Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL MIKRO ORGANIKTERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
PADA RANSUM KAMBING PERANAKAN ETAWA JANTAN
Skripsi
OlehMahfudhotul Ulya
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL MIKRO ORGANIKTERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
PADA RANSUM KAMBING PERANAKAN ETAWA JANTAN
Oleh
Mahfudhotul Ulya
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian mineralmikroorganik (Cu Lisinat, Zn Lisinat, Se Lisinat, dan Cr Lisinat) serta pengaruhpemberian mineral mikroorganik (Cu Lisinat, Zn Lisinat, Se Lisinat, dan CrLisinat) terbaik terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahanorganik (KCBO) pada ternak kambing peranakan etawa (PE) jantan. Penelitianini telah dilaksanakan pada Januari - April 2018 di Laboratorium LapanganTerpadu dan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Pertanian,Universitas Lampung. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu RancanganAcak Kelompok (RAK). Pengelompokkan berdasarkan bobot tubuh ternak terdiridari lima perlakuan dengan tiga ulangan sehingga kambing yang dibutuhkan yaitu15 ekor dengan kisaran bobot 18—43,8 kg. perlakuan yang diberikan yaitu R0(Ransum Basal), R1 (Ransum Basal + 40 ppm mineral mikro organik Zn lisinat),R2 (Ransum Basal + 10 ppm mineral mikro organik Cu lisinat), R3 (RansumBasal + 0,1 ppm mineral mikro organik Se lisinat), dan R4 (Ransum Basal + 0,3ppm mineral mikro organik Cr lisinat). Data yang diperoleh dianalisismenggunakan analisis ragam (ANARA) pada taraf nyata 5% dan atau 1%.Apabila perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka akan dilakukan ujilanjut Duncan pada taraf 5% dan atau 1%. Hasil penelitian menunjukan bahwaransum perlakuan tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai kecernaanbahan kering tetapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan bahanorganik. Nilai kecernaan bahan organik berpengaruh nyata pada penambahanmineral mikro organik Cu lisinat 10 ppm (75,57%) dan Cr lisinat 0,3 ppm(75,99%).
Kata kunci : Kambing, Kecernaan bahan kering dan organik, Mineralmikroorganik.
ABSTRACT
THE EFFECT OF ORGANIC MICRO MINERAL SUPPLEMENTATIONON DRY MATTER DIGESTIBILITY AND ORGANIC MATTER
DIGESTIBILITY OF ETAWA GOAT CROSS BREED
By
Mahfudhotul Ulya
This research intended to determine the effect of organic micro mineral (Cu-Lysin, Zn-Lysin, Se-Lysin, and Cr-Lysin) and determine the best micro mineralorganic ((Cu-Lysin, Zn-Lysin, Se-Lysin, and Cr-Lysin)) supplementation on drymatter digestibility (DMD) and organic matter digestibility (OMD) of Etawa crossbreed. This research has been done on January – April 2018 at Integrated FieldLaboratory and Nutrition and Animal Feed Laboratory, Agriculture Faculty,University of Lampung. The research used Randomized Block Design.Grouping based on body weight with five treatments and three repetitions, so thatgoat needed as much 15 tails with 18—43,8 body weight range. Treatments thatimplemented in this research was R0 (Basal Ration), R1 (Basal Ration + 40 ppmZn-Lysin organic micro mineral), R2 (Basal Ration + 10 ppm Cu-Lysin organicmicro mineral), R3 (Basal Ration + 0,1 ppm Se-Lysin organic micro mineral),and R4 (Basal Ration + 0,3 ppm Cr-Lysin organic micro mineral). Data wereobtained analyzed with analysis of variance (ANOVA) at 5% and or 1%significant level. If treatment show significant results, then analysis proceededwith Duncan Test. The result showed thatthe supplementation of micro organicmineralwere not significant (P>0,05) effected on dry matter digestibility (DMD),but the treatments were effected(P<0,05) onorganic matter digestibility. Feedtreatment significant on Cu Lysin 10 ppm (75,57%) and Cr Lysin 0,3 ppm(75,99%).
Key words : Goat, Organic micro mineral, Dry matter digestibility, Organicmatter digestibility
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL MIKRO ORGANIKTERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK
PADA RANSUM KAMBING PERANAKAN ETAWA JANTAN
Oleh
MAHFUDHOTUL ULYA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PETERNAKAN
pada
Jurusan PeternakanFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mulyojati pada tanggal 13 Maret 1996 sebagai anak ketiga
dari pasangan Bapak Badrun, BA. dan Ibu Dra. Siti Nurjanah, M.Ag. Penulis
mengawali pendidikan dari Taman Kanak-kanak di TK Taruna Jaya Way Halim
Bandarlampung diselesaikan pada 2002, Sekolah Dasar di SD Al-Azhar 2 Way
Halim Bandarlampung diselesaikan pada 2008, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama di MTs Walisongo Mu’allimat Ngabar Ponorogo Jawa Timur
diselesaikan pada 2011, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di MAN 1 Metro
Lampung Timur diselesaikan pada 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dengan pilihan pertama melalui jalur Ujian Mandiri (UM)
pada 2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen
dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan Pengelolaan Limbah
Agroindustri. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa
Tebing, Kecamatan Melinting, Kabupaten Lampung Timur pada 2018 dan
mengikuti kegiatan Praktik Umum (PU) di Balai Pembibitan Ternak Unggul-
Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Sembawa, Palembang, Sumatera Selatan
pada tahun 2017. Dalam bidang organisasi penulis aktif sebagai anggota muda
HIMAPET FP Unila.
Alhamdulillah...
Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wata’ala yang maha pengasih lagi
maha penyayang yang telah memberikan kenikmatan yang tiada berbanding serta
salawat beserta salam kupanjatkan kepada Nabi Muhammad Sallahu ‘Alaihi
Wasallam sebagai panutanku,
Tidak ada sesuatu yang kuberikan kecuali karya kecil nan sederhana ini yang
kujadikan sebuah persembahan teruntuk..
Umi, Umi, Umi dan Abi Tercinta
Terimakasih untuk segala cinta, semangat, motivasi, kasih sayang, nasihat,
kesabaran, perhatian dan do’a-do’a terindah untukku. Tak sanggup rasanya
membalas semua itu dan maaf atas segala kesalahan baik yang disengaja maupun
tidak disengaja..
Teruntuk kakak laki-lakiku Wihda Yanuar Firdaus, S. H. I., kakak perempuanku
Levayana, Amd. F., Nikmah Faizatul Muna, S. Pdi., dan Siti Khusnul Khotimatul
Hasanah, S.Pdi. , adik- adikku Atina Sabila Haq, Annida Shofiya Humaira dan
Akhuna Sofyan Huda... Terimakasih untuk dukungan dan canda tawa kalian yang
menjadi warna-warni hariku..
Untuk seseorang atas kesabarannya menghadapiku
Dan untuk almamaterku tercinta Universitas Lampung
“ Karena hanya mengharap kepada Allah SWT yang tidak pernahmengecewakan”
“Hidup adalah perjuangan tanpa henti, karna hidup bukan hanya tentangdunia tapi juga akhirat”
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayangdan ucapkanlah “ Ya Allah, Kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka
mengasihi ku diwaktu kecil”(Q.S. Al-Israa’, 17-24)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikah rahmat
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pemberian Mineral Mikroorganik terhadap Kecernaan Bahan Kering
dan Bahan Organik Pada Ransum Kambing Peranakan Etawa Jantan”.
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
(S.Pt) pada Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penulis
menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Dengan segenap rasa syukur kehadirat Allah SWT yang dilandasi
dengan kerendahan hati, ungkapan terimakasih yang tulus dan ikhlas penulis
sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung yang telah mengizinkan melaksanakan
penelitian dan mengesahkan skripsi ini.
2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt, M.P. selaku Ketua Jurusan Peternakan atas
bimbingan , saran, kritik, dan izin sehingga penelitian ini dapat
dilaksanakan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S. selaku pemilik proyek penelitian
atas ketersediaannya menerima kami menjalankan proyek penelitian ini.
4. Bapak Dr. Ir. Erwanto, M.S. selaku pembimbing utama yang telah
membimbing, memberikan motivasi, ide-ide cerdasnya, nasihat dan
bersedia meluangkan banyak waktu selama proses penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ir. Farida Fathul, M.Sc. selaku pembimbing anggota atas semua
kebaikan, kesabaran, motivasi, kritik, saran, dan bersedia meluangkan
banyak waktu selama proses penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Agung Wijaya Kusuma, S.Pt., M.P. selaku pembahas yang telah
memberikan saran-saran dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Ir. Yusuf Widodo, M.P. Rahimahullah dan Ibu Ir. Khaira Nova,
M.P. selaku dosen Pembimbing Akademik (PA) atas semua kebaikan,
perhatian, dan bimbingan yang telah diberikan dari awal sampai akhir
kuliah.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung yang telah memberikan banyak pengetahuan baru selama proses
perkuliahan.
9. Teman seperjuangan sekaligus sahabat Pramita Gisty Restuni, Gusti
Yusrina, Erika Lucy Aprilia, Desy Marisa, Aisyah Yuli Arti, dan Ficke
Rahmawati yang telah memberikan waktu, semangat, dan bantuan selama
masa perkuliahan.
10. Teman-teman Praktik Umum Irfan Ibnul Hadi, M. Irvan Umar Fanani, dan
Riska Munjiati atas kerjasamanya selama kegiatan berlangsung.
11. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 yang tidak dapat disebutkan
satu persatu dan telah banyak mengisi waktu, membuat kisah dan
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Almamaterku tercinta Universitas Lampung.
Bandar Lampung, Desember 2018Penulis
Mahfudhotul Ulya
i
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A . Latar Belakang.............................................................................................. 1
B . Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
C . Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 3
D . Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 3
E . Hipotesis ...................................................................................................... 6
II . TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7
A . Kambing Peranakan Etawa (PE) .................................................................. 7
B . Sistem Pencernaan pada Ruminansia ........................................................... 8
C . Pakan............................................................................................................. 10
iii
D . Mineral Organik ........................................................................................... 12
1 . Mineral Zn............................................................................................. 13
2 . Mineral Cr ............................................................................................. 15
3 . Mineral Se .............................................................................................. 16
4 . Mineral Cu.............................................................................................. 17
E . Kecernaan ..................................................................................................... 17
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ..................................................... 20
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 20
B. Bahan dan Alat Penelitian ............................................................................ 20
1 . Bahan...................................................................................................... 20
2 . Alat ....................................................................................................... 20
C . Perlakuan ...................................................................................................... 21
D . Percobaan ..................................................................................................... 22
E . Peubah yang Diukur...................................................................................... 22
1. Kadar air .................................................................................................. 23
2. Kadar abu ................................................................................................ 24
3. Kecernaan bahan kering .......................................................................... 25
4. Kecernaan bahan organik ........................................................................ 25
F . Analisis Data ................................................................................................ 25
G . Prosedur Penelitian ....................................................................................... 25
1. Persiapan kandang dan kambing ............................................................. 25
2. Pembuatan mineral organik.................................................................... 26
1. Pembuatan mineral Zn Lisinat ................................................................ 26
iv
2. Pembuatan mineral Cu Lisinat ................................................................ 26
3. Pembuatan mineral Cr Lisinat................................................................. 27
4. Pembuatan mineral Se Lisinat................................................................. 27
H . Pelaksanaan Percobaan................................................................................. 28
I . Pengambilan Data ......................................................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 30
A. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering (KCBK)pada Kambing Peranakan Etawa Jantan...................................................... 30
B. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Organik (KCBO)pada Kambing Peranakan Etawa Jantan ..................................................... 33
V. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 37
A. Simpulan ..................................................................................................... 37
B. Saran............................................................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 38
LAMPIRAN........................................................................................................... 43
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
1. Kandungan bahan penyusun ransum basal............................................................21
2. Kandungan nutrien ransum basal .........................................................................21
3. Rata-rata pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan kering .........................30
4. Rata-rata pengaruh perlakuan terhadap kecernaan bahan organik ........................34
5. Analisis ragam kecernaan bahan kering ................................................................44
6. Kesimpulan analisis ragam kecernaan bahan kering ............................................44
7. Nilai kritis DMRT 5% P=2, P=3, P=4, dan P=5 ...... ............................................44
8. Uji Duncan ............................................................... ............................................44
9. Analisis ragam kecernaan bahan organik ................. ............................................45
10. Kesimpulan analisis ragam kecernaan bahan organik...........................................45
11. Nilai kritis DMRT 5% P=2, P=3, P=4, dan P=5 ...... ............................................45
12. Uji Duncan ............................................................................................................45
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
1. Tata letak perlakuan ...................................................................................... 22
2. Penimbangan kambing.................................................................................... 46
3. Penimbangan mineral mikro organik sesuai kebutuhan ................................. 46
4. Pengadukan larutan lisin................................................................................. 47
5. Larutan mineral mikro Zn, Cu, Se, Cr dan lisin ............................................. 47
6. Cara pengaplikasian mineral mikro organik ke dalam ransum ...................... 48
7. Pembuatan ransum basal................................................................................. 48
8. Pembuatan silase............................................................................................. 49
9. Pemberian pakan............................................................................................. 49
10. Koleksi feses .................................................................................................. 50
11. Penjemuran feses ............................................................................................ 50
12. Penggilingan feses............................................................................................ 51
13. Penimbangan sampel feses untuk analisis proksimat ..................................... 51
14. Memasukkan sampel ke dalam tanur.............................................................. 52
15. Memasukkan sampel ke dalam oven .............................................................. 52
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia peternakan dihadapi dengan masalah mendasar yaitu pakan. Pakan
merupakan salah satu komponen penting dalam budidaya ternak untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Pakan berguna untuk ternak sebagai pemenuhan
kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Oleh karena itu, ternak harus
mendapatkan pakan yang berkualitas, murah dan tersedia secara berkelanjutan
yang sesuai dengan kebutuhannya, baik dalam jumlah konsumsi maupun
kandungan nutrisi.
Kambing peranakan etawa (PE) termasuk ternak ruminansia multi fungsi, karena
dapat dimanfaatkan daging maupun susunya. Jumlah daging atau susu yang
dihasilkan dipengaruhi oleh bahan pakan yang dikonsumsi. Bahan pakan yang
dikonsumsi harus memenuhi nutrisi yang dibutuhkan kambing PE, berupa
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Nutrisi yang dibutuhkan dapat
berasal dari dalam maupun luar tubuh, artinya ada yang disintesis dalam tubuh
dan ada yang perlu diberikan dari luar tubuh seperti pakan.
Salah satu bahan pakan yang tidak disintesis dalam tubuh dan harus ada asupan
dari luar tubuh yaitu mineral. Mineral sangat diperlukan oleh ternak khususnya
dalam saluran pencernaan. Hal ini karena mineral berfungsi sebagai katalisator
2
untuk mengaktifkan kerja enzim, menjaga keseimbangan asam-basa, menjaga
keseimbangan membran sel, dan ikut berperan dalam aktivitas mikroba rumen
selama fermentasi di dalam rumen. Bioproses rumen dan pascarumen harus
didukung kecukupan mineral makro dan mikro. Mineral-mineral ini berperan
mengoptimalisasi bioproses rumen dan metabolisme zat-zat makanan.
Mineral mikro dan makro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling
berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya, misalnya asam fitat dan serat
kasar dapat menurunkan ketersediaan mineral. Bioproses rumen meliputi
kecernaan serta penyerapan bahan pakan yang dimakan oleh ternak. Oleh karena
itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
penambahan beberapa jenis mineral mikroorganik pada ransum kambing PE
terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk :
1. mengetahui pengaruh pemberian mineral mikroorganik (Cu, Zn, Se, dan Cr
Lisinat) terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan
organik (KCBO) pada ternak kambing Peranakan Etawa (PE) jantan;
2. mengetahui pengaruh pemberian mineral mikroorganik (Cu, Zn, Se, dan Cr
Lisinat) terbaik terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan
bahan organik (KCBO) pada ternak kambing Peranakan Etawa (PE) jantan.
3
C. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh
pemberian mineral mikroorganik (Cu, Zn, Se, dan Cr Lisinat terhadap kecernaan
bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) pada ternak
kambing peranakan etawa (PE) serta mengetahui pengaruh pemberian mineral
mikroorganik (Cu, Zn, Se, dan Cr Lisinat) terbaik terhadap kecernaan bahan
kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) pada ternak kambing
peranakan etawa (PE).
D. Kerangka Pemikiran
Bioproses rumen dan pasca rumen harus didukung kecukupan mineral makro dan
mikro. Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses rumen dan
metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro dan makro di dalam saluran
pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya
misal asam fitat dan serat kasar dapat menurunkan ketersediaan mineral.
Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaannya
sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak. Penambahan mineral
organik tersebut mempengaruhi kerja rumen yang akan berefek pada peningkatan
penampilan ternak dan pertumbuhan mikroba rumen (Muhtarudin dan Widodo,
2003).
Penambahan Zn organik diharapkan dapat meningkatkan produksi protein
mikroba rumen. Bentuk Zn organik akan meningkatkan penyerapan Zn pasca
rumen. Rojas dkk. (1995), membandingkan penggunaan Zn-lisin, Zn-metionin,
4
dan Zn sulfat, teryata Zn-lisin terserap lebih banyak dibandingkan perlakuan
lainya yang digambarkan dengan kandungan Zn yang tinggi pada ginjal, liver, dan
pankreas. Muhtarudin dkk. (2003) menyatakan bahwa penggunaan Zn organik
(Lisin-Zn PUFA dan Zn-proteinat) dapat meningkatkan bioproses dalam rumen,
kecernaan zat-zat makanan, metabolisme protein, dan penampilan ternak.
Menurut Supriyati dkk. (1999) penambahan mineral mikro organik (Zn, Cu, Cr,
dan Se) dalam ransum menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik ransum lebih tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa pemberian
mineral mikro organik.
Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen dan
meningkatkan penampilan ternak (Muhtarudin dkk., 2003). Defisiensi Zn ini
dapat menyebabkan parakeratosis jaringan usus dan dapat mengganggu peranan
Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen. Suplementasi mineral Zn baik
berupa Zn lisinat atau proteinat memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan dan parameter nutrisi pada ternak. Perlakuan penambahan Zn
organik maupun anorganik meningkatkan derajat KBK (P<0,01).
Demikian pula penambahan Zn organik ternyata nilai KBK-nya lebih besar
dibanding penambahan Zn anorganik (P<0,01). Dari semua perlakuan,
penambahan kombinasi Zn dan Cu organik memberikan derajat KBK paling
tinggi. Derajat KBK pada substrat yang ditambahkan Zn proteinat
yaitu 71,42% dibanding kontrol yang hanya 58,31% (Supriyati dkk., 1999).
Pada ternak ruminansia Cu kurang baik diabsorpsi, hanya 1--3% Cu diabsorpsi
tubuh terrnak diatur oleh metallotionin yang sekaligus sebagai tempat
5
berlangsungnya interaksi antara Cu dan Zn di dalam usus (Mc Dowell, 1992).
Tromolibdat sangat mempengaruhi absorpsi Cu pada ternak ruminansia, sebab
apabila konsentrasinya tinggi dapat mengakibatkan defisiensi Cu, meskipun
konsumsi Cu mencukupi.
Mc Dowell (1992) menyatakan bahwa kebutuhan Cu dipenggaruhi oleh level
mineral lain ransum, menjadi meningkat kebutuhannya pada ruminansia dengan
adanya level molybdenum (Mo) tinggi. NRC (1988) merekomendasikan angka
kebutuhan Cu yaitu 10 mg/kg untuk ternak ruminansia. Defisiensi Cu akan
menyebabkan gangguan pada tulang (kelumpuhan), pembengkakan sendi, dan
kerapuhan tulang. Kekurangan pigmen pada hewan dan manusia yang defisien
Cu. Akan tetapi, pemberian garam tembaga yang cukup banyak, terutama pada
domba akan menyebabkan penimbunan di hati.
Salah satu mineral mikro yang juga sangat dibutuhkan ternak ruminansia adalah
Se (selenium). Kadarnya dalam pakan banyak yang belum diketahui, sedangkan
dalam pakan yang telah diketahui kadarnya ketersediaan biologisnya sangat
beragam. Dengan demikian peluang untuk defisien atau marjinal cukup besar.
Defisiensi Se terkait erat dengan defisiensi vitamin E antara lain menyebabkan
diatesis eksudatif pada unggas dan penyakit daging putih (white muscle disease)
pada domba, dan kemandulan pada sapi perah betina (Arthur, 1997).
Cromium dapat meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel-sel tubuh. Faktor
Cr sebagai faktor toleransi glukosa (GTF) telah lama diketahui (Schwartz dan
Mertz, 1959). GTF-cromium meningkatkan pengikatan insulin oleh reseptor pada
membran sel sehingga pemasukan ke dalam sel meningkat. Suplementasi
6
cromium-proteinat dapat meningkatkan glukosa darah yang dapat digunakan
sebagai indikator peningkatan suplai glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan alveolus
susu.
E. Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
1. Pemberian mineral mikro organik dalam ransum berpengaruh terhadap
kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO) pada
ternak kambing Peranakan Etawa (PE) jantan;
2. Pemberian mineral mikro organik (Zn Lisinat) dalam ransum memberikan
pengaruh terbaik terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan
bahan organik (KCBO) pada ternak kambing Peranakan Etawa (PE) jantan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kambing Peranakan Etawa (PE)
Kambing peranakan etawa (PE) hasil persilangan antara kambing etawa dan
kambing lokal yang memiliki genetik yang baik. Kambing jenis ini memiliki
banyak keuntungan seperti produksi susu, anak kambing, dan daging.
Keunggulan utama dari kambing PE adalah produksi susu yang tinggi
dibandingkan dengan kambing jenis lainnya (Syukur dan Suharno, 2014).
Menurut Ditjen Peternakan Dan Keswan (2015) Kambing PE memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : Sifat kualitatif antara lain : warna bulu ( kombinasi putih, hitam,
dan cokelat ), bentuk (kepala : profil muka cembung, telinga : panjang dan
terkulai), tanduk (melengkung ke belakang), bulu jenggot (jantan: panjang. betina:
tidak berjenggot), punggung (lurus, beberapa agak melengkung, dan semakin ke
belakang semakin tinggi sampai pinggul), bulu tubuh (bagian leher dan pinggul
lebih panjang dan pada jantan bulu lebih panjang mengurai), ekornya pendek serta
sifat keindukan yang baik. Selain itu Kambing PE memiliki sifat kuantitatif antara
lain : Tinggi pundak (jantan : 87 ± 5 cm dan betina : 75 ± 5 cm), Panjang badan
(jantan : 63 ± 5 cm dan betina : 60 ± 5 cm), Lingkar dada (jantan : 89 ± 5 cm dan
betina : 81 ± 7 cm), Panjang telinga (jantan : 30 ± 4 cm dan betina : 27 ± 3 cm),
8
Panjang bulu (jantan : 23 ± 5 cm dan betina : 23 ± 5 cm), Bobot badan (jantan : 54
± 5 kg dan betina : 41 ± 7 kg).
Karakteristik pejantan PE yang baik digunakan sebagai calon pejantan yaitu
bertubuh besar dan panjang dengan bagian belakang lebih besar dan lebih tinggi,
dada lebar, tidak terlalu gemuk, gagah, aktif dan memiliki libido tinggi, kaki lurus
dan kuat. Umur yang baik digunakan sebagai pejantan yaitu berkisar antara 1,5—
3 tahun. Kesehatan ternak juga sangat penting, pejantan PE harus bersih dari
penyakit menular (Darmadi, 2006).
Faktor jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap performa produksi ternak yang
disebabkan oleh adanya pengaruh terhadap jaringan tubuh sekaligus
mempengaruhi pertumbuhan maupun persentase karkas ternak serta jenis kelamin
menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan pada jenis kelamin, selanjutnya pada
umur yang sama ternak jantan biasanya tumbuh lebih cepat dibandingkan ternak
betina, selain itu kandungan nutrisi pakan juga ikut berpengaruh terhadap bobot
badan maupun persentase karkas dan non karkas ( Suparman, 2016).
B. Sistem Pencernaan pada Ruminansia
Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami
bahan makanan di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Organ
pencernaan pada ruminansia terdiri atas empat bagian penting yaitu: mulut,
lambung, usus halus dan organ pencernaan bagian belakang. Pencernaan
merupakan suatu proses perubahan fisik dan kimia yang dialami oleh bahan-bahan
pakan di dalam alat-alat pencernaan. Sistem pencernaan ternak ruminansia
9
berbeda dengan sistem pencernaan ternak lainnya. Sistem pencernaan ternak
ruminansia relatif lebih kompleks dibanding dengan ternak lainnya dikarenakan
selain proses pencernaan oleh alat-alat pencernaan, ruminansia sendiri juga terjadi
proses pencernaan oleh mikroorganisme (Sutardi, 1980).
Pencernaan pada ternak ruminansia berlangsung secara mekanik di dalam mulut,
fermentatif oleh mikroba rumen, dan hidrolitik oleh enzim induk semang (Sutardi,
1980). Pakan yang telah dipecah kemudian dicerna rumen dengan bantuan
mikroorganisme (Frandson, 1993).
Proses pencernaan fermentatif di dalam retikulo-rumen yang terletak sebelum
usus halus terjadi sangat intensif dan dalam kapasitas besar. Ukuran rumen dan
retikulum sangat besar dan dapat mencapai 15—22% dari bobot tubuh (Sutardi,
1980). Hal ini memberikan keuntungan ternak ruminansia karena pakan yang
dikonsumsi dapat diolah dalam bentuk produk fermentasi yang mudah diserap
dalam jumlah yang lebih banyak.
Arora (1996), menyatakan bahwa di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang
dikenal dengan mikroba rumen. Melalui mikroba ini, maka bahan-bahan makanan
yang berasal dari hijauan yang mengandung polisakarida kompleks, selulosa, dan
lignoselulosa, sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian sederhana. Selain
itu, pati, karbohidrat, dan protein dirombak menjadi asam asetat, propionat, dan
butirat. Retikulum memiliki bentuk menyerupai sarang lebah yang berfungsi
menarik bahan makanan yang berbentuk padat ke dalam rumen. Retikulum
membantu ruminansia meregurgitasi bolus ke dalam mulut. Setelah omasum,
makanan kemudian didorong masuk menuju abomasum yang merupakan tempat
10
pertama terjadinya pencernaan secara kimiawi, karena adanya getah lambung.
Proses pencernaan selanjutnya berlangsung di dalam usus dengan bantuan enzim.
Pakan yang telah melalui proses pencernaan diabsorbsi dalam usus. Zat-zat
makanan tersebut kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh yang membutuhkan.
Sedangkan zat-zat makanan yang tidak dapat diserap masuk ke dalam usus besar
dan akan dikeluarkan melalui anus.
C. Pakan
Pakan adalah makanan asupan yang diberikan pada ternak. Ransum merupakan
susunan dua bahan pakan atau lebih yang diberikan untuk seekor ternak dan
mencukupi kebutuhan hidupnya sehari semalam. Ransum dapat memenuhi
kebutuhan zat nutrien yang diperlukan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya
yaitu hidup pokok, produksi maupun reproduksi (Siregar, 2008). Ransum
ruminansia merupakan ransum yang terdiri dari hijauan dan konsentrat.
Hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan
berupa daun-daunan, termasuk batang, ranting dan bunga. Hijauan ditandai
dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak dari pada berat keringnya, yaitu
lebih besar dari 18% . Sedangkan pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang
bernutrisi tinggi dengan serat kasar yang relatif rendah. Konsentrat mengandung
serat kasar lebih sedikit dari pada hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung
karbohidrat, protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi
dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne, 1993).
11
Tujuan pemberian konsentrat dalam pakan ternak kambing adalah untuk
meningkatkan daya guna pakan, menambah unsur pakan yang defisien, serta
meningkatkan konsumsi dan kecernan pakan. Dengan pemberian konsentrat,
mikrobia dalam rumen cenderung akan memanfaatkan pakan konsentrat terlebih
dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat memanfaatkan pakan kasar
yang ada. Dengan demikian mikrobia rumen lebih mudah dan lebih cepat
berkembang populasinya (Murtidjo, 1993).
Berdasarkan penelitian Astuti et al. (2015) pemberian hijauan terlebih dahulu dan
dua jam kemudian konsentrat memiliki konsumsi bahan kering terendah diduga
karena pemberian hijauan terlebih dahulu akan menimbulkan bulky, serta
mengalami gerak laju digesti yang lebih lama dalam rumen. Gerak laju digesti
yang lama mengakibatkan jumlah pakan yang terkonsumsi rendah sebab pakan
akan berada di rumen lebih lama.
Menurut Sarwono (2005), kambing membutuhkan hijauan yang banyak ragamnya
seperti daun turi, akasia, lamtoro, dadap, kembang sepatu, nangka, pisang, gamal,
putri malu, dan rerumputan. Selain pakan dalam bentuk hijauan, kambing juga
memerlukan pakan penguat untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Pakan penguat
dapat terdiri dari satu bahan saja seperti dedak, bekatul padi, jagung, atau ampas
tahu, dan dapat mencampurkan beberapa bahan tersebut. Pakan yang sempurna
mengandung kelengkapan protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin, dan mineral
Kebutuhan pakan ternak ruminansia dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap
nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis
ternak, umur, dan fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, atau menyusui), kondisi
12
kesehatan, dan lingkungan hidupnya (Kartadisastra, 1997). Ransum yang
diberikan kepada ternak ruminansia akan mengalami proses fermentasi di dalam
rumen. Mikroba rumen membutuhkan mineral termasuk Zn untuk
pertumbuhannya (Adawiah et al., 2007). Winedar et al. (2006) bahwa
penggunaan pakan yang difermentasi dengan EM-4 menyebabkan peningkatan
daya cerna dan kandungan protein bahan pakan.
Devendra dan Bruns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama
dalam jangka waktu yang lama. Kambing bisa membedakan rasa pahit dari pada
sapi sehingga kambing dapat memakan lebih banyak jenis tanaman. Agar ternak
dapat mencapai produksi yang optimal maka pakan yang diberikan harus
mencukupi zat-zat yang dibutuhkan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
mineral, dan air, serta sesuai kebutuhan ternak. Hasil penelitian Kearl (1982)
menunjukan bahwa rata-rata konsumsi bahan kering pakan ternak kambing adalah
3,21% dari bobot tubuh.
D. Mineral Organik
Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa
anorganik sederhana, serta akan terjadi penggabungan antar individu atau dengan
oksigen sehingga terbentuk garam anorganik (Davis dan Mertz, 1987). Unsur-
unsur mineral dalam tubuh terdiri dari mineral makro dan mineral mikro. Mineral
makro merupakan komponen yang dibutuhkan dalam jumlah banyak untuk
membentuk komponen organ dalam tubuh seperti kalsium (Ca), Fosfor (P),
13
Magnesium (Mg), Sulfur (S), Sodium atau Natrium (Na), dan Klorida (Cl).
Sedangkan mikro mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit umumnya
pada jaringan dengan konsentrasi yang sangat kecil seperti Seng (Zn), Cuprum
(Cu), Kromium (Cr), dan Selenium (Se). Georgievskii dkk., (1982) menyatakan
bahwa fungsi utama mineral pada ruminansia, yaitu mempengaruhi simbiotik
mikroflora di saluran pencernaan.
Mineral organik adalah mineral yang berasal dari kelompok logam transisi pada
tabel periodik yang berikatan dengan asam-asam amino dan satu peptida kecil,
dengan membentuk struktur cincin terbuka, mempunyai pH stabil dan bermuatan
netral (Vandergrift, 1992). Penggunaan mineral organik lebih bermanfaat karena
lebih muda diserap dan larut (McDowell, 1997) serta bebas dari gangguan
antagonisnya (Bailey dkk., 2001).
1. Mineral Zn
Pemberian mineral Zn perlu dilakukan dengan pertimbangan untuk memenuhi
kebutuhan bagi ternak ruminansia yakni sebesar 40--50 ppm (Arora, 1989).
Penambahan mineral Zn-metionin dalam pakan dapat meningkatkan kecernaan
komponen serat kasar tinggi (Haryanto dkk., 2005). Meningkatnya kecernaan
mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas fermentasi mikroba rumen karena
unsur seng berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan mikroba rumen. Menurut
Khalil dkk., (2014) bahwa kandungan seng pada pakan ruminansia di Indonesia
berkisar 31,3±5,5 mg/kg.
14
Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen dan
meningkatkan penampilan ternak (Muhtarudin dkk., 2003). Defisiensi Zn dapat
menyebabkan paraketarosis jaringan usus dan dapat mengganggu peranan Zn
dalam metabolisme mikroorganisme rumen. Suplementasi mineral Zn baik berupa
Zn lysinat atau proteinat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan
parameter nutrisi pada ternak. Zn memegang peranan penting terutama dalam
proses fisiologis dan metabolisme ternak. Zn juga berfungsi di dalam sintesis
beberapa hormon seperti insulin dan glukagon, serta berperan dalam metabolisme
karbohidrat, keseimbangan asam basa, dan metabolisme vitamin A (Linder,
1992), sintesis asam nukleat (RNA dan DNA) polimerase dan sintesis protein
(Lieberman dan Bruning, 1990).
Menurut Sudarmadji dan Bambang (2003) bahwa kadar abu pada pakan
berhubungan dengan kadar mineral yang terdapat pada pakan tersebut. Semakin
tinggi kadar abu maka semakin tinggi mineralnya. Church dan Pond (1995)
menyatakan bahwa dipandang dari segi nutrisi jumlah besarnya abu tidak begitu
penting, namun dalam analisis proksimat data abu diperlukan untuk menghitung
nilan BETN (bahan ekstrak tanpa nitrogen). Dalam aktivitasnya mikroba
menggunakan sumber energi karbohidrat mudah dicerna (BETN) sebagai langkah
awal untuk pertumbuhan dan berkembang biak (Hastuti dkk., 2011)
Suplementasi mineral organik mengatasi distorsi status mineral pada ternak. Little
(1986) memaparkan bahwa kandungan Zn pakan ruminansia berkisar antara 20
dan 38 mg/kg bahan kering, masih di bawah kebutuhan ternak ruminansia. Status
mineral Cu juga sering marjinal sampai defisien (Sutrisno, 1983) dan sangat
15
sedikit diserap, ternak ruminansia hanya 1 sampai 3% (McDowell, 1992).
Menurut Fathul et al. (2003) memaparkan bahwa ada kemungkinan Zn-lisinat
sebagian didegradasi di dalam rumen, tetapi ada bagian yang lolos degradasi dan
dapat dimanfaatkan di usus halus (pascarumen).
Supriyati et al. (2000) melaporkan bahwa suplementasi beberapa mineral tunggal
seperti Zn, Cu, Mn terhadap kecernaan rumput gajah secara in vitro ternyata yang
memberikan respon terbaik adalah Zn. Dilaporkan pula bahwa penambahan Zn
organik dalam bentuk proteinat/ biokompleks dapat meningkatkan KCBK rumput
Panicum maximum secara in vitro sebesar 15,35% (dari 56,74 menjadi 65,45%).
2. Mineral Cr
Kromium menjadi unsur mikro esensial karena berhubungan dengan kerja insulin.
Bentuk kompleks Cr antara insulin dan reseptor insulin memfasilitasi interaksi
antara jaringan dan insulin. Kromium esensial yang bervalensi Cr3+
sulit diserap,
sedangkan Cr6+
mudah larut dan mudah diserap tetapi bersifat toksik. Satu-
satunya bentuk pasokan Cr3+
ke dalam tubuh ternak ialah dalam bentuk ikatan
ligand organik (Sutardi, 2002).
Level optimum Cr organik adalah sebesar 1 ppm. Dosis terendah (1 ppm)
suplementasi Cr organik sudah menghasilkan nilai KBO tertinggi. Sementara itu
dengan meningkatnya level penambahan Cr anorganik menghasilkan KBO yang
berfluktuasi. Ini menunjukkan bahwa Cr organik lebih efisien daripada Cr
anorganik. Oleh karena itu, suplementasi Cr organik lebih efektif pada dosis
rendah namun suplementasi Cr anorganik membutuhkan dosis yang lebih tinggi
16
agar setara, walaupun belum tentu terjamin. (Jayanegara dkk., 2006). Mineral Cr
berperan dalam sintesis lemak, metabolisme protein, dan asam nukleat
(McDonald dkk. 1995). Lisin merupakan salah satu asam amino pembatas bagi
ternak ruminansia (Richardson dan Hosfield, 1978). Adanya penambahan lisin di
pascarumen dapat menambah keseimbangan asam amino sehingga proses
penyerapan asam amino dapat lebih sempurna yang berimplikasi meningkatkan
kecernaan bahan kering ransum. Asam amino lisin mengalami perombakan total
di dalam rumen, treonin tidak ditemukan dalam rumen dan sampel digesta
duodenum (Sutardi, 1997). Selanjutnya untuk meningkatkan asupan asam amino
tersebut dapat dilakukan proteksi agar tidak didegradasi di dalam rumen (Trinacty
et al., 2009).
2. Mineral Se
Selenium sebagai bagian integral dari enzim glutation peroksidase yang berfungsi
sebagai pereduksi peroksida, merupakan salah satu unsur pertahanan tubuh.
Selenium kurang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia, karena selenit
direduksi menjadi senyawa yang tidak larut dalam rumen. Selenium dalam
jumlah normal dapat menstimulir sintesa protein mikroba. Namun, jika berlebih
akan menghambat sintesa protein mikroba (Arora, 1995). Mineral ini mungkin
diperlukan dalam mekanisme penyerapan lipid di saluran pencernaan atau
pengangkutan lemak melalui dinding usus (Parakkasi, 1998).
Konsumsi Se dalam jumlah berlebih akan menyebabkan gangguan reproduksi
pada sapi, babi, domba, dan ayam (Tillman dkk., 1993). Defisiensi Se dapat
dicegah dengan sumplementasi vitamin E (Mc Donald dkk., 1995). Kebutuhan Se
17
untuk ternak belum diketahui secara pasti. Namun, kemungkinan kebutuhan Se
ternak mulai 0,05 sampai 0,3 ppm (NRC, 1989).
3. Mineral Cu
Mineral Cu berguna sebagai pembentuk hemoglobin pada sel darah merah.
Cuprum (Cu) dan Molybdenum (Mo) biasanya berinteraksi dengan penggunaan
sulfur pada ternak. Gejala kekurangan mineral ini adalah keengganan untuk
berjalan, kelainan pada kaki depan dan menurunkan efisiensi reproduksi.
Chromium (Cr), flourida (F), nikel (Ni), cobalt (Co) dan selenium (Se) merupakan
unsur yang penting untuk kambing dan domba. Pemberian makanan ternak
mengandung Cu harus lebih berhati-hati karena konsumsi Cu berlebih dapat
memungkinkan terjadinya keracunan. NRC (1978), merekomendasikan angka
kebutuhan Cu, yaitu 10 mg/kg untuk ternak ruminansia.
E. Kecernaan
Kecernaan bahan pakan tergantung pada gerak laju makanan di dalam saluran
pencernaan, sedangkan laju makanan dipengaruhi oleh jenis makanan yang
dikonsumsi. Apabila diberikan pakan yang memiliki nilai nutrisi tinggi maka nilai
kecernaan zat makanan tersebut akan meningkat (Arora, 1996). Menurut
Anggorodi (1994), kecernaan dihitung berdasarkan selisih antara zat-zat makanan
yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi dengan zat-zat makanan yang
terdapat dalam feses. Zat makanan yang dicerna adalah bagian makanan yang
tidak dieksresikan dalam feses. Kecernaan dapat menjadi ukuran tinggi rendahnya
nilai gizi suatu bahan pakan (Williamson dan Payne, 1993).
18
Pada umumnya pakan dengan kandungan zat-zat makanan yang dapat dicerna
tinggi, maka akan tinggi pula nilai gizinya. Menurut Sosroamidjojo (1990), nilai
gizi makanan antara lain diukur dari jumlah zat-zat makanan yang dapat dicerna.
Perhitungan kandungan zat-zat makanan dilakukan sistematis sesuai dengan
partisi zat-zat makanan pada ransum dan feses. Budiman et al. (2006)
memaparkan bahwa mikroba pencerna serat bukanlah pemakan tunggal terhadap
substrat serat semata, akan tetapi dalam kenyataannya mikroba pencerna serat
juga membutuhkan metabolit lain dari hasil degradasi mikroba lainnya.
Fathul dan Wajizah (2010) menyatakan bahwa bahan organik merupakan bagian
dari bahan kering, sehingga apabila bahan kering meningkat akan meningkatkan
bahan organik begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, hal tersebut juga akan
berlaku pada nilai kecernaanya apabila nilai kecernaan bahan kering meningkat
tentu kecernaan bahan organik juga meningkat.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai kecernaan bahan kering ransum
adalah tingkat proporsi bahan pakan dalam ransum, komposisi kimia, tingkat
protein ransum, persentase lemak dan mineral (Tilman dkk., 1991). Salah satu
bagian dari bahan kering yang dicerna oleh mikroba didalam rumen adalah
karbohidrat struktural dan karbohidrat non struktural. Lebih rinci menurut
Anggorodi (1979), faktor yang berpengaruh terhadap daya cerna diantaranya
adalah bentuk fisik pakan, komposisi ransum, suhu, laju perjalanan melalui alat
pencernaan dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lainnya.
19
Menurut Tilman dkk., (1991), bahwa bahan organik merupakan bahan yang
hilang pada saat pembakaran. Nutrien yang terkandung dalam bahan organik
merupakan komponen bahan penyusun bahan kering. Komposisi bahan organik
terdiri dari lemak, protein kasar, serat kasar dan BETN. Bahan kering mempunyai
komposisi kimia yang sama dengan bahan organic ditambah abu (Kamal, 1994).
Fathul dan Wajizah (2010) menyatakan bahwa kandungan abu dapat
memperlambat atau menghambat tercernanya bahan kering ransum.
20
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Januari - April 2018 di Laboratorium Lapang
Terpadu Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan
analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu 15 ekor kambing Peranakan
Etawa (PE) jantan milik Jurusan Peternakan. Ransum yang digunakan terdiri atas
silase daun singkong (dari daerah Lampung Timur), daun jagung, bungkil kelapa,
onggok, dedak, bungkil kedelai, mineral mikroorganik (Zn, Cu, Se, dan Cr
Lisinat), dan air sumur (dari Jurusan Peternakan).
2. Alat
Peralatan yang digunakan yaitu 15 kandang kambing individu dan tempat pakan,
timbangan analitik untuk menimbang sampel feses, sekop untuk membersihkan
kandang, ember untuk tempat minum kambing, plastik untuk wadah tepung feses,
dan besek untuk wadah feses yang dikoleksi.
21
Sedangkan peralatan yang digunakan untuk analisis proksimat yaitu 1 set
peralatan untuk analisis kadar air dan kadar abu.
C. Perlakuan
Perlakuan ini menggunakan ransum basal yang terdiri dari silase hijauan, daun
jagung, bungkil kelapa sawit, bungkil kedelai, onggok, dedak padi halus, dan
molases. Ransum yang disusun memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut (%
berdasarkan bahan kering).
Tabel 1. Kandungan bahan penyusun ransum basal
JenisRansum
Kadar (% BK)
BK Abu Lemak SK Protein BETN
Konsentrat 96,31 9,13 3,52 13,83 12,38 62,48SDS 95,17 11,46 12,87 14,3 21,56 36,2
SDJ 96,17 18,54 8,06 16,28 13,8 38,49Keterangan:SDS : silase daun singkong; SDJ : silase daun jagung; BK : bahan kering; SK : serat kasar; BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen.Sumber :Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, FakultasPertanian, Universitas Lampung (2018).
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum basal
JenisRansum
Kadar (% BK)
Imbangan (%) BK Abu Lemak SK Protein BETN
Konsentrat 70 67,42 6,39 2,46 9,68 8,67 43,74SDS 15 14,28 1,72 1,93 2,15 3,23 5,43
SDJ 15 14,43 2,78 1,21 2,44 2,07 5,77
Jumlah 100 96,12 10,89 5,60 14,27 13,97 54,94Keterangan:SDS : silase daun singkong; SDJ : silase daun jagung; BK : bahan kering; SK : serat kasar; BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen.Sumber :Hasil analisis proksimat Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, FakultasPertanian, Universitas Lampung (2018).
Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian jenis mineral mikro organik yang
berbeda yaitu :
R0 : Ransum Basal
22
R1: Ransum Basal + 40 ppm mineral mikro organik Zn lisinat
R2 : Ransum Basal + 10 ppm mineral mikro organik Cu lisinat
R3 : Ransum Basal + 0,1 ppm mineral mikro organik Se lisinat
R4 : Ransum Basal + 0,3 ppm mineral mikro organik Cr lisinat
D. Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak
Kelompok (RAK). Pengelompokan berdasarkan bobot tubuh ternak yaitu
kelompok I (±14-20 kg), kelompok II (± 22-28 kg) dan kelompok III (± 30-38 kg)
dan terdiri dari lima perlakuan dengan tiga ulangan sehingga kambing yang
dibutuhkan sebanyak 15 ekor.
Tata letak percobaan pada penelitian ini sebagai berikut:
Kelompok III Kelompok II
R1 R0 R2 R3 R4Kelompok I
Gambar 1. Tata letak perlakuan
E. Peubah yang Diukur
Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah menghitung kecernaan bahan
kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO). Sebelum dilakukan
perhitungan kecernaan, dilakukan koleksi feses yang dilanjutkan dengan analisis
kadar air dan kadar abu. Menurut Fathul (2015) Analisis kandungan nilai gizi
pada ransum dan feses menggunakan metode analisis proksimat dengan cara
sebagai berikut :
R3 R2 R1 R0 R4 R1 R3 R0 R2 R4
23
1. Kadar air
Pengukuran kadar air dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Memanaskan cawan porselen beserta tutupnya yang bersih ke dalam oven
1050C selama 1 jam. Mendinginkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu
menimbang cawan porselen beserta tutupnya dan mencatat bobotnya (A);
2) memasukkan sampel analisa ke dalam cawan porselen sekitar 1 gr dan
kemudian mencatat bobotnya (B);
3) memanaskan cawan porselen berisi sampel di dalam oven 1050C selama ≥6
jam (penutup tidak dipasang), mendinginkan di dalam desikator selama 15
menit, lalu menimbang cawan porselen berisi sampel analisis (C);
4) menghitung kadar air dengan rumus berikut :
KA = (B-A) – (C-A)(B-A)
Keterangan : KA = kadar air (%)
A = bobot cawan porselen (gram)
B = bobot cawan porselen berisi sampel sebelum
dipanaskan (gram)
C = bobot cawan porselen berisi sampel setelah
dipanaskan (gram)
Menghitung kadar bahan kering dengan rumus berikut :
BK = 100% - KA
Keterangan : BK = Bahan kering
KA = Kadar air
X 100%
24
2. Kadar abu
Pengukuran kadar abu sebagai berikut :
1) Memanaskan cawan porselen yang bersih ke dalam oven 1050C selama 1 jam.
Mendinginkan ke dalam desikator selama 15 menit, lalu menimbang cawan
porselen mencatat bobotnya (A);
2) memasukkan sampel analisa ke dalam cawan porselen sekitar 1 gr dan
kemudian mencatat bobotnya (B);
3) mengabukan dalam tanur 6000C selama 2 jam. Mematikan tanur (apabila
sampel berubah warna menjadi putih keabu-abuan dan mendiamkan selama 1
jam, kemudian mendinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar
biasa, dan tutup cawan porselen dipasang;
4) menimbang cawan berisi abu dan mencatat bobotnya (C);
5) menghitung kadar abu dengan rumus sebagai berikut :
Kab = (C-A)(B-A)
Keterangan :
Kab = kadar abu (%)
A = bobot cawan porselen (gram)
B = bobot cawan porselen berisi sampel sebelum diabukan (gram)
C = bobot cawan porselen berisi sampel setelah diabukan (gram)
Menghitung kadar bahan organik dengan rumus berikut :
BO = BK - Kabu
Keterangan : BO = Bahan organik
BK = Bahan kering
Kabu = Kadar abu
X 100%
25
Selanjutnya dilakukan perhitungan kecernaan bahan kering (KCBK) dan
kecernaan bahan organik (KCBO) sebagai berikut :
3. Kecernaan bahan kering (KCBK)
Pengukuran kecernaan bahan kering (KCBK) dilakukan dengan rumus :
KCBK (%) = ∑ BK yang dikonsumsi (g) - ∑ BK dalam feses (g)
∑ BK yang dikonsumsi (g)
4. Kecernaan bahan organik (KCBO)
Pengukuran kecernaan bahan organik (KCBO) dilakukan dengan rumus :
KCBK (%) = ∑ BO yang dikonsumsi (g) - ∑ BO dalam feses (g)
∑ BO yang dikonsumsi (g)
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam
(ANARA) pada taraf nyata 5% dan atau 1%. Apabila perlakuan menunjukkan
pengaruh yang nyata, maka akan dilakukan uji lanjut Duncan pada taraf 5% dan
atau 1%.
G. Prosedur Penelitian
1. Persiapan kandang dan kambing
Persiapannya diawali dengan membersihkan kandang dan lingkungan
kandang, memasang alas tempat pakan dan jaring-jaring untuk menampung
feses dan memberi tanda pada kandang sesuai dengan perlakuan.
X 100%
X 100%
26
2. Pembuatan mineral organik
1. Pembuatan mineral Zn Lisinat
2 Lys (HCL)2 + ZnSo4 Zn(Lys(HCL)2) + SO42-
1) Menyiapkan alat dan bahan;
2) menimbang lisin sebanyak 43,82 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
3) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
4) menimbang ZnSO4 sebanyak 16,13 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
5) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
6) mencampurkan kedua bahan hingga homogen;
7) memasukkan larutan ke dalam botol dan mengaduknya kembali hingga
homogen kemudian menutup botol dengan rapat.
2. Pembuatan mineral Cu Lisinat
2 Lys (HCL)2 + CuSo4 Cu (Lys(HCL)2) + SO42-
1) Menyiapkan alat dan bahan;
2) menimbang lisin sebanyak 43,5 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
3) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
4) menimbang CuSO4 sebanyak 16,00 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
27
5) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
6) mencampurkan kedua bahan hingga homogen;
7) memasukkan larutan ke dalam botol dan mengaduknya kembali hingga
homogen kemudian menutup botol dengan rapat.
3. Pembuatan mineral Cr Lisinat
3 Lys (HCL)2 + CrCl3 . 6 H2O Lys 3Cr + H2O
1) Menyiapkan alat dan bahan;
2) menimbang lisin sebanyak 11,2 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
3) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
4) menimbang CrCl3. . 6H2O sebanyak 0,5 gr dan memasukkan bahan tersebut
ke dalam gelas ukur;
5) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
6) mencampurkan kedua bahan hingga homogen;
7) memasukkan larutan ke dalam botol dan mengaduknya kembali hingga
homogen kemudian menutup botol dengan rapat.
4. Pembuatan mineral Se Lisinat
2 Lys (HCL)2 + NaSeO3 LysSO3 + 2NaCl
1) Menyiapkan alat dan bahan;
28
2) menimbang lisin sebanyak 0,87 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
3) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
4) menimbang NaSeO3 sebanyak 0,63 gr dan memasukkan bahan tersebut ke
dalam gelas ukur;
5) menambahkan aquades ke dalam gelas ukur tersebut hingga 100 ml,
kemudian mengaduknya hingga homogen;
6) mencampurkan kedua bahan hingga homogen;
7) memasukkan larutan ke dalam botol dan mengaduknya kembali hingga
homogen kemudian menutup botol dengan rapat.
3. Pelaksanaan percobaan
Ransum yang diberikan terdiri atas silase daun singkong, silase daun jagung,
bungkil kelapa, onggok, dedak, bungkil kedelai, dan mineral mikroorganik (Zn,
Cu, Se, dan Cr Lisinat). Pemberian ransum diberikan sebanyak 3 kali pemberian,
yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB, siang hari pukul 12.00 WIB, dan sore hari
pukul 17.00 WIB. Pencampuran mineral ke dalam ransum yaitu dengan cara
menyemprotkan mineral yang sudah dicairkan ke salah satu bahan pakan (bungkil
kedelai) sampai homogen lalu mencampurkan bungkil kedelai ke dalam formulasi
ransum.
29
4. Pengambilan data
Pemeliharaan dilakukan selama tiga minggu. Percobaan pemberian ransum secara
keseluruhan dilakukan selama tiga minggu yang terdiri dari dua minggu periode
adaptasi (prelium), satu minggu pengumpulan data yang dimulai saat kambing
mengonsumsi ransum perlakuan. Koleksi feses dilakukan setiap hari selama 7
hari dengan cara mengambil dan memisahkan feses sesuai perlakuan dan ulangan
yang diberikan dan menimbang jumlah feses yang dihasilkan.
Metode koleksi yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan feses yang
dihasilkan selama 24 jam selama 7 hari. Prosedur yang dilakukan yaitu:
1) menyiapkan wadah penampung feses;
2) mengumpulkan feses pada pagi hari pukul 07.00--08.00 WIB sebelum ternak
diberi ransum dan berlangsung selama 7 hari, kemudian menimbang feses yang
telah dikumpulkan sebagai bobot segar (BS);
3) menjemur atau mengeringkan feses dibawah sinar matahari dan menimbang
kembali feses untuk mengetahui bobot bahan kering udara (BKU);
Metode pengambilan data yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan feses
yang dihasilkan dalam 24 jam selama 7 hari. Prosedur yang dilakukan yaitu:
1) menyiapkan plastik penampung feses;
2) menghomogenkan feses yang telah dikoleksi dalam 24 jam selama 7 hari,
3) menghaluskan sampel menggunakan mesin penggiling agar menjadi tepung;
4) mengambil sampel feses sebanyak 10%;
5) melakukan analisis proksimat terhadap sampel feses.
37
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemberian mineral mikroorganik (Zn lisinat, Cu lisinat, Se lisinat, dan Cr
lisinat) pada ransum perlakuan kambing Peranakan Etawa jantan tidak
berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering (KCBK) tetapi
berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan organik (KCBO). Semakin
tinggi bobot badan pada ransum perlakuan menujukkan hasil kecernaan
bahan kering dan bahan organik juga meningkat;
2. pemberian Cr lisinat memberikan pengaruh terbaik terhadap kecernaan
bahan kering bahan organik pada kambing Peranakan Etawa jantan.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai interval bobot badan per
kelompok perlakuan yang tidak terlalu jauh sehingga memudahkan
keseragaman perlakuan, hanya menggunakan kelompok perlakuan
berdasarkan bobot badan kambing Peranakan Etawa jantan yaitu >20 kg dan
perlu dilakukan penelitian tentang kandungan mineral mikroorganik pada
setiap bahan pakan. .
38
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, T., T. Sutardi, W. Toharmat, N. Manalu, R., dan U.H. Tanuwiria. 2007.Respon terhadap suplementasi sabun mineral dan mineral organik sertakacang kedelai sangrai pada indikator fermentabilitas ransum dalam rumendomba. J. Media Peternakan 30(1): 63--70
Anggorodi,R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta
___________. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta
Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R.Murwani dan Srigandono. UGM Press. Yogyakarta
________. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada UniversityPrees. Yogyakarta
________. 1996. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan olehR.Murwani dan B. Srigandono. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Arthur, J.R. 1997. Non-glutathione proxidase fuction of selenium. In Lyons andK.A. Jacques. Biotechnology and feed industry. Norttingham UniversityPress. Nottingham
Astuti, A., Erwanto, P.E. Santosa. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrathijauan terhadap respon fisiologis dan performa sapi Peranakan Simmental.JIPT. 3(4): 201--207
Bailey, J.D., R. P. Ansotegui, J.A. Paterson, C.K. Swenson, and A. B. Johnson.2001. Effects of supplementing combination of inorganic and complexedcopper on performance and liver mineral status of beef heifersconsuming antagonist. J. Anim. Sci. 79: 2926-2934
Budiman, A., T. Dhalika, B. Ayuningsih. 2006. Uji kecernaan serat kasar danbahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dalan ransum lengkap berbasishijauan daun pucuk tebu (Saccharum officinarum). JIT 6(2):132—135
39
Church, D.C. and W.G. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. FourthEdition
Davis, G.K. and W. Mertz. 1987. Copper. In W. Mertz (Ed.) Trace Elements inHuman and Animal Nutrition. AcademicPress, Inc. San Diego, CA. p. 301−364
Devendra, C dan M. Bruns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.Terjemahan: IDK Harya Putra. ITB. Bandung
Ditjen Peternakan Dan Keswan. 2015. Penetapan Rumpun Kambing PeranakanEtawah. Direktorat Perbibitan Dan Produksi Ternak. Jakarta
Fathul, F., Muhtarudin, Y. Widodo. 2003. Perbedaan bentuk Zn (organik dananorganik) terhadap ketersediaan Zn dalam serum serta pertumbuhankambing kacang. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 3(4): 253--258
Fathul, F dan S. Wajizah. 2010. Penambahan mikromineral mn dan cu dalamransum terhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in vitro.JITV. 15(1):9-15
Fathul, F. 2015. Penentuan Kualitas Dan Kuantitas Kandungan Zat MakananPakan. Buku Penuntun Praktikum. Jurusan Peternakan. Fakultas PertanianUniversitas Lampung. Lampung
Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University.Yogyakarta
Georgievskii, V.I., B.N. Annekov and V.T. Samokhin. 1982. Mineral Nutrition ofAnimals. Butterworths. London Boston Sydney Durban Wellington Toronto
Haryanto, B., Supriyati, A. Thalib, dan S.N.Jarmani. 2005. Peningkatan nilaihayati jerami padi melalui bioproses fermentative dan penambahan zincorganik.hlm. 473-478. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakandan Veteriner.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor
Hastuti, D., S. Nur., dan B. Iskandar. 2011. Pengaruh perlakuan teknologi amofer(amoniasi fermentasi) pada limbah tongkol jagung sebagai alternatif pakanberkualitas ternak ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 7(1):55--65
Jayanegara, A., A. S. Tjakradidjaja dan T. Sutardi. 2006. Fermentabilitas dankecernaan in vitro ransum limbah agroindustri yang disuplementasikromium anorganik dan organik. Media Peternakan. 29(2): 54-62
Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak I. Laboratorium Makanan Ternak, FakultasPeternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
40
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia(Sapi, Domba, Kerbau, Kambing). Kanisius. Yogyakarta
Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirement of Ruminants in Developing Countries.Utah State University . Utah (US)
Khalil, M.N., Lestari, P. Sardilla, dan Hermon. 2014. The use of local mineralformulas as a feed block supplement for beef cattle fed on wild forages.Media Peternakan. 38(1): 34--41
Lieberman, S. dan N. Bruning. 1990. The Real Vitamin and Mineral Book. AVery Publishing Group Inc. Garden City Park, New York
Linder, M.C. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Karbohidrat (Terjemahan). Linder(ed) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Little, D.A. 1986. The Mineral Content of Rumniant Feeds and Potential forMineral Supplementation in South-East Asia with Particular Reference toIndonesia. In: R.M. Dixon. Ruminant Feeding Systems Utilizing FibrousAgricultural Residues 1986.Ed.IDP. Canberra
Maynard, L. A., J.K. Loosly, H,F. Hintz, and R.G. Warner. 1979. AnimalNutrition, 7th edition. McGraw Hill, New York. 13–4
Mc Donald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh, C.A. Morgan. 1995. AnimalNutrition. 5th Ed. Library of Congress Cataloging Publication. London.
McDowell, L. R. 1992. Minerals in Animal and Human Nutrition. AcademicPress. London
______________. 1997. Trace element supplementation in Latin America andthe potential for organic selenium. In: Proc. Altech’s 13th AnnualSymposium. Notingham. United Kingdom. 389-417
Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. Penggunaan Seng Organik danPolyunsaturated Fatty Acid dalam Upaya Meningkatkan Ketersediaan Seng,Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing. Laporan Penelitian HibahBersaing Perguruan Tinggi.
Murtidjo, B. A. 1993. Keuntungan Usaha Peternakan Dari Kualitas Pakan.Kanisius. Yogyakarta
NRC (National Research Council). 1978. Nutrient Requirement of LaboratoryAnimals. 3rd Revised Edition. National Academy of Science. WashingtonD.C
__________________________. 1985. Nutrient Requirement of Sheep. 6th
Revised Ed. National Academy Press. Washington
41
__________________________. 1988. Nutrient Requirement of Dairy Cattle.6Th Ed. National Academy Science. Washington D.C
. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle.6th Revised edit. National Academy Press. Washington D.C
Parakkasi, A. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta
_________ . 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UniversitasIndonesia Press. Jakarta
Richardson, C. R., dan E. E. Hosfield. 1978. The limiting amino acids in growingcattle. J. Anim. Sci. 46(3): 740—745
Rojas. LX., McDowell., LR. Cousins. RJ., Martin. FG, Wilkinson. NS., Johnson.AB., Velasquez. JB. 1995. Relative bioavailability of two organic and twoinorganic zinc sources fed to sheep. J Anim Sci. 73:1202-1207
Sarwono, B. 2005. Beternak Kambing Unggul. Cetakan Ke – VIII. Penerbit PT.Penebar Swadaya. Jakarta
Schwarz, K. and W. Mertz. 1959. Chromium (III) and glucose tolerance factor.Arch. Biochem. Biophys. 85: 292
Siregar, S. B. 2008.Penggemukan Sapi Edisi Revisi.Penebar Swadaya. Jakarta
Sosroamidjojo. 1990. Peternakan Umum. CV. Yasaguna. Jakarta
Sudarmadji, S. and H. Bambang. 2003. Prosedur Analisa Bahan Makanan danPertanian. Liberty. Yogyakarta
Suparjo. 2008. Evaluasi Pakan Secara In Sacco. Laboratorium Makanan Ternak.Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi
Suparman, H. Hafid., L.B. Ode. 2016. Kajian pertumbuhan dan produksi kambingperanakan ettawa jantan yang diberi pakan berbeda. JITRO 3(3)
Supriyati, D. Yulistiani, E. Wina, H. Hamid, dan B. Haryanto. 1999. Pengaruhsuplementasi Zn, Cu dan mo anorganik dan organik terhadap kecernaanrumput secara in vitro. Jurnal JITV. 5(1):276-281
Supriyati. 2000. Pengaruh suplementasi zn biokompleks dan zink metionat dalamransum domba. JITV. 13: 89-94
Sutardi, T. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan Terhadap Degradasi OlehMikroba Rumen Dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Produktivitas Ternak.
42
Prosiding Seminar dan Penunjang Peternakan. Lembaga PenelitianPeternakan, Bogor
Sutardi. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Makanan Ternak FP.Institut Pertanian Bogor, Bogor
Sutardi, T. 2002. Teknologi Pakan dan Aplikasinya. Dikemukakan pada PelatihanManajemen Pengelolaan Ternak Potong. Pemerintah Propinsi KepulauanBangka Belitung Dinas Pertanian dan Kehutanan. Pangkalpinang
Sutrisno, C.I. 1983. Pengaruh Minyak Nabati Dalam Mengatasi Defisiensi ZnPada Sapi Yang Memperoleh Ransum Berbahan Dasar Jerami Padi.Disertasi. Program Pascasarjana IPB, Bogor
Syukur, A. dan B. Suharno. 2014. Bisnis Pembibitan Kambing. Penebar Swadaya.Jakarta
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.Lebdosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-2,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Trinacty, J., L. Krizova, M. Richter, V. Carry, and J. Riha. 2009. Effect of rumenprotectedmethionine, lysine or both on milk production and plasma aminoacid of high-yielding dairy cows. Czech. J. Anim. Sci. 54(6): 239—248
Vandergriff, B. 1992. The theory and practice of mineral proteinates in theanimals feed industry. In: Improving utilization while Reducing Pollution:New Dimensions Through Biotechnology. Asia Pacific Lecture Tour.Alltech, Inc. Nicholasville USA
Van Soest, P.J. 1994. Nutritional Ecology of The Ruminan 2nd Editoon. ComstockPublising Associates a Divison Of Comell University Press, Ithaca andLondon
Yuhana, R., C. H. Prayitno, dan B. Rustomo. 2013. Suplementasi ekstrak herbaldalam pakan kambing perah pengaruhnya terhadap kecernaan bahan keringdan bahan organik serta konsentrasi vfa secara in vitro. JIP.1(1):54-61
Williamson, G. and W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Daerah Tropis.Terjemahan S.G.N Djiwa Darmaja. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Winedar, H., Listyawati dan S. Sutarno. 2006. Digestibility of feed protein, metaprotein content and increasing body weight of broiler chicken after givingfeed fermented with effective microorganisms-4 (EM4). Journal ofBiotechnology 3 (1): 14-19