Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
19
PENGAWASAN TERHADAP IZIN EDAR PRODUK AIR MINUM
DALAM KEMASAN (AMDK) DI KAWASAN SIGLI MENURUT
PERSPEKTIF MANAJEMEN SYARI’AH
(Studi Kasus: Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
JANNATUN MAKWA
Mahasiswi Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
NIM: 121310067
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2018 M/1439 H
20
21
22
ABSTRAK
23
Nama : Jannatun Makwa
Nim : 121310067
Fakultas/Prodi : Syari’ah dan Hukum/ Hukum Ekonomi Syari’ah
Judul : Pengawasan terhadap Izin Edar Produk AMDK di
Kawasan Sigli Menurut Perspektif Manajemen Syari’ah
(Studi Kasus: Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Aceh)
Tanggal Munaqasyah : 31 Januari 2018
Tebal Skripsi : 68 hlm
Pembimbing I : Dr. H. Nurdin Bakri, M.Ag
Pembimbing II : Rispalman, SH., MH
Kata kunci: Pengawasan, Izin Edar Produk AMDK dan Manajemen Syari’ah
Pengawasan terhadap izin edar produk AMDK di kawasan Sigli dilaksanakan oleh
BBPOM Aceh, selaku Unit Pelaksana dari BPOM RI. Dalam pengawasannya
secara berkala, BBPOM mengaudit pabrik produksi AMDK di Sigli dengan
penilaian terhadap No MD (Nomor Izin Edar Produk) dan kehigienisan produk.
Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana sistem pengawasan BBPOM
Aceh terhadap izin edar produk AMDK, bagaimana pengawasan yang
dilaksanakan oleh BBPOM Aceh terhadap izin edar produk AMDK di kawasan
Sigli, dan bagaimana tinjauan perspektif manajemen syari’ah terhadap
pelaksanaan pengawasan oleh BBPOM Aceh pada izin edar produk AMDK di
kawasan Sigli. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Jenis metode penelitiannya yaitu penelitian lapangan (field research) dan
penelitian kepustakaan (library research), dengan mengumpulkan sumber data
primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi
dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengawasan yang
dilaksanakan oleh BBPOM Aceh terhadap izin edar produk AMDK di kawasan
Sigli belum optimal, sehingga beberapa produk AMDK tanpa No MD di kemasan
masih beredar di pasaran. Begitu juga tingkat kehigienisan yang belum memadai,
membuat jaminan mutu terhadap AMDK yang beredar tidak layak dikonsumsi
oleh masyarakat. Sistem pengawasan yang dilaksanakan oleh BBPOM Aceh
melalui dua cara yaitu pre-market dan post-market. Pengawasan ini bertujuan
untuk mencegah beredarnya produk yang tidak memenuhi syarat AMDK dan
mencegah persaingan yang tidak sehat antar produsen di kawasan Sigli. Bagi
produsen yang melanggar, maka akan diberikan sanksi administratif berdasarkan
Peraturan Kepala BPOM RI, Nomor 12 Tahun 2016. Walaupun peraturan telah
diterapkan, pelanggaran dari produsen AMDK masih merajalela. Hal ini karena
BBPOM Aceh tidak melakukan pengawasan secara itqan ((tepat, terarah, jelas
dan tuntas) sebagaimana konsep pengawasan dalam manajemen syari’ah. Penulis
menyarankan kepada pihak BBPOM Aceh agar lebih mengerahkan kinerjanya
secara maksimal dalam memberikan ketegasan sanksi untuk produsen AMDK di
Sigli.
KATA PENGANTAR
24
Syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam atas junjungan
umat, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat Islam dari alam
jahiliyah ke alam islamiyah yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Sebuah pencapaian besar dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, yang
merupakan salah satu tugas akhir penulis untuk melengkapi persyaratan dalam
menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda
Aceh. Dalam memenuhi hal tersebut, penulis telah mengusung judul, Pengawasan
Terhadap Izin Edar Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di Kawasan
Sigli Menurut Perspektif Manajemen Syari’ah (Studi Kasus: Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan Aceh).
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada Dr. H. Nurdin Bakri, M.Ag sebagai pembimbing I dan
Rispalman, SH., MH sebagai pembimbing II, yang pada kesibukannya masih
dapat menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan
dukungan hingga skripsi dapat terselesaikan.
Selanjutnya, ucapan terimakasih penulis kepada Dr. Kamaruzzaman
Bustamam, MA sebagai Penasehat Akademik, kepada Bapak Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum, Ketua Prodi HES dan stafnya, beserta staf Akademik
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Tak lupa pula ucapan
terimakasih kepada Dewan Penguji yang telah banyak memberikan bantuan dan
masukan dalam perbaikan skripsi ini. Sehubungan dengan itu, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Aceh telah sudi memberikan data dan informasi yang berguna sebagai sumber
data dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya, permintaan maaf dan terimakasih tak terhingga penulis
sampaikan kepada ayahanda dan ibunda tercinta yang telah mendidik, mengayomi
25
dan melimpahkan kasih sayangnya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dan
meraih cita-cita. Begitu juga terimakasih penulis kepada sahabat karib dari Unit
16 Prodi HES yang menjadi teman seperjuangan penulis dalam menyelesaikan
studi perkuliahan dan semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari akan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki,
sehingga penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritikan dan saran. Akhirnya, penulis menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah SWT, semoga amal kebaikan yang telah diberikan
semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT serta karunia-Nya kepada kita
semua.
Amiin Yaa Rabbal’Alamiin…
Banda Aceh, 18 januari 2018
Penulis,
TRANSLITERASI ARAB-LATIN
26
Transliterasi dalam penulisan skripsi ini berpedoman pada transliterasi
Arab-Latin yang mengikuti keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri P dan
K Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/ u/ 1987.1
1. Konsonan
No
Arab
Latin
No
Arab
Latin
Tidak ا 1
dilamban
gkan
t ط 16
z ظ b 17 ب 2
’ ع t 18 ت 3
G غ s 19 ث 4
F ف j 20 ج 5
Q ق h 21 ح 6
K ك kh 22 خ 7
L ل d 23 د 8
M م ż 24 ذ 9
N ن r 25 ر 10
W و z 26 ز 11
H ه s 27 س 12
’ ء sy 28 ش 13
Y ي s 29 ص 14
d ض 15
2. Konsonan
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal Bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan voka rangkap atau diftong.
1Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, Buku Panduan Penulisan Skripsi,
(Banda Aceh: Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam UIN Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh,
2013), hlm. 39.
27
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat,
transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin
Fathah A
Kasrah I
Dammah U
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan
Huruf Nama Gabungan Huruf
Fathah dan ya Ai
و Fathah dan
wau Au
Contoh:
haula : ىول kaifa : كيف
3. Maddah
Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
28
Harkat dan
Huruf Nama Huruf dan Tanda
ا/ Fatahah dan
alif atau ya Ā
Kasrah Ī
، و Dammah dan
waw Ū
Contoh:
qāla : قال
ramā : رمي
qīla : قيل
yaqūlu : يقول
4. Ta Marbutah (ة)
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua:
a. Ta marbutah (ة) hidup
Ta marbutah hidup atau mendapat harkat fathah, kasrah dan dammah,
transliterasinya adalah t.
b. Ta marbutah (ة) mati
Ta marbutah (ة) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya
adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang lain akhir katanya ta marbutah (ة) diikuti
oleh kata yang mengunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata
itu terpisah maka ta marbutah (ة) itu ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
29
raudah al-atfāl/ raudatul atfāl : روضت االطفال
al-Madīnah al-Munawwarah/ al-Madīnatul : المدينت المنورة
Munawwarah
talhah : طلحت
Catatan:
Modifikasi
1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa
transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya
ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Hamad Ibn Sulaiman.
2. Nama Negara dan kota ditulis menurut ejaan bahasa Indonesia, seperti
Mesir, bukan Misr, Beirut, bukan Bayrut, dan sebagainya.
3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus bahasa Indonesia
tidak ditransliterasikan. Contoh: Tasauf, bukan Tasawuf.
4. DAFTAR GAMBAR
5. Gambar 3.1. Struktur Organisasi Balai Besar POM Aceh ............. 45
6. Gambar 3.2. Konsep Dasar Sistem Pengawasan BBPOM ............. 47
7. Gambar 3.3. Alur Proses Audit Sarana .......................................... 48
30
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tingkat (Rating) Kelayakan Sarana Produksi ....................................... 49
Tabel 3.2. Persyaratan Administrasi AMDK ......................................................... 50
Tabel 3.3. Aspek-Aspek Penilaian GMP pada AMDK ......................................... 51
Tabel 3.4. Data Jumlah AMDK beserta No MD di Kawasan Sigli ....................... 56
31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : SK Pembimbing
Lampiran 2 : Surat Keterangan Pemberian Data dari Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan
Lampiran 3 : Riwayat Hidup Penulis
32
33
DAFTAR ISI
LEMBARAN JUDUL
PENGESAHAN PEMBIMBING
PENGESAHAN SIDANG
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
TRANSLITERASI .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv
BAB SATU PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.5. Penjelasan Istilah ......................................................................... 8
1.6. Kajian Pustaka ........................................................................... 10
1.7. Metode Penelitian ...................................................................... 12
1.8. Sistematika Pembahasan ............................................................ 17
BAB DUA LANDASAN TEORITIS TENTANG PENGAWASAN IZIN
EDAR PRODUK AMDK DAN MANAJEMEN SYARI’AH ..... 19 2.1. Pengertian Pengawasan .............................................................. 19
2.2. Jenis-Jenis Pengawasan ............................................................. 22
2.3. Landasan Hukum Pengawasan .................................................. 23
2.4. Pengawasan Izin Edar Produk AMDK ...................................... 26
34
2.4.1. Ketentuan dan Persyaratan Izin Edar Produk
AMDK Menurut BBPOM/BPOM .................................. 26
2.4.2. Dampak Hukum ketidaksesuaian Izin Edar Produk
AMDK .............................................................................. 31
2.5. Pengertian Manajemen Syari’ah ............................................... 33
2.6. Konsep Pengawasan dalam Manajemen Syari’ah .................... 39
BAB TIGA TINJAUAN PERSPEKTIF MANAJEMEN SYARI’AH
TERHADAP PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH
BBPOM ACEH PADA IZIN EDAR PRODUK AMDK DI
KAWASAN SIGLI ......................................................................... 42
3.1. Gambaran Umum BBPOM Aceh dan Kewenangannya ............ 42
3.2. Sistem Pengawasan BBPOM Aceh terhadap Izin Edar
Produk AMDK ........................................................................... 47
3.3. Pengawasan yang dilaksanakan oleh BBPOM Aceh
terhadap izin edar produk AMDK di kawasan Sigli .................. 54
3.4. Tinjauan perspektif manajemen syari’ah terhadap
pelaksanaan pengawasan oleh BPOM Aceh pada izin edar
produk AMDK di kawasan Sigli ............................................... 59
BAB EMPAT PENUTUP .................................................................................... 64
4.1. Kesimpulan ................................................................................ 64
4.2. Saran-Saran ................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
35
BAB SATU
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Air kemasan yang diproduksi oleh perusahaan atau dikenal dengan sebutan
Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)2 menjadi perhatian besar untuk kesehatan.
Hal ini dikarenakan air merupakan minuman yang selalu dikonsumsi sehari-hari
sehingga butuh peranan pengawas guna mendukung produk kemasan air yang
sehat dan aman bagi masyarakat. AMDK yang diedarkan atau dipasarkan wajib
memenuhi dua persyaratan, yaitu SNI (Standar Nasional Indonesia) sesuai
ketentuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta telah memperoleh nomor
MD/ML.3
Persyaratan pertama, Standar Nasional Indonesia (SNI) merupakan
dokumen standar yang disusun berdasarkan konsensus oleh stakeholder (pelaku
usaha) yang berkepentingan dengan sistem keterbukaan, transparan, efisien dan
sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan oleh lembaga yang berwenang ke tempat usaha dengan pernyataan
tertulis tentang kebenaran mutu, fakta hasil pemeriksaan berdasarkan metode yang
2Air baku yang telah diproses dan dikemas serta aman untuk diminum.
3Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
705/MPP/Kep/11/2003, tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan
dan Perdagangan Pasal 12 BAB VIII Tentang Pemasaran.
36
sah, sehingga pernyataan tersebut menjadi kebenaran yang ditanggung oleh
lembaga tersebut. Persyaratan SNI ini menjadi pertimbangan diberlakukan bagi
pelaku usaha guna menciptakan persaingan usaha yang sehat, transparan, memacu
kemampuan inovasi, serta meningkatkan kepastian usaha. Bagi konsumen,
dipastikan keamanan dari produk untuk dikonsumsi dalam aspek kesehatan,
keselamatan, dan kelestarian lingkungan hidup.4
Persyaratan kedua, MD/ML merupakan kode izin edar kategori produk
pangan olahan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan maupun
unit pelaksana teknisnya yaitu BBPOM (Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan), untuk menjamin mutu dan keamanan makanan. Oleh karena itu,
sebelum produk dipasarkan harus dilakukan terlebih dahulu penilaiannya oleh
BPOM/BBPOM untuk memastikan produk yang beredar di tengah-tengah
masyarakat memang dijamin keamanannya dan gizinya.5
Salah satu peranan Balai Besar POM (Pengawas Obat dan Makanan)
terhadap Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yaitu sebagai Unit Pelaksana
Teknis dari lingkungan BPOM RI yang mengawasi standar mutu air dalam
kemasan secara pre-market (penilaian produk sebelum beredar) dan post-market
(penilaian produk setelah beredar).6 Titik fokus pengawasan BBPOM terhadap
produk tersebut terdiri pada 3 (tiga) hal, yaitu pemenuhan GMP (cara pembuatan
4Nurlaila, , Peran LSPRO BARISTAND Aceh dalam Mendukung Penerapan SNI
wajib AMDK, Seminar dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda Aceh
Kementriaan Perindustrian RI Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Sulthan
Hotel Banda Aceh, Kamis 10 Agustus 2017. 5Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh, 2
November 2017. 6Pasal 30 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
37
yang baik), pemenuhan cara distribusi yang baik dan legalitas, keamanan kemasan
serta masa daluarsa.7
Pengawasan BBPOM terhadap AMDK biasanya setiap setahun sekali
masuk dalam prioritas pemeriksaan begitu juga apabila terdapat laporan dari
masyarakat. BBPOM harus melakukan inspeksi secara menyeluruh untuk
berbagai merek AMDK yang beredar dalam pemasaran, sehingga ketika ada
pelanggaran terhadap izin edar atau proses produksi air maka semua merek yang
bermasalah di pasar harus disegel dan dicabut. 8
Pelaku usaha AMDK untuk mendapatkan legalitas izin edar dari BBPOM
harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu dengan mendaftarkan produknya dan
melewati prosedur penilaian keamanan dan mutu produk guna mendapat Nomor
Izin Edar (MD/ML). Adapun nomor MD adalah kode dan nomor pendaftaran
yang dikeluarkan oleh BPOM untuk makanan produksi dalam negeri, sedangkan
nomor ML dikeluarkan untuk makanan produksi luar negeri.9
Semua produk AMDK yang telah beredar di kawasan Sigli telah memiliki
sertifikat SNI dengan No. SNI. 01-3553-2006.10
Namun, beberapa diantaranya
belum memiliki nomor izin edar (MD/ML) tetapi tetap dipasarkan oleh
produsennya. Kode ML/MD ini wajib dicantumkan pada label dan kemasan
7Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017. 8Ibid.,
9Keputusan menteri perindustrian dan perdagangan RI tentang persyaratan teknis
industry air minum dalam kemasan dan perdagangannnya, pasal 1 tentang ketentuan
umum, hlm. 4. 10
Nurlaila, Peran LSPRO Baristand Aceh dalam Mendukung Penerapan SNI
Wajib AMDK, Disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Kementerian
Perindustrian RI Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Balai Riset dan
Standardisasi Industri Banda Aceh, (Sultan Hotel-Banda Aceh) pada Hari Kamis 10
Agustus 2017.
38
sebagai jaminan dari BPOM/BBPOM bahwa produk tersebut telah memenuhi
standar mutu produk yang dapat diedarkan atau dipasarkan kepada konsumen.
Berdasarkan survei lapangan dan media online melalui Cek BPOM, terdapat 10
(sembilan) produk AMDK yang beredar di pasar, dengan beberapa produk saja
yang tertera nomor izin edar (MD) pada kemasan yaitu merek Q-Lia, Bening-Q,
Q-Aisya, Saka Water, WaterHex dan Green’o. Sedangkan merek lain yang tidak
tertera nomor MD/ML pada label kemasannya yaitu Auza Water, WaterPres, DB-
Q, dan Cub 88, masih saja beredar di beberapa toko kelontong dan kios yang ada
di wilayah Sigli, bahkan untuk merek DB-Q (merek non-MD) daerah
pemasarannya sampai ke wilayah Banda Aceh. Padahal tanpa izin edar (MD/ML)
bisa dipastikan semua persyaratan standar mutu air tidak memenuhi, karena tidak
adanya penilaian dari BBPOM dan seharusnya sebelum diedarkan ke pasar,
produk dinilai dan dikeluarkan izin oleh tim BBPOM. Walaupun beberapa produk
AMDK di kawasan Sigli sudah memiliki nomor izin edar, namun terdapat juga
beberapa hal tidak mendukung terhadap kehigienisan dalam produksi air di
pabrik-pabrik AMDK tersebut, seperti tidak memakai topi, masker, dan sarung
tangan sebagai pengaman bagi karyawannya serta terdapat keruh dalam air.11
Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan pengawasan yang lebih
optimal lagi terhadap pemasaran produk AMDK, guna menjalankan suatu
manajemen pengawasan yang baik dan memastikan aktivitas manajemen tersebut
11
Berdasarkan hasil survei di kawasan Sigli pada tanggal 24 Desember 2017 dan
melalui Cek BPOM (online), diakses pada web cekbpom.pom.go.id.
39
berjalan sesuai dengan tujuan yang direncanakan. Begitu juga untuk menyingkap
kesalahan dan penyelewengan, kemudian memberikan tindakan korektif.12
Pengawasan merupakan salah satu aktivitas atau fungsi manajemen yang
terkait dengan fungsi lainnya, seperti perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, penetapan dan pelaksanaan putusan. Dalam suatu organisasi atau
perusahaan, fungsi manajemen pengawasan biasanya dijalankan oleh divisi atau
lembaga khusus untuk mengontrol kinerja perusahaan dengan sistem operasional
dan prosedur yang berlaku.13
Pengawasan manajemen dalam islam dikaitkan dengan dua hal, yaitu
pengawasan internal (Built-in Control) yang bertujuan untuk menjauhkan kinerja
dari penyimpangan sehingga menuntun untuk konsisten menjalankan hukum-
hukum sesuai dengan syari’at Allah dan pengawasan eksternal (dilakukan oleh
lembaga Negara) yang dilakukan oleh pemimpin dalam penyelesaian tugas yang
telah didelegasikan, antara penyelesaian tugas dengan perencanaan tugas.14
Tujuan pengawasan dalam manajemen syari’ah ini dapat dikaitkan dengan
Peraturan Perundangan No. 18 Tahun 2012 tentang keamanan pangan yang
diperlukan pengawasan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
12
Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah: Sebuah Kajian Historis dan
Kontemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 179. 13
Ibid., 14
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam Praktik,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hlm. 157.
40
membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.15
Sehubungan dengan permasalahan beberapa produk AMDK yang beredar
tanpa nomor MD dan juga sistem kehigienisan yang tidak memadai pada beberapa
pabrik di kawasan Sigli, maka penting sekali lembaga yang berwenang dalam
pengawasan produk tersebut yaitu BBPOM Aceh untuk mengerahkan kembali
kinerjanya. Hal ini sebagaimana diatur dalam regulasi Peraturan Presiden RI
Nomor 80 tahun 2017 tentang kewenangan BPOM sebagai lembaga pengawas
yang memastikan produk pangan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan
keamanan. Apabila terdapat ketidaksesuan di lapangan, maka BPOM/BBPOM
berhak untuk mencabut/menyegel izin edar produk tersebut. Oleh karena itu,
peneliti mencoba untuk mengklarifikasikan kembali tugas BBPOM Aceh sebagai
salah satu unit lembaga pengawas AMDK dari BPOM RI serta ketentuan
pemberlakuan lisensi dan sertifikasi yang seharusnya dimiliki oleh pelaku usaha
guna memproduksi air sesuai dengan kelayalakan mutu dan standar yang berlaku,
sehingga dalam skripsi ini peneliti mengusung judul tentang “Pengawasan
Terhadap Izin Edar Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di
Kawasan Sigli Menurut Perspektif Manajemen Syari’ah (Studi Kasus: Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh)”
1.2. Rumusan Masalah
15
Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh, 2
November 2017.
41
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang
diajukan untuk diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Bagaimana sistem pengawasan BBPOM Aceh terhadap izin edar produk
AMDK?
2. Bagaimana pengawasan yang dilaksanakan oleh BBPOM Aceh terhadap
izin edar produk AMDK di kawasan Sigli?
3. Bagaimana tinjauan perspektif manajemen syari’ah terhadap pelaksanaan
pengawasan oleh BBPOM Aceh pada izin edar produk AMDK di kawasan
Sigli?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian ini untuk menyelesaikan studi jurusan
Hukum Ekonomi Syari’ah. Disamping itu, tujuan lainnya yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana sistem pengawasan BBPOM Aceh terhadap
izin edar produk AMDK .
2. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan yang dilaksanakan oleh
BBPOM Aceh terhadap izin edar produk AMDK di kawasan Sigli.
3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan perspektif manajemen syari’ah
terhadap pelaksanaan pengawasan oleh BBPOM Aceh pada izin edar
produk AMDK di kawasan Sigli.
42
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat penelitian bagi pelaku usaha AMDK di Sigli
Melalui penelitian ini diharapkan agar bisa memberikan informasi
mengenai persyaratan lisensi dan sertifikasi yang harus dimiliki oleh setiap
pelaku usaha AMDK, sehingga tidak melakukan pelanggaran atau
melenceng dari ketentuan yang diterapkan lembaga sertifikasi.
2. Manfaat bagi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)
Melalui penelitian ini, diharapkan agar bisa mendongkrak kinerja yang
lebih baik lagi dari lembaga pengawas lisensi dan sertifikasi izin edar
produk yaitu Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM), guna
mengawasi peredaran produk air yang sesuai dengan standar mutu yang
diterapkan dalam peraturan perundang-undangan serta bisa menjadi
lembaga yang melayani masyarakat dengan baik.
3. Manfaat bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sangatlah berguna bagi peneliti sendiri, guna
menghadapi permasalahan yang sesuai dengan studi jurusan Hukum
Ekonomi Syari’ah baik secara teoritis maupun praktisi.
4. Manfaat untuk umum
Dapat dijadikan sumber informasi yang berharga bagi pembaca dan
masyarakat umumnya dalam menambah pengetahuannya tentang
manajemen pengawasan yang baik menurut konsep syari’ah guna menjadi
acuan literatur bagi peneliti lain yang hendak menyusun karya ilmiah
dengan tema yang serupa.
43
1.5. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul penelitian, maka
peneliti sangat perlu untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai judul penelitian,
yaitu “Pengawasan Terhadap Izin Edar Produk Air Minum Dalam Kemasan
(AMDK) di Kawasan Sigli Menurut Perspektif Manajemen Syari’ah (Studi
Kasus: Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Aceh)”
Adapun penjelasan sekaligus pembatasan istilah untuk masing-masing
variabel dari judul adalah:
1. Pengawasan
Pengawasan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah penilikan
dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan.16
Makna lain dari
pengawasan adalah suatu upaya sistematis untuk menetapkan standar
prestasi kerja dengan tujuan perencanaan untuk membandingkan prestasi
sesungguhnya dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan apakah
ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan yang terjadi,
serta mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin
bahwa sumber daya perusahaan telah digunakan dengan cara yang paling
efektif dan efisien guna tercapainya tujuan perusahaan.17
Institusi yang dimaksud dalam karya ilmiah ini adalah BBPOM (Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan) Aceh,18
lembaga ini diberi wewenang
melakukan pengawasan terhadap lisensi dan sertifikasi produk yang
16
Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung, 2005),
hlm. 79. 17
M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen
Syari’at, (Jakarta: Khairul Bayan Press, 2003), hlm. 203. 18
Jln. Tgk. H. Mohd Daud Bereuh, No. 110, Lampriet, Kota Banda Aceh.
44
beredar di pasaran untuk diperjualbelikan kepada para pihak konsumen
sebagai penggunanya.
2. Izin Edar Produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
Izin edar produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yaitu persetujuan
hasil penilaian produk AMDK dalam rangka peredaran produk tersebut
yang dikeluarkan oleh Badan POM RI dengan mencantumkan Nomor Izin
Edar (BPOM RI MD atau BPOM RI ML).19
Sedangkan AMDK sendiri merupakan salah satu jenis produk pangan
olahan yang diproduksi oleh perusahaan, mencakup dari proses
pengolahan bahan baku air minum hingga proses packing dalam kotak,
dengan pemasarannya memperoleh legalitas dari beberapa lembaga
pengawasan produk.
3. Manajemen Syari’ah
Manajemen syari’ah merupakan suatu proses perilaku dalam mengatur
segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, tepat, dan tuntas dalam
mewujudkan tujuan sesuai yang disyari’atkan dalam Islam.20
Maksud manajemen syari’ah di sini ialah segala sesuatu yang berkaitan
dengan regulasi yang diterapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) tentang ketentuan izin edar produk AMDK sesuai dengan syari’at
19
Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh, 2
November 2017. 20
Didin Hafidhuddi, Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah …, hlm. 1.
45
dan tata hukum Negara untuk melindungi masyarakat dari bentuk
penyimpangan standar mutu produk AMDK.21
4. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)
BBPOM adalah unit pelaksana teknis dari BPOM RI yang diberi
wewenang melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan yang
beredar di pasaran untuk diperjualbelikan kepada pihak konsumen kepada
penggunanya.
1.6. Kajian Pustaka
Setelah perumusan masalah, maka langkah selanjutnya ialah kegiatan yang
dilakukan untuk mempelajari penelitian-penelitian terdahulu, dengan mendalami,
mencermati, menelaah, dan mengidentifikasi hal-hal yang sudah ada dan yang
belum ada.22
Adapun kegiatan ini bertujuan untuk membandingkan penelitian
yang sudah pernah dilakukan orang lain dengan penelitian yang akan dilakukan
guna menggali informasi dan menghindari jiplakan dengan tema yang sama.
Terdapat beberapa penelitian skripsi yang hampir serupa mengangkat tema
mengenai sistem pengawasan sebagai variable utama, namun memiliki beberapa
perbedaan pada objek dan subjek penelitian dengan paparannya sebagai berikut:
1. Skripsi yang disusun oleh Mohammad Haris dengan mengusung tema
Tinjauan Manajemen Syari’ah terhadap Pengawasan Dinas Kesehatan
Pidie atas Standar Kelayakan Air pada Depot Air Minum. Titik fokus pada
21
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017. 22
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
hlm. 18.
46
skripsi ini yaitu mengenai pengawasan terhadap kualitas atau kelayakan air
serta segala sarana dan perlengkapan pendukungnya oleh Dinkes Pidie
terhadap depot air minum di Pidie berdasarkan regulasi dalam pedoman
pelaksanaan penyelenggaraan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum.23
2. Penelitian selanjutnya dengan mengusung tema tentang Sistem
Pengawasan BPOM terhadap Peredaran Obat Tradisional Ditinjau
Menurut Manajemen Syari’ah: Studi Kasus pada Penjual Obat
Tradisional di Kota Banda Aceh. Skripsi ini disusun oleh Siti Masyitah
yang meneliti tentang kinerja lembaga pengawasan yaitu BPOM terhadap
peredaran obat tradisional di Banda Aceh. Menurut peneliti, BPOM belum
sepenuhnya mengembankan tugasnya sebagai lembaga pengawas dalam
mengecek nomor registrasi obat, obat kadaluarsa serta melakukan
pengujian di laboratorium untuk memastikan tidak mengandung zat
berbahaya didalamnya, hal ini terlihat dari sarana ilegal seperti pedagang
obat tradisional kaki lima yang belum diawasi.24
3. Selanjutnya skripsi yang disusun oleh Nurjannah dengan judul
Pengawasan terhadap Produk Sertifikasi SNI Air Minum Dalam Kemasan
Menurut Tinjauan Manajemen Syari’ah. Studi Kasus: Balai Riset dan
Standardisasi Industri Aceh. Dalam karya tulis ilmiahnya, peneliti
membahas tentang pengawasan terhadap SPPT SNI AMDK yang
23
Mohammad Haris, “Tinjauan Manajemen Syari’ah Terhadap Pengawasan
Dinas Kesehatan Pidie Atas Standar Kelayakan Air pada Depot Air Minum” (Skripsi
tidak dipublikasi), Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, UIN Ar-Raniry, 2015. 24
Siti Masyitah, Sistem Pengawasan BPOM Terhadap Peredaran Obat
Tradisional Ditinjau Menurut Manajemen Syari’ah: Studi Kasus pada Penjual Obat
Tradisional di Kota Banda Aceh. (Skripsi tidak dipublikasi), Fakultas Syari’ah dan
HUkum, Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah, 2015.
47
dilakukan oleh LSPro Aceh belum maksimal, sehingga menyebabkan
beberapa produsen tidak konsisten terhadap kesesuaian produk SNI
AMDK. Peneliti juga mengkaitkan permasalahan tersebut dengan regulasi
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 86/M-IND/PER/9/2009.25
1.7. Metode Penelitian
Untuk melakukan penelitian yang baik dan membuahkan hasil maksimal,
maka diperlukan beberapa data yang lengkap dan subjektif, serta didukung oleh
pengetahuan dan keterampilan yang tersusun secara logis dan sistematis, sehingga
pencapaian untuk suatu karya ilmiah terlihat baik sesuai dengan pembahasan yang
hendak diteliti.
Melalui beberapa kriteria diatas, peneliti mencoba menganalisa
permasalahan dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Yaitu penelitian
terhadap suatu proses, peristiwa atau perkembangan dimana bahan-bahan atau
data yang dikumpulkan adalah berupa keterangan-keterangan dari fakta-fakta atau
fenomena yang berupa kata-kata, tidak mengadakan perhitungan.26
Beberapa langkah yang dapat ditempuh guna mengumpulkan data yang
konkret dan faktual adalah sebagai berikut:
1.7.1. Pendekatan Penelitian
Metode dan pendekatan merupakan hal yang penting untuk mendapatkan
data yang akurat dalam sebuah penelitian. Dalam karya ilmiah ini, peneliti
25
Nurjannah, Pengawasan Terhadap Produk Sertifikasi SNI Air Minum Dalam
Kemasan Menurut Tnjauan Manajemen Syari’ah. Studi Kasus: Balai Riset dan
Standardisasi Industri Aceh, (Skripsi tidak dipublikasi), Fakultas Syari’ah dan Ekonomi
Islam, Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah, 2014. 26
Marzuki Abubakar, Metodologi Penelitian (Sistematika Proposal), (Banda
Aceh: 2013), hlm. 14.
48
menggunakan pendekatan sosiologis dengan melihat dan mengkaji realitas yang
terjadi dalam masyarakat.
1.7.2. Jenis Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba menguraikan data melalui 2 jenis
penelitian yaitu penelitian terjun lapangan atau dikenal dengan istilah penelitian
lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research). Untuk
permasalahan yang ingin diteliti, peneliti turun langsung ke daerah sasaran yang
ingin diteliti yaitu kawasan Sigli dan sekitarnya, dimana terdapat beberapa
perusahaan AMDK dan dengan studi kasus produk air yang beredar tanpa
MD/ML serta beberapa pabrik yang kehieginisannya tidak memadai. Selanjutnya,
peneliti akan berusaha untuk menelaah dan menguraikan serta menganalisis data
yang didapatkan dari objek penelitian terkait dengan konsep pengawasan
manajemen syari’ah melalui penelitian kepustakaan.
1.7.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam metode pengumpulan data ini, adanya proses observasi dari
lapangan sehubungan dengan metode penelitiannya yaitu penelitian kualitatif.
Dalam hal ini, tekhnik mengumpulkan data yang dilakukan peneliti yaitu:
1. Melalui penelitian lapangan (field research) ini, peneliti melakukan
observasi langsung ke wilayah objek penelitiannya yaitu Sigli dan
sekitarnya, dengan mengumpulkan beberapa produk AMDK yang berada
di pasaran dan mensurvei nomor MD pada produk tersebut. Di samping
itu, peneliti juga menghadiri seminar yang diadakan oleh BBPOM Aceh
selaku lembaga pengawas AMDK dalam hal bimbingan teknis Air Minum
49
Dalam Kemasan (AMDK) dengan proses tanya jawab dalam seminar
tersebut.
2. Melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan
mengumpulkan data dari sumber sekunder seperti buku-buku, referensi
paper dari hasil seminar, media internet dan bahan kuliah yang berkaitan
dengan objek penelitian yang berhubungan dengan pengawasan terhadap
izin edar produk AMDK di beberapa pustaka seperti pustaka syari’ah,
pustaka Uin Arraniry dan lainnya.
1.7.4. Sumber Data
Melalui penelitian kualitatif ini, peneliti mencoba mencari informasi atau
data yang diperoleh dari informan dan objek kajiannya.27
Data primer adalah data
yang diperoleh langsung dari lapangan.28
Data primer ini, didapatkan oleh peneliti
dengan turun langsung ke kawasan Sigli sebagai tempat produksi dan pemasaran
AMDK untuk meneliti nomor izin edar (MD/ML) yang tertera pada label
kemasan produk tersebut.
Sedangkan untuk data sekunder, yaitu data berupa hasil pengumpulan oleh
orang lain dengan maksud tersendiri dan mempunyai kategorisasi menurut
keperluan mereka, sehingga peneliti harus mempertimbangkan bagaimana
memanfaatkan bahan itu guna untuk keperluan penelitiannya sendiri.29
Beberapa
27
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 129. 28
Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2008), hlm. 143. 29
Ibid.,
50
sumber data sekunder yang dijadikan referensi dalam penelitiannya yaitu buku,
koran dan beberapa media lainnya.
1.7.5. Teknik Pengumpulan data
Mengenai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu: 30
1. Observasi yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung mengamati
objek penelitian, yaitu peneliti melihat peredaran produk AMDK di
pasaran dengan mengecek nomor izin edar (MD/ML), dan mengunjungi
beberapa pabrik produksi air tersebut.
2. Interview (wawancara) yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
untuk mendapatkan informasi dengan cara menunjukkan pertanyaan
langsung kepada BBPOM Aceh yang dapat memberikan informasi kepada
penulis sesuai dengan topik pembahasan.
3. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari
catatan-catatan tertulis dari pihak responden.31
Catatan tersebut berupa
teknis pengawasan BBPOM dan biografi instansi tersebut.
1.7.6. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data ialah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam penelitiannya agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan
dipermudah olehnya.32
Berdasarkan metode dalam pengumpulan data yang
30
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), hlm. 240. 31
Marzuki Abubakar, Metodologi Penelitian..., hlm. 65. 32
Ibid., hlm. 57.
51
digunakan oleh peneliti yaitu metode observasi dan wawancara, maka alat-alat
yang digunakan adalah alat perekam dan alat tulis untuk mencatat hasil
wawancara dan observasi dengan peroleh data dari para informan mengenai
pembahasan yang diteliti.
1.7.7. Langkah-Langkah Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif ini, dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis
data hasil penelitian sebelum di lapangan dilakukan terhadap data hasil penelitian
studi pendahuluan, atau data sekunder, tentang pengawasan BBPOM Aceh
terhadap izin edar produk AMDK ditinjau dari perspektif manajemen syari’ah.
Kemudian analisis data selama di lapangan di lakukan saat pengumpulan data
berlangsung yaitu di kawasan Sigli dengan melakukan observasi terhadap nomor
izin edar yang terdapat pada produk AMDK, dan langkah terakhir menganalisis
data yang diperoleh dari sumber sekunder dengan hasil observasi yang disajikan
secara sistematis, penyusunan akurat dan faktual.33
1.8. Sistematika Pembahasan
Uraian pembahasan dalam karya ilmiah ini, akan disusun secara sistematis
dengan empat bab dan masing-masing dari empat bab tersebut akan dirincikan
dengan beberapa sub bab. Adapun gambaran rinciannya secara umum adalah:
Bab satu merupakan bab pendahuluan dengan rincian sub bab nya
mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian, yaitu berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
33
Ibid., hlm. 69.
52
pustaka, metodologi penelitian dengan beberapa rincian anak sub-babnya serta
sistematika pembahasan.
Bab dua merupakan bab teoritis yang membahas mengenai pengertian
pengawasan, jenis-jenis pengawasan, pengawasan izin edar produk, ketentuan dan
persyaratan izin edar produk AMDK, dampak hukum ketidaksesuaian izin edar
produk AMDK, pengertian manajemen syari’ah, konsep pengawasan dalam
manajemen syari’ah.
Bab tiga merupakan bab yang membahas tentang tinjauan lapangan
mengenai pengawasan terhadap izin edar produk AMDK, yang meliputi gambaran
umum BBPOM Aceh dan kewenangannya, sistem pengawasan BBPOM Aceh
terhadap izin edar produk AMDK, pelaksanaan pengawasan oleh BBPOM Aceh
terhadap izin edar produk AMDK di kawasan Sigli, dan pelaksanaan pengawasan
oleh BPOM Aceh terhadap izin edar produk AMDK ditinjau menurut perspektif
manajemen syari’ah.
Bab empat merupakan bab penutup yang ditulis dengan rincian sub-bab
kesimpulan dan saran. Dalam bab ini, kesimpulan dianggap perlu karena untuk
menjawab permasalahan yang dirumuskan di bab pertama, serta dengan saran
yang diusungkan guna perbaikan dan penyempurnaan terhadap isu yang diteliti.
53
BAB DUA
LANDASAN TEORITIS TENTANG PENGAWASAN IZIN EDAR
PRODUK AMDK DAN MANAJEMEN SYARI’AH
2.1. Pengertian Pengawasan
Salah satu fungsi dari manajemen yaitu pengendalian dan pengawasan, dan
dalam beberapa sumber literatur sering dinamakan sebagai controlling,
evaluating, appraising, hingga correcting, yang memiliki arti mengontrol atau
mengendalikan, mengevaluasi, menilai atau mengukur, dan mengoreksi. Secara
luas, pengertian pengawasan adalah proses yang dilakukan untuk memastikan
seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan
diimplementasikan bisa berjalan sesuai target yang diharapkan sekalipun berbagai
perubahan terjadi daam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.34
Beberapa para
ahli mengemukakan pengertian pengawasan, diantaranya:
a. Schermerhorn, mendefinisikan pengawasan sebagai proses menetapkan
ukuran kinerja dalam pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah
ditetapkan tersebut.
b. Mockler, menguraikan bahwa pengawasan tidak hanya berfungsi untuk
menilai apakah sesuatu itu berjalan ataukah tidak, akan tetapi temasuk
tindakan koreksi yang mungkin diperlukan maupun penentuan sekaligus
34
Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Edisi
Pertama, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 8.
54
penyesuaian standar yang terkait dengan pencapaian tujuan dari waktu ke
waktu.
55
Jadi, fungsi pengawasan dalam manajemen adalah upaya sistematis dalam
menetapkan standar kinerja dan berbagai tujuan yang direncanakan, mendesain
sistem informasi umpan baik, membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan apakah terdapat
penyimpangan dan tingkat signifikansi dari setiap penyimpangan tersebut, dan
mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan seluruh sumber daya
perusahaan dipergunakan secara efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan
perusahaan.35
Supaya pengawasan dalam suatu manajemen berjalan efektif, maka
sebaiknya pelaksanaan pengawasan dijalankan secara 3 (tiga prinsip), yaitu:36
1. Prinsip tercapainya tujuan (principle of assurance of objective)
Pengendalian (control) dilakukan harus ditujukan terhadap tercapainya
tujuan yaitu dengan mengadakan koreksi untuk menghindarkan
penyimpangan/deviasi dari pada perencanaan.
2. Prinsip efisiensi pengawasan (principle of efficiency of control)
Pengawasan terlaksana secara efisien bilamana dapat menghindarkan
penyimpangan-penyimpangan dari pada planning, sehingga tidak timbul
hal-hal lain di luar dugaan.
3. Prinsip tanggungjawab pengawasan (principle of control of responsibility)
35
Ibid., hlm. 317. 36
Sunarji Harahap, Implementasi Manajemen Syari’ah dalam Fungsi-Fungsi
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara At-Tawassuth, Vol. 2, No. 1, 2017, hlm.222.
56
Pada prinsip ini, pengawasan (control) dapat dilaksanakan apabila manajer
bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan perencanaan.
Tujuan dari pengawasan dalam fungsi manajemen ada 3 (tiga), yaitu:37
1. Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis
sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
2. Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang
mungkin ditemukan.
3. Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait
dengan pencapaian tujuan dan target bisnis.
Agar tujuan pengawasan dapat tercapai, maka diperlukan langkah-langkah
yang baik dalam melakukan pengawasan. Adapun langkah-langkah dalam proses
pengawasan itu ada 3 tahap, yaitu:38
1. Penetapan standar dan metode penilaian kinerja
Standar adalah bentuk kriteria yang sederhana untuk prestasi kerja.
Penetapan standar diawali dengan menyusun perencanaan, sehingga para
manager dapat memilih titik-titik di dalam seluruh program perencanaan
untuk mengukur prestasi kerja.
2. Mengukur prestasi kerja
Langkah selanjutnya yaitu mengukur, atau mengevaluasi prestasi kerja
terhadap standar yang telah ditentukan. Pengukuran prestasi kerja terhadap
37
Ibid., hlm. 11. 38
A.m. Kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan
Mahasiswa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), hlm. 134.
57
standar secara ideal dilakukan guna menghindari penyimpanga-
penyimpangan yang terjadi dari standar yang telah ditetapkan, sehingga
penyimpangan tersebut dapat diketahui sedini mungkin.
3. Pengambilan tindakan koreksi
Hal yang terpenting dalam pengawasan yaitu mengambil langkah koreksi
dari kelemahan ataupun kesalahan guna mencegah pengulangannya,
sehingga perencanaan pun dapat dilangsungkan dengan baik.
2.2. Jenis-Jenis Pengawasan
Terdapat 3 (tiga) pengkategorian pengawasan, yaitu pengawasan
berdasarkan proses kegiatan, pengawasan internal dan eksternal, dan pengawasan
berdasarkan fungsi operasional dalam manajemen.39
1. Pengawasan berdasarkan proses kegiatan
Berdasarkan proses kegiatan, ada 3 (tiga) jenis proses pengawasan yaitu
pengawasan awal, pengawasan proses, dan pengawasan akhir.
Pengawasan awal, biasanya dilakukan untuk memastikan apakah seluruh
faktor produksi telah sesuai dengan standar ataukah tidak. Pengawasan
Proses, dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh pekerjaan organisasi
dijalankan sesuai dengan rencana dan prosedur kerja yang telah
ditetapkan, serta memastikan bahwa seluruh perangkat pendukung berjalan
sebagaimana mestinya. Sedangkan pengawasan akhir, dilakukan untuk
memastikan bahwa hasil yang diperoleh pada saat pengerjaan sesuai
39
Ibid., hlm 327.
58
dengan standar yang telah ditetapkan di awal dan proses yang telah
dikerjakan.
2. Pengawasan internal dan eksternal
Pengawasan ini dibagi berdasarkan subjek yang melakukan pengawasan.
Pengawasan internal dilakukan secara mandiri oleh setiap pekerja
terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Sedangkan pengawasan
eksternal dilakukan terhadap seseorang atau bagian oleh orang lain atau
diluar bagian yang diawasi.
3. Pengawasan berdasarkan fungsi operasional dalam manajemen
Jenis pengawasan dari segi fungsi operasional manajemen ada 3 (tiga),
yaitu pengawasan di bagian SDM, pengawasan di bagian informasi, dan
pengawasan di bagian keuangan.
2.3. Landasan Hukum Pengawasan
a. Landasan pengawasan dalam Perundang-undangan40
1. Pasal 30 Undang-undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen
Pengawasan terhadap perlindungan konsumen dilakukan oleh pemerintah
dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat pada barang
dan/atau jasa yang beredar di pasar.
40
Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh, 2
November 2017.
59
2. Pasal 108, Bab IX tentang Pengawasan dalam Undang-undang No. 18
tahun 2012 dijelaskan mengenai pengawasan dalam rangka
penyelenggaraan pangan oleh pemerintah berwenang.
3. Pasal 91, Bab VII tentang Keamanan Pangan dalam Undang-Undang No
18 Tahun 2013 mengenai pengawasan izin edar terhadap pelaku usaha
pangan untuk menjamin keamanan, mutu, dan gizi, setiap pangan olahan
yang dibuat di dalam negeri atau yang diimpor untuk diperdagangkan
dalam kemasan eceran.
b. Landasan pengawasan (koreksi) dalam Islam
Adapun landasan koreksi terhadap suatu kesalahan dalam Islam terdapat
dalam Q.S. Al-Balad: 17,
Artinya: Dan Dia (tidak pula) Termasuk orang-orang yang beriman dan saling
berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.
Dan Q.S. Al-A’ashr: 3.
Artinya: Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.
Berdasarkan kedua ayat tersebut, tujuan melakukan pengawasan,
pengendalian, dan koreksi didasarkan atas 3 (tiga) dasar, yaitu:41
41
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah Dalam Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 160.
60
1. Tawa shaubil haq (saling menasehati atas dasar kebenaran dan norma
yang jelas)
Sebuah pengendalian dengan dasar Tawa shaubil haq bisa berlangsung
dengan baik apabila terdapat norma dan etika yang tersusun secara rapi
dan jelas dan tidak bersifat individual, melainkan harus disepakati
bersama-sama dengan ketentuan-ketentuan yang konkret dan jelas.
2. Tawa shaubis shabri (saling menasihati atas dasar kesabaran)
Koreksi dengan konsep Tawa shaubil haq diberikan secara berulang-
ulang. Hal ini dikarenakan umumnya seorang manusia sering mengulangi
kesalahan yang pernah dilakukan, sehingga dibutuhkan kesabaran dalam
melakukan pengawasan.
3. Tawa shaubil marhamah (saling menasihati atas dasar kasih sayang)
Tujuan utama dari pengkoreksian adalah agar mencegah seseorang jatuh
terjerumus kepada sesuatu yang salah. Dalam hal ini dibutuhkan taushiyah
(nasihat), agar kuaitas kehidupan terus meningkat.
2.4. Pengawasan Izin Edar Produk AMDK
Pengawasan Izin Edar Produk AMDK merupakan salah satu dari fungsi
manajemen berdasarkan proses kegiatan, yang dilakukan secara pre-market,
pengawasan yang dilakukan secara preventif sebelum terjadi penyelewengan atau
kesalahan, dan post-market yang dilakukan setelah rencana ditentukan.
61
Pengawasan tersebut melibatkan peran badan pemerintah sebagai lembaga
pengawas dalam peredaran produk AMDK.42
Adapun lembaga yang mengawasi izin edar produk AMDK adalah Badan
Standardisasi Nasional yang mengeluarkan sertifikat SNI (Standar Nasional
Indonesia) untuk teknis dan standar mutu AMDK, dan BBPOM/BPOM (Badan
Pengawas Obat dan Makanan) yang mengeluarkan Nomor MD/ML untuk izin
peredaran produk kepada masyarakat.
2.4.1. Ketentuan dan Persyaratan Izin Edar Produk AMDK Menurut
BBPOM/BPOM
a. Ketentuan Izin Edar Produk AMDK Menurut BBPOM/BPOM
Izin edar adalah persetujuan hasil penilaian pangan olahan yang
diterbitkan oleh Kepala Badan POM dalam rangka peredaran pangan olahan
dengan mencantumkan Nomor Izin Edar (BPOM RI MD atau BPOM RI ML). Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) merupakan salah satu dari kategori pangan
olahan43
yang harus mendapatkan nomor izin edar sebagai bentuk legal dalam
peredaran produk tersebut. Hal ini disebutkan dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI, Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran
Pangan Olahan bahwa setiap Pangan Olahan baik yang diproduksi dalam negeri
42
Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 49/M-IND/PER/3/2012 Tentang
Perberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
secara wajib, Pasal 8 tentang Pengawasan Produk AMDK. 43
Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
62
ataupun peredarannnya untuk luar negeri, maka wajib memiliki Izin Edar, dengan
ketentuan:44
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan evaluasi, data pendaftaran dan data
pendukung dinyatakan lengkap dan benar
2. Diterbitkan oleh Kepala Badan POM dengan rancangan label yang telah
disetujui dan dicantumkan Nomor Izin Edar (BPOM RI MD/ML), yang
diikuti dengan digit angka.
3. Nomor Izin Edar tersebut wajib dicantumkan pada label.
Adapun mengenai kriteria produk AMDK sebagai Pangan Olahan yang
baik agar dapat memperoleh Nomor Pendaftaran Produk, harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:45
1. Keamanan AMDK yang meliputi batas maksimum cemaran mikroba,
kimia, fisika dan cemaran bahan berbahaya lainnya.
2. Jaminan mutu dinilai dari proses produksi sesuai dengan Cara Produksi
Makanan yang Baik.
3. Keterangan atau pernyataan pada label harus benar dan tidak menyesatkan,
baik mengenai tulisan, gambar atau bentuk apapun lainnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku serta mencantumkan sekurang-kurangnya
keterangan tentang:
a) Nama produk
44
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Nomor 12 Tahun
2016 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan, Bab VII Izin Edar Pangan Olahan, Pasal 71-
75. 45
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Nomor
HK.00.5.1.2569 tentang Kriteria dan Tata Laksana Penilaian Produk Pangan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Bab II Kriteria Produk Pangan pada Pasal 4.
63
b) Berat bersih/isi bersih
c) Nama dan alamat produsen
d) Nomor Izin Edar
b. Persyaratan Izin Edar Produk AMDK Menurut BBPOM/BPOM
Persyaratan utama untuk mendapatkan Nomor Izin Edar Produk AMDK
adalah mengajukan pendaftaran produk kepada BBPOM/BPOM, dengan prosedur
penilaian keamanan, mutu, dan gizi produk yang ingin didaftarkan. Adapun untuk
mengajukan pendaftaran Nomor Izin Edar Kepada BPOM, maka harus melewati
beberapa prosedur, yaitu: 46
Tahap awal, sebelum melakukan pendaftaran produk AMDK, pendaftar
wajib mengajukan permohonan audit sarana produksi ke Balai POM setempat.
Kemudian hasil audit akan diterbitkan oleh Balai POM, yang nantinya akan
menjadi syarat untuk pendaftaran akun perusahaan.
Tahap kedua, pendaftaran akun perusahaan melalui e-registration dengan
membuka laman www.e-reg.pom.go.id. Adapun tujuan pendaftaran akun
perusahaan yaitu untuk mendapatkan login dan password agar bisa mendaftarkan
produk AMDK, dengan persyaratan dokumen administratif yang harus terpenuhi
berupa:47
a. Produk Dalam Negerti (MD)
- Izin Usaha Industri (IUI/TDI), bisa diperoleh dari
Kementerian/Dinas Perindustrian atau BKPM / BKPMD atau Izin
46
Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh, 2
November 2017. 47
Ibid.,
64
Usaha Mikro dan Kecil (IUMK) yang dikeluarkan oleh Lurah atau
Camat.
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan.
- PSB (Hasil Audit Sarana Produksi) dari Balai Besar/Balai POM
setempat atau Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, sesuai
dengan jenis produk yang didaftarkan dan mencantumkan
kesimpulan hasil pemeriksaan (nilai minimal B).
- Akte Notaris (akte pendirian perusahaan yang ditandatangani
notaris).
b. Produk Luar Negeri (ML)
- Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- PSB (Hasil Audit Sarana Produksi) oleh BPOM
- Akte Notaris
- Surat Penunjukan dari pabrik asal berupa surat perjanjian yang
mencantumkan: a. Pemberian hak kepada perusahaan yang
ditunjuk untuk melakukan pendaftaran izin edar pangan olahan; b.
Penunjukan bersifat ekslusif atau noneklusif; c. Jangka waktu
berlakunya penunjukan. Kemudian disahkan oleh notaris, kamar
dagang setempat, atau perwakilan RI di luar negeri.
Setelah memenuhi persyaratan daftar akun perusahaan, maka dilanjutkan
dengan mengisi data perusahaan produk AMDK, meng-upload dokumen
administratif yang telah dilengkapi sebelumnya, untuk harcopy dokumen tersebut
65
dikirim ke Direktorat Penilaian Keamanan Pangan di Jakarta Pusat. Selanjutnya,
menunggu proses verifikasi data oleh evaluator BPOM dengan hasil notifikasi
penolakan/penerimaan daftar melalui email.
Tahap ketiga, bagi produsen yang mendapatkan notifikasi penerimaan dari
BBPOM/BPOM melalui email, maka akan menerima login dan password untuk
pendaftaran produk AMDK dengan melewati proses:48
1. Meng-input data dan upload dokumen berupa:
a. Rancangan label produk yang didaftarkan
b. Hasil analisa produk dari laboratorium Balai Riset setempat
c. Alur produksi sesuai dengan HACCP
d. Penjelasan mengenai komposisi/daftar bahan produk, kode
produksi, dan informasi kadaluarsa
e. Dokumen lain jika diperlukan, seperti: penjelasan bahan baku
tertentu, sertifikat merek, Halal dari MUI, Sertifikat SNI, dll.
2. Setelah semua terupload, pihak evaluator akan mengirim SPB (Surat
Perintah bayar), untuk produk AMDK sejumlah Rp. 500.000,00.
Pendaftar membayarnya melalui mekanisme e-payment.
Tahap terakhir, mengirimkan hasil analisis produk yang asli ke alamat
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan di Jakarta, agar pihak BBPOM/BPOM
dapat mengeluarkan Nomor Izin Edar yang terlampir pada SPP (Surat Persetujuan
Pendaftaran, yang akan berlaku selama 5 (lima) tahun.49
2.4.2. Dampak Hukum Ketidaksesuaian Izin Edar Produk AMDK
48
Ibid., 49
Ibid.,
66
Ketidaksesuain Izin Edar Produk AMDK disamakan dengan sebutan
produk pangan ilegal, yang memiliki beberapa kriteria yaitu:50
1. Tidak terdaftar atau tidak memiliki izin edar dari instansi pemerintah
(BPOM RI) / izin edar fiktif.
2. Telah habis masa berlaku izin edarnya.
3. Telah dibatalkan izin edarnya atau ditarik dari peredaran.
4. Mengandung bahan kimia berbahaya.
Berdasarkan kriteria ketidaksesuaian tersebut, maka ketegasan hukum
mengenai AMDK sebagai salah satu pangan olahan yang tidak memiliki izin edar
atau tidak memenuhi kriteria produk yang baik sesuai hukum, akan diberikan
sanksi yang terdiri atas 2 (dua) hal yaitu:
1. Dari segi mutu, produk AMDK wajib memenuhi persyaratan SNI AMDK
yang berlaku. Apabila hal ini bertentangan setelah masa pemeriksaan,
maka pejabat/lembaga yang bersangkutan wajib mengeluarkan surat
larangan berproduksi hingga masa pemenuhan persyaratan SNI telah
terpenuhi. Dampak hukum ini bisa berlanjut dengan penarikan produk dari
peredaran dan pemusnahannya dilakukan paing lambat 2 (dua) minggu
terhitung sejak diterimanya surat larangan peredaran produk.51
2. Dari segi nomor izin edar produk, apabila terdapat beberapa pelanggaran
terhadap peredaran produk AMDK, baik dari segi Non-MD/ML pada
50
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017. 51
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor:
167/MPP/Kep/5/1997 Tentang Persyaratan Teknis-Industri dan Perdagangan Air Minum
Dalam Kemasan, Pasal 7 tentang Mutu.
67
kemasan, ataupun ketidakhiegenisan pada proses produksi. Maka sanksi
administratif yang diberikan berupa:52
a. Diberikan peringatan tertulis oleh pihak BBPOM/BPOM;
b. Diberhentikan sementara untuk kegiatan produksi AMDK;
c. Pencabutan Izin Edar;
d. Penarikan produk AMDK dari peredaran di pasar;
e. Penangguhan proses pendaftaran pangan olahan;
f. Larangan melakukan pendaftaran selama 3 (tiga) tahun;
g. Diakukan penyitaan untuk tindakan projustasia (diajukan ke
pengadilan).
2.5. Pengertian Manajemen Syari’ah
Kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno ménagement, yang
berarti seni melaksanakan dan mengatur.53
Manajemen merupakan suatu konsep
yang dimulai dengan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian (control). Proses manajemen perlu disusun secara terstruktur,
dengan mengolah input yang dimiliki oleh masyarakat dalam sebuah manajemen,
sehingga akhirnya menghasilkan output.54
52
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Nomor 12 Tahun
2016 Tentang Pendaftaran Pangan Olahan, Bab XIII tentang Sanksi Administratif, Pasal
83. 53
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang
Kompetitif, (Yogyakarta: Gadjha Mada University Press, 2003), hlm. 14. 54
Amin Widjaja Tunggal, Manajemen Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), hlm. 6.
68
Dalam Islam, manajemen berasal dari bahasa Arab, yaitu idara yang
berarti berkeliling atau lingkaran.55
Manajemen syariah secara terminologi
didefinisikan sebagai manajemen yang dilandasi hukum-hukum Islam yang
bersumber al Quran dan Hadis. Secara luasnya, manajemen syari’ah merupakan
hal mengatur sesuatu agar dilakukan secara baik, tepat, dan terarah sesuai yang
disyari’atkan oleh ajaran Islam.56
Hal ini digunakan Negara Islam untuk
mewujudkan tujuan dan menjalankan tugas, agar manajemen mampu
merealisasikan semua itu, maka manajemen harus berhubungan dengan konsep
dasar dan falsafah masyarakat muslim.57
Sebagaimana landasannya dalam sebuah
hadist, yaitu:58
عه ابي ىريرة قال رسول هللا صلي هللا و سلم : ان هللا يحب اذا عمل احدكم العمل ان يتقنو
)رواه
رى(البخا
Artinya: Dari Abi Hurairah, bersabda Rasulullah SAW: Sesungguhnya Allah
sangat mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan,
dilakukan secara Itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas).” (H.R.
Bukhari)
55
Hasyim, Manajemen Syari’ah, (Jakarta: Univerista Mercu Buana, 2011), hlm.
2. 56
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah..., hlm. 2. 57
Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah: Sebuah Kajian Historis dan
Kontemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 236. 58
Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Sha’bi, t.t.), hlm. 103.
69
Adapun proses manajemen syari’ah sama halnya dengan proses
manajemen umum yang terdiri atas 4 (empat) hal, yaitu:59
1. Planning (perencanaan)
Perencanaan merupakan proses awal dalam merumuskan apa yang akan
dikerjakan. Penentuan ini juga mencanangkan tindakan secara efektivitas,
efesiensi, dan mempersiapkan inputs serta outputs. Tujuan dari
perencanaan adalah untuk mengelola usaha menyediakan segala sesuatu
yang berguna untuk jalannya bahan baku, alat-alat, modal dan tenaga demi
tercapainya keberhasilan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur’an mengenai
perencanaan oleh setiap diri umat Islam. Q.S. Al-Hasyr: 18.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Konsep perencanaan dalam Islam didasarkan pada konsep pembelajaran
dan hasil musyawarah dengan orang-orang yang berkompeten, cermat, dan
luas pandangannya dalam menyelesaikan persoalan.60
2. Organizing
59
Sunarji Harahap, Implementasi Manajemen Syari’ah dalam Fungsi-Fungsi
Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara, At-Tawassuth, Vol. 2, No.1, 2017, hlm.218-220. 60
Ibid.,
70
Organizing (pengorganisasian) adalah pengelompokkan dan pengaturan
orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sebagaimana rumusan
perencanaan, agar tercapaianya tujuan yang telah ditetapkan. Unsur
organizing ini yaitu pembagian tugas yang disesuaikan dengan bidangnya
masing-masing tanpa pembebanan, sebagaimana Allah tidak
mengembankan tugas kepada hambanya melebihi batas kemampuannya.
Hal ini terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah: 286.
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah
Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya
Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan
kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri
ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap
kaum yang kafir."
71
Adapun organisasi dalam pandangan islam bukan semata-mata wadah,
tetapi menekankan pada bagaimana suatu pekerjaan dilakukan secara rapi,
dalam organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan,
kekuasaan,wewenang.61
3. Actuating (Penggerakan)
Proses actuating (penggerakan) yaitu proses membimbing, memerintah,
memberi petunjuk atau pedoman kepada setiap anggota agar bekerja
secara baik, tenang dan tekun. Tujuan dari proses ini adalah untuk
mencapai hasil dengan leading (kepemimpinan) yang menentukan prinsip-
prinsip efisiensi, komunikasi yang baik. Konsep bimbingan dari pemimpin
ini digambarkan dalam Q.S. Al-Kahfi: 2, guna menunjuki kabar gembira
dan kabar buruk sebagai koreksi diri.
Artinya: Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan
yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira
kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal
saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik.
Fungsi pemimpin menyelesaikan masalah baik dilakukan secara individu
maupun musyawarah mufakat, dilain itu pemimpin juga makhluk sosial
yang membutuhkan bantuan dengan lainnya, sehingga dalam menjalankan
61
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah Dalam …, hlm.
4.
72
fungsi pengarahan ini dalam islam dianjurkan untuk membudayakan
musyawarah.62
4. Controlling (Ar-Riqobah/Pengawasan)
Kegiatan pengawasan (Ar-riqobah) dilaksanakan dengan tujuan untuk
meneliti dan memeriksa apakah pelaksanaan tugas-tugas yang telah
direncanakan terdahulu betul-betul terlaksanakan, dan juga untuk
mengetahui apakah terjadi suatu penyimpangan atau kekeliruan dalam
melaksanakan standar yang telah ditetapkan. Koreksi atau controlling ini
juga Allah embankan kepada malaikat sebagai pengawas perbuatan
manusia, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Infithar: 10-12.
Artinya: 10). Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat)
yang mengawasi (pekerjaanmu), 11). yang mulia (di sisi Allah)
dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), 12). mereka
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pengambilan tindakan perbaikan yang telah di perlukan untuk menjamin
sumber daya organisasi dengan cara efektif dan efisien guna tercapai
tujuan organisasi yang jelas, secara transparan dan tidak bertentangan
dengan syari’ah islam.63
Berdasarkan uraian di atas, Perbedaan manajemen syari’ah dengan
manajemen umum (konvensional) adalah pada konsep Ilahiyah dalam
implementasi sangat berperan. Dalam berbagai literature, manajemen
62
Ibid.,
73
mengandung tiga pengertian, yaitu manajemen sebagai suatu proses, manajemen
sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen, serta
manajemen sebagai suatu seni (art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (science).
Sedangkan manajemen dalam aliran islam memiliki dua pengertian, yakni:64
1. Sebagai Ilmu.
Manajemen dipandang sebagai salah satu ilmu umum yang tidak berkaitan
dengan nilai, dan peradaban sehingga hukum mempelajarinya adalah
Fardu kifayah.
2. Sebagai suatu aktivitas.
sebagai aktivitas ia terikat pada aturan syara’, nilai atau Hadlarah islam.
Pembahasan dalam manajemen syari’ah juga dikaitkan dengan nilai-nilai
keimanan dan ketauhidan dalam berperilaku, sehingga menyadari adanya
pengawasan dari yang Mahatinggi, yaitu Allah SWT yang akan mencatat setiap
amal perbuatan yang baik dan buruk. Hal ini berbeda dengan manajemen
konvensional yang terlepas dari nilai ketauhidan, karena merasa tidak adanya
pengawasan melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pemimpin atau
atasan.65
Kemudian pembahasan lain dalam manajemen syari’ah yaitu mengenai
adanya struktur organisasi dan stratifikasi dalam Islam, sebagaimana dalam
Firman Allah, Q.S. Al-An’am: 165,
64
Sunarji Harahap, Implementasi Manajemen Syari’ah dalam Fungsi-Fungsi
Manajemen…, hlm. 211-234. 65
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah…, hlm. 5.
74
Artinya: “ Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam ayat tersebut, disebutkan oleh Allah mengenai “Allah meninggikan
seseorang di atas orang lain beberapa derajat.” Dengan makna bahwa dalam
mengatur perihal duniawi, peranan manusia tidaklah sama tingkatannya. Struktur
yang berbeda-beda setiap tingkatan menjadi sunnatullah untuk kepentingan
bersama. Di samping pembahasan struktur, dalam manajemen syari’ah juga
dibahas mengenai sistem, yang disusun untuk menjadikan perilaku pelakunya
berjalan dengan baik.66
2.6. Konsep Pengawasan dalam Manajemen Syari’ah
Dalam sebuah manajemen, pengawasan merupakan suatu upaya yang
sistematis untuk menetapkan standar prestasi pada sasaran perencanaan,
merancang sistem umpan balik informasi, membandingkan prestasi sesungguhnya
dengan standar yang terlebih dahulu ditetapkan. Kegiatan ini bertujuan untuk
menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan
tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan dengan cara yang
paing efektif dan efisien guna mencapainya sasaran perusahaan.67
66
Ibid., 67
A.m. Kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen…,hlm. 132.
75
Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan hal yang
menyimpang, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang baik. Sistem
pengawasan yang baik tidak dapat terlepaskan dari pemberian imbalan dan
hukuman. Bentuk imbalan tidak mesti materi, namun dapat pula dalam bentuk
pujian, penghargaan, dan promosi. Bentuk hukuman juga bermacam-macam,
seperti teguran, peringatan, skors, dan pemecatan. Koreksi dalam islam didasari
atas tiga hal, yaitu:68
1. Saling menasehati atas kebenaran dan norma yang jelas.
2. Saling menasehati atas dasar kesabaran.
3. Saling menasehati atas dasar kasih sayang.
Pengawasan dalam manajemen syari’ah membutuhkan prasyarat adanya
perencanaan yang jelas dan matang serta terstruktur. Dalam konteks ini,
implementasi syari’ah dapat diwujudkan melaui 3 (tiga) pilar pengawasan, yaitu:69
2. Pembinaan ketaqwaan individu setiap sumber daya manusia.
3. Pengontrolan anggota dengan arah yang telah ditetapkan.
4. Penerapan (supremasi) aturan yang jelas dan transparan serta tidak
bertentangan dengan syari’ah.
Secara garis besar, pengawasan dalam Islam terbagi 2 (dua), yaitu:
Pertama, pengawasan dari dalam diri sendiri, berupa control yang berasal
dari diri sendiri dan bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT.
Seseorang yang yakin bahwa Allah pasti mengawasi hamba-Nya, maka ia akan
bertindak hati-hati. Kedua, pengawasan dari luar diri, yaitu sistem pengawasan
68
Sunarji Harahap, Implementasi Manajemen Syari’ah dalam Fungsi-Fungsi
Manajemen…, hlm. 223. 69
Ibid., hlm. 234.
76
yang dilakukan dari luar sendiri dengan mekanisme pengawasan dari pemimpim
yang berkaitan dengan penyelesaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian
antara penyelesaian dan perencanaan tugas, dan lain-lain.70
70
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah…, hlm. 157.
77
BAB TIGA
TINJAUAN PERSPEKTIF MANAJEMEN SYARI’AH TERHADAP
PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH BBPOM ACEH PADA IZIN
EDAR PRODUK AMDK DI KAWASAN SIGLI
3.1. Gambaran Umum BBPOM Aceh dan Kewenangannya
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014,
BBPOM (Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan) berkedudukan sebagai Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM yang bertanggung jawab kepada Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dan salah satu Unit Pelaksana Teknis untuk
wilayah Aceh yaitu BBPOM Aceh. 71
Balai Besar POM di Banda Aceh atau sering disebut dengan Balai Besar
POM Aceh merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Badan POM RI yang terletak
di Jakarta, yang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dibidang pengawasan
Obat dan Makanan, yang meliputi pengawasan produk terapetik, narkotika,
psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta
pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya. Kantor Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh beralamat di Jl. Tgk. M. Daud
Beureueh No. 110 Lampriet Banda Aceh, dengan wilayah kerjanya di Provinsi
Aceh yang terdiri atas 18 Kabupaten dan 5 kota, 289 kecamatan, 779 mukim dan
6.474 gampong atau desa.72
71
Bab I Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi BPOM pada Pasal 1-4. 72
Berdasarkan Laporan Tahunan Balai BPOM di Banda Aceh Tahun 2016.
78
Adapun tugas BBPOM sebagai Unit Pelaksana Teknis di lingkungan
BPOM mempunyai fungsi :73
1. Sebagai penyusun rencana dan program pengawasan Obat dan Makanan.
2. Pelaksana pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksana pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk secara mikrobiologi.
4. Pelaksana pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi.
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum di bidang Obat
dan Makanan.
6. Pelaksana sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
7. Pelaksana kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
10. Pelaksana tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
73
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2014, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pasal 3.
79
Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif,
transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, BBPOM Aceh memiliki
tugas dan fungsi yang berpedoman pada Visi dan Misi Badan POM RI, yaitu:74
1. Menguatkan sistem pengawasan obat dan makanan, dari kategori obat
tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, serta makanan dan minuman
yang memenuhi syarat, dengan sasarannya yaitu:
a. Meningkatkan kualitas sampling dan pengujian terhadap produk obat
dan makanan yang beredar
b. Meningkatkan kualitas sarana produksi dan distribusi yang memenuhi
standar
c. Penyidikan terhadap pelanggaran obat dan makanan
2. Meningkatkan kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam bentuk kerjasama,
komunikasi, informasi, dan edukasi.
3. Meningkatkan kualitas kapasitas kelembagaan Balai Besar POM dengan
pengadaan sarana dan prasarana yang terkait pengawasan obat dan
makanan, serta penyusunan perencanaan, penganggaran, keuangan dan
evaluasi yang dilaporkan tepat waktu.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Balai Besar POM di Aceh
didukung struktur organisasi terdiri dari 5 bidang dan 1 Sub Bagian Tata Usaha,
disusun berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang
74
Syamsualiani, Perjanjian Kinerja Tahun 2016, Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh. (wawancara dengan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh), pada tanggal 15 Januari 2018.
80
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan BPOM
dilihat pada gambar berikut.75
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Balai Besar POM Aceh
Keseluruhan dari struktur organisasi BBPOM Aceh memiliki tugas
fungsional masing-masing, yaitu:
1. Bidang pengujian produk terapik, narkotika, obat tradisional, kosmetik,
dan produk komplemen memiliki tugas melaksanakan penyusunan rencana
dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan
laboratorium, pengujian dan penilaian mutu di bidang pengujian produk
terapik, narkotika, obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen.
75
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di banda Aceh, Rencana Strategis
Tahun 2015-2019, Jl. Tgk. Daud Bereueh No. 110 Banda Aceh, hlm. 4.
Kepala Sub Bagian/ Tata
Usaha
Kepala Bidang Pengujian
Pangan dan Bahan Berbahaya
Kepala Bidang Pengujian
Mikrobiologi
Kepala Bidang Pengujian Produk
Terapetik, Narkotik, Obat
Tradisional,Kosmetik dan Produk
Komplemen Kepala Bidang Sertifikasi dan
Layanan Informasi Konsumen
Kepala Bidang Pemeriksaan dan
Penyidikan
1. Kepala Seksi Sertifikasi
2. Kepala Seksi Layanan
Informasi Konsumen
1. Kepala Seksi Pemeriksaan
2. Kepala Seksi Penyidikan
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh
81
2. Bidang pengujian pangan dan bahan berbahaya mempunyai tugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya.
3. Bidang pengujian mikrobiologi mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
secara mikrobiologi.
4. Bidang pemeriksaan dan penyidikan bertugas melaksanakan penyusunan
rencana dan program, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
pemeriksaan setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, dan
pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta
penyidikan kasus pelanggaran hokum di bidang produk terapik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen, pangan, dan bahan berbahaya.
5. Bidang sertifikasi dan layanan informasi konsumen bertugas
melaksanakan penyusunan rencana dan program, evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu, dan layanan informasi konsumen.
6. Sub bagian tata usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan
administrasi di lingkungan Balai Besai POM Banda Aceh.
82
7. Kelompok jabatan fungsional bertugas melaksanakan kegiatan sesuai
dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
3.2. Sistem Pengawasan BBPOM Aceh terhadap Izin Edar Produk AMDK
Konsep Dasar Sistem Pengawasan BBPOM
Gambar 3.2. Konsep Dasar Sistem Pengawasan BBPOM
Pengawasan AMDK yang terdapat dalam Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SISPOM) oleh Balai Besar POM Aceh adalah sistem pengawasan
intern oleh pelaku usaha, melalui pelaksanaan cara pembuatan yang baik (GMP)
agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal.
Selanjutnya pengawasan ekstern berdasarkan peraturan BPOM yang bertanggung
jawab atas jaminan mutu dan keamanan produk, penyimpangan dan pelanggaran
Mutu
Khasiat & keamanan
Sertifikasi
Prod/GMP
Post-Market
Villance
Pre-Market
Evaluasi Registrasi
Resiko
Evaluasi
Uji Toks
Uji Preklinik
Uji Klinik
Resiko
Studi Lit
(Bukti-Bukti Ilmiah)
Empiris
Neg. Lain
Inspeksi SARPROD
Sampling
Uji LAB
LABEL/BROS
UR
IKLAN
Surveilan
Tujuan
Perlindungan
Kesehatan
Masyarakat dan
Jaminan mutu Edar
Produk
83
sanksi administratif atau projustisia, standarisasi, audit komprehensif, serta
komunikasi, informasi dan edukasi.76
Adapun mengenai tatacara pengawasan BBPOM terhadap produk AMDK
dilakukan dengan 2 (dua) tahap, yaitu:77
1. Pengawasan tahap pre-market
Pengawasan pre-market merupakan pengawasan bersifat preventif
terhadap keamanan produk sebelum beredar di masyarakat, dengan
tahapannya yaitu:
a. Verifikasi sarana dalam rangka registrasi produk
Untuk menjamin mutu produk, maka para produsen AMDK harus
mengetahui bagaimana tatacara produksi/distribusi pangan olahan
yang baik agar aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi. Adapun
sebelum mendaftar produknya, produsen AMDK harus mengajukan
verifikasi audit sarana terlebih dahulu, dengan alur proses audit sarana
sebagai berikut:
Gambar 3.3. Alur Proses Audit Sarana
76
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017. 77
Ibid.,
Permohonan Audit
Mengajukan ke Balai
Besar/Balai POM
Penetapan tanggal audit
Pelaksanaan audit
Laporan hasil audit
Perbaikan jika diperlukan
Pengisian Formulir
Melengkapi dokumen
persyaratan
84
Hasil dan aspek yang dinilai oleh BBPOM terhadap audit sarana
bertujuan untuk menentukan tingkat (rating) kelayakan sarana
produksi pangan berdasarkan penyimpangan yang ada dengan
menggunakan standar terdapat 5 (lima) kriteria, yaitu:78
Tabel 3.1. Tingkat (Rating) Kelayakan Sarana Produksi
Tingkat
(Rating)
Jumlah Penyimpangan
MN (Minor) MJ (Major) SR (Serius) KT (Kritis)
A (Baik
Sekali)
0 – 6 0 - 5 0 0
B (Baik) < 7 6 - 10 1 – 2 0
Atau Tb > 11 0 0
C
(Kurang)
Tb > 11 3 - 4 0
D (Jelek) Tb Tb > 5 > 1
Keterangan: tb = tidak berlaku
Pemeriksaan terhadap sarana produksi pangan bertujuan untuk
mendorong dilaksanakannya cara produksi pangan yang baik oleh
produsen sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu, agar masyarakat tidak dirugikan oleh peredaran produk
yang tidak memenuhi syarat dan untuk mencegah persaingan yang
tidak sehat antar produsen.79
78
Petunjuk Penilaian Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan makanan di Banda Aceh, POM.03.SOP.01.IK.07. (81)/F.17. hlm. 1. 79
Ibid., hlm. 2.
85
b. Validasi pemenuhan persyaratan administrasi
Pengawasan pre-market dilakukan saat pendaftaran produk, semua
aspek kelengkapan dokumen/berkas pendaftaran yang diajukan
pendaftar saat registrasi. Adapun mengenai persyaratan administrasi
yang harus dipenuhi pelaku usaha AMDK, yaitu:80
Tabel 3.2. Persyaratan Administrasi AMDK
No Persyaratan Administrasi
1 Fotokopi KTP pendaftar
2 Surat Pernyataan bermaterai
3 Fotokopi Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI)
4 Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi dari Balai Besar/Balai POM
setempat
5 Surat Persetujuan Pendaftaran Produk AMDK asli
c. Sertifikasi sarana produksi
Sertifikasi ialah pernyataan tertulis lembaga yang kompeten dan
berwenang yang berisi kebenaran mutu, fakta hasil pemeriksaan atau
hasil pengujian berdasarkan metode yang sah, sehingga sertifikasi
berisi pernyataan yang kebenarannya ditanggung oleh lembaga yang
menerbitkan sertifikat tersebut.81
80
Ibid., 81
Nurlaila, Peran LSPRO Baristand Aceh dalam Mendukung Penerapan SNI
Wajib AMDK, Disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Kementerian
Perindustrian RI Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Balai Riset dan
Standardisasi Industri Banda Aceh, (Sultan Hotel-Banda Aceh) pada Hari Kamis 10
Agustus 2017.
86
Adapun untuk dikeluarkannya sertifikasi sarana produksi AMDK,
maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan oleh Balai Besar POM
dengan terjun langsung ke sarana produksi. Kemudian dilanjutkan
dengan rekomendasi untuk melanjutkan proses registrasi MD, atau
harus mengulang perbaikan sarana produksi sesuai dengan hasil
pemeriksaan dari Balai besar POM.82
2. Pengawasan tahap post-market
Pengawasan post-market dilakukan sebagai bentuk evaluasi bagi pelaku
usaha dalam menjalankan produksi usahanya. Tahapannya yaitu:
a. Pengawasan terhadap produk di peredaran
Adapun mengenai fokus pengawasan terhadap produk di peredaran
yaitu ada tiga:83
1) Pemenuhan GMP (cara pembuatan yang baik) pada produsen
Salah satu cara pengawasan BBPOM dalam pemenuhan GMP
(Good Manufacturing Practice) yaitu dengan mengambil sampel
produk (sampling) dan pengujian produk di laboratorium untuk
melihat kesesuaian produk AMDK yang diedarkan.84
Penilaian aspek-aspek GMP oleh BBPOM Aceh berupa:85
Tabel 3.3. Aspek-Aspek Penilaian GMP pada AMDK
82
Berdasarkan Lampiran Surat Tugas Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di banda Aceh Tentang Hasil Pemeriksaan Sarana AMDK untuk Wilayah Aceh. 83
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017. 84
Petunjuk Penilaian Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)..., hlm. 1. 85
Ibid., hlm. 2-20.
87
Data Umum Data Khusus Daftar Pengecekan CPMB Sarana
Produksi Pangan
Identitas
Perusahaan
Pengecekan
pengelolaan pangan
sesuai buku
panduan mutu
(HACCP)
Pengecekan wawasan HACCP pada
pimpinan produksi
Jenis Produk
Pangan
Penerapan HACCP Sanitasi lokasi dan lingkungan
Asal Bahan
Baku
Fasilitas pabrik dan ruang
pengolahan produk
Fasilitas keamanan kerja
Operasi sanitasi di pabrik
Peralatan produksi
Sumber air
Sanitasi dan higieni karyawan
Gudang
Tindakan pengawasan dari pimpinan
produksi
Penggunaan bahan-bahan kimia
tertentu
Pewadahan, pengemasan,
penyimpan, pengangkutan dan
distribusi produk
Pengawasan terhadap pemenuhan GMP pada proses produksi
AMDK bertujuan untuk mendorong dilaksanakannya cara produksi
AMDK yang baik oleh produsen sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Pemenuhan cara distribusi yang baik pada distributor
88
Pengawasan oleh BBPOM terhadap distribusi produk yang beredar
bertujuan untuk melindungi konsumen dari kemungkinan
beredarnya pangan yang tidak memenuhi syarat atau
membahayakan kesehatan, dikarenakan cara distribusi produk yang
tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.86
Sasaran pemeriksaan yaitu seluruh badan usaha atau perseorangan
yang menjadi distributor AMDK, seperti toko, supermarket,
warung, kios dan pasar tradisional. Adapun pemeriksaan sarana
distribusi AMDK mengacu pada petunjuk teknis pemeriksaan
sarana distribusi pangan yang dikeluarkan oleh Direktorat Inspeksi
dan Sertifikasi Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan dan
Bahan Berbahaya Badan POM. Aspek yang diperhatikan saat
pengawasan yaitu:87
Peragaan produk beku dan dingin, termasuk
kontrol suhu yang dilakukan; penempatan produk pangan dan non-
pangan; penyimpanan produk di gudang, terutama cara
penyimpanan produk yang mudah rusak, ketentuan khusus pada
label produk; produk yang dicurigai menggunakan bahan tambahan
yang dilarang digunakan pada pangan, serta produk kadaluarsa,
rusak dan tanpa izin edar.
3) Legalitas, keamanan kemasan, dan masa daluarsa secara eceran
86
Intruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan
dan Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan. 87
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di banda Aceh, Rencana Strategis
Tahun 2015-2019, Jl. Tgk. Daud Bereueh No. 110 Banda Aceh. hlm. 5
89
Legalitas pada produk AMDK dapat dilihat pada label produk yang
tertera No MD (kode dan nomor pendaftaran yang dikeluarkan
oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk makanan
produksi dalam negeri) pada kemasan. Pihak BBPOM juga
mengevaluasi tanggal kadaluwarsa sebagai batas akhir suatu
produk yang dijamin mutunya.88
b. Melakukan KIE, penyebaran Informasi
Pengawasan BBPOM secara post-market telah dilakukan dengan
perluasan media, yaitu penyebaran informasi melalui media online
pada situs check BPOM dan juga akses informasi serta pengaduan bisa
diakses melalui sistem e-registrasi Badan Penilaian Keamanan
Pangan.89
c. Bimbingan kepada pelaku usaha
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh BBPOM dalam rangka
mengevaluasi pelaku usaha dengan cara:90
1) Sosialisasi dan bimbingan teknis dalam rangka pemenuhan standar.
2) Melakukan fasilitasi kepada pelaku usaha dalam rangka
membimbing pemenuhan standar di lapangan.
88
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor:
705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan
dan Perdagangan, pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1. 89
Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Banda Aceh, 2
November 2017. 90
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017.
90
3) Melakukan pemantauan secara periodik konsistensi pelaku usaha
dalam mempertahankan proses yang benar.
3.3. Pengawasan yang Dilaksanakan oleh BBPOM Aceh terhadap Izin Edar
Produk AMDK di Kawasan Sigli
Sehubungan dengan regulasi tentang Pengawas dan Pengawasan Pangan
menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013, yang menyatakan bahwa
penyelenggaraan pangan dalam bentuk kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi dan
keamanan pangan dan gizi dilibatkan peran pemerintah dan masyarakat yang
terkoordinasi.
Oleh karena itu, BBPOM sebagai lembaga pengawas terhadap produk
pangan terutama produk AMDK, berhak mengerahkan wewenangnya dalam
mengawasi produk tersebut dengan mekanisme kerja:91
1. Memasuki setiap tempat yang menjadi proses kegiatan produksi,
penyimpanan, pengangkutanm dan perdagangan pangan, guna memeriksa,
meneliti, dan mengambil contoh pangan.
2. Menghentikan, memeriksa, dan mencegah setiap sarana pengangkutan
produk untuk diambil dan diperiksa contoh pangan.
3. Memeriksa setiap buku, dokumen, atau catatan lain yang memuat
keterangan tentang kegiatan produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan produk.
91
Purwiyatno Hariyadi dan Nuri Andarwulan, Pengawasan Pangan Menurut
UU No. 18 tahun 2013: Pengembangan dan Pembinaan Profesi Pengawas Pangan,
Disampaikan dalam seminar Pelatihan Nasional Food Inspector Tingkat Muda Direktorat
Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan BPOM RI, pada tanggal 3-7 Oktober 2016.
91
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Aceh memiliki
peranan sebagai Unit pelaksana Teknis BPOM Tipe A yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BPOM, yang secara teknis dibina
oleh Deputi dan secara administratif dibina oleh Sekretaris Utama dengan wilayah
kerja di seluruh wilayah administratif Provinsi Aceh. Dilihat dari fungsi BPOM
secara garis besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar lembaga BPOM,
yaitu:92
1. Pemeriksaan produk dalam rangka pengawasan obat dan makanan
sebelum beredar (pre-market), melalui: perkuatan regulasi, standar dan
pedoman pengawasan obat dan makanan untuk pemenuhan standar dan
ketentuan yang berlaku.
2. Pengawasan obat dan makanan pasca beredar di masyarakat (post-market)
melalui: pengambilan sampel dan pengujian, peningkatan pengawasan
terhadap sarana produksi dan distribusi di seluruh Indonesia oleh 33 Balai
Besar POM.
3. Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi.
Salah satu wilayah kerja dari Pengawasan BBPOM Aceh yaitu Kota Sigli,
yang menjadi salah satu kabupaten di Aceh dengan jumlah pabrik produksi dan
peredaran Air Minum dalam Kemasan yang banyak. Terdapat sepuluh
perusahaan Air Minum Kemasan yang beroperasi di Kota Sigli (Kab. Pidie) yaitu
92
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di banda Aceh, Rencana Strategis
Tahun 2015-2019, Jl. Tgk. Daud Bereueh No. 110 Banda Aceh. hlm. 3.
92
merek Q-Lia, Q-Aisya, Saka Water, Bening-Q, WaterHex, Water Pres, dan
Green’o, Auza Water, DB-Q, dan Cub 88. 93
Tabel 3.4. Data Jumlah AMDK beserta No MD di Kawasan Sigli94
Merek AMDK
/Perusahaan produksi
Nomor Izin Edar (MD)
Permasalahan
Auza Water/ CV. Auza
Jaya
Tidak Dicantumkan
Terdapat keruh dalam
kemasan air
Bening Q/ CV. Cahaya
Tani
BPOM RI MD
265201002009
Cub88/CV. Tirta
Makmur
Tidak Dicantumkan
Terdapat keruh dalam
kemasan air
DB-Q/ CV. Do’a Bunda
Aceh
Tidak Dicantumkan
Peredaran di luar
wilayah produksi
Green’O/ CV. Cahaya
Tirta Perkasa
BPOM RI MD
265201001017
Saka Water/ CV.Putra
Titeue
BPOM RI MD
265201001027
Q-Aisya/Tidak
Dicantumkan
BPOM RI MD
265201001020
Q-Lia/ CV. Galang Q-
Lia
BPOM RI MD
265201001040
WaterHEX/ PT
Lampoih Raya
BPOM RI MD
265201001007
WaterPres/ Tidak
dicantumkan
Tidak Dicantumkan
Peredaran di luar
wilayah produksi
Menurut Syamsualiani, BBPOM Banda Aceh telah melakukan
pemeriksaan dan penyidikan pada awal tahun 2013 terhadap AMDK, guna
mensurvei ruang produksi air kemasan dan juga label kemasan AMDK yang
belum tertera No MD. Berdasarkan survei tersebut, pihak BBPOM menemukan
93
Berdasarkan hasil wawancara dengan Taufik, salah satu Tim Pemeriksa
AMDK dari Balai Besar Pengawas Obat dan makanan Banda Aceh, Pada tanggal 11
Januari 2018. 94
Berdasarkan survey lapangan terhadap label kemasan produk AMDK di
Wilayah Sigli, pada tanggal 23 Desember 2017.
93
beberapa hal pelanggaran dari pelaku usaha AMDK di wilayah Sigli, seperti
belum ada pengurusan nomor izin edar pada produk air, serta ruang produksi dan
penyimpanan air kemasan belum memenuhi syarat. Tindakan yang disikapi oleh
BBPOM yaitu peringatan dan amaran untuk mengurusi izin edar produk bagi
pelaku usaha AMDK, tanpa mengedarkan produk tersebut terlebih dahulu.95
Beranjak akhir tahun 2017, melalui pengawasan secara post-market,
BBPOM Aceh telah menutup dua pabrik AMDK tanpa izin edar di wilayah
Sigli.96
Sedangkan untuk yang lainnya masih peringatan ringan dari segi sanitasi
perusahaan yang tidak memadai. Adapun tujuan audit yang dilakukan secara
berkala ini, untuk melihat pemenuhan terhadap persyaratan yang telah ditetapkan
pada pengajuan pendaftaran produk. Namun, berdasarkan hasil audit terakhir pada
tahun 2017, belum adanya kesesuaian antara kondisi di lapangan dengan
persyaratan yang berlaku, sehingga pihak pelaku usaha AMDK perlu melakukan
perbaikan terkait hal yang belum memenuhi syarat. Bagi pelaku usaha AMDK
non-MD harus menghentikan terlebih dahulu pengedaran produknya, dan perlu
mengurusi izin edar produk kepada BBPOM Aceh.97
Setelah pengawasan post-market dilakukakan, BBPOM Aceh melakukan
penelusuran dan sampling terhadap produk AMDK yang bermasalah, dan akan
terus melakukan pengawalan sebagai perlindungan masyarakat terhadap kasus
yang dijumpai di wilayah Aceh terutama daerah Sigli. Disamping itu, BBPOM
Aceh juga menyampaikan bimbingan, sosialisasi, dan edukasi yang mengajak
95
Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsualiani selaku Kepala BBPOM
Banda Aceh, pada tanggal 11 Januari 2018. 96
Dua pabrik AMDK yang dicabut pengedarannya yaitu merek Qwin-q dan Q-
glass. 97
Ibid.,
94
masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan selalu mengecek
kemasan, label, izin edar, dan kadaluarsa.98
Dalam hal ini, BBPOM Aceh yang mengemban amanat sebagai Unit
Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM RI untuk mengawasi produk AMDK di
wilayah Aceh, terutama kawasan Sigli belum sepenuhnya melaksanakan tugasnya
sebagai lembaga pengawas yang baik dan benar sesuai dengan regulasi Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 14 Tahun 2014 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan BPOM , serta
Peraturan Presiden RI Nomor 80 tahun 2017 tentang kewenangan BPOM sebagai
lembaga pengawas yang memastikan produk pangan yang beredar memenuhi
standar dan persyaratan keamanan. Hal ini terlihat dari beberapa masalah pada
pengedaran AMDK baik dari segi pemenuhan mutu ataupun nomor izin edar yang
belum teratasi sepenuhnya oleh BBPOM Aceh selaku pihak berwenang dalam
menerapkan aturan ataupun pemberian sanksi yang masih minim.99
3.4. Tinjauan Perspektif Manajemen Syari’ah terhadap Pelaksanaan
Pengawasan oleh BBPOM Aceh pada Izin Edar Produk AMDK di
Kawasan Sigli
Tindakan pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM Banda Aceh, baik
secara pre-market maupun post-market merupakan salah satu fungsional dari
kegiatan manajemen, yaitu pengendalian dan pengawasan. Dalam menjalankan
fungsionalnya sebagai lembaga pengawas, BBPOM Aceh melakukan penilaian
terhadap pemenuhan persyaratan produk AMDK dengan beberapa sikap yang
98
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK
yang Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis Industri Air
Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus 2017. 99
Hasil Wawancara dengan Effiyanti, Kabag. Administrasi BBPOM Aceh pada
tanggal 11 Januari 2018.
95
baik dari segi prosedur pelayanan, dan keamanan lingkungan unit penyelenggara
layanan maupun sarana yang digunakan.100
Bentuk pengawasan secara pre-market yang dilakukan oleh BBPOM Aceh
terhadap pelaku usaha AMDK di kawasan Sigli, bertujuan untuk mengetahui
pemenuhan persyaratan produksi air pada saat registrasi poduk terhadap
kelengkapan persyaratan yang diajukan oleh produsen. Berdasarkan data terakhir
pemeriksaan BBPOM Aceh terhadap jumlah sarana produksi AMDK di wilayah
Sigli yang sudah mendaftar sebanyak 10 perusahaan, namun hanya 9 pabrik
AMDK yang beroperasi. Diantaranya 6 yang telah memiliki izin edar produk
(MD/ML), sedangkan yang lainnya belum terdapat data pada laman registrasi
BBPOM Aceh serta label kemasan yang tidak sesuai dengan revisi rancangan
label saat registrasi, seperti tidak mencantumkan nama perusahaan, tidak
tercantum No MD, dan warna design label yang berbeda.101
Bentuk pengawasan secara post-market yang dilakukan oleh BBPOM
Aceh di kawasan Sigli berkaitan dengan pemeriksaan sarana produksi AMDK
yang memiliki No MD ataupun Non-MD. Beberapa hal penyimpangan dijumpai
pada pabrik pengolahan AMDK di wilayah Sigli, diantaranya adalah kebersihan
lantai, dinding, dan langit-langit, serta kontruksinya yang tidak sesuai dengan
persyaratan sehingga sulit dibersihkan. Sedangkan penyimpangan terhadap
kehigenisan perorangan, diantaranya yaitu tidak adanya kecakapan HACCP dari
pimpinan produksi air dalam membimbing secara jelas terhadap petunjuk
100
Berdasarkan Laporan AKhir Tahunan BBPOM Banda Aceh 2016. 101
Berdasarkan hasil wawancara dengan Taufik, salah satu Tim Pemeriksa
AMDK dari Balai Besar Pengawas Obat dan makanan Banda Aceh, Pada tanggal 11
Januari 2018.
96
kehigenisan dalam berproduksi air, tidak mencuci tangan sebelum melakukan
kegiatan produksi, perilaku karyawan (makan dan minum di ruang produksi) dan
tidak memakai masker selama melakukan kegiatan produksi.102
Berdasarkan beberapa penyimpangan terhadap peredaran AMDK di
kawasan Sigli tersebut, mengakibatkan kebimbangan pada masyarakat mengenai
layak atau tidaknya mengonsumsi air kemasan. Hal ini bisa terjadi, karena
ketidaktegasan dari pihak BBPOM Banda Aceh dalam melakukan inspeksi dan
penyidikan terhadap pelaku usaha AMDK. Seperti halnya, produk AMDK dengan
merek DBQ yang beroperasi di Grong-Grong (salah satu daerah di kawasan Sigli),
tanpa nomor izin edar yang tertera pada label kemasan produk tersebut, pemilik
perusahaan berani memperdagangkan air kemasannya ke wilayah pasaran Banda
Aceh.103
Hal ini terlihat jelas, bahwa BBPOM belum sepenuhnya menjadi lembaga
pengawas yang baik sesuai dengan konteks manajemen syari’ah, yang melakukan
pekerjaan secara itqan (tepat, terarah, jelas dan tuntas). Pengawasan AMDK
yang dapat diterapkan menurut manajemen syari’ah terdiri atas 3 (tiga) hal:
Pengawasan internal, pengawasan yang berasal dari diri sendiri yang
seharusnya bagi pelaku usaha AMDK mengiringi sifat taqwa kepada Alah,
sehingga ia akan berhati-hati dalam bekerja, karena keyakinannya bahwa Allah
102
Ibid., 103
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa masyarakat di Sigli sebagai
konsumen AMDK, pada tanggal 25 Desember 2017.
97
akan mengawasinya baik perbuatannya yang terlihat maupun tersembunyi.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Mujadalah: 7.104
Artinya: Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga
orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara)
lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula)
pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak,
melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat
apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.
Sistem pengawasan yang diiringi dengan ketaqwaan bisa menjadi kontrol
yang efektif baik itu bagi pelaku usaha AMDK dalam menjalankan kegiatannya
sebagai produsen, ataupun pihak BBPOM sebagai lembaga pengawas AMDK.
Pengawasan Eksternal, pengawasan yang dilakukan dari luar diri sendiri
terkait tugas yang didelegasikan oleh pihak atasan.105
Dalam hal ini, pihak
BBPOM Aceh telah mengembankan amanat tugasnya sebagai unit pelaksana
teknis di lingkungan BPOM RI, harus menjalankan tugasnya dalam mengawasi
AMDK sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan. Tujuan dari
104
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah Dalam Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 156. 105
Ibid.,
98
pengawasan ekternal ini adalah untuk terciptanya pengawasan yang baik dan
terarah pada pelaku AMDK dalam memproduksi air yang nantinya dikonsumsi
oleh masyarakat.
Pengawasan terhadap Sistem, dalam mekanisme, sistem harus dibangun
dengan baik agar orang secara sadar dan sengaja bahwa jika melakukan sebuah
kesalahan, maka sama saja dengan merusak sistem tersebut. Oleh karena itu,
penting sekali untuk membenahi sistem yang tidak efektif agar lebih bersifat tegas
dalam pemberian reward dan punishment supaya tumbuhnya kesadaran dalam
bersikap.
Ketiga hal diatas, bisa menjadi kunci pengawasan efektif yang dapat
diterapkan oleh BBPOM Aceh untuk melakukan pembinaan secara konsisten dan
rutin kepada produsen AMDK di kawasan Sigli dalam memproduksi air kemasan
yang benar dan sesuai prosedural agar dikonsumsi oleh masyarakat. Di samping
itu, juga dilakukan pembinaan kepada struktural BBPOM Aceh dalam ketepatan
pemilihan orang untuk menjadi tim pengawasa yang melakukan inspeksi secara
itqan ((tepat, terarah, jelas dan tuntas). Hal ini bertujuan agar sistem peraturan
yang dibentuk oleh BBPOM Aceh dapat terlaksanakan dengan baik dan tegas
dalam menindak produsen AMDK yang melakukan penyelewengan.
99
BAB EMPAT
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Adapun sistem pengawasan yang dilaksanakan oleh BBPOM Aceh
terhadap izin edar produk AMDK dilakukan secara dua tahap, yaitu
1) Pengawasan secara pre-market, yang merupakan pengawasan bersifat
preventif terhadap keamanan produk sebelum beredar di masyarakat,
dengan langkah pengawasannya berupa:
a. Verifikasi sarana dalam rangka registrasi produk
b. Validasi pemenuhan persyaratan administrasi
c. Sertifikasi sarana produksi
2) Pengawasan secara post-market yang dilakukan sebagai bentuk
evaluasi bagi pelaku usaha dalam menjalankan produksi usahanya,
melalui tahapan:
a. Pengawasan terhadap produk di peredaran
b. Melakukan KIE, penyebaran Informasi
c. Bimbingan kepada pelaku usaha
Tujuan dilakukan pengawasan secara pre-market dan post-market untuk
terciptanya keamanan produk yang beredar di pasaran dari penyimpangan
yang dilakukan pelaku usaha AMDK.
2. Pelaksanaan pengawasan oleh BBPOM Aceh terhadap izin edar produk
AMDK di Kawasan Sigli dengan melakukan survei lapangan secara
100
berkala. Secara prioritas, setahun sekali menjadi agenda tahunan bagi
BBPOM Banda Aceh melakukan inspeksi dan penyidikan ke wilayah
kerjanya. Beberapa hal penyimpangan ditemukan dalam proses
pengawasan AMDK di wilayah Sigli, yaitu terdapat beberapa produk air
yang tidak memiliki No MD pada label kemasannya, dan juga
kehigienisan dalam berproduksi belum memenuhi persyaratan standar
mutu AMDK.
3. Konsep pengawasan dalam manajemen syari’ah terhadap pelaksanaan
pengawasan oleh BBPOM Aceh pada izin edar produk AMDK di kawasan
Sigli terdiri atas 2 (dua) hal:
a. Pengawasan Internal, pengawasan yang berasal dari diri sendiri yang
seharusnya bagi pelaku usaha AMDK mengiringi sifat taqwa kepada
Alah,
b. Pengawasan eksternal, pengawasan yang dilakukan di dari luar diri
sendiri terkait tugas yang didelegasikan oleh pihak atasan. Dalam hal
ini BBPOM yang menjadi pengemban amanah tugas pengawasan dari
BPOM RI.
Penerapan konsep pengawasan dalam manajemen syari’ah terhadap
kinerja BBPOM Banda Aceh, belum memenuhi kinerja optimal dari
instansi tersebut. Hal ini dikarenakan, dapat dijumpai beberapa
penyimpangan dari ketidaksesuain pelaku usaha AMDK dalam
memproduksi air kemasannya. Dan juga peredaran produk yang Non-MD
masih semarak di wilayah Sigli, walaupun pihak BBPOM sendiri telah
101
melakukan inspeksi ke wilayah tersebut, namun belum secara itqan (tepat,
terarah, jelas dan tuntas).
4.2. Saran
1. Kepada pihak produsen AMDK di Sigli, diharapkan agar menciptakan
daya saing yang sehat dalam memproduksi AMDK yang memenuhi mutu
dan standar. Di samping itu, juga untuk menciptakan keamanan produk
AMDK yang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini penting sekali
bagi produsen AMDK untuk mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh
BBPOM Banda Aceh, sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-
undangan untuk memperoleh izin edar produk dan menjaga kehigienisan
saat berproduksi.
2. Kepada pihak BBPOM Banda Aceh, untuk lebih konsisten dalam
mengawasi produsen AMDK sehingga produsen yang masih mengedarkan
produknya tanpa MD bisa mendapatkan ketegasan sanksi dari pihak
BBPOM.
102
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah: Sebuah Kajian Historis dan
Kontemporer, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.
A.m. Kadarman dan Yusuf Udaya, Pengantar Ilmu Manajemen Buku Panduan
Mahasiswa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Amin Widjaja Tunggal, Manajemen Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rineka Cipta,
2002.
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di banda Aceh, Rencana Strategis
Tahun 2015-2019, Jl. Tgk. Daud Bereueh No. 110 Banda Aceh.
Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, 2005.
Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam Praktik,
Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis yang
Kompetitif, Yogyakarta: Gadjha Mada University Press, 2003.
Hasil survei di kawasan Sigli pada tanggal 24 Desember 2017 dan melalui Cek
BPOM (online), diakses pada web cekbpom.pom.go.id.
Hasyim, Manajemen Syari’ah, Jakarta: Univerista Mercu Buana, 2011.
Imam Bawani, Metodologi Penelitian Pendidikan Islam, Sidoarjo: Khazanah Ilmu
Sidoarjo, 2016.
Intruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 1991 tentang Peningkatan Pembinaan dan
Pengawasan Produksi dan Peredaran Makanan Olahan.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor:
167/MPP/Kep/5/1997 Tentang Persyaratan Teknis-Industri dan
Perdagangan Air Minum Dalam Kemasan, Pasal 7 tentang Mutu.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor:
705/MPP/Kep/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum
Dalam Kemasan dan Perdagangan
Lampiran Surat Tugas Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di banda
Aceh Tentang Hasil Pemeriksaan Sarana AMDK untuk Wilayah Aceh.
103
Laporan Tahunan Balai BPOM di Banda Aceh Tahun 2016.
Marzuki Abubakar, Metodologi Penelitian (Sistematika Proposal), Banda Aceh:
2013.
M. Karebet Widjajakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen
Syari’at, Jakarta: Khairul Bayan Press, 2003.
Mohammad Haris, “Tinjauan Manajemen Syari’ah Terhadap Pengawasan Dinas
Kesehatan Pidie Atas Standar Kelayakan Air pada Depot Air Minum”
(Skripsi tidak dipublikasi), Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, UIN
Ar-Raniry, 2015.
Muhibuddin, Peranan Badan POM Aceh dalam Mendukung Produk AMDK yang
Sehat dan Aman bagi Masyarakat, Disampaikan pada bimbingan teknis
Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Banda Aceh, 10 Agustus
2017.
Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Mustofa, Pendaftaran Pangan Olahan: Sosialisasi, Bimbingan Teknis, dan
Pelayanan Prima, Seminar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan
Banda Aceh, 2 November 2017.
Nurjannah, Pengawasan Terhadap Produk Sertifikasi SNI Air Minum Dalam
Kemasan Menurut Tnjauan Manajemen Syari’ah. Studi Kasus: Balai Riset
dan Standardisasi Industri Aceh, (Skripsi tidak dipublikasi), Fakultas
Syari’ah dan Ekonomi Islam, Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah, 2014.
Nurlaila, , Peran LSPRO BARISTAND Aceh dalam Mendukung Penerapan SNI
wajib AMDK, Seminar dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Banda
Aceh Kementriaan Perindustrian RI Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri, Sulthan Hotel Banda Aceh, Kamis 10 Agustus 2017.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2014, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pasal 3.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Nomor 12 Tahun 2016
Tentang Pendaftaran Pangan Olahan, Bab VII Izin Edar Pangan Olahan,
Pasal 71-75.
104
Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 49/M-IND/PER/3/2012 Tentang
Perberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) secara wajib, Pasal 8 tentang Pengawasan Produk
AMDK.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Nomor 12 Tahun 2016
Tentang Pendaftaran Pangan Olahan, Bab XIII tentang Sanksi
Administratif, Pasal 83.
Petunjuk Penilaian Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan makanan di Banda Aceh, POM.03.SOP.01.IK.07.
(81)/F.17.
Purwiyatno Hariyadi dan Nuri Andarwulan, Pengawasan Pangan Menurut UU
No. 18 tahun 2013: Pengembangan dan Pembinaan Profesi Pengawas
Pangan, Disampaikan dalam seminar Pelatihan Nasional Food Inspector
Tingkat Muda Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan BPOM
RI, pada tanggal 3-7 Oktober 2016.
Siti Masyitah, Sistem Pengawasan BPOM Terhadap Peredaran Obat Tradisional
Ditinjau Menurut Manajemen Syari’ah: Studi Kasus pada Penjual Obat
Tradisional di Kota Banda Aceh. (Skripsi tidak dipublikasi), Fakultas
Syari’ah dan HUkum, Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah, 2015.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2011.
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Syamsualiani, Perjanjian Kinerja Tahun 2016, Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Banda Aceh. (wawancara dengan Kepala Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Banda Aceh), pada tanggal 15 Januari
2018.
105
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, Marzuki. Metodologi Penelitian (Sistematika Proposal). Banda
Aceh. 2013.
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khattab.
Jakarta: Khalifa Pustaka AL-Kautsar Grup. 2006.
An-Nabahan, M. Faruq. Sistem Ekonomi Islam: Pilihan Setelah Kegagalan
Sistem Kapitalis dan Sosialis. Yogyakarta: UII Press. 2002.
Anita, Renny. Mekanisme Pasar dan Harga Pasar: Studi Pemikiran Ibnu
Taimiyah (Skripsi). Banjarmasin: IAIN Antasari. 2009.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik).
Jakarta: PT Asdi Mahasatya. 2006.
Bawani, Imam. Metodologi Penelitian Pendidikan Islam. Sidoarjo:
Khazanah Ilmu Sidoarjo. 2016.
Budiono. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung.
2005.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2008.
106
Fitri, Ahmad. Studi Analisa Peran Lembaga Hisbah pada Masa
Pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab. Semarang: IAIN
Walisongo. 2009/2010.
Hidayah, Novita Sa’adatul. Persaingan Bisnis Pedagang Pasar Ganefo
Mranggen Demak dalam Tinjauan Etika Bisnis Islam (Skripsi).
Semarang: UIN Walisongo. 2015.
Kansil, C.S.T. dan Cristine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum
Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2006.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Ed. 3. Cet.
6. Jakarta: Rajawali Pers. 2014.
Kbbi.web.id. Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Online. Diakses
melalui situs : http://kbbi.web.id/distorsi, pada tanggal 28
November 2016.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT itra
Aditya Bakti. 2011.
. Hukum Perusahaan Indonesia. Cet. III. Bandung:
PT Citra Aditya Bakti. 2006.
Nasution, Mustafa Edwin., et al. Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam.
Jakarta: Kencana 2010.
107
Nurhayati, Tri Kurnia. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Eska
Media.
Nurjannah. Pengawasan terhadap Produk Sertifikasi SNI Air Minum
Dalam Kemasan Menurut Tinjauan Manajemen Syari’ah: Studi
Kasus Balai Riset dan Standardisasi Industri Aceh (Skripsi).
Banda Aceh: UIN Arraniry. 2014.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam. Ed.
1. Cet. 6. Jakarta: Rajawali Pers. 2011.
Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Ed. 3. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada. 2013.
Suryabrata, Sumardi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
Widjajakusuma, M. Karebet dan M. Ismail Yusanto. Pengantar
Manajemen Syari’at. Jakarta: Khairul Bayan Press. 2003.
108
109
110
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Jannatun Makwa
Tempat/Tanggal Lahir : Pante Aree, 11 November 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kebangsaan/Suku : Indonesia/Aceh
Status : Belum Kawin
Alamat Rumah : Lamceu, Kec. Kuta Baro, Aceh Besar.
Data Orang Tua
Nama Ayah : H. M. Hasan
Nama Ibu : Hj. Nurma
Pekerjaan Ayah : Wirausaha
Pekerjaan Ibu : IRT
Alamat Rumah : Jl. Mawar, Perumnas Lhokkeutapang, Kec. Pidie.
Riwayat Hidup
SD : SDN 03 Peukan Pidie, berijazah Tahun 2006
SLTP : MTsS Jeumala Amal, berijazah Tahun 2009
SMA : MAS Jeumala Amal, berijazah Tahun 2012
Universitas : Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Ar-Raniry 2013-2018
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya, agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Banda Aceh, 22 Januari 2018
Jannatun Makwa
111