33
Pengelolaan Lahan Gambut Lestari PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT LESTARI: DARI ICCTF BERBASIS RISET MENUJU REDD+ BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Disusun Oleh: Muhammad Anang Firmansyah Wahyu Adi Nugroho Astri Anto, Sri Agustini, Harmini Muhammad Saleh Mokhtar BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT LESTARI: DARI ICCTF … · 2016-11-24 · rawan kejadian kebakaran. ... Perkebunan kelapa sawit di lahan pasang surut saat ini marak, ... Hutan dan kondisi

Embed Size (px)

Citation preview

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT LESTARI:

DARI ICCTF BERBASIS RISET MENUJU REDD+

BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Disusun Oleh:

Muhammad Anang Firmansyah

Wahyu Adi Nugroho

Astri Anto,

Sri Agustini,

Harmini

Muhammad Saleh Mokhtar

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN

KALIMANTAN TENGAH

2013

i

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT LESTARI:

DARI ICCTF BERBASIS RISET MENUJU REDD+ BERBASIS

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Penanggung Jawab : Kepala BPTP Kalimantan Tengah

Penyusun : Muhammad Anang Firmansyah

Wahyu Adi Nugroho

Astri Anto,

Sri Agustini,

Harmini

Muhammad Saleh Mokhtar

Editor : Dr. Rustan Massinai, S.Tp., M.Sc

Penerbit : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

(BPTP) Kalimantan Tengah

Alamat : Jalan G. Obos km 5, Palangkaraya

Telp : 0536-3329662, Fax : 0536-3227861

Email : [email protected]

Website: www.kalteng.litbang.deptan.go.id

Cetakan : I – Palangkaraya 2013

ISBN : 978-979-155-500-1

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT LESTARI:

DARI ICCTF BERBASIS RISET MENUJU REDD+ BERBASIS

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Cet I : Palangkaraya : BPPT Kalteng 2013

Ukuran 14,8 x 21 Halaman iv + 29

ii

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan taufiknya sehingga tulisan yang berjudul “Pengelolaan

Lahan Gambut Lestari dari ICCTF Berbasis Riset Menuju

Redd+Berbasis Pemberdayaan Masyarakat” telah bisa diselesaikan,

sehingga tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan

pedoman bagi petani dan petugas dalam pengelolaan lahan gambut

khususnya komoditas karet di Kalimantan Tengah.

Penyusunan tulisan ini bertujuan untuk memberikan

informasi dan pedoman teknis terkait sistem budidaya karet di lahan

gambut Kalimantan Tengah, agar dapat menambah pengetahuan

dan keterampilan petugas dan petani tentang teknologi sistem

perkaretan di lahan gambut, dan akan berdampak pada peningkatan

produktivitas karet petani di wilayah lahan bergambut.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu penyusunan tulisaan ini, semoga

bermanfaat bagi semua pengguna, amin.

Penulis

iii

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................... iii

DAFTAR ISI.......................................................................... iv

I. PENDAHULUAN ............................................................... 1

II. PERUNTUKAN LAHAN GAMBUT UNTUK PENGEMBANGAN

KOMODITAS ………………………………….……………………………. 3

2.1. Lahan Gambut untuk Ekosistem Hutan…………………... 3

2.2. Lahan Gambut untuk Wanatani ……………………………… 3

2.3. Lahan Gambut untuk Perkebunan ………………………….. 5

2.4. Lahan Gambut untuk Pertanian ……………………………… 7

III. ICCTF BERBASIS RISET TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN

GAMBUT LESTARI............................................................. 9

3.1. Survai dan Pemetaan Tanah…………………………………… 9

3.2. Hidrologi…………………………………….…………………………. 10

3.3. Persiapan Lahan untuk Pemanfaatan Tanaman Sela .. 11

3.4. Aplikasi Amelioran pada Tanaman Utama Karet ………. 11

3.5. Pemanfaatan Sela Karet …………………………………………. 13

VI. REDD+ BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENUJU

LAHAN GAMBUT LESTARI ……………………………………………… 19

4.1. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat ……………………….. 19

4.2. Kegiatan Membangun Lahan Gambut Lestari ……………. 21

V. PENUTUP ……………………………………………………………………… 27

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 28

iv

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Lahan gambut di Kalimantan Tengah pada tahun 2002-2004 tercatat seluas 3.010.640 ha (Wetlands International Indonesia Programme, 2004), namun pada tahun 2011 dilakukan kajian lagi menjadi 2.659.234 ha (BBSDLP, 2011).

Lahan gambut berasal dari timbuhan bahan organik pada kondisi tergenang sehingga proses pelapukannya terhambat. Lahan gambut bersifat sangat masam dan memiliki asam-asam organik yang dpat meracuni tanaman. Daya sangga terhadap beban berat pada lahan gambut relatif rendah, karena bobot isinya relatif kecil 0,2 gr/cm3 atau kurang, tergantung pada tingkat kematangannya serta ada tidaknya bahan pengkaya seperti liat. Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian dan perkebunan dimulai dengan pembuatan saluran drainase. Umumnya saluran drainase dibuat lebar dan dalam dengan tujuan mengeringkan air dari lahan gambut lebih cepat. Hal itu merupakan awal dimana lahan gambut mulai terdegradasi yaitu menurunnya fungsi hidroorologis, menurunnya permukaan gambut, meningkatnya emisi gas rumah kaca dan timbulnya kejadian kebakaran lahan. Pembuatan saluran dranase ini selain dari program dari instansi terkait, namun tidak jarang perseorangan ataupun kelompok tani mampu membiayai untuk pembuatannya. Para pemodal umumnya akan memblok kawasan lahan miliknya dengan membuat saluran drainase. Pembuatan saluran drainase saat ini banyak dikerjakan oleh mesin berat, sedangkan tenaga manual hanya sebatas parit-parit berukur sempit.

Tanah gambut pada musim kemarau umumnya mengalami kekeringan pada lapisan permukaannya disebabkan menurunnya

1

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

permukaan air tanah akibat pembuatan saluran drainase berlebihan (Firmansyah dan Mokhtar, 2012; Firmansyah et al., 2012; Runtunuwu et al., 2011). Permukaan lahan gambut yang mengering rawan kejadian kebakaran. Umumnya masyarakat pria di lahan gambut melakukan aktivitas sambil merokok. Kajian Firmansyah (2013) menunjukkan bahwa putung rokok yang dibuang dalam kondisi menyala merupakan pemicu terjadinya kebakaran lahan gambut, baik sengaja maupun tidak sengaja. Keyakinan merebaknya kebakaran akibat putung rokok tersebut tercepat pada kondisi potongan kayu kering, diikuti serpihan tunggul kering, serasah gambut kering, dan tanaman paku-pakuan (kelakai) kering masing-masing 2, 6, 7, dan 10 menit. Firmansyah dan Manalu (2013) mengamati selama tujuh hari berlangsungnya kebakaran di lahan gambut menunjukkan bahwa klasifikasi pohon masih tegak namun tajuk mengering > 50% cukup banyak dijumpai sebesar 52%, sedangkan pohon roboh dengan tajuk mengering > 50% sebanyak 11%. Sedangkan 10 hari kemudian makin banyak pohon mengering >50% tajuknya. Kebakaran gambut memiliki suhu panas mencapai 286oC.

Pengelolaan kebun di lahan gambut oleh masyarakat perlu didampingi terutama dalam pengelolaan tata air, pemberian ameliorase dan terutama kebersihan lkebunnya. Guna meningkatkan kebersihan kebun dan sekaligus menjaga dari bahaya kebakaran, maka dilakukan pemanfaatan tanaman sela di kebun karet mereka.

Tujuan tulisan ini adalah menunjukkan usaha-usaha pengelolaan lahan gambut lestari berbasis perkebunan karet rakyat. Kegiatan yang disajikan merupakan hasil demplot ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund) seluas lima hektar dan dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam kegiatan REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation +) seluas 100 hektar di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah.

2

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Lahan gambut saat ini merupakan lahan yang banyak dimanfaatkan bagi pengembangan komodiatas, hal ini dikarenakan ketersediaan air yang melimpah, bertopografi datar, dan juga merupakan kawasan yang masih memiliki peluang untuk dikembangkan. Berbagai peruntukan lahan gambut yang berhubungan langsung dengan tanaman baik tanaman hutan, perkebunan dan pertanian merupakan hal yang telah eksis di lahan gambut. 2.1. Lahan Gambut untuk Ekosistem Hutan

Hutan gambut adalah ekosistem ideal sebagai bentuk ekosistem alami, dimana proses kehilangan tanah gambut umumnya masih dibawah kecepatan pembentukannya (Gambar 1). Kualitas tanah gambut pada ekosistem hutan merupakan indikator untuk menetapkan apakah lahan gambut mengalami degradasi secara menyeluruh dari sisi biologi, fisik, maupun kimia.

Perubahan ekosistem hutan gambut bagaimanapun kecilnya berdampak terjadinya degradasi, tingkat degradasi akan makin masiv jika campur tangan manusia yang tidak mengindahkan kelestarian lingkungan hidup dominan.

Gambar 1. Kawasan hutan gambut adalah ekosistem alami sebagai tolok ukur awal parameter degradasi lingkungan. Taman Nasional Sebangau di aliran Sei Rasau, Pulang Pisau.

3

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

2.2. Lahan Gambut untuk Wanatani

Pemanfaatan lahan gambut untuk wanatani (agroforesty) relatif mendekati ekosistem hutan. Pelolaan tanah gambut untuk budidaya tanaman perkebunan dan sekaligus budidaya tanaman hutan sangat memungkinkan dikembangkan.

Prinsip pemanfaatan wanatani adalah menjaga kelestarian lingkungan, memiliki nilai sosial dan nilai ekonomi bagi warga masyarakat. Beberapa model wanatani yang saat ini berkembang di lahan gambut adalah karet-gaharu. Tingginya nilai jual produk kayu gaharu secara tidak langsung akan menjaga lingkungan dari bahaya kebakaran. Menurut keterangan salah satu pengusaha inokulan mikroba dan penyedia bibit gaharu, bahwa satu pohon gaharu umur 5-6 tahun yang telah diinokulasi dan siap panen 1 - 2,5 tahun kemudian mampu mencapai harga 17 juta rupiah latau lebih (Gambar 2-5).

Gambar 2. Wanatani karet-gaharu di lahan gambut, Desa Jabiren.

Gambar 3. Pengeboran untuk pemasangan selang infus inokulan mikroba.

4

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Gambar 4. Inokulasi mikroba pada pohon gaharu.

Gambar 5. Batang guaharu mulai menghitam setelah 3 bulan dilakukan inokulasi mikroba.

Inokulasi mikroba pada pohon gaharu dapat dilakukan pada diamater 15 cm atau lebih, sebab untuk berhasil secara alami memerlukan waktu yang tidak singkat dan juga untung-untungan.

2.3. Lahan Gambut untuk Perkebunan

Lahan gambut untuk pemanfaatan tanaman perkebunan menerapkan pengolahan tanah dengan intensitas rendah dibandingkan untuk sayuran. Pembakaran lahan dan pengolahan tanah umumnya hanya pada saat pembukaan lahan, setelah bibit tanaman perkebunan ditanaman maka dlakukan upaya pencegahan terjadinya kebakaran.

Karet merupakan komoditas tradisionil bagi warga Kalimantan Tengah, baik yang dikembangkan di tanah mineral maupun tanah gambut. Karet telah terbukti mampu menjadi penopang kebutuhan rumah tangga warga masyarakat.

Pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman karet jauh lebih muda dibandingkan di tanah mineral. Perluasan areal kebun karet mulai marak dilakukan diperkirakan setelah proyek PLG satu juta hektar. Pembukaan lahan secara besar-besaran dan pembuatan

5

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

saluran drainase raksasa, nampaknya memicu kejadian kebakaran. Sejak tahun 2006 lahan gambut di Desa Jabiren Pulang Pisau dan sekitarnya mulai marak ditanami karet oleh warganya. Meskipun demikian, kejadian kebakaran berlangsung berulang kali, sehingga kebun karet yang telah tumbuh baik juga hangus terbakar. Banyak masyarkat di sepanjang kanal PLG yang menanam karet berulang-ulang akibat kebakaran (Gambar 6-7).

Gambar 6. Kebun karet di lahan gambut musnah akibat terbakar.

Gambar 7. Pohon karet muda ditanam di bekas kebun karetterbakar.

Perkebunan kelapa sawit di lahan pasang surut saat ini marak, bahkan diantaranya memanfaatkan lahan gambut. Peranan tata air memegang kunci penting dalam pengembangan kelapa sawit di lahan gambut, sebab selain zona perakaran gambut dapat ditumbuhi erakaran kelapasawit, juga untuk mengatur agar kebun tidak terlalu kering yang rawan terbakar di musim kemarau.

Upaya yang umum dilakukan pengembangan kebun kelapa sawit adalah pembuatan pintu air atau tabat di lahan gambut, dan juga melakukan upaya kuratif jika kebakaran terjadi. Pemadaman kebakaran hendaknya dilakukan dalam beberapa tahap untuk memastikan bahwa api benar-benar telah padam. Pengalaman PT Agro Bukit menunjukkan ada tiga tahap, yaitu: lokalisir titik api menggunakan mesin pompa tekanan tinggi, penyisiran

6

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

menggunakan penyiraman dari tangki air bergerak, dan finishing menggunakan alat penyemprot ringan (Gambar 8-9) (Firmansyah et al, 2012).

Gambar 8. Pintu air untuk menjaga lahan gambut tidak kering berlebihan.

Gambar 9. Finishing merupakan tahap terakhir untuk memastikan api telah padam.

2.4. Lahan Gambut untuk Pertanian

Ekosistem gambut di Kalimantan Tengah terletak dikawasan hutan gambut. Hutan dan kondisi berawa-rawa merupakan tempat dimana gambut dapat terbentuk. Pembukaan hutan gambut untuk berbagai tujuan sudah banyak dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat setempat. Beberapa Unit Pemukiman Transmigrasi di lahan gambut ataupun kebun-kebun masyarakat di lahan gambut adalah contoh nyata.

Pertanian yang dilakukan di lahan gambut umumnya didahului dengan pembuatan saluran drainase, agar perakaran tanaman budidaya bebas dari genangan air. Namun demikian, selain zona perakaran yang kering ternyata dimanfatkan juga untuk dibuat abu dengan cara membakar lapisan gambut kering tersebut.

Hujan yang terjadi sedikit banyak akan menimbulkan erosi tanah gambut yang mengering dan tak balik (irreversible drying) dan juga partikel gambut yang halus terbawa ke saluran drainase

7

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

bersama aliran air hujan. Proses erosi dan pengendapan yang lama dan berulang menyebabkan saluran drainase dangkal. Pendangkalan saluran ini menyebabkan zona perakaran cenderung dangkal oleh air bahkan banjir. Tindakan yang umumnya dilakukan adalah mendalamkan dan melebarkan saluran drainase lebih dari ukuran sebelumnya. Siklus pembakaran terjadi lagi, erosi dan pengendapan berulang kembali, maka lama kelamaan permukaan gambut akan makin menurun.

Petani sayuran merupakan petani sangat intensif dalam proses budidayanya, sebab setiap tahun bisa menanam lebih dari 4 jenis tanaman dan merotasinya tiada henti. Setiap kali menanam mereka membuat abu, meskpun saat ini abu gambut tidak lagi murni namun telah dicampur dengan gulma atau sisa-sisa panen. Meskipun mereka telah mencampur bahan untuk membuat abu, namun kenyataan di lapang masih dijumpai gambut yang terikut serta dalam proses pembuatan abu (Gambar 10-11).

Gambar 10. Petani membuat abu sebelum menanam sayuran.

Gambar 11. Rotasi beraneka jenis tanaman sayuran dilahan gambut, tidak bebas dari abu.

8

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

3.1. Survai dan Pemetaan Tanah

Demplot ICCTF di Kalimantan Tengah seluas lima hektar tersusun dari tanah gambut berkedalaman 5 – 7 m, dengan tingkat kematangan hemist hingga saprist (Hidayat et al., 2011). Cadangan karbon berkisar 2.500 – 3.490 t/ha, kelas kesesuaian lahan untuk padi gogo, jagung, dan karet tergolong sesuai marjinal (S3) dengan faktor penghambat reaksi tanah sangat masam dan kejenuhan basa sangat rendah (BBSDLP, 2011). Terdapat empat SPT (Satuan Peta Tanah) di areal Demplot ICCTF di Kalimantan Tengah (Gambar 12), yaitu: 1. SPT1: Typic haplosaprist, masam ferihumik, isohipertermik

(bermineral). 2. SPT2: Typic haplosaprist, masam ferihumik, isohipertermik

(tanpa mineral). 3. SPT3: Hemic haplosaprist, masam, ferihumik, isohipertermik

(bermineral). 4. SPT4: Terric haplosaprist, masam, ferihumik, isohipertermik

(bermineral), dan Terric haplosaprist, masam, ferihumik, isohipertermik (tanpa mineral).

Gambar 12.

Peta Tanah Detail Demplot ICCTF di Kalimantan Tengah.

9

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

3.2. Hidrologi

Kegiatan aspek hidrologi antara lain pemetaan elevasi demplot, penempatan piezometer, rambu ukur, dan juga pemasangan pintu air. Muka air tanah demplot ICCTF di Kalimantan Tengah memiliki bentuk cembung, dimana muka air tanah cenderung dalam pada posisi mendekati saluran. Muka air tanah di bulan Agustus termasuk terdalam lebih dari 100 cm (Gambar 13) (Firmansyah et al., 2012).

Gambar 13.

Kondisi muka air tanah berdasarkan jarak piezometer dari Sungai Jabiren depan demplot (12 m) hingga saluran tersier di belakang demplot (197 m) tahun 2011

Reklamasi gambut untuk pertanian memerlukan jaringan drainase makro yang dapat mengendalikan tata air dalam satu wilayah dan drainase mikro untuk mengendalikan tata air di tingkat lahan. Elevasi muka air harus dipertahankan optimal, tidak terlalu dalam agar tanaman tidak kekeringan dan tidak terlalu dangkal agar tanaman tidak tergenang (Runtunuwu et al., 2011). Tanpa pengelolaan tata air yang baik maka terjadi kerusakan hidrologi terutama akibat pembuatan parit dan saluran. Hal tersebut menyebabkan gambut menjadi lahan kering dan mudah terbakar di

�150.0

�100.0

�50.0

0.0

12 37 62 87 112 137 162 197

Keda

laman

�muk

a�air�

anah

�(Cm)

Jarak�dari�Sungai�Jabiren�ke�saluran�Tersier�(m)

Jan

Apr

Ags

Des

10

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

musim kemarau yang dijumpai di berbagai lokasi di Kalimantan Tengah (Waspodo et al., 2004).

3.3. Persiapan Lahan untuk Pemanfaatan Tanaman Sela

Tahapan ini terdiri dari pembersihan semak belukar, lokalisasi nekromas (sisa kayu mati) menggunakan sinsaw (Gambar 14), dilanjutkan levelling atau perataan permukaan tanah gambut dengan moss permukaan tebal. Penyemprotan herbisida dilakukan setelah munculnya trubusan dari semak belukar yang habis di tebas, hingga pengolahan tanah minimum (Gambar 15).

Gambar 14. Lokalisasi nekromas agar sela karet dapat ditanami.

Gambar 15. Pengolahan tanah secara jalur untuk tanaman sela (Mei 2011).

3.4. Aplikasi Amelioran pada Tanaman Utama Karet

Pohon karet di Demplot ICCTF di Kalimantan Tengah memiliki umur sekitar 4,5 tahun saat mulai diperlakukan, berasal dari biji GT-1 dengan jarak tanam 3x5 m. Pohon karet di demplot diberi empat perlakuan amelioran: Pugam A (PA), Pugam T (PT), Pupuk Kandang Ayam (Pukan), Tanah Mineral (TM) dan Kontrol (K).

11

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Setiap blok amelioran terdiri dari 7 – 8 lorong, lebar antar lorong tanaman karet 5 m, dan jarak di dalam lorong 3 m, panjang lorong yang diberi perlakuan 180 m, sehingga setiap blok perlakuan terdapat 420 – 480 pohon karet. Dosis amelioran yang digunakan tiap pohon karet adalah PA 1 kg, PT 1 kg, Pukan 4 kg, TM 10 kg. Pemberian amelioran terbagi dua tahap, yaitu tahap awal 50% dan 6 bulan kemudian 50%. Hasil penelitian Balai Lingkungan Pertanian bahwa pemberian Pupuk Gambut (Pugam) dengan berbagai formula pada lahan gambut mampu menurunkan emisi CO2 sekitar 36-47% dibandingkan kontrol (Las et al, 2011).

Keragaan tanaman karet menunjukkan respon cukup baik dengan pemberian amelioran. Pengukuran parameter agronomis karet yang terdiri dari lingkar batang, tinggi tanaman, dan lebar tajuk dilakukan setiap bulan.

Berdasarkan pengamatan terhadap parameter lingkar batang, maka lingkar batang karet terbesar adalah Pukan 41,4 cm disusul Kontrol 40,9 cm dan terkecil TM 39,3 cm (Gambar 16).

Gambar 16. Kondisi lingkar batang karet kurun waktu 1 tahun.

30.4 30.133.0 32.2 30.8

40.2 40.3 41.4 39.3 40.9

0.05.0

10.015.020.025.030.035.040.045.0

PA PT Pukan TM K

Lingkar�B

atan

gkaret�(cm

)

Perlakuan

Maret�2011

Maret�2012

12

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Sedangkan lebar tajuk tanaman karet mencapai lebih 5 m (Gambar 17), hal ini berdampak pada kondisi naungan di sela tanaman karet makin rapat.

Gambar 17. Kondisi lebar tajuk tanaman karet dari Maret 2011 dan Nopember 2011.

Produksi lateks sudah mulai ada, karena sebagian pohon sudah disadap. Pada areal yang dipupuk atau dalam areal perlakuan menghasilkan rata-rata 25,3 gr tanaman/sadap, sedangkan tanpa pupuk 22,5 gr/tanaman/sadap.

3.5. Pemanfaatan Sela Karet

Lahan sela karet yang dimanfaatkan ada pada jarak tanam karet 5 m karena tidak menganggu perakaran karet, dan sinar matahari cukup banyak dibandingkan pada jarak tanam karet 3 m. Kegiatan tahap ini terdiri dari tiga periode berdasarkan jenis tanaman yang diusahakan sebagai tanaman sela karet, antara lain: 1. Penanaman padi Situ Bagendit dan Situ Patenggang (Desember

2010 - Pebruari 2011). 2. Penanaman jagung Sukmaraga (Mei 2011 – Agustus 2011). 3. Penanaman tanaman nanas madu dan sedikit nanas merah daun

tidak berduri (Tahap I Mei 2011 seluas 2 ha dibagian belakang demplot dan Tahap II Nopember 2011 seluas 3 ha dibagian depan demplot).

4.96 4.8 5.28 5.04 4.885.89 5.55 5.98 5.74 5.55

02468

PA PT Pukan TM KLeba

r�tajuk

�(M)

Jenis�Amelioran

Maret�

Nopember�

13

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

3.5.1. Kondisi Tanaman Sela Padi

Padi ladang Situ Patenggang dan Situ Bagendit mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan kondisi tanah masih mentah dengan lapisan moss sangat tebal, sehingga perakaran padi sedikit mencapai tanah gambut. Upaya replanting telah dilakukan, namun tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Meskipun beberapa bagian padi telah mengeluarkan bulir, namun kebanyakan bulir tersebut hampa. 3.5.2. Kondisi Tanaman Sela Jagung

Tanaman jagung yang digunakan jenis Sukmaraga, karena jenis ini tahan terhadap kemasaman tanah yang tinggi (Gambar 18-19). Perlakuan amelioran terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung adalah Pukan dengan produksi 150 kg/ha sela karet. Sedangkan PA dan PT seimbang yaitu 57 kg/ha sela karet, dan perlakuan TM dan Kontrol tidak mampu berproduksi. Kondisi diatas disebabkan saat pengisian tongkol telah memasuki musim kemarau, sehingga menekan fase produksi. Faktor lainnya adalah cepatnya tajuk karet menutupi sela karet sehingga kondisi fotosintesis jagung sebagai tanaman C 4 terhambat.

Gambar 18. Jagung Sukmaraga berumur 12 HST di Demplot ICCTF di Kalimantan Tengah (24/5/2011).

Gambar 19. Jagung Sukmaraga umur 24 HST di Demplot ICCTF di Kalimantan Tengah (5/6/2011).

14

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

3.5.3. Kondisi Tanaman Sela Nanas

Pengelolaan demplot ICCTF meningkatkan kondisi naungan di sela karet makin rapat. Dengan demikian pemanfaatan sela karet digunakan tanaman tahan naungan yaitu nanas. Tanaman ini telah ditanam dalam 2 tahap, yaitu: 2 hektar pada Mei 2011 sebanyak 4.700 bibit dan 3 hektar bulan September 2011 (8.000 bibit). Kondisi tanaman nanas umumnya telah berbuah terutama yang ditanam pada tahap pertama.

Perlakuan super impose pemupukan dosis P3 menghasilkan tajuk lebih lebar pada 3 Bulan Setelah Pemupukan (BSP) dibandingkan dosis pemupukan yang lebih rendah (Gambar 20). Perlakuan pemupukan diberikan pada setelah tanaman nanas mulai adaptasi sekitar umur 1 bulan. Pupuk dasar diberikan sebanyak 3 ons yaitu pada 1 bulan setelah tanam (Desember 2011) dan 3 bulan kemudian (Maret 2012). Pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea:SP-36:KCl dengan perbandingan 2:1:1.

Gambar 20. Pengaruh pemupukan pada 3 Bulan Setelah Pemupukan meningkatan lebar dan pertambahan tajuk nenas.

0.010.020.030.040.050.060.070.0

P0 P1 P2 P3

Leba

r�Tajuk

�(cm)

Dosis�Pemupukan

Lebar�Tajuk�Nenas�di�ICCTF�Kalteng

0�BSP

3�BSP

15

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Kondisi tanaman nanas cuu adaptif di sela karet lahan gambut (Gambar 21). Terdapat penurunan berat buah dari buah panen pertama rata-rata 1-1,3 kg sedangkan panen tahap kedua antara 0,5 - 1 kg/buah, dan panen tahap ketiga makin kecil lagi. Hal ini disebabkan panen kedua umumnya lebih dari satu buah per pohon, sedangkan panen ketiga makin banyak lagi buah per tanaman bahkan hingga 3-5 buah per tanaman (Gambar 22). Nanas Madu di Jabren memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi dibandingkan nanas Bogor, maupun Lembang berturut-turut 14,4obrix, 12,8obrix dan 12,0obrix.�

Gambar 21. Kondisi nanas umur 1tahun di Demplott ICCTF Kalimantan Tengah (Mei 2012).

Gambar 28. Buah nanas yang telah panen 2 kali (September 2013).

3.6. Pengambilan Gas Rumah Kaca Menggunakan Mobile GC

Pengambilan GRK yaitu CO2, dilakukan rutin setiap tiga hari berturut-turut dalam seminggu, pada pagi dan siang hari di posisi lahan bawah tanaman karet, antar tanaman karet, dan di tanaman sela (Gambar 23). Pengambilan pada posisi 50, 100, dan 170 m dari tepi Sungai Jabiren, dengan interval pengambilan per tiga menit yaitu: 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21 dan 24 menit. Pengambilan GRK

16

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

dilakukan pada setiap kawasan perlakuan amelioran termasuk kontrol.

Gambar 23. Petugas BPTP Kalimantan Tengah sedang

mengambil GRK.

Gambar 24. GRK dianalisis menggunakan Mobile GC.

Pengukuran emisi CO2 menggunakan Mobile GC, tipe

Portable Micro Gas Chromatography CP 4900 (Gambar 24) (Sopiawati dan Adriany, 2012). Aplikasi amelioran berdampak positif terhadap penurunan emisi CO2. Kontrol memiliki emisi CO2 sebesar 40 t/ha/th; PA 27,2 t/ha/th (turun 32%); Pukan 22 t/ha/th (turun 45%); PT 20,4 t/ha/th (turun 49%); dan TM 29,2 t/ha/th (turun 27%).

3.7. Penurunan Gambut di Demplot ICCTF Kalimantan

Tengah

Guna mengetahui ketepatan penurunan (subsiden) permukaan tanah gambut, maka penelitian konsorsium BBSDLP memasang 6 penanda untuk mengukur subsiden tanah gambut. Besi galvanis ditancapkan hingga subsoil (tanah liat) pada kedalaman antara 6 - 10 m (Gambar 25). Hasilnya cukup mengejutkan, karena selama

17

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

empat bulan pengukuran telah terlihat penurunan permukaan tanah gambut antara 2 – 7 cm (Gambar 26, Tabel 1).

Gambar 25. Penelitian subsiden gambut, menanam pipa besi 8-12 m di 6 lokasi (5 April 2012).

Gambar 26. Subsiden gambut di kebun karet terpelihara, 25 m dari Sungai Jabiren (Oktober 2012).

Tabel1.

Penurunan Permukaan Gambut di ICCTF Kalimantan Tengah Selama 4 Bulan (Juli 2012 - Oktober 2012)

No Land Use Jarak dari Parit (m)

Penurunan Permukaan Gambut (cm)

1 Karet Terlantar 25 2,02 Karet Terlantar 100 5,03 Karet Terpelihara 25 7,04 Karet Terpelihara 100 3,05 Semak Belukar 25 5,06 Semak Belukar 100 2,0

18

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

4.1. Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat

Partisipasi masyarakat terhadap sesuatu kegiatan terutama yang terkait dengan pengelolaan lingkungan sangat penting. Kegiatan pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan yang dilakukan pertama kali pada areal 100 ha (Gambar 27). Hal ini merupakan strategi utama, agar perbaikan lingkungan dipahami dan didukung oleh masyarakat. Tiga komponen dari hasil Demplot ICCTF yang diterapkan untuk memperbaiki lingkungan agar tidak lagi terulang kejadian kebakaran dan sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca, yaitu: pengelolaan tata air, pemberian amelioran pupuk kandang ayam, dan penanaman nanas disela tanaman karet.

Kegiatan pertama dalam pemberdayaan masyarakat adalah sosialisasi kegiatan sekaligus meminta persetujuan masyarakat Desa Jabiren. Hal ini penting sebagai usaha untuk mendapatkan dukungan semua pihak (Gambar 28). Pelatihan budidaya karet sebagai inovasi teknologi baru memperbaiki teknologi karet rakyat yang umumnya memiliki produktivitas rendah dan juga olahan buah nanas (Gambar 29).

Gambar 27.

Peta kawasan kegiatan REDD+ seluas 100 ha di Kelompok Tani Panenga, Desa Jabiren.

19

Gamdila

tanasebasela petakebu(Gam

Gabelu

�aktif anta

bar 28. Sosialisasi,akukan pertama ka

2013).

Pembersihan man sela bertujua

agai bahan baku nanas memiliki tni dan salah sat

unnya yang berdmbar 30-31). �

ambar 30. Pemberkar di kebun karet P

Maret 2013

Gotong royonf kembali. Beberra lain renovasi

Pe

kegiatan yang li (1 Pebruari �kebun karet, p

an agar semak beterjadinya kebak

tujuan antara laitu cara agar petadampak pada u

sihan semak Pak Berson (26 3).

ng oleh masyararapa kegiatan gBase Camp RED

engelolaan Lahan G

Gambar 29. Pelamemperbaiki tekno

karet rakyat (6 A

pemupukan dan elukar di tanamankaran. Penanamn: meningkatkanani lebih sering paya pencegaha

Gambar 31. Nantertanam di kebun

Berson (17 Apr

kat di Handil Paotong royong ya

DD+, pembersihan

Gambut Lestari�

tihan untuk ologi budidaya April 2013).

penanaman n karet bukan man tanaman n penghasilan mengunjungi n kebakaran

nas telah n karet Pak ril 2013).

anenga mulai ang dialkukan n handil dari

20

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

semak, pembersihan jalan usahatani dari semak belukar, pembuatan darmaga tambat perahu. 4.2. Kegiatan Membangun Lahan Gambut Lestari

Air adalah kunci dalam pengelolaan lahan gambut, karena air memegang peranan penting dalam berbagai hal, antara lain: suplai untuk kebutuhan tanaman, berpengaruh terhadap proses dekomposisi gambut dan subsidensi, berpengaruh terhadap emisi gas rumah kaca, hingga berpengaruh terhadap kondisi bahaya kebakaran. 4.2.1. Pemetaan Tanah

Jenis tanah yang ditemukan di lokasi kegiatan terdiri dari tanah gambut dan tanah mineral. Tanah gambut terdiri dari Typic Haplosaprist, Typic Haplohemist dan Hemic Haplosaprist (Gambar 32). �

�Gambar 32. Peta tanah lokasi kegiatan REDD+ di Handil Panenga,

Desa Jabiren.

21

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

4.2.2. Pemasangan Rambu Ukur dan Piezometer

Rambu ukur dipasang di lokasi handil Panenga sebanyak 3 buah, mewakili bagian hulu (RU3) di Rei 8, tengah (RU2) di Rei 3 dan hilir (RU1) di Rei 1. Rambu ukur berfungsi untuk mendeteksi ketersediaan air di kawasan kubah gambut mulai Rei 9 hingga Rei 18.

Apabila ketinggian air dilihat dari rambu ukur tinggi seperti di musim hujan, maka air yang terdrainase melalui handil umumnya didominasi air berlebihan yang berasal dari air hujan yang jatuh di kawasan kubah gambut. Sebaliknya jika air di handil mulai surut ekstrim, artinya air yang terdrainase di handil adalah air yang tersimpan di kubah gambut dan hal itu menyebabkan kubah gambut mengering dan bahaya kebakaran akan meningkat (Gambar 33). �

��Gambar 33. Kondisi muka air handil Panenga pada April (Musim Hujan) dan

Oktober (musim kemarau) tahun 2013. �� Piezometer digunakan untuk mengetahui muka air tanah. Sebanyak 50 piezometer telah dipasang pada luasan 100 ha (Gambar 34). Kondisi muka air tanah di musim hujan dan musim kemarau cukup banyak perbedaan ketinggiannya (Gambar 35).

14.3513.92 13.73

13.53

13.00 12.94

12

12.5

13

13.5

14

14.5

RU3 RU2 RU1

Tinggi�Permuk

aan�Air

Han

dil�(m)

Rambu�Ukur

April

Oktober

22

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

�Gambar 34. Peta penemapatan piezometer dan rambu ukur di lokasi

kegiatan REDD+ di Handil Panenga, Desa Jabiren.

��Gambar 35. Kondisi muka air tanah sejajar handil dari hulu ke hilir pada

April (Musim Hujan) dan Oktober (Musim Kemarau) tahun 2013. � �

�120

�100

�80

�60

�40

�20

0

P51 P6 P5 P26 P19 P36 P37 P38

Keda

laman

�muk

a�air�tana

h�(cm)

Posisi�Piezometer�dari�Rei�9�hingga�Rei�1

Oktober

April

23

tanadi Rmenbesa

4.2.3

hidrodengsistehinggsend

terdaSosiamenoleh pintupenu

Game

Gambar 24 mh cenderung lebih

Rei 9 dibandingkunjukkan bahwa

ar yang terdrainas

3. Membangun P

Kegiatan peologi, yaitu menggan membuat pinem bertingkat, yaitga hulu handil (R

diri. Arus air dar

apat perbedaan alisasi pembuatagering. Pengaturmasyarakat. Te

u air maka ia juguh saat musim huj

ambar 36. Pintu air nahan air dari kuba

(19 September 20

Pe

menunjukkan bahh banyak pada po

kan dengan di hkehilangan air da

se di saluran drain

Pintu Air

enting lainnya gkonservasi air yantu air di handil. tu dibangun pintuRei 3, Rei 12, Rei

ri hulu ke hilir hketinggian muka n pintu air unturan buka dan tutuerdapat ketentuanga yang menutujan (Gambar 36-3

di handil

ah gambut 013).

Gpk

engelolaan Lahan G

wa penurunan peosisi mendekati kuhilir di Rei 1. ari kubah gambut nase atau handil.

adalah memperang keluar dari kuPintu air yang d

u air sebanyak 4 bi 14, Rei 16) oleh

handil cukup ken air handil mencuk mencegah laup pintu air ditetan adat, siapa yanpnya. Pintu air 37).

Gambar 37. Masyarapintu air selalu tertutkemarau (26 Septem

Gambut Lestari�

ermukaan air ubah gambut Hal tersebut terjadi relatif

rbaiki aspek ubah gambut ibuat dengan buah dari hilir h masyarakat

ncang karena capai 0,7 m. ahan gambut apkan sendiri ng membuka akan dibuka

akat menjaga tup di musim mber 2013).

24

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

4.2.4. Pengukuran Emisi Gas Rumah Kaca

Pengukuran emisi gas rumah kaca dilakukan selama 4 kali dengan perlakuan karet diberi pupuk kandang ayam, tanaman sela diberi pupuk kandang ayam, kebun karet terlantar, dan lahan semak-semak (Gambar 38-39; Tabel 2).

Ternyata emisi CO2 terendah diperoleh pada nanas diberi pupuk kandang ayam, begitu juga tanaman karet diberi pupuk kandang ayam, jika dibandingkan dengan karet terlantar dan lahan semak. Kecenderungan yang sama juga diperoleh dari emisi CH4

Tabel 2. Emisi Gas Rumah Kaca pada Berbagai Kondisi

Pengukuran di REDD+ Desa Jabiren

Kondisi Pengukuran CO2 (t/ha/th)

CH4 (t/ha/th)

Kebun karet + pupuk kandang ayam Nanas + pupuk kandang ayam Kebun karet bersemak Lahan semak

48,86 45,57 63,95 97,25

0,0015 -0,0021 0,0017 0,0030

��

Gambar 38. Persiapan pengambilan emisi gas rumah kaca dilahan gambut kebun karet rakyat

Desa jabiren.

Gambar 39. Pengambilan emisi gas rumah kaca sedang

berlangsung menggunakan sungkup dan syringe.

25

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

4.2.5. Pemasangan Tonggak Penanda Subsiden

Penurunan permukaan tanah gambut terjadi akibat adanya beberapa hal antara lain: terjadinya kebakaran, meningkatnya dekomposisi gambut, terjadinya tekanan secara langsung diatas permukaan tanah gambut, kehilangan air tanah, hingga emisi gas rumah kaca. Guna melihat kecepatan penurunan permukaan tanah gambut, maka diasang tonggak penanda subsiden permukaan tanah gambut. Tonggak penanda subsiden tanah gambut dipasang pada areal dengani kedalaman gambut 160 cm pada kebun karet berumur kurang lebih 6 tahun, dengan jarak kurang lebih 25 m dari saluran handil (Gambar 40).

Gambar 40. pemasangan tonggak subsidensi (11 Juni 2013)

Gambar 41. Kondisi tonggak subsidensi belum mengalami penurunan selama 4 bulan setelah pemasangan (21 Oktober 2013)

Kondisi penurunan permukaan gambut selama 4 bulan belum terjadi di lokasi REDD+ Handil Panenga (Gambar 41). Hal ini berbeda dengan lokasi ICCTF di Sei Jabiren atau 2 km dari lokasi. Penurunan gambut di lokasi Demplot ICCTF yang ditanami karet umur 6 tahun selama 4 bulan (Juli - Oktober 2012) pada jarak 25 m dari Sei Jabiren mencapai 7 cm (Firmansyah dan Mokhtar, 2012).

26

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Model demplot ICCTF merupakan penghasil komponen

pengelolaan lahan gambut lestari yang diaplikasikan dlam pengembangan skala luas di Lokasi REDD+, yaitu: pengelolaan air, pemanfaatan tanaman sela nanas, dan pemberian amelioran pupk kandang ayam.

1. Model pengembangan lokasi kegitan REDD+ merupakan

kegiatan mewujudkan lahan gambut lestari yang melibatkan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.

2. Model pengelolaan lahan gambut lestari cukup nyata dalam memperbaiki ekosistem melalui pemberdayaan masyarakat. Masyarakat mengerti pentingnya konservasi lahan gambut melalui teori dan praktik yang dilakukan langsung dalam kegiatannya sehari-hari.

27

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

Balai Besar Penellitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2011. Peta lahan gambut Pulau Kalimantan.

Firmansyah, M.A., dan M.S. Mokhtar. 2012. Profil ICCTF di

Kalimantan Tengah: pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. BPTP Kalimantan Tengah. 30 hal.

_______________, W.A. Nugroho, dan M.S. Mokhtar. 2012. Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan: studi kasus pengembangan karet dan tanaman sela di lokasi ICCTF Kalimantan Tengah. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Topik Khusus Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 4 Mei 2012. 11 hal.

_______________, A. Anto, dan Suparman. 2012. Laporan Akhir: Rakitan teknologi budidaya kelapa sawit di lahan pasang surut Kalimantan Tengah. BPTP Kalimantan Tengah.

_______________. 2013. Best Management Practices: pertanian, perkebunan dan kehutanan lestari. Makalah dipresentasikan dalam Pelatihan Lahan Gambut Berkelanjutan – Penilaian dan Pengelolaan Lahan Gambut. ASEAN Peatland Forest Project (APFP). Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya 23-25 Oktober 2013. 27 hal.

28

Pengelolaan Lahan Gambut Lestari�

________________, dan J.P. Manalu. 2013. perilaku dan karakterisasi kebakaran gambut tertimbun di musim kemarau. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pertanian Ramah Lingkungan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor: 29 Mei 2013. 12 hal.

Runtunuwu, E., B. Kartiwa, Kharmilasari, K. Sudarman, W.T.

Nugroho, dan A. Firmansyah. 2011. Dinamika elevasi muka air pada lahan dan saluran di lahan gambut. Riset Geologi dan Pertambangan. 21(2):63-74.

Waspodo, R.S.B., A. Dohong, dan I N.N. Suryadi. 2004. Konservasi air tanah di lahan gambut: panduan penyekatan parit dan saluran di lahan gambut bersama masyarakat. Wetlands International – Indonesia Programme. 32 hal.

Wetlands Internasional Indonesia Programme. 2004. Peta sebaran

lahan gambut, luas dan kandungan karbon di Kalimantan 2000-2002. Buku I.

Widjaja-Adhi, I P.G. 1988. Physical and chemical characteristic of

peat soil of Indonesia. IAARD J. 10:59-64.

29