Upload
vokhanh
View
241
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH SISTEM OLAH TANAH TERHADAP EFEKTIFITAS
APLIKASI MIKORIZA PADA TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays
saccharata sturt)
Usulan Penelitian
Oleh :
Ganang Gaga Prakoso
20130210068
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jagung manis (Zea mays saccarata sturt) adalah tanaman pangan yang
kebutuhan setiap tahunnya meningkat sehubungan dengan pertambahan penduduk
yang senang mengkonsumsinya. Jagung manis selain dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pangan juga digunakan untuk bahan baku industri gula jagung (Bakhri,
2007).
Produksi jagung manis di Indonesia pada tahun 2013 mengalami
penurunan dibandingkan dengan produksi jagung manis pada tahun 2012 (Badan
Pusat Statistik, 2014). Produksi jagung manis pada tahun 2013 adalah 18.506.287
ton sedangkan pada tahun 2012 adalah 19.377.030 ton. Penurunan produksi ini
terjadi di Jawa sebesar 0.62 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0.26 juta ton.
Penurunan produksi terjadi karena adanya penurunan luas panen seluas 137.43
ribu hektar (3.47%) dan penurunan produktivitas sebesar 0.55 kuintal'hektar
(1.12%). Jika dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika Serikat. Cina,
Brazil dan Meksiko, Indonesia belum mencapai separuh produksi jagung dari
negara tersebut.
Perbedaan tingkat produktivitas jagung manis sebenarnya bukan semata-
mata hanya disebabkan oleh perbedaan teknologi produksi yang sudah diterapkan
petani, tetapi karena adanya pengaruh faktor-faktor lain yaitu sifat atau karakter
agroklimat, intensitas jenis hama dan penyakit, varietas yang ditanam, umur panen
serta usaha taninya. Sehubungan dengan hasil tersebut upaya ke arah perbaikan
tanaman jagung perlu dilakukan, khususnya menciptakan lingkungan tumbuh
yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung. Terdapat beberapa cara dalam
kaitannya dengan upaya tersebut salah satunya yaitu dengan pengaplikasian
mikroorganisme dan sistem pengolahan tanah (Suwardjono, 2004).
Salah satu mikroorganisme yang dapat bermanfaat bagi tanaman adalah
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). MVA adalah sejenis jamur yang
bersimbiosis dengan akar tanaman yang mampu meningkatkan serapan unsur hara
dan meningkatkan efisiensi penggunaan air tanah sehingga mempunyai laju
pertumbuhan vegetatif yang lebih cepat dan resisten terhadap serangan patogen
(Santoso, 1994). Setiadi (1991) menyebutkan bahwa peningkatan pertumbuhan
oleh Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) karena Mikoriza dapat meningkatkan
serapan N, P dan, K. Kehadiran Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada
tanah dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan nilai tegangan
osmotik sel-sel tanaman pada tanah yang kadar aimva cukup rendah, sehingga
tanaman dapat melangsungkan kehidupannya (Santoso. 1994). Perbedaan
mikroorganisme yang tumbuh subur di rhizosfer dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikoriza (Kusumaastuti, 2017).
Selain dengan pemberian mikroorganisme untuk meningkatkan produksi
jagung adalah dengan sistem pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah
perlakuan terhadap tanah untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Widiatmoko dan Supartoto (2002) menyatakan. bahwa
sistem olah tanah sempurna dapat memberikan basil pada tanaman jagung yang
lebih baik dibandingkan dengan sistem lain. Pengolahan tanah yang baik dan
dalam menyebabkan berkurangnya tingkat ketahanan penetrasi tanah.
Perlu tidaknya tanah diolah dapat dipengaruhi oleh tingkat kepadatan dan
aerasi, pada tingkat kepadatan yang tinggi akibat tidak pernah diolah
mengakibatkan pertumbuhan akan terbatas, sehingga zona serapan akar menjadi
sempit. Sedangkan pengolahan tanah yang dilakukan secara terus menerus dapat
menurunkan laju infiltrasi tanah sebagai akibat terjadinya pemadatan tanah
(Alibasyah. 2000). Oleh karena itu. perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh sistem olah tanah terhadap efcktifitas aplikasi Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) Arbuskular pada tanaman jagung.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu :
1. Apakah dengan sistem pengolahan tanah dan aplikasi Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) akan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman
jagungmanis?
2. Apakah ada saling pengaruh antara sistem pengolahan tanah dengan
efektifitas Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman jagung manis?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh sistem pengolahan tanah dan aplikasi Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
manis.
2. Menentukan sistem pengolahan tanah yang paling sesuai dengan efektifitas
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
jagung manis.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Jagung Manis
Jagung manis (Zea mays Saccharata) merupakan salah satu jenis tanaman
yang dipanen muda dan banyak diusahakan di daerah tropis. Jagung manis atau
yang sering disebut sweet com dikenal di Indonesia pada awal 1980 melalui hasil
persilangan (Koswara, 1986). Sejak itu jagung manis di Indonesia mulai ditanam
secara komersial karena penanamannya yang sederhana dan digemari oleh
masyarakat.
Menumt Prambudi (2008) jagung yang masuk pada Ordo Poales, Family
Poaceae, dan Genus Zea merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang;
terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di
Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi altematif sumber pangan di
Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura
dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok.
Syukur dan Rifianto (2013) mengatakan bahwa untuk memperoleh
produksi yang tinggi, jagung manis sebaiknya dibudidayakan di dataran rendah
hingga dataran tinggi (0 - 1.500 m dpl) pada lahan kering yang berpengairan
cukup maupun tadah hujan dengan pH tanah antara 5,5 - 7. Selain itu, pemberian
pupuk N, P dan K merupakan salah satu penunjang keberhasilan dalam budidaya
jagung manis. Hal ini karena sangat berpengamh terhadap kualitas dan kuantitas
produksi jagung manis. Umur jagung manis antara 60-70 hari, namun pada
dataran tinggi yaitu 400 meter di atas pennukaan laut atau lebih, biasanya bisa
mencapai 80 hari (AAK, 2010).
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung manis hams mempunyai
kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman
jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil
yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan
membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat
ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah
berpasir (AAK, 2010).
Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman jagung
manishibrida adalah 5,5-7,0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya. Tanah-tanah yang pH nya
kurang dari 5,5 dianjurkan diberi pengapuran untuk menaikkan pH (Warisno,
2007). Berdasarkan Balitbang (2009), teknis budidaya jagung adalah sebagai
berikut :
1. BudidayaTanamanJagung Manis
a. Penyiapan Lahan :
Pengolahan tanah untuk penanaman jagung dapat dilakukan dengan 2
carat yaitu olah tanah sempurna (OTS) dan tanpa olah tanah (TOT) bila lahan
gembur. Namun bila tanah berkadar Hat tinggi sebaiknya dilakukan pengolahan
tanah sempurna (intensif). Pada lahan yang ditanami jagung dua kali setahun,
penanaman pada musim penghujan (rendeng) tanah diolah sempurna dan pada
musim tanam berikutnya (musim gadu) penanaman dapat dilakukan dengan tanpa
olah tanah untuk mempercepat waktu tanam. Setelah ditentukan penetapan
pengolahan tanah kemudian dilakukan penataan lahan, pembuatan
saluran/draenase. Selanjutnya bila pH tanah kurang dari 5, sebaiknya ditambah
kapur (dosis 300 kg/ha) (Balitbang. 2009).
b. TeknikPenanaman
Penanaman pada perlakuan TOT bisa dilakukan langsung dicangkul/koak
tempat menugal benih sesuai dengan jarak tanam lalu beri pupuk kandang atau
kompos 1-2 genggam (+ 50 g) tiap cangkulan/koakan. Penanaman pada lahan
OTS cukup ditugal untuk dibuat lubang tanam benih sesuai dengan jarak tanam,
selanjutnya dibcrikan pupuk kandang atau kompos 1-2 genggam (+ 50 g).
Pemberian pupuk kandang ini dilakukan 3-7 hari sebelum tanam. Bisa juga pupuk
kandang ini diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih yang baru ditanam.
Jarak tanam yang dianjurkan ada 2 cara adalah: (a) 70 cm \ 20 cm dengan 1 benih
per lubang tanam, atau (b) 75 cm x 40 cm dengan 2 benih per lubang tanam).
Dengan jarak tanam seperti ini populasi mcncapai 66.000-71.000 tanaman/ha.
c. Pemupukan
Berdasarkan hasil penelitian, takaran pupuk untuk tanaman jagung manis
adalah l00 kg urea/ha, 50 kg SP-36/ha, dan 200 kg ZA/ha. Waktu pemberian
pupuk yaitu umur 0 hst Urea = 100 kg/ha, SP-36 = 50 kgdia, umur 15 hst ZA =
100 kg/ha, dan umur 35 hst ZA sebanyak 100 kg (Badan Penyuluh Pertanian,
2015).Cara pemberian pupuk, ditugal sedalam 5 cm dengan jarak 10 cm dari
batang tanaman dan ditutup dengan tanah.
e. Penyiangan
Penyiangan sebaiknya dilakukan dua minggu sekali selama masa
pertumbuhan tanaman jagung, yaitu pertama pada umur 15 hst hingga pada umur
6 minggu hst . Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan
(mencangkul tanah diantara, barisan lalu ditimbunkan kebagian barisan tanaman
sehingga membentuk guludan yang memanjang).
f. Pengendalian Hama dan Penyakit
Penyakit yang banyak dijumpai pada tanaman jagung manis adalah
penyakit bulai. jamur (Fusarium sp). Pengendalian penyakit bulai dengan
perlakuan benih. 1 kg benih dicampur dengan metalaksis (Ridhomil atau Saromil)
2 gr yang dilarutkan dalam 7.5-10 ml air. Sementara itu untuk jamur
(Fitsariunisp) dapat disemprot dengan Fungisida (Dithane M-45) dengan dosis 45
gr / tank isi 15 liter. Penyemprotan dilakukan pada bagian tanaman di bawah
tongkol. Ini dilakukan sesaat setelah ada gejala infeksi jamur. Dapat juga
dilakukan dengan cara membuang daun bagian bawah tongkol dengan ketentuan
biji tongkol sudah terisi sempuma dan biji sudah keras. Hama yang umum
mengganggu pertanaman jagung adalah lalat bibit, penggerek batang dan tongkol.
Lalat bibit umumnya mengganggu pada saat awal pertumbuhan tanaman. oleh
karena itu pengendaliannya dilakukan mulai saat tanam menggunakan insektisida
carbofuran utamanya
g. Panen
Pemanenan jagung dilakukan pada saat jagung telah berumur sekitar 60-
70 hst tergantung dari jenis varietas yang digunakan. Jagung yang telah siap panen
ditandai dengan daun jagung/klobot telah kering, berwama kekuning-kuningan,
dan ada tanda hitam di bagian pangkal tempat melekatnya biji pada tongkol.
Panen yang dilakukan sebelum lewat masak fisiologis akan berpengaruh terhadap
kualitas kimia biji jagung karena dapat menyebabkan kadar protein menurun,
namun kadar karbohidratnya cenderung meningkat.
B. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menjaga aerasi dan kelembaban
tanah sesuai dengan kebutuhan tanah, sehingga pertumbuhan akar dan penyerapan
unsur hara oleh akar tanaman dapat berlangsung dengan baik. Ada bebergpa cara
pengolahan tanah yang dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu tanpa olah tanah,
pengolahan tanah minimum dan pengolahan tanah sempuma (Tyasmoro et al,
1995).
Tujuan pengolahan tanah yang paling utama adalah untuk memperbaiki
sitat fisik tanah agar sesuai bagi pertumbuhan tanaman, sedangkan menurut Unger
dan Me Calla (1980). bahvva kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman secara umum ditentukan oleh si fat fisik tanah. antara lain
konsentrasi dan struktur tanah yang mampu memberikan cukup ruang pori-pori
untuk aerasi dan penyediaan air bagi tanaman. Lebih lanjut, Beare dkk (1994),
mengatakan bahwa kondisi lahan yang baik tersebut kadang-kadang sudah
terpenuhi secara alami dan apabila kondisi belum baik maka dapat dilakukan
modifikasi yaitu dengan atau tanpa pengolahan tanah.
Pengolahan tanah diperlukan untuk menggemburkan tanah supaya
mendapatkan perakaran yang baik. tetapi pekerjaan ini dapat menimbulkan
permasalahan jangka panjang sebagai sumber kerusakan tanah yang dapat
menurunkan produktivitas tanah. Pengurangan pengolahan tanah hanya dapat
dilakukan untuk menghindari tanah menjadi padat kembali setelah diolah dan
dapat digunakan teknik pemberian bahan organik ke dalam tanah (Suwardjo dan
Dariah. 1995).
Pengolahan tanah dapat mcnciptakan kondisi yang mendukung
perkecambahan benih dan mungkin diperlukan untuk memerangi gulma dan hama
yang menyerang tanaman atau untuk membantu mengendalikan erosi. Pengolahan
:anah memerlukan input energi yang tinggi, yang bisa berasal dari tenaga kerja
manusia atau hewan. Pengolahan tanah bisa mengakibatkan efek negatif atas
sehidupan tanah dan meningkatkan mineralisasi bahan organik (Mulyadi et al,
2001). Menurut Widiatmoko dan Supartoto (2002) menyatakan persiapan lahan
antuk tanaman jagung dapat dilakukan dengan tiga cara, disebut zero yaitu tanpa
olah tanah (TOT) pengolahan tanah minimum,dan pengolahan tanah maksimum
sempuma). Pada sistem tanpa olah tanah yang terus menerus, residu organik dari
tanaman sebelumnya mengumpul pada permukaan tanah, sehingga terdapat
aktivitas mikroba perombak tanah pada permukaan tanah yang lebih besar pada
tanah-tanah tanpa olah jika dibandingkan dengan pengolahan tanah sempurna
Engelstad, 1997).
C. Sistem Tanpa Olah Tanah
Teknologi tanpa olah (TOT) tanah merupakan salah satu teknik pada
persiapan lahan atau budidaya tanaman yang termasuk dalam upaya konservasi :
nah. Pada TOT. tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali untuk lubang tugalan
penempatan benih dan pupuk. Sebelurn dilakukan pcnanaman. gulma dapat
dikendalikan dengan herbisida (Utomo, 2000).
Pada teknik tanpa olah tanah (TOT), tanah dibiarkan tidak terganggu
kecuali alur kecil atau lubang tugalan untuk penempatan benih. Sebelurn tanam,
gulma dikendalikan dengan herbisida layak lingkungan, yaitu yang mudah
terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan sumber daya
lingkungan lainnya. Seperti teknik olah tanah lainnya. sisa tanaman musim
sebelumnya dan gulma dapat digunakan sebagai mulsa untuk menutupi pennukaan
lahan (Utomo. 1991 dalam Utomo. 2002).
Widiyasari. dkk. (2011) menambahkan bahwa tanaman kedelai yang
dibudidayakan pada sistem tanpa olah tanah dengan pemulsaan 20 ton ha-1
ternyata memiliki jumlah polong per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan
iengan tanpa pemulsaan. pemulsaan 4 ton ha-1.8 ton ha-1 dan perlakukan sistem
olah tanah minimum dengan pemulsaan memiliki jumlah polong per tanaman ang
lebih tinggi dibandingkan tanpa pemulsaan. Peningkatan ketersediaan air
tanah pada sistem TOT berkaitan erat dengan peranan mulsa dalam
mengurangi evaporasi dan perbaikan distribusi ukuran pori. Di daerah Purwodadi
sistem tanpa olah tanah pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara dicangkul
pada areal sekitar yang akan ditanam (Mulyono, Komunikasi pribadi 14 Maret
2017).
D. Sistem Olah Tanah Minimum
Sistem olah tanah minimum merupakan sistem olah tanah yang populer
pada tahun 1990-an. Sistem olah tanah ini dilakukan untuk mencegah erosi dan
mempertahankan bahan organik tanah. Sistem olah tanah minimum merupakan
solusi atas meluasnya lahan pertanian yang rusak karena erosi dan hilangnya
bahan organik tanah (Balittra 2013). Pengendalian erosi lahan sebaiknya
dilakukan dengan menggabungkan cara mekanik dan biologi/vegetatif agar
hasilnya lebih efektif. Cara konservasi lahan yang disarankan yaitu pembuatan
teras bangku atau teras gulud, menanam tanaman pakan temak pada tampingan
dan guludan teras, menanam tanaman penutup tanah. serta melakukan sistem olah
tanah minimum (minimum tillage).
Minimum tillage merupakan teknik olah tanah dengan mengolah tanah
pada lubang tanam atau piringan yang akan ditanam saja. sehingga tanah
sekitarnya memiliki agregat tanah yang cukup solid untuk menahan erosi dan
sangat baik untuk konservasi tanah (Balitjestro 2014). Pengurangan pengolahan
tanah mengurangi kebutuhan energi dan secara keseluruhan menurunkan biaya
produksi karena lahan yang diolah lebih sedikit.
Tahapan yang dilakukan dalam pengolahan tanah minimum adalah
Terhadap tanah yang peka erosi.mutlak diperlukan usaha-usaha konservasi tanah
dan sedikit mungkin dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah hanya
dilakukan pada barisan tanaman saja dengan kedalaman 15-20 cm. pengolahan
tanah biasanya dilakukan pada awal musim kemarau,yaitu diperkirakan ± 15 hari
sebelum tanam (Balitjestro. 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wiroatmodjo dan Zulkifli
(1988) pengolahan tanah minimum dengan penggunaan herbisida menunjukkan
pengaruh nyata terhadap jumlah cabang sekunder pada budidaya tebu lahan
kering. Perlakuan pengolahan tanah konvensional menyebabkan tanah menjadi
terbuka sehingga mengalami perubahan kandungan air tanah yang cukup besar.
dengan demikian terdapat periode kekeringan yang menyebabkan stress
sementara bagi tanaman.
E. Sistem Olah Tanah Sempurna
Pengolahan tanah maksimum atau pengolahan tanah sempuma (full
tillage) dapat memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi tanaman (struktur
tanah menjadi ramah dan mengendalikan pertumbuhan gulma), sehinga diperoleh
hasil yang tinggi. Hasil dari olah tanah intensif yaitu dapat menggemburkan tanah
agar mendapatkan perakaran yang baik, tetapi olah tanah yang dilakukan secara
terns menerus dapat mempercepat kemsakan sumber daya tanah karena
pengolahan tanah secara jangka panjang dan tems- menerus mengakibatkan
pemadatan pada lapisan tanah bagian bawah sehingga menumnkan produktivitas
tanah.
Pada tahap pengolahan tanah sempuma (maksimum) tanah yang akan
diolah tidak terlalu kering /basah sehingga mudah diolah menjadi gembur dengan
cara melakukan pembajakan tanah sebanyak 2 kali denganjcedalaman 12-20 cm,
gulma dibenamkan dan sisa tanaman, kemudian digaru sampai rata.Tanah
dibiarkan kering angin selama 7-14 hari. Pengolahan tanah dilakukan minimal 1
minggu sebelum tanam. Tujuan pengolahan tanah secara memperbaiki tekstur dan
strukktur tanah dan memperbaiki aerasi dan drainase tanah. (Sinukaban, 1986).
Pengolahan tanah dapat mengakibatkan efek negatif dalam kehidupan
tanah karena dapat meningkatkan mineralisai bahan organik. Olah tanah juga
memerlukan energi yang tinggi, yang berasal dari tenaga kerja manusia atau
hewan (Mulyadi dkk.. 2001). Bila dibandingkan pengolahan tanah intensif dapat.
Selain itu pengolahan tanah secara sempuma dapat menyebabkan tanah lebih
terbuka sehingga mudah tererosi. meningkatkan degradasi lingkungan dan
menurunkan produktivitas lahan (Sinukaban, 1986).
F. Sistem Olah Tanah Konservasi
Olah Tanah Konservasi (OTK) adalah suatu sistem pengolahan tanah
dengan tetap mempertahankan setidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan
tanah (Fahmuddin dan Widianto, 2004). Sedangkan Utomo (1995),
Pengolahan tanah konservasi sebagai suatu pengolahan tanah yang
bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi
optimum, namun tetap memperhatikan aspek konservasi tanah dan air.
Pengolahan tanah seperti ini dicirikan oeh berkurangnya
pembongkaran/pembalikan tanah, penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, dan
kadang-kadang disertai dengan penggunaan herbisida untuk menekan
pertumbuhan gulma atau tanaman pengganggu lainnya. Menurut Hasibuan (2009)
tujuan dari OTK adalah mengurangi intensitas pengolahan tanah.
Menurut Fahmuddin dan Widianto (2004), OTK mempunyai 2 kelebihan
yaitu: 1) menghemat tenaga kerja dan biaya dan 2) memperbaiki struktur tanah
melalui peningkatan pori makro. Proses ini terjadi karena dengan tanpa olah tanah,
fauna (hewan) tanah seperti cacing menjadi lebih aktif. Produktifitas lahan juga
dapat meningkat karena seresah sisa tanaman yang mati oleh herbisida akan
hancur sehingga dapat meningkatkan hara tanah. Selain itu scrasah juga berfungsi
menghambat terjadinya erosi tanah, penguapan air tanah dan mengurangi
kerusakan tanah akibat tetesan hujan. Faktor-faktor ini lab yang menvebabkan
sistem ini disebut pertanian konservasi, karena mengkonserv asi atau memperbaiki
kualitas tanah (Hasibuan, 2009).
G. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Secara umum Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dapat digolongkan
menjadi 2 kelompok, EndoMikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) /Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA) Vesikular Arbuskular (MVA) dan EktoMikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA). Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dalam
kelompok EndoMikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dicirikan dengan adanya
struktur berupa vesikel dan arbuskul. Vesikel merupakan penggelembungan hifa
MVA yang berbentuk bulat dan berfungsi sebagai tempat penyimpan cadangan
makanan. Arbuskul merupakan sistem percabangan hifa yang kompleks,
bentuknya seperti akar yang halus. Arbuskul berfungsi sebagai tempat pertukaran
nutrisi antara jamur dan tanaman. MVA termasuk kelompok Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati
(biofertilizer) (Kasiono, 2011).
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) merupakan salah satu kelompok
fungi yang bersimbiosis mutualisme dengan akar tanaman tingkat tinggi (Rao,
1994). Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari
asosiasi ini. Asosiasi terjadi bila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan
infeksi.
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) memiliki peranan bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan Mikoriza Vesikular Arbuskular
(MVA) bagi tanaman sebagai berikut : a) meningkatkan penyerapan unsur hara, b)
melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh
stres kekeringan, c) beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d)
melindungi tanaman dari patogen akar, e) memperbaiki produktivitas tanah dan
memantapkan struktur tanah. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan
cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) mampu meningkatkan serapan
hara, baik hara makro maupun hara mikro, sehingga penggunaan Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA) dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk
mengurangi dan mengefisienkan penggunaan pupuk buatan. Data dari penelitian
Hapsoh (2005) menyatakan bahwa peranan positif MVA jelas terlihat pada
keadaan cekaman kekeringan (40% KL) yaitu meningkatkan hasil biji kering pada
tanaman kedelai.
Atmaja (2001) dalam Agung Astuti (2017) mengatakan bahwa
pertumbuhan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan seperti:
1. Suhu, suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktititas cendawan. Untuk
daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses pcrkecambahan
pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah,
penetrasi hifa ke dalam scl akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar.
Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya.
Bcberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika
mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies
Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk
perkecambahan adalah 20°C.
2. Kadar air tanah untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA) menguntungkan karena dapat meningkatkan
kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air
(Vesser dkk, 1984 dalam Agung Astuti 2017). Adanya Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air
tanaman inang.
3. pH tanah; cendawan pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah.
Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan Mikoriza
Vesikular Arbuskular (MVA) terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah
mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) terhadap pertumbuhan tanaman.
4. Bahan organik; jumlah spora Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
berhubungan erat dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah
maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-
2 persen sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0.5 person
kandungan spoia sangat rendah.
5. Cahaya dan ketersediaan hara. Bjorman dalam Gardemann (1983) dalam
Anonim (2007) dalam Agung Astuti (2017) menyimpulkan bahwa dalam
intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor akan
meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman lebih
peka terhadap infeksi cendawan Mioriza. Derajat infeksi terbesar terjadi pada
tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran
yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh Mikoriza'Vesikular Arbuskular (MVA) .
Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) meningkat.
Logam berat dan unsur lain; pada percobaan dengan menggunakan tiga
jcnis tanah dari wilayah iklim sedang didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan
karena adanya Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) menurun dengan naiknya
kandungan A1 dalam tanah. Bcbcrapa spesies Mikoriza Vesikular Arbuskular
(MVA) diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn).
tetapi sebagian besar spesies Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) peka
terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula
bahwa strain-strain cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) tertentu
toleran terhadap kandungan Mn, A1 dan Na yang tinggi.
7. Fungisida; merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh cendawan
penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh cendawan
penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) , dimana pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan
dan kolonisasi serta kemampuan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) dalam
menyerap P. Lukiwati dan Simanungkalit (2001) MVA dalam bentuk
Crudeinokulum diaplikasikan sebanyak 40 gram per tanaman dengan syarat
infeksi mikoriza pada akar sebesar 80%-100% dan jumlah spora ±60 spora/100
gram tanah.
H. Hipotesis
Diduga perlakuan olah tanah konservasi akar paling sesuai terhadap
efektifitas mikoriza dan hasil tanaman jagung
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,
Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakuitas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli 2017 sampai Agustus 2017.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung manis
hibrida dan pestisida, Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) komersial, Pupuk
NPK, larutan KOH 10%, larutan HC1 1 %, Acid Fuchsin, Pupuk kandang.
Alat yang digunakan adalah Leaf Area Meter (LAM), oven, cangkul,
tugal. timbangan, penggaris, sprayer, alat tubs, plastik, label, gunting, polibag 7
kg, cetok, gembor, timbangan analitik, haemacytometer, mikroskop. saringan
bertingkat, petridish, botol semprot, botol jam, pinset. timbangan. deglass, kaca
preparat. oven, penggaris.
C. Metode Penelitian
Penelitian disusun dalam rancangan perlakuan faktor tunggal yang
disusun secara acak kelompok lengkap (RAKL) dan diulang sebanyak 3 kali
ulangan. Ada 4 perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali, sehingga total 12
unit percobaan, yaitu tanaman jagung manis yang diinokulasikan mikoriza dengan
olah tanah :
TO : Tanpa olah tanah
T1 : Olah tanah minimum
T2 : Olah tanah sempuma
T3 : Olah tanah konservasi
Setiap unit percobaan digunakan 13 tanaman. meliputi 3 tanaman sampel,
9 tanaman korban dan 1 tanaman cadangan. Lay out (lampiran 1)
D. Cara Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Persiapan Benih
Pada perlakuan ini, benih jagung manis yang akan ditanam, direndam dengan air
selam 24 jam. Proses perendaman dapat dilakukan dengan media bak yang dapat
menampung seluruh benih jagung yang akan ditanam. Setelah selesai perendaman,
benih jagung ditiriskan dan dikeringkan pada kain yang mampu menyerap air.
Benih yang sudah kering selanjutnya dapat dilakukan proses penanaman. Tujuan
dari perendaman alah mengurangi dan mempercepat proses perkecambahan.
2. Metode Olah Tanah
Membuat blok sebanyak 3 blok pada lahan. kemudian membuat petak dengan
cangkul ukuran panjang 300 cm dan lebar 135 cm sebanyak 12 petak. Jarak antar
petak adalah 25 cm. Jarak antar ulangan blok 25 cm. Pengolahan lahan dilakukan
sesuai dengan perlakuan atau unit percobaan.
a. Pada teknik tanpa olah tanah (TOT)
Tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali alur kecil areal pertanaman untuk
penempatan benih. Lubang pertanaman dibuat dengan cara dicangkul, lalu benih
ditanam dan kemudian benih ditutup lagi dengan menggunakan tanah.
b. Pengolahan tanah minimum
Pengolahan tanah dilakukan dengan cara melakukan pengolahan hanya dilakukan
pada barisan tanaman saja dengan kedalaman 1 5-20 cm menggunakan cangkul
hingga gembur.
c. pengolahan tanah sempurna
Pengolahan tanah sempurna dilakukan dengan mencangkul tanah dengan
kedalaman 12-20 cm pada seluruh petak sampai gembur. Kemudian tanah
diratakan kcmbali dengan menggunakan cangkul.
d. Pengolahan tanah konservasi
Olah tanah secara konservasi dilakukan dengan cara mencangkul dengan
kedalaman 15-20 cm sepanjang larikan dan kemudian menggunakan sisa tanaman
sebagai mulsa
3. Aplikasi Pupuk Kandang dan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Pengaplikasian pupuk kandang dilakukan bersamaan dengan aplikasi inokulum
Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA), Dosis yang diperlukan yaitu pupuk
kandang 150 g/tanaman dan inokulum mikoriza 10 g/tanaman. Aplikasi dilakukan
dengan cara mencampur pupuk kandang dan inokulum mikoriza, kemudian
deberikan pada media tanam.
4. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan cara dicangkul sekitar areal pertanaman, dengan
kedalaman ± 5 cm dan setiap lubang tanam ditanam 2 benih, setelah tumbuh
dipilih satu tanaman yang baik pertumbuhannya. Jarak tanam yang digunakan
adalah 75 cm x 20 cm (Balitbang, 2009).
5. Pemeliharaan Tanaman
BerdasarkanBalitbang (2009). pemeliharaan jagung meliputi sebagai berikut:
a. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pemupukan dasar saat awal tanam
dengan dosis Urea 5,25 g/tanaman, SP-36 2,25 g/tanaman, KC1 2,25 g/tanaman
dan pemupukan susulan pada 14 Hst dengan dosis Urea 5,25 g/tanaman, SP-36
2,25 g/tanaman, KC1 2,25 g/tanaman . Cara pemberian pupuk, ditugal sedalam
kira-kira 5 cm sekitar 10 cm di samping pangkal tanaman dan ditutup dengan
tanah. (Lampiran 2).
b. Penyulaman dan penjarangan
Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7 HST (Hari Setelah Tanam).
kemudian pada umur 10 HST dilakukan penjarangan dengan menyisakan 1
tanaman per lubang tanam.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan tergantung pada perkembangan gulma (rumput).
Penyiangan kedua dapat dilakukan dengan cara manual seperti pada penyiangan
pertama atau bila perlu menggunakan herbisida kontak seperti Gramaxon atau
Bravoxone 276 SL atau Noxone 297 AAS.
d. Pengairan
Pengairan dilakukan jika tanah sudah mulai kering atau sesuai kebutuhan tanaman
dengan interval waktu maksimal seminggu sekali. Cara pengairanya adalah
dengan cara digenangi per petakan hingga tanah basah.
e. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi dengan cara disemprot
insektisida dan fungisida. Hama dan penyakit yang mengganggu tanaman jagung
saat penelitian adalah ulat pemotong daun dan penyakit bulai daun. Hama
penyakit terebut dikendalikan dengan cara disemprot secara berkala menggunakan
Curacron 500EC dan Demotomorf 60%.
f. Panen
Jagung manis tergolong jagung yang berumur genjah. Saat panen yang tepat
adalah bila rambut jagung manis telah berwama cokelat dan tongkolnya telah
berisi penuh atau masak secara ekonomis. Jagung manis pada penelitian ini
dipanen pada umur 70 hari setelah tanam.
E. Parameter yang Diamati
1. Pengamatan Efektifitas Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
a. Jumlah Spora (Spora/gram)
Isolasi pertama dilakukan pada inokulum mikoriza komersial yang akan di
aplikasikan, Isolasi spora Mikoriza dilakukan dengan mengambil sampel
inokulum mikoriza sebanyak 1 g, dilarutkan dalam 100 ml aquades. Larutan
dituang pada saringan. kemudian hasil saringan diamati dengan mikroskop.
Pengamatan jumlah spora dilakukan pada minggu ke 4,7 dan 10 dengan teknik
penyaringan basah kemudian mengamati jumlah spora yang ada dengan
mikroskop perbesaran 40x400 kali, kemudian dihitung jumlah sporanya.
b. Persentase infeksi MVA (%)
Persentase infeksi MVA dilakukan pada minggu ke 4, 7 dan 10 dengan
mengambil sampel 10 potongan akar tanaman jagung, dicat dengan Acid Fuchsin,
kemudian diamati dengan mikroskop tentang persentase infeksi dengan rumus :
Persentase Infeksi MVA =Jumlah akar yang terinfeksi
Jumlah total akar yang diamatix 100% dan dinyatakan
dalam satuan persen.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jagung Manis
a. Proliferasi Akar
Pengamatan proliferasi ini bertujuan untuk mengamati percabangan perakaran
tanaman jagung. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat percabangan akar
tanaman yang diletakan pada kaca bening dan kemudaian amati peracaban
akamya. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian. Poliferasi akar dinyatakan
secara kualitatif dengan harkat:
Harkat Keterangan
(++++) untuk perakaran yang memiliki percabangan yang rumit serta banyak
secara vertikal dan horizontal.
(+++) untuk perakaran yang memiliki percabangan yang cukup banyak
(++) untuk perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedang
(+) untuk perakaran yang memiliki percabangan akar yang sedikit
(-) untuk perakaran yang tidak memiliki percabangan
b. Panjang akar (cm)
Pengukuran panjang akar tanaman menggunakan penggaris dari pangkal batang
hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada minggu
ke 4, 7 dan 10 setelah tanam pada tanaman korban.
c. Bobot segar akar (gram)
Pengamatan bobot segar akar dilakukan dengan cara mencabutbut tanaman korban
pada minggu ke 4, 7 dan 10, kemudian potong bagian pangkal batang dan
menimbang bagian akar yang telah dibersihkan.
d. Bobot kering akar (gram)
Pengamatan bobot kering akar dilakukan dengan cara akar dikering anginkan
selama 24 jam kemudian dioven dengan temperatur 80°C hingga bobotnya
konstan. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 4, 7 dan 10. Pengamatan bobot
kering akar dilakukan dengan menimbang akar yang telah kering oven dengan
menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.
e. Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman yang diukur adalah tajuk , yaitu dari permukaan tanah sampai
dengan ujung daun tanaman sampel. Alat yang digunakan adalah penggaris atau
meteran dengan satuan cm. Pengamatan dilakukan seminggu sekali hingga panen,
dimulai satu minggu setelah tanam hingga fase pertumbuhan generatif maksimum
(70 hst).
f. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung untuk menentukan tingkat kemampuan tanaman untuk
berfotosintesis. Jumlah daun per tanaman, diukur dengan menghitung jumlah
daun pada setiap tanaman sampel. Pengukuran dilakukan secara periodik setiap 1
minggu sekali, mulai tanaman berumur satu minggu hingga panen.
g. Luas daun (cm2)
Luas daun diukur dengan menggunakun LAM (Leaf Area Meter). Daun yang
akan diukur. dipotong terlebih dahulu. lalu diukur menggunakan LAM dan
dinyatakan dalam satuan cm2. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 4, 7 dan 10.
h. Bobot segar tanaman(gram)
Pengamatan bobot segar tanaman dilakukan dengan menimbang daun, batang dan
akar tanaman jagung dengan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam gram.
Pengamatan dilakukan pada minggu ke 4, 7 dan 10.
i. Bobot kering tanaman (gram)
Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan cara memasukkan daun,
batang, dan akar tanaman jagung ke dalam oven dengan suhu 80° C kemudian
setelah konstan ditimbang dengan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam gram.
Pengamatan dilakukan pada minggu ke 4, 7 dan 10.
3. Hasil Tanaman Jagung Manis
a. Bobot segar Tongkol jagung manis berkelobot (gram)
Pengamatan bobot segar tongkol jagung manis berkolobot dilakukan dengan cara
menimbang tongkol jagung beserta kelobotnya dengan timbangan elektrik dan
dinyatakan dalam gram.
b. Bobot segar tongkol tanpa kelobot (gram)
Pengamatan bobot segar tongkol jagung tanpa kelobot dilakukan dengan cara
menimbang tongkol jagung dengan timbangan elektrik dan dinyatakan dalam
gram. Pengamatan dilakukan pada minggu ke 10.
c. Pengamatan diameter tongkol (Cm)
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 70 hari dengan cara
mengukurnya menggunakan jangka sorong pada tongkol jagung manis yang
dihasilkan dari masing-masing tanaman sampel.
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan disidik ragam pada taraf α 5 %. Jika terdapat beda
nyata pengaruh antar perlakuan maka dilakukan uji jarak berganda Duncan
dengan taraf kesalahan α 5 %. Data kualitatif di analisis dengan menggunakan
harkat (skoring). Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan sebagian
dalam bentuk foto atau gambar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perlakuan berbagai sistem olah tanah berpengaruh nyata pada parameter jumlah
spora Mikoriza dan hasil tanaman jagung manis.
2. Sistem pengolahan tanah yang paling sesuai dengan efektifitas Mikoriza
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis adalah sistem olah tanah
konservasi.
B. Saran
Perlu tidaknya tanah diolah harus dilihat dari keadaan kepadatan tanah, kekuatan
tanah, dan tingkat aerasi. Pengolahan tanah diperlukan bila kondisi kepadatan,
kekuatan tanah, aerasi tanah, dan dalamnya perakaran tanaman tidak lagi
mendukung penyediaan air dan perkembangan akar.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 2007. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius.139 hal.
Afandie Rosmarkam dan Nasih W. Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.
Yogyakarta. 224 hal.
Agung Astuti, 2005. Metode Perbanyakan an Efektivitas Inokulum Mikoriza
Indigenous Rhizosfer Pandan ari Pantai Bugel Kulon Progo dalam
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/7148/Publikasi%2
0CMA%20Agung.pdf?sequence=1&isAllowed=y. Diakses tanggal 22
Februari 2017.
Agung Astuti. 2017. Pengembangan Inokulum Mikoriza Sebagai Pupuk Hayati
Untuk Meningkatkan Produktivitas Singkong Pada Tanah Grumusol
Dengan Berbagai Bahan Organik. Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Agus, F., dan Ai Dariah. 1997. Prospek pengembangan teknologi olah tanah
konservasi di lahan kering. hlm. 51-64 dalam Prosiding Simposium
Nasional dan Kongres VI Peragi. Jakarta, 25-27 Juni 1996. Perhimpunan
Agronomi Indonesia.
Alibasyah, M.R,. 2000. Efek sistem olah tanah dan mulsa jagung
terhadapstabilitas agregat dan kandungan C. organik tanah ultisol pada
musim tanamke-3. J. Agrista. 3(4) : 228 – 237.
Anas, I. 1997.Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. IPB.
Anggi. 2004. Pengolahan tanah. (http ://pustaka.litbang.pertanian.go.id/agr itek
/ppua0138.pdf). Diakses 5 Agustus 2017.
Ardjasa, W.S., dan G.E. Maliawan. 1993. Sistem Pengolahan Tanah dan Cara
Pemberian Pupuk pada Rotasi Padi Gogo-Kedelai pada Lahan Kering
Podsolik. Dalam Prosiding Seminar Nasional IV. Budidaya Pertanian
Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press.
Badan Pusat Statistik. 2014. TanamanPangan. Jakarta.
Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung dengan Konsep Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sulawesi Tengah.
[Balitjestro] Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. 2014.
Penerapan teknologi konservasi lahan.
http://balitjestro.litbang.pertanian.go.id/kebangkitan-apel-melalui-
program-penghambatan-laju-degradasi-dan-perbaikan-mutu-lahan-di-kota-
batu/. Diakses 24 Febuari 2017.
[Balittra] Balai Penelitian Lahan Rawa. 2013. Mulsa organik meningkatkan hasil
dan mengatasi kekeringan. http://litbang.pertanian.go.id/berita/one/1593/.
Diakses 24 Febuari 2017.
Balitbang. 2009. Teknologi Budidaya Jagung. Balai Pengembangan dan
Penelitian Pertanian. Lampung.
Barbosa L. R., Diaz O. and Barber R. G. 1989. Effects of deep tillage on soil
properties, growth and yield of soya in a compacted Ustochrept in Santa
Cruz, Bolivia. Soil Tillage Res., 15: 51-63.
Beare MH, Lavelle P, Izac AMN, Swift MJ. 1997. Agriculture intensificasion soil
biodiversity and agroecosystem function. Applied Soil Ecology. 6: 3-16.
Buckman,HO.,Nyle C.Brady. l982. The Nature andProperties of Soil. A College
Text of Edaphology. Sixth Edition. The Macmillan Company. New York.
Chaudhary M. R., Gajri P. R., Prihar S. S., and Khera R., 1985. Effect of deep
tillage on soil physical properties and maize yields on coarse textured
soils.Soil Tillage Res., 6: 31-44.
Daniels BA and Trappe JM. 1980. Factors affecting spore germination of
Vesicular- arbuscular mycorrhizal fungus, Glomus epigaeus. Mycologi.
72 : 457-463.
Departement Pertanian. 2010. Fase pertumbuhan Jagung Manis. Jakarta. 20
halaman.
Dodd, J.C. 2000. The Role of Arbuscular Mycorrhizal Fungi in Agro-and Natural
Ecosystems. Agriculture. 29(1):63–70.
Fahmuddin dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian
Lahan Kering. Bogor : World Agroforestry Centre ICRAF Southeast Asia.
Fakuara MY. 1988. Mikoriza, teori dan kegunaan dalam praktek. pusat antar
universitas. Bogor: IPB.
Gardner, P, NA. Campbell dan JB. Reece. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. UI
Press. Jakarta. p. 111-113.
Grotkopp, E and M. Rejmanek. 2007. High Seedling Relative Growth Rate and
Spesific Leaf Area are Tratis of Invasive Species: Phylogenetically
Independent Contrast of Woody Angiosperms. American Journal of
Botany 94 (4): 526–532.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, Go
Bang Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar - dasar ilmu tanah. Unila.
Handayani, I.P., 1999. Kuantitas Variasi Nitrogen Tersedia Pada Tanah Setelah
Penebanga Hutan. J. Tanah Tropica. No.8: 215-226.
Hasibuan, I. 2009. Olah tanah konservasi. Pertanian berkelanjutan. Unihaz
Hillel, D. 1996. Introducyion to Soil Physics. Terjemahan Robiyanto, H.S dan
Rahmat, H.P. (Pengantar Fisika Tanah). Fakultas Pertanian UNSRI
Indralaya. Palembang.
Kasiono. 2011. Tekhnik Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam
https://kasiono.wordpress.com/2011/07/19/tekhnik-perbanyakan-fungi-
mikoriza-arbuskula-fma/. Diakses 24 Februari 2017.
Kasno, A., J. Sri Adiningsih, D. Santoso, dan D. Nursamsi. 1998. Pengelolaan
hara terpadu untuk meningkatkan dan mempertahankan produktivitas
lahan kering masam. hlm. 161-178. dalam Kurnia et al. (Eds.). Prosiding
Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat: Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Bogor, 10 Februari 1998.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Kharis Triyono. 2007.Pengaruh Sistem Pengolahan Tanah Dan Mulsa Terhadap
Konservasi Sumber Daya Tanah.Innofarm : Jurnal Inovasi Pertanian Vol.
6, No. 1, 2007 (11 - 21).
Killham, K. and R. Foster. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press.
Koswara, J. 1986. Budidaya jagung manis (zae mays saccharata) Bahan kursus
budidaya jagung manis dan jagung merang.Fakultas Pertanian. IPB,
Bogor.
Kramer, P.J. and T.T. Kozlowski, 1969. Physiology of Trees. Mc Graw-Hill Book
Co. Inc. New York.
Kusumastuti, L., Astuti, A., & Sarjiyah, S. (2017). Contribution of Rhizobium–
Mycorrhiza–Merapi-indigenous Rhizobacteria Association on Growth
and Yield of Three Cultivars Soybean Cultivated on Coastal Sandy Soil.
PLANTA TROPIKA: Jurnal Agrosains (Journal Of Agro Science), 5(1),
7-14. doi:http://dx.doi.org/10.18196/pt.2017.066.7-14
Lakitan. 1995. pengaruh jenis mulsa dan konsentrasi pupuk organik cair super
bionik terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (allium
ascalonicum l). http://jurnalfloratek.wordpress.com/tag/mulsa/. Diakses
pada tanggal 5 Agustus 2017.
Lukiwati DR, Simanungkalit RDM. 2001. Improvement of maize productivity
with combination of phosphorus fertilizer from different sources and
vesicular-arbuscular mycorrhizae inoculation. Didalam: Proc.of
International Meeting “Direct Application of Phosphate Rock and
Related Appropriate Technology-Latest Developments and Practical
Experiences”.Kuala Lumpur,Malaysia. 16-20 July 2001: 329-333.
Manuhuttu, A. P., Rehatta, H. Dan J. J. G. Kailola. 2014. Pengaruh Konsentrasi
Pupuk Hayati Bioboost Terhadap Peningkatan Produksi Tanaman Selada
( Lactuca Sativa. L ). Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Agrologia
Vol III 1-4_2014.
Mu’minah. 2009. Pengaruh pengolahan tanah dan pemberian mulsa jerami
terhadap produksi tanaman jagung, kacang tanah dan erosi tanah. Jurnal
Agrisistem 5(1): 40-46.
Mukhtar, S., Baker, J.L., Horton, R. And Erbach, D.C., 1985. Soil water
infiltration as affected by the use of the Paraplow. Trans. ASAE,
28:1811-1816.
Mulyadi, J.J. Sasa, T. Sopiawati dan S. Partohardjono. 2001. Pengaruh cara
olahtanah dan pemupukan terhadap hasil gabah dan emisi gas metan dari
polatanam padi–padi di lahan sawah. Penelt. Pertanian Tanaman
Pangan.20(3) : 24 – 28.
Parker C. J., Cart M.K.V., Jarvis N.J., Evans, M.T.B. and Lee, V.H., 1989. Effects
of subsoil loosening and irrigation on soil physical properties, root
distribution and water uptake of potatoes (Solanum tuberosum). Soil
Tillage Res., 13: 267- 285.
Prambudi, N. A. 2008. Menyulap Biomassa Menjadi Energi. http://netsains.com.
Diakses pada tanggal 5 Mei 2017.
Prasetyo, R.A., A. Nugroho., dan J. Moenandir. 2014. Pengaruh Sistem Olah
Tanah Dan Berbagai Mulsa Organik Pada Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merr.) Var. Grobogan. J. Produksi
Tanaman. 1(6) : 486-495.
Pujiyanto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri Dalam
Sistem Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif
Falsafah Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Rao, N.S Subba.1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Salisbury and C. W. Ross. 1988. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Penerbit ITB.
Bandung, hal. 40.
Santoso, B. 1984. Mikoriza, Peranan dan Hubungan dengan Kesuburan
Tanah.Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya :
Malang.
Santoso, B. 1994. Mikoriza, Peranan dan Hubungannya dengan Kesuburan
Sarief, E.S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung. Hlm 50-51.
Setiadi, Y. 1991. Aplikasi mikoriza. Himpunan Makalah Penataran Dosen Dalam
Rangka Peningkatan Mutu Bidang Pertanian. Jakarta: Direktorat
Perguruan Tinggi Swasta, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Swasta.
Simanungkalit, R.D.M, Dkk. 2006. Pupuk Organik DanPupuk Hayati. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor, Jawa Barat.
Simanungkalit, R.D.M., D. A. Suriadikarta., R. Saraswati, D. Setyorini., dan W.
Hartatik. 2006. Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati (Organic Fertilizer
And Biofertilizer). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat. 313 Hlm.
Sinukaban, N. 1986.Dasar-Dasar konservasi Tanah dan Perencanaan Pertanian
Konservasi. Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Sitompul, S.M dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeprapto, H. S. 1996. Bertanam Jagung, Penebar Swadaya . Jakarta.
Sofyan, A., Y. Musa, & H. Feranita. 2005. Perbanyakan cendawan mikoriza
arbuskular (CMA) pada berbagai varietas jagung (Zea mays L.) dan
pemanfaatannya pada dua varietas tebu (Saccharum officinarum L.).
Jurnal Sains dan Teknologi 5(1): 12-20.
Suminarti, N.E. 2011. Budidaya Tanaman Talas pada Kondisi Kering dan Basah.
Disertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
Sunaryo. 2009. Pertumbuhan Dan Hasil Padi Sistem Intensifikasi Pada Berbagai
Populasi. Skripsi Mahasiswa Fakultas Pertanian UMY. Tidak
Dipublikasikan.
Suripin. 2004. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi Yogyakarta.
Suwardjo, H dan A. Dariah. 1995. Teknik olah tanah konservasi untuk
menunjangpengembangan pertanian lahan kering yang berkelanjutan. Pros.
Seminar Nasional V : 8 – 13. Bandar Lampung.
Suwardjono. 2004. Pengaruh Beberapa Jenis Pupuk Kandang Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah.
Http//www.ut.ac.id/jmst/jurnal/suwardjono/pengaruh.htm. Diakses 24
Febuari 2017.
Syukur, M. dan A. Rifianto. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya.Jakarta. 124
hlm.
Talanca AH, Adnan AM. 2005. Mikoriza dan manfaatnya pada tanaman.
Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI
Komda sul–sel. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Sulawesi Selatan.
Tarigan, Ferry H. 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Organi Green Giant dan
Pupuk daun Super Bionik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Jagung (Zea mays. L). Jurnal Agrivigor 23 (7): 78-85.
Tate, R. L. 1987. Soil Organic Matter: Biological and Ecological Effects.
Wiley/Interscience, New York, NY, USA.
Trouse A. C. Jr., 1983. Observations on under- the-row subsoiling after
conventional tillage. Soil Tillage Res., 3: 67-81.
Tyasmoro, S.T., B. Suprayoga dan A. Nugroho. 1995. Cara pengelolaan
lahanyang berwawasan lingkungan dan budidaya tanaman sebagai upaya
konservasi tanah di DAS brantas hulu. Pros. Seminar Nasional V : 9 – 14.
Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung.
Unger PW and McCalla TM. 1980. "Conservation Tillage Systems". Advances in
Agronomy 33: 2–53.
Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press,
Semarang.
Utomo, M. 2000. Teknologi olah tanah konservasi sebagai pilar pertanian
berkelanjutan. Pemberdayaan Petani, Sebuah Agenda Penguatan
Masyarakat Warga. DPP HKTI.
Utomo, M. 2002. Olah tanah konservasi untuk pengelolaan lahan berkelanjutan.
Hal 1-33. Dalam Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Olah
Tanah Konservasi : Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.
Widiatmoko, T., dan Supartoto. 2002. Penerapan Teknologi Tanpa Olah
Tanah(TOT) dalam Upaya Pengendalian Gulma Pada Sistem Tumpangsari
Jagung/Kedelai. Jurnal Agrin. Fakultas Pertanian Unsoed. Purwokerto. 5
(11): 38-44.
Widiatmoko, T., dan Supartoto. 2002. Penerapan Teknologi Tanpa Olah
Tanah(TOT) dalam Upaya Pengendalian Gulma Pada Sistem Tumpangsari
Jagung/Kedelai. Jurnal Agrin. Fakultas Pertanian Unsoed. Purwokerto. 5
(11): 38-44.
Widyasari, L., T. Sumarni, dan Arifin. 2011. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan
Mulsa Jerami Padi pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
(Glycine max (l.) Merr.) Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Malang.
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Lampiran 1. Layout Rancangan Acak Kelompok Lengkap
Perlakuan :
T0 : Tanpat olah
tanah
T1 : Olah tanah
minimal
T2 : Olah tanah
sempurna
T3 : Olah tanah
konsercasi
Keterangan :
: Sampel
: Korban
: Cadangan
Blok I Blok II Blok III
T2U3
T1U3
T0U1
T3U3
T2U1
T3U1
T0U2
T3U2
T1U1
T2U2
T1U2 T0U3
Lampiran 2. Perhitungan Kebutuhan Pupuk Tanaman Jagung
Diketahui : Pupuk dasar dosis pupuk Urea 450 kg/hektar, SP-36 150 kg/hektar,
KCl 150 kg/hektar dan Pupuk Kandang 5 ton/hektar.
Ditanyakan : Berapakah dosis pupuk kandang, Urea, SP-36 dan KCl untuk jagung
per tanaman?
Jawab :
Ruang tanam Jagung : 75 x 20 cm
Jumlah tanaman/hektar = 10.000 𝑚2
75 𝑥 20 𝑐𝑚 =
100.000.000 𝑐𝑚 2
1500 𝑐𝑚 2 = 66,666 Tanaman
Kebutuhan pupuk tanaman jagung per tanaman
Pupuk dasar diberikan pada saat sebelum tanam yaitu dicampur dengan media
tanam. Dosis pupuk yang digunakan adalah setengah dosis dari perhitungan
kebutuhan pupuk per tanaman.
1. Dosis Pupuk Kandang = 5 ton/hektar
Dosis per tanaman = 5 𝑡𝑜𝑛
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 =
5.000.000 𝑔𝑟𝑎𝑚
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 = 75,000 gram/tanaman.
2. Dosis pupuk Urea = 400 kg/hektar
Dosis per tanaman = 350 𝑘𝑔
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 =
350.000 𝑔𝑟𝑎𝑚
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 = 5,25 gram/tanaman.
Diberikan pada saat pemupukan dasar sebanyak 2,62 gram dan pupuk susulan
sebanyak 2,62 gram.
3. Dosis pupuk SP-36 = 150 kg/hektar
Dosis per tanaman = 150 𝑘𝑔
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 =
150.000 𝑔𝑟𝑎𝑚
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 = 2,25 gram/tanaman
4. Dosis pupuk KCl = 150 kg/hektar
per tanaman = Dosis per tanaman = 150 𝑘𝑔
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 =
150.000 𝑔𝑟𝑎𝑚
66,666 𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛 = 2,25
gram/tanaman
Pupuk Sp-36 dan KCl diberikan pada saat pemupukan dasar sebanyak 1,12 gram
dan pupuk susulan sebanyak 1,12 gram.
Lampiran 3. Kebutuhan Mikoriza
Dosis mikoriza = 10 g/tanaman
Jumlah tanaman jagung manis = 480 tanaman
Total kebutuhan mikoriza = 480 tanaman x 10 kg = 4,800 g = 4,8 kg
Lampiran 4. Deskripsi Jagung Manis Varietas Sweet Boy
Golongan varietas : Hibrida silang tunggal F 2139 x M2139
Umur mulai berbunga : 51 – 59 hari setelah tanam
Umur mulai panen : 69 – 82 hari setelah tanam
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 184 cm
Tinggi tongkol : 89 cm
Kerebahan : Tahan
Batang : Hijau, kokoh
Warna daun : Hijau gelap
Bentuk daun : Agak terkulai
Bentu malai : Agak terkulai
Warna malai : Kuning pucat
Warna sekam : Hijau pucat
Warna rambut : Kuning
Ukuran tongkol : Panjang 18,9 cm
Berat pertongkol : 338 gram
Diameter tongkol : ± 4,8 cm
Warna biji : Kuning cerah dan mengkilat
Baris biji : Lurus terisi penuh
Jumlah baris biji : 14 – 16 baris
Kadar gula : 12,1 brix
Berat 1000 biji : 124,5 gram
Hasil : 18 ton/hektar
Keterangan : Beradaptasi baikk di dataran rendah sampai sedang
Peneneliti : PT. Benihinti Suburintani