PENGARUH PENCEMARAN MERKURI

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH KEPIK MIRID (Cyrtorhinus lividipennis) DALAM HAL PENANGGULANGAN SERANGAN DARI HAMA WERENG COKLAT (Nilaparvata lugens Stal.)

Disusun Dalam Rangka Mengikuti Mata Kuliah Pengendalian Biologis Oleh :

ABDUL RAKHMAT F1D1 06 020

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum dalam usaha meningkatkan produktivitas pertanian khususnya dalam pengendalian hama, penyakit serta gulma di pertanaman, caracara bercocok tanam klasik seperti penggunaan insektisida yang tidak selektif, clean farm dan pertanian monokultur adalah contoh umum dari praktik yang selama ini digunakan petani. Praktik-praktik tersebut ternyata memiliki kelemahan dan kerusakan terhadap keseimbangan ekosistem. Tanpa mengecilkan arti pengendalian OPT dengan sistem PHT yang beberapa tahun terakhir digaungkan seyogyannya semua teknik-teknik bercocok tanam yang hanya memperhatikan produksi dan pengendalian destruktif segera ditinggalkan menuju pendekatan praktik pengendalian hama yang akrab lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian OPT yang dapat digunakan adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan pendekatan kuantitas, kualitas, serta diversitas agens hayati. Agens hayati mencakup pengertian mahluk hidup yang dimanfaatkan sebagai agens pengendali OPT. Di Indonesia wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) merupakan hama dari golongan insekta yang sangat merugikan perpadian di Indonesia yang merusak tanaman padi sejak 1930 sampai sekarang. Serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) yang berat disebut juga ledakan wereng coklat (Nilaparvata lugens

Stal.). Serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) tidak terjadi sepanjang tahun tetapi hanya pada waktu-waktu tertentu saja, yaitu pada musim hujan dan musim kemarau yang banyak hujannya (La Nina). Serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) sering kali diikuti oleh serangan penyakit virus kerdil hampa (VKH) dan kerdil rumput (VKR) yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Untuk mengurangi dampak serangan dari wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) maka perlu adanya penanggulangan serangan dari hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) yang ramah lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem dari lingkungan tersebut. Salah satu yaitu dengan cara pengendalian secara biologis. Pengendalian biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja.

Pengendalian biologi merupakan salah satu pengendalian yang dinilai cukup aman karena mempunyai beberapa keuntungan. Salah satu pengendalian biologis dalam hal ini agen hayati yang digunakan dalam penanggulangan serangan dari wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) adalah Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis). Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis) ini berwarna hijau dan biasanya dijumpai pada tempat yang hamanya tinggi. Predator ini aktif memburu mangsa dan gerakannya seperti wereng coklat dan pada malam hari mempunyai silat tertarik terhadap cahaya sinar. Jenis

mangsanya coklat, wereng hijau, wereng punggung putih, wereng zig-zag dan lalat padi. Predator ini hidup pada tanaman padi, gulma dan tanaman lain.

B. Rumusan Masalah Masalah yang dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana pengaruh Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis) dalam hal penanggulangan serangan dari hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). C. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis) dalam hal penanggulangan serangan dari hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.).. D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah Sebagai bahan dasar informasi terhadap masyarakat bagaimana pengaruh pengaruh Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis) dalam hal penanggulangan serangan dari hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.)..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Hayati Pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami serangga hama, penyakit dan tumbuhan pengganggu untuk mengurangi, kepadatan populasi (Speight et al., 1999 dalam Mangundihardjo, 1975). Pengendalian hayati adalah pengaturan populasi hama dengan menggunakan musuh alami. Sasaran

pengendalian hayati adalah melepaskan musuh alami atau manipulasi keberadaannya yang mengakibatkan fluktuasi populasi hama di bawah aras luka (Pedigo, 1999). Pengendalian secara biologis adalah kerja dari faktor biotis seperti parasitoid, predator dan patogen terhadap mangsa atau inang, sehingga menghasilkan suatu keseimbangan umum yang lebih rendah daripada keadaan yang ditunjukkan apabila faktor tersebut tidak ada atau tidak bekerja (Stern et al., 1959). Pengendalian biologi merupakan salah satu pengendalian yang dinilai cukup aman karena mempunyai beberapa keuntungan yaitu 1) selektivitas tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, 2) organisme yang digunakan sudah tersedia di alam, 3) organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, 4) dapat berkembang biak dan menyebar, 5) hama tidak terjadi resisten atau kalau terjadi sangat lambat dan 6) pengendalian berjalan dengan sendirinya (Van Emden, 1976).

Pengendalian biologi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 1) pengendalian alami yaitu pengendalian OPT dengan musuh alami tanpa campur tangan manusia, misalnya Curinus caoerulens Mulsant yang dapat

mengendalikan kutu lamtoro secara alami, 2) pengendalian biologi terapan yaitu pengendalian biologi dengan campur tangan manusia misalnya semut predator untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman jeruk dan perusak pohon kurma (Sosromarsono, 1993). Pengendalian hayati atau biological control dapat dibedakan dengan pengendalian alami atau natural control. Pengendalian hayati merupakan strategi pengendalian hama yang dilakukan secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasi musuh alami untuk menurunkan atau mengendalikan populasi hama. Pengendalian alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia (Susniahti et al. 2005).B. Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) dan Karekteristik Perkembangan

Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.), termasuk ordo Homoptera, famili Delphacidae dan mempunyai daerah peenyebaran di Indonesia. Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) hidup pada bagian bawah batang padi yang mempunyai kelembaban nisbi cukup tinggi dari bagian atasnya. Telurnya menetas setelah 7-11 hari sedangkan stadium nimfanya 10-15 hari. Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) mengisap cairan tanaman dengan menusukkan

stiletnya ke bagian bawah batang padi. Tusukan itu dilakukan berulang kali sehingga tanaman padi mudah rebah. Pada populasi wereng coklat tinggi, tanaman ini akan, menyebabkan tanaman padi menjadi "terbakar" dan gejala itu disebut hopper burn. Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) merupakan vektor penyakit kerdil rumput dan penyakit kerdil hampa. Gejalanya tanaman padi mudah rebah dan bulirnya hampa dengan warna abu kehitaman. Pada populasi wereng tinggi akan menyebabkan tanaman "terbakar" atau "hopper burn". Serangan wereng biasanya dimulai dari tengah petak sawah (Susniahti et al. 2005). Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) mempunyi biotik potensial yang tinggi, diantaranya dapat memanfaatkan makanan dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat, sehingga menimbulkan kerusakan yang tidak sedikit. Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) termasuk serangga r-strategic yang mempunyai cirri : 1) berkembang biak dengan cepat, 2) mampu mempergunakan sumber makanan dengan baik sebelum serangga lain ikut berkompetisi, dan 3) serangga ini dapat menemukan habitat baru dengan cepat sebelum habitat lama tidak berguna lagi. Karena kemampuan biotik potensial yang tinggi dan biological clock yang dimilikinya, sehingga wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) dapat berkembangbiak di musim hujan dan musim kemarau yang banyak hujannya atau saat terjadi La Nina.

Berdasarkan laju perkembangan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) pada lingkungan tanpa batas, dari satu pasang wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) dalam waktu 90 hari menghasilkan keturunan sebanyak 10.000 ekor betina (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2007). Menurut Susniahti et al (2005), hama utama pada tanaman padi dapat berupa wereng coklat, penggerek batang, ganjur karena serangga hama tersebut dapat menimbukan kerugian yang cukup besar sehingga diperlukan strategi pengendaliannya. Dimana yang dimaksud dengan adalah serangga hama yang selalu menyerang tanaman dengan intensitas serangga yang berat sehingga diperlukan pengendalian. Hama utama itu akan selalu menimbulkan masalah selalu tahunnya dan menimbulkan kerugian cukup besar. Biasanya ada satu atau dua species serangga hama utama di suatu daerah. C. Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis) Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) ini berwarna hijau dan biasanya dijumpai pada tempat yang hamanya tinggi. Predator ini aktif memburu mangsa dan gerakannya seperti wereng coklat dan pada malam hari mempunyai silat tertarik terhadap cahaya sinar. Jenis mangsanya coklat, wereng hijau, wereng punggung putih, wereng zig-zag dan lalat padi. Predator tersebut mempunyai ukuran tubuh 2,5 - 3,25 mm dengan ciri-ciri berwarna hijau terang dan pada bagian kepala dan bahu terdapat warna hitam. Alat mulut predator ini bertipe

mengisap. Rentang hidupnya 30 hari dan seekor betina dapat menghasilkan telur 30 butir. Predator ini hidup pada tanaman padi, gulma dan tanaman lain (Sunihardi, 2007). Menurut Laba dan Warsi (1992), pada tanaman padi, Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) dapat memangsa telur dan nimfa wereng coklat, wereng punggung putih dan wereng hijau. Kemampuan Kepik mirid

(Cyrtorhinus lividipennis) betina memangsa 27,67 telur/hari sedangkan yang jantan 9,5 telur/hari. Kemampuan memangsa nimpa instar pertama adalah 0,3-0,5 ekor/hari. Disamping itu masih banyak predator yang memangsa hama dan

mempunyai potensi dalam menurunkan populasi hama utama padi antara lain Microvelia atrolineata, Paederus sp., Ophionea sp., laba-laba (Lycosa pseudoannulata) dan Callithrichi formosma (Shepard et al., 1989).

BAB III PEMBAHASAN Ekosistem pertanian adalah ekosistem yang sederhana dan monokultur jika dilihat dari komunitas, pemilihan vegetasi, diversitas spesies, serta resiko terjadi ledakan hama dan penyakit. Musuh alami berperan dalam menurunkan populasi hama sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Hal ini terbukti dari setiap pengamatan dilahan pertanian, khususnya padi, beberapa jenis musuh alami selalu hadir dipertanaman. Ekosistem persawahan secara teoritis

merupakan ekosistem yang tidak stabil. Kestabilan ekosistem persawahan tidak hanya ditentukan oleh diversitas struktur komunitas, tetapi juga oleh sifat-sifat komponen, interaksi antar komponen ekosistem. Pada umumnya petani mengatasi serangan hama dilakukan dengan tujuan pengendalian hama saja, tanpa memperhatikan keanekaragaman hayati pada ekosistem pertaniannya. Oleh karena itu, sejalan dengan kebijakan pemerintah mengenai program pengendalian hama berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan dapat dilakukan melalui konsep PHT. Teknologi PHT dapat diharapkan stabilitas ekosistem, sehingga pertanian berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan dapat terwujud. Salah satunya dengan penggunaan predator sebagai musuh alami dan agen hayati. Predator adalah binatang yang memakan binatang lain. Sebagian besar predator bersifat polifag artinya memangsa berbagai jenis binatang yang

berbeda. Disamping itu sebagian predator bersifat kanibal, artinya memangsa sesamanya. Banyak jenis predator yang memangsa wereng, tetapi hanya beberapa yang mempunyai porensi menurunkan populasi wereng. Hasil penelitian mengenai kajian habitat menunjukkan bahwa tidak kurang dari 700 serangga termasuk parasitoid dan predator ditemukan di ekosistem persawahan dalam kondisi tanaman tidak ada hama khususnya wereng batang coklat (WBC) atau yang lebih dikenal dengan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Predator WBC umumnya polifag, akan memangsa berbagai jenis serangga. Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu seperti wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan disetiap tempat. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan OPT melalui pemanfaatan serangga khususnya musuh alami dan meningkatkan diversitas tanaman seperti penerapan tanaman tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka dapat dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi resiko gangguan OPT. Mekanisme-mekanisme alami seperti predatisme, parasitisme, patogenisitas, persaingan intraspesies dan interspesies, suksesi, produktivitas, stabilitas dan keanekaragaman hayati dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian

berkelanjutan (Untung dan Sudomo, 1997). Teknologi pengendalian wereng

coklat menggunakan ambang kendali berdasarkan manipulasi musuh alami dapat mengurangi pemakaian insektisida dan meningkatkan pendapatan (Baehaki et al. 1996). Wereng coklat merupakan hama yang strategis, yaitu serangga yang dapat berkembang dengan cepat, mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak, dan cepat beradaptasi dengan varietas yang baru dilepas. Hama ini berkembang pesat di musim hujan dan saat La Nina, tetapi pada musim kemarau populasinya rendah. Demikian juga hama wereng punggung putih sudah mulai menyerang tanaman padi di beberapa tempat. Menurut Chiu (1979), bahwa terdapat 79 jenis musuh alami dari wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) diantaranya 34 parasitoid, 37 predator dan 8 patogen. Salah satu predator dari wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) yang dapat dijadikan agen hayati dalam pengendalian secara biologis adalah Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis). Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis Reuter) adalah salah satu predator wereng yang sangat efektif dan tersebar di Asia Tenggara, Australia dan pulaupulau di daerah Pasifik (Peter, 1978). Kepik C. lividipennis bersifat polyphag, karena dapat memangsa beberapa jenis wereng. Stadium nimfa dan dewasa dapat memangsa wereng, khususnya stadia telur wereng. Seekor kepik dapat memangsa 4,1 telur/hari (IRRI, 1978). Siklus hidup C. lividipennis berkisar antara 21,1-24 hari (Suenaga, 1963). Lama hidup serangga dewasa berkisar antara 21-25 hari. Satu ekor kepik mampu bertelur 146 butir (Manti et al.,

1982). Peluang hidup menjadi serangga dewasa adalah 17%. Laju pertumbuhan intrinsik 0,11 sehingga persamaan pertumbuhan populasi eksponensial menjadi Nt = Noe0,11t artinya seekor sreangga betina dapat menghasilkan keturunan 25 pasang selama satu bulan dan 652 pasang selama dua bulan. Menurut Manti (1989) sepasang predator Cyrtorhinus lividipennis dapat memangsa 9,17 telur per hari dan hanya 0,33 ekor imago wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) per hari. Pada umumnya Cyrtorhinus lividipennis lebih bertindak sebagai predator telur daripada predator nimfa dan imago. Pengendalian wereng coklat menggunakan ambang kendali berdasar musuh alami dapat digunakan pada semua daerah serangan hama. Setelah itu digunakan formula Baehaki (1996) : Di = ekor/rumpun

Ai: Populasi wereng (wereng coklat + wereng punggung putih} pada 20 rumpun pada minggu ke-i. Bi: Populasi predator Laba-laba + Ophionea nigrfasciata + Paederus fuscifes Coccinella pada 20 rumpun pada minggu ke-i Ci: Populasi Cyrtorhinus lividipennis pada 20 rumpun Di: Wereng coklat terkoreksi per rumpun

BAB IV PENUTUPA. KESIMPULAN

Dari uraian pengaruh Kepik Mirid (Cyrtorhinus lividipennis) dalam hal penanggulangan serangan dari hama wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) dapat disimpulkan sebagai berikut :1. Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) adalah salah satu agen hayati

dalam pengendalian secara biologis, khususnya dalam hal penanggulangan serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.).2. Predator Cyrtorhinus lividipennis dapat memangsa 4,1 - 9,17 telur per hari

dan hanya 0,33 ekor imago wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) per hari.3. Pada umumnya Cyrtorhinus lividipennis lebih bertindak sebagai predator

telur daripada predator nimfa dan imago. B. Saran Perlu adanya upaya dari pemerintah dalam pengembangan teknologi dalam hal ini pengembangan potensi dari predator alami pemangsa wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.), sehingga dapat mengurangi pemakaian senyawasenyawa kimia yang tidak ramah lingkungan. Serta kajian lebih dalam potensi dari Kepik mirid (Cyrtorhinus lividipennis) sebagai agen hayati. DAFTAR PUSTAKA

Baehaki S.E., P. Sasmita, D. Kertoseputro, dan A. Rifki. 1996. Pengendalian Hama Berdasar Ambang Ekonomi Dengan Memperhitungkan Musuh Alami Serta Analisis Usaha Tani Dalam PHT. Temu Teknologi dan Persiapan Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu. Lembang. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007. Teknologi Pengendalian Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Balai Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Subang, Jawa Barat. Chiu, S.C. 1979. Biological control of the brown planthopper, Nilaparvata lugens Stal. In brown planthopper Threat to Rice Production in Asia. IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines. 335-356. Laba, I.W. dan W.R. Atmaja. 1992. Potensi parasit dan predator dalam mengendalikan wereng coklat Nilaparvata lugens Stal. pada tanaman padi. J. Litbang Pertanian XI (4). 65-71. IRRI. 1978. Annual Report For 1977. Los Banos, Laguna, Philippines. Mangundihardjo, S. 1975. Pengendalian Secara Hayati. Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. Kursus Ilmu Tumbuhan Pengganggu. Bogor, 11-30 Agustus 1975. Manti, I., S. Sosromarsono, M. Iman dan R.T.M. Sutamihardja. 1982. Biologi Predator Cyrtorhinus Lividipennis Reuter Dan Predatismenya Terhadap Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Penelitian Pertanian. 2(2): 56-59. Manti, I. 1989. Biologi Predator Cyrtorhinus lividipennis Reuter dan Predatorismenya Terhadap Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens Stal.). Bogor: IPB.

Pedigo, L.P. 1999. Entomology And Pest Management. Prentice Hall, Upper Saddle River. N.J. 07458. Third Edition. p. 39. Peter, A.C. Ooi. 1978. Some Common Predators Associated With The Brown Planthopper in Malaysia Inter. Rice. Res. Newsl. (4): 17.

Sosromarsono, S. 1993. Membunuh Serangga Dengan Serangga. Cerita tentang pengendalian hayati. hlm. 33-39. Adisunarto dan Suhardjan (Penyunting). Berita Entomologi Vol. III (I). Perhimpunan Enomologi Indonesia, 1 Oktober 1993. Stern, V.M., R.F. Smith, R. Van den Bosch and K.S. Hagen. 1959. The Integration Of Chemical And Biological Control Of Spotted Alfalfa Aphid. Hilgardia. 29(2): 81-101. Suenaga, H. 1963. Analytical Studies On The Ecology Of Two Species Of Planthopper, The Whitebacked Planthopper (Sogotella furcifera Horvath) With Special Refference To Their Outbreak, Bull. Kyushu. Agric. Exp. Stu. 8(1): 1-152. Sunihardi. 2007. Petunjuk Teknis Pengendalian Penyakit Tungro Terpadu. Loka Penelitian Penyakit Tungro. Sulawesi Selatan. Susniahti, Nenet., H. Sumeno, dan Sudarjat. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Faperta Unpad. Bandung. Untung, K. dan M. Sudomo. 1997. Pengelolaan Serangga Secara Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada Simposium Entomologi Indonesia, Bandung 2426 Juni 1997. Van Emden, H.P. 1976. Pest Control and Its Ecology. Edward Arnold. 59 p.