Upload
dangkhanh
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENGARUH RAMUAN HERBAL LABIO-1 TERHADAP
PERFORMA AYAM RAS PETELUR
SKRIPSI
Oleh
BUNGA SULVANI YAHYA
I111 13 023
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PENGARUH RAMUAN HERBAL LABIO-1 TERHADAP
PERFORMA AYAM RAS PETELUR
SKRIPSI
Oleh
BUNGA SULVANI YAHYA
I111 13 023
Skripsi sebagai Salah SatuSyaratuntuk Memperoleh GelarSarjana
PeternakanpadaFakultas PeternakanUniversitasHasanuddin
Makassar
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh………………………………………
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat AllahSWT, karena
dengan segala berkah, kehendak, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian hingga penyusunan tugas akhir berjudul “Pengaruh
Ramuan Herbal Labio-1 terhadap Performa Ayam Ras Petelur”, sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Shalawat dan salam tak lupa juga kita haturkan kepada Baginda
Rasulullah SAW sebagai suri tauladan umat manusia di muka bumi ini.
Limpahkan rasa hormat, kasih sayang, cinta dan terima kasih tiada tara
kepada Ayahanda Muhammad Yahya Ibrahim dan Ibunda Paisah yang telah
melahirkan, mendidik dan membesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang
yang begitu tulus kepada penulis sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan do’a
dalam kehidupannya untuk keberhasilan penulis. Buat saudaraku tercinta, Muh.
Akbar Yahya, Muh. Firja Farauq Yahya dan sepupu Nurlina,S.Kep dan
Astrina yang telah menjadi penyemangat kepada penulis. Serta keluarga besarku
yang selama ini banyak memberikan do’a, kasih sayang, semangat dan saran.
Semoga Allah senantiasa mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan
kepada-Nya.
Terima kasih tak terhingga kepada ibu Dr. Sri Purwanti, S.Pt., M.Si
selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu Jamilah, S.Pt., M.Siselaku
Pembimbing Anggota atas didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan
vi
untuk memberikan petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing
penulis mulai dari perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini.
Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan dengan
segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada:
1. Ibu Rektor UNHAS, Bapak Dekan, Pembantu Dekan I,II dan III dan seluruh
Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan ilmunya kepada penulis, dan
Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
2. Ibu Dr. FatmaMaruddin, S.Pt.,M.Si selaku Pembimbing Akademik.
3. Bapak Ir. Pathuddin selakudirektur CV. MitraBinaMandiriKabupaten Sidrap
yang telah memberikanizin, bantuandan kepercayaan selama melakukan
penelitian.
4. Kanda Asrianto Asking selaku manager kandang di CV. Mitra Bina Mandiri
Kabupaten Sidrap yang telah sabar membantu dan selalu memberikan arahan
saat melakukan penelitian.
5. Terima kasih kepada Suami Tercinta Ansyar Yahya yang paling setia
menemani, membantu, pemberi motivasi dan selalu ada di samping penulis.
6. Bapak Muh. Yahya dan Ibu Sutarmin selaku mertua penulis yang tiada henti
memotivasi dan memberikan support kepada penulis.
7. Bapak Muh. Makki S.Ag., M.Ag dan Ibu Sitti Amirah S.Ag., M.A selaku
orang tua kedua penulis di Pare-Pare yang selalu memotivasi penulis.
8. Ahmad Madani dan Besse Gusna selaku teman penelitian yang telah banyak
memberikan bantuan, kerjasama dan pengertian selama penelitian.
vii
9. Sahabat Seperjuangan Nasriyani, Kurnia, Etty, Dasmawati, Wiwin Elfianti,
Nur Agustina Ahmad, Indrawati Basmar, Irawati, Bernice Paseru, Andi
Tuang, Sinar Arifin, Hasni Yulianti, Nurul Mutmainna, dan Fitri Fadillah
yang telah membantu dan memberikan semangat sampai penyelesaian tugas
akhir ini, serta canda tawa dan kebahagiaan yang selalu ada disela-sela
kesibukan masing-masing.
10. Teman angkatan Larfa 013 yang siap sedia membantu ketika ada kendala
semasa kuliah.
11. Lembaga Tercinta Humanika_UH, yang telah banyak memberi wadah
terhadap penulis untuk berproses dan belajar.
12. Teman-teman IPMI SIDRAP BKPT UNHAS, yang selama ini telah memberi
ruang untuk berproses.
13. Teman-teman penulis Mustakim, M. Akbar, Ahmad Fadhil, Marjono, Adri
Halim, Ashari Aswan, Danar Wiratno, A. Kamal, Ahmadi, Muhammad
Kasim, Herwandi, Akbar Hapdan, Misbahuddin, Ardian Saputra, Alfian Adi
Firansyah, Alfian Ibnu, Edi Tompo, Andi Nurainun Fajriati, Zalzadillah,
Sukmawati, Nanda, Nadra Juharis, Ummi Kalsum, Abeng Daisuri, Nirwana,
Musdalifah, Nur Siang, Suhartini, Suriani, Abd. Ramli, Asfianti, Nurfitriani
Amir Syahri Nurvita Sari danYohana Figetri Sanggur.
14. Teman-teman KKN penulis Candra Arsandi, Ibnu Hajar, Agung Pratama,
Rhydha, Desi Aulia Rezki,dan Dinda Febrianti Adam, teman-teman KKN
Kec. Baranti Kab. Sidrap.
viii
15. Teman-teman penulis Rezkya Hamzah, Ikhsan Ansar, dan Abdul Talim yang
telah memberikan semangat kepada saya.
Dengan sangat rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik serta saran pembaca sangat
diharapkan adanya oleh penulis demi perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan nantinya, terlebih khusus di bidang peternakan. Semoga makalah
skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca terutama bagi saya sendiri.
AAMIIN YA ROBBAL AALAMIN.
Akhir Qalam Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar, Mei 2017
Penulis
ix
ABSTRAK
Bunga Sulvani Yahya. I111 13 023. Pengaruh Ramuan Herbal Labio-1 Terhadap
Performa Ayam Ras Petelur. Dibawah bimbingan Sri Purwanti danJamilah.
Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan
diIndonesia semakin meningkat. Ayam ras petelur bisa disebut hewan ternak yang
memilikikekurangandari segi pemeliharaanakan mengakibatkan kerugian yang
tidak sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ramuan
herbal labio-1 pada air minum ayam ras petelur terhadap performa ayam ras
petelur. Ayam ras petelur yang digunakan sebanyak 64 ekor strain ISA Brown.
Penelitian dilakuan di CV. Mitra Bina Mandiri Sidrap.Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan program SPSS versi 16. Penelitian ini menggunakan
uji T-Test Independen yang terdiri dari 2 perlakuan dan 32 ulangan, perlakuannya
yaitu X = Air minum dengan penambahan ramuan herbal labio-1, dan Y = Air
minum tanpa penambahan ramuan herbal labio-1. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penggunaan ramuan herbal labio-1 tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap performa ayam ras petelur. Konsumsi pakam ayam ras petelur berturut-
turut setiap minggu yaitu : X=65,46 g, Y=71,98 g., X=82,4 g, Y=82,04 g.,
X=75,51 g, Y=74,54 g., X=86,46 g, Y=84,89 g., Konversi pakan berturut-turut
setiap minggu yaitu : X=1,25, Y=1,38., X=1,63, Y=1,84., X=1,60,Y=1,54.,
X=1,75, Y=1,55. Produksi telur berturut-turut setiap minggu yaitu : X=86,32%,
Y=76,16%., X=82,58%, Y=74,43%., X=83,47%, Y=79,97%., X=83,92%,
Y=85,70%. Konsumsi air minum berturut-turut setiap minggu yaitu X=7819,19
ml, Y=7711,62 ml., X=6499,06 ml, Y=6399,62 ml., X=6727,56 ml, Y=6659,56
ml., X=6995ml, Y=6700,62 ml. Bobot telur berturut-turut setiap minggu yaitu
X=833,96 G, Y=772,79 g., X=695,90 g, Y=608,98 g., X=701,16 g, Y=619,63 g.,
dan X=708,35 g, Y=674,45 g. Dapat disimpulkan penambahan ramuan herbal
labio-1 pada air minum ayam ras petelur strain ISA Brownmampu meningkatkan
performa ayam ras petelur.
Kata kunci : Ramuan Herbal Labio-1, Ayam Ras Petelur, Performa.
x
ABSTRACT
Bunga Sulvani Yahya. I111 13 023. The Effect of Labio-1 Herbs to Performance
of Layer. Supervised by Sri Purwanti and Jamilah.
The development today, especially poultry farms in Indonesia is increasing. Layer
can be called a weak fault in terms of maintenance will result in the loss is not
small. The aimof this study was to see the effect of Labio-1 herbs that given
drinking water on the layer performance. Layer that used as many as 64 tail strain
ISA Brown. The study was done in CV. Mitra Bina Mandiri Sidrap. Data were
analyzed using SPSS version 16. This study used T-Test Independent test
consisting of two treatments and 32 replications, the treatment that is X =
Drinking water with the addition of herbs Labio-1, and Y = drinking water
without the addition of herbs Labio-1. The results showed that the use of herbs
ingredients Labio-1 was not significant (P> 0.05) on the performance of layer.
Feed intake layer in every week in a row that is : X = 65,46 g, Y = 71,98 g., X =
82,4 g, Y = 82,04 g., X = 75,51 g, Y = 74,54 g., X = 86,46 g, Y = 84,89 g. Feed
conversion every week in a row that is: X = 1,25, Y = 1,38., X = 1,63, Y = 1,84.,
X = 1,60, Y = 1,54., X = 1,75, Y =1,55. The production of eggs every week in a
row that is : X = 86,32%, Y = 76,16%., X = 82,58%, Y = 74,43%., X = 83,47%,
Y = 79, 97%., X = 83,92%, Y = 85,70%. Consumption of drinking water every
week in a row that is : X = 7819,19 ml, Y = 7711,62 ml., X = 6499,06 ml, Y =
6399,62 ml., X = 6727,56 ml, Y = 6659,56 ml., X = 6995 ml, Y = 6700,62 ml.
The weight of the eggs in a row every week that X = 833,96 g, Y = 772,79 g., X =
695,90 g, Y = 608,98 g., X = 701,16 g, Y = 619,63 g., and X = 708,35 g, Y =
674,45 g.It can be concluded the addition of Labio-1 herbs in drinking water layer
strain ISA Brownad libitumable to increase the performance of layer .
Keywords: Labio-1 Herbs, Layer, Performance.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................................ x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4
GambaranUmumAyamRasPetelur ......................................................... 4
GambaranUmumRamuan Herbal .......................................................... 5
PenggunaanRamuan Herbal .................................................................. 18
Performa AyamRasPetelur ..................................................................... 19
Hipotesis ................................................................................................. 26
METODE PENELITIAN .......................................................................... 27
Waktu dan Tempat ................................................................................. 27
Materi Penelitian .................................................................................... 27
xii
Rancangan Percobaan ............................................................................ 27
Parameter Penelitian............................................................................... 28
Analisis Data .......................................................................................... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 32
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan ..................................... 34
Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Pakan ...................................... 35
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Pakan ....................................... 37
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Air Minum............................. 38
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur ............................................ 40
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 42
Kesimpulan ............................................................................................ 42
Saran ...................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 43
LAMPIRAN ............................................................................................... 50
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 56
xiii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kandungan Zat Bioaktif Jenis Herbal ............................................... 8
2. Komposisi Pakan dan Analisis Proksimat......................................... 29
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Ayam Ras Petelur Strain ISA Brown ................................................. 4
2. Garfik Konsumsi Pakan .................................................................... 34
3. Grafik Konversi Pakan ...................................................................... 36
4. Grafik Produksi Telur ....................................................................... 37
5. Grafik Konsumsi Air Minum ............................................................ 39
6. Grafik Bobot Telur ............................................................................ 40
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Hasil Analisis Data dengan Uji T-Tes Independen Sample ............... 50
2. Dokumentasi Kegiatan ....................................................................... 54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangandunia peternakan saat ini khususnya perunggasan diIndonesia
semakin meningkat. Peternakan perunggasan khususnya ayam merupakan
penghasil daging dan telur untuk memenuhi kebutuhan proteinhewani. Tingkat
konsumsi daging dan telur di Indonesia relatif sangat tinggi, menurut Badan
Pusat Statistik (2015) pada tahun 2014 konsumsi rata˗rata telur ayam ras sebanyak
0,171 kg per kapita sedangkan konsumsi daging ayam sebanyak 0,086 kg per
kapita, maka diperlukan usaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Ayam ras petelur merupakan hasil persilangan berbagai perkawinan silang
dan seleksi yang sangat rumit dan diikuti dengan upaya perbaikan manajemen
pemeliharaan secara terus menerus. Ayam ras petelur bisa disebut hewan ternak
yang memiliki kekurangan dari segi pemeliharaan karena akan mengakibatkan
kerugian yang tidak sedikit.
Ramuan herbal telah sejak dahulu dikenal oleh masyarakat Indonesia
sebagai obat maupun untuk memperbaiki metabolisme. Laporan ilmiah popular
menunjukkan bahwa penggunaan berbagai bahan ramuan herbal untuk manusia
juga ampuh menekan berbagai penyakit pada ternak, namun fakta ilmiah belum
banyak mengungkapkannya. Perbaikan metabolisme melalui penambahan ramuan
herbal secara tidak langsung akan meningkatkan performa ternak melalui zat
bioaktif yang dikandungnya. Dengan demikian ternak akan lebih sehat karena
memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik. Menurut pengamatan peternak aroma
2
daging dan telur ayam yang diberi jamu tidak amis dibandingkan dengan ayam
yang tidak diberi jamu (Rahayu dan Budiman, 2008).
Penelitian Agustinadkk. (2009) membuktikan bahwa ekstrak ramuan herbal
mengandung berbagai zat bioaktif yang memiliki aktifitas antimikroba, mampu
menghambat bakteri patogen Gram positif sebanyak 4 jenis dan Gram negatif
sebanyak 7 jenis. Hasil penelitian lanjutan Agustina dkk, (2010), menunjukkan
penggunaan 12 macam ramuan herbal dalam bentuk cair dengan penambahan 2,5
ml/l air minum, dapat meningkatkan performa broiler.
Rumusan Masalah
Obat˗obatan merupakan salah penunjang untuk mendukung berhasilnya
suatu pemeliharaan ternak. Penggunaan obat˗obatan memiliki banyak kekurangan
dan memerlukan biaya yang cukup besar. Upaya untuk menekan biaya tersebut
dalam meningkatkan performa ayam ras petelur yaitu dengan cara memanfaatkan
ramuan herbal. Ramuan herbal sangat bermanfaat, selain harganya yang lebih
murah, ramuan herbal juga dapat menggantikan kerja dari antibiotik terutama
antibiotik sintetik yang memiliki banyak kekurangan seperti berbahaya bagi
kesehatan baik ternak maupun manusia. Ramuan herbal berfungsi sebagai feed
additive alami yang dapat memperbaiki konsumsi, daya cerna serta daya tahan
tubuh serta mengurangi tingkat stres pada ayam ras petelur. Sehingga dengan
penambahan ramuan herbal pada air minum dapat meningkatkan performa ayam
ras petelur.
3
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian untuk melihat pengaruh penambahan ramuan herbal
labio˗1 pada air minum ayam ras petelur terhadap performa ayam ras petelur.
Kegunaan penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penggunaan ramuan herbal labio˗1 yang efektif sebagai feed additive pada air
minum dalam meningkatkan performa ayam ras petelur.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Ayam Ras Petelur
Asal mula ayam petelur berasal dari ayam liar yang ditangkap dan
dipelihara karena mampu menghasilkan telur yang banyak. Hingga pada awal
tahun 1900˗an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan
masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940˗an, orang mulai mengenal ayam
lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang
Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di
Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, ayam liar ini disebut ayam lokal atau
ayam kampung, sedangkan ayam Belanda disebut ayam ras (Suprijatna, 2008).
Ayam petelur adalah ayam betina dewasa yang dipelihara dengan tujuan
untuk diambil telurnya. Berbagai seleksi telah dilakukan, salah satunya diarahkan
pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam
petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga
menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali
persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (terus dimurnikan).
Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul (Cahyono, 1995).
Gambar 1. Ayam Ras Petelur StrainISA˗Brown
5
Ayam ras petelur strain Isa Brown ialah jenis ayam hibrida unggulan hasil
persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang
diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya
adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. Ayam Isa Brown memiliki empat fase
pertumbuhan, yaitu starter (umur 0˗4 minggu), grower (umur 5˗10 minggu),
developer (umur 11˗16 minggu) dan layer (umur >16 minggu) (Sahlan, 2013).
Penelitian Dirgahayu dkk. (2016) menyatakan bahwa rata˗rata bobot telur
strain ISA˗brown adalah 64,08 ± 6,03 gram. Bobot telur tertinggi strain ISA
Brown adalah 81,99 gram dan terendah dengan bobot 51,16 g gram. Ayam petelur
strain Isa Brown memiliki periode bertelur antara 18˗80 minggu, daya hidup
sebesar 93,2%, puncak produksi sebesar 95% pada umur 26 minggu. Rata˗rata
bobot telur ayam petelur strain ISA Brown sebesar 63,19 gram (Hendrix˗genetics,
2006). Jumlah pakan yang dikonsumsi rata˗rata 111 gram, dengan nilai
perbandingan konversi pakan atau Feed Conversion Ratio (FCR) rata˗rata sebesar
2,15 (Ardiansyahdkk., 2012).
Gambaran Umum Ramuan Herbal
Ramuan tanaman herbal adalah obat tradisional yang terbuat dari bahan
alami terutama tumbuh˗tumbuhan dan merupakan warisan budaya bangsa
indonesia dan telah digunakan secara turun temurun. Ramuan tanaman obat
(jamu) selain dikonsumsi oleh manusia dapat digunakan untuk kesehatan ternak
(Zainuddin, 2010).
Secara umum di dalam tanaman obat terdapat rimpang, daun, batang, akar,
bunga, dan buah mengandung senyawa aktif yang alkaloid, phenolik, tripenoid,
6
minyak atsiri, glikosida yang bersifat sebagai antiviral, anti bakteri dan
immunomodulator. Komponen senyawa aktif tersebut berguna untuk menjaga
kesegaran tubuh serta memperlancar peredaran darah. Tanaman obat yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional, antara lain kunyit, temulawak dan jahe yang
efeknya antara lain mencegah koksidiosis, supaya ternak sehat, meningkatkan
nafsu makan. Zat bioaktif yang umumnya terdapat dalam tanaman herbal yang
bersifat antibakteri diantaranya fenol, flavonoid, terpenoid dan alicin. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Cowan (1999), bahwa fenol, flavonoid dan terpenoid
dapat merusak dinding sel bakteri. Secara umum, mekanisme kerja zat bioaktif
dalam herbal sama dengan mekanisme kerja dari antibiotik.
Mekanisme kerja fenol dalam membunuh mikroorganisme yaitu dengan
cara mendenaturasi protein sel dan merusak atau menghambat sintesis membran
sel. Begitu pula alicin yang terkandung bawang putih dan bawang merah memiliki
kerja yang sama dengan fenol yaitu dapat menekan bakteri patogen dengan
merusak membran sel bakteri dan menghambat sintesis protein (Pelczar and Chan,
1988).
Senyawa antibiotik telah digunakan sebagai growth promotors dalam
jumlah yang relatif kecil dan dapat meningkatkan efisiensi pakan mencegah
penyakit sehingga akan memberikan dampak positif kepada ayam dan peternak
(Waldroup et al., 2003). Perbaikan metabolisme melalui pemberian ramuan herbal
secara tidak langsung akan meningkatkan performa ternak melalui zat bioaktif
yang dikandung ramuan herbal (Agustina dkk., 2009).
7
Kandungan zat bioaktif berbagai jenis herbal yang terdapat pada ramuan
herbal labio˗1 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Zat Bioaktif Berbagai Jenis Herbal labio˗1
No Jenis Herbal labio˗1 Jenis Zat Bioaktif Kandungan (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Temulawak
Kunyit
Daun Sirih
Jahe
Sereh Dapur
Kemangi
Bawang putih*
Bawang merah*
Kencur
Lengkuas
Temu hitam
Temu kunci
Kadar minyak atsiri
Kadar Kurkumin
Kadar minyak atsiri
Kadar Kurkumin
Kadar minyak atsiri
*Kadar Metil caviol
Kadar minyak atsiri
*Kadar gingerol
Kadar minyak atsiri
Kadar minyak atsiri
Kadar eugenol
*Kadar Sitral A
*Kadar sitral B
*Kadar flavonoid
Sebagai Quersetin
Kadar Alicin
Kadar Alicin
Kadar minyak atsiri
Kadar Kurkumin
Kadar minyak atsiri
Kadar minyak atsiri
Kadar minyak atsiri
Kadar kurkumin
6,55
2,33
6,18
8,6
0,91
2,68
2,49
0,799
1,33
1,11
27,98
14,07
10,9
0,47
3,35
0,006
0,81
1,89
3,42
0,02
Analisis : Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
Balitro Bogor (2009)
*Laboratorium Kimia Organik FMIPA˗UGM (2009)
Berikut bahan – bahan dalam pembuatan ramuan herbal Labio˗1 cair yang
telah mendapat paten No: P00201200710 (Agustina dkk., 2012):
8
1. Kunyit
Kunir atau kunyit(Curcuma longa Linn. syn. Curcuma domestica Val.)
termasuk salah satu tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia
Tenggara.Kandungan utama rimpang kunyit terdiri dari minyak atsiri, kurkumin,
resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom,
lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi (Rahardjo dan Rostiana 2005). Winarto
(2003) mengatakan bahwa zat warna kuning (kurkumin) dimanfaatkan untuk
menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning telur. Kunyit jika
dicampurkan pada pakan ayam, dapat menghilangkan bau kotoran ayam dan
menambah berat badan ayam, juga minyak atsiri kunyit bersifat antimikroba.
Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri dari ar˗tumeron, α dan β˗tumeron,
tumerol, α˗atlanton, β˗kariofilen, linalol, 1,8 sineol (Rahardjo dan Rostiana 2005).
Kunyit mengandung komponen aktif kurkumin yang memiliki sifat
antibakteri (Rahayu dan Budiman 2008). Senyawa kimia yang ada dalam kunyit
mampu menurunkan lemak dalam tubuh, berperan pada proses sekresi empedu
dan pankreas yang dikeluarkan lewat feses. Komposisi dari kurkuminmemiliki
khasiat dapat memperlancar sekresi empedu. Penelitian sebelumnya juga
membuktikan bahwa serbuk kunyit dalam pakan ayam broiler dapat berperan
sebagai imunomodulator dengan meningkatkan aktivitas fagositosis sel
polimorfonuklear (PMN) yang ditantang dengan bakteri E. coli secara in vitro
(Kusumaningrum, 2008).
9
2. Temulawak
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman
asliIndonesia yang termasuk salah satu jenis temu˗temuan atau jahe˗jahe
(Purseglove et al., 1981).Temulawak, seperti halnya kunyit, mempunyai khasiat
pengobatan untuk berbagai penyakit. Temulawak juga memiliki sifat tonikum
seperti kunyit yang berkhasiat sebagai penyegar dan meningkatkan stamina
sehingga badan tidak cepat lelah dan sifat imunostimulan yang berfungsi untuk
meningkatkan daya tahan tubuh serta menangkal berbagai serangan kuman
penyebab penyakit, termasuk virus. Efek antioksidan kurkumin pada temulawak
berfungsi untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas yang berbahaya dan
bersifat karsinogenik serta penyakit lainnya (Wijayakusuma, 2005).
Kandungan minyak atsiri temulawak sekitar 4,6˗11% yang berkhasiat
sebagai kolagoga yaitu meningkatkan produksi sekresi empedu, menurunkan
kadar kolesterol dan mengaktifkan enzim pemecah lemak. Fraksi kurkuminoid
yang terkandung dalam tepung temulawak berjumlah 3,16%. Kurkuminoid pada
rimpang temulawak terdiri dari dua jenis yaitu kurkumin dan
desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning, berbentuk serbuk dengan aroma
yang khas, rasa sedikit pahit, tidak bersifat toksik, serta larut dalam aseton,
alkohol, asam asetat dan alkali hidroksida (Purgeslove et al., 1981).
3. Temu Hitam
Temu hitam terdapat di Burma, Kamboja, Indocina, dan menyebar sampai
ke Pulau Jawa. Selain ditanam di pekarangan atau di perkebunan, temu hitam juga
banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati, padang rumput, atau di ladang pada
10
ketinggian 400–750 m di atas permukaan laut. Temu tahunan ini mempunyai
tinggi 1˗2 m, berbatang semu yang tersusun atas kumpulan pelepah daun,
berwarna hijau atau cokelat gelap, daun tunggal dan bertangkai panjang, 2˗9 helai
(Riayati, 1989).
Menurut Wahyuni (2006), komponen yang utama dalam rimpang temu
hitam (Curcuma Aeruginosa Roxb) adalah curcuminoid dan minyak atsiri yang
mempunyai manfaat antibakteri, antioksidan dan anti hepatoksik. Menurut
Rukmana (2005), temu hitam mengandung minyak atsiri yang dapat
meningkatkan nafsu makan karena kerja minyak atsiri dapat mempercepat
gerak peristaltik usus halus dan dapat mempercepat terjadinya pengosongan
lambung. Natamidjaya (2004) menambahkan bahwa penambahan temu hitam
dalam pakan terbukti tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ayam dan
bahkan dapat meningkatkan bobot badan.
Ditambahkan oleh Puspitawati (2006), rimpang temu hitam merupakan
salah satu obat tradisional yang telah terbukti dapat digunakan untuk menambah
nafsu makan serta pemacu pertumbuhan. Khasiat dari temu hitam, berdasarkan
penelitian tim riset independen memang memiliki keunggulan mampu
memperbaiki pencernaan ayam, mencegah defisiensi vitamin, membentuk
jaringan tubuh yang sehat dan menjaga daya tahan tubuh ayam tetap tinggi,
apalagi bahan aktif ini telah lama digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan
untuk obat˗obatan tradisional dan diakui khasiatnya.
Menurut Rukmana (2005), di dalam tepung temu hitam terkandung zat˗zat
aktif berupa minyak atsiri dan curcumin yang mempengaruhi saluran pencernaan
11
dengan menimbulkan keseimbangan antara peristaltik usus dengan aktivitas
absorbsi nutrisi, serta meningkatkan kemampuan metabolisme tubuh ayam
sehingga dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan.
4. Kemangi (Ocimum basillicum)
Minyak kemangi berkhasiat mengatasi gangguan pencernaan seperti salah
cerna, infeksi usus, radang lambung, serta gas dalam usus. Minyak yang
dihasilkan juga dapat memberikan fungsi melawan bakteri seperti Escherichia
coli,Staphylococcus aureus, dan Salmonella enteritidis. Minyak tersebut bahkan
mampu menangkal infeksi yang disebabkan virus seperti Bacillus subtilis,
Salmonellaparathyph, dan Proteus vulgaris (Adnyana dan Firmansyah, 2006).
Massimo et al.(2004) menyatakan minyak atsiri tanaman kemangi
mengandung osinema, farsena, sineol, felandrena, sedrena, bergamotena,
amorftena, burnesena, kardinena, kopaena, pinena, terpinena, santelena, sitral,
dankariofilena. Telci et al. (2006) menambahkan bahwa terkandung senyawa lain
didalam minyak atsiri tanaman kemangi seperti anetol, apigenin, asam
kafeat,eskuletin, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin,tanin, ß –
sitoserol.
Ahmet et al. (2005) menyatakan ethanol sari O. basilicum mengandung
senyawa antimicrobial yang mampu melawan sembilan jenis bakteri patogen
seperti Acinetobacter, Baksil, Escherichia coli, dan Staphylococcus. Di sisi lain,
metanol dan heksan ekstrak O. basilicum menunjukkan aktivitas antibacterial
melawan enam spesies bakteri meliputi Acinetobacter, Baksil, Brucella,
Escherichia coli, Micrococcus, dan Staphylococcus. Daun kemangi banyak
12
mengandung vitamin A dan C serta mineral P, Ca, dan Fe. Kandungan mineral
kalsium dan fosfor dalam daun kemangi sebanyak 154 g dan 69 g per 100 g daun
kemangi.
5. Bawang Putih
Bawang putih adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari
umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang putih merupakan bahan utama
untuk bumbu dasar masakan Indonesia (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Di dunia internasional, bawang putih merupakan kelompok komoditas
bawang˗bawangan kedua terpenting setelah bawang bombay (Allium cepa L).
Penggunaan bawang putih sebagai bahan untuk pengobatan berbagai penyakit
sudah lama diketahui. Kandungan kimia yang berguna untuk bahan obat pada
bawang putih adalah sativine (suatu senyawa kimia yang mempunyai daya
mempercepat pertumbuhan sel dan pertumbuhan jaringan dan dapat merangsang
susunan syaraf), allicin (suatu senyawa yang berkhasiat sebagai antibiotika),
siniatrin, saponin, nicotinic acid yang bersifat hipotensive, diallydisulfide sebagai
anti cacing, vitamin A, B, C, dan D, serta fosfor (Tampubolon, 1981).
Bawang putih mengandung minyak atsiri, yang bersifat antibakteri dan
antiseptik. Kandungan alicin dan alicin berkaitan dengan daya anti kolesterol. Zat
aktif ini mencegah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi dan lain˗lain
(Hakim, 2008). Kemampuan bawang putih sebagai antibakteri juga didukung oleh
penelitian (Yamada dan Azama, 1977), yang menyatakan bahwa selain bersifat
antibakteri, bawang putih juga bersifat anti jamur. Kemampuan bawang putih ini
berasal dari zat kimia yang terkandung di dalam umbi. Komponen kimia tersebut
13
adalah Alicin. Alicin berfungsi sebagai penghambat atau penghancur berbagai
pertumbuhan jamur dan bakteri.
6. Kencur
Kencur (Kaempferia galanga L.) termasuk suku tumbuhan zingeberaceae
dan digolongkan sebagai salah satu jenis temu˗temuan yang mempunyai daging
buah paling lunak dan tidak berserat. Kencur merupakan temu kecil yang tumbuh
subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur
(Armando, 2009).
Menurut Rukmana (1994) kencur mempunyai daya adaptasi yang cukup
tinggi. Rimpang kencur mengandung minyak astiri yang di dalamnya terkandung
lebih kurang 23 macam senyawa, 17 diantaranya merupakan senyawa aromatik,
monoterpena dan seskuiterpena. Selanjutnya dijelaskan bahwa rimpang kencur
mengandung pati (4,14%), mineral (13,73%), dan minyak atsiri (0,02%) berupa
sineol, asam metil kanil dan penta dekaan, asam cinnamic, ethyl aster, asam
sinamic, borneol, kamphene, paraeumarin, asam anisic, alkaloid dan gom. Kencur
segar mengandung antibakteri walau cuma sedikit.
7. Daun Sirih
Tanaman sirih tumbuh memanjat dengan tinggi tanaman mencapai 2˗4 m.
batang sirih berkayu lunak, berbentuk bulat, beruas˗ruas, beralur˗alur, dan
berwarna hijau abu˗abu. Daun sirih tunggal dan letaknya berseling. Bentuk daun
bervariasi, dari bundar oval. Ujung daun runcing, bagian pangkal berbentuk
jantung atau agak bundar asimetris, tepi dan permukaan rata, dan pertulangan
menyirip. Daun sirih berbau aromatis, dan warnanya bervariasi, dari kuning, hijau
14
sampai hijau tua. Bunganya majemuk, berbentuk bulir, dan berwarna kuning atau
hijau (Mahendra, 2005).
Daun sirih mengandung minyak atsiri 0,1˗1,8%. Senyawa kimia yang
terdapat pada minyak atsiri daun sirihadalah fenol (eugenol, chavicol, estragol)
dan chavibetol, alkaloid arakene, terpen dan seskuiterpen. Daun muda mempunyai
kadar minyak atsiri lebih tinggi dari daun tua. Chavicol sebagai komponen kimia
utama pada minyak atsiri sirih bertanggung jawab terhadap bau khas pada sirih
dan bersifat antibakteri kuat yaitu 5 kali dari fenol. Ekstrak daun dan minyak atsiri
mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan antifungi. Minyak atsiri mempunyai
sifat sebagai antelminthik (obat cacing). Komposisi minyak atsiri daun (kering
angin) Piper aduncum L. Mengandung sekitar 1% minyak atsiri dengan
komposisi: 20 macam senyawa, Piper amboinensis (Miq) D.C, komposisi minyak
atsiri bagian atas tumbuhan (kering angin) mengandung sekitar 0,6% minyak
atsiri dengan komposisi: 9 macam senyawa. Sedangkan Piper methysticum Forst.
komposisi minyak atsiri bagian atas tumbuhan (kering angin) mengandung sekitar
0,7% minyak atsiri dengan komposisi: 14 macam senyawa (Teo dan Banka, 2000)
8. Temu Kunci
Tanaman temu kunci (Kaempheria pandurata Ridl) termasuk family
Zingiberaceae, banyak tumbuh di hutan jati, tinggi tanaman dapat mencapai 80
cm, warna kulit rimpang coklat dan warna daging rimpang putih. Selain
digunakan sebagai bumbu masak, rimpang temu kunci juga memiliki khasiat
sebagai obat. Rimpang temu kunci memiliki khasiat memperkuat lambung.
Apabila dikunyah dengan pinang dapat digunakan sebagai obat batuk kering dan
15
peringitis, obat sakit perut serta obat suka kencing pada anak˗anak. Pada wanita,
rimpang temu kunci dapat digunakan sebagai obat pembengkakan kandungan
serta obat infeksi alat reproduksi. Temu kunci dapat digunakan untuk obat diare,
disentri, pelangsing, dan obat keputihan. Pengujian secara in vitro menunjukkan
temu kunci dapat meningkatkan jumlah limfosit, antibodi spesifik, dan dapat
membunuh sel (Haryani, 2007).
Rimpang temu kunci mengandung minyak atsiri yaitu metilsinamat,
kamper, sineol, dan terpena. Di samping minyak atsiri, temu kunci mengandung
saponin dan flavonoid. Senyawa˗senyawa yang mempunyai prospek cukup baik
biasanya berasal dari golongan flavonoid, kurkumin, limonoid, vitamin C, vitamin
E (tokoferol), dan katekin yang bisa digunakan sebagai obat antikanker.
Senyawa˗senyawa tersebut biasanya bermanfaat pula sebagai antioksidan. Dari
hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam rimpang temu kunci
terkandung senyawa˗senyawa selain pinostrobin, pinocembrin dan minyak atsiri
yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Senyawa˗senyawa tersebut termasuk
golongan flavonoid. Adapun beberapa kandungan lain senyawa flavonoid atau
turunannya dalam rimpang temu kunci yang berpotensi sebagai antioksidan.
Masing˗masing senyawa tersebut berpotensi untuk berperanan dalam aktivitas
antioksidan ekstrak etanol (Hayani, 2007).
9. Lengkuas
Lengkuas (Alpinia galanga L. Swartz) merupakan salah satu tanaman dari
famili Zingiberaceae yang rimpangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat. Rimpang
lengkuas merah (Alpinia galanga) selama ini telah dikenal sebagai obat
16
tradisional. Penelitian mengenai kandungan senyawa dan identifikasi kandungan
kimia lengkuas merah senyawa flavonoid, triterpenoid dan minyak atsiri telah
banyak dilakukan, selain itu rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1%
minyak atsiri berwarna kuning kehijauan yang terutama terdiri dari metil˗sinamat
48%, sineol 20% – 30%, eugenol, kamfer 1%, seskuiterpen, δ˗pinen, galangin,
dan lain˗lain. Selain itu rimpang juga mengandung resin yang disebut galangol,
kristal berwarna kuning yang disebut kaemferida dan galangin, kadinen,
heksabidrokadalen hidrat, kuersetin, amilum, dan lain˗lain. Penelitian yang lebih
intensif menemukan bahwa rimpang lengkuas mengandung zat˗zat yang dapat
menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai antitumor, yaitu
trans˗p˗kumari diasetat, transkoniferil diasetat, asetoksi chavikol asetat, asetoksi
eugenol setat, dan 4˗hidroksi benzaidehida. Rimpang lengkuas juga mengandung
suatu senyawa diarilheptanoid yang dinamakan 1˗(4˗hidroksifenil)˗7˗
fenilheptan˗3,5˗diol (Tjitrosoepomo, 2004)
Menurut Syamsiah dan Tajudin, (2003) bagian rimpang lengkuas
mengandung atsiri 1%, kamfer, sineol minyak terbang, eugenol, seskuiterpen,
pinen kaemferida, galangan, galangol, kristal kuning dan asam metil sinamat.
Minyak atsiri yang dikandungnya antara lain galangol, galangin, alpinen, kamfer,
dan methyl˗cinnamate.
10. Jahe
Rempah yang banyak ditemui di dataran beriklim tropik dan subtropik ini
diperkirakan berasal dari India. Daunnya tunggal, sepanjang 15˗23 mm dan lebar
8˗15 mm, daun bagian tepi rata, berujung runcing, dan berwarna hijau. Mahkota
17
bunga berbentuk tabung kuning kehijauan. Di bagian bibir mahkota bunga
berwarna ungu dengan bintik putih kekuningan. Jahe mengandung minyak atsiri,
gingerol, zingeron, resin, zat pati, dan gula. Rimpang dipakai sebagai obat batuk,
antimual, dan dijadikan minuman pengusir masuk angin dan kembung.
Kandungan gingerol˗zat antiradang˗ dalam jahe merah lebih tinggi dibanding dua
macam jahe lainnya. Kandungan minyak atsirinya mampu menghangatkan tubuh
sehingga melegakan saluran pernapasan, meredakan batuk dan asma (Sandi,
2009).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe mempunyai sifat
antioksidan dan antikanker. Beberapa komponen utama dalam jahe seperti
gingerol, shogaol dan gingerone memiliki antioksidan melebihi Vitamin E. Selain
itu, jahe mampu menaikkan aktivitas salah satu sel darah putih, yaitu sel natural
killer (NK) dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang terinfeksi
virus (Zakaria et al., 1999).
11. Bawang merah
Bawang merah sama dengan bawang putih termasuk dalam herba semusim
dengan tinggi sekitar 40˗60 cm. Tanaman ini tidak memiliki batang, berumbi
lapis, berwarna merah keputih˗putihan, berlubang, bentuknya lurus, ujungnya
lurus tetapi rata, panjangnya sekitar 50 cm, lebar 0,5 cm, menebal dan berdaging,
serta mengandung persediaan yang dilapisi daun sehingga menjadi umbi lapis,
daunnya tunggal dan bunga majemuk serta bijiya berbentuk segitiga, berwarna
hitam, dan akarnya merupakan akar serabut dan putih. Efek farmakologis yang
18
dihasilkan adalah menurunkan panas, antibakteri, perut kembung, flu, dan panas
dingin (Syukur, 2005).
Bawang merah mengandung protein serta kaya akan kalsium dan
ribivalfin. Bawang merah dewasa mengandung protein 1,2%, lemak 0,1%, serat
0,6%, mineral 0,4%, dan karbohidrat 11,1% per 100 g (Ahira, 2011).
12. Sereh
Tanaman sereh (Cymbopogon citrates) dikenal dengan nama tanaman
sereh. Sereh merupakan sejenis tanaman dari keluarga rumput yang rimbun dan
berumpun besar serta mempunyai aroma yang kuat dan wangi. Sereh juga
merupakan tanaman tahunan yang hidup secara meliar. Tanaman ini dapat
mencapai ketinggian sampai 1,2 meter (Kristio, 2011).
Kandungan zat bioaktif dari sereh yaituminyak atsiri, citronnelal,
geraniol, sitral, eugenol, kadine, kadinol. Minyak sereh dikenal dengan minyak
astiri dapat digunakan sebagai bahan pijat rematik. Batangnya dapat digunakan
sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh dahak/obat batuk, bahan untuk
kumur penghangat badan. Daunnya dapat digunakan sebagai peluruh angin
kentut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca persalinan, penurun panas dan
pereda kejang. Akar digunakan sebagai peluruh air seni, peluruh keringat, peluruh
dahak/obat batuk, bahan untuk kumur, dan penghangat badan. Daunnya
digunakan sebagai peluruh angin perut, penambah nafsu makan, pengobatan pasca
persalinan, penurun panas dan pereda kejang (Seputra, 2008).
19
Penggunaan Ramuan Herbal
Penelitian mengenai ramuan herbal labio˗1 telah dilakukan sebelumnya
pada penelitian Agustina (2006) bahwa ramuan herbal labio˗1 cair mampu
menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif. Selanjutnya Agustina dkk.
(2010) menyatakan bahwa penggunaan ramuan herbal labio˗1 cair sebanyak 2,5
ml/liter pada air minum, merupakan hasil terbaik ditinjau dari performa dan
kelainan hitopatologi organ dalam.
Penggunaan herbal dalam pakan menjadi salah satu alternatif dalam
menanggulangi masalah pakan. Kandungan zat bioaktif yang terdapat pada herbal
berfungsi sebagai antibiotik untuk memacu pertumbuhan ternak. Penggunaan
herbal kunyit dan bawang putih secara tunggal telah banyak dilakukan, namun
penelitian mengkombinasikan kedua herbal (kunyit 1,5% dan bawang putih 2,5%)
ditambah mineral zink (120 ppm) belum memberikan hasil yang optimal pada
dosis yang digunakan (Purwanti, 2008).
Secara umum penggunaan tanaman obat bagi manusia dan hewan adalah
untuk peningkatan daya tahan tubuh, pencegahan, dan penyembuhan penyakit
serta pemulihan kesehatan (Sulandari dkk., 2007). Penambahan serbuk bawang
putih hingga 8% dari jumlah konsumsi secara signifikan meningkatkan konsumsi
pakan dengan meningkatnya tingkat penambahan bawang putih pada pakan ayam
petelur (Khan dkk., 2007). Konversi pakan mencerminkan keberhasilan dalam
memilih atau menyusun pakan yang berkualitas. Nilai konversi pakan minimal
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : 1) kualitas pakan, 2) teknik penambahan
pakan, 3) angka mortalitas (Abidin, 2002).
20
Performa Ayam Ras Petelur
1. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak
yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi yang lain.
Konsumsi pakan yang relatif banyak akan menyebabkan konsumsi zat˗zat
makanan seperti asam amino, vitamin protein dan mineral juga relatif banyak,
sehingga kebutuhan ayam mencakup kebutuhan pokok, pertumbuhan maupun
produksi telur bisa terpenuhi. Konsumsi pakan ayam petelur dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah suhu lingkungan, bangsa, umur, jenis kelamin,
imbangan zat˗zat nutrisi dalam pakan, kecepatan pertumbuhan, tingkat produksi,
bobot badan, palatabilitas dan tingkat energi metabolis pakan. Semakin tinggi
energi dalam pakan maka konsumsi pakan akan menurun begitupun sebaliknya
(Wahju, 2004). Selanjutnya Anggorodi (1985) menyatakan bahwa jumlah
konsumsi pakan sangat ditentukan oleh kandungan energi dalam pakan. Jika
kandungan energi dalam pakan tinggi maka konsumsi pakan akan turun dan
sebaliknya apabila kandungan energi pakan rendah, maka konsumsi pakan
akan naik untuk memenuhi kebutuhan akan energi.
Menurut Amrullah (2003) bahwa konsumsi pakan selama masa produksi
dialokasikan untuk memenuhi beberapa macam kebutuhan seperti kebutuhan
hidup pokok yang besarnya tergantung pada bobot tubuh dan suhu lingkungan
serta aktifitas ayam, pertumbuhan tubuh, produksi bulu dan produksi telur.
Konsumsi pakan ayam petelur coklat adalah 110 gram/ekor/hari dengan
kandungan protein 16,5% dan energi metabolis 2.900 kkal/kg (NRC, 1994).
21
Menurut Scott et al. (1982) konsumsi pakan ayam petelur dewasa tipe ringan pada
umumnya maksimal 100 gram/ekor/hari, tipe medium sebesar 120˗150
gram/ekor/hari dan tipe berat mengkonsumsi diatas 150 gram/ekor/hari.
Penambahan pakan harus diberikan setiap hari sesuai dengan kebutuhan
ayam, baik secara kuantitatif maupun kualitasnya (Fadilah, 2004). Penambahan
pakan yang salah dapat memicu stres dan defisiensi salah satu nutrisi sehingga
ayam banyak menemui masalah. Ayam membutuhkan sejumlah unsur gizi untuk
hidupnya, misalnya bernafas, peredaran darah dan bergerak yang disebut
kebutuhan hidup pokok selain itu unsur gizi dibutuhkan untuk produksi telur
(Rasyaf, 2008).
Penelitian Haruna dan Sumang (2008) menyatakan bahwa tingginya
konsumsi pakan pada ternak akibat penambahan jamu disebabkan karena
adanya kandungan senyawa aromatik yang terdapat pada jamu tersebut.
Kandungan senyawa aromatik ini yang menyebakan nafsu makan ayam ras
menjadi meningkat.
2. Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan salah satu ukuran yang banyak digunakan
untuk menyatakan tingkat efisiensi pemanfaatan pakan oleh ternak yaitu
perbandingan antara pakan yang dihabiskan dalam menghasilkan sejumlah telur.
Menurut Scott et al. (1992) menyatakan bahwa konversi pakan adalah
perbandingan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan bobot telur yang
dihasilkan selama penelitian. Nilai konversi pakan yang tinggi menunjukkan
bahwa efisiensi pakan yang rendah sebaliknya apabila nilai konversi pakan yang
22
rendah menunjukkan makin banyak pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
untuk memproduksi telur (North, 1992).
Lebih lanjut Rasyaf (2009) menyatakan bahwa apabila nilai konversi
pakan semakin kecil maka konversi pakan baik, berarti ayam petelur dapat
menggunakan pakan dengan baik dan dapat menghasilkan produksi telur dengan
baik. Tingkat konversi pakan yang berbeda–beda tergantung kadar protein dan
energi metabolisme pakan, suhu lingkungan, umur ayam, kondisi kesehatan dan
komposisi pakan. Apabila nilai konversi pakan semakin kecil maka konversi
pakan baik, berarti ayam petelur dapat menggunakan pakan dengan baik dan dapat
menghasilkan produksi telur dengan baik. Penelitian Hanura dan Sumang
(2008) tentang ramuan herbal yang menyatakan bahwa penggunaan jamu
ternak sebagai campuran air minum pada ternak ayam ras berpengaruh nyata
menurunkan konversi pakan.
3. Produksi Telur
Ayam ras petelur biasanya mulai berproduksi pada umur 16 minggu,
dimana setiap ekor ayam memiliki produksi yang berbeda. Blakely dan Bade
(1991) menyatakan bahwa untuk ayam petelur produksi telur rata˗rata yang baik
adalah 20 butir per bulan. Kemampuan ayam petelur berproduksi tinggi akam
menghasilkan rata˗rata 250 butir telur per˗ekor pertahun dengan berat kira˗kira
mencapai 60 gram (Tilman et al., 1986).
Siregar (2003) melaporkan bahwa produksi telur (% hen˗day) pada ayam
strain ISA˗brown selama 14 minggu produksi adalah 67,10% dengan
penambahanpakan yang mengandung energi metabolis 2.665,20 kkal/kg dan
23
protein kasar 17% pada fase pertama. Berdasarkan penelitian Priyono (2003)
diperoleh rataan produksi telur (% hen˗day) sebesar 76,90% pada ayam petelur
strain ISA˗brown dengan penambahanpakan yang ditambahkan metionin 0,34%
dan mengandung energi metabolis 2.685,8 kkal/kg dan protein kasar 17%.
MenurutIvydanGleaves (1976), peningkatan produksi telur dipengaruhi
oleh tingkat konsumsi pakan, protein dan energi. Menurut Scott et al. (1982),
untuk mencapai produksi telur yang maksimum, ayam petelur harus
mengkonsumsi 17 gram protein dengan jumlah konsumsi pakan 100 g /ekor/hari.
Namun produksi yang baik dicapai tergantung bagaimana manajemen
pemeliharaannya. Nort dan Bell (1990) menyatakan bahwa jumlah telur yang
dihasilkan selama fase produksi sangat ditentukan oleh perlakuan yang diterima
termasuk pada fase starter dan grower khususnya imbangan nilai gizi pakan yang
diberikan. Amrullah (2003) menyatakan bahwa petelur unggul dapat berproduksi
sampai 70% atau 275 butir pertahun dan tidak selamanya produksi akan terus
meningkat ini juga tergantung dari lingkungan yang ada disekitarnya. Ini di
dukung oleh Anggorodi (1994) mengemukakan bahwa besarnya telur di
pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk sifat genetik, tingkat dewasa kelamin,
umur, obat˗obatan, dan makanan sehari˗hari. Lebih lanjut Sarwono (1994)
menyatakan bahwa berat telur dan ukuran telur berbeda˗beda, akan tetapi antara
berat dan ukuran telur saling berhubungan. Hal ini sejalan dengan penjelasan
Romanoff dan Romanoff (1963) mengemukakan bahwa ada hubungan antara
umur ayam dengan produksi telur. Produksi telur dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti strain ayam, pakan yang diberikan, mortalitas, culling,
24
kesehatan dan manajemen pemeliharaan, umur pertama bertelur, serta puncak
produksi telur (Farooq et al.2002). Mashaly (2004) menyatakan bahwa produksi
telur dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pemeliharaan yang tinggi.
4. Konsumsi Air Minum
Faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum salah satunya adalah
suhu lingkungan. Pada kondisi iklim tropis kebutuhan air ayam petelur coklat
akan lebih banyak sehingga konsumsi air minum akan ikut meningkat
(Anggorodi, 1995). Ensminger et al.(1992) menyatakan bahwa pada umumnya
ayam mengkonsumsi air minum 2 kali lebih besar dari bobot pakan yang
dikonsumsinya karena air minum berfungsi sebagai pelarut dan alat transportasi
zat˗zat nutrisi untuk disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dibutuhkan lebih
banyak air daripada makanannya. Konsumsi air minum rata˗rata ayam petelur
yang telah berproduksi (5 bulan keatas) sebesar 208 ml / ekor / hari.
Penambahan air minum untuk ternak diberikan secara tidak dibatasi(ad
libitium) yaitu wadah air minum harus selalu terisi air. Oleh karena itu, jika wadah
air minum tampak airnya tinggal sedikit maka harus diisi lagi hingga penuh. Air
minum yang diberikan harus bersih dan sejuk, baik yang berasal dari sumur
artetis, mata air, maupun dari perusahaan air minum (PAM) (Samadi, 2010).
Ensminger et al. (1990) menyatakan bahwa pada umumnya
ayammengkonsumsi air minum 2 kali lebih banyak dari konsumsi pakannya. Suhu
kandang yang tinggi mengakibatkan ayam penelitian berusaha mengurangi suhu
tubuh denganmeningkatkan konsumsi air minumnya. Wahju (2004) menyebutkan
bahwa ayamakan mengkonsumsi air berlebih bila ada cekaman panas.
25
Anggorodi(1995) menyatakan bahwa jika konsumsi air minum meningkat maka
akan menyebabkan konsumsi pakan menurun karena ayam berusaha untuk
mengurangi suhu panas tubuh yang berasal dari makanan.
Selanjutnya penelitian Susilowati et al., (1985) menyatakan bahwa
kurkumin dapat menghambat pertumbuhan bakteri terutama pada saluran
pencernaan sehingga meningkatkan pertumbuhan. Minyak atsiri kunyit
bersifat bakteriostatik terhadap E. coli.
5. Bobot Telur
Bobot telur tidak terlepas dari pengaruhbobot kuning telur. Persentase
kuning telur sekitar 30˗32% dari bobot telur. Bobot kuning telur dipengaruhi oleh
perkembangan ovarium. Ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur.
Bobot telur akan rendah bila pembentukan kuning telur kurang sempurna. Selain
itu, rendahnya penyerapan nutrisi menghambatperkembangan ovarium sehingga
bobot telur menjadi kurang optimal (Tugiyanti, 2012).
Penelitian Dirgahayudkk. (2016) menyatakan bahwa rata˗rata bobot telur
strain ISA brown adalah 64,08 ± 6,03 gram sedangkan strain Lohmann Brown
sebanyak 60,82 ± 5,19 g. Bobot telur tertinggi strain ISA Brown adalah 81,99
gram dan terendah dengan bobot 51,16 gram. Bobot telur tertinggi strain
Lohmann Brownadalah 77,49 gram dan terendah dengan bobot 50,71 gram.
Faktor yang mempengaruhi besarnya telur adalah tingkat dewasa kelamin,
protein dan asam amino yang cukup dalam pakan (Anggorodi, 1985), genetik,
tahap kedewasaan umur, obat˗obatan dan zat˗zatnutrisi dalam pakan (Wahju,
2004). Menurut North dan Bell (1990) ukuran telur terdiri dari ukuran kecil yaitu
26
dengan berat telur kurang dari 47,2 gram, ukuran medium dengan berat telur
47,2˗54,2 gram, ukuran besar dengan berat telur 54,4˗61,4 gram dan ukuran
jumbo dengan berat telur lebih dari 61,5 gram. Pada umur 25˗30 minggu, ayam
banyak menghasilkan telur dengan ukuran medium.
Hipotesis
Diduga bahwa dengan penambahan ramuan herbal labio˗1 bentuk cair
pada air minum ayam ras petelur dapat mempertahakan performa ayam ras
petelur.
27
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2016 di
CV. Mitra Bina Mandiri Desa Bulo Tengnga, Kecamatan Panca Rijang,
Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan.
Materi Penelitian
Alat˗alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan digital, kandang
baterai yang terbuat dari kawat yang terdiri dari 32 cages, tempat pakan, tempat
air minum, ember, tempat telur (rak telur), gelas ukur dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu ayam ras petelur strain ISA
Brown51 minggu sebanyak 64 ekor, air, ramuan herbal labio˗1, pakan komersial
(konsentrat SS˗36 35%, dedak 15%, jagung 50%, dan premix 3 kg (setiap
pencampuran 1 ton)).
Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan uji T˗test Independen Sample dengan 2 perlakuan
dan 32 ulangan, 4 kali pengambilan data, sehingga jumlah ayam ras petelur strain
ISA Brown yang digunakan adalah 64 ekor. Penempatan kandang dan ayam
dilakukan secara acak. Perlakuannya sebagai berikut :
X = Air minum dengan penambahan ramuan herbal labio˗1.
Y = Air minum tanpa penambahan ramuan herbal labio˗1.
28
Parameter yang diamati
1. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan diukur berdasarkan jumlah pakan yang diberikan dalam satu
minggu dikurangi dengan sisa pakan akhir minggu yang sama. Perlakuan ini
dilakukan setiap minggu selama penelitian berlangsung, dan pada akhir
penelitian semuanya dijumlahkan untuk mendapatkan konsumsi pakan selama
penelitian. Konsumsi pakan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Wahyu, 2004) :
Konsumsi Ransum
Pakan yang diberikan–Pakan Sisa
Jumlah Ayam
2. Konversi Pakan
Menurut Rasyaf (2009), konversi pakan merupakan perbandingan antara pakan
yang dihabiskan untuk produksi dengan produksi telur yang dihasilkan. FCR
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
3. Produksi Telur
Produksi telur dihitung berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan pada hari
yang sama dibagi dengan jumlah ayam dikali 100%. Menurut Blakey dan Bade
(1991) menyatakan bahwa produksi telur dapat dihitung dengan rumus :
Konversi Pakan/FCR Konsumsi Pakan
Produksi Telur
29
Produksi Telur Jumlah Telur X 100
Jumlah Ayam
4. Konsumsi Air Minum
Konsumsi air minumdiukur setiap hari berdasarkan air yang disediakan pada
pagi hari dikurangi dengan sisa air pada pagi hari berikutnya, kemudian
dijumlahkan untuk mendapatkan konsumsi selama pelaksanaan penelitian.
5. Bobot Telur
Berat telur diukur berdasarkan hasil penimbangan telur setiap hari selama
pemeliharaan, menggunakan timbangan digital dengan kepekaan 0,001 g.
Berikut ini komposisi pakan dan kandungan nutrisi ransum yang digunakan dalam
penelitian :
Tabel 2. Komposisi Pakan dan Analisis Proksimat
Bahan Pakan Persentase (%)
Jagung giling
Dedak halus
Konsentrat SS-36
Premix
50
15
35
0,9
Kandungan Nutrisi Persentase (%) Konversi 100%
Air
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
Abu
BETN
14,58
25,75
1,74
6,83
32,46
33,22
14,45
25,52
1,72
6,77
32,17
32,92
Sumber : CV. Mitra Bina Mandiri Kabupaten Sidrap, 2016.
Analisis Laboratorium Biokimia Peternakan, 2017.
30
Metode yang digunakan dalam menganalisis sampel ransum penelitian
yaitu Analisis Proksimat. Analisis proksimat yaitu suatu metode analisis kimia
untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti kadar air, kadar abu, protein,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) pada suatu zat
makanan dari bahan pakan atau pangan.
Analisis proksimat dengan metode AOAC (2005) terhadap ransum
penelitian meliputi pengujian kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet.
Prinsip dari metode tersebut yaitu mengekstrak lemak dengan pelarut hexan,
setelah pelarutnya diuapkan, lemak dapat ditimbang dan dihitung persentasenya.
Pengujian kadar air dengan metode gravimetric (pengovenan). Pengujian kadar
abu dengan metode pengeringan yang memiliki prinsip mengoksdasi semua zat
organik pada suhu tinggi, kemudian dilakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran tersebut. Pengujian kadar protein menggunakan
metode Kjeldahl dengan prinsip melalui proses destruksi, destilasi dan titrasi.
pengujian serat kasar dengan cara Carbohydrate by difference.
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan program software SPSS versi 16.
Penelitian menggunakan uji T˗test Independen Sample dengan 2 perlakuan yaitu
penambahan ramuan herbal dan tanpa penambahan ramuan herbal pada air minum
ayam ras petelur, dan sebagai ulangan 32 ekor ayam ras petelur strain ISA Brown
setiap perlakuan. Model matematikanya sebagai berikut (Sudjana, 2002):
(√
)atau (
( ) ( )
)
31
Keterangan :
t : nilai t hitung
: Simpangan baku rataan
: simpangan baku perlakuan pada ayam penambahan ramuan herbal
: simpangan baku perlakuan pada ayam tanpa penambahan ramuan herbal
: rata – rata parameter pada ayam dengan penambahan ramuan herbal
: rata – rata parameter pada ayam tanpa penambahan ramuan herbal
: banyaknya jumlah ayam dengan penambahan ramuan herbal
: banyaknya jumlah ayam tanpa penambahan ramuan herbal
Interpretasi hasil uji statistik uji T˗Test Independen Sample sebagai berikut
(Hartati, 2011) :
a. Jika p value ≤ 0,05 maka hasil uji dinyatakan ada perbedaan pada taraf 5%.
b. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan ada perbedaan pada taraf 1%.
c. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak ada perbedaan.
32
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perusahaan CV.Mitra Bina Mandiri merupakan salah satu perusahaan
peternakan ayam ras petelur strain ISA Brown penghasil telur yang terkenal di
Desa Bulo Tengnga Kecamatan Panca Rijang Kabupaten Sidenreng Rappang.
Perusahaan ini memproduksi sendiri ransum yang digunakan untuk pemeliharaan
ayam ras petelur yang dipelihara, karena harga pakan pasaran mahal sehingga
perusahasaan tersebut memanfaat jagung hasil produksi sendiri.Formulasi ransum
pada perusahaan tersebut terdiri dari jagung giling 50%, dedak halus 15%,
konsentrat SS-36 35% dan premix 0,9%. Setelah dilakukan analisis proksimat di
laboratorium kimia pakan ternak, hasil yang diperoleh yaitu kadar air 14,58%,
protein kasar 25,75%, lemak kasar 1,74%, serat kasar 6,83%, abu 32,36% dan
BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 33,22%.Menurut SNI (2006)persyaratan
mutu dalam menyusun ransum ayam ras petelur fase layer yaitu kadar air
maksimal 14,0%, protein kasar minimal 16,0%, lemak kasar maksimal 7,0%, serat
kasar maksimal 7,0% dan abu maksimal 14,0%. Setelah di analisis ada beberapa
persentase dari kandungan nutrisi ransum yang digunakan tidak sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI).
Protein merupakan komponen utama dalam jaringan tubuh unggas. Protein
pada ransum berpengaruh pada peningkatan bobot badan dan produktivitas ternak.
Tetapi dalam ransum yang digunakan persentase kandungan protein cukup tinggi
dan melewati batas penggunaan protein pada ransum ayam ras petelur.
Kandungan protein yang tinggi dapat menyebabkan bobot badan bertambah
sehinggga dapat menyebabkan terjadi prolapsus (Sinurat, 1991). Selanjutnya
33
Abun (2006) menambahkan bahwa kelebihan protein dalam ransum unggas akan
mengakibatkan penurunan pertumbuhan, penurunan penimbunan lemak tubuh,
meningkatkan kadar asam urat dalam darah dan kelenjar adrenal. Selain itu dapat
meningkatkan stress yang di tandai dengan membesarnya kelenjar adrenal dan
meningkatnya produksi adrenokortikosteroid.Aftab et al. (2006) menambahkan
tingkat protein dalam pakan sebaiknya “cukup”, karena kelebihan kandungan
protein dan asam amino dalam pakan unggas menyebabkan harga pakan naik dan
juga mengakibatkan polusi lingkungan.Tingginya kandungan protein pada ransum
mengakibatkan harga ransum jadi mahal karena banyaknya penggunaan
konsentrat pada ransum. Hal ini bisa mempengaruhi keuntungan menurun dari sisi
ekonomi.
Dosis penggunaan premix pada perusahaan ini juga melebihi batas
penggunaan premix. Menurut Aftab et al., (2006) bahwa pada ayam pedaging
periode starter dan finisher serta ayam petelur masing-masing menggunakan
premix 0,5% dari total ransum. Premix biasa terdiri dari bahan sumber vitamin
makro dan mikro, mineral makro dan mikro serta additives.Jika terjadi kelebihan
dari salah satu nutrisi mikro tersebut seperti mineral dapat menyebabkan
pertumbuhan menurun, efisiensi pakan rendah, demineralisasi pada tulang,
deformati skeletal, pengapuran abnormal dari tulang rusuk dan sirip punggung,
dan anoresia (Leeson, 2001).
Pengaruh penambahan ramuan herbal labio˗1 terhadap performa ayam ras
petelur yang diberikan ke dalam air minum, yaitu :
34
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Pakan (g/ekor)
Berdasarkan hasil analisis uji t˗test independen sample, penambahan
ramuan herbal dan tanpa ramuan herbal pada air minum ayam ras petelur tidak
menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap terhadap konsumsi pakan ayam
ras petelur. Penambahan ramuan herbal labio˗1 pada perlakuan ramuan herbal 2,5
ml/liter pada air minum (X) dan tanpa penambahan ramuan herbal (Y)
menunjukkan hasil masing˗masing pada minggu ke˗1 X = 65,46 g, Y = 71,98 g,
Minggu ke˗ 2 X = 82,4 g, Y = 82,04 g, Minggu ke˗3 X = 75,51 g, Y = 74,54 g,
dan minggu ke˗4 menunjukkan X = 86,46 g, Y = 84,89 g. Hasil penelitian
terhadap konsumsi pakan ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Konsumsi Pakan
Hasil penelitian di atas menunjukkan hasil yang sama namun ada
kecenderungan kenaikan konsumsi pakan ayam ras petelur pada perlakuan
penambahan ramuan herbal labio˗1 pada minggu 1, 2, 3 dan 4. Hal ini di
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Minggu
ke-1
Minggu
ke-2
Minggu
ke-3
Minggu
ke-4
X = Air
Dengan
Penambahan
Ramuan
Herbal
Y= Air
Tanpa
Penambahan
Ramuan
Herbal
Konsu
msi
Pak
an
(g/e
kor)
Perlakuan
82,40±
15,22 82,04±
15,61 75,51±
11,08 74,5±
13,33
86,4±
16,72
84,8±13,82
65,46±
15,66
71,98±
19,98
35
menggambarkan bahwa rasa yang terdapat pada ramuan herbal labio˗1
meningkatkan nafsu makan ayam ras petelur.Hal ini didukung oleh Church
(1979) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas.
Palatabilitas dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur dan warna pakan yang diberikan.
Lidah unggas memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk
mengenali rasa makanannya sedangkan indra penciumannya (olfactory system)
kurang berkembang. Kepekaan rasa pada unggas tergantung pada jumlah alat
perasa (taste buds). Ayam memiliki jumlah taste buds sebanyak 24, burung puyuh
62, dan itik 200 (Zuprizal, 2006; Aufy dan Tobias, 2012).
Namun demikian konsumsi pakan ayam ras petelur setiap minggu lebih
rendah dibandingkan dengan standar yang digunakan oleh strain ISA Brown yaitu
pada minggu ke˗51 yaitu 112 g/ekor (Hendrix,2006). Konsumsi pakanyang
rendah disebabkan faktor lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wahju (2004) yang menyatakan bahwa konsumsi pakan ayam petelur dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu lingkungan, bangsa, umur, jenis
kelamin, imbangan zat˗zat nutrisi dalam pakan, kecepatan pertumbuhan, tingkat
produksi, bobot badan, palatabilitas dan tingkat energi metabolis pakan.
Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Pakan
Berdasarkan hasil analisis uji t˗test independen sample , rataan konversi
pakan berturut˗turut pada minggu ke˗1 yaitu X = 1, 25, Y = 1,38, minggu ke˗2 X
= 1,63, Y = 1,84, minggu ke˗3 X = 1,60, Y = 1,54, dan minggu ke˗4 X = 1,75, Y
= 1,55. Hasil penelitian terhadap konversi pakan ditunjukkan pada Gambar 3.
36
Gambar 3. Grafik Konversi Pakan
Hasil analisis uji t˗test independen sample, penambahan ramuan herbal
dan tanpa ramuan herbal pada air minum ayam ras petelur tidak menunjukkan
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap terhadap konversi pakan ayam ras petelur.Hal
inidisebabkan karena jumlah pakan yang dikonsumsi ayam ras yang jumlahnya
hanya sedikit baik dengan penambahan ramuan herbal labio˗1 maupun yang tidak
menggunakan penambahan ramuan herbal labio˗1.Konversi pakan sangat terkait
dengan konsumsi pakan dan produksi telur selama penelitian, semakin
rendah nilai konversi pakan maka semakin efisien ternak dalam
menggunakan pakan. Hal ini berbeda dengan pernyataan Hanura dan
Sumang (2008) yang menyatakan bahwa penggunaan jamu ternak sebagai
campuran air minum pada ternak ayam ras berpengaruh nyata menurunkan
konversi pakan.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
Mingguke-1
Mingguke-2
Mingguke-3
Mingguke-4
X = Air DenganPenambahanRamuanHerbal
Y= Air TanpaPenambahanRamuanHerbal
1,25±
0,15
1,75
±0,35 1,60
±0,63
1,63
±0,43
1,84
±0,43
1,54
±0,39
1,55
±0,46
Ko
nver
si
Pak
an
Perlakuan
1,38
±0,25
37
Nilai konversi pakan pada penilitian lebih rendah dibandingkan dengan
standar konversi pakan untuk ayam ras petelur strain ISA Brown. Standar konversi
pakan ISA Brown yaitu 1,97 (Hendrix,2006).
Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Telur (%)
Hasil analisis uji t˗test independen sample, rataan perlakuan berturut˗turut
pada minggu ke˗1 yaitu X = 86,32%, Y = 76,16%, minggu ke˗2 X = 82,58%, Y =
74,43%, minggu ke˗3 X = 83,47%, Y = 79,97%, dan minggu ke˗4 X = 83,92%, Y
= 85,70%. Hasil penelitian terhadap produksi telur ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik Produksi Telur
Hasil analisis uji t˗test independen samplemenunjukkan produksi telur
ayam ras petelur dengan penambahan ramuan herbal dan tanpa ramuan herbal
pada air minum ayam ras petelur tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05).
Perlakuan dengan penambahan ramuan herbal labio˗1 tidak menunjukkan
peningkatkan produksi dari standar yang telah di tentukan. Hal ini dapat di lihat
dari rataan produksi telur yang menggunakan ramuan herbal labio˗1 berkisar
68
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
Mingguke-1
Mingguke-2
Mingguke-3
Mingguke-4
Pro
du
ksi
Tel
ur
(%)
Perlakuan
86,32 ±0,05
76,16
±0,07
82,58
±0,06
74,43
±0,06
83,47
±0,02
79,97
±0,05
83,92±
0,04
85,70
±0,06
• X = Air
Dengan
Penambahan
Ramuan
Herbal
• Y = Air
Tanpa
Penambahan
Ramuan
38
antara 82,58 ˗ 86,32%. Hasil ini berbeda dengan standar produksi ayam strain ISA
Brown pada umur 51˗55 minggu yaitu berkisar 88 ˗ 89% (ISA, 2011). Penurunan
produksi telur disebabkan karena semakin tua umur ayam. Semakin tua umur
ayam maka produksi telur akan turun secara bertahap. Hal ini sesuai dengan
pendapat Romanoff dan Romanoff (1963) mengemukakan bahwa ada
hubungan antara umur ayam dengan produksi telur. Peningkatan produksi
telur minggu ke-4 pada ayam dengan perlakuan air tanpa penambahan ramuan
herbal dikarenakan tingginya konsumsi pakan pada minggu tersebut, yaitu
84,8±127,27. Dengan demikian maka protein yang dikonsumsi akan meningkat
sehingga produksi telurmeningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Blakely dan
Bade (1991) yang menyatakan bahwa protein dan asam amino yang cukup dalam
pakan dapat meningkatkan produksi telur.Produksi telur dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti strain ayam, pakan yang diberikan, mortalitas, culling,
kesehatan dan manajemen pemeliharaan, umur pertama bertelur, serta puncak
produksi telur (Farooq et al.2002). Mashaly (2004) menyatakan bahwa produksi
telur dipengaruhi oleh temperatur lingkungan pemeliharaan yang tinggi.
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Air Minum (ml)
Hasil analisis uji t˗test independen sample, rataan perlakuan berturut˗turut
pada minggu ke˗1 yaitu X = 7819,19 ml, Y = 7711,62 ml, minggu ke˗2 X =
6499,06 ml, Y = 6399,62 ml, minggu ke˗3 X = 6727,56 ml, Y = 6659,56 ml, dan
minggu ke˗4 X = 6995 ml, Y = 6700,62 ml. Hasil penelitian terhadap konsumsi
air minum ditunjukkan pada Gambar 5.
39
Gambar 5. Grafik Konsumsi Air Minum
Hasil analisis uji t˗test independen sample menunjukkan konsumsi air
minum ayam ras petelur dengan penambahan ramuan herbal dan tanpa ramuan
herbal pada air minum ayam ras petelur tidak menunjukkan pengaruh nyata
(P>0,05). Tetapi pada penambahan ramuan herbal labio˗1 konsumsi air minum
lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi air minum tanpa penambahan
ramuan herbal labio˗1. Sehingga pada ayam yang diberikan penambahan ramuan
herbal labio˗1 lebih banyak mengkonsumsi zat bioaktif yang terkandung pada
ramuan herbal labio˗1. Zat bioaktif yang terkandung pada ramuan herbal labio˗1
dapat menghambat pertumbahan bakteri yang merugikan pada proses pencernaan
pakan dan air mium pada ayam ras petelur, salah satu zat aktif yang dapat
menghambat bakteri yaitu kurkumin dan minyak atsiri pada kunyit. Hal ini sesuai
dengan pendapat Susilowati et al., (1985) menyatakan bahwa kurkumin dapat
menghambat pertumbuhan bakteri terutama pada saluran pencernaan sehingga
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
Minggu
ke-1
Minggu
ke-2
Minggu
ke-3
Minggu
ke-4
Ko
nsu
msi
Air
Min
um
(m
l)
Perlakuan
7711,62
±732,14
6499,
06±43
4,82
6399,
62±6
69,02
6727,
56±6
32,88
6659,
56±5
19,14
6995
±691,
31
6700,
62±70
7,62
7819,19±
699,90
•Air
Dengan
Penambaha
n Ramuan
Herbal
• Y = Air
Tanpa
Penambaha
n Ramuan
Herbal
40
meningkatkan pertumbuhan. Minyak atsiri kunyit bersifat bakteriostatik
terhadap E. coli.
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot telur (g)
Hasil analisis uji t˗test independen sample, rataan perlakuan berturut˗turut
pada minggu ke˗1 yaitu X = 29,78 g, Y = 27,59 g, minggu ke˗2 X = 27,08 g, Y =
22,09 g, minggu ke˗3 X = 25,04 g, Y = 22,84 g, dan minggu ke˗4 X = 25,29 g, Y
= 24,86 g. Hasil analisis uji t˗test independen sample menunjukkan produksi telur
ayam ras petelur dengan penambahan ramuan herbal dan tanpa ramuan herbal
pada air minum ayam ras petelur tidak menunjukkan pengaruh nyata (P>0,05).
Hasil penelitian terhadap bobot telur ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Bobot Telur
Bobot telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur, genetik
dan pakan yang di konsumsi sehari˗hari.Hal ini sesuai dengan pendapat
Anggorodi (1994) yang mengemukakan bahwa besarnya telur di pengaruhi oleh
0
5
10
15
20
25
30
Minggu
ke-1
Minggu
ke-2
Minggu
ke-3
Minggu
ke-4
Bob
ot
Tel
ur
(g/b
uti
r)
Perlakuan
29,78±
12,23 27,59±
13,28 27,08±
10,99
22,09
±9,97
25,04±
11,61 22,84
±9,40
25,29
±9,23 24,86
±6,26 • X = Air
Dengan
Penambahan
Ramuan
Herbal
• Y = Air
Tanpa
Penambahan
Ramuan
Herbal
41
beberapa faktor termasuk sifat genetik, tingkat dewasa kelamin, umur,
obat˗obatan,dan makanan sehari˗hari. Faktor makanan terpenting yang diketahui
mempengaruhi besar telur adalah protein dan asam amino yang cukup dalam
pakan. Selanjutnya di jelaskan, bahwa disamping ransum yang berkualitas baik
juga air minum turut berpengaruh terhadap ukuran besar telur, dimana pada ayam
kekurangan air minum akan mempengaruhi organ reproduksinya. Konsumsi air
minum ayam dengan penambahan ramuan herbal labio˗1 lebih banyak sehingga
penyerapan zat bioaktif yang terkandung dalam ramuan herbal labio˗1 lebih
banyak, sehingga dapat menghambat pertumbahan bakteri yang merugikan organ
reproduksinya. Atik (2010) menambahkan bahwa protein yang dikonsumsi pada
pakan merupakan faktor terpenting yang dapat memberikan pengaruh pada berat
telur, karena kurang lebih 50% dari berat kering telur adalah protein terkonsumsi
beserta zat˗zat lain yang terkandung didalamnya seperti lemak, karbohidrat
dan juga vitamin.
Bobot telur yang diperoleh pada penelitian masih lebih rendah dari standar
ayam ras petelur strain ISA Brown. Standar rata˗rata bobot telur ayam ras petelur
strain ISA Brown pada umur 51˗ 55 minggu berkisar antara 56,3˗ 56,9 g (Hendrix,
2006).
42
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa penambahan
ramuan herbal labio˗1 pada air minum ayam ras petelur strain ISA Brown mampu
mempertahankan performa ayam ras petelur.
Saran
Sebaiknya penggunaan ramuan herbal labio˗1 dilakukan sejak DOC pada
ayam ras petelur.
43
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Abun. 2006. Protein dan Asam Amino. Bahan Ajar Mata Kuliah Nutrisi Ternak
Unggas dan Monogastrik. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Bandung.
Adnyana, K dan A. Firmansyah. 2006. Kemangi versus selasih. Solusisehat. net.
(Diakses pada tanggal 20 Oktober 2016).
Aftab, U., M. Ashraf and Z. Jiang. 2006. Low protein diets for broilers. World’s
Poultry Science. 62(4):688-701.
Agustina, L. 2006. Penggunaan ramuan herbal labio˗1 sebagai imbuhan pakan
untuk meningkatkan performan broiler. Inovasi Teknologi dalam
Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing.Prosiding Lokakarya
Nasional.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Bekerjasama dengan Jurusan Sosek Ekonomi
Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Agustina, L., M. Hatta dan S. Purwanti. 2009. Penggunaan ramuan herbal labio˗1
untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas broiler. 1. Analisis zat
bioaktif dan uji aktifitas antibakteri ramuan herbal labio˗1 dalam
menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. Pengembangan Sistem
Produksi dan Pemanfaatan Sumber Daya Lokal untuk Kemandirian Pangan
Asal Ternak.Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan.
Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Jatinangor, 21˗22 September
2009. Hal. 60˗75.
Agustina, L., M. Hatta dan S. Purwanti. 2010. Penggunaan ramuan herbal labio˗1
untuk meningkatkan produktifitas dan kualitas broiler. 2. Uji Aktifitas
antibakteri ramuan herbal labio˗1 terhadap masa kedaluarsa. Seminar
Nasional Perspektif Agribisnis Peternakan di Indonesia. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto, 10 April 2010.
Hal. 143.
Ahira, A., 2011. Klasifikasi bawang merah. http://www.anneahira.com
/klasifikasi˗bawang˗merah.htm. (Diakses pada tanggal 22 September 2016).
Ahmet, A., G. Medine, I. I. Ce1,. Meryem Peng., Hatice ., F. Pahun, dan U.
Karaman. 2005. Antimicrobial effects of Ocimum basilicum(Lamiatae)
extract. Turk Biology Journal. 29:155˗160.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Kemajuan Mutakhir.
Cetakan Pertama. Penerbit Universitas Indonesia (UI˗Press). Jakarta.
44
Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT Gramedia Pustaka
Umum. Jakarta.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Seri Beternak Mandiri. Cetakan
Pertama. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi. Bogor.
AOAC, 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical
Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington.
Ardiansyah, F., S. Tantalo., dan K. Nova. 2012. Perbandingan performa dua strain
ayam jantan tipe medium yang diberi ramsum komersial broiler. Universitas
Lampung, Lampung
Armando R.2009. Memproduksi minyak atsiri berkualitas. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Atik, P. 2010. Pengaruh Penambahan Tepung Keong Mas (Pomacea canaliculata
Lamarck) Dalam Ransum Terhadapa Kualitas Telut Itik. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Konsumsi Rata˗Rata per Kapita Seminggu Beberapa
Macam Bahan Makanan Penting. BPS Jakarta.
Blakely, J dan D.H Bade. 1991. Ilmu Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Cahyono, B. 1995. Ayam Petelur (Gallus Sp). Penerbit Pustaka Nusatama.
Yogyakarta.
Church, D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding. Durhan and Cowney, Inc.
Portland. Oregon.
Cowan, M.M. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. Oxford. Miamy
University.
Dirgahayu, F.I., D.Septinova., dan K. Nova. 2016. Perbandingan kualitas
eksternal telur ayam ras strain isa brown dan lohmann brown. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu . 4(1): 1˗5.
Ensminger, M. E., J. E. Oldfield and W. W. Heinemann. 1990. Feed and
Nutrition. 2ndEdition. Ensminger Publishing Company. California.
Ensminger, M. E. 1992. Animal Science. 6th
Ed. The Interstate and Publisher, Inc.
Danville.
Fadillah, R. 2004. Ayam broiler komersial. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
45
Farooq M, M.A.Mian, F.R. Durrani, and M. Syed. 2002. Egg production
performance of commercial laying hens in Chakwal district, Pakistan. Livest
Res Rural Dev. 14 (2) 2002.
Hakim. 2008. Manfaat Bawang Putih untuk Mencegah dan Mengobati Penyakit.
http://www.forumsains.com/artikel/manfaat˗bawang˗putih˗untuk˗mencegah
˗dan˗mengobati˗penyakit/. (Diakses pada tanggal 23 September 2016).
Hartati. 2011. Perbedaan Tekanan Darah Tenaga Kerja Sebelum dan Sesudah
Terpapar Kebisingan Melebihi NAB di Unit Boiler Batubara Pt. Indo
Acidatama. Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar. Skripsi. Program
Diploma IV Kesehatan Kerja. Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Haruna S, dan Sumang. 2008. Pemanfaatan jamu sebagai campuran air minum
pada ternak ayam buras. J Agrisistem 4(1):1˗6.
Hayani, E. 2007. Pemisahan komponen rimpang temu kunci secara kromatografi
kolom. Buletin Teknik Pertanian. 12 (1) : 2
Hendrix Genetic Company. 2006. Layer Management Guide. ISA Brown, A
Hendrix Genetic Company. Franc.
ISA, A Hendrix Genetics Company. 2011. ISA Brown Comercial Stock Product
Performances. ISAPoultry. Boxmeer (NL).
Ivy, R. E. and E. W. Gleaves. 1976. Effect of production level, dietary protein and
energy on feed consumption and nutrient requirement of laying hens.
Poultry Science. 55 : 2166˗2177.
Khan S.H., R. Sardar, and M.A. Anjum. 2007. Effects of dietary garlic on
performace and serum and egg yolk cholesterol concentration in laying
hens. Asian˗Aust J Anim Sci. 1 : 22˗27.
Kristio. 2011. Tanaman sereh. http://toiusd.multiply.com/journal/item/72.
(Diakses pada tanggal 20 September 2016).
Kusumaningrum W. 2008. Efektifitas Kunyit, Bawang Putih, dan Zink dalam
Pakan Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Polimorfonuklear.
Ayam Broiler [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Leeson, S. and J.D. Summers. 2001. Commercial Poultry Nutrition. University
Books Guelph.
Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
46
Mashaly, MM.,GL. Hendricks,MA. Kalama, AE. Gehad, AO.Abbas,
andPH.Patterson. 2004. Effect of heat stress on production parameters and
immune responses of commercial laying hens. Poult Sci. 83:889–894.
Massimo, L., M. Miele., B. Ledda., F. Grassi., M. Mazzei., dan F. Sala. 2004.
Morphological characterization essential oil composition and DNA
genotyping of Ocimum basilicum L. cultivars. J. Plant Science. 167 :
725˗731.
Nasa, D.S. 2012. Jumlah konsumsi air minum ayam. http://www.viternaplus.com
/2012/11/jumlah˗konsumsi˗air˗minum˗ayam.html. (Diakses pada tanggal 25
September 2016).
Natamidjaya. 2004. Pengaruh Penambahan Jamu Ayam Terhadap Kualitas Karkas
Ayam Ras Sulawesi Selatan: Litbang. http://www.Litbang.Jakarta.net.
(Diakses pada tanggal 05 September 2016)
North and D.D Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Ed.
The Avi Book. Published By Van Nostrand Reinhald. New York.
North, M. O., 1992. Commercial Chiken Production Manual. 5th
Edition. The Avi
Publishing Company., Inc. Westport. Connecticut. New York.
NRC, 1984. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy Press.
Washington DC.
Rahayu, I dan C. Budiman. 2008. Pemanfaatan Tanaman Tradisional sebagai Feed
Additive dalam Upaya Menciptakan Budidaya Ayam Lokal Ramah
Lingkungan. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
AyamLokal.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Ternak,
Fapet˗IPB.http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/
lokakarya/lkayam˗lkl05˗16.pdf.
Rahardjo M dan O. Rostiana . 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler 11, 2005. (Diakses pada tanggal 02
September 2016).
Rasyaf, M. 2008. Produksi dan Penambahan Ransum Unggas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Rasyaf. M. 2009. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riayati, E.E. 1989. TanamanObat Indonesia.FakultasFarmasi UGM,
1989.http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/index.php. (Diakses pada 01
Oktober 2016).
Romanoff AL, and AJ.Romanoff. 1963. The Avian Egg. New York (US): John
Wiley and Sons.
Rukmana, R. 1994. Kencur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
47
Rukmana, R. 2005. Temu Hitam. Kanisius. Yogyakarta.
Pelczar, M. J., and E.C.S Chan. 1988. Dasar – Dasar Mikrobiologi. UI Press.
Jakarta.
Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green and S. R. J. Robbins. 1981. Spices.
Vol. 2. Longman Inc., New York.
Purwanti, S. 2008. Kajian Efektifitas Penambahan Kunyit, Bawang Putih Dan
Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol Dan Status
Kesehatan Broiler [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Puspitawati. 2006. Bolus Serbuk Temu Hitam Untuk Meningkatkan Kualitas Susu
Sapi Perah. Airlangga University Library. Surabaya.
Priyono, D. 2003. Performans ayam ras petelur tipe medium periode tiga bulan
pertama bertelur yang diberi ransum dengan kandungan metionin pada
berbagai level. Skripsi. Fakultas Peternakan, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Sahlan, B. 2013. Pengaruh berat badan ayam ras petelur fase grower terhadap
produksi telur fase produksi. (Diakses pada tanggal 01 Oktober 2016 ).
Sandi, K. 2009. Manfaat dan kandungan jahe. http:// koesandi.wordpress. com
/tag/manfaat˗dan˗kandungan˗jahe/. (Diakses pada tanggal 02 September
2016).
Samadi, B. 2010. Sukses Beternak Ayam Ras, Pedaging dan Petelur. Cet I.
Diterbitkan oleh Pustaka Mina, kelompok Penerbit Papas, anggota Ikapi
Jakarta.
Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur dan Manfaatnya. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Scott, M. L., M Nesheim, and R.J Young. 1992. Nutrition of The Chiken. FifthEd.
Scott, M. L. And Associates. Ithaca. New York.
Seputra, E.A. 2008. Manfaat Sereh. http://artikel˗alternatif. Blogspot .com/
2008/01/manfaat˗sereh.html. (Diakses pada tanggal 03 September 2016).
Sinurat, A.P. 1991. Penyusunan Ransum Ayam Buras. Wartazoa 2: 1 – 4.
Siregar, R. T. 2003. Pengaruh perubahan waktu penambahan ransum dengan
berbagai level protein terhadap performans produksi ayam ras petelur.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Alfabeta. Bandung.
48
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2006. Pakan Ayam Ras Petelur (Layer). Badan
Standarisasi Nasional. SNI 01-3929-2006.
Sulandari, S., M. S. A. Zein., S. Paryanti, T. Sartika, M. Astuti, T. Widjastuti, E.
Sudjana, S. Darana, I. Setiawan dan D. Garnida. 2007. Sumberdaya genetik
ayam lokal indonesia. keanekaragaman sumberdaya hayati ayam lokal
Indonesia. Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Hal : 45 – 67.
Suprijatna, E., 2008. Ayam Buras Krosing Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilowati, S. Bambang dan D. Wahyu. 1985. Pengaruh daya anti mikroba dari
rimpang Curcuma domestica Val. Terhadap bakteri Escherichia coli. Pros.
Simposium Nasional Temulawak. Bandung 17˗18 September 1985.
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung. hlm. 174˗180.
Syamsiah I.S, dan Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Syukur, C. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tampubolon OT. 1981. Tumbuhan Obat Bagi Pecinta Alam. Bharata Karya
Aksara. Jakarta.
Telci, I., E. Bayram., G. Yilmaz., and B. Avci. 2006. Variabilityy in essential oil
composition of Turkish basils. Biochemical Systematics and Ecology
Journal.34 (2006):489˗497.
Teo S.P and Banka RA. 2000. Piper betle L. In : Plant Resources of South˗East
Asia 16. Backhuys Publishers. Netherlands.
Tjitrosoepomo, G. 2004. Taksonomi Tumbuhan Obat˗Obatan. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Tillman, D. A., H. Hartadi, S. Prawiro dan Lebdosoekodjo. 1986. Ilmu
Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Tugiyanti, E. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapat ransum
dengan penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolat prosedur
antihistamin. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman.
Purwokerto.
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
49
Wahyuni. 2006. Potensi Serbuk Temu Hitam Sebagai Obat Cacing dan
Peningkatan Produksi Susu Serta Kesehatan Sapi Perah. Airlangga
University Library. Surabaya.
Wijayakusuma, M. H. 2005. Kunyit dan Temulawak untuk Mencegah Flu
Burung.http://www.republika.co.id. (Diakses pada tanggal 03 September
2016).
Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Waldroup P.W, E.O. Rondon, dan C.A. Fritts. 2003. Comparison of bio˗mos and
antibiotic feeding programs in broiler diets containig copper sulfate.
International Journal of Poultry Science 2 (1) : 28˗31, 2003. (Diakses pada
tanggal 18 Oktober 2016).
Yamada, Y and K.Azama. 1977. Antimicroba. Agents Chemotheraphy., 743 : 1.
http://www.sirisimpex.com/garlic.html. (Diakses pada tanggal 25 September
2016).
Zakaria, F.R. dan T.M. Rajab. 1999. Pengaruh ekstrak jahe (Zingiber officinale
Roscoe) terhadap produksi radikal bebas makrofag mencit sebagai indikator
imunostimulan secara in vitro. Persatuan Ahli Pangan Indonesia (PATPI).
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan: 707−716.
Zainuddin, D. 2010. Tanaman Obat˗Obatan. http://toni komara. blogspot.com/
2010/01/ tanaman˗obat˗meningkatkan˗efisiensi.html. (Diakses pada tanggal
25 September 2016).
50
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Konsumsi Pakan
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KMP X 16 65.4684 15.66824 17.67059
Y 16 71.9809 19.76908 19.94227
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KMP X 16 82.4082 15.22458 8.80615
Y 16 82.0444 15.61392 21.40348
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KMP X 16 75.5159 11.08822 7.77206
Y 16 74.5020 13.33317 10.33329
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
KMP X 16 86.4027 16.72414 4.18104
Y 16 84.8231 13.82704 13.45676
Lampiran 2. Tabel Konversi Pakan
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
FCR1 X 16 1.2550 .15756 .03939
Y 16 1.3831 .25263 .06316
51
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
FCR2 X 16 1.6312 .43423 .10856
Y 16 1.8462 .63983 .15996
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
FCR3 X 16 1.6037 .47845 .11961
Y 16 1.5400 .39793 .09948
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
FCR4 X 16 1.7562 .35172 .08793
Y 16 1.5500 .46609 .11652
Lampiran 3. Tabel Produksi Telur
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HDP1 X 8 86.3250 5.26446 1.86127
Y 8 76.1675 7.26893 2.56995
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HDP2 X 7 82.5857 6.21317 2.34836
Y 7 74.4300 6.45481 2.43969
52
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HDP3 X 7 83.4786 2.97297 1.12368
Y 7 79.9786 5.42731 2.05133
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
HDP4 X 7 83.9271 5.23687 1.97935
Y 7 85.7086 6.42981 2.43024
Lampiran 4. Tabel Konsumsi Air Minum
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
A1 X 16 7819.19 699.902 174.976
Y 16 7711.62 732.146 183.037
Group Statistics
PERLA
KUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
A2 X 16 6499.06 434.829 108.707
Y 16 6399.62 669.022 167.255
Group Statistics
P N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
A3 X 16 6727.56 632.888 158.222
Y 16 6659.56 519.142 129.786
53
Group Statistics
P N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
A4 X 16 6995.00 691.316 172.829
Y 16 6700.62 707.621 176.905
Lampiran 5. Tabel Bobot Telur
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BobotTelur X 16 29.7818 12.23795 3.05949
Y 16 27.5903 13.28266 3.32066
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BobotTelur X 16 27.0846 10.99039 2.74760
Y 16 22.0915 9.97849 4.99462
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BobotTelur X 16 25.0410 11.61106 3.90276
Y 16 22.0411 9.40836 5.85209
Group Statistics
Perlaku
an N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
BobotTelur X 16 25.2919 9.23707 4.05927
Y 16 24.8650 6.26322 6.56580
54
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian.
1
2
1. Tempat air minum 2. Tempat pakan
Pembersihan tempat air minum
Pemberian air minum
Pemberian pakan
Pembersihan tempat pakan
55
Penambahan ramuan herbal labio-1
Pengukuran sisa air minum
Pemberian tanda pada telur Penimbangan bobot Telur
Penimbangan sisa pakan
56
RIWAYAT HIDUP
Bunga Sulvani Yahya. Lahir pada tanggal 09 Juni 1995 di
Ciro-Ciroe Sidrap. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudaradari pasangan suami istri Muhammad Yahya
Ibrahim dan Paisah. Penulis mengawali pendidikan di
Sekolah Dasar SDN N0.10 Benteng dan lulus pada tahun
2007. Kemudian melanjutkan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1
Watang Pulu dan lulus pada tahun 2010. Setelah itu melanjutkan sekolah di SMK
Negeri 01Watang Puludan lulus tahun 2013. Pada tahun 2013 melanjutkan
pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri tepatnya di Universitas Hasanuddin
Fakultas Peternakan melalui jalur Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri
(SNPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis tercatat sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak Universitas Hasanuddin
(HUMANIKA-UNHAS) periode 2016-2017, aktif di IPMI SIDRAP BKPT
UNHAS (Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Sidenreng Rappang Badan
Koordinasi Perguruan Tinggi Universitas Hasanuddin) periode 2013-2017,
Penulis juga pernah menjabat sebagai Sekertaris Umum IPMI SIDRAP BKPT
UNHAS periode 2016-2017. Saat ini penulis menjabat sebagai anggota Majelis
Pertimbangan Pengurus (MPP) IPMI SIDRAP BKPT UNHAS periode 2017-
2018.