24
1 PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DALAM PEMBERIAN SURAT PERSETUJUAN IZIN BERLAYAR TERHADAP KAPAL PENUMPANG (Studi Kasus Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016) Naskah Publikasi Oleh ZIKRI HELMI NIM: 120565201150 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNG PINANG 2016

PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

1

PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DALAM

PEMBERIAN SURAT PERSETUJUAN IZIN BERLAYAR TERHADAP KAPAL

PENUMPANG

(Studi Kasus Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur,

Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016)

Naskah Publikasi

Oleh

ZIKRI HELMI

NIM: 120565201150

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNG PINANG

2016

Page 2: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

2

SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang disebut

dibawah ini:

Nama : ZIKRI HELMI

NIM : 120565201150

Jurusan/Prodi : FISIP/Ilmu Pemerintahan

Alamat : Jl.A. Latif nomor 13, Tanjungbatu Kota

Nomor TELP : 082174797382

Email : [email protected]

Judul Naskah : Pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Dalam Pemberian

Surat Persetujuan Izin Berlayar Terhadap Kapal Penumpang

Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan untuk

dapat diterbitkan.

Tanjungpinang, 12 Agustus 2016 Yang menyatakan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Yudhanto Satyagraha Adiputra, MA Handrisal, S.Sos., M.Si

NIDN. 1015068301 NIP. 198802202015041002

Page 3: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

3

PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT DALAM

PEMBERIAN SURAT PERSETUJUAN IZIN BERLAYAR TERHADAP KAPAL

PENUMPANG

(Studi Kasus Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur,

Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016)

Zikri Helmi [email protected]

Yudhanto Satyagraha Adiputra, MA

Handrisal, S.Sos., M.Si

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang mengusung visi misi untuk menjadi sebuah negara maritim,

karena itu banyak peningkatan yang dilakukan dari sektor kemaritiman,salah satunya adalah

dengan peningkatan kualitas pelayaran yang diserahkan tugas dan fungsinya kepada Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut (DITJEN HUBLA) melalui Kementerian Perhubungan. Akan tetapi

pada pelaksanaan unit teknis di daerah yakni kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) masih

belum maksimal dalam pelaksanaan fungsi pengawasan. Hal ini bisa diukur dari proses

pengeluaran Surat Izin Berlayar (SPB) terhadap kapal penumpang yang tidak sesuai dengan

prosedural laik laut. Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini berfokus pada

Pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam Pemberian Surat Persetujuan Izin

Berlayar (SPB) Terhadap Kapal Penumpang (Studi Pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan

Kelas II Tanjung Batu Kundur).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Dari topik yang

peneliti angkat tentu yang harus dijawab adalah Pengawasan DITJEN HUBLA Kantor UPP kelas

II Dalam Pemberian SPB Terhadap Kapal Penumpang di Tanjung Batu, Kabupaten Karimun,

maka dari itu metode deskriptif-analisis diperlukan agar dapat memberikan jawaban yang lebih

jelas dan terperinci. Konsep teori yang digunakan merupakan sebuah teori dari A.M Kadarman

yang menyatakan langkah-langkah pengawasan yaitu menetapkan standar, mengukur kinerja dan

memperbaiki penyimpangan.

Berdasarkan Analisis yang dilakukan atas wawancara mendalam, metode pengamatan,

dan kajian pustaka maka dapat diketahui indikator pengukuran: menetapkan standar yang dilihat

dengan adanya rencana pengawasan yang ditetapkan sudah dijalankan sesuai prosedural meski

masih belum efektif, mengukur kinerja dengan tinjauan sikap profesionalisme aparatur ditemukan

masih perlu perbaikan dari sisi ketegasan pelaksana dalam melaksanakan tugas pengawasan,

indikator terakhir adalah memperbaiki penyimpangan yang dilihat dari ada atau tidaknya tindakan

koreksi. Tindakan koreksi ini dilakukan adalah untuk menganalisa penyimpangan yang berpotensi

menjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proses pengawasan.

Kata Kunci: Pengawasan, DITJEN HUBLA, Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas II,

Surat Izin Berlayar, Kapal Penumpang.

Page 4: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

4

MONITORING DIRECTORATE GENERAL OF SEA TRANSPORTATION IN PORT

CLEARANCE TO PASSANGER SHIP

Zikri Helmi [email protected]

Yudhanto Satyagraha Adiputra, MA

Handrisal, S.Sos., M.Si

ABSTRACT

Indonesia is a country that carries the vision and mission to become a maritime country,

because it was a lot of improvement made from the maritime sector, one of which is to improve

the quality of the cruise submitted tasks and functions to the Directorate General of Sea

Communications through the Ministry of Transportation. But the implementation of the technical

unit in the office of the Port Operator Unit is not maximized in the implementation of this

monitoring. This function can be measured on the process for port clearance of the passenger ship

that does not comply with the procedural issues of seaworthy. Based on the above problems, this

research focuses on Monitoring Directorate General of Sea Communications Approved Permit of

port clearance for Passengers Ship Study on the Port Operator Unit Office Class II Tanjungbatu Kundur.

In this study, researchers used qualitative research methods. Researchers from the lift of

course topics to be addressed are Supervision of Directorate General of sea Giving Port Clerance

for Passenger Ship in Tanjungbatu, Karimun regency, therefore descriptive-analytic methods

needed to provide clearer answers and detailed. The concept of the theory used is a theory of A.M

Kadarman stating that measures setting standards, measuring performance and correct deviations.

Based on an analysis of interviews, methods of observation and study of literature it is

known indicators of measurement: setting a standard that is seen with the monitoring plan

specified has been executed in accordance procedural although still not effectively measure the

performance of its reviews professionalism apparatus was found still needs improvement in terms

of implementing firmness in carrying out supervisory duties, the last indicator is correct deviations

seen on the presence or absence of corrective action. The correction is done is to analyze deviations potential barriers in the implementation process Supervision.

Keywords: Monitoring, Directorate General of Sea, the Office of the Port Operator Unit class

II, Port Clearance, Passenger Ship.

Page 5: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

5

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang

mengusung visi misi untuk menjadi sebuah

Negara Maritim, karena itu banyak

peningkatan yang dilakukan dari sektor

kemaritiman yakni dengan memanfaatkan

laut sebagai aset utama sebuah Negara

Maritim.

Menurut Safri Burhanuddin, dkk

(2003: 64) dalam bukunya yang berjudul

Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa

Bahari Bangsa Indonesia dalam Proses

Integrasi Bangsa disebutkan bahwa, Bangsa

Indonesia dari dulu merupakan bangsa

berjiwa bahari yang memiliki filosofi hidup

dengan dan dari laut hal ini tercermin pada

masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya,

kebudayaan Maritim dan arus perdagangan

di laut mengalami perkembangan yang

pesat. Akan tetapi setelah masuknya VOC

ke Indonesia (1602 M - 1798 M) yang

menjajah dan menguasai bumi Nusantara.

Para penjajah, selalu mengedepankan

ambisinya dengan memperluas perdagangan

rempah-rempah dari hasil pertanian yang

ketika itu yang dikirim melalui armada laut

ke negaranya. Hanya penjajah yang

memiliki kewenangan mengendalikan laut,

sedangkan bangsa kita tidak diperkenankan

mendalami ilmu-ilmu kelautan.

Tindakan oleh kolonial tersebut

telah memasung kemampuan Maritim

bangsa Indonesia. Berbagai upaya dilakukan

oleh penjajah untuk menghilangkan

keterampilan bahari agar dapat melunturkan

jiwa dan visi Maritim bangsa Indonesia saat

itu.

Akibatnya, terjadi proses

penurunan semangat dan jiwa Maritim

bangsa serta perubahan nilai-nilai sosial

dalam masyarakat Indonesia yang semula

bercirikan Maritim menjadi sifat kedaratan.

Barulah pada Tahun 1957 Indonesia di

bawah kepemimpinan Presiden Sukarno

mendeklarasikan wawasan Nusantara

dikalangan dunia. Puncaknya konsep Negara

Nusantara berhasil dan diakui dalam

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982

(UNCLOS’82) serta berlaku sebagai Hukum

Internasional positif sejak 16 November

1994 hingga sekarang.

Dewasa ini, peran pemerintah untuk

mulai mewujudkan visi dan misi Negara

Maritim bisa dilihat dengan dikeluarkannya

sejumlah regulator yang terkait dengan

kemaritiman salah satunya adalah Undang-

undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang

pelayaran. Pemerintah melalui Kementerian

Perhubungan Republik Indonesia mencoba

untuk meningkatkan mutu pelayaran dan

peningkatan pelayanan, keselamatan dan

keamanan terhadap transportasi laut yang

secara garis besar diserahkan kepada Unit

Kerja Kementerian Perhubungan yaitu

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut

(DITJEN HUBLA).

Dalam pelaksanaan tugas dan

fungsi yang diberikan oleh Kementerian

Perhubungan maka Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut (DITJEN HUBLA)

membentuk lembaga teknis disetiap daerah

dengan tujuan utama untuk memudahkan

Page 6: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

6

pengawasan jalur pelayaran dan pelabuhan

diseluruh sektor perairan di Indonesia.

Lembaga teknis yang dibentuk disetiap

daerah tersebut yakni Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan (UPP)

sebagaimana diatur dalam Pasal 50

Peraturan Pemerintah Nomor 130 Tahun

2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan.

Singkatnya Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan adalah Unit Pelaksana Teknis di

lingkungan Kementerian Perhubungan yang

berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Menteri Perhubungan melalui

Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

Tanjungbatu Kundur, Kabupaten

Karimun Berdasarkan Peraturan Menteri

Perhubungan Republik Indonesia Nomor

130 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan telah ditetapkan sebagai Unit

Pelaksana Teknis Penyelenggara Pelabuhan

Kelas II. Sebagai salah satu kantor teknis

pelaksana, peningkatan pengawasan

kepelabuhanan sangat diperlukan. Akan

tetapi masih dijumpai pelanggaran seperti

mengenai pemberian Surat Izin Berlayar

(Port Clearence) terhadap kapal

penumpang1.

Selaras dengan berita yang dilansir

oleh Haluan Kepri tersebut bisa dikatakan

bahwa fungsi pengawasan dari Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan yang masih belum

berjalan secara maksimal.

1 Haluan Kepri tanggal 12 juli 2015

Menerbitkan Surat Izin Berlayar

(Port Clearance) merupakan fungsi dari

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

Standar operasional prosedur yang

sebagaimana telah ditetapkan dalam

Peraturan Menteri Nomor 82 Tahun 2014

tentang Port Clearence haruslah dilengkapi

sehingga baru bisa dilihat apakah kapal

penumpang siap untuk diberangkatkan.

Syarat-syarat kapal laik laut bisa dilihat dari

pemenuhan Administrasi Surat Persetujuan

Berlayar yang terdiri dari: pemeriksaan

sertifikat, pemeriksaan dokumen dan surat

kapal, serta pemeriksaan fisik kapal.

Kapal akan dinyatakan seaworthy

atau laik-laut apabila mempunyai

kemampuan untuk menanggulangi atau

mengatasi semua bahaya yang kemungkinan

dialami sewaktu berlayar (perils of the sea)

dengan tingkat keamanan yang memadai.

Kapal tidak cukup hanya memiliki badan

(hull) yang kuat namun juga harus

dijalankan oleh Nakhoda dan awak kapal

yang kompeten dan cukup jumlahnya sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Hal ini jika diteliti secara

mendalam adalah menyangkut paut masalah

efektifitas dari pengelola kepelabuhanan dan

sikap dari aparatur pelaksana. Port

Clearence atau Surat Izin Berlayar kapal ini

sejatinya adalah menentukan boleh atau

tidaknya kapal untuk berlayar, khususnya

kapal penumpang (passanger ship).

Kasus kapal yang sebenarnya tidak

laik laut namun mempunyai Surat Izin

Berlayar adalah kasus lama yang terus

terjadi berulang ulang di Indonesia dan

Page 7: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

7

menjadi suatu fenomena yang dianggap

biasa dalam pengurusan Surat Persetujuan

Izin Berlayar (Port Clearance)

menggunakan jalur cepat bagi kapal yang

akan berlayar di laut. Contoh kapal yang

tidak laik laut namun memiliki Surat Izin

Berlayar (Port Clearance) adalah seperti

pada peristiwa kebakaran kapal KM Levina I

yang terjadi pada 22 Februari 2007 yang

disebabkan terbakarnya bahan kimia yang

diangkut oleh kapal tersebut, peristiwa

tersebut menewaskan 51 orang. Tiga hari

kemudian, 25 Februari 2007, KM Levina I

tenggelam ketika awak media dan petugas

investigasi berada di kapal, kejadian tersebut

menyebabkan satu orang tewas dan tiga

orang dinyatakan hilang. Kapal tersebut jelas

dapat dikatakan tidak laik laut karena

membawa bahan kimia yang sebenarnya

dilarang. Contoh lain juga yaitu

tenggelamnya KM Digoel pada 8 Juli 2005,

di perairan Arafura. Kapal dengan kapasitas

penumpang 50 orang tersebut nyatanya

membawa 200 orang. Pentingnya masalah

keselamatan dan keamanan serta

keseluruhan kegiatan dalam pelayaran2.

Peran pengawasan dari Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut amatlah penting

untuk dikaji lebih lanjut, tanpa adanya

pengawasan yang efektif dan efesien

kedepannya bisa menimbulkan akibat yang

berbahaya, hal ini menyangkut masalah

kenyamanan, keamanan dan keselamatan

penumpang, sebut saja dampak terburuk

2 (Sumber: Artikel Skripsi Tinjauan Yuridis

Mengenai Peran Syahbandar dalam Kegiatan

Pelayaran Angkutan Laut di Indonesia oleh

Tenda Bisma Bayuputra).

akibat kelalaian pengawasan adalah

tenggelamnya kapal yang mengangkut

penumpang.

Jika kondisi kapal tidak terpenuhi

namun tetap mendapatkan Surat Izin

Berlayar (Port Clearance) dari Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan sebagai lembaga

teknis dari Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut sudah pasti akan mempengaruhi

kenyamanan dan keamanan penumpang

yang berujung pada menurunnya tingkat

kepercayaan publik terhadap Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut. Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan sebagai lembaga

teknis juga akan dinilai telah gagal dalam

melaksanakan tugas dan fungsi yang

diberikan.

Melihat kondisi pengawasan

terhadap kapal penumpang yang masih

rentan itulah maka penelitian ini dilakukan

sehingga diharapkan bisa menjadi masukan

bagi pihak terkait untuk lebih meningkatkan

fungsi pengawasannya.

Berdasarkan fenomena yang

didapat dari permasalahan di atas maka

penelitian ini berfokus pada “Pengawasan

Direktoral Jenderal Perhubungan Laut

Dalam Pemberian Surat Persetujuan Izin

Berlayar Terhadap Kapal Penumpang

(Studi Pada Kantor Unit Penyel enggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu

Kundur)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan narasi penulis yang

diuraikan pada latar belakang di atas, maka

perumusan masalahnya yaitu: Bagaimana

Pengawasan Direktorat Jenderal

Page 8: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

8

Perhubungan Laut Dalam Pemberian Surat

Persetujuan Izin Berlayar Terhadap Kapal

Penumpang? (Studi pada Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur Tahun 2016).

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengkaji Pengawasan

Direktorat Perhubungan Laut

dalam Pemberian Surat

Persetujuan Izin Berlayar

terhadap Kapal Penumpang.

b) Untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut dalam

melaksanakan fungsi pengawasan

terkait pemberian Surat Izin

Berlayar (Port Clearance)

terhadap kapal penumpang

(passanger ship).

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penilitian ini adalah:

a) Bagi Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut, hasil

penelitian ini diharapkan dapat

menjadi acuan untuk

meningkatkan pengawasan

terhadap pemberian izin

keberangkatan kapal (Port

Clearence) dikemudian hari,

sehingga kinerja dari birokrasi

sebagai pejabat pemerintah

sendiri bisa berjalan secara

maksimal.

b) Bagi pihak akademisi, penelitian

yang mengkaji masalah

pengawasan direktorat Jenderal

Perhubungan Laut masih kurang

populis. Karena itu, diharapkan

penelitian ini dapat menjadi

referensi bagi peneliti yang ingin

mengkaji permasalahan tentang

Pengawasan Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut secara lebih

mendalam.

c) Bagi peneliti sendiri, penelitian

ini dapat berguna sebagai sarana

belajar untuk memahami

permasalahan yang menjadi topik

kajian.

KONSEP TEORI

A. Pengawasan

Menurut Sastrohadiwiryo, B.

Siswanto (2003: 23) Pengawasan

merupakan fungsi manajemen yang

dimaksudkan untuk mengetahui apakah

pelaksanaan sesuai dengan rencana yang

telah disusun sebelumnya, dalam artian

pengawasan membandingkan antara

kenyataan dengan standar yang telah

ditentukan sebelumnya. Pengawasan juga

dimaksudkan untuk mencegah dan

mengadakan koreksi atau pembetulan

apabila pelaksanaan menyimpang dari

rencana yang telah disusun. Terdapat

berbagai definisi pengawasan yang

diberikan oleh para ahli, menurut Siswanto

Sastrohadiwiryo pengawasan merupakan

suatu proses dan rangkaian kegiatan untuk

mengusahakan agar suatu pekerjaan dapat

dilaksanakan sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkandan tahapan yang harus

dilalui.

Page 9: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

9

Admosudirdjo dalam Iramani

(2005: 11) juga mendefinisikan bahwa pada

pokoknya pengawasan adalah keseluruhan

daripada kegiatan yang membandingkan

atau mengukur apa yang sedang atau sudah

dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma,

standar atau rencana-rencana yang telah

ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa

definisi yang diberikan oleh para ahli

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

pengawasan adalah suatu usaha sistematik

untuk menetapkan standar pelaksanaan

tujuan, membandingkan kegiatan nyata

dengan standar yang telah ditetapkan

sebelumnya, menentukan dan mengukur

penyimpangan-penyimpangan serta

mengambil tindakan korektif yang

diperlukan.

Pelaksanaan kegiatan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan

memerlukan pengawasan agar perencanaan

yang telah disusun dapat terlaksana dengan

baik. Pengawasan dikatakan sangat penting

karena pada dasarnya manusia sebagai objek

pengawasan mempunyai sifat salah dan

khilaf. Oleh karena itu manusia dalam

organisasi perlu diawasi, bukan mencari

kesalahannya kemudian menghukumnya,

tetapi mendidik dan membimbingnya.

Menurut Sule dan Saefullah (2005:

317) mengemukakan pelaksanaan

pengawasan pada dasarnya merupakan

proses yang dilakukan untuk memastikan

agar apa yang telah direncanakan berjalan

sebagaiamana mestinya. Termasuk

kedalam fungsi pengawasan adalah

identifikasi berbagai faktor yang

menghambat sebuah kegiatan, dan juga

pengambilan tindakan koreksi yang

diperlukan agar tujuan organisasi dapat

tetap tercapai. Sebagai kesimpulan,

pelaksanaan pengawasan diperlukan untuk

memastikan apa yang telah direncanakan

dan dikoordinasikan berjalan sebagaimana

mestinya ataukah tidak. Jika tidak berjalan

dengan semestinya maka fungsi

pengawasan juga melakukan proses untuk

mengoreksi kegiatan yang sedang berjalan

agar dapat tetap mencapai apa yang telah

direncanakan.

Menurut Kadarman (2001: 161),

langkah-langkah proses pengawasan yaitu:

1. Menetapkan Standar. Karena

perencanaan merupakan tolak ukur

untuk merancang pengawasan, maka

secara logis hal ini berarti bahwa

langkah pertama dalam proses

pengawasan adalah menyusun

rencana. Perencanaan yang dimaksud

disini adalah menentukan standar.

2. Mengukur Kinerja. Langkah kedua

dalam pengawasan adalah mengukur

atau mengevaluasi kinerja yang

dicapai terhadap standar yang telah

ditentukan.

3. Memperbaiki Penyimpangan. Proses

pengawasan tidak lengkap jika tidak

ada tindakan perbaikan terhadap

penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi.

B. Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut

Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut adalah pejabat pemerintah yang

Page 10: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

10

mengepalai urusan pelabuhan. Dalam

melaksanakan tugas dan fungsi yang telah

diberikan maka direktorat jenderal

perhubungan laut di kepalai oleh

Syahbandar atau dapat disebut Kepala

Pelabuhan. Tugas pokok utama Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut adalah

melaksanakan pengawasan dan penegakan

hukum di bidang keselamatan dan keamanan

pelayaran, serta koordinasi kegiatan

pemerintahan di pelabuhan.

Sejalan dengan penelitian ini yang

ingin dibahas adalah fungsi pelaksanaan·

pengawasan dan pemenuhan kelaiklautan

kapal, keselamatan, keamanan dan

ketertiban di pelabuhan serta penerbitan

Surat Persetujuan Berlayar khususnya

terhadap kapal penumpang (passanger ship).

Fungsi pengawasan yang ditelaah lebih

lanjut yakni pengawasan Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur.

C. Kapal Penumpang (Passanger Ship)

Kapal adalah kendaraan

pengangkut penumpang dan barang di laut

atau sungai seperti halnya sampan atau

perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya

cukup besar untuk membawa perahu kecil

seperti sekoci. Sedangkan dalam istilah

inggris, dipisahkan antara ship yang lebih

besar dan boat yang lebih kecil. Secara

kebiasaannya kapal dapat membawa perahu

tetapi perahu tidak dapat membawa kapal.

Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu

disebut kapal selalu ditetapkan oleh Undang-

undang dan peraturan atau kebiasaan

setempat.

Berabad-abad kapal digunakan oleh

manusia untuk mengarungi sungai atau

lautan yang diawali oleh penemuan perahu.

Biasanya manusia pada masa lampau

menggunakan kano, rakit ataupun perahu,

semakin besar kebutuhan akan daya muat

maka dibuatlah perahu atau rakit yang

berukuran lebih besar yang dinamakan

kapal. Bahan-bahan yang digunakan untuk

pembuatan kapal pada masa lampau

menggunakan kayu, bambu kemudian

digunakan bahan-bahan logam seperti besi

atau baja dan bahan fiberglass.

Kapal penumpang (passanger ship)

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kapal penumpang yang berbentuk ferry atau

speedboat yang terbuat dari bahan

fiberglass, yang dikhususkan untuk

mengangkat penumpang antar pulau di

wilayah Kepulauan Riau dan sekitarnya,

seperti: Penyalai, Guntung, Pulau Burung,

Tanjung Balai Karimun, Batam, Tanjung

Pinang, Selat panjang, Buton, dan lain-lain.

Sedangkan Nakhoda untuk ketiga

kapal di atas rata-rata memiliki ijazah Ahli

Nautika Tingkat IV (ANT IV) atau yang

dulu disebut Mualim Pelayaran Intersuler

(MPI) yang memang dikhususkan untuk

membawa kapal-kapal antar pulau.

METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode penelitian kualitatif.

Metode deskriptif-analitik ini digunakan

untuk menggambarkan suatu masalah,

Page 11: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

11

menjelaskan masalah tersebut, dan

menganalisis dengan perangkat teori-teori

serta konsep-konsep yang relevan.

2. Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di

Kecamatan Kundur, objek penelitian ini

adalah aparatur pelaksana atau Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut di Kantor

Kesyahbandaran Tanjungbatu Kundur,

Kabupaten Karimun.

3. Sumber data

Data yang akan dikumpulkan terdiri

dari data primer dan data sekunder meliputi

data kuantitatif dan data kualitatif.

a. Data primer

Data primer dikumpulkan dari para

responden dan informan. Data primer

yang dikumpulkan berupa gambaran

dan keterangan informan mengenai

Pengawasan Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

dalam Pemberian Surat Persetujuan

Izin Berlayar terhadap kapal

penumpang.

b. Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan

terdiri dari gambaran umum

pengawasan Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur (kondisi

geografis kepelabuhanan, dan data

penunjang lainnya).

4. Informan

Dari penjelasan tentang kriteria

informan di atas, maka peneliti memilih

informan yang cocok untuk diwawancarai

berkaitan dengan penelitian, diantaranya:

1) Informan kunci (key Informan) yang

terdiri dari Kepala Unit

Kesyahbandaran Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur.

2) Informan terdiri dari masyarakat

pengguna transportasi laut yang

dipilih secara spesifik sebagai

penumpang rutin kapal, agen kapal

dan kapten kapal.

5. Teknik Pengumpulan Data

1) Wawancara (interview)

Wawancara dilakukan kepada

beberapa informan, yakni: Koordinator

Unit Kesyahbandaran Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur.

2) Observasi

Metode observasi atau pengamatan

yang dimaksud disini adalah pengamatan

secara langsung dengan turun ke

lapangan untuk melihat secara langsung

fenomena-fenomena yang terjadi terkait

masalah penelitian mulai dari melihat

pengurusan dari Agen Kapal, dan

mendatangi Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur.

F. Teknik Analisa Data

1. Teknik Analisa Data

Metode analisa data yang dipakai

dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif secara induktif. Artinya, mula-

mula data dikumpulkan, disusun dan

Page 12: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

12

diklasifikasi ke dalam tema-tema yang

akan disajikan kemudian dianalisis dan

dipaparkan dengan kerangka penelitian

lalu diberi interpretasi sepenuhnya untuk

kemudian dikaitkan dengan

konseptualisasi proses pengawasan.

PEMBAHASAN

A. Standar Pengawasan Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut Kantor

Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas

II Tanjungbatu Kundur

Pengawasan juga dapat mendeteksi

sejauh mana kebijakan dijalankan dan

sampai sejauh mana penyimpangan yang

terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Dimana pengawasan dianggap sebagai

bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari

pihak yang lebih atas kepada pihak di

bawahnya.

Tidak sedikit pakar yang

menekankan bahwa perencanaan dan

pengawasan merupakan dua sisi mata uang

yang sama. Artinya, pengawasan memang

dimaksudkan untuk lebih menjamin bahwa

semua kegiatan yang diselenggarakan dalam

suatu organisasi didasarkan pada suatu

rencana – termasuk suatu strategi – yang

telah ditetapkan sebelumnya tanpa perlu

mempersoalkan pada tingkat manajerial

dimana rencana tersebut disusun dan

ditetapkan.Pengawasan dilakukan untuk

mencegah terjadinya deviasi

(penyimpangan) dalam operasionalisasi

suatu rencana sehingga berbagai kegiatan

operasional yang sedang berlangsung

terlaksana dengan baik dalam arti bukan

hanya sesuai dengan rencana, akan tetapi

juga dengan tingkat efisiensi dan efektivitas

yang setinggi mungkin.

Penetapan standar merupakan tahap

pertama dalam pelaksanaan pengawasan.

Standar dapat diartikan sebagai pengukuran

yang dapat digunakan sebagai patokan untuk

penilaian hasil-hasil. Adapun yang dapat

digunakan sebagai standar antara lain adalah

tujuan, sasaran, kuota, dan target

pelaksanaan. Untuk mengetahui bagaimana

tujuan, sasaran, kuota, dan target

pelaksanaan disini, haruslah dibuat rencana

kerja. Di dalam rencana kerja yang

dijelaskan apa tujuan yang hendak dicapai,

apa sasarannya dan apa saja batasan-

batasannya. Standar dapat diartikan suatu

rangkaian kegiatan penyusunan rencana

kerja yang meliputi penetapan

tujuan/sasaran, dengan batasan-batasan

tersebut dan pedoman kepada Undang-

undang yang berlaku.

Karena itu dalam pengawasan harus

dibuat standar pengawasannya, standar

pengawasan yang ditetapkan oleh DITJEN

HUBLA dalam urusan pemberian Surat Izin

Berlayar terhadap kapal penumpang itu

sendiri mengikuti format standar dari KM 1

Tahun 2010, yang mana di dalamnya sudah

menjelaskan tata laksana yang harus

dikerjakan. Adanya mekanisme dalam

pengawasan menjadi standar pengawasan

yang dilakukan baik dari segi waktu maupun

tugas apa yang harus dikerjakan terlebih

dahulu, dan apa yang harus diawasi. Sidak

yang dilakukanpun sebaiknya masuk pada

perencanaan awal karena menghindari

Page 13: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

13

tumpang tindih dan pemeriksaan berulang-

ulang.

DITJEN HUBLA Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur memiliki standar

operasional dalam pengawasan ke pihak

Agen Kapal dalam pemberian Surat Izin

Berlayar (Port Clearance) yaitu apabila ada

temuan atau aduan dari masyarakat dalam

hal ini penumpang yang berkaitan dengan

kondisi kapal penumpang yang akan

berlayar maka Unit Kesyahbandaran

melakukan pemeriksaan terhadap Pengelola

Kapal atau Agen Kapal, kemudian

melakukan koordinasi yang meliputi segala

usaha dan kegiatan guna mewujudkan

rencana yang berhubungan dengan

peningkatan tugas di bidang pengawasan

seperti pihak Kesyahbandaran turun

langsung untuk mengamati kapal

penumpang yang sedang dalam pembicaraan

publik dan akan diberangkatkan kemudian

dilakukan pemeriksaan.

B. Pengukuran Kinerja Pengawasan

Pengukuran kinerja pengawasan

berdasarkan cara bagaimana mengumpulkan

fakta-fakta guna pengawasan, maka dapat

dilakukannya penilaian atas standar

pengawasan yang telah dicapai. Menurut

Anwar Prabu Mangkunegara dalam Wibowo

(2007: 39) kinerja itu dapat didefinisikan

sebagai hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Sedangkan pengertian kinerja

menurut Indra Bastian (2001: 16)

menyatakan bahwa kinerja adalah gambaran

mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan atau program dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi

organisasi yang tertuang dalam perumusan

skema strategis suatu organisasi.Penilaian

kinerja adalah proses untuk mengukur

prestasi kerja pegawai berdasarkan peraturan

yang telah ditetapkan, dengan cara

membandingkan sasaran (hasil kerjanya)

dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu

standar pekerjaan yang telah ditetapkan

selama periode tertentu. Penilaian kinerja

juga merupakan proses formal untuk

melakukan evaluasi kinerja secara periodik.

Penilaian kinerja dapat memotivasi pegawai

agar terdorong untuk bekerja lebih baik.

Oleh karena itu diperlukan penilaian kinerja

yang tepat dan konsisten.

Mengadakan penilaian dengan cara

mengadakan perbandingan antara kinerja

terhadap pelaksanaan kegiatan sangatlah

penting dan menjadi salah satu poin dalam

pelaksanaan fungsi pengawasan. Dalam

hubungannya dengan pengawasan DITJEN

HUBLA yang dilakukan oleh Unit

Kesyahbandaran Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur.

Berikut indikator untuk mengukur hal

tersebut dengan dilakukannya tindakan

penilaian terhadap pekerjaan dan sikap

pelaksana dari Syahbandar pada Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan kelas II

Tanjungbatu Kundur.

Page 14: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

14

Sikap tegas ditunjukan demi

keselamatan dan kenyamanan penumpang

maka kapal penumpang yang berangkat

haruslah laik laut dengan kelengkapan

dokumen, jumlah awak kapal, muatan yang

tidak overdraft, alat kelengkapan yang

lengkap, dan kondisi cuaca yang

mengizinkan untuk berangkat. Jika unsur

tersebut tidak terpenuhi maka akan ditunda

atau dicabut izin keberangkatannya. Hal ini

sejalan dengan Visi dan Misi dari DITJEN

HUBLA Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur

demi keselamatan dan kenyamanan

penumpang.

Dari kedua informan di atas

menjawab hal yang serupa bahwa DITJEN

HUBLA Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur

memang melakukan pengecekan pada setiap

laporan yang diberikan oleh Pengelola Kapal

atau Agen Kapal. Aparatur yang turun di

lapangan mempertanggung jawabkan hal-hal

yang nantinya harus dilaporkan kepada

Kepala Unit Kesyahbandaran dan kemudian

akan dilakukan pengecekan ulang kembali

apakah laporan sudah sesuai dengan

kegiatan-kegiatan pengawasan yang

dilakukan jika tidak sesuai akan diberikan

tindakan perbaikan. Laporan yang biasanya

diberikan kepada Kepala Unit

Kesyahbandaran berkaitan dengan laporan

dokumen kapal sudah tidak berlaku lagi,

Surat Nakhoda, awak kapal, dan kondisi

fisik kapal lainnya. Kepala Unit

Kesyahbandaran juga mengusut mengenai

kebenaran laporan atau pengaduan tentang

hambatan, penyimpangan atau

penyalahgunaan wewenang dalam

pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan

Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas

II.

Dari keterangan informan di atas

dapat diketahui bahwa sikap pelaksana dari

DITJEN HUBLA Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II belum

bisa dianggap bersikap profesionalisme

dalam menjalankan amanat yang diberikan

karena seharusnya sesuai dengan Standar

Operasional yang ditetapkan pemeriksaan

fisik kapal harus dengan turun langsung

kedalam kapal untuk memastikan kondisi

kapal laik laut.

Kenyataan di lapangan ditemukan

bahwa masih terdapat celah dari pengurusan

Surat Izin Berlayar ini, seperti contoh

dengan masih banyaknya penumpang yang

tidak memiliki tiket namun tetap

diberangkatkan, masih ada Agen Kapal yang

menjual tiket tidak pada tempatnya sehingga

jumlah penumpang menjadi melebihi

kapasitas kapal (overdraft).

Hal ini memberikan pemahaman

bahwa penilaian kinerja pengawasan

sebenarnya tidak cukup dilakukan kepada

unit yang menjadi tanggung jawabnya,

seperti antara Kepala Unit Kesyahbandaran

dengan pengawas lapangan yang esensinya

adalah bawahannya, namun sikap

pengawasan khususnya dalam proses

memberikan penilaian kinerja juga ditujukan

untuk Pengusaha Kapal atau Agen Kapal

yang dalam hal ini telah diupayakan

semaksimal mungkin.

Page 15: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

15

Proses peningkatan kinerja dan

sikap profesionalisme sebagaimana di atas

merupakan suatu indikator yang merupakan

suatu aktivitas terencana dan

berkesinambungan serta berhubungan

dengan orang lain, maka untuk mencapai

derajat pengawasan perlu dilakukan

penilaian kinerja untuk mengurangi

munculnya kesalahan dan memperbaiki

metode yang dinilai kurang efektif.

C. Melakukan Tindakan Koreksi dalam

Upaya Memperbaiki Penyimpangan

dalam Pengawasan

Penyimpangan dalam lingkup

birokrasi bukanlah hal baru di Republik ini,

justru kata penyimpangan sendiri terdengar

biasa jika berhadapan dalam urusan

birokrasi karena amat sering terjadi,

berlandaskan dasar itulah pengawasan hadir

di tengah-tengah kita dengan upaya untuk

meminalisir penyimpangan bahkan jika

mungkin, untuk meniadakan sepenuhnya

penyimpangan tersebut.

Dalam proses pengawasan untuk

mencapai tahap dimana penyimpangan bisa

diperbaiki bahkan ditiadakan, langkah

pertama yang dilakukan adalah dengan

melakukan tindakan koreksi atas

pengawasan yang pernah dilakukan

sebelumnya sebagai tolak ukur atas proses

pengawasan selanjutnya.

Melakukan tindakan koreksi dapat

diambil apabila diperlukan, dalam berbagai

bentuk, seperti mengubah standar,

memperbaiki pelaksanaan atau dengan

menjatuhkan sanksi. Bila hasil analisis

menunjukkan perlunya tindakan koreksi,

maka tindakan ini harus diambil. Tindakan

koreksi ini awalnya harus dilakukan adalah

menganalisa standar apakah sudah sesuai

atau belum. Jika tidak sesuai maka standar

harus diubah sesuai rasional dan kondisi

yang ada.

Pada prinsipnya pengawasan dalam

pemberian persetujuan Surat Izin Berlayar

terhadap kapal penumpang yang dipegang

oleh Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan

Kelas II Tanjungbatu Kundur dua dari tiga

tahap tindakan koreksi di atas tidak benar-

benar bisa dilakukan. Dikarenakan,

prosedural standar telah ditetapkan oleh

Peraturan Menteri Perhubungan itu sendiri.

Karena itu untuk mengubah standar

pengawasan dan mengganti sistem

pengukuran itu sendiri sebagai tahap dari

tindakan korektif sangat tidak mungkin

untuk dilakukan kecuali Menteri

Perhubungan langsung yang mengubah

peraturannya, dengan kata lain Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II hanya

sebagai Teknis Pelaksana dari Peraturan

Menteri tersebut.

Akan tetapi, untuk tahap ketiga

yakni mengubah cara dalam menganalisa

dan menginterprestasikan penyimpangan-

penyimpangan adalah sesuatu yang bisa

dilakukan oleh Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur

sebagai teknis pelaksana. Tahap ketiga ini

bisa dilakukan dengan melalui beberapa

tindakan yakni antara lain:

1. Petugas memberikan lalu

membandingkan data hasil

pengamatan di lapangan dengan

Page 16: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

16

dokumen permohonan yang

dilaporkan sebagai hasil pengawasan.

Pada hasil temuan penelitian

berkaitan dengan data hasil pengamatan di

lapangan serta laporan hasil pengawasan,

maka berdasarkan hasil wawancara serta

hasil observasi dengan semua informan dan

diperkuat pernyataan informan kunci maka

dapat disimpulkan bahwa: Aparatur

Kesyahbandaran masih belum dapat

memberikan data yang secara berkala

dilakukan jika pengawasan juga dilakukan.

Sebab fakta menunjukan bahwa Aparatur

Kesyahbandaran selama ini memberikan

pemantauan hanya sebatas pengecekan

dokumen semata. Bila melakukan

pengawasan ke lapangan jarang untuk

melihat fisik kapal cenderung hanya dengan

mempercayai keterangan dari Agen Kapal

dan Kapten Kapal.

2. Mengadakan Tindakan Perbaikan

Pelaksanaan pengawasan tidak

hanya melihat apa yang ada di lapangan

yang tidak sesuai dengan standar dan aturan

tetapi juga melihat penyimpangan yang

terjadi yang kemudian akan menjadi

tindakan perubahan.

Memaknai bahwa penyimpangan

yang terjadi dikategorikan dengan

penyimpangan yang mendesak (mayor

defisiensi) yang membutuhkan penyelesaian

segera atau merupakan penyimpangan yang

bersifat bisa ditangguhkan (minor

defisiensi). Dalam hal pemberian Surat Izin

Berlayar terhadap kapal penumpang sering

diabaikan sementara karena dianggap

masalah yang bersifat minor defisiensi.

Dari hasil yang didapatkan dengan

mewawancari informan di atas dan hasil

observasi dapatlah dilihat bahwa pada

pelaksanaan pengawasan dalam pemberian

persetujuan Surat Izin Berlayar terhadap

kapal penumpang yang dilakukan oleh

DITJEN HUBLA Kantor Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu Kundur,

ditemukan bahwa banyak sekali yang harus

dilakukan perbaikan. Seperti pada masalah

pengecekan menyeluruh terhadap kapal

penumpang, maupun laporan terhadap

kegiatan yang dilakukan.

Menariknya penyimpangan yang

terjadi ini sering dianggap biasa saja, bahkan

terkesan sepele, kendati hal ini dianggap

peneliti sebagai penyakit sosial masyarakat

dan birokrasi. Padahal kenyataanya

bukankah semua orang akan sepakat dengan

pernyataan bahwa “lebih baik mencegah dari

pada mengobati”, kesalahan yang kecil

harusnya tidak dibiarkan begitu saja hingga

berlarut-larut baru memikirkan solusi

pemecahannya.

Semakin masalah penyimpangan

yang dianggap sepele tersebut dibiarkan

maka ke depannya itu akan menjadi masalah

yang rumit serta sulit untuk mencari cara

memperbaikinya.

D. Hambatan Dalam Pelaksaanaan

Pengawasan

Hambatan cenderung bersifat

negatif, yaitu memperlambat laju suatu hal

yang dikerjakan oleh seseorang. Dalam

melakukan kegiatan seringkali ada beberapa

hal yang menjadi penghambat tercapainya

tujuan, baik itu hambatan dalam pelaksanaan

Page 17: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

17

program maupun dalam hal

pengembangannya.

Proses pengawasan hakikatnya

tidak terlepas dari yang namanya hambatan,

karena tidak semua program bisa berjalan

dengan mulus sesuai dengan standar yang

telah disusun sebelumnya, atau dengan kata

lain faktor yang mempengaruhi berjalan atau

tidak berjalannya suatu proses pengawasan.

Dari penuturan Bapak Eko

Aristiawan A.Md di atas dapat ditangkap

bahwa ketidaktahuan dari Agen Kapal

menjadi salah faktor penghambat dalam

pengurusan, sehingga pihak Syahbandar

memperlama keluarnya Surat Izin Berlayar

khususnya kapal penumpang, namun di luar

semua ada peran penting masyarakat.

Dalam hal mengenai sikap para

penumpang yang tidak sabaran, karena rata-

rata semua penumpang secara gambaran

besarnya ingin sesuatu yang ringkas dan

terkesan mudah, padahal semua yang

dilakukan demi menjamin keselamatan dan

kenyamaan selama dalam proses pelayaran.

Akan tetapi permasalah ini tidak

bisa dilihat dari satu sisi semata, akan timbul

pertanyaan mengelitik apakah Syahbandar

telah melakukan koordinasi atau telah

mensosialisasikan para agen terkait aturan

yang baru dalam proses pengawasan.ditarik

benang merah bahwa kebanyakan Agen

Kapal dan penumpang aktif tidak

mengetahui tentang aturan pengurusan izin

berlayar, sebagian mereka mungkin tidak

mengerti bahwa Undang-undang pelaksana

teknis itu mengenai pengurusan Surat Izin

Berlayar terhadap kapal adalah Peraturan

Menteri Nomor 82 Tahun 2014 namun

prosedural pengawasan tetap mengacu pada

KM Nomor 1 Tahun 2010 Tentang

Pengurusan Surat Izin Berlayar (Port

Clearance).

Kurangnya keingintahuan

Pengusaha Kapal atau Agen Kapal dalam

melihat aturan pelayaran menjadi faktor

penghambat berjalannya pengawasan yang

efektif dan efesien, lalu sikap apatis

masyarakat terhadap aturan pelayaran juga

menjadi kendala tersendiri.

Sikap yang ditunjukan oleh

pengguna rutin kapal adalah merupakan

kebiasaan yang buruk, dengan membeli tiket

di bawah pelabuhan berarti sama saja

dengan mengabaikan aturan yang berlaku

seperti mengabaikan pass boarding yang

esensinya membuka peluang bagi Agen

Kapal untuk melakukan penyimpangan

dengan memberikan data manifest yang

tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Akan tetapi semua itu tidak bisa

juga serta merta disalahkan ke Pengguna

Kapal atau Agen Kapal, letak kesalahan

Syahbandar sebagai Aparatur Kepelabuhan

yang esensinya sebagai pelaksana dan

pengatur di pelabuhan juga ada, yakni

kurangnya sosialisasi dalam memberikan

informasi publik mengenai aturan pelaksana

utamanya dalam pemberian persetujuan

Surat Izin Berlayar itu sendiri dan

pengawasan di lapangan juga tidak efektif

dilakukan.

Secara keseluruhan Syahbandar

mungkin telah memberitahukan kepada

Agen Kapal mengenai teknis pelaksana ini

Page 18: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

18

melalui rapat yang dilakukan di Kantor

Syahbandar, namun masyarakat tidak ada

yang menghadiri rapat tersebut karena

memang bersifat tertutup, sehingga

akibatnya masyarakat mengalami

kekurangan informasi mengenai teknis

pelaksanaan pengawasan.

Kesyahbandaran tidak memberikan

ruang lebih serta informasi kepada

masyarakat yang cukup dalam mengatahui

prosedural pengurusan Surat Izin Berlayar

terhadap kapal penumpang yang esensinya

menentukan kapal yang mereka tumpangi

layak atau tidaknya untuk berlayar.

Dikarenakan kelayakan kapal adalah syarat

utama untuk menjamin keamanan,

kenyamanan dan keselamatan penumpang

itu sendiri.

Pentingnya bagi masyarakat

mendapatkan ruang lebih serta informasi

yang cukup tentang prosedur kelayakan

kapal mampu menciptakan kerjasama antara

Kesyahbadaran dan penumpang, dimana

penumpang menjadi pengontrol tambahan

dalam berjalannya proses pengawasan yang

berlangsung, masyarakat akan menjadi

pengamat yang bisa memberikan masukan

bahkan solusi serta membantu tugas

Kesyahbandaran dalam hal memperbaiki

penyimpangan yang dilakukan oleh Agen

Kapal.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di

Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan

Tanjungbatu Kundur, Kabupaten Karimun

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengawasan DITJEN HUBLA

Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu

Kundur dilihat dari 3 indikator

pengukuran yakni: Penetapan

Standar, Pengukuran Kinerja, dan

Memperbaiki Penyimpangan dinilai

belum cukup baik.

a. Dari sisi menetapkan standar

pengawasan, Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur telah

melaksanakannya sesuai dengan yang

diamanatkan oleh Peraturan Menteri

Nomor 82 tahun 2014 dan prosedural

pengawasan mengikuti KM Nomor 1

Tahun 2010, dengan artian telah

sesuai standar operasional prosedural

yang dimaksud meliputi segala usaha

dan kegiatan untuk melaksanakan

pengawasan teknis atas pelaksanaan

tugas pokok sesuai dengan kebijakan

yang telah ditetapkan oleh DITJEN

HUBLA serta Peraturan Menteri,

dalam hal menetapkan Standar

Kantor Unit Penyelenggara

Pelabuhan Kelas II Tanjungbatu

Kundur sudah dilakukan dengan

cukup baik.

b. Dari sisi mengukur kinerja

pengawasan Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur dalam

memberikan Surat Izin Berlayar

(Port Clearance) dinilai belum

maksimal, karena masih ada

beberapa hal yang harus

Page 19: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

19

diperbaiki, seperti disiplin kerja

dari aparatur pelaksana

pengawasan, karena masih

terdapat celah untuk dilakukannya

pelanggaran atau penyimpangan

baik oleh agen kapal maupun

pihak Syahbandar itu sendiri yang

mana dari keamanan berlayar

masih ada penumpang yang

belum tertib oleh peraturan yang

telah ditentukan, penumpang

masih ada yang dijumpai tidak

mempunyai tiket saat berangkat,

kurang lengkapnya jaket

pelampung di dalam kapal. Hal

seperti ini seharusnya sudah

ditangani dengan sesegera

mungkin.

c. Dari sisi tindakan koreksi

terhadap Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur belum cukup

baik, karena belum sempurna

melaksanakan tugasnya, dari sisi

pengawasan dalam upaya

meningkatkan keselamatan,

keamanan, dan ketertiban

penumpang di Pelabuhan

Tanjungbatu Kundur, dalam

melakukan pengawasan para

aparatur Kesyahbandaran jarang

membuat sebuah laporan

mengenai hal-hal yang ia temukan

di lapangan, lebih sering membuat

laporan secara lisan dan hanya

melaporkan jika terjadi

penyimpangan saja. Dalam

beberapa kali melakukan

pengawasan aparatur

Kesyahbandaran tidak

memberikan data atau laporan

mengenai kondisi di lapangan.

Kondisi lapangan yang dimaksud

adalah kondisi fisik kapal, bukan

hanya dilihat dari dokumen atau

manifest yang diberikan oleh

Agen Kapal semata.

2. Hambatan dalam pelaksanaan

pengawasan dalam pemberian Surat

Izin Berlayar (Port Clerance) sering

terjadi bermula dari ketidak tahuan

dari Agen Kapal dalam pengurusan,

meliputi peraturan-peraturan yang

berlaku, tata cara pelaksanaan.

Sehingga, pihak Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur memperlama

keluarnya Surat Izin Berlayar

khususnya kapal penumpang, namun

di luar semua ada peran penting

masyarakat yang dalam hal mengenai

sikap para penumpang yang tidak

sabaran, karena rata-rata semua

penumpang secara gambaran

besarnya ingin sesuatu yang ringkas

dan terkesan mudah, padahal semua

yang dilakukan oleh pihak

Kesyahbandaran demi menjamin

keselamatan dan kenyamaan selama

dalam proses pelayaran.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan

di Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan

Kelas II Tanjungbatu Kundur, Kabupaten

Page 20: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

20

Karimun, maka saran yang dapat diberikan

sebagai berikut:

1. Pihak DITJEN HUBLA Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur diharapkan bisa

mempertahankan pengawasan yang

selama ini telah dilakukan, terus

melakukan perbaikan dalam upaya

menciptakan tatanan sistem pelayaran

transportasi laut yang lebih baik lagi,

karena sebagai negara yang bercita-

cita menjadi sebuah Negara Maritim

maka sudah tentu prinsip dasar

khususnya dalam memberikan

pelayanan pelayaran yang baik harus

selalu menjadi prioritas utama untuk

ditingkatkan. Langkah sederhana

mungkin bisa ditempuh dengan

membuat kotak saran di kantor atau

di pos penjagaan demi memudahkan

penumpang yang memiliki keluhan

ataupun untuk melaporkan tindakan

penyimpangan sehingga kedepannya

pihak DITJEN HUBLA Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

bisa melakukan berbagai bentuk

tindakan koreksi.

2. Pihak DITJEN HUBLA Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

Tanjungbatu Kundur diharapkan

tidak melihat masalah kecil yang

terjadi dalam pengurusan kapal

penumpang sebagai hal yang sepele

karena masalah seperti ini sudah ada

sejak lama dan menjadi penyakit

sosial birokrasi. Lebih baik kita

menjadi salah satu dari orang-orang

yang sepakat dengan pernyataan

bahwa “lebih baik mencegah dari

pada mengobati”, kesalahan yang

kecil seperti menegur perilaku

penumpang yang membeli tiket di

bawah pelabuhan tanpa lewat loker

penjualan tiket, melihat langsung

jumlah muatan yang sesungguhnya

sehingga tidak melebihi kapasitas

(overdraft), dan memberikan sanksi

yang tegas kepada agen kapal yang

melanggar ketentuan tersebut.

Pelanggaran tidak dibiarkan begitu

saja hingga berlarut-larut baru

memikirkan solusi pemecahannya

namun segera dicari cara supaya

tidak menjadi masalah yang jauh

lebih rumit lagi ke depannya.

3. Bagi pihak Agen Kapal diharapkan

bisa bersinergi dengan pihak

Kesyahbandaran dengan kerja sama

dan transparansi yang jelas, tidak

hanya mementingkan keuntungan

semata dengan mengabaikan prinsip

dan aturan yang berlaku. Pengusaha

kapal atau agen kapal harus menjalin

kerja sama yang baik bukan malah

memberikan ruang untuk melakukan

perilaku yang terindikasi

menyimpang seperti menjual tiket

melebihi jumlah muatan kapal

sehingga mengakibatkan kapasitas

berlebihan (overdraft), yang justru

malah menyulitkan pihak

Kesyahbandaran itu sendiri. Agen

Kapal juga harus lebih

memperhatikan kenyamanan,

Page 21: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

21

keamanan penumpang dalam

pelayaran dengan selalu mereparasi

dan mengecek alat-alat keamanan

pelayaran yang berada di dalam kapal

berfungsi dengan sebagaimana

mestinya.

4. Bagi masyarakat pengguna rutin

kapal seharusnya bisa menjadi agen

of control untuk membantu proses

berjalannya pengawasan yang selama

ini telah dilakukan dimulai dengan

tidak bersikap apatis, mentaati

peraturan pelayaran, memberikan

masukan atas kinerja baik dari Agen

Kapal maupun pihak

Kesyahbandaran itu sendiri sehingga

kedepannya pihak DITJEN HUBLA

khususnya Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II

bisa meningkatkan kualitas

pelayanan, dan mencapai visi dan

misi mereka untuk mewujudkan

keamanan, kenyamanan, dan

keselamatan pelayaran.

Page 22: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

22

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A.M. Kadarman, Jusuf Udara. 2001. Pengantar Ilmu Manajemen. Jakarta: Prenalindo.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif.

Surabaya: Airlangga University Press.

---------------. 2003.Analisis Data Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Indra Bastian.2001. Akuntasi Sektor Publik ed.1 . Yogyakarta: Badan Penerbit FE UGM

Inna Maulini, Dkk. 2015. Buku Pintar edisi 2015. Tanjung Batu Kundur: Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan Kelas II.

Lasse, D.A. 2011. Manajemen Kepelabuhanan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

---------------. 2014. Keselamatan Pelayaran Di Lingkungan Teritorial Pelabuhan dan Pemanduan

Kapal. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Martono, H.K., Tjahjono, Eka Budi.2011. Asuransi Transportasi Darat - Laut – Udara. Jakarta:

Mandar Maju.

Moleong, Lexy J. 2000 .Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.

----------------. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muhammad, Abdulkadir.2013. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Citra Adtya Bakti.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Teori dan

aplikasinya. Rajawali Pers.

Safri Burhanuddin, Dkk. 2003. Sejarah Maritim Indonesia: Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa

Indonesia Dalam Proses Integrasi Bangsa. Semarang: Lembaga Penelitian Universitas

Diponegoro.

Sastrohadiwiryo, B.Siswanto. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2005, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit Alfabeta.

---------------. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D . Bandung : Alfabeta

---------------. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung : Alfabeta.

Sujamto . 2002 . Norma dan Etika Pengawasan. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika.

Page 23: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

23

Sule, E.T dan Saefullah, Kurniawan. 2005. Pengantar Manajemen. Prenada Media.

Tika, MP. 2006. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja. Jakarta: Bumi Aksara.

Terry, R.George. 2003. Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Ukas, Maman. 2004 .Manajemen : Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Penerbit Agnini.

Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam manajemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja dan Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Indonesia.

B. Media Online

http://anggarannkpu.blogspot.co.id/2015/06/peraturan-menteri-dalam-negeri nomor-51.html (

diakses pada 10 januari 2016 )

http://hubla.dephub.go.id/unit/ditpelpeng/ Tugas-Fungsi.aspx (diakses pada 10 januari 2016 )

http://irpanmashude.blogspot.co.id/2013/03/makalah-pelabuhan&pelayaran.html (diakses pada 10

januari 2016 )

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbtanjungpinang/2014/06/08/sejarah-pelabuhan-tanjung-

balai-karimun/ ( diakses pada 10 januari 2016 )

http://kkpkarimun.or.id/pelabuhan-laut-tanjung-batu-kundur-Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas

II/ (diakses pada 10 januari 2016 )

http://regional.kompas.com/read/2009/11/22/18281971/dumai.ekspres.10.diduga.kelebihan.penum

pang ( diakses pada 10 januari 2016 )

http://sik.dephub.go.id/portal/eselon/mahkamah_pelayaran/index.php/seaworthiness ( diakses pada

10 januari 2016 )

http://www.haluankepri.com/ekonomi/308505-pemberian-SPB-kapal-kapal-pelabuhan-masih-

lemah-pengawasan-langsung.html ( diakses pada 10 januari 2016 )

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ administratum/ article/ Tinjauan Yuridis Mengenai Peran

Syahbandar Dalam Kegiatan Pelayaran Angkutan Laut diIndonesia oleh Tenda Bisma

Bayuputra ( diakses pada 10 januari 2016 )/1053/856

http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/Pengawasan Syahbandar Dalam Upaya

Mewujudkan Keselamatan, Keamanan, Dan Ketertiban Penumpang Di Pelabuhan

Tembilahan Oleh Julia Purnama Sari /3004/2910 (diakses pada 10 januari 2016 ).

Page 24: PENGAWASAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · of implementing firmness in carrying out supervisory duties,

24

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Km.1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara

Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance).

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2013 Tentang Perekrutan

dan Penempatan Awak Kapal.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang Tata Cara

Penerbitan Surat Izin Berlayar.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2015 Tentang

Penyelenggaraan Pelabuhan Laut perubahan atas Peraturan Menteri Km.1 Tahun 2010.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 130 Tahun 2015 Tentang Organisasi

dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan.

Keputusan Menteri No 62 Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut nomor: UK-11/17/13/DPJL.10 Tentang Pedoman

Pencetakan, Pengisian, Dan Pelaporan Blanko Surat Persetujuan Berlayar.