tanaman menyerap
anion lebih cepat daripada kation dimana kedudukan anion digantikan oleh ion
hidroksil (OH-) yang dikeluarkan oleh tanaman. Seledri tumbuh optimum pada pH
6-6.8 (Siemonsma, 1994). Hal ini menyebabkan pertumbuhan seledri pada akhir
penanaman kurang optimal.
Peningkatan N-NO2 dan N-NO3 sejalan dengan penelitian Nurfinayanti
(2004) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan N-NO2 pada penanaman ke-1
dan ke-2 serta peningkatan N-NO3- pada penanaman ke-1, ke-2, dan ke-3 pada
larutan nutrisi tanaman selada. Putri (2004) juga menyatakan terjadi peningkatan
pada kandungan N-NO2 pada penanaman ke-1 dan ke-2 serta peningkatan N-NO3-
pada penanaman ke-1, ke-2 dan ke-3 pada larutan nutrisi beberapa komoditas
sayuran daun. Nitrat adalah bentuk unsur nitrogen yang ditambahkan pada larutan
nutrisi. Penurunan NH4+ pada larutan nutrisi seledri disebabkan absorbsi oleh
tanaman. Tremblay dan Gosselin (1989) dalam Rusyiansyah (2004) menyatakan
bahwa seledri lebih banyak menyerap nitrogen dalam bentuk NH4+. Selain itu juga
disebabkan perkembangan mikroorganisme pada permukaan akar tanaman yang
dapat merubah NH4+ menjadi NO3
-. Menurut Padgett dan Leonard (1998) dalam
Diatloff (1998) perkembangan mikroorganisme pada permukaan akar tanaman
dapat merubah NH4+ menjadi NO3
-. Menurut Situmorang dan Sudadi (2001)
dalam kondisi aerob terjadi nitrifikasi, yaitu proses transformasi oksidatif yang
sangat penting dalam kesuburan tanah, dimana amonium diubah menjadi nitrat
oleh bakteri kemoautotrof. Reaksi yang terjadi yaitu:
2NH4+ + 3O2 ◊ 2 NO2
- + 4H+ + H2O
2NO2- + O2 ◊ 2NO3
-
Bobot klorofil a, b, dan total pada tanaman dengan naungan lebih besar
daripada bobot klorofil a, b, dan total pada tanaman tanpa naungan (Tabel 7).
Menurut Salisbury dan Ross (1995) berdasarkan bobot, daun yang ternaungi
mempunyai klorofil lebih banyak dibandingkan daun tanpa naungan. Daun
tanaman dengan naungan menggunakan lebih banyak energi untuk menghasilkan
pigmen pemanen cahaya yang memungkinkannya mampu menggunakan semua
cahaya dalam jumlah terbatas yang mengenainya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan naungan menurunkan pertumbuhan vegetatif, kecuali pada panjang
akar, dan hasil tanaman seledri.
2. Pemberian pupuk daun menurunkan tinggi tanaman dan bobot yang dapat
dipasarkan per panel.
3. Tidak terdapat interaksi antara naungan dan pupuk daun pada pertumbuhan
vegetatif dan hasil tanaman seledri.
Saran
Perlu dilakukan pengukuran persentase intensitas cahaya terlebih dahulu
sebelum penanaman berlangsung untuk menunjang pertumbuhan dan produksi
seledri dalam THST.
DAFTAR PUSTAKA
Afriana, M. 2003. Studi Karakter Morfologi dan Anatomi Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) pada Beberapa Taraf Naungan Buatan. Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Agustina, L. 1990. Dasar Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta, Jakarta. 69 hal.
Badan Pusat Statistik. 2001. Buletin Statistik Perdagangan Ekspor-Impor. BPS. Jakarta.
Diatloff, E. 1998. pH-What Does It Really Mean? Practical Hydroponics and Greenhouses-International Trade Directory 1998-1999:1-8.
Elfarisna. 2000. Adaptasi Kedelai terhadap Naungan: Studi Morfologi dan Anatomi. Tesis, Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Harjadi, S. S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian Faperta, IPB. Bogor. 500 hal.
Jensen, M. H. 1997. Hydroponics. Hort. Science 32(6):1018-1020.
Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Morgan, L. 2000. Electrical Conductivity in Hydroponics, In Amy Knutson. The Best of The Growing Edge. New Moon Publ. Inc. Corvalis. p 39-44.
Napitupulu, L. 2003. Pengaruh Aplikasi Pupuk Daun dalam Sumber Nutrisi Berbeda pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Tanaman Selada (Lactuca sativa L. var. Grand Rapids). Skripsi, Fakultas pertanian IPB, Bogor.
Nurfinayanti. 2004. Pemanfaatan Berulang Larutan Nutrisi pada Budidaya Selada dengan Teknologi Hidroponik Sistem Terapung (THST). Skripsi, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Orton, T. J. 1984. Celery. p 240-265. In W. R. Sharp, D. A. Evans, P. V. Ammirato, and Y. Yamada (Eds). Handbook of Plant Cell Culture. Volume II. Mc Millan Publishing Co., New York. 315 p.
Putri, U. T. 2004. Penggunaan Kembali (Re-use) Larutan Hara pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung Beberapa Komoditas Sayuran Daun. Skripsi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Ratri, E. 2001. Karakteristik Temperatur Harian Larutan Nutrisi Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) dan Tanaman Sawi (Brassica Juncea) pada Sistem Hidroponik Terapung. Skripsi, Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Reiley, H. E. and C. L. Shry, Jr. 1991. Introductory Horticulture, fourth edition. Delmar Publ, Inc. Newyork. 562 p.
Resh, H. M. 1998. Hydroponic Food Production. Woodbridge Press Publ. Co. Santa Barbara. 527p.
Roan, P. N. M. 1998. Pengaruh Aerasi dan Bahan Pemegang Tanaman pada Tiga Konsentrasi Larutan terhadap Pertumbuhan Selada dalam Sistem Hidroponik Terapung. Skripsi, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Penerbit: ITB, Bandung.
Rusyiansyah, D. T. 2004. Pengaruh Nitrogen terhadap Produksi Herba dan Kandungan Fitokimia Tanaman Seledri. Skripsi, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Penerbit: ITB, Bandung.
Susiarti, S. and J. S. Siemonsma. 1994. Celery. p 86-89. In Siemonsma, J. S. and K. Piluek (Eds). Plant Resources of South-East Asia 8 Vegetables. Prosea Foundation. Bogor. 412p.
Sheriff, D. W. dan R. C. Muchow. 1992. Hal Ihwal Air yang Mempengaruhi Pertumbuhan Air. Dalam: P. R. Goldsworthy dan N. M. Fisher (Eds). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik Gajah Mada University Press, Indonesia.
Soewito, D. S. 1989. Bercocok Tanam Seledri. CV. Titik Terang. Jakarta. 67 hal.
Situmorang, R. dan U. Sudadi. 2001. Tanah Sawah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.
Subhan. 1995. Pengaruh Naungan Plastik dan Tumpangsari Tanaman Tembakau terhadap Hasil Kubis di Dataran Rendah. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran; Lembang, 24 Oktober 1995. Lembang: Balai Penelitian Sayuran; 1995. hlm 167-172.
Sukaesih, E. 2002. Studi Karakter Iklim Mikro pada Berbagai Tingkat Naungan Pohon Karet dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan 20 Genotipe Kedelai (Glycine max (L) Merr.). Departemen Budi Daya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Susila, A. D. 2003. Pengembangan teknologi hidroponik sistem terapung untuk sayuran daun. Laporan penelitian. Proyek Due-Like. Program Studi Hortikultura. Departemen Budi Daya. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Sutapraja, H. dan U. Sumpena. 1996. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi pupuk daun complesol cair terhadap pertumbuhan dan hasil kubis kultivar victory. J. Hort. 5(5):51-55.
Sutedjo, M. M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Taiz, L. and E. Zeiger. 1991. Plant Physiology. The Benjamin/Cummings pub. Co., Inc. California. 565p.
Thompson, H. C. and W. C. Kelly. 1957. Vegetable Crops. 5th Ed. Mc. Graw. New York. 611p.
Tisdale, S. and W. L. Nelson. 1965. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed. Macmillan Publ. London. 764p.
_________., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. Macmillan pub. Company, New York.
Widiastoety, D. dan F. A. Bahar. 1995. Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan anggrek dendrobium. J. Hort. 5(4):72-75.
____________., W.Prasetio dan N. Solvia. 2000. Pengaruh naungan terhadap produksi tiga kultivar bunga anggrek dendrobium. J. Hort. 9(4):302-306.
Lampiran
Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri.
Naungan Dosis pupuk Naungan*Dosis pupuk Variabel
F hit P F hit P F
hit P
KK (%)
Tinggi tanaman 1 MST 8.59 0.0049** 0.42 0.7424tn 1.95 0.1322tn 13.12 2 MST 15.33 0.0003** 1.64 0.1920tn 1.55 0.2128tn 14.75 3 MST 0.45 0.5036tn 2.17 0.1023tn 1.87 0.1453tn 17.22 4 MST 0 0.9922tn 5.62 0.0020** 1.65 0.1894tn 13.62 5 MST 2.21 0.1430tn 5.08 0.0036** 0.25 0.8604tn 14.48 6 MST 6.48 0.0138** 6.79 0.0006** 1.49 0.2268tn 10.97
Jumlah Daun 1 MST 5.23 0.0262* 2.54 0.0660tn 1.82 0.1544tn 12.76 2 MST 0.43 0.5169tn 1.15 0.3379tn 0.11 0.9567tn 16.67 3 MST 16.82 0.0001** 2.08 0.1140tn 1.12 0.3491tn 21.29 4 MST 28.23 0.0001** 2.47 0.0714tn 0.61 0.6089tn 24.22 5 MST 34.18 0.0001** 0.3 0.8252tn 0.29 0.8317tn 34.62 6 MST 46.58 0.0001** 0.38 0.7663tn 0.68 0.5694tn 33.83
Diameter Batang 44.2 0.0001** 0.82 0.4898tn 0.66 0.5820tn 17.39 Panjang Akar 1.83 0.1815tn 1.71 0.1760tn 0.88 0.4582tn 23.73 Rumpun 33.72 0.0001** 0.23 0.8740tn 0.38 0.7711tn 48.02 Jumlah Tanaman hidup 5.63 0.0212* 2.64 0.0589tn 0.47 0.7023tn 6.37 Bobot yang Dapat Dipasarkan per Panel
57.67 0.0001** 3.2 0.0303* 1.58 0.2058tn 22.84
Bobot Dapat Dipasarkan per Tanaman
44.76 0.0001** 2.66 0.0572tn 1.09 0.3630tn 24.13
Bobot Akar 17.28 0.0001** 2.51 0.0680tn 1.09 0.3632tn 16.4 keterangan: * : Berpengaruh nyata pada uji statistik (P<5%) ** : Berpengaruh sangat nyata pada uji statistik (p<1%) tn : Tidak berpengaruh nyata pada uji statistik (P>5%)
Gambar Lampiran 1. Denah Petak percobaan Pengaruh Naungan dan Pupuk Daun terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Seledri.
N1P0U3 N1P0U5 N1P0U7 N1P0U4 N1P0U1
N1P0U8 N1P0U10 N1P0U2 N1P0U9 N1P0U6
N1P2U8 N1P2U2 N1P2U5 N1P2U3 N1P2U9
N1P2U4 N1P2U10 N1P2U7 N1P2U1 N1P2U6
N1P1U7 N1P1U5 N1P1U3 N1P1U8 N1P1U2
N1P1U4 N1P1U9 N1P1U1 N1P1U6 N1P1U10
N1P3U4 N1P3U1 N1P3U3 N1P3U6 N1P3U10
N1P3U9 N1P3U6 N1P3U8 N1P3U5 N1P3U7
N0P1U4 N0P1U1 N0P1U5 N0P1U8 N0P1U6
N0P1U7 N0P1U9 N0P1U3 N0P1U10 N0P1U2
N0P3U10 N0P3U6 N0P3U1 N0P3U9 N0P3U7
N0P3U4 N0P3U8 N0P3U3 N0P3U5 N0P3U2
N0P0U4 N0P0U2 N0P0U5 N0P0U1 N0P0U8
N0P0U9 N0P0U7 N0P0U10 N0P0U3 N0P0U6
N0P2U3 N0P2U9 N0P2U4 N0P2U2 N0P2U7
N0P2U5 N0P2U1 N0P2U6 N0P2U10 N0P2U8
Keterangan :
P0 : Konsentrasi 0 g/l (kontrol)
P1 : Konsentrasi 2 g/l
P2 : Konsentrasi 4 g/l
P3 : Konsentrasi 6 g/l
N0 : Tanpa naungan (kontrol)
N1 : Dengan naungan
U : Ulangan ke-n (n=1,2,...,10)
D ata Intensitas C ahaya
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
Pa gi S ia ng S ore
Inte
nsi
tas
Cah
aya
(lu
x)
Di Luar G H
Di Dalam G H NonNaunganDi Dalam G H Naungan
Di Luar G H
Di Dalam G H NonNaunganDi Dalam G H Naungan
Di Luar G H Gambar Lampiran 2. Grafik Intensitas Cahaya di Luar GH, di Dalam
GH Tanpa Naungan dan di Dalam GH Naungan.
D ata EC Larutan
1,41,45
1,51,55
1,61,65
1,71,75
09-M ar-05 29-M ar-05 18-A pr-05 08-M ei-05 28-M ei-05
Ta ngga l
EC
laru
tan E C Larutan
Linear (E C Larutan)
Gambar Lampiran 3. Grafik EC larutan Nutrisi.
Data Suhu Larutan Nutrisi
2 4 ,52 5
2 5 ,52 6
2 6 ,52 7
2 7 ,52 8
2 8 ,5
0 9 -Mar-0 5
2 9 -Mar-0 5
1 8 -A p r-0 5
0 8 -Me i-0 5
2 8 -Me i-0 5
T an ggal
Su
hu
0C D ata S uhu L arutan
S uhu(o C )L ine ar (D ata S uhuL arutan S uhu(o C ))
Gambar Lampiran 4. Grafik Suhu Larutan Nutrisi.
D ata pH Larutan
6,2
6,4
6,6
6,8
7
7,2
7,4
09-M ar-05 29-M ar-05 18-A pr-05 08-M ei-05 28-M ei-05
Ta ngga l
pH
Lar
uta
nData pH Larutan
Linear (Data pHLarutan)
Gambar Lampiran 5. Grafik pH Larutan Nutrisi.
S uhu P agi
05
10152025303540
4/1/
2005
4/8/
2005
4/15
/200
5
4/22
/200
5
4/29
/200
5
5/6/
2005
5/13
/200
5
Ta ngga l
Su
hu
S uhu P agi
Gambar Lampiran 6. Grafik Suhu Pagi greenhouse.
S uhu S iang
01020304050
4/1/200 5
4/8/200 5
4/15/20 05
4/22/20 05
4/29/20 05
5/6/200 5
Ta ngga l
Su
hu
S uhu S iang
Gambar Lampiran 7. Grafik Suhu Siang greenhouse.
S uhu S ore
05
101520253035
4/1/
2005
4/8/
2005
4/15
/200
5
4/22
/200
5
4/29
/200
5
5/6/
2005
5/13
/200
5
Ta ngga l
Suh
uS uhu S ore
Gambar Lampiran 8. Grafik Suhu Sore greenhouse.