Upload
vothien
View
244
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES BUBUTULIR (THREADING) TERHADAP KEPRESISIAN GEOMETRI ULIR
MAGNESIUM PADUAN AZ31
(Skripsi)
Oleh :
ALAN SUSENO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES BUBUTULIR (THREADING) TERHADAP KEPRESISIAN GEOMETRI ULIR
MAGNESIUM PADUAN AZ31
OLEH
ALAN SUSENO
Magnesium sudah dikembangkan dalam bidang kedokteran yaitu sebagai material
untuk implan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan faktor utamanya adalah
sifat magnesium sangat mirip dengan sifat tulang manusia. Sekrup AZ31
menunjukkan kekuatan tarik keluar yang serupa dengan sekrup stainless steel saat
ditarik dari bahan tulang sintetis, dan tingkat degradasi jenis sekrup Mg-alloy di
ruang tulang sumsum dan otot lebih cepat dari pada di ruang tulang kortikal. Hal
ini menunjukan bahwa pembuatan ulir pada magnesium AZ31 sangat mendukung
untuk diaplikasikan pada bidang material biomedik. Kepresisian geometri ulir
akan memberikan pengaruh terhadap kwalitas ulir, terutama pada saat ulir bekerja
bila sudah digunakan sebagai penyambung tulang. Untuk mengatasi masalah
tersebut, dapat dilakukan variasi pada parameter proses pemesinannya, yaitu
parameter pemotongan pada saat pembubutan ulir untuk mendapatkan hasil yang
paling baik akurasinya.
Hasil penelitian menunjukan nilai kesalahan tinggi ulir minimum yaitu 0,018188
mm didapatkan pada parameter kecepatan spindel 424 rpm dan kedalaman potong
0,433015. Nilai kesalahan jarak puncak ulir (pitch) minimum yaitu 0,0205 mm
didapatkan pada parameter kecepatan spindel 212 rpm dan kedalaman potong
0,649523 mm. Nilai kesalahan sudut minimum yaitu 0,603° didapatkan pada
parameter kecepatan spindel 212 rpm dan kedalaman potong 0,324761 mm.
Kata kunci : threading, akurasi, geometri, magnesium, AZ31
ABSTRACT
INFLUENCE OF CUTTING PARAMETERS DURING THREADTURNING PROCESS ON PRECISION OF THREAD GEOMETRY
MAGNESIUM ALLOY AZ31
BY
ALAN SUSENO
Magnesium has been developed in the field of medic as a material for implants.
The results of previous studies show that the main factor is the characteristic of
magnesium very similar to the characteristic of human bones. AZ31 screws show
outward tensile strength similar to stainless steel screws when pulled from
synthetic bone material, and the degradation rate of Mg-alloy screw types in the
marrow and muscle bone space is faster than in cortical bone space. This shows
that the screw making on magnesium AZ31 is very possible to be applied in the
biomedical material field. The precision of the screw geometry will have an effect
on the quality of the thread, especially when the screw works when it has been
used as a bone joint. To overcome this problem, variations in the machining
process parameters are carried out, the cutting parameters at the time of screw
turning to get the best accuracy results.
The results showed that the minimum screw depth error value is 0.018188 mm,
obtained at the spindle speed parameter of 424 rpm and depth of cut 0.433015
mm. The minimum pitch error value is 0.0205 mm obtained on the parameters of
the spindle speed of 212 rpm and depth of cut 0.649523 mm. The minimum angle
error value is 0.603 ° obtained in the parameters of the spindle speed 212 rpm and
the depth of cut 0.324761 mm.
Keywords: threading, accuracy, geometry, magnesium, AZ31
PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES BUBUTULIR (THREADING) TERHADAP KEPRESISIAN GEOMETRI ULIR
MAGNESIUM PADUAN AZ31
Oleh
ALAN SUSENO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarSARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik MesinFakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Hajimena, pada tanggal 10 Juni
1996 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara, dari
pasangan Bapak Edi Sanjaya dan Supari Ningsih.
Pendidikan TK Al-Azar Bandar Lampung
diselesaikan pada tahun 2002. SD N 1
Giriklopomulyo pada tahun 2008, SMP N 1
Sekampung diselesaikan pada tahun 2011, SMA N 4
Metro diselesaikan pada tahun 2013, dan pada tahun
2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa
Teknik Mesin (HIMATEM) sebagai anggota Divisi Kreativitas (2014-2015) dan
menjadi Kepala Divisi Kreativitas (2015-2016)
Penulis melaksanakan kerja praktik di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Tanjung
Enim Kab. Muara Enim Sumatera Selatan dengan judul laporan “Analisa Keausan
dan Kerusakan Gigi Bucket pada Bucket Wheel Excavator di Satuan Kerja
Perawatan Mesin PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Tanjung Enim Sumatra
Selatan”. Kemudian pada tahun 2017 penulis melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Parameter Pemotongan pada Proses Bubut Ulir (Threading)
Terhadap Kepresisian Geometri Ulir Magnesium Paduan Az31” dibawah
bimbingan Gusri Akhyar Ibrahim, S.T.,M.T.,Ph.D. Ir. Arinal Hamni, M.T. dan Dr.
Ir. Yanuar Burhanuddin, M.T.
MOTTO HIDUP
Barang Siapa Yang Keluar Rumah Untuk Mencari Ilmu
Maka Ia Berada Di Jalan Allah Hingga Ia Pulang
(H.R. Tarmidzi)
Surga Itu Di Bawah Telapak Kaki Ibu
(H.R. Ahmad)
Guru yang baik adalah pengalaman, guru terbaik
adalah pengalaman orang lain
Bersatu, Berjuang, Berkarya “Solidarity M Forever”
(Himatem Unila)
ix
SANWACANA
Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah.SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan
baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan
pendidikan S1 di Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Dalam laporan ini
penulis mengambil judul “PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN
PADA PROSES BUBUT ULIR (THREADING) TERHADAP
KEPRESISIAN GEOMETRI ULIR MAGNESIUM PADUAN AZ31”.
Dengan selesainya laporan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan dan arahan dari semua pihak, oleh karena itu penyusun mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ahmad Su’udi, S.T., M.T. Sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Lampung.
2. Bapak Gusri Akhyar Ibrahim S.T., M.T., Ph.D. Sebagai Pembimbing Skripsi
penulis.
3. Ibu Ir. Arinal Hamni M.T. Sebagai Pembimbing II Skripsi penulis.
4. Bapak Dr. Ir. Yanuar Burhanuddin, M.T. Sebagai Penguji Skripsi penulis.
5. Kedua orang tua, adikku dan keluarga yang telah memberikan bimbingan
moral maupun spiritual, juga atas nasehat dan doanya.
x
6. Teman satu perjuangan angkatan 2013 dan semua pihak khususnya D3 dan
S1 Teknik mesin Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
sangat berguna untuk kita semua demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir
kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan kita
semua khususnya teknologi tepat guna. Amin
Wassalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatu.
Bandar Lampung, 24 Oktober 2018
Penulis
ALAN SUSENO
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v
PERNYATAAN PENULIS ........................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
MOTTO ....................................................................................................... viii
SANWACANA ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang . ............................................................................... 1
1.2. Tujuan............................................................................................... 4
1.3. Batasan Masalah............................................................................... 4
1.4. Sistematika Penulisan....................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Magnesium....................................................................................... 7
xii
2.2. Pemesinan ........................................................................................ 12
2.3. Pemesinan Bubut.............................................................................. 13
2.4. Mesin Bubut CNC............................................................................ 23
2.5. Ulir .................................................................................................. 24
2.6. Pengukuran Ulir ............................................................................... 28
2.7. Chatter pada Pemesinan................................................................... 33
III.METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 36
3.2. Alur Penelitian ................................................................................. 37
3.3. Alat dan Bahan................................................................................. 38
3.4. Prosedur Penelitian........................................................................... 44
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian ................................................................................. 48
4.2. Pengaruh Parameter Pemesinan Terhadap Permukaan Profil Ulir
Magnesium Paduan AZ31................................................................. 61
IV. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 70
5.2. Saran................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Magnesium............................................................................... 7
Gambar 2.2. Prinsip Bidang dan Arah Pada Elemen Magnesium ................ 11
Gambar 2.3. Penamaan Paduan Magnesium................................................. 11
Gambar 2.4. Beberapa Proses Pemesinan ..................................................... 13
Gambar 2.5. Mesin Bubut ............................................................................. 14
Gambar 2.6.Proses Pada Mesin Bubut ............................................................... 15
Gambar 2.7.Skematis Proses Bubut .............................................................. 16
Gambar 2.8. Nama-nama Bagian Ulir ................................................................ 19
Gambar 2.9. Pahat ulir metris untuk ulir luar dan ulir dalam .......................... 20
Gambar 2.10.Proses pembuatan ulir luar dengan menggunakan pahat
sisipan .................................................................................................... 21
Gambar 2.11. Mesin CNC.................................................................................... 23
Gambar 2.12. Ulir tunggal dan ulir ganda ......................................................... 27
Gambar 2.13. Jenis-jenis ulir menurut bentuk sisi ulir..................................... 27
Gambar 2.14. Dimensi penting pada ulir ........................................................... 28
Gambar 2.15. Pasangan ulir luar dan ulir dalam yang menunjukkan adanya
kesalahan sudut ...................................................................................... 30
Gambar 2.16. (a) grafik kesalahan pitch progresif (b) Kesalahan pitch
periodik.................................................................................................... 32
Gambar 3.1 Diagram alur penelitian................................................................... 37
xiv
Gambar 3.2. Material Magnesium AZ31 ........................................................... 38
Gambar 3.3. Dimensi mata pahat ulir ............................................................... 40
Gambar 3.4. Mesin bubut CNC ........................................................................... 41
Gambar 3.5. Profil Projector ................................................................................ 42
Gambar 3.6. Jangka sorong................................................................................. 42
Gambar 3.7.Pitch Gauge ...................................................................................... 43
Gambar 3.8. Dimensi Pahat dan Kedalaman potong yang digunakan ........... 45
Gambar 4.1. Grafik Pengaruh kedalaman potong terhadap kesalahan tinggi
puncak ulir .............................................................................................. 50
Gambar 4.2. Penyimpangan geometri tinggi puncak ulir pada kecepatan
spindel 424 Rpm dengan kedalaman potong sebesar 0,433015
mm ........................................................................................................... 52
Gambar 4.3. Grafik pengaruh kedalaman potong terhadap kesalahan sudut
ulir ............................................................................................................ 52
Gambar 4.4. Penyimpangan geometri sudut ulir pada kedalaman potong
0,324761 mm dan kecepatan spindel 212 rpm................................... 54
Gambar 4.5. Grafik pengaruh kedalaman potong terhadap kesalahan jarak
puncak ulir (pitch).................................................................................. 55
Gambar 4.6. Kesalahan jarak puncak ulir terkecil pada kedalaman potong
0,649523 mm dan dan kecepatan spindel 212 rpm ........................... 56
Gambar 4.7. Grafik pengaruh kecepatan spindel terhadap kesalahan tinggi
puncak ulir .............................................................................................. 57
Gambar 4.8. Grafik pengaruh kecepatan spindel terhadap kesalahan sudut
ulir ............................................................................................................ 58
xv
Gambar 4.9. Grafik pengaruh kecepatan spindel terhadap kesalahan jarak
puncak ulir (pitch).................................................................................. 60
Gambar 4.10. Bentuk profil permukaan ulir magnesium paduan AZ31 pada
kecepatan spindel 212 rpm (1) kedalaman potong 0,324761 mm (2)
kedalaman potong 0,433015 mm (3) kedalaman potong 0,649523
mm ........................................................................................................... 63
Gambar 4.11. Bentuk profil permukaan ulir magnesium paduan AZ31 pada
kecepatan spindel 318 rpm (4) kedalaman potong 0,324761 mm (5)
kedalaman potong 0,433015 mm (6) kedalaman potong 0,649523
mm ........................................................................................................... 64
Gambar 4.12 Bentuk profil permukaan ulir magnesium paduan AZ31 pada
kecepatan spindel 424 rpm (7) kedalaman potong 0,324761 mm (8)
kedalaman potong 0,433015 mm (9) kedalaman potong 0,649523
mm ........................................................................................................... 65
Gambar 4.13 Bentuk profil permukaan ulir magnesium paduan AZ31 pada
kedalaman potong 0,324761 mm (1) kecepatan spindel 212 rpm (2)
kecepatan sindel 318 rpm (3) kecepatan sindel 424 rpm.................. 66
Gambar 4.14 Bentuk profil permukaan ulir magnesium paduan AZ31 pada
kedalaman potong 0,433015 mm (4) kecepatan sindel 212 rpm (5)
kecepatan sindel 318 rpm (6) kecepatan sindel 424 rpm.................. 67
Gambar 4.15 Bentuk profil permukaan ulir magnesium paduan AZ31 pada
kedalaman potong 0,649523 mm (7) kecepatan sindel 212 rpm (8)
kecepatan sindel 318 rpm (9) kecepatan sindel 424 rpm.................. 69
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat Fisik magnesium................................................................. 9
Tabel 2.2.Kecepatan potong proses bubut rata dan proses bubut ulir untuk
pahat HSS ............................................................................................ 21
Tabel 3.1. Rencana kegiatan penelitian........................................................ 36
Tabel 3.2. Karakteristik thermal paduan magnesium AZ31 ........................ 39
Tabel 3.3. Sifat Fisik magnesium................................................................. 39
Tabel 3.4. Spesifikasi jangka sorong ........................................................... 43
Tabel 3.5. Tabel pengukuran setiap ulir....................................................... 46
Tabel 3.6. Tabel hasil pengukuran spesimen ............................................... 47
Tabel 4.1. Data hasil pengukuran dimensi ulir pada pengaruh kedalaman
potong................................................................................................ 49
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Magnesium merupakan unsur kedelapan terbanyak yang ada di permukaan
bumi, yaitu sekitar 2% dari berat kerak bumi. Selain itu juga magnesium
adalah unsur paling banyak ketiga yang terlarut dalam air laut (Saputra, 2017
: Kausar, 2014). Dapat dipastikan bahwa magnesium adalah sumber daya
alam yang melimpah di bumi ini dan harus dimanfaatkan dengan optimal
untuk kemajuan teknologi yang sudah ada saat ini dan berupaya untuk
memanfaatkannya dengan tepat dalam berbagai bidang terutama bidang
industri dan manufaktur.
Magnesium sendiri hanya memiliki kepadatan setara dengan dua pertiga kali
dari alumunium, karena kepadatannya yang lebih rendah dari alumunium,
magnesium banyak diaplikasikan pada komponen maupun konstruksi yang
membutuhkan material yang ringan dimana massa yang ringan tersebut
merupakan pertimbangan yang sangat penting. Oleh sebab itu, paduan
magnesium sangat menarik sebagai bahan struktural di semua aplikasi dimana
pengurangan berat komponen menjadi perhatian besar. Dalam aplikasi
otomotif, pengurangan berat elemen mesin akan memperbaiki kinerja
kendaraan dengan mengurangi rolling resistance dan energi percepatan,
2
sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar dan selain itu pengurangan gas
rumah kaca CO2 dapat tercapai (Ibrahim dkk., 2014 : Blawert dkk., 2004).
Magnesium juga sudah dikembangkan dalam bidang kedokteran yaitu sebagai
material untuk implan. Faktor utamanya sifat magnesium sangat mirip dengan
sifat tulang manusia dan memiliki biocompatible yang baik serta luluh di
dalam tubuh, maka magnesium dan paduannya sangat memungkinkan
diaplikasikan pada bidang material biomedik (Bai dkk, 2014). Penelitian
lainnya mengatakan Sekrup Mg murni dan AZ31 menunjukkan kekuatan tarik
keluar yang serupa dengan sekrup stainless steel saat ditarik dari bahan tulang
sintetis. Tingkat degradasi kedua jenis sekrup Mg-alloy di ruang tulang
sumsum dan otot lebih cepat dari pada di ruang tulang kortikal (Henderson
dkk, 2014). Dalam bidang biomedic ulir sudah menjadi sebuah komponen
yang sangat penting sebagai implant tulang. Hal ini menunjukan bahwa
pembuatan ulir pada magnesium AZ31 sangat mendukung untuk diaplikasikan
pada bidang material biomedic.
Meskipun magnesium memiliki banyak kelebihan, akan tetapi magnesium
memiliki kekurangan yaitu sangat mudah terbakar karena memiliki titik nyala
yang rendah. Pada titik nyala yang rendah tersebut geram akan terbakar, di
mana suhu pemotongan melebihi titik cair bahan yaitu (400°C - 600°C)
(Mahrudi dan Burhanuddin, 2013). Pada proses pemesinan, umumnya metode
yang banyak digunakan untuk menurunkan suhu pemotongan adalah dengan
menggunakan cairan (baik berupa pelumas maupun pendingin). Namun pada
perkembangannya penggunaannya cairan ini mulai dinimalisir karena sangat
3
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan (Doni, 2015 ; Harun, 2009 ;
Kuuppinen, 2002). Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat dilakukan variasi
pada parameter proses pemesinannya, yaitu parameter pemotongan pada saat
pembubutan ulir dengan material magnesium paduan AZ31 untuk
mendapatkan hasil yang paling baik akurasinya,
Dalam penelitian Viswanathan (2014) mengatakan bahwa parameter
pemotongan memiliki pengaruh penting pada kekasaran permukaan terhadap
pemesinan bubut magnesium paduan AZ31. Parameter yang digunakannya
adalah kecepatan spindel sebesar 212 , 318 dan 424 rpm, kedalaman potong
sebesar 0,5 ,0,75 dan 1 mm, serta gerak makan dengan variasi 0,2, 0,25, 0,3
mm/rev. maka didapatkan nilai kekasaran terendah dengan menggunakan
parameter kecepatan spindel 212 rpm, gerak makan sebesar 0,25 mm/rev dan
kedalaman potong sebesar 0,75 mm
Bagaimanapun juga sudah ada beberapa penelitian mengenai sekrup dan ulir
menggunakan material magnesium paduan AZ31, tetapi belum ada yang
membahas tentang pengaruh parameter pemotongan terhadap kepresisian
geometri ulirnya. Kepresisian geometri ulir akan memberikan pengaruh
terhadap kwalitas ulir, terutama pada saat ulir bekerja bila sudah digunakan
sebagai penyambung tulang.
Pada penelitian ini akan dilakaukan pembuatan ulir metrik M22x1,5 dengan
menggunakan material magnesium paduan AZ31 dengan parameter yang
digunakan adalah kecepatan spindel sebesar 212 , 318 dan 424 rpm yang
mengacu pada penelitian Viswanathan (2014), lalu mengacu pada standar
4
isometrik, tinggi ulir untuk M22x1,5 adalah 1,299045 mm maka kedalaman
potong yang divariasikan adalah 0,324761, 0,433015, dan 0,649523 mm.
Dari penelitian yang sudah diuraikan di atas dan parameter yang akan
digunakan pada penelitian ini diharapkan mendapatkan parameter yang paling
baik dan hasil nilai penyimpangan yang kecil pada kepresisian ulir.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penilitian ini adalah mendapatkan pengaruh parameter
pemotongan terhadap geometri dan kepresisian ulir pada proses threading
magnesium paduan AZ31
1.3 Batasan Masalah
Untuk menjaga arah tujuan dari penelitian ini maka penulis membatasi
pembahasan masalah pada kriteria berikut :
1. Material yang akan digunakan adalah Magnesium paduan AZ31
kandungan Al 3 % dan Zn 1 %
2. Pemesinan yang dilakukan menggunakan mesin CNC turning dengan
proses threading
3. Pengambilan data dimensi dan geometri ulir menggunakan Profil
Projector
4. Pengambilan gambar profil permukaan ulir menggunakan Mikroskop
USB Coolingtech
5
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini yaitu menjadi lima bab, yaitu :
Bab I. Pendahuluan, pada bab ini terdiri dari latar belakang yang menjadi
penulisan penelitian ini, yaitu berisikan tentang perlunya kajian tentang
kepresisian ulir pada pemesinan magnesium AZ31, dengan tujuan yaitu
mendapatkan pengaruh parameter pemotongan terhadap geometri dan
kepresisian ulir pada proses threading magnesium paduan AZ31, serta
batasan masalah yang diberikan adalah material yang digunakan
menggunakan magnesium paduan AZ31, pemesinan yang dilakukan adalah
bubut ulir (threading) dan pengambilan data dimensi ulir menggunakan profil
projector, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan yang berisikan
pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, data dan pembahasan,
penutup serta daftar pustaka.
Bab II. Tinjauan Pustaka, berisi tentang magnesium dan sifat-sifatnya, proses
pemesinan, pemesinan magnesium AZ31, pemesinan bubut, parameter
pemesinan bubut, pemesinan bubut ulir (threading), jenis-jenis ulir,
pengukuran ulir,
Bab III. Metodologi Penelitian, bab ini berisikan tentang waktu dan tempat
penelitian, alur penelitian, alat dan bahan, serta prosedur penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini
6
Bab IV. Hasil dan Pembahasan, berisi data-data yang telah didapat dari hasil
pengujian yang telah diamati dan membahas setiap perbandingan pada setiap
parameter
Bab V. Penutup, bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan serta berisi saran-saran yang diberikan
Daftar Pustaka, memuat daftar sumber-sumber yang menjadi referensi
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Magnesium
Magnesium (Gambar 2.1) merupakan unsur kedelapan terbanyak yang ada di
permukaan bumi, yaitu sekitar 2% dari berat kerak bumi. Selain itu juga
magnesium adalah unsur paling banyak ketiga yang terlarut dalam air laut
(Saputra, 2017 : Kausar, 2014). Dapat dipastikan bahwa magnesium adalah
sumber daya alam yang melimpah di bumi ini dan harus dimanfaatkan
dengan optimal untuk kemajuan teknologi yang sudah ada saat ini dan
berupaya untuk memanfaatkannya dengan tepat dalam berbagai bidang
terutama bidang industri dan manufaktur.
Gambar 2.1 Magnesium (Sumber : Saputra, 2017)
8
Magnesium sendiri hanya memiliki kepadatan setara dengan dua pertiga kali
dari alumunium, karena kepadatannya yang lebih rendah dari alumunium,
magnesium banyak diaplikasikan pada komponen maupun konstruksi yang
membutuhkan material yang ringan dimana massa yang ringan tersebut
merupakan pertimbangan yang sangat penting, yaitu seperti konstruksi
pesawat terbang dan rudal. Pada tebel periodik, magnesium memiliki nomor
atom 12 serta berat atom sebesar 24,31.
Magnesium merupakan logam alkali tanah yang memiliki karakteristik
mendekati alumunium namun titik cairnya lebih rendah, hal ini menyebabkan
magnesium banyak digunakan sebagai zat paduan (alloy) dalam membuat
paduan alumunium-magnesium yang biasa disebut “magnalium” atau
“magnelium”. Kesamaan lainnya antara magnesium dan alumunium adalah
mudah bersenyawa dengan udara (oksigen). Akan tetapi keduanya juga
memiliki perbedaan yang sangat mencolok yaitu magnesium memiliki
permukaan yang lebih keropos, hal ini disebabkan karena kelembaban udara
karena oxid film yang terbentuk pada permukaan magnesium ini hanya
mampu melindunginya dari udara yang kering, hal ini menyebabkan
kerentanan terjadinya korosi pada magnesium jika kelembaban udara
mengandung unsur air dan garam.
Untuk menghindari korosi magnesium memerlukan pelapisan pada
permukaannya seperti cat. Perbedaan lainnya yaitu magnesium memiliki
struktur yang berada pada kisi hexagonal sehingga tidak mudah terjadi slip
(Saputra, 2017 : Kausar, 2014).
9
2.1.1 Sifat fisik magnesium
Sifat fisik merupakan sifat-sifat suatau unsur tentang pengaruh teperatur,
jumlah energi ion, kerapatan massa dimensi hingga kapasitas panas yang
mampu ditampung suatu unsur yang tentunya berbeda-beda nilainya untuk
setiap unsur yang ada. Untuk sifat fisik magnesium akan dijelaskan pada
Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Sifat Fisik Magnesium
Sifat Fisik Magnesium PaduanTitik cair, K 922 K
Titik didih, K 1380 K
Energi ionisasi 1 738 kJ/mol
Energi ionisasi 11 1450 kJ/mol
Kerapatan massa (ρ) 1,74 g/cm3
Jari-jari atom 1,60 A
Kapasitas panas 1,02 J/gK
Potensial ionisasi 7,646 Volt
Konduktivitas kalor 156 W/mK
Entalpi penguapan 127,6 kJ/mol
Entalpi pembentukan 8,95 kJ/mol
Sumber : Kausar, 2014
2.1.2 Sifat mekanik magnesium
magnesium memiliki berat jenis atau rapat massa yaitu sebesar 1,738
gram/cm . Selain itu pengecoran magnesium murni memiliki kekuatan
tarik sebesar 110 N/mm (Hardi, 2008).
10
2.1.3 Magnesium paduan tempa
Magnesium paduan ada berbagai macam jenis pengelompokannya, semua
itu bergantung pada jumlah kadar serta jenis unsur yang digunakan untuk
paduannya. Jenis kelompok tersebut yaitu (Ghani, 2011) :
a. Magnesium dengan kadar 1,5 % Mangan
b. Magnesium paduan dengan aluminium, seng dan mangan
c. Magnesium paduan dengan zirconium (biasanya dilakukan perlakuan
panas)
d. Magnesium paduan dengan Seng, zirconium dan thorium (creep
resisting-alloys)
2.1.4 Karakteristik magnesium
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, magnesium memiliki struktur
heksagonal (Gambar 2.2) (Purnomo, 2017 : Polmer, 1994). Struktur
heksagonal yang rapat namun memiliki variable ukuran butir yang besar
telah menyebabkan kurang optimumnya sifat mekanik dari magnesium.
Pengembangan paduan magnesium untuk menjadikannya lebih efektif
bersaing dengan pengembangan paduan alumunium karena memiliki
perbedaan substansi dalam pemahaman tentang fase transformasi yang
terjadi pada paduan magnesium dibandingkan dengan paduan alumunium
(Purnomo, 2017 : Froes, 1998)
11
Gambar 2.2 Prinsip bidang dan arah pada elemen magnesium (Sumber :Purnomo, 2017 : Polmer, 1994)
2.1.5 Penandaan paduan magnesium
Paduan magnesium memiliki penandaan berbeda-beda bergantung pada
unsur paduannya, berikut adalah penetapan penandaannya :
a. Huruf pertama dan kedua, menunjukkan unsur pada paduan utama.
b. Angka pada penandaan biasanya berjumlah dua atau tiga, menandakan
jumlah presentase unsur paduan utama yang dibulatkan.
c. Standar paduan dengan variasi dan komposisi yang kecil ditunjukan
dengan huruf, kecuali huruf I dan O
d. Sifat material pada paduan magnesium mengikuti sistem simbol pada
paduan aluminium.
e. Contoh, pada paduan AZ91: Unsur utama yang menyusun paduannya
adalah aluminium dan zinc (A= 9%, dibulatkan) dan seng (Z =1%).
Gambar 2.3 Penamaan paduan magnesium (Sumber : (Purnomo, 2017 :Riyadi, 2015 : Buldum, 2011)
12
2.2 Pemesinan
Pemesinan merupakan proses produksi dengan menggunakan mesin-mesin
perkakas dan memanfaatkan gerakan antara pahat dengan benda kerja dengan
cara menghilangkan bagian yang tidak diinginkan yang berbentuk serpihan
atau sering disebut geram, sehingga menghasilkan suatu produk sesuai
dengan hasil geometri yang diinginkan (Widarto,2008). Proses pemesinan
yaitu teknik pembentukan dengan cara memotong bagian benda kerja yang
tidak diperlukan menggunakan perkakas, pada proses pemesinan ini, perkakas
bersifat tajam, karena fungsinya memotong material dengan menyayat
material dengan ketebalan tertentu (Kalpakjian, 2001).
Prinsip kerja pada proses pemesinan ini adalah menempatkan benda kerja
yang akan dipotong di atas meja potong. Supaya benda tetap diam dan tidak
bergerak maupun bergeser saat proses pemesinan berlangsung, digunakan
komponen pencekam. Jika benda kerja tidak dalam keadaan kondisi kaku
pada saat proses pemesinan berlangsung, dapat menyebabkan kerusakan
geometri komponen atau merusak ketelitian.
Proses pemesinan dikasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu proses
pemesinan untuk bentuk silindris dan konis seperti pada Gambar 2.4, dimana
klasifikasi pemesinan yang pertama untuk mendapatkan bentuk silindris
menggunakan benda kerja atau pahat yang berputar, sedangkan klasifikasi
pemesinan yang kedua untuk mendapatkan permukaan yang datar
menggunakan pahat yang berputar atau bergerak sedangkan benda kerja
diam.
13
Gambar 2.4 Beberapa proses pemesinan : bubut (turning/lathe), frais(milling), sekrap (planning, shaping), gurdi (drilling), gerinda (grinding), bor(boring), pelubangan (punching press), gerinda permukaan (surface grinding)
(Sumber : Widardo, 2008).
Klasifikasi yang pertama mencakup proses bubut (lathe) dan proses bubut
yang telah divariasikan, mesin gurdi (drilling machine), mesin frais (milling
machine), dan mesin gerinda (grinding machine). Untuk klasifikasi yang
kedua mencakup proses sekrap (shaping planning), gurdi (drilling), proses
slot (sloting), proses menggergaji (sawing), dan proses pemotongan roda gigi
(gear cutting)(Widardo, 2008).
2.3 Pemesinan Bubut
Pemesinan bubut pada umumnya digunakan untuk melakukan pemesinan
pada material logam maupun nonlogam untuk mendapatkan hasil benda kerja
dengan bentuk silinder maupun konis, proses pemesinan bubut dilakukan
menggunakan mekanisme spindel yang memutar benda kerja akan dipotong
14
oleh pemotong mata tunggal untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan, dan
melepas bagian yang tidak diinginkan.
Menurut definisi ASM Internasional, proses bubut merupakan proses
pemesinan konvensional untuk membentuk permukaan oleh pahat terhadap
benda kerja yang berputar, hal ini dirancang supaya benda kerja dapat
dipotong sesuai dimensi dan toleransi yang diinginkan sesuai dengan
rancangan teknisinya (Setyawan, 2014)
Proses pembubutan dimulai dengan memasang material benda kerja pada
cekam yang dipasang pada poros utama spindel, dan mengatur lengan pada
kepala diam, untuk memilih putaran poros (n) yang sesuai, umumnya
disesuaikan dengan spesifikasi pahat yang digunakan. Harga putaran poros
utama biasanya dibuat bertingkat dengan standar yang sudah ada, misalnya :
83, 155, 275, 550, 1020 dan 1800 rpm.
Gambar 2.5 Mesin bubut (Sumber : Widarto, 2008)
15
Gerak pemotongan oleh benda kerja yang bergerak memutar atau rotasi, dan
gerak makan oleh pahat yang melakukan gerak translasi menuju arah spindel.
Pahat dipasangkan pada holder lalu kedalaman potong atau depth of cut (a)
diatur sesuai dengan kedalaman yang diinginkan pada roda pemutar (roda
pemutar kedalaman potong memiliki skala minimal 0,1 mm) setelah itu
kedalaman gerak translasi dan gerak makannya diatur pada lengan atau tuas
pengatur pada rumah roda gigi. Gerak makan (f) pada mesin bubut memiliki
standar yang telah ditetapkan. Komponen-komponen mesin bubut dapat kita
lihat pada Gambar 2.5.
2.3.1 Jenis operasi bubut
Operasi bubut ada berbagai macam jenisnya hal ini dibedakan berdasarkan
posisi benda kerja dan bentuk pahat yang digunakan, berikut adalah jenis
operasi bubut : Pembubutan silindris (turning), Pengerjaan tepi/bubut
muka (facing), Bubut Alur (grooving), Bubut Ulir (threading),
Pemotongan (Cut-off), Meluaskan lubang (boring), Bubut bentuk
(Forming), Bubut inti (trepanning), dan Bubut konis.
Gambar 2.6 Proses pada mesin bubut (Sumber : Purnomo, 2017 :Hariyanto, 2015)
16
2.3.2 Parameter proses bubut
Proses bubut memiliki parameter-parameter utama untuk pemesinan,
parameter utama tersebut akan sangat berpengaruh terhadap hasil dari
produk yang telah dibubut. Kita dapat menentukan parameter utama yang
dibutuhkan dengan persamaan-persamaan berikut, dan Gambar 2.7
menunjukan skema dari proses bubut.
Gambar 2.7 Skematis proses bubut(Sumber: Purnomo, 2017 :Kalpakjian,1995)
Keterangan :
1. Benda kerja :
Do = Diameter awal (mm)
Df = Diameter akhir (mm)
lt = Panjang pemotongan (mm)
2. Mesin bubut :
d = Selisih diameter atau kedalaman potong (mm)
f = Gerak makan atau feeding (mm/putaran)
N = Kecepatan spindel (putaran/menit)
17
2.3.2.1 Kecepatan potong
Kecepatan potong adalah parameter yang pertama yang akan dibahas,
pada proses bubut kecepatan potong dapat diartikan sebagai kerja rata-
rata pada sebuah titik lingkaran terhadap pahat potong dalam periode satu
menit. Nilai kecepatan potong dipengaruhi diameter benda kerja dan
kecepatan spindel. Semakin besar diameter benda kerja dan nilai
kecapatan spindel maka semakin besar juga kecapatan potongnya.
Sederhananya kecepatan potong diasumsikan sebagai keliling benda
kerja dikalikan dengan kecepatan putar (Purnomo, 2017 : Widarto,
2008).
= ; m/menit ........................................................... (2.1)
2.3.2.2 Kecapatan makan
Definisi dari kecepatan makan adalah jarak dari pergerakan pahat potong
sepanjang jarak kerja untuk setiap putaran dari spindel, maka kecepatan
makan dipengaruhi oleh gerak makan (f) yaitu jarak yang ditempuh oleh
pahat setiap benda kerja berputar satu kali (mm/rev) dan putaran spindel
(n) (Purnomo, 2017 : Widarto, 2008).
= × ; mm/menit .................................................... (2.2)
2.3.2.3 Kedalaman potong
Kedalaman potong merupakan selisih antara diameter sebelum dan
sesudah proses bubut atau kedalaman geram yang diambil oleh pahat
potong. Kedalaman potong pada pemesinan bubut maksimum dipilih dari
kondisi padaa mesin, jenis pahat potong yang digunakan, dan
18
kemampuan benda kerja untuk dilakukan pemesinan (machineability)
(Rochim, 1993). Rumus untuk kedalaman potong adalah := ;mm ....................................................................... (2.3)
2.3.2.4 Kecepatan penghasilan geram
Kecepatan geram yang dihasilkan pada proses pemesinan dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
= × ; cm3/menit ................................................... (2.4)= × ; (mm)
2.3.2.5 Waktu pemotongan
Waktu pemotongan disini adalah waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu produk (Rochim, 1993). Rumus waktu pemotongan
adalah :
= ; menit.............................................................. (2.5)
2.3.3 Pembubutan Magnesium paduan AZ31
Dalam penelitiannya (Liwei, 2016) mengatakan bahwa parameter
pemotongan memiliki pengaruh penting pada struktur mikro, kekasaran
permukaan dan pengerasan akibat pemesinan bubut terhadap magnesium
paduan AZ31. Menurut hasil penelitiannya peningkatan kecepatan
pemotongan dari 1000rpm sampai 2200rpm, akan menurunkan
kemampuan pengerasan dari sekitar 135% menjadi 120%, yang dapat
dikaitkan dengan tingkat pengerasan permukaan. Kekasaran berkurang
dengan meningkatnya kecepatan potong, karena bila kecepatan
19
pemotongan meningkat, kekuatan pemotongan akan berkurang, dan proses
pemotongannya relatif stabil, yang meningkatkan kualitas permukaan
benda kerja. Nilai kekasaran terendah didapatkan dengan parameter
kecepatan putar (n) sebesar 2200 rpm, kedalaman potong (a) sebesar 2 mm
dan gerak makan (f) sebesar 0,02 mm/r.
2.3.4 Proses bubut ulir (Threading)
Pembentukan ulir dapat dilakukan pada mesin bubut. Pada mesin bubut
konvensional proses bubut ulir kurang efisien, dikarenakan proses
pengulangan penyayatan atau pemotongan harus dikendalikan secara
manual, dan proses bubut memakan waktu yang lama sehingga kurang
presisi.
Berbeda dengan mesin bubut konvensional, proses pada mesin bubut CNC
pembubutan ulir dikendalikan secara otomatis menggunakan program
sehingga menjadi sangat efisien dan efektif, dan memungkinkan untuk
membuat ulir dengan pitch yang akurat dan presisi dalam waktu yang
cepat. Berikut adalah nama dari komponen ulir segi tiga dapat dilihat pada
Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Nama-nama bagian ulir (Sumber : Rahdiyanata,2010)
20
Ulir segi tiga memiliki dua tipe yaitu ulir tunggal dan ulir ganda. Pahat
potong yang digunakan pada pembuatan ulir segi tiga ini yaitu pahat ulir
dengan sudut pada ujung pahatnya adalah sama dengan sudut ulir dari benda
kerja. Pada ulir metrik besarnya sudut pada ulir adalah 60°, dan pada ulir
dengan standar Whitwoth sudut pada ulir adalah 55°. Untuk menentukan
jenis ulir biasanya ditentukan dari diameter mayor dan pitch. Misalnya ulir
M22x1,5 yang memiliki arti ulir metrik dengan diameter mayor sebesar 22
mm dan pitch sebesar 1,5 mm (Rahdiyanata,2010).
2.3.4.1 Pahat ulir
Hal yang paling utama dalam proses pemesinan bubut ulir atau threading
adalah pemilihan sudut pahat yang akan digunakan. Pada pemesinan bubut
dengan menggunakan mesin bubut konvensional dibutuhkan bentuk pahat
ulir yang sesuai dengan standar sehingga dibutuhkan alat atau mal untuk
mengecek besarnya sudut pahat seperti pada Gambar 2.9. Pahat ulir pada
Gambar 2.9 merupakan pahat ulir luar dan pahat ulir dalam. Ada berbagai
jenis pahat ulir salah satunya adalah pahat dengan bahan HSS dan pahat
dengan jenis sisipan atau insetrt juga memiliki bahan HSS atau karbida
seperti pada Gambar2.10 (Rahdiyanata,2010).
Gambar 2.9 Pahat ulir metris untuk ulir luar dan ulir dalam (Sumber :Rahdiyanata,2010)
21
Gambar 2.10 Proses pembuatan ulir luar dengan menggunakan pahatsisipan (Sumber : Rahdiyanata,2010)
2.3.4.2 Parameter pemotongan ulir
Parameter pada pemesinan bubut ulir sangat berbeda dengan bubut rata.
Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan ulir gerak makan (f) adalah
yang menentukan jarak dari kisar (pitch) ulir tersebut, sehingga kecepatan
spindel yang digunakan adalah tidak terlalu tinggi. Perbandingan harga
kecepatan potong untuk proses bubut rata (Stright turning) dan proses
bubut ulit (threading) dapat dilihat pada Tabel 2.2 (Rahdiyanata,2010).
Tabel 2.2 Kecepatan potong proses bubut rata dan proses bubut ulir untukpahat HSS (Sumber : Rahdiyanata,2010)
22
Dalam penelitiannya Setyawan (2013), ia menggunakan dua parameter
yang menurutnya mempengaruhi bentuk geometris ulir dengan material
yang digunakan adalah baja S45C, yaitu yang pertama putaran spindel
dengan variasi 200 rpm, 300 rpm, 400 rpm, 500 rpm, 600 rpm, 700 rpm
dan 800 rpm, dan pada depth of cut mengambil variasi sebesar 0.0203
mm, 0.0410 mm, dan 0.0610 mm. Sedangkan variabel terikat dalam
penelitiannya adalah penyimpangan geometris ulir. hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa dengan semakin besar nilai depth of cut dan semakin
cepat juga putaran spindel maka akan dapat memperbesar bentuk
penyimpangan ulir dan jika putaran spindel yang rendah juga akan
mempengaruhi bentuk geometris ulir tersebut, dan penyimpangan
geometris yang rendah terjadi pada kedalaman potong 0,0203 dan 0,0407
mm, dengan nilai kecepatan spindel antara 300 rpm sampai 500 rpm.
Penelitian lain yang juga menggunakan baja S45C mengatakan bahwa
pada proses permesinan kecepatan potong merupakan salah satu parameter
yang paling berpengaruh dalam menentukan hasil pada permukaan benda
kerja. Kepresisian merupakan salah satu yang dilihat untuk menentukan
kualitas dari hasil pemesinan. Dalam penelitiannya dilakukan proses
permesinan bubut ulir dengan mesin CNC pada pembuatan ulir metris
M30 dengan variasi kecepatan potong 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22,
24, 26, 28, 30 m/menit. Kepresisian ulir diukur dengan menggunakan
profil proyektor. Dan didapatkan hasil analisa setiap variasi kecepatan
potong memiliki pengaruh terhadap kepresisian geometri ulir. Pada
kecepatan potong 2 m/menit presentase penyimpangan geometri ulirnya
23
cukup tinggi dan berangsur menurun seiring dengan peningkatan
kecepatan potongnya sampai pada kecepatan potong 12-14 m/menit
memiliki tingkat kepresisian yang paling baik, kemudian semakin
bertambahnya kecepatan potong mulai 16–30 m/menit tingkat
kepresisiannya menurun kembali (Agung, 2015).
2.4 Mesin Bubut CNC
Computer Numercally Controlled (CNC) merupakan hasil perpaduan
teknologi computer dengan teknologi mekanik, dimana pengaplikasian
komputer tehadap alat-alat mesin perkakas seperti mesin bubut, mesin frais,
mesin gerinda, mesin bor, mesin potong dan lain-lain.
Gambar 2.11 Mesin CNC
Mesin CNC dioperasikan dengan menggunakan program yang secara
langsung dapat dikontrol melalui komputer. Mesin CNC sendiri memiliki
banyak kelebihan dibandingkan dengan mesin perkakas konvnsional yaitu
dari segi ketelitian (accurate), ketepatan (precision), fleksibilitas, dan
24
kapasitas produksi. Sehingga, di era modern seperti saat ini banyak industri-
industri mulai meninggalkan mesin-mesin perkakas konvensional dan
beralih menggunakan mesin-mesin perkakas CNC .
Mesin bubut CNC dan mesin bubut kenvensional memiliki prinsip gerakan
dasar yang sama yaitu gerakan ke arah melintang dan horizontal dengan
sistem koordinat X dan Z. Mesin bubut CNC memiliki prinsip kerja yang
sama dengan mesin bubut konvensional yaitu benda kerja yang dicekam
diputar oleh spindel dan pahat potong diam. Lambang pada arah gerakan dari
mesin bubut adalah sebagai berikut :
a. Sumbu X merupakan arah gerakan melintang tegak lurus (kedalaman
potong pada bubut) terhadap sumbu putar.
b. Sumbu Z merupakan arah gerakan memanjang (gerak makan atau
feeding) yang sejajar sumbu putar.
2.5 Ulir
Manusia telah mengenal dan menggunakan sistem ulir pada beberapa abad
yang lalu. Diciptakannya sistem ulir ini bertujuan untuk mendapatkan cara
yang praktis untuk penyambungan dua buah elemen mesin sehingga
gabungan ini menjadi satu kesatuan unit yang pada dasarnya bermafaat sesuai
dengan fungsinya. Pembuatan ulir awalnya dikerjakan menggunakan tangan
sebelum terjadinya kemajuan dibidang teknologi industri dan sudah tentu
hasilnya tidak presisi.
25
Organisasi Standar Internasional (ISO) telah memberikan standar pada
sistem ulir. Perubahan-perubahan seiring dilakukannya penelitian pada sistem
standar ulir dilakukan supaya memperoleh komponen berulir memiliki sifat
mampu tukar (interchangeability) dan dapat dibuat dalam jumlah besar.
Teknologi saat ini masih sangat bergantung pada penggunaan sistem ulir
dalam penggabungan dua buah komponennya. Ulir sendiri tidak dapat lepas
dari teknologi perindustrian yang memiliki tingkat ketelitian rendah (kasar)
sampai pada hasil industri yang memiliki tingkat ketelitian sangat tinggi
(presisi). Kemajuan teknologi industri dan produksi sendiri berkembang pesat
berkat berbagai jenis faktor salah satunya yang diberikan oleh sistem ulir.
Semakin tinggi tingkat ketelitian sistem ulir maka semakin tinggi pula tingkat
ketelitian suatu komponen tersebut (Munadi,2010).
2.5.1 Jenis Ulir dan Fungsinya
Menurut jenisnya ulir dapat dibedakan dari gerakan ulir, jumlah pada ulir
dalam tiap gang (pitch) dan bentuk dari permukaan ulir. Selain itu jenis
ulir dapat dibedakan dari standar yang digunakan, diantaranya adalah ulir
Whitworth, ulir metrik dan sebagainya.
2.5.1.1 Jenis Ulir Menurut Arah Gerakan Jalus Ulir
Menurut arah gerakan ulir dapat dibedakan dua macam ulir yaitu ulir kiri
dan ulir kanan. Perbedaan suatu ulir dapat dilihat pada kemiringan sudut
sisi ulir apakah ulir tersebut dikategorikan ulir kiri atau ulir kanan. Cara
lain untuk mengetahui jenis ulir kiri atau ulir kanan adalah dengan
26
memutar pasangan dari komponen-komponen yang memiliki ulir
misalnya mur dan baut.
Jika sebuah mur dipasangkan pada baut dan kemudian diputar ke kanan
atau searah jarum jam dan ternyata murnya bergerak maju maka ulir
tersebut adalah ulir kanan. Sebaliknya, apabila mur tersebut diputar ke
arah kiri (berlawanan jarum jam) ternyata murnya bergerak maju maka
ulir tersebut adalah ulir kiri. Maka dari itu, pada ulir kanan, untuk
melepaskan mur pada baut maka mur harus diputar ke kiri. Begitu pula
sebaliknya pada ulir kiri, untuk melepas mur adalah dengan cara
memutar mur ke kanan. Dan yang paling sering digunakan dan dijumpai
pada kehidupan sehari-hari adalah ulir kanan.
2.5.1.2 Jenis Ulir Menurut Jumlah Ulir Tiap Gang (Pitch)
Dilihat dari banyaknya ulir tiap gang (pitch) maka ulir dapat di bedakan
menjadi ulir ganda dan ulir tunggal. Ulir ganda artinya dalam satu
putaran (jarak antara dua buah puncak ulir) terdapat lebih dari satu buah
ulir, misalnya dua ulir, atau tiga ulir. Pada ulir ganda dapat disebutkan
berdasarkan jumlah dari ulir tersebut, misalnya ganda dua, ganda tiga dan
ganda empat. Gambar 2.12 menjelaskan bagian pada ulir tunggal dan ulir
ganda. Dilihat dari bentuknya, pada jumlah putaran yang sama ulir ganda
dapat bergerak dengan jarak yang lebih panjang dari pada satu putaran
ulir tunggal.
27
Gambar 2.12 Ulir tunggal dan ulir ganda (Sumber : Munandi, 1980)
2.5.2 Jenis Ulir Menurut Bentuk Sisi Ulir
Klasifikasi jenis ulir dilihat dari bentuk sisi ulir maka ulir dapat dibedakan
menjadi ulir segi empat, segi tiga, parabol (knuckle), dan trapesium. Dari
bentuk ulir kita dapat mengetahui standar yang digunakan. Berikut adalah
contoh dari bentuk ulir.
Ulir Metrik (ISO) British Standart Withwort
Ulir Unified British Accosiation
ACME
Gambar 2.13 Jenis-jenis ulir menurut bentuk sisi ulir (Sumber : Munandi,1980)
28
2.6 Pengukuran Ulir
Pada pengukuran dimensi ulir, ada dimensi-dimensi yang penting yang harus
diketahui arti dari istilahnya, beberapa dimensi penting itu adalah seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2.13 berikut :
Gambar 2.14 Dimensi penting pada ulir (Sumber : Munandi, 1980)
d = D = Diameter mayor (diameter luar) adalah diameter terbesar dari ulir.
d3 = Diameter minor (diameter inti) merupakan diameter dalam dari ulir.
d2 = Diameter pit (diameter tusuk) merupakan diameter semu yang letaknya
di antara diameter luar dan diameter dalam. Beban terberat yang
diterima uleh sepasang baut dan mur terdapat pada radius dari diameter
tusuk ini, lebih tepatnya titik-titik singgung antara pasangan dua buah
ulir.
P = Pitch merupakan jarak antara puncak ulir, dimana dimensi pitch
memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap pasangan ulir.
Dikarenakan apabila jarak antara puncak ulir atau pitch tidak presisi
maka ulir ini tidak bisa dipasangkan dengan ulir pasangannya.
Meskipun dapat terpasang tentunya dengan cara dipaksa yang akibatnya
29
juga akan merusak ulir tersebut. Akhirnya pasangan dari komponen
trsebut dalam satu unit tidak akan bisa bertahan dengan lama. Oleh
karena itu, pada proses pembuatannya jarak puncak ulir atau pitch harus
diperhatikan dengan teliti, dan penyimpangan jarak puncak ulir masih
dalam batas toleransi.
α = Sudut ulir merupakan sudut yang dibentuk dari kedua sisi permukaan
ulir yang memiliki satuan derajat. Pada American Standard serta ISO
standar sudut ulirnya adalah 60°. Sedangkan pada ulir Whitworth sudut
ulirnya 55°.
h = Kedalaman ulir merupakan jarak antara diameter dalam dan diameter
luar.
2.6.1. Analisis Kesalahan pada Ulir
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi pada proses pembuatan
ulir dengan menggunakan mesin bubut adalah: kesalahan diameter pitch,
kesalahan diameter mayor, kesalahan diameter minor, kesalahan sudut sisi
ulir dan kesalahan pitch. Pada kesalahan pitch, kesalahan sudut sisi ulir,
dan kesalahan diameter pitch, secara keseluruhan merupakan kesalahan
yang berkaitan dengan kesalahan diameter fungsional.
2.6.2. Kesalahan Sudut Sisi Ulir
Kesalahan sudut sisi ulir terjadi akibat adanya kesalahan sudut pada pahat
(pisau potong) kesalahan yang juga dapat terjadi adalah setting posisi
pahat. Penyimpangan sudut sisi ulir pada fungsinya dapat mempengaruhi
kerja dari ulir tersebut seperti pada Gambar 2.15 berikut ini. Gambar ini
30
menunjukkan pasangan ulir dimana salah satu sudut sisi ulir yang lain
terdapat kesalahan. Kenaikan diameter efektif (diameter tusuk)nya adalah
Ed. Besarnya E kita dapat cermati dengan cara memperbesar gambar
bagian dari pasangan mur dan baut yang menunjukkan terjadinya
penyimpangan sudut sisi ulir, dapat dilihat pada Gambar 2.15
Gambar 2.15 Pasangan ulir luar dan ulir dalam yang menunjukkan adanyakesalahan sudut (Sumber : Munandi, 1980)
= sin dan = = ..............................................................(2.6)
Adapun persamaan untuk mengetahui penyimpangan pada sudut sisi ulir
adalah sebagai berikut := ( + ).............................................................(2.7)
= harga koreksi yang disebabkan penyimpangan sudut sisi ulir, mm
h = tinggi ulir atau kedalaman ulir, mm
= sudut ulir, º, = nilai penyimpangan sudut sisi ulir, baik untuk ulir luar dan ulir
dalam, rad= ∑( )................................................................................................(2.8)
= ∑( )........................................................................................(2.9)
31
= √ ................................................................................................(2.10)
KR = ................................................................................................(2.11)
Dimana :
= sudut rata-rata
n = jumlah data
= Standar deviasi = Simpangan baku rata-rata
KR = kesalahan relative
2.6.3. Analisis Kesalahan Jarak Puncak Ulir (pitch)
Dalam mempermudah pembahasan ini maka dapat diasumsikan bahwa
pembuatan ulir menggunakan mesin bubut. Pada proses bubut maka
tingkat ketelitian pitch yang dibuat akan bergantung pada dua hal yaitu:
a. Kebenaran hasil bagi (rasio) antara gerak makan dengan kecepatan
spindel
b. Hasil bagi antara gerak makan dan kecepatan spindel harus tetap
konstan selama proses bubut ulir.
Apabila syarat pertama tidak dipenuhi maka akan terjadi kesalahan jarak
puncak ulir (pitch) yang disebut dengan istilah kesalahan pitch progresif
(progressive pitch error). Sebaliknya, apabila syarat nomor dua dipenuhi
maka akan terjadi kesalahan jarak puncak ulir yang disebut dengan istilah
kesalahan pitch periodik (periodic pitch error).
32
Bila digambarkan secara grafik maka dapat diperoleh bentuk grafik
sebagai berikut:
(a) (b)
Gambar 2.16 (a) grafik kesalahan pitch progresif (b) Kesalahan pitchperiodik (Sumber : Munandi, 1980)
Kesalahan pitch progresif dapat disebabkan oleh penggunaan roda-roda
gigi pengganti yang tidak tepat. Secara umum kesalahan pitch bias juga
disebabkan adanya kesalahan pitch pada poros transportier mesin bubut
atau poros-poros penggerak lainnya. Jika setiap jarak puncak ulir terjadi
kesalahan sebesar p, maka untuk setiap puncak ulir sepanjang benda
berulir tersebut terjadi kesalahan n p, n adalah jumlah ulir yang dibuat.
Dari keadaan seperti itu, bila digambarkan secara grafik maka diperoleh
keadaaan seperti pada Gambar 2.16.
Kesalahan pitch periodik dapat disebabkan oleh adanya kesalahan roda-
roda gigi yang menghubungkan benda kerja dengan poros penggerak
utama atau karena adanya gerakan-gerakan aksial dari poros utama (lead
screw). Keadaan seperti ini akan menyebabkan kesalahan yang sifatnya
siklus. Artinya pada saat tertentu jarak puncak ulir harganya melebihi
33
harga yang sebenarnya, pada saat-saat yang lain jarak puncak tersebut
justru lebih kecil dari pada harga yang sebenarnya. Kemudian kembali
lagi pada harga yang normal, lalu menuju ke harga yang lebih besar,
kembali ke harga yang normal lagi, demikian seterusnya (Munandi,
1980)
2.6.4. Pengukuran Diameter Ulir
Untuk pengukuran secara kasar dapat dilakukan dengan menggunakan
mistar ingsut/jangka sorong. Untuk pengukuran yang lebih teliti lagi
dapat digunakan mikrometer yang memang khusus untuk mengukur ulir,
biasanya digunakan mikrometer pana. Untuk mendapat hasil pengukuran
yang lebih teliti lagi, baik dibandingkan dengan menggunakan mistar
ingsut maupun dengan menggunakan micrometer pana, adalah dengan
menggunakan alat yang disebut Floating Carriage (Bench) Micrometer
atau bias juga menggunakan profil projector
2.7 Chatter Pada Pemesinan
Self-excited Vibration umumnya disebut chatter, self-excited vibration
disebabkan oleh interaksi proses penghilangan chip dengan struktur pahat.
Self-excited Vibration biasanya memiliki amplitudo yang sangat tinggi, dan
dapat didengar. Chatter biasanya dimulai dengan gangguan di zona
pemotongan, seperti jenis chip yang dihasilkan, tidak homogennya bahan
benda kerja atau kondisi permukaannya, dan variasi dalam kondisi gesekan
pada antarmuka chip dan pahat, karena dipengaruhi oleh aliran pemotongan
dan efektivitasnya (Kalpakjian, 2014)
34
Jenis yang paling penting dari self-excited vibration sendiri adalah chatter
regeneratif, yang disebabkan ketika pahat memotong permukaan yang
memiliki kekasaran atau gangguan geometrik yang dikembangkan dari
potongan sebelumnya. Dengan demikian, kedalaman potongan bervariasi, dan
variasi yang dihasilkan dalam gaya pemotongan mempengaruhi alat untuk
bergetar, prosesnya terus berulang, maka istilahnya regeneratif. Jenis getaran
ini dengan mudah dapat diamati saat mengendarai mobil di atas jalan yang
kasar, yang disebut washboard effect.
Self-excited Vibration umumnya dapat dikendalikan oleh:
1. Meningkatkan kekakuan, terutam kekakuan dinamis dari system, sistem
tidak hanya mencakup alat, holder pahat, rangka mesin, dll, tetapi juga
benda kerja
2. Meredam sistem
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Chatter. Telah diamati bahwa
kecenderungan chatter selama pemesinan sebanding dengan gaya potong dan
kedalaman serta lebar potongan. Karena gaya potong meningkat dengan
kekuatan (karenanya dengan kekerasan bahan benda kerja), kecenderungan
chatter umumnya meningkat ketika kekerasan meningkat. Jadi, paduan
aluminium dan magnesium, misalnya, memiliki kecenderungan yang lebih
rendah untuk mengoceh daripada baja tahan karat martensit dan pengerasan-
presipitasi, paduan nikel, dan paduan suhu tinggi dan tahan api.
35
Faktor lain yang penting dalam chatter adalah jenis chip yang diproduksi
selama operasi pemotongan. Chip continus melibatkan gaya pemotongan
yang konstan, dan chip semacam itu umumnya tidak menyebabkan chatter;
sebaliknya dengan chip terputus akan mengakibatkan chatter. Jenis chip ini
diproduksi secara berkala, dan variasi gaya yang dihasilkan selama
pemotongan dapat menyebabkan chatter. Faktor lain yang dapat
berkontribusi pada chatter adalah penggunaan alat atau pemotong yang
tumpul, kurangnya cairan pemotongan, dan komponen alat mesin yang usang.
36
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan November
2017 sampai dengan Februari 2018. Penelitian akan dilakukan di
Laboratorium Produksi dan Metrologi Industri Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
Tabel 3.1 Rencana kegiatan penelitian
KegiatanNovember Desember Januari Februari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1StudiLiteratur
2
PersiapanAlat danBahanPengujian
3Pengujian danPengambilanData
4PengolahanData
5PembuatanLaporanAkhir
37
3.2 Alur Penelitian
Secara garis besar, alur pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada flowchart
berikut ini:
Gambar 3.1 Diagram alur penelitian
Mulai
Studi literatur : a. Magnesium AZ31, b. Proses pemesinan, c.Parameter pemesinan, d. Pemesinan magnesium, e. pemesinan ulir,
f. metrologi
Pemilihan bahan magnesium AZ31, pahat ulir, mesin bubut, dan profil projector
Melakukan pemesinan bubut ulir sebanyakparameter pemotongan.
Pemilihan parameter pemotongan :n =212 , 318 dan 424 rpma = 0,324761, 0,433015, dan 0,649523mmd = 22 mm
1. Mengukur tinggi puncak ulir2. Mengukur jarak pitch3. Mengukur sudut ulir
Data hasil pengujian berupa nilai kepresisian jarak pitch, kepresisiantinggi puncak ulir, kepresisian sudut ulir
Analisa data dan pembahasan.
Kesimpulan dan saran
Selesai
Penulisan laporan
38
3.3 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah
sebagai berikut :
3.3.1 Paduan Magnesium AZ31
Magnesium merupakan salah satu jenis logam ringan yang memiliki
karakteristik sama dengan aluminium tetapi magnesium memiliki titik cair
yang lebih rendah dari pada aluminium. Pemilihan magnesium AZ31
sebagai material yang digunakan dikarenakan sekrup Mg murni dan AZ31
menunjukkan kekuatan tarik yang serupa dengan sekrup stainless steel saat
ditarik dari bahan tulang sintetis. Sekrup Mg AZ31 juga memiliki tingkat
degradasi yang tinggi dalam tulang (Henderson dkk, 2014). Magnesium
memiliki tingkat Material Magnesium paduan AZ31 memiliki karakterisitik
fisik dan thermal sebagai berikut:
Gambar 3.2 Material Magnesium AZ31
39
Tabel 3.2 Karakteristik thermal paduan magnesium AZ31
Density [kg/mm3] 1,77 x 10
-6
Young’s Modulus [kN/mm2] 45,000
Possion’s ratio 0.35
Melting temperature [K] 891
Konduktifitas thermal [w/(mK)] 77 + 0.096T
Kapasitas Spesifik panas [J/(kgK)] 1000 + 0.666T
Koefisien muai panas[K-1
] 2.48 x 10-5
(Sumber : Doni, 2015)
Tabel 3.3. Sifat fisik magnesium
Sifat Fisik Magnesium Paduan
Titik cair, K 922 K
Titik didih, K 1380 K
Energi ionisasi 1 738 kJ/mol
Energi ionisasi 11 1450 kJ/mol
Kerapatan massa (ρ) 1,74 g/cm3
Jari-jari atom 1,60 A
Kapasitas panas 1,02 J/gk
Potensial ionisasi 7,646 Volt
40
Konduktivitas kalor 156 W/mK
Entalpi penguapan 127,6 kJ/mol
Entalpi pembentukan 8,95 kJ/mol
(Sumber : Doni, 2015 : Andriyansyah, 2013)
3.3.2 Mata pahat ulir
Pada proses pembuatan ulir dengan menggunakan mesin bubut manual
pertama-tama yang harus diperhatikan adalah sudut pahat ulir metris dan
alat untuk mengecek besarnya sudut tersebut Mata pahat yang akan
digunakan adalah matapahat threading
No.Katalog RC EX E
Ukuraninsert
Ukuranpitch
16ERAG60
0,08 1,2 1,7 3 0,50 – 3,0
Gambar 3.3 Dimensi mata pahat ulir (Hamdan, dkk. 2015)
3.3.3 Mesin bubut CNC
Mesin bubut dapat digunakan untuk memproduksi material berbentuk
konis maupun silindrik. Jenis mesin bubut yang paling umum adalah
41
mesin bubut (lathe) yang melepas bahan dengan memutar benda kerja
terhadap pemotong mata tunggal.
Dalam penelitian ini, mesin bubut digunakan untuk pembentukan awal
dari proses pembubutan ulir yaitu membentuk bahan menjadi silindris
dengan diameter 22 mm, setelah menjadi silindris mesin bubut ini juga
digunakan untuk pembubutan ulir (threading) dengan menggunakan pahat
yang berbeda. Mesin bubut CNC yang digunakan memiliki bagian-bagian
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4 berikut :
Gambar 3.4 Mesin bubut CNC
Keterangan gambar :
1 Tombol emergency 6 Panel control CNC
2 Kepala Lepas 7 Meja mesin
3 Rumah pahat ( revolver ) 8 Control lock
4 Cekam 9 Start
5 Eretan 10 Badan mesin
42
3.3.4 Profil Projector
Profil projector disini berfungsi sebagai alat untuk mengukur dimensi dari
ulir yang akan dibuat, alat ini dapat mengukur diameter minor, diameter
mayor, dan juga besar sudut.
Gambar 3.5 Profil Projector
3.3.5 Jangka Sorong
Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter benda kerja sebelum
dan setelah pemesinan. Gambar dan spesifikasi dapat dilihat pada Gambar
3.6 dan Tabel 3.5
Gambar 3.6 Jangka sorong.
43
Tabel 3.4. Spesifikasi jangka sorong
Merk Mitutoyo
Jenis ukuran Metrik (mm) dan inch
Akurasi +/- 0,05 mm
Made in Japan
3.3.6 Mal ulir metric (screw pitch gage)
Dengan menggunakan mal ulir kita dapat mengecek langsung besarnya
sudut dan juga besarnya jarak puncak ulir terutama untuk ulir-ulir dalam
ukuran kecil yang jarak puncak ulirnya berkisar antara 0.25 – 6.00 mm
bagi ulir metrik. Mal ulir metrik yang digunakan adalah dengan jumlah
bilah sebanyak 24 buah dimana yang 23 buah untuk mengecek jarak
puncak ulir dan satu lagi untuk mengecek sudut. Tebal masing-masing
bilah adalah 0.5mm.
Gambar 3.7 Pitch Gauge
44
3.4 Prosedur Penelitian
Adapun prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini :
3.4.1 Persiapan bahan
Paduan Magnesium AZ31 yang sebelumnya berbentuk balok memanjang
dilakukan pembubutan rata sehingga berubah bentuk menjadi silinder.
Setelah berbentuk silinder. Paduan magnesium berbentuk silindris yang
panjang dipotong terlebih dahulu menjadi ukuran panjang yang sudah
ditentukan.
3.4.2 Persiapan mesin bubut
Pada persiapan mesin bubut, yang dilakukan instalasi set-up mesin berupa
penempatan holder yang diletakkan pada dudukan pahat dengan cara
melepaskannya dari eretan dengan melepas baut pengikatnya dan
mengatur posisi dari holder tersebut seperti tinggi pahat harus sejajar
dengan senter. Hal ini sangat perlu dilakukan agar pada saat proses
pemotongan pahat yang digunakan tidak cepat rusak. Setelah itu
memasang pahat pada mesin bubut,lalu memasang bahan pada cekam
dengan kuat hingga kaku. setelah itu memastikan semua komponen
berjalan dengan baik dan tidak ada kendala pada mesin maupun spindel
3.4.3 Pemilihan parameter proses threading
Pada penelitian ini pemilihan parameter pemotongan didapatkan dari
penelitian sebelumnya, yaitu oleh Viswanathan (2014) dimana dia
melakukan pemesinan bubut datar menggunakan magnesium AZ31 dan
45
mendapatkan nilai kekasaran terkecil pada kecepatan putar (n) 212 rpm ,
kedalaman potong (a) 0,75 mm dan gerak makan (f) 0,25 mm/r.
Dikarenakan pada penelitian ini menggunakan pemesinan bubut ulir
(threading) maka parameter dari penelitian sebelumnya disesuaikan yaitu
dengan menggunakan standar ulir isometrik M22x1,5 yang memiliki
standar tinggi ulir sebesar 3 mm menggunakan mesin bubut CNC dan
didapatkan parameter pemotongannya adalah kecepatan spindel sebesar
212, 318 dan 424 rpm rpm dan kedalaman potong 0,324761, 0,433015,
dan 0,649523 mm
Gambar 3.8 Dimensi Pahat dan Kedalaman potong yang digunakan
3.4.4 Proses Threading
Setelah persiapan mesin bubut CNC selesai langkah selanjutnya yaitu
memulai proses threading hal pertama yang dilakukan yaitu
mengkalibrasi/menentukan titik X0 dan Z0 mesin, dan memindahkan titik
0 mesin ke ke titik 0 benda kerja, setelah itu memasukkan data tool/pahat
46
yang akan digunakan pada mesin dan sentuhkan pahat yang akan kita
setting pada benda kerja sesuai dengan pahat yang akan kita gunakan.
langkah selanjutnya yaitu masukkan data diameter benda kerja dan
kemudian masukkan data panjang benda kerja dari cekam. Setelah itu
memasukan program threading yang telah dibuat sesuai parameter yang
telah ditentukan
3.4.5 Proses pengukuran ulir dengan Profil Projector
Menyiapkan alat ukur profil projector yang telah dikalibrasi, setelah itu
menyiapkan spesimen yang telah dilakukan pemesinan, lalu mengatur
jarak sumbu x-y pada titik acuan spesimen secara vertikal dan horizontal.
Ukur diameter mayor, diameter minor dan sudut pada ulir tersebut. Lalu
catat hasil pengukuran tersebut didalam table sebagai berikut :
Tabel 3.5 Tabel pengukuran setiap ulir
Pembesaran : Kecermatan profilprojector :
Jarak pits teoritik :
Pengukuranke
Diametermayor
Diameterminor
Komulatifjarak pits
Komulatifhasilpengukuran(mm)
Kesalahankomulatif(mm)
Kesalahanpitch(mm)
1234dstKesalahan rata-rata pitch
3.4.6 Data
Setelah semua proses dilakukan, data yang sudah didapat akan diolah
dengan metode full factorial sehingga dapat diketahui error pada geometri
47
ulir dan dicatat pada tabel hasil pengukuran spesimen seperti ditunjukan
pada Tabel 3.7 dan membuat grafik yang menunjukan hasil pengaruh
parameter pemotongan terhadap kepresisian geometri ulir
Tabel 3.6 Tabel hasil pengukuran spesimen
NoPutaranspindel(rpm)
Kedalamanpotong(mm)
KesalahanTinggi
Ulir (mm)
KesalahanPich (mm)
KesalahanSudut (°)
1212
0,3247612 0,4330153 0,6495234
3180,324761
5 0,4330156 0,6495237
4240,324761
8 0,4330159 0,649523
3.4.7 Analisa hasil
Setelah mendapatkan data pada hasil penelitian maka selanjutnya akan
dilakukan analisa. Adapun rencana analisa yang akan dilakukan yaitu :
a. Grafik pengaruh kecepatan spindel terhadap nilai kesalahan (error)
pada diameter minor, kesalahan pitch dan kesalahan sudut
b. Pengaruh kedalaman potong terhadap nilai kesalahan (error) pada
diameter minor, kesalahan pitch dan kesalahan sudut
c. Gambar permukaan hasil pemesinan pada setiap ulir
70
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Nilai kesalahan tinggi ulir minimum yaitu 0,018188 mm didapatkan pada
parameter kecepatan spindel 424 rpm dan kedalaman potong 0,46 mm dan
semakin tinggi kecepatan spindel maka semakin rendah nilai kesalahan ulir.
2. Nilai kesalahan jarak puncak ulir (pich) minimum yaitu 0,0205 mm
didapatkan pada parameter kecepatan spindel 212 rpm dan kedalaman
potong 0,6133 mm, semakin tinggi nilai kedalaman potong maka semakin
rendah nilai kesalahan pich, dan semakin tinggi kecepatan spindel maka
semakin tinggi nilai kesalahan pich
3. Nilai kesalahan sudut minimum yaitu 0,603° didapatkan pada parameter
kecepatan spindel 212 rpm dan kedalaman potong 0,31 mm, semakin tinggi
nilai kedalaman potong maka semakin tinggi nilai kesalahan sudut ulir dan
semakin tinggi nilai kecepatan spindel maka semakin tinggi nilai kesalahan
sudut ulir.
4. Bentuk profil permukaan ulir terbaik yaitu didapatkan pada parameter
kecepatan spindel 424 rpm dan kedalaman potong 0,31 mm, semakin tinggi
71
nilai kedalaman potong maka semakin kasar bentuk profil permukaan ulir,
dan semakin tinggi kecepatan spindel maka semakin rendah kekasaran
permukaan ulir pada magnesium paduan AZ31
5.2 Saran
Dalam penelitian ini penulis memberikan saran dengan tujuan didapatkannya
hasil yang lebih baik lagi dalam pengembangan selanjutnya, diantaranya :
1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik atau tingkat kesalahan yang
rendah dilakukan penelitian dengan parameter kedalaman potong yang
lebih rendah dan jarak antara variasi kedalaman potong yang lebih kecil
jarak nilainya sehingga didapatkan nilai yang lebih signifikan sebagai
hasilnya
2. Untuk komponen berulir yang lebih kecil dilakukan penelitian dengan
pengaruh diameter ulir yang lebih rendah dari M22, sehingga didapatkan
parameter yang baik dan diaplikasikan pada bidang biomedik
3. Untuk mendapatkan parameter pemotongan yang baik, perlunya dilakukan
optimasi pada proses threading magnesium paduan AZ31 dengan
parameter yang sudah didapat
DAFTAR PUSTAKA
Blawert, C., Hort, N., dan Kainer, K.U. 2004. Automotive Applications Of
Magnesium And Its Alloys. Trans. Indian Inst. Met. Vol.57, No. 4,
pp. 397- 408.
Buldum, Berat Baris., Aydin, SIK., dan Iskander, Ozkul. 2011. Infestigation of
Magnesium Alloys Machinability. International Journal of Electronics,
Mechanical and Mechatronic Engineering Vol 3 Num 3 (361-368).
Chang- Xue. 2002. Mean Flank Temperature Measurement In High Speeddry
Cutting Of Magnesium Alloy. Journal of Materials Processing Technology
167 (2005) 119–123.
Doni, A.R. 2015. Analisa Nilai Kekasaran Permukaan Paduan Magnesium AZ31
Yang Dibubut Menggunakan Pahat Potong Berputar. Tugas Akhir.
Universitas Lampung.
Hamdan, Siti H., Said, A.Y.Md., Biki, R. 2015. Surface Finishing when
Threading Titanium-Based Alloy Under Dry Machining. Journal of
Machining Engineering and Sciences Vol. Pp. 1062-1069.
Hariyanto, Baron. 2015. Kajian Suhu Pemotongan Pemesinan Bubut
Menggunakan Pahat Potong Berputar pada Material Paduan Magnesium
AZ31. Tugas Akhir. Universitas Lampung.
Harun, Suryadiwansa. 2009. Cutting Temperature Measurement in Turning with
Actively Driven Rotary Tool. Key Engineering Materials. Vols. 389-390,
pp. 138-14.
Harun, Suryadiwansa. 2012. Peningkatan Produktifitas dan Pengendalian Suhu
Pengapian Pemesinan Magnesium Dengan Sistem Pahat Putar (Rotary
Tool System) dan Pendingin Udara (Air Cooling). Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Henderson Sarah E, Konstantinos Verdelis, Spandan Maiti, Siladitya Pal, William
L. Chung, Da-Tren Chou, Prashant N. Kumta, dan Alejandro J. Almarza.
2014. Magnesium Alloys as a Biomaterial for Degradable Craniofacial
Screws. Acta Materialia Inc : Pittsburgh
Ibrahim, G.A. 2014. Analisa Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Paduan
Magnesium. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Ibrahim, G.A., Harun, S., dan Doni, A.R. 2015 Analisa Nilai Kekasaran
Permukaan Paduan Magnesium AZ31 Yang Dibubut Menggunakan
Pahat Potong Berputar. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
J. Bai, L. Yin, Y. Lu, Y. Gan, F. Xue, C. Chu, J, Yan, K. Yan, X. Wan, Z. Tang.
2014. Preparation, microstructure and degradation performance of
biomedical magnesium alloy fine wire, Natural Science: Material
International 24
Kalpakjian, S. 1995. Manufacturing Process for Engineering and Technology. 3th
Edition, Addison Wesley Publishing Company.
Kauppinen, V. 2002. Environmentally reducing of coolant in mtal cutting,
proceedings University’s Days 8th International Conference, Helsinki
University of Tchnology.
Liwei Lu , Shaohua Hu, Longfei Liu, Zhenru Yin. 2016. High speed cutting of
AZ31 magnesium alloy. Elsevier B.V. on Behalf of Chongqing
University : Hunan
Lukman, 2008. Automotive Applications of Magnesium andIts Alloys, Trans.
Indian Inst.
Mahrudi, Haris dan Burhanuddin, Yanuar. 2013. Rancang Bangun Aplikasi
Thermovision Untuk Pemetaan Distribusi Suhu Dan Permulaan Penyalaan
Magnesium Pada Pembubutan Kecepatan Tinggi. Jurusan Teknik Mesin.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Polmear, I.J. 1994. Materials Science and Technology.
Purnomo, Bagus. 2017. Analisa Nilai Kekasaran Permukaan Magnesium Az31
Yang Dibubut Menggunakan Pahat Putar Dan Udara Dingin. Jurusan
Teknik Mesin. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Rochim, Taufiq. 1993. Teori dan teknologi Proses Permesinan. ITB. Bandung.
Saputra, Robby. 2017. Kekasaran Permukaan Magnesium AZ31 Yang Difrais
Menggunakan Teknik Pelumasan Berkuantitas Minimum (MQL). Jurusan
Teknik Mesin. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Schey, John A. 1999. Proses Manufaktur (Introduction to Manufacturing
Processes). Yogyakarta. Penerbit Andi. Indonesia.
Setiawan, Feny. 2014. Karakteristik Penyalaan Magnesium AZ31 pada Proses
Bubut Menggunakan Aplikasi Thermografi. Tugas Akhir. Universitas
Lampung.
Stephenson D. A., Agapiou. J.S. 2016. Metal Cutting Theory and Practice. New
York. Taylor & Francis Group.
Umroh, bobby., Yunus M.S., Basri, S. Pemesinan Laju Tinggi dan Pemesinan
Kering Menggunakan Pahat Karbida pada Bahan Aluminium 6061. Jurnal
Teknik Mesin. Vol.14 No. 2 ISSN 1410-9867
Widarto. 2008. Teknik Pemesinan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Viswanathan, R dan Ramesh, S. 2014. Optimization of Machining Parameters for
Magnesium Alloy using Taguchi Approach and RSM. Dept. International
Conferences on Advances in Design and Manufacturing