Upload
tranhanh
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
41
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif,
perlu secara jelas diketahui variabel-variabel apa saja yang akan diukur dan
instrumen seperti apa yang akan digunakan. Oleh karena itu, dalam bab ini,
peneliti akan menguraikan skala yang digunakan dalam mengukur orientasi
pada kesempurnaan (perfectionism), efikasi diri dan prokrastinasi skripsi.
Bersamaan dengan itu, akan diuraikan pula populasi dan sampel, serta teknik
analisa data yang akan digunakan.
A. Variabel Penelitian
1. Identifikasi variabel penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual dan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini, maka variabel-variabel dalam penelitian adalah:
1). Variabel bebas (independent variabel)
Dalam penelitian ini variabel bebas (independent variabel)
adalah Orientasi pada Kesempurnaan (perfectionism) (X1) dan
Efikasi diri (X2)
2). Variabel terikat (dependent variabel)
Dalam penelitian ini variabel terikat adalah Prokrastinasi
Skripsi (Y).
2. Definisi operasional
a) Prokrastinasi skripsi (Y)
Prokrastinasi didefinisikan Rothblum, Solomon, dan Murakami
(dalam Onwuegbuzie, 2004) sebagai penundaan yang disengaja dalam
memulai atau menyelesaikan tugas-tugas dan sebenarnya hal itu tidak perlu.
Menurut Wolters (dalam Iskender, 2011) prokrastinasi merupakan
42
penundaan sampai menit terakhir suatu tugas harus diselasaikan, yang pada
akhirnya individu yang melakukan penundaan ini memiliki niat untuk
menyelesaikannya. Sehingga dapat disimpulkan definisi operasional
prokrastinasi adalah penundaan yang disengaja di dalam menyelesaikan
skripsi, yang pada dasarnya pelaku prokrastinasi mengerti konsekuensi
negatifnya, akan tetapi pada akhirnya individu tersebut memiliki niat untuk
menyelesaikanya.
Untuk mengukur variabel ini, digunakan skala berdasarkan konsep
Academic Procrastination Q-Sort (APQ) yang diciptakan Sokolowska dan
Zusho (dalam Sokolowska, 2009), kemudian dimodifikasi oleh penulis
sesuai tujuan penelitian yang mencakup 4 aspek prokrastinasi skripsi, yakni:
a) Prilaku
Dimensi prilaku menekankan pada penundaan mengerjakan tugas
dengan cara menghindar dan memperlambat penyelesaian tugas.
Oleh karena itu, karakteristik perilaku prokrastinasi berkaitan
dengan aksi penundaan atau penghindaran. Seorang
prokrastinator cenderung mengalami kesulitan untuk melakukan
hal-hal yang tidak disenangi dan ketika mungkin untuk
melakukan, akan menghidarinya. Ia lebih cenderung untuk
melakukan hal-hal yang disenangi
b) Afektif
Dimensi afektif menekankan pada ketidaknyamanan yang
dirasakan individu. Secara khusus, dimensi ini berhubungan
dengan kecemasan dan kekhawatiran. Beberapa peneliti
menginvestigasi penundaan sebagai mekanisme jalan keluar dari
tekanan emosional yang diasosiasikan dengan tugas. Orang yang
melakukan penundaan juga rentan menderita kekhawatiran dan
43
frustrasi, khususnya sebelum atau sesudah batas waktu yang
ditentukan. Selain itu, cenderung bosan, suka mencari sensasi,
dan aksi pemberontakan.
c) Kognitif
Dimensi kognitif menekankan kepada mengapa individu tetap
membuat keputusan untuk menunda meskipun mengetahui
konsekuensi negatifnya. Pendekatan secara kognitif membahas
kesengajaan untuk menunda di awal atau menyelesaikan suatu
tugas. Dimensi kognitif dari prokrastinasi melibatkan
pertentangan antara niat untuk menyelesaikan tugas. Dimensi
kognitif juga melibatkan kesulitan memprioritaskan suatu tugas,
dan manajemen waktu yang buruk.
d) Motivasi
Prokrastinasi juga bisa dilihat sebagai motivasi untuk tidak
menyelesaikan tugas. Termasuk di dalamnya persepsi individu
akan pentingnya tugas, manfaat, dan ketertarikan intrinsik yang
melekat dalam diri individu. Beberapa penelitian secara umum
menunjukkan bahwa siswa yang melihat tugas sebagai hal yang
tidak penting, tidak relevan dengan tujuan utamanya, dan tidak
tertarik terhadap tugas tersebut, menunjukan level prokrastinasi
yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang menilai tugas
sebagai sesuatu yang penting.
Tinggi rendahnya skor prokrastinasi skripsi tercermin dari skor skala
prokrastinasi skripsi. Makin tinggi skor total yang diperoleh, menunjukan
prokrastinasi skripsi yang tinggi dan sebaliknya makin rendah skor yang
diperoleh, menunjukan prokrastinasi skripsi yang rendah.
44
b) Orientasi pada kesempurnaan ( perfectionism ) (X1)
Orientasi pada kesempurnaan adalah sifat kepribadian yang ditandai
dengan upaya untuk mencapai kesempurnaan dan menetapkan standar
kinerja yang terlalu tinggi, disertai dengan kecenderungan ke arah evaluasi
terlalu kritis terhadap perilaku seseorang (Flett & Hewitt, dalam Besharat,
2011). Kaur dan Kaur (2011) mendefinisiskan orientasi pada kesempurnaan
diartikan sebagai ambisi seseorang untuk dapat dan harus mencapai suatu
target yang tinggi, dan sesuatu yang kurang dari sempurna dianggap sebagai
kegagalan total. Sehinga dapat disimpulkan definisi operasional orientasi
pada kesempurnaan adalah sifat kepribadian yang ditandai dengan upaya
untuk mencapai kesempurnaan dan menetapkan standar kinerja yang terlalu
tinggi pada skripsi, tuntutan kesempurnaan yang berlebihan pada ksripsi,
dan tidak dapat menerima sesuatu yang tidak sempurna pada skripsi.
Untuk mengukur variabel ini, digunakan skala berdasarkan konsep
Perfectionism Inventory (PI) yang diciptkan Hill, dkk., (2004), kemudian
dimodifikasi oleh penulis sesuai tujuan penelitian yang mencakup 2 aspek
orientasi pada kesempurnaan (perfectionism), yakni:
a) Ketelitian akan kesempurnaan
Ini merupakan dimensi adaptif atau dimensi positif dari orientasi
pada kesempurnaan. Adapun indikator dari dimensi ini adalah
kecenderungan untuk meminta pihak lain memiliki standar yang
sama, kecenderungan untuk rapi dan teratur, kecenderungan
untuk merencanakan di awal atau membicarakan keputusan
sebelum diambil, kecenderungan untuk mengejar hasil yang
sempurna atau berstandar tinggi.
45
b) Evaluasi diri pada kesempurnaan
Ini merupakan dimensi maladaptif atau dimensi negatif dari
orientasi pada kesempurnaan. Adapun indikator dari dimensi ini
adalah kecederungan mengalami stress atau kecemasan akibat
kesalahan yang dibuat, kecenderungan untuk mendapatkan
validasi dari orang lain atau sensitif terhadap kritik,
kecenderungan merasa perlu tampil sempurna untuk mendapat
penerimaan dari orang tua, kecenderungan untuk khawatir
mengenai kesalahan yang dibuat di masa lalu atau kesalahan di
masa depan.
Tinggi rendahnya skor oreintasi pada kesempurnaan tercermin dari
skor skala orientasi pada kesempurnaan. Makin tinggi skor total yang
diperoleh, menunjukan orientasi pada kesempurnaan yang tinggi dan
sebaliknya makin rendah skor yang diperoleh, menunjukan orientasi pada
kesempurnaan yang rendah.
a. Efikasi diri (X2)
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuanya
untuk menyelesaikan tugas ( Bandura, dalam Thakkar 2009). Menurut
Matlin (dalam Sulistyawati, 2010), seseorang yang memiliki efikasi diri yang
kuat, mampu mengatur kehidupan mereka untuk lebih berhasil. Hal ini
senada dengan yang dikatakan oleh Ames (dalam Balkis, 2011) bahwa
efikasi diri merupakan keyakinan dasar yang memimpin seseorang untuk
mencapai kesuksesan atau keberhasilan. Seseorang dengan efikasi diri yang
tinggi ketika awalnya tidak berhasil, mereka akan mencoba cara yang baru,
dan bekerja lebih keras. Ketika masalah timbul, seseorang dengan efikasi diri
yang kuat tetap tenang dalam menghadapi masalah dan mencari solusi,
46
bukan memikirkan kekurangan dari dirinya. Dengan demikian dapat
disimpulkan definisi operasional efikasi diri pada skripsi adalah keyakinan
seseorang akan kemampuannya dalam menghadapi masalah di dalam
skripsi yang dikerjakan, kemudian mencari solusi, dan bukan memikirkan
kekurangan dari dirinya.
Untuk mengukur variabel ini, digunakan skala berdasarkan konsep
Corsini (dalam Siregar, 2012) yang dimodifikasi Siregar (2012), kemudian
dimodifikasi kembali oleh penulis sesuai tujuan penelitian yang mencakup 4
aspek efikasi diri, yakni:
a) Kognitif
Yaitu kemampuan individu untuk memikirkan cara-cara yang
digunakan, dan merancang tindakan yang akan diambil untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Salah satu fungsi berfikir
adalah untuk memprediksi kejadian sehari-hari yang akan
berakibat pada masa depan. Semakin efektif kemampuan efektif
kemampuan seseorang dalam analisis berfikir dan dalam berlatih,
maka akan mendukung seseorang bertindak dengan tepat untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
b) Motivasi
Yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui
pikirannya untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan
serta mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi tumbuh dari
pemikiran yang optimis dari dalam diri individu untuk
mewujudkan tindakan yang diharapkan. Tiap-tiap individu
berusaha memotivasi dirinya dengan menetapkan keyakinan pada
tindakan yang akan dilakukan, mengantisipasi pikiran sebagai
latihan untuk mencapai tujuan dan merencanakan tindakan yang
47
akan dilaksanakannya. Motivasi dalan efikasi diri digunakan untuk
memprediksi kesuksesan dan kegagalan.
c) Afeksi
Yaitu kemampuan individu untuk mengatasi perasaan emosi yang
ditimbulkan dari diri sendiri untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Afeksi berperan pada pengaturan diri individu
terhadap pengaruh emosi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri
individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman
emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan
perasaan depresif yang menghalangi pola pikir yang benar untuk
mencapai tujuan.
d) Seleksi
Yaitu kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan secara
matang dalam memilih perilaku dan lingkungannya. Individu akan
menghindari aktivitas dan situasi yang diyakini melebihi
kemampuan yang mereka miliki, tetapi mereka siap melakukan
aktivitas menantang dan situasi yang mereka rasa mampu
mengendalikannya.
Tinggi rendahnya efikasi diri tercermin dari skor skala efikasi diri.
Makin tinggi skor total yang diperoleh, menunjukan efikasi diri yang tinggi
dan sebaliknya makin rendah skor yang diperoleh, menunjukan efikasi diri
yang rendah.
2. Populasi, Sampel Penelitian, dan Tehnik Sampling
Populasi yakni himpunan atau kumpulan dari semua objek yang akan
diteliti (Soleh, 2005). Populasi dari penelitian ini adalah mahasiwa Fakultas
Psikologi UKSW Salatiga yang sedang mengerjakan skripsi. Menurut Soleh
48
(2005) sampel yakni himpunan bagian dari populasi. Sampel harus
memberikan gambaran sebaik mungkin tentang populasinya, sehingga
dengan mengambil sejumlah anggota populasi dapat bebicara mengenai
anggota populasi tersebut secara keseluruhan. Bilamana jumlah populasi
relatif kecil, maka semua anggota populasi dapat digunakan sebagai sampel.
Seperti pendapat Arikunto (2009) yang menyebutkan bahwa jika anggota
subjek dalam populasinya hanya meliputi 100 hingga 150 atau kurang dari
100, dan dalam pengumpulan menggunakan angket maka sebaiknya subjek
sejumlah itu diambil seluruhnya. Hal ini disebut sebagai sampel jenuh.
Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel jenuh
yaitu sebanyak 73 mahasiswa. Data yang diperoleh penulis dari bagian
Administrasi Universitas Kristen Satya Wacana menunjukan bahwa
mahasiswa yang saat ini mengambil skripsi (lebih dari 1 semester) berjumlah
10 orang, skripsi lanjut 1 berjumlah 41 orang, dan skripsi lanjut 2 berjumlah
22.
3. Instrumen Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data
1. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian merupakan suatu alat ukur dalam penelitian,
yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel
penelitian. Instrumen sebagai alat bantu pengambilan data harus dapat
memberikan informasi tentang responden sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya, atau dengan kata lain instrumen harus dapat memberikan
informasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Data tentang variabel-variabel dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan instrumen berupa skala dan daftar isian identitas pribadi.
49
Alasan penggunaan instrumen berupa skala (angket) karena tidak
mengharuskan kehadiran peneliti, dapat dibagikan secara serentak kepada
banyak responden sekaligus, waktu pelaksanaan pengisian tidak mengikat
sehingga dapat disesuiakan dengan waktu yang dimiliki responden.
Dalam penelitian ini terdapat tiga data yang akan dikumpulkan,
yaitu data orientasi pada kesempurnaan, efikasi diri dan prokrastinasi skripsi.
Melalui instrumen berupa skala (angket) data dikumpulkan dengan
menyebarkan daftar pertanyaan/pernyataan kepada responden, dengan
harapan mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan/pernyataan
tersebut, dengan memilih salah satu jawaban dari alternatif jawaban yang
telah disediakan. Adapun penjelasan mengenai skala yang disediakan dalam
instrumen penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Skala orientasi pada kesempurnaan ( perfectionism ) mahasiswa
dalam mengerjakan skripsi
Skala ini berupa skala penilaian yang dikhususkan untuk
mengungkap data orientasi pada kesempurnaan. Skala ini merupakan
modifikasi dari Perfectionism Inventory (PI ) (Hill, dkk, 2004), dengan
reliabilitas sebesar 0.83, dan dalam penelitian Gunawinata, dkk., (2008)
menyebutkan bahwa setelah dimodifikasi skala ini memiliki validitas yang
bergerak dari 0.31 – 0.73. Skala ini terdiri dari 6 aspek, yaitu:
1) Ketelitian akan kesempurnaan
Ini merupakan dimensi adaptif atau dimensi positif dari orientasi
pada kesempurnaan. Adapun indikator dari dimensi ini adalah
kecenderungan untuk meminta pihak lain memiliki standar yang
sama, kecenderungan untuk rapi dan teratur, kecenderungan
untuk merencanakan di awal atau membicarakan keputusan
50
sebelum diambil, kecenderungan untuk mengejar hasil yang
sempurna atau berstandar tinggi.
2) Evaluasi diri pada kesempurnaan
Ini merupakan dimensi maladaptif atau dimensi negatif dari
orientasi pada kesempurnaan. Adapun indikator dari dimensi ini
adalah kecederungan mengalami stres atau kecemasan akibat
kesalahan yang dibuat, kecenderungan untuk mendapatkan
validasi dari orang lain atau sensitif terhadap kritik,
kecenderungan merasa perlu tampil sempurna untuk mendapat
penerimaan dari orang tua, kecenderungan untuk khawatir
mengenai kesalahan yang dibuat di masa lalu atau kesalahan di
masa depan.
Skala orientasi pada kesempurnaan ini menggunakan 4 skor
penilaian, yaitu point 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai, 2 untuk jawaban
tidak sesuai, 3 untuk jawaban sesuai dan 4 untuk jawaban sangat sesuai.
Semakin tinggi skor menunjukan orientasi pada kesempurnaan
(perfectionism ) yang semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah skor
menunjukan orientasi pada kesempurnaan (perfectionism ) yang semakin
rendah.
51
Tabel 3.1.
Kisi – kisi instrumen orientasi pada kesempurnaan
Aspek Indikator Sebaran item
F UF
Ketelitian padakesempurnaan
kecenderungan untuk memintapihak lain memiliki standar yangsama
1,3,5,7,9
kecenderungan untuk rapi danteratur
11,13,15,17,19,21,23
kecenderungan untukmerencanakan di awal ataumembicarakan keputusan sebelumdiambil
25,27,29,31,33,35
kecenderungan untuk mengejarhasil yang sempurna atauberstandar tinggi
37,39,41,43,45,47
Evaluasi diripadakesempurnaan
kecederungan mengalami stressatau kecemasan akibat kesalahanyang dibuat
2,4,6,8,10,12
kecenderungan untukmendapatkan validasi dari oranglain atau sensitif terhadap kritik
14,16,18,20,22,24,26,28
kecenderungan merasa perlutampil sempurna untuk mendapatpenerimaan dari orang tua
30,32,34,36,38,40,42,4
4kecenderungan untuk khawatirmengenai kesalahan yang dibuat dimasa lalu atau kesalahan di masadepan
46,48,49,50,51
b) Skala efikasi diri mahasiswa dalam mengerjakan skripsi.
Skala ini untuk mengungkap data mengenai efikasi diri mahasiswa
dalam mengerjakan skripsi merupakan modifikasi dari skala efikasi diri yang
ada di dalam tesis Siregar ( 2012 ) yang merupakan skala hasil modifikasi
pula. Skala ini memiliki validitas yang bergerak dari 0.303 hingga 0.666 dan
reliabilitas 0.888, yang berarti skala tersebut memiliki tingkat reliabilitas
52
yang sangat baik. Skala ini merupakan pengembangan aspek dari Corsini
(dalam Siregar, 2012), yaitu:
1) Kognitif
Yaitu kemampuan individu untuk memikirkan cara-cara yang
digunakan, dan merancang tindakan yang akan diambil untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Asumsi yang muncul dari
aspek ini adalah semakin efektif kemampuan seseorang dalam
analisis berfikir dan dalam berlatih mengungkapkan ide – ide atau
gagasan pribadi, maka akan mendukung seseorang bertindak
dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Motivasi
Yaitu kemampuan individu untuk memotivasi diri melalui
pikirannya untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan
serta mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi tumbuh dari
pemikiran yang optimis dari dalam diri individu untuk
mewujudkan tindakan yang diharapkan. Tiap-tiap individu
berusaha memotivasi dirinya dengan menetapkan keyakinan
pada tindakan yang akan dilakukan, mengantisipasi pikiran
sebagai latihan untuk mencapai tujuan dan merencanakan
tindakan yang akan dilaksanakannya. Motivasi dalan efikasi diri
digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan.
3) Afeksi
Yaitu kemampuan individu untuk mengatasi perasaan emosi yang
ditimbulkan dari diri sendiri untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Afeksi berperan pada pengaturan-diri individu
terhadap pengaruh emosi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri
individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman
53
emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan
perasaan depresif yang menghalangi pola pikir yang benar untuk
mencapai tujuan.
4) Seleksi
Yaitu kemampuan individu untuk melakukan pertimbangan
secara matang dalam memilih perilaku dan lingkungannya.
Individu akan menghindari aktivitas dan situasi yang diyakini
melebihi kemampuan yang mereka miliki, tetapi mereka siap
melakukan aktivitas menantang dan menghadapi situasi yang
mereka rasa mampu untuk mereka hadapi.
Skala efikasi diri ini menggunakan 4 skor penilaian, yaitu point 1
untuk jawaban sangat tidak sesuai, 2 untuk jawaban tidak sesuai, 3 untuk
jawaban sesuai dan 4 untuk jawaban sangat sesuai. Semakin tinggi skor
menunjukan efikasi diri yang semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah
skor menunjukan efikasi diri yang semakin rendah.
54
Tabel 3.2.
Kisi-kisi instrumen efikasi diri
Aspek Indikator Sebaran item
F UFKognitif Mampu memikirkan cara-cara untuk
mencapai tujuan1,5,9,13
Mampu memperediksi kejadian sehari –hari yang akan berakibat pada masadepan
17,25 21,32
Motivasi Kemampuan memotivasi diri denganpikiran untuk melakukan suatu tindakanyang berkaitan dengan situasi yangdihadapi
2,10,14 6
Yakin / optimis dalam tindakan yangdilakukan
18,22,26 33
Afeksi Mampu mengatasi perasaan emosi yangmuncul dari diri sendiri
3,11 7,15
Mampu mengontrol kecemasan yangmenghalangi berpikir jernih untukmencapai tujuan
19,29 23,27
Seleksi Mampu memilih aktivitas yang sesuaidengan kemampuan
4,8,12,16 20
Melakukan aktivitas yang penuhtantangan
24,30 28,31
c) Skala prokrastinasi skripsi
Skala ini untuk mengungkap data mengenai prokrastinasi mahasiswa
dalam mengerjakan skripsi, merupakan modifikasi dari Academic
Procrastination Q-Sort (APQ) (Sokolowska & Zusho, dalam Sokolowska,
2009) yang memiliki reliabilitas sebesar 0.80. Skala ini merupakan gabungan
dari beberapa alat ukur prokrastinasi yang telah diakui validitasnya dan
sering digunakan dalam penelitian-penelitian mengenai prokrastinasi.
Seperti, TPS (Tuckman Procrastination Scale) dengan validitas yang
bergerak dari 0.25 hingga 0.75 ( Tuckman, 1990 ) dan PASS
55
(Procrastination Assessment Scale Students ) dengan validitas yang bergerak
dari 0.29 hingga 0.66 (Gunawinata, dkk., 2008 ). Skala ini tediri dari 4 aspek
yaitu:
1. Perilaku
Dimensi perilaku menekankan pada penundaan mengerjakan
tugas dengan cara menghindar dan memperlambat penyelesaian
tugas. Oleh karena itu, karakteristik perilaku prokrastinasi
berkaitan dengan aksi penundaan atau penghindaran. Seorang
prokrastinator cenderung mengalami kesulitan untuk melakukan
hal – hal yang tidak disenangi dan ketika mungkin untuk
melakukan, akan menghidarinya. Ia lebih cenderung untuk
melakukan hal – hal yang disenangi.
2. Afektif
Dimensi afektif menekankan pada ketidaknyamanan yang
dirasakan individu. Secara khusus, dimensi ini berhubungan
dengan kecemasan dan kekhawatiran, Beberapa peneliti yang
menginvestigasi penundaan sebagai mekanisme jalan keluar dari
tekanan emosional yang diasosiasikan dengan tugas. Orang yang
melakukan penundaan juga rentan menderita kekhawatiran dan
frustrasi, khususnya sebelum atau sesudah batas waktu yang
ditentukan. Selain itu, cenderung bosan, suka mencari sensasi,
dan aksi pemberontakan.
3. Kognitif
Dimensi kognitif menekankan kepada mengapa individu tetap
membuat keputusan menunda meskipun mengetahui
konsekuensi negatifnya. Pendekatan secara kognitif membahas
kesengajaan untuk menunda di awal atau menyelesaikan suatu
56
tugas. Dimensi kognitif dari prokrastinasi melibatkan
pertentangan antara niat untuk menyelesaikan tugas. Dimensi
kognitif juga melibatkan kesulitan memprioritaskan suatu tugas,
dan manajemen waktu yang buruk.
4. Motivasi
Prokrastinasi juga bisa dilihat sebagai motivasi untuk tidak
menyelesaikan tugas. termasuk di dalamnya persepsi individu
akan pentingnya tugas, manfaat, dan ketertarikan intrinsik yang
melekat dalam diri individu. Beberapa penelitian secara umum
menunjukkan bahwa siswa yang melihat tugas sebagai hal yang
tidak penting, tidak relevan dengan tujuan utamanya, dan tidak
tertarik terhadap tugas tersebut, menunjukan level prokrastinasi
yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang menilai tugas
sebagai sesuatu yang penting.
Skala prokrastinasi skripsi ini menggunakan 4 skor penilaian, yaitu
point 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai, 2 untuk jawaban tidak sesuai, 3
untuk jawaban sesuai dan 4 untuk jawaban sangat sesuai. Semakin tinggi
skor menunjukan prokrastinasi skripsi yang semakin tinggi, sebaliknya
semakin rendah skor menunjukan prokrastinasi skripsi yang semakin rendah.
57
Tabel 3.3.
Kisi-kisi instrumen prokrastinasi skripsi
2. Proses pengumpulan data
Kegiatan pengumpulan data pada prinsipnya merupakan kegiatan
penggunaan metode dan instrumen yang telah ditentukan dan diuji validitas
dan reliabilitasnya. Secara sederhana, pengumpulan data diartikan sebagai
proses atau kegiatan yang dilakukan peneliti untuk mengungkap atau
menjaring berbagai fenomena, informasi atau kondisi lokasi penelitian sesuai
dengan lingkup penelitian.
Sebelumnya dilakukan uji coba skala. Adapun uji coba skala ini
dimaksudkan untuk menguji apakah skala yang digunakan valid dan dapat
diandalkan, sebelum dipakai pada penelitian yang sesungguhnya. Setelah
mendapatkan nilai validitas dan reliabilitas yang sesuai standar yang
ditetapkan, maka penelitian yang sesungguhnya dilakukan pada tanggal 4 –
22 Juni 2012 dan data yang diperoleh dari penelitian tersebut dianalisis untuk
menguji hipotesis yang dianjurkan pada penelitian ini.
Aspek Indikator Sebaran Item
F UF
Perilaku Menunda mengerjakan tugas 5, 13, 17, 1, 9, 21
Menghindari mengerjakan tugasdengan melakukan hal yang disenangi
25, 29,33,35
Afektif Mencari sensasi 2, 6, 10, 14Merasakan kecemasan atau khawatirdalam mengerjakan suatu tugas
18, 22, 26,30
34
Kognitif Mengetahui konsekuensi negative daripenundaan tetapi tetap melakukanya
3, 7, 11, 15
Kesulitan memprioritaskan tugas 19, 23, 27 31Motivasi Menganggap suatu tugas sebagai hal
yang tidak menarik4, 8, 12 16
Menganggap tugas tidak memilikimanfaat
20, 24, 28, 32
58
Kegiatan pengumpulan data diawali dengan mengajukan surat
permohonan ijin penelitian kepada dekan fakultas fsikologi UKSW Salatiga.
Setelah mendapatkan ijin penelitian dari dekan fakultas psikologi UKSW
Salatiga untuk melakukan penelitian, pengumpulan data segera dilakukan.
Pengumpulan data berupa skala terkait variabel prokrastinasi skripsi,
orientasi pada kesempurnaan dan efikasi diri.
Kurang lebih dua minggu pertama penulis mencari subjek dengan
cara stay di Falkultas Psikologi. Penulis mencoba bertanya kepada setiap
mahasiswa yang datang ke fakultas psikologi dengan pertanyaan “apakah
sudah menulis skripsi?”, jika ya, “apakah sudah lebih dari 1 semester dan
apakah sudah pernah melakukan bimbingan?”. Jika 2 pertanyaan ini
terpenuhi, maka penulis akan memberikan skala untuk diisi.
Selama kurang lebih 2 minggu ini, jumlah sampel belum juga
terpenuhi, hanya terkumpul sekitar 45 mahasiswa. Kemudian penulis
mencoba mencari informasi melalui mahasiswa angkatan 2005 s/d 2007
yang dikenal oleh penulis mengenai mahasiswa angkatan tersebut yang
jarang pergi ke fakultas untuk melakukan bimbingan skripsi. Setelah
mendapat informasi tersebut, penulis mencoba menghubungi melalui telpon
ataupun mendatangi langsung ke rumah atau kos mahasiswa yang
besangkutan.
Bukan perkara mudah untuk menemui mereka, penulis sudah
mendatangi kos mahasiswa bersangkutan, akan tetapi beberapa diantaranya
tidak dapat ditemui karena sedang tidak ada di tempat ataupun pulang ke
kota asalnya. Jika jarak kota asal mahasiswa yang besangkutan tidak terlalu
jauh dari Salatiga, penulis akan mendatanginya langsung. Misalnya seperti di
Ambarawa, dan Merak mati, Bawan. Proses ini berlangsung kurang lebih
59
selama 1 minggu, dan pada akhirnya skala yang terkumpul tidak dapat
memenuhi jumlah sampel yang seharusnya, yaitu hanya berjmlah 62 skala.
4. Uji Coba Instrumen
1. Seleksi item skala
Hakikatnya pada setiap pengukuran selalu diharapkan untuk
mendapat hasil ukur yang akurat dan objektif. Salah satu upaya untuk
mencapainya adalah alat ukur yang digunakan harus valid atau sahih dan
reliabel atau andal (Hadi, 2000). Oleh karena itu sebelum skala diberikan
kepada subjek yang sebenarnya maka sebaiknya dilakukan tryout terlebih
dahulu. Instrumen sebelum digunakan harus dilakukan seleksi item yang
terdiri dari proses uji validitas dan uji reliabilitas.
Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya,
sehingga perlu untuk dilakukan pengukuran secara cermat terhadap butir
pernyataan. Validilitas instrumen mencakup validitas isi, konstruk dan
kriteria (Azwar, 2010). Dalam penelitian ini akan menggunakan validitas isi
dan validitas kriteria internal. Validitas isi dilakukan melalui pendapat
profesional, yaitu dosen pembimbing. Pengujian validitas butir melalui
korelasi tiap butir/item dengan total item dan untuk memperoleh nilai
korelasi tesebut digunakan tehnik analisis korelasi product moment pearson
menggunakan bantuan komputer dengan program SPSS for windows versi
17.0. Berdasarkan hasil korelasi ditentukan butir-butir yang sahih dan gugur.
Menurut Azwar (2010), koefisien validitas yang kurang dari 0.30 adalah
tidak memuaskan. Oleh karena itu dalam uji coba instrumen, penulis
menggunakan angka korelasi 0,30 sebagai batas validitas butir.
60
Sesudah proses validitas, akan dilakukan analisis reliabilitas terhadap
butir-butir yang sudah sahih. Uji reliabilitas ini bertujuan untuk
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur
yang sama (Aswar 2010). Adapun pengujian reliabilitas ini akan dilakukan
dengan tehnik cronbach alpha, dengan batuan program SPSS for windows
evaluation version 17.0. Cronbach Alpha pada dasarnya dapat digunakan
untuk menguji reliabilitas instrumen skala likert. Suatu konstruk atau
variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha ≥ 0,60
(Nunnaly dalam Ghozali, 2009).
2. Hasil seleksi item
Sebelum dilakukan penelitian atau pengambilan data, alat ukur perlu
diuji coba (try out) terlebih dahulu untuk mengetahui ketepatan dan
kecermatan, serta untuk mengetahui tingkat reliabilitas alat ukur tersebut.
Meskipun telah diutarakan sebelumnya bahwa alat ukur acuan yang
digunakan sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Namun untuk lebih
memastikan validitas dan reliabilitas skala yang akan digunakan, maka
penulis tetap melakukan uji validitas dan reliabilitas. Dengan pertimbangan
bahwa instrumen tersebut akan digunakan pada lokasi/tempat dan responden
yang berbeda. Berikut ini adalah gambaran tentang hasil analisa uji coba
instrumen.
61
a) Skala orientasi pada kesempurnaan (perfectionism)
Berdasarkan perhitungan validitas diperoleh 22 item yang gugur dan
29 item yang valid, dengan rentang nilai item valid antara 0.301 sampai
dengan 0.706. Coefisien alpha cronbach dari 29 item valid adalah adalah
0.856, untuk itu reliabilitas alat ukur orientasi pada kesempurnaan
(perfectionism) berada pada kategori dapat diandalkan. Di bawah ini
dijelaskan penyebaran item valid dan item gugur.
Tabel 3.4.
Sebaran item valid dan item gugur
skala orientasi pada kesempurnaan (perfectionism)
No Aspek Jumlahitem
Item valid Item tidak valid
1 Ketelitian padakesempurnaan
24 1, 5, 7, 11, 17, 19, 25,27, 37, 39, 41, 43.
3, 9, 13, 15, 21, 23,29, 31, 33, 35,45,
472 Evaluasi diri pada
kesempurnaan27 2, 6, 8, 10, 12, 20, 22,
26, 28, 30, 32, 34, 38,44, 48, 49, 50
4, 14, 16, 18, 24,36, 40, 42, 46, 51.
Total item 51 29 22
b) Skala self – efficacy
Berdasarkan perhitungan validitas diperoleh 8 item yang gugur dan
25 item yang valid, dengan rentang nilai item valid antara 0, 330 sampai
dengan 0, 776. Coefisien alpha cronbach dari 25 item valid adalah 0, 883,
untuk itu reliabilitas alat ukur efikasi diri berada pada kategori dapat
diandalkan. Di bawah ini dijelaskan penyebaran item valid dan item gugur.
62
Tabel 3.5
Tabel sebaran item valid dan item gugur
skala self- efficacy
No Aspek Jumlah item Item valid Item tidakvalid
1 Kognitif 8 5, 9, 13, 17, 2125, 32
1
2 Motivasi 8 2, 6, 10, 14, 18,22, 26, 33
3 Afeksi 8 11, 15, 19, 27,29
3, 7, 23
4 Seleksi 9 8, 16, 24, 30,31
4, 12, 20, 28
Total item 33 25 8
c) Skala prokrastinasi skripsi
Berdasarkan perhitungan validitas diperoleh 8 item yang gugur dan
27 item yang valid, dengan rentang nilai item valid antara 0.323 sampai
dengan 0.681. Coefisien alpha cronbach dari 27 item valid adalah 0.896,
untuk itu reliabilitas alat ukur prokrastinasi skripsi berada pada kategori
dapat diandalkan. Di bawah ini dijelaskan penyebaran item valid dan item
gugur
Tabel 3.6
Tabel sebaran item valid dan item gugur
skala prokrastinasi skripsi
No Aspek Jumlahitem
Item valid Item tidakvalid
1 Perilaku 10 1, 5, 9, 13, 17, 25,29, 33, 35
21
2 Afektif 9 2, 10, 22, 30, 34 6, 14, 18,26
3 Kognitif 8 3, 7, 11, 15, 19, 23,27, 31
4 Motivasi 8 4, 12, 16, 24, 28 8, 20, 32Total item 35 27 8
63
5. Analisis Data
1. Uji asumsi klasik
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, data perlu terlebih dulu
diuji agar memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE)
sehingga dapat menghasilkan parameter penduga yang sahih. Menurut
Ghozali (2009), dalam penelitian terdapat empat uji asumsi klasik, yang
diantaranya adalah: uji normalitas, uji multikolonieritas, uji
heteroskedastisitas, dan uji linearitas.
a) Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data terdistribusi
secara normal. Model regresi yang baik yang baik mensyaratkan data
terdistribusi normal atau paling tidak mendekati normal. Dalam penelitian ini
pengujian normalitas dilakukan dengan melihat gambar grafik P-P Plot.
Normalitas dideteksi dengan melihat titik-titik yang mendekati garis linear
yang bergerak dari kiri ke bawah ke kanan atas. Bila titik-titik tersebut
mengikuti garis linear, berarti data terdistribusi secara normal dan analisa
dapat dilanjutkan (Santoso, 2010).
b) Uji multikolonieritas
Multikolinearitas artinya antara variabel independen yang terdapat
dalam model regresi memiliki hubungan linear yang sempurna atau
mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1). Karena itu
uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Sebab jika terjadi
korelasi, maka terdapat problem multikolinearitas.
64
Menurut Priyatno (2009), ada beberapa metode menguji
multikolinearitas, yaitu dengan membandingkan nilai koefisien dterminasi
individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak (R2) dan yang kedua
dengan melihat nilai tolerance dan dengan melihat tolerance dan inflation
factor (VIF) pada model regresi. Dalam penelitian ini pengujian akan
dilakukan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika
nilai tolerance ≤ 0.10 dan VIF < 10 (Priyatno, 2009).
c) Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan veriance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika Variance tetap maka disebut homoskedositas. Model regresi
yang baik yaitu homoskedositas atau tidak terjadinya heteroskedasitas. Salah
satu cara untuk mendeteksinya adalah dengan melihat scatter plot (nilai
prediksi dependen ZPRED dengan residual SRESID). Apabila titik-titik pada
grafik Scatter plot menyebar secara acak di atas dan dibawah nol pada
sumbuh Y maka tidak terjadi masalah heteroskedasitas (Santoso, 2000).
d) Uji linieritas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi
penyimpangan dari linieritas hubungan tersebut. Uji ini dilakukan dengan
mencari persamaan garis regresi variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika
hasil uji Anova menunjukan signifikansi pada kolom deviation from linearity
lebih dari 0,05 (p>0.05) maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linier.
(Sulistyo, 2010).
65
2. Uji hipotesis
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, hasil yang telah
diperoleh dari kuesioner diolah dengan menggunakan uji statistik. Uji
statistik yang dipakai yaitu teknik analisis regresi berganda dengan
menggunakan SPSS for windows evaluation version 17.0. Analisis regresi
berganda bermaksud untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel
dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai prediktor
dimanipulasi (Sugiyono, 2010).