Upload
hatram
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH PENURUNAN KONSENTRASI
KEPEMILIKAN SAHAM KELUARGA TERHADAP
KINERJA PERUSAHAAN KELUARGA
JATU SETYARSI HARTINI
Drs. H. TARMIZI ACHMAD, M.B.A., Ph.D., Akt
ABSTRACT
The purpose of this study was to investigate the influence of change in share
ownership due to IPO on board director independence as dependent variable. This
study also investigates the effect of composition of board director on family firms’
performance. Buy and Hold Abnormal Return (BHAR) method was used to measure
the firms’ performance. In the other hand, board independence was measured by
dummy variable based on the existence of independent director on board.
Independent variables which were used in this research are change in share
ownership due to IPO, number of independent director and family participation in
firm’s management. Family participation was measured by F-PEC score.
The samples of this study taken from companies listed in Indonesian Stock
Exchange which was release IPO during the period of 2000 until 2009. The samples
were collected by purposive sampling methods. The samples were selected by
Astrachan’s F-PEC scale and three other definitions of family which were used by
Zaenal Arifin. Data was analyzed using logistic and multiple regressions.
The result shows that change in share ownership does not affect the
independence of board director. Else, family firms’ performance was more affected
by the number of independent director than family participation in firm’s
management. Thus, this result shows that family director does not have superior
performance compared to independent director. For that fact, is could be said that
agency theory more proper to apply in family firms.
Keyword : Family firm’s performance, board independence, board of director
composition, BHAR
2
1. PENDAHULUAN
Pada perusahaan keluarga, kepemilikan saham secara mayoritas dimiliki oleh
keluarga. Tingkat kepemilikan saham akan menentukan kekuatan suara dalam Rapat
Umum Pemegang saham (RUPS). Hal ini dapat mempengaruhi proses penyusunan
dewan direksi. Ketika keluarga bertindak sebagi pemegang saham mayoritas,
keluarga tersebut cenderung memilih dari anggota keluarganya sendiri (Giovannini,
2009). Penelitian yang dilakukan oleh Achmad (2008) menunjukkan fakta bahwa
struktur kepemilikan saham yang terkonsentrasi dapat melemahkan independensi
dewan.
Namun, ketika perusahaan melaksanakan IPO, persentase saham perusahaan
yang dimiliki keluarga turun karena sebagian saham perusahaan dijual kepada publik.
Turunnya persentase saham yang dimiliki oleh keluarga dapat meningkatkan
independensi dewan direksi (Giovannini, 2009). Ini disebabkan karena pemegang
saham nonkeluarga mendorong ditunjuknya direktur independen sebagai anggota
dewan direksi untuk meningkatkan independensi dan profesionalisme kerja. Tetapi
penelitian sejenis yang dilakukan oleh Cho dan Kim (2007) justru menyatakan
sebaliknya. Penelitian yang dilakukan oleh Cho dan Kim (2007) pada perusahaan
publik di Korea Selatan menunjukan fakta bahwa perusahaan dengan pengaruh
keluarga yang sangat kuat resisten terhadap perubahan sistem pengelolaan dan
enggan menunjuk direktur independen sehingga turunnya persentase saham milik
keluarga tidak berpengaruh positif terhadap independensi dewan direksi.
Direktur independen merupakan faktor penting dalam pencapaian sistem tata
kelola perusahaan yang baik. Teori agensi menyatakan bahwa direktur independen
merupakan faktor penting dalam membangun independensi dewan direksi.
Independensi merupakan salah satu komponen yang harus dipenuhi dalam mencapai
good corporate governance (KNKG, 2006). Dengan adanya direktur yang
independen dan tidak memiliki hubungan dengan keluarga pemilik, maka perusahaan
dapat dikelola secara lebih profesional dan terbebas dari intervensi pihak lain, seperti
pemilik perusahaan. Dengan demikian kinerja perusahaan akan meningkat.
3
Namun, pada perusahaan keluarga, disamping direktur independen, dalam
perusahaan keluarga seringkali terdapat anggota keluarga pemilik perusahaan yang
turut serta atau berpartisipasi dalam manajemen perusahaan. Mereka merupakan
perwakilan dari keluarga pemilik dalam manajemen perusahaan (Giovannini, 2009).
Keberadaan perwakilan keluarga ini dapat mengurangi pengaruh negatif atas masalah
agensi yang ditimbulkan oleh direktur nonkeluarga. Anggota keluarga yang berada
dalam manajemen akan cenderung patuh dan menyampaikan informasi mengenai
perusahaan secara lengkap kepada pemilik perusahan selaku prinsipal sehingga kecil
kemungkinan terjadi konflik kepentingan serta asimetri informasi antara agen dan
prinsipal. Anggota keluarga memiliki komitmen yang lebih tinggi pada
perusahaannya karena mereka ingin mempertahankan perusahaan agar dapat
diwariskan kepada generasi berikutnya (Shleiver dan Vishny, 1997; Maug, 1998).
Oleh karena itu, perusahaan keluarga cenderung memiliki kinerja yang lebih unggul
daripada perusahaan nonkeluarga (Anderson dan Reeb, 2001; Andres, 2006; Isakof
dan Weisskopf, 2009).
Namun, beberapa penelitian justru menunjukkan hasil yang bertolak belakang.
Menyatunya kepemilikan dan kontrol memberikan kesempatan bagi pemegang saham
mayoritas, dalam hal ini keluarga pemilik perusahaan, untuk menggunakan laba
perusahaan untuk kepentingan pribadi (Fama & Jensen, 1985). Direktur keluarga juga
lemah dari segi independensi. Kecenderungan untuk patuh dan mengakomdasi
kepentingan-kepentingan keluarganya menyebabkan direktur keluarga tidak dapat
bersikap independen dan profesional dalam mengelola perusahaan.
Adanya komite pengawas yang dibentuk oleh komisaris diharapkan dapat
meminimalkan tindakan tidak independen direktur keluarga. Namun, komite
pengawas bentukan komisaris dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja direktur
keluarga. Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh komite dapat menjadi motivasi
negatif bagi direktur keluarga. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian atas
pengaruh komite pengawas terhadap kinerja direktur keluarga.
4
2. TELAAH TEORI
2.1. Teori Agensi
Teori agensi berfokus pada hubungan dua individu, yaitu agen dan principal
(Dirgantiri,dkk., 2000). Dalam teori agensi, manajer didefinisikan sebagai agen dan
pemegang saham sebagai prinsipal. Dalam hal ini, para pemegang saham sebagai
pemilik perusahaan atau prinsipal mendelegasikan wewenang pembuatan keputusan
dalam perusahaan kepada direktur yang merupakan agen para pemegang saham
(Solomon, 2007).
Pendelegasian wewenang pengelolaan perusahaan dari principal kepada agen
dipandang perlu untuk mencapai sistem pengelolaan perusahaan yang independen dan
profesional. Sebagaimana diketahui bahwa independensi merupakan salah satu
komponen yang harus dipenuhi untuk mencapa sistem tata kelola perusahaan yang
baik atau good corporate governance. Dengan sistem tata kelola peruahaan yang baik
sesuai dengan standar good corporate governance, perusahaan akan mampu
mencapai kinerja yang unggul.
2.2. Corporate Governance
Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan perusahaan
yang didasarkan pada teori agensi. Namun, sampai saat ini, tidak terdapat satu
definisi corporate governance yang diterima secara umum. Terdapat perbedaan-
perbedaan mendasar dalam definisi tersebut tergantung di negara mana corporate
governance tersebut dilaksanakan dan didefinisikan (Solomon, 2007). Corporate
governance dapat dipandang secara sempit atau luas tergantung dari sudut pandang
pembuat kebijakan, praktisi, atau periset.
Dari berbadai definisi, disimpulkan bahwa corporate governance terkait dengan
usaha-usaha untuk mengendalikan perusahaan agar kegiatan operasionalnya berjalan
dengan efektif dan efisien, mampu memaksimalkkan laba dan meminimalkan risiko
usaha. Selanjutnya corporate governance juga berfungsi sebagai sistem
pertanggungjawaban kepada para stakeholder.
5
Terdapat lima komponen yang harus dipenuhi dalam pencapaian good
corporate governance (Kaihatu, 2006):
1. Keterbukaan informasi (transparency)
2. Akuntabilitas (accountability)
3. Pertanggungjawaban (responsibility)
4. Independensi (independency)
5. Kesetaraan dan kewajaran (fairness)
2.3. Skala F-PEC
Skala F-PEC adalah indeks pengaruh keluarga pemilik dalam perusahaan. Skala
F-PEC dirumuskan oleh Astrachan dkk (2002). untuk mengatasi ketiadaan definisi
“perusahaan keluarga” yang diterima secara luas. F-PEC merupakan sistem
penyeleksian perusahaan keluarga melalui dimensi kekuatan (power), pengalaman
(experience) dan budaya (culture). Dalam penelitian ini, digunakan komponen Power
dari skala F-PEC yang dirumuskan sebagai berikut:
𝐹 − 𝑃𝐸𝐶 = 𝐸𝑄 𝑓𝑎𝑚
𝐸𝑄 𝑡𝑜𝑡 +
𝐵𝑜𝐷 𝑓𝑎𝑚
𝐵𝑜𝐷 𝑡𝑜𝑡 +
𝑆𝐵 𝑓𝑎𝑚
𝑆𝐵 𝑡𝑜𝑡
2.4. Buy and Hold Anormmal Return (BHAR)
Buy and Hold AbnormalReturn (BHAR) merupakan instrumen yang digunakan
untuk menganalisis kinerja saham jangka panjang melalui return saham. Instrumen
ini dirumuskan oleh Barber dan Lyon (1997). BHAR dihitung secara sederhana
dengan mengurangkan buy and hold return perusahaan sampel dengan buy and hold
return dari benchmark. BHAR dihitung pada satu titik, misalnya satu tahun, tiga
tahun, atau lima tahun setelah IPO. Pengukuran abnormal return melalui BHAR dapat
mengatasi bias pengukuran return abnormal jangka panjang yang terjadi pada metode
cummulative abnormal return (CAR).
6
2.5. Kerangka Teoritis
Berdasarkan landasan teori di atas, data disusun kerangka pemikiran teoritis
sebagai berikut:
Gambar 1
Pengaruh Penurunan Tingkat Kepemilikan Saham Perusahaan oleh Keluarga
terhadap Independensi Dewan
Gambar 2
Pengaruh Partisipasi Keluarga dalam Manajemen dan Keberadaan Direktur
Independen terhadap Kinerja Perusahaan
2.6. Pengaruh Penurunan Kepemilikan Saham Keluarga terhaddap
Independensi Dewan Direksi
Tingkat kepemilikan keluarga dalam perusahaan seringkali mempengaruhi
independensi dewan direksi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Achmad (2008)
diketahui bahwa struktur kepemilikan perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat
mempengaruhi tingkat independensi dewan. Teori agensi menyatakan bahwa apabila
Variabel Kontrol
Variabel Independen
Penurunan Kepemilikan
Saham Keluarga
Kapitalis Ventura
Independensi Dewan
Komite Nominasi
Variabel Moderasi
Variabel Kontrol
Variabel Independen
Jumlah Komite Pengawas
Kinerja Perusahaan
Leverage
Direktur Independen
Direktur Keluarga
7
pemilik menginginkan kinerja perusahaan yang unggul maka pemilik harus
mempekerjakan direktur independen (Giovannini, 2009). Dengan demikian, ketika
dilaksanakan IPO dan tingkat kepemilikan saham keluarga menurun, pemilik saham
lain mendorong ditunjuknya direktur independen untuk meningkatkan
profesionalisme dan independensi dalam pengelolaan perusahaan.
H1: Penurunan persentase saham perusahaan milik keluarga berpengaruh
positif terhadap independensi dewan direksi
2.7. Pengaruh Jumlah Direktur Independen terhadap Kinerja Perusahaan
Keluarga
Direktur independen merupakan pihak eksternal perusahaan yang ditunjuk
untuk mengelola perusahaan. Direktur independen diperlukan perusahaan untuk
menjaga independensi dan profesionalitas pengelolaan perusahaan. Sebagai agen,
direktur independen juga berkewajiban untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik
perusahaan.
Dalam penelitian Giovannini (2009) diketahui bahwa keberadaan direktur yang
independen dan tidak memiliki hubungan dengan keluarga pemilik perusahaan akan
meningkatkan kinerja saham. Direktur yang independen dan tidak memiliki hubungan
kekerabatan dengan keluarga pemilik akan bekerja dengan lebih profesional karena ia
tidak melindungi kepentingan manapun. Dalam mengambil keputusan, direktur
independen tidak mendapat intervensi dari pihak manapun, sehingga keputusan yang
dihasilkan netral dan berfokus hanya pada perkembangan perusahaan. Hal ini sesuai
dengan faktor komponen independensi dalam mekanisme good corporate governance
yang menyatakan bahwa setiap bagian dari perusahaan dilarang mendominasi bagian
lain dan harus bebas dari konflik kepentingan agar dapat mencapai kinerja yang
optimal.
H2: Direktur independen berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
8
2.8. Pengaruh Partisipasi Keluarga dalam Manajemen Perusahaan terhadap
Kinerja Perusahaan Keluarga
Partisipasi keluarga menunjukkan tingkat keikutsertaan keluarga dalam
manajemen perusahaan. Selaku anggota keluarga, mereka akan melaporkan kondisi
perusahaan secara lengkap kepada keluarganya selaku pemilik perusahaan. Dengan
ini, asimetri informasi yang terjadi dalam hubungan pemilik perusahaan dengan
direktur independen dapat diminimalisir. Selain itu, konflik kepentingan antara agen
dan prinsipal juga dapat diminimalisir. Sebagai anggota keluarga pemilik perusahaan,
direktur keluarga memiliki tujuan yang sejalan dengan pemilik sehingga tidak terjadi
konflik kepentingan antara direktur dan pemilik perusahaan. Keberadaan direktur
keluarga dalam dewan direksi juga dapat menjadi pengawas bagi direktur independen
sehingga tidak terjadi moral hazard.
Direktur keluarga tentu memiliki komitmen terhadap perusahaan yang lebih
tinggi dibandingkan direktur independen. Komitmen itu akan mendorong direktur
independen untuk bekerja dengan baik untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Selain motivasi ekonomi, direktur keluarga juga memiliki motivasi untuk
mempertahankan perusahaan agar dapat diwariskan kepada generasi berikutnya
(Shliefer dan Vishny, 1997; Maug, 1998).
H3: Direktur keluarga berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
keluarga
2.9. Pengaruh Jumlah Komite terhadap Hubungan Manajemen Keluarga dan
Kinerja Perusahaan
Setiap perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia wajib
membentuk komite audit. Selain komite audit yang keberadaannya diwajibkan bagi
semua perusahaan publik, juga terdapat komite-komite yang pembentukannya masih
bersifat sukarela atau tidak diwajibkan bagi perusahaan publik. Komite-komite
tersebut adalah komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan risiko dan komite
9
corporate governance. Keempat komite yang dapat dibentuk oleh komisaris tersebut
berfungsi untuk mendukung tugas komisaris dalam mengawasi kinerja direksi.
Keberadaan komite tersebut dapat mengatasi masalah independensi pada
manajemen keluarga. Komite-komite tersebut dapat menjaga agar anggota keluarga
yang berada dalam manajemen perusahaan bersikap independen dan tidak hanya
mengutamakan kepentingan keluarganya. Hal tersebut dapat mendorong pada kinerja
yang lebih unggul.
H4: Dengan adanya komite pengawas, keterlibatan keluarga dalam manajemen
berpengaruh positif terhadap kinerja.
3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi sasaran penelitian ini adalah perusahaan publik yang melakukan
listing di BEI dan melakukan IPO dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2000
sampai dengan 2009 selain bank, perusahaan asuransi dan perusahaan keuangan,
perusahaan milik negara (BUMN) yang diprivatisasi serta perusahaan dengan sumber
modal asing (PMA).
Pengambilan sampel dilakukan melalui metode purposive sampling dengan
menyeleksi populasi tersebut dan membedakannya ke dalam kelompok perusahaan
keluarga dan perusahaan nonkeluarga. Penyeleksian dilakukan menggunakan empat
definisi perusahaan keluarga. Tiga definisi pertama yang digunakan sebelumnya telah
diuraikan dalam penelitian Zaenal Arifin pada tahun 2003. Porsi kepemilikan saham
yang dapat diklasifikasikan sebagai dominasi oleh keluarga adalah apabila keluarga
memiliki saham di atas 20%. Ketiga definisi tersebut adalah:
1. Keluarga adalah keseluruhan individu dan perusahaan yang kepemilikannya
tercatat (kepemilikan di atas 5% wajib dicatat) kecuali perusahaan publik,
negara, institusi keuangan dan publik (individu yang kepemilikannya tidak wajib
tercatat). Definisi ini digunakan oleh La Porta et al (1999) dan Claessens et al
(2000).
10
2. Keluarga adalah keseluruhan individu dan perusahaan tercatat, kecuali
perusahaan asing, perusahaan publik, negara, institusi keuangan dan publik.
3. Keluarga adalah satu pemilik terbesar di antara individu atau perusahaan tercatat,
kecuali perusahaan asing, perusahaan publik, negara, institusi keuangan, dan
publik.
Definisi keempat atas perusahaan keluarga menggunakan komponen Power
dari skala F-PEC sebagaimana diuraikan dalam penelitian Giovannini. Suatu
perusahaan termasuk dalam kelompok perusahaan keluarga jika nilai F-PEC ≥ 0,5.
Komponen Power dari skala F-PEC dihitung dengan formula sebagai berikut:
𝐹 − 𝑃𝐸𝐶 = 𝐸𝑄 𝑓𝑎𝑚
𝐸𝑄 𝑡𝑜𝑡 +
𝐵𝑜𝐷 𝑓𝑎𝑚
𝐵𝑜𝐷 𝑡𝑜𝑡 +
𝑆𝐵 𝑓𝑎𝑚
𝑆𝐵 𝑡𝑜𝑡
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1. Variabel Dependen
3.2.1.1. Independensi Dewan Direksi
Independensi dewan direksi merupakan suatu kondisi dimana direksi dapat
mengelola perusahaan secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh
atau tekanan dari pihak lain di dalam atau di luar pihak manajemen. Direksi dianggap
independen ketika terdapat direktur independen atau juga sering disebut direktur tidak
terafiliasi dalam dewan direksi. Variabel independensi dewan direksi diukur dengan
variabel dummy dengan memberikan nilai 1 jika terdapat direktur independen dalam
dewan direksi dan nilai 0 apabila tidak.
3.2.1.2. Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan pengukuran atas kualitas kerja perusahaan.
Kinerja perusahaan diukur menggunakan buy-and-hold abnormal return yang
dihitung 12 bulan setelah IPO. Benchmark yang digunakan dalam mengukur BHAR
adalah IHSG pada waktu yang sama dengan perusahaan sampel. Dengan
11
menggunakan IHSG sebagai benchmark, secara matematis BHAR dirumuskan
sebagai berikut:
BHAR = Return saham sampel – Return saham benchmark
= (Harga saham sampelt+n – Harga saham sampelt) – (IHSGt+n – IHSGt)
3.2.2. Variabel Independen
3.2.2.1. Penurunan Kepemilikan Saham setelah IPO
Tingkat kepemilikan keluarga menunjukkan tingkat kemampuan keluarga
pemilik perusahaan untuk menentukan komposisi dewan direksi dalam rapat umum
pemegang saham. Variabel kepemilikan keluarga ini diukur melalui rasio penurunan
tingkat kepemilikan saham oleh keluarga yang timbul akibat IPO.
3.2.2.2. Direktur Independen
Direktur independen adalah direktur yang berasal dari luar keluarga pemilik
perusahaan, tidak memiliki hubungan dengan keluarga pemilik sama sekali dan
independen. Variabel direktur independen diukur sesuai dengan jumlah direktur
independen yang dimiliki oleh perusahaan.
3.2.2.3. Partisipasi Keluarga
Variabel partisipasi keluarga menunjukkan besarnya pengaruh keluarga dalam
kegiatan manajerial perusahaan. Tingkat partisipasi keluarga diukur melalui nilai
komponen Power F-PEC.
F-PEC = 𝐸𝑄 𝑓𝑎𝑚
𝐸𝑄 𝑡𝑜𝑡+
𝐵𝑜𝐷 𝑓𝑎𝑚
𝐵𝑜𝐷 𝑡𝑜𝑡+
𝑆𝐵 𝑓𝑎𝑚
𝑆𝐵 𝑡𝑜𝑡
3.2.3. Variabel Moderating
3.2.3.1. Jumlah Komite Pengawas
Komite pengawas yang dimaksud dalam hal ini adalah komite yang dibentuk
oleh komisaris untuk membantu tugas komisaris sebagai pengawas dewan direksi.
12
Variabel jumlah komite pengawas diukur sesuai dengan jumlah komite pengawas
yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan.
3.2.4. Variabel Kontrol
3.2.4.1. Kapitalis Ventura
Kapitalis ventura adalah pihak yang berinvestasi pada perusahaan modal
ventura, baik badan maupun perorangan. Variabel kapitalis ventura diukur dengan
variabel dummy dengan memberikan nilai 1 jika terdapat kapitalis ventura di antara
pemegang saham sampel dan nilai 0 jika tidak.
3.2.4.2. Komite Nominasi
Komite nominasi adalah komite khusus yang dibentuk oleh dewan komisaris.
Namun, pembentukan komite nominasi tidak diwajibkan oleh regulasi. Variabel ini
diukur secara dummy dengan memberikan nilai 1 jika perusahaan sampel memiliki
komite nominasi dan nilai 0 jika perushaan tidak.
3.2.4.3. Rasio Leverage
Rasio leverage merupakan perbandingan antara total hutang jangka panjang dan
total asset yang dimiliki perusahaan. Rasio leverage dirumuskan sebagai berikut:
𝐿𝑒𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 = 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
3.3. Metode Analisis
3.3.1. Uji Statistik Deskriptif dan Distribusi Frekuensi
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel dalam
penelitian ini. Alat analisis yang digunakan adaah rata-rata (mean), standar deviasi,
maksimum dan minimum (Ghozali, 2007).
Distribusi frekuensi digunakan pada variabel-variabel dummy. Analisis
distribusi frekuensi menunjukkan jumlah data yang memperoleh nilai 1 (satu) dan
13
berapa yang memperoleh nilai 0 (nol). Uji statistik deskriptif dan distribusi frekuensi
tersebut dilakukan dengan program SPSS 17.
3.3.2. Uji Hipotesis – Regresi Logistik
Analisis regresi logistic digunakan untuk menguji apakah probabilitas
terjadinya variabel dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya.
Analisis regresi logistic digunakan karena variabel dependen dalam hipotesis pertama
merupakan variabel dummy. Selain itu, analisis regresi logistic digunakan karena
asumsi distribusi data normal tidak dapat terpenuhi (Ghozali, 2007). Persamaan
regresi logistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
INDEP = β0 + β1(SHHMIPO) + β2(VENT) + β3(KNOM)
Keterangan:
INDEP : dummy independensi dewan
SHMIPO : selisih persentase saham sebelum dan sesudah IPO
VENT : dummy kapitalis ventura
KNOM : dummy komite nominasi
β : Koefisien regresi
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari
nilai goodness of fit. Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai
Nagelkerke’s R2, Hosmer and Lemeshow Test, uji Keteptan Klasifikasi dan nilai
parameter individu masing-masing variabel.
3.3.3. Uji Hipotesis – Regresi Linier Berganda
Regresi linier berganda digunakan dalam hipotesis kedua sampai hipotesis
keempat dengan variabel independen dalam penelitian ini merupakan kombinasi dari
variabel metrik dan nonmetrik (Ghozali, 2007). Regresi berganda digunakan untuk
menguji apakah variabel-variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
Selain itu, dilakukan pula uji interaksi dengan menggunakan Moderated
Regression Analysis untuk menguji pengaruh komite pengawas terhadap hubungan
14
partisipasi keluarga dengan kinerja perusahaan. Uji interaksi merupakan aplikasi
khusus regresi berganda linear dimana dalam persamaan regresinya mengandung
interaksi dan digunakan untuk menguji regresi dengan variabel moderating (Ghozali,
2009). Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
KNRJ = β0 + β1(DIND) + β2(FPEC) + β3(KPEC) + β4(LEV)
Keterangan:
KNRJ : Kinerja perusahaan
DIND : Direktur independen
FPEC : Skor F-PEC
LEV : Rasio Leverage
KPEC : Interaksi variabel KOMITE dan FPEC
β : Koefisien regresi
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam memprediksi nilai aktual dapat diukur
dari nilai goodness of fit. Secara statistik, nilai goodness of fit dapat diukur dari nilai
determinasi (R2), nilai parameter simultan (uji F) dan nilai parameter inndividu (uji t).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif dan Distribusi Frekuensi
Statistik deskriptif merupakan metode statistik yang mampu menggambarkan
atau mendeskripsikan data-data variabel penelitian. Alat statistik deskriptif yang
dignakan dalam penelitian ini adalah nilai minimum, nilai maksimum, mean dan
standar deviasi yang tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 1
Statistik Deskriptif Perubahan Saham Setelah IPO SHMIPO Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
Minimum 0,0000 0,0011 0,0374 0,0221
Maksimum 1,8000 0,4632 0,6586 0,4013
Mean 0,4136 0,2397 0,2535 0,1969
Std. Deviasi 0,3669 0,1057 0,1149 0,0990
15
Tabel 2
Statistik Deskriptif Kinerja KNRJ Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
Minimum -5603,0700 -1233,4860 -1233,4860 -1233,4860
Maksimum 4423,2500 4219,9750 4219,9750 4219,9750
Mean 34,6500 44,4002 26,3888 35,2575
Std. Deviasi 1406,0582 796,6019 798,8304 801,9258
Tabel 3
Statistik Deskriptif Direktur Independen DIND Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
Minimum 0 0 0 0
Maksimum 1 3 3 1
Mean 0,27 0,35 0,36 0,32
Std. Deviasi 0,447 0,563 0,569 0,469
Tabel 4
Statistik Deskriptif Nilai F-PEC FPEC Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
Minimum 0,5028 0,2880 0,6000 0,3000
Maksimum 2,5000 2,6667 2,6667 2,5300
Mean 1,2033 1,5556 1,5925 1,4038
Std. Deviasi 0,4410 0,4854 0,4727 0,4808
Tabel 5
Statistik Deskriptif Komite KOMITE Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
Minimum 1 1 1 1
Maksimum 2 3 3 2
Mean 1,020 1,110 1.090 1,060
Std. Deviasi 0,149 0,398 0,336 0,240
16
Tabel 6
Statistik Deskriptif Rasio Leverage LEV Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
Minimum 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
Maksimum 0,6170 0,6170 0,6170 0,6170
Mean 0,1041 0,1095 0,0981 0,0930
Std. Deviasi 0,1489 0,1499 0,1473 0,1438
Distribusi frekuensi digunakan pada variabel-variabel dummy. Statistik
distribusi frekuensi digunakan pada variabel INDEP, VENT, dan KNOM,. Statistik
distrbusi frekuensi dapatt dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7
Statistik Distribusi Frekuensi Definisi F-PEC Definisi 1 Definisi 2 Definisi 3
0 1 0 1 0 1 0 1
INDEP 33 12 48 23 45 22 45 21
VENT 43 2 67 4 64 3 63 3
KNOM 44 1 65 6 62 5 62 4
4.2. Hasil Pengujian Hipotesis
4.2.1. Regresi Logistik
Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 8
Ringkasan Hasil Pengujian Regresi Logistik F-PEC Sig Def 1 Sig Def 2 Sig Def 3 Sig
Hosmer and Lemeshow Test 6,955 0,434 8,785 0,361 11,475 0,119 9,275 0,234
Nagelkerke R² 0,218 0,022 0,043 0,080
Ketepatan Klasifikasi 73,3% 66,2% 68,7% 71,2%
NILAI PARAMETER INDIVIDU
SHMIPO -3,255 0,048 -0,381 0,879 -1,386 0,574 1,589 0,573
VENT -20,595 0,999 -0,577 0,638 -0,434 0,752 -0,647 0,665
KNOM -15,489 1,000 0,859 0,333 1,164 0,249 2,237 0,083
CONSTANT 0,145 0,802 -0,694 0,300 -0,447 0,517 -1,198 0,064
17
4.2.2. Regresi Linier Berganda
Hasil pengujian regresi linier dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9
Ringkasan Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda FPEC Sig Def 1 Sig Def 2 Sig Def 3 Sig
Adjusted R² 0,185 0,113 0,156 0,234
Uji F 3,321 0,020 3,110 0,021 3,953 0,007 5,724 0,001
UJI PARAMETER INDIVIDU (UJI t)
CONSTANT 1,336 0,190 -0,614 0,541 -1,402 0,166 -0,929 0,357
DIND 2,608 0,013 3,472 0,001 3,947 0,000 4,752 0,000
FPEC -1,704 0,097 0,038 0,970 0,647 0,520 0,317 0,753
KPEC 1,179 0,246 -0,069 0,945 -0,281 0,780 -0,447 0,656
LNLEV -1,617 0,114 -0,043 0,966 0,077 0,939 -0,638 0,526
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pengaruh Penurunan Persentase Kepemilikan Saham Keluarga terhadap
Independensi Dewan Direksi
Hasil uji hipotesis pada keempat kelompok sampel menunjukkan bahwa hanya
pada kelompok data F-PEC variabel penurunan kepemilikan saham keluarga
berpengaruh secara signifikan terhadap independensi dewan direksi, sedangkan pada
tiga kelompok data lainnya tidak terdapat pengaruh yang signifikan atas perubahan
kepemilikan saham terhadap independensi dewan. Terlebih lagi, pada kelompok data
F-PEC, penurunan tingkat kepemilikan saham berpengaruh negatif terhadap
independensi dewan direksi. Dengan demikian, hipoteis pertama yang menyatakan
bahwa penurunan kepemilikan saham setelah IPO berpengaruh positif terhadap
independensi dewan ditolak.
Seleksi data pada kelompok F-PEC tidak hanya mendasarkan pada tingkat
kepemilikan saham, tetapi juga pada keterlibatan anggota keluarga pada manajemen
perusahaan. Hal ini mengakibatkan adanya pengaruh keluarga pemilik yang kuat pada
18
perusahaan-perusahaan pada kelompok data F-PEC. Pada perusahaan dengan ikatan
kekerabatan yang kuat, pengaruh keluarga dalam perusahaan tetap kuat sehingga
menjadi halangan bagi pemegang saham nonkeluarga untuk menunjuk direktur
independen. Hal ini juga terjadi pada kelompok Definisi 1 dan 2.
Hasil yang berbeda tampak pada kelompok Definisi 3. Hasil pengujian pada
definisi menunjukkan bahwa penurunan tingkat kepemilikan saham keluarga
mendorong penunjukkan direktur independen dalam dewan direksi. Hal ini dapat
disebabkan karena pada Definisi 3, keluarga adalah satu individu atau badan dengan
kepemilikan saham terbesar di antara para pemegang saham perusahaan. Ketika
dilakukan IPO, kepemilikan saham keluarga tersebut akan banyak berkurang
sehingga pemilik saham nonkeluarga memiliki kekuatan yang cukup besar dan dapat
mendorong penunjukan direktur independen.
4.3.2. Pengaruh Jumlah Direktur Independen terrhadap Kinerja Perusahaan
Hasil uji hipotesis pada keempat kelompok data menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh positif yang signifikan dari jumlah direktur independen terhadap kinerja
perusahaan. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan bahwa direktur
independen berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan keluarga tidak dapat
ditolak.
Adanya pengaruh yang signifikan ini mengindikasikan bahwa semakin banyak
jumlah direktur independen yang dimiliki perusahaan akan mendorong semakin
tingginya kinerja perusahaan. Direktur yang independen dan tidak memiliki
hubungan kekerabatan dengan pemilik perusahaan akan bekerja dengan lebih
profesional karena ia tidak melindungi kepentingan manapun. Proses komunikasi dan
kontrol dalam birokrasi perusahaan lebih profesional karena tidak ada rasa sungkan
yang seringkali timbul pada manajemen keluarga. Direktur independen juga tidak
akan terlibat konflik kepentingan seperti masalah ahli waris perusahaan seperti yang
data terjadi pada direktur keluarga. Dengan proses komunikasi dan kontrol yang
19
profesional, direktur independen mampu mengelola perusahaan sesuai dengan tujuan
yang ditetapkan.
4.3.3. Pengaruh Parisipasi Keluarga dalam Manajemen terhadap Kinerja
Perusahaan
Dari tabel di atas diketahui bahwa variabel F-PEC memiliki pengaruh positif
terhadap kinerja data kelompok data definisi 1, 3 dan 4 tetapi berpengaruh negatif
pada kelompok data seleksi F-PEC. Namun, pengaruh variabel FPEC terhadap
Kinerja tidak signifikan sehingga Hipotesis 3 yang menyatakan bahwa partisipasi
keluarga berpengaruh positif terhadap kinerja ditolak.
Partisipasi keluarga yang berpengaruh negatif pada kelompok data seleksi F-
PEC dapat disebabkan karena pada perusahaan keluarga yang diseleksi dengan
definisi F-PEC hubungan kekerabatan dalam keluarga tersebut lebih erat daripada
kelompok data definisi lainnya. Keeratan hubungan kekerabatan tersebut berpengaruh
negatif terhadap proses komunikasi dan profesionalisme. Proses komunikasi dan
evaluasi kerja yang buruk akan berakibat buruk pula pada kinerja berusahaan.
Hasil positif pada kelompok data definisi lainnya dapat disebabkan karena
keeratan hubungan kekerabatan antar anggota keluarga tidak sekuat pada kelompok
F-PEC sehingga masih mampu menjaga profesionalisme dan komunikasi yang lancar
antar anggota keluarga baik yang berada di direksi, komisaris, maupun pemegang
saham. Hal itu berpengaruh positif terhadap kinerja.
4.3.4. Pengaruh Jumlah Komite Pengawas terhadap Hubungan Manajemen
Keluarga terhadap Kinerja Perusahaan Keluarga
Hasil uji hipotesis pada keempat set sampel menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh signifikan atas jumlah komite pengawas yang dimiliki oleh
perusahaan terhadap hubungan keikutsertaan keluarga dalam mananejen dengan
kinerja perusahaan. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa keberadaan
20
komite dan keterlibatan kelurga dalam manajemen meningkatkan kinerja dewan
ditolak.
Pada kelompok data F-PEC, keberadaan komite pengawas yang dibentuk oleh
komisaris memiliki arah hubunggan positif dengan partisipasi keluarga dalam
manajemen perusahaan. Hal ini berarti bahwa keberadaan komite pengawas dapat
meminimalisir buruknya proses komunikasi dan evaluasi dalam manajemen keluarga.
Namun, pengujian pada kelompok data Definisi 1, 2, dan 3 menunjukkan hasil
negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah komite pengawas yang
dimiliki oleh perusahaan justru berdampak buruk pada kinerja perusahaan keluarga
terutama dalam hubungannya dengan partisipasi keluarga dalam manajemen.
Kondisi ini mungkin disebabkan karena peranan komite tersebut sebagai
pengawas direksi. Berdasarkan teori Maslow mengenai hierarki kebutuhan,
kebutuhan anggota keluarga yang bekerja di perusahaan yang lebih menonjol adalah
kebutuhan akan ego/kekuasaan dan kebutuhan untuk aktualisasi diri dibandingkan
dengan kebutuhan lain. Keberadaan komite yang membatasi kekuasaan direksi dan
mengawasi tindakan direksi dapat menjadi motivasi negatif bagi direktur keluarga.
Motivasi negatif tersebut dapat mendorong pada kinerja yang negatif.
5. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Pada kelompok data F-PEC, penurunan tingkat kepemilikan saham perusahaan
oleh keluarga berpengaruh negatif terhadap independensi dewan, sedangkan pada
kelompok data Definisi 1, 2 dan 3 menunjukkan pengaruh positif. Hal ini
menunjukkan bahwa pada perusahaan yang memiliki tingkat kekerabatan keluarga
yang erat penurunan tingkat kepemilikan saham tidak serta merta mendorong
independensi dewan.
21
2. Jumlah direktur berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan
keluarga. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah direktur independen,
kinerja perusahaan juga akan semakin baik.
3. Partisipasi keluarga dalam manajemen tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja perusahaan keluarga. Partsipasi keluarga yang diukur melalui
skala F-PEC menunjukkan hubungan negatif pada kelompok data Definisi F-PEC
dan hubungan positif pada kelompok data Definisi 1, 2 dan 3.
4. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa direktur independen memiliki andil
yang lebih besar dalam pencapaian kinerja perusahaaan yang unggul.
5. Interaksi antara komite dan FPEC memiliki hubungan positif pada kelompok data
F-PEC namun negatif pada kelompok Definisi 1, 2 dan3.
5.2. Keterbatasan
Penelitian ini mengandung beberapa keterbatasan, antara lain:
1. Identifikasi hubungan keluarga dengan hanya mengandalkan nama sehingga
proses seleksi tidak maksimal. Dimungkinkan ada perusahaan keluarga yang tidak
terseleksi karena tidak adanya nama keluarga yang dapat menunjukkan hubngan
kekerabatan.
2. Rentang waktu yang digunakan untuk menghitung Buy and Hold Abnormal Return
(BHAR) sebagai alat ukur kinerja hanya satu tahun karena keterbatasan jumlah
sampel. Hal ini menyebabkan pengukuran kinerja menjadi tidak maksimal.
5.3. Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh maka saran-saran
untuk penelitian selanjutnya adalah sebagi berikut:
1. Peneliti berikutnya disarankan untuk mencari alternatif metode penelusuran
hubungan kekerabatan yang lebih valid selain menggunakan nama.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah rentang waktu dalam
pengukuran Buy and Hold Anormal Return (BHAR) menjadi tiga atau lima
22
tahun dan mengubah benchmark untuk memperoleh hasil pengukuran yang
lebih optimal.
23
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Tarmizi. 2008. “Concentrated Family Ownership Structures Weakening
Corporate Governance: A Developing Country Story The Case of
Indonesian Companies”. Jurnal Maksi, Vol. 8, No.2, h. 118-134
Akimova, Iryna dan Gerhard Schwodiauer. 2004. “Ownership Structure, Corporate
Governance, and Enterprise Performance: Empirical Result for Ukraine”.
IAER Februari Vol 10, No. 1, h.
Anderson, Ronald C. dan David M. Reeb. 2001. Founding Family Ownership and
Firm Performance. Washington DC: American University
Andres, Christian. 2006. “Family Ownership as the Optimal Organizational
Structure?”. Bonn: University of Bonn
Arifin, Zaenal. 2003. “Masalah Agensi dan Mekanisme Kontrol pada Perusahaan
dengan Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi yang Dikontrol Keluarga:
Bukti Empiris dari Perusahaan Publik di Indonesia.” Tesis Tidak
Dipublikasikan, Program Studi Ilmu Manajemen Program Pascasarjana
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Astrachan, J.H., S.B. Klein, dan K.X. Smyrnios. 2002. “The F-PEC Scale of Family
Influence: A Proposal for Solving the Family Business Definition
Problem. Family Business Review, Vol. 15, No. 1, h.45-58
Barber, Brad M. dan John D. Lyon. “Detecting Long Run Abnormal Stock Returns:
The Empirical Power and Specification of Test Statistics”. Journal of
Financial Economics, Vol. 43 h.341-372
Caselli, G., A. Di Giuli dan S. Gatti. 2008. “Family Firms Performance and Agency
Theory: What’s Going on in Italian Market?”. The Icfai Journal Of
Corporate Governance, vol. 7, No. 1, h. 36-50
Caselli, S.,S. Gatti, F. Pertini. 2009. “Are Venture Capitalist a Catalyst for
Innovation?”. European Financial Management, Vol. 15, No. 1, h. 92-111
Cho, Dong-suh dan Kim Joo-tae. 2007. “Outside Directors, Ownership Structure and
Firm Profitability in Korea”. Journal Compilation of Blackwell
Publishing, Vol. 15, No. 2, h. 239-250
24
Claessens, Stijn. 2003. “Corporate Governance and Development Focus I”. Dalam
Penerapan Good and Corporate Governance. Jakarta: Kencana
Dirgantiri, Novi, dkk. 2000. “Agency Theory vs Stewardship Theory dalam
Perspektif Akuntansi”. Dalam Media Akuntansi no 14. Jakarta: PT
Intama Artha Indonusa
Djatmiko, Harmanto Edy. 2011. “Siapa Bilang Bisnis Keluarga Jelek”. SWA
Sembada, No. 05/XXVII/3, h. 44-45
Giovannini, Renato. 2009. “Corporate Governanve, Family Ownership and
Performance”. Springer Science & Business Media, Vol.14, h. 145-166
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Huang, Hsu-Huei, dkk. 2006. “Does The Appointment of the Outside Director
Increase Firm Value? The evidence from Taiwan”.
Isakov, Dusan dan Jean-Philippe Weisskopf. 2009. Family Ownership, Multiple
Blockholders and Firm Performance. Fribourg: University of Fribourg
Jaskiewicz, P., V.M. Gonzales, S. Menendes, dan D. Schiereck. 2005. “Long-Run
IPO Performance Analysis of German and Spanish Family Owned
Business”. Family Business Review, Vol. 18, No. 3, h. 179-202
Kaihatu, Thomas S. 2006. “Good Corporate Governance dan penerapannya di
Indonesia”. Dalam Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Surabaya:
Universitas Kristen Petra
Markin, Anthony. 2004. “Family Ownership and Firm performance in Canada”.
Research Project, Faculty of Business Administration, Simon Fraser
University
National Committee on Governance, 2006, Indonesia’s Code of Corporate
Governance, Jakarta
OECD. 2004. Experience from the Corporate Governance Roundtables. Dalam
Penerapan Good Corporate Governance. Jakarta : Kencana
Peng, Mike W., Trevor Buck dan Igor Filatochev. 2003. “Does Outside Directors and
New Managers Help Improve Firm Performance? An Exploratory Study
in Russian Privatization”. Journal of Worls Business, No. 38, h. 348-360
25
Phan, Phillip H. 2001. “Corporate Governance in the Newly Emerging Economie”.
Dalam Asia Pacific Journal of Management vol. 18. Belanda: Kluwer
Academic Publishers
Pindado, Julio, dkk. 2008. Does Family Ownership Impact Postively on firm Value?
Empirical Evidence from Western Europe. Salamanca: Universidad de
Salamanca
Price waterhouse Coopers. 2000. “Conceptual Model of Corporate Governance
Definition”. Dalam Penerapan Good Corporate Governance. Jakarta :
Kencana
Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan terhadap Kinerja Perusahaan. Semarang: Universitas
Diponegoro
Saito, Takuji. 2009. “Presence of Outside Directors, Board Effectiveness and Firm
Performance: Evidence from Japan”. Kyoto Sangyo University
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill Building Approach 4th
Edition. New York:John Wiley and Sons, Inc.
Soelaeman, Henni T. 2011. “Belajar dari Kearifan Bisnis Keluarga”. SWA Sembada,
No. 05/XXVII/3, h. 46-49
Solomon, Jill. 2007. Corporate Governance and Accountability. West Sussex: John
Wiley and Sons Ltd.
Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance.
Jakarta: Kencana