PENGARUH PENGGUNAAN KARBON KOPI UNTUK PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES PIROMETALURGI SKRIPSI INDRA KISANTA SIREGAR 140801005 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
SKRIPSI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
SKRIPSI
Sarjana Sains
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan
sumbernya.
Medan, Agustus 2018
Indra Kisanta Siregar
iv
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk
setiap
detik nafas kehidupan dan karunia yang diberikan sehingga saya
dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
Tugas akhir ini merupakan salah satu proses untuk memperoleh gelar
sarjana
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara
Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas saya mengerjakan
tugas akhir
dengan judul : “PENGARUH PENGGUNAAN KARBON KOPI UNTUK
PERMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI” yang dilaksanakan di Laboratorium P2F, Lembaga
Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong, Tangerang Selatan, Banten
sesuai dengan
waktu yang ditetapkan.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dukungan dari berbagai
pihak.
Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih yang sebesar -
besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu. Peneliti banyak menerima
bimbingan, petunjuk
dan bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik yang bersifat
moral maupun
material. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih
yang sebesar-
besarnya kepada Tuhan dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang
memberikan
kekuatan bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa selama proses hingga akhir
terselesaikannya
penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya yang
tersayang
Jhon Hendri Siregar dan Nety Br. Manik, kakak dan Abang saya
Helentiwa Siregar,
Afandy Siregar, Susi Sri Devi Siregar, Henni Friska Siregar, dan
Hendra Kiranta
Siregar yang selalu memberi motivasi dan semangat serta doa untuk
saya selalu.
Kepada Bapak Dr. Kerista Sebayang, M.S. sebagai Dekan FMIPA, dan
para
Pembantu Dekan FMIPA Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Perdinan
Sinuhaji,
M.Si. selaku Ketua Departemen Fisika, dan Bapak Awan Magfirah, M.Si
selaku
Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, Kak Tini, Bang Jo dan Kak
Yuspa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
selaku staf Departemen Fisika, seluruh Dosen, Staf dan Pegawai
Departemen Fisika
FMIPA USU. Kepada Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS, dan Dr.
Agus
Sukarto Wismogroho, M.Eng selaku dosen pembimbing saya yang telah
meluangkan
waktu untuk membimbing, mengarahkan dalam melaksanakan penelitian
hingga
penyelesaian penulisan skripsi ini, serta Bang Sahat Sinaga, mbak
Ade, dan mbak Aning
yang telah banyak membimbing saya selama di P2F-LIPI dan kepada
Keluarga Besar
P2F LIPI.
Teman-teman seperjuangan Fisika 2014 dan teman-teman tim pak Agus
yang
telah sama-sama berjuang bersama saya melewati perkuliahan,
praktikum maupun
kegiatan luar kampus lainnya. Semoga kita segera meraih kesuksesan
kita. Dan
Kedua Adek saya Thommy Renhad dan Jessica Ria yang selalu mengerti
dan peduli
keadaan saya selama di Tangerang dan yang selalu menjadi
inspirasi/idola bagi saya
The Overtunes ( Mikha Angelo, Reuben Nataniel, dan Mada
Emmanuelle), dan yang
sudah memotivasi saya setiap harinya kepada Andika Suranta, Reggy
Zurcher, Tri
Gunaria Sitorus, Wilka Tarigan, Jan Putra Ginting, Julfriwin
Sinaga, Desman
Siringo-ringo, Ebta Wisuda Djaya S, Ivana, Uli Artha Siagian, Nanda
Indriyani T,
Gestin Septadisa, Vivi Maria, Windy Wulandari, kepada Panitia Natal
F-MIPA 2017,
kepada partner Uber Medan, dan kepada Adek-adek 2017 Semoga kita
sukses
bersama di dunia yang lebih nyata lagi.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan
dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang sifatnya
membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir
kata semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi orang lain
yang membacanya.
Medan, Juli 2018
Indra Kisanta Siregar
PERMURNIAN ZnO DARI ZINC DROSS MELALUI PROSES
PIROMETALURGI
ABSTRAK
Telah dilakukan pemurnian Zinc Oxide (ZnO) yang diambil dari limbah
Zinc Dross
dengan metode pirometalurgi. Proses preparasi sampel dimulai dari
pencucian Zinc
Dross menggunakan larutan aqua DM dengan perbandingan 1:10. Seng
dross yang
telah dikarakterisasi menggunakan XRF untuk melihat kandungan
senyawa yang
terdapat di dalamnya yaitu Zinc Dross 90% dan terdapat kandungan
pengotor lain
diantaranya Fe, Al, Mg dan lain-lain. Sampel Zinc Dross yang sudah
di karakterisasi
di campur dengan karbon kopi, yaitu dengan perbandingan Zinc dross
: Karbon 87,5
wt % : 12,5 wt % dan 75 wt % : 25 wt % yang dilarutkan menggunakan
aqua DM
yang akan di milling menggunakan Planetary Bill Mill (PBM) selama
40 menit
hingga sampel terbentuk seperti lumpur, kemudian di saring dan di
oven selama 24
jam dengan suhu 100 o C. Hasil serbuk Zn dross + Karbon di
pirolisasi dengan suhu
1200 o C selama 2.5 Jam untuk mendapatkan serbuk ZnO. Hasil ZnO
yang di peroleh
di karakterisasi menggunakan X-Ray fluorescence (XRF) untuk
mengetahui berapa
% tingkat kemurnian ZnO dengan campuran karbon kopi dan kandungan
apa saja
yang terdapat pada ZnO tersebut. Hasil analisa XRF menunjukkan
terdapat 98%
kemurnian pada ZnO, dan terdapat beberapa zat pengotor yaitu Al2O3,
Fe2O3, MgO,
SiO2, dan lain-lain. Dilakukan uji termal pada ZnO menggunakan
Differential
Thermal Analyzer (DTA) untuk mengetahui pengaruh panas terhadap
terjadinya
reaksi. Didapat hasil analisa dari uji DTA bahwa sampel Zinc dross
+ Karbon akan
bereaksi pada suhu 800 o C. Dilakukan juga uji karakterisasi
menggunakan Scanning
Electron Microscopy (SEM) dan Optical Microscope (OM) untuk
mengetahui bentuk dan
ukuran yang terdapat pada serbuk ZnO. Hasil dari analisa
menggunakan SEM dan OM
menunjukkan bahwa ZnO memiliki bentuk yang aglomerasi atau memiliki
bentuk
yang tidak seragam antara partikel, dan memiliki ukuran
partikel-partikel pada
rentang 1.900 µm sampai dengan 9.378 µm.
Kata Kunci : Zinc Oxide, Zinc dross, Karbon, Pirometalurgi,
Pemurnian.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PURIFICATION FROM ZINC DROSS BY PYROMETALLURGY
PROCESS
ABSTRACT
Zinc oxide (ZnO) purification has been taken from Zinc dross
by
pyrometallurgical method. The sample preparation process starts
from Zinc Dross
washing using aqua DM solution with a ratio of 1:10. Zinc Dross
that has been
characterized using XRF purposefully is going to see the content of
compounds and
it shows that it has Zinc Dross 90% and there are other impurities
such as Fe, Al,
Mg and others. Samples of Zinc Dross that have been characterized
with carbon
coffee by comparison of Zinc Dross : Carbon is 87.5 wt%: 12.5 wt%
and 75 wt%: 25
wt% dissolved using DM aqua which will be milling using Planetary
Bill Mill (PBM)
for 40 minutes until it is being mud. And then it is filtered and
is grilled for 24 hours
at 100 ° C. The product of Zn Dross powder is pyrolyzed with Carbon
at 1200 ° C
for 2.5 hours to obtain ZnO powder. The product of ZnO was
characterized using X-
Ray flourescence (XRF) to find out what percentage of ZnO purify
with coffee carbon
and what material contained in that ZnO. XRF analysis result shows
98% purity in
ZnO, and there are some impurities material in it: Al2O3, Fe2O3,
MgO, SiO, and
others. A thermal test was conducted on ZnO using a Differential
Thermal Analyzer
(DTA) to determine the effect of heat on the reaction. The results
of the analysis of
the DTA test of Zinc Dross with Carbon shows that both material
will react at a
temperature of 800 ° C. There were also conducted a
characterization tests using
Scanning Electron Microscopy (SEM) and Optical Microscope (OM) to
determine
the shape and size contained in ZnO powder. The result of the
analysis using SEM
and OM shows that ZnO has an agglomerated or unequal shape between
particles
and it has particle size in the range 1,900 μm to 9,378 μm.
Keywords : Zinc Oxide, Zinc dross, Carbon, Pyrometallurgy,
Purification
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Zinc Dross 6
2.2.2 Literatur Pemulihan Zinc Dross 10
2.2.3 Pengurangan Zinc Dross 10
2.2.4 Daur Ulang Dross 11
2.3 Karbon (C) 12
2.3.2 Persiapan Elektroda 15
2.4 Pirometalurgi 15
2.4.2 Wealz Kiln 16
EAF (electric arc furnace) 17
2.5 Karakterisasi 18
2.5.2 Differential Thermal Analyzer (DTA) 18
2.5.3 X-Ray Fluorensence (XRF) 21
2.5.4 Scanning electron Microscope (SEM) 23
BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.1 Tempat Penelitian 25
3.2.1 Alat 25
3.2.2 Bahan 27
3.4 Prosesur Percobaan 30
3.4.2 Preparasi Sampel Zn Dross + Karbon Kopi 30
3.4.3 Proses Pirolisis menggunakan Tube Furnance 30
3.5 Karakterisasi 31
Analysis) 31
3.5.4 SEM (Scanning Electron Microscope) 32
3.5.4.1 Sampel dan Preparasi 32
3.5.4.2 Cara Penggunaan dan Prinsip Kerja SEM 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi XRF Zinc Dross (Raw Material) 34
4.2 Karakterisasi Sifat Thermal 34
4.2.1 DTA/TGA (Differential Thermal Analysis) 34
4.3 Analisis X-Ray Flouresence (XRF) 37
4.4 Pengamatan Optical Microscope (OM) 38
4.5 Pengamatan Mikrostruktur Sampel ZnO menggunakan SEM 40
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 42
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
proses Enviroplas dan Spesifikasi PWG, persen
massa
11
4.1 Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan
XRF
34
dengan XRF
dengan XRF
Dross ZnO dengan XRF
2.4
3.1
4.2 Hasil karakterisasi dengan menggunakan OM (a). Tutup
tabung furnace, (b). Dinding tabung furnace, (c).
Thermocouple, (d). Sisa sampel
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2 Hasil penelitian 53
3 Hasil XRF 60
(OM)
63
Perkembangan industri besi secara global yang meningkat, menambah
tingkat
produksi biji besi hingga 1.623 milyar ton pada tahun 2015 (World
Steel Association,
2016). Produksi bijih besi selalu di ikuti produksi lumpur, slag,
limbah air dan gas
buangan yang memiliki bahaya terhadap lingkungan hidup maupun
kesehatan. (Mo
et al., 2015; Gomes et al., 2016; Pan et al., 2016). Pada produksi
besi menggunakan,
Electric Arc Furnace (EAF) akan menghasilkan dross sekitar 1%-2%
dari setiap tipe
operasi EAF (Dutra et al. 2006).
Pada tahun 2014, EAF dross global meningkat hingga 8.764 juta ton.
EAF
dust ini mengandung hingga 40 wt% Zinc (Nolasc-Sobrinho et al.
2003) and 50 wt%
Besi (Orhan, 2005; Salihoglu and Pinarli, 2008). Tetapi, EAF dross
ini juga
mengandung beberapa jenis logam berat berbahaya, seperti, Timbal
(Pb), Cr and Cd
(Salihoglu and Pinarli, 2008), sehingga, EAF dust sering
dikategorikan limbah
berbahaya dan sulit disimpan dan dipindahkan (Liset al.
2015).
Dibandingkan dengan logam lainnya, logam seng memiliki banyak
keunggulan, antara lain memiliki daya energi tinggi, bisa didaur
ulang, aman, dan
tidak menyisakan emisi. Senyawa dalam bentuk zinc oxide saat ini
banyak digunakan
dan dikembangkan. Zinc oxide merupakan semikonduktor dalam kelompok
II-VI,
dengan pita energi luas 3,37 eV dan energi pita tinggi 60 meV.
Karena sifat-sifatnya
yang berguna seperti blocking agen sinar ultraviolet, mobilitas
elektron yang tinggi,
energi gap yang lebar, energi exciton yang tinggi, banyaknya
aplikasi yang
digunakan dalam berbagai bidang, membuat bahan seng oksida banyak
memasuki
dunia industri dan merupakan salah satu bahan dasar yang sangat
penting di dalam
masyarakat modern saat ini (Yu, et al., 2009).
Menurut data Badan Pusat Statistik sampai April 2016, harga impor
seng oksida
seharga Rp. 25.000,-/kg dan diimpor sebanyak 2673,53 ton. Namun
bila
dibandingkan dengan harga ekspor zinc dross per kilogramnya yang
hanya seharga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rp.2.100,-/kg dan mengekspor sebanyak 9281,99 ton, tentu saja hal
ini
menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia belum sanggup memenuhi
kebutuhan
zinc oxide dalam negeri (Tambunan, 2015).
Pemanfaatan zinc dross dari limbah industri pelapisan dapat
dijadikan sebagai
salah satu alternatif sumber untuk mendapatkan zinc. Zinc dross
merupakan partikel
yang mengapung di dalam bak proses pelapisan seng pada lindustri
galvanis (Peter et
al., 2011). Industri galvanis menghasilkan seng dross sebanyak
10%sampai dengan
25% dari jumlah seng yang digunakan dalam pelapisan logam tersebut
(Rao, 2006,
Prasad, 2008).
Pengolahan limbah menjadi salah satu peluang yang menjanjikan. Pada
bulan
Januari hingga April 2016, Indonesia mengekspor limbah Zinc Oxide
(ZnO) sebesar
602.517 kilogram. Jika pengolahan limbah dapat meningkatkan
impuritas limbah
ZnO, maka limbah ZnO yang selama ini hanya diekspor sebagai limbah
dapat
ditingkatkan nilai jualnya atau menjadi salah satu sumber ZnO untuk
memenuhi
kebutuhan dalam negeri. (Badan Pusat Statistik).
Berdasarkan data dari Zinc Aluminium Steel Industries (IZASI),
kebutuhan
seng aluminium di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 500.000 ton.
Sebesar
321.065 tonatau 64,21% dipenuhi oleh sengimpor. Sedangkan industri
dalam negeri
hanya mendapatkan sisanya. Masalah ini bukan disebabkan oleh
kualitas produksi
yang kalah saing dengan produk impor. Produksi sebesar 560.000 ton
ini hanya
terpakai 30% - 40% saja. (Kementrian Industri dan
Perdagangan).
ZnO menjadi salah satu komponen penting dalam pembuatan ban.
ZnO
menjadi bahan aditif yang digunakan dalam proses pembuatan ban. ZnO
adalah
senyawa yang banyak digunakan di berbagai industri karet karena
memiliki sifat
yang bagus sebagai penunjuk penggerak sulphurvulcanisation.
Industri ban tetap
merupakan pasar tunggal terbesar untuk ZnO, yang mengkonsumsi lebih
dari
setengah total permintaan di seluruh dunia sebesar 1.200.000 ton.
Secara tradisional,
ZnO digunakan dalam formulasi karet dalam konsentrasi 3-8 bagian
per seratus karet
(phr) (Guzman et al., 2010). Metode pemrosesan EAF dust yang
berkembang dapat
dibagi dalam tiga kategori, yaitu proses pirometalurgi, proses
hidrometalurgi dan
chemical stabilization/ vitrification (Donald and Pickles,
1996).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hidrometalurgi adalah proses ekstraksi yang dilakukan pada
temperatur yang
relatif rendah dengan cara pelindian dengan media cairan untuk
kriteria bijih mineral
berkadar rendah. Tahapan proses hidrom etalurgi yaitu pengeringan,
reduksi,
pelindihan (melarutkan satu atau lebih mineral tertentu dari suatu
bijih, konsentrat
atau produk metalurgi lainnya) dan pemurnian serta recovery. Akan
tetapi
penggunaan metode ini menyisakan limbah berikutnya (Pickles,
2009a,b).
Prinsip proses pirrometalurgi adalah untuk memulihkan logam,
terutama
berdasarkan pengurangan karbotik atau reaksi termal lainnya
(misalnya kalsifikasi
dan halogenasi) (Guo et al., 2010). Meskipun proses hidrometalurgi
dan metode
stabilisasi/vitrifikasi kimia memiliki konsumsi energi yang relatif
lebih rendah
(Mauthoor et al., 2014), proses pirrometalurgi, yang ditunjukkan
dengan pemulihan
logam potensial yang tinggi, penanganan residu dan lembaran aliran
pendek yang
mudah, dianggap sebagai pilihan istimewa untuk didaur ulang dan
tetap satu-satunya
yang telah mencapai komersialisasi (Huaiwei dan Xin, 2011). Saat
ini, pengakuan
dalam daur ulang debu melalui proses pirometalurgi masih belum
lengkap meski
terjadi kemajuan X. Lin et al./Jurnal Produksi Bersih 149 (2017)
1079 e 1100 1080
pengobatan debu EAF dalam beberapa dekade terakhir ini.
1.2 Rumusan Masalah
adalah.
2. Bagaimana pengaruh penambahan Karbon pada proses pemurnian Zn
Dross
dengan metode pirometalurgi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat kemurnian ZnO hasil dari Zinc Dross
dengan
proses pirometalurgi.
pemurnian Zinc Dross.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Untuk mengetahui karakterisasi ZnO hasil pemurnian Zinc Dross
dengan
penambahan Karbon kopi.
1.4 Batasan Masalah
perlu ada pembatasan masalah penelitian, yaitu sebagai
berikut:
1. Metode yang digunakan yaitu Pirometalurgi.
2. Pelarut yang digunakan adalah Aqua DM.
3. Serbuk yang digunakan adalah Zinc Dross, Karbon.
4. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari
beberapa jenis
pengujian antara lain: Pengujian Optical Microscope (OM),
X-ray
fluorescence (XRF), SEM (Scanning Electron Microscope), dan
pengujian
DTA (Differential Thermal Analysis).
metode Pirometalurgi.
pemurnian Zinc Dross.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri dari lima bab dengan
sistematika
sebagai berikut:
yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
tempat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB 2 Tinjauan Pustaka :
untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan
dari penel itian yang dilakukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diagram penelitian (prosedur peneli tian), dan karakterisasi
cuplikan yang dilakukan.
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa
data yang diperoleh dari penelitian.
BAB 5 Kesimpulan :
penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan
bersifat
diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak
berkilau. Seng
sedikit kurang padat dari pada besi dan berstruktur Kristal
heksagonal. Seng mudah
bereaksi dengan asam bukan pengoksida, melepaskan H2 dan
menghasilkan ion
divalensi. (Anominim,2009)
Seng mudah bereaksi bilamana dipanaskan dalam O2 menghasilkan
oksida,
seng juga dapat larut dalam basa kuat karena kemampuannya membentuk
ion zinkat
yang biasa ditulis ZnO2 2-
. Zinc oxide merupakan senyawa anorganik dengan formula
ZnO. ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n dengan lebar pita
energi 3,2 eV –
3,3 eV pada suhu kamar. Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan
suhu, namun
dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 °C. Di atas 210 °C,
logam ini kembali
menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukul -
mukulnya.
Logam ini memiliki transmisi optik yang tinggi serta mampu
menghantarkan listrik.
Kebanyakan metaloid dan non logam dapat membentuk senyawa
biner
dengan seng, terkecuali gas mulia. Oksida ZnO merupakan bubuk
berwarna putih
yang hampir tidak larut dalam larutan netral tetapi dapat larut
didalam basa atau
asam. ZnO merupakan material unik dan menarik sehingga banyak
diteliti dan
dikembangkan seperti evaluasi sifat listrik, sifat fisis, struktur
kristal dan
strukturmikro. Keuntungan Zinc oxide dari bahan - bahan
semikonduktor pita lebar
(wide band semi konduktor) yang populer sebelumnya (SiC dan GaN)
adalah selain
karena dia bisa dioperasikan dalam lingkungan yang keras dan
bersuhu tinggi,
resistansi yang lebih tinggi untuk keadaan radiasi energi
tinggi.(Nugroho,2004)
2.2 Zinc Dross
Limbah zinc awalnya dihasilkan dari bijih sulfida, dan beberapa
seng
dihasilkan dari bijih oksida-karbonat dan sumber sekunder yang
berbeda seperti abu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
zinc, debu serabut yang dihasilkan menggunakan tungku busur
listrik, residu
pelepasan, dan lain-lain. Rute pirometalurgi dan hidrometalurgi
atau kombinasi dapat
digunakan untuk merawat bahan sekunder. Proses hidrometalurgi
terbukti lebih
ramah lingkungan untuk merawat bahan-bahan tersebut yang memiliki
kadar zinc
rendah. (Jha et al., 2001).
Proses seng hidrometalurgi yang paling umum adalah serbuk kalsin
yang
kandungan ZnO pertama kali dihasilkan dari konsentrat sulfida atau
oksida-karbonat
dan kemudian dilepaskan dengan larutan asam sulfat panas. Setelah
pemisahan
cairan/padat, larutan yanng dimurnikan dan elektrolon untuk
produksi seng logam.
Di beberapa tanaman, misalnya, tinta (e.g., C¸ inkur, Kayseri,
Turkey), residu zinc
residu ditimbun untuk pemulihan timah di masa depan.
Residu ini dianggap sebagai limbah berbahaya karena kandungan
zinc,
timbal, dan kadmiumnya yang signifikan. Sebenarnya, telah
ditunjukkan residu yang
tersisa setelah potensial ekstraksi zinc (Altundogan et al.,1998).
Karena ekstraksi
seng dan pembentukan timbal sulfat yang tidak larut selama
pelepasan asam sulfat,
timbal terkonsentrasi pada residu ini. Namun, bagian penting dari
seng tetap dalam
bentuk seng ferit (ZnO.Fe2O3) dalam residu pelepasan yang
menyebabkan hilangnya
seng tinggi dalam proses tersebut.
Studi tentang pemulihan logam dari limbah yang mengandung zinc
ferit, telah
difokuskan pada dekomposisi struktur ferit. Limbah industri yang
berbeda yang
mengandung zinc ferit telah melakukan berbagai metode pemulihan
seperti
pengurangan karbotik pencucian kaustik (Nakamura et al., 1995), dan
tanpa fusi
microwave dengan soda kaustik dan pencucian dengan berbagai macam
asam. (Xia
and Pickles, 1999a; Xia and Pickles, 2000), Selain teknik ekstraksi
alkalin dan asam
yang disebutkan di atas, beberapa proses pemulihan pirometalurgi
(Boyanov dan
Dimitrov, 1998; Guerrero et al., 1997) dan proses pencucian klorida
telah digunakan
baik menggunakan NaCl (Raghavan et al., 1998; Raghavan dkk., 2000;
Andrews
dkk., 2000), atau MgCl2 dan CaCl2 (Sinadinovic et al., 1997), atau
FeCl3 (Andrews
dkk., 2000; Leclerc et al., 2003). Juga telah dilaporkan bahwa
ekstraksi timbal dari
baterai asam dimungkinkan dengan pencucian dengan larutan
amoniumacal
ammonium sulfat (Schwartz and Etsell, 1998).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Zinc Oxide (ZnO) adalah bahan yang sangat menjanjikan untuk
aplikasi
perangkat semikonduktor. Zinc Oxide memiliki celah pita dan lebar
dibagian wilayah
spektrum tepat disebelah-UV, dan energi bebas-exciton yang besar
sehingga proses
emisi eksitasi dapat bertahan pada suhu dibawah atau bahkan di atas
suhu kamar.
ZnO mengkristal dalam struktur wurtzite, sama dengan GaN,
tetapi,
sebaliknya, ZnO tersedia sebagai kristal tunggal massal besar.
Sifat-sifatnya telah
dipelajari sejak masa awal semikonduktor elektronik, tetapi
penggunaan ZnO sebagai
semikonduktor dalam perangkat elektronik telah dibatasi oleh
kurangnya kontrol atas
konduktivitas listriknya, ZnO kristal hampir selalu tipe-n,
penyebabnya telah menjadi
bahan perdebatan dan penelitian yang luas.
Zinc Oxide menjadi salah satu senyawa yang banyak digunakan
dalam
industri karet karena sifat yang sangat baik yang menunjukkan
sebagai aktivator
untuk vulkanisasi sulfur. Industri ban tetap merupakan pasar
tunggal terbesar untuk
ZnO, mengkonsumsi lebih dari setengah dari total permintaan seluruh
dunia
1.200.000 metrik ton. Secara tradisional, ZnO digunakan dalam
formulasi karet
dalam konsentrasi 3-8 bagian per seratus karet (phr).
Meskipun karakteristiknya unggul, ada kekhawatiran yang meningkat
tentang
efek lingkungan yang disebabkan oleh seng oksida dan selama
bertahun-tahun
tingkat seng yang lebih rendah telah dicoba untuk mengurangi
dampaknya dan untuk
meminimalkan biaya produksi. Berbagai pendekatan telah
dipertimbangkan untuk
mengurangi kadar seng. Di antara semua alternatif yang diusulkan,
penggunaan
partikel ZnO berukuran nano dengan luas permukaan yang tinggi
tampaknya cukup
menjanjikan. Namun, ditemukan bahwa penggunaan bentuk zinc oxide
yang lebih
aktif tidak secara substansial mengurangi lebih jauh kandungan zinc
yang mungkin
dapat dicapai dengan zinc oxide konvensional, meskipun dispersi
dari luas
permukaan tinggi ZnO selama pencampuran ditemukan secara signifikan
lebih baik,
dapat memungkinkan tingkat rendah zinc oxide ini untuk digunakan
dalam industri
dengan lebih luas.
Zinc Oxide juga disebut suatu senyawa anorganik dengan kimia rumus
ZnO.
ZnO merupakan bubuk putih yang tidak larut dalam air, dan senyawa
ini banyak
digunakan sebagai aditif dalam berbagai material dan produk
termasuk karet, plastik,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terdapat di alam sebagai mineral zincite, sebagian seng oksida
diproduksi secara
sintetis.
Zinc Oxide (ZnO) adalah bahan yang sangat menjanjikan untuk
aplikasi
perangkat semikonduktor. Zinc Oxide memiliki celah pita dan lebar
dibagian wilayah
spektrum tepat disebelah - UV, dan energi bebas-exciton yang besar
sehingga proses
emisi eksitasi dapat bertahan pada suhu dibawah atau bahkan di atas
suhu kamar.
ZnO mengkristal dalam struktur wurtzite, sama dengan GaN, tetapi,
sebaliknya, ZnO
tersedia sebagai kristal tunggal massal besar. Sifat-sifatnya telah
dipelajari sejak
masa awal semikonduktor elektronik, tetapi penggunaan ZnO sebagai
semikonduktor
dalam perangkat elektronik telah dibatasi oleh kurangnya kontrol
atas konduktivitas
listriknya, ZnO kristal hampir selalu tipe-n, penyebabnya telah
menjadi bahan
perdebatan dan penelitian yang luas.
Dengan keberhasilan nitrides di optoelektronik baru-baru ini, ZnO
telah
dianggap sebagai substrat untuk GaN, yang menyediakan kecocokan
dekat. Selama
dekade terakhir kita telah menyaksikan peningkatan yang signifikan
dalam kualitas
substrat kristal tunggal ZnO dan epitaxial film. Ini, pada
gilirannya, telah
menyebabkan kebangkitan ide menggunakan ZnO sebagai bahan
optoelektronik atau
elektronik dalam dirinya sendiri.
Prospek menggunakan ZnO sebagai pelengkap atau alternatif untuk GaN
di
optoelektronik telah mendorong banyak kelompok penelitian diseluruh
dunia untuk
fokus pada sifat semikonduktor, mencoba untuk mengontrol non-jenis
konduktivitas
yang tidak disengaja dan untuk mencapai konduktivitas tipe-p. Studi
teoritis,
khususnya kalkulasi prinsip-prinsip pertama berdasarkan teori
fungsional densitas
(DFT), juga telah berkontribusi pada pemahaman yang lebih dalam
tentang peran
cacat titik asli dan ketidakmurnian pada konduktivitas tipe-n yang
tidak disengaja di
ZnO. Doping penerimaan memiliki tetap menantang, bagaimanapun, dan
faktor-
faktor kunci yang akan menyebabkan doping tipe-p yang dapat
direproduksi dan
stabil belum diidentifikasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karena heterogenitas tinggi dari abu seng sangat sulit untuk
mendefinisikan
secara tepat komposisi kimia, fase dan granulometrinya. Untuk
alasan ini, sangat
sulit untuk menentukan kondisi optimal untuk memproses limbah.
Teknologi daur
ulang abu seng saat ini ditujukan untuk memulihkan seng logam atau
senyawanya,
namun tidak semua teknologi telah mencapai tingkat daur ulang
limbah yang
memuaskan dari limbah ini.
teknologi fisik-metalurgi, pirometalurgi, hidrometalurgi dan
gabungan. Metode
pengolahan fisik-metalurgi industri diterapkan dengan menggembleng
industry plant.
Pirometalurgi adalah yang paling banyak digunakan. Beberapa
teknologi
pirometalurgi memproses zinc dross di rumah dan beberapa mereka di
luar tempat
asalnya.
Produk akhir dari pengolahan pirometalurgi dapat berupa Zn atau
ZnO.
Proses pirometalurgi juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan suhu
pemrosesan
sebagai proses yang dioperasikan pada suhu di bawah 600°C dan di
atas 1000°C
(proses Wealz).
Sistem Metalullix Zinc off Recovery (MZR) adalah satu-satunya
proses
pirometalurgi yang digunakan untuk pemulihan seng di dalam rumah,
yaitu dalam
menggembleng tanaman. Metode hidrometalurgi menggunakan pemrosesan
abu seng
analog dengan metode pyrometalurgi digunakan untuk pemulihan seng
logam
(proses Zincex yang dimodifikasi) atau senyawa seng (produksi
ZnSO4).
Prosedur ini digunakan untuk memproses residu dari pencairan abu
seng atau
residu setelah memisahkan fraksi metalik dari logam non-logam. Ini
adalah bahan
berbutir halus dengan kandungan oksida dan klorida yang lebih
tinggi. Untuk alasan
ini prosedur hidrometalurgi tampak lebih efektif daripada prosedur
pyro-metalurgi.
Prosedur ini tidak diterapkan secara ruang lingkup.
Untuk mengurangi ZnO menjadi Zn, termodinamika dapat
menentukan
kondisi di mana reaksi ZnO menjadi Zn sangat menguntungkan. Namun
ini hanya
memberi indikasi kemungkinan kemungkinan terjadinya reaksi. Apakah
itu benar-
benar terjadi atau seberapa cepat reaksi berlangsung sangat
bergantung pada kinetika
reaksi.
dengan reaksi berikut :
ZnO + C → Zn(g) + CO(g) (2.1)
Namun karena ini adalah reaksi padat-padat maka akan terjadi sangat
lambat
dalam prakteknya karena untuk reaksi padat-padat kedua reagen harus
berdampingan
satu sama lain agar reaksi terjadi. Oleh karena itu diasumsikan
bahwa reduksi Seng
oksida terjadi sesuai dengan dua reaksi berikut.
Reduksi seng oksida dengan karbon monoksida :
ZnO + CO → Zn(g) + CO2(g) (2.2)
Diikuti oleh reaksi Boudouard :
CO2(g) +C (r) CO(g) (2.3)
Reaksi ini adalah reaksi solid - gas yang terjadi lebih cepat,
karena gas akan
mengalir melalui material dan berhubungan dengan banyak reagen.
Namun pada
reaksi pertama atmosfir yang bebas oksigen, reaksi pertama akan
terjadi setelah
reaksi 2 dan 3 dialihkan.
2.2.3 Daur Ulang Dross
untuk keberhasilan proses Enviroplas, di mana fasilitas industri
diproyeksikan
mampu mengembun 90% seng yang menguap. Sisanya diharapkan
untuk
melaporkan sebagian besar ke fase sampah sebagai oksida, dengan
jumlah timah
teroksidasi hampir sama. Umumnya, timbal dapat dipulihkan dari
bahan tersebut
dengan reduksi dengan kokas atau batu bara pada 750–1000°C. Timah
yang
diekstraksi harus memiliki kualitas yang dapat diisi ulang ke
kondensor.
Table 2.1. Analisis logam seng khas yang dihasilkan dalam
proses
Enviroplas dan Spesifikasi PWG, persen massa.
Sumber : (Masud A.2002)
Pilot-scale data 98.45 1.37 0.035 0.041 0.03
PWG
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
Residu padat sisanya sebagian besar ZnO dengan kadar Cl, Na, K, dan
S yang
relatif tinggi, membuatnya tidak cocok untuk mendaur ulang
langsung. Namun,
mencuci dengan air dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat
komponen-komponen
yang terkandung ke nilai yang dapat lebih baik. Setelah
mengeringkan, residu akhir
dapat diisi ke premelter atau tungku yang mengembang. Dalam uji
skala-pilot,
generasi pembuang kondensor biasanya antara 800 dan 1000 kg per ton
seng yang
diproduksi. Ini sebanding dengan tingkat produksi industri 300
hingga 400 kg
sampah per ton seng.
Dross yang dihasilkan mengandung sekitar 35–45% ZnO, 30–40%
PbO,
dengan jumlah oksida lain yang lebih sedikit seperti FeO, SiO2,
CaO, MgO, dan
Al2O3. Komponen minor lain yang ada termasuk Na2O, K2O, Cl, S dll.
Didaur ulang
dross yang diproduksi diselidiki dalam konverter putar paling atas
pada suhu antara
750 dan 1000 0 C.
Coke digunakan sebagai reductant, dan agen fluxing ditambahkan
untuk
menyelidiki pengaruh mereka terhadap pemulihan timah ke fase logam.
Sekitar
1000 kg sampah khas dirawat pada 40 kg / jam. Hasilnya menunjukka n
bahwa
pemulihan timbal lebih dari 90%, menghasilkan fase logam yang
menganalisa lebih
dari 99% Pb yang bisa mudah didaur ulang ke kondensor. Residu padat
ZnO rich
yang tersisa mengandung sekitar 80% ZnO. Langkah pencucian
menghilangkan lebih
dari 90% kandungan Cl, Na, K, dan S, dengan kurang dari 2% kerugian
Zn ke dalam
air.
Arang aktif merupakan salah satu padatan berpori yang mengandung
85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar
tidak terjadi
kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang
mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonasi dan tidak teroksidasi (Sembiring
MT an Sinaga,
TS.2004:1).
Arang aktif adalah arang yang telah diaktifkan sehingga mempunyai
daya
adsorbs yang tinggi terhadap zat warna, gas, zat-zat tertentu yang
toksik dan
senyawa-senyawa kimia lainnya, berbentuk amorf dan memiliki luas
permukaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
yang besar yaitu berkisar 300-2500 m2/g (Austin 1996:140). Luas
permukaan yang
besar ini disebabkan oleh karena karbon mempunyai struktur dalam
(internal
surface) yang berongga, sehingga mempunyai kemampuan menyerap gas
atau zat
yang berada dalam larutan (Janowska et al 1991:103).
Arang aktif tersusun atas atom-atom karbon yang dalam
penataannya
cenderung tidak beraturan atau kasar dalam rentang jarak antar atom
karbon pendek.
Komponen paling dominan dari tanaman merupakan polimer dari
glukosa
(C6H12O6) yang saling berikatan dengan cara tertentu. Dalam sel
kayu, molekul-
molekul panjang selulosa terletak dalam baris-baris parallel
membentuk serat serat
kayu.
Bahan baku untuk membuat arang aktif cukup beragam, antara lain:
kayu,
batu bara, kulit kacang, atau serbuk gergaji. Dalam satu gram arang
aktif, pada
umumnya memiliki luas permukaan seluas 500 - 1500 m2, sehingga
sangat efektif
dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0,01
- 0,0000001
mm.
Akan tetapi, pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah
sekam
padi karena harganya murah dan tersedia dalam jumlah banyak
(Sitohang dan Dian,
2009). Hal ini berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik (2013)
bahwa produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia pada tahun
2012 sebesar
69,05 juta ton, sementara sekam yang dihasilkan dari gabah kering
tersebut ± 15 juta
ton. Kenyataan menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah sekam belum
maksimal.
Tabel 2.2. Macam-macam arang aktif beserta kenggulannya.
No. Tipe Kadar Air Kadar Abu Daya serap iodium
1. SNI Max 15% Max 2,5% Min 75 mg/g
2. Kayu (jati) 4,81% 1,55% 28,86
3. Bagasse 6,1% 3,3% -
5. Sekam Padi 6,1% 32,6% -
Ampas kopi mengandung karbon, nitrogen, senyawa lipofilik, etanol,
lignin,
alkaloid, senyawa polifenol, tanin, polisakarida, dan asam
chlorogenic (Pujol et al.
2013). Beberapa kandungan tersebut (alkaloid, tanin, dan polifenol)
merupakan zat
kimia beracun, yang jika tidak segera diantisipasi akan berdampak
buruk pada
lingkungan. Senyawa polifenoll dapat mengurangi kadar oksigen dalam
air karena
tingginya COD (Chemical Oxygen Demand) (Kekisheva et al. 2007).
Kondisi ini
dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan dapat
menyebabkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
bau tidak sedap. Lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan
dapat meresap ke sumber air minum. Maka, diperlukan suatu upaya
untuk dapat
menyelesaikan permasalahan lingkungan ini.
Arang dari ampas kopi dapat menjernihkan pewarna yang bersifat
asam
(acidic dye) (Nakamura et al. 2003). Arang aktif ampas kopi telah
dimanfaatkan
sebagai adsorben logam kromium pada limbah cair batik (Baryatik
2016).
Kandungan karbon pada limbah kopi yang tinggi juga telah
dimanfaatkan Khu sna
(2015) menjadi bahan bakar alternatif dalam bentuk briket berbasis
biomassa.
Prekursor yang paling umum digunakan untuk persiapan karbon aktif
adalah
bahan organik yang kaya karbon. Oleh karena itu, pengembangan
metode untuk
menggunakan kembali bahan limbah sebagai karbon aktif sangat
diinginkan dan
menawarkan yang menjanjikan masa depan. Limbah pertanian, seperti
jatropha,
tongkol jagung, batok kelapa, serat sawit, serbuk gergaji kayu dan
batu tanggal
menarik untuk diubah menjadi karbon aktif karena kekerasan dan
kekuatannya yang
tinggi dimana sifat yang diinginkan ini adalah karena ligninnya
yang tinggi,
kandungan karbon tinggi dan kandungan abu rendah dari bahan. Oleh
karena itu,
dalam penelitian ini, cangkang sawit dan tempurung kelapa dipilih
sebagai prekursor
untuk produksi karbon aktif karena keduanya tersedia di Malaysia
dan memiliki nilai
pasar yang sangat rendah.
Karbon aktif adalah suatu bahan hasil proses pirolisis arang pada
suhu 600-
900°C. Bentuk dominannya adalah karbon amorf yang memiliki luas
permukaan
yang luar biasa besar dan volume pori. Karakteristik unik ini
terkait dengan sifat
daya serapnya, yang dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi fase cair
maupun fase
gas. Karbon aktif adalah adsorben yang sangat serbaguna karena
ukuran dan
distribusi pori-pori di dalam matriks karbon dapat dikontrol untuk
memenuhi
kebutuhan pasar saat ini.
Karbon aktif telah dikenal sebagai adsorben yang paling efektif dan
berguna
untuk menghilangkan polutan dari gas dan cairan yang terpolusi. Hal
ini disebabkan
oleh sifat karbon aktif yang memiliki luas permukaan aktif yang
besar yang dapat
memberikan kapasitas adsorpsi tinggi, struktur berpori yang
dikembangkan dengan
baik dan sifat mekanik yang baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selain itu, karbon aktif paling banyak digunakan karena sebagian
besar
kimianya (misalnya kelompok permukaan) dan sifat fisik (misalnya
luas permukaan
dan distribusi ukuran pori) dapat dirancang dan disesuaikan sesuai
dengan aplikasi
yang diperlukan. Selain itu, adsorpsi pada karbon aktif tampaknya
merupakan teknik
yang paling umum karena kesederhanaan operasinya karena bahan
sorben dapat
dibuat sangat efisien, mudah ditangani dan dalam beberapa kasus
dapat diregenerasi.
2.3.1 Karakteristik karbon aktif
permukaan spesifik ditentukan oleh metode Brunauer-Emmett-Teller
(BET).
Distribusi ukuran pori dievaluasi dengan metode
Barrett-Joyner-Halenda (BJH).
Kelompok fungsional pada produk karbon aktif dianalisis dengan
titrasi Boehm.
2.3.2 Persiapan Elektroda
Karbon aktif, dan gas karbon hitam dikeringkan pada 120°C selama 5
jam
dan dicampur secara menyeluruh dalam rasio massa 8 : 1 : 1,
masing-masing.
Sejumlah N-Metil pirolidon yang sesuai kemudian ditambahkan untuk
membuat
campuran seperti pasta, dan campurannya dilapis secara seragam ke
atas aluminium
foil setebal 150 μm. Setelah pengeringan, elektroda semi-kering
yang dihasilkan
dilewatkan secara perlahan melalui mesin rol dan dikeringkan dengan
vakum pada
120°C selama 12 jam. Dengan demikian, dua elektroda AC disiapkan :
ACE-1
(dengan AC-1) dan ACE-2 (dengan AC-2).
2.3.3 Kombinasi aktivasi fisik dan kimia
Kombinasi aktivasi fisik dan kimia dapat digunakan untuk
menyiapkan
karbon aktif granular dengan sangat tinggi luas permukaan dan
porositas yang
memadai untuk aplikasi spesifik tertentu seperti kontrol uap
bensin, penyimpanan
gas, dll. Karbon aktif dari jenis ini telah dilaporkan menggunakan
prekursor
lignoselulosa yang diaktifkan secara kimia dengan asam fosfat dan
seng klorida dan
kemudian diaktifkan di bawah aliran karbon dioksida. Seragam,
ukuran sedang
microporosity dan luas permukaan di atas 3600 m 2 / g diperoleh
dengan prosedur
campuran ini (Bansal 1988).
panas/kalor. Suhu yang digunakan mulai dari 500 o C - 2500
o C (proses Mond untuk
pemurnian nikel), hingga mencapai 2.0000 o C (proses pembuatan
campuran baja).
Yang umum dipakai hanya berkisar 5000 o C - 1.6000
o C. Pada suhu tersebut
kebanyakan logam ataupun campurannya sudah dalam fase cair bahkan
kadang-
kadang dalam fase gas.
Umpan yang baik adalah konsentrat dengan kadar metal yang tinggi
agar dapat
mengurangi pemakaian energi panas. Penghematan energi panas dapat
juga
dilakukan dengan memilih dan memanfaatkan reaksi kimia eksotermik
(exothermic).
2.4.1 Pengolahan sisa limbah Zinc Dross dengan pirometalurgi
Proses pengolahan pirometalurgi bertujuan untuk mengumpulkan zinc
yang
terkandung dalam sisah peenguranginya dengan karbon dan
mengumpulkan zinc
sebagai uap. Zinc dalam uap dapat dioksidasi untuk menghasilkan
zinc oxide (ZnO)
yang dapat dijual ke peleburan logam zinc atau reduksi zinc murni
seperti nilai saat
zinc diproduksi.
2.4.2 Waelz kiln
Waelz kiln saat itu digunakan untuk memperbaiki nilai bijih zinc
kelas rendah
di Jerman. Proses ini bergantung pada penguapan zinc yang mudah
menguap dan
tekanan uap rendah dari bahan lain. Pada tahun 1970-an, kiln Waelz
mulai digunakan
untuk mengubah debu EAF, saat ini sekitar 80% debu EAF di dunia
perbaharui
dengan kiln Waelz. Di dalam Waelz kiln materi padat diangkut dari
titik awal ke titik
pembuangan dengan rotasi kiln pada kemiringan. Kiln diputar pada
kecepatan 0,4
hingga 0,7 rpm dan memiliki kemiringan 2%. Ini menghasilkan waktu
tinggal untuk
bahan antara 8 dan 10 jam. Gas sedang diberi arah arus balik.
Di bagian pertama kiln setelah bahan dimasukka, dikeringkan
dan
dipanaskan. Setelah ini, reaksi yang berbeda di dalam kiln akan
terjadi. Pada bagian
kedua, kokas dibakar untuk memanaskan bahan lebih jauh. Tergantung
pada
kandungan oksigen CO terbentuk. Suhu material akan naik menjadi
sekitar 500 O C.
Di bagian ketiga dari kiln CdO dan oksida Fe yang lebih tinggi
berkurang. Sulfat dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
17
karbonat terdekomposisi dan garam halogen diuapkan. Pada titik ini
leburan logam
pertama mulai terbentuk. Setelah ini reduksi zinc oxide dimulai dan
menjadi lebih
penting, uap Zn yang diuapkan kemudian direoksidasi dalam aliran
gas.
Oksida besi direduksi menjadi besi dan terjadi dekomposisi Zn oleh
Cu dan
Fe. Di bagian terakhir Kiln, udara yang masuk memanas dan
mengurangi reaksi
hampir selesai, sebagian besi dan logam teroksidasi kembali karena
pipa tuyere
pembakar digunakan untuk memanaskan furnace.
2.4.3 Proses Termodinamika menggunakan Pirometalurgi dari debu
EAF
(electric arc furnace)
Prinsip pengolahan pirometalurgi dari debu EAF adalah untuk
mengekstraksi
logam berharga seperti zinc, besi, timbal, dll dari debu, pada
dasarnya tergantung
pada pengurangan karbotermik, penghalusan atau halogenasi. Zinc
oxide, oksida
besi, oksida timbal, kromium trioksida dan cadmium oksida dapat
direduksi menjadi
bentuk logam pada suhu yang relatif rendah <1000 0 C terlepas
dari sifat
endotermiknya.
Fakta ini sebagian mendukung daur ulang debu EAF melalui
proses
pirometalurgi. Setelah reduksi, zinc, timbal dan kadmium akan
menguap karena
tekanan uapnya yang tinggi pada suhu operasi EAF. Uap logam
kemudian dapat
dikondensasikan, dipisahkan, dan dipulihkan menggunakan sistem
kondensor.
Sebaliknya, besi dan kromium akan disimpan dalam residu setelah
reduksi termal.
Residu kaya zat besi dari pengurangan debu, terutama dari debu
seng-rendah,
memenuhi syarat untuk reklamasi. Residu ini dapat digunakan secara
langsung, atau
setelah perawatan sederhana, sebagai bahan baku sekunder yang
berkualitas untuk
produksi baja. Harus ditekankan bahwa sebagian besar proses
pyrometallurgical
yang ada didasarkan pada reaksi-reaksi carbothermic.
Oksida logam dalam debu EAF dikurangi oleh karbon atau karbon
monoksida. Dibandingkan dengan karbon padat, karbon monoksida
memiliki
kemampuan mengurangi yang lebih baik, ditunjukkan oleh suhu reduksi
yang
rendah.
pereduksi. Pernyataan ini tepat ketika debu memiliki kandungan
karbon yang tinggi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atau bahan karbon ditambahkan sebagai reaksi pereduksi. Dalam hal
demikian,
pengurangan awalnya tergantung pada tingkat kontak antara karbon
dan partikel
debu di mana reaksi padat / reaksi tidak padat terjadi, dan ada
tekanan parsial uap
yang sangat rendah dari CO dan logam (misalnya, zinc, timbal dan
kadium).
Dengan konsumsi karbon secara bertahap dalam reduksi oksida logam,
area
kontak antara karbon dan senyawa logam menurun atau sebaliknya,
tekanan parsial
CO meningkat terus dengan keterlibatan reaksi Boudouard. Akibatnya,
reaksi reduksi
padat / reaksi tidak padat menjadi lebih sulit dan reaksi reduksi
antara CO dan oksida
logam dalam debu mendominasi proses ekstraksi. Oleh karena itu,
untuk daur ulang
debu EAF melalui carbothermic reduksi, mempercepat gasifikasi
karbon dan transfer
massa CO sangat penting dan layak untuk eksplorasi ekstensif.
2.5 Karakterisasi
Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu untuk mengetahui bentuk
dan ukuran
dari butir-butir serta mengetahui interaksi satu butir dengan butir
lainnya. Melalui
observasi dengan OM dapat diamati seberapa jauh ikatan butiran yang
satu dengan
yang lainnya dan apakah terbentuk lapisan di antara butiran atau
disebut grain
boundary.
Adapun perbedaan antara SEM dan OM adalah terletak pada
perbesaran
obyek (resolusi) yang lebih tinggi daripada mikroskop optik.
Sebenarnya, dalam
fungsi perbesaran obyek, SEM juga menggunakan lensa, namun bukan
berasal dari
jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis
magnet. Sifat medan
magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang
melaluinya, sehingga
bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik
(Tabitaria, 2015).
2.5.2 Differential Thermal Analyzer (DTA)
Uji termal dilakukan untuk mengetahui ekspansi panas, uji muai dan
uap
panas. Menurut International Conferenderation for Thermal Analisys,
bahwa analisis
termal adalah metode untuk menganalisis suatu bahan apabila
diberikan perlakuan
temperature. Prinsip dari Differential Thermal Analyzer (DTA)
adalah mengukur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Sukanto, 2013).
Prinsip dasar dari Differential Thermal Analyzer (DTA) adalah
apabila dua
buah krusibel dimasukkan kedalam tungku DTA secara bersamaan,
krusibel yang
berisi Sampel ditempatkan disebelah kiri dan krusibel
Referensi/acuan (pembanding)
disebelah kanan, kemudian kedua krusibel tersebut dipanaskan dengan
aliran panas
yang sama besar.
Gambar 2.1 . Krusibel DTA
Dengan S merupakan krusibel yang berisi sampel (kg), R merupakan
krusibel
referensi/pembanding (kg) dan V adalah aliran panas. Besarnya
perbedaan
penyerapan panas yang terjadi disebabkan oleh perbedaan temperatur
yang
menyebabkan terjadinya suatu reaksi endotermik. Apabila temperatur
sampel (TS)
lebih besar dari temperatur pembanding (TR) maka yang terjadi
adalah reaksi
eksotermik tetapi apabila temperatur sampel (TS) lebih kecil dari
pada temperatur
pembanding (TR) maka reaksi perubahan yang terjadi adalah reaksi
endotermik.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa terjadinya reaksi eksotermik
disebabkan
oleh suatu bahan mengalami perubahan fisika atau kimia dengan
mengeluarkan
sejumlah panas yang mengakibatkan kenaikan (TS) lebih besar dari
(TR). Sedangkan
terjadinya reaksi endotermik disebabkan oleh terjadinya perubahan
fisika atau kimia
yang dialami oleh suatu bahan dengan menyerap sejumlah panas
yang
mengakibatkan (TS) lebih kecil dari (TR).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Agar kemampuan dalam mengukur stabil penggunaan alat DTA 50
harus
memperhatikan faktor-faktor lingkungan berikut ini : temperatur
tinggi dan
kelembaban tinggi, perubahan temperatur yang besar terkait dengan
air- conditioner
(AC), getaran keras, cahaya matahari langsung dan angin yang besar,
lingkungan
yang berdebu, dekat dengan sumber gangguan listrik, tegangan
listrik yang tidak
stabil.
Hasil dari pemanasan atau pendinginan DTA ditampilkan dalam
bentuk
differential thermogram atau kurva DTA dimana sumbu y sebagai
sinyal DTA dalam
mikrovolt dan sumbu x sebagai temperatur ( 0 C). Interpretasi dari
kurva DTA
ditunjukan pada Gambar 2.3 dimana terdapat garis lurus, puncak dan
lembah
(Afandi, 2004).
Garis lurus terjadi bila tidak ada apapun yang terjadi pada
material sampel
dan material referensi sehingga tidak ada perbedaan temperatur
antara sampel dan
material referensi karena panas akan melewati kedua material dengan
kecepatan
sama dan kenaikan temperatur juga sama.
Bila terjadi reaksi endotermis pada sampel yang menyerap sejumlah
energi
(panas) tertentu maka temperatur pada material sampel akan tetap.
Sementara pada
material referensi tidak ada reaksi yang membuat temperaturnya naik
secara
kontinyu. Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material menjadi
negatif
sehingga kurva DTA turun.
Ketika reaksi endotermis sempurna temperatur material sampel akan
naik
dengan cepat mengejar ketinggalan dari material referensi yang
menyebabkan
perbedaannya nol dan kembali ke keadaan setimbang. Reaksi ini akan
menciptakan
lembah pada kurva DTA.
Bila terjadi reaksi eksotermis pada sampel yang melepaskan sejumlah
energi
maka temperatur sampel akan naik dengan cepat. Sementara tidak ada
reaksi pada
material referensi yang menyebabkan temperaturnya naik secara
kontinyu tetapi
tidak secepat material sampel.
Perbedaan sinyal antara termokopel kedua material menjadi positif
dan kurva
DTA naik. Ketika reaksi sempurna, temperatur material referensi
naik dengan cepat
yang menyebabkan perbedaan temperaturnya kembali nol dan kurva DTA
berada
pada kesetimbangan. Reaksi ini menimbulkan puncak pada kurva
DTA.
Panas yang diperoleh dari kurva DTA merupakan beda panas yang
mengalir
ke atau dari sampel, QS, dengan panas yang mengalir ke atau dari
material referensi,
Qr. Dengan demikian diperoleh :
Q = QS - Qr (2.1)
Untuk reaksi endoterm yang menyerap energi, maka Q < 0
(negatif). Dan
untuk reaksi eksoterm yang menghasilkan energi, maka Q > 0
(positif). Oleh karena
itu perubahan entalpi pemadatan dapat diperoleh dari Hsol = - Q.
dimana untuk
reaksi endoterm Hsol > 0 (positif) dan untuk reaksi eksoterm
Hsol < 0 (negatif) dan
perubahan entropi reaksi dapat diperoleh dengan persamaan berikut
:
G = Hsol – T S (2.2)
Dengan G = 0 pada keadaan kesetimbangan (pada Ttransformasi),
sehingga :
Ssol =
(2.3)
2.5.3 X-Ray Fluoresence (XRF)
yang terkandung dalam suatu sampel dengan menggunakan metode
stoikiometri.
Secara garis besar, prinsip kerja XRF adalah elektron pada kulit
bagian dalam sampel
akan dieksitasi oleh foton. Selama proses dieksitasi proton akan
berpindah dari
tingkat energi yang lebih tinggi untuk mengisi kekosongan
elektron.
Energi yang dipancarkan oleh kulit yang berbeda akan muncul sebagai
sinar
X yang diemisikan oleh atom. Spektrum sinar X yang diperoleh selama
proses di atas
menyatakan jumlah dari karakteristik puncak. Energi puncak untuk
mengidentifikasi
unsur dalam sampel (analisis kualitatif), sementara intensitas
puncak menyediakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
konsentrasi unsur yang yang relevan dan mutlak (analisis
kuantitatif dan semi
kuantitatif). Waktu yang digunakan untuk sekali pengujian adalah
300 detik.
Sedangkan preparasi sampel tidak perlu dilakukan dengan merusak,
sehingga sampel
dapat segera diukur (Beckhoff B et al, 2007).
Analisis menggunakan XRF dilakukan berdasarkan identifikasi
dan
pencacahan sinar-x karakteristik yang terjadi dari peristiwa efek
fotolistrik. Efek
fotolistrik terjadi karena elektron dalam atom target (sampel)
terkena sinar berenergi
tinggi (radiasi gamma, sinar-x). Bila energi sinar tersebut lebih
tinggi daripada energi
ikat elektron dalam orbit K, L atau M atom target, maka elektron
atom target akan
keluar dari orbitnya.
Dengan demikian atom target akan mengalami kekosongan elektron.
Ke
kosongan elektron ini akan diisi oleh elektron dari orbital yang
lebih luar diikuti
pelepasan energi yang berupa sinar-x. Sinar-x yang dihasilkan
merupakan suatu
gabungan spektrum sinambung dan spektrum berenergi tertentu
(discreet) sasaran
yang tertumbuk elektron. Jenis spektrum discreet tergantung pada
perpindahan
elektron yang terjadi dalam atom bahan.
Gambar 2.3. Proses Terjadinya Sinar-X
Sinar-x karakteristik yang dihasilkan dari peristiwa tersebut
ditangkap oleh
detector semi konduktor Silikon Lithium (SiLi). Detektor tersebut
dapat berfungsi
dengan baik bila temperatur dijaga pada kondisi suhu di bawah 0 0 C
(-115
0 C)
Berdasarkan manual alat, spektrometer XRF mampu mendeteksi
unsur
- unsur
dengan energi karakteristik sinar-x > 0,840 keV dengan
kebolehjadian terjadinya
sinar yang dideteksi spektrometer XRF dengan konsentrasi lebih
besar dari 0,01 %.
Hasil analisis kualitatif ditunjukkan dalam bentuk spektrum yang
mewakili
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
komposisi unsur yang terkandung dalam suatu bahan sesuai dengan
energi
karakteristik sinar-x masing - masing unsur, sedang analisis
kuantitatif dihitung
menggunakan metode komparatif.
Prinsip kerja alat XRF adalah sebagai berikut : sinar-x fluoresensi
yang
dipancarkan oleh sampel dihasilkan dari penyinaran sampel dengan
sinar-x primer
dari tabung sinar-x (X-Ray Tube), yang dibangkitkan dengan energi
listrik dari
sumber tegangan sebesar 1200 volt. Bila radiasi dari tabung sinar-x
mengenai suatu
bahan maka elektron dalam bahan tersebut akan tereksitasi ke
tingkat energy yang
lebih rendah, sambil memancarkan sinar-x karakteristik.
Sinar-x karakteristik ini ditangkap oleh detektor diubah ke dalam
sinyal
tegangan (voltage), diperkuat oleh Preamp dan dimasukkan ke
analizer untuk diolah
datanya3. Energi maksimum sinar-x primer (keV) tergantung pada
tegangan listrik
(kVolt) dan kuat arus ( Ampere). Fluoresensi sinar-x tersebut
dideteksi oleh
detektor SiLi. Pada gambar 4 ditunjukkan skema analisis sistem
menggunakan DX-
95.
2.5.4 Pengujian Mikrostruktur Scanning Electron Microscope
(SEM)
Scanning Electron Microscope Energy-Dispersive X-Ray (SEM-EDX)
adalah
sebuah mikroskop electron yang didesain untuk mengamati permukaan
objek solid
secara langsung. SEM-EDX memiliki perbesaran 10 3.000.000 kali,
depth of field
4 0.4 mm dan resolusi besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk
mengetahui
komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan
untuk
keperluan penelitian dan industri (Prasetyo, 2011) SEM memfokuskan
sinar electron
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(electron beam) di permukaan objek dan mengambil gambarnya dengan
mendeteksi
eletron yang muncul dari permukaan objek.
2.5.4.1 Prinsip Kerja SEM
SEM membentuk suatu gambar dengan menembakkan suatu sinar
elektron
berenergi tinggi, biasanya dengan energi dari 1 hingga 20 keV,
melewati sampel dan
kemudian mendeteksi “secondary electron” dan “backscattered
electron” yang
dikeluarkan. „Secondary electron berasal pada 5-15 nm dari
permukaan sampel dan
memberikan informasi topografi dan untuk tingkat yang kurang, pada
variasi unsur
dalam sampel. “Backscattered electron” terlepas dari daerah sampel
yang lebih
dalam dan memberikan informasi terutama pada jumlah atom rata-rata
dari sampel.
Peristiwa tumbukan berkas sinar electron, yaitu ketika memberikan
energi pada
sampel, dapat menyebabkan emisi dari sinar-x yang merupakan
karakteristik dari
atom-atom sampel. Energi dari sinar-x digolongkan dalam suatu
tebaran energi
spectrometer dan dapat digunakan untuk identifikasi unsur-unsur
dalam sampel.
Berkas elektron primer berinteraksi dengan sampel di sejumlah cara
kunci:
elektron primer menghasilkan elektron energi yang rendah sekunder,
yang
cenderung menekankan sifat topografi specimen
elektron primer dapat backscattered yang menghasilkan gambar
dengan
tingkat tinggi nomor atom kontras (Z)
atom terionisasi dapat bersantai transisi elektron shell-ke-shell,
yang
mengakibatkan baik emisi X-ray atau elektron Auger ejeksi.
Sinar-X
dipancarkan merupakan karakteristik dari unsur-unsur dalam beberapa
pM
atas sampel
Insiden elektron sinar membangkitkan elektron dalam keadaan energi
yang
lebih rendah, mendorong ejeksi mereka dan mengakibatkan pembentukan
lubang
elektron dalam struktur elektronik atom. Elektron dari kulit,
energi luar yang lebih
tinggi kemudian mengisi lubang, dan kelebihan energi elektron
tersebut dilepaskan
dalam bentuk foton sinar-X. Pelepasan ini sinar-X menciptakan garis
spektrum yang
sangat spesifik untuk setiap elemen. Dengan cara ini data X-ray
emisi dapat
dianalisis untuk karakterisasi sampel di pertanyaan. Sebagai
contoh, kehadiran
tembaga ditunjukkan oleh dua K puncak disebut demikian (K dan K α
β).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPF-LIPI) Kawasan
PUSPIPTEK
Serpong, Tangerang Selatan.
3.1.2 Waktu Penelitian
3.2 Alat dan Bahan
1. Planetary Bill Mill (PBM)
Berfungsi untuk mengaduk dan mencampur larutan agar homogeny.
2. Ball Mill
3. Beaker Glass
4. Spatula
5. Gelas Ukur m
6. Neraca Digital
7. Oven
8. Kertas Saring
10. Sarung Tangan
iritasi.
12. Kertas Label
13. Pelastik Sampel
19. Disc Mill
bubuk.
21. Cawan
22. Optical Microscope (OM)
23. X-Ray fluorescence (XRF)
sampel.
Berfungsi sebagai alat untuk menguji sifat termal suatu
material.
25. SEM (Scanning Electron Microscopy)
Berfungsi sebagai alat untuk melihat mikrostruktur dari
permukaan
sampel.
2. Larutan Aqua DM
5. Larutan Ethanol (C2H5OH)
(OM).
Penyaringan hingga mendapatkan hasil endapan.
Zn Dross + Karbon kopi + Aqua
Dm
24 jam dengan suhu 100 o C.
Hasil Serbuk Zn Dross + C
Zn Dross
Analisa DTA
Proses Pirolisis
terbentuk dan sisa pada Furnace. Timbang
Serbuk ZnO
o C)
1. Disediakan bahan baku limbah kopi.
2. Dihancurkan arang yang masih utuh dengan menggunakan palu
hingga
memiliki ukuran partikel yang lebih kecil.
3. Dimilling patiket-partiket karbon selama 10 menit menggunakan
disc mill
untuk mendapatkan serbuk karbon.
4. limbah kopi dimilling hingga menjadi serbuk.
5. Serbuk karbon di oven selama 1 jam denggan suhu 100 o C.
3.4.2 Preparasi sampel Zn Dross + Carbon
1. Persiapan Sampel serbuk Zn Dross+ C, dengan variasi carbon 12,5
gram, dan
25 gram.
2. Serbuk Zn dross + C dicampur dengan Aqua DM 200 ml.
3. Semua campuran diaduk dalam elenmeyer
4. Kemudian campuran akan di milling dengan menggunakan Planetary
Bill
Mill (PBM) selama ± 40 menit agar semua campuran menjadi
homogen
(melumpur).
5. Lakukan penyaringan dengan Buchner + Vacum what-man agar ZnO +
C
terpisah dari H2O/Aqua Dm.
suhu 100 o C selama 24 jam.
3.4.3 Proses PIrolisasi Menggunakan Tube Furnace
1. Serbuk ZnO + C ditimbang sebanyak 10 gram dan tuang kedalam
cawan
yang terbuat dari alumina.
2. Masukkan cawan yang telah diisi sampel kedalam Furnace.
3. Kenudian atur temperatur furnace dengan varisai (900 o C,
1000
o C, 1100
o C,
1200 o C) selama 2.5 jam, kemudian setelah mencapai suhu yang telah
di
tentukan, sampel akan dibakar selama 2.5 jam.
4. Setelah selesai pembakaran selama 2.5 jam suhu akan turun dan
kembali
nornal (suhu kamar) dan furnace dimatikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
5. Pengambilan semua deposit hasil yang terbentuk dan sisa
pembakaran pada
Furnace.
karakterisasi. Adapun karakterisasi yang dilakukan adalah analisa
DTA/TGA
(Differential Thermal Analysis/Thermal Gravimetric Analysis, X-Ray
Fluorescence
(XRF), SEM-EDX (Scanning Electron Microscope), dan OM (Optical
Microscope).
3.5.1 Analisis DTA (Differential Thermal Analysis)
Analisis termal serbuk Zn Dross + Carbon menggunakan alat
Differential
Thermal Analysis/Thermal Gravimetric Analysis (DTA/TGA). Tujuan
analisis termal
adalah untuk menjadi acuan pada perlakuan panas (Heat Treatment)
serbuk Zn Dross
+ Carbon. Analisa DTA/TGA yang ada di Laboratorium Pusat Penelitian
Fisika –
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K –LIPI) serpong, dilakukan
dengan
pemindaian sampel pada temperatur 25 °C – 1200 °C dengan kecepatan
pemanasan
10 °C/menit.
3.5.2 Karakterisasi dengan X-Ray Fluorescence (XRF)
Bahan baku Zn Dross + Carbon yang memiliki hasil serbuk ZnO
diuji
menggunakan XRF untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung pada
bahan uji
tersebut. Setelah mengetahui apa saja yang terkandung pada bahan
tersebut maka
dapat diketahui karakteristik bahan tersebut baik titik lebur dan
kandungan yang
berada pada ZnO tersebut.
3.5.3 OM (Optical Microscope)
Pengujian Optical Microscope (OM) berfungsi untuk melihat
morfologi
(bentuk dan ukuran) sampel dan mengamati distribusi partikel.
Sampel yang akan
diuji yaitu dalam bentuk serbuk.
Adapun prosedur pengujian optical microscope yaitu:
1. Disiapkan sampel yang akan diuji.
2. Diletakkan sampel yang akan diuji di atas kaca preparat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
3. Dibasahi sedikit sampel yang akan diuji dengan ethanol, kemudian
ditunggu
hingga kering
5. Diamati permukaan sampel menggunakan optical microscope,
dengan
perbesaran 40 kali dan diambil gambar hasil perbesaran tersebut
sebagai
gambar yang akan dianalisis ukuran dan distribusi
partikelnya.
6. Gambar hasil perbesaran optical microscope akan diolah dan
dianalisis
menggunakan software ImageJ.
3.5.4.1 Sampel dan Preparasi
Sample diambil secukupnya menggunakan spatula kemudian
dilakukan
dehidrasi pada sample yang bertujuan untuk memperkecil kadar air
sehingga tidak
mengganggu proses pengamatan. Sampel ditempatkan pada hand blower.
Banyaknya
sample yang dapat dianalisa maksimum adalah empat sampe l. Kemudian
sampel
diberi tanda agar pada saat dimasukkan ke dalam SEM sampel tidak
tertukar dan
mempermudah ketika melakukan pengamatan.
SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah analisis untuk
penggambaran
sampel dengan perbesaran hingga puluhan ribu kali. Dengan analisis
SEM dapat
melihat ukuran partikel yang tersebar pada sampel. SEM bekerja
dengan
memanfaatkan elektron sebagai sumber cahaya untuk menembak sampel.
Sampel
yang ditembak akan menghasilkan penggambaran dengan ukuran hingga
ribuan kali
lebih besar (Yosmarina, 2012). Analisis SEM juga bermanfaat untuk
mengetahui
mikrostruktur (termasuk porositas dan bentuk retakan) benda padat.
Berkas sinar
elektron dihasilkan dari filamen yang dipanaskan, disebut
elektrongun. Sebuah ruang
vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan (Budi, Citra,
2010).
SEM dapat menghasilkan karakteristik bentuk 3 dimensi yang berguna
untuk
memahami struktur permukaan dari suatu sampel. Data yang diperoleh
dari SEM-
EDX antara lain dapat diketahui jenis atau unsur-unsur mineral yang
terkandung
dalam sampel yang diperoleh dari analisis SEM dan grafik antara
nilai energi dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
cacahan yang diperoleh dari analisis EDX (Findah, Zainuri, 2012).
Sewaktu berkas
elektron menumbuk permukaan sampel sejumlah elektron direfleksikan
sebagai
backscattered electron (BSE) dan yang lain membebaskan energi
rendah secondary
electron (SE). Emisi radiasi elektromagnetik dari sampel timbul
pada panjang
gelombang yang bervariasi tapi pada dasarnya panjang gelombang yang
lebih
menarik untuk digunakan adalah daerah panjang gelombang cahaya
tampak dan sinar
-X. Elektron-elektron BSE dan SE yang direfleksikan dan dipancarkan
sampel dikum
pulkan oleh sebuah sintillator yang memancarkan sebuah pulsa cahaya
pada elektron
yang datang. Cahaya yang dipancarkan kemudian diubah menjadi sinyal
listrik dan
diperbesar oleh photo multiplier. Setelah melalui proses pembesaran
sinyal tersebut
dikirim ke bagian grid tabung sinar katoda.
Penentuan komposisi dilakukan dengan menggunakan Energy
Dispersive
Spectrometry (EDS) yang tergabung pada SEM dengan menggunakan
tegangan
akselerasi 25 KeV dan ukuran berkas electron 100, dan 200 nm.
Prinsip kerja EDS
adalah jika ada satu elektron berinteraksi dengan bahan, maka
elektron tersebut
dihamburkan oleh elektron lain yang mengelilingi inti atom bahan.
Elektron yang
terhambur disebut elektron primer dan elektron yang berada di orbit
akan terpantul
keluar dari sistem, sehingga terjadi kekosongan yang akan diisi
oleh elektron dari
kulit yang diluarnya. Karena elektron yang diluar mempunyai energi
yang lebih
besar, maka pada waktu berpindah orbit ke energi yang lebih rendah
akan
melepaskan energi dalam bentuk foton, yang dikenal sebagai sinar-X.
Spektrum
enegi sinar-X yang dipancarkan tersebut mempunyai energy spesifik
yang tegantung
dari nomor atom bahan. Dengan mengetahui energy sinar-X yang
dipancarkan, dapat
diketahui nomor atom bahan yang memancarkan sinar-X tersebut, dan
juga
kandungan relatif masing-masing bahan di dalam paduannya
berdasarkan sinar-X
yang dipantulkan (Nuha, 2008).
4.1 Karakterisasi XRF Zinc Dross (Raw Material)
Zinc dross yang digunakan pada penelitian ini berasal dari industri
pelapisan
(galvanis). Pengujian XRF dilakukan untuk menentukan komposisi
kimia zinc dross
berdasarkan persentase massa, data ini bersifat kuantitatif.
Komposisi kimia hasil
analisis XRF dari sampel zinc dross dapat dilihat pada Tabel
1.
Tabel 4.1. Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF
No Unsur Kandungan* (%)
2. Fe 4.09
3. Mg 2.03
4. Al 0.48
Pada zinc dross terdapat 19 unsur logam penyusun, dan 4 unsur
logam
terbesar dapat dilihat pada tabel 1 dan untuk data lainnya dapat
dilihat pada lampiran.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat persentase berat terbesar berasal
dari logam zinc
(Zn) mencapai 90%. Kemudian pengotor yang memiliki persentase
terbesar berasal
dari logam besi (Fe) mencapai 4.09%, sedangkan pengotor lainnya
memiliki
persentase yang rendah seperti magnesium (Mg), dan aluminium (Al)
mencapai.
4.2 Karakterisasi Sifat Thermal
Uji termal dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekspansi panas
terhadap
terjadinya reaksi. Data yang diperoleh dari DTA/TG yaitu dinyatakan
dalam
perbandingan antara, Real mass change (%), Heat Flow (mW) terhadap
Temperature
( o C). Sampel dipanaskan mulai dari suhu ruangan + 25°C sampai
dengan 1200°C,
dengan kecepatan pemanasan 10°C/menit. Reaksi-reaksi kimia dapat
diketahui dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
perubahan suhu ekstrim yang terdeteksi pada sensor perubahan aliran
panas. DTA
yaitu reaksi eksotermik dan endotermik.
Hasil pengujian DTA pada sampel Zn Dross + C menunjukkan
perubahan
pada Real mass change (%), melalui puncak - puncak yang dihasilkan
oleh alat
DTA berbentuk grafik. Perubahan puncak – puncak oleh DTA ini
terjadi akibat
perubahan dan reaksi kimia yang diikuti oleh perubahan suhu pada
sampel uji
gambar 5.
Gambar 4.1 menunjukkan grafik hasil pengujian DTA yang
menginterpretasikan
sifat termal dari reaksi Zn Dross + C. Pada suhu 25 o C hingga +
200
o C terjadinya
proses pengeringan atau dehidrasi pada sampel. Reaksi eksotermik
yang pertama
terjadi pada suhu 392 o C adalah reaksi reduksi pada karbon dan
oksidasi pada
ferioksida :
3Fe2O3(s) + C(s) → 2Fe3O4(s) + CO(s) (4.1)
Reaksi di atas diikuti dengan adanya kehilangan massa sekitar 3%
hingga pada suhu
392 o C. Selanjutnya, pada suhu 410
o C terjadi reaksi endotermik yang menunjukkan
titik akhir dari reaksi tersebut.
Reaksi eksotermik kedua terjadi pada suhu awal 670 o C yang
ditandai dengan
peak kedua pada grafik. Pada suhu tersebt terjadi reaksi di bawah
ini :
Fe3O4(s) + C(s) → 3FeO(s) + CO(g) (4.2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
reaksi di atas berakhir hingga pada suhu 791 o C. Pada reaksi ini
karbon berubah
menjadi gas karbon dioksida dan terlepas ke udara, dan reaksi ini
di tandai dengan
adanya kehilangan massa berkisar 25% dan terjadinya reaksi
eksotermik.
Selanjutnya, pada suhu 791 o C adalah peak melting temperature
terjadinya reaksi dan
mulai terbentuknya ZnO reaksi endotermik yang ke dua dimana suhu
mulai
terjadinya reaksi pada percobaan ini berada pada suhu 791 o C
tersebut, pada suhu ini
terjadi reaksi dibawah ini :
Zn(g) + O2 → ZnO(s) (4.4)
pada reaksi di atas zinc ferit (ZnFe2O4) dan karbon berubah menjadi
gas karbon
dioksidasi dan terlepas di udara, Zn yang keluar terkena panas di
beri gas O2 dan
menghasilkan ZnO murni.
Reaksi eksotermik berakhir dari suhu 791 o C hingga 1000
o C yang di tandai
pada peak ke tiga terhadap grafik, dan tidak terdapat massa yang
hilang pada reaksi
ini, pada suhu 1000 o C terjadi reaksi di bawah ini :
ZnO(s) + C(s) → Zn(g) + CO(g) (4.5)
Reaksi di bawah ini Zn yang terpisah keluar dari cawan berupa gas
di aliri gas O2
dan menghasilkan ZnO murni, sedangkan CO yang keluar dalam bentuk
gas juga
dialiri O2 tidak menghasilkan endapan seperti reaksi dibawah ini
:
Zn(g) + O2 → ZnO(s) (4.6)
CO(g) + O2 → CO2(g) (4.7)
Berlanjut pada suhu 1200 o C Zinc Oxide (ZnO) semakin banyak
terbentuk
akibat suhu yang semakin tinggi dan Zn yang keluar semakin banyak,
di ikuti sedikit
Fe yang ikut bereaksi pada suhu 1200 o C dan keduanya dialiri
dengan gas O2 hingga
memperoleh hasil terbentunya ZnO murni, sedangakan pada Fe tidak
terdapat hasil,
seperti pada reaksi dibawah ini :
ZnO(s) + Fe(s) → Zn(g) + Fe(S) (4.8)
Zn(g) + O2 → ZnO(g) (4.9)
Fe(s) + O2 → FeO2(g) (4.10)
Pada reaksi di atas zinc (Zn) berubah menjadi gas dan di aliri gas
O2 yang tereduksi
dari zinc oxide (ZnO) hingga penggujian berakhir pada reaksi
ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Unsur-unsur yang terkandung pada serbuk bahan baku Zn Dross +
Carbon
yang dimilling dengan menggunakan Planetary Bill Mill (PBM) selama
± 40 menit
dan dipirolisis menggunakan furnace selama 2.5 jam dengan suhu 1200
o C, yang
dimana Zn dross nya berasal dari industry pelapisan (galvanis).
Dilakukan kembali
pengujian XRF ini adalah untuk menentukan komposisi unsur ZnO
berdasarkan
persentasi berat, namun data ini bersifat-kuantitatif. Komposisi
kimia hasil analisa
XRF dari sampel Zn dross + C dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4.2. Grade 1 Kandungan Unsur Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 98.1
2. Al2O3 0.61
3. Fe2O3 0.1
4. SiO2 0.03
5. MgO 0.34
Tabel 4.3. Grade 2 Kandungan Unsur Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 96.5
2. Al2O3 0.34
3. MgO 0.34
4. Fe2O3 0.06
5. SiO2 0.48
Tabel 4.4. Sisa Pembakaran Kandungan Unsur Zinc Dross ZnO dengan
XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 85.2
2. Fe2O3 7.36
3. SiO2 3.19
4. MgO 2.63
5. Al2O3 0.8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat persentase ber at terbesar
berasal dari
logam zinc (Zn) pada table 2 Grade 1 mencapai 98.1%, pada table 3
Grade 2
mencapai 96,5%, dan pada table 4 sisah pembakaran 85.2%. Kemudian
pengotor
yang memiliki persentase terb esar berasal dari Grade 1 Aluminium
oksida (Al2O3)
mencapai 0.61%, Grade 2 silika (SiO2) mencapai 0.48%, dan dari
sisah peembakaran
logam besi (Fe2O3) mencapai 7.38%, sedangkan pengotor lainnya
memiliki
persentase yang rendah seperti magnesium (MgO) .
4.4 Pengamatan Optical Microscopy (OM)
Pengamatan distribusi gumpalan partikel pada sampel dilakukan
dengan
pengujian menggunakan alat Optical Microscopy (OM). Analisa
menggunakan OM
sangat mudah dilakukan dan sangat praktis. Hasil pembakaran Sampel
Zn Dross + C
dalam bentuk serbuk terlebih dahulu diletakkan diatas kaca
preparat, lalu dibasahi
sedikit dengan cairan ethanol. Kemudian sampel diletakkan diatas
meja sampel,
tepatnya dibawah lensa objektif.
distribusi gumpalan partikel yang diinginkan. Pengamatan distribusi
gumpalan
partikel dapat dilihat melalui layar monitor yang telah terhubung
dengan OM
maupun melalui lensa okuler. Pengamatan dilakukan dengan perbesaran
40 kali oleh
lensa objektif. Hasil dari pengamatan optical microscopy (OM) yaitu
berupa gambar
digital yang dapat dianalisa.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.2. Hasil karakterisasi dengan menggunakan OM (a). Tutup
tabung furnace,
(b). Dinding tabung furnace, (c). Thermocouple, (d). Sisa
sampel.
Dari gambar 4.2. dapat diamati hasil karakterisasi dengan
menggunakan
optical microscope dengan perbesaran masing-masing 40x pada sampel
ZnO + C
yang di furnace pada temperatur 1200 o C selama 2,5 jam diketahui
bahwa pada (a).
Tutup tabung furnace, (b). Dinding tabung furnace, dan (c).
Thermocouple masing-
masing merupakan morfologi permukaan serbuk Zinc Oxide (ZnO)
yang
teraglomerisasi pada setiap partikelnya, dan bentuk partikel pada
ZnO terlihat tidak
seragam dan dapat diketahui bahwa gambar bagian terang adalah area
bukit (partikel
sampel) hasilnya terdapat berupa serbuk yang menggumpal sehingga
diperoleh hasil
kemurnian ZnO yang lebih baik terdapat pada bagian (c).
Thermocouple. Sedangkan
50.0 µ 50.0 µ
50.0 µ 50.0 µ
pada (d). Sisa pembakaran merupakan morfologi permukaan serbuk ZnO
yang
memiliki kandungan rendah, dikarenakan pada sisah pembakaran ini
memiliki
beberapa kandungan pengotor, diantaranya Fe2O3, MgO, Al2O3, dan
SiO2.
Berdasarkan hasil optical microscope, penelitian ini juga melakukan
analisis
menggunakan SEM-EDX yang menganalisis lanjutan pada mikrostruktur
serbuk
Zinc Oxide (ZnO).
Electron Microscope)
menunjukkan bahwa pada pengujian mikrostruktur dari ZnO dapat
dilihat pada
gambar di bawah ini.
Berdasarkan gambar 4.3 dapat dilihat bahwa morfologi sampel ZnO
berhasil
diamati, bentuk partikel pada ZnO terlihat tidak seragam.
Keseluruhan sampel
tersebut dapat dikatakan mengalami aglomerasi antara partikel,
sehingga bentuknya
tidak seragam dan saling membentuk gumpalan dengan partikel yang
berbeda-beda.
Distribusi ukuran partikel pada sampel ZnO berada pada rentang
1.900 µm sampai
dengan 9.378 µm, ukuran ZnO yang dihasilkan sangat bergantung pada
ukuran template
yang mengelilingi permukaan nanopartikel.
41
Aglomerasi antar partikel ZnO dan partikel yang tidak seragam
terjadi karena pengaruh
polaritas, daya celektrostatik ZnO serta energi yang besar di
permukaan sampel yang biasa
terjadi ketika proses sintesis berlangsung. Hasil pengukuran ukuran
partikel serbuk ZnO
yang dilakukan dengan menggunakan SEM akan terlihat perbedaannya
apabila
dibandingkan dengan menggunakan PSA. Hal ini disebabkan karena PSA
akan
melakukan analisa pengukuran terhadap partikel yang lebih besar
dahulu. (P.James
and Syvitski, 1991). Sehingga pada pengukuran dengan menggunakan
PSA distribusi
ukuran partikel yang terdeteksi lebih besar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diambil kesimpulan yaitu:
1. Telah berhasil dilakukan pemurnian Zinc Oxide (ZnO) dari Zinc
dross
dengan proses pirometalurgi yang di pirolisis menggunakan furnace
pada
suhu 1200 o C selama 2.5 jam.
2. Penggunaan karbon kopi sebagai campuran dalam pemurnian Zinc
Oxide
(ZnO) menghasilkan persen hasil yang cukup tinggi dan dapat
mempurifikasi ZnO melalui reduksi yang mulai aktif terjadi pada
suhu
1000 o C.
Gravimetri) terhadap sampel Zn dross + C yang telah diberikan
perlakuan
panas (Heat Treatment) menunjukkan bahwa sampel mulai bereaksi
dan
mulai terbentuk Zinc Oxide pada suhu 791 o C.
4. Pada hasil karakterisasi XRF diperoleh bahwa serbuk ZnO yang
telah
dipurifikasi dari sampel Zn dross + C sebelum dan sesudah
dipirolisis
pada suhu 1200 ºC, selama 2.5 jam mendapatkan hasil kemurnian
yang
meningkat, yaitu dari 90% menjadi 98,1%.
5. Dari hasil pengujian optical microscopy (OM) dan hasil pengujian
SEM-
EDX diperoleh bahwa morfologi sampel ZnO tidak memiliki bentuk
yang
seragam dan mengalami glamorasi pada partikel, dan memiliki
ukuran
srentang dari 1.900 µm sampai dengan 9.378 µm .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
campuran
lain pada proses pembakaran dalam pemurnian ZnO.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian untuk
mengetahui
sifat-sifat dari campuran yang digunakan.
3. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian lebih
dalam lagi
untuk dapat menghasilkan penelitian yang lebih maksimal.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Coronado, M., Andres, A., Cheeseman, C.R., 2016. Acid gas emissions
from
structural clay products containing secondary resources: foundry
sand dust
and Waelz slag. J. Clean. Prod. 115, 191-202.
Donald, J.R., Pickles, C.A., 1996. Reduction of electric arc
furnace dust with solid
iron ssspowder. Can. Metall. Q. 35, 255-267.
Dutra, A.J.B., Paiva, P.R.P., Tavares, L.M., 2006. Alkaline
leaching of zinc from
electric arc furnace steel dust. Min. Eng. 19, 478-485.
Evans, L., Hogan, J., 1987. Recycling of EAF dust by direct
injection. Electr. Furn.
Conf. Proc. 44, 367-372.
Frieden, R., Hansmann, T., Roth, J.L., Solvi, M., Engel, R., 2001.
PRIMUS®, a new
process for the recycling of steelmaking by-products and the
prereduction of
iron ore. Acta Metall. Slovaka 7, 33-44.
Gomes, H.I., Mares, W.M., Rogerson, M., Stewart, D.I., Burke, I.T.,
2016. Alkaline
residues and the environment: a review of impacts, management
practices and
opportunities. J. Clean. Prod. 112, 3571-3582.
Guo, T., Hu, X., Matsuura, H., Tsukihashi, F., Zhou, G., 2010.
Kinetics of Zn
removal from ZnO-Fe2O3-CaCl2 system. ISIJ Int. 50, 1084-1088.
Huaiwei, Z., Xin, H., 2011. An overview for the utilization of
wastes from stainless
steel industries. Resour. Conser. Recycl 55, 745-754.
Jensen, J., Wolf, K., 1997. Reduction of EAF dust emissions by
injecting it into the
furnace. MPT Int. 3, 58-62.
Kavouras, P., Kehagias, T., Tsilika, I., Kaimakamis, G.,
Chrissafis, K., Kokkou, S.,
Papadopoulos, D., Karakostas, Th, 2007. Glass-ceramic materials
from
electric arc furnace dust. J. Hazard. Mater 139, 424-429.
Kurunov, I.F., 2012. Environmental aspects of industrial
technologies for recycling
sludge and dust that contain iron and zinc. Metallurgist 55,
634-639.
Kuwauchi, Y., Barati, M., 2013. A mathematical model for
carbothermic reduction
of dust-carbon composite agglomerates. ISIJ Int. 53,
1097-1105.
Lu, W.K., Huang, D.F., 2003. Mechanisms of reduction of iron
ore/coal
agglomerates and scientific issues in RHF operations. Min. Proc.
Extr.
Metall. Rev. 24, 293-324
Mager, K., Meurer, U., Garcia-Egocheaga, B., Goicoechea, N.,
Rutten, J., Sagge, F.,
Simonetti, W., 2000. Recovery of zinc oxide from secondary raw
materials:
new developments of the Waelz process. In: Proceedings of Recycling
of
Metals and Engineered Materials,, pp. 329-344.
Mauthoor, S., Mohee, R., Kowlesser, P., 2014. An assessment on the
recycling
opportunities of wastes emanating from scrap metal processing in
Mauritius.
Mo, K.H., Alengaram, U.J., Jumaat, M.Z., Yap, S.P., 2015.
Feasibility study of high
volume slag as cement replacement for sustainable structural
lightweight oil palm shell concrete. J. Clean. Prod. 91,
297-304.
Nolasc-Sobrinho, P.J., Espinosa, D.C.R., Tenorio, J.A.S., 2003.
Characterization of
dusts and sludges generated during stainless steel production in
Brazilian
industries. Ironmak. Steelmak 30, 311-17.
Nugroho,P. 2004. Devais Mikroelektronika ZnO.Teknik Elektro UGM.
Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Oda, H., Ibaraki, T., Abe, Y., 2006. Dust recycling system by the
rotary hearth
furnace. Nippon. Steel Tech. Rep. 94, 147-152.
Orhan, G., 2005. Leaching and cementation of heavy metals from
electric arc furnace
dust in alkaline medium. Hydrometallurgy 78, 236-245.
Pan, H.Y., Zhang, X.H., Wu, J., Zhang, Y.Z., Lin, L.L., Yang, G.,
Deng, S.H., Li, L.,
Yu, X.Y., Qi, H., Peng, H., 2016. Sustainability evaluation of a
steel
production system in China based on energy. J. Clean. Prod. 112,
1498-1509.
Pereira, C.F., Rodríguez-Pi_nero, M., Vale, J., 2001.
Solidification/stabilization of
electric arc furnace dust using coal fly ash. Analysis of the
stabilization
process. J. Hazard. Mater. 82, 183-195.
Pickles, C.A., 2009a. Thermodynamic analysis of the selective
chlorination of
electric arc furnace dust. J. Hazard. Mater. 166, 1030-1042.
Pickles, C.A., 2009b. Thermodynamic modelling of the multiphase
pyrometallurgical
processing of electric arc furnace dust. Min. Eng. 22,
977-985.
Roth, J.L., Frieden, R., Hansmann, T., Monai, J., Solvi, M., 2001.
PRIMUS®, a new
process for recycling by-products and producing virgin iron. Rev.
Met. Paris
98, 987-996.
Salihoglu, G., Pinarli, V., 2008. Steel foundry electric arc
furnace dust management:
stabilization by using lime and Portland cement. J. Hazard. Mater.
153, 1110-
1116.
Suetens, T., Klaasen, B., Van Acker, K., Blanpain, B., 2014a.
Comparison of electric
arc furnace dust treatment technologies using exergy efficiency. J.
Clean.
Prod. 65, 152-167.
Suetens, T., Van Acker, K., Blanpain, B., Mishra, B., Apelian, D.,
2014b. Moving
towards better recycling options for electric arc furnace dust. JOM
66, 1119-
1121.
Tsubone, A., Momiyama, T., Inoue, M., Saito, N., Matsubae, K.,
Nagasaka, T., 2012.
Development of EAF Dust Injection Technology in Aichi Steel.
AISTech
Proceedings, pp. 163-172.
Wu, Y., Jiang, Z., Zhang, X.,Wang, P., She, X., 2013. Numerical
simulation of the
direct reduction of pellets in a rotary hearth furnace for
zinc-containing
metallurgical dust treatment. Int. J. Min. Metall. Mater. 20,
636-644.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Aqua DM Methanol
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disc Mill Oven
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ball Mill Tisu
Kertas Label Masker
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
53
Grafik Zinc Dross + Karbon dengan waktu pirolisi 1 jam 30
menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 900 O C, dengan waktu pembakaran 1
Jam 30
menit.
100.00 %
54
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1000 O C, dengan waktu pembakaran 1
Jam
30 menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1100 O C, dengan waktu pembakaran 1
Jam
30 menit.
55
Grafik Zinc Dross + Karbon 12.5% dengan waktu pirolisi 1 jam 30
menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1100 O C, dengan waktu pembakaran 2
Jam 30
menit.
56
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1200 O C, dengan waktu pembakaran 2
Jam 30
menit.
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1200 O C, dengan waktu pembakaran 3
Jam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Zn Dross + C 25 %
Grafik Zinc Dross + Karbon
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1100 O C, dengan waktu pembakaran 1
Jam
1000 1200
58
Zinc Dross + Karbon Pada suhu 1200 O C, dengan waktu pembakaran 2
Jam 30
menit.
Tabel. Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan XRF.
No Unsur Kandungan* (%)
Data Karakterisasi X-Ray Fluoresence (XRF) ZnO + C 12,5%
Tabel Grade 1 Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan
XRF
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 98.1
2. Al2O3 0.61
3. Fe2O3 0.1
4. SiO2 0.03
5. MgO 0.34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
61
Tabel. Grade 2 Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan
XRF
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 96.5
2. Al2O3 0.34
3. MgO 0.34
4. Fe2O3 0.06
5. SiO2 0.48
Tabel. Sisa Pembakaran Kandungan Unsur Sampel Zinc Dross ZnO dengan
XRF.
No. Unsur Kandungan* (%)
1. ZnO 85.2
2. Fe2O3 7.36
3. SiO2 3.19
4. MgO 2.63
5. Al2O3 0.8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tutup tabung furnace Zn Dross + C
Dinding tabung furnace Zn Dross + C
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar Mikrostruktur ZnO
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gibbs Energi yang mungkin terjadi pada ZnO
Tabel di bawah ini merupakan gibbs energi atau reaksi yang mungkin
terjadi
pada analisa DTA.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA