73
i PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT (Solanum lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR TERHADAP KADAR MDA DAN JUMLAH EOSINOFIL PADA TIKUS (Rattus novergicus) MODEL ASMA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Oleh: David Prasetyo Jati 125130107111026 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT Solanum …repository.ub.ac.id/4042/1/David Prasetyo Jati.pdf · 2020. 10. 20. · Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT

    (Solanum lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR

    TERHADAP KADAR MDA DAN JUMLAH

    EOSINOFIL PADA TIKUS (Rattus

    novergicus) MODEL ASMA

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan

    Oleh:

    David Prasetyo Jati

    125130107111026

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

    PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT (Solanum

    lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR TERHADAP KADAR

    MDA DAN JUMLAH EOSINOFIL PADA TIKUS

    (Rattus novergicus) MODEL ASMA

    Oleh:

    David Prasetyo Jati

    125130107111026

    Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji

    pada tanggal 18 Agustus 2017

    dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Kedokteran Hewan

    Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

    Dr. Djoko Winarso, drh ,MS drh.Dahliatul Qosimah, M.Kes

    NIP. 19530605 198403 1 001 NIP. 19820127 201504 2 001

    Mengetahui,

    Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

    Universtas Brawijaya

    Prof. Dr. Aulanni’am, drh, DES

    NIP. 19600903 198802 2 00

  • iii

    LEMBAR PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : David Prasetyo Jati

    NIM :125130107111026

    Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan

    Penulis Skripsi berjudul:

    Pengaruh Pemberian Kombinasi Tomat (Solanum lypopersicum l) dan

    Whey Kefir Terhadap Kadar MDA dan Jumlah Eosinofil pada Tikus

    (Rattus Novergicus) Model Asma

    Dengan ini menyatakan bahwa:

    1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri dan tidak

    menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan

    tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.

    2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan,

    maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.

    Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

    Malang, 18 Agustus 2017

    Yang menyatakan,

    (David Prasetyo Jati)

    NIM. 125130107111026

  • iv

    PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI TOMAT (Solanum

    lypopersicum l) DAN WHEY KEFIR TERHADAP KADAR

    MDA DAN JUMLAH EOSINOFIL PADA TIKUS

    (Rattus novergicus) MODEL ASMA

    ABSTRAK

    Asma merupakan penyakit kronik pada saluran pernafasan yang banyak

    dijumpai pada hewan dan manusia. Asma dihubungkan dengan hiperresponsif

    bronkus, hipersekresi mukus dan gejala pernapasan yang bersifat reversibel. Salah

    satu sel yang diketahui berperan besar dalam patogenesis asma adalah eosinophil

    yang berperan dalam merusak epitel saluran napas dan menyebabkan peradangan.

    Gejala asma dapat dipicu oleh ovalbumin dan dapat diperparah oleh infeksi

    rongga mulut akibat Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram negatif. Tomat

    mengandung antioksidan yang berguna untuk menangkal radikal bebas. Whey

    kefir merupakan produk susu fermentasi yang kaya akan senyawa antimikroba

    diantaranya asam organik, peptida dan eksopolisakarida. Tujuan penelitian ini

    untuk mengetahui potensi terapi kombinasi tomat (Solanum lypopersicum l) dan

    whey kefir terhadap kadar Malondialdehida (MDA) dan jumlah eosinofil pada

    hewan tikus model asma. Tikus model asma diinduksi ovalbumin diinjeksikan

    secara intraperitoneal 10 μg dengan 1,5 mg AlOH3 dalam 200 μL PBS (phosphate

    buffer saline) sebanyak 3 kali, induksi yang pertama dan kedua diinjeksi

    intraperitoneal dan ketiga diinhalasi dengan nebulizer dan dipapar LPS dari

    bakteri Phorphyromonas gingivalis secara intrasulkuler dengan dosis 1 μg.

    Penelitian ini menggunakan lima kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif,

    kontrol positif, perlakuan 1, 2 dan 3 diterapi kombinasi tomat (Solanum

    lypopersicum l) dan whey kefir dengan dosis yang berbeda perlakuan

    1ml/200kgBB, 1,5ml/200KgBB dan 2ml/200KgBB. Kadar MDA diukur

    menggunakan metode Thiobarbaturic Acid (TBA) dan perhitungan jumlah

    eosinophil dengan ABX Micros 60. Data yang diperoleh berapa data kuantitatif

    uji MDA dan jumlah eosnofil selanjutnya data dianalisa menggunakan uji analisis

    ragam ANOVA dan uji lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) α = 5%. Hasil penelitian

    didapatkan bahwa pemberian whey kefir dan tomat mampu menurunkan kadar

    MDA dan menurunkan jumlah eosinofil. Dosis terapi terbaik yaitu 1.5 ml/200g

    BB. Kesimpulan penelitian ini yaitu kombinasi whey kefir dan tomat dapat

    digunakan sebagai terapi tikus model asma.

    Kata Kunci: Tomat, Whey Kefir, Asma, MDA dan Eosinofil

  • v

    GIVING EFFECT FROM COMBINATION OF TOMATO

    (Solanum lypopersicum l) AND WHEY KEFIR MDA

    CONCENTRATION AND NUMBER OF

    EOSINOPHILS IN RAT (Rattus

    novergicus) MODEL OF

    ASTHMA

    ABSTRACT

    Asthma is a chronic disease of the respiratory tract that are often found

    in animals and humans. Asthma is associated with bronchial

    hyperresponsiveness, hypersecretion of mucus and respiratory symptoms are

    reversible. One cell is known to play as a major role in the pathogenesis of

    asthma is eosinophil that play a role in airway epithelial damage and cause

    inflammation. Asthma symptoms can triggered by ovalbumin and can be

    aggravated by oral infections due to lipopolysaccharide (LPS) from Gram-

    negative bacterias. Tomatoes have antioxidants that are useful to prevent free

    radicals. Whey kefir is a fermented milk product with a lot of antimicrobial

    compounds include organic acids, peptides and exopolysaccharide. The purpose

    this study to determine the potential of combination therapy tomato (Solanum

    lypopersicum l) and whey kefir against Malondialdehida levels (MDA) and the

    number of eosinophils in rat as an animal models of asthma. Rat model of

    ovalbumin-induced asthma were injected intraperitoneally 10 mg to 1.5 mg

    AlOH3 in 200 mL of PBS (phosphate buffer saline) 3 times, the induction of the

    first and the second and third were injected intraperitoneally with a nebulizer

    and is exposed to inhaled LPS from Phorphyromonas gingivalis bacteria in

    intrasulkuler with a dose of 1 mg. This study uses five treatment groups, is the

    negative control, positive control, treatment 1, 2 and 3 treated with a

    combination of tomatoes (Solanum lypopersicum l) and kefir whey treatment

    with different doses of 1ml / 200kgBB, 1,5ml / 200KgBB and 2ml / 200KgBB.

    MDA levels were measured using the Thiobarbaturic Acid (TBA) method and

    the calculating the number of eosinophil with ABX Micros 60. Data obtained

    quantitative data turned away MDA test and subsequent eosnofil amount of data

    analyzed using analysis of variance ANOVA test and advanced test Honestly

    Significant Difference (HSD) α = 5 %. The results showed that whey kefir and

    tomato were able to decrease MDA levels and decrease the amount of

    eosinophils. The best therapy dose is 1.5 ml / 200 g BW. The conclusion of this

    research is the combination of whey kefir and tomato can be used as therapy in

    rats as animal model of asthma.

    Keywords: Tomato, Whey Kefir, Asthma, MDA and Eosinophil

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Ucapan Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

    karena atas limpahan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya lah sehingga penulis

    mampu menyelesaikan serangkaian pelaksanaan penelitiaan skripsi yang berjudul

    ” Pengaruh Pemberian Kombinasi Tomat (Solanum lypopersicum l) dan

    Whey Kefir Terhadap Kadar MDA dan Jumlah Eosinofil pada Tikus (Rattus

    novergicus) Model Asma” dengan lancar.

    Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari

    berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

    yang terhormat:

    1. Dr. Djoko Winarso, drh ,MS selaku dosen pembimbing 1 atas bimbingan,

    saran, kesabaran, fasilitas serta waktu yang telah diberikan selama ini.

    2. drh.Dahliatul Qosimah, M.Kes selaku dosen pembimbing 2 atas

    bimbingan, saran, kesabaran, fasilitas serta waktu yang telah diberikan

    selama ini.

    3. drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech selaku dosen penguji 1 yang telah

    memberikan saran dan kritik yang sangat membangun

    4. Bu Agri Kaltaria dan Bu Dhita Evi Aryani selaku dosen penguji 2 yang

    telah memberikan saran dan kritik yang sangat membangun.

    5. Seluruh Jajaran Dekanat, Dosen dan Staff Fakultas Kedokteran

    Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya atas dorongan semangat dan

    fasilitas yang diberikan.

    6. Ayahanda (Alm) Suhardi dan Ibunda Mariana serta saudara saya yang

    tercinta Dian Ikawati & Andi Susanto dan Ira Puspitaningrum & Narendra

    Wahyu Ardana untuk doa, kasih sayang, dukungan serta pengorbanan baik

    moril maupun materi selama ini.

    7. Untuk eyang nano, mbah ngori, tante endang, om dody, tante lip, om toni,

    adek shinta, adek menco, adek diva, adek ila, iqbal, wak giok, ku ling ing,

    pak man, pak bani, tante vero atas suport, doa dan wejangannya

    8. Teman-Teman dari Blora yang tidak bisa saya sebutkan satu satu atas

    dukungan dan motivasinya

  • vii

    9. Teman-teman KMK (Keluarga Mahasiswa Katolik) Santo Fransiskus dari

    Asisi FKH UB atas dukungan moral dan doa selama ini yang telah

    diberikan.

    10. Teman-teman dari IMPROVE KESPER (Kelompok Perunggasan) FKH

    UB atas kekeluargaan yang tercipta selama ini

    11. Teman-teman seperjuangan keluarga besar angkatan 2012 PKH UB

    khususnya kelas C atas cinta, persahabatan, semangat, inspirasi, keceriaan

    dan mimpi- mimpi yang luar biasa.

    12. Teman-teman kelompok pkm dan skripsi W-Tom fera, lia, ridho, ovi, tia,

    dan nindha yang berjuang agar penelitian ini bisa berhasil dan bermanfaat

    bagi sesama.

    13. Teman Teman satu atap kontrakan parlente selama di malang hio, ridho

    dan nirwan atas cinta, persahabatan, semangat, inspirasi, keceriaan dan

    mimpi- mimpi yang luar biasa.

    14. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan

    penyusunan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, maka

    saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi

    penyempurnaan selanjutnya.

    Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan membalas segala kebaikan

    yang telah diberikan kepada penulis dan semoga Skripsi ini dapat memberikan

    manfaat serta menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi

    pembaca. Amin

    ` Malang, 18 Agustus 2017

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

    HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iii

    ABSTRAK ........................................................................................................... iv

    ABSTRACT ......................................................................................................... v

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

    DAFTAR ISI ............................................................................................ viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

    DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ............................................................. xiii

    BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4

    1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 4

    1.4 Tujuan ............................................................................................... 6

    1.5 Manfaat ............................................................................................. 6

    BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7

    2.1 Asma ................................................................................................. 7

    2.2 Patogenesa Asma .............................................................................. 8

    2.3 Alergen .............................................................................................. 11

    2.4 Lipopolisakarida LPS) ...................................................................... 11

    2.5 Ovalbumin ........................................................................................ 13 2.6 MDA ................................................................................................ 13

    2.7 Eosinofil ............................................................................................ 14

    2.8 Tomat (Solanum lypopersicum L.) .................................................... 18

    2.9 Whey Kefir ...................................................................................... 19

    2.10 Hewan Coba Tikus Model Asma ................................................... 20 BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ............... 23

    3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 23

    3.2 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 26

    BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 27

    4.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 27

    4.2 Bahan dan Alat Penelitian ................................................................ 27

    4.2.1 Bahan Penelitian...................................................................... 27

    4.2.2 Alat Penelitian ......................................................................... 27

    4.3 Sampel Penelitian ............................................................................ 28

    4.4 Rancangan Penelitian ....................................................................... 28

    4.5 Variabel Penelitian ........................................................................... 29

    4.6 Tahapan Penelitian ........................................................................... 30

    4.6.1 Pembuatan Whey Kefir dan Tomat ........................................ 30

    4.6.2 Preparasi Hewan Coba (Rattus novergicus) ............................ 30

    4.6.3 Hewan Model Asma ................................................................ 31

    4.6.4 Pemberian Terapi Kombinasi Whey Kefir dan Tomat ........... 32

  • ix

    4.6.5 Pengujian Malondialdehida (MDA) ....................................... 32

    4.6.6 Malondialdehida (MDA) ........................................................ 33

    4.6.7 Pengukuran Kadar Malondialdehida ...................................... 33

    4.6.8 Eosinofil ................................................................................. 34

    4.6.9 Analisa Data ........................................................................... 35

    BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 36

    5.1 Pengaruh Kombinasi Whey Kefir dan Tomat Terhadap Aktivitas

    Enzim Malondialdehida MDA pada darah Hewan Tikus (Rattus

    novergicus) ....................................................................................... 36

    5.2 Pengaruh Kombinasi Whey Kefir dan Tomat Terhadap Kadar Jumlah

    Eosinofil pada darah Hewan Tikus (Rattus novergicus) ................. 43

    BAB 6. PENUTUP ............................................................................................... 51

    6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 51

    6.2 Saran ................................................................................................. 51

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 52

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 61

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................. 28

    5.1 Rata-rata kadar malondialdehida pada darah tikus kontrol, tikus yang

    diinduksi OVA dan LPS dan tikus yang diterapi dengan kombinasi whey

    kefir dan tomat................................................................................................37

    5.2 Rata-rata jumlah eosinfil pada darah tikus kontrol, tikus yang diinduksi

    OVA dan LPS dan tikus yang diterapi dengan kombinasi whey kefir dan

    tomat ............................................................................................................ 44

    L 3.1 Perhitungan Pemberian Induksi Ovalbumin ............................................... 64

    L 5.1 Komposisi larutan dalam pengukuran kadar MDA .......................... 66

    L7.1 Absorbansi Larutan standart MDA 4 ppm pada berbagai panjang

    gelombang.................................................................................................... 68

    L8.1 Hasil Pengukuran Absorbansi Kurva Baku MDA dengan Panjang

    Gelombang max 533 nm .............................................................................. 68

    L 9.1 Data Absorbansi MDA ................................................................................ 69

    L 9.2 Perhitungan Kadar MDA ............................................................................. 69

    L10.1 Uji Normalitas Data MDA ........................................................................ 71

    L10.2 Uji Homogenitas MDA............................................................................... 72

    L10.3 Uji Statistik ANOVA MDA ....................................................................... 73

    L 10.4 Uji Lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey MDA .......................... 74

    L 12.1 Perhitungan jumlah eosinofil ..................................................................... 76

    L 12.2 Uji Normalitas Data Eosinofil ................................................................... 78

    L 12.3 Uji Homogenitas Eosinofil ........................................................................ 79

    L 12.4 Uji Statistik ANOVA Eosinofil ................................................................. 80

    L 12.5 Uji Lanjutan Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey Eosinofil ..................... 81

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    2.1. Patogenesa Asma ................................................................................................ 9

    2.2. Reaksi ”early onset” pada Asma ......................................................................... 10

    2.3 Reaksi lambat pada asma .................................................................................... 11

    2.4 Gambar Struktur LPS dari Bakteri Gram Negatif............................................... 12

    2.5 Gambaran fisiologi eosinofil .............................................................................. 15

    2.6 Diffrensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari sumsum

    tulang ke dalam sirkulasi perifer ................................................................................ 17

    2.7 Rattus norvegicus ................................................................................................ 21

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    1. Sertifikat Laik Etik ........................................................................................... 61

    2. Kerangka Operasional Rancangan Penelitian .................................................. 62

    4. Perhitungan Dosis .............................................................................................. 64

    4. Pembuatan Whey Kefir dan Tomat .................................................................... 65

    5. Komposisi Larutan ............................................................................................. 66

    6. Prosedur Pengukuran Kadar MDA ..................................................................... 66

    7. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum MDA ........................................... 68

    8. Kurva Baku MDA ............................................................................................. 68

    9. Data Absorbansi dan Perhitungan Kadar MDA ................................................ 69

    10. Hasil Uji Statistika MDA .............................................................................. 71

    11. Prosedur pengukuran jumlah eosinofil ............................................................. 75

    12. Hasil Uji Statistika Eosinofil ........................................................................ 76

    13. Hasil Uji Vitamin C Titrasi (jacobs) ................................................................. 82

    14. Dokumentasi Penelitian .................................................................................... 83

  • xiii

    DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

    Simbol/singkatan Keterangan

    AlOH3 : Alumunium Hidroksida

    AMDK :Air Minum Dalam Kemasan:

    ANOVA :Analysis of Variance

    APC :Antiigen Persenting Cell

    BNJ :Beda Nyata Jujur

    CD14 :Cluster of Diferentiation

    FcɛR1 :Fc epsilon Receptor

    GMCSF :Granulocytet Monocyte Colony Stimulating Factor

    H2O2 :Hidrogen Peroksida

    HCl :Hydrochloric Acid

    HDM :House Dust Mite

    HE :Hematoksilin-Eosin

    IgE :Imunoglobulin E

    IL :Interleukin

    LBP :Lipopolischaride Binding Protein

    LPS :Lipopolisakarida

    MBP :Major Basic Protein

    MDA :Malondialdehida

    MHC :Mayor Histocompatibility

    mL :Mililiter

    NaCL :Natrium Chlorida

    NO :Nitric Oxide

    NO2- :Nitrit

    NO3- :Nitrat

    NOS :Nitric Oxide syntase

    O2 :Oksigen

    O2- :Superoksida

    OH :Hydroxyl radical

    ONOO- :Peroxynitrite

    OVA :Ovalbumin

    PBS :Phosphat Buffer saline

    PFA :Paraformaldehid

    PUFA :Polyunsaturated Fatty Acid

    ppm :parts per million

    RAL :Rancangan Acak Lengkap

    ROS :Reactive Oxygen Species

    rpm :Rotasi per menit

    TBA :Thiobarbituric Acid

    TCA :Tricarboxylic Acid

    Th-2 :T helper-2

    TLR-4 :Toll Like Receptor-4

  • 1

    BAB 1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Dewasa ini terjadi peningkatan prevalensi dan derajat asma pada anak, baik di

    negara maju maupun negara berkembang. Di Indonesia berdasarkan Survei

    Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, asma, bronkhitis kronis dan

    emfisiema merupakan penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5.6%.

    Pada tahun 1995, prevalensi asma diseluruh Indonesia sebesar 13 dari 1000

    penderita (PDPI,2004). Prevalensi asma di beberapa daerah Indonesia berkisar

    antara 3,7%-15,18%. Faktor gaya hidup dan lingkungan berpengaruh pada

    timbulnya asma. Asma dapat terjadi pada segala usia dengan menifestasi yang

    sangat bervariasi dan berbeda-beda antara satu individu dengan individu lainnya

    (Barnes,1999). Asma dapat dicetuskan oleh beberapa hal seperti alergen, infeksi

    saluran nafas, polusi udara, kelelahan, perubahan cuaca dan stress. Prevalensi

    asma pada anak-anak bervariasi antara 0-30%, sedangkan pada dewasa secara

    umum sekitar 6% pada beberapa negara yang berbeda (NIH,2002).

    Pada ilmu kedokteran hewan, asma pada kucing telah dipelajari lebih dari

    90 tahun. Asma juga seringkali menyerang hewan terutama pada kucing.

    Prevalensi asma pada kucing sekitar 1-5% dari jumlah populasi seluruh dunia.

    Prevalensi asma yang tinggi pada kucing terjadi karena adanya kombinasi

    penyebab antara faktor genetik dan paparan alergen dari lingkungan (Reinero,

    2013). Gejala asma pada kucing mirip dengan gejala asma pada manusia yang

    ditandai dengan batuk, bersin, frekuensi nafas yang meningkat, dan hipersalivasi

    (Pernans, 2010).

    1

  • 2

    Asma pada hewan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah

    infeksi rongga mulut yang telah diketahui mampu menyebabkan keadaan asma

    pada anjing dan polusi udara yang mampu menyebabkan gangguan pernafasan

    pada kucing. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Utomo

    (2012) paparan lipopolisakrida (LPS) dari bakteri Gram negatif Phorphyromonas

    gingivalis mampu meningkatkan tingkat keparahan asma. Bakteri ini banyak

    dijumpai pada plak gigi kucing dan anjing. Dari hasil pemeriksaan plak pada gigi

    anjing ditemukan bakteri Phorphyromonas gingivalis (68%), Prevotella

    intermedia (44%) dan Actinomyces (12%) (Allaker et al., 1997; David et al.,

    2005). Beberapa penelitian terbaru menyebutkan bahwa paparan lipopolisakarida

    (LPS) merupakan faktor resiko yang memperparah keadaan asma. Sumber bakteri

    gram negatif yang berpotensi memproduksi lipopolisakarida (LPS) adalah

    Porphyromonas gingivalis. Bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri

    rongga mulut yang menyebabkan adanya plak gigi dan periodontitis. Penelitian

    yang menjelaskan tentang patomekanisme keparahan asma akibat paparan

    lipopolisakarida rongga mulut masih relatif sedikit diketahui (Schwartz, 2002;

    Utomo, 2006).

    Lipopolisakarida dari Porphyromonas gingivalis akan membentuk interaksi

    LPS-LBP melalui Toll-like receptors-4 (TLR-4). Proses tersebut dapat

    mengaktivasi sel Th2 dan sel-sel mediator inflamasi lainnya (Wang dan Ohura,

    2002; Eisenbarth et al., 2002). Lipopolisakarida (LPS) akan menyebabkan

    kerusakan organ paru dan menginduksi produksi dan pelepasan sel inflamatori

    seperti eusinofil, neutrofil, monosit, makrofag dan sitokin. Sel-sel inflamasi yang

  • 3

    teraktivasi akibat inflamasi menghasilkan oksidan reaktif, seperti Reactive Oxygen

    Species (ROS) yang mampu menghasilkan senyawa radikal bebas dan enzim

    proteolitik. Radikal bebas mampu menyebabkan peroksidasi lipid pada sel

    membran sehingga menyebabkan kerusakan sel membran. Peroksidasi lipid

    merupakan proses oksidasi asam lipid tidak jenuh berantai panjang

    (Polyunsaturated fatty acids atau PUFA) pada membran sel yang menghasilkan

    produk aldehida seperti malondialdehida (MDA) (Sharma et al., 2003).

    Peroksidasi lipid yang terjadi akan menyebabkan kerusakan sel epitel pada

    bronkiolus (Beumer, 2003).

    Saat ini pengobatan asma dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obat

    bronkodilator dan anti inflamasi yang memiliki efek samping yang beragam,

    seperti mual, muntah, hingga hipertensi (Gunawan dkk., 2007). Oleh karena itu

    perlu dicarikan alternatif pengobatan asma di antaranya menggunakan bahan

    alam. salah satunya buah tomat. Menurut Canene., et al (2005) buah tomat

    memiliki kandungan vitamin C, provitamin A, mineral, lycopene serta

    bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten). Vitamin C dan alfa karoten

    berperan sebagai antioksidan atau penangkal radikal bebas akibat adanya stressor

    dari luar dan memiliki pengaruh paling signifikan untuk meningkatkan daya tahan

    tubuh penderita asma dan sebagai anti inflamasi.

    Kefir adalah pakan yang mengandung bakteri dan yeast sebagai probiotik

    yang dapat berfungsi meningkatkan respon imun melalui mukosa tubuh dengan

    menghasilkan antibodi (Suhartanti, 2014). Sari tomat kombinasi whey kefir

    diharapkan dapat memperkecil partikel bahan aktif tomat sehingga dapat diserap

  • 4

    oleh tubuh secara optimal dan meningkatkan efisiensi vitamin C yang terkandung

    dalam sari tomat sehingga dapat berperan sebagai antioksidan.

    Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh pemberian kombinasi

    whey kefir dan tomat (Solanum lypopersicum L.) terhadap kadar MDA dan jumlah

    eosinofil pada tikus (Rattus norvegicus) model asma.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

    beberapa permasalahan berikut:

    1. Apakah terjadi penurunan aktivitas MDA pada tikus model asma yang diberi

    kombinasi whey kefir dengan tomat (Solanum Lypopersicum L.)?

    2. Apakah terjadi penurunan jumlah eosinofil pada tikus model asma yang diberi

    kombinasi whey kefir dengan tomat (Solanum lypopersicum L.)?

    1.3 Batasan Masalah

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka penelitian ini

    dibatasi pada :

    1. Hewan model yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) betina dengan

    strain wistar dengan umur 8-12 minggu dan berat badan berkiar antara 150-

    250 gram yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP)

    UGM Yogyakarta. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini

    mendapatkan persetujuan laik etik dari Komisi Etik Penelitian Universitas

    Brawijaya, No; 605 KEP-UB.

    2. Pembuatan tikus yang terkena penyakit asma dilakukan dengan diinduksi

    ovalbumin sebanyak 3 kali, induksi yang pertama dan kedua diinjeksi

  • 5

    intraperitoneal dan ketiga diinhalasi dengan nebulizer dan lipopolisakarida

    dari bakteri Phorphyromonas gingivalis (Utomo, 2006). Perlakuan pada tikus

    dilakukan pada hari pertama setelah dilakukan aklimatisasi dengan injeksi

    ovalbumin (OVA I) (Sigma-Aldrich) 10 μg/ml secara intraperitoneal dalam

    AlOH3 (alumunium hydroxide ) dalam PBS (phosphate buffer saline) dan

    injeksi ovalbumin (OVA II) dilakukan pada hari ke-14. Pemaparan ovalbumin

    (OVA III) secara inhalasi dilakukan pada hari ke-21 menggunakan tabung

    transparan yang dihubungkan dengan Omron CompAir Compressor

    Nebulizer. Injeksi lipopolisakarida (LPS) intrasulkuler dilakukan dengan

    dosis 1 μg/ml pada sulkus gingiva molar rahang atas kiri tikus (Stephanie et

    al, 2002). Injeksi LPS intrasulkuler dilakukan berturut-turut pada hari ke 10

    dan 11 (Utomo, 2006).

    3. Kefir yang digunakan adalah lapisan paling bawah kefir berupa whey kefir

    dengan karakteristik lebih encer dan lebih bening yang dicampurkan dengan

    sari tomat (Solanum lypopersicum L.) yang kemudian dilakukan uji kadar

    vitamin C di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya.

    4. Tomat yang digunakan adalah tomat yang berwarna merah yang diambil

    sarinya dan disaring yang kemudian dilakukan uji kadar vitamin C dengan uji

    titrasi (Jacobs) di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya.

    5. Terapi pemberian kombinasi whey kefir dengan tomat diberikan pada hewan

    coba dimulai pada hari ke-22, tiap hewan coba diberikan terapi secara per oral

    dengan dosis pemberian sebesar 1 ml/200g BB, 1,5 ml/200g BB dan 2

    ml/200g BB.

  • 6

    6. Variabel yang diamati dalam penilitian ini adalah kadar MDA yang diukur

    menggunakan spectrophotometer UV-1601 pada panjang gelombang 580 nm

    dan uji jumlah eosinophil dengan menggunakan alat ABX micros 60 Switch.

    1.4 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari

    penelitian ini adalah :

    1. Mengetahui adanya penurunan kadar enzim MDA pada tikus model asma

    setelah diberikan kombinasi whey kefir dengan tomat (Solanum lypopersicum

    L.).

    2. Mengetahui adanya penurunan jumlah eosinofil pada hewan tikus (Rattus

    norvegicus) model asma yang diberikan kombinasi whey kefir dengan tomat

    (Solanum lypopersicum L.).

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi tentang pemanfaatan whey

    kefir dan buah tomat (Solanum lypopersicum L.) sebagai bahan terapi penyakit

    asma pada hewan lain (pet animal).

  • 9

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    1.1 Asma

    Menurut Nelson (2007), asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada

    saluran pernapasan yang menyebabkan penyempitan saluran nafas. Inflamasi

    didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cidera

    (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Patomekanisme asma pada dasarnya terbagi

    kedalam dua tahapan yaitu tahapan sensitisasi dan tahapan pemaparan ulang

    terhadap alergen. Tahapan sensitisasi dimulai ketika ada paparan alergen seperti

    Ovalbumin (Ova), kemudian alergen ditangkap oleh makrofag atau sel dendrit

    sebagai Antigen Presenting Cell (APC). Alergen yang telah tertangkap kemudian

    dibawa masuk melalui sistem limfatik untuk dipresentasikan kepada sel T yang

    akan memicu produksi sitokin pro inflamasi seperti IL 12. Sekresi sitokin pro

    inflamasi akan menyetimulasi sel B akan diferensiasi menjadi sel B plasma dan

    akan menghasilkan IgG (Antibodi protective yang normal dan tidak dihasilkan

    pada reaksi alergi). Paparan antigen mengaktifkan sel Th-2 dan memproduksi

    sitokin pro inflamasi seperti IL-4, IL-5 dan IL-13 yang merangsang sel B

    berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk IgG menjadi IgE

    (imunoglobulin yang bekerja spesifik terhadap reaksi alergi) yang dilepas dan

    diikat oleh FcɛR1 pada sel mast dan basofil sehingga akan menimbulkan

    pelepasan mediator amina (histamin, leukotrien dan sitokin) yang mengawali

    reaksi awal asma yang dikarakterisasi dengan hipersekresi mukus, perubahan

    struktur saluran dan merangsang kontraksi otot polos sehingga menimbulkan

    penyempitan saluran nafas (Barnes et al., 1998).

    7

  • 10

    Obstruksi saluran pernapasan dapat menyebabkan batuk, rasa berat di dada

    dan sesak. Hiperesponsif saluran nafas akan menyebabkan terjadinya

    bronkokonstriksi. Pada penderita asma terjadi penebalan lapisan otot polos yang

    merupakan hasil peningkatan ukuran sel otot polos (hipertropi) sehingga

    menyebabkan penyempitan saluran pernapasan ( Barnes et al., 1998;Busse and

    Lemanske, 2001).

    2.2 Patogenesa Asma

    Asma merupakan suatu sindroma yang sangat kompleks melibatkan faktor

    genetik, antigen, berbagai sel inflamasi, mediator dan sitokin yang akan

    menyebabkan kontraksi otot jalan napas, hiperaktivitas bronkus dan inflamasi

    jalan napas. Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu spesifik dan non spesifik.

    Spesifik ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik sel limfosit B.

    Sedangkan non spesifik diperankan oleh limfosit T. Sel limfosit T helper (CD4)

    dibedakan menjadi Th1 dan Th2. Sel Th1 mensekresi interleukin-2 (IL-2), IL-3,

    granulocytet monocyte colony stimulating factor (GMCSF), interferon y (IFN-y)

    dan tumor necrosis factor-a (TNF-a). Sedangkan Th2 mensekresi IL-3, IL-4, IL-5,

    IL-9, IL-13 dan GMCSF. (Gambar 2.1)

  • 11

    Gambar 2.1. Patogenesa asma

    Respon imun dimulai dengan masuknya alergen kedalam seluran nafas

    akan ditangkap oleh sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen (Antigen

    Persenting Cell/APC). Antigen diproses di dalam APC dan dipresentasikan

    kepada sel limfosit T dengan bantuan Mayor histocompatibility (MHC) kelas II,

    limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik, teraktivasi dan berdiffrensiasi ke

    Th2.4,5 Subtipe Th2 ini merupakan subtipe utama yang terlibat pada asma,

    mensekresi berbagai sitokine yang bertanggung jawab bagi berkembangnya reaksi

    tipe lambat atau cell- mediated hypersensitivity reaction. (NIH,2002)

    Rangsangan interleukin 4 dan interleukin 13 dari Th2, akan memacu sel

    limfosit B untuk mensintesa IgE. IgE akan dilepas limfosit B dan melekat pada

    high affiniting IgE reseptors (FceRI) pada permukaan sel mast. Bila alergen yang

    sama masuk lagi maka akan diikat oleh IgE dipermukaan sel mast. Cross Linked

    Reseptor IgE dengan alergen akan mengaktifkan sel mast yang menyebabkan

    degranulasi sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti

    histamin serta newly generated modiator antara lain: prostaglandin, leukotrin yang

  • 12

    menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus, vasodilitasi.

    Mediator inflamasi menginduksi kebocoran mikrovaskuler yang melibatkan

    eksudasi plasma kedalam saluran napas. Kebocoran plasma protein menginduksi

    penebalan dan edema dinding saluran napas yang menyebabkan penyempitan

    lumen saluran napas, sehingga menyebabkan kontraksi otot pernapasan dan reaksi

    ini berlangsung selama 1-2 jam. Reaksi ini disebut ” early onset ” pada asma

    (Gambar 2.2). Degranulasi sel mast juga menghasilkan sejumlah sitokin a.l. IL-

    4,IL-5, IL-6,IL-13 dan TNF- a. (NIH,2002)

    Gambar 2.2. Reaksi ”early onset” pada asma

    Degranulasi sel mast beserta limfosit T subtipe Th2 akan menggerakkan

    dan mengaktifkan sel-sel inflamasi eosinofil, basofil, neutrofil dan makrofag,

    melalui aktivitas sel endotel yang akan menyebabkan pembentukan molekul

    adhesi. Reaksi ini akan terjadi pada 4-8 jam setelah reaksi pertama dan

    menyebabkan kedatangan sel-sel radang sehingga meningkatkan pelepasan

    mediator. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat. (Gambar 2.3)

  • 13

    Gambar 2.3. Reaksi lambat pada asma

    2.3 Alergen

    Alergen yang umum digunakan dalam pembuatan hewan model asma untuk

    menimbulkan peradangan pada paru adalah ovalbumin (Ova) (Kumar et al.,2008).

    Ovalbumin merupakan 60-65% komponen dalam putih telur, dan terdiri atas 385

    asam amino dengan massa molekul 45 kDa (Huntingeston dan Stein, 2001).

    Alergen lain yang sering digunakan untuk menginduksi asma adalah house dust

    mite (HDM) dan ekstrak kecoa (Johnson et al., 2004; Sarpong et al., 2003).

    Paparan kronik ovalbumin sebagai alergen akan menimbulkan perubahan struktur

    saluran nafas dan inflamasi (Barlianto dkk., 2009). Pemberian ovalbumin juga

    memberikan gambaran peningkatan IgE dan terjadi inflamasi yang ditandai

    dengan infiltrasi sel radang dan eosinofil pada histopatologi jaringan paru.

    Sensitisasi menggunakan ovalbumin secara inhalasi pada hewan coba

    menunjukkan airway remodeling seperti gambaran asma pada manusia (Tang et

    al., 2006).

    2.4 Lipopolisakarida (LPS)

    Lipopolisakarida (LPS) merupakan dinding sel bakteri Gram negatif yang

    mampu memperparah keadaan asma. Lipopolisakarida yang biasa digunakan

    untuk memperparah kejadian asma berasal dari LPS bakteri Porphyromonas

  • 14

    gingivalis. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob Gram negatif yang tidak

    berspora dan tidak mempunyai alat gerak (non motile) (Iman dkk., 2011).

    Lipopolisakarida bersifat sebagai imunostimulan yang potensial berasal dari

    dinding sel bakteri Gram negatif (Friskawati, 2001).

    Gambar 2.4. Gambar Struktur LPS dari Bakteri Gram Negatif (Iman,

    dkk 2011)

    Dinding bakteri Gram negatif tersusun dari Lipopolisakarida (LPS) (Gambar

    2.4). Lipopolisakarida sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu lipid A, polisakarida

    inti, dan polisakarida O. Sifat antigenik bakteri Gram negatif ditentukan oleh

    lipopolisakarida terutama polisakarida A. Lipid A menyebakan bakteri lebih tahan

    terhadap fagositosis (Iman, dkk 2011). Penggunaan LPS dari bakteri

    Porphyromonas gingivalis, dikarenakan bakteri ini banyak terdapat pada karang

    gigi yang mampu menimbulkan radang kronis pada gusi dan jaringan sekitar akar

    gusi (Allaker et al., 1997 ; David et al.,2005). Menurut Beumer et al (2003),

    Lipopolisakarida dapat terikat dengan dinding sel saluran pernapasan melalui

    bantuan senyawa Lipopolysacharide-binding protein (LBP) dan mengantarkan

    LPS untuk dikenali CD14. Ikatan LPS dan CD14 akan melawati Toll Like

  • 15

    Receptor-4 (TLR-4) sehingga akan meningkatkan aktivasi sel dendrit dan Th-2

    akan membuat sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B plasma yang

    memproduksi IgE dan menyebabkan inflamasi serta remodeling jaringan saluran

    pernafasan.

    Lipopolisakarida mampu menginduksi produksi dan pelepasan sel-sel

    radang dan senyawa radikal bebas dalam jumlah besar yang sangat toksik

    sehingga akan menimbulkan kerusakan oksidatif dari tingkat sel sampai organ

    tubuh (Beume et al., 2003). Berdasarkan penelitian Utomo (2006), paparan LPS

    pada tikus asma mampu memperparah kejadian asma yang mampu menimbulkan

    terjadinya inflamasi pada saluran pernafasan

    2.5 Ovalbumin

    Ovalbumin adalah glikoprotein dengan berat 45.000 dalton. Ovalbumin

    sering dipakai sebagai bahan sensitisasi imun mencit yang dapat diberikan secara

    inhalasi, oral, maupun intraperitoneal. Sensitisasi ovalbumin melalui

    intraperitoneal lebih menguntungkan dalam hal ketepatan dosis dan pemberian

    tidak perlu setiap hari. Sensitisasi dengan ovalbumin tersebut telah dilaksanakan

    pada beberapa penelitian (Kartikawati, 2003). Penelitian Kumar et al, (2008) telah

    menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai hewan model asma

    menggunakan albumin (OVA) dan Alumunium Hydroxide (AlOH3) sebagai

    sensitisasi penginduksi asma.

    2.6 Molondialdehida (MDA)

    Malondialdehida (MDA) merupakan hasil pemecahan lipid peroksida dan

    merupakan salah satu penanda adanya stres oksidatif. Lipid peroksida adalah hasil

  • 16

    reaksi oksidasi radikal bebas dengan lipid membran sel jaringan tubuh atau

    dengan asam lemak tak jenuh (Suwandi, 2012). Hasil akhir dari reaksi ini akan

    membentuk hidrogen peroksida, yang berefek pada kerusakan membran sel antara

    lain dengan mengubah struktur dan fungsi membran, dalam kondisi yang lebih

    ekstrim menimbulkan kematian sel (Halliwell and Gutteridge, 2007). Stres

    oksidatif dalam tubuh disebabkan oleh adanya radikal bebas yang dihasilkan oleh

    ROS (Widodo, 1995).

    2.7 Eosinofil

    Pada orang normal, kadar eosinofil hanya sebagian kecil dari lekosit darah

    perifer dan keberadaannya di jaringan terbatas. Pada penyakit tertentu, eosinofil

    dapat berakumulasi pada darah tepi atau jaringan tubuh. Gangguan yang

    menyebabkan eosinofilia didefinisikan sebagai akumulasi abnormal eosinofil

    dalam darah atau jaringan sehingga menimbulkan gejala klinis. (Rahmawati,2003)

    Normalnya kadar eosinofil hanya 1-3 % dari lekosit darah tepi, dan batas

    dari rentang nilai normal adalah 350 sel/mm3 darah. Eosinofil diklasifikasikan

    ringan (351-1500 sel/mm3), sedang (>1500-5000 sel/mm3) atau berat (>5000

    sel/mm3) (Rothenberg,1998).

    Eosinofil memproduksi mediator inflamatori yang unik yang disimpan

    dalam granul-granul dan disintetis setelah sel ini teraktivasi, granul tersebut

    mengandung kristaloid yang terdiri dari Major Basic Protein (MBP) dan matrix

    yang terdiri dari Eosinophil Cationic Protein (ECP), peroxidase eosinofil dan

    Eosinophil Derived Neurotoxin (EDN) yang mengandung efek sitotoksin pada

    epitelium repiratori. Eosinofil juga menghasilkan berbagai sitokin yang sebagian

  • 17

    disimpan didalam granul dan mediator lipid yang dihasikan setelah sel ini

    teraktivasi, antara lain rantes, eotaxin dan platelet activating factor yang berperan

    mempercepat migrasi eosinofil. (Rahmawati,2003) (Gambar 2.5)

    Eosinofil terjadi melalui 4 proses:

    − diffrensiasi sel-sel progenitor dan proliferasi eosinofil pada sumsum tulang

    − intaraksi antara eosinofil dan sel endotel, termasuk migrasi eosinofil

    − rangsangan kimia yang menarik eosinofil ke lokasi tertentu dan aktivasi

    serta destruksi eosinofil

    Gambar 2.5 Gambaran fisiologi eosinofil

    Eosinofil diproduksi oleh sel progenitor dalam sumsum tulang. Tiga sitokin

    yakni interleukin-3, IL-5 dan granulocyte macrophage colony stimulating faktor

    (GHCSF) adalah bagian penting dalam mengatur perkembangan eosinofil. IL-5

    adalah spesifik untuk “eosinofil Lineage” dan bertanggung jawab terhadap

  • 18

    diffrensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari sumsum tulang ke

    dalam sirkulasi perifer. (Rahmawati,2003)

    Eosinofil di sirkulasi akan berputar pada endothelium yang diperantarai oleh

    E- Selectin. Kemudian terjadi perlengketan (adhesion) antara eosinofil dan sel

    endothelial yang diperantarai oleh perlengketan molekul-molekul pada sel

    endothelial dan ”counter –ligand” pada eosinofil. Perlekatan ini melalui

    perlengketan molekul-molekul dengan kelompok integrin dari eosinofil, yakni

    kelompok CD-18 (B2 Integrin) dan molekul antigen 4 (VLA-9 atau B1 Integrin).

    B2 Integrin berintereaksi dengan molekul 1 intercelular (I-CAM 1) yang melekat

    pada sel-sel endothelial dan B1 Integrin berintereaksi dengan molekul yang

    melekat pada sel vaskuler (VCAM–1). Jalur CD18-ICAM-1 digunakan untuk

    semua lekosit sedangkan jalur VLA-9 – VCAM-1 digunakan oleh eosinofil dan

    sel mononukler. ICAM-1 diinduksi oleh berbagai mediator inflamasi antara lain:

    interleukin 1 dan TNF-a sedangkan VCAM-1 diinduksi oleh interleukeukin 4,

    kemudian esinofil bermigrasi kedalam jaringan yang diperankan oleh molekul-

    molekul chemoattractant local seperti leukotrin B4, mediator–mediator lipid,

    interleukin, dan berbagai chemokines. Dari ke semua subtansi yang relatif spesifik

    untuk eosinofil adalah eotaxin-1 dan eotaxin-2 dan efeknya dipertinggi oleh

    interleukin -5. Eosinofil dapat hidup dan bertahan di jaringan dalam jangka waktu

    lama (sampai berminggu-minggu) bergantung pada sitokin micro lingkungan

    (micro enviroment). Sitokin IL-3, IL-5 dan GM-CSF menghambat apoptasi

    eosinofil sekurang kurangnya 12 sampai 14 hari pada jaringan sebaliknya hanya

    bertahan 48 jam pada keadaan tidak adanya sitokin, eosinofil jaringan juga dapat

  • 19

    meregulasi masa hidupnya sendiri melalui jalur autokrin. (Rahmawati,2003)

    (Gambar 2.6)

    Setelah di jaringan eosinofil melepaskan mediator LTC, PAF, radikal bekas

    oksigen, MBP, ECP, EDN sehingga terjadi kerusakan epitel saluran nafas. Major

    basic protein secara langsung meningkatkan reaktifasi otot polos dan merangsang

    degranulasi sel mast dan basofil.(Rahmawati,2003)

    Remodeling merupakan reaksi tubuh untuk memperbaiki jaringan yang rusak

    akibat inflamasi dan diduga menyebabkan perubahan ireversibel pada asma.

    Fibroblas berperan penting dalan remodeling dan proses inflamasi. Fibroblas

    menghasilkan kalogen, serat elastik dan retikuler, proteoglikans dan glikoprotein

    dari matriks ekstraselular (ECM). (Rahmawati,2003)

    Gambar 2.6. Differensiasi eosinofil, menstimulasi pelepasan eosinofil dari

    sumsum tulang ke dalam sirkulasi perifer

  • 20

    2.8 Tomat (Solanum Lypopersicum L.)

    Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah

    tumbuhan keluarga Solanaceae, berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, dari

    Meksiko sampai Peru. Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu suku

    Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat menyebar ke seluruh

    Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropik, sebagai gulma. Penyebaran

    tanaman tomat ini dilakukan oleh burung yang makan buah tomat dan kotorannya

    tersebar kemana-mana. Penyebaran tomat ke Eropa dan Asia dilakukan oleh orang

    Spanyol. Tomat ditanam di Indonesia sesudah kedatangan orang Belanda. Dengan

    demikian, tanaman tomat sudah tersebar ke seluruh dunia, baik di daerah tropis

    maupun subtropis (Pracaya, 2012).

    Dalam sistem klasifikasi menurut Huffman (2006), tomat diklasifikasikan

    sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Kelas : Dicotyledonae

    Ordo : Solanales

    Famili : Solanaceae

    Genus : Solanum

    Spesies : Solanum lycopersicum L.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agarwal and Rao (2000), buah

    tomat adalah salah satu jenis buah yang banyak mengandung antioksidan yang

    sangat berguna untuk menangkal radikal bebas. Senyawa antioksidan membantu

  • 21

    mengikat radikal bebas yang berlebihan sehingga mencegah perubahan oksidatif

    yang abnormal.

    Setiap jenis tomat mengandung unsur gizi yang hampir sama, yakni kaya

    akan vitamin A dan C, mineral, serat, zat besi, senyawa fenolik dan karotenoid.

    Kandungan senyawa lain di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat,

    asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten),

    protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin (Canene-Adam et al., 2005).

    Kandungannya lycopene di dalam sebutir tomat mencapai sekitar 50%, yaitu

    dalam 100 gram tomat mencapai sekitar 3-5 mg. Lycopene merupakan senyawa

    antioksidan kuat golongan karetenoid dan mempunyai potensi yang tinggi dalam

    menghambat radikal bebas, yang dapat merusak sel dan radiasi sinar UV. Selain

    itu likopen juga mampu meningkatkan hidrogen peroksida dan nitrogen peroksida

    (Teti, 2009).

    2.9 Whey Kefir

    Kefir adalah minuman fermentasi yang memiliki kemampuan probiotik.

    Asam laktat sebagai penghambat bakteri pathogen yang dihasilkan oleh kefir pada

    saat proses fermentasi berasal dari laktosa yang terkandung dalam susu sebagai

    medium kefir juga mengandung CO2, diasetil, asetaldehida dan hidrogen

    peroksida dan bakteriosin suatu senyawa protein yang menunjukkan aktivitas

    antibakteri terhadap bakteri sejenis (Surono, 2004).

    Pada pembuatan kefir secara tradisional, kefir dibuat dengan menambahkan

    starter kefir pada susu segar. Starter kefir memiliki komposisi protein,

    polisakarida dan campuran beberapa jenis mikroba. Bakteri asam laktat dan

  • 22

    kapang yang terdapat pada starter kefir hidup bersimbiosis dan berfungsi pada

    proses fermentasi asam laktat dan alkohol. Starter kefir dapat memecah laktosa

    sehingga Starter kefir tersebut dapat digunakan untuk fermentasi whey kefir (Ozer

    dan Kirmaci, 2010).

    Whey kefir merupakan produk susu fermentasi yang kaya akan senyawa

    antimikroba diantaranya asam organik, peptida dan eksopolisakarida. Komponen

    ini merupakan hasil metabolisme Bakteri Asam Laktat (BAL) (Suhartanti, 2014)

    2.10 Hewan Coba Tikus Model Asma

    Hewan percobaan yang umum digunakan dalam penelitian ilmiah adalah

    tikus putih. Tikus putih (Rattus norvegicus) telah diketahui sifat-sifatnya secara

    baik, mudah dipelihara, dan merupakan hewan yang adaptif serta cocok untuk

    berbagai penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki

    hidung tumpul, panjang badan 18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari

    ekornya, serta telinga relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm. Rattus

    norvegicus memiliki waktu hidup 2,5 tahun sampai 3,5 tahun, denyut jantung 330-

    480 kali permenit, frekuensi respirasi 85 kali permenit dan memasuki masa

    dewasa pada usia 40-60 hari (Armitage, 2004). Pengembangan hewan model

    untuk penyakit alergi seperti asma, rinitis, alergi makanan telah banyak dilakukan

    pada tikus (Nials et al., 2008). Penggunaan tikus sebagai hewan model asma

    dikarenakan tikus memilki beberapa keunggulan yaitu produksi IgE yang

    merupakan antibodi anafilaksis (hipersensitivitas terhadap antigen) terbesar.

    Selain itu tikus memiliki kemampuan untuk mengalami airway hipereaktivitas

  • 23

    yang lebih lama (Zosky & Sly, 2007). Penelitian Kumar et al., (2008) telah

    menggunakan Ovalbumin

    (OVA) dan Alumunium Hydroxide (AlOH3) pada hewan coba sebagai

    sensitisasi alergi akut penginduksi asma, yang diketahui dapat membantu

    pembentukan T helper 2 (Th-2) oleh sistem imun ketika terpapar antigen.

    Tikus Rattus norvegicus merupakan hewan yang umum digunakan dalam

    penelitian, karena mudah dipelihara, secara garis besar fungsi dan bentuk organ

    serta proses biokimianya antara tikus dan manusia memiliki banyak kesamaan

    (Suckow, 2006). Rattus norvegicus telah digunakan sebagai hewan model asma

    oleh Epstein (2004), hewan ini memiliki waktu hidup 2,5 tahun sampai 3,5 tahun,

    berat badan jantan 300-500 g dan betina 250-300 g, denyut jantung 330-480 kali

    permenit, frekuensi respirasi 85 kali permenit dan memasuki masa dewasa pada

    usia 40-60 hari. (Gambar 2.1)

    Gambar 2.7 Rattus norvegicus (Johson, 2010)

    Menurut Rukmanasari (2010) tikus yang digunakan sebagai hewan coba

    dalam penelitian adalah Rattus norvegicus strain Wistar yang memiliki klasifikasi

    sebagai berikut:

    Kingdom : Animalia

    Kelas : Mammalia

  • 24

    Ordo : Rodentia

    Famili : Muridae

    Genus : Rattus

    Spesies : Rattus norvegicus

    Penelitian dengan hewan coba yang sama telah dilakukan oleh Utomo

    (2012) yang menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus), induksi OVA dan LPS

    dapat memicu respon imun. Paparan LPS pada hewan model asma akan

    meningkatkan reaksi alergi dan inflamasi. Hewan model asma juga telah dimuat

    dalam penelitian Kumar et al., (2008) sebagai hewan model asma yang diinduksi

    oleh ovalbumin (OVA) dan Alumunium Hydroxide (AlOH3) sebagai sensitisasi

    penginduksi asma. Induksi sensitisasi dilakukan secara intra peritoneal dan secara

    inhalasi menggunakan ovalbumin akan menginduksi pembentukan T helper 2

    (Th2). Tikus putih juga memiliki IgE sebagai antibodi pertama untuk merespon

    alergi. Tikus putih memiliki kemampuan hipersensitivitas yang lama dan memiliki

    sel-sel antibodi yang lengkap seperti sitokin, growth factor, dan cell surface

    marker membuat spesies ini sesuai untuk penelitian tentang respon imun pada

    saluran pernapasan (Shin et al., 2009).

  • 23

    BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN

    3.1 Kerangka Konsep

    Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

    Keterangan :

    : Patomekanisme : Pengaruh induksi alergen : Variabel Bebass

    : Terapi : Pengaruh pemberian terapi

    : Variabel tergantung

    Tikus

    Sistem Imun

    Non Spesifik

    Ovalbumin 1

    Th2

    Sel B

    Ig E

    Sel Mast

    Pelepasan mediator inflamasi

    Inflamasi

    Eosinofil

    Radikal Bebas

    H2O

    2 OH, O

    2

    Stress Oksidatif

    Peroksidasi Lipid

    (Poliunsaturated Fatty

    Acid PUFA)

    MDA

    Sel Fagosit

    Sitokin Histamin

    Mediator inflamasi

    Ovalbumin II

    Ovalbumin III

    (Inhalasi)

    Sistem Imun

    Spesifik

    Sel T

    LPS

    Kombinasi

    Whey

    Kefir dan

    Tomat

    23

  • 24

    Asma adalah gangguan inflamasi yang bersifat kronik pada saluran

    pernafasan. Penelitian ini menggunakan 3 tahap pemberian ovalbumin dimana

    pemberian pertama berfungsi sebagai sensitivasi untuk mengaktifkan innate

    immunity respon. Pemberian Ovalbumin kedua diberikan sebagai aktivator dan

    akan menginduksi kerja sel adaptif. Pemberian ovalbumin ketiga secara inhalasi

    berfungsi sebagai efektor (Suliani, 2003).

    Induksi OVA 1 berfungsi sebagai sensitisasi untuk mengaktifkan innate

    immunity yang kemudian akan merangsang pengaktifkan sel fagositosis berupa

    neutrofil dan makrofag untuk melawan radikal bebas. Proses fagositosis akan

    menghasilkan radikal bebas lebih banyak yang akan memicu proses inflamasi.

    Induksi OVA 2 berpengaruh dengan respon imun dimulai dengan masuknya

    alergen kedalam seluran nafas akan ditangkap oleh sel dendrit yang merupakan sel

    pengenal antigen (Antigen Persenting Cell/APC). Antigen diproses di dalam APC

    dan dipresentasikan kepada sel limfosit T dengan bantuan Mayor

    histocompatibility (MHC) kelas II, limfosit T akan membawa ciri antigen spesifik,

    teraktivasi dan berdiffrensiasi ke Th2. Subtipe Th2 ini merupakan subtipe utama

    yang terlibat pada asma, mensekresi berbagai sitokin yang bertanggung jawab

    bagi berkembangnya reaksi tipe lambat atau cell- mediated hypersensitivity

    reaction (NIH,2002).

    Induksi OVA 3 secara inhalasi berfungsi sebagai efektor untuk

    mengaktifkan sel Th2. Sel Th2 yang akan berdiferensiasi menjadi sel B

    berdiferensiasi sel plasma yang kemudian akan menghasilkan IgE. Stimulasi IgE

    akan berikatan dengan reseptor Fc dapat menyebabkan degranulasi sel mast

  • 25

    (Suliani, 2003). Degranulasi sel mast akan mengakibatkan pelepasan mediator

    inflamasi seperti histamin serta newly generated modiator antara lain:

    prostaglandin, leukotrin yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos

    bronkus, sekresi mucus dan vasokontriksi. Mediator inflamasi menginduksi

    kebocoran mikrovaskuler yang melibatkan eksudasi plasma kedalam saluran

    napas dan dapat mengeluarkan sitokin antara lain IL-4,IL-5, IL-6,IL-13 dan TNF-

    a. Asam Arakidonat (AA) mengikat COX-1 dan COX-2 yang menghasilkan

    inflamasi melalui (prostaglandin E 2 ) PGE2 (NIH,2002).

    LPS digunakan untuk menginduksi asma sebagai antigen yang akan

    ditangkap oleh Lipopolysacharide Binding Protein (LBP). Ikatan LPS-LBP

    dikenali oleh toll like receptor-4 (TLR-4) yang nantinya akan berikatan dengan sel

    mast. Degranulasi sel mast beserta limfosit T subtipe Th2 akan menggerakan dan

    mengaktifkan sel-sel inflamasi eosinofil (NIH,2002).

    Oksigen reaktif yang terlepas menyebabkan ketidakseimbangan antara

    radikal bebas dan antioksidan sehingga menimbulkan stres oksidatif.

    Malondialdehida mengkatalis dismutasi radikal bebas superoksida O2-

    menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2), selanjutnya Glutation

    Peroksidase membuang hidrogen peroksidase (H2O2) menjadi H2O dan O2,

    sehingga MDA ini penting sebagai enzim antioksidan endogen pada sel yang

    terkena oksigen (Granot dan Kohen, 2004).Radikal bebas akan bereaksi dengan

    asam lemak tidak jenuh (PUFA) penyusun membran sel untuk mencapai

    keseimbangan atau disebut sebagai proses peroksidasi lipid yang menghasilkan

  • 26

    produk aldehida berupa MDA. Penurunan MDA juga menggambarkan stress

    oksidatif yang sedang berlangsung (Comhair et al, 2005).

    Pemberian kombinasi whey dan tomat (Solanum lypopersicum L.) yang

    memiliki kandungan vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan di dalam

    tubuh (Sofia, 2013). Kandungan flavonoid sebagai antioksidan didalam tubuh

    akan berikatan dengan radikal bebas menjadi radikal fenoksil flavonoid sehingga

    kondisi radikal bebas tidak reaktif. Kondisi ini akan menurunkan kondisi stress

    oksidatif dalam tubuh berkurang, sehingga aktivitas enzim MDA menurun.

    Flavonoid dan biopeptida dari whey kefir dapat berfungsi untuk menurunkan

    jumlah eosinofil dan mengurangi pelepasan sel-sel inflamasi. Berkurangnya sel-

    sel inflamasi di dalam tubuh mengakibatkan berkurangnya mediator inflamasi

    sehingga kerusakan jaringan akan berkurang (Laksana,2014).

    3.2 Hipotesis Penelitian

    Dari rumusan masalah yang telah ada, maka hipotesis yang dapat diajukan

    adalah sebagai berikut ini: Kombinasi pemberian whey kefir dan Tomat (Solanum

    Lypopersicum L.) mampu menurunkan aktivitas malondialdehide (MDA) pada

    hewan tikus (Rattus norvegicus) model asma yang telah di papar dengan

    Lipopolisakarida dan ovalbumin serta dapat menurunkan jumlah eosinofil.

  • 28

    BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei– Juni 2016 di Laboratorium Hewan

    Coba, Jurusan Biologi, Fakultas Science dan Teknologi, Universitas Islam Negeri

    Malang.

    4.2 Bahan dan Alat Penelitian

    4.2.1 Bahan Penelitian

    Tikus putih (Rattus norvegicus) Strain Wistar jantan, ovalbumin (Sigma-

    Aldrich), LPS1435/1449 dari bakteri Porphyromonas gingivalis, NaCl fisiologis,

    AlOH3, PBS, akuades, tirosin, Tris-HCL (Biomedical), whey kefir dan tomat

    (Solanum lycopersicum L.), serum darah, plasma darah, 550 µL aquades, 100 µL

    TCA 100%, 250 µL HCl 1N, 100 µL Na-Thio 1%

    4.2.2 Alat Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bak pemeliharaan hewan

    coba, alat bedah, cawan petri, gelas objek, labu ukur (10 ml dan 1000 ml),

    pengaduk kaca, mikro pipet (10 µL, 20 µL, 200 µL, 1000 µL), microtube, mortar,

    lemari pendingin, autoklaf, Omron CompAir Compressor Nebulizer, tisu, sarung

    tangan, glove, masker, yellow tip, blue tip, white tip, vortex, disposable syringe

    32 G 1 mL, spuit, sentrifugator, sonikator, timer, tabung EDTA, Tabung ependorf,

    spektrofotometer UV-VIS, spuit 3 ml, vortex, penangas air suhu 100OC,

    spektrofotometer (Shimadzu UV-visible spectrophotometer UV-1601), tabung

    reaksi, plastik wrap, pendingin suhu 4oC, ABX micros 60 Switch,

    27

  • 29

    4.3 Sampel Penelitian

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hewan coba berupa tikus

    putih (Rattus norvegicus) strain Wistar jantan dengan berat badan 150-250 g

    berumur 8 – 12 minggu yang didapatkan dari Unit Pengembangan Hewan

    Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta.

    4.4 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan

    menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan eksperimental yang

    digunakan adalah rancangan eksperimen sederhana dimana subyek dibagi menjadi

    5 kelompok secara random. Tiap kelompok terdiri dari 4 tikus. Kelompok 1

    adalah tikus sehat (kontrol negatif), kelompok 2 adalah tikus diberi OVA + LPS

    (kontrol positif), sedangkan kelompok A, B dan C diberi OVA+LPS+ kombinasi

    whey kefir dan tomat dengan dosis 200 mg/Kg BB

    Tabel 4.1 Rancangan Penelitian

    Kelompok

    Keterangan

    Variabel yang diamati

    Kadar

    MDA

    Jumlah

    Eosinofil

    (Kontrol

    negatif)

    Tanpa perlakuan

    (Kontrol

    positif)

    Pemberian

    ovalbumin dan

    LPS

    Perlakuan A Pemberian

    ovalbumin dan

    LPS serta diberi

    whey kefir dan

    tomat dosis

    whey kefir dan

    tomat1 mL/200g

    BB

    Perlakuan B Pemberian

    ovalbumin dan

    LPS serta diberi

  • 30

    whey kefir dan

    tomat dosis

    whey kefir dan

    tomat1,5

    mL/200g BB

    Perlakuan C Pemberian

    ovalbumin dan

    LPS serta diberi

    whey kefir dan

    tomat dosis

    whey kefir dan

    tomat2 mL/200g

    BB

    Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan desain

    Post Test Control Only. Menggunakan besaran sampel dengan rumus :

    t (n-1) ≥ 15

    5 (n-1) ≥ 15 Keterangan :

    5n-5 ≥ 15 t = Jumlah kelompok perlakuan

    5n ≥ 20 n = Jumlah ulangan yang diperlukan

    n ≥ 20/5

    n ≥ 4

    Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 5 macam kelompok perlakuan

    diperlukan jumlah ulangan minimal 4 kali dalam setiap kelompok sehingga total

    hewan coba yang dibutuhkan adalah 20 ekor.

    4.5 Variabel Penelitian

    Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu :

    Variabel bebas : Dosis pemberian Whey Kefir dan Tomat , Induksi OVA

    dan LPS

    Variabel tergantung : Kadar MDA dan Jumlah Eosinofil

  • 31

    Variabel kontrol : Tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar (jenis kelamin,

    umur, berat badan) lingkungan, suhu, pakan.

    4.6 Tahapan Penelitian

    4.6.1 Pembuatan Whey Kefir dan Tomat

    Cara pembuatan kefir yaitu susu sapi murni 1 liter diberi 50 gr bibit kefir

    diinkubasi selama 1-2 hari sampai terjadi gumpalan kefir. Lapisan yang terbentuk

    yaitu lapisan grain kefir di bagian paling atas, kefir prima yang terletak di bagian

    tengah dengan ciri khas cairan berwarna putih dan kental, serta lapisan paling

    bawah yaitu kefir bening (whey kefir) dengan karakteristik lebih encer dan lebih

    bening. Whey kefir yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan kain sampai

    didapatkan cairan berwarna bening. Whey kefir yang dihasilkan sebanyak 600 ml

    (Suriasih, 2005).

    Pembuatan ekstrak tomat yaitu 600 gram tomat dicuci bersih lalu diblender

    sampai halus lalu disaring larutannya dan ampasnya dibuang. Selanjutnya whey

    kefir 300 ml dicampurkan dengan sari tomat 300 ml diinkubasi selama 3 hari di

    suhu ruang sampai keluar cairan bening (Mudjiwijono, 2010).

    4.6.2 Preparasi Hewan Coba (Rattus norvegicus)

    Persiapan hewan coba dimulai dengan diaklimatisasi hewan coba selama

    tujuh hari di laboratorium. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dan setiap

    kelompok perlakuan terdiri dari 4 ekor tikus. Tikus diberikan pakan yang

    disesuaikan dengan standar penyusunan ransum untuk hewan coba Association of

    Analytical Communities (AOAC, 2005) yaitu mengandung karbohidrat, protein

    10%, lemak 3%, mineral, vitamin, dan air 12%.

  • 32

    Tikus dipelihara di dalam kandang yang terbuat dari bak plastik yang

    dilengkapi penutup kawat dengan ukuran 17,5 x 23,75 x 17,5 cm. Lokasi

    pemeliharaan berada pada tempat tenang dan bebas dari polusi kendaraan maupun

    industri. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24oC dan kelembaban

    udara 50-60% dengan ventilasi yang cukup.

    4.6.3 Hewan Model Asma

    Induksi OVA dan LPS dapat memicu respon imun. Ovalbumin (OVA I)

    (Sigma-Aldrich) diinjeksikan secara intraperitoneal 10 μg dengan 1,5 mg AlOH3

    dalam 200 μL PBS (phosphate buffer saline) pada hari ke 0 setelah dilakukan

    aklimatisasi dan ovalbumin (OVA II) diinjeksikan lagi hari ke-14. Injeksi

    lipopolisakarida (LPS) intrasulkuler dilakukan sebesar 1μg pada sulkus gingiva

    molar rahang atas kiri tikus pada hari ke 10 dan 11. Injeksi LPS ini berfungsi

    sebagai agen infeksi rongga mulut dan memodulasi respon imun sehingga

    memperparah gejala asma. LPS yang digunakan adalah LPS1435/1450 dari

    Porphyromonas gingivalis (Astarte Biologics). Pemaparan ovalbumin (OVA III)

    secara inhalasi dilakukan pada hari ke-21 menggunakan tabung transparan yang

    dihubungkan dengan Omron CompAir Compressor Nebulizer. Perlakuan pemicu

    asma dilakukan dengan nebulasi OVA dalam NaCl steril dengan dosis dari 1

    mg/mL selama 20 menit. Tikus yang dipaparkan OVA akan menunjukkan adanya

    gejala hiperresponsif pada saluran pernafasannya, peningkatana sel-sel radang

    pada mukosa saluran nafas mencit, serta meningkatnya remodeling jalan nafas

    yang diakibatkan penurunan kadar sel T. Ketiga gejala inilah yang merupakan

    patofisiologi terjadinya asma pada hewan (Utomo, 2012).

  • 33

    4.6.4 Pemberian Terapi Kombinasi Whey Kefir dan Tomat

    Terapi pemberian kombinasi Whey Kefir dan Tomat diberikan pada hewan

    coba pada hari ke-22, tiap hewan coba diberikan terapi secara per oral

    menggunakan sonde. Dosis pemberian terapi pada kelompok C sebesar 1 ml/200g

    BB tikus, kelompok D sebesar 1,5 ml/200g BB tikus dan kelompok E sebesar 2

    ml/200g BB tikus. Pemberian kombinasi Whey Kefir dan Tomat ini diberikan

    secara per oral menggunakan sonde selama 14 hari secara berturut-turut

    (Utomo,2006)

    4.6.5 Pengujian Malondialdehida (MDA)

    Pengambilan serum pada hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus)

    dilakukan pada hari ke-21 pada kontrol positif dan hari ke-35 pada tikus terapi

    setelah seluruh perlakuan dilakukan. Langkah awal yang dilakukan adalah

    dislokasi hewan coba pada bagian leher kemudian dilakukan pembedahan. Tikus

    diletakkan secara rebah dorsal pada papan pembedahan. Pembedahan dilakukan

    dari daerah abdomen sampai ke bagian thorax. Setelah itu darah diambil dengan

    menggunakan spuit 3 ml pada bagian jantung. Kemudian darah di masukan ke

    dalam tabung ependorf dengan cara jarum spuit diambil terlebih dahulu lalu darah

    dimasukan lewat penggir tabung ependorf. Darah didiamkan selama 5 menit di

    suhu ruang, setelah 5 menit tabung ependorf yang telah terisi darah dimasukan ke

    dalam sentrifugasi. Di sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3 rpm.

    Setelah 10 menit darah dan serum terpisah ,serum berada di atas dan darah terletak

    di bawah. Serum diambil dengan menggunakan mikropipet yang sudah dipasang

    yellow tip,serum yang berada pada tabung ependorf yang telah disentrifus

  • 34

    dimasukan ke dalam tabung ependorf kosong sebanyak 0,5 ml yang telah diberi

    label (Suwandi, 2012)

    4.6.6 Malondialdehida (MDA)

    Standar MDA dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan 8 mg/ml masing-

    masing diambil 100 μl, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda,

    setelah itu ditambahkan 550 μl aquades. Setiap tabung tersebut ditambahkan 100

    μl TCA 100%, 250 μl HCl 1N dan 100 μl Na-Thio 1%, dan campuran yang

    terbentuk dihomogenkan dengan vortex. Tabung ditutup dengan plastik dan diberi

    lubang. Tabung diinkubasi dalam penangas air dengan suhu 1000C selama 30

    menit. Setelah itu, didinginkan pada suhu ruangan. Larutan standar kemudian

    dibaca pada panjang gelombang maksimum (533 nm) menggunakan

    spektrofotometer (Shimadzu UV-visible spectrophotometer UV-1601). Kurva

    standar MDA dihasilkan dari persamaan regresi antara absorbansi (y) dan

    konsentrasi MDA (x) (Amin, 2009).

    4.6.7 Pengukuran Kadar Malondialdehida

    Isolasi serum diawali dengan pengambillan darah pada jantung sebanyak 1,5

    ml ,selanjutnya di masukan dalam tabung ependorf lalu dibiarkan 5 menit,

    selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm selama 10 menit. Supernatan

    yang terbentuk diambil 100 μl dimasukkan kedalam ependorf, ditambah 550 μl

    akuades, 100 μl TCA kemudian dihomogenkan dengan vortex, ditambahkan 250

    μl HCL 1N lalu lalu dihomogenkan dengan vortek. Kemudian ditambahkan

    dengan 100 μl Na-Thio 1% dan dihomogenkan kembali dengan vortex. Setelah

    itu, mulut tabung ditutup menggunakan plastix wrap dan dipanaskan dalam water

  • 35

    bath 100oC selama 30 menit. Setelah dipanaskan, dilakukan sentrifugasi dengan

    kecepatan 500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dipindah kedalam

    tabung reaksi baru. Sampel kemudian diukur absorbansinya dengan

    spektofotometer Shimadzu UV-visible spectophotometer UV-1601 pada panjang

    gelombang maksimum ( 533 nm) (Amin, 2009)

    4.6.8 Eosinofil

    Isolasi darah yang pertama dilakukan adalah pengambilan sampel darah di

    jantung sebanyak 2 ml dan di masukan ke dalam tabung EDTA (jangan sampai

    ada lisis) dan dimasukan dalam suhu 40

    C untuk mendapatkan plasma darah.

    Setelah itu dipersiapkan alat ABX micros 60 Switch utama dinyalakan, terletak di

    belakang instrument. Setelah lampu indikator menyala, ditekan tombol start up,

    maka secara otomatis alat akan melakukan pembilasan dan melakukan

    pemeriksaan reagen. Jika lolos maka alat akan menampilkan nilai nol untuk setiap

    parameter pemeriksaan dan jika tidak, maka secara otomatis alat akan melakukan

    pembilasan ulang dan pemeriksaan reagen sampai tiga kali sehingga didapatkan

    angka nol untuk setiap parameter pemeriksaannya. Ditekan tombol start.

    Disiapkan bahan pemeriksaan plasma darah. Ditekan tombol ID dan dimasukkan

    nomor pasien, ditekan tombol enter tunggu sampai jarum penghisap darah keluar.

    Ditempelkan alat penghisap sampai dasar tabung kemudian ditekan sampel

    bar sampai jarum masuk kembali dan melakukan pemeriksaan. Alat akan

    memproses sample selama satu menit dan hasil pemeriksaan akan tampak pada

    layar. Untuk mematikan alat, ditekan stand by maka alat akan mencuci selama

  • 36

    satu menit, setelah layar padam dimatikan alat dengan menekan switch utama

    yang terletak di bagian belakang alat (Rothenberg,1998).

    4.6.9 Analisis Data

    Data yang diperoleh berupa data kadar enzim malondialdehid (MDA) dan

    jumlah eosinofil. Data pengamatan hasil perubahan aktivitas MDA diamati secara

    kuantitatif absorbansinya dengan spektofotometer Shimadzu UV- visible

    spectrophotometer UV-1601 pada panjang gelombang (533 nm) sedangkan untuk

    jumlah eosinofil diamati secara kuantitatif dengan alat ABX micros 60 Switch .

    Data yang diperoleh dari hasil perlakukan dimasukkan kedalam Microsoft Office Exel

    dan dianalisa menggunakan SPSS 16.0 untuk Windows dengan analisis ragam One

    Way ANOVA untuk melihat pengaruh pemberian terapi dan uji lanjutan Beda

    Nyata Jujur (BNJ) α = 5% untuk melihat perbedaan perlakuan terapi.

  • 36

    BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Pengaruh Kombinasi Whey Kefir dan Tomat Terhadap Aktivitas Enzim

    Malondialdehida MDA pada darah Hewan Tikus (Rattus norvegicus)

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi kombinasi whey kefir dan

    tomat yang digunakan pada tikus model asma mampu menurunkan kadar

    Malondialdehida (MDA). Malondialdehida (MDA) merupakan hasil samping

    dari peroksidasi lipid akibat rusaknya membran sel oleh radikal bebas (Asni,

    2009). Malondialdehida (MDA) juga merupakan suatu penanda timbulnya

    stres oksidatif dalam tubuh. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa stres

    oksidatif merupakan akibat dari respon inflamasi pada asma (Nadeem et al.,

    2005 ; Wood et al., 2003). Gejala asma pada tikus pada penelitian ini

    menunjukan gejala bersin-bersin, terlihat tikus menggaruk-garukan hidung dan

    tikus kesulitan bernafas. Gejala asma pada tikus mirip dengan gejala asma pada

    manusia yang ditandai dengan batuk, bersin, dan hipersalivasi (Pernans, 2010).

    Hasil pengukuran kadar MDA tikus putih (Rattus norvegicus) model asma

    yang telah diterapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat volume 1 mL, 1,5

    mL dan 2 mL per ekor per hari didapatkan data sebagai berikut: pada kelompok

    kontrol negatif rata-rata kadar MDA sebesar 0.344 ±0.012, kelompok kontrol

    positif rata-rata kadar MDA sebesar 0.455 ±0.019 dengan presentase

    peningkatan kadar MDA sebesar 24,39% dibandingkan kontrol negatif,

    kelompok A rata-rata kadar MDA sebesar 0.421 ±0.005 dengan presentase

    penurunan kadar sebesar 7,47% dibandingkan dengan kontrol positif, pada

    kelompok B rata-rata kadar MDA 0.349 ±0.024 dengan presentase penurunan

    36

  • 37

    kadar MDA sebesar 23,30% dibandingkan kontrol positif dan pada kelompok C

    rata-rata kadar MDA 0.400 ±0.015 dengan presentase penurunan kadar MDA

    sebesar 12,09% dibandingkan kontrol positif (Tabel 5.1).

    Tabel 5.1. Rata-rata kadar malondialdehida pada darah tikus kontrol, tikus yang

    diinduksi OVA dan LPS dan tikus yang diterapi dengan kombinasi whey kefir dan

    tomat.

    Kelompok Rata-rata kadar

    Malondialdehida

    (MDA) mg/ mL

    Presentase Aktivitas

    Enzim MDA(%)

    Protease (%)

    Penurunan

    (%)

    Peningkatan

    (%)

    Kontrol negatif 0.344 ±0.012a

    - -

    Kontrol positif

    (asma)

    0.455 ±0.019c

    - 24,39 %

    Terapi dosis 1

    mL/200 g BB (A)

    0.421 ±0.005bc

    7,47 % -

    Terapi dosis 1,5

    mL/200g BB (B)

    0.349 ±0.024a

    23,30% -

    Terapi dosis 2

    mL/200 g BB (C)

    0.400 ±0.015b

    12,09% -

    Keterangan : Perbedaan notasi a, b, c, menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

    antar kelompok perlakuan dengan nilai p < 0,05.

    Hasil analisa statistik menggunakan SPSS. 21 menunjukkan bahwa

    pemberian terapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat pada hewan model

    asma, memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P

  • 38

    dan ovalbumin (OVA) memicu terjadinya reaksi fagositosis oleh makrofag

    dan neutrofil. Proses fagositosis ini menghasilkan radikal bebas Reactive Oksigen

    Species (ROS). Reactive Oxygen Species (ROS) dapat menyebabkan reaksi

    berantai dan menghasilkan senyawa radikal bebas seperti O2-, H2O2, OH- dan

    NO. Nitric oxide disintesis dengan bantuan NO synthase (NOS). Peningkatan

    aktivitas enzim NOS mengakibatkan jumlah anion superoksida (O2-) sebagai

    produk samping reaksi pembentukan NO bertambah. Peningkatan NO yang

    lebih tinggi dikaitkan dengan resiko asma yang lebih besar dan menambah

    keparahan asma. Radikal bebas dalam jumlah rendah mampu dinetralisir oleh

    antioksidan endogen (SOD, catalase dan glutathione) dalam tubuh tetapi bila

    jumlah senyawa radikal bebas melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh maka

    radikal bebas akan merusak komponen lipid sehingga mengakibatkan ROS dan

    mengakibatkan stres oksidatif (Winarsi,2007)

    Hasil pengukuran kadar MDA tikus putih (Rattus norvegicus) model asma

    yang telah diterapi dengan kombinasi whey kefir dan tomat volume 1 mL, 1,5

    mL dan 2 mL per ekor per hari didapatkan data sebagai berikut: pada kelompok

    kontrol negatif rata-rata kadar MDA sebesar 0.344 ±0.012, kelompok kontrol

    positif rata-rata kadar MDA sebesar 0.455 ±0.019 dengan presentase peningkatan

    kadar MDA sebesar 24,39% dibandingkan kontrol negatif, kelompok A rata-rata

    kadar MDA sebesar 0.421 ±0.005 dengan presentase penurunan kadar sebesar

    7,47% dibandingkan dengan kontrol positif, pada kelompok B rata-rata kadar

    MDA 0.349 ±0.024 dengan presentase penurunan kadar MDA sebesar 23,30%

    dibandingkan kontrol positif dan pada kelompok C rata-rata kadar MDA 0.400

  • 39

    ±0.015 dengan presentase penurunan kadar MDA sebesar 12,09% dibandingkan

    kontrol positif.

    Pada kelompok perlakuan kontrol positif memiliki kadar MDA yang

    paling tinggi, serta memiliki kadar MDA yang berbeda nyata (p < 0,05) dengan

    kontrol negatif, sedangkan pada kelompok A (terapi 1 ml/200g), Kelompok B

    (terapi 1,5 ml/200g) dan Kelompok C (terapi 2 ml/200g) berbeda nyata terhadap

    kelompok positif. Hal ini ditunjang dengan data kuantitatif berupa tingkat

    kenaikan kadar MDA hingga 24,39 % yaitu sebesar 0.455 ±0.019 µg/mL.

    Peningkatan kadar MDA terjadi karena terdapat stres oksidatif. Pemberian

    ovalbumin dan LPS mengakibatkan terjadinya inflamasi pada tikus, metabolisme

    asam arakidonat menyebabkan terjadinya inflamasi.

    Mekanisme kerjanya dengan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase

    1 (COX-1) dan enzim sikloogsigenase 2 (COX-2). Penghambatan pada COX-2

    akan berfungsi terhadap pengurangan nyeri, namun penghambatan terhadap COX-

    1 akan menghambat sintesis prostaglandin E2 (PGE2) yng berfungsi pada sekresi

    mukus untuk melindungi mukosa usus sehingga menyebabkan melemahnya

    sistem pertahanan tubuh pada daerah mukosa dan bakteri lebih mudah

    menginfeksi (Tanaka et al.,2002).

    Enzim Cyclooxygenase (COX) mengkatalisis sintesis prostaglandin.

    Prostaglandin mempunyai peran yang penting dalam beberapa proses fisiologis

    seperti pemeliharaan integritas gastrointestinal dan proses patologis seperti

    inflamasi dan neoplasia (Zang et al, 2002; Guilemany et al, 2008; Pane et al,

    2008)

  • 40

    Adanya antigen inilah yang menyebabkan aktivasi makrofag , proses non

    oksidatif berlangsung dengan bantuan berbagai protein, pembentukan Reactive

    Oxygen Species (ROS). Produksi ROS yang tinggi menyebabkan antioksidan

    tidak berfungsi dengan maksimal sehingga terjadi stres oksidatif. Stres oksidatif

    dapat memicu terjadinya peroksidasi lipid.

    Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi

    asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturrated Fatty Acid atau PUFA) penyusun

    fosfolipid membran sel dengan radikal bebas. Ada dua konsekuensi dari

    peroksidasi lipid: kerusakan struktural membran dan adanya produk sekunder.

    Kerusakan membran berasal dari produksi rantai asam lemak tak jenuh ganda

    (Poly Unsaturrated Fatty Acid atau PUFA) yang rusak (Catala, 2006). Efek ini

    berat bagi sistem biologi, menghasilkan kerusakan fungsi membran, inaktivasi

    enzim dan efek toksik pada bagian dan fungsi seluler. Proses peroksidasi lipid ini

    menghasilkan produk sekunder berupa senyawa yang disebut Malondialdehida

    (MDA). Pada jaringan yang rusak terjadi peningkatan kadar Malondialdehida. Hal

    ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

    pada kadar MDA sebesar 24,39 % pada kelompok kontrol positif.

    Peroksidasi lipid dinilai secara tidak langsung dengan pengukuran produk

    sekunder, seperti sebagai Malondialdehida (MDA). Malondiladehida (MDA)

    adalah tiga-karbon dengan berat molekul aldehida rendah dan merupakan produk

    kerusakan spontan peroksida yang dapat dihasilkan dari adanya radikal bebas.

    Kelompok A kadar MDA sebesar 0.421 ±0.005 dengan presentase

    penurunan kadar sebesar 7,47 % dibandingkan dengan kontrol positif, pada

  • 41

    kelompok B rata-rata kadar MDA 0.349 ±0.024 dengan presentase penurunan

    kadar MDA sebesar 23,30 % dibandingkan kontrol positif dan pada kelompok C

    rata-rata kadar MDA 0.400 ±0.015 dengan presentase penurunan kadar MDA

    sebesar 12,09 % dibandingkan kontrol positif (Tabel 5.1). Terapi kombinasi whey

    kefir dan tomat pada serum darah tikus putih (Rattus norvegicus) mampu

    menurunkan kadar MDA secara nyata (p < 0,05). Kelompok tikus yang diterapi

    dengan kombinasi whey kefir dan tomat dosis 1 mL/ekor yang diberikan 1 kali

    sehari (0.421 ±0.005), kelompok tikus yang diberikan terapi kombinasi whey kefir

    dan tomat dosis 1,5 mL/ekor yang diberikan 1 kali sehari (0.349 ±0.024) dan

    kelompok tikus yang diberikan kombinasi whey kefir dan tomat dosis 2 mL/ekor

    yang diberikan 1 kali sehari (0.400 ±0.015) memiliki perbedaan yang nyata dengan

    kelompok tikus kontrol negatif dan kontrol positif. Hal ini didukung dengan

    presentase penurunan kadar Malondialdehida (MDA) jika dibandingkan dengan

    kontrol positif (Tabel 5.1)

    Penurunan kadar MDA pada kelompok terapi disebabkan oleh kandungan

    yang terdapat pada kombinasi whey kefir dan tomat yaitu berupa vitamin C,

    likopen dan produk bakteri asam laktat (BAL). Vitamin C atau L-asam askorbat

    merupakan antioksidan yang larut dalam air. Vitamin C adalah salah satu

    antioksidan sekunder yang memiliki kemampuan menangkap radikal bebas dan

  • 42

    mencegah terjadinya reaksi berantai. Mekanisme kerja antoksidan sekunder

    adalah dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau

    dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger). Akibatnya radikal

    bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Asam askorbat menangkap

    secara efektif sekaligus O2*

    (anion superoksida)