96
PENGARUH POLA HIDUP KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMTIF ANAK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN SEKUNDER DAN TERSIER (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung) (Skripsi) ELI RIANI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2010

PENGARUH POLA HIDUP KELUARGA ... - digilib.unila.ac.iddigilib.unila.ac.id/19749/1/skripsi.pdf · dalam kategori pola hidup yang sederhana sehingga tidak berpengaruh kuat terhadap

Embed Size (px)

Citation preview

PENGARUH POLA HIDUP KELUARGA TERHADAP PERILAKU

KONSUMTIF ANAK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN

SEKUNDER DAN TERSIER

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung)

(Skripsi)

ELI RIANI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010

ABSTRACT

FAMILY LIFE PATTERN INFLUENCE TO CHILDHOOD

CONSUME BEHAVIORS IN ORDER TO FULFILL

SECONDARY AND TERTIERY NEEDS

(Study at Class Student VIII Al-Kautsar Junior High School Bandar Lampung)

By

ELI RIANI

Purpose of this research is to know how big family life pattern influence to

consumptive behavior of childhood in fulfilling requirement of secondary and

tertiary at students of class VIII Al-Kautsar Junior High School’s Bandar

Lampung. Hypothesis in this research are there any influence between family life

pattern variables to consumptive behavior child in fulfilling requirement of

secondary and tertiary needs. Research type applied is descriptive, using

quantitative analysis, Technique of data collecting applying questionnaire,

documentation and observation and data processing applies phase editing, coding,

tabulation and interpretation of data. Data analytical technique done using unique

tables, cross tables, product correlation analysis moment and validity test and

reliability of statistical test result using product correlation analysis moment using

SPSS program. Based on result of the calculation it is known that level of family

life pattern influence the value of consumptive behavior of the children at value

rxy = -30,4% or 30,4%, hence value rxy lays in 0,201 to 0,400, with correlation

meaning of light, mean increasingly family life pattern simple has weak influence

to consumptive behavior of children. The light family life pattern influence to

consumptive behavior of those children, because admission of the responder

family’s life pattern majority in categorizing life pattern that is simple so that

doesn't have a strong effect to consumptive behavior, in spites many factors

besides family life pattern like economic factors and other factors of which is not

discussed in this research.

Keyword : Family Life Pattern, Consumptive Behavior of Children.

ABSTRAK

PENGARUH POLA HIDUP KELUARGA TERHADAP PERILAKU

KONSUMTIF ANAK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN

SEKUNDER DAN TERSIER

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung)

Oleh

ELI RIANI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola

hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan

sekunder dan tersier pada siswa-siswi kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar

Lampung. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh antara variabel pola

hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan

sekunder dan tersier. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan

menggunakan analisa kuantitatif, Teknik pengumpulan data menggunakan

kuesioner, dokumentasi, dan observasi serta pengolahan data menggunakan tahap

editing, koding, tabulasi serta interpretasi data. Teknik analisis data adalah dengan

menggunakan tabel tunggal, tabel silang, analisis korelasi produk moment serta

uji validitas dan reabilitas dari hasil uji statistik yang menggunakan analisis

korelasi produk moment dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan hasil

perhitungan diketahui bahwa besarnya nilai pengaruh pola hidup keluarga

terhadap perilaku konsumtif anak atau nilai rxy = -30,4% atau 30,4%, maka nilai

rxy terletak pada 0,201 sampai 0,400, dengan makna korelasi lemah, artinya

semakin sederhana pola hidup keluarga memiliki pengaruh yang lemah terhadap

perilaku konsumtif anak. Lemahnya pengaruh pola hidup keluarga terhadap

perilaku konsumtif anak, karena mayoritas pola hidup keluarga responden masuk

dalam kategori pola hidup yang sederhana sehingga tidak berpengaruh kuat

terhadap perilaku konsumtif, selain itu banyak faktor lain selain pola hidup

keluarga seperti faktor ekonomi dan faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam

penelitian ini.

Kata kunci : Pola Hidup Keluarga, Perilaku Konsumtif Anak.

PENGARUH POLA HIDUP KELUARGA TERHADAP PERILAKU

KONSUMTIF ANAK DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN

SEKUNDER DAN TERSIER

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung)

Oleh

ELIRIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2010

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Paraswati Darimilyan ...........................

Penguji Utama : Dra. Anita Damayanti, M.H ...........................

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si.

NIP 195801091986031002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 23 Februari 2010

Judul Skripsi : Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku

Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan

Sekunder dan Tersier

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar

Bandar Lampung)

Nama Mahasiswa : ELI RIANI

Nomor Pokok Mahasiswa : 0616011026

Jurusan : Sosiologi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Dra. Paraswati Darimilyan

NIP. 195509301989022001

2. Ketua Jurusan Sosiologi

Drs. Benjamin

NIP 195604171986031001

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blambangan Umpu Way Kanan, pada

tanggal 27 Oktober 1986, anak kedua dari empat bersaudara ini

merupakan buah hati dari pasangan Bapak Alian dan Ibu Siti

Baedah. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis

untuk pertama kali diawali pada Sekolah Dasar Negeri 01 Blambangan Umpu

Way Kanan dan diselesaikan pada tahun 2000. Setelah itu penulis melanjutkan ke

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 01 Blambangan Umpu Way

Kanan yang diselesaikan pada tahun 2003. Kemudian penulis menempuh

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Kautsar Bandar Lampung yang

penulis selesaikan pada tahun 2006.

Pada tahun 2006, penulis mengikuti seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB)

dan terdaftar sebagai mahasiswa di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung pada bulan September 2006. Setelah

menjalankan proses perkuliahan dua tahun tiga bulan, pada bulan Januari-Februari

2009, penulis mengaplikasikan ilmu di bidang akademis dengan melaksanakan

Praktek Kuliah Lapangan di Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.

Semasa menjadi mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung, untuk menambah khasanah pengetahuan dan

pengalaman yang tidak diperoleh penulis dari bangku perkuliahan, penulis aktif di

organisasi atau lembaga kemahasiswaan formal kampus, antara lain sebagai

berikut:

1. Anggota bidang pengabdian masyarakat Himpunan Jurusan (HMJ)

Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila tahun

2006/2007.

2. Anggota Divisi Pendidikan dan Pelatihan LSSP Cendekia Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila tahun 2007/2008.

3. Bendahara Umum LSSP Cendekia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) Unila tahun 2008/2009 selama 1 periode kepengurusan.

Karena aktif dalam organisasi atau lembaga kemahasiswaan formal kampus,

penulis sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan baik itu reguler ataupun kegiatan

besar yang diadakan oleh organisasi atau lembaga kemahasiswaan formal kampus

tersebut, kegiatan yang pernah diikuti penulis diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Peserta pada “Bedah Buku” yang diadakan oleh LSSP Cendekia dan Himpunan

Mahasiswa Diploma PUSDOKINFO (Hima Dippus) Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2007.

2. Peserta pada seminar sehari “Revitalisasi Budaya Lampung” yang diadakan

oleh Pusat Studi Budaya Lampung Lembaga Penelitian Universitas Lampung

pada tahun 2009.

3. Mitra Pengawas Pemilu Lapangan 2009 yang diadakan oleh BAWASLU-RI

dan Forum Rektor Indonesia pada tahun 2008/2009.

4. Penanggung jawab masalah keuangan pada kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan oleh LSSP Cendekia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) Unila pada tahun 2008/2009.

5. Peserta pada “Voter Education 2009” yang diadakan oleh LSSP Cendekia

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila pada tahun 2008/2009.

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang terkasih dan

mengasihiku.

Untuk kedua orang tuaku (Bapak dan Mak) yang selalu mendo’akan dan

menantikan keberhasilanku, makasih banyak dengan semua pengorbanan yang

telah kalian berikan kepada anakmu yang tak kan pernah tergantikan oleh

apapun di dunia ini.

Saudara-saudaraku (ses Elda, Adx Fitri, Adx Iin) yang ikut mendorong

keberhasilanku dan semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik untuk

kalian.

Rekan-rekan seperjuangan yang selalu membantu dan memberikan motivasi

kepada penulis terutama semua orang yang telah mengisi hari-hari dan

perjalanan hidupku selama ini

MOTTO

Hiduplah dengan kejujuran dan semangat

Janganlah engkau menyesali kegagalan yang engkau alami

dengan menuduh atau menyalahkan orang lain, tetapi

akuilah dengan sungguh-sungguh bahwa kegagalan itu

perbuatanmu sendiri

(PLATO)

SANWACANA

Bismillahirohmannirohim,

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, hidayah,

serta inayah-Nya. Shalawat teriring salam tercurah kepada Baginda Rosul

Muhammad SAW dan para sahabat serta keluarganya, penulis masih diberi

kesehatan sehingga skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Hidup Keluarga

Terhadap Perilaku Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan

Tersier pada Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung”, dapat

diselesaikan dengan segenap kemampuan dan keterbatasan yang ada.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Sosiologi pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan FISIP Unila.

2. Bapak Drs. A. Efendi, M.M, selaku PD I FISIP Unila.

3. Bapak Dr. Yulianto, Drs. M.Si, selaku PD II FISIP Unila.

4. Bapak Drs. Ikram, M.Si, selaku PD III FISIP Unila.

5. Bapak Drs. Benjamin, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fisip Unila.

6. Bapak Drs. Susetyo, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Fisip Unila.

7. Ibu Dra. Paraswati Darimilyan, selaku dosen pembimbing dalam

penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih banyak atas

perhatian dan do’anya serta masukan-masukan yang telah diberikan.

8. Ibu Dra. Anita Damayanti, M.H, selaku dosen pembahas dalam

penyusunan skripsi ini. Terimaksih atas masukan-masukan yang telah

diberikan.

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FISIP Unila, terimaksih atas ilmu dan

bimbingan yang telah diberikan selama menjalani masa perkuliahan.

10. Seluruh Staf dan Karyawan FISIP Unila terimakasih atas bantuan dan

kerjasamanya.

11. Ibu Dian yang telah banyak membantu dan memberikan arahan serta

memberikan bimbingan kepada penulis saat melaksanakan

penelitian di SMP Al-Kautsar sampai penyelesaian Skripsi ini.

12. Bapak/lbu Staf Pegawai SMP Al-Kautsar yang telah memberikan

banyak bimbingan dan masukan bagi penulis.

13. Keluargaku tercinta, Bapak dan Mak terima kasih atas do’a dan

pengorbanan yang tidak tergantikan, ses Elda, adx Fitri, adx Iin

(terimakasih atas do’a, motivasi, dan dukungan yang diberikan).

14. Siti (Nenek) yang selalu memberikan ringgom/otoh nasehat.

15. Seluruh Saudara-saudara beserta Keluarga Besar di Blambangan Umpu,

Way Kanan, terimakasih atas do’a, motivasi, dan dukungan yang

diberikan.

16. Teteh Lia S.Si, Ristiana Amd, Bri, Duka Arif, Eva, Yuk Nila, dan sepupu

lainnya yang tidak bisa disebutkan, terimakasih atas motivasi dan

semangatnya yang telah diberikan demi kelancaran skripsi ini.

17. Buntut Rahman N Ka’ joni, makcih atas motivasi dan dukungannya dalam

kelancaran skripsi ini.

18. Aang Jafar terimakasih banyak atas do’a dan motivasinya yang telah

membantu Adx untuk menyelesaikan Skripsi ini.

19. Ka’ Andi makch ya ats motivasi n dukungannya, mga langgeng dengan

ncu mpe jenjang pernikahan. Amiiin...

20. Ncu Yuni (makacih ya uncu atas semua bantuannya dan kebersamaannya

selama ini, otoh juga gx bakalan lupa ma uncu), otoh pasti kangen dengan

ketawanya ncu ma kecerewetannya....

21. Teman-teman yang terlibat dalam proses seminar I dan II, Hasanah Eka

Lestari (Pembahas Mahasiswa I Seminar I), Septin Fatma Wardini

(Pembahas Mahasiswa II Seminar I), Yunida (Moderator seminar I), F.

Crismanto (Pembahas Mahasiswa I Seminar II), Yunida (Pembahas

Mahasiswa II Seminar II), Heni Puspita Sari (Moderator seminar II).

22. Teman-teman PKL, Kanda Rahman, Mesi, Atu Echi, Uncu Yunida ......

makcih atas kebersamaannya selama PKL.....

23. Teman-teman with Love From Kota Agung, a’Dodi, Kanda Rahman, Udo

Daniel, Kak Meki, Novri, Atu Echi dan Uncu Yuni, kapan kita bisa jalan”

bersama lagi n kmpul” lg...???

24. Sos Crew ’06 yang belum disebutin diatas: Agung, Yanti, Nanda, Wasri,

Mamed, Erwin, Rizki, Mondang, Silvi, Veranita, Dessy, Sefrida, Vera

Yolanda, Heni, Nia, Resvina, Hasanah, Daru, Devana, Eriska, Raesha,

Rian, F. Crismanto (ada yang belum keabsen...?).

25. Sos Crew ’07: Juni, Ade, Rihana, Tita cute, Muli lampoeng, Endah aja,

Ana ikhtong, Anike Raden Roro, Indrí, Acep, Eka, Yesi, Yunita,Tiwi,

Vera, Sari, Erine, Anggun, Dita, Dewi, Icha, Rosi, Andes, Ari, Winda,

Yunita, Yuni, Ayu.

26. Teman-teman seperjuangan LLSP Cendekia, Fidha Mecha Gumilang,

Tresia Atriana, Yunida, Key, F. Crismanto, Silvi, Pipit, Rihana, Nisa (pem

07) , Nurul, Tina, Ayu, Nisa (sos 08), Cia, nisa (negara 08), linda, irma,

Anita, Hida, (dan lain-lain pokoknya semua teman-teman).

27. Teman-teman seperjuangan saat SMP n SMA. Ami, Aga, n Beni, mkcih

ats dukungan n semgatnya demi kelncran skripsi ini. Dewi Arimbi makcih

ya ats do’anya n semangtnya mga dedew bs cpt menyelesaikan kuliahnya,

semangt bwt dedew, eli kngen jln ber2 lg m dedew.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Hal ini

disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.

Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis

terima dengan tangan terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca. Amin Yarobbal’ Alamin.

Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Bandar Lampung, Februari 2010

Penulis

Eli Riani

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 8

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 8

D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9

A. Tinjauan Tentang Pola Hidup ...................................................... 9

B. Tinjauan Tentang Keluarga ........................................................... 11

C. Status dan Peranan ....................................................................... 13

D. Perilaku Konsumtif ...................................................................... 15

E. Anak ............................................................................................. 18

F. Kebutuhan Skunder dan Tersier ................................................... 19

G. Kerangka Pikir ............................................................................. 22

H. Hipotesis ........................................................................................ 23

III. METODE PENELITIAN ................................................................... 25

A. Tipe Peneletian ............................................................................. 25

B. Definisi Konseptual ....................................................................... 26

C. Definisi Operasional ..................................................................... 26

D. Lokasi Penelitian .......................................................................... 28

E. Populasi, Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ......................... 28

F. Tekhnik Pengumpulan Data .......................................................... 30

G. Teknik Pengolahan data ................................................................ 31

H. Penentuan Skor dan kategori ......................................................... 32

I. Teknik Analisis Data .................................................................... 33

J. Pengujian Hipotesis ...................................................................... 34

K. Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................... 35

IV. GAMBARAN UMUM ...................................................................... 38

A. Sejarah Berdirinya SMP Al-Kautsar ............................................. 38

B. Sarana dan Prasarana..................................................................... 39

C. Kurikulum Plus ............................................................................. 40

D. Metode Pembelajaran .................................................................... 41

E. Prestasi SMP Al-Kautsar .............................................................. 42

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 43

A. Identitas Responden ...................................................................... 43

B. Pola Hidup ..................................................................................... 47

C. Perilaku Konsumtif ....................................................................... 61

D. Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku Konsumtif

Anak ............................................................................................. 68

E. Analisis Tabel Silang Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap

Perilaku Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder

dan Tersier ..................................................................................... 71

F. Analisis Korelasi Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku

Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan

Tersier ........................................................................................... 73

VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 75

A. Kesimpulan .................................................................................. 75

B. Saran ............................................................................................. 77

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung Tahun

Ajaran 2009-2010 .............................................................................. 29

2. Daftar Sampel Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung

Tahun Ajaran 2009-2010 .................................................................. 30

3. Kurikulum BTE ........................................................................................... 41

4. Prestasi SMP Al-Kautsar ............................................................................ 42

5. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 44

6. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur ......................................... 45

7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua .......................... 45

8. Identitas Responden Menurut Jumlah Pendapatan Orang Tua .................... 46

9. Anak Sering Diberi Nasehat oleh Orang Tua Tentang Hidup

Sederhana ......................................................................................... 47

10. Nasehat yang Sering Diperintahkan Orang Tua ......................................... 48

11. Jawaban Responden Membeli Barang yang Tidak Begitu Penting ........... 49

12. Orang Tua Responden Sebelum Membeli Kebutuhan Menyusun

Daftar Dahulu ................................................................................... 50

13. Orang Tua Responden Sering Menggunakan Uang Seefisien

Mungkin .......................................................................................... 50

14. Jumlah Uang Jajan Responden dalam 1 Hari ............................................. 51

15. Cara Responden Membelanjakan Uang Saku Pemberian Orang

Tua ................................................................................................... 52

16. Penggunaan Uang Jajan Oleh Responden .................................................. 53

17. Responden Sering Membeli Barang yang Sebenarnya Sudah

Dimiliki ............................................................................................. 54

18. Responden Sering Menyisihkan Uang Saku Untuk Ditabung ................... 55

19. Kebiasaan Menabung dalam Keluarga Responden .................................... 56

20. Mode Pakaian yang Disenangi Responden ................................................ 56

21. Pertimbangan Responden dalam Berbelanja .............................................. 57

22. Berapa Kali Responden Membeli Pakaian ................................................. 58

23. Beli Kebutuhan Responden Sering izin Dengan Orang Tua ..................... 59

24. Keluarga Responden Sering Pergi Ketempat Pusat Perbelanjaan

Saat Hari Libur ................................................................................. 59

25. Tempat Biasanya Keluarga Responden Pergi ke Tempat Pusat

Perbelanjaan ..................................................................................... 60

26. Pergi Makan di Restaurant ........................................................................ 61

27. Responden Sering Membeli Berbagai Aksesoris ...................................... 62

28. Aksesoris Yang Suka Dibeli Responden .................................................. 62

29. Responden Sering Merencanakan Barang yang Akan Dibeli ................... 63

30. Responden Sering Membeli Barang Yang Sudah Dimiliki ...................... 64

31. Responden Sering Membeli Barang Kebutuhan yang Seharusnya

Tidak Mutlak untuk Dipenuhi ................................................................... 65

32. Dilihat Dari Apa Barang yang Dibeli Responden ..................................... 65

33. Berapa Kali Responden Membeli Semua Kebutuhan ............................... 66

34. Sikap Responden Menghadapi Informasi Produk ..................................... 67

35. Pola Hidup Keluarga .................................................................................. 69

36. Tingkat Perilaku Konsumtif Anak ............................................................. 70

37. Tabel Silang Pola Hidup Keluarga dengan Perilaku Konsumtif

Anak ................................................................................................. 71

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang

baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan

bagaimana sesungguhnya hidup yang baik bagi kehidupannya. Pola hidup

merupakan kebiasaan yang terus menerus digunakan oleh manusia untuk

kepentingan sendiri maupun untuk orang lain.

Pola hidup keluarga dapat di lihat dari bagaimana orang tua mendidik anaknya,

penghasilan orang tua, serta pemberian uang jajan perhari dan tingkat pendidikan

orang tua sendiri. Keluarga dalam mencapai hidup yang sejahtera dianjurkan

untuk menerapkan pola hidup yang sederhana. Pola hidup sederhana yaitu pola

hidup yang tidak boros, tidak hidup berfoya-foya serta tidak bergaya hidup

mewah. Peranan keluarga yang menerapkan pola hidup yang sederhana yaitu

menasehati anak supaya bisa berperilaku hemat, cermat dalam membelanjakan

uang pemberian orang tua. Sedangkan pola hidup mewah yaitu berbagai macam

jenis sifat pemborosan yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari,

misalnya hidup berfoya-foya dengan menghabiskan uang pemberian orang tua

dengan berlebihan, pemilikan barang yang mewah diluar batas kewajaran. Pola

hidup mewah merupakan sikap hidup yang bersifat tidak wajar, boros dan tidak

hemat dalam membelanjakan uang. Peranan keluarga yang menerapkan pola

hidup mewah yaitu mengajarkan anak untuk berperilaku tidak hemat, tidak cermat

dalam segala hal terutama dalam hal membelanjakan uang pemberian orang tua.

Pembagian pola hidup ini tidak hanya dapat dijumpai pada keluarga yang

berstatus kalangan menengah ke atas, tetapi bisa juga kita lihat pada keluarga

yang berstatus kalangan bawah. Status keluarga yang menerapkan pola hidup

sederhana dan mewah yaitu bisa di lihat dari tingkat penghasilan, pendidikan dan

jenis pekerjaan.

Status keluarga yang menerapkan pola hidup sederhana dan mewah bisa di lihat

dari tinggi rendahnya penghasilan dan bagaimana keluarga tersebut

membelanjakan penghasilan yang ada sesuai dengan kebutuhan atau tidak. Tinggi

rendahnya penghasilan bisa di lihat dari jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan.

Jenis pekerjaan yaitu sebagai pegawai dan non pegawai. Pekerjaan sebagai

pegawai ada dua macam yaitu pegawai negeri dan pegawai swasta. Pegawai

negeri merupakan pegawai yang mengemban amanah dari pemerintah dan

pegawai swasta merupakan pegawai yang mengemban amanah dari suatu

perusahaan, di mana jenis pekerjaan ini mempunyai penghasilan tetap dan

berpendidikan. Sedangkan jenis pekerjaan non pegawai yaitu jenis pekerjaan

sebagai petani, pedagang, buruh dan lain-lain. Penghasilan yang di dapat dari

pekerjaan tersebut tidak tetap dan tingkat pendidikan cenderung rendah.

Setiap keluarga memiliki kebiasaan yang berlainan dengan keluarga yang lain,

sehingga perkembangan anak pun juga berlaianan. Di dalam hal ini status orang

tua memegang peranan yang penting, kebiasaan sehari-hari yang terdapat dalam

keluarga banyak dipergunakan atau terbawa oleh status sosial orang tua. Status

sosial adalah tempat atau posisi seseorang yang secara umum dalam masyarakat

dengan adanya kewajiban dan hak istimewa yang sepadan.

Keluarga merupakan unit-unit sosial ekonomi yang menjadikan perilaku-perilaku

sosial sebagai agent of change dan peran-peran ekonomi sebagai pelaku ekonomi.

Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, di mana

anak belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan

interaksi dengan kelompoknya. Keluarga adalah satuan sosial yang paling

mendasar dan terpenting dalam masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Anak memiliki arti yang sangat penting bagi setiap keluarga, karena anak

kelanjutan dari identitas keluarga (Nenny Ratmaningsih, 1994:54). Keluarga yang

menghadirkan anak ke dunia ini secara kodrat bertugas mendidik anak dari kecil,

tumbuh, dan berkembang dalam keluarga itu. Orang tua secara tidak sadar telah

menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang diwarisi oleh nenek moyang terdahulu

dan telah memberikan pengaru-pengaruh lain yang diterima dari masyarakat.

Anak menerima pengaruh-pengaruh tersebut dengan gaya peniruannya sendiri

walaupun kadang-kadang anak tidak menyadari benar atau tidak maksud dari

tujuan orang tua.

Anak adalah golongan penduduk yang berusia antara 0-14 tahun, yang merupakan

hasil keturunan dari orang tua di dalam keluarga yang secara potensial perlu

dibina secara terarah. Anak perlu mendapatkan bimbingan dari orang-orang yang

lebih tua dalam lingkungan keluarganya dan membutuhkan orang lain dalam

perkembangannya dan pertumbuhannya. Orang yang pertama yang bertanggung

jawab adalah orang tuanya sendiri, untuk itu kehidupan keluarga bisa

mempengaruhi perilaku seorang anak (Iswanti dan Sayekti:1998:1).

Seiring dengan perkembangan teknologi dan ekonomi dalam kehidupan

masyarakat juga membawa dampak perlahan yang cukup besar pada gaya hidup

konsumsi masyarakat. Sedangkan pola konsumsi tidak hanya memenuhi

kebutuhan sekunder saja, tetapi memenuhi kebutuhan dengan konsumsi yang

tidak sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya. Menurut Launer (dalam

Rahmatullah, 2000) bahwa perilaku konsumsi semacam ini dinamakan Cospicous

Consumtion (konsumsi yang mencolok). Konsumsi yang semacam itu adalah pola

konsumsi yang mewah dan menghamburkan kekayaan, menjadikan cara yang bisa

untuk menunjukkan status atau posisi seseorang dalam masyarakat, sehingga

seringkali membeli sesuatu produk yang kurang dibutuhkan, dengan memiliki

benda-benda tersebut adanya anggapan untuk mendapatkan status karena di nilai

orang lain mempunyai kelebihan yang tidak di miliki orang lain.

Di kalangan anak yang menginjak masa remaja yang memiliki orang tua yang

dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, mall sudah

menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat

mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah

sehingga remaja tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, sehingga

muncullah perilaku yang konsumtif.

Perilaku konsumtif pada anak remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat

usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin

diakui keberadaannya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari

lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain

yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut

yang sedang trend.

Anak usia remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang

bahwa atribut yang superficial itu sama penting substansinya. Apa yang

dikenakan seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting

untuk ditiru dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis

idolanya itu untuk sampai kepopulerannya.

Perilaku konsumtif ini akan terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok

remaja dalam perkembangan mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan

gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung dengan kekuatan

financial yang memadai. Masalah yang lebih besar terjadi apabila pencapaian

tingkat konsumtif itu dilakukan dengan cara yang tidak sehat.

Ajaran untuk mengkonsumsi barang-barang baru atau menikmati hidup dengan

cara memanfaatkan waktu senggang, berfoya-foya, dan sebagainya), mengiring

kaum muda untuk tidak hemat dan menjauh dari pola hidup yang sederhana. Sikap

ini biasanya akan terus tertanam hingga anak dewasa dan nantinya memiliki uang

sendiri. Ini tentu saja dapat menimbulkan masalah sosial yang besar, ketika

jumlah penganut pola hidup konsumtif ini kian meningkat dan menjadi sikap yang

sukar dilepaskan, maka tumbuhlah remaja yang konsumtif.

Kita ketahui bahwa usia remaja berada pada usia peralihan atau transisi. Mereka

tidak lagi merasa menjadi anak-anak, tetapi mereka belum mampu untuk untuk

memegang tanggung jawab seperti orang dewasa. Pada masa transisi ini remaja

menjadi aktif dan agresif untuk mengetahui segala hal. Keadaan tersebut

merupakan adanya pertumbuhan, perkembangan dan pembentukan yang ada pada

jiwa remaja. Kondisi demikian menyebabkan remaja mudah sekali terpengaruh

oleh lingkungan sekitarnya. Remaja selalu tertarik dan cenderung untuk

mengadopsi hal-hal yang baru baik dilingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Kemudian perkembangan fisik yang pesat menyebabkan remaja cenderung untuk

berupaya tampil semenarik mungkin, baik dalam pergaulan terhadap sesama jenis,

lawan jenis, maupun dengan masyarakat luas pada umumnya.

Kehidupan remaja memang erat kaitannya dengan dunia mode dibandingkan

dengan kelompok masyarakat lainnya, remaja merupakan kelompok yang paling

cepat beradaptasi dengan mode. Meskipun mode dapat saja tampak pada semua

aspek kehidupan, tetapi sangat menonjol pada aspek tindak lanjut, antara lain cara

berpakaian dan berdandan.

Perilaku konsumtif remaja dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik

saat ia berada dilingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah. Di

lingkungan keluarga dapat kita lihat pada pola kehidupan dari keluarga itu sendiri,

yaitu bagaimana cara orang tua mendidik dan memberikan contoh yang baik

kepada anak. Sedangkan perilaku konsumtif anak disekolah dapat dilihat dari

uang jajan yang digunakan oleh siswa dilingkungan sekolah.

Remaja yang mempunyai kecenderungan untuk mengikuti trend mudah tersugesti

oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh iklan. Kebanyakan remaja

mengkonsumsi suatu bukan saja karena manfaatnya, melainkan karena memang

produk-produk tersebut menampilkan trend atau tekhnologi baru yang mereka

lihat di media massa. Demikian pula dengan remaja yang ada di Bandar Lampung

terutama remaja di SMP Al-Kautsar, dari hasil observasi dan pengamatan

sementara ini menunjukkan bahwa siswa-siswi SMP Al-Kautsar cenderung

mengikuti mode disamping pelajaran sekolah. Pada umumnya remaja di Bandar

Lampung terutama yang berada di tempat-tempat umum seperti perbelanjaan atau

supermarket terlihat remaja yang berkunjung selalu tampil menarik, hal ini

ditunjukkan melalui “pakaian” maupun “aksesoris” yang dikenakannya. Pada

umumnya mereka datang ketempat tersebut tidak hanya untuk bermain tetapi

datang berbelanja untuk memenuhi kebutuhan mereka. Mereka seperti tidak

tersentuh dengan adanya krisis ekonomi, tetapi para remaja lebih mementingkan

bagaimana caranya agar dapat tampil gaya. Hal ini menunjukkan agar tidak terjadi

krisis identitas dalam diri mereka.

Berdasarkan uraian diatas terdapat kesan bahwa pola kehidupan sudah semakin

konsumtif, dimana mereka cenderung untuk memenuhi kebutuhan yang

sebenarnya kebutuhan tersebut tidak terlalu mendesak untuk dipenuhi ataupun

membeli barang-barang yang sebelumnya dimiliki dan remaja lebih senang untuk

mengoleksi barang-barang yang sifatnya tidak mendesak. Hal ini menimbulkan

suatu keadaan yang dilematis, karena disatu pihak remaja masih menjadi

tanggungan orang tua, tetapi dilain pihak terdapat kecenderungan remaja untuk

senantiasa memenuhi kebutuhan materinya, maka penulis merasa tertarik untuk

mencermati fenomena “Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku

Konsumtif Anak Dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan Tersier Pada Siswa-

siswi Kelas VIII SMP Al-Kautsar Tahun Pelajaran 2009-2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Seberapa besar Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap

Perilaku Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan Tersier

pada Siswa-siswi Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh pola hidup keluarga terhadap perilaku

konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier pada siswa-siswi

kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan sosial

yang khususnya dalam bidang sosiologi dengan berbagai pengaruh yang

ditimbulkan di dalam kehidupan keluarga yang mengarahkan pendidikan pada

anak.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan contoh bagi

orang tua dalam menanamkan pola hidup yang tidak konsumtif kepada anaknya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pola Hidup

Setiap manusia hidup mempunyai cara-cara tersendiri dalam memperoleh

kehidupannya. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup

dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang

memperdulikan bagaimana sesungguhnya hidup yang baik bagi kehidupannya.

Menurut Mubyarto (1989:115) menyatakan bahwa secara harfiah, pola

mempunyai arti acuan yang dibuat berdasarkan kebiasaan dan kepentingan serta

terus menerus dipergunakan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pola

hidup adalah kebiasaan atau cara hidup yang terjadi secara terus menerus dan

berulang-ulang di dalam suatu hidup seseorang. Pola hidup dapat digolongkan

dalam dua hal yaitu:

1. Pola Hidup Sederhana

Menurut Fx. Parsono (2001:23), pola hidup sederhana yaitu pola hidup yang tidak

boros, tidak berfoya-foya, dan tidak bergaya hidup mewah. Manusia menyadari

bahwa dalam hidupnya menginginkan hidup yang sejahtera lahir dan batin.

Kebutuhan manusia tidak terhitung banyaknya dan terbatasnya sumber daya yang

dimiliki oleh setiap orang, terutama penghasilan yang bisa dibelanjakan untuk

memenuhi kebutuhan yang sangat banyak, maka setiap individu haruslah

membiasakan hidup hemat. Hidup hemat merupakan suatu cara mendistribusikan

pendapatan konsumen secara terencana dan terarah. Selain itu dalam

menggunakan penghasilannya harus menggunakan berbagai pertimbangan, antara

lain:

a. Menyesuaikan kebutuhan dengan penghasilan

b. Mengurutkan kebutuhan menurut tingkat intensitas kepentingan

c. Memperhatikan antara kualitas barang yang dibeli dengan harga

d. Tidak memaksakan diri membeli barang di luar kemampuan

e. Tidak boros dalam menggunakan uang

2. Pola Hidup Konsumtif/berlebihan

Penggunaan materi secara berlabihan merupakan pemborosan, misalnya membeli

sesuatu yang kurang bermanfaat, materi digunakan untuk berfoya-foya. Menurut

Lubis (1987:12), yang dimaksud dengan pola hidup konsumtif yaitu suatu

perilaku yang membeli tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional

melainkan karena adanya kemajuan yang sudah mencapai taraf yang tidak

rasional.

Berbagai jenis pemborosan yang dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari

misalnya, pemilikan bangunan rumah mewah dengan luas halaman diluar batas

kewajaran, hidup berfoya-foya dengan mendemontrasikan kekayaan dan

kemewahannya. Perbuatan tersebut mencerminkan perbuatan moral dan asosial

disamping merugikan kepentingan umum, juga merupakan perbuatan yang dapat

menyinggung perasaan dan menyakiti masyarakat Indonesia yang hidupnya masih

sangat prihatin. Selain itu pemborosan yang dilakukan oleh sebagian keluarga

yaitu memaksakan diri membeli sesuatu dengan dengan tidak mengukur kekuatan

atau kemampuan keuangannya dan sering terjadi devisit anggaran keluarga.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disimpulkan pola hidup keluarga yaitu suatu

cara hidup atau kebiasaan yang terjadi secara terus-menerus dalam memenuhi

kebutuhan dan mengatur keuangan keluarga. Cara hidup keluarga bisa bergaya

pola hidup sederhana dan mewah. Pola hidup sederhana yaitu pola hiduop yang

hemat, cermat dalam membelamjakan, sedangkan pola hidup mewah yaitu pola

hidup yang tidak hemat, boros dalam membelanjakan uang.

B. Tinjauan Tentang Keluarga

Keluarga merupakan kehidupan sosial manusia yang paling kecil bila

dibandingkan dengan kehidupan sosial manusia yang lainnya, karena di dalam

lingkungan keluargalah untuk pertama kalinya manusia mengalami kehidupan

sosial.

Walaupun keluarga merupakan unit sosial terkecil, tetapi keluarga memiliki arti

yang sangat penting bagi kehidupan sosial manusia karena di dalam keluargalah

manusia belajar berinteraksi pertama kali. Keluarga merupakan sebuah group

yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita , perhubungan mana sedikit

banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Jadi

keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-

anak yang belum dewasa.

Menurut Nenny Ratmaningsih (1994:54), keluarga merupakan satuan sosial

paling dasar dan terkecil dalam masyarakat, yang dapat terdiri dari ayah, ibu dan

anak (baik yang dilahirkan atau yang diadopsi). Sedangkan menurut Soerjno

Soekanto (1990:13), memberikan pemahaman istilah “keluarga dengan pengertian

batih, yaitu bahwa keluarga terdiri dari suami/bapak, istri/ibu dan anak-anak yang

belum menikah”. Lazimnya dikatakan bahwa, keluarga batih merupakan unit

pergaulan hidup yang terkecil dalam masyarakat. Disamping keluarga batih

terdapat juga unit-unit, pergaulan hidup lainnya, yaitu keluarga luas (extended

family), komunitas dan lain sebagainya.

Menurut Soerjono Soekanto (1990:2), keluarga batih berperan sebagai pelindung

bagi pribadi-pribadi yang menjadi anggota, dimana ketentraman diperoleh dalam

wadah tertentu dan merupakan unit sosial ekonomi yang secara material

memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggotanya, serta menumbuhkan dasar-dasar

bagi kaidah-kaidah bagi pergaulan hidup dan wadah dimana manusia mengalami

proses sosialisasi awal, yaitu suatu proses dimana manusia mempelajari dan

mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Keluarga dalam sosiologi kependudukan dirumuskan sebagai kelompok sosial

yang terdiri atas dua oaring atau lebih yang mempunyai ikatan darah karena

adanya ikatan perkawinan atau adopsi. Batasan tersebut lebih menunjukkan

kepada pengertian sosial yang terdiri dari suami atau isteri dan anak-anaknya.

Namun keluarga biasanya tidak hanya terdiri dari suami isteri dan anak saja, tetapi

juga terdiri dari nenek, paman, bibi, keponakan, dan saudara-saudara lainnya.

C. Status dan Peranan

Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1996:118), status atau kedudukan

adalah suatu perangkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok dalam

hubungannya dengan kelompok lain.

Pengertian status juga dijelaskan Soerjono Soekanto (1990:265), yaitu sebagai

tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan

orang-orang lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi atau tempat

seseorang yang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain,

dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise nya, hak-hak serta kewajibannya.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka seseorang dikatakan mempunyai kedudukan

jika dirinya mendapatkan pengakuan khusus dari masyarakat. Pengakuan khusus

dari masyarakat tersebut merupakan penghargaan atas kelebihan yang dimilikinya

yang tidak dimiliki anggota masyarakat lain. Penghargaan tersebut salah satunya

dapat di ukur dari latar belakang status sosial individu yang bersangkutan.

Kedudukan sosial adalah tempat atau posisi seseorang secara umum dibandingkan

dengan orang lain dengan dalam masyarakat. Menurut PAUL b. Horton dan

Chester L. Hunt (1996:43), status sosial adalah suatu posisi atau kedudukan dalam

masyarakat dengan kewajiban dan hak istimewa yang sepadan. Sedangkan

menurut Soerjono Soekanto (1990:92-94), status sosial diartikan sebagai tempat

seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam

arti lingkungan pergaulannya, prestise serta hak dan kewajibannya.

Menurut Arif Rahman dan Ali Fomen Yuana, Sugeng Subagyo (2002:03),

kedudukan sosial (status sosial) seseorang dalam masyarakat dapat dibedakan

menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Ascribed Status

Yaitu kedudukan sosial dalam masyarakat yang diperoleh tanpa memperhatikan

kemampuan seseorang, tetapi berdasarkan kelahiran atau keturunan. Kedudukan

semacam ini biasanya terdapat pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial

tertutup.

2. Achieved status

Yaitu kedudukan seseorang yang dicapai melalui unsur-unsur yang disengaja,

kedudukan seseorang yang dicapai bukan berdasarkan kelahiran atau keturunan,

tetapi berdasarkan prestasi atau kemampuan seseorang. Kedudukan semacam ini

hanya dimungkinkan pada masyarakat yang memiliki system pelapisan sosial

terbuka.

3. Assigned Status

Yaitu kedudukan yang diberikan dalam Assigned Status, suatu kelompok atau

golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang telah

berjasa memperjuangkan sesuatu untuk masyarakat. Contohnya yaitu gelar

pahlawan diberikan kepada orang yang telah berjuang demi kepentingan Negara.

Kedudukan sosial (status sosial) dan peran sosial merupakan unsur penting dalam

pelapisan sosial. Dalam interaksi sosial tercakup hubungan struktural (hubungan

tingkatan) di dalam masyarakat melalui serangkaian hubungan kedudukan dan

peran masing-masing anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang mempunyai

kedudukan sosial paling atas dengan sendirinya mempunyai peranan sosial yang

besar. Sebaliknya, anggota masyarakat yang mempunyai kedudukan sosial yang

rendah dengan sendirinya mempunyai peranan sosial yang lebih kecil.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa pengertian status

sosial lebih mengarah kepada kedudukan seseorang dalam suatu kelompok yang

sama, di mana kedudukan tersebut menurut nilai dan kualitasnya sehingga terlihat

adanya perbedaan antara kedudukan yang lebih rendah, sedang, dan tinggi.

Dengan kata lain status sosial digambarkan dengan derajat tingkat kedudukan

seseorang dalam masyarakat, yang mempunyai cara dan perbedaan yang jelas

dengan status-status sosial individu yang lain.

D. Perilaku Konsumtif

Perilaku adalah segala tindakan yang disebabkan baik karena dorongan

organismenya serta hasrat-hasrat psikologinya maupun karena pengaruh

masyarakat dan kebudayaannya (Aryono, 1985:327).

Perilaku konsumtif menurut Veblen (dalam Soekanto, 1993). Carspious

consumtion adalah konsumsi yang ditujukan untuk prestise seseorang atau

golongan, sedangkan menurut Piere Bourdieu (dalam Dyah Hapsari,2006) adalah

penggunaan produk secara berlebih-lebihan, pemumaziran dan kemewahan yang

tidak pada tempatnya.

Pada dasarnya perilaku konsumtif adalah segala bentuk perilaku yang didasari

oleh dorongan untuk mengkonsumsikan sesuatu hanya untuk memenuhi keinginan

semata dan bukan merupakan kebutuhan yang penting ataupun mendesak.

Perilaku tersebut dilakukan hanya untuk memperoleh pujian dari lain orang lain,

dan hal tersebut banyak terjadi di daerah-daerah perkotaan.

Kebutuhan hidup masyarakat semakin bervariasi terutama di kota dan akan

terlihat jelas dikalangan remaja, mereka bergaya dan berpenampilan jauh berbeda

dengan remaja di desa. Kemajuan tekhnologi dan industri sangat mempengaruhi

penampilan diri. Hal itu sangat dimanfaatkan dengan baik oleh para pengusaha,

karena bagi para pengusaha remaja merupakan bagian dari pasar yang paling kuat.

Akibat dari itu para orang tua sangat kewalahan dalam menghadapi tuntutan

anaknya. Oleh karena itu peranan orang tua dalam membimbing anak-anaknya

sangat diperlukan meskipun kebutuhan akan sekolah, pakaian dan sebagainya

harus dipenuhi pula, mereka perlu dilatih agar mereka tidak mementingkan

kebutuhan akan penampilan saja tetapi sebaiknya diarahkan kepada hal-hal yang

jauh lebih penting dan berguna baik untuk dirinya maupun orang lain.

Orang tua dalam memberikan pengarahan agar anak-anaknya tidak berperilaku

konsumtif bukanlah hal yang mudah, karena banyaknya pihak yang kurang

mendukung dalam usaha ini, misalnya media massa dalam meniupkan api

konsumtif, bermacam-macam iklan yang menjanjikan, lomba-lomba yang

menitikberatkan pada penampilan dan gaya remaja masa kini. Beberapa hal

tersebut secara tidak langsung mengorbankan semua pihak untuk mengejar hal-hal

yang bersifat materi, yang kemudian mendorong mereka untuk berperilaku

konsumtif. Hal tersebut sering terjadi pada mereka yang berasal dari golongan

sosial ekonomi menengah keatas, karena memerlukan biaya dan sarana yang tidak

sedikit. Oleh karena itu orang tua harus dapat memberikan contoh yang baik agar

anak-anak mereka tidak terbawa arus konsumtif, dengan cara mengetahui

kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya baik kebutuhan yang mendesak.

Menurut Mukadis (1990:9) dalam bukunya “Shopalik” belanja itu nikmat “bahwa

pergesaran pola konsumtif masyarakat atau individu, di ungkapkan sebagai

berikut:

Kini dengan belanja telah bergeser dari sekedar memenuhi kebutuhan hidup

menjadi ajang pemuas kenikmatan. Orang tak perduli lagi akan kegunaan barang

yang dibeli tersebut. Segalanya diborong, segalanya dinikmati, entah karena

gengsi, entah karena nafsu memiliki. Setelah itu hati akan terasa lega.

Kecenderungan semacam ini disebut Shopalic, yang menyeruak dari berbagai

motivasi. Mungkin karena stres atau lemah dalam mengendalikan diri atau karena

tergoda rayuan promosi berhadiah, atau juga karena tak berdaya menghadapi

begitu banyaknya pilihan bahkan masih banyak sederet motivasi. Kecenderungan

tersebut telah mengarah kepada ketidakpedulian akan kemahalan. Hal ini

merupakan fenomena yang tak terbantahkan.

Menurut Teken (dalam Pujiyanto, 1997:25) “menyatakan bahwa konsumsi adalah

proses penggunaan barang-barang dan jasa-jasa ekonomi untuk pemuasan

kebutuhan manusia. Pola konsumsi merupakan cara penggunaan dan pemanfaatan

barang dan jasa”.

Menurut Winardi (1991:163), perilaku membeli dipengaruhi dua faktor utama

yaitu faktor lingkungan dan faktor individual. Faktor lingkungan adalah pengaruh

yang datang dari luar individu yang bersangkutan. Sedangkan faktor individual

adalah pengaruh dari dalam diri individu dalam melaksanakan suatu proses

pembelian.

Berdasarkan definisi di atas tentang perilaku konsumtif yang dikemukakan oleh

para ahli, maka yang dimaksud dengan perilaku konsumtif adalah penggunaan

produk secara berlebihan yang ditunjukkan untuk prestise dan suatu sifat atau

perbuatan yang mengkonsumsi dan membeli barang-barang untuk memenuhi

kebutuhan yang sifatnya sekunder dan tersier secara berlebihan.

E. Anak

Anak adalah manusia yang belum mengerti dan memiliki apa-apa sebagai bekal

dirinya, untuk menghadapi kehidupan yang luas. Anak perlu mendapatkan

bimbingan yang lebih dari orang-orang yang lebih tua dalam lingkungan

keluarganya, karena anak membutuhkan orang lain dalm perkembangan dan

pertumbuhannya. Orang yang pertama bertanggung jawab adalah orang tua anak

itu sendiri. Menurut Undang-undang Republik Indonesia, No. 23 tahun 2002

tentang perlindungan anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut Undang-

undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1974 tentang kesejahteraan anak.

Pengertian anak adalah seseorang yang berusia dibawah 21 tahun dan belum

menikah.

Menurut Iswanti dan Sayekti (1988:1) “anak adalah golongan penduduk yang

berusia antara 0-14 tahun, yang merupakan hasil keturunan dari orang tua atau

melalui adpsi di dalam keluarga yang secara potensial perlu dibina secara

terarah”.

Berdasarkan pengertian di atas definisi anak adalah seseorang yang berusia

dibawah 18 tahun yang perlu mendapat bimbingan dari orang tua dan belum

menikah. Konsep anak yang digunakan dalam penelitian ini anak yang berusia

antara 12-14 tahun. Karena pada usia tersebut seorang anak masih dalam masa

pubertas, yaitu masih dalam masa peralihan dan mudah terpengaruh kepada hal-

hal baru yang dapat berperilaku konsumtif.

F. Kebutuhan Sekunder dan Tersier

Segala sesuatu yang menyangkut kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari

sikap mental manusia sendiri sebagai pelaku, yang menyangkut aspek berbagai

kebutuhan hidup untuk kelangsungan hidupnya. Sejak seseorang individu lahir,

maka dengan sendirinya ia mulai dihadapkan pada keinginan-keinginan atau

kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan itu bertingkat-tingkat sesuai dengan

perkembangan atau dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk

keluarganya maupun untuk dirinya sendiri. Sehingga dalam kehidupannya,

manusia tidak akan pernah lepas dari pertolongan orang lain. Adanya interaksi

tersebut menyebabkan perubahan tingkah laku pada manusia.

Dipandang dari sudut mendesak tidaknya suatu kebutuhan dapat dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan kebutuhan luks atau

kemewahan (tersier).

Menurut Tupono (1981:12), yang dimaksud dengan kebutuhan tersebut yaitu:

1. Kebutuhan Primer

Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan akan makan, pakaian, perumahan. Inilah

kebutuhan yang mau tidak mau harus di penuhi oleh manusia apabila ia ingin

terus hidup. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok manusia yang sering

disebut sebagai kebutuhan utama. Istilah lain kebutuhan ini adalah kebutuhan

alami, karena kebutuhan ini kebutuhan yang diharuskan oleh alam.

2. Kebutuhan Sekunder

Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan tambahan atau kebutuhan akan barang-

barang tambahan, karena kebutuhan ini timbul bersamaan dengan

meningkatnya peradaban dalam kehidupan manusia.

3. Kebutuhan Luks/Tersier (Kemewahan)

Kebutuhan luks atau tersier, yaitu kebutuhan yang hanya dapat dipuaskan

kalau manusia itu tergolong orang kaya. Kebutuhan ini bisa termasuk

didalamnya kebutuhan primer dan sekunder, tetapi dalam jumlah berlebihan.

Dalam Buku Lembar Kerja Siswa (LKS) dimensi ekonomi SMA kelas X, terdapat

macam-macam kebutuhan, yaitu:

1. Kebutuhan menurut intensitas kegunaan, yaitu:

a. kebutuhan mutlak, yaitu kebutuhan yang mau tidak mau harus dipenuhi oleh

setiap manusia dan tidak mungkin akan ditinggalkan. Misalnya makanan,

minuman, pakaian dan udara.

b. Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan pertama atau utama. Misalnya makanan,

minuman, pakaian, kesejahteraan, rumah dan pakaian.

c. Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan yang ada setelah kebutuhan primer

terpenuhi. Misalnya mobil, televise, jam tangan, perhiasan, dan lain-lain.

d. Kebutuhan tersier, yaitu kebutuhan yang timbul setelah kebutuhan primer

dan sekunder terpenuhi. Misalnya rumah mewah, kapal pesiar.

2. Kebutuhan menurut waktunya, yaitu:

a. Kebutuhan sekarang, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang juga dan

tidak dapat ditunda

b. Kebutuhan masa yang akan dating, yaitu kebutuhan yang pemenuhannya

dilakukan dikemudian hari dan dapat ditunda karena tidak mendesak.

3. Kebutuhan menurut sifatnya, yaitu:

a. Kebutuhan jasmani, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani atau

fisik, yaitu menjaga penampilan dan kesehatan.

b. Kebutuhan rohani, yaitu kebutuhan yang bersifat rohani yang berhubungan

dengan kesehatan jiwa.

4. Kebutuhan menurut subyeknya, yaitu:

a. Kebutuhan individual, yaitu kebutuhan yang merupakan kebutuhan

perseorangan atau individu.

b. Kebutuhan kolektif, yaitu kebutuhan bersama dalam suatu masyarakat yang

dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Misalnya jembatan dan rumah

sakit.

Berdasarkan konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa untuk melihat dan

mengetahui suatu sikap yang dapat dikatakan konsumtif atau tidak, ada dua

indikator untuk melihat dan mengetahui sikap yang dapat dikatakan konsumtif,

yaitu:

1. Wujud pemanfaatan uang sisa untuk berperilaku konsumtif adalah berupa

pembelian barang-barang yang tidak mendesak untuk segera dipenuhi dan

cenderung berlebihan.

2. Nilai barang yang dibeli dilihat dari jumlah, harga, frekuensi pembelian dan

merek.

G. Kerangka Pikir

Pola hidup keluarga merupakan cara hidup atau kebiasaan seseorang yang terjadi

secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhan dan mengatur keuangan. Pola

hidup keluarga dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam hal mengkonsumsi

sesuatu barang kebutuhan.

Perilaku konsumtif merupakan suatu sifat atau perbuatan yang mengkonsumsi dan

membeli barang-barang secara berlebihan. Perilaku konsumtif ini bisa kita lihat

dalam pola hidup yang diterapkan keluarga baik itu pola hidup yang sederhana

dan pola hidup yang konsumtif atau berlebihan. Anak akan berperilaku konsumtif

apabila dalam kehidupan keluarga dibiasakan hidup mewah dan anak tidak

konsumtif apabila dalam keluarga dibiasakan hidup sederhana.

Anak merupakan manusia yang belum mengerti dan memiliki apa-apa sebagai

bekal dirinya, untuk menghadapi kehidupan yang luas. Oleh karena itu anak perlu

mendapatkan bimbingan yang lebih dari orang-orang yang lebih tua dalam

lingkungan keluarga agar anak tidak terperosok ke dalam hal-hal yang bersifat

konsumtif.

Pola hidup keluarga yang sederhana mauapun mewah bisa kita lihat dari status

dan peranan seseorang, hal ini di lihat dari status pekerjaan, pendapatan dan

pendidikan. Peranan keluarga yang menerapkan pola hidup sederhana yaitu

memberikan contoh kepada anak untuk bisa beperilaku hemat dalam

membelanjakan uang pemberian orang tua, sedangkan keluarga yang menerapkan

pola hidup mewah anak sering diberi contoh untuk tidak berperilaku hemat.

Berdasarkan uraian di atas, maka bagan kerangka pikir dapat diformulasikan

sebagai berikut:

Keterangan:

Pola hidup keluarga sebagai variabel bebas (X)

Perilaku anak sebagai variabel terikat (Y)

: Menunjukkan adanya hubungan variabel X terhadap Y

H. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Perilaku anak:

1. Konsumtif

2. Tidak konsumtif

Pola hidup keluarga :

Sederhana : 1. Status

2. Peranan

Mewah : 1. Status

2. Peranan

1. Hipotesis alternatif (Ha) : “Ada Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap

Perilaku Konsumtif Anak Dalam Memenuhi

Kebutuhan Sekunder Dan Tersier”

2. Hipotesis nihil (Ho) : ”Tidak Ada Pengaruh Pola Hidup Keluarga

Terhadap Perilaku Konsumtif Anak Dalam

Memenuhi Kebutuhan Sekunder Dan Tersier”

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menjembatani antara

dunia konseptual dengan dunia empirik. Suatu penelitian sosial diharapkan

mengungkap fenomena atau peristiwa sosial tertentu dan pemahaman atau realitas

sosial harus logis, dan dapat diterima akal sehat serta harus sesuai dengan apa

yang akan diamati.

Ilmu pengetahuan termasuk ilmu-ilmu sosial dalamnya harus bersifat logika

empiris. Teori-teori sosial merupakan unsur logika ilmu sosial sedangkan

penelitian sosial adalah unsur empirik (S. Effendi, 1989:16). Menurut Surachmad

(1978:131) penelitian merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai

tujuan dengan menggunakan tekhnik serta alat tertentu. Cara ini dipergunakan

setelah penelitian memperhitungkan kewajaran dari tujuan penelitian.

Pada penelitian tentang pengaruh pola hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif

anak dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier ini dilakukan dengan

menggunakan tipe penelitian deskriptif, dengan menggunakan metode kuantitatif.

Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran/uraian

atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang

diteliti (Ronny Kountur, 2003:105). Pemilihan pendekatan kuantitatif dikarenakan

pada analisa data penetapan pengukurannya menggunakan metode statistik

sebagai alat ukurnya.

B. Definisi Konseptual

Definisi konseptual penelitian:

1. Pola hidup keluarga yaitu suatu cara hidup atau hidup atau kebiasaan yang

terjadi secara terus menerus dalam memenuhi kebutuhan dan mengatur

keuangan keluarga.

2. Keluarga merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, isteri, dan

anak-anak yang belum dewasa.

3. Perilaku konsumtif yaitu suatu sifat atau perbuatan yang mengkonsumsi dan

membeli barang-barang untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya sekunder

maupun tersier yaitu secara berlebihan.

4. Kebutuhan sekunder dan tersier

Kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan akan barang-barang tambahan

sesudah kebutuhan primer terpenuhi, sedangkan kebutuhan tersier merupakan

kebutuhan yang ada sesudah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran dari masing-masing variabel untuk

mengidentifikasikan variabel-variabel tersebut. Penjabaran definisi operasional

dalam penelitian ini adalah:

1. Pola Hidup Keluarga (Variabel X)

Pola hidup keluarga yaitu suatu cara hidup atau kebiasaan yang terjadi secara

terus menerus dalam memenuhi kebutuhan dan mengatur keuangan keluarga.

Adapun indikator-indikator yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. Pola hidup sederhana yaitu

1. Membeli barang sesuai dengan kebutuhan

2. Tidak berlebihan dalam mengkonsumsi barang

3. Tidak bergaya hidup mewah

b. Pola hidup mewah

1. Membeli tidak mengukur kekuatan atau kemampuan keuangan

2. Berfoya-foya dalam memenuhi kebutuhan

2. Perilaku Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan

Tersier (Variabel y)

Adapun indikator-indikator perilaku konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan

sekunder dan tersier dalam penelitian ini adalah:

a. Pembelian yang tidak mendesak untuk segera dipenuhi dan cenderung

berlebihan

b. Nilai barang yang di beli dilihat dari jumlah, harga, frekuensi pembelian, dan

merek barang.

D. Lokasi Penelitian

Dalam mencari data yang diperlukan untuk penelitian ini, yang dipilih adalah

SMP Al-Kautsar Bandar Lampung sebagai lokasi penelitian. Adapun

pertimbangan dalam memilih lokasi tersebut adalah:

1. Pelajar di SMP Al-Kautsar di duga berperilaku konsumtif

2. Adanya keterwakilan terhadap populasi yaitu keterwakilan terhadap pelajar

yang cenderung memiliki kemungkinan perilaku konsumtif, sehingga

memungkinkan untuk diteliti.

3. Pelajar yang sekolah di SMP Al-Kautsar sebagian besar sosial ekonomi orang

tua berada pada kalangan menengah ke atas

4. Sekolah ini berada di daerah yang berdekatan dengan daerah tempat tinggal

peneliti sehingga dapat mempermudah transportasi dan komunikasi dalam

rangka penelitian.

E. Populasi, Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

1. Populasi Penelitian

Menurut Sutrisno Hadi (1993:70), populasi adalah seluruh individu yang paling

sedikit mempunyai karakteristik yang sama. Berdasarkan definisi di atas maka

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas VIII SMP Al-

Kautsar Bandar Lampung yang berada di kota Bandar Lampung tahun ajaran

2009-2010.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti, di ketahui

terdapat 328 siswa-siswi kelas VIII dari 8 kelas. Jumlah laki-laki sebanyak 169

sedangkan perempuan sebanyak 159 siswa. Hal tersebut bisa kita lihat dalam tabel

sebagai berikut:

Tabel 1. Daftar Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung Tahun

Ajaran 2009-2010

No Kelas Jumlah Jumlah

LK P

1 VIII A 24 12 36

2 VIII B 11 25 36

3 VIII C 23 20 43

4 VIII D 22 21 43

5 VIII E 24 19 43

6 VIII F 22 21 43

7 VIII G 22 20 42

8 VIII H 21 21 42

Jumlah 169 159 328

Sumber : TU SMP Al-Kautsar

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Sampel merupakan

sejumlah siswa siswi yang jumlahnya kurang dari jumlah dan harus mempunyai

satu sifat yang sama dari populasi. Pengambilan sampel mengikuti ukuran

Suharsimi Arikunto (1998:121), bila subjeknya kurang dari 100, maka lebih baik

di ambil semua, sehingga penelitian merupakan penelitian populasi dan jika

jumlah subjeknya lebih dari 100, dapat di ambil antara 10-15%, 20-25% atau

lebih.

Berdasarkan ukuran di atas maka penulis menetapkan besarnya sampel dalam

penelitian ini yaitu sebanyak 25%, karena jumlah subyeknya lebih dari 100 yaitu

328 siswa. Dengan demikian maka besarnya sampel dalam penelitian ini adalah

82328100

25 siswa, dengan rincian sampel sebagai berikut:

Tabel 2. Daftar Sampel Siswa Kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung

Tahun Ajaran 2009-2010

No Kelas Jumlah Jumlah

LK P

1 VIII A 4 5 9

2 VIII B 5 4 9

3 VIII C 5 6 11

4 VIII D 5 6 11

5 VIII E 5 6 11

6 VIII F 5 6 11

7 VIII G 5 5 10

8 VIII H 5 5 10

Jumlah 39 43 82

(Sumber: Data primer tahun 2010)

F. Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang lengkap dan akurat serta dipertanggung jawabkan

kebenaran ilmiahnya, penulis mempergunakan teknik pengumpulan data yang

meliputi:

1. Kuesioner

Suatu penelitian mengenai suatu masalah yang dilakukan dengan jalan

mengedarkan suatu pertanyaan berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada

responden untuk mendapatkan jawaban tertulis. Kuesioner ini akan disebarkan

atau diberikan pada siswa siswi kelas VIII SMP Al-Kautsar di Bandar Lampung.

2. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan literatur yang dapat

mendukung dan memberikan informasi bagi pelaksanaan penelitian ini seperti

buku-buku, atau arsip-arsip yang terikat dengan kegiatan penelitian.

3. Observasi

Suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala

psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Metode ini digunakan untuk

mengamati keadaan responden yang tidak secara mudah dapat ditangkap melalui

metode wawancara dan kuesioner. Dari sini dapat diketahui keadaan sebenarnya

dari kegiatan-kegiatan sehari-hari responden.

G. Teknik Pengolahan data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

1. Tahap Editing

Dalam tahap ini data yang di dapat diperiksa kembali apakah kesalahan di dalam

melakukan pengisiannya tidak lengkap atau tidak jelas.

2. Tahap Koding

Tahap pengklasifikasikan jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden

menurut jenis pertanyaan kuesioner dengan memberikan kode tertentu pada setiap

jawaban.

3. Tahap Tabulating

Dalam tahap ini hasil kuesioner dimasukkan ke dalam tabel dan kemudian

diinterpretasikan.

4. Tahap Interpretasi

Tahap ini dari penelitian yang berupa data diinterpretasikan agar lebih mudah

dipahami yang kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

H. Penentuan Skor dan kategori

Aspek-aspek yang dievaluasi dalam kuesioner akan dibuat pertanyaan-pertanyaan

untuk masing-masing variabel X dan Y dengan tiga alternatif jawaban untuk

setiap pertanyaan akan diberikan penilaian atau skor yaitu sebagai berikut:

1. Untuk jawaban yang diharapkan yaitu A diberikan skor 3

2. Untuk jawaban yang diharapkan yaitu B diberikan skor 2

3. Untuk jawaban yang diharapkan yaitu C diberikan skor 1

Selanjutnya untuk mengkategorikan jawaban responden pada setiap variabel

penelitian digunakan rumus interval sebagai berikut:

K

R

Keterangan :

I = Interval

NT = Nilai tertinggi

NR = Nilai terendah

K = Kategori jawaban

(Sutisno Hadi, 1990:112)

I. Teknik Analisis Data

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa statistik

yang diarahkan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel penelitian.

Rumus yang digunakan untuk mengetahui hubungan tersebut adalah rumus

korelasi product moment sebagai berikut:

xyr =

2222

Keterangan :

xyr : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

XY : Hasil perkalian variabel X dan Y

X : Hasil skor variabel X

Y : Hasil skor variabel Y

2 : Hasil perkalian kuadrat skor variabel X

2 : Hasil perkalian kuadrat skor variabel Y

N : Jumlah sampel

Untuk mengetahui keeratan hubungan variabel bebas (X) dengan variabel terikat

(Y) maka hasil perhitungan rumus di atas dibandingkan dengan nilai r yang telah

dibagi, Suharsimi Arikunto (2000) dalam kriteria koefisien korelasi sebagai

berikut:

Besar nilai r Interpretasi korelasi

0,801 sampai dengan 1,000 Korelasi sangat kuat

0,601-0,800 Korelasi kuat

0,401-0,600 Korelasi sedang

0,201-0,400 Korelasi lemah

0,001-0,200 Hampir sangat lemah

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu

memberikan informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa

kriteria yang telah ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan

reliabel. Oleh karena itu agar kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan

gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya diperlukan uji

validitas dan reabilitas dari alat ukur yang digunakan dalam penelitian.

J. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis terlebih dahulu diketahui nilai t hitung (student test).

Adapun rumus statistik t:

21

2

r

nt

r

Keterangan :

t = Nilai uji t

r = Nilai korelasi

n = Besarnya sampel

Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung

dan t tabel pada taraf signifikan 95%, ketentuan yang dipakai dalam perbandingan

ini adalah sebagai berikut:

a. Jika t hitung > t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho di tolak, Ha di terima

berarti ada hubungan atau pengaruh variabel pola hidup keluarga terhadap

perilaku konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier

b. Jika t hitung < t tabel pada taraf signifikan 95% maka Ho di terima, Ha di

tolak, berarti tidak ada hubungan atau pengaruh variabel pola hidup

keluarga terhadap perilaku konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan

sekunder dan tersier.

K. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Menurut Sutrisno Hadi (1990:102) validitas adalah seberapa jauh alat ukur dapat

mengungkap dengan benar gejala atau sebagian gejala yang hendak di ukur,

artinya tes tersebut mengukur apa yang seharusnya di ukur. Suatu alat ukur dapat

dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat ukur tersebut menjalankan

fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut.

Uji validitas instrument penelitian digunakan untuk mengetahui tingkat kesahihan

atau kevalidan kuesioner penelitian. Pengujian validitas dilakukan dengan

menggunakan rumus korelasi product moment. Setelah hasil perhitungan per item

pertanyaan dengan menggunakan rumus korelasi product moment diperoleh (r

hitung) maka angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka

kritik tabel korelasi nilai r (r tabel). Jika nilai hitung korelasi product moment

lebih kecil atau dibawah angka kritik tabel korelasi nilai r maka pertanyaan

tersebut tidak valid. Sebaliknya jika nilai hitung korelasi product moment lebih

besar atau di atas angka kritik tabel korelasi nilai r maka pertanyaan tersebut valid

(Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, 1989:137).

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen

sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan

responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat

dipercaya, yang realibel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Apabila data yang terkumpul memang benar/sesuai dengan kenyataannya, maka

berapa kalipun diambil tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat

keterandalan sesuatu (instrumen). Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat

diandalkan (Suharsimi Arikunto, 1998:154).

Untuk mencari reabilitas keseluruhan item adalah dengan mengoreksi angka

korelasi yang diperoleh dengan memasukkannya dalam rumus Koefisien Alfa

(Croncbach). Instrumen penelitian dikatakan memenuhi syarat jika koefisien

Alfa>r tabel, lalu diinterpretasikan pada tabel interpretasi nilai r.

Rumus Koefisien Alfa (Croncbach) yang digunakan adalah sebagai berikut:

2

2

11

t

i

k

k

Keterangan :

= Nilai reabilitas

k = Jumlah item pertanyaan

2

i = Nilai varians masing-masing item

2

t = Varians total

(Suharsimi Arikunto, 1998:154).

IV. GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Berdirinya SMP Al-Kautsar

Berdasarkan tuntutan umat islam untuk berperan serta mendidik generasi

muda islam yang siap untuk berkiprah dalam pembangunan dunia menuju

pembangunan negara. yang "Baldarun Toibatun Warrobbun Ghofur" suatu

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dan di ridhoi oleh Allah SWT, serta

siap mengisi jiwa dan raganya sesuai dengan ajaran islam. Untuk mewujudkan

tuntutan tersebut di atas, maka kelompok pengajian Al-Aural Lampung

mengeluarkan pernyataan kesepakatan atau mandat dengan nomor

Khusus/Al-Aural/1991 membentuk pengurus Yayasan Al-Kautsar Lampung,

ditetapkan sebagai pelindung Bapak Poedjono Pranyoto Gubernur KDH Tkl

Lampung dan ketua Ibu Sri Mulyati Poedjono.

Berdasarkan mandat tersebut ketua yayasan mengeluarkan surat keputusan nomor

001/l/SK/YPD/1991 pada tanggal 16 januari 1991 tentang

pembentukan Perguruan Al-Kautsar Bandar Lampung, dan berdasarkan

keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan republik Indonesia nomor

1497/112. Bl/U/ 1992 pada, tanggal 27 mei 1992, menyetujui pendirian sekolah

dengan nama. SMP Al-Kautsar Bandar Lampung serta berlaku surat TMT 1 juli

1991 tentang registrasi sekolah.

Tahun pelajaran 1992/1993 penerimaan murid barn berhasil menjaring 40 siswa

yaitu 24 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Mengingat Yayasan Al-Kautsar

Belum memiliki gedung sendiri, maka Yayasan Al-Kautsar bekerjasama dengan

SMPN 2 Tanjung Karang untuk menumpang di SMPN 2 Tanjung

Karang. Tanggal 23 agustus 1992 dilakukan peletakan batu pertama

pembangunan kampus Al-Kautsar yang terletak di jalan Soekarno Hatta

(depan Islamic Centre) oleh Bapak Poedjono Pranyoto Gubernur KDH Tkl

Lampung. Unit gedung yang pertama di bangun adalah gedung SMP, dan mulai

tahun pelajaran 1993/1994 kegiatan belajar mengajar dilakukan digedung ini.

SMP Al-Kautsar didirikan pada tahun 1991. berdasarkan Keputusan Kepala

Kantor Wilayah Depdikbud Provinsi Lampung Nomor 165/12. BU/1994 pada

tanggal 19 desember 1994, status SMP Al-Kautsar "DIAKUI". Di tahun 1996

sesuai dengan nomor 659/112. Bl/U/1996 berubah menjadi status

"DISAMAKAN". Tahun 2000 dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah

Departemen Pendidikan Nasional. nomor 38161/1. 12.A/Kep/2000 akreditasi

tetap "DISAMAKAN" dan mulai desember 2006 status SMP Al-Kautsar

terakreditasi "A'. Saat ini pada usia, yang ke 15 tahun SMP Al-Kautsar telah

menjadi salah satu sekolah swasta yang unggul. di Lampung.

B. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang ada di SMP Al-Kautsar yaitu sebagai berikut:

1. Gedung 3 lantai dengan 24 lokal kelas

2. Ruang Audio Visual

3. Laboratoriurn BTE

4. Laboratorium IPA

5. Perpustakaan

6. Studio musik

7. Laboratorium. komputer

8. Laboratorium bahasa

9. Internet dengan fasilitas hot spot

10. Lapangan olahraga

11. Poliklinik

12. Ruang 13 Kelas, UKS, Kantin, dan lain-lain

C. Kurikulum Plus

Kurikulum plus yang ada di SMP Al-Kautsar terdiri dari berbagai macam program

yaitu sebagai berikut:

1. Program BTE (Basic Technology Education).

BTE merupakan bentuk ker asama antara, pemerintah Indonesia

(Direktur Sekolah Swasta) dengan National Institute For Curriculum

Development the Nether-lands, sebagai proyek perintisan. Tahun 1997

pemerintah Indonesia menunjuk empat sekolah swasta, seluruh Indonesia,

salah satunya SMP AlKautsar. Untuk lebih jelas lihat tabel 2.

Tabel 3. Kurikulum BTE

Sumber: TU SMP AL-Kautsar

2. Kegiatan keagamaan yaitu ROHIS, MTQ, Da'i kecil, kaligrafi dan nasyid

3. Kegiatan olahraga yaitu karate, sepak bola, basket, bulu tangkis, voli, kricket,

dan lain-lain

4. Kegiatan seni yaitu seni musik, seni tari, seni suara dan kerajinan tangan

5. Drumband, PMR, pramuka, dan KIR, wirausaha

6. Wisata ilmiah

7. Kegiatan sabtu ceria

8. English Club, Sains Club

D. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran yang diterapkan di SMP Al-Kautsar yaitu sebagai berikut:

1. Melalui modul yang dibuat oleh tim. MGMPS

2. Melalui multimedia yaitu VCD, DVD, OHP, LCD, TV, Komputer dan lain-lain

3. Penerapan secara langsung melalui bimbingan

4. Outdoor study.

Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9

Sketsa teknik

Dasar-dasar teknik

Pengenalan kayu

Pengenalan, logam

Prinsip-prinsip teknik

Transportasi dan pengenalan

lingkungan

Konstruksi

Kelistrikan

Teknologi control

Wiraswasta dan profesi

E. Prestasi SMP Al-Kautsar

Tabel 4. prestasi SMP Al-Kautsar

No Prestasi Peringkat Tingkat

I Tri lomba PMR IV Juara III putra Provinsi

2 Temu Galang Se

Lampung

Juara I putri jelajah jalan

Rimba

Provinsi

3 Futsal Cup Juara II Kecamatan

4 Pidato, bahasa lampung Juara I Kota

5 Al-Kautsar Student

Invitation 3

Juara II Provinsi

6 Basket antar SMP Juara. harapan I Kota

7 Hafalan juz amma Juara I Kecamatan

8 Menggambar benda Juara. II Kota

9 PMR tingkat kota

dan Madya

• Juara. umum

• Juara. I pelayanan

kesehatan

• Juara I PP putra

• Juara I lukis poster

• Juara II tandu daturat

Nasional

10 Kompetisi kompetensi mata

Pelajaran

Juara I Beregu Bahasa

Indonesia

Juara I perorangan

matematika

Juara IV Bahasa

Inggris

Kota

11 Cyber School lomba.

pembuatan blog

Juara. III

Provinsi

12 Tahun Sanitasi

Internasional

Juara I lomba karya tulis Nasional

Sumber: TU SMP Al-Kautsar

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebelum membahas lebih lanjut Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap

Perilaku Anak Dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan Tersier dengan

mengetahui jawaban-jawaban responden dari Siswa Kelas VIII di SMP Al-

Kautsar Bandar Lampung yang menjadi lokasi penelitian, terlebih dahulu akan

dideskripsikan identitas responden yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu

sebanyak 82 responden.

A. Identitas Responden

Responden dalam penelitian ini yaitu responden yang ada di kelas VIII SMP Al-

Kautsar. Kelompok responden ini disesuaikan dengan konteks variabel penelitian,

di mana data mengenai pengaruh pola hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif

anak dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.

1. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Anak sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 82 orang, selanjutnya

akan dideskripsikan identitas responden kelompok anak menurut jenis kelmin,

kelompok umur, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua.

a. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

Untuk mengetahui identitas responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-Laki 48 58,54

Perempuan 34 41,46

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dar 82 responden sebanyak 48

orang atau 58,54% responden berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 34 orang

atau 41,46% berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian maka sebagian

responden berjenis kelamin laki-laki , hal ini disebabkan penerimaan siswa kelas

VIII SMP Al-Kautsar pada umumnya banyak laki-laki daripada perempuan, selain

itu perilaku konsumtif anak yang terjadi dilokasi penelitian pada umumnya

banyak dilakukan oleh siswa laki-laki karena siswa laki-laki cenderung

menunjukkan agresivitasnya dibandingkan siswa perempuan disamping tidak

menutupi kemungkinan perilaku konsumtif dilakukan oleh siswa perempuan.

2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

Untuk mengetahui identitas responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 6. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur

Usia Frekuensi Persentase

12 4 4,90

13 18 70,70

14 10 24,40

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden sebanyak 4

orang atau 4,9% responden berumur 12 tahun, sebanyak 18 orang atau 70,7%

responden berumur 13 tahun dan sebanyak 10 orang atau 24,4% responden

berumur 14 tahun. Dengan demikian maka sebagian besar responden berumur 13

tahun karena pada umur 13 tahun para anak masuk pada masa transisional yaitu

masuk pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dimana pada

masa ini gejolak jiwa dan perkembangan kepribadian anak yang cukup pesat

dalam mencari identitas diri sehingga rentan terhadap pengaruh dari luar.

3. Identitas Responden Menurut Pekerjaan Orang Tua

Untuk mengetahui identitas responden menurut pekerjaan orang tua dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua

Pekerjaan Frekuensi Persentase

Pegawai Negeri 41 50,00

Pegawai Swasta 39 47,50

Petani 2 2,50

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden sebanyak 41

orang atau 50% responden menyatakan bahwa pekerjaan orang tua responden

adalah pegawai negeri (PNS), sebanyak 39 orang atau 47,5% responden

menyatakan pekerjaan orang tua responden adalah pegawai swasta dan sebanyak

2 orang atau 2,5% responden menyatakan pekerjaan orang tua responden adalah

petani. Dengan demikian maka sebagian besar pekerjaan responden adalah

pegawai negeri.

4. Identitas Jumlah Pendapatan Orang Tua Responden

Untuk mengetahui identitas responden menurut jumlah pendapatan orang tua

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Identitas Responden Menurut Jumlah Pendapatan Orang Tua

Jumlah Pendapatan Frekuensi Persentase

Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 34 41,47

Rp 3.000.000-Rp 4.000.000 22 26,83

Rp 5.000.000-Rp 6.000.000 18 21,95

7.000.000 8 9,75

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 34 orang

atau 41.47% responden pendapatan orang tua responden sebesar Rp 1.000.000-

2.000.000, sebanyak 22 orang atau 26,83% responden pendapatan orang tua

responden sebesar Rp 3.000.000-4.000.000, sebanyak 18 orang atau 21,95%

responden pendapatan orang tua responden sebesar Rp 5.000.000-Rp 6.000.000

dan sebanyak 8 orang atau 9,75% responden menyatakan pendapatan orang tua

responden diatas 7.000.000. Dengan demikian maka sebagian besar pendapatan

orang tua responden sebesar Rp 1.000.000-Rp 2.000.000, hal ini bisa dilihat

bahwa setengah dari responden di SMP Al-Kautsar menunjukkan bahwa

pendapatan orang tua mereka mencukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup

keluarga

B. Pola Hidup

Pola hidup keluarga merupakan cara bagaimana menjalani hidup dengan cara

yang baik dan wajar, dimana pola hidup merupakan kebiasaan yang terus menerus

digunakan manusia untuk kepentingan sendiri maupun orang lain. Tingkat pola

hidup keluarga dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Anak Sering Diberi Nasehat Oleh Orang Tua Tentang Hidup Sederhana

Untuk mengetahui apakah anak sering diberi nasehat oleh orang tua, dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 9. Anak Sering Diberi Nasehat oleh Orang Tua Tentang Hidup

Sederhana

Anak sering diberi nasehat

tentang hidup sederhana

Frekuensi Persentase

Sering 67 81,70

Kadang-kadang 15 18,30

Jumlah 82 100,00

(Sumber : Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, Sebanyak 67

orang atau 81,7% responden menyatakan sering diberi nasehat oleh orang tua

tentang pola hidup sederhana, sebanyak 15 orang atau 18,3% responden

menyatakan kadang-kadang diberi nasehat oleh orang tua tentang hidup sederhana

dan tidak ada responden yang menyatakan tidak pernah diberi nasehat oleh orang

tua responden dan tidak ada responden yang menyatakan tidak pernah diberi

nasehat oleh orang tua tentang hidup sederhana. Dengan demikian maka sebagian

besar responden menyatakan bahwa siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar sering

diberi nasehat oleh orang tua mereka tentang hidup sederhana.

2. Nasehat yang Sering Diperintahkan Orang Tua

Untuk mengetahui nasehat apa yang sering diperintahkan orang tua, dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 10. Nasehat yang Sering Diperintahkan Orang Tua

Nasehat yang sering

diperintahkan

Frekuensi Persentase

Hati-hati menggunakan uang 23 28,10

Jangan boros 47 57,30

Belajar menabung 12 15,60

Jumlah 82 100,00

(Sumber : Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 23

orang atau 28,1% responden menyatakan nasehat yang diperintahkan oleh orang

tua adalah hati-hati menggunakan uang, sebanyak 47 orang atau 57,3% responden

menyatakan nasehat yang sering diperintahkan oleh orang tua adalah jangan boros

dan sebanyak 12 orang atau 15,6% responden menyatakan nasehat yang

diperintahkan orang tua adalah belajar menabung. Dengan demikian maka

sebagian besar responden menyatakan sering diberi nasehat oleh orang tua untuk

tidak boros dalam membelanjakan uang pemberian orang tua.

Hal ini menunjukkan bahwa orang tua responden telah menunjukkan sikap yang

baik kepada anak dan telah mengajarkan anak untuk tidak berlebihan dalam

menggunakan uang.

3. Orang Tua Responden Sering Membeli Barang yang Tidak Begitu

Penting

Untuk mengetahui apakah orang tua responden sering membeli barang yang tidak

begitu penting, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Jawaban Responden Membeli Barang yang Tidak Begitu Penting

Membeli barang yang tidak

begitu penting

Frekuensi Persentase

Sering 12 14,60

Kadang-kadang 43 52,40

Tidak pernah 27 33,00

Jumlah 82 100,00

(Sumber : Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 12

orang atau 14,6% responden menyatakan orang tua sering membeli barang yang

tidak begitu penting seperti membeli barang yang sudah dimiliki untuk dikoleksi

dan membeli barang yang tidak sesuai dengan kebutuhan, sebanyak 43 orang atau

52,4% responden yang menyatakan bahwa orang tua kadang-kadang membeli

barang yang tidak begitu penting dan sebanyak 27 orang atau 33% responden

menyatakan bahwa orang tua responden tidak pernah membeli barang yang tidak

begitu penting. Dengan demikian, maka sebagian besar orang tua responden

jarang atau kadang-kadang membeli barang yang tidak begitu penting.

4. Orang Tua Responden Sebelum Membeli Kebutuhan Menyusun Daftar

Dahulu

Untuk mengetahui apakah orang tua responden sebelum membeli kebutuhan

sering menyusun daftar terlebih dahulu, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Orang Tua Responden Sebelum Membeli Kebutuhan Menyusun

Daftar Dahulu

Menyusun daftar

kebutuhan

Frekuensi Persentase

Sering 35 42,70

Kadang-kadang 27 32,90

Tidak pernah 20 24,40

jumlah 82 100,00

(umber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 35

orang atau 42,7% responden menyatakan orang tua responden sering menyusun

daftar terlebih dahulu sebelum membeli suatu kebutuhan, sebanyak 27 orang atau

32,9% responden menyatakan orang tua responden kadang-kadang menyusun

daftar terlebih dahulu sebelum membeli suatu kebutuhan dan sebanyak 20 orang

atau 24,4% responden menyatakan orang tua responden tidak pernah menyusun

daftar terlebih dahulu sebelum membeli suatu kebutuhan. Dengan demikian maka

sebagian besar orang tua responden sering menyusun daftar terlebih dahulu

sebelum membeli suatu kebutuhan. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua

responden bisa mengatur keuangan.

5. Orang Tua Responden Sering Menggunakan Uang Seefisien Mugkin

Untuk mengetahui apakah orang tua responden sering menggunakan uang

seefisien mugkin, dapat dilihat pada tebel berikut:

Tabel 13. Orang Tua Responden Sering Menggunakan Uang Seefisien

Mungkin

Menggunakan uang

seefisien mungkin

Frekuensi Persentase

Sering 41 50,00

Kadang-kadang 39 47,50

Tidak pernah 2 2,50

Jumlah 82 100,00

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 41

orang atau 50% responden menyatakan orang tua sering menggunakan uang

seefisien mugkin untuk membeli suatu kebutuhan, terutama uang digunakan untuk

membeli kebutuhan yang benar-benar mendesak untuk dipenuhi, sebanyak

39orang atau 47,5% responden menyatakan bahwa orang tua responden kadang-

kadang menggunakan uang seefisien mungkin dan sebanyak 2 orang atau 2,5%

menyatakan bahwa orang tua responden tidak pernah menggunakan uang seefisien

mugkin. Dengan demikian maka sebagian besar reponden menyatakan bahwa

orang tua sering menggunakan uang seefisien mungkin.

6. Jumlah Uang Jajan Responden dalam Satu Hari

Untuk mengetahui jumlah uang jajan responden dalam satu hari, dapat dilihat

pada tabel berikut:

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Tabel 14. Jumlah Uang Jajan Responden dalam 1 Hari

Uang jajan dalam 1 hari Frekuensi Persentase

Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 47 57,30

Rp 15.000,00-Rp 20.000,00 27 32,90

Rp 30.000,00-Rp 40.000,00 8 9,80

Jumlah 82 100,00

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 47

orang atau 57,3% responden menyatakan bahwa uang jajan responden dalam 1

hari adalah Rp 5.000,00-Rp 10.000,00, sebanyak 27 orang atau 32,9% responden

menyatakan bahwa uang jajan dalam 1 hari Rp 15.000,00-Rp 20.000,00 dan

sebanyak 8 orang atau 9,8% responden yang menyatakan uang jajan dalam 1 hari

Rp 30.000,00-Rp 40.000,00. Dengan demikian maka sebagian besar responden

menyatakan bahwa uang jajan dalam 1 hari adalah Rp 5.000,00-Rp 10.000,00. hal

ini uang jajan yang digunakan responden tidak hanya untuk jajan tetapi uang jajan

tersebut juga digunakan untuk keperluan yang lain seperti untuk ongkos berangkat

sekolah bagi responden yang tidak diantar jemput oleh orang tua.

7. Cara Responden Membelanjakan Uang Saku Pemberian Orang Tua

Untuk mengetahui cara responden membelanjakan uang saku pemberian orang

tua, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15. Cara Responden Membelanjakan Uang Saku Pemberian Orang

Tua

Cara membelanjakan uang

saku

Frekuensi Persentase

Ditabung 16 19,50

Disisakan 50 61,00

Dihabiskan 16 19,50

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 16

orang atau 19,5% responden menyatakan bahwa uang saku yang diberi orang tua

tidak langsung dihabiskan namun disisakan untuk ditabung, sebanyak 50 orang

atau 61% responden menyatakan bahwa uang saku yang diberi orang tua

disisakan untuk keperluan esok harinya dan sebanyak 16 orang atau 19,5%

responden menyatakan bahwa uang saku yang diberikan orang tua tidak disisakan

tetapi dihabiskan. Dengan demikian maka sebagaian besar responden menyatakan

bahwa uang saku yang diberi orang tua tidak langsung dihabiskan dalam sehari

tetapi disisakan untuk keperluan lain, namun sebagian responden seimbang dalam

menyatakan bahwa uang saku yang diberi orang tua ditabung dan dihabiskan.

Responden yang menyatakan uang saku ditabung alasan nya karena uang tersebut

dikumpulkan untuk keperluan membeli suatu yang diinginkan dan responden

yang menyatakan bahwa uang saku yang diberi orang tua langsung dihabiskan

karena responden lebih suka menghabiskan nya daripada disisa sebab siswa tidak

bisa menyisakan uang jajan dan uang saku psti habis untuk membeli suatu yang

diinginkan saat itu juga.

8. Penggunaan Uang Jajan Oleh Responden

Untuk mengetahui digunakan untuk apa saja uang jajan responden, dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 16. Penggunaan Uang Jajan Oleh Responden

Penggunaan uang jajan Frekuensi Persentase

Beli makanan 68 82,90

Beli aksesoris 5 6,10

Beli baju 9 11,00

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel diatas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 68

orang atau 82,9% responden menyatakan bahwa uang jajan pemberian orang tua

responden banyak digunakan untuk membeli makanan, sebanyak 5 orang atau

6,1% responden menyatakan untuk membeli aksesoris dan sebanyak 9 orang atau

11% responden menyatakan untuk membeli baju. Dengan demikian maka

sebagian besar responden menyatakan bahwa uang saku yang diberikan oleh

orang tua banyak digunakan untuk membeli makanan selain itu berdasarkan

survei selain untuk membeli makanan bagi anak laki-laki uang saku pemberian

orang tua juga digunakan untuk membeli rokok dan yang lainnya yang

berhubungan dengan anak laki-laki.

9. Responden Sering Membeli Barang yang Sebenarnya Sudah Dimiliki

Untuk mengetahui apakah responden sering membeli barang yang sebenarnya

sudah dimilik, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 17. Responden Sering Membeli Barang yang Sebenarnya Sudah

Dimiliki

Membeli barang yang

sudah dimiliki

Frekuensi Persentase

Sering 22 26,80

Tidak Pernah 28 34,10

Tidak tahu 32 39,10

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 22

orang atau 26,8% responden menyatakan sering membeli barang yang sebenarnya

sudah dimiliki, biasanya barang yang dibeli untuk menambah koleksi responden

seperti membeli boneka, komik, dan sebagainya, sebanyak 28 orang atau 34,1%

responden menyatakan tidak pernah membeli barang yang sebenarnya sudah

dimiliki dan 32 orang atau 39,1% responden menyatakan tidak tahu barang yang

responden beli sudah dimiliki atau tidak. Dengan demikian maka sebagian besar

responden menyatakan tidak tahu apakah barang yang dibeli sudah dimiliki atau

tidak, hal ini karena responden tidak pernah memperhatikan apa saja yang ada

dirumah dan apa yang sudah dimiliki dan responden hanya membeli tapi tidak

memperhatikan apa yang akan dibeli.

10. Responden Sering Menyisihkan Uang Saku Untuk Ditabung

Untuk mengetahui apakah responden sering menyisihkan uang saku untuk

ditabung, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 18. Responden Sering Menyisihkan Uang Saku Untuk Ditabung

Menyisihkan uang untuk

ditabung

Frekuensi Persentase

Sering 33 40,20

Kadang-kadang 35 42,70

Tidak pernah 14 17,10

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 33

orang atau 40,2% responden menyatakan bahwa responden sering menyisihkan

uang saku untuk ditabung, sebanyak 35 orang atau 42,7% responden menyatakan

kadang-kadang menyisihkan uang saku untuk ditabung dan sebanyak 14 orang

atau 17,1% responden menyatakan tidak pernah menyisihkan uang saku untuk

ditabung. Dengan demikian maka sebagian besar responden menyatakan kadang-

kadang menyisihkan uang saku untuk ditabung. Hal ini membuktikan bahwa

responden telah menerapkan gaya hidup yang tidak mewah dan membuktikan

bahwa orang tua responden telah menerapkan pola hidup yang sederhana, dimana

di dalam keluarga responden sebagian besar kebiasaan mereka adalah menabung.

11. Kebiasaan Menabung dalam Keluarga Responden

Untuk mengetahui apakah dalam keluarga responden sering dibiasakan

menabung, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 19. Kebiasaan Menabung dalam Keluarga Responden

Kebiasaan menabung Frekuensi Persentase

Sering 61 74,40

Kadang-kadang 17 20,70

Tidak pernah 4 4,90

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 61

orang atau 74,39% responden menyatakan bahwa di dalam keluarga sering ada

kebiasaan menabung, sebanyak 17 orang atau 20,7% responden menyatakan

bahwa di dalam keluarga responden kadang-kadang ada kebiasaan menabung dan

sebanyak 4 orang atau 4,9% responden menyatakan tidak pernah dalam

keluarganya ada kebiasaan menabung. Dengan demikian maka sebagian besar

responden menyatakan sering ada kebiasaan menabung didalam keluarga, hal ini

menyatakan bahwa pola hidup yang diterapkan dalam keluarga responden yaitu

pola hidup yang sederhana.

12. Mode Pakaian yang Disenangi Responden

Untuk mengetahui mode pakaian yang disenangi responden, dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 20. Mode Pakaian yang Disenangi Responden

Mode pakaian yang

disenangi

Frekuensi Persentase

Mengikuti mode 55 67,10

Sederhana apa adanya 21 25,60

Tidak mengikuti mode 6 7,30

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel diatas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 55

orang atau 67,1% responden menyatakan bahwa model pakaian yang responden

senangi yaitu model pakaian yang mengikuti mode, sebanyak 21 orang atau

25,6% responden menyatakan bahwa responden menyukai pakaian yang

sederhana apa adanya dan sebanyak 6 atau 7,3% menyatakan tidak mengikuti

mode, karena sekarang ini teknologi sudah sangat maju dan banyak responden

yang terpengaruh dengan model pakaian yang lagi mode.

13. Pertimbangan Responden dalam Berbelanja

Untuk mengetahui apakah yang menjadi pertimbangan responden dalam

berbelanja, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 21. Pertimbangan Responden dalam Berbelanja

Pertimbangan dalam

berbelanja

Frekuensi Persentase

Karena barang tersebut

memang sangat dibutuhkan

53 64,60

Karena pengaruh teman 5 6,10

Karena barang tersebut lagi

trend

24 29,30

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 53

orang atau 64,6% responden menyatakan bahwa pertimbangan responden dalam

berbelanja adalah karena barang tersebut memang sangat dibutuhkan, sebanyak 5

orang atau 6,1% responden menyatakan karena pengaruh teman dan 24 orang atau

29,3% responden menyatakan karena barang tersebut lagi trend. Dengan

demikian maka sebagian besar responden menyatakan bahwa pertimbangan

responden dalam berbelanja karena barang tersebut sangat dibutuhkan seperti

membeli buku pelajaran, pakaian dan barang-barang untuk keperluan sekolah,

serta yang lainnya.

14. Berapa Kali Responden Membeli Pakaian

Untuk mengetahui berapa kali dalam sebulan responden membeli pakaian, dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 22. Berapa Kali Responden Membeli Pakaian

Berapa kali membeli

pakaian

Frekuensi Persentase

1 bulan 1 kali 45 54,90

3 bulan 1 kali 28 34,10

1 bulan 6 kali 9 11,00

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 45

orang atau 54,9% responden menyatakan bahwa responden dalam membeli

pakaian yaitu dalam 1 bulan 1 kali, sebanyak 28 orang atau 34,1% responden

menyatakan dalam 3 bulan 1 kali untuk membeli pakaian dan sebanyak 9 orang

atau 11% responden menyatakan 1 bulan 6 kali. Dengan demikian maka sebagian

besar responden menyatakan bahwa responden dalam membeli pakaian dalam 1

bulan 1 kali.

15. Membeli Kebutuhan Responden Sering izin Dengan Orang Tua

Untuk mengetahui apakah responden sering izin dengan orang tua saat mau

membeli suatu kebutuhan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 23. Beli Kebutuhan Responden Sering izin Dengan Orang Tua

Beli kebutuhan izan

dengan orang tua

Frekuensi Persentase

Sering 44 53,70

Kadang-kadang 28 34,10

Tidak pernah 10 12,20

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 44

orang atau 53,7% responden menyatakan sering meminta izin terlebih dahulu

kepada orang tua sebelum membeli suatu kebutuhan, sebanyak 28 orang atau

34,1% responden menyatakan kadang-kadang meminta izin orang tua untuk

membeli suatu kebutuhan dan sebanyak 10 orang atau 12,2% responden

menyatakan tidak pernah meminta izin kepada orang tua untuk membeli suatu

kebutuhan. Dengan demikian maka sebagian besar reponden menyatakan sering

meminta izin kepada orang tua saat mau membeli suatu kebutuhan.

16. Keluarga Responden Sering Pergi Ketempat Pusat Perbelanjaan Saat

Hari Libur

Untuk mengetahui apakah keluarga responden sering pergi ketempat pusat

perbelanjaan pada saat hari libur, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 24. Keluarga Responden Sering Pergi Ketempat Pusat Perbelanjaan

Saat Hari Libur

Pergi ketempat perbelanjaan

bila hari libur

Frekuensi Persentase

Sering 14 17,00

Kadang-kadang 59 72,00

Tidak pernah 9 11,00

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel diatas maka diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 14

orang atau 17% responden menyatakan sering keluarga pergi ketempat pusat

perbelanjaan pada saat hari libur, sebanyak 59 orang atau 72% responden

menyatakan keluarga kadang-kadang pergi ketempat pusat perbelanjaan yaitu 2

minggu sekali dan 9 orang atau 11% responden menyatakan keluarga tidak pernah

pergi ketempat pusat perbelanjaan bila hari libur. Dengan demikian, sebagian

besar responden menyatakan kadang-kadang peri ketempat pusat perbelanjaan

pada saat libur.

17. Tempat Biasanya Keluarga Responden Pergi Ketempat Pusat

Perbelanjaan.

Untuk mengetahui dimana biasanya keluarga responden pergi ketempat pusat

perbelanjaan, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 25. Tempat Biasanya Keluarga Responden Pergi ke Tempat Pusat

Perbelanjaan

Biasa keluarga pergi ketempat

perbelanjaan

Frekuensi Persentase

Mall 57 69,50

Mini market 15 18,30

Pasar tradisional 10 12,20

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 57 orang

atau 69,5% responden menyatakan biasanya keluarga responden pergi kepusat

perbelanjaan mall, sebanyak 15 orang atau 18,3% responden menyatakan keluarga

biasa pergi kepusat perbelanjaan yaitu mini market dan 10 orang atau 12,2%

responden menyatakan keluarga biasa pergi kepusat perbelanjaan yaitu pasar

tradisional. Dengan demikian, sebagian besar responden menyatakan keluarga

biasa pergi ketempat pusat perbelanjaan yaitu mall.

18. Keluarga Responden Sering Pergi Makan di Restaurant

Untuk mengetahui apakah keluarga responden sering pergi keluar makan

direstaurant, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 26. Pergi Makan di Restaurant

Pergi makan direstaurant Frekuensi Persentase

Sering 16 19,50

Kadang-kadang 58 70,70

Tidak pernah 8 9,80

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 16 orang

atau 19,5% responden menyatakan keluarga sering pergi makan keluar

direstaurant, sebanyak 58 orang atau 70,7% responden menyatakan keluarga

kadang-kadang pergi makan direstaurant yaitu sebulan 3 kali pergi makan

direstaurant dan 8 orang atau 9,8%responden menyatakan keluarga tidak pernah

pergi makan keluar direstaurant. Dengan demikian sebagian besar responden

menyatakan keluarga kadang-kadang pergi keluar untuk makan direstaurant.

C. Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif yaitu segala bentuk perilaku yang didasari oleh dorongan

untuk mengkonsumsikan sesuatu hanya untuk memenuhi keinginan semata dan

bukan merupakan kebutuhan yang penting ataupun mendesak. Tingkat perilaku

konsumtif dalam penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Responden Sering Membeli Berbagai Aksesoris

Untuk mengetahui apakah responden sering membeli berbagai aksesoris, dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 27. Responden Sering Membeli Berbagai Aksesoris

Membeli Berbagai Aksesoris Frekuensi Persentase

Sering 17 20,70

Kadang-kadang 58 70,70

Tidak pernah 7 8,60

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 17 orang

atau 20,7% responden menyatakan sering membeli berbagai aksesoris, sebanyak

58 orang atau 70,7% responden menyatakan kadang-kadang membeli berbagai

aksesoris yaitu seminggu dua kali dan 7 orang atau 8,6% responden menyatakan

tidak pernah membeli berbagai aksesoris. Dengan demikian sebagian besar

responden menyatakan kadang-kadang membeli berbagai aksesoris.

2. Aksesoris Yang Suka Dibeli Responden

Untuk mengetahui aksesoris yang suka dibeli responden, dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 28. Aksesoris Yang Suka Dibeli Responden

Aksesoris Yang Suka Dibeli Frekuensi Persentase

Tas 41 50,00

Arloji 16 19,50

Gelang 25 30,50

Jumlah 82 100,00

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 41 orang

atau 50% responden menyatakan suka membeli berbagai aksesoris yaitu berupa

tas, sebanyak 16 orang atau 19,5% responden menyatakan suka membeli

berbagai aksesoris yaitu berupa arloji dan 25 orang atau 30,5% responden

menyatakan suka membeli berbagai aksesoris yaitu berupa gelang. Dengan

demikian sebagian besar responden menyatakan suka membeli berbagai aksesoris

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

berupa tas. Hal ini karena tas merupakan salah satu kebutuhan yang digunakan

untuk keperluan sekolah.

3. Responden Sering Merencanakan Barang yang Akan Dibeli

Untuk mengetahui apakah responden sering merencanakan apa yang akan dibeli,

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 29. Responden Sering Merencanakan Barang yang Akan Dibeli

Merencanakan Barang Yang

Akan Dibeli

Frekuensi Persentase

Sering 30 36,60

Kadang-kadang 37 45,20

Tidak Pernah 15 18,20

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 30 orang

atau 36,6% responden menyatakan sering merencanakan barang yang akan dibeli,

sebanyak 37 orang atau 45,2% responden menyatakan kadang-kadang

merencanakan barang yang akan dibeli dan 15 orang atau 18,2% responden

menyatakan tidak pernah merencanakan barang yang akan dibeli. Dengan

demikian sebagian besar responden menyatakan kadang-kadang merencanakan

barang yang akan mau dibeli yaitu selama sebulan sekali.

4. Responden Sering Membeli Barang yang Sudah Dimiliki

Untuk mengetahui apakah responden sering membeli barang yang sudah dimiliki,

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 30. Responden Sering Membeli Barang Yang Sudah Dimiliki

Membeli Barang Yang Sudah

Dimiliki

Frekuensi Persentase

Sering 45 54,90

Kadang-kadang 19 23,20

Tidak Pernah 18 21,90

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 45 orang

atau 54,9% responden menyatakan sering membeli barang yang sudah dimiliki,

sebanyak 19 orang atau 23,2% responden menyatakan kadang-kadang membeli

barang yang sudah dimiliki yaitu membeli dua kali dalam satu bulan dan 18 orang

atau 21,9% responden menyatakan tidak pernah membeli barang yang sudah

dimiliki. Dengan demikian sebagian besar responden menyatakan Sering membeli

barang yang sudah dimiliki.

5. Responden Sering Membeli Barang Kebutuhan yang Seharusnya Tidak

Mutlak untuk Dipenuhi

Untuk mengetahui apakah responden sering membeli barang kebutuhan yang

seharusnya tidak mutlak untuk dipenuhi, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 31. Responden Sering Membeli Barang Kebutuhan yang Seharusnya

Tidak Mutlak untuk Dipenuhi

Membeli Barang Kebutuhan

Yang Tidak Mutlak Untuk

Dipenuhi

Frekuensi Persentase

Sering 30 36,50

Kadang-kadang 40 48,70

Tidak Pernah 12 14,60

Jumlah 82 100,00

Berdasarkan tabel di atas maka diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 30 orang

atau 36,5% responden menyatakan sering membeli barang kebutuhan yang

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

seharusnya tidak mutlak untuk dipenuhi, sebanyak 40 orang atau 48,7%

responden menyatakan kadang-kadang membeli barang kebutuhan yang

seharusnya tidak mutlak untuk dipenuhi yaitu membeli selama dua kali dalam satu

bulan dan 12 orang atau 14,6% responden menyatakan tidak pernah membeli

barang kebutuhan yang tidak mutlak untuk dipenuhi. Dengan demikian sebagian

besar responden menyatakan Kadang-kadang membeli barang kebutuhan yang

seharusnya tidak mutlak untuk dipenuhi.

4. Dilihat Dari Apa Barang yang Dibeli Responden

Untuk mengetahui dilihat dari apa barang yang dibeli responden, dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 32. Dilihat Dari Apa Barang yang Dibeli Responden

Melihat Barang Yang Dibeli Frekuensi Persentase

Merek 2 2,50

Trend 27 32,90

Harga 53 64,60

Jumlah 82 100,00

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 2 orang atau

2,5% responden melihat barang yang akan dibeli berdasarkan merek, 27 orang

atau 32,9% responden melihat barang yang akan dibeli berdasarkan trend dan 53

orang atau 64,6% responden melihat barang yang akan dibeli berdasarkan dari

harga. Dengan demikian sebagian besar responden membeli barang dilihat

berdasarkan Harga.

5. Berapa Kali Responden Membeli Semua Kebutuhan

Untuk mengetahui berapa kali responden membeli semua kebutuhan, dapat dilihat

pada tabel berikut:

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Tabel 33. Berapa Kali Responden Membeli Semua Kebutuhan

Berapa Kali Membeli Semua

Kebutuhan

Frekuensi Persentase

Satu sampai dua kali 1 minggu 5 6,10

Tiga sampai empat kali 1 minggu 28 34,20

Lebih dari lima kali 1 minggu 49 59,70

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 5 orang atau

6,1% responden menyatakan responden membeli semua kebutuhan yaitu satu

sampai dua kali dalam 1 minggu, sebanyak 28 orang atau 34,2% responden

menyatakan responden membeli semua kebutuhan yaitu tiga sampai empat kali

dalam 1 minggu dan sebanyak 49 orang atau 59,7% reponden menyatakan

responden membeli semua kebutuhan yaitu lebih dari lima kali dalam 1 minggu.

Dengan demikian sebagian besar responden menyatakan responden membeli

semua kebutuhan Lebih dari lima kali 1 minggu.

6. Sikap Responden Menghadapi Informasi Produk

Untuk mengetahui sikap responden dalam menghadapi informasi produk yang

menarik di iklan maupun di televisi, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 34. Sikap Responden Menghadapi Informasi Produk

Sikap Responden Dalam

Menghadapi Informasi Produk

Frekuensi Persentase

Berusaha membeli dengan usaha

apapun

11 13,50

Membeli barang tersebut sesuai

dengan kebutuhan

45 54,80

Mencari informasi lebih lengkap

mengenai produk tersebut

26 31,70

Jumlah 82 100,00

(Sumber: Data Primer tahun 2010)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 82 responden, sebanyak 11 orang atau

13,5% responden menyatakan bahwa sikap responden dalam menghadapi

informasi produk yang menarik di iklan maupun di televisi yaitu berusaha

membeli dengan usaha apapun, sebanyak 45 orang atau 54,8% responden

menyatakan bahwa sikap dalam melihat produk yang menarik di iklan maupun

televisi yaitu membeli barang tersebut apabila responden membutuhkan produk

tersebut dan sebanyak 26 orang atau 31,7% responden menyatakan sikap

responden yaitu mencari informasi lebih lengkap mengenai produk tersebut.

Dengan demikian sebagian besar responden menyatakan sikap dalam menghadapi

produk yaitu membeli barang tersebut sesuai dengan kebutuhan.

D. Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku Konsumtif Anak

Pengaruh pola hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak kelas VIII SMP

Al-Kautsar Bandar Lampung digunakan rumus interval.

a. Pola Hidup Keluarga

Pola hidup keluarga dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam dua kategori

yaitu pola hidup keluarga sederhana dan pola hidup keluarga mewah. Perhitungan

nilai-nilai intervalnya yaitu nilai tertinggi di dapat dengan mengalikan banyaknya

soal kuesioner variabel pola hidup keluarga (18 soal) dengan skor tertinggi yaitu 3

(dengan asumsi semua responden menjawab A). Nilai terendah di dapat dengan

mengalikan banyaknya soal kuesioner dengan skor terendah yaitu 1 (dengan

asumsi semua responden menjawab C).

Perhitungannya adalah :

I = K

NRNT =

2

)181()183(

= 2

1854 =

2

36

= 18

Sehingga kategorisasi pola hidup keluarga adalah sebagai berikut :

37-55 Masuk dalam kategori pola hidup keluarga sederhana

18-36 Masuk dalam kategori pola hidup keluarga mewah

Selanjutnya kategori pola hidup keluarga (lihat lampiran 2) disajikan dalam tabel

sebagai berikut :

Tabel 35. Pola Hidup Keluarga

Kategori Rentang Interval Frekuensi Persentase

Sederhana 37-55 71 86,5

Mewah 18-36 11 13,5

Jumlah 82 100,00

(Sumber: data primer diolah dari hasil penelitian,2010)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 71 (86,5%)

responden pola hidup keluarga yang diterapkan adalah pola hidup yang sederhana

dan sebanyak 11 (13,5%) responden pola hidup keluarga yang diterapkan adalah

pola hidup mewah. Dengan demikian pola hidup keluarga siswa kelas VIII SMP

Al-Kautsar Bandar Lampung adalah pola hidup yang sederhana. Dengan kata lain

pola hidup keluarga yang diterapkan adalah pola hidup sederhana, yaitu mencapai

86,5% atau pola hidup keluarga mewah, yaitu hanya mencapai 13,5%.

b. Tingkat Perilaku Konsumtif Anak

Tingkat perilaku konsumtif anak dalam penelitian ini dikelompokkan dalam dua

kategori yaitu tinggi dan rendah. Perhitungan nilai-nilai intervalnya yaitu nilai

tertinggi di dapat dengan mengalikan banyaknya soal kuesiner variabel perilaku

konsumtif anak (6 soal) dengan skor tertinggi yaitu 3 (dengan asumsi semua

responden menjawab A). Nilai terendah di dapat dengan mengalikan banyaknya

soal kuesioner dengan skor terendah yaitu 1 (dengan asumsi semua responden

menjawab C).

Perhitungannya adalah :

I = K

NRNT =

2

)81()83(

= 2

824 =

2

16

= 8

Sehingga kategorisasi pola hidup keluarga adalah sebagai berikut :

17-25 Masuk dalam kategori perilaku konsumtif anak Rendah

8-16 Masuk dalam kategori perilaku konsumtif anak tinggi

Selanjutnya kategori tingkat perilaku anak (Lihat Lampiran 2) disajikan dalam

tabel sebagai berikut:

Tabel 36. Tingkat Perilaku Konsumtif Anak

Kategori Rentang Interval Frekuensi Persentase

Rendah 17-25 33 40,30

Tinggi 8-16 49 59,70

Jumlah 82 100,00

(Sumber: data primer diolah dari hasil penelitian,2010)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 82 responden, sebanyak 33

(40,3%) responden memiliki perilaku konsumtif dalam kategori rendah dan

sebanyak 49 (59,7%) responden memiliki perilaku konsumtif dalam kategori

tinggi. Dengan demikian perilaku konsumtif anak pada siswa kelas VIII SMP Al-

Kautsar Bandar Lampung adalah rendah. Dengan kata lain tingkat perilaku

konsumtif anak adalah tinggi, yaitu mencapai 59,7%

E. Analisis Tabel Silang Pengaruh Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku

Konsumtif Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan Tersier

Tabel silang disini digunakan untuk mengamati pengaruh antara dua variabel

dengan memperhatikan bahwa beberapa prinsip dalam tabulasi silang, kemudian

dihitung persentasenya tiap kelompok untuk diperjelas dan melihat pengaruh

antara dua variabel. Pola hidup keluarga (X) dengan tingkat perilaku konsumtif

anak (Y) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 37. Tabel Silang Pola Hidup Keluarga dengan Perilaku Konsumtif

Anak

Pola Hidup

Keluarga

(X)

Perilaku Konsumtif Anak

(Y)

Tinggi Rendah

Mewah 48( 58,5%) 1 (50%) 49 (59,7%)

Sederhana 32 ( 39,0%) 1 (50%) 33 (40,3%)

80 (97,5%) 2 (2,5%) 82 (100%)

(Sumber : Data primer variabel X dan Y diolah)

Berdasarkan data tabulasi silang di atas, dapat diketahui bahwa ada pengaruh

antara pola hidup keluarga dengan perilaku konsumtif anak dalam memenuhi

kebutuhan sekunder dan tersier. Kecenderungan pengaruh kedua variabel tersebut

secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dari 82 responden, menilai bahwa pola hidup keluarga tergolong pola hidup

yang mewah. Informasi dari 49 responden tersebut menunjukkan

kecenderungan bahwa: a). 48 (58,5%) responden menilai bahwa pola hidup

keluarga yang tergolong mewah, cenderung dapat mempengaruhi perilaku

konsumtif anak semakin tinggi; b). 1 (50%) responden menilai bahwa pola

hidup keluarga yang tergolong mewah, cenderung dapat mempengaruhi

rendahnya perilaku konsumtif anak.

2. Dari 82 responden terdapat 33 (40,3%) responden yang menilai bahwa

sebagian besar pola hidup keluarga responden di lokasi penelitian ini

tergolong sederhana. Informasi dari 33 responden tersebut menunjukkan

kecenderungan bahwa: a). Sebanyak 32 (39,0%) responden yang menilai

bahwa pola hidup keluarga yang tergolong sederhana, cenderung dapat

mempengaruhi perilaku konsumtif anak semakin tinggi; b). Ada 1 (50%)

responden yang menilai bahwa pola hidup keluarga yang tergolong sederhana,

cenderung dapat mempengaruhi rendahnya perilaku konsumtif anak.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengaruh pola hidup keluarga

terhadap perilaku konsumtif anak cenderung dipengaruhi oleh status dan peranan

keluarga. Kondisi ini menunjukkan adanya pengaruh yang erat antara pola hidup

keluarga dengan perilaku konsumtif anak. Hubungan ini secara umum

mencerminkan adanya kecenderungan bahwa pola hidup keluarga yang mewah

maupun sederhana dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan perilaku

konsumtif anak, khususnya pada anak kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar

Lampung. Dengan demikian secara umum dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh

antara variabel pola hidup keluarga (X) dengan variabel perilaku konsumtif anak

dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier (Y). Semakin mewah pola hidup

keluarga yang diterapkan, maka semakin tinggi tingkat perilaku konsumtif anak

dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier, semakin sederhana pola hidup

keluarga yang diterapkan, maka semakin rendah perilaku konsumtif anak dan

sebaliknya juga dapat semakin tinggi perilaku konsumtif anak dalam memenuhi

kebutuhan sekunder dan tersier.

F. Analisis Korelasi Pola Hidup Keluarga Terhadap Perilaku Konsumtif

Anak dalam Memenuhi Kebutuhan Sekunder dan Tersier

Sebagaimana telah diketahui bahwa pola hidup keluarga adalah sederhana dan

perilaku konsumtif anak adalah rendah. Selanjutnya akan diketahui pengaruh pola

hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak dalam memenuhi kebutuhan

sekunder dan tersier pada siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung

dengan menggunakan analisis korelasi product moment, yang perhitungannya

dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Lihat pada lampiran).

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa besarnya nilai pengaruh pola

hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak atau nilai r xy = -0,304 atau

0,304%. Selanjutnya besarnya nilai xyr yang telah didapatkan tersebut,

diinterpretasikan pada kriteria koefisien korelasi, untuk mendapatkan makna

pengaruh kedua variabel.

Setelah diinterpretasikan maka nilai xyr terletak pada 0,201 sampai 0,400, dengan

makna korelasi lemah, artinya rendahnya pola hidup keluarga memiliki pengaruh

yang lemah dengan tingginya perilaku konsumtif anak dengan nilai pengaruh

sebesar 30,4%. karena mayoritas pola hidup keluarga responden masuk dalam

kategori pola hidup yang sederhana sehingga tidak berpengaruh kuat terhadap

perilaku konsumtif, selain itu banyak faktor lain selain pola hidup keluarga seperti

faktor ekonomi dan faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Pengujian Hipotesis

Sebelum pengujian hipotesis penelitian, terlebih dahulu akan tentukan nilai thitung

yaitu sebagai berikut:

t hitung = 856,2952,0

719,2

908,0

944,8.304,0

0924,01

80304,0

304,01

282304,02

Sementara itu ttabel pada taraf signifikan 95% adalah 2.000 (lihat pada lampiran).

Selanjutnya dilakukan dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada

taraf signifikan 95%, dengan perbandingannya adalah 2,856 > 2.000. berdasarkan

perbandingan tersebut diketahui bahwa t hitung > t tabel pada taraf signifikan 95%

dengan demikian maka Ho di tolak, Ha di terima berarti ada pengaruh variabel

pola hidup keluarga terhadap variabel perilaku konsumtif anak dalam memenuhi

kebutuhan sekunder dan tersier pada siswa-siswi kelas VIII SMP Al-Kautsar

Bandar Lampung.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa:

Terdapat hubungan atau pengaruh yang lemah antara pola hidup keluarga dengan

perilaku konsumtif anak pada siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar Lampung,

berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa besarnya nilai pengaruh pola

hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak atau nilai rxy = -30,4% atau

30,4% yang terletak pada 0,201-0,400, yang artinya lemahnya pengaruh pola

hidup keluarga terhadap perilaku konsumtif anak, karena berdasarkan hasil

penelitian serta hasil dari data yang di dapat menyatakan bahwa sebagian besar

pola hidup keluarga responden adalah tergolong pola hidup keluarga yang

sederhana.

Pola hidup keluarga sebagian besar siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar

Lampung adalah sederhana atau tinggi, yaitu mencapai 40,3%. Dari 82 responden

terdapat 33 (40,3%) responden yang menilai bahwa sebagian besar pola hidup

keluarga responden tergolong pola hidup yang sederhana. Informasi dari 33

responden tersebut menunjukkan kecenderungan bahwa: a). Sebanyak 32

(39,0%)responden yang menilai bahwa pola hidup keluarga yang sederhana,

cenderung dapat mengakibatkan terjadinya perilaku konsumtif anak tinggi; b).

Ada 1 (50%) responden yang menilai bahwa pola hidup keluarga yang sederhana,

dapat mengakibatkan rendahnya perilaku konsumtif anak. Dikatakan pola hidup

sederhana hal ini bisa dilihat dari pekerjaan orang tua responden yang rata-rata

bekerja sebagai pegawai negeri yaitu sebanyak 41 (50%) responden, jumlah

pendapatan orang tua yaitu berada pada kisaran Rp 1.000.000-Rp 2.000.000 yaitu

sebanyak 34 (41,47%) responden, seringnya anak diberi nasehat oleh orang tua

sebanyak 67 (81,7%) responden, suka diberi nasehat mengenai hal jangan boros

sebanyak 47 (57,3%) responden, kadang-kadang membeli barang yang tidak

begitu penting sebanyak 43 (52,4%) responden, sebelum membeli kebutuhan

sering menyusun daftar terlebih dahulu sebanyak 35 (42,7%) responden,

menggunakan uang sering seefisien mungkin sebanyak 41 (50%) responden,

jumlah uang jajan dalam sehari berkisar pada 5.000,00-10.000,00 sebanyak 47

(57,3) responden, menyisakan uang jajan sebanyak 50 (61%) responden,

menggunakan uang jajan untuk membeli makanan sebanyak 68 (82,9%)

responden, kadang-kadang menyisihkan uang saku untuk ditabung sebanyak 35

(42,7%) responden, keluarga sering membiasakan menabung sebanyak 61

(74,7%) responden dan mempertimbangkan dalam membeli sesuatu yaitu

membeli sesuai dengan kebutuhan sebanyak 53 (64,4%) responden.

Pola hidup keluarga sebagian kecil siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar Bandar

Lampung adalah tergolong pola hidup keluarga mewah yang mencapai 59,7%.

Dari 82 responden terdapat 49 responden menunjukkan kecenderungan bahwa: a).

48 (58,5%) responden menilai bahwa pola hidup keluarga yang tergolong mewah ,

dapat mengakibatkan terjadinya perilaku konsumtif anak semakin tinggi; b). 1

(50%) responden menilai bahwa pola hidup keluarga yang tergolong mewah,

dapat mengakibatkan terjadinya perilaku konsumtif anak rendah

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. kepada orang tua hendaknya dalam keluarga menerapkan pola hidup yang

sederhana, dengan memberikan pengertian kepada anak bahwa perilaku

konsumtif tidak baik untuk dijadikan sebagai kebiasaan hidup.

2. Kepada para anak hendaknya mengupayakan membeli suatu kebutuhan secara

tidak berlebihan dan mengupayakan menyisakan uang pemberian orang tua

untuk ditabung.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Rineka Cipta. Jakarta.

Agung, I Gusti Ngurah. 1992. Metode Penelitian Sosial,Pengertian dan

Pemakaian Praktis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arif Rohman, dkk. 2004. Sosiologi Untuk Kelas 2 SMU. Intan Pariwara. Klaten.

Azwar, S. 2001. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Broner, Julia. 2002. Memandu Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Pustaka

Belajar. Yogyakarta

Cohen. J. 1993. Sosiologi Suatu Pengantar. Bina Aksara. Jakarta.

Endri Lestari, dkk. 2004. Lembar Kerja Siswa Dimensi Ekonomi SMA Kelas X

semester ganjil. Surya Prima. Jakarta.

Ihromi. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Yayasan Obor Indonesia.

Jakarta.

Marlydia S, Dwi. 2005. “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan

Perilaku Anak Disekolah”. Skripsi. Jurusan Sosiologi. Fisip. Unila. Bandar

Lampung.

Mon. Shohib. 1998. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri.

Mukadis Sartono. 1990. Shopaholic Belanja Itu Nikmat. Yayasan Tiara. Jakarta.

Nenny Rtamaningsih. 1994. Pengantar Sosiologi. Rakaditu. Bandung.

Parsono, dkk. 1994. Lembar Kerja Siswa Pupin Sosiologi untuk SMA Kelas 2

Semester 1. CV. Setia Aji. Jawa Tengah

Suharsimi Arikunto. 1997. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktis.Rineka

Cipta. Jakarta.

Suyono, Aryono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Presindo. Jakarta,327

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta.

Soerjono Soekanto. 1992. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja,

dan Anak. Rineka Cipta. Jakarta.

Skripsi:

Ariani, Siska.2009.”Peranan Sekolah dalam Mengatasi Bullying’. Skripsi.

Jurusan Sosiologi. Fisip. Unila. Bandar Lampung.

Internet:

Raymond Tambunan. 2004. Remaja dan Perilaku Konsumtif.

www.umnigroup.co.id. Jakarta.