209
Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden ) Skripsi Anindita Lintang Pakuningjati 11/317429/SP/24633 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada 2015

Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

(Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan

Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden )

Skripsi

Anindita Lintang Pakuningjati

11/317429/SP/24633

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Gadjah Mada

2015

Page 2: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

i

Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

(Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan

Pengaduan Rakyat secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden )

Skripsi

Disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat guna memeroleh

gelar Sarjana Ilmu Politik di Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh:

Anindita Lintang P

11/317429/SP24633

Telah disetujui oleh,

Rahayu S.IP, M.Si, M.A

Dosen Pembimbing

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

Page 3: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 16 Oktober 2015

Waktu : 11.00-12.30 WIB

Tempat : Ruang Sidang Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik, Universitas Gadjah Mada

TIM PENGUJI

Rahayu S.IP., M.Si., M.A ______________________

Ketua Penguji/ Dosen Pembimbing

Lisa Lindawati S.IP., M.A _______________________

Penguji Samping I

Wisnu Martha Adiputra S.IP., M.Si. ________________________

Penguji Samping II

Page 4: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

iii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Anindita Lintang Pakuningjati

Nomor Mahasiswa : 11/317429/SP/24633

Angkatan : 2011

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good

Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media Sosial

LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat

secara Online Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden)

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi saya tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi dan juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh pihak lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah itu dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan penuh rasa tanggung jawab dan saya

bersedia menerima sanksi apabila kemudian hari diketahui tidak benar.

Yogyakarta, 4 November 2015

Yang membuat pernyataan,

Anindita Lintang Pakuningjati

Page 5: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, penulisan skripsi ini akhirnya selesai dengan

baik dan menyenangkan. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas

segala pertolongan dan kemudahan yang diberikan dan terima kasih kepada semua

pihak yang membantu penyelesaian skripsi dengan judul ―Pengelolaan Media

Sosial dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus Pengelolaan Media

Sosial LAPOR! sebagai Sarana Aspirasi dan Pengaduan Rakyat secara Online

Oleh Deputi I Kantor Staf Presiden)‖ ini.

Penulis menyadari di dalam menulis dan menyusun penelitian ini masih

terdapat banyak kekurangan dan perlu pembelajaran lebih banyak lagi untuk

menyempurnakan. Oleh karena itu, diskusi berupa masukan, saran, dan kritik

yang membangun diharapkan dapat diberikan pada penulis sebagai bekal di

kemudian hari. Akhir kata, semoga saja penelitian ini dapat memberikan manfaat

kepada dunia pendidikan, penelitian dan sekaligus menjadi wujud pengabdian

penulis kepada lingkungan, bangsa dan negara.

Yogyakarta, 10 November 2015

Penulis,

Anindita Lintang Pakuningjati

Page 6: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

v

“Percayalah hati, lebih dari ini pernah kita lalui.

Jangan henti di sini.”

- Float, sementara

Page 7: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

vi

Halaman Persembahan

Bersama mereka, pengerjaan skripsi yang sulit tidak menjadi sesuatu yang

mustahil. Terima kasih, kepada:

Bapak dan Ibu. Bapak Amat Antono dan Ibu Arini Harimurti, atas pelajaran

mandiri, kerja keras, doa, dukungan dan kepercayaan yang tidak putus pada

bungsu nakal ini.

Kakak-kakak saya, Anindya Putri Kusumajati dan Zen Ary Prasetyo, atas

semangat dan refreshingnya.

Dosen pembimbing saya, Mbak Rahayu atas bimbingan, diskusi, jawaban segala

pertanyaan dan pertolongan sejak form 1 hingga saat ini.

Dosen penguji 1 saya, mbak Lisa dan dosen penguji seminar saya mbak Gilang,

atas diskusi, bantuan dan motivasinya. Juga dosen penguji 2 saya, mas

Wisnu,atas semua kritik dan saran.

Pengelola LAPOR!, mas Gibran dan mbak Miranti dkk, atas kemudahan,

keramahan, kebaikan, dan diskusi selama saya ambil data.

Agung Nugraha, atas bantuan diskusi, makalah dan jurnal good governance.

Tanpa bertemu Agung rasanya skripsi ini jauh dari rampung.

Mas Hendra, atas waktu menemani selama saya di Jakarta dan semangat dari

setiap Whatsappnya. Zahra, atas tumpangan kos selama ambil data.

Mas Bari, atas kesabaran menghadapi semua pertanyaan dan kebingungan

administrasi.

Yang selalu menemani disaat sehat dan sakit, ber-uang dan kere, sibuk dan selo,

senang dan bête: Kenyal kental. Kurnia Hapsari, atas pinjaman laptop untuk

revisi saat laptop saya hilang dicuri orang, dan tumpangan kos saat waktu luang.

Putri Mahardika D, atas ajakan makan dan bermain setiap hari, hiburan ketika

sedih, dan kuping ketika sambat. Rosyid Rizki Fauzi, atas kesediaan selalu ada,

Page 8: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

vii

kebaikan menampung air mata, dan usaha mencari solusi atas permasalahan saya.

Aditya Murti atas segala inisiatif ketika ada masalah dan kegiatan menyenangkan

di waktu luang. Panca Nurtrijaya, atas kebaikan dan kengoyoan menolong.

Ashief M Husna, atas tiket berpetualang ke Jakarta-Pattaya-Semarang-Kuala

Lumpur-Seoul-Busan dan kota lainnya, Gold-silver-finalist dan segudang

kekalahan, begadang, asap rokok, serta pelajaran berlapang dadanya. Kalian

alasan terberat pergi dari Jogja, terima kasih atas segala bantuannya.

Teman-teman bermain dan belajar: Hatching-hatching. Gusti Arirang, atas segala

cerita, kebodohan dan bantuan selama di Jakarta dan Jogja. Tiara Anzani, atas

bantuan bimbingan skripsi dan olah data, serta semua diskusi dewasanya. Puspa

Wardani, atas segala waktunya dari makan, tidur, main, gossip dan macaknya.

Febriana Nina, atas curhat, beauty class, dan lucu-lucuan yang dilakukan selama

di Jogja maupun Jakarta. Ragil Ayu, atas main dan kerja, atas Stomp Out dan

Dieng jam 1 malamnya.

Nova, atas, olahraga, makan enak, dan diskusi politiknya. Rafi, atas semangat dan

waktu ber-blanco juga aldannya. Sari, atas kosnya yang terbuka menyambut

setiap datang. Sisil Siahaan, atas waktu-waktu makan, semangat dan pertolongan

di saat-saat susah.

Anak-anak mbak Yayuk: Ruth, Darin, Awanis, Inez, Nirmala, Mami, Ismy atas

semangat dan informasi seputar skripsi selama ini. Percayalah, kalian berada di

tangan yang tepat!

KKN BL 10 atas 2 bulan untuk selamanya, tebakan goblok, dan tawa-tawanya.

Kampus Fisipol UGM, atas ruang berkarya dan beromansa. SKKK Fisipol, atas

keamanan, kenyamanan dan kekeluargaannya. Mas Rudi, atas bantuan proposal

lomba, kesempatan seleksi mahasiswa berprestasi, dan bantuan saat kemalingan.

Deadline UGM, atas pelajaran, piala, panggung dan segala brief.

Kompas 2011, atas tawa, tangis, karya dan begadangnya.

Page 9: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

viii

Buset Family Tegaldowo dan Tante Anik, atas semangat tiada henti untuk

menyelesaikan skripsi ini dan reminder agar tidak stres menjalani masa kuliah.

Keluarga Kos Putri Pakel 7A, Echa atas pinjaman baju sidang dan curhatnya.

Sasa atas pinjaman baju, setrika, dan makan enaknya.

Doppy Catur, atas bantuannya di semua brief lomba, dan nasihat serta

masukannya yang selalu mendewasakan. I‟ll follow my heart, I promise.

Naveda Herditya, atas hiburan, eskrim, dan gudegnya di saat hidup lesu. Rasyid

Aulia, atas bullyan dan ejekannya yang membakar semangat.

Ajeng Devita Martian, atas kehadirannya di waktu-waktu ambyar. Terima kasih

sudah mengajari bagaimana menjadi teman yang baik.

Ilham Galih Setiaji, atas tamparan, senyum dan tawanya di kedai kopi.

Diani Desi dan Oxapisi Vidyandika, atas semua omongan liar, gosip, pelukan,

dan semangat yang tiada putus.

Dimas Galih, Putri FU dan Wanda Andreas, atas kesediaan menjadi tempat

pulang yang menyenangkan.

Yang memudahkan, menyenangkan dan membahagiakan, namun tidak

dapat disebut satu per-satu.

Anindita Lintang Pakuningjati, yang tidak menyerah meski semua tidak mudah.

Allah SWT, yang selalu memberi perlindungan dalam hidup. Terima kasih atas

segala rejeki, cobaan, dan kesempatan selama ini.

Page 10: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

ix

Inti Sari

Penelitian ini akan membahas mengenai pengelolaan media sosial

LAPOR! untuk layanan aduan dan aspirasi masyarakat pada pemerintahan.

LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) merupakan sebuah

media sosial yang lahir karena kebutuhan jembatan komunikasi antara pemerintah

dengan publik sebagai salah satu bentuk komunikasi politiknya.

Pemerintah di era modern ini mengahadapi publik yang tidak lagi pasif

saja namun lebih aktif dan proaktif mengawasi kinerjanya. Selama kurun waktu

2012 hingga 2014, Ombudsman mencatat terdapat peningkatan jumlah laporan

pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik sebesar 350 persen. Peningkatan

kritisme masyarakat ini merupakan sinyal positif pemerintah di dalam mencapai

salah satu cita-citanya mewujudkan good governance atau pengelolaan

pemerintah yang lebih baik. Media sosial kemudian hadir sebagai jawaban yang

dinilai tepat atas kebutuhan jembatan komunikasi tersebut.

Namun, ulasan mengenai pengelolaan media sosial sebagai media aduan

dan aspirasi masyarakat belum banyak dilakukan. Apalagi, secara khusus LAPOR!

merupakan sebuah media sosial aduan dan aspirasi yang terintegrasi secara

nasional. Fenomena ini menjadi sebuah fenomena baru dan menarik untuk diteliti.

Penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian ―Bagaimana Kantor

Staf Presiden mengelola media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan

pengaduan rakyat secara online?‖. Penelitian dilakukan dengan metode studi

kasus sedangkan, pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara

mendalam dengan pengelola LAPOR! dan pengumpulan data dokumentasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan media sosial sebagai

layanan aspirasi dan aduan terintegrasi nasional guna mendukung terwujudnya

good governance.

Kata Kunci: media sosial, pengelolaan media sosial, good governance, complaint

handling mecanism

Page 11: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

x

Abstract

This research discusses about the management of social media named

LAPOR! used for the aspiration and complaint handling system in government.

LAPOR! (In bahasa stands for Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat)

is a social media which born due to a need of a medium for communication

between government and the public as a form of its political communication.

The modern government nowadays face an active public that will always

give a huge attention and keep monitoring their government activity. From 2012

to 2014, Ombudsman noted that there was a high increasing of public‟s report

about public services for about 350 percent. This incresing number of the public‟s

critism shows a positive signal for the government to achieve their goal to make a

good governance or a better governance‟s management. Social media is chosen

as the best answer for the need of medium for communication there.

On the other side, the discussion and review about the social media

management as an aspiration and complaint handling system still rare. Moreover,

LAPOR! is the first complaint handling system that integrated in national range.

In brief, LAPOR! is a unique and new phenomena to be reasearched.

This research will answer a research question which is “How the

Presidential Staff Office manage the social media named LAPOR! as a medium

for aspiration and complaint handling online system ?”. This research uses a

case study metode and uses both deepinterview and documentary study to collect

its data.The goal of this research is to know the management of social media as

the medium for aspiration and complaint handling system to achieve a good

governance.

Keywords: social media, management of social media, good governance,

complaint handling system

Page 12: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

SURAT PERNYATAAN....................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v

INTI SARI .............................................................................................................. ix

ABSTRACT ............................................................................................................. x

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

BAB I ....................................................................................................................... 1

Pendahuluan ............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 3

E. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 4

E.1 Media Sosial ............................................................................................... 4

E.2 Pengelolaan Media Sosial dalam Pemerintahan ....................................... 10

E.3 Konsep Good Governance........................................................................ 20

E.4 Pengelolaan Media Sosial sebagai Layanan Aspirasi dan Pengaduan

Online untuk Mendukung Good Governance ................................................. 23

F. Kerangka Konsep ........................................................................................... 28

G. Metodologi Penelitian ................................................................................... 30

G.1 Sumber Data............................................................................................. 33

Page 13: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xii

G.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 33

G.3 Objek Penelitian ....................................................................................... 34

G.4 Limitasi Penelitian ................................................................................... 34

G.5 Teknik Analisis Data................................................................................ 35

BAB II .................................................................................................................... 37

A. Media Sosial dalam Komunikasi Politik Pemerintah .............................. 37

B. Pemanfaatan Media Sosial oleh Pemerintah di Beberapa Negara dan

Indonesia ............................................................................................................ 45

C. Partisipasi dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Media Sosial di

Bidang Pemerintahan ......................................................................................... 52

D. Dampak pada Persoalan Sosial ................................................................ 56

BAB III .................................................................................................................. 62

A. Sejarah Kelahiran LAPOR! ..................................................................... 62

B. Pilihan Kanal ........................................................................................... 68

C. Prinsip-prinsip Pengelola ........................................................................ 71

D. Tentang Pengelola ................................................................................... 73

E. Alur Kerja LAPOR! ................................................................................ 76

BAB IV .................................................................................................................. 83

A. Perencanaan LAPOR! ............................................................................. 83

1. Analisa Permasalahan dan Tantangan ..................................................... 84

2. Penetapan Tujuan .................................................................................... 89

3. Analisa Peluang dan Penetapan Media.................................................... 90

4. Hasil Langkah Perencanaan .................................................................... 91

B. Kegiatan Pengelola LAPOR! .................................................................. 92

Page 14: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xiii

1. Kegiatan Divisi Komunikasi ................................................................... 93

2. Kegiatan Divisi Pemrograman ................................................................ 98

3. Kegiatan Divisi Administrasi .................................................................. 98

C. Strategi LAPOR! ..................................................................................... 99

D. Pelaksanaan ........................................................................................... 101

1. Penetapan khalayak dan implementasinya ............................................ 101

2. Menetapkan media yang digunakan dan melihat implementasinya ...... 108

3. Pelaksanaan pengunggahan pesan pada LAPOR!.................................. 115

4. Memantau percakapan pada aduan terdisposisi .................................... 121

5. Interaksi dengan masyarakat dan pemerintah........................................ 124

6. Menganalisa aduan yang masuk ............................................................ 125

7. Merumuskan rekomendasi tindakan ...................................................... 126

8. Menyebarluaskan Kebijakan ................................................................. 127

E. Pemantauan – Evaluasi .......................................................................... 128

F. Hambatan dan Tantangan Mengelola LAPOR! .................................... 129

G. Analisis Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan

pengaduan dalam Mewujudkan Good Governance .......................................... 131

BAB V .................................................................................................................. 139

A. Kesimpulan ............................................................................................ 139

B. Saran ...................................................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 145

LAMPIRAN ......................................................................................................... 153

Page 15: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1: Kategori Return on Investmen Pedoman Pengelolaan Media Sosial

Instansi Pemerintah (2012) .................................................................................... 18

Tabel 2.1 Most frequency government institutions tweeters 2014 ......................... 53

Tabel 2.2: Most followed government institutions on Twitter 2014 ...................... 54

Tabel 2.3 Most re-tweeted government institutions on Twitter 2014 .................... 55

Tabel 4.1 : Jumlah Pengguna LAPOR! berdasarkan area laporan per Agustus-

September 2015 .................................................................................................... 105

Tabel 4.2. Implementasi Prinsip Good Governance pada LAPOR! ..................... 133

Page 16: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1: Metode POST dalam Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi

Pemerintah (2012) .................................................................................................. 12

Gambar 2.1 perbandingan rata-rata pengikut akun pemimpin pemerintahan

dengan institusi pemerintahan, dibagi ukuran populasi domestik ......................... 47

Gambar 2.2: Infografik Peringkat Media Sosial Terfavorit di Indonesia Januari

2015 ........................................................................................................................ 49

Gambar 2.3. Infografik Twitter Indonesia 2013 .................................................... 50

Gambar 2.4 Salah satu twit BPBD Jakarta berkaitan dengan Peta Jakarta ........... 58

Gambar 2.5 Salah satu status masyarakat yang membantu upaya recovery paska

erupsi gunung Kelud .............................................................................................. 59

Gambar 2.6 Tampilan dasboard media sosial Sebangsa ....................................... 60

Gambar 3.1: Infografis digital Indonesia ............................................................... 67

Gambar 3.2: Annual growth digital statistic .......................................................... 68

Gambar 3.3: Struktur Pengelola LAPOR! .............................................................. 76

Gambar 3.4: Bagan Alur Kerja LAPOR! ............................................................... 77

Gambar 4.1: Interface Akun Twitter LAPOR! @LAPOR1708 ............................. 94

Gambar 4.2: Interface Akun Facebook LAPOR! ................................................... 94

Gambar 4.3: Interface Akun Youtube LAPOR! ..................................................... 95

Gambar 4.4: Poster Promosi Program Sosialisasi #Tanya ..................................... 96

Gambar 4.6: Salah satu sosialisasi offline LAPOR! di car free day Bundaran HI

Jakarta .................................................................................................................... 97

Gambar 4.7: Diskusi mahasiswa seusai presentasi LAPOR! di #VisitLAPOR oleh

BEM Universitas YARSI ....................................................................................... 97

Gambar 4.8: Peta persebaran aduan LAPOR! berdasarkan wilayah pengguna

selama 6 bulan terakhir (April-September 201) ................................................... 103

Page 17: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xvi

Gambar 4.9: Tampilan Awal Halaman LAPOR! pada Akun Pengguna .............. 109

Gambar 4.11: Aduan yang belum disunting ........................................................ 118

Gambar 4.12: Contoh aduan yang sudah disunting oleh administrator ............... 118

Gambar 4.13: Tampilan Laporan yang Sudah Didisposisikan dan Ditampilkan ke

Publik ................................................................................................................... 122

Gambar 4.14: Tampilan Disposisi dan Tanggapan Lembaga Terkait.................. 122

Gambar 4.15: Tampilan Interaksi antara Lembaga Terkait dengan Pelapor ....... 123

Gambar 4.16: Contoh Komentar Pengguna Terhadap Sebuah Laporan .............. 124

Gambar 4.17: Contoh interaksi berupa konfirmasi tindak lanjut yang sudah

dijanjikan oleh lembaga terkait ............................................................................ 125

Gambar 4.18: Fitur Opini Kebijakan yang Mengusung Jajak Pendapat Dana

Aspirasi DPR pada Bula Juni 2015 ...................................................................... 127

Page 18: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1: Status Laporan Terdisposisi di LAPOR! per 10 September 2015 ....... 81

Page 19: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1: Kerangka Konsep ................................................................................. 30

Bagan 4.1: Alur pengunggahan pesan oleh administrator ................................... 115

Page 20: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

1

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Di dalam mengelola negara, pemerintah memiliki kewajiban mengelola

komunikasi dengan publiknya. Hal ini menjadi sangat penting di pemerintahan

yang modern sebab pengelolaan komunikasi dengan publik adalah salah satu

indikator kesuksesan pengelolaan pemerintahan. Komunikasi yang dilakukan

dengan publik merupakan bagian dari komunikasi politik pemerintah. Komunikasi

tersebut dikatakan sebagai komunikasi politik pemerintah sebab di pemerintahan

yang modern kini, otoritas politik tidak lagi hanya terkait dengan hubungan

subordinasi kontrol satu arah saja. Otoritas politik berkaitan juga dengan satu set

jaringan komunikasi politik, dimana lembaga dan individu saling bertautan dalam

beberapa hubungan timbal balik dan saling ketergantungan (Bang, 2003).

Di dalam otoritas politik modern perlu adanya koordinasi menyeluruh

antara pemerintah dengan publik yang kini semakin kritis pula dan tidak lagi

hanya pasif menerima keadaan. Berdasarkan data dari Ombudsman, terjadi

peningkatan jumlah laporan pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik

sebesar 350 persen selama kurun waktu 2012 hingga 2014 (Syukro, 2014).

Masyarakat kini tak lagi pasif dan lebih memiliki hasrat berpartisipasi dalam

pembangunan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan ini menunjukan sebuah

indikasi positif mengenai cita-cita pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan

yang lebih baik atau dikenal sebagai good governance. Good governance

merupakan kondisi pemerintahan yang menekankan pada peran semua elemen

negara untuk mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik (Dwiyanto, 2005).

Guna mencapai kondisi tersebut, pemerintah kini berusaha memfasilitasi

partisipasi masyarakat dengan membuat jembatan komunikasi antara pemerintah

dengan publik.

Page 21: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

2

Media sosial dipilih pemerintah sebagai jembatan komunikasi tersebut

sebab kondisi masyarakat Indonesia saat ini sudah tidak asing lagi dengan media

sosial. Menurut Global Digital Statistic “Digital, Social & Mobile in 2015” dari

We are Social (2015), dari total populasi sebanyak 255,5 juta jiwa di Indonesia,

sebesar 72 juta orang pengguna internet di Indonesia aktif mengakses media

sosial. Sebanyak 62 juta jiwa aktif mengakses media sosial melalui mobile. Angka

ini merupakan angka yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Sejak januari

2014, pertumbuhan angka pengguna aktif akun media sosial di Indonesia

meningkat sebesar 16% sedangkan, pengakses aktif media sosial melalui mobile

meningkat sebesar 19%. Kondisi ini merupakan peluang yang apabila

dimanfaatkan dengan benar, mampu membuat media sosial menjadi salah satu

jawaban efektif komunikasi politik pemerintah dengan masyarakatguna

membangun pemerintahan yang lebih baik (good governance).

Menanggapi kondisi tersebut, pada akhir tahun 2012 pemerintah membuat

sebuah layanan aduan dan aspirasi online berbasis media sosial bernama LAPOR!

(Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat). LAPOR! merupakan layanan

pengaduan dan aspirasi berbasis media sosial pertama yang terpadu secara

nasional di Indonesia. LAPOR! adalah inisiasi yang dibuat oleh Unit Kerja

Presiden Bidang Pengawasan dan Pembangunan (kini berubah menjadi Deputi I

Kantor Staf Presiden). LAPOR! kini terhubung dengan 80 kementrian dan

lembaga serta 5 pemerintah daerah dan BUMN.1 Melalui media sosial LAPOR!

masyarakat Indonesia kini bisa melakukan melakukan pengaduan, menyampaikan

aspirasi dan berkomunikasi langsung dengan pemerintah di bidang pembangunan.

Melalui 3 kanalnya yaitu website www.lapor.go.id , aplikasi pada

smartphone dan layanan sms 1708, LAPOR! menampung aspirasi dan pengaduan

rakyat untuk kemudian didisposisikan ke lembaga terkait. LAPOR! mengusung

prinsip mudah, terpadu dan tuntas dalam menyalurkan aspirasi dan aduan rakyat.

Seluruhnya dimaksimalkan untuk dapat membangun komunikasi dua arah antara

1 Hingga oktober 2014 dan terus bertambah.

Page 22: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

3

pemerintah dan juga rakyat melalui sarana media baru yaitu lebih spesifik, yaitu

media sosial.

Pemanfaatan media sosial untuk sarana partisipasi masyarakat ini

merupakan hal yang menarik. Namun sayangnya, bagaimana pengelolaan yang

dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden dalam memanfaatkan media sosial

(LAPOR!) ini belum banyak pihak yang mengetahuinya. Fenomena pengelolaan

media sosial sebagai sarana aspirasi dan aduan masyarakat, terlebih terintegrasi

nasional, oleh pemerintah merupakan sebuah fenomena yang baru. Oleh karena

itu, penelitian untuk melihat pengelolaan media sosial LAPOR! perlu dilakukan.

Melihat sejauh apa media sosial dimanfaatkan untuk sarana aspirasi dan

pengaduan rakyat serta kontribusinya dalam mewujudkan good governance di

Indonesia menjadi menarik untuk ditelaah.

B. Rumusan Masalah

―Bagaimana Deputi I Kantor Staf Presiden mengelola media sosial LAPOR!

sebagai sarana aspirasi dan pengaduan rakyat secara online?‖

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemanfaatan media sosial sebagai layanan aspirasi dan

aduan terintegrasi nasional guna mendukung terwujudnya good governance.

2. Untuk mengetahui perencanaan dan implementasi pengelolaan media sosial

LAPOR!

D. Manfaat Penelitian

1. Akademis :

a. Memberikan informasi konsep tentang pengelolaan media sosial sebagai

sarana aspirasi dan pengaduan masyarakat.

b. Menambah dan memberikan gambaran model baru pemanfaatan teknologi

komunikasi terutama media sosial dalam pengelolaan pemerintahan.

Page 23: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

4

2. Praktis :

a. Penelitian ini dapat digunakan untuk melihat sejauh mana pengelolaan

media sosial yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden dapat

membantu mewujudkan good governance.

b. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu evaluasi pengelolaan

media sosial oleh Deputi I Kantor Staf Presiden.

E. Kerangka Pemikiran

E.1 Media Sosial

Berbicara mengenai media sosial berarti kembali menengok fenomena

perubahan media yang dikenal dengan media baru. McQuail (2005:136)

meyampaikan pemikirannya mengenai media baru sebagai berikut:

“Mass media have changed, certainly from the early-twentieth-century

days of one-way, one directional, and undifferentiated flow to an

undifferentiated mass. There are social and economics as well as

technological reason for this shift, but it is real enough.”

Beberapa poin kunci dari media baru diungkapkan McLuhan (1990:7)

Pertama ialah digitality, yaitu perubahan seluruh proses media ke dalam bentuk

digital. Kedua, interactivity yang dapat berarti dua pengertian yaitu adanya

teknologi yang mampu memberi respon terhadap pengguna dan interaktivitas

antar masing-masing pengguna. Ketiga, dispersal yang mengacu pada adanya

desentralisasi proses produksi dan distribusi pesan serta menumbuhkan keaktifan

dari individu.

Kehadiran media baru inilah yang kemudian memunculkan satu dampak

cukup besar yaitu kemunculan media sosial. Belakangan ini, media sosial banyak

menjadi perbicangan di dunia komunikasi. Selain karena fakta jumlah

penggunanya yang banyak, keunikan dari karakteristik sosial media dirasa sangat

mendukung komunikasi di era perpindahan informasi yang sangat cepat ini.

Page 24: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

5

Media sosial tidak seperti media pada umumnya. Terdapat 7 (tujuh)

karakteristik dan keunikan utama yang membedakannya dari media konvensional

(Saxena, 2013). Pertama, media sosial terbangun dari web space yang bisa diakses

bebas oleh pengguna internet. Kedua, ada alamat web khusus atau alamat spesifik

untuk dapat mengakses media sosial. Ketiga, media sosial memungkinkan

pengguna membuat profil sebagai identitas penggunanya. Keempat, media sosial

membuka konektivitas antar penggunanya. Kelima, media sosial memungkinkan

setiap pengguna mengunggah informasi atau konten tanpa terikat ruang dan

waktu. Jika pada media konvensional terdapat editor atau pengelola pesan, pada

media sosial semua orang dapat menjadi sumber informasi. Keenam, media sosial

memiliki potensi membangun percakapan, bahkan lebih dari dua orang, dibanding

media konvensional. Terakhir, konten pada media sosial dapat ditelusur ulang dan

diikuti oleh pengguna lain. Karakteristik dan keunikan inilah yang kemudian

membuat media sosial menjadi marak digunakan dan dibicarakan saat ini.

Bicara media sosial sebenarnya tidak hanya beberapa jejaring sosial yang

sedang tren seperti Facebook, Twitter ataupun Instagram saja. Di dalam istilah

non-teknologi, media sosial dapat didefinisikan sebagai cara orang berbagi ide,

konten, pemikiran dan hubungan secara online (Scott, 2007).

Media sosial merupakan representasi teknologi atau aplikasi yang

digunakan orang untuk menciptakan ataupun menjaga jaringan sosial sites mereka

(Albarran, 2013:2). Beberapa definisi media sosial dari ahli mengarah pada

teknologi internet web 2.0. Media sosial dapat didefinisikan sebagai sebuah

kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun berdasarkan ideologi dan

pondasi teknologi dari Web 2.0 dan memungkinkan untuk menciptakan

pertukaran konten antara penggunanya (Montalvo, 2011:91). Gould (1951)

mendefinisikan media sosial sebagai berikut:

“Social mediaare web based tools for interaction that, in addition to

conversation, allow users to share content as photos, video, link to resources.”

Page 25: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

6

Media sosial banyak didefinisikan merujuk kepada baik alat dan teknologi

maupun konten yang dihasilkan. Media sosial tidak terbatas pada blogs, wikis,

social networking sites, micro-blogging services dan multimedia sharing services.

Media sosial sering diasosiasikan dengan konsep ―konten yang dihasilkan

pengguna‖ (user-generated content), crowd sourcing, dan Web 2.0.

Definisi lain mengenai media sosial diungkapkan Boyd (2009) yaitu:

“Social media is the lastest buzzword in a long time of buzzword. It is

often used to describe the collection of software that enables individuals

and communities to gather, communicate, share, and in some cases

collaborate or play. In tech circles, social media has replaced the earlier

fave „social software‟. Academics still tend to prefer terms like „compute-

mediated communication‟ or „compute-supported co-operative work‟ to

describe the practices that emerge from these tools and the old skool

academics might even categorize these tools as „groupwork‟ tools. Social

media is driven by another buzzword:‟user-generated content‟ or content

that is contributed by participants rather than editor. “

Eisenberg (dalam Olmsted, 2013) menyimpulkan media sosial dalam

definisi yang lebih efektif dan mudah dipahami sebagai platform online untuk

berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam

konten digital.

Ada dua poin penting yang akan digaris bawahi dalam media sosial yaitu

kolaborasi dan partisipasi. Kolaborasi dan partisipasi dalam media sosial

ditentukan oleh interaksi lingkungan penggunanya. Media sosial menyediakan

kemampuan bagi pengguna untuk saling terkoneksi dan membentuk kelompok

(community) untuk bersosialisasi, berbagi informasi dan mencapai tujuan tertentu.

Media sosial juga dapat digunakan oleh penggunanya untuk membentuk ruang

bicara dan memfasilitasi siapapun yang memiliki akses internet untuk

mempublikasi informasi.

Media sosial juga membentuk komunitas-komunitas online yang

memungkinkan pengguna untuk membagikan sebanyak-banyaknya (dan juga

seminimal mungkin) informasi personal yang dia inginkan. Hasilnya adalah

Page 26: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

7

jumlah informasi yang sangat besar untuk dibagikan, dicari, dipromosikan

atuapun diciptakan.

Beberapa kesamaan dari berbagai definisi yang menjelaskan mengenai

media sosial ialah adanya interaksi dan kemampuan share atau berbagi yang

difasilitasi oleh internet melalui platform-platform baru. Keseluruhan

menggambarkan bahwa media sosial merupakan sebuah patform yang mampu

membentuk interaksi dan mampu memfasilitasi information sharing. Ada

beberapa jenis dan tipe media sosial yang dikenal yaitu social network,

bookmarking sites, social news, media sharing, micro blogging dan blog

comments and forums.

a. Social Network merupakan layanan yang dapat memfasilitasi orang

berhubungan atau terkoneksi dengan mereka yang memiliki ketertarikan

yang sama. Biasanya berisikan profil, beragam cara untuk saling

berinteraksi satu sama lain (missal dengan fitur chat atau pesan),

kemampuan membentuk grup dan sebagainya. Beberapa social network

yang popular ialah facebook, twitter dan path.

b. Bookmarking sites merupakan media sosial dengan layanan yang

memungkinkan orang untuk menyimpan, mengatur dan mengorganisir link

dari beragam web dan sumber lain dari internet. Biasanya media sosial ini

memungkinkan kita untuk ―menandai‖ link untuk memudahkan dalam

mencari dan membagikannya.

c. Social news merupakan media sosial yang memungkinkan pengguna

membuat dan membagikan artikel ataupun tulisan yang dapat diakses oleh

pengguna lain (ataupun non pengguna). Pengguna lain dapat melakukan

―vote‖ terhadap tulisan yang telah dibagikan pengguna lainnya.

d. Media sharing adalah media sosial yang dapat memungkinakan pengguna

membagikan berbagai macam konten media (suara, gambar, audio-visual).

Fitur lain dalam media sosial ini biasanya adalah fitur comment dan profil.

Salah satu yang paling terkenal dari media sosial jenis ini adalah youtube.

Page 27: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

8

e. Microblogging merupakan media sosial yang berfokus pada short update

pengguna yang dapat diakses oleh pengguna lain yang telah melakukan

subscribe atau dengan sengaja mengikuti akun milik pengguna lain. Salah

satu bentuk media sosial ini yang paling popular ialah twitter.

f. Blog comment and forum merupakan fitur yang biasanya merupakan

bawaan dari sebuah forum online dan blog di internet. Fitur ini

memungkinkan seseorang untuk berkomentar dan juga memungkinkan

adanya sebuah percakapan dalam sebuah topik tertentu yang kemudian

membuat setiap orang dapat saling berinteraksi satu dengan yang lain

melalui pesan dalam kolom komentar.

Kehadiran media sosial telah mengubah cara berkomunikasi masyarakat.

Perubahan cara berkomunikasi dari konvensional ke media baru berupa media

sosial ini tidak hanya terjadi pada level komunikasi antar individu. Ketika antar

individu saling berinteraksi satu sama lain, maka sebenarnya bukan hanya level

interaksi antar individu saja yang terkena dampaknya, melainkan juga interaksi

antar kelompok. Kemunculan media sosial membuat interaksi antar individu yang

tidak lagi terbatas membuka ruang publik yang lebih luas yang kemudian

memungkinkan adanya interaksi kelompok di dalamnya.

Fenomena pada Pemilu Presiden 2014 menjadi contoh bahwa media sosial

membawa dampak perubahan interaksi tidak hanya di level individu melainkan

juga di level yang lebih besar. Ketika Pemilu Presiden 2014 hanya membawa 2

calon pasangan presiden dan wakil presiden, maka sebagian besar masyarakat

Indonesia kala itu pada masa kampanye seolah terbelah menjadi 2 kudu: Kudu

Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta. Dua massa masing-masing kubu tidak hanya

melakukan interaksi secara langsung melainkan secara virtual di dalam dunia

maya melalui media sosial. Ramainya aksi saling berbalas melalui media sosial

menunjukan aktivitas interaksi antara kelompok yang telah berubah semenjak

kehadiran media sosial. Pesan dan informasi lebih cepat muncul sehingga aksi

―berbalas‖ antar pendukung masing-masing calon berjalan begitu cepat dan padat

di media soial.

Page 28: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

9

Visi misi hingga sejarah perjalanan karir masing-masing calon tidak lagi

dipaparkan secara konvensional. Para pendukung masing-masing calon

membangun kekuatan massanya melalui media sosial dan saling mempromosikan

calonnya, yang pada akhirnya berujung pada aksi saling berbalas dengan kubu

lawan. Interaksi kelompok pendukung Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta melalui

media sosial ini menunjukan adanya perubahan interaksi kelompok di aspek

politik yang diakibatkan oleh kehadiran dan pengaruh media sosial.

Selain itu salah satu fenomena lain yang dapat menggambarkan bagaimana

media sosial mengubah interaksi bukan hanya pada level individu tetapi pada

level yang lebih besar ialah fenomena I Stand on the Right Side pada Pemilu

2014. Fenomena ini merupakan sebuah fenomena gerakan massif pendukung

pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Mereka menunjukan dukungannya melalui media

sosial dengan cara mengganti profile picture akun media sosial dengan gambar

angka 2 di sisi sebelah kiri (nomor pencalonan Jokowi) dan wajah mereka di

sebelah kanan. Maksud dari gerakan ini ialah untuk menunjukan bahwa mereka

berdiri di sisi yang benar (right side) sekaligus berdiri di posisi pasangan Jokowi-

JK saat pemilihan di kartu suara.

Pada kala itu, mendadak akun media sosial Twitter dan Facebook dibanjiri

dengan banyak foto I Stand on The Right Side. Kelompok pendukung pasangan

Jokowi-JK menunjukan besarnya dukungan melalui media sosial yang kemudian

membuat sebuah interaksi antar pendukung yang massif. Kali ini, media sosial

tidak hanya mengubah interaksi antar dua kelompok tetapi di dalam sebuah

kelompok. Dukungan yang dahulu dikoar-koarkan melalui gerakan di jalan kini

beralih ke media sosial.

Kehadiran media sosial pun jika dilihat sejalan dengan konsep demokrasi

yang berkembang saat ini dimana keterbukaan dan partisipasi menjadi salah satu

poin penting. Meskipun rasanya masih jauh untuk mengatakan media sosial dapat

membentuk atmosfer demokrasi yang utuh, tetapi media sosial menjadi salah satu

jembatan atau fasilitas demokrasi saat ini.

Page 29: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

10

Apabila media sosial sudah mampu mengubah cara komunikasi

masyarakat dan sejalan dengan konsep demokrasi maka bidang pemerintahan pun

tak ketinggalan ikut memanfaatkan media sosial. Pemerintah kini mulai membuka

diri dan lebih jeli memanfaatkan kehadiran media sosial untuk membangun relasi

antara pemerintah dengan masyarakat. Guna mewujudkan pemerintahan yang

lebih terbuka, dan memfasilitasi masyarakat yang kini semakin kritis dan lebih

terbuka semenjak kehadiran media sosial.

E.2 Pengelolaan Media Sosial dalam Pemerintahan

Di dalam pengelolaan media sosial, secara teknis pada dasarnya yang

terpenting adalah mengatur perencanaan, aktivasi dan optimalisasi. Paramitha

(dalam Ermaya, 2012) menjelaskan proses pengelolaan media sosial umumnya

meliputi:

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses paling awal dari pengelolaan. Proses ini

merupakan cara ataupun perbuatan untuk merancang konsep serta fondasi dari

pengelolaan yang akan dilakukan. Ada dua pertanyaan yang harus dijawab

yaitu Mengapa (Why) dan Siapa (Who). Pertanyaan Mengapa merupakan

pertanyaan untuk merancang alasan perusahaan/lembaga membutuhkan

strategi komunikasi melalui media sosial. Hal ini berkaitan dengan tujuan

lembaga atau perusahaan dan juga pola interaksi masyarakat saat ini.

Sedangkan pertanyaan Siapa digunakan untuk merancang target dari

perusahaan/ lembaga yang akan dijadikan sasaran komunikasi melalui media

sosial. Dua hal ini penting karena nantinya akan memengaruhi bentuk media

sosial yang akan digunakan, konten yang akan dibangun dan jenis informasi

apa yang akan dibagikan. Pada proses ini juga perlu dilakukan identifikasi

tingkah laku masyarakat, ketertarikan dan kebutuhan masyarakat guna

merancang sebuah bentuk pemanfaatan media sosial yang tepat.

Page 30: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

11

2. Aktivasi dan Pengawasan

Aktivasi dan pengawasan merupakan proses yang terjadi setelah dilakukan

perencanaan atau perancangan yang sesuai dengan tujuan dan target audience.

Proses ini merupakan praktik pelaksanaan dari pemanfaatan media sosial.

Pada proses ini muncul dua pertanyaan yang perlu dijawab yaitu Apa (What)

dan Bagaimana (How). Apa (What), merupakan pertanyaan untuk menjawab

informasi apa yang akan disampaikan serta konten pembeda apa yang akan

dibangun yang membedakannya dari penggunaan media sosial yang lain.

Dengan kata lain, pada tahap ini perlu disiapkan konten yang siap untuk

diluncurkan melalui media yang telah dipilih kepada target yang telah

ditentukan. Selain itu, Bagaimana (How) cara tim mengelola dan

menempatkan pesan-pesan kedalam media sosial juga perlu disiapkan pada

proses ini. Maksudnya adalah melalui media apa pesan akan disampaikan

kepada target audience. Seluruhnya disesuaikan dengan kebutuhan dari tujuan

yang telah disusun diawal.

3. Optimalisasi

Optimalisasi merupakan proses yang membantu kontinuitas jalannya

pengelolaan. Pada proses ini dilakukan evaluasi konten dan identifikasi dari

hasil pelaksanaan: apakah sudah mencapai tujuan. Biasanya pada proses untuk

evaluasi agar dapat terukur digunakan Search Engine Optimization (SEO).

SEO merupakan sebuah proses mendapatkan traffic atau memengaruhi

visibilitas web/media sosial dalam mesin pencari gratis (biasa disebut free atau

organic). SEO dapat digunakan untuk mengontrol dan mengevaluasi agar

aktivasi media sosial dapat terus berjalan. Pada proses ini dilihat pula

bagaimana traffic atau frekuensi aktivitas dan visbilitas agar dapat terus

ditingkatkan sehingga pengelolaan dapat terus dilakukan.

Namun, pada pengelolaan di pemerintahan, ada sedikit perbedaan dalam

pengelolaannya. Diperlukan pendekatan yang berbeda untuk mengetahui trial and

error dari media sosial pada pemerintahan. Selain karena tujuan penggunaannya

Page 31: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

12

yang berbeda, aspek-aspek kelebihan dan juga efektifitas penggunaan media

sosial pada bidang pemerintahan sedikit berbeda dengan bidang lain.

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia

Nomor 83 Tahun 2012 Mengenai Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi

Pemerintah. Di dalamnya dijelaskan terdapat beberapa langkah pengelolaan media

sosial, yaitu:

1. Perencanaan

Proses perencanaan ini secara sederhana dapat dilakukan dengan

menerapkan metode POST (People-Objective-Strategy-Technology) yang

merupakan empat elemen penting dalam merancang pengelolaan media sosial.

Gambar 1.1: Metode POST dalam Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi

Pemerintah (2012)

Khalayak (people) adalah proses penetapan target komunikasi instansi dan

juga perilaku online dari khalayak yang didasarkan pada segmentasi teknografis

sosial. Sedangkan sasaran (objective) adalah penentujuan tujuan yang akan

dicapai instansi misalnya mendengarkan aspirasi, memperoleh masukan,

menyosialisasikan informasi ataupun membangun kesadaran khalayak.

Selanjutnya strategi yaitu cara menentukan hubungan dengan khalayak. Strategi

ini dapat disusun dari identifikasi identifikasi yang dilakukan terhadap khalayak

dan kapabilitas IT yang dimiliki instansi. Terakhir, teknologi yang berarti

penentuan aplikasi yang dibutuhkan.

KHALAYAK

(PEOPLE)

SASARAN

(OBJECTIVE)

STRATEGI

(STRATEGY)

TEKNOLOGI

(TECHNOLOGY)

Page 32: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

13

Pada pengelolaan media sosial oleh pemerintah, yang membedakannya

dengan pengelolaan media sosial lainnya ialah pada tahap perencanaan.

Dadashzadeh (2010) membantu memberikan gambaran perencanaan pengelolaan

meda sosial melalui Input/Output Model of IT Planning for Social Media in

Governemnt. Proses perencanaan strategis penggunaan dan pengelolaan media

sosial oleh pemerintah mencakup empat (4) proses yaitu perencanaan nilai-nilai

pelayanan publik, penentuan fokus yang akan dibuat pengelola (agency),

inventarisasi kemampuan IT dan peramalan perkembangan teknologi yang akan

datang.

Langkah paling awal dari proses perencanaan pengelolaan media sosial

menurut Dadashzadeh ialah membuat perencanaan nilai-nilai pelayanan publik.

Perencanaan nilai-nilai pelayanan publik menggambarkan tujuan yang akan

dicapai serta latar belakang pembuatan. Perlu diingat bahwa pengelolaan media

sosial pada pemerintahan semata-mata dibuat untuk kesejahteraan rakyat,

sehingga harus menganut prinsip-prinsip pelayanan publik. Menurut Accenture‟s

Public Service Value Governance Framework (dalam Dadashzadeh, 2010) nilai-

nilai pelayanan publik dan peran media sosial dalam mewujudkannya harus

memiliki empat prinsip yaitu:

1. Outcomes-Based Focus, pemanfaatan dan pengelolaan ini nantinya harus

menghasilkan perbaikan nyata untuk kondisi sosial dan ekonomi warga.

2. Seimbang dalam mengedepankan keadilan, pemanfaatan dan pengelolaan

ini semata guna melayani kepentingan umum dan menyediakan akses bagi

semua warga negara.

3. Engagement to Co-Produce Public Value, dapat melibatkan, mendidik dan

membantu warga untuk meningkatkan kualitas hidup dengan

memanfaatkan pengalaman mereka sendiri (tanpa membuat warga

bergantung pada pemerintah).

4. Meningkatkan akuntabilitas pemerintah, pemanfaatan dan pengelolaan ini

harus dapat meningkatkan transparansi dan membuka kesempatan warga

Page 33: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

14

negara memberikan feedback ketika pemerintah gagal memenuhi

pelayanan publik yang sesuai.

Langkah selanjutnya dari perencanaan adalah menentukan fokus yang

akan dibuat oleh pengelola. Maksudnya adalah fokus masalah apa yang akan

diselesaikan dengan pengelolaan media sosial. Fokus misalnya, memilih

menggunakan IT atau media sosial sebagai kanal informasi, menggunakannya

sebagai kanal aduan atau yang lainnya. Fokus yang dimaksud disini serupa

dengan sasaran (objective) dalam metode POST.

Setelah itu, langkah perencanaan lain adalah inventarisasi kemampuan IT.

Inventarisasi kemampuan IT ini maksudnya adalah melihat kemampuan (strength)

dan potensi yang dimiliki negara, di dalamnya termasuk dengan melihat sejauh

mana pengelolaan IT yang telah dilakukan negara, kemampuan pengelola (sumber

daya manusia), kesiapan infrastruktur IT yang dimiliki dan kemampuan warga

negara menggunakan teknologi. Kemampuan untuk menggunakan teknologi

media sosial oleh masyarakat dapat didasarkan pada data berikut (Bertot, Jaeger,

Munson, & Glaisyer, 2010):

1) Akses ke teknologi (yang setidaknya memerlukan sebuah perangkat dan akses

internet dengan kecepatan yang cukup untuk mendukung sosial konten media).

2) Perkembangan teknologi, program, dan ketersediaan akses layanan internet

yang sama ke semua pengguna.

3) Informasi dan literasi untuk membuat masyarakat memahami jasa, sumber

daya, dan program yang dibuat pemerintah.

Inventarisasi ini perlu dilakukan agar apa yang dibuat nantinya tidak

melampaui kemampuan dari negara sendiri dan dapat menjangkau masyarakat.

Inventarisasi ini dapat dilakukan dengan membaca data di lapangan melalui

penelitian ataupun survei-survei yang dapat menyuguhkan data terukur sebagai

bahan pertimbangan.

Inventarisasi kemampuan IT ini juga berarti membaca karakteristik

penggunaan IT serta media sosial di masyarakat. Pengelola dapat melakukannya

berdasar pada analisis lapangan dan pembacaan data-data penelitian. Misalnya

Page 34: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

15

saja membaca data penggunaan telepon genggam, smartphone dan PC pada

masyarakat. Data-data seperti tren media sosial yang paling banyak diakses dan

kebiasaan konsumsi media juga bisa membantu dalam membaca karakteristik

pengguna IT di masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar pengelola dapat

menemukan dan melakukan pendekatan dengan cara yang tepat. Pendekatan yang

tepat merupakan pendekatan yang sesuai dengan kemampuan, kesiapan dan

kebutuhan masyarakat.

Selanjutnya adalah melakukan peramalan atau perkiraan teknologi dan

tren yang akan muncul. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat perkembangan

teknologi sekarang melalui perspektif komunikasi dan IT. Perkembangan

teknologi tersebut bisa didapatkan dari data-data di lapangan melalui penelitian

dan analisa langsung. Misalnya saja dengan cara melihat perkembangan

penggunaan media sosial, melihat jenis-jenis media sosial yang menjadi pilihan

masyarakat ataupun membaca perkembangan dan kebutuhan teknologi global.

Penting untuk membaca tren teknologi pada masyarakat agar dapat menyesuaikan

diri serta memetakan peluang yang bisa dimanfaatkan. Apabila pengelola tidak

membaca tren teknologi bisa saja terjadi kesalahan pemilihan media yang akan

digunakan (ketinggalan jaman).

2. Kegiatan Media Sosial

Kegiatan media sosial maksudnya ialah menentukan kegiatan yang terpadu

dengan kegiatan instansi pemerintah secara menyeluruh. Kegiatan media sosial

harus diselaraskan dengan kebijakan umum pemerintah yang tercermin dalam

aktivitas media sosial tersebut. Untuk menjalankan kegiatan ini dibutuhkan

penanggung jawab (administrator) pimpinan dari instansi yang bersangkutan atas

nama pemimpin instansi. Penanggung jawab sepenuhnya bertanggungjawab atas

segala aktivitas dalam media sosial ini. Namun, pelaksanaan pengelolaan sehari-

hari dijalankan oleh tim dan petugas yang secara khusus dibentuk.

Page 35: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

16

3. Strategi Media Sosial

Proses selanjutnya adalah perancangan dan penyusunan pesan yang tepat

untuk khalayak sasaran dan menyebarluaskanya pada media yang tepat. Pesan

yang dimaksud disini adalah pesan dalam aktivitas media sosial dan juga pesan-

pesan pendukung yang akan bersifat sebagai sosialisasi media sosial.

Strategi dibutuhkan untuk membuat jalannya aktivasi atau pelaksanaan

media sosial menjadi lebih teratur dan dapat dikontrol. Penyusunan pesan

disesuaikan dengan target yang telah disepakati di perencanaan sebelumnya.

Penting untuk menyusun strategi atau pesan ini karena sangat berpengaruh

terhadap ketertarikan warga dan jalannya aktivitas nanti.

4. Pelaksanaan

Langkah-langkah pelaksanaan media sosial terdiri dari delapan elemen.

Pertama ialah menetapkan khalayak sesuai segmentasi teknografis dan perencaaan

yang telah dilakukan. Kedua, memilih dan membuat media sosial ataupun akun

media sosial yang sesuai dengan khalayak. Ketiga, membuat dan mengunggah

pesan. Pesan yang telah direncanakan dibuat dan diunggah, dimasukan kedalam

media sosial. Keempat, Memantau percakapan yang terjadi. Melihat percakapan

yang terjadi dan mengamatinya, langkah ini diperlukan untuk menjawab langkah

kelima yaitu berinteraksi dengan khalayak. Menjawab komentar,masukan dan

atau pertanyaan dari khalayak. Keenam, menganalisa dan menyarikan seluruh

masukan khalayak sebagai umpan balik pembuat kebijakan.

Pada tahap menganalisa dan menyarikan ini, saran, masukan dan

partisipasi lain dari khalayak perlu dikategorikan dengan rapi dan jelas, tanpa

mengurangi, menambah atau mengubah makna pesan sesungguhnya. Saran,

komentar dan pertanyaan ini kemudian diteruskan untuk dapat dijadikan bahan

pertimbangan pengambil keputusan. Setelah itu, langkah ketujuh adalah

memberikan rekomendasi tindak lanjut kegiatan, program atau solusi atas

masukan dan atau keluhan masyarakat yang telah masuk dan diproses tadi.

Page 36: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

17

Langkah terakhir atau kedelapan ialah menyebarluaskan kebijakan atau tindak

lanjut yang telah dilakukan pemerintah kepada masyarakat luas.

5. Pemantauan dan Evaluasi

Pemantauan media sosia juga dikenal dengan istilah penyimakan sosial

(social listening). Kegiatan ini merupakan proses identifikasi dan penilaian

mengenai persepsi khalayak terhadap isntansi dengan menyimak semua

percakapan dan aktivitas yang ada di media sosial. Pemantauan ini digunakan

untuk mengukur kecenderungan persepsi, opini dan sikap khalayak terhadap

instansi.

Misalnya saja media sosial dikelola oleh pemerintah pusat untuk

menerima aduan dan aspirasi masyarakat. Melalui pemantauan media dapat dilihat

isu-isu apa yang menjadi laporan atau aduan terfavorit. Kebutuhan apa yang

dibutuhkan masyarakat dan bidang mana yang perlu mendapat perhatian lebih

juga bisa dilihat dari aktivitas perbincangan di media sosial ini. Pemantauan ini

dilakukan terus-menerus dan secara real time sehingga instansi pemerintah dapat

memantau pergerakan naik atau turunnya kecenderungan persepsi, opini dan sikap

khalayak terhadap instansi. Untuk mengukur tingkat feedback dan return of

investment di media sosial, digunakan lima kategori pengukuran seperti dalam

tabel berikut.

Page 37: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

18

Tabel 1.1: Kategori Return on Investmen Pedoman Pengelolaan Media Sosial

Instansi Pemerintah (2012)

Jangkauan

Frekuensi dan

Lalu Lintas

Percakapan

Pengaruh Percakapan dan

Keberhasilan

Jumlah tautan

yang merujuk ke

pesan yang

disampaikan

Jumlah

kunjungan

Pembahasan

mengenai pesan/isi

Jumlah pesan yang

diklik pengguna

Jumlah feedback

tentang pesan

yang disampaikan

Jumlah

pengunjung

Komentar tentang

pesan

Jumlah pesan yang

diunduh khalayak

Jumlah orang

yang

membicarakan

pesan

Jumlah

pengunjung

yang kembali

Jumlah share dan

pesan yang

dikirimkan

pengguna

Jumlah pesan yang

diadopsi

Jumlah partisipan

yang baru

Dilihat dari segi non teknis, pengelolaan media sosial oleh pemerintah

berusaha unutk mengelola informasi guna meningkatkan partisipasi warga

negaranya. Kerja pemerintah di media sosial menawarkan beberapa peluang

utama untuk teknologi (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer, 2010). Pengelolaan

media sosial pemerintah menawarkan peluang-peluang sekaligus juga bermakna

mengelola beberapa aspek sebagai berikut:

a. Partisipasi demokratis dan keterlibatan: menggunakan teknologi media

sosial untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan, membina dialog

partisipatif dan memberikan suara dalam diskusi pengembangan kebijakan

dan implementasi.

b. Co-produksi, di mana pemerintah dan masyarakat bersama-sama

mengembangkan desain, dan memberikan layanan pemerintah untuk

meningkatkan kualitas layanan, pengiriman, dan responsif.

c. Kumpul daya solusi dan inovasi, mencari inovasi melalui pengetahuan

umum dan bakat untuk mengembangkan solusi inovatif untuk masalah

sosial skala besar. Untuk memudahkan crowdsourcing, data saham

Page 38: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

19

pemerintah dan masukan lainnya sehingga masyarakat memiliki basis

dasar yang untuk berinovasi.

Ada beberapa contoh dari pemanfaatan media sosial untuk pemerintahan

di Amerika Serikat. Salah satunya ialah U.S Customs and Immigration Service

(USCIS). USCIS merupakan salah satu pemanfaatan media sosial dan teknologi

dengan fokus pendekatan penanganan anti korupsi dan transparansi. Melalui

USCIS, warga Amerika Serikat dapat memantau perkembangan proses aplikasi

urusan imigrasi milik mereka secara online (Bertot, Jaeger, Munson, & Glaisyer,

2010). Selain itu, NASA tidak kalah dalam memanfaatkan IT dan media sosial.

NASA menggunakan media sosial berbasis video sharing yaitu Youtube untuk

mengkomunikasikan proyek-proyeknya dan menjelaskan pada warga negara

pentingnya penjelajahan antariksa yang dilakukan Amerika (Dadashzadeh,2010).

Sedangkan di Indonesia, beberapa kepala daerah dengan inisiatifnya

memanfaatkan media sosial yang populer untuk lebih dekat dengan masyarakat.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama (2013) menyampaikan penguatan

peran publik melalui media sosial salah satunya adalah melalui aduan masyarakat

di media sosial. Pemerintah DKI Jakarta mengoptimalkan media sosial untuk

menjaring masukan, kritik dan saran yang dihadapi dan dilaksanakan Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta.

Dibanding dengan Tokyo, London dan New York, warga Jakarta

merupakan warga paling aktif melakukan perbincangan lewat jejaraing sosial

(Purnama, 2013). Beragam kegiatan percakapan virtual dilakukan warga Jakarta,

salah satunya adalah melakukan aduan dan keluhan. Aduan warga kepada

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dari bulan Januari 2013 hingga 27 November

2013 tercatatat sebanyak 12780 pengaduan. Pengaduan tersebut disalurkan

melalui kanal kliping media, berita online, kanal media sosial LAPOR! 1708, akun

Twitter @jakartagoid, akun Facebook Jakarta Goid, Email [email protected],

SMS 32881818, Balai Warga dan juga aksi unjuk rasa langsung.

Page 39: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

20

Dalam kanal LAPOR! 1708, nomor HP Wakil Gubernur 08119447282

terintegrasi dalam sistem LAPOR 1708. Melalui kanal aduan tersebut beragam

aspirasi warga seperti usulan, ide, hingga pengaduan warga masuk. Jenis aduan

yang disampaikan pun beragam, antara lain mengenai pelayanan administrasi

kependudukan, jalanan macet, banjir, pedagang kaki lima bahkan hingga sandal

yang hilang di RSUD dilaporkan melalui kanal tersebut.

Selain kepala daerah, di Indonesia beberapa lembaga pemerintahan pun

memanfaatkan media sosial. Berbagai akun milik lembaga pemerintahan (banyak

memanfaatkan Twitter dan Facebook) bermunculan mulai dari PLN, Pertamina,

Sekretaris Kabinet dan lain-lainnya. Akun media sosial ini digunakan utamanya

untuk sosialisasi atau menyampaikan informasi dan program serta kebijakan serta

mendengar keluhan dan aspirasi dari masyarakat.

E.3 Konsep Good Governance

Menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia sekitar tahun

1996, beberapa lembaga seperti UNDP dan World Bank memperkenalkan konsep

dan istilah baru yang disebut good governance. Good governance atau good

public governance menjadi kata yang banyak dibahas dalam diskusi selayaknya

kata demokrasi. Kata governance banyak dibiarkan dalam bentuk aslinya karena

sulit mencari padanan atau pengganti yang tepat pada konsep ini. Namun, banyak

yang mengartikannya menjadi tata pemerintahan, penyelenggara negara ataupun

penyelenggara saja (Dwiyanto, 2005).

Dwiyanto (2005) mengungkapkan bahwa good governance merujuk pada

pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan

pemerintah. Governance disini menekankan pada pelaksanaan fungsi governing

secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain yaitu LSM,

perusahaan swasta dan juga warga negara, termasuk pula institusi non pemerintah

di dalamnya. Pemerintah memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan

2 Saat itu Basuki Tjahja Purnama menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Page 40: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

21

untuk mengikis krisis kepercayaan masyarakat dan meningkatkan legitimasi agar

kebijakan dan tindakan cenderung lebih dipatuhi maysarakat.

Pada good governance, pemerintah tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah

lembaga pemerintah tetapi lebih kepada proses governing yang dilakukan secara

kolaboratif antara lembaga pemerintah, lembaga semi pemerintah dan lembaga

non pemerintah serta swasta yang berlangsung secara setara dan partisipasif.

Meskipun begitu, peran pemerintah sebagai institusi tidak bisa dikesampingkan

begitu saja. Pemerintah tetap memiliki peran dalam mengelola negara dan publik.

Yudhoyono (dalam Dwiyanto, 2005) menyatakan bahwa terdapat enam

prinsip yang menjadi acuan pemerintah secara institusi menempatkan diri dalam

melakukan kelola negara dan publik yaitu:

a. Dalam kolaborasi yang dibangun, negara (pemerintah) tetap bermain

sebagai figur kunci namun tidak boleh mendominasi. Kapasitas

pemerintah pun hanya adalah mengkoordinasi bukan memobilisasi

aktor-aktor pada institusi semi dan non-pemerintah untuk mencapai

tujuan-tujuan publik.

b. Kekuasaan negara bertransformasi dari ―kekuasaan atas‖ menjadi

―kekuasaan untuk‖ menyelenggarakan kepentingan, memenuhi

kebutuhan dan menyelesaikan masalah publik.

c. Peran aktor-aktor negara, NGO, swasta dan masyarakat lokal ialah

saling menyeimbangkan-untuk tidak menyebut setara.

d. Negara harus mendesain ulang struktur dan kultur organisasi agar siap

dan mampu menjadi katalisator bagi institusi lainnya guna menjalin

sebuah kemitraan yang kokoh, otonom dan dinamis.

e. Negara harus melibatkan seluruh pilar masyarakat dalam proses

kebijakan mulai dari formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan

serta penyelenggaraan layanan publik.

Page 41: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

22

f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivitas, adaptasi,

dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan kepentingan,

pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah publik.

Selain enam prinsip acuan pemerintah dalam menempatkan diri pada

kelolala good governance tersebut,terdapat sepuluh prinsip good governance yaitu

sebagai berikut:

a. Partisipasi, warga memiliki hak dan mempergunakannya untuk

menyampaikan pendapat, bersuara serta kontribusi lain dalam prses

perumusan kebijakan publik baik secara langsung maupun tidak

langsung.

b. Penegakan hukum diberlakukan bagi siapapun tanpa pengecualian,

perlindungan hak asasi manusia dilindungi dan penegakan nilai-nilai

yang hidup di masyarakat.

c. Transparansi berupa penyediaan informasi tentang aktivitas

pemerintahan bagi publik, dijaminnya kemudahan dalam memeroleh

informasi yang akurat dan memadai yang dapat diakses secara

komprehensif setiap waktu.

d. Kesetaraan peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk

berpartisipasi, berkativitas dan berusaha.

e. Daya tanggap, berupa responsifitas pengelola instansi publik terhadap

aspirasi masyarakat.

f. Wawasan ke depan, adanya visi misi dan strategi yang jelas dalam

pengelolaan masyarakat.

g. Akuntabilitas, adanya pertanggungjawaban pengelola negara, penentu

kebijakan dan pengelola layana publik kepada warga.

h. Pengawasan publik, warga dilibatkan dalam mengontrol seluruh

kegiatan pemerintah, termasuk di dalamnya kegitaan pelayanan publik

dan parlemen.

i. Efektivitas dan efisiensi, terselenggaranya kegiatan instansi publik

dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan

Page 42: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

23

bertanggung jawab. Indikatornya ialah terwujudnya pelayanan yang

mudah, cepat, tepat dan murah.

j. Profesionalisme: tingginya kemampuan dan moral para pegawai

pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan publik.

Good governance dapat disimpulkan sebagai sebuah sistem administrasi

yang melibatkan banyak pelaku, jaringan dan institusi di luar pemerintah untuk

mengelola masalah dan kebutuhan publik. Setiap aktivitas melibatkan seluruh

aktor (multi-stakeholders) dan membuka partisipasi aktif bagi seluruh aktor.

Kini good governance menghadapi tantangan sekaligus peluang baru yaitu

hadirnya teknologi, terutama media baru. Kehadiran media baru ini dapat

membantu pemerintah dalam mewujudkan good governance sebab media baru

memberikan kemudahan-kemudahan untuk melibatkan partisipasi masyarakat.

Media baru membuka jalan komunikasi langsung antara pemerintah dan

masyarakat yang akan meningkatkan partisipasi sekaligus transparansi. Dilain sisi,

keterbukaan ini akan meningkatkan pengawasan publik, yang berarti akan

―memaksa‖ pengelolaan pemerintah yang lebih baik lagi. Secara tidak langsung,

kehadiran media baru saat ini memberi pengaruh positif bagi terwujudnya good

governance.

E.4 Pengelolaan Media Sosial sebagai Layanan Aspirasi dan Pengaduan

Online untuk Mendukung Good Governance

Layanan aspirasi dan pengaduan hadir sebagai sarana membuka partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan negara. Salah satu alasan yang mendorong

dibuatnya layanan aspirasi dan pengaduan adalah langkah transparansi yang

dilakukan pemerintah dalam melaksanakan pengelolaan dan pelayanan publik.

Transparansi menjadi salah satu poin penting dalam menyelenggarakan negara. Di

dalam sebuah pengelolaan negara, transparansi dapat memberikan dua hal:

mendorong pengambilan keputusan yang lebih baik dan melakukan pengecekan

pengambilan keputusan yang buruk.

Page 43: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

24

Kehadiran layanan aspirasi dan pengaduan kini semakin didukung dengan

kemajuan teknologi terutama new media. Di era kemajuan teknologi seperti saat

ini, pemerintah ditutut untuk lebih cepat dan efektif mewadahi keluhan dan

aspirasi masyarakat. Beruntung, new media hadir sebagai jawaban atas tuntutan

tersebut. Melalui system pengaduan berbasis teknologi digital, akses menuju ke

media pelayanan pengaduan aspirasi dapat dilakukan dengan lebih mudah.

Kemajuan teknologi menghilangkan batasan ruang dan waktu di dalam interaksi

masyarakat dan pemerintah melalui layanan aduan dan aspirasi. Setidaknya

masyarakat dapat mengakses dan melakukan pengaduan kapanpun dan

dimanapun.

Salah satu kemajuan teknologi di era new media yang membuat layanan

aduan dan aspirasi semakin mudah dilakukan adalah kehadiran media sosial.

Media sosial membuat interaksi antara masyarakat dan pemerintah menjadi lebih

mudah. Partisipasi masyarakat pun lebih terbuka dengan kehadiran media sosial.

Pengawasan dan keterbukaan dapat lebih tampak dengan kemampuan dan fitur

media sosial.

Beberapa negara dan lembaga telah memanfaatkan media sosial sebagai

media untuk layanan aduan dan aspirasi. Beberapa menggunakan media sosial

yang telah ada dan popular seperti Facebook dan Twitter. Pemerintah

menggunakannya untuk berinteraksi dan menerima keluhan maupun aspirasi

masyarakat juga memantau opini public yang berkembang. Namun, kini pun telah

hadir media sosial khusus untuk aduan dan aspirasi yang diberi nama LAPOR!.

Kehadiran layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini adalah

sebuah fenomena baru. Namun, layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial

tetap harus memenuhi prinsip Complaint Handling Mecanism. World Bank (2010)

menyatakan terdapat enam prinsip layanan pengaduan yang perlu diperhatikan,

yaitu:

1) Keadilan penanganan keluhan, tanpa memihak pihak tertentu dan

dilakukan secara transparan.

Page 44: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

25

2) Obyektifitas dan kemandirian: Complaint Handling Mechanism beroperasi

secara independen dari semua pihak yang berkepentingan untuk menjamin

adil, obyektif dan perlakuan tidak memihak kepada masing-masing kasus

dugaan. Pejabat pengelola keluhan juga diberikan sarana dan kekuatan

yang memadai untuk menyelidiki keluhan (misalnya saksi wawancara,

catatan akses, dll).

3) Kesederhanaan dan aksesibilitas: Prosedur untuk mengajukan keluhan dan

mencari tindakan haruslah sederhana sehingga masyarakat dapat dengan

mudah memahami dan memanfaatkan. Selain itu dari sisi aksesibilitas,

masyarakat diberikan berbagai pilihan kontak (tidak satu kanal saja)

seperti minimal, nomor telepon (sebaiknya bebas pulsa), alamat email dan

alamat pos. Complaint Handling Mechanism harus dapat diakses oleh

semua pemangku kepentingan, tanpa terikat jarak, waktu dan batasan

komunikasi lain secara mudah.

4) Responsivitas dan efisiensi: Complaint Handling Mechanism perlu

dirancang agar responsif terhadap kebutuhan semua pengadu. Para pejabat

penanganan pengaduan juga harus dilatih untuk mengambil tindakan

efektif dalam merespon dengan cepat keluhan dan saran.

5) Kecepatan dan proporsionalitas: Semua keluhan, sederhana atau

kompleks, perlu mendapat perhatian yang berkelanjutan dan diselesaikan

secepat mungkin. Tindakan yang diambil pada keluhan atau saran harus

cepat, tegas dan konstruktif.

6) Partisipatif dan inklusi sosial: Berbagai macam pengguna Complaint

Handling Mechanism termasuk anggota masyarakat, anggota kelompok

rentan, masyarakat sipil dan media didorong untuk membawa keluhan dan

komentar untuk menjadi perhatian otoritas pemberi layanan.

Seluruh prinsip sistem aduan dan aspirasi tersebut sejalan dengan prinsip

good governance. Apabila disinergikan maka sebuah layanan aduan dan aspirasi

yang berbasis media sosial guna mewujudkan good governance sebaiknya mampu

memenuhi prinsip-prinsip good governance. Beberapa cara untuk melihatnya

Page 45: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

26

dapat dilakukan dengan melihat sistem dan fitur yang ada di sistem pengaduan

dan aspirasi berbasis media sosial dengan prinsip good governance yaitu

partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap,

akuntabilitas, pengawasan public, efektivitas dan efisiensi serta profesionalisme.

Pada prinsip partisipasi di good governance sebuah layanan aduan dan

aspirasi berbasis media sosial dapat diukur dari penyediaan akses terbuka bagi

masyarakat untuk berdialog dan memberi masukan. Secara fitur, langkah

pemerintah memberikan ruang partisipasi kepada publik guna mendukung good

governance dapat tercermin dari keterbukaan kanal bagi siapapun, termasuk

kebebasan membuat aku atau user id. Selain itu, ketersediaan forum dialog dan

kesempatan bagi public untuk memberi suara, termasuk memberi masukan untuk

peningkatan kualitas kerja juga mencerminkan sebuah usaha membuka partisipasi.

Selanjutnya, untuk melihat prinsip penegakan hukum sebuah media

komunikasi milik pemerintah, dapat tercermin dari perlindungan hukum bagi

warga yang melapor. Menjamin keamanan dan kerahasiaan aduan juga

dibutuhkan. Salah satu caranya adalah menyediakan kolom message yang tertutup

atau memberikan fitur anonym untuk melindungi identitias pelapor. Sebab,

percuma apabila membuka sebuah kanal aduan tanpa perlindungan hukum.

Apabila tidak ada maka kanal aduan itu bukanlah kanal efektif untuk menegakkan

hukum pula.

Prinsip ketiga yaitu transparansi dapat tercermin dari ketersediaan aktivitas

yang terbuka. Jika dilihat dari sisi fitur pada media sosial, kanal aduan harus dapat

menunjukan aktivitas baik pemerintah ataupun warga secara terbuka. Selain itu

diwajibkan ada kontak dari pengelola yang bisa dihubungi oleh warga terlepas

dari media sosial itu sendiri. Guna mengukur transparansi pun dapat dilihat dari

sistem pengelolaannya misalnya dari frekuensi pengelola (admin) membalas

pesan dari maysrakat. Seharusnya, setiap aduan atau aspirasi diberi tanggapan

oleh pengelola untuk menjamin transparansi.

Page 46: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

27

Kesetaraan peluang yang sama dalam prinsip good governance dapat

tercermin dari bagaimana pengelola memberi ruang berpendapat masyarakat.

Peluang disini maksudnya adalah setiap orang dan juga setiap laporan aduan.

Bukan hanya pengguna yang tidak boleh dibatasi namun juga peluang setiap

aduan untuk disampaikan. Tidak boleh ada batasan-batasan aduan yang boleh

disampaikan biarpun sekecil apapun. Ketersediaan berbagai kanal untuk

menampung aduan juga mencerminkan adanya kesetaraan peluang, sebab semakin

beragam kanal akan memungkinkan semakin banyak lapisan masyarakat yang

bisa mengajukan aduan dan aspirasi.

Sedangkan untuk prinsip daya tanggap dapat dilihat dari bagaimana

pengelola memberikan feedback. Setiap aduan harus diberikan tanggapan.

Kedisiplinan dalam pemberiaan tanggapan juga dibutuhkan untuk mencerminkan

keseriusan pemerintah dalam mengusung pemerintahan yang efektif. Lebih baik

jika ada tenggat waktu yang pasti (deadline) untuk memberikan tanggapan. Sebab

pemerintah harus bertindak cepat dalam mengelola aduan dan aspirasi, tidak boleh

dibiarkan berlama-lama dan menggantungkan masyarakat.

Prinsip wawansan ke depan berkaitan dengan visi misi dan prinsip yang

diusung pengelola. Ada atau tidaknya acuan dalam menjalankan media sosial atau

yang melandasi menjadi penting. Perlu diingat bahwa yang melandasi media

sosial sebagai layanan aspirasi dan pengeduan haruslah sesuai dengan

implementasinya. Tentunya, visi misi atau acuan dalam mengelola ini perlu

diselaraskan dengan kepentingan masyarakat dan berorientasi untuk kemajuan

pembangunan.

Selanjutnya, prinsip akuntabilitas dan pengawasan publik dapat dilihat dari

ketersediaan fitur kontak pengelola dan laporan berkala yang disampaikan pada

publik. Laporan berkala dapat berupa laporan statistik ataupun laporan lain yang

berkaitan dengan pengelolaan aduan yang telah dan akan dilakukan. Sedangkan

prinsip efektivitas dan efisiensi serta profesionalitas dapat dilihat dari bagaimana

pengelola berinteraksi dengan warga: cepat atau lambat, menjawab permasalahan

Page 47: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

28

(sesuai konteks) atau tidak, melalui media apa (membalas melalui komentar atau

e-mail) serta bagaimana mengkomunikasikan masalah dan solusi antara lembaga

dan masyarakat.

F. Kerangka Konsep

Pengelolaan media sosial LAPOR! dan seberapa besar kontribusi media

sosial LAPOR! yang dibuat pemerintah berperan dalam membantu mewujudkan

good governance pada penelitian ini akan dilihat dari kerangka konsep berikut:

Penelitian ini akan menggunakan 10 (sepuluh) prinsip good governance

yang dikemukakan Dwiyanto (2005) sebagai cermin dalam melihat tolak ukur

kondisi ideal dari good governance. Prinsip ini akan dilihat kesesuaiannya dengan

pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai sebuah compalint handling system.

Pengelolaan media sosial LAPOR! sendiri akan dikupas berdasarkan

Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah yang dikeluarkan dalam

Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2012. Pada pengelolaan ini

terdapat 5 (lima) poin yang akan dilihat:

a. Perencanaan

Tahap perencanaan LAPOR! akan dilihat melalui metode POST yang

diperkaya dengan Input/Output Model of IT Planning for Social Media in

Government (Dadashzadeh, 2010). Pada metode POST, elemen People

(khalayak) dan Objective (sasaran) akan diperkaya dengan dua dari empat

proses perencanaan milik Dadashzadeh yaitu perencanaan nilai-nilai

pelayanan publik dan penentuan fokus yang akan dibuat. Sedangkan

elemen Strategy dan Technology akan diperkaya dengan proses

inventarisasi IT dan peramalan perkembangan teknologi yang akan datang.

Page 48: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

29

b. Kegiatan Media Sosial

Pada tahap kegiatan media sosial LAPOR! akan dilihat bagaimana

pengelola menyusun rancangan kegiatan yang akan dilakukan. Akan

disinggung mengenai apa saja yang dilakukan setiap bagian dalam

pengelola dan bagaimana implementasi di lapangan.

c. Strategi

Pada tahap ini akan dilihat bagaimana LAPOR! membangun pesan-pesan

yang disampaikan. Dalam kata lain, tahap ini akan melihat big idea di

dalam pesan komunikasi yang dibawa LAPOR!

d. Pelaksanaan

Di dalam melihat pelaksanaan media sosial LAPOR! akan digunakan

delapan elemen dalam langkah pelaksanaan seperti yang tertulis dalam

kerangka pemikiran. Pada tahap ini secara deskriptif akan dijelaskan

implementasi dari perencanaan yang dilakukan, termasuk di dalamnya

tahapan / alur pesan dan interaksi yang ada di dalam LAPOR!.

e. Pemantauan dan Evaluasi

Tahapan ini akan melihat bagaimana LAPOR! menanggapi aduan-aduan

yang masuk dan bentuk evaluasi internal. Selain itu juga akan dilihat

hubungan LAPOR! dengan lembaga yang terhubung.

Proses perencanaan hingga implementasi dari LAPOR! akan dicocokan

dengan prinsip-prinsip good governance untuk melihat sejauh apa kontribusi

LAPOR! sebagai dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Berikut

adalah bagan dari pisau analisis penelitian ini:

Page 49: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

30

Bagan 1.1: Kerangka Konsep

G. Metodologi Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan

kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan dalam penelitian

sosial yang biasanya digunakan untuk mengemukakan gambaran dan atau

Media sosial LAPOR!

Prinsip good governance:

1. Partisipasi

2. Penegakan hukum

3. Transparansi

4. Kesetaraan peluang

5. Daya tanggap

6. Wawasan ke depan

7. Akuntabilitas

8. Pengawasan public

9. Efektivitas dan efisiensi

10. Profesionalisme

Complain handling system:

1. Keadilan

2. Objektivitas dan

kemandirian

3. Kesederhanaan dan

aksesibilitas

4. Responsivitas dan

efisiensi

5. Kecepatan dan

proporsionalitas

6. Partisipasi dan inklusi

sosial

Pedoman pemanfaatan

media sosial instansi

pemerintah:

1. Perencanaan

2. Kegiatan media

sosial

3. Strategi media

sosial

4. Pelaksanaan

5. Pemantaan dan

evaluasi

Input/output model of IT

planning for social

media in government:

1. Perencanaan nilai-

nilai pelayanan

publik

2. Penetuan focus

yang akan dibuat

3. Inventarisasi IT

4. Peramalan

perkembangan

teknologi

Pengelolaan media sosial oleh

pemerintah

Page 50: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

31

pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas

komunikasi terjadi. Menurut Guba dan Lincoln (1985:108) pendekatan kualitatif

merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dengan latar alamiah dari suatu

keutuhan (entity).

Sejalan dengan hal itu, Poerwandari (1998) menyatakan bahwa pendekatan

kualitatif merupakan pendekatan yang akan mengolah dan menghasilkan data

bersifat deskriptif seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto,

rekaman video dan lain-lain. Moleong (2004:131) pun mengungkapkan

pernyataan yang tidak jauh berbeda yaitu pendekatan kualitatif tidak

mengumpulkan data berupa angka, sehingga tujuan penelitian adalah

penggambaran dalam, rinci dan tuntas mengenai realita empirik dibalik sebuah

fenomena.

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang langsung diarahkan

pada setting serta individu-individu dan kelompok masyarakat dimana mereka

berada, secara holistik; meliputi subjek penelitian (yang mungkin organisasi,

kelompok, individu, teks atau artefak) dan tidak melakukan reduksi variabel

dengan mengisolasi variabel-variabel tertentu (Pawito, 2007). Maksudnya,

pendekatan kualitatif menganalisa tanpa mengurangi ataupun menambahkan

(memberi eksperimen) pada objek dan hanya menampilkan kenyataan realitas.

Di dalam kasus ini, pendekatan kualitatif dipakai untuk melihat bagaimana

realitas pemanfaatan sosial media sebagai sarana pengaduan dan aspirasi oleh

pemerintah melalui LAPOR! yang dikelola oleh Deputi I Kantor Staf Presiden

sekaligus memberikan gambaran dan pemahaman mengenai manajemen

pengelolan dan proses pengolahan pesan.

Sedangkan metode yang akan digunakan untuk membedah penelitian ini

ialah studi kasus. Secara umum studi kasus dapat diartikan sebagai metode

penelitian untuk menyelidiki atau menganalisa suatu peristiwa, aktivitas ataupun

program dalam jangka waktu tertentu. Yin (dalam Salim, 2006:119) lebih teknis

mengartikan studi kasus sebagai berikut:

Page 51: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

32

“…empirical inquiry that invertigates a contemporary phenomenon within

its real-life content when the boundaries between phenomenon and context

are not clearly evident, and in which multiple sources of evidence are

used.”

Patton (2002) menambahkan bahwa studi kasus adalah studi tentang suatu

kekhususan dan kompleksitas sebuah kasus tunggal dan berusaha untuk mengerti

kasus tersebut dalam konteks situasi dan waktu tertentu. Sedangkan Therese

L.Baker (1999:321) memberikan definisi studi kasus sebagai berikut:

“A case study is a research strategy which focus on a single organization,

institution, event, decision, polling, or group (or possibly a multiple set).”

Definisi lain dikemukakan Creswell (1998:36-37) mengenai studi kasus.

Menurut Creswell, studi kasus ialah suatu eksplorasi dari sistem-sistem yang

terkait (bounded system) atau kasus. Lebih lanjut Creswell mengemukakan

karakteristik studi kasus yaitu pertama mengidentifikasi kasus untuk suatu studi.

Kedua, kasus tersebut merupakan system yang terikat oleh waktu dan tempat.

Ketiga, studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan

data untuk memberikan gambaran detil dan mendalam mengenai respon dari suatu

peristiwa. Terakhir, studi kasus akan ―menghabiskan waktu‖ waktu peneliti dalam

menggambarkan konteks atau setting suatu kasus.

Studi kasus dipilih untuk penelitian ini karena objek penelitian yang unik,

spesifik dan kontemporer. LAPOR! Sebagai objek penelitian dinilai unik karena

inisiatif untuk membangun partisipasi publik dan komunikasi dua arah dengan

memanfaatkan sosial media yang terintegrasi secara nasional baru pertama kali

dilakukan. LAPOR! Juga merupakan cikal bakal terwujudnya satu portal

pengaduan terpadu nasional di Indonesia. Selain itu objek penelitian juga

merupakan objek yang kontemporer karena baru dan sedang terjadi serta menjadi

kajian yang tengah hangat dibicarakan karena berkaitan dengan good governance

yang mulai digalakkan pemerintah.

Page 52: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

33

G.1 Sumber Data

Di dalam penelitian ini akan diambil dua sumber data yaitu sumber data

primer dan data sekunder yang akan menentukan ketepatan data, kekayaan

informasi serta kedalaman analisa dalam penelitian.

a. Data Primer

Data primer diambil dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan

responden yang berkaitan dengan pengelolaan LAPOR!. Responden yang

berkaitan maksudnya adalah posisi-posisi yang mengelola LAPOR! mulai dari

perencanaan, aktivasi hingga optimalisasi. Wawancara dilakukan melalui dua

cara yaitu melalui wawancara tatap muka dan online mengingat lokasi

penelitian yang berjauhan dengan peneliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder diambil dari dokumentasi studi pustaka, terbitan artikel pada

web, majalah ataupun media lain. Selain itu data sekunder juga berasal dari

output media-media pendukung LAPOR! seperti media promosi twitter dan

booklet yang dikeluarkan rutin oleh pengelola.

G.2 Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data melalui pengajuan

pertanyaan-pertanyaan kepada responden berkaitan dengan data yang ingin

dikumpulkan peneliti. Patton dalam Poerwandari (1998) mengemukakan bahwa

dalam sebuah proses wawancara diberlakukan sebuah pedoman wawancara yang

digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas

sekaligus check list mengenai apakah aspek-aspek yang relevan tersebut telah

dibahas atau dipertanyakan.

Page 53: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

34

Pertanyaan yang akan diajukan merupakan pertanyaan terbuka dan bersifat

mendalam. Maksudnya peneliti akan diperbolehkan mengeksplorasi pertanyaan

untuk bisa menghasilkan data yang lebih dalam dan rinci dalam menggambarkan

realitas yang akan disuguhkan.

b. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi ini mencakup data-data

tertulis yang dengan ijin terlebih dahulu dapat diakses dan digunakan untuk

melengkapi hasil wawancara. Menurut Yin (2005:104), data tertulis yang

mungkin dikumpulkan dalam penelitian adalah surat-surat,memorandum,

pengumuman resmi, agenda kegiatan, kesimpulan rapat, berbagai laporan

peristiwa, dokumen administratif organisasi, hasil penelitian dan evaluasi

komunitas, serta kliping artikel yang muncul di media massa. Beberapa booklet

dan laporan bulanan dari LAPOR! melalui blog resminya akan digunakan sebagai

dokumentasi untuk data-data yang akan menguatkan hasil penelitian ini nantinya.

Selain itu dokumentasi lain di media massa yang memungkinkan menjadi data

pendukung juga akan disuguhkan.

G.3 Objek Penelitian

Media sosial LAPOR! Yang dikelola Deputi I Kantor Staf Presiden. Media

sosial LAPOR! yang diaktifkan di tiga (3) kanal yaitu website, layanan SMS dan

aplikasi pada smartphone akan dijadikan objek dari penelitian ini.

G.4 Limitasi Penelitian

Penelitian ini menghadapi keterbatasan atau limitasi penelitian berupa

durasi waktu penelitian yang terbatas, sehingga belum cukup bisa

menggambarkan keseluruhan dinamika pengelolaan yang terjadi. LAPOR! telah

mengalami dua periode pemerintahan dan berubah induk pengelolaan, pada

penelitian dengan waktu terbatas ini tidak bisa dijelaskan detil proses pengelolaan

sejak awal terbentuk hingga sekarang. Keterbatasan waktu penelitian juga tidak

memungkinkan penggambaran anatar dua periode yang dialami oleh LAPOR!.

Page 54: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

35

Penelitian hanya dapat memberikan gambaran pengelolaan secara keseluruhan

dan dinamika pengelolaan pada periode tertentu saja.

G.5 Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh baik berupa transkrip wawancara dan

dokumentasi lainnya akan dikumpulkan, diedit dan dikategorikan serta dicari

kesesuaian polanya untuk dianalisa. Hasil analisis berupa intepretasi data akan

dikaitkan dengan pemikiran yang sebelumnya dirumuskan. Yin (2005:140),

apabila terdapat kesamaan pada kedua pola tersebut, hasilnya dapat menguatkan

validitas internal studi kasus yang bersangkutan. Lebih lanjut Yin (2005:140-158)

mengemukakan tiga strategi dan teknik analisis dominan dalam menganalisa bukti

(data) studi kasus, antara lain:

1. Penjodohan Pola

Merupakan salah satu strategi yang palng diminati oleh peneliti studi

kasus. Logika ini membandingkan pola yang didasarkan pada temuan

empiris dengan pola yang diprediksi atau pola yang dipercaya sebagai

keadaan ideal berdasar teori-teori. Apabila kedua pola ini semakin

memiliki kesamaan berarti semakin menguatkan validitas internal studi

kasus yang bersangkutan.

2. Pembuatan eksplanasi

Merupakan tipe khusus penjodohan pola namun prosedurnya lebih sulit

dan membutuhkan perhatian khusus. Pada strategi ini dibuat eksplanasi

tentang kasus yang bersangkutan untuk menganalisa sebuah studi kasus.

Cara ini cocok dan relevan digunakan untuk kasus eksplanatori.

Sedangkan untuk studi kasus eksploratori hanya bertujuan sebagai

pengembang hipotesa.

Page 55: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

36

3. Analisa deret waktu

Strategi ini dilakukan secara langsung analog dengan analisa deret waktu

pada eksperimen dan kuasi eksperimen. Biasanya digunakan oleh peneliti

untuk mendapat hasil penelitian yang rinci sehingga menjadi landasan

yang kuat bagi penarikan kesimpulan dari studi kasus.

Hasil dari penelitian ialah berupa pembahasan menyeluruh mengenai

pengelolaan media sosial LAPOR! untuk layanan aspirasi dan aduan online

terintegrasi nasional.

Page 56: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

37

BAB II

Media Sosial dan Pemerintahan

A. Media Sosial dalam Komunikasi Politik Pemerintah

Kemajuan teknologi membawa istilah media baru hadir. Sebagai sebuah

konsep yang tergolong baru, media baru atau new media merupakan konsep yang

dipahami beragam. Beberapa definisi dan pemikiran muncul seiring dengan

kajian-kajian dan pemahaman mengenai media baru semakin banyak dilakukan.

Salah satu definisi media baru merujuk pada sebuah perubahan dalam

proses produksi dan distribusi media (Rogers dalam Pavlik, 1996:2). Konsep ini

tentunya merupakan sebuah konsep yang sangat luas. Konsep yang masih sangat

luas itu kemudian dikerucutkan menjadi aplikasi mikroelektronik, komputer dan

telekomunikasi yang menawarkan layanan baru atau peningkatan dari media lama

(William dalam Lievrouw, 2006:206). Ron Rice, pakar teknologi komputer dan

telekomunikasi, mendefinisikan new media sebagai komunikasi dan teknologi

yang melibatkan kemampuan komputer (microprocessor or mainframe) yang

memungkinkan atau menfasilitasi interaktivitas antar pengguna maupun antara

pengguna dengan informasi (Rice and Associates, 1984:35).

Beberapa definisi media baru tersebut digunakan sebagai gambaran untuk

memahami media baru. Namun, selain defisini-definisi tersebut, beberapa poin

kunci dapat mempermudah pemahaman mengenai media baru. Disampaikan oleh

McLuhan (1990:7), terdapat tiga poin kunci dari media baru. Pertama ialah

digitality, yaitu perubahan seluruh proses media ke dalam bentuk digital. Kedua,

interactivity yang dapat berarti dua pengertian yaitu adanya teknologi yang

mampu memberi respon terhadap pengguna dan interaktivitas antar pengguna.

Ketiga, dispersal yang mengacu pada adanya desentralisasi proses produksi dan

distribusi pesan serta menumbuhkan keaktifan dari individu.

Media baru sendiri memiliki perbedaan beberapa karakter dengan media

lama atau konvensional. William (1998) dalam Lievrouw dan Livingstone

Page 57: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

38

(2006,206) mengidentifikasi tiga karakteristik media baru. Karakter media baru

yang pertama ialah interactivity yaitu kemampuan menciptakan interaktivitas

antara manusia dengan mesin dan antara pengguna satu dengan yang lain. Kedua,

demassification yang maksudnya kontrol terhadap sistem komunikasi terletak

pada pengguna, bukan pada produser media. Ketiga, asynchronicity atau karakter

fleksibel dalam dimensi waktu. Karakter-karakter inilah yang diunggulkan

sebagai kebaruan. Flew (2005:2) menambahkan lebih lanjut kebaruan media baru

menjadi 4C yaitu computing and information technology, communication

networks, digitalized media and information content, dan convergence.

Kehadiran media baru, lebih lanjut sangat diidentikan dengan internet

meskipun sebenarnya, dalam bentuk yang paling riil, internet adalah salah satu

bentuk media baru (Adiputra, 2012). Selain itu, media baru juga diidentikan

dengan platform-platform komunikasi online dalam internet yang dikenal dengan

media sosial.

Media sosial didefinisikan beragam oleh beberapa ahli. Eisenberg (dalam

Chan-Olmsted, 2013) mendefinisikan media sosial sebagai platform online untuk

berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam

konten digital. Sedangkan definisi lain bagi media sosial ialah cara orang berbagi

ide, konten, pemikiran dan hubungan secara online (Scott, 2007).

Media sosial sangat erat kaitannya dengan internet, sebab media sosial

lahir karena kelahiran internet sebelumnya. Media sosial dapat didefinisikan pula

menjadi sebuah teknologi komunikasi yang mengubah komunikasi berbasis

internet menjadi sebuah platform dialog yang interaktif (Montalvo, 2011).

Media sosial kini telah menjadi bagian penting dari komunikasi

masyarakat dunia. Lebih dari itu, media sosial kini menjadi elemen penting di

dalam bidang pemerintahan. Pemerintah menggunakan media sosial salah satunya

sebagai tools atau perangkat yang membantu komunikasi dengan masyarakat

politik.

Page 58: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

39

Masyarakat politik bukanlah istilah yang kemudian berhubungan spesifik

dengan negara, pemerintah, partai politik atau bagian terpisah-pisah lainnya.

Masyarakat politik merupakan keseluruhan bagian yang ada atau terdiri dari

elemen-elemen pengambilan keputusan (Bang, 2003). Berarti, tidak hanya pelaku

penyelenggaran negara, tetapi semua elemen yang ada di sebuah negara.

Hubungan komunikatif yang dibangun guna memfasilitasi masyarakat politik

tersebutlah yang kemudian dikenal dengan komunikasi politik pemerintah.

Menjalin komunikasi politik pemerintah merupakan keharusan di dalam

mengelola negara. Bang (2003) menambahkan bahwa komunikasi politik

pemerintah harus memperhatikan komunikasi dengan seluruh elemen negara,

bukan dengan satu otoritas politik saja sebab ada otoritas politik yang ada di

masyarakat pada pemerintahan modern ini. Bentuk komunikasi politik pemerintah

tersebut tidak semata komunikasi satu arah saja. Pada pemerintahan yang modern,

masyarakat memiliki kapasitas politik lebih dari sekedar menjadi pihak pasif,

melainkan dapat aktif berpartisipasi pada perumusan regulasi dan pengawasan

(Kooiman, 1993). Oleh karena itu perlu komunikasi dua arah atau dialogis yang

baik antara pemerintah dengan masyarakat. Media sosial dirasa mampu

memfasilitasi kebutuhan tersebut dan menjadi jembatan kebutuhan komunikasi

politik pemerintah dengan masyarakat.

Mickoleit (2015) memberikan ringkasan mengenai potensi dari media

sosial bagi pemerintah, yang sekaligus menjadi daya tarik yang membuat

pemerintah menggunakan media sosial. Media sosial memiliki potensi untuk

membangun kepercayaan antar institusi pemerintah dan juga mengembangkan

serta meningkatkan responsifitas pemerintah terhadap masyarakat. Berikut

beberapa peluang yang kemudian membuat pemerintah menggunakan media

sosial:

a) Media sosial mendukung proses yang berkaitan dengan kebijakan: membuat

lebih terbuka, inklusif dan membuka partisipasi

b) Media sosial memiliki kekuatan memberdayakan masyarakat

Page 59: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

40

c) Memungkinkan pemerintah bekerja lebih efisien dalam merespon masyarakat:

lebih interaktif dan responsif

d) Media sosial mendukung trasparansi peemerintah dan usaha akuntabilitas

e) Media sosial punya kemampuan meraih kelompok marjinal: ada beragam

kanal tambahan yang memungkinkan media sosial untuk menyentuh lebih

banyak kelompok

f) Media sosial dekat dengan kelompok anak muda

Selain yang disebutkan diatas, media sosial memiliki beberapa potensi dan

kegunaan lain untuk pengelolaan pemerintahan. Potensi yang ada pada media

sosial dapat dijelaskan dengan melihat beberapa jenis media sosial yang sudah ada

untuk lebih aplikatif dan penjelasan yang efisien. Bonson (2012) menjelaskan

beberapa potensi itu dimiliki media sosial dengan jenis blog, wikis, social

networks dan media sharing platforms.

Blog memiliki potensi sebagai media publikasi yang bersifat lebih privat

dan berorientasi penulis, yang memungkinkan digunakan user sebagai kanal

citizen journalism. Kanal blog dapat digunakan sebagai kanal untuk mewadahi

opini dari berbagai stakeholders, masyarakat sipil, bahkan pegawai pemerintahan.

Di dalam blog, user pun dapat melakukan interaksi melalui kolom comment yang

dapat dimanfaatkan sebagai kanal diskusi untuk masalah-masalah di lingkungan

sosial dan juga inisiatif ide-ide penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat

dan pemerintah.

Sedangkan wikis adalah jenis jaringan web yang memungkinkan pengguna

untuk membagi dan mengklasifikasikan pengetahuan atau informasi ke dalam

kategori general maupun tertentu. Wikis juga memungkinkan adanya koreksi

secara real time oleh pengguna. Media sosial ini memiliki peluang dan potensi

untuk berbagai macam tujuan misalnya untuk menyebarluaskan kekayaan kota.

Pemerintah lokal juga dimungkinkan untuk memanfaatkan wikis untuk memulai

dialog tentang program CSR atau proyek relevan lain. Di dalam kondisi tertentu,

Page 60: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

41

wiki juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan relasi pemerintah dengan

pegawai (Trkman & Trkman, 2009).

Berbeda dengan wikis, social networks merupakan kanal yang

memungkinkan pengguna terhubung dengan beberapa orang atau teman,

membangun komunikasi melalui berbagi data, foto, audio dan teks. Social

networks dapat dikategorikan sebagai web masa depan, bekerja sama dengan

komunitas atau kelompok tertentu sehingga opini mereka dapat digunakan sebagai

konten atau analisis informasi.

Terakhir, media sharing platforms dengan fasilitas atau fitur berbaginya

dapat dimanfaatkan pemerintah untuk membagi dokumen, foto, video ataupun

audio kepada masyarakat. Kemampuan berbagi ini dapat mendukung keterbukaan

pemerintah serta dapat digunakan untuk menampung evaluasi dan opini

masyarakat.

Penggunaan media sosial di bidang pemerintahan memiliki tujuan yang

beragam dan berbeda-beda. Secara general, tujuan penggunaan media sosial di

bidang pemerintahan disesuaikan dengan skala wilayah. Pemerintah

menggunakan media sosial mulai dari wilayah global, nasional, regional hingga

lokal. Terdapat beberapa contoh penggunaan media sosial di bidang pemerintahan

berdasarkan wilayah.

Pada wilayah global, salah satu contoh tujuan penggunaan media sosial

ialah untuk meredakan kerusuhan dan pengolahan isu global. Sedangkan pada

level nasional, media sosial digunakan misalnya untuk mendukung kelancaran

pelaksanaan Pemilu dan komunikasi bencana guna meningkatkan kesigapan

menghadapi bencana. Pada level regional, media sosial banyak digunakan untuk

tujuan antisipasi, pencegahan dan peringatan bencana. Sedangkan pada level

lokal, media sosial dapat ditujukan untuk menciptakan social city dan kanal

respon keadaan darurat.

Page 61: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

42

Masing-masing negara sendiri memiliki tujuan dari penggunaan media

sosial. Namun, secara general penggunaan media sosial di beberapa negara masih

merupakan ‖laissez faire‖ atau bersifat eksperinmental, dibiarkan terjadi dan

mengalir dengan sendirinya (Mickoleit, 2014). Namun, berdasarkan penelitian

survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development

(OECD) pada tahun 2013 (dalam Mickoleit, 2014), dari 25 negara 7 diantaranya

memiliki strategi dan tujuan yang spesifik dalam menggunakan media sosial.

Beberapa negara yang memiliki tujuan dan startegi yang spesifik terhadap

penggunan media sosial diantaranya Australia, Austria, Belgia, Chile, Kolombia,

Korea, dan Belanda.

Chile menggunakan media sosial sebagai bagian dari penyelenggaraan

pemerintahan dan memiliki strategi yang relatif spesifik. Media sosial pemerintah

Chile, @Gobiemodechile, beranjak popular dengan followers lebih dari 550.000

atau setara dengan 3% populasi (Mickoleit, 2013:13). Guna memaksimalkan

penggunaan media sosial, pemerintah Chile mengembangkan strategi proaktif

media sosial dengan elemen-elemen kunci sebagai berikut:

1. Mengeluarkan edaran resmi pada tahun 2010 yang secara eksplisit

mendorong penggunaan media sosial.

2. Pengintegrasian media sosial sebagai komponen utama dalam e-

government nasional tahun 2011-2014 dengan tiga pilar strategi yaitu

pemerintah terbuka, dekat dengan konstituen dan efisien.

3. Mengeluarkan panduan digital (Guia Digital) yang menyediakan bantuan

teknis dan strategis pada penggunaan teknologi baru di pemerintahan.

Panduan yang diberikan meliputi informasi precondition, kapasitas dan

kemampuan yang diperlukan untuk pemaksimalan penggunaan media

sosial.

Selain contoh diatas, beberapa negara menggunakan media sosial dengan

tujuan sebagai kanal informasi. Amerika Serikat, misalnya. Di Amerika, media

sosial merupakan bagian terintegrasi dari strategi pemerintahan guna membangun

Page 62: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

43

hubungan dan koneksifitas dengan masyarakat. Tujuan penggunaan media sosial

di Amerika ialah untuk mendistribusikan informasi. Informasi yang

didistribusikan terbagi menjadi 2 yaitu informasi netral seperti data statistik dan

informasi yang punya tujuan tertentu (misalnya: meningkatkan awareness

terhadap isu tertentu) (OECD, 2013).

Selain sebagai kanal informasi, media sosial juga digunakan beberapa

negara sebagai media komunikasi dengan beragam pihak. Di Inggris, media sosial

adalah bagian dari strategi digital mereka. Salah satu yang menjadi perhatian

pemerintah Inggris adalah komunikasi eksternal melalui strategi digital.

Tujuan penggunaan media sosial pada pemerintahan yang lain ialah untuk

membangun engagement dan koneksifitas antara pemerintah dengan kelompok

yang sulit terjangkau. Kelompok yang sulit dijangkau maksudnya adalah

kelompok marginal ataupun kelompok apatis. Kelompok marginal bisa saja

kelompok yang memiliki akses minim ke pemerintahan secara langsung.

Sedangkan kelompok apatis adalah kelompok yang dengan sengaja menarik diri

menjauh dari pemerintah, contohnya ialah kelompok anak muda.

Masing-masing memang pemerintah memiliki kepentingan dan fokus

tersendiri yang membuat penggunaannya menjadi berbeda-beda. Meskipun

demikian, penggunaan media sosial di bidang pemerintahan pada dasarnya dapat

membuat informasi dan pelayanan pemerintah menjadi lebih terbuka.

Keterbukaan ini mengarah pada keberlangsungan interaksi dan dialog untuk

menjawab tantangan pemerintahan di berbagai bidang.

Salah satunya misalnya untuk mengumpulkan informasi faktual secara

real time untuk penanganan krisis. Media sosial digunakan agar respon terhadap

sebuah kriris bisa dilakukan lebih cepat. Magro (2012) melalui ringkasan

penelitian mengenai penggunaan media sosial di pemerintahan mengungkapkan

bahwa salah satu contoh dari penggunaan media sosial adalah untuk penanganan

krisis saat terjadi bencana alam.

Page 63: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

44

Di Amerika, pada tahun 2011 pertama kalinya media sosial digunakan alat

koordinasi dan berbagi pengetahuan seputar bencana gempa bumi Haiti (Magro,

2012). The Centers of Diseas Control and Prevention di Amerika menggunakan

Twitter untuk menyebarkan informasi tentang penyebaran penyakit.

Di Australia, The Queensland Police Service mendemonstrasikan kekuatan

media sosial selama terjadi bencana ketika Queensland dihantam banjir dan

dinyatakan 90 persen wilayahnya terkena bencana akibat siklon tropis (Magro,

2012). The Police Service menggunakan Facebook, Twitter dan Youtube di Mei

2010. Bencana badai tersebut pertama menghantam pada 25 desember 2010

diikuti dengan banjir pada Januari 2011. Akun-akun media sosial digunakan untuk

menyebarkan informasi terkait bencana tersebut. Hingga pada akhirnya, interaksi

pada akun media sosial meningkat dan bahkan The Police Service mendapat

pujian dari pemerintah, masyarakat dan media karena langkah yang mereka

tempuh melalui media sosial selama bencana terjadi.

Pada level lokal, di Blacksburg, Virginia, wilayah ini menggunakan

beragam media, termasuk media sosial, untuk menghimpun informasi real time

dan juga mendeteksi serta mengatasi krisis (Kavanaugh, 2012). Melalui kanal

―Blackburg Alerts‖, pemerintah wilayah Blackburg mengombinasikan

penggunaan media sosial Twitter, Facebook, email dan SMS untuk menghimpun

informasi dari warganya. Melalui inisiatif ini, Blacskburg menerima beberapa

penghargaan atas kekayaan atau keberagaaman penggunaan media oleh

pemerintah.

Selain sebagai media penanganan krisis, beberapa negara menggunakan

media sosial sebagai media untuk meningkatkan pelayanan dan komunikasi

dengan masyarakat. Pemerintah mencoba memanfaatkan media sosial untuk

menjangkau populasi yang sebelumnya belum terwakili dan terjangkau (Bertot,

Jaeger & Hansen, 2012). Dalam kata lain, media sosial digunakan oleh

pemerintah untuk mengumpulkan informasi dan aspirasi dari masyarakat.

Page 64: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

45

Pengumpulan aspirasi dan informasi dari publik tersebut digunakan untuk

mendukung proses administratif pelayanan publik. Bertot, Jaeger & Hansen

(2012) menambahkan contoh sebagai gambaran dari penggunaan media sosial

untuk menghimpun informasi dan aspirasi publik. Fix My Street dari Inggris salah

satunya. Fix My Street merupakan pemanfaatan media sosial yang dikelola non-

pemerintah, namun diintegrasikan dengan email dari perwakilan rakyat sehingga

dilakukan laporan rutin dan berkala oleh pemerintah. Warga yang menemukan

kerusakan fasilitas jalan dapat melapor dengan menyertakan bukti. Fix My Street

akan mendisposisi dan ―menuntut‖ perwakilan rakyat untuk merespon dan

memberikan feedback berupa tindakan nyata. Meskipun tidak dikelola langsung

dibawah komando pemerintah Inggris, namun Fix My Street dimanfaatkan oleh

pemerintah untuk menghimpun informasi dari publik guna peningkatan kualitas

pelayanan publik.

Berdasarkan beberapa contoh diatas, pemerintah memanfaatkan media

sosial untuk menggiring e-perticipation dari masyarakat. Langkah ini ditempuh

untuk lebih dekat dengan masyarakat dan tersedia wadah partisipasi bagi publik.

Lebih lanjut, masyarakat diharapkan tidak hanya sekedar berpartisipasi namun

berperan aktif dalam tata kelola pemerintahan.

Penggunaan media sosial kini seperti menjadi sebuah urgensi di

pemerintahan. Memang penggunaan media sosial di pemerintahan bukanlah suatu

keharusan. Namun, di era media baru seperti ini pemerintah perlu melakukan

cara-cara pendekatan yang tepat kepada masyarakat. Belum lagi, pemerintah

memiliki kewajiban untuk tetap dekat dengan masyarakat. Tuntutan tersebut

membuat pemerintah perlu berada, bahkan 24 jam setiap harinya, disekitar

masyarakat.

B. Pemanfaatan Media Sosial oleh Pemerintah di Beberapa Negara dan

Indonesia

Pemerintah menggunakan media sosial sebagai representasi diri/lembaga

di dunia maya. Selain itu, fokus utama penggunaan media sosial di pemerintahan

Page 65: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

46

ialah untuk sosialisasi atau menyampaikan informasi, program serta kebijakan.

Tujuan lain memanfaatkannya ialah untuk mendengar keluhan dan aspirasi dari

masyarakat.

Fokus utama penggunaan media sosial di lembaga pemerintahan masa kini

untuk mensosialisasikan atau menyampaikan informasi telah diuji beberapa

survei. Salah satu survei dilakukan oleh US Public Authorities pada beberapa

level pemerintahan untuk melihat penggunaan media sosial di pemerintahan. Hasil

survei menunjukan bahwa 85% penggunaan media sosial di pemerintahan ialah

untuk ―distribute information‖ atau menyalurkan informasi (GovLoop, 2013).

Selain itu, pada tahun 2012 sebuah survei yang dilakukan oleh Government

Authorities United Kingdom menemukan bahwa kegiatan dunia maya, terutama

media sosial, yang dilakukan oleh dewan lokal adalah untuk komunikasi eksternal

(BDO, 2012).

Media sosial yang paling populer digunakan oleh lembaga pemerintah di

beberapa negara ialah Twitter dan Facebook. Survei lain yang dilakukan OECD

menunjukan bahwa Twitter digunakan 26 dari 34 negara anggota OED yang

digunakan untuk populasi survei untuk merepresentasikan institusi tertinggi dalam

negeri. Secara global, tiga dari empat negara menggunakan Twitter untuk

merepresentasikan pemerintah di dunia maya. Sedangkan Facebook hampir sama

populernya, namun dari 34 populasi survei, hanya 18 negara yang menggunakan

Facebook untuk merepresentasikan negara di internet.

Tidak hanya pemerintah pusat atau nasional saja yang memanfaatkan

media sosial. Otoritas pemerintah daerah juga semakin terwakili oleh media

sosial. Mickoleit (2013) memberikan gambaran mengenai pernyataan tersebut

sebagai berikut:

a. Di Amerika Serikat, dua pertiga dari kabupaten dan kota memiliki media

sosial resmi sejak awal tahun 2011. Facebook merupakan saluran favorit

digunakan lebih dari 90% wilayah diikuti dengan Twitter sekitar 70% dan

Page 66: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

47

blog yang digunakan 20% dari pemerintah daerah Amerika Serikat

(ICMA, 2011).

b. Di Inggris, survei tahun 2012 melaporkan bahwa lebih dari 90% dari

dewan lokal memiliki akun Twitter, lebih dari 80% memiliki Facebook

dan lebih dari 50% memiliki akun Flickr untuk berbagi foto. Hanya 3%

dari dewan lokal yang tidak memiliki media sosial sama sekali (BDO,

2012).

Selain digunakan oleh institusi pemerintahan mulai dari level nasional

hingga lokal, departemen lokal dan pejabat perseorangan juga menggunakan

media sosial sebagai representasi diri mereka yang sangat kuat di dunia maya. Di

Amerika sebuah sensus pada tahun 2012 menunjukan bahwa kurang lebih sekitar

700 departemen federal, agencies dan perwakilan rakyat memiliki kurang lebih

3000 halaman Facebook, 1000 akun Twitter, 700 kanal Youtube dan 500 halaman

Flickr (Mergel, 2013). Namu, pemimpin politik secara individu ternyata lebih

populer di media sosial dibandingkan dengan institusi yang mereka

representasikan. Sebagai contoh, akun Facebook presiden Amerika, Barack

Obama, memiliki penggemar 17 kali lebih banyak daripada akun White House.

Akun Twitter Barack Obama pun 8 kali lebih banyak pengikutnya daripada akun

White House. Rata-rata kepala pemerintahan secara individu memiliki paling tidak

4 kali pengikut lebih besar dari rata-rata akun media sosial institusinya.

Gambar 2.1 perbandingan rata-rata pengikut akun pemimpin pemerintahan

dengan institusi pemerintahan, dibagi ukuran populasi domestik

Sumber: OECD calculations, based on Twiplomacy, 2014, and World Bank Population data for 2013

Page 67: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

48

Sementara itu di Indonesia, pemerintah Indonesia juga mulai ikut

memanfaatkan media sosial untuk menghadirkan pemerintah lebih dekat dengan

masyarakat. Pada April 2001, pemerintah melalui Instruksi Presiden No.3

memberikan pedoman untuk pengembangan dan pemberdayaan ICT di

masyarakat (Silfianti, 2011). Instruksi presiden tersebut mencakup 75 program

atau rencana aksi yang diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) kategori yaitu

kerangka hukum dan kebijakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia,

infrastruktur dan aplikasi di pemerintahan dan sector swasta. Instruksi presiden

saat itu guna mendukung implementasi e-government. Silfianti (2011) di dalam penelitiannya ―Do Indonesian Province Website

Rich and Popular?‖ menerangkan bahwa pada saat itu pemerintah sendiri sudah

memiliki roadmap berkaitan dengan persiapan mengimplementasikan e-

government kedalam 5 (lima) tahap. Kelima tahap itu ialah persiapan, peluncuran,

aksi, pelaksanaan, partisipasi dan transformasi.

Pada awalnya, penggunaan website adalah satu-satunya yang identik

dengan pemanfaatan ICT oleh pemerintahan. Namun kini seiring berjalannya

waktu, pemerintah tidak lagi hanya memanfaatkan website saja tetapi juga media

sosial. Pemanfaatan media sosial pada pemerintahan ini dipicu fakta-fakta

mengenai popularitas media sosial di Indonesia.

Menurut Global Digital Statistic “Digital, Social & Mobile in 2015” dari

We are Social (2015) 72 juta penduduk atau 28 persen dari populasi di Indonesia

aktif mengakses media sosial. Pertumbuhan pengguna media sosial di Indonesia

pun sejak Januari 2014 terus meningkat sebesar 16 persen. Kedekatan penduduk

Indonesia dengan media sosial pun tidak hanya tampak dari jumlah pengguna dan

pertumbuhan penggunanya melainkan juga dari intensitas waktu akses media

sosialnya. Rata-rata setiap orang menghabiskan 2 jam 52 menit waktunya dalam

sehari untuk mengakses media sosial di Indonesia.

Berdasarkan data dari Facebook‟s Advertising Platform dan United States

Census Bureau (TECHinASIA, 2104) Indonesia merupakan satu dari empat

Page 68: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

49

negara dengan pertumbuhan pengguna Facebook terbesar. Tiga negara lainnya

ialah India, Pakistan dan Nigeria. Sejak kehadirannya di tahun 2004, Facebook

semakin menjadi salah satu kanal media sosial paling popular di masyarakat

Indonesia (Ansori, 2014). Bersama dengan Twitter, yang muncul di tahun 2006,

Facebook dan Twitter masuk menjadi 3 besar media sosial paling popular di

Indonesia. Facebook diakses 14 persen pengguna media sosial di Indonesia.

Sedangkan Twitter diakses pengguna sebesar 11 persen diikuti dengan media

sosial lain seperti Facebook Messenger, Google+, Linkedin, Instagram, Skype,

Pinterest dan LINE. (We are Social, 2015)

Gambar 2.2: Infografik Peringkat Media Sosial Terfavorit di Indonesia Januari

2015

Sumber: https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-data-start-2015/

Perkembangan dan pertumbuhan media sosial di Indonesia bukanlah

sebuah fenomena yang biasa. Banyak pihak yang melihat Indonesia sebagai

sebuah kekuatan massa potensial di dunia media sosial. Massa potensial tersebut

merupakan massa yang sangat aktif dan vokal di dunia maya. Dibanding dengan

Tokyo, London dan New York misalnya, warga Jakarta merupakan warga paling

aktif melakukan perbincangan lewat jejaring sosial (Purnama, 2013). Berdasarkan

Page 69: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

50

infografik dari TECHinASIA yang diambil dari statistik SocialBakers dan Media

Bistro (2013), pengguna Twitter dari Jakarta menyumbang 2,4% dari 10,6 miliar

tweets seluruh dunia. Selain itu, negara Indonesia sendiri merupakan negara

urutan ke-lima pengguna Twitter di dunia dibawah USA, Brazil, Jepang dan UK.

Gambar 2.3. Infografik Twitter Indonesia 2013

Sumber:https://www.techinasia.com/indonesia-social-jakarta-

infographic/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=indonesia-social-

jakarta-infographic

Kondisi-kondisi mengenai kedekatan masyarakat dengan media sosial

tersebut menarik pemerintah untuk memanfaatkannya. Salah satu bentuk

ketertarikan pemerintah adalah dengan menghubungkan kanal resmi berupa

website lembaga pemerintah dengan akun media sosial. Pengintegrasian website

dengan media sosial ini harapannya akan dapat menjangkau lebih banyak orang

untuk dirangkul pemerintah. Hanya saja, jumlah yang melakukan integrasi antara

website pemerintah dengan media sosial masih juga belum banyak. Menurut

penelitian ―Effect of Social Media on Website City Government in Indonesia‖

(2014), hanya 30% website resmi lembaga pemerintah yang mencantumkan akun

media sosial mereka. Selebihnya antara website dengan media sosial tidak saling

mendukung dan berjalan sendiri-sendiri.

Page 70: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

51

Dilihat dari sisi media sosial sendiri pemerintah Indonesia terbukti cukup

aktif. Mickoleit (2014) dalam tulisannya Social Media Use by Governments

menyuguhkan rekap data statistic Twiplomacy tahun 2014 yang menunjukan

pemerintah Indonesia masuk dalam 20 besar negara yang popular di Twitter.

Melalui akun @IstanaRakyat, pemerintah Indonesia menerima rata-rata 51 kali

re-tweets dari setiap tweet.

Sedangkan untuk aktivitas pemerintah di media sosial sendiri, Indonesia

pun tergolong tinggi. Bersama dengan 15 negara lain termasuk Meksiko,

Kolombia, Ukraina, Amerika dan Chile, Indonesia masuk dalam 20 besar institusi

negara yang memiliki frekuensi tinggi dalam megeluarkan tweets (Twiplomacy,

2014). Dua akun institusi pemerintah Indonesia yaitu @IstanaRakyat dan

@setkabgoid masing-masing mengeluarkan lebih dari 10 tweets per hari. Akun

Twitter Istana Untuk Rakyat (@IstanaRakyat) mengeluarkan rata-rata 13.37

tweets sehari sedangkan Sekretariat Kabinet (@setkabgoid) rata-rata

mengeluarkan 13.21 tweets dalam satu hari.

Kehadiran media sosial kini telah membentuk interaksi yang baru antara

pemerintah dan masyarakat. Media sosial dinilai sebagai sarana yang lebih efisien

dalam membangun relasi dengan masyarakat bagi pemerintah. Maka dari itu

pemerintah semakin mendorong pemanfaatan media sosial. Hal tersebut didukung

dengan pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Rudiantara, yang

mengajak humas pemerintah membuat akun media sosial untuk mnghilangkan

sekat antara pemerintah dengan masyarakat (Purwoko, 2015). Pada pemerintahan

demokratis seperti Indonesia ini, dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi,

ketersediaan kanal komunikasi yang menghubungkan rakyat dengan

penyelenggara negara. Kanal komunikasi ini penting sebab pemerintah sebagai

penyelenggara negara berkewajiban untuk mendengarkan aspirasi warganya,

sekaligus bertanggung jawab langsung pada warganya. Kanal terbuka akan

memungkinkan pengawasan secara langsung, yang juga merupakan poin penting

di dalam demokrasi. Media sosial, merupakan salah satu jawaban efisien untuk

sarana atau kanal komunikasi yang terbuka yang dibutuhkan.

Page 71: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

52

C. Partisipasi dan Antusiasme Masyarakat Terhadap Media Sosial di

Bidang Pemerintahan

Setelah melihat bagaimana pemerintah diberbagai negara menggunakan

media sosial, pertanyaan yang kemudian muncul ialah bagaimana masyarakat

merespon penggunaan tersebut. Apakah masyarakat tertarik dan berpartisipasi?

Tentu saja harapannya masyakarat tertarik dan berpartisipasi. Sebab, apabila pada

kenyataannya masyarakat tidak tertarik dan berpartisipasi berarti tidak ada

dukungan dari masyarakat. Padahal masyarakatlah target utama dari pemanfaatan

ini.

Beberapa institusi pemerintah di seluruh dunia memiliki pengikut atau

massa di media sosial yang cukup besar (Mickoleit, 2015). Akun media sosial

pemerintah Amerika @WhiteHouse dan akun @Number10Gov milik pemerintah

Inggris menunjukan angka yang cukup tinggi untuk pengikutnya di Twitter. Dua

akun itu berada di angka jutaan pengikut, juga dengan pengikutnya di Facebook.

Namun, popularitas dan antusiasme warga sebenarnya tidak semata bisa

diukur secara kuantitas. Sebab pengukuran dari sisi kuantitas semata

menimbulkan banyak sisa pertanyaan seperti ―fake followers‖ dan ―fake likes‖.

Bisa jadi angka pengikut pada media sosial yang tinggi tidak sepenuhnya karena

antusiasme masyarakat yang tinggi pula. Maka, sebenarnya tidak ada cara yang

benar-benar sempurna untuk mengukur kepopuleran media sosial dan antusiasme

masyarakat. Tetapi, salah satu cara yang masih bisa digunakan untuk

menggambarkannya adalah dengan mengomparasi aktivitas di media sosial

pemerintah yang sudah ada baik dari sisi kepopuleran lewat followers dan likes

juga dari sisi interaksinya. Maksudnya adalah melihat bagaimana keaktifan

pemerintah di media sosial, dan mengomparasi dengan tingkat interaksinya.

Sebab, keaktifan dari aktivitas media sosial memiliki korelasi untuk mendongkrak

kepopuleran media sosial tersebut.

Keaktivas media sosial pemerintah sangat beragam di seluruh dunia.

Beberapa pemerintah menonjol dengan memberikan 70 tweets atau pesan dalam

Page 72: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

53

satu hari, misalnya negara Meksiko dengan akun media sosial @PresidenciaMX

dan @gobrep. Beberapa negara Amerika Latin memiliki frekuensi aktivitas di

media sosial yang tinggi pula seperti Republik Dominic, Kolombia, Venezuela,

Bolivia dan Ekuador. Berikut adalah tabel kalkulasi statistic negara-negara dengan

frekuensi aktivitas Twitter yang tinggi, dilansir dari tulisan Mickoleit (2015)

―Social Media Use By Governments”.

Tabel 2.1 Most frequency government institutions tweeters 2014

Sumber: Twiplomacy 2014

Sedangkan dari sisi interaksi, pertama dapat dilihat dari jumlah pengikut

media sosial. Menurut Mickoleit (2015) data dari Twiplomacy (2014) dan World

Bank (2013), setidaknya terdapat Sembilan negara yang akun media sosial

institusinya memiliki pengikut paling banyak pada tahun 2014.

Page 73: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

54

Tabel 2.2: Most followed government institutions on Twitter 2014

Sumber: Mickoleit‟s calculations based on Twiplomacy 2014 and World Bank population data

2013

Selain itu, untuk melihat antusiasme dan partisipasi masyarakat di

berbagai negara dalam kegiatan media sosial pemerintah setidaknya dapat

tercermin dari interaksi re-tweets. Re-tweets adalah kegiatan menyalin tweets

untuk dibagikan kepada pengguna lain. Berikut adalah gambaran angka interaksi

re-tweets yang terjadi di akun pemerintah beberapa negara.

Page 74: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

55

Tabel 2.3 Most re-tweeted government institutions on Twitter 2014

Sumber: Twiplomacy 2014

Di Indonesia sendiri, kehadiran media sosial di pemerintahan Indonesia

rupanya secara umum mendapat respon cukup positif dari masyarakat. Respon

dikatakan cukup baik dilihat dari jumlah pengikut akun media sosial milik

pemerintah. Beberapa daerah, terutama yang penetrasi internetnya tinggi,

memiliki jumlah pengikut dengan jumlah yang banyak. Hanya saja, harus diakui

bahwa masih ada beberapa akun media sosial milik pemerintah yang minim

pengikut dan aktivitas karena keterbatasan infrastruktur dan juga tidak adanya

aktivitas yang dilakukan pemerintah di akun tersebut.

Beberapa akun media sosial kepala daerah di Indonesia mendapat banyak

pengikut. Akun Twitter @Jokowi kini diikuti lebih dari 3 juta akun lainnya. Akun

@Pak_JK pun mendapat jumlah pengikut lebih dari 1,6 juta akun. Sedangkan

salah satu primadona pejabat media sosial, @ridwankamil memiliki pengikut

lebih dari 1,18 juta. Akun-akun resmi lembaga pemerintahan memiliki pengikut

yang lebih sedikit berkisar di angka ribuan, misalnya @BNBP_Indonesia yang

hanya memiliki pengikut sebesar 49 ribu saja.

Page 75: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

56

Hanya saja, pengikut akun media sosial yang jumlahnya cukup tinggi ini

rata-rata masih berasal dari daerah perkotaan yang terpapar internet setiap hari.

Terpapar internet disini maksudnya adalah warga terbiasa menggunakan internet

sebagai salah satu media utama meraih informasi. Beberapa akun media sosial

daerah kota atau kabupaten tidak seramai akun media sosial kepala daerah

perkotaan.

Partisipasi warga terhadap media sosial pemerintah tidak hanya bisa

dilihat dari besarnya angka pengikut akun media sosial. Beberapa langkah nyata

masyarakat ikut memanfaatkan media sosial untuk pengawasan pemerintah juga

mencerminkan partisipasi. Media sosial di Indonesia sering digunakan untuk

mendukung akuntabilitas pemerintah. Pada tahun 2012, Persatuan Pelajar

Indonesia menggunakan Facebook dan Twitter untuk melaporkan pejabat yang

diduga melakukan penghamburan uang dengan berbelanja di Berlin (Harvey,

2014: 671).

Antusiasme dan partisipasi warga terhadap pemanfaatan media sosial bisa

dilihat baik dari sisi kuantitas maupun beberapa kasus partisipasi yang terjadi. Di

era digital seperti ini, beruntung masyarakat masih memiliki ketertarikan dan mau

berpartisipasi. Apabila pemerintah dapat mengembangkannya jumlah pengikut

tidak hanya akan menjadi sebatas angka, namun berpotensi untuk membuat

pembangunan menjadi semakin baik lagi.

D. Dampak pada Persoalan Sosial

Penggunaan media sosial di pemerintahan bukanlah tanpa tujuan. Secara

general, seluruh program pemerintah termasuk penggunaan media sosial ditujukan

tentunya untuk membantu pembangunan menjadi lebih baik. Lebih spesifik,

penggunaan media sosial ditujukan untuk menghadirkan negara lebih dekat

dengan rakyat dan membangun partisipasi masyarakat.

Di Chili, Fiji dan India, penggunaan media sosial dan teknologi di bidang

pemerintahan telah menunjukan beberapa dampak perubahan positif, terutama

Page 76: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

57

dalam hal mendukung kemajuan pembangunan. Di Chili, sistem e-procurement

ChileCompra telah digunakan untuk memungkinkan pemerintah dan warga

membandingkan biaya tawaran-ke dan jasa yang dibeli pemerintah (mirip dengan

tender proyek di Indonesia). Lebih dari 500 tawaran harga jasa outsourcing dari

lebih dari 6.000 penyedia disertakan di dalam sistem (Shim & Eom, 2008). Sistem

ini berhasil menghemat sekitar $ 150 juta pertahun dengan mencegah inflasi yang

diakibatkan korupsi oleh kontraktor dan pejabat. Guna mengurangi korupsi sistem

ini diperluas di bisnis-bisnis kecil yang bisa berpartisipasi dalam proses

penawaran pemerintah (Heeks, 2005).

Selain itu, penggunaan teknologi dan media sosial di Fiji pun telah

menunjukan hasil perubahan positif di persepsi publik terhadap korupsi

pemerintah. Persepsi publik terhadap tingkat korupsi membaik dan ada kenaikan

respon dari pemerintah terhadap kebutuhan dari masyarakat (Pathak, Naz,

Rahman, Smith & Agarwai, 2009).

Sedangkan di India, catatan properti pedesaan telah didigitalisasi secara

online sehingga meningkatkan kecepatan dan pembaharuan akses. Secara

bersamaan, langkah ini juga menghapus peluang bagi para pejabat lokal untuk

menerima suap seperti yang sebelumnya merajalela (Bhatnagar, 2003). Salah satu

sistem catatan tanah online di India, tepatnya di Karnataka, diperkirakan

menyelamatkan 7 juta petani, 1,32 juta hari kerja dan Rs. 806 juta suap terhadap

pejabat lokal dalam beberapa tahun pertama pemanfaatannya. Sebelum

diberlakukan sistem ini, rata-rata pertukaran tanah membutuhkan Rs. 100 untuk

suap. Sementara, penggunaan sistem ini hanya membutuhkan biaya Rs.2. (World

Bank, 2004).

Di Indonesia sendiri, penggunaan media sosial di kalangan pemerintahan

untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat juga sudah menunjukan beberapa

dampak positif. Salah satu contoh dari kesusksesan pemanfaatan media sosialoleh

pemerintah guna menanggulangi salah satu masalah sosial adalah Peta Jakarta.

Peta Jakarta merupakan platform yang dikelola atau dipimpim oleh SMART

Page 77: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

58

Infrastructure Facility bekerjasama dengan BPBD DKI Jakarta dan Twitter. Peta

Jakarta memanfaatkan kekuatan media sosial untuk mengumpulkan, memilah dan

menampilkan informasi tentang banjir bagi warga Jakarta secara real time. Peta

Jakarta merupakan platform yang konsepnya menyerupai Floodtags milik

pemerintah Belanda. Proyek ini berjalan aktif pada Desember 2014 hingga Maret

2015. Selama proyek ini berlangsung, warga Jakarta dapat melaporkan lokasi

banjir melalui media sosial Twitter yang kemudian terintegrasi dengan tampilan

peta di Peta Jakarta (Holderness, TT).

Gambar 2.4 Salah satu twit BPBD Jakarta berkaitan dengan Peta Jakarta

Sumber: www.twitter.com/BPBDJakarta

Peta Jakarta memudahkan pemerintah untuk mengetahui pemetaan banjir

dan mempercepat proses penanggulangan. Selain itu, Peta Jakarta juga

memudahkan warga Jakarta lain mengetahui daerah mana saja yang terkena banjir

sehingga bisa menghindarinya untuk efisiensi perjalanan. Informasi dari media

sosial yang dimanfaatkan pemerintah ini bisa menolong baik pihak pemerintah

maupun warga sekaligus.

Selain itu dari sisi masyarakat pun menunjukan dukungan dan dampak

positif penggunaan media sosial di pemerintahan. Muncul beragam inisiatif dan

dukungan dari masyarakat. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam

mendukung penggunaan media sosial pemerintah tercermin di komunikasi

Page 78: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

59

bencana. Salah satunya yaitu saat bencana erupsi gunung Kelud. Pada saat itu,

masyarakat ikut ambil andil di dalam fase pemulihan melalui media sosial.

Bantuan dari masyarakat ini memudahkan pemerintah dalam menanggulangi

bencana. Tidak hanya membagi informasi seputar kebencanaan seperti @BNPB

masyarakat ikut membantu dengan berinteraksi melalui media sosial.

Partisipasi masyarakat tersebut tercermin dari bantuan masyarakat

menginfokan kebutuhan logistik di tempat pengungsian. Beberapa pengguna

Facebook ikut membantu menginfokan kebutuhan pengungsi seperti makanan,

pakaian dan obat-obatan. Hal ini memudahkan kerja dari tim penanggulangan

bencana sebab semakin banyak dan semakin luas indormasi tersebar, semakin

besar peluang bantuan bertambah (ICTworks, 2014)

Gambar 2.5 Salah satu status masyarakat yang membantu upaya recovery paska

erupsi gunung Kelud

Sumber: http://www.ictworks.org/2014/04/09/how-indonesians-are-using-ict-and-social-

media-for-disaster-management/

Iniaiatif lain dan pemanfaatan media sosial yang dibuat oleh masyarakat

adalah Sebangsa (One Nation), sebuah aplikasi media sosial untuk berbagi

informasi dan keluhan kepada pihak pemerintah. Sebangsa memiliki interface

yang hampir sama dengan Facebook, Twitter dan LINE, hanya saja interaksi di

dalamnya berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di Indonesia. Sebangsa

merupakan inisiatif dari masyarakat, dimotori oleh Enda Nasution dan pada tahun

2014 mulai diluncurkan dalam masa uji coba.

Page 79: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

60

Gambar 2.6 Tampilan dasboard media sosial Sebangsa

Sumber:http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/01/21/sebangsa-puts-an-indonesian-

spin-on-social-media/

Salah satu fokus perhatian Sebangsa adalah penanganan kondisi darurat di

Indonesia. Indonesia, tidak memiliki hotline darurat seperti 911 di Amerika

Serikat, sehingga menimbulkan banyak kebingungan untuk bantuan ketika

dibutuhkan. Sebangsa menyediakan fitur ―Sebangsa911‖ yang memungkinkan

pengguna untuk melaporkan keadaan darurat, misalnya seperti banjir dan

kebakaran, dan menyediakan link ke layanan darurat 24 jam seperti polisi, petugas

medis, dan SAR. Di dalamnya terdapat fitur pelacakan dan tombol panik yang

memungkinkan pengguna mengkategorikan berbagai macam keadaan darurat.

Bahkan, disediakan fitur ―Supernatural‖ untuk menghubungan pengguna dengan

pihak yang mampu menanggulangi keadaan darurat yang bernuansa mistis

kedaerahan.

Bentuk partisipasi masyarakat dalam mendukung penggunaan media sosial

oleh pemerintah guna mengatasi berbagai masalah sosial masih beragam. Tingkat

partisipasi dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur terutama paparan internet

masyarakat. Ada banyak cara partisipasi, mulai dari ikut serta dalam aktivitas

media sosial pemerintah, hingga membangun inisiatif untuk membantu atau

meringankan kerja pemerintah menjadi lebih baik. (Schonhardt, 2015).

Page 80: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

61

Berdasarkan paparan mengenai manfaat penggunaan media sosial bagi

masalah sosial sepertinya kita akan sepakat bahwa apabila dimanfaatkan dengan

benar dan kreatif maka media sosial bisa digunakan sebagai salah satu kanal untuk

memudahkan penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Pemerintah hanya perlu

lebih jeli memanfaatkan setiap peluangnya. Meskipun begitu, masih ada banyak

―PR‖ bagi pemerintah. Sebab, permasalahan tidak hanya ada di perkotaan, yang

memiliki akses internet dan media sosial yang baik. Permasalahan ada di seluruh

wilayah Indonesia, dan perlu dipikirkan bagaimana penyelesaian terbaiknya.

Page 81: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

62

BAB III

Gambaran Umum LAPOR!

A. Sejarah Kelahiran LAPOR!

Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) diperkenalkan

pemerintah sebagai sebuah aplikasi media sosial untuk melibatkan partisipasi

publik dan meningkatkan interaksi dua arah antara masyarakat dan pemerintah

dalam pengawasan program-program pembangunan. Melalui Booklet LAPOR! #1,

pemerintah menginformasikan bahwa partisipasi dan interaksi dari masyarakat

umum ini dijaring melalui penerimaan dan tindak lanjut aspirasi dan pengaduan

yang terdokumentasi dalam sistem aplikasi LAPOR!. Laporan dapat kembali

terarsip secara online dan dapat diakses dengan mudah secara online oleh publik

melalui tampilan timeline. Di dalamnya publik pun dapat melakukan interaksi

dengan pemerintah dalam rangka mengawasi pengaduan masyarakat.

LAPOR! digunakan untuk dapat membantu berbagai lapisan masyarakat

dalam memberikan aspirasi, opini, pengaduan hingga permintaan informasi serta

menjadi media penyelesaian masalah yang dilaporkan. LAPOR! juga diklaim

pemerintah berpotensi menjadi cikal bakal terwujudnya satu portal pengaduan

nasional yang terintegrasi di Indonesia. Saat ini, LAPOR! merupakan insiatif

pertama yang dibuat pemerintah untuk menghubungkan instansi-instansi yang ada

di pemerintah dan mengelola aduan di dalam satu sistem. LAPOR! kini terhubung

dengan 81 Kementrian dan Lembaga, 5 Pemda dan 44 BUMN. Hingga kini

LAPOR! terus berupaya menghubungkan seluruh instansi pemerintah dengan

sistemnya untuk mengelola aduan masyarakat. LAPOR! hingga kini terus

berupaya menjembatani instansi pemerintah dalam menerima dan mengelola

aduan masyarakat.

Berdasarkan wawancara dengan manager program LAPOR!, diketahui

bahwa awal mula kemunculan LAPOR! bermula dari tahun 2011. Pada tahun

2011, Indonesia mendeklarasikan diri bergabung dengan Open Government

Page 82: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

63

Partnership dan menjadi satu dari delapan negara pendiri deklarasi keterbukaan

pemerintah. Tujuh negara lain pendiri Open Government Partnership ialah Brazil,

Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina, Norwegia, Meksiko dan Inggris.

Open Government Partnership merupakan insiatif multilateral yang

bertujuan untuk mengikat dan menguatkan komitmen pemerintah untuk

mempromosikan transparansi, pemberdayaan masyarakat, memerangi korupsi dan

memanfaatkan teknologi baru dalam memperkuat pemerintahan. OGP secara

resmi diluncurkan pada tanggal 20 September 2011 dengan deklarasi yang

dilakukan oleh 8 negara (Brazil, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Filipina,

Norwegia, Meksiko, Indonesia dan Inggris). OGP memiliki semangat kolaborasi

multi-stakeholders dengan memaksimalkan pengawasan baik dari sisi pemerintah

sendiri maupun dari masyarakat. Negara yang ingin menjadi anggota OGP harus

mendukung deklarasi pemerintahan terbuka, memberikan rencana aksi dan

bekomitmen untuk melakukan pelaporan progress negara kedepan. OGP memiliki

visi untuk membuat lebih banyak pemerintah menjadi lebih transparan, akuntabel

dan responsif terhadap masyarakatnya. Visi tersebut diikuti dengan terwujudnya

peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang setara dengan peningkatan

pelayanan yang diterima oleh masyarakat.

Indonesia bergabung dengan OGP dan bergerak dengan nama Open

Govenrment Indonesia (OGI). Keikutsertaan Indonesia dalam deklarasi OGP ini

bermula dari keterbukaan informasi publik yang dinilai pemerintah membuat

masyarakat Indonesia menjadi meningkat tingkat kritismenya. Masyarakat

Indonesia kini lebih menyadari haknya dan mulai berkemauan untuk ikut serta

dalam proses tata kelola pemerintah. Melihat kondisi tersebut, instansi publik

haruslah siap beradaptasi dan berkomitmen meningkatkan kualitas kerjanya.

Sejalan dengan hal di atas, ada dorongan untuk terciptanya pemerintahan

yang lebih transparan dan masyarakat yang lebih partisipatif. Maka Indonesia

memutuskan bergabung dengan gerakan bersama ini. Bergabungnya Indonesia ke

OGP ini diharapkan membawa dampak positif. Pelayanan yang bersentuhan

Page 83: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

64

langsung dengan kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan

transportasi, diharapkan dapat menjadi lebih baik. Akuntabilitas anggaran, yang

notabene berasal dari uang rakyat, juga diupayakan agar menjadi lebih jelas

pertanggungjawabannya. Masyarakat dapat ikut serta berpartisipasi dalam

pengawasan pembangunan, sehingga dapat ikut serta pula melakukan

pembangunan negara.

Langkah keikutsertaan Indonesia dalam Open Government Partnership

tersebut kemudian diejawantahkan pemerintah dalam sebuah inisiatif program.

Inisitif program yang dibuat ialah dengan membangun sarana pengaduan. Sarana

pengaduan dipilih karena empat alasan dan peluang.

Pertama, refleksi dan peninjauan sarana pengaduan selama ini. Selama ini,

belum tersedia sarana pengaduan yang dapat menghubungkan keluhan masyarakat

pada kementrian dan lembaga yang relevan. Masyarakat diadapkan pada sarana

pengaduan yang beragam dan bervariasi. Ada beragam pintu pengaduan yang

harus dikenali dan dimengerti oleh masyarakat untuk menyampaikan aduannya.

Jika dicocokan dengan karakter masyarakat Indonesia, kondisi ini

sangatlah tidak ideal. Karakter masyarakat Indonesia sampai saat ini masih belum

menjadi masyarakat mandiri yang mencari informasi detil dan prosedur

pengaduan sendiri. Kebanyakan masyarakat hanya merasa pemerintah perlu

bertindak jika ada masalah, tidak peduli pihak pemerintahan yang mana yang

sebaiknya menanggulangi. Apalagi banyaknya birokrasi semakin membuat

masyarakat menjadi bingung dan kerumitan ketika ingin mengadu. Padahal, di

dalam pengelolaan pengaduan universal terdapat prinsip No Wrong Door Policy

yang mengharuskan kemanapun aduan masyarakat, aduan tersebut harus sampai

ke pihak yang berwenang.

Gibran, manajer program LAPOR!, memberikan contoh sederhana

kebingungan masyarakat yang belum siap untuk mengadapi kanal birokrasi yang

sangat banyak di Indonesia.

Page 84: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

65

“Contoh paling gampang tentang jalan. Jalan itu ada banyak

kewenangannya. Jalan nasional itu kewenangan kementrian PU, jalan

provinsi itu kewenangan pemerintah provinsi, jalan kabupaten kota

kewenangan Pemkab atau Pemkot. Kalau masyarakat mengadu soal jalan

nasional ke Pemkot, tidak ditindaklanjuti.” (Wawancara Gibran, Kantor

eks.UKP4, 6 Juni 2015).

Pengetahuan masyarakat yang masih minim mengenai kewenangan dan

tanggungjawab pemerintah membuat kebingungan terkadang muncul ketika ada

yang ingin dikeluhkan. Itulah kondisi yang kemudian ingin dibantu oleh LAPOR!

untuk diselesaikan. Kebingungan masyarakat tersebut perlu dibantu. Jangan

sampai karena kebingungan tersebut akhirnya berakibat pada ketidakinginan

masyarakat untuk mengadu dan menyampaikan aspirasinya.

Kondisi kedua yang mendorong kemunculan layanan aduan ialah tidak

terintegrasinya sarana pengaduan yang selama ini sudah ada. Aduan-aduan yang

ada saat ini belum terintegrasi dan masih ―bertebaran‖ tanpa sebuah sistem yang

rapi. Pemerintah memiliki keinginan untuk menghubungkan kanal-kanal yang

sudah ada (bukan menggantikan) sehingga akan ada integrasi antar sistem yang

memudahkan penanganan dan respon.

Keinginan untuk mengintegrasikan antar sistem pengaduan oleh

pemerintah ialah untuk mencapai dua tujuan. Pertama, pemerintah ingin

mengelola pengaduan secara efisien dengan mencegah duplikasi penanganan.

Apabila sistem terintegrasi satu sama lain maka kontrol terhadap aduan dapat

lebih besar sehingga potensi penanganan ganda akan lebih kecil dan membuat

kerja semakin efisien. Kedua, pemerintah ingin mendapatkan data nasional. Data

nasional bisa beragam, mulai dari data permasalahan di kementrian, data

pemetaan persebaran suatu masalah ataupun data mengenai daerah dengan masala

yang paling sering dihadapi. ―Semakin banyaknya lembaga yang terhubung dan

intergrasi kanalnya, maka kita dapat satu data yang utuh dan tidak terpisah-pisah.‖

ujar Gibran, project leader LAPOR!, pada kesempatan wawancara dengan

peneliti. Data nasional ini nantinya dapat berguna untuk membantu pengambilan

keputusan dan kebijakan.

Page 85: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

66

Alasan lain yang melatarbelakangi kemunculan LAPOR! ialah kondisi

sarana pengaduan yang telah ada saat ini yang kebanyakan masih menggunakan

media konvensional. Media konvensial yang dimaksud disini adalah media

konvensional untuk menyampaikan aduan seperti SMS, surat, surat pembaca di

surat kabar dan website. Meskipun website sebenarnya tidak bisa disebut media

konvensional lagi, namun di dalam website untuk sarana pengaduan belum ada

sebuah sistem yang akuntabel dan transparan.

Media konvensional seperti surat fisik, surat pembaca di surat kabar, SMS

dan email website tidak cukup efektif untuk mewadahi aduan dan aspirasi negara

kepulauan seperti Indonesia. Jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia yang

berbukit-bukit, dipisahkan perairan dan juga jarak antar daerah yang jauh

membuat media konvensional tidak efektif dari segi waktu, biaya dan jarak.

Kondisi diperparah dengan keadaan birokrasi Indonesia yang berbelit. Birokrasi

berbelit yang dimaksud adalah ada banyaknya jumlah lembaga di pemerintahan.

Saat ini terdapat 559 pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi, 80-an

kementrian lembaga di pemerintah pusat dibawah presiden, dan beragam lembaga

lain seperti DPR, MK dan KY. Kondisi birokrasi yang berbelit dan bertingkat ini

membutuhkan media yang efektif. Oleh karena itu, apabila mengandalkan media

konvensional untuk sarana pengaduan masyarakat akan semakin tidak efektif.

Selain itu, media konvensional juga tidak cukup representative. Di lain

sisi, media baru cenderung lebih bersifat publik dan terbuka. Setiap orang dapat

bergabung, berpartisipasi dan dilihat oleh orang lain setiap aktivitasnya. Sehingga

baik pemerintah maupun masyarakat interaksinya akan dapat dipantau oleh

publik. Kemampuan keterbukaan ini tidak dimiliki oleh media konvensional

seperti surat dan e-mail di website.

Alasan terakhir dari kelahiran LAPOR! ialah dari segi kondisi sosial

kemasyarakatan orang Indonesia di media sosial. Masyarakat Indonesia yang

berjumlah besar dan sangat heterogen menimbulkan beragamnya perspektif

masyarakat. Salah satunya ialah perspektif mengenai kinerja pemerintah yang

Page 86: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

67

dicurahkan melalui media sosial. Ada banyak pandangan, pemikiran dan juga

gagasan yang dituangkan yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk

menunjang kinerjanya. Apabila segala curahan perspektif masyarakat yang

beragam tersebut tidak ditampung tentunya akan sangat disayangkan. Media

sosial kemudian dirasa dapat memfasilitasi berbagai perspektif masyarakat yang

ada sehingga tidak hanya terpendam tapi dapat dicurahkan dan dikelola oleh

pemerintah.

Selain pertimbangan empat permasalahan yang melatar belakangi tersebut,

ada pula peluang yang dijadikan bahan pertimbangan keputusan pembuatan

LAPOR! yaitu pemanfaatan teknologi di Indonesia. Pengguna ponsel di Indonesia

jumlahnya merupakan salah satu yang terbesar di dunia, bahkan lebih banyak dari

jumlah penduduknya. Sebanyak 308.2 juta masyarakat atau sekitar 121% dari

jumlah penduduk menggunakan telepon genggam (TechinASIA, 2015).

Penggunaan internet juga meningkat pesat dan pengguna media sosial pun

menunjukan pertumbuhan yang mengesankan. Berdasarkan infografis yang

dikeluarkan TechinASIA (2015), pengguna media sosial bertambah 16% sejak

Januari 2014 hingga Januari 2015.

Gambar 3.1: Infografis digital Indonesia

(Sumber: https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-

indonesia/)

Page 87: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

68

Gambar 3.2: Annual growth digital statistic

Sumber: https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-website-mobile-media-sosial-

indonesia/

Oleh karena itu, keputusan membuat sarana pengaduan dirasa tepat

sebagai inisiatif untuk membawa perubahan bagi Indonesia. Platform ataupun

sistem yang dipilih berbasis media sosial dengan mengintegrasikan sistemnya

secara nasional. Akhirnya, pada tahun 2012 LAPOR! resmi dibuat dan

diluncurkan.

B. Pilihan Kanal

Pertimbangan permasalahan dan peluang berupa teknologi yang

disampaikan diatas melatarbelakangi kemunculan LAPOR! yang kemudian

mengarah pada keputusan pemilihan kanal-kanal untuk sistem aduan. Kanal-kanal

yang dipilih oleh LAPOR! untuk menerima aduan hingga Juli 2015 ada 3 yaitu

SMS, aplikasi pada smartphone dan juga website. Namun, LAPOR! tidak menutup

kemungkinan menerima aduan offline.

Pemilihan kanal ini didasari beberapa pertimbangan. Pertimbangan

mendasar dalam memilih ketiga kanal itu ialah untuk menciptakan kemudahan

baik untuk pemerintah maupun masyarakat. Dilihat dari sisi masyarakat,

Page 88: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

69

pemilihan ketiga media itu didorong oleh fakta bahwa hampir semua orang di

Indonesia memiliki telepon genggam. Pengguna telepon genggam di Indonesia

termasuk tinggi. Berdasarkan infogarfik TechinASIA mengenai Digital Statistic

Indonesia (2015) 121% dari populasi masyarakat Indonesia menggunakan telepon

genggam. Jumlahnya bahkan melebihi jumlah populasi penduduknya sendiri.

Pengelola LAPOR! melalui manajer programnya, Gibran, memberikan

pandangannya mengenai fenomena telepon genggam di Indonesia yang kemudian

melatarbelakangi alasan pemilihan kanal LAPOR!.

“Hampir semua orang Indonesia sudah punya handphone dikantong

masing-masing. Harapannya, ketika mereka lihat jalan rusak langsung

SMS 1708 kalau ada jalan rusak disini dan dia bisa langsung lapor.”

(Wawancara Gibran, Kantor Eks.UKP4, 6 Juni 2015).

Sementara dari sisi pemerintah, keputusan untuk memilih ketiga kanal

yang berorientasi dan memanfaatkan teknologi ialah agar semua pesan bermuara

di satu sistem. Teknologi memungkinkan pemerintah untuk dapat mengumpulkan

pesan yang masuk melalui SMS, apps, maupun web pada sistem LAPOR! dengan

lebih mudah.. Sistem LAPOR! pula yang akan mengelolanya dan mengantar pesan

ke lembaga terkait sehingga lebih rapi, mudah dan tepat sasaran. Apabila

menggunakan media konvensional seperti surat fisik yang tidak berorientasi

teknologi tentunya akan sulit bagi pemerintah untuk bekerja secara efektif.

Pemerintah perlu bekerja dua kali untuk menerima pesan dan mengelompokannya

secara manual. Teknologi membantu mengelompokan pesan dengan lebih praktis.

Pemilihan tiga kanal memiliki tujuan untuk merangkul semakin banyak

orang untuk berpartisipasi. Tiga kanal diharapkan dapat merangkul masyarakat

yang menggunakan masing-masing media. Selain itu, tiga kanal dibuka untuk

semakin menghadirkan LAPOR! dekat dengan masyarakat.

Selain pemilihan tiga kanal, ketiga kanal LAPOR! tersebut diintegrasikan

secara nasional. Terdapat 2 tujuan mengintegrasikan data aduan secara nasional.

Pertama, pengintegrasian data laporan dan aduan akan membuat pengelolaan

pengaduan menjadi efsisien dan mencegah duplikasi penanganan. Apabila data

Page 89: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

70

aduan tidak terintegrasi secara nasional akan sangat besar peluang ketidakjelasan

penanganan yang dapat berujung pada ketidakefektifan kerja. Bisa saja lembaga A

dan B menangani aduan yang sama tanpa koordinasi sebelumnya. Pengintegrasian

data pengaduan ini dibuat agar tidak ada duplikasi dan kerja menjadi lebih efektif.

Tujuan yang kedua ialah agar dapat diwujudkan dan didapatkannya data

nasional. Semakin banyak kementrian, lembaga dan instansi pemerintah yang

terhubung dan saling terintegrasi maka akan semakin banyak data yang

terintegrasi pula. Data-data tersebut merupakan data yang berkaitan dengan

keluhan masyarakat yang dapat diolah menjadi data statistik nasional. Data-data

yang terintegrasi akan menghasilkan satu data yang utuh, tidak terpisah-pisah.

Misalnya saja data mengenai Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Apabila

instansi yang berkaitan dengan bidang kesehatan mulai dari yang terkecil hingga

di pusat terhubung di satu sistem maka dapat dipetakan persoalan-persoalan apa

yang paling banyak dikeluhkan masyarakat berkaitan dengan kesehatan. Dapat

pula dipetakan permasalahan dari segi masalah misalnya daerah mana yang paling

banyak mengalami masalah BPJS, daerah mana yang mengalami kekurangan

infrastruktur dan juga lainnya.

Di dalam sistem LAPOR! yang berbasis teknologi semua data akan

terarsip dan dapat dilacak, dikelola dengan lebih mudah. Data-data yang

didapatkan dari aduan ini disuguhkan secara realtime dalam Statistik LAPOR!.

Statistik ini diletakan di website LAPOR! dan akan diperbaharui setiap harinya

setiap pukul 04.00 WIB. Inventarisasi dan rangkuman data nasional ini dapat

digunakan sewaktu-waktu oleh pemerintah ketika membutuhkan data untuk

pertimbangan pengambilan kebijakan.

Guna mencapai tujuannya tersebut pemerintah memaksimalkan tiga kanal

yang sudah ada saat ini. Selain itu, pengelola LAPOR! pun terus mengembangkan

kanalnya. Hingga Juli 2015, pengelola tengah melakukan pengembangan kanal

melalui tagar atau hastag (#) Twitter. Selain itu pengelola juga menerima aduan

Page 90: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

71

melalui kanal offline untuk didigitalisasi dan dimasukan ke dalam sistem aduan

LAPOR!.

C. Prinsip-prinsip Pengelola

Di dalam mengelola sistem pengaduan nasional LAPOR! terdapat tiga

prinsip yang diusung yaitu mudah, terpadu dan tuntas. Tiga prinsip ini yang selalu

diupayakan LAPOR! dalam setiap langkah yang diambil. Prinsip ini diaplikasikan

tidak hanya dalam sistem pengelolaan namun juga pada fitur-fitur LAPOR!.

Prinsip mudah diusung LAPOR! untuk mengakomodir aksesibilitas semua

lapisan masyarakat. Prinsip ini diimplementasikan di dalam tiga aspek. Pertama,

melalui kanal yang dipilih dan dimanfaatkan LAPOR!. LAPOR! menggunakan

tiga kanal utama yang mudah diakses masyarakat yaitu melalui SMS, website

serta aplikasi mobile melalui Blackberry dan Android. Selain itu, LAPOR! juga

tidak menutup aduan dan aspirasi melalui media konvensional seperti surat fisik

dan telepon. LAPOR! akan membantu mendigitalisasi setiap aduan dan

memberikan kemudahan pilihan akses bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kedua, LAPOR! memudahkan akses untuk membangun transparansi.

Laporan-laporan masyarakat berikut dengan interaksinya terdokumentasi dengan

baik dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat untuk mendukung

transparansi. Fitur lacak dapat dimanfaatkan pula oleh masyarakat untuk

memudahkan pengawasan dan pengawalan terhadap aduannya. Kemudahan akses

ini juga memungkinkan adanya diskusi publik tidak hanya dua arah, namun juga

tiga arah antara pelapor, pemerintah dan masyarakat umum.

Ketiga, LAPOR! memungkinkan adanya fitur penambahan data dukung.

Data dukung digunakan untuk memberikan informasi pendukung yang

menguatkan dan memperjelas laporan. Data dukung yang diberikan bisa berupa

foto, video, rekaman audio maupun dokumen lain seperti surat, peraturan

perundangan ataupun dokumen lainnya. Fitur ini memudahkan masyarakat untuk

membuat laporannya semakin jelas dan membuktikan kebenaran aduan. Selain

Page 91: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

72

pihak pelapor, pihak pemerintah pun dimudahkan dengan fitur tersebut. Sebab,

tambahan data pendukung dapat memudahkan pemerintah mengetahui detil

pelaporan yang berguna untuk memberikan penyelesaiaan masalah yang lebih

baik.

Selain itu prinsip kemudahan juga diimplementasikan pada kemudahan

memberikan aduan melalui fitur laporan anonim dan laporan rahasia. Apabila

masyarakat merasa bahwa laporannya berpotensi memberi ancaman pada dirinya,

maka dia dapat menyembunyikan identitasnya melalui fitur anonim. Apabila

masyarakat menganggap bahwa laporan yang dia berikan selain dapat

memberikan ancaman juga bersifat sensitive, dia dapat memilik fitur anonim dan

rahasia sehingga selain identitasnya dirahasiakan, laporannya pun hanya dapat

diakses oleh pengelola dan lembaga terkait aduannya saja.

Prinsip kedua LAPOR! adalah terpadu. Prinsip ini berkaitan dengan

keterhubungan LAPOR! dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Saat ini LAPOR!

terhubung dengan 80 kementrian dan dimanfaatkan 5 pemerintah daerah dalam

mengelola aspirasi dan pengaduan masyarakat. LAPOR! mendisposisikan semua

laporan dan aduan ke berbagai lembaga terkait yang semuanya terhubung di

dalam sebuah sistem yang rapi.

Prinsip terpadu ini dibuat oleh LAPOR! untuk memudahkan dan

mengefektifkan komunikasi mulai dari pemerintah pusat hingga tingkat SKPD

dibawah pemerintah daerah. Prinsip terpadu juga dibuat untuk merapikan dan

mengintegrasikan sistem pelayanan aduan secara nasional di Indonesia.

Keterpaduan ini juga mendorong no wrong door policy, yaitu kejelasan disposisi

laporan pada satu layanan aduan.

Prinsip LAPOR! yang ketiga adalah tuntas. LAPOR! mengedepankan

prinsip tuntas dalam menindaklanjuti aduan dan aspirasi yang masuk melaluinya.

Pada tindak lanjut ini, LAPOR! berperan sebagai pengawal aduan dan moderator

untuk koordinasi elektronik antar SKPD sehingga mempercepat koordinasi tindak

lanjut pengaduan. Prinsip tuntas ini pun didukung dengan indicator status

Page 92: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

73

penyelesaian setiap laporan pada aplikasinya. Masyarakat dapat pula memberikan

dukungan maupun komentar pada setiap aduan sehingga semua pihak dapat

bersama-sama mengawasi penuntasan setiap laporan.

D. Tentang Pengelola

Pengelola LAPOR! adalah unit yang menjalankan tugas dan fungsi

keseharian pengelolaan induk LAPOR!. Pada awal terbentuknya, LAPOR! dikelola

oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pembangunan. UKP-PPP

merupakan lembaga bentukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono. Namun, setelah pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

berakhir dan digantikan dengan pemerintahan presiden Joko Widodo – Jusuf

Kalla, Unit Kerja Presiden dibubarkan. Sebagai gantinya, berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 26 Tahun 2015, dibentuklah Kantor Staf Presiden.

Kantor Staf Presiden dibentuk untuk memperkuat tugas dan fungsi Unit

Staf Kepresidenan untuk meningkatkan kelancaran pengendalian program-

program prioritas nasional dan penyelenggaraan komunikasi politik kepresidenan.

Selain itu, Kantor Staf Presiden juga memiliki tugas untuk melakukan

pengelolaan isu-isu strategis.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015, di dalam

melaksanakan tugasnya, Kantor Staf Presiden memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional

dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden;

b. Penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas

nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan;

c. Percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional;

d. Pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas

nasional;

Page 93: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

74

e. Pengelolaan isu-isu strategis;

f. Pengelolaan strategi komunikasi politik dan diseminasi informasi;

g. Penyampaian analisis data dan informasi strategis dalam rangka mendukung

proses pengambilan keputusan;

h. Pelaksanaan administrasi Kantor Staf Presiden; dan

i. Pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden.

Kantor Staf Presiden terdiri dari Kepala Staf Kepresidenan, Deputi dan

Tenaga Profesional. Kepala Staf Kepresidenan mempunyai tugas memimpin

pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden. Sedangkan Deputi ialah

mereka yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Staf

Kepresidenan. Deputi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Staf

Presiden sesuai bidangnya. Selanjutnya, Tenaga Profesional ialah mereka yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Deputi. Tenaga Profesional

terdiri dari:

a. Tenaga Ahli Utama;

b. Tenaga Ahli Madya;

c. Tenaga Ahli Muda; dan

d. Tenaga Terampil.

Berikut adalah susunan kepengurusan Kantor Staf Presiden dan nama

pejabat terkait per tanggal 2 September 2015:

a. Kepala Staf Kepresidenan: Teten Masduki

b. Deputi I Kepala Staf Kepresidenan: Darmawan Prasodjo

c. Deputi II Kepala Staf Kepresidenan: Yanuar Nugroho

Page 94: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

75

d. Deputi III Kepala Staf Kepresidenan: Purbaya Yudhi Sadewa

e. Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan: Eko Sulistyo

f. Deputi V Kepala Staf Kepresidenan: Andogo Wiradi

LAPOR! sendiri saat ini dipegang dan dikelola dibawah Deputi I Staf

Kepresidenan Republik Indonesia. Struktur Pengelola LAPOR! bersifat matriks-

fungsional yang terdiri dari Spesialis Administrasi, Spesialis Komunikasi, dan

Spesialis Pemrograman. Matriks-fungsional berarti setiap anggota pengelola tidak

hanya menjalankan satu pekerjaan saja melainkan lebih fleksibel. Seorang

pengelola dapat mengerjakan pekerjaan mulai dari pengembangan teknis hingga

ke promosi dan lain-lainnya. Saat ini pengelola harian LAPOR! berjumlah 4 orang

dibantu dengan 11 relawan magang. 11 relawan magang ini akan berganti setiap 3

bulan sekali dan mendapat training selama 1 minggu pertama setiap awal

periodenya.

Berdasarkan e-mail dari [email protected] kepada peneliti, berikut

adalah susunan pengelola LAPOR! per tanggal 12 Agustus 2015:

a. Manajer Program: M. M. Gibran Sesunan (Tenaga Ahli)

b. Spesialis Administrasi: Miranti Benacorry (Tenaga Ahli)

c. Spesialis Komunikasi: M. M. Gibran Sesunan (Tenaga Ahli)

d. Spesialis Pemrograman: Ferdy Alfarizka, Yoyok Heru Suprapto (Tenaga

Ahli)

e. Crypto Task Force: Bagian Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Kantor

Staf Presiden

Setiap divisi (spesialis) akan merumuskan IKU (Indikator Kerja Utama)

beserta dengan target-target kerja di awal tahun. IKU yang telah disusun akan

dievaluasi implementasinya setiap 3 bulan. IKU setiap divisi nantinya akan

Page 95: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

76

diturunkan menjadi rencana aksi kerja. Rencana aksi kerja merupakan

perencanaan kegiatan yang akan dilakukan oleh pengelola setiap periodenya.

Berikut adalah bagan dari pengelola LAPOR!:

Gambar 3.3: Struktur Pengelola LAPOR!

Sumber: http://blog.lapor.go.id/index.php/87-profil-pengelola

E. Alur Kerja LAPOR!

Alur kerja LAPOR! dimulai saat diterimanya laporan atau aduan melalui

sistem di beragam kanal. Kanal-kanal yang digunakan LAPOR! ialah SMS,

website dan apps pada smartphone. Namun, LAPOR! tidak menutup diri terhadap

laporan atau aduan offline melalui surat. Apabila masuk aduan offline maka aduan

akan di digitalisasi untuk masuk ke sistem yang dikelola oleh admin.

Melalui ―booklet LAPOR!”, LAPOR! secara resmi menjelaskan alur aduan

dari masyarakat masuk hingga ditanggapi oleh kementrian lembaga terkait dan

Page 96: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

77

dinyatakan tuntas. Berikut adalah bagan untuk menggambarkan alur aduan yang

masuk di LAPOR!:

Gambar 3.4: Bagan Alur Kerja LAPOR!

Sumber: Booklet LAPOR! 1

Di kegiatan pengelola, setelah aduan masuk maka administrator akan

melakukan verifikasi laporan. Verifikasi dilakukan pertama untuk mengorganisir

laporan. Mengorganisir laporan maksudnya adalah memisahkan laporan yang

memang benar-benar merupakan sebuah laporan dengan pesan-pesan junk yang

tidak mengandung substansi aduan maupun aspirasi. Apabila pesan tidak jelas

substansinya, tidak mengandung substansi aduan, mengandung banyak kata-kata

aneh dan melanggar SARA serta tidak bermakna maka pesan tersebut merupakan

pesan yang dikategorikan dalam junk. Sedangkan apabila pesan mengandung

Page 97: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

78

substansi aduan terhadap pelayanan publik dan pembangunan, laporan tersebut

dapat diterima untuk diproses lebih lanjut.

Verifikasi juga merupakan proses screening untuk menentukan apakah

laporan dapat diteruskan untuk disposisi, non diposisi, atau tidak sesuai sehingga

harus dihapus. Laporan yang dapat diteruskan disposisi ialah laporan yang

menyangkut pembangunan. Maksudnya, laporan yang dapat dikelola oleh

LAPOR! adalah laporan yang berkaitan dengan kinerja pemerintah dan pelayanan

publik. Kinerja pemerintah dan pelayanan publik yang dapat dilaporkan oleh

masyarakat adalah kinerja pemerintah dan pelayanan publik di segala level mulai

dari instansi terkecil di level desa hingga di pemerintah pusat. Laporan non

disposisi bersifat diskusi publik (bukan aduan pembangunan). Laporan ini tidak

mengandung substansi aduan kepada instansi tertentu, namun lebih kepada

pandangan pelapor terhadap sebuah isu publik. Pandangan ini dapat dijadikan

pematik diskusi publik sehingga tidak perlu didisposisikan ke suatu lembaga.

Sedangkan laporan gagal ialah laporan yang tidak memenuhi kriteria apapun

ataupun laporan tindak kriminal yang seharusnya dilakukan di pelaporan

kepolisian (missal: laporan kehilangan). Misalnya saja, pelapor melapor pada

LAPOR! mengenai kasus pencurian yang dia alami. Kasus pencurian ini tidak bisa

dikategorikan sebagai aduan yang dikelola LAPOR! sebab tidak ada substansi

aduan kinerja pemerintah dan pelayanan publik disana. Aduan pencurian harus

dilaporkan ke kepolisian dan mengikuti prosedur penanganan kepolisian. Namun,

berbeda hal apabila pelapor melaporkan bahwa proses penanganan aduannya di

kepolisian berbelit. Dia bisa melaporkan kinerja kepolisian dalam penanganan

kasusnya apabila dia merasa ada yang tidak beres. Asal didukung dengan bukti

yang kuat, LAPOR! dapat membantu mengelola dan mengawal aduannya. Seperti

pernyataan Gibran, manajer program LAPOR!, berikut ini berkaitan dengan aduan

gagal yang bersubstansi kepolisian.

“Ada mekanisme penegakan hukum yang tidak bisa diganggu gugat.

Mekanisme penegakan hukum itu tidak bisa dicampuri apapun. Jika

KUHP bilang begitu, tidak bisa diganggu. Makanya kalau soal hukum

laporkan ke polisi. Nanti kan dapat nomor pengaduan atau nomor

Page 98: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

79

laporan, itu yang dijadikan bahan mengawal apabila laporan ke kepolisi

tidak ditindaklanjuti.” (Wawancara Gibran, Gedung Eks.UKP4, 6 Juni

2015).

Setelah pesan yang masuk terorganisir dan tersortir menjadi pesan yang

benar-benar mengandung substansi aduan atua aspirasi, selanjutnya administrator

akan melihat dan menentukan kecocokan lembaga yang dituju dengan isi aduan.

Apabila masyarakat telah benar mengajukan aduan kepada instansi terkait, aduan

akan diproses ke tahap selanjutnya. Namun, apabila masyarakat belum

mengetahui instansi mana yang bertanggung jawab atas aduannya, administrator

akan membantu mengarahkan. Guna menentukan instansi apa yang bertanggung

jawab atas aduan tersebut administrator perlu melakukan pembacaan dan

memahami substansi aduannya. Lembaga disesuaikan dengan kewenangan yang

ada di substansi laporan. Apabila aduan sudah jelas dan instansinya sudah jelas,

laporan akan masuk ke tahap selnajutnya. Namun, apabila belum jelas maka

administrator akan melakukan follow up dengan pelapor untuk meminta informasi

tambahan. Misalnya saja aduan mengenai sertifikat tanah tang tidak kunjung

selesai. Apabila pelapor belum mencantumkan kantor BPN tempat dia mengurus

setifikat maka informasi kantor itu akan dikonfirmasi oleh administrator.

Konfirmasi dilakukan untuk meminimalisir ―salah pintu‖ aduan. Meskipun sudah

memiliki pengetahuan mengenai kewenangan instansi, administrator terkadang

juga salah mendisposisikan aduan.

Setelah melalui serangkaian proses verifikasi tadi, laporan akan menjalani

proses penyuntingan yang masih dikerjakan oleh administrator. Administrator

akan melakukan penyesuaian yang bersifat redaksional tanpa mengubah substansi.

Biasanya masih ada banyak masyarakat yang belum mengetahui redaksional

dalam melakukan pelaporan. Beberapa laporan masih ditulis dengan bahasa

daerah, yang tidak semua orang memahaminya, ataupun mengandung kalimat

kasar. Kesalahan penulisan seperti singkatan dan umpatan pun akan diubah atau

dihilangkan oleh admin agar tersusun sebuah laporan yang rapi, jelas dan mudah

dipahami tanpa mengubah substansi.

Page 99: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

80

Penyuntingan ini dilakukan untuk memperjelas substansi aduan dan

memudahkan kementrian, lembaga atau Pemda membaca dan memahami pesan.

Selain itu, penyuntingan dimaksudkan oleh pengelola untuk membuat laporan

menjadi lebih rapi dan sopan ketika dibaca publik.

Selain melakukan perubahan redaksional, sebelum mendisposisikan

laporan admin akan melakukan pengecekan kelengkapan laporan kembali.

Kelengkapan laporan atau aduan berkaitan dengan informasi yang terdapat di

dalam aduan. Informasi yang kurang akan diminta oleh admin untuk dilengkapi

agar laporan menjadi jelas. Misalnya saja ketika ada aduan mengenai sertifikat

tanah yang tidak kunjung usai maka perlu ada nomor dokumen di BPN terkait,

tanggal dimulainya prosedur balik nama dan beberapa informasi lainnya.

Apabila aduan telah diverifikasi, disesuaikan redaksional dan lengkap

informasinya maka selanjutnya aduan akan didisposisikan ke lembaga terkait.

LAPOR! akan menghubungi Pejabat Penghubung dari instansi atau kementrian

lembaga. Pejabat Penghubung adalah pihak yang ditunjuk oleh instansi untuk

bertugas sebagai jembatan komunikasi antara LAPOR! dengan instansi. Biasanya

Pejabat Penghubung berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang yang berasal dari

humas atau PPID, Pusdatim atau Itjen. Pejabat Penghubung inilah yang bertugas

menjaga ‗gawang‘ komunikasi sistem pelaporan di setiap instansi.

Laporan yang didisposisikan akan diketahui oleh pelapor melalui

notifikasi yang diberikan oleh administrator LAPOR!. Administrator akan

menuliskan bahwa laporan sudah didisposisikan dan menyebutkan nama instansi

yang menerima disposisi. Laporan tersebut akan masuk kedalam timeline di

dashboard LAPOR! dan sudah dapat diakses oleh publik. Publik juga sudah dapat

memberikan komentar dan dukungan apabila laporan sudah didisposisikan.

Dari sisi instansi pemerintah, setelah laporan didisposisikan dan diterima,

akan dilakukan perumusan tindak lanjut oleh lembaga terkait dalam pengawasan

dari LAPOR!. Setiap instansi memiliki tenggat waktu untuk menanggapi aduan

Page 100: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

81

sebanyak 5 hari kerja. Apabila lebih dari 5 hari kerja, pengelola melalui

administrator akan memberikan notifikasi peringatan kepada instansi.

Apabila instansi sudah merumuskan tanggapan dan tindak lanjutan, tindak

lanjut terhadap aduan atau laporan tersebut akan dikomunikasikan kepada pelapor

melalui sistem dalam bentuk notifikasi dan pesan di dinding percakapan. Instansi

akan menulis balasan mereka, yang bisa dilengkapi dengan data-data pendukung

pula.

Laporan yang sudah terdisposisi oleh LAPOR! kepada lembaga terkait

dibagi menjadi 3 kategori yaitu laporan yang belum ditanggapi, laporan yang

berada dalam proses tanggapan dan laporan yang selesai. Data per 10 September

2015 menunjukan 79583 laporan, 48% laporan telah berhasil diselesaikan dan

41% laporan belum ditanggapi. Berikut diagram yang menggambarkan status

laporan terdisposisi di LAPOR! pada 10 September 2015:

Grafik 3.1: Status Laporan Terdisposisi di LAPOR! per 10 September 2015

Sumber: https://www.lapor.go.id/statistik/

Apabila laporan sudah ditanggapi oleh instansi, pengadu dapat mulai

melakukan interaksi dengan instansi terkait melalui kolom reply. Disanalah akan

terbangun interaksi antara lembaga terkait dan pelapor. Apabila aduan atau

laporan telah tuntas ditindak lanjuti, maka admin akan menutup laporan dan

laporan dianggap telah selesai. Namun apabila pelapor belum puas dengan

jawaban instansi, dia bisa terus memberikan argument dan menanyakan seputar

Page 101: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

82

tindak lanjut aduannya. Selama proses komunikasi tindak lanjut, pengguna dapat

memberikan komentar begitu pula dengan lembaga terkait. Administrator

LAPOR! berperan sebagai moderator diantara kedua belah pihak. Apabila

terdapah satu pihak yang tidak korporatif dan cenderung sesuka hati, LAPOR!

hadir menengahi. Laporan baru akan ditutup ketika telah terjadi kesepakatan dan

kejelasan kasus aduan. Kejelasan ini bisa berupa tindak lanjut nyata dari

penanganan aduan ataupun kesepakatan diantara diskusi antara instansi dengan

pelapor.

Page 102: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

83

BAB IV

Implementasi Pengelolaan LAPOR!

Pengantar

Bab ini berisi temuan dari proses pengambilan dan pengumpulan data serta

pemaparan analisa dari data yang sudah diperoleh. Pembahasan pada bab ini

berusaha menjawab pertanyaan penelitian atau rumusan masalah penting yaitu

bagaimana pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan aduan

rakyat online yang dilakukan Deputi I Kantor Staf Presiden. Pada bab ini, akan

dipaparkan implementasi pengelolaan mulai dari perencanaan sampai evaluasi dan

juga hambatan-hambatan di dalam pengelolaan. Pembahasan ini juga akan

memparkan implementasi fitur dari LAPOR! untuk memberikan jawaban atas

kontribusi LAPOR! terhadap perwujudan good governance di Indonesia.

Data yang disajikan merupakan data yang dikumpulkan peneliti melalui

wawancara tatap muka sebanyak dua kali dengan dua narasumber. Wawancara

pertama dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2015 di ruang rapat 3.3 lantai 3,

Gedung Eks UKP4 Jakarta dengan Gibran, manajer program sekaligus anggota

Deputi I Kantor Staf Presiden. Wawancara kedua dilakukan dengan Miranti,

Spesialis Administrator LAPOR!, pada tanggal 26 Agustus 2015 di lantai 2

gedung B Eks UKP4, Jalan Veteran III Jakarta Pusat. Data yang dipaparkan

lainnya didapatkan melalui wawancara online (e-mail), dokumen edaran resmi

LAPOR!, data statistik di website, regulasi yang berkaitan dengan LAPOR! dan

unggahan di blog.

A. Perencanaan LAPOR!

Perencanaan merupakan langkah penting di dalam menyusun sebuah

pengelolaan media sosial. Pada objek penelitian LAPOR!, bentuk perencanaan

bukan sekadar merencanakan memanfaatkan media sosial seperti kebanyakan

pemanfaatan lainnya. Perencanaan sedikit berbeda dan lebih luas sebab

Page 103: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

84

merencanakan LAPOR! pada dasarnya adalah merencanakan sebuah program

pemerintah yang digunakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Perencanaan

LAPOR! juga buka semata memanfaatkan media sosial yang sudah ada, tetapi

lebih kepada merencanakan membangun sebuah sistem dari media sosial baru

yang diharapkan mampu menjadi wadah aspirasi dan aduan nasional.

Pengelola LAPOR! melakukan perencanaan dengan melakukan analisa dan

pendekatan terhadap masalah, tantangan dan peluang. Analisa dan pendekatan

yang dilakukan oleh LAPOR! tidak berdasar pada metode POST (people,

objective, strategy, technology) yang spesifik melainkan berdasarkan analisa

kondisi sosial kemasyarakatan dan juga refleksi keadaan dari sarana pengaduan di

Indonesia sejak dahulu.

1. Analisa Permasalahan dan Tantangan

Analisa ini dilakukan di awal kemunculan inisiatif ini di tahun 2011. Pada

tahun 2011, Indonesia mendeklarasikan diri bergabung dengan Open Government

Partnership atau deklarasi keterbukaan pemerintah. Deklarasi ini dibuat untuk

membuat pemerintah negara-negara dunia lebih transparan, akuntabel dan

responsif terhadap masyarakat. Visi OGP tersebut diikuti dengan terwujudnya

peningkatan kualitas pelayanan pemerintah yang setara dengan peningkatan

pelayanan publik yang diterima masyarakat. Pemerintah Indonesia kemudian

mengejawantahkan komitmen transparansi, akuntabilitas dan responsitifas

tersebut dalam sebuah inisiatif membuat layanan pengaduan dan aspirasi.

Layanan aduan dan aspirasi ini direncanakan setelah dilakuka assessment

oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

(UKP4). Berdasarkan wawancara dengan manajer program LAPOR!, M. M

Gibran Sesunan, terungkap tujuh hal yang mendasari keputusan membuat

LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial.

Pengelola memilih untuk membuat layanan aduan dan aspirasi

berdasarkan analisa dan refleksi layanan aduan yang ada di Indonesia selama ini.

Page 104: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

85

Pertama, dilihat dari segi jumlah layanan di Indonesia, ada ketidakseimbangan

dan kondisi yang tidak efektif pada layanan aduan dan aspirasi di Indonesia

selama ini. Pengelola merasa bahwa jumlah kanal pengaduan pemerintah yang ada

di Indonesia saat itu terlalu banyak dari sisi jumlah.

Dahulu saat masa orde baru dan reformasi, jumlah layanan untuk

memberikan aspirasi dan pengaduan masih sedikit dan cenderung tidak

representatif. Hal itu disebabkan minimnya sarana komunikasi pada masa itu.

Media berkomunikasi untuk menyampaikan aspirasi dan aduan yang saat itu

digunakan hanya berupa surat, pos dan dialog tatap muka. Pada masa itu kita bisa

berkaca pada layanan aspirasi dan aduan ―Kotak Pos 5000‖ pada era Presiden

Soeharto. Media yang populer saat itu belum beragam seperti sekarang sehingga

terbatas pada media konvensional seperti surat pos.

Berbeda dengan kondisi sekarang, layanan aduan menjadi sangat beragam

dan sangat banyak jumlahnya. Kehadiran UU Pelayanan Publik menjadi salah

satu alasan memicu munculnya banyak layanan aduan.

“Setiap lembaga sebenarnya sudah diisyaratkan dengan UU Pelayanan

Publik untuk memiliki kanal pengaduan agar masyarakat bisa

menyampaikan aspirasi dan pengaduannya.” (Wawancara Miranti,

Gedung B Kantor Eks.UKP4, 26 Agustus 2015).

Hal ini membuat ada banyak layanan aduan dan aspirasi sehingga,

menurut pengelola LAPOR!, bisa memicu kebingungan masyarakat. Kebingungan

yang dimaksud ialah kebingungan harus melapor kepada siapa melalui kanal yang

mana.

Melihat kondisi tersebut, pengelola melihat bahwa ketidakterhubungan

layanan aduan menjadi masalah kedua yang perlu diselesaikan. Pengintegrasian

layanan aduan masyarakat dirasa perlu dibuat agar masyarakat tidak perlu merasa

bingung dengan banyaknya pintu aduan di pemerintah. Terlebih, dalam mengelola

aduan menurut Gibran ada prinsip universal yang harus dipegang yaitu ―no wrong

door policy”. Maksudnya adalah setiap aduan masyarakat harus sampai kepada

Page 105: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

86

yang berwenang dan tidak boleh diabaikan. Kondisi itu membuat pengelola

merasa bahwa strategi pengintegrasian layanan aduan menjadi penting untuk

dipersiapkan sebelum memutuskan meluncurkan layanan aduan dan aspirasi

LAPOR!.

Masalah dan tantangan ketiga yang dianalisis pada tahap perencanaan

ialah kondisi media dari layanan aduan dan aspirasi saat itu. Pemerintah merasa

bahwa layanan aduan dan aspirasi yang saat itu beredar di masyarakat kebanyakan

masih berupa media yang konvensional dan tidak representatif. Saat itu media

layanan aspirasi dan aduan masih terbatas pada surat, telepon, surat pembaca di

surat kabar ataupun email di website instansi. Media-media tersebut dirasa belum

bisa merepresentasikan masyarakat dan tidak efektif. Media seperti surat pos,

telepon maupun email instansi tersebut bersifat privat dan tidak bisa dipantau

sehingga rawan untuk tidak ditindak lanjuti.

Kondisi media layanan aduan dan aspirasi yang masih privat ini kemudian

memunculkan masalah keempat yang juga menjadi analisa pada tahapan

perencanaan LAPOR!. Layanan aduan dan aspirasi yang masih menggunakan

media konvensional dirasa pemerintah sebagai sebuah proses yang tidak

akuntabel dan transparan, sehingga perlu untuk diselesaikan.

Permasalahan kelima atau tantangan kelima yang perlu dijawab oleh

pemerintah ialah kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Kondisi

geografis Indonesia dengan gunung-gunung, bukit-bukit dan laut yang

memisahkan antar pulau membutuhkan media yang efisien dan efektif. Apabila

layanan aduan dan aspirasi hanya mengandalkan media konvensional maka dari

segi waktu, biaya dan jarak akan sangat tidak efektif.

Tantangan keenam yang perlu dijawab ialah kondisi sosial masyarakat dan

juga kondisi birokrasi pemerintahan Indonesia. Diungkapkan Gibran, bahwa

pengelola tim LAPOR! pada masa Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan

Pengendalian Pembangunan (UKP4) melakukan assessment singkat dan melihat

Page 106: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

87

bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki pengetahuan yang minim mengenai

kewenangan pemerintah.

“Orang Indonesia itu tidak mau tahu. Mereka hanya tahu Anda

pemerintah dan saya mau mengadu” (Wawancara Gibran, Kantor

Eks.UKP4, 4 Juni 2015).

―Ketidakmau tahuan‖ masyarakat sebenarnya bukan semata dikarenakan

karakter masyarakat yang memang murni tidak mau tahu. Kondisi seperti itu

muncul berkaitan dengan kondisi pemerintah Indonesia. Pada pemerintah

Indonesia, birokrasi yang ada sangat besar bertingkat, berlapis dan beragam. Per

bulan Juni 2015, berdasarkan data yang disampaikan pengelola LAPOR! melalui

Gibran sebagai manajer program, saat ini terdapat kurang lebih 80 kementrian dan

lembaga dibawah presiden pada pemerintah pusat. Jumlah tersebut belum

termasuk dengan DPR, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi

Yudisial dan lembaga di bawahnya.

Sedangkan untuk kondisi birokrasi di level provinsi, kabupaten dan kota

saat ini terdapat 559 kabupaten, kota dan provinsi di Indonesia. Setiap provinsi,

kabupaten dan kota memiliki wewenang untuk mengatur struktur birokrasi

diwilayahnya masing-masing yang membuat birokrasi di Indonesia menjadi

sangat beragam. Unit kerja masing-masing wilayah berbeda dan masyarakat tidak

serta merta mengerti tentang itu semua. Sehingga, apabila masyarakat

menemukan ketidakberesan pembangunan, muncul potensi ketidakpahaman

masyarakat mengenai wewenang dan tanggungjawab tindak lanjut. Oleh karena

itu seolah-olah muncul pandangan bahwa masyarakat tidak mau tahu dengan

birokrasi. Masyarakat seolah hanya butuh dan ingin permasalahan diselesaikan,

namun tidak mengetahui siapa yang berwenang menyelesaikan masalah

pembangunan tersebut. Sebenarnya persoalan ini lebih cenderung merupakan

buntut dari kebingungan masyarakat yang tidak memahami betul kondisi birokrasi

di Indonesia.

Page 107: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

88

Selain birokrasi berlapis, bertingkat dan sangat luas tersebut, pihak

pengelola LAPOR! yang dulu diinisiasi tim UKP4 berpendapat bahwa kondisi

birokrasi pemerintah Indonesia sangatlah berbelit.

Ada banyak lapisan yang harus ditembus sehingga membuat kinerja

pemerintah menjadi cenderung lambat dan tidak efisien. Kondisi ini dilihat oleh

pengelola LAPOR! sebagai kondisi yang perlu dijawab dengan sebuah inisiatif

program yang tepat.

Selain kondisi masyarakat yang seolah tidak mau tahu, kebingungan dan

juga kondisi pemerintah dengan birokrasinya, kondisi sosial kemasyarakatan juga

menjadi salah satu aspek yang diperhatikan oleh pengelola pada perencanaan

LAPOR! terdahulu. Pengelola melihat masyarakat Indonesia sebagai orang yang

sangat aktif berkomunikasi.

“Orang Indonesia ini kalau Pak Kuncara Ningrat, sosiolog, adalah orang

yang sangar verbal, suka mengobrol, cerita, dan chit-chat. Di fenomena

modern kita lihat sendiri di media sosial itu orang Indonesia cerewet.

Salah satu obrolan terbanyak dari Indonesia.” (Wawancara Gibran,

Kantor Eks. UKP4 Jakarta, 4 Juni 2015).

Kondisi masyarakat yang senang berkomunikasi dan cenderung aktif

berkomunikasi di media sosial ini yang kemudian membuat ada banyak topik

yang dibahas oleh masyarakat. Salah satunya ialah topik mengenai pembangunan

dan kinerja pemerintah. Obrolan dan pembahasan itu menimbulkan perspektif

yang akan sangat disayangkan apabila tidak ditampung dan dikelola oleh

pemerintah.

Melihat kondisi tersebut maka dibutuhkan solusi atas masalah komunikasi

yang terjadi diantara masyarakat dengan pemerintah secara nasional. Bukan hanya

masyarakat dengan pemerintah dalam cakupan yang terbatas, namun pemerintah

dari pusat hingga unit terkecil dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Page 108: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

89

2. Penetapan Tujuan

Selain melakukan analisa terhadap permasalahan dan tantangan, pengelola

juga mempertimbangkan tujuan dari pembuatan sebagai salah satu bagian dari

perencanaan. Sebab, pengelolaan media sosial LAPOR! ini dilakukan oleh

pemerintah dan yang membedakannya dari pengelolaan media sosial lain ialah

tujuan yang mendasarinya harus berorientasi membantu terwujudnya

kesejahteraan rakyat. Ada dua yang ingin dicapai oleh LAPOR! yaitu terjaringnya

aspirasi publik dan juga menghadirkan negara setiap waktu.

Di dalam penyusunan perencanaan LAPOR! ini pengelola menginginkan

adanya sebuah wadah penjaring aspirasi publik bagi masyakat. Suara dan

perspektif masyarakat mengenai pembangunan dan kinerja pemerintah dirasa

perlu untuk diwadahi guna mendukung kinerja pemerintah memajukan

pembangunan Indonesia. Selain itu, partisipasi masyarakat juga merupakan salah

satu prioritas pemerintah di dalam melakukan pengelolaan negara. Partisipasi

tersebut dapat berupa aspirasi dan aduan yang disampaikan masyarakat. Oleh

karena itu sarana pengaduan dirasa tepat untuk memfasilitasi keinginan dan tujuan

dari pemerintah.

Pengelola pun memiliki pandangan mengenai tujuan dari membangun

sebuah sarana pengaduan dan aspirasi. Pengelola merasa bahwa perlu dibangun

sebuah proses menampung aspirasi dan aduan yang transparan dan akuntabel.

Proses yang akuntabel dan transparan dibutuhkan agar tidak terjadi proses

―lempar batu di laut‖. Maksudnya adalah agar masyarakat tahu kemana aduan dan

aspirasinya sampai setelah diutarakan.

Selain mengenai partisipasi masyarakat, tujuan dari inisiasi pembuatan

LAPOR! ini juga dikarenakan adanya keinginan pemerintah menghadirkan negara

di masyarakat.

“Kalau kita hanya kehadiran fisik ya presiden tentu tidak bisa hadir

secara fisik disetiap lini masyakarat.” (Wawancara Gibran, Kantor

Eks.UKP4, 4 Juni 2015).

Page 109: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

90

Maka, diharapkan muncul sebuah gagasan dan inovasi yang bisa

membantu menyelesaikan masalah di setiap lini masyakarat.

Berdasarkan keinginan dan tujuan dari pemerintah tersebut pengelola

merasa bahwa kebutuhan sebuah layanan aduan dan aspirasi bagi masyarakat

menjadi patut diprioritaskan. Oleh karena itu, inisiasi pembuatan LAPOR!

menjadi semakin kuat.

3. Analisa Peluang dan Penetapan Media

Tahapan perencanaan yang dilakukan oleh LAPOR! selain menganalisa

masalah dan tantangan, merumuskan tujuan berdasarkan pada visi pemerintah,

juga dilakukan analisa peluang. Pemerintah melihat bahwa peluang yang bisa

dimanfaatkan ialah teknologi. Teknologi adalah satu-satunya jawaban yang dirasa

tepat untuk menjawab masalah dan tantangan yang dihadapi di ranah layanan

aspirasi dan aduan.

Teknologi bagi pengelola LAPOR! dipandang sebagai sebuah peluang

yang besar dan dirasa merupakan jawaban yang paling tepat atas kebutuhan yang

dihadapi. Pertama, jumlah pengguna ponsel di Indonesia yang termasuk salah satu

terbesar di dunia. Jumlah angka penggunaan ponsel di Indonesia bahkan sudah

melebihi jumlah penduduknya sendiri. Pengelola melihat fenomena ini sebagai

fenomena yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk pemerintah. Kedua,

penetrasi internet yang meningkat pesat. Pada tahun 2015, data yang dimiliki

pengelola LAPOR! menyebutkan bahwa internet sudah menjangkau sebanyak

lebih dari 80 juta jiwa. Angka ini pun dapat terus bertambah melihat tren

digitalisasi yang saat ini semakin berkembang. Salah satu yang muncul dari

pentrasi internet ini kemudian ialah media sosial. Media sosial seperti Twitter dan

Facebook di Indonesia penggunanya masuk dalam 5 besar pengguna media sosial

tersebut di dunia. Fakta-fakta berkaitan dengan teknologi seperti itu kemudian

dimanfaatkan sebagai peluang oleh pengelola untuk menyusun perencanaan

teknologi apa yang paling tepat untuk LAPOR!.

Page 110: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

91

Berdasarkan kondisi dari penggunaan teknologi oleh masyarakat,

pengelola mengambil keputusan untuk memanfaatkan beberapa kanal teknologi.

Teknologi yang kemudian dirasa oleh pengelola tepat untuk memfasilitasi

kebutuhan masyarakat tersebut ialah website, aplikasi smartphone dan SMS.

Ketiganya dipilih agar mampu memfasilitasi masyarakat dalam mengadu dan

beraspirasi semakin luas. Pengelola membuka kanal lebih dari satu untuk dapat

membuka peluang partisipasi masyarakat yang lebih luas lagi. Ketiga kanal yang

dimanfaatkan itu dimuarakan pada satu sistem di dalam website LAPOR! di

www.lapor.go.id . Namun, pengelola mengaku bahwa meski berorientasi pada

teknologi, LAPOR! juga tidak menutup kanal offline seperti surat dan telepon.

Hanya saja, semua pesan akan didigitalisasi dan dialihkan ke sistem LAPOR!

dengan tujuan pengelolaan yang lebih efisien.

4. Hasil Langkah Perencanaan

Berdasarkan proses perencanaan yang sudah dilakukan pengelola

merumuskan bahwa layanan aduan dan aspirasi yang terintegrasi berbasis media

sosial untuk seluruh masyarakat Indonesia merupakan jawaban yang tepat bagi

permasalahan Indonesia. Layanan itu didukung dengan tiga kanal yang telah

diputuskan sebelumnya yaitu website, SMS dan aplikasi smartphone guna

merangkul seluruh kalangan masyarakat. Keputusan menggunakan layanan aduan

dan aspirasi berbasis media sosial ini lahir dari kombinasi pemikiran pada proses

perencanaan mulai dari analisa permasalahan dan tantangan, rumusan tujuan dan

analisa peluang.

Jika ditinjau dari langkah perencanaan dari Pedoman Pemanfaaran Media

Sosial Instansi Pemerintah dan Model of IT Planning for Social Media in

Govenemnt (Dadashzadeh, 2010) proses perencanaan LAPOR! sesungguhnya

tidak melakukan langkah perencanaan yang sesuai rujukan. Namun, secara garis

besar telah memenuhi 4 elemen perencanaan yaitu analisa people, objective,

strategy dan technology (POST). Perencanaan yang dilakukan juga sudah

menjalankan empat proses perencanaan pengelolaan media sosial oleh pemerintah

Page 111: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

92

yang dikemukakan oleh Dadashzadeh (2010). Keempat proses itu ialah

perencanaan nilai-nilai pelayanan publik yang dimaknai LAPOR! sebagai

transparansi dan akuntabilitas pada sistem, penentuan fokus yang dapat dilihat

dari rencana membangun media sosial yang berfokus ke aduan masyarakat,

inventarisasi IT yang dilakukan dalam bentuk analisa teknologi yang ada di

masyarakat serta peramalan perkembangan teknologi dengan memantau

perkembangan teknologi.

Perbedaan dalam langkah perencanaan ini muncul karena setelah ditelaah,

sebenarnya LAPOR! tidak membuat proses perencanaan pengelolaan media sosial

semata. Namun, LAPOR! merencanakan untuk membangun sebuah inisiatif

program sebagai solusi dan inisiasi bagi pemerintah atas permasalahan aduan

yang ada di masyarakat. Sehingga, analisa yang ada pada perencanaan LAPOR!

lebih berfokus pada refleksi layanan aduan yang ada di masyarakat.

B. Kegiatan Pengelola LAPOR!

Kegiatan media sosial yang dimaksud disini adalah menentukan kegiatan

yang terpadu dengan kegiatan instansi pemerintah secara menyeluruh. Poin

pembahasan ini berisi paparan bagaimana pengelola menyusun rancangan

kegiatan yang akan dilakukan di dalam mengelola LAPOR!. Pada bahasan ini juga

akan disinggung mengenai siapa saja yang terlibat dibalik layar sehingga akan

didapatkan gambaran mengenai siapa yang merencanakan kegiatan dan apa

kegiatan yang mereka rencanakan di dalam pengelolaan LAPOR!.

LAPOR! merupakan bagian dari kegiatan pemerintah sehingga kegiatan

atau rancangan kegiatannya selalu didasari dan diselaraskan dengan kebijakan

umum pemerintah. Kegiatan yang disusun juga berorientasi pada Visi LAPOR!

yaitu menjadi sistem pengelolaan aspirasi dan pengaduan masyarakat yang mudah

diakses, terpadu, dengan seluruh institusi pemerintah, serta menjadi wadah

partisipasi publik dalam pengawasan program pemerintah dan acuan utama dalam

peningkatan kualitas pembangunan dan pelayanan publik di Indonesia.

Page 112: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

93

Di dalam pengelolaan media sosial LAPOR!, pengelola dibagi menjadi tiga

divisi yang masing-masing melakukan kegiatan yang berbeda, namun berada

dalam koordinasi matriks-fungsional. Koordinasi matriks-fungsional maksudnya

setiap anggota divisi dapat membantu mengerjakan kegiatan divisi lain jika

dibutuhkan, namun tetap berada dalam sebuah koordinasi yang jelas. Ketiga divisi

ini ialah divisi komunikasi, divisi pemrograman dan divisi administrasi.

Ketiganya yang akan menyusun rencana kerja (kegiatan) setiap tahun. Ketiga

divisi ini dibantu dengan seorang manajer program yang melakukan koordinasi

dan bertanggungjawab atas seluruh kegiatan pengelola LAPOR!.

1. Kegiatan Divisi Komunikasi

Divisi komunikasi memiliki kegiatan utama segala sesuatu yang

berhubungan dengan mempromosikan LAPOR!. Promosi dilakukan bagi kepada

masyarakat sebagai pengguna maupun kementrian, lembaga dan pemerintah

daerah. Divisi komunikasi memiliki tugas untuk mengembangkan materi

komunikasi, mempromosikan LAPOR! dan membina hubungan serta jejaring

dengan masyarakat.

Promosi yang dilakukan oleh LAPOR! saat ini hanya berkutat pada media

sosial dan media tidak berbayar lain. Beberapa kanal berpromosi di media sosial

yang dimiliki LAPOR! antara lain adalah akun Twitter, Youtube, Facebook dan

Ask.fm. Selain itu LAPOR! juga menggunakan blog sebagai media berpromosinya.

LAPOR! juga menggunakan promosi offline untuk mendukung sosialisasi yang

dilakukan. Media tidak berbayar yang digunakan LAPOR! sebagai media promosi

ialah kerja sama sosialisai di kampus, sosialisasi offline di car free day, kerja

sama sosialisasi dalam berbagai talkshow dan seminar juga sosialisai ke

kementrian, lembaga dan Pemda. LAPOR! tidak menggunakan media mainstream

seperti iklan di televisi, radio dan media luar ruang sebagai media berpromosi

karena limitasi finansial yang dimiliki.

Twitter LAPOR! digunakan sebagai sarana promosi oleh divisi

komunikasi. Melalui akun @LAPOR1708 divisi komunikasi terus berusaha

Page 113: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

94

mengenalkan LAPOR!. Sebagai layanan aduan dan aspirasi yang tergolong baru,

LAPOR! membutuhkan sosialisasi dengan masyarakat Indonesia. Salah satu

media yang dirasa tepat untuk mempromosikan adalah Twitter karena

kepopulerannya yang tinggi di masyarakat.

Gambar 4.1: Interface Akun Twitter LAPOR! @LAPOR1708

Sumber: www.twitter.com/lapor1708

Selain menggunakan Twitter, LAPOR! juga menggunakan Facebook

sebagai salah satu media berpromosi. Alasan penggunaan Facebook tidak jauh

berbeda dengan alasan penggunaan Twitter. Selain karena kepopulerannya, media

ini pun tidak berbayar sehingga dapat dimaksimalkan dengan dana minimal.

Gambar 4.2: Interface Akun Facebook LAPOR!

Sumber: www.facebook.com/layananpengaduanonlinerakyat

Page 114: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

95

LAPOR! juga menggunakan akun Youtube untuk melakukan sosialisasi.

Akun Youtube banyak digunakan sebagai media menyosialisasikan prosedur-

prosedur yang ada di LAPOR!. Selain itu juga digunakan sebagai media sosialisasi

yang lebih detil mengenai penjelasan apa itu LAPOR! dan informasi lain yang

dikemas dalam audio dan visual.

Gambar 4.3: Interface Akun Youtube LAPOR!

Sumber: www.youtube.com/lapor1708

Saat ini LAPOR! memiliki salah satu program promosi dan sosialisasi baru

bernama #Tanya LAPOR!. Program ini merupakan program Tanya jawab seputar

LAPOR! yang dilakukan di akun Ask.fm @Ayo_Lapor. Tanya jawab dilakukan

setiap hari Jumat dan merupakan salah satu cara pengelola untuk

menyosialisasikan LAPOR! kepada masyarakat.

Page 115: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

96

Gambar 4.4: Poster Promosi Program Sosialisasi #Tanya

Sumber: Dokumentasi divisi komunikasi

Sosialisasi online terakhir, divisi komunikasi LAPOR! menggunakan blog

sebagai sarana menyosisalisasikan perkembangan LAPOR!. Blog digunakan untuk

menginformasikan lembaga apa saja yang kini terhubung, kegiatan apa saja yang

dilakukan, kerjasama LAPOR! dan kegiatan lain. Beberapa kisah sukses laporan

juga dipasang di blog. Blog digunakan untuk informasi yang lebih lengkap dan

terbaru.

Selain melakukan sosialisasi melalui media online, LAPOR! juga

melakukan beberapa kegiatan promosi offline. Kegiatan promosi offline dilakukan

untuk menjangkau khalayak yang lebih luas dan mencoba lebih dekat dengan

masyarakat. Beberapa sosialisasi offline ini berupa pembukaan booth di tempat-

tempat umum, presentasi di kampus dan juga presentasi di berbagai seminar dan

diskusi.

Page 116: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

97

Gambar 4.6: Salah satu sosialisasi offline LAPOR! di car free day Bundaran HI

Jakarta

Sumber: https://twitter.com/lapor1708/status/587089194180182016

Gambar 4.7: Diskusi mahasiswa seusai presentasi LAPOR! di #VisitLAPOR oleh

BEM Universitas YARSI

Sumber: https://twitter.com/lapor1708/status/506292428165246976

Saat ini LAPOR! memiliki kurang lebih 300.000 user. Jumlah ini sangat

sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai

250.000.000 jiwa. Usia LAPOR! yang masih baru bisa saja menjadi alasan masih

minimnya jumlah pengguna LAPOR!. Sebagai sebuah inovasi baru, masih

dibutuhkan sosialisasi yang lebih gencar untuk mengenalkan LAPOR! pada

masyarakat. Disinilah tugas dan tanggung jawab divisi komunikasi Divisi

Page 117: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

98

komunikasi bertugas untuk menyusun kegiatan yang paling tepat dan efisien

untuk menarik lebih banyak pengguna. Kegiatan yang disusun pun harus dibuat

dan disusun se-efisien mungkin dikarenakan keterbatasan dana. Pengelola hingga

saat ini belum pernah menggunakan media mainstream seperti televisi, radio dan

media luar ruang untuk beriklan. Kegiatan komunikasi lebih banyak dilakukan di

media sosial. Kegiatan promosi offline lebih bersifat eventual dan presentasi di

berbagai acara.

2. Kegiatan Divisi Pemrograman

Divisi ini memiliki kegiatan yang bertanggungjawab pada sisi sistem

LAPOR!. Kegiatannya mulai dari membangun, memelihara dan mengembangkan

sistem dan aplikasi LAPOR!. Selain itu divisi ini memiliki kegiatan untuk

menganalisis dan mengdokumentasikan alur dan fungsi teknis LAPOR!.

3. Kegiatan Divisi Administrasi

Divisi ini memiliki peran dan kegiatan yang sangat penting karena sangat

erat kaitannya dengan kegiatan di dalam interaksi media sosial LAPOR!. Divisi ini

menyelenggarakan kegiatan pengelolaan aspirasi dan pengaduan, menganalisa

partisipasi masyarakat dan pemerintah serta membuat analisis, kajian dan

pelaporan berdasarkan data aspirasi dan pengaduan. Bisa dikatakan bahwa

kegiatan interaksi dalam media sosial sangat ditentukan oleh kegiatan

administrator di divisi ini. Kegiatan yang mereka lakukan memiliki efek langsung

terhadap interaksi dan perpindahan pesan yang terjadi di LAPOR!.

Kegiatan yang disusun oleh LAPOR! tersebut dibagi berdasarkan divisi

yang ada di pengelola. Pada implementasi di lapangan, kegiatan tersebut saling

berkaitan satu sama lain dan dikerjakan dengan sistem matriks. Setiap anggota

dapat saling melakukan pekerjaan lain. Misalnya adalah kegiatan sosialisasi yang

menjadi tanggung jawab divisi komunikasi, di dalam melakukan sosialisasi divisi

administrasi ikut terlibat guna menjelaskan teknis-teknis pengelolaan aduan dan

aspirasi.

Page 118: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

99

Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola LAPOR! juga bersifat dinamis

dan terbuka terhadap perubahan yang ada. Beberapa kegiatan disesuaikan dengan

perubahan jaman dan tren yang sedang berkembang. Misalnya ialah kegiatan

pengembangan kanal LAPOR! yang dilakukan pengelola dengan

mengintegrasikan hastag Twitter dengan kanal dikarenakan banyaknya aduan

yang disampaikan lewat Twitter.

C. Strategi LAPOR!

LAPOR! memiliki strategi yang mereka susun secara berkala setiap

tahunnya. Strategi yang disusun meliputi baik dari sisi pengelolaan, teknis

maupun sosialisai. Penyusunan strategi diikuti dengan target tahunan yang harus

dicapai setiap divisi. Namun, sangat disayangkan peneliti tidak mendapat akses

untuk melihat dan menunjukan target yang disusun oleh pengelola dikarenakan

alasan kepentingan evaluasi internal.

Peneliti pun memiliki keterbatasan menyuguhkan strategi setiap awal

tahun dikarenakan data tersebut tidak dibuka untuk publik oleh pengelola. Namun,

strategi-strategi tersebut kemudian diturunkan menjadi Indikator Kerja Utama

(IKU) yang secara garis besar mengukur poin-poin berikut ini:

1. Indikator Kerja Utama Spesialis Pemrograman

- Pengembangan fitur-fitur di LAPOR!

- Optimalisasi aplikasi mobile

2. Indikator Kerja Utama Spesialis Komunikasi

- Meningkatnya jumlah pengguna LAPOR!

- Meningkatnya jumlah K/L yang sistem pengaduannya terhubung dengan

LAPOR!

Page 119: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

100

- Meningkatnya jumlah Pemda yang sistem pengaduannya terhubung dengan

LAPOR!

- Meningkatkan penggunaan data LAPOR! oleh masyarakat

3. Indikator Kerja Utama Spesialis Administrasi

- Meningkatnya jumlah laporan yang layak didisposisikan dari total input laporan

- Meningkatnya rata-rata pengaduan yang dituntaskan oleh seluruh K/L/D

- Meningkatnya kecepatan rata-rata hari verifikasi laporan

- Meningkatnya kecepatan rata-rata hari respons K/L

- Meningkatnya jumlah rata-rata pengaduan yang dituntaskan oleh masing-masing

K/L/D

- Membuat analisis, kajian, dan pelaporan periodik dan khusus (sektoral)

Penyusunan strategi dilakukan setiap awal tahun. Masing-masing divisi

merumuskan indikator kerja utama (IKU) dan targetnya yang akan dievaluasi

secara periodik setiap 3 bulan. IKU di atas berpengaruh terhadap kegiatan-

kegiatan yang akan dilakukan oleh divisi setiap tahunnya. Strategi yang dibuat

diupayakan dapat mencapai target-target berdasarkan indikator-indikator yang ada

di atas. Strategi menggambarkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai

keberhasilan diukur melalui indikator kerja tersebut.

Secara garis besar strategi dan indikator yang disusun pengelola

merupakan strategi dan indikator normatif yang sesuai dengan divisi masing-

masing. Beberapa indikator disusun dengan spesifik seperti target peningkatan

jumlah masyarakat yang berpartisipasi dan jumlah aduan yang layak diteruskan.

Indikator juga mengandung ukuran kuantitas berupa target-target angka yang

harus dicapai. Hanya saja, detil dari indikator tersebut tidak dibuka untuk publik.

Page 120: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

101

D. Pelaksanaan

Poin pelaksanaan memaparkan bagaimana implementasi dari perencanaan

dan perumusan kegiatan yang sudah dilakukan LAPOR!. Tahap pelaksanaan

dipaparkan dalam 8 elemen pelaksanaan yaitu penetapan khalayak, memilih dan

membuat media sosial, membuat dan mengunggah pesan, memantau percakapan,

berinteraksi dengan khalayak, menganalisa dan menyarikan masukan,

memberikan rekomendasi tindakan, dan menyebarluaskan kebijakan.

1. Penetapan khalayak dan implementasinya

Pada tahap perencanaan, LAPOR! dirumuskan sebagai sebuah layanan

aduan dan aspirasi untuk seluruh masyrakat Indonesia. Pada implementasi di

lapangan, ternyata LAPOR! tidak hanya memfasilitasi khalayak masyarakat saja,

namun juga menjadikan pemerintah sebagai khalayaknya. Posisi pemerintah

sebagai khalayak yang berusaha dihubungkan satu sama lain di dalam sistem

LAPOR!. Sedangkan masyarakat adalah khalayak yang dipersuasi untuk

berpartisipasi di dalam menyampaikan aspirasi dan aduan.

Berdasarkan wawancara dengan spesialis komunikasi LAPOR!, didapatkan

data bahwa saat ini LAPOR! terhubung dengan 81 Kementrian Lembaga, 5

Pemerintah Daerah dan 44 BUMN. M Gibran Sesunan, manajer program

LAPOR!, pada kesempatan wawancara dengan peneliti mengungkapkan meskipun

belum terhubung dengan seluruh kementrian lembaga dan pemda serta satuan

kerja di Indonesia, LAPOR! merupakan sistem pemerintah yang memiliki

stakeholders terbesar.

“Sekarang ada 81 Kementrian Lembaga, 5 Pemerintah Daerah dan 44

BUMN. Kalau kita pecah ke level unit kerja ada 800 lebih satuan kerja di

LAPOR!. Saya berani klaim LAPOR! adalah sistem pemerintah yang

punya stakeholders terbesar saat ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga

masyarakat,dan juga NGO di dalamnya.” (Wawancara Gibran, Kantor

Eks UKP 4 Jakarta, 4 Juni 2015).

Page 121: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

102

Sedangkan untuk sisi khalayak dari masyarakat, berdasarkan hasil

wawancara dengan manajer program LAPOR!, Gibran (4 Juni 2015), pengguna

LAPOR! sejak April hingga Juni (3 bulan terakhir dari waktu wawancara) kurang

lebih 300.000 orang di seluruh Indonesia. Jumlah pengguna laki-laki lebih aktif

mengakses LAPOR! ketimbang perempuan. Pengguna laki-laki lebih aktif

mengaksesk, melakukan aduan dan berinteraksi ketimbang perempuan. Hanya 14

persen perempuan yang mengakses dan aktif berinteraksi di dalam LAPOR!.

Sedangkan dilihat dari rentang usia, pengguna LAPOR! lebih banyak berada pada

rentang usia 31-45 tahun. Usia ini merupakan usia dewasa dan usia yang aktif

bekerja. Hal ini menunjukan bahwa rentang usia dewasa memiliki kecenderungan

ketertarikan lebih tinggi untuk berpartisipasi dalam pengelolaan pemerintah

melalui penyampaian aduan dan aspirasi. Meskipun usia tersebut bukan usia yang

tergolong baru terpapar internet (dibanding usia generasi millennial keahiran

tahun 90-an) tetapi kepedulian terhadap pelayanan publik lebih tinggi. Bisa jadi

karena pada usia bekerja orang telah hidup lebih mandiri dan lebih banyak

berurusan dengan berbagai birokrasi sehingga apabila mengalami orang akan

cenderung lebih merasa terganggu.

Jika melihat perencanaan yang dilakukan dengan identifikasi

permasalahan nasional dari sisi faktor manusia, telah ditetapkan bahwa layanan

LAPOR! ditujukan untuk seluruh masyarakat Indonesia. LAPOR! dirancang untuk

memfasilitasi aduan dan aspirasi masyarakat Indonesia yang dahulu terbatas

faktor geografis Indonesia yang berbukit dan berkepulauan. Berdasarkan data

statistik di website LAPOR!, persebaran aduan yang berasal dari wilayah

pengguna dapat dilihat pada peta berikut ini:

Page 122: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

103

Gambar 4.8: Peta persebaran aduan LAPOR! berdasarkan wilayah pengguna selama 6 bulan terakhir (April-September 201)

Sumber:https://www.lapor.go.id/map/index/peta-pengaduan-lapor-nasional.html

Page 123: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

104

Selama 6 bulan terakhir, aduan yang masuk lebih banyak berasal dari

pengguna yang tinggal di wilayah pulau Jawa. Kondisi ini terjadi bisa jadi karena

infrastruktur komunikasi terutama internet lebih banyak tersedia di pulau Jawa.

Pengguna di pulau Jawa yang memiliki infrastruktur komunikasi terutama internet

yang baik bisa lebih banyak terpapar informasi mengenai LAPOR!. Selain itu,

infrastruktur internet yang baik juga mendukung aduan masyarakat masuk ke

LAPOR!. Di beberapa daerah di luar pulau Jawa, sinyal telepon genggam untuk

berkomunikasi masih belum stabil. Sehingga, wajar apabila informasi seputar

LAPOR! masih sedikit dan berimbas pada ketipangan jumlah aduan antara di

pulau Jawa dengan di luar pulau Jawa.

Pada peta diatas, bulatan berwarna ungu menunjukan angka yang semakin

tinggi dibawahnya diikuti bulatan dengan warna merah, kuning dan paling sedikit

biru. Pengguna LAPOR! yang aktif berpartisipasi selama 6 bulan terakhir berpusat

di pulau Jawa. Daerah Jawa Barat, terutama wilayah Bandung dan sekitarnya

memiliki jumlah aduan paling banyak yaitu 3760 aduan selama 6 bulan terakhir.

Diikuti dengan wilayah perbatasan Sumatra Selatan dan Jawa Barat. Pada area

tersebut, 1540 aduan tersebar selama 6 bulan terakhir. Wilayah lain yang angka

aduannya tinggi ialah Jakarta. Di Jakarta, 898 aduan tersebar selama 6 bulan

terakhir. Jawa Tengah menjadi wilayah lain yang memiliki persebaran aduan

cukup besar yaitu 753 aduan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan, Sulawesi dan

Papua, masih sangat sedikit pengguna yang berpartisipasi di dalam LAPOR!.

Sebagai sebuah layanan aduan nasional, LAPOR! masih lebih banyak

dimanfaatkan oleh pengguna di pulau pusat pemerintahan, yaitu pulau Jawa.

Bahkan selama 6 bulan terakhir, sangat minim aktivitas yang terjadi di pulau

terluar seperti Nusa Tenggara dan Maluku. Jumlah aduan di luar pulau Jawa

berkisar antara 5 hingga 20 aduan selama 6 bulan terakhir. Jumlah yang sangat

jauh dibanding kondisi aduan di pulau Jawa.

Kesenjangan digital sangat tampak pada kondisi persebaran aduan

LAPOR!. Infrastruktur komunikasi seperti jaringan telekomunikasi dan internet

yang masih berpusat di pulau Jawa mengakibatkan persebaran hanya berpusat di

Page 124: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

105

Jawa pula. Hanya segelintir yang tersebar di luar pulau Jawa. Masih belum

meratanya fasilitas dan jaringan komunikasi terutama internet mengakibatkan

adanya kesenjangan jumlah aduan yang masuk. Padahal, permasalahan dan aduan

tidak hanya ada di pulau Jawa. Tetapi sangat disayangkan, kesenjangan digital

membuat adanya kesenjangan aduan yang dapat tersampaikan.

Selain melihat khalayak dan pengguna LAPOR! dari peta persebaran asal

wilayah aduan selama 6 bulan terakhir, berikut adalah detil wilayah berdasarkan

provinsi asal pengguna LAPOR! yang berpartisipasi selama 1 bulan terakhir. Data

statistik pengguna LAPOR! selama bulan Agustus hingga September 2015

menunjukan pemetaan pengguna LAPOR! dari sisi geografis yang lebih spesifik

yaitu provinsi. Berikut adalah jumlah khalayak pengguna LAPOR! yang aktif

melakukan pelaporan dan aduan di dalam sistem LAPOR! selama satu bulan

terakhir:

Tabel 4.1 : Jumlah Pengguna LAPOR! berdasarkan area laporan per Agustus-

September 2015

No Area Belum Proses Selesai Total

1 Nasional 98 24 54 300

2

Daerah

Khusus

Ibukota

Jakarta

281 82 46 409

3 Jawa Barat 65 104 76 245

4 Jawa Timur 18 59 18 95

5 Banten 7 8 1 16

6 Jawa Tengah 5 8 0 13

7

Daerah

Istimewa

Yogyakarta

1 0 0 1

8 Sumatera

Selatan 0 11 0 11

9 Bengkulu 0 3 0 3

10 Sumatera

Utara 5 5 2 12

Page 125: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

106

11

Kepulauan

Bangka

Belitung

2 4 0 6

12 Kepulauan

Riau 4 1 0 5

13 Aceh 2 2 0 4

14 Lampung 2 3 1 6

15 Sumatera

Barat 1 1 0 2

16 Jambi 0 1 0 1

17 Riau 3 1 0 4

18 Bali 1 4 0 5

19 Kalimantan

Tengah 1 3 0 4

20 Kalimantan

Utara 1 2 1 4

21 Kalimantan

Timur 2 2 0 4

22 Kalimantan

Selatan 0 2 1 3

23 Kalimantan

Barat 1 2 2 5

24

Nusa

Tenggara

Timur

3 0 0 3

25

Nusa

Tenggara

Barat

2 2 1 5

26 Sulawesi

Tengah 0 1 0 1

27 Sulawesi

Utara 0 1 0 1

28 Maluku Utara 2 0 0 2

29 Sulawesi

Selatan 3 3 0 6

30 Sulawesi

Tenggara 5 1 0 6

31 Papua 2 0 0 2

32 Papua Barat 1 0 0 1

Sumber: https://www.lapor.go.id/statistik/baseonarea/statistik_area_laporan.html

Page 126: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

107

Berdasarkan tabel diatas, secara wilayah LAPOR! selama bulan agustus

hingga sepetember 2015 menerima aduan dan aspirasi dari hampir seluruh

wilayah provinsi di Indonesia. 31 provinsi tercatat merupakan asal daerah aduan

yang masuk ke sistem. Isu-isu yang diadukan sangat beragam dan berubah-ubah

setiap waktunya, tergantung dengan periode waktu dan isu yang sedang hangat di

masing-masing daerah. Tetapi, persebarannya belum merata di seluruh wilayah.

Pengguna LAPOR! yang memberikan aduan masih terpusat di pulau Jawa. Aduan

terbanyak periode bulan ini berasal dari pengguna yang berada di wilayah

provinsi DKI Jakarta sebanyak 409. Wilayah yang memberikan aduan terbanyak

selanjutnya adalah Jawa Barat dengan 245 aduan. Jawa Timur dan Banten juga

menjadi wilayah asal aduan yang terbanyak.

Sementara itu, jumlah pengguna yang memberikan aduan dan aspirasi

yang berasal dari provinsi selain pulau Jawa sangatlah sedikit. Angkanya berkisar

antara 1 hingga 10 aduan saja. Jumlah yang sangat jauh dibanding dengan jumlah

aduan masuk yang berasal dari pengguna di pulau Jawa. Provinsi Papua Barat,

Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara hanya memberikan masing-masing 1 aduan

selama 1 bulan belakangan. Sedangkan untuk wilayah Kalimantan, hanya provinsi

Kalimantan Tengah yang penggunanya berkontribusi selama satu bulan ini yaitu

sebanyak 4 aduan masuk. Provinsi Nusa Tenggara Timur pun masih sangat minim

partisipasinya dengan 3 aduan yang masuk dari wilayahnya.

Walaupun terdapat jarak angka yang sangat jauh antara jumlah aduan

masuk yang berasal dari pengguna LAPOR! di pulau Jawa dan diluar pulau Jawa,

tetapi ada anomali yang terjadi di Jawa. Daerah Istimewa Jogjakarta selama 1

bulan terakhir tercatat hanya mengirimkan 1 aduan dari penggunanya. Dibanding

dengan wilayah lain di pulau Jawa, DIY sangatlah bertolak belakang kondisinya.

Meskipun mengklaim sebagai layanan yang terintegrasi secara nasional,

pengguna LAPOR! masih belum mencakup wilayah Indonesia secara merata.

Kondisi ini bisa disebabkan banyak hal. Namun peneliti melihat bahwa mengingat

usia LAPOR! yang masih muda, LAPOR! belum dikenal banyak oleh masyarakat

Page 127: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

108

karena kurangnya sosialisasi. Apalagi disampaikan diawal bahwa LAPOR! tidak

melakukan promosi di media mainstream melainkan bermain promosi online di

media sosial. Bagi wilayah-wilayah terluar, akses infrastuktur untuk internet

masih lebih sedikit daripada di pulau Jawa sehingga kemungkinan untuk

mengakses informasi promosi LAPOR! masih terbatas.

Selain itu, dari sisi khalayak pemerintah, LAPOR! juga belum

merepresentasikan pemerintah secara menyeluruh. LAPOR! hanya mewakili

beberapa lembaga dan jumlah pemerintah daerah yang terwakili sangatlah sedikit.

Ada banyak daerah yang belum terfasilitasi aduannya yang berada di level

pemerintah daerah karena keterbatasan keterhubungan LAPOR! dengan

pemerintah. Tentunya kondisi itu mempengaruhi jumlah aduan yang dilakukan

masyarakat.

2. Menetapkan media yang digunakan dan melihat implementasinya

Pada perencanaan yang dilakukan, LAPOR! merancang untuk

menggunakan 3 media sebagai media layanan aspirasi dan aduannya. Ketiga

media itu ialah SMS, website dan aplikasi smartphone. Pengelola memilih tiga

media tersebut dengan alasan membuka kanal seluas-luasnya untuk merangkul

seluruh masyarakat.

Pada implementasi, LAPOR! menggunakan 3 kanalnya yaitu website, SMS

dan aplikasi smartphone. Ketiga media digunakan untuk membuka sebanyak-

banyaknya pintu aduan dan aspirasi bagi masyarakat. Meskipun ada lebih dari

satu kanal untuk menjadi pintu mengadu dan beraspirasi, semua aduan dan

aspirasi ditampung di satu sistem LAPOR! dan dapat diakses melalui website dan

juga aplikasi smartphone dalam interface media sosial LAPOR!.

Page 128: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

109

Gambar 4.9: Tampilan Awal Halaman LAPOR! pada Akun Pengguna

Sumber: www.lapor.go.id/dashboard

Saat ini bahkan LAPOR! menambahkan satu lagi kanal aduannya yaitu

dengan pengintegrasian media sosial Twitter. Apabila pengguna memberikan

tweet dengan menggunakan hastag #Lapor maka tweet tersebut akan secara

otomatis masuk ke sistem LAPOR! dan akan menjalani tahapan serta proses aduan

yang sama dengan aduan lain.

Pelaksanaan LAPOR! berarti meluncurkan dan mengaktifkan LAPOR!

untuk dapat digunakan masyarakat melapor dan digunakan pemerintah untuk

melakukan tindak lanjut dan tanggapan. Fakta dilapangan, ada banyak sekali fitur

dan media yang dimanfaatkan oleh LAPOR! dalam melaksanakan pengelolaan,

terutama tahap pelaksanaan. LAPOR! hanya bisa terlaksana apabila dari sisi

masyarakat dan pemerintah mengaksesnya. Maksudnya, tidak hanya pemerintah

yang memakai tetapi juga masyarakat. Berikut adalah fitur-fitur di lapangan yang

bisa digunakan saat mengakses LAPOR!:

a. Fitur yang dapat Diakses Masyarakat

Tampilan website LAPOR! disini memiliki kemiripan dengan tampilan

media sosial pada umumnya. Halaman dasbooard yang bisa diakses masyarakat

di dalamnya tertera fitur notifikasi, profile dan logout, laporan, ditangapi dan

Page 129: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

110

dukung serta nama dari pemilik akun. Fitur yang berada di sisi kanan tampilan

website ini digunakan sebagai informasi akun pengguna yang tengah aktif

mengakses.

LAPOR! memiliki fitur utama untuk mengajukan laporan masyarakat yang

berada pada halaman dashboard saat pengguna telah masuk ke akunnya. Pada saat

mengunggah laporan, pengguna dapat memberikan data pendukung berupa audio,

visual, maupun data dokumen lain. Selain itu dalam rangka mengajukan

pelaporan, masyarakat dapat menggunakan dua fitur yaitu anonim dan rahasia.

Apabila pengguna memilih menggunakan fitur anonim maka nama, username dan

email akan tertutup dan hanya bisa dilihat oleh administrator. Sedangkan fitur

rahasia membuat laporan tidak bisa diakses oleh publik dan hanya bisa diakses

oleh instantsi terkait saja.

Selain fitur untuk yang berkaitan dengan pelaporan, terdapat fitur statistik,

kuesioner dan opini kebijakan. Fitur statistik memungkinkan pengguna untuk

melihat statistik laporan yang masuk dalam periode tertentu dari sisi substansi

maupun wilayah aduan. Fitur kuesioner digunakan sebagai fitur untuk

membagikan kuesioner terbaru LAPOR! berkaitan dengan pengembangan dan

juga kajian isu tertentu. Sedangkan opini kebijakan digunakan untuk melihat

pandangan dan perspektif masyarakat terhadap sebuah kebijakan pemerintah.

b. Fitur yang dapat diakses Pengelola dan Kementrian Lembaga Terkait

Fitur yang dapat diakses oleh pengelola dan digunakan untuk mengelola

aduan masyarakat berjumlah 20 fitur. 20 fitur tersebut hanya bisa diakses oleh

pengelola inti dan juga pemagang yang menjadi administrator. Berikut adalah

penjelasan dari fitur-fitur yang dapat diakses dan juga manfaatnya bagi

pengelolaan aduan:

Page 130: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

111

i. Dashboard

Di dalam dashboard, pengelola dapat melihat pengguna yang sedang

online pada saat itu. Di dalam dashboard juga terdapat Data Analisa yang

terhubung dengan word cloud dan dapat digunakan untuk menganalisis tren

aduan.

ii. Monitoring

Fitur ini memungkinkan pengelola untuk memantau laporan terakhir yang

masuk dan melihat data laporan yang berasal dari media-media di LAPOR!.

Pengelola dapat mengetahui laporan yang berasal dari website, SMS, dan melihat

data provider yang digunakan untuk mengirim SMS LAPOR!. Selain itu

pengelola juga dapat memantau laporan yang masuk melalui aplikasi smartphone

yang dibagi menjadi dua yaitu yang berasal dari android dan blackberry. Fitur

monitoring ini juga memungkinkan pengelola untuk melihat aktivitas terakhir

mulai dari disposisi, tindak lanjut, komentar dan laporan yang terakhir ditutup.

Fitur ini juga membantu pengelola untuk melihat jumlah laporan per-domain.

Fitur monitoring juga merupakan salah satu media yang digunakan spesialis

administrator pusat untuk melihat administrator-administrator lain.

iii. Media Sosial

Fitur ini merupakan fitur yang menjadi media laporan yang berasal dari

Twitter dengan hastag #Lapor. Di dalam fitur Media Sosial, pengelola dapat

memilih mana tweet yang mengandung substansi aduan dan mana yang bukan

untuk dimasukkan ke sistem.

iv. Approval

Fitur ini menampung seluruh laporan yang masuk dari berbagai kanal

seperti SMS, website, dan aplikasi smartphone. Seluruh laporan ini merupakan

laporan mentah dari masyarakat yang belum menjalani tahapan pengunggahan.

Page 131: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

112

v. Pending

Fitur Pending digunakan untuk mewadahi laporan yang belum lengkap.

Maksudnya, laporan belum dapat diproses dikarenakan ada yang belum

dilengkapi misalnya ketidakterhubungan LAPOR! dengan Kementrian, Lembaga

dan Pemda terkait. Misalnya saja ketika sebuah aduan masuk ditujukan untuk

Pemda yang belum terhubung. Laporan akan ditahan terlebih dahulu dan akan

disampaikan ketika Pemda sudah dapat terhubung dengan sistem LAPOR!.

vi. Disposition

Fitur ini menampung laporan yang sudah melalui tahap penyuntingan oleh

pengelola dan sudah diteruskan ke Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait untuk

ditindak lanjuti. Di dalamnya ada star rating yang perlu diisi oleh administrator

untuk menilai seberapa bagus laporan dinilai dari tata bahasa dan kelengkapan

informasinya. Star Rating digunakan untuk melihat track record aduan seseorang.

vii. Laporan Terpilih

Laporan Terpilih merupakan fitur yang berisi laporan terhangat

masyarakat dalam satu minggu berdasarkan substansinya. Laporan apa yang

paling hangat diberikan masyarakat, salah satu aduan yang berkaitan dengan

substansi itu diangkat oleh pengelola untuk ditunjukan pada publik di fitur ini.

viii. Laporan Sukses

Fitur ini berisikan laporan dan aduan masyarakat yang tindak lanjut oleh

Kementrian atau Lembaganya berjalan baik. Pengelola memberikan apresiasi

terhadap Kementrian/Lembaga yang kinerjanya baik dengan memasukan

aduannya ke dalam Laporan Sukses.

ix. Kebijakan Pemerintah

Kebijakan Pemerintah merupakan fitur yang masih dibangun dan

dikembangkan oleh pengelola. Fitur ini berguna untuk meminta opini masyarakat

Page 132: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

113

terkait dengan kebijakan yang ingin dikeluarkan pemerintah. Hasil dari

permintaan opini ini dipublikasi ke website dan dikirim ke beberapa nomor

telepon dan alamat email yang pernah melapor ke LAPOR!.

x. Delete

Delete merupakan fitur yang berisikan aduan dan laporan yang dihapus

oleh administrator dari fitut approval. Fitur ini juga digunakan untuk melakukan

pengecekan administrator tidak menghapus aduan dan laporan yang berisi

substansi pelaporan.

xi. Hold

Fitur hold berisi aduan yang ditahan karena belum ditindak lanjuti tetapi

sudah diteruskan ke Kementrian / Lembaga terkait. Laporan yang seperti ini perlu

mendapat pengawasan terus sehingga ditahan terlebih dahulu di fitur hold. Ketika

ditahan di fitur hold, laporan tidak akan tertutup meskipun sudah ditindak lanjuti

kecuali Kementrian / Lembaga terkait mengirimkan permintaan penutupan aduan.

xii. Request Tutup

Berisi permintaan penutupan aduan atau laporan yang sebelumnya ditahan

di fitur hold.

xiii. Bukan Wewenang

Apabila Kementrian/Lembaga merasa bahwa aduan tersebut bukan

wewenangnya, maka mereka dapat mengajukan konfirmasi yang menyatakan

bahwa laporan itu bukan wewenangnya. Aduan nantinya akan masuk ke fitur ini

dan dikonfirmasi ulang oleh administrator.

xiv. Pesan

Pesan merupakan fitur yang digunakan untuk komunikasi antara pengelola

LAPOR! dengan Kementrian / Lembaga. Fitur ini merupakan fitur chatting pada

Page 133: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

114

LAPOR!. Pesan digunakan saat dibutuhkan komunikasi yang lebih cepat tanpa

melalui pengiriman request dan berkirim email antara pengelola dengan

Kementrian/Lembaga.

xv. Master Data

Pengelola memiliki salah satu fitur yang menyimpan data-data master dari

registratsi instant pemerintah. Fitur ini dikelola oleh spesialis IT LAPOR! dan

digunakan sebagai token akses.

xvi. Report

Fitur ini berisikan statistik berdasarkan laporan yang sudah dikelola.

Melalui fitur ini pengelola dapat mengetahui jumlah laporan masuk, approve,

pending dan lainnya. Selain itu dapat dilihat bagaimana laju verifikasi dan usia

laporan.

xvii. Kualitas Bahasa Laporan

Berisi rating dari kualitas aduan berdasarkan star rating yang diisi oleh

administrator di awal. Saat ini di bulan Agustus 2015, rata-rata rating laporan

masyarakat adalah 3,48. Angka ini berarti aduan masyarakat saat ini sudah banyak

yang sesuai dengan EYD pada segi tata bahasa, namun belum cukup lengkap

informasi yang disampaikan.

xviii. Banned

Di dalam banned terdapat nomor telepon, email maupun pengguna yang

dirasa tidak pernah memberikan input yang sesuai substansinya dan terus menerus

mengirimkan pesan. Laporannya biasanya berisikan pesan yang sama sekali tidak

ada kaitannya dengan pembangunan dan kinerja pemerintah. Kebanyakan aduan

dan pengguna yang dimasukan ke fitur banned ini mengirimkan pesan-pesan

berbau SARA dan tidak sesuai substansi.

Page 134: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

115

xix. Junk

Fitur ini merupakan fitur untuk memudahkan administrator dalam

menyortir kata-kata dalam sebuah pelaporan. Apabila sebuah laporan

mengandung terlalu banyak kata kasar, yang sudah dimasukan ke sistem oleh

pengelola, maka secara otomatis akan masuk ek Junk. Pelapor akan secara

otomatis mendapat email dari LAPOR! yang menyatakan bahwa laporan tidak

dapat diproses. Pelapor diminta untuk melihat syarat dan ketentuan melapor yang

disertakan dalam sebuah link pada email.

xx. SMS Pull

Fitur ini digunakan untuk melihat raw-data dari SMS-SMS yang masuk.

Melalui fitur ini dapat dilihat SMS-SMS berdasarkan provider yang masuk.

Seluruh fitur yang disebutkan diatas digunakan oleh pengelola untuk

membantu pengelolaan aduan di media sosial LAPOR!. Bagaimana pengelola

mengelola aduan akan dipaparkan di pembahasan poin selanjutnya.

3. Pelaksanaan pengunggahan pesan pada LAPOR!

Pembahasan dan analisis poin ini akan menceritakan bagaimana pengelola

LAPOR! melakukan pengunggahan pesan dari para pengguna dan

mendisposisikannya ke lembaga terkait. Proses dari awal pesan masuk hingga

terdisposisi akan digambarkan dalam bagan dan diceritakan apa saja yang terjadi

di dalamnya dalam bentuk narasi. Berikut adalah gambaran alur mulai dari pesan

masuk hingga terdisposisi:

Bagan 4.1: Alur pengunggahan pesan oleh administrator

Laporan masuk Penyuntingan Disposisi Konfirmasi

kelengkapan

informasi

Page 135: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

116

Proses mengolah pesan untuk diunggah ke media sosial berupa disposisi

ke lembaga terkait dimulai dari masuknya laporan masyarakat melalui kanal

website, SMS dan aplikasi pada smartphone. Laporan masyarakat yang diunggah

akan masuk ke sistem LAPOR! dan dapat diakses oleh administrator.

Administrator inilah yang berperan unutk menjadi moderator pada percakapan

yang akan terjadi antara lembaga terkait dengan masyarakat. Berdasarkan

wawancara dengan spesialis administrai LAPOR!, Miranti, terdapat tiga tugas

administrator di dalam mengelola laporan masyarakat melalui LAPOR!. Pertama

ialah memastikan kelengkapan subtansi dan informasi laporan masyarakat. Kedua,

menyunting aduan masyarakat. Ketiga, memandu dan menjadi moderator aduan

dari awal hingga selesai, di dalamnya ketika masyarakat dan lembaga berinteraksi.

Tugas pertama ialah memastikan kelengkapan substansi dan informasi

laporan sebelum didisposisikan atau diunggah ke publik dan lembaga terkait.

LAPOR! memiliki syarat mengajukan aduan salah satunya ialah kelengkapan

informasi dan subtansi pelaporan. Apabila laporan belum lengkap, maka

dilakukan korespondensi. Sebagai contoh, pada kasus pelaporan pengurusan

sertifikat tanah, masyarakat harus menyertakan dengan jelas daerah kantor BPN

yang mengurus, nomor berkas, tanggal memasukan, dan informasi pendukung

lain. Apabila informasi yang dibutuhkan sudah dilengkapi, laporan akan

diteruskan. Namun, apabila pelapor tidak korporatif, laporan akan dihapus oleh

administrator.

“Kalau setelah dilakukan konfirmasi dia tidak korporatif, laporam akan

kita hapus. Kecuali dia benar-benar tidak jelas. Terkadang ada yang

melapor untuk menurunkan pejabat atau presiden tanpa alasan, ini kan

tidak jelas ya tidak ada substansi pengaduannya.” (Wawancara Gibran,

Kantor Eks. UKP4, 4 Juni 2015).

Setelah informasi dilengkapi dan laporan dapat diteruskan, tugas

administrator selanjutnya adalah melakukan penyuntingan. Dijelaskan Miranti

lebih lanjut, penyuntingan yang dilakukan ialah penyuntingan redaksional yang

diklaim tidak mengubah makna. Ada beberapa aturan dan kesepakatan yang

dibuat oleh pengelola berkaitan dengan penyuntingan laporan masyarakat.

Page 136: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

117

Kesepakatan tersebut dikomunikasikan kepada semua administrator pada satu

minggu pertama administrator mengemban tugasnya.

Ada dua jenis tulisan yang disunting oleh pengelola LAPOR! berkaitan

dengan tata bahasa yaitu apabila pelaporan menggunakan banyak singkatan dan

juga apabila mengandung kata-kata kotor. Selain berkaitan dengan tata bahasa,

penyuntingan juga dilakukan terhadap laporan yang menggunakan bahasa daerah.

LAPOR! memiliki aturan dan syarat pengajuan laporan yaitu hanya menggunakan

bahasa Indonesia. Laporan yang menggunakan bahasa daerah akan melalui proses

penyuntingan berupa klarifikasi ke pelapor.

Pelapor yang mengirimkan laporan dalam format bahasa daerah

laporannya tidak akan dilakukan perubahan apapun pada laporannya, melainkan

akan dihubungi oleh administrator kembali. Administrator akan meminta pelapor

untuk menyampaikan laporan dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Setelah itu pengelola akan menunggu balasan dari pelapor atau menunggu laporan

dikirim kembali dengan format bahasa Indonesia.

Menurut pengakuan Miranti, spesialis administrator LAPOR!, berdasarkan

pengalamannya mengelola aduan masyarakat, setelah dilakukan follow-up

biasanya pelapor akan mengirimkan laporannya kembali dengan format bahasa

Indonesia. Pengelola tidak melakukan suntingan terhadap bahasa daerah

dikarenakan pengelola tidak memiliki kemampuan bahasa daerah yang luas.

Sehingga, laporan dalam bahasa daerah harus diubah oleh pelapor menjadi bahasa

Indonesia agar dimengerti maksud, tujuan dan substansinya.

Sedangkan apabila laporan sudah menggunakan bahasa Indonesia namun

mengandung singkatan, akan dilakukan suntingan terhadap laporan berupa

memperpanjang singkatan yang ada di dalam laporan tersebut oleh administrator.

Sebagai contoh, singkatan ―yg‖ akan diperpanjang menjadi ―yang‖, ―Jln.‖ Akan

diperpanjang menjadi ―jalan‖. Perpanjangan singkatan akan dilakukan sesuai

dengan pembacaan yang dilakukan oleh administrator. Selain itu apabila terdapat

Page 137: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

118

istilah alay3 maka administrator akan mengubahnya ke bahasa Indonesia yang

tepat ejaannya.

Berikut adalah contoh suntingan tata bahasa yang dilakukan oleh

administrator LAPOR!:

Gambar 4.11: Aduan yang belum disunting

Sumber: Data Administrator

Gambar 4.12: Contoh aduan yang sudah disunting oleh administrator

Sumber: Data Administrator

Sedangkan untuk penyuntingan pada laporan yang mengandung kata-kata

kotor, pengelola LAPOR! memiliki pandangan dan kesepakatan tersendiri.

3 Sebuah istilah yang merujuk pada sebuah fenomena perilaku remaja di Indonesia. "Alay"

merupakan singkatan dari "anak layangan"atau "anak lebay". Istilah ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup norak atau kampungan. “Alay” diidentikan salah satunya dengan model penulisan menggunakan singkatan.. Biasanya gaya penulisan “Alay” memiliki ciri khas istilah seperti –nya yang disingkat menjadi –x dan lain sebagainya.

Page 138: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

119

“Terkadang masyarakat ketika mengalami masalah suka terbawa emosi.

Jadi mereka ikut melampirkan ke laporannya. Intinya memaki-maki

kementrian atau lembaganya. Nah, yang seperti itu akan kita sunting

menjadi saya sangat tidak puas. Intinya kita memperhalus bahasa-bahasa

kasar.” (Wawancara Miranti, Gedung Eks.UKP4, 26 Agustus 2015).

LAPOR! mengubah kata-kata yang dikategorikan LAPOR! sebagai kata

kotor dan kasar menjadi ―saya sangat tidak puas‖. Pihak pengelola berpendapat

bahwa kata-kata kotor menandakan adanya ketidakpuasan masyarakat sehingga

perlu ditegaskan di laporan yang akan didisposisikan ke lembaga terkait.

Penggantian kata kotor tersebut sudah disepakati sejak awal.

Setelah laporan disunting oleh pengelola, pengelola akan melakukan

disposisi laporan ke lembaga terkait yang dapat dilihat baik oleh pelapor, lembaga

terkait maupun publik. Laporan yang didisposisikan ialah laporan yang sudah

melalui tahap penyuntingan oleh pengelola. Sedangkan laporan original dari

pelapor tidak bisa diakses dan diketahui oleh lembaga terkait maupun publik.

Pihak yang dapat mengetahui dan melihat laporan original hanyalah pelapor dan

administrator LAPOR!. Pelapor akan menerima notifikasi bahwa laporannya telah

didisposisikan dan pelapor dapat melihat laporan yang didisposisikan tersebut.

Pengelola LAPOR! mengklaim bahwa pemberian notifikasi disposisi

tersebut merupakan langkah memberikan hak bagi pelapor untuk menyetujui

ataupun tidak menyetujui suntingan yang telah dilakukan. Pihak pengelola

berpendapat bahwa disana ada hak pelapor untuk menolak, memrotes dan

mengklarifikasi suntingan yang dilakukan. Apabila pelapor merasa laporannya

berubah substansi, tidak sesuai dengan yang ia maksudkan, maka ia dapat

mengklarifikasi melalui fitur balasan.

“..dengan notifikasi tersebut sebenarnya pelapor sudah ternotifikasi

bahwa laporannya berubah seperti itu. Apakah dia menyetujui atau tidak?

Jika mereka tidak menyetujuinya mereka pasti akan mengirim email

konfirmasi „kenapa laporan saya disunting seperti itu?‟” (Wawancara

Miranti, Gedung Eks. UKP4 Jakarta, 26 Agustus 2015).

Page 139: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

120

Penyuntingan yang dilakukan oleh administrator dinilai hanyalah sebuah

penyuntingan redaksional sebagai upaya edukasi untuk masyarakat. LAPOR!

ingin mengedukasi masyarakat Indonesia dengan menampilkan laporan utuh dan

layak untuk dibaca, tanpa penulisan alay dan kata-kata kasar. LAPOR! ingin

mengedukasi masyarakat untuk memberikan laporan yang rapid an jelas. Gibran

menambahkan bawah LAPOR! tidak ingin menjadi sekadar ―tukang pos‖ yang

menghantarkan aduan dari masyarakat ke lembaga terkait, tetapi memastikan

kualitas dari laporan tersebut baik.

Di dalam pandangan peneliti, fenomena LAPOR! dengan alur

pengunggahan laporan dan disposisinya yang melibatkan tahap penyuntingan

membuat dua perspektif. Pertama ialah perspektif terhadap pengelolaan layanan

aduan. Tindakan melakukan penyuntingan dengan maksud membuat kejelasan

dan kerapian laporan merupakan keputusan yang baik. Hal tersebut bisa memang

bisa membuat laporan menjadi lebih rapi dan jelas yang bisa berdampak ke

penanganan yang dapat lebih cepat dilakukan.

Namun, jika dilihat dari perspektif mengelola media sosial, penyuntingan

yang dilakukan tidak sesuai dengan salah satu karakteristik media sosial yaitu

kebebasan mengunggah informasi dan konten oleh pengguna. Di dalam media

sosial seharusnya tidak ada gate keeper dan konten diserahkan pada user.

Selain itu, jika melihatnya sebagai media sosial yang digunakan untuk

menyampaikan aspirasi masyarakat. Perubahan-perubahan dalam penyuntingan

yang dilakukan dapat saja disadari atau tidak mengubah makna dari pesan yang

ingin disampaikan masyarakat. Kita mengetahui bahwa bahasa mengubah makna.

Setiap pilihan kata tidak semudah itu diubah dengan diksi yang lain sebab

maknanya bisa saja berganti.

Ide penyuntingan yang dilakukan terhadap kata-kata kotor memang baik,

mengingat dari sisi edukasi menampilkan kata-kata kotor ke publik di dalam

media yang diakses seluruh masyarakat bukanlah hal yang sepenuhnya bijak pula.

Memang bagus, mengedukasi masyarakat menggunakan bahasa dan kata yang

Page 140: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

121

sopan di dalam melakukan pengaduan. Namun, mengubah ekspresi dengan

menetapkan ―saya sangat tidak puas‖ bukanlah keputusan yang sepenuhnya tepat.

Sebab, apabila pengelola mengubah seluruh ―kata kotor‖ yang ada dengan ―saya

sangat tidak puas‖ berarti pengelola telah melakukan generalisasi pesan. Padahal,

penggunaan ―kata kotor‖ tersebut bukan saja menandakan ketidakpuasan. Bisa

saja berupa ekspresi kemarahan, kejengkelan, kemuakan dan juga kekecewaan.

Makna-makna seperti itu tidak bisa digeneralisasi dengan menyimpulkan bahwa

pelapor sangat tidak puas. Peneliti berpandangan bahwa penyuntingan bisa saja

secara tidak langsung mengubah makna.

Perihal pemberian hak untuk mengubah, memprotes dan mengklarifikasi

laporan yang sudah disunting, peneliti berpendapat bahwa langkah itu kurang

tepat apabila dilakukan bersamaan dengan disposisi. Posisi laporan saat itu sudah

terpublish, dan sudah diantarkan ke lembaga terkait. Pemberian notifikasi

disposisi tidak bisa disamakan dengan notifikasi penyuntingan. Pandangan

peneliti, tidak semua masyarakat akan secara otomatis melakukan pengecekan

lagi. Sebagian masyarakat yang melakukan pelaporan sangat menantikan

tanggapan lebaga terkait, maka ketika laporan sudah diajukan pada pelapor secara

tidak sadar pelapor akan berfokus pada tanggapan lembaga terkait. Tidak jarang

pelapor tidak lagi sensitif terhadap aduannya karena merasa aduannya sudah

tersampaikan. Maka bisa saja muncul potensi pengadu tidak begitu menyadari

aduannya berubah dan melakukan klarifikasi. Pada proses pengunggahan pesan ke

media sosial, LAPOR! patut berhati-hati dengan proses penyuntingan yang

dilakukan. Penyuntingan bisa menjadi sangat rawan mengubah makna, yang

berarti mengubah pesan dari masyarakat, mengubah suara masyarakat pula.

4. Memantau percakapan pada aduan terdisposisi

Setelah laporan melalui tahap penyuntingan, maka laporan tersebut sudah

dapat diunggah ke publik sekaligus didisposisikan ke lembaga terkait. Apabila

sudah terdisposisi, maka selanjutnya tampilannya akan seperti ini:

Page 141: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

122

Gambar 4.13: Tampilan Laporan yang Sudah Didisposisikan dan Ditampilkan ke

Publik

Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya

Laporan yang sudah disunting akan ditampilkan oleh pengelola kepada

publik dan juga didisposisikan ke lembaga terkait. Di dalamnya masyarakat dan

lembaga terkait dapat melakukan interaksi. Berikut adalah contoh tampilan dari

disposisi dan interaksi yang dilakukan antara masyarakat dan lembaga terkait:

Gambar 4.14: Tampilan Disposisi dan Tanggapan Lembaga Terkait

Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya

Page 142: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

123

Gambar 4.15: Tampilan Interaksi antara Lembaga Terkait dengan Pelapor

Sumber: www.lapor.go.id/laporansaya

LAPOR! disana memposisikan diri sebagai pihak yang mendisposisikan

pesan dan hanya memantau percakapan antara pelapor dengan lembaga terkait.

Setelah laporan sudah selesai ditindaklanjuti dan pelapor sudah puas dengan

jawaban dari lembaga terkait, LAPOR! akan menutup laporan tersebut.

Percakapan yang terbangun di dalam sebuah laporan tidak hanya bisa

diikuti oleh pelapor dan lembaga terkait. Pengguna lain juga bisa ikut memberikan

komentar di dalamnya. Selain itu pengguna lain juga bisa memberikan dukungan

terhadap sebuah laporan. Berikut adalah contoh dari komentar yang diberikan

terhadap sebuah laporan:

Page 143: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

124

Gambar 4.16: Contoh Komentar Pengguna Terhadap Sebuah Laporan

Sumber: www.lapor.go.id/daftarlaporan

Apabila di dalam sebuah laporan yang sudah didisposisikan dirasa

diperlukan adanya moderator ataupun diperlukan intervensi karena salah satu

pihak yang kurang korporatif, maka LAPOR! akan masuk ikut berinteraksi di

dalamnya.

5. Interaksi dengan masyarakat dan pemerintah

Interaksi yang dilakukan LAPOR! dapat berupa teguran dan klarifikasi

terhadap lembaga terkait maupun kepada pelapor. Apabila lembaga terkait tidak

kunjung memberikan tanggapan dalam 5 hari kerja sejak laporan didispoisiskan,

maka LAPOR! akan memberikan komentar mendesak lembaga terkait untuk

segera memberi tanggapan.

LAPOR! juga bisa ikut berinteraksi apabila terjadi perubahan disposisi.

Perubahan disposisi ini biasanya dilakukan ketika lembaga yang awalnya

didisposisikan melakukan konfirmasi bahwa laporan tersebut bukan

kewenangannya. Interaksi lain yang juga bisa dilakukan oleh LAPOR! ialah

menanyakan tindaklanjut aduan di lapangan. Apabila lembaga terkait sudah

membalas dan menjanjikan akan menindaklanjuti laporan, LAPOR! akan

menanyakan dan menagih janji tindaklanjut tersebut.

Page 144: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

125

Gambar 4.17: Contoh interaksi berupa konfirmasi tindak lanjut yang sudah

dijanjikan oleh lembaga terkait

Sumber: www.lapor.go.id/daftarlaporan

Interaksi yang dilakukan oleh LAPOR! merupakan interaksi yang sifatnya

memoderatori sebuah laporan. Apabila salah satu pihak cenderung pasif ataupun

juga tidak korperatif, LAPOR! menjadi penengah disana. Apa yang dilakukan oleh

LAPOR! dirasa baik untuk memfasilitasi dan membuat proses sebuah pelaporan

dan aduan menjadi jelas muaranya. Interaksi yang dilakukan oleh LAPOR! pun

dirasa tidak berlebihan dan hanya bersifat mengontrol agar tetap kondusif dan

tuntas. Lagi pula, LAPOR! pun melakukan perlakuan yang sama terhadap lembaga

dan masyarakat. Maksudnya, ketika masyarakat tidak korporatif, bersikeras

namun tidak dapat memberikan argumen dan bukti yang jelas, LAPOR! pun

melakukan teguran dan menutup kasus. Fungsi interaksi yang dilakukan LAPOR!

lebih kepada menjaga kondusifitas dan ketuntasan aduan.

6. Menganalisa aduan yang masuk

Di dalam menganalisa aduan yang masuk kedalam LAPOR!, pengelola

membuat analisa mingguan dan bulanan. Data yang sudah diolah oleh pengelola

dapat digunakan sebagai pelengkap data bagi kepentingan pemerintah. Sebagai

Page 145: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

126

contoh, ketika Presiden akan melakukan blusukan ke Bengkulu, Lampung dan

Banten, LAPOR! memberikan analisis permasalahan yang ada di wilayah tersebut.

LAPOR! menyuguhkan persebaran aduan dan apa saja isu prioritas nasional.

Analisa yang dilakukan memanfaatkan teknologi words cloud dan

pencarian cepat. Pemerintah dapat memilih data apa yang diperlukan dan kurun

waktu yang akan dilihat. Sistem akan menyuguhkan data berdasarkan keyword

dan jumlah sampel aduan. Selain itu, pengelola LAPOR! juga dapat menganalisa

kantor / lembaga yang paling sering mendapat aduan selama kurun waktu tertentu.

7. Merumuskan rekomendasi tindakan

Semua analisa tersebut dijadikan data nasional yang terarsip rapi dan dapat

digunakan oleh pemerintah sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan.

LAPOR! tidak menyuguhkan rekomendasi tindakan yang sebaiknya diambil

pemerintah atau kebijakan yang disarankan. LAPOR! hanya menyuguhkan data

apa adanya kepada pemerintah guna mendukung pengambilan kebijakannya.

Selain menyuguhkan data nasional yang sudah diolah berdasarkan dengan

aduan masyarakat dalam kurun waktu tertentu, salah satu langkah lain untuk

mendukung data bagi pemerintah ialah dengan membuka fitur Opini Kebijakan.

Fitur ini membuka jajak pendapat yang diperuntukan bagi masyarakat berkaitan

dengan isu-isu pembangunan dan kinerja pemerintah yang sedang hangat. Hasil

dari opini dan jajak pendapat ini dapat disertakan sebagai data untuk memperkuat

analisis pemerintah terhadap perencaan sebuah kebijakan.

Page 146: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

127

Gambar 4.18: Fitur Opini Kebijakan yang Mengusung Jajak Pendapat Dana

Aspirasi DPR pada Bula Juni 2015

Sumber: www.lapor.go.id/opinikebijakan

8. Menyebarluaskan Kebijakan

LAPOR! di dalam pengelolaannya tidak memiliki fitur maupun tidak

menjalankan fungsi sosialisasi kebijakan pemerintah. Posisi LAPOR! adalah

sebagai kanal yang menampung aspirasi dan aduan masyarakat dan

mengomunikasikannya ke lembaga terkait. LAPOR! hanya memfasilitasi lembaga

terkait untuk memberikan konfirmasi maupun tanggapan dan tindak lanjut

terhadap aduan masyarakat. Selain itu LAPOR! hanya menyuguhkan data nasional

berdasarkan aduan masyarakat. Namun untuk sisi menyebarluaskan kebijakan,

sejauh ini LAPOR! tidak melakukannya.

Kebijakan yang diambil oleh lembaga berkaitan dengan aduan

dikomunikasikan oleh lembaga terkait itu sendiri melalui LAPOR! dalam fitur

percakapan dengan pelapor. Kebijakan yang dimaksud ialah kebijakan yang

berkaitan langsung dengan sebuah aduan. Namun, apabila kemudian tiap lembaga

Page 147: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

128

membuat kebijakan lain yang bersifat lebih makro, yang sifatnya tidak spesifik

menanggapi sebuah aduan, lembaga itu sendiri yang akan menyebarluaskannya.

LAPOR! hanya memfasilitasi interaksi yang berkaitan dengan aduan masyarakat.

E. Pemantauan – Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan oleh LAPOR! di dalam pengelolaan media

sosialnya dilakukan dalam kurun waktu 3 bulan sekali. Evaluasi tersebut mengacu

pada Indikator Kerja Utama (IKU) yang disusun diawal tahun. Pengelola LAPOR!

tidak membuka akses IKU dan rencana kerja kepada publik maupun peneliti,

tetapi memberikan beberapa contoh dari IKU, rencana kerja dan bagaimana

mereka mengevaluasinya sebagai gambaran penelitian ini.

Ada beberapa IKU yang ditetapkan sebagai standar baku misalnya adalah

public trust. Salah satu poinnya ialah meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat.

Salah satu cara evaluasi untuk mengukurnya adalah melalui survei berkala setiap

beberapa bulan. Selain itu, output lain berupa public participation diukur dari

presentasi aduan yang layak diteruskan. Angka yang ditetapkan oleh divisi

administrator 4 persen, angka ini pada proses evaluasi dinilai sangat kecil dan

sedang dalam upaya peningkatan bekerja sama dengan divisi komunikasi dalam

sosialisasi.

LAPOR! juga mengevaluasi dari sisi tindak lanjut aduan. Pada evaluasi

pengelola mengukur berapa presentase aduan yang berhasil dituntaskan

Kementrian, Lembaga ataupun Pemda. Target LAPOR! pada 2015, sebanyak 60%

aduan yang masuk dapat dituntaskan oleh Kemntrian, Lembaga dan Pemda.

Target-target lain yang dievaluasi ialah kemudahan dan keterpaduan yang diukur

dari jumlah lembaga yang terhubung dengan LAPOR!.

Selain melakukan evaluasi internal terhadap pengelola dan capaian-

capaian yang sudah ditargetkan di awal, LAPOR! juga melakukan pemantauan

dan ―evaluasi‖ terhadap lembaga yang terhubung. Bentuk evaluasi dan

pemantauannya ialah berupa laporan berkala setiap 6 bulan. Laporan dikirim

Page 148: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

129

dalam bentu statistik dan surat. Tetapi, laporan yang secara berkala disampaikan

ke Kementrian, Lembaga dan Pemda adalah laporan garis besar saja. Laporan

detil masih menjadi konsumsi internal pengelola dan akan ditentukan oleh

decision review board apakah perlu diestalasi ke pejabat terkait atau tidak.

Evaluasi rutin berupa laporan setiap 6 bulan tersebut didukung pula

dengan evaluasi bulanan berupa reminder berkala. Reminder berkala ini

digunakan sebagai monitoring untuk tindak lanjut. Reminder pertama melalui

SMS dan email. Apabila Kementrian, Lembaga dan Pemda terkait belum juga

memberikan tindak lanjut maka akan ditelepon dan mendapat surat yang ditujukan

langsung ke Mentri agar mendapat teguran dari atasan. Apabila hingga bulan

kedua dan ketiga sejak reminder pertama belum juga memberikan tindak lanjut

dan tanggapan, LAPOR! akan memanggil Kementrian / Lembaga terkait ke

Kantor Staf Presiden.

Langkah itu dinilai pengelola bukan semata-mata merupakan langkah

evaluasi. Pihak pengelola LAPOR! menyebut langkah memberi peringatan

bulanan dan juga memanggil itu sebagai bentuk keseriusan menangani aduan

masyarakat dan menegur pihak terkait. Namun, peneliti melihat langkah tersebut

juga merupakan langkah pemantauan dan juga salah satu cara pengelola

mengevaluasi kerja Kementrian, Lembaga dan Pemda dalam mengelola aduan.

F. Hambatan dan Tantangan Mengelola LAPOR!

Di dalam mengelola LAPOR!, pengelola memiliki hambatan dan tantangan

baik dari segi masyarakat Indonesia maupun dari pemerintah. Dari segi

masyarakat Indonesia, muncul tantangan bagi pengelola yaitu masih minimnya

pengguna dan juga persebaran aduan yang tidak merata. Secara umum pengguna

LAPOR! masih sedikit berkisar antara 300.000 pengguna. Padahal, pengelola

memiliki cita-cita LAPOR! digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Selain

itu, persebaran laporan yang belum merata juga menjadi tantangan bagi pengelola.

Laporan masih berpusat di pulau Jawa. Padahal, ada banyak permasalahan yang

Page 149: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

130

juga terjadi di luar pulau Jawa. Pengelola memiliki tantangan untuk mengajak

lebih banyak masyarakat dan menyosialisasikan lebih luas mengenai LAPOR!.

Tidak hanya tantangan, pengelola juga menghadapi hambatan dalam

mengelola aduan masyarakat di LAPOR!. Bagi pengelola, cara penyampaian

aduan masyarakat yang belum sesuai tata bahasanya merupakan sebuah hambatan

tersendiri. Penggunaan bahasa daerah, penulisan dengan singkatan dan gaya

menulis yang alay membuat proses penyampaian aduan menjadi panjang dan

memakan waktu lebih lama. Meskipun begitu, administrator disiapkan untuk

selalu siap membantu masyarakat.

Selain dari sisi masyarakat, hambatan juga muncul dari sisi pemerintah.

Hambatan terbesar dari sisi pemerintah ialah belum disiplinnya semua lembaga

yang terhubung. Gibran mengungkapkan bahwa karakteristik setiap lembaga

berbeda-beda sehingga cara menjaga performa lembaga menjadi PR tersendiri

bagi pengelola.

“Karakteristik kementrian itu beda-beda. Ada yang pemimpinnya aware.

Bandung, walikotanya comment langsung di laporannya, artinya dia

melihat sistem itu. Tapi ada juga yang masa bodoh, dijawab kalau

sesempatnya aja. Ini beda-beda karakteristik pemerintah. Dengan sistem

yang terbuka ini kami harapkan masyarakat bisa menilai langsung.

Sehingga yang masih belum aware bisa dalam tanda kutip kita tekan

bareng-bareng. Sehingga tekanan bukan hanya dari kami di kantor

presiden, tapi masyarakat langsung.” (Wawancara Gibran, Kantor Eks.

UKP 4 Jakarta, 4 Juni 2015)

Tantangan dari sisi pemerintah muncul dari belum terhubungnya semua

kementrian, lembaga dan Pemda dengan LAPOR!. Ketidakterhubungan ini tentu

saja menghambat LAPOR! sebab ketidakterhubungan ini juga berdampak pada

jumlah aduan masyarakat. Apabila semakin banyak lembaga, kementrian dan

Pemda yang terhubung bisa lebih banyak juga masyarakat yang akan

menggunakan. Keterhubungan ini menjadi salah satu PR terbesar bagi LAPOR!.

Sebagai layanan aduan dan aspirasi yang berniat untuk mengintegrasikan seluruh

Indonesia, sebaiknya LAPOR! serius untuk menyelesaikan hambatan dan

tantangan ketidakterhubungan ini.

Page 150: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

131

G. Analisis Pengelolaan Media Sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi

dan pengaduan dalam Mewujudkan Good Governance

Melihat pengelolaan LAPOR! tidak bisa hanya semata dari sistem dan

fiturnya. Keseluruhan langkah pengelolaan perlu di lihat untuk melihat

kontribusinya dalam mewujudkan good governance. Pembahasan akan dimulai

dengan mengupas karakteristik LAPOR! sebagai media sosial. Pengelola

mengklaim LAPOR! sebagai sarana aspirasi dan pengaduan yang berbasis media

sosial.

Saxena (2013) mengungkapkan tujuh karakteristik dan keunikan media

sosial yang membedakannya dari media konvensional. Pertama, media sosial

terbangun dari web space yang bisa diakses bebas oleh pengguna internet. Kedua,

ada alamat web khusus yang digunakan untuk mengakses. Sebagai sebuah layanan

aspirasi pengaduan berbasis media sosial, LAPOR! memiliki sebuah web space

www.lapor.go.id yang dapat diakses oleh semua pengguna internet dan menjadi

website rujukan semua kanalnya. Ketiga, media sosial memungkinkan pengguna

membuat profil sebagai identitas dan keempat, media sosial membuka

konektivitas antar penggunanya. Kelima, media sosial mempunyai potensi

membangun percakapan. Keenam, konten media sosial dapat ditelusur ulang oleh

pengguna lain. LAPOR! memiliki profil dan akun bagi masing-masing pengguna

dan memiliki timeline yang menampilkan setiap laporan. Di dalam setiap laporan,

terdapat kolom komentar yang dapat diisi oleh pengguna lain sebagai media

berkomunikasi. Pengguna lain juga dapat melihat laporan-laporan terdahulu

dengan kolom cari laporan dan juga timeline yang memuat semua laporan yang

terpublikasi.

Secara garis besar LAPOR! memenuhi dua poin utama dari media sosial

yaitu kolaborasi dan partisipasi dimana LAPOR! dapat mempertemukan para

pengguna unutk berinteraksi dan berkolaborasi di dalamnya. LAPOR! juga bisa

menunmbuhkan partisipasi penggunanya. Namun, salah satu karakteristik media

sosial, yang membedakannya dengan media tidak sesuai dengan LAPOR!. Media

Page 151: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

132

sosial seharusnya memungkinkan setiap pengguna mengunggah informasi atau

konten. Apabila pada media konvensional terdapat gate keeper atau editor konten,

konten pada media sosial seluruhnya berasal dari pengguna, semua orang dapat

menjadi sumber informasi. Pada pengelolaan LAPOR!, tidak semua konten yang

dibuat oleh pengguna dapat ditampilkan di media sosial LAPOR!. Di dalam

pengelolaan, terdapat administrator yang melakukan penyuntingan pesan dan

memilih pesan mana yang layak ditampilkan atau tidak.

Secara tampilan, fitur dan sistem keseluruhan memang LAPOR!

menggunakan basis media sosial. Tampilan timeline, komentar dan potensi

interaksinya sesuai dengan karakteristik media sosial. Namun, LAPOR! juga tidak

lebih seperti media lain yang tidak memberikan kebebasan penuh pengguna

mengunggah konten. Sehingga apabila diklaim sebagai sebuah media sosial,

peneliti merasa LAPOR! belum sepenuhnya bisa dikatakan media sosial. LAPOR!

lebih tepat dikatakan sebagai layanan aspirasi dan aduan yang mengadopsi dan

berbasis pada media sosial.

Selanjutnya ada dua cara yang digunakan peneliti untuk melihat kontribusi

LAPOR! dalam mewujudkan good governance. Pertama ialah melihat keseusaian

fitur (teknis) dengan prinsip good governance. Kedua, melihat implementasi

prinsip good governance dan complain handling sytem didalam pengelolaan yang

dilakukan LAPOR!. Guna memudahkan, berikut adalah tabel kaitan antara fitur

LAPOR! dengan prinsip good governance:

Page 152: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

133

Tabel 4.2. Implementasi Prinsip Good Governance pada LAPOR!

Prinsip Good

Governance Fitur Pengelolaan

Partisipasi

Open Channel LAPOR! membuka partisipasi warga

menyampaikan aspirasi dan aduannya

Aktivasi Akun Melakukan survei guna membuka masukan

pengembangan

Forum Dialog Melakukan sosialisasi guna meningatkan

partisipasi Kolom Komentar

Pengawasan

Publik

Timeline Membuka ruang bagi masyarakat untuk

terlibat dalam pengawasan pembangunan Pembebasan

Kategori Laporan

Transparansi

Alamat kontak

LAPOR!

Pesan terdispoisis hingga ditutup

ditampilkan pengelola

Admin membalas pesan yang diajukan

masuk ke dalam sistem

Timeline Pengelola menerima kritik dan saran serta

membalas kontak pengguna

Kolom komentar Ada editing pesan sebelum di disposisikan

Profesionalis

me

Tenggat Waktu

Tindak Lanjut

Masih banyak tanggapan yang melebihi

tenggat waktu

Notifikasi Evaluasi berkala internal, laporan berkala

untuk lembaga terhubung

Kesetaraan

Peluang Akses terbuka Belum meratanya infrastruktur internet

Efisiensi

Disposisi

otomatis oleh

administrator Minimnya keterhubungan lembaga dan

Pemda

Efektivitas Laporan sukses

Penegakan

hukum

Laporan Anonim

dan Rahasia

Pengelola menjamin kerahasiaan identitas

pengguna fitur anonim dan rahasia

Protected

username

Daya

Tanggap

Deadline

disposisi dan

tanggapan

Ada reminder dari pengelola kepada

lembaga terhubung

Fitur junk

otomatis

Pengelola menerima kritik dan saran

berkaitan dengan LAPOR!

Page 153: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

134

menghapus pesan

yang tidak

mengandung

aduan (spam)

Wawasan

kedepan Opini publik

Melakukan survei dan evaluasi serta uji coba

materi

Akuntabilitas

Kontak pengelola Pengelola menampilkan kegiatan yang

dilakukan di blog

Statistik LAPOR! Pengelola membuat rekapan data nasional

apabila diperlukan lembaga terkait

Akuntabilitas Statistik LAPOR!

Pegelola memberikan laporan berkala dan

akses data yang terbuka, kecuali data laporan

rahasia

Secara garis besar, dilihat dari sistem dan fitur yang dimiliki LAPOR!

sudah sangat mendukung perwujudan good governance. Namun, apabila dilihat

dari pengelolaan, terlepas dari fitur yang ada, beberapa prinsip masih belum

maksimal dalam implementasinya.

LAPOR! sebagai sebuah layanan aspirasi dan aduan masyarakat berangkat

dari ide besar membangun membangun partisipasi publik di dalam mengawasi

pembangunan dan pemerintah. Meskipun bukan pihak yang secara langsung

melakukan pembangunan, namun masyarakat diajak untuk berpartisipasi dalam

mengawasi dan memperbaiki kinerja aparatur negara. Sebuah pelaporan dan

aduan tampaknya adalah hal sepele, namun itu adalah sebuah bukti bahwa

masyarakat peduli dan punya partisipasi dalam pembangunan. LAPOR!

memfasilitasi partisipasi masyarakat melalui penyediaan sarana untuk bersuara

yang mudah diakses (accessable), partisipasif. Masyarakat mempunyai hak

bersuara dan berkontribusi pada pembangunan yang dapat difasilitasi oleh

LAPOR!.

Apabila di lihat dari sisi fitur di LAPOR!, partisipasi tergambar dari fitur di

LAPOR! seperti komentar dan beri dukungan. Selain itu, sebagai sebuah layanan

aspirasi dan pengaduan, LAPOR! juga mendukung prinsip layanan aduan yaitu

Page 154: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

135

kesederhanaan dan aksesibilitas. LAPOR! dapat diakses tidak hanya dari satu

kanal saja tetapi 3 kanal yang memudahkan pengguna untuk berpartisipasi.

Selain itu, LAPOR! dinilai peneliti telah membantu terwujudnya

pengawasan publik. LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi membuka

peluang publik untuk mengawas dan tidak tinggal diam dalam memantau

pembangunan dan pelayanan publik. Posisi LAPOR! dalam pengawasan public ini

pun cukup objektif mengingat LAPOR! berperan sebagai jembatan penghubung,

bukan yang menerima dan mengambil tindak lanjut laporan. LAPOR! sebagai

layanan aspirasi dan aduan telah mengajak masyarakat untuk mengawasi kinerja

pemerintah. Pengawasan publik ini pun tercermin pada segi fitur. LAPOR!

memiliki timeline untuk memudahkan pengawasan dan pemantauan aduan. Selain

itu. LAPOR! juga tidak membatasi kategori aduan sehingga memperluas

kesempatan masyarakat mengawasi pemerintah dari berbagai lini.

Selain itu, LAPOR! sebagai layanan aduan dan aspirasi juga

mengedepankan transparansinya. Secara teknis LAPOR! menonjolkan prinsip

transparansi terutama dari fitur dan sistem yang dimiliki. Tetapi, harus diakui

bahwa pada pengelolaan aduan, prinsip transparansi belum sepenuhnya terpenuhi

karena ternyata pengelola melakukan suntingan, yang tidak dinotifikasikan secara

langsung (diberi tahu bahwa tulisannya disunting) kepada pelapor. Penyuntingan

ini memang tujuannya baik, namun sangat rawan mengubah makna dan pesan dari

masyarakat.

Selanjutnya melihat prinsip daya tanggap, profesionalisme serta efektivitas

dan efisiensi. Belum semua komponen pemerintah yang terlibat di LAPOR!

menunjukan profesionalismenya dalam menanggapi aduan masyarakat. Prinsip

pelayanan aduan yang responsive, efisien, dan cepat terbukti belum maksimal

dilihat dari masih banyaknya aduan yang terlambat ditanggapi dan melebihi

tenggat waktu. Belum lagi jumlah Kementrian, Lembaga dan Pemda yang

terhubung masih minim. Jumlah Kementrian, Lembaga dan Pemda yang

Page 155: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

136

terhubung belum bisa membuat LAPOR! dikatakan mampu memfaslitasi seluruh

laporan masyarakat, seperti ekspektasi yang ditawarkan.

Bayangkan, ada ratusan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dan

LAPOR! hanya terhubung dengan 5 Pemda saja. Padahal, berdasarkan otonomi

daerah, Pemda memiliki kebebasan untuk mengelola daerahnya sehingga

menyebabkan birokrasi setiap daerah di Indonesia tidaklah sama. Padahal,

masalah yang ada di masyarakat bukan hanya masalah pemerintah pusat atau

kementrian. Justru, sebagai instansi yang paling dekat dengan masyarakat, Pemda

punya potensi permasalahan yang lebih banyak dan lebih dekat dengan publik. 5

Pemda saja tentu jumlah yang sangat kecil.

Kejanggalan muncul dari fakta sedikitnya Pemda dan lembaga pemerintah

yang terhubung dengan LAPOR!. LAPOR! merupakan bagian dari pemerintah,

LAPOR! pun adalah pemerintah itu sendiri, namun mengapa LAPOR! masih perlu

untuk bersusah payah menghubungkan pemerintah dengan dia? Seolah-olah

LAPOR! adalah bagian terpisah dari pemerintah. Bahkan LAPOR! harus berupaya,

bersosialisasi dan mempersuasi pemerintah daerah untuk ikut bergabung.

Kejanggalan ini pada awalnya muncul dari asumsi hambatan birokrasi

yang kemudian menghambat LAPOR! untuk menghubungkan dirinya dengan

seluruh komponen dan instansi pemerintahan. Asumsi itu muncul sebab, dilihat

dari kegiatan promosi yang dilakukan, untuk bisa terhubung dengan satu

Pemerintah Daerah saja, pengelola harus melakukan perijinan sosialisasi yang

bertingkat dengan tebusan demi tebusan. Padahal, LAPOR! membawa nama

Kantor Staf Presiden, yang posisinya berada di wilayah pemerintah pusat. Secara

logika, LAPOR! dapat lebih mudah untuk menghubungkan lembaga dan

pemerintah.

Ternyata, pemerintah telah melakukan upaya pengintegrasian semua

instansi ke sistem LAPOR! dalam bentuk Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2015. Peraturan

Menteri tersebut berisi roadmap pengembangan sistem pengelolaan pengaduan

Page 156: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

137

pelayanan publik nasional. Di dalamnya diamanatkan bahwa setiap instansi kini

wajib memiliki dan mengelola layanan aduan yang efektif. Peraturan Menteri ini

berisi pula amanat 3 periode tahap yaitu tahun 2015, 2016 dan 2017.

Pada tahun 2015, ditargetkan bahwa setiap instansi harus memiliki layanan

aduan yang efektif dan memberikan tanggapan terhadap aduan masyarakat.

Barulah di tahun 2016, setiap instansi diwajibkan untuk terintegrasi baik secara

vertical maupun horizontal dari pusat hingga unit terkecil. LAPOR! menjadi

sarana pengintegrasian secara online yang diamanatkan di dalam Peraturan

Menteri ini.

Maka terjawab kejanggalan yang muncul dari minimnya keterhubungan

LAPOR! ini. Pemerintah memang sejak awal kemunculan LAPOR! di 2012 hingga

2015 belum menegaskan kepada seluruh instansi untuk bergabung terintegrasi

dengan LAPOR!. Barulah di tahun 2015 ini keseriusan pemerintah untuk

membangun layanan aspirasi dan pengaduan yang terintegrasi dibuktikan dengan

mengeluarkan peraturan tertulis amanat bagi seluruh instansi.

Di awal tahapan mengintegrasi pun tidak dipasang target pengintegrasian

seluruh instansi. Sebagai sebuah sistem baru, pengenalan sistem dan sosialisasi

juga perlu dilakukan sehingga periode pertama digunakan untuk membangun

pondasi masing-masing institusi. Barulah di tahun 2016 diharapkan seluruh

instansi dapat terintegrasi. Sehingga, untuk tahun ini LAPOR! memang sedang

dalam proses menyiapkan instansi untuk siap terintegrasi seluruhnya.

Selain itu sebagai layanan aspirasi dan aduan LAPOR! pun belum

memaksimalkan kesetaraan peluang. Meskipun LAPOR! merupakan layanan

berbasis media sosial yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia,

namun perlu diingat bahwa tidak semua masyarakat Indonesia mengakses internet

dan telepon seluler. Masih ada masyarakat yang tidak menggunakan telepon

genggam, smartphone dan internet yang suaranya pun perlu didengar. Para

pedagang kecil di pasar, penduduk pelosok yang kekurangan air, masyarakat

perbatasan yang belum mendapat fasilitas pendidikan layak, mereka pun perlu

Page 157: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

138

difasilitasi suaranya. Meskipun LAPOR! membuka peluang bagi semua warga

negara, namun tidak semua orang dapat menangkap peluang yang sama.

Sebagai sebuah layanan aduan berbasis media sosial, LAPOR! sudah

berusaha memenuhi semua prinsip layanan adua dan good governance. Beberapa

prinsip sudah menonjol, namun masih banyak yang belum maksimal dan menjadi

PR bagi pengelola. Inisiatif untuk membuat layanan aduan yang inovatif ini patut

diapresiasi, namun masih banyak tantangan yang perlu dijawab. Terlalu cepat

untuk mengklaim sebagai layanan aduan terintegrasi nasional saat ini, apabila

kenyataan masih berkata bahwa lembaga dan pemerintah daerah yang terhubung

masih sangat minim. Meskipun begitu, proses menuju integrasi yang sedang

dijalani pun patut mendapat apresiasi dan dukungan. Terlalu cepat pula

mengklaim sebagai layanan aduan dan aspirasi yang efektif efisien, apabila

keefektifitasan dan efisiensi hanya dirasakan sebagian wilayah saja. Sebab,

pemerintah bukan hanya yang ada di pusat, masalah bukan hanya di pulau Jawa

dan masyarakat bukan hanya yang memiliki telepon genggam, smartphone dan

akses internet saja.

Page 158: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

139

BAB V

Penutup

Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. Kesimpulan

akan memberikan gambaran menyeluruh tentang temuan dan analisis atas masalah

utama penelitian yaitu pengelolaan media sosial LAPOR! sebagai layanan aspirasi

dan pengaduan online. Kesimpulan juga mengulas mengenai kontribusi LAPOR!

dalam rangka membantu mewujudkan good governance di Indonesia. Pada bagian

ini juga akan dijabarkan kekuatan dan kekurangan selama proses penelitian agar

dapat digunakan sebagai bahan koreksi untuk peneliti dan dapat membantu

penelitian selanjutnya mengenai media sosial dan pemerintahan.

Pada bagian saran, peneliti akan berusaha memberikan rekomendasi

terkait dengan temuan dan analisis yang telah dilakukan. Rekomendasi dan

masukan diharapkan mampu memberi nilai tambah bagi penelitian dan

memberikan manfaat bagi pengembangan kajian Ilmu Komunikasi. Selain itu,

saran berupa rekomendasi dan masukan tersebut diharapkan dapat memberikan

manfaat pula bagi pembelajar, pengajar, serta pihak yang menggunakan penelitian

ini seperti pengelola LAPOR! dan pemerintah pada umumnya.

A. Kesimpulan

Pengelolaan komunikasi politik pemerintah kini tidak bisa dihindari lagi.

Seluruh elemen pengambilan keputusan di dalam pengelolaan negara perlu

dikelola hubungannya dengan baik. Di dalam otoritas politik modern seluruh

elemen negara perlu berkoordinasi dalam komunikasi yang korporatif guna

mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good governance).

Pemerintah kini mulai membuka ruang partisipasi pada publik yang memang

semakin aktif dan kritis mengawasi pembangunan dan pelayanan publik.

Keinginan dari pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang

memberi ruang partisipasi masyarakat ini kemudian diejawantahkan menjadi

Page 159: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

140

sebuah inisiatif program berupa penyediaan layanan aduan dan aspirasi rakyat.

Pada tahun 2012, pemerintah meluncurkan sebuah layanan aduan dan aspirasi

online berbasis media sosial yang diberi nama Layanan Aspirasi dan Pengaduan

Online Rakyat (LAPOR!).

LAPOR! merupakan sebuah layanan aspirasi dan aduan yang mengadopsi

dan berbasis layanan media sosial. Perencanaan LAPOR! diawali dengan analisa

permasalahan tantangan, perumusan tujuan dan analisa peluang. Bentuk

penggunaan media sosial dipilih sebagai model layanan aduan dan aspirasi online

didasari pertimbangan secara statistik penggunaan media sosial, psikografis

masyarakat dan juga geografis. Secara statistik, tingkat penggunaan media sosial

di Indonesia relatif tinggi. Secara psikografis masyarakat pun memiliki karakter

yang aktif berkomunikasi di dunia maya. Kondisi geografis Indonesia yang

berbentuk kepulauan dan berjarak dipisahkan bukit, gunung dan laut pun cocok

dirasa pemerintah cocok untuk diatasi permasalahan komunikasinya melalui

teknologi.

Pemerintah membangun sistem layanan aduan dan aspirasi online LAPOR!

dengan 3 pintu masuk penerimaan aduan dan aspirasi yaitu SMS, website dan

asplikasi pada smartphone. Masyarakat dapat mengajukan aduan dan aspirasi

melalui 3 pintu kemudian seluruh aduan dan aspirasi akan dikelola di satu sistem

dan dapat dipantau serta dikawal bersama-sama dalam sebuah sistem media sosial

hingga aduan tuntas ditanggapi dan ditindak lanjuti. Langkah membangun layanan

aduan dan aspirasi berbasis media sosial ini dirasa dapat mendukung terwujudnya

partisipasi masyarakat yang juga merupakan poin kunci dalam penyelenggaraan

good governance.

Penelitian ini menggunakan Peraturan Pemerintah Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 83 Tahun

2012 Mengenai Pedoman Pemanfaatan Media Sosial Instansi Pemerintah sebagai

tolak ukur didukung dengan Input/Output Model of IT Planning for Social Media

in Governemnt dari Dadashzadeh (2010) sebagai tolak ukur untuk melihat

Page 160: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

141

pengelolaan media sosial yang dilakukan LAPOR!. Pengelolaan media sosial

terdiri dari langkah perencanaan, kegiatan media sosial, strategi media sosial,

pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. Dadashzadeh (2010) menambahkan

pada proses perencanaan pengelolaan media sosial oleh pemerintah, diperlukan

empat proses yang membedakannya dari pengelolaan media sosial pada umumnya

yaitu perencanaan nilai-nilai pelayanan publik, penentuan fokus, inventarisasi IT

dan peramalan teknologi yang akan datang.

Berdasarkan temuan di lapangan, pengelolaan media sosial LAPOR!

secara umum sudah memenuhi kelima tahapan tersebut. Hanya saja pada tahap

perencanaan LAPOR! tidak melakukan analisa POST. LAPOR! melakukan analisa

masalah dan peluang dalam bentuk lain. Analisa itu terdiri dari analisa

permasalahan dan tantangan, analisa peluang dan juga perumusan tujuan

pembuatan. Analisa permasalahan dan tantangan meliputi refleksi layanan aduan

dan aspirasi terdahulu, analisa kondisi masyarakat dan pemerintah dan analisa

kondisi geografis Indonesia. Analisa peluang berisi analisa terhadap pemanfaatan

teknologi. Sedangkan penetapan tujuan berorientasi pada visi dan misi

pemerintah. Meski tidak melakukan analisa unsur-unsur POST, namun analisa

yang dilakukan mengandung unsur-unsur POST itu sendiri.

Melalui penelitian ini, peneliti mengetahui bahwa di dalam mengelola

pesan aduan dan aspirasi masyarakat, ada campur tangan pengelola terhadap

pesan yang cukup besar. Pada tahapan pelaksanaan, LAPOR! melakukan

suntingan terhadap aduan yag maksud. Suntingan yang dilakukan sebatas

suntingan redaksional dan tata bahasa. Namun, peneliti menilai bahwa

penyuntingan yang dilakukan ini rawan mengalami perubahan makna.

Selain itu, langkah penyuntingan yang dilakukan LAPOR! tidak sejalan

dengan karakter media sosial itu sendiri. Media sosial merujuk pada Saxena

(2013) memiliki karakter konten yang user oriented tanpa adanya editor.

Maksudnya, konten yang ada di media sosial tidak mengalami editing dan berasal

dari pengguna media sosial itu sendiri. Pada LAPOR! konten yang ditampilkan

Page 161: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

142

adalah konten yang telah mengalami editing oleh administrator. Peneliti dapat

menyimpulkan bahwa LAPOR! bukanlah media sosial seutuhnya, tetapi sebuah

layanan aduan dan aspirasi yang mengadopsi sistem media sosial.

Pada tahap evaluasi, LAPOR! melakukan evaluasi internal setiap 3 bulan

sekali kepada pengelolanya. Evaluasi dinilai dari capaian-capaian yang diraih

setiap divisi berdasarkan IKU dan target yang disusun di awal tahun. Selain itu,

LAPOR! mengirimkan laporan berkala pada Kementrian, Lembaga dan Pemda

terkait dengan statistik aduan. Pada kasus tertentu, LAPOR! akan menghubungi

KL dan Pemda terkait yang dirasa perlu mendapat teguran terkait kinerjanya.

Peneliti menyimpulkan bahwa pengelolaan media sosial LAPOR! yang

dilakukan oleh Kantor Staf Presiden sudah berupaya memenuhi prinsip-prinsip

good governance. Namun, belum semua dapat terepresentasi di dalam

pengelolaan. Beberapa prinsip seperti partisipasi dan pengawasan publik sangat

menonjol, tetapi ada beberapa prinsip seperti transparansi dan profesionalisme

yang belum menonjol.

Pengelolaan LAPOR! sebagai layanan aspirasi dan pengaduan secara

keseluruhan telah mempertimbangkan nilai-nilai pelayanan publik, yang

membedakannya dengan pengelolaan media sosial biasa. Pengelolaan yang

berusaha mengedepankan kepentingan publik dan berusaha membawa perubahan

nyata bagi pembangunan patut diapresiasi meskipun aspirasi masyarakat belum

sepenuhnya dapat terwadahi.

Peneliti merasa terlalu cepat mengklaim LAPOR! sebagai layanan yang

terintegrasi secara nasional mengingat masih sangat minimnya jumlah Pemda dan

lembaga pemerintahan yang terhubung. Apabila ada keseriusan dari peemrintah

untuk mengelola layanan aduan maka seharusnya seluruh lembaga dan

pemerintah dapat terhubung. Pada kenyataannya, LAPOR! yang mengaku sebagai

pemerintah pun masih harus melakukan sosialisasi dan promosi terhadap

pemerintah itu sendiri.

Page 162: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

143

B. Saran

Berdasarkan temuan dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti

memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah sebagai pengelola LAPOR!

Ide mewujudkan sebuah layanan aduan dan aspirasi berbasis media sosial

patut diapresiasi, namun sebaiknya ada keseriusan yang lebih di dalam mengelola

terutama dalam memfasilitasi seluruh lembaga, kementrian dan Pemda. Peneliti

menyarankan agar pemerintah segera mempercepat proses penghubungan seluruh

lembaga yang ada di sistem LAPOR!. Langkah ini sangat perlu dilakukan agar

LAPOR! bisa sepenuhnya menjadi tempat menyampaikan aduan dan aspirasi

masyarakat dari berbagai level permasalahan. Pemerintah perlu segera melakukan

pengintegrasian seluruh elemen pemerintahan yang ada.

Melalukan edukasi melalui penyampaian konten yang telah disunting juga

sebenarnya merupakan ide yang baik, namun pengelola perlu berhati-hati karena

penyuntingan sangatlah saran mengubah makna. Oleh karena itu, pengelola

sebaiknya lebih berhati-hati dan mempertimbangkan lagi cara menyunting yang

dilakukan. Pengelola harus memastikan bahwa suntingan tidak mengubah makna

komunikasi dari pelapor. Bagaimanapun juga pesan harus dapat sampai dengan

tepat kepada orang yang tepat pula. Semoga pemerintah dapat menjembatani

aduan masyarakat dengan tepat melalui layanan aduan dan aspirasi yang baik.

2. Bagi peneliti dengan tema serupa

Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan

pelajaran dan refleksi bagi penelitian akan datang dengan tema serupa. Salah satu

keterbatasan penelitian ini ialah minimnya pra-riset yang dilakukan peneliti.

Objek penelitian LAPOR! mengalami masa transisi antara dua periode

pemerintahan, pengetahuan mengenai LAPOR! dahulu dan sekarang terhitung

minim karena pra-riset yang tidak maksimal. Oleh karena itu, bagi pembelajar

Page 163: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

144

yang akan melakukan penelitian dengan tema serupa peneliti menyarankan untuk

melakukan pra-riset guna memastikan secara garis besar seluk beluk untuk

memudahkan melihat masalah.

Di dalam melakukan penelitian, peneliti memiliki keterbatasan waktu

wawancara yaitu hanya sebanyak 2 kali. Keterbatasan waktu tatap muka dengan

narasumber disiasati dengan mengamati pergerakan secara online dan mengirim

pertanyaan melalui email. Peneliti merasa 2 kali pertemuan dengan narasumber

adalah waktu yang sangat minim untuk menggali informasi. Oleh karena itu

apabila dilakukan penelitian selanjutnya maka peneliti menyarankan agar dapat

terlibat lebih dalam sehingga untuk melihat fenomena dari perspektif yang tidak

hanya di permukaan.

Selanjutnya, apabila hendak melakukan penelitian serupa peneliti

merekomendasikan peneliti untuk membaca banyak buku mengenai sistem

pemerintahan dan birokrasi, surat kabar, dan regulasi yang berkaitan dengan

pemerintahan yang diteliti. Peneliti merasa pengetahuan mengenai birokrasi dan

isu sosial sangat dibutuhkan untuk dapat mengelola informasi lebih dalam.

Terakhir, peneliti menyarakan untuk dilakukan lebih banyak penelitian

komunikasi di bidang pemerintahan terutama pemanfaatan new media. Peneliti

merasa menarik melihat fenomena new media kini marak digunakan oleh

pemerintah untuk mendekati generasi muda millennial.

Page 164: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

145

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adiputra, Wisnu Martha (Ed). (2012). Media baru : Studi Teoritis & Telaah dari

perspektif Politik dan Sosiokultural. Yogyakarta: FISIPOL UGM.

Albaran, Alan B. (2013). The Social Media Industries. New York: Routledge.

Bang, Henrik P (Ed). (2003). Governance as social and political communication.

Manchester: Manchester University Press.

Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing

Among Five Tradition. London: SAGE Publications..

Dijk, Jose Van. (2013). The Culture of Connectivity: a Critical History of Social

Media. New York: Oxford University Press.

Dwiyanto, Agus, et al. (2003a). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi

Daerah. Yogyakarta: PSKK UGM.

Dwiyanto, Agus, , et al. (2005). Mewujudkan Good Governance Melalui

Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dwiyanto, Agus, et al. (2003b). Teladan dan Pantangan dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: PSKK UGM.

Flew, T. (2005). New media. New York: Oxford University Press.

Harvey, Kerric (Ed). (2014). Encyclopedia of Social Media and Politics. London:

SAGE.

Kooiman, Jan (Ed). (1993). Modern governance: new government society

interactions. London: SAGE.

L.Barker, Therese. (1999). Doing Social Research Third Edition. USA: Mc Graw-

Hill International Edition Comp.Inc.

Lievrouw, L., dan Livingstone, S. (2006). Handbook of New Media: Social

Shaping and Social Consequences. Fully revised student edition. London:

Sage.

McLuhan, Marshall. (1990). Understanding Media: The Extention of Man.

London: Routlege.

McQuail, Denis. (2005). Mass Communication Theory Fifth Edition.

London: Sage.

Page 165: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

146

Moleong, Lexy J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda

Karya

Patton, M. Quinn. (2002). Qualitative Research and Evaluation Methods. London:

SAGE Publication.

Pavlik, John V. (1996). New Media Technology: Cultural and Commercials

Perspectives. Boston: Allyn and Bacon.

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Lkis.

Poerwandari. E.K. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi.

Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan

Psikologi UI.

Salim, Agus. (2006). Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogya: Tiara

Wacana.

Silalahi, Ulber. (2009). Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Wyrwoll, Claudia. (2014). Social Media: Fundamentals, Models, and Ranking of

user-generated contet. Germany: Springer Vieweg.

Yin, Robert K. (2005). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada

Jurnal

Anderson, T. B. (2009). E-government as an anti-corruption strategy. Information

Economics and Policy, 21. (pp 201−210).

Ansori, M Achsan Isa, dkk. (2014). Effect of Social Media on Website City

Government in Indonesia. International Conference of Internet Studies.

Bertot, J. C., Jaeger, P. T., & Grimes, J. M. (2010). Crowd-sourcing

transparency: ICTs, social media, and government transparency initiatives.

The 11th Annual Digital Government Research Conference on Public

Administration Online: Challenges and Opportunities. (pp 51–58).

Bertot, John C & Paul T Jaeger dkk. (2010). Using ICTs to create a culture of

transparency: E-government and social media as openness and anti-

corruption tools for societies. Government Information Quarterly 27 (pp

264-271).

Bhatnagar, S. (2003). E-government and access to information. Global Corruption

Report 2003. Washington DC: Transparency International.

Page 166: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

147

Bonson, Enrique, dkk. (2012). Local e-government 2.0: Social Media and

Corporate Transparency in Municipalities. Government Information

Quarterly ELSEVIER Journal vol. 29, issue 2. P.123-132.

Boyd, Danah. (2009). Social Media is Here to Stay..Now What?. Microsoft

Research Tech Fest. Washington: Redmond.

Chan-Olmsted, Sylvia M. dkk. User Perceptions of Social Media: A Comparative

Study of Perceived Characteristics and User Profiles by Social Media.

Online Journal of Communication and Media Technologies Vol. 3, Issue 4.

P.149-178.

Dadashzadeh, Mohammad. (2010). Social Media in Government: From e-

Government to e-Governance. Journal of Business&Economic Research.

November vol. 8 no.11. p.81-86.

Heeks, R. (2005). E-government as a carrier of context. Journal of Public Policy

25. p. 1−74.

Jaeger, P. T., Paquette, S., & Simmons, S. N. (2010). Information policy in

national political campaigns: A comparison of the 2008 campaigns for

President of the United States and Prime Minister of Canada. Journal of

Information Technology & Politics, 7. p. 1–16.

John Bertot C & Paul T Jaeger dkk. (2010). Using ICTs to create a culture of

transparency: E-government and social media as openness and anti-

corruption tools for societies. Government Information Quarterly 27. p.265.

Kavanaugh, Andrea L & Edward A. Fox, dkk. (2012). Social media use by

government: From the routine to the critical. Government Information

Quarterly 29. p. 480–491.

Kietzman, Jan H & Kristopher Hermkens, dkk. (2011). Social media? Get

serious! Understanding the functional building blocks of social media.

Business Horizons 54. p. 241—251.

Magro, Michael J. (2012). A Review of Social Media Use in E-Government.

Administrative Sciences ISSN. P. 2076-3387.

Mergel, I. (2013). A Framework for Interpreting Social Media Interactions in The

Public Sector. Government Information Quarterly vol. 30(4). p. 327-334.

Mickoleit, A. (2014). Social Media Use by Governments: A Policy Primer to

Discuss Trends, Identify Policy Opportunities and Guide Decision Makers.

OECD Working Papers on Public Governance No. 26. p. 1-70.

Page 167: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

148

Montalvo, Roberto E. (2011). Social Media Management. International Journal of

Management & Information Systems – Third Quarter 2011 Vol. 15, No. 3.

p. 91-96.

Mrva-Montoya,Agata. (2012). Social Media: New Editing Tools or Weapons of

Mass Distraction?. Journal of Electronic Publishing‘s peer reviewers

Vol.15. issue 1. Retrieved from

http://quod.lib.umich.edu/cgi/t/text/idx/j/jep/3336451.0015.103/--social-

media-new-editing-tools-or-weapons-of-mass?rgn=main;view=fulltext#N10

diakses pada 12 Juni 2015 pukul 23.00 WIB.

Pathak, R. D., Naz, R., Rahman, M. H., Smith, R. F. I., & Agarwai, K. N. (2009).

E-governance to cut corruption in public service delivery: A case study of

Fiji. International Journal of Public Administration, 32. p. 415−437.

Roberto E Montalvo. (2011). Social Media Management. International Journal of

Management & Information Systems Third Quarter 2011 Vol. 15, No. 3.

p.91.

Scott, David Meerman. (2007). Social media debate. EContent 30, No. 10. p.64.

Shim, D. C., & Eom, T. H. (2008). E-government and anti-corruption: Empirical

analysis of international data. International Journal of Public

Administration, 31 p. 298−316.

Silfianti, Widya. (2011). Do Indonesian Province Website Rich and Popular?.

World of Computer Science and Information Technology Journal (WCSIT)

ISSN: 2221-0741. Vol. 1, No. 6. p.253-259.

Sylvia M. Chan-Olmsted, dkk. (2013). User Perceptions of Social Media: A

Comparative Study of Perceived Characteristics and User Profiles by Social

Media. Online Journal of Communication and Media Technologies Vol. 3,

Issue 4. P.149-178.

Trkman, M & Trkman P. (2009). A Wikis as Intranet: A Critical Analysis Using

the Delone and McLean Model. Online Information Review, 33(6). P. 1087-

1102.

World Bank. (2004). Making services work for the poor: World Development

Report. Washington DC: Author.

Penelitian

Astrini. (2013). Media Baru dalam Kampanye Sosial: Studi Kasus Penggunaan

Twitter dan Blog dalam Kampanye Sahabat Lokananta. Yogyakarta: Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.

Page 168: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

149

BDO. (2012). From Housing and Litter to Facebook and Twitter. BDO Local

Government.

Ermaya Widyastuti. (2012). Pengelolaan Media Sosial dalam Mendukung

Kampanye Pemasaran Mizone: Studi Deskriptif Pengelolaan Media Sosial

untuk Kampanye Pemasaran Program Mizone City Project 2012.

Yogyakarta: Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM.

GovLoop. (2013). The Social Media Experiment in Government: Elements of

Excellence.

ICMA. (2011). E-Government 2011 Survey Summary.

OECD. (2013a). Government at a Glance 2013. Paris: OECD.

OECD. (2013b). Survey on Government use of Social Media. Paris: OECD.

Twiplomacy. (2013). Twiplomacy Study 2013. Retrieved from

http://www.twiplomacy.com diakses 12 Juni 2015.

Twiplomacy. (2014). Twiplomacy Study 2014. Akses penuh dalam

http://twiplomacy.com diakses 12 Juni 2015.

Online

Accenture. (2010). Accenture Public Service Value Governance Framework.

Retrieved from

http://www.accenture.com/Global/Research_and_Insights/Institute_For_Pub

lic_Service_Value/AccentureFramework.htm. diakses pada 6 April 2015

pukul 03.49 wib.

Admin. (2014). Inisiatif OGI. Retrieved from

http://www.opengovindonesia.org/inisiatif-ogi/ diakses pada 9 September

2015 pukul 20.08 WIB.

Admin. (2014). Mission and Goal. Retrieved from

http://www.opengovpartnership.org/about/mission-and-goals diakses pada 6

September 2015 pukul 22.19 WIB.

Admin. (2015). Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No 3 tahun

2015. Retrieved from

http://www.blog.lapor.go.id/images/dasar_hukum/Permenpan_03_2015.pdf

diakses pada 9 September 2015 pukul 20.06 WIB.

Agrlesta, Dherl. (2014). Masyarakat Makin Kritis Terhadap Pemerintahan

Jokowi-JK. Retrieved from

http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/21/334746/masyarakat-makin-

Page 169: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

150

kritis-terhadap-pemerintahan-jokowi-jk diakses pada 1 April 2015 pukul

10.38 wib.

Anonim. (2014). How Indonesians are Using ICT and Social Media for Disaster

Management. Retrieved from http://www.ictworks.org/2014/04/09/how-

indonesians-are-using-ict-and-social-media-for-disaster-management/

diakses pada 13 Juli 2015.

Holderness, Tomas dan Etienne Turpin. (n.d). White Paper-PetaJakarta.org:

Assessing the Role of Social Media for Civic Co-Management During

Monsoon Flooding in Jakarta, Indonesia. Retrieved from

http://petajakarta.org/banjir/en/research/ diakses pada 13 Juli 2015.

Indonesia‟s Love Affair with Social Media. (n.d). Retrieved from http://redwing-

asia.com/market-data/social-media-2/ diakses pada 6 April 2015 pukul

20.23 wib.

Kemp, Simon. (2015). Digital Social & Mobile in 2015, We are social

compendium of global digital statistic, Jan.2015. Retrieved from

http://wearesocial.sg/blog/2015/01/digital-social-mobile-2015/ diakses pada

6 April 2015 pukul 15.46 wib.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2013). Penguatan Peran Publik Melalui Media

Sosial oleh Basuki Tjahja Purnama, Jakarta. Retrieved from

http://acch.kpk.go.id/documents/10157/652898/Basuki+Tjahaja-

Seminar+Humas+KPK+2013.pdf diakses pada 15 April 2015 pukul 3.42

wib.

Kosasih, Engkos. (2015). Tjahjo, "Pemerintahan Jokowi Terbuka Menerima

Kritikan dan Saran". Retrieved from http://m.galamedianews.com/bandung-

raya/6096/tjhjo--pemerintahan-jokowi-terbuka-menerima-kritikan-dan-

saran.html diakses pada 1 April 2015 pukul 11.17 wib.

Lukman, Enriko. (2015). The lastest number on web, mobile, and social media in

Indonesia (Inphograpic). Retrieved from

https://www.techinasia.com/indonesia-web-mobile-data-start-2015/ diakses

13 Juli 2015.

Markovic, Aleksandar M, Aleksandra Labus, Marko V, Bozidar R. (n.d). Using

social networks for improving e-government services. Retrieved from

http://www.nispa.org/files/conferences/2013/papers/201304082119210.Usin

g%20social%20networks%20for%20improving%20e-

government%20services.doc diakses pada 15 April 2015 pukul 16.00 wib.

Purwoko, Krisman. (2015). Menkominfo Ajak Humas Pemerintah Buat Akun

Twitter. Retrieved from http://www.harnas.co/2015/03/05/menkominfo-

ajak-humas-pemerintah-buat-akun-twitter

Page 170: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

151

Rahmanto, Yudhi. (2014). Yasonna: Pengaduan Masyarakat Langsung

Terintegrasi dengan DITJENPAS melalui SMS 1708. Retrieved from

http://regional.kompasiana.com/2014/11/24/yasonna-pengaduan-

masyarakat-langsung-terintegrasi-dengan-ditjenpas-melalui-sms-1708-

705463.html diakses pada 1 April 2015 pukul 14.36 wib.

Ril. (2013). Tingkatkan Layanan Publik, Pemerintah Gunakan Media Sosial.

Retrieved from

http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=43584-

Tingkatkan-Layanan-Publik,-Pemerintah-Gunakan-Media-Sosial diakses

pada 1 April 2015 pukul 14.38 wib.

Schonhardt, Sara. (2015). Sebangsa Puts an Indonesian Spin on Social Media.

Retrieved from

http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2015/01/21/sebangsa-puts-an-

indonesian-spin-on-social-media/ diakses pada 2 April 2015 pukul 22.50

WIB.

Scott, David Meerman. (2007). Social media debate. Retrieved from

http://www.econtentmag.com/Articles/Column/After-Thought/Social-

Media-Debate-40186.htm diakses pada 6 April 2015 pukul 20.27 wib.

Sunil Saxena. (2013). 7 Keys Charateristics of Social Media. Retrieved from

http://www.easymedia.in/7-key-characteristics-of-social-media/ diakses

pada 6 April 2015 pukul 20.25 wib.

Syukro, Ridho. (2014). Ombudsman: Pengaduan Masyarakat terkait Pelayanan

Publik Meningkat 350%. Retrieved from

http://www.beritasatu.com/nasional/230528-ombudsman-pengaduan-

masyarakat-terkait-pelayanan-publik-meningkat-350.html diakses pada 1

april 2015 pukul 10.13 wib.

UKP-PPP. (n.d). Booklet LAPOR! 1: Pemanfaatan LAPOR! oleh Pemerintah.

Retrieved from https://www.lapor.go.id/assets/images/BookletLAPOR.pdf

diakses pada 5 Juni 2015 pukul 23.44 WIB.

Visi Misi pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. (n.d) Retrieved from

http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf diakses pada 1

April 2015 pukul 10.58 wib.

Wijaya, Ketut Krisna. (2015). Laporan Pengguna Website Media Sosial

Indonesia. Retrieved from https://id.techinasia.com/laporan-pengguna-

website-mobile-media-sosial-indonesia/ diakses pada 6 September 2015

pukul 18.45 WIB.

World Bank. (2010). Feedback Matters - Designing Effective Complaints

Handling Mechanisms (Demand for Good Governance “How To” Learning

Page 171: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

152

Note Series) Social Development Department. Retrieved from

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&

cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAD&url=http%3A%2F%2Fsiteresources.

worldbank.org%2FEXTSOCIALDEVELOPMENT%2FResources%2FCH_

Systems_Final_04202010.docx&ei=3KmsVIbTJ8ySuASQ24GwAw&usg=

AFQjCNFfY3OfyuhPtIkyAeq6aWK5h7n4gg&sig2=km2Qq0bsVgLHGGte

edxflQ&bvm=bv.83134100,d.c2E diakses pada 6 April 2015 pukul 22.03

wib.

Page 172: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

153

LAMPIRAN

Transkrip Wawancara

Narasumber : Gibran (G), Project Leader LAPOR!

Tempat : Ruang Rapat 3.3 Gedung Eks.UKP4 Jakarta

Tanggal : 4 Juni 2015

Waktu : 17.00 WIB

L: Mas, LAPOR! ini sebenarnya dikelola oleh siapa sih?

G: Dikelola oleh Kantor Staf Presiden, dari USK jadi KSP (Kantor Staf Presiden)

pemimpinnya tetep sama, pak Luhut. Terus baru kemudian baru dari februari,

maret, april, mei penataan dan sekarang strukturnya sudah terbentuk dan sudah

jalan. kamu lihat aja perpres 26 2015.

L: Oke mas. Saya penasaran dengan beberapa poin besar yaitu LAPOR!,

pengelola, cara mengelola dan relasinya dengan pemerintah. Pertama saya

penasaran mengapa LAPOR! harus dibuat padahal di lembaga lain sudah ada

layanan aspirasi sendiri ataupun pengaduan sendiri. Kenapa LAPOR! harus dibuat

dan diintegrasikan secara nasional?

G: Yak, kenapa LAPOR! ada? Jadi, pada intinya, sebenarnya Indonesia dari tahun

2012 sudah tergabung di gerakan Open Government Partnership. Kita 1 dari 8

negara pendiri yang menandatangai deklarasi keterbukaan pemerintah. Kita

sebenarnya inisiatif yang dibangun ini untuk mengejawantahkan komitmen itu

bahwa kita tidak hanya menandatangani tapi kita juga melakukan suatu inisitaif

perubahan yang bisa dilakukan di Indonesia khususnya. Nah kenapa kami coba

bangun sarana pengaduan? Padahal Lintang bilang tadi sebenarnya di KL-KL

sudah ada. Sebenarnya sempat ada assesment singkat dari pengelola tim dulu

waktu masih di UKP4 tentang sarana pengaduan saat ini. Yang sudah ada itu,

sebenarnya kalau dulu jaman orde baru atau jaman reformasi, orang itu kesulitan

Page 173: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

154

kalau mau mengadu karena gak tahu dan gak ada sarananya. Apa sih sarananya?

Dulu paling cuma surat, pos dan lain-lain. Kalau sekarang beda lagi kasusnya.

Kalau sekarang sudah ada banyak sekali kanal-kanal aduan yang akhirnya justru

membingungkan masyarakat saking banyaknya. Contoh satu kementrian, kalau

dia sudah bagus sistemnya dia akan punya 1 call center yang jadi pusat layanan.

Tapi di beberapa kementrian, kementriannya punya dia punya misalkan 11 dirjen

atau berapa dirjen. Masing-masing dirjen punya telepon lagi kemudian di masing2

unit kerja punya kanal pengaduan lagi. Nah ini kan membingungkan masyarakat.

Masyarakat harus melapor ke channel yang begitu banyak dan dia gak tau ini

kewenangan siapa. Orang Indonesia itu gak mau tahu. Mereka tahunya anda

pemerintah dan saya mau mengadu. Dia gak peduli sebenarnya "oh ini saya

melapor ke dirjen A, ternyata kewenangan dirjen B" Lah ini biasanya kalau dulu,

lapornya langsung aja ke dirjen B. Dia nyuruh masyarakat, di pingpong

masyarakat. Itu gak ideal. Karena ada satu prinsip yang universal di dalam

pengelolaan pengaduan bahwa ketika masyarakat mengadu kemanapun aduannya

harusnya dia sampai ke yang berwenang. Ada prinsip namanya ―no wrong door

policy‖, yang sudah diterapkan secara universal di banyak negara maju. Ini yang

ingin kami atasi masalah ini dek.

Jadi soal tadi 1 tadi kebanyakan dan tidak terintegrasi. Harusnya, banyak itu boleh

tapi alangkah baiknya jika kita bisa menghubungkan satu sama lain. Jadi kalau

masyarakat tahunya itu yaudah itu. Kita harus punya hap nya. Nah makanya

LAPOR disetting sebagai hap. Jadi lapor ada bukan untuk menggantikan yang

sudah ada. Tapi kita coba menghubungkan.

L: berarti tiap kementrian tetap punya kanalnya masing-masing begitu?

G: Tetap punya kanalnya masing-masing dia punya 2 pilihan. 1, dia hubungkan

sistem exsisting-nya system to system. Kedua, dia tidak hubungkan system to

system tapi dia tetap kelola keduanya sebagai satu tanggung jawab yang sama.

Arahnya nanti adalah mengintegrasikan semuanya. Arahnya adalah pilihan yang

1, yang tadi saya sebutkan system to system. Itu sudah kita mulai. Di bidang

Page 174: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

155

kesehatan BPJS kesehatan dan kementrian kesehatan sudah menghubungan sistem

to sistem. Jadi ketika aduan masuk lewat LAPOR! tentunya bisa kita teruskan.

Begitu juga sebaliknya, aduan masuk lewat kemenkes masuk juga ke sistem lapor.

Terbaca sama-sama sistemnya. Itu yang alasannya yang keberapa? Jadi 1 terlalu

banyak kanal pengaduan, menyulitkan masyarakat. Kemudian, yang kedua dari

yang banyak tersebut tidak terintegrasi sehingga askhirnya masyarakat merasa

dipersulit dipingpong. Tidak no wrong door policy. Ketiga, yang sudah ada

kebanyakang masing konvensional. Masih surat, masih SMS, mentok-mentok

SMS gateway dibalas mesin. Banyak yang kaya gitu. Yang udah ada canggih dikit

via website. Tapi website habis itu masuk email.

L: Gak dibuka?

G: Dibuka, cuma dia bukan sistem. Tapi dia hanya menampilkan kanal aduan di

web kita input masyarakat input, masuk ke email pejabat habis itu hilang.

Fenomena ini kayak kita melempar batu dilaut. Kita gak tau posisi batu itu

dimana. Nah ini tantangan selanjutnya yang ingin kami atasi adalah...dirangkum

aja ya ini nomer berapa nomer berapanya saya udah lupa. Ini kan proses lempar

batu di laut terjadi karena prosesnya tidak akuntabel tidak transparan makanya

kami wujudkan sistem lapor dengan setting yang transparan dan akuntabel.

Gimana sih caranya mewujudkan itu? Satu, kita buka statistik. Udah pernah lihat

belum Lintang? Statistik kementrian lembaga itu dibuka . Kemudian tracking ID

bisa dipantau terus sudah sampai mana proses pengaduan. Itu salah satu usaha

kami untuk membuka agar masyarakat bisa memonitor terus. Jadi ketika ngadu

dia bisa pantau terus sampai tuntas. Ketika kemntrian jawab ternyata bohong atau

ternyata dia tidak puas dia bisa menyanggah. Kalau ternyata benar, dia puas dia

bisa konfirmasi dan menyatakan kepuasan. Itu yang ingin kami jawab.

Tantangan selanjutnya. Indonesia itu negara kepulauan. Ada berapa, 17 ribu-an

pulau-sekian belas ribu pulau. Kondisinya negara kepulauan dengan kondisi

geografis yang bergunung-gunung, berbukit-bukit, berlaut-laut dan berpulau-

pulau. Kalau kita hanya mengandalkan kanal konvensional maka kita akan datang

Page 175: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

156

ke kantor. Betapa rumitnya betapa tidak efisiennya hal tersebut dari segi waktu,

biaya, jarak ini kan luar biasa bagi masyakat indonesia. Sehingga ini harus kita

jawab.

Yang selanjutnya, birokrasinya berbelit. Kalau semakin dia tidak terbuka maka

potensi semakin berbelit-belit di birokrasi itu semakin besar. Kalau anda ngadu

belum selesai oh ini belum di disposisikan. Kita kirim surat misalnya ke mentri.

Mentri disposisi ke enselon 1,eselon 2, eselon 3 eselon 4 keburu meninggal. Itu

juga yang ingin jawab. Terus juga, kebingungan masyarakat.

Kami bangun lapor itu sistemnya terpadu sehingga mau kewenangan siapapun ada

cukup ngadu. Nanti ada admin yang maha tahu. Tuhan, nabi, admin nih levelnya.

Jadi admin yang akan menentukan. Saya bercanda ya. Tuhan, nabi, lain-lain baru

admin. Jadi intinya nanti ketika ada masalah tahunya lapor SIlahkan dilaporkan,

mau kewenangan siapa nanti akan dibantu oleh admin.

L: Itu kalau di lapor apapun permasalahannya dari pusat sampai desa bisa mas?

G: Yes, nanti kita ada masuk situ. Selama terkait kinerja dan program pemerintah

kita bisa tampung dan kawal. Nah soal kebingungan keweangan tadi. Orang itu,

gak tahu standar ngadu seperti apa. Admin yang akan pandu. Contoh soal jalan

rusak. Kadang orang ngomong "pak jalan daat mogot rusak tuh pak". Jalan Daan

Mogot kan berapa kilo tuh, panjang banget. Maka admin akan pandu dimana

letaknya. Dia akan tanya dimana letaknya, dia akan pandu. Itu namanya proses

verifikasi. Kemudian contoh saya mengurus setifikat tanah kok gak jadi2 ya. Ini

kan penting substansinya ada. Cuma kan gak jelas, belum lengkap. Kalau dia soal

tanah maka dia harus ngasih tahu ngurusnya kapan, di BPN mana, nomor

berkasnya berapa. "Pak agar bisa ditindak lanjuti, mohon lengkapi informasi 1

kantor mana anda mengurus. 2 kapan anda mengurus. 3 nomro berkas anda. Itu

yang akan dipandu oleh admin. Kita ingin memudahkan masyarakat.Yang

terakhir, adalah kondisi sosial kemasyarakatan orang indonesia. Mungkin lintang

tahu sendiri ya. Kayaknya lintang suka ngeritwit LAPOR deh di twitter? Iya kan?

Saya juga yang ngelola twitter. Orang indonesia ini kan kalau pak Kuncara

Page 176: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

157

Ningrat sosiolog bilang orang indonesia ini orang yang sangat verbal. Suka

ngomong suka cerita suka curhat suka chit chat. Di fenomena modern kita lihat

sendiri di media sosial itu kan orang indonesia cerewet. Salah satu cuitan

terbanyak kan di indonesia. Contoh, terkait dengan kinerja pemerintah begitu

banyak orang yang ngomel di twitter. Pak mati listrik, @siapa. Padahal dia bukan

yang berwenang menindak lanjuti. Ini kan sayang kalau gak kita tampung kalau

gak ada sarana menyalurkan ke jalan yang benar. Makanya, daripada aduan

masyarakat tercecer di sosial media, yaudah kita bikin aja sarana ini. Itu alasan-

alasannya. Itu tantangan ya tadi,

Ini ada peluang. Peluangnya apa? Peluangnya adalah pemanfaatan teknologi di

Indonesia. Kami melihat saat ini, ini nih saya tunjukin aja datanya. Bisa diadu tapi

kalau ada yang lebih valid silahkan divalidasi sendiri.

Ini pertanyaan ya, Gimana suara masyarakat didengar, Kondisi ini banyak kita

temui. Mau ngadu mau ngadu kemana. Nih birokrasi kita begitu besar. Saat ini

pemda ada 559 kabupaten kota prov. Pemerintah pusat di bawah presiden aja udah

8oan kementrian lembaga. Itu baru dibawah presiden ya belum DPR, MA, KY dll.

Kemudian tadi yangs aya sampaikan kita temukan masalah-maslaah ini. Sulit

disalurkan, pengaduan tidak digubris, akses dll, Ini peluang yang kami lihat. Satu-

satunya yang menjawab itu adalah teknologi, menurut kami. Ini bisa kita

manfaatkan. Satu, jumlah pengguna ponsel kita salah satu yang terbesar di dunia

bahkan sudah lebih banyak daripada jumlah penduduknya. Internet itu meningkat

pesat tahun ini sudah ada 80juta penetrasi internet yang ada di indonesia. Twitter

dan facebook kita 5 besar dunia. Ini peluang, Sehingga dari sini kita coba

rumuskan kira-kira platform apa yang bisa kita gunakan. Oh ternyata yang15:17

yang paling pas 3 ini: website, SMS dan mobile apps. Yang manual gimana? tetep

kita terima. Tadi barusan hasna terima aduan manual. Kita input secara manual ke

sistem lapor. Tadi kita terima via surat. Jadi kita tidak mentang2 sudah IT oriented

lalu yang surat kita abaikan. Gak kayak gitu. Kalua ada kita terima Kita akan

digitalisasi. Yang twitter gimana tuh? Bulan ini insyaAllah kita akan tarik data

twitter. Kalau dia pakai hestek lapor ada twit-twitnya dianggap sistem sebagai

Page 177: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

158

pengaduan. Maka nanti akan masuk ke halaman admin untuk disaring yang mana

yang bener-bener pengaduan.

L: Kalau bicara soal teknologi yang dipilih, web sms dan apps itu apakah ada

perbedaan untuk pemanfaatannya?

G: Sebenarnya tidak ada bedanya. Ini untuk menjangkau seluas-luasnya lapisan

masyarakat saja. Karena ketika kita gunakan teknologi saat ini yang paling banyak

digunakan menurut assesment kami adalah tiga ini.

Saya sampaikan ini dulu ya. Prinsip lapor itu apa. Prinsip lapor itu mudah,

terpadu, tuntas. Kenapa mudah? karena kami ingin seluas-luasnya mudah diakses

oleh masyarakat. Caranya gimana? Tentunya menghadirkan kanal yang ada di

kantong masyarakat. Nah kenapa 3 kanal itu yang dipilih? Satu, hampir semua

orang Indonesia sudah punya handphone. Ada dikantong masing-masing. Jadi

harapannya ketika mereka lihat jalan rusak: 1708 jalan rusak disini. Dia bisa

langsung lapor. Kalau yang udah hi-tech bisa pakai apps atau internet. Makanya

kita pilih channel itu. Kemudian, kemudahan ini kan untuk masyarakat. Yang buat

pemerintah itu mudah dikelola. Karena apa? Karena semua sudah IT oriented jadi

meskipun ini 3 channel yang berbeda tapi muaranya satu. Semuanya terkumpul di

sistem LAPOR!, dikelola di sistem LAPOR!. Alasannya itu, ingin semudah-

mudahnya membuat masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dengan

mengawasi. Maka dengan semakin banyaknya channel yang terintegrasi maka

harapannya bisa semakin mudah digunakan oleh masyarakat. Karena kan kalau

kita bicara gerakan open gov kan partisipasi, kolaborasi, inovasi. Kalau ada

inovasi tanpa adanya kolaborasi gak jalan.

L: Mengenai pengelolaan LAPOR sebagai media sosial, dari sisi perencanaannya

apa saja pertimbangan yang diambil ? Maksudnya apakah ketika merencanakan

ada penyusunan strategi dan segala macam

G: Kita susun strategi tahunan. Kita punya target sih. Kalau visi kita sebenarnya

ada di blog: menjadi national complain handling system yang terhubung dengan

Page 178: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

159

seluruh pemerintah di indonesia. Ada di blog.lapor.do.id. Kalau rencana kerja itu

kita susun per tahun. Kita punya IKU (indikator kerja utama), target-target kita

punya cuma tidak kita publish karena itu jadi bahan evaluasi internal buat kami

L: berarti setiap tahun di awal tahun ada perencanaan tahun ini mau kayak

gimana?

G: Yes, setiap tahun.

L: Apakah di akhir tahun ada evaluasinya?

G: Iya, 3 bulanan evaluasinya. Ini udah bulan 6 besok hari jumat malam kita

evaluasi. Kalau gak kayak gitu gak terukur nanti

L: Strategi itu di dalamnya termasuk untuk promosi juga kah mas?

G: Yak, jadi di lapor kita bagi jadi 3 ya pengelolanya. Ini pengelola inti, 3 ini. Ada

divisi administrasi, komunikasi dan teknis. 3 divisi inilah yang merumuskan

masing-masing rencana kerjanya seperti apa. Saya kebetulan bantu di komunikasi

dan administrasi disini. Jadi kalau IKU admin dan marcomm saya banyak terlibat.

Di komunikasi peran utamanya mempromosikan. Saat ini user LAPOR! hampir

300.000 padahal jumlah penduduk Indonesia 250.000.000 gitu. Selama ini kita

belum pernah menggunakan media mainstream, belum ada anggrannya. semoga

tahun ini ada. Jadi karena gak ada duit, kami gak mau berhenti dong. Kita gamau

gak ada anggaran gak jalan. Kita jalan dengan resource yang kita punya. Orang

kami punya 4 orang untungnya ada teman-teman mahasiswa dan fresh graduate

yang jadi relawan. Terus kemudian kita gak bisa ngiklan, kita punya socmed

yaudah pakai socmed. Itu tantangan. Ini kita loncat-loncat kali ya gapapa,

disarikan sendiri.

L: Mulai masuk proses dibalik sebuah laporan. Apa sih yang terjadi dibalik

sebuah laporan yang masuk? Seperti siapa yang mengurus, nanti laporan kami

diapakan. Karena ini penelitian saya berusaha objective, ketika lapor menyalurkan

aduan ke kementrian (pihak ketiga), apakah pesan yang kami laporkan akan

Page 179: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

160

diubah dalam artian ada tambahan atau pengurangan dan penyesuaian dari pihak

lapor atau langsung disampaikan kepada pemerintah? Karena saat laporan

didisposisikan oleh pihak lapor kita tidak melihatnya, sedangkan kita bisa

memantau hanya perjalanan laporan kita. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik itu

mas?

G: Proses ya? Ini laporan masyarakat masuk, via web via sms apa via apps.

Kemudian masuk ke kami, ke sistem. Yang mengelola sistem adalah admin, mbak

Hasna cs. Tugas admin adalah satu, memandu atau jadi moderator lah ibaratnya.

Dia yang paling tahu ini kewenangan siapa, harus didisposisikan kemana. Yang

kedua, adalah memastikan kelengkapan substansi dan informasi di LAPOR. Kalau

dia belum lengkap maka kami akan korespondensi dengan lapor. "Tolong

tambahkan informasi nama blablabla". Kalau dia sudah melengkapi baru akan

kami disposisikan. Kalau dia tidak korporatif, laporan akan kita hapus. Setelah

dilakukan konfirmasi ya. Kecuali dia emang bener-bener gak jelas ya. Kadang kan

ada yang bilang "turunkan nurdin halid! turunkan jokowi!" Ini kan gak jelas ya

gak ada substansi pengaduan. Kecuali kalau misalkan "turunkan menteri

perdagangan. harga pasar di medan melambung tinggi (misalnya) tolong segera

dibenahi" Nah ini ada substansinya, ini kita terusin. Tapi ada juga yang ketiga

peran admin ini. Yang ketiga adalah menyunting. Laporan yang dikirmkan itu

bisa jadi berubah redaksinya tapi tidak akan berubah substansinya. Contoh,

Lintang lapor laporannya jelas dan lengkap tapi ada sumpah serapah dibawahnya,

nah ini kan kalimat terakhirnya gak perlu. Tugas admin adalah menghilangkan itu.

Ini fungsi edukasi yang ingin kita ajarkan ke masyarakat indonesia. Ketika dia

melihat lapor, dia akna melihat laporan yang sudah utuh dan bagus tampilannya.

Tidak ada lagi huruf alay, kata-kata kasar. Jadi ketika dia melihat oh ternyata

orang Indonesia kalau melapor itu jelas dan lengkap ya rapi ya bagus ya. Yang

tadinya singkatan ini mbak Hasna (admin) yang mengubah satu persatu. Tapi

karena kita dibantu teknologi kita jadi bisa lebih efisienlah daripada kita manual.

Jadi kalau kita cuma ibarat tukang pos, apa bedanya lapor dengan yang lain?

Justru kita ingin pastikan satu, kualitas. dua adalah, memonitor tindak lanjutnya.

Page 180: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

161

Kami kirimkan reminder berkala ke kementrian terkait. Kami ingatkan, via SMS,

email. Kalau gak mempan kami telpon. Kalau gak mempan lagi kami kirim surat

ke mentrinya langsung biar dia kena tegur lah ibaratnya. Biar dia lebih aware

bahwa pengaduan masyarakat itu penting untuk ditindak lanjuti. Kalau misalkan

kita hanya jadi tukang pos, nerusin gak kita edit gak kita verifikasi bisa-bisa ada

fitnah ada sumpah serapah. Wah ini lapor jadi tempat orang fitnah berarti kan gak

enak kalau kita baca laporan singkatan semua. KL juga susah ngelihatnya. Dia

dapat laporan tapi singkatan semua. Gimana mau menindaklanjuti orang bacanya

aja bingung. Itu yang kami hindari, makanya tugas admin tadi sangat penting.

L: Setelah dari admin dilakukan penyesuaian redaksional kemudian laporan

langsung diteruskan ke pihak terkait. Siapa pihak yang dihubungi? Humas atau

pihak tertentu?

G: Jadi lapor itu sistemnya ada admin, ada penghubung. Admin itu kami.

Penghubung itu orang instansi. Kami hanya minta melalui surat diawal, mohon

sediakan minimal 2 orang penghubung di instansi Anda yang ditunjuk untuk

mengelola aduan yang kami kirimkan melalui lapor. Yang nunjuk mereka. Tapi

kebanyakan emang yang ditunjuk itu orang humas atau orang PPID, Pusdatim

atau ITJEN. Jadi ketika masuk ke kementrian PU misalkan, kita sudah punya

penghubung disana. Jadi kami kirim ke kemntrian PU, merekalah yang jadi

penjaga gawangnya. (Gibran menunjukan dasboard yang hanya bisa diakses oleh

admin). Ini rahasia dapur nih sistemnya seperti apa. Ini tampilan laporan

masyarakat itu sangat variatif ya, orang Indonesia memang sangat kreatif. Kata-

kata kasarnya juga nambah terus. Tapi di sistem kami update terus. Jadi ada kalau

dia nemuin kata ini maka otomatis terhapus. Nih, ada yang cuma kayak gini

(menunjukan laporan), kayak gini, ada yang lengkap panjang kasih data

pendukung, ada yang cuma gini. Karakternya itu macem-macem. Misal ya,

laporan ini gak jelas sama sekali, maka kita akan delete. Artinya kalau di delete

berarti gak bisa di follow up lagi. Kalau dia jelas tapi belum lengkap maka kita

akan korespondensi kita akan follow up. Kalau dia via SMS kami akan telepon

atau kami sms balik. Kalau dia via email, kami akan email balik kasih daftar

Page 181: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

162

pertanyaan yang harus dilengkapi. Kalau dia sudah lengkap, maka kita bisa

langsung disposisikan. Caranya gimana? Tinggal dilengkapi aja formulirnya. Ini

klasifikasi, topiknya apa, judulnya apa, lokasi, ini kewenangan siapa tinggal pilih

aja. Kenapa admin penting untuk tahu? Karena masyarakat di Indonesia itu

beragam, instansi yang bertanggung jawab juga beragam. Contoh paling simple

adalah jalan. Jalan itu kan ada banyak kewenangannya. Jalan nasional, itu

kewenangan kementrian PU. Jalan provinsi, kewenangan pemprov. Jalan

kabupaten kota kewenangan pemkab atau pemkot. Kalau kita ngadu soal jalan

nasional tapi ke pemkot, dia gak bisa tindak lanjuti. Makanya admin yang akan

pandu dia ini kewenangan siapa. Misal terkait BPN, salinan tinggal pilih aja kalau

ada yang terkait. Saya klik 'disposisikan', maka saat itu juga penghubung kita

yang ada di instansi ini akan dapat laporannya dan hitungan 5 hari kerja untuk

menjawab itu start. Kalau dia belum diliat merah, sudah direspon tapi belum

tuntas kuning, sudah tuntas hijau. Jelas gak ya prosesnya?

L: cukup jelas

G: Sudah pernah lihat mekanisme interaksinya seperti apa?

L: Iya saya pernah baca yang tidak diterima jadi PNS lalu mengajukan protes.

G: terus gimana tindak lanjutnya?

L: ya dia mengajukan bukti, lalu kementrian juga membalas dengan bukti, tapi

pengadu masih agak ngeyel

G: Nah, disitu tugas admin. Dia jadi moderator. Dia akan menentukan kalau

laporan masyarakat itu belum dijawab admin akan mengingatkan KL agar

menjawab. Kalau KL sudah menjawab tapi ternyata jawabannya tidak korporatif

maka kami akan tahan laporannya. Kami akan ingatkan kalau tidak dijawab jelas

dan lengkap maka laporan tidak akan jadi hijau. Kalau dia sudah jawab lengkap

jelas pelapornya ngeyel tok, admin yang akan menutup laporannya secara manual

dianggap selesai. Kita akan fair terhadap KL maupun masyarakat. Selama dia bisa

Page 182: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

163

memberikan argumentasi yang jelas dan lengkap apalagi dilengkapi bukti kita

akan biarkan proses interaksi bergulir. Tapi ketika ada ngeyel-ngeyelan kita akan

tengahi.

L: Kalau misalnya kementrian tidak memberikan repson dalam 5 hari apakah ada

sanksi?

G: sebenarnya sangsi di UU pelayanan publik kan ada ya maksimal tindak lanjut

pengaduan itu 60 hari kerja. Jika tidak maka bisa masuk Ombudsman,

Ombudsman bisa memberikan rekomendasi yang memperingatkan untuk ditindak

lanjuti. Baca ya itu UU pelayanan publik sama UU Ombudsman. Saat ini belum

banyak ya diterapkan mekanisme sanksi itu. Kami ingin sebelum masuk ke

Ombudsman maka bisa diselesaikan dulu melalui lapor. Makanya kami kalau 5

hari kerja tidak ditindak lanjuti kami akan mengingatkan tapi gak satu persatu

laporan. Karena laporannya ada ribuan. Kami biasanya diakhir bulan, per tiga

bulan, per enam bulan kita kirm rekapitulasinya. Ini jumlahnya, ini statusnya. Kan

nanti dia akan melihat sendiri. Kami gak menghukum, kami bukan eksekutor

kami hanya fasilitator. Tapi akmi akan memancing gar pimpinannya aware

terhadap proses ini. Wah merah saya banyak, pasti dia akan langsung hubungi.

Bisa jadi dimarahin, banyak sih yang kayak gitu. Setelah dimarahi baru ini.

L: Itu bisa disebut evaluasi?

G: Bukan evaluasi, kita hanya memaparkan apa adanya. Apa sih status anda,

berapa jumlah. Kami biasanya setiap bulan kami kirimkan reminder ke pejabat

penghubung kami. Bulan kedua kami reminder lagi. Bulan ketiga belum berubah

kami kirim surat. Gak berubah juga kami akan undang kesini. Biasanya kalau

dipanggil kantor presiden kan ngeri-ngeri sedap gitu. Itu namanya kami namakan

proses debatle nacking. Jadi ada tahapannya pertama d sistem admin akan

intervensi. BIasnaya kalau belum dijawab admin akan masuk kesini. Yth

kementrian A mohon segera menindak lanjuti. Belum dijawab kami akan kirim

reminder bulanan. Gak dijawab kami akan telepon. Gak dijawab juga kami akan

Page 183: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

164

kirim surat. Belum berubah akan kami undang. Itu proses, cuma perlakuannya gak

satu-satu. Kalau satu-satu habis waktu kita. Jadi kita overview lah.

L: Hambatan yang paling sering muncul di dalam mengelola lapor sbg media

sosial?

G: hambatan lapor secara umum aja ya.38:23Tantangan ya, satu adalah pengguna

LAPOR itu masih sedikit, 300.000. Padahal kami cita-citanya adalah digunakan

seluruh rakyat Indonesia. Ikut mengajak masyarakat untuk mengawasi program-

program pemerintah. Kita awasi langusng pemerintah. Kemudian yang kedua

adalah persebarannya juga belum merata. Rata-rata pengaduan masih dari Jawa.

Padahal banyak masalah-masalah ketimpangan yang ada diluar Jawa. Masalah

yang ketiga dari sisi masyarakat adalah cara dia menyampaikan laporan. Ada yang

menggunakan bahasa daerah, singkatan, ada yang bahasa alay. Ini cukup

memperpanjang proses. Meskipun admin siap-siap saja sebenernya untuk

membantu masyarakat. Tapi kan alangkah baiknya kalau masyarakat tahu 5W+1H

gitu kan. Itu dari segi masyarakat. Dari segi pemerintah, hambatan paling besar

adalah menjaga standar dan complience. Kita punya standar 5 hari kerja sudah

direspon, paling tidak initial response. Ada yang sudah baik, banyak juga yang

belum baik, belum mematuhi standar itu. Ini adalah tantangan terbesar sebenarnya

yang dihadapi. Kalau tantangan complience ini selesai sebenarnya LAPOR ini

bisa fokus mikirin pengembangan-pengembangan. Tapi ini masih belum selesai,

ini masih PR besar. Dan, karakteristik kementrian itu beda-beda. Ada yang

pemimpinnya aware. Bandung, walikotanya comment langsung di laporannya.

Artinya dia ngeliatin sistem itu. Tapi ada juga yang masa bodoh, dijawab kalau

sesempatnya aja. Ini beda-beda karakteristik pemeirintah. Dengan sistem yang

terbuka ini kami harapkan masyarakat bisa menilai langsung. Sehingga yang

masih belu aware bisa dalam tanda kutip kita tekan bareng-bareng. Sehingga

tekanan bukan hanya dari kami di kantor presiden, tapi masyarakat langsung. Dan

kita penilaiannya objektif, ini datanya ada semua disini.

Page 184: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

165

L: Lalu, mengenai evaluasi pengelolaan LAPOR. Kalau misalnya di lapor, di

pengelola, aspek apa saja yang kemudian diperhatikan untuk evaluasi?

G: evaluasi buat?

L: Buat pengelolaan. Jadi kan tadi dibilang kalau misalnya ada evaluasi buat

pengelolanya, itu yang dievaluasi apa saja?

G: Yang dievaluasi IKU nya. IKU nya seperti apa ini saya kasih contoh sedikit ya

(sambil membuka daftar IKU - akses hanya oleh pengelola). Yang kita evaluasi

adalah apa yang kita targetlkan dan bagaimana kita mencapai target itu. Itu yang

kita evaluasi secara berkala. Karena patokan kita kan IKU ya indikator kerja

utama. Kita sukses ketika IKU ini bisa berjalan dengan baik. Ini contoh, ini belum

saya upgrade untuk triwulan kedua ya. Itemnya banyak, banyak sekali bahkan.

Contoh, ada beberapa IKU yang kami tetapkan dan jadi standar baku. IKU 1

outputnya 'public trust'. IKU 1.1 meningkatnya tingkat kepuasan masyarakat.

Maka cara mencapainya ada di rencana kerja. Contoh, misalkan untuk

meningkatkan kepuasan masyarakat kita ukur melalui survey berkala setiap

berapa bulan sekali. Ini kan ada targetnya nih. Misalkan ini satu. Kemudian output

2 'public participation'. Satu, meningkatnya presentase pengaduan yang layak

diteruskan. Artinya bukan hanya jumlahnya banyak tapi juga yang jelas dan

lengkap semakin banyak. Targetnya berapa sih? Berapa persen. Admin kami saat

ini baru 2 persen eh baru 4 persen. Jadi total kan kita ada 600.000 aduan dari 2012

sampai 2015. Tapi dari 600.000 itu hanya 80.000 yang bisa diteruskan. Ini kan

angkanya kecil sekali. Artinya lebih banyak laporan masyarakat itu tidak

konstrukstif, tidak jelas. Itu yang ingin kita tingkatkan. Gimana caranya? Ada di

rencana aksi. Caranya sosialisasi penggunaan LAPOR, sosialisasi cara melapor

yang baik dan benar. Itu ada di rencana kerja. Ini IKU nya. Yang ketiga 'public

engagement' ini berapa banyak laporan yang berhasil dituntaskan KLD. Oh kami

ingin ukur. Target kami 2015 60 persen, saat ini udah berapa ini yang kita ukur

tiga bulanan. Berkembang gak sih? Tercapai gak sih 60 persen target ini. Terus

kemudian kemudahan dan keterpaduan. Aspek keterpaduan kan berarti semakin

Page 185: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

166

banyak lembaga yang terhubung dengan lapor. Target hari ini terhubung dengan

34 kementrian tambahan 5 lembaga sudah berapa? Oh ternyata sudah 90 persen.

Ini panduan kami untuk mengevaluasi diri. Intinya adalah, ada IKU yang jadi

acuan kami bekerja selama satu tahun. Yang kemudian kami jabarkan dalam

rencana aksi. Rencana aksi punya timeline dan punya target capaian setiap 3 bulan

itu. Survey lapor terbaru udah lihat kan? Salah satu bentuk ini kami. Survey data

pengguna user profiling.

Nih, profile pengguna lapor selama 3 bulan. Laki-laki sangat aktif mengawal

pemerintah. Perempuan..lagi masak ya? Enggak-enggak haha hanya 14 persen.

Usia, 31-45. Padahal selama ini kami mati-matian mengajak pemuda dan

mahasiswa dalam kampanye. Ternyata kemana nih mahasiswanya? Ini bahan

evaluasi kami juga jangan-jangan kami yang salah strategi. Penghasilan,

pendidikan, profesi, area.

L: Tentang pengelolanya sendiri mas, ini kan kantor staf presiden sekarang,

apakah ada bedanya jaman SBY dan Jokowi? dari sisi pengelolanya.

G: Dari sisi pengelolanya gak ada beda. Karena orang yang mengelola dulu

LAPOR di masa kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 sama. Ya saya-saya juga gitu

karena orangnya cuma segitu. Dan yang sekarang ditugaskan ya kami juga kami

lagi dipanggil lagi. Yang beda adalah di top level. Kalau dulu di UKP 4 ini

dibawah deputi 3 bidang pemanfaatan teknologi dan analisis informasi. Saat ini di

KSP dibawah Deputi 1, bidang monitoring dan evaluasi. Kalau pengelola harian

gak ada beda.

L: Pengelola hanya bertanggungjawab terhadap lapor saja atau ada yang lain?

G: Dulu jaman UKP 4, yes. Pengelola LAPOR hanya mengurusi LAPOR. Jadi

saya di hire sebagai pegawai UKP4 khusus menangani LAPOR. Kalau sekarang,

saya di hire sebagai pengawai KSP itu sebagai anggota tim dari kedeputian 1 yang

mengurus banyak hal. Monitoring dan evaluasi program prioritas, ngurus

teknologi monitoringnya, LAPOR hanya salah satu item. Jadi sekarang lebih

Page 186: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

167

banyak dan lebih general. Kalau dulu kan fokus ya satu doang. Kalau sekarang

lebih general. Ya fokus juga, cuma banyak yang dikerjain gitu.

L: Berapa orang mas yang mengelola LAPOR?

G: Pengelola harian tetap empat. Pengelola harian magang relawan ada 11.

L: 11 itu dbagi-bagi lagi ke empat divisi?

G: dibagi ke empat divisi. Administrasi ngurus pengelolaan harian, yang jadi

admin yang mengawal prosesnya. Yang bikin analisisnya. Komunikasi public

relationsnya. Design ngurus desain. Teknis ngurus pengembangan dan

pengembangan sistem

L: Pengelola harian tetap 4 orang itu dibagi ke empat divisi satu-satu?

G: Saya ada banyak, desain, komunikasi, admin. Intinya sistem kerjanya matrix,

Walaupun ada pembagian kita terapkan sefkexibel mungkin tapi dengan tanggung

jawab yang jelas. ARtinya, gak mentang-mentang saya komunikasi saya gak

ngurus yang lain. Kalau saya ngurus komunikasi, siapa anggotanya ya magangers

komunikasi dan 3 teman saya yang lain. Gak kemudian sekat-sekat begitu karena

itu dalam birokrasi itu gak sehat. Dan ini kami pelajari dari UKP4. DI UKP4 tidak

ada jabatan struktural. Jabatan strukturalnya hanya kepala, deputi, bawahnya

matrix dengan tanggungjawab yang jelas tapi fleksibel. dan itu kami terapkan

sampai sekarang, tidak ada sekat dalam pengelola. Cuma pembagian

tanggungjawab saja. Kalau gak bareng-bareng kita 15 orang doang. Yang diurus

bukan cuma aduan mbak. Mulai dari pengembangan teknis, ada maslah kita yang

urus. Mau kerjasama dengan pihak lain MOU ya saya saya juga yang bikin. Saya

orang hukum tapi juga ngurusin IT. Memang orangnya gak ada dan kami gak

ingin beralasan mentang-mentang gak ada orang kita gak bisa berbuat hal-hal

yang bermanfaat. Kami pokoknya tadi dengan resource yang ada kami akan

melakukan sesuatu, itu prinsip kami lah pokoknya. Kalau kita nunggu anggaran

Page 187: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

168

banyak ya dikit, emang kuota pegawai terbatas gitu. Kalau kita mau nunggu gak

bakal bisa. Kita jalanin sebisanya.

(Gibran mereview daftar pertanyaan) LAPOR secara singkat sarana aspirasi dan

pengaduan berbasis media sosial pertama yang berbasis mudah terpadu dan

tuntas untuk pengawasan program pembangunan dan pelayanan publik di

Indonesia. Kapan lapor dibuat? awalnya 2011 tapi terbatas penggunaannya, kami

hanya buka untuk pengawasan program prioritas nasional. Program prioritas

nasional adalah program yang dipantau oleh UKP4 atau sekarang oleh KSP. Dulu

kan masih UKP4. Kami buka secara terbatas, ternyata ekspektasi masyarakat gak

bisa dibendung. Ketika kita sudah buka kanal dia gak peduli mau program

prioritas kek gak prioritas kek pokok nya saya ada masalah saya maunya

diselesaikan, anda pemerintahnya. Melihat fenomena itu yaudah mulai 2012 2013

kami siapkan sistemnya kami kembangkan lagi agar bisa menerima aduan dari

seluruh masyarakat terkait dengan seluruh program selama terkait kinerja

pemerintah. Latar belakang tadi udah ya? Tantangan dan peluangnya.

Urgensi dalam membuat lapor kaitin aja sama open government index. Indikator

keterbukaan salah satunya adalah soal pengelolaan pengaduan. Ada cari versi

misalnya WJR world justice report. Soal OGI. Mengapa lapor dikategorikan

sebagai media sosial? Kamu cari sendiri. Saya justru dari penelitianmu gak tau ya

hasilnya seperti apa. Tapi kalau misalnya positif wah lapor beneran media sosial.

Karena kami kembangkan gak mau cuma teknis. Makanya survey lapor versi 3 itu

surveynya survey akademis ilmiah. Orang penelitian beneran soal itu. Haraoannya

kamu meneliti media sosial ini kami dapat hasil yang bisa dipertanggungjawabkan

secara akademis. Kalau ternyata belum sesuai gapapa justru itu masukan buat

kami. Kita bergerak berdasarkan data dan fakta. Aktivasi akun ada. Siapa yang

bisa mengakses lapor, siapa saja bisa. Selama dia punya kanal SMS website dll

tadi. Kalau dia manual pun kami terima. Fiturnya ada banyak. Ini ada fitur

statistik, kuesioner, opini kebijakan. Kalau saya sebagai admin bisa lebih lengkap,

tapi nanti di versi 3 juga lebih lengkap. Bisa dipantau sampai detil. Kalau

sekarang kan cuma ini ya umum-umum doang. Ni kita bisa pencarian cepat.

Page 188: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

169

Misalkan isu BPJS. Kita mau cari selama 6 bulan ini isu BPJS paling banyak

dilaporkan apa sih? Kita cari berdasarkan keyword. Ini word cloud. Sampel misal

5000 aduan masyarakat. Tinggal klik. Paling banyak keyword BPJS yang muncul

apa sih? BPJS...cara, mendapatkan, ID, terus kemudian...Kita bisa lihat dia minta

informasi pembayaran kemudian kayak gini kayak gini. Ini yang lagi

dikembangin. Sosial media kalau di hestek lapor masuk sini. Admin yang bakal

milih beneran pengaduan atau bukan sih ini. Langsung dari twitter. Ini kami lagi

uji coba.

Kalau laporan sensitif ada fitur anonim ada fitur rahasia. Kalau anonim rahasia

laporan hanya bisa dilihat oleh instansi yang bertanggungjawab, tidak muncul ke

publik. Nama dia dirahasiakan. Kalau anonim saja dia muncul di publik tapi

username dan email tertutup. Kalau dia gak klik apa-apa yang muncul hanya ini.

Ini hanya bisa dilihat admin. Nomor telepon dan alamat email hanya bisa diakses

admin. Bahkan penghubung kita di kementrian gak bisa akses. Kadang ada yang

minta kami akan pertimbangkan. Urgen atau tidak. Kalau tidak kami gak akan

kasih. Atau kalau membahayakan pelapor kami gak akan.

Fitur disposisi digital kita tinggal pilih kewenangan siapa tinggal klik. Dalamnya

ada memo dll. Statistik kami paling lengkap karena kami disini super admin. Kita

bisa lihat. Jadinya kayak gini nih kalau sudah diolah. Kan kita punya statistik ini.

Ini eksekutif dashboard. Bisa diakses langsung pimpinan. Keliatan di KUMHAM

unit-unit eselon 1nya gimana statusnya. Jumlah laporan, laju verifikasi admin,

admin kita ukur juga. Jadi saya punya rapornya hasna saya punya. Adminnya

berapa hari kerja nih dalam menindaklanjuti laporan, status pengajuannya seperti

apa, laju penindaklanjutannya bagaimana. Jadi tidak hanya admin yang kita ukur

hari kerja dia menjawab tapi si KL juga. Ini, data yang sudah diolah. Preside

minta 'saya mau blusukan jalan darat mau ke Bengkulu, Lampung, Banten. APa

masalah yang ada disana?" Cari di LAPOR, ini kami sediakan. Ini yang kami

anggap perlu diketahui oleh presiden. Yang warna biru ini disampaikan waktu

beliau kunjungan bulan november. Atas bantuan pak Pratikno ini presiden bisa

minta kayak gini. Ini kita bisa bikin analisis bulanan dan mingguan. Kita bisa lihat

Page 189: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

170

persebaran aduannya, isu prioritas nasional apa aja. Kan Jokowi bilang ketahanan

pangan kedaulatan pangan. Berarti dia sangat concern ke petani. Nih isu petani di

bulan ini. Nih BPJS pula. Ini mingguan. Kita bisa petakan lagi soal BPN. BPN

mana sih paling sering diaduin? NIh jawa barat, jakarta, banten, jatim. Statusnya

bagaimana. Apa isu topiknya. Ini sama ini. Ini topik ini dampak. BPJS pencarian

cepat dapat ini kita bisa petaka lebih dalam. Ini hasil ini jumlah. Ini statistik lapor

hari ini. PR. Ini tapi dari segini kita udah dapet perhari segini. Kalau nanti bisa

misalkan 600.000 1.000.000 user gatau nih jadi berapa. Sekarang 81 KL 5 pemda

44 BUMN. Kalau kita breakdown ke level unite kerja ada 800 lebih satuan kerja

di LAPOR. Saya berani klaim lapor adalah 64:48 sistem pemerintah yang punya

stakeholder terbesar saat ini. Tidak hanya pemerintah tapi juga masyarakat, ada

NGO di dalamnya. NGO mana yang sudah bergabung? Beberapa. Ini yang sudah

bergabung. 65:14 Publish What You Pay, ini NGO dia punya jaringan vokal poin

di seluruh Indonesia. Dia ingin mengawasi pertambangan dan energi di Indonesia.

Dia manfaatkan data lapor. Dia buka kanal aduan di websitenya. Kalau orang

ngadu kesitu otomatis didorong ke sistem LAPOR. Ditindaklanjuti, dikawal

melalui mekanisme LAPOR. Ini "Kawal Mentri" juga. Mungkin pernah dengar

laporpresiden.org yang baru dibikin oleh Ainun Kawal Pemilu. Mereka bingun

tapi bingung akhirnya cuma nampung-nampung doang, Yaudah, kita hubungin ke

LAPOR. Kita teruskan melalui mekanisme LAPOR kita kawal bareng-bareng. Ini

GENAP, gerakan nasional anti bullying.

L:Ini yang disampaikan ke kementrian secara berkala itu apa mas?

G: Surat, tapi dibelakangnya ada lampiran statistik. Kalau yang ini, analisis

bulanan mingguan, itu kita untuk konsumsi internal. Tapi saya lagi minta ijin biar

bisa diakses masyarakat juga.

L: Kenapa tidak disampaikan ke kementrian sekalian? Kenapa hanya di internal?

G: ini sebagai bahan. Jadi nanti pimpinan kami, tim decision review board kami

dikantor yang akan menentukan ini layak diestalasi gak sih misalkan dengan

Page 190: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

171

pertemuan. Jadi mereka yang akan menentukan. Kalau cukup kita telepon ya

ngapain kita kasih kesana. Tapi kalau udah parah banget baru.

L: Saya kira setiap kementrian secara berkala diberi laporan tentang kementrian

mereka..

G: yang berkala biasanya 6 bulan tapi surat dan statistik. Kalau yang sangat detil

masih konsumsi internal kami. Nanti decision review board kami yang

menentukan apakah diekstalasi ke presiden, apa cukup sampai kepala staf, deputi

atau di pengelola lapor saja. Itu mereka yang menentukan. Ini bulan kemaren.

Isunya apa isunya? tunjangan guru gak cair, listrik belum masuk desa padahal ada

program elektrifikasi, dana PSKS kartu sejahtera KKS dipotong. Ini tipik

nawacita paling banyak reformasi birokrasi dan kemiskinan. Persebaran aduan di

setiap provinsi, apa topik yang urgent kami bold. Ini perkembangan LAPOR.

Kanal sudah ya...kita ada 3 tapi tidak menutup yang manual. Kemudian tidak

menutup call center sudah ada fiturnya, fitur input laporan manual. Jadi kalau call

center dia bisa input juga biar datanya terintegrasi. Kenapa kita pengen data

terintegrasi ada 2 tujuannya 68:39 Satu, kami ingin pengelolaan pengaduan

efisien. Dengan terintegrasi satu sama lain maka ini mencegah duplikasi

penanganan. Kita ingin dorong efisiensi. KEdua, kita ingin mendapatkan data

nasional. Semakin banyaknya lembaga yang terhubung dan mengintegrasikan

kanalnya maka kita bisa dapat satu data yang utuh, tidak terpisah-pisah. Ini juga

tidak menutuo kanla pengaduan lokal ya. Jadi dulu pak Ahok waktu dilantik

sudah terlanjur kirim 4 nomer BB-nya. Nomornya dihubungkan ke sistem kami.

Jadi ketika orang ngadu, selama BB itu terhubung ke internet langusng masuk ke

sistem kami. Jadi gak menggantikan yang sudah ada tapi kia ingin melengkapi

yang sudah ada. Ini siap pakai kok, gratis gak keluar biaya apa-apa. Tinggal punya

komitmen aja. Bandung gak keluar biaya apa-apa dia. Sampai hari ini jalan dan

efektif, karena pemimpinnya aware.

Page 191: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

172

Aduan apa yang bisa disampaikan.. yang berkaitan program dan kinerja

pemerintah. Siapa yang bertanggungjawab mengelola? kantor staf presiden

kedeputian 1.

L: Mas, kalau kontennya kepolisian bisa?

G: Bisa tapi kalau proses hukum gak bisa. Contoh, pak saya mengalami kecurian.

Ngadunya jangan ke LAPOR, ke polisi. Ada mekanisme penegakan hukum ada

hal yang gak bisa kita ganggu gugat. Mekanisme penegakan hukum itu gak bisa

dicampuri apapun. Kalau KUHAP nya bilang gini, gabisa diganggu. Makanya

kalau soal hukum laporkan ke kepolisian, kan dia dapet noemer pengaduan ya

atau nomor laporan. Itu yang dijadikan bahan mengawal. Kalau gak

ditindaklanjutin tuh sebutin nomornya ke LAPOR. Contoh, pak saya mau laporin

kasus korupsi 20 M ini kita gak bisa. Laporin ke kejaksaan, kawal tindak

lanjutnya melalui LAPOR, initinya gitu. Tapi kalau masih penyalahgunaan

wewenang belum korupsi, ya korupsi juga tapi penyalahgunaan

wewenang...contoh SPPD fiktif atau uang gaji dipotong kejadian dan bisa

ditindaklanjuti melalui LAPOR. Ini disalah satu kementrian, kepala balai...eselon

2 dia intinya minta ganti karena dia bisa kasih bukti pendukung banyak sekali. Dia

akhirnya kasih apresiasi. Terima kasih tindak lanjut..perjuangan kami berhasil atas

bantuan LAPOR. Ini prosesnya panjang sekali nih. Dari aduan kayak gini, bisa

melampirkan data pendukung, jawab,respon. Belum direspon dia kasih tanggepan.

Kami intervensi nih admin. Ingetin supaya KL memberikan jawaban. baru

dijawab ini. Kemudian, nih dia bisa kasih bukti-bukti. Ini ya, dugaan

penyalahgunaan wewenangnya ada 19. Ini kronologinya sangat lengkap, panjang

sekali, data pendukungnya sangat lengkap. Di dalam sini ada slip gaji yang

dipotong, absensi palsu...ini jadi bahan kita untuk tindak lanjut. Bagaimana

LAPOR berkoordinasi? Kenapa LAPOR sebagai stakeholder terbesar....Satu, dia

banyak 81 KL 5 pemda 44 BUMN. Kalau kita breakdown ada 800 lebih unit

kerja. Tidak hanya itu, masyarakat sekarang 300 ribu orang sudah terdaftar ikut

memantau jalannya pemerintahan. Harapannya bisa terus berkembang seiring

perkembangan teknologi dan upaya sosialisasi yang kami lakukan. Selain itu

Page 192: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

173

melibatkan juga CSO yang tadi saya sebutkan. KEbanyakn sistem di

pemeirntahan kan berjalan masing-masing. Terus gak melibatkan pihak luar. Lah

kami ingin mengajak pihak luar. Kalau anda punya kanal aduan daripada bingung

kita dorong integrasi. Orang ngadu di kanal anda masuk dan kita proses di kanal

kami. Kita sama-sama untung kok. Masyarakat sama-sama dimudahkan.

Sangsi...sangsi tindakan kami serahkan sepenuhnya ke UU dan ke Kementrian

lembaga masing-maisng. Kami tidak dalam posisi menghukum kami hanya

memaparkan fakta apa adanya. Baik ya baik buruk ya buruk. Tapi kalau kita sebar

surat ya memancing-mancing juga. Kalau emang dia jelek ya berarti kita akan

arahkan untuk harapannya bisa menegur. Tapi intinya kita paparkan apa adanya.

Aduan yang paling sering muncul beda-beda setiap bulan macem-macem.

Karakter di Bandung paling banyak infrastruktur, di pusat kemiskinan karena soal

KKS KPS KIS kartu kartu sakti macem-macem beda-beda. Kan kalau yang

sekarang statistiknya simple ya dan masih sangat umum. Kalau yang di versi 3

bisa lebih ini....udah pernah liat? STatistiknya disana lengkap.

Apalagi ya? Kalau butuh informasi apa-apa kontak aja.Yang mengelola socmed

saya, yang bikin MOU saya, yang mengelola email saya, yang bikin blog saya,

orangnya gak ada untungnya temen-temen magang banyak membantu. Mereka ya

sambil belajar sambil bantuin kita. Kita kalau cuma 4 orang memang gak bisa

jalan. Ngadmin itu kita kan ada 3 hari kerja untuk satu laporan. Satu orang admin

itu rata-rata bisa 300-400 perhari, dan dia punya waktu 3 hari kerja. Itu aja udah

seharian kadang-kadang belum selesai. Kalau gak effortnya gede tapi ya

komitmen kami sesuai arahan pimpinan juga yaudah. Kan di Nawacita Presiden

masuk ya menjaring partisipasi publik, kedua menghadirkan negara. Kalau kita

hanya fisik kehadiran fisik ya presiden gak bisa hadir fisik disetiap lini

masyarakat. Harapannya dengan sistem ini dia bisa terbantu yang penting ada

masalah bisa selesai. Ya namanya usaha. Dan yang menjalankan sistem ini

kebetulan anak-anak muda semua. Tapi dengan suport senior-senior. Jadi decision

review board kami orang-orang yang sudah berpengalaman senior di

pemerintahan. Ada yang dari swasta. Mereka yang mendonrong kami. Ketika

Page 193: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

174

kami butuh debatle making mereka yang akan tampil. Kami hanya mendukung

mereka, "pak ini datanya tolong pak dikomunikasikan biar ini selesai". Itu strategi

ya.

Transkrip Wawancara

Narasumber : Miranti (Spesialis Administrator LAPOR!)

Tanggal : 26 Agustus 2015

Waktu : Pukul 20.00 WIB

Tempat : Gedung B Kantor Eks UKP4, Jalan Veteran III Jakarta Pusat

Lintang : Mbak, saya mau menanyakan tentang pengelolaan pesan di

LAPOR!, kemarin waktu wawancara dengan mas Gibran saya tahu ada

penyuntingan, itu seperti apa? Ingin lebih tau tentang proses pengolahan pesan sih

mbak.

Miranti : Nah lintang jadi gini. Kalau misalnya di LAPOR! laporan

masyarakat memang kan bentuknya sangat beragam. Seperti yang kita tahu, tidak

semua masyarakat Indonesia sudah bisa memberikan laporan yang menggunakan

bahasa Indonesia yang baik dan benar, lengkap informasinya. Itu tu masih jarang

gitu. Rata-rata bener-bener cuma kayak nih, contohnya orang di Bandung. Dia

ngomong "yah karakyatna pribados ngadu kamana Bandung juara" pakai bahasa

daerah. Nah yang kayka gini biasanya yang emang bener-bener pakai bahasa

daerah kita follow up minta tolong dia menyampaikan dengan bahasa Indonesia

yang baik dan benar. Itu khusus untuk bahasa daerah atau asing. Karena, di syarat

dan penggunaan LAPOR! sudah kita clear-kan syaratnya adalah sampaikan

laporan dengan bahasa Indonesia. Kalau bahasa Indonesianya alay atau banyak

singkatan, itu yang kita sunting. Kita perbaiki hingga ketika kementrian atau

lembaga membaca atau unit kerja terkait di Pemda membaca, mereka tidak perlu

lagi pusing dengan tata bahasa yang "jelimet". Jadi bener-bener nyampe nih

laporannya, oh itu masalahnya. Ngerti gitu. Karena kan kalau pakai bahasa alay

Page 194: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

175

gitu-gitu suka bingung ya kayak "orangx" maksudnya "orangnya". Nah, mana ya..

aku contohin laporan terkait BPJS kesehatan.

Lintang : Aku pengen tahu mbak seberapa jauh lapor melakukan

penyuntingan karena aku percaya kan kalau bahasa mengubah makna mbak.

Tentu ada kekhawatiran kalau ternyata penyuntingan yang dilakukan mengubah

makna. Seperti bahasa daerah, jatuh ngglebak itu kan jatuh ke belakang, tidak bisa

hanya dikatakan "jatuh" dalam bahasa Indonesia. Pengubahan itu kan bisa

mengubah maksud, makna pesan.

Miranti : Ini, sekali lagi pokoknya kalau bahasa daerah semua itu di kita

juga tidak ada yang punya kemampuan bahasa daerah yang sangat luas seperti itu.

Jadi memang yang pertama untuk bahasa daerah kita tidak melakukan perubahan

apapun tapi kita followup pelapor mohon sampaikan dengan bahasa Indonesia

yang baik dan benar, Laporannya nanti kita tunggu. Biasanya sih kalau seperti itu,

langsung di pelapor kirim laporan lagi tapi dengan bahasa Indonesia. Tapi ya

mungkin masih ada singkatan. Yang kedua, terkait tata bahasa. Kalau ada

singkatan tinggal kita perpanjang aja. Jadi kalau yg jadi yang. Dijln jadi di jalan.

Lintang : Itu tujuannya dari pihak LAPOR! untuk apa?

Miranti : Niatnya kita mengedukasi masyarakat Indonesia. Jadi ketika

mereka melaporkan suatu hal ke pemerintah mereka menggunakan bahasa

Indonesia yang mudah dipahami. Nah, kalau msialnya berdasarkan track record

yang ada, biasanya awalnya pakai bahasa yang bener-bener banyak singkatannya.

Kemudian saat kita ubah, pelapor akan menerima notifikasi sebenarnya.

Bagaimana perubahan yang dibuat oleh administrator.

Lintang : Notifikasi hanya bisa dilihat pelapor?

Miranti : Notifikasi dilihat oleh pelapor. Jadi gini, ketika laporan masuk

banyak singkatan atau kata alaynya, kita sunting bahasanya. Saat kita lakukan

disposisi atau penerusan ke kemtrian lembaga terkait, hasil suntingan akan

Page 195: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

176

langsung ternotif ke pelapor dan kementrian lembaga. Kalau laporannya tidak

rahasia, bisa dibuka oleh publik. Tapi, publik tidak bisa melihat bagaimana

laporan dia yang sebelumnya. Kementrian lembaga juga tidak melihat bagaimana

laporan dia sebelumnya. Yang tahu laporannya berubah hanyalah si pemberi

pesan ini. Si pelapor ini memiliki hak sebenarnya. Jadi kan kita melakukan

penyuntingan bahasa ya, tepat seperti kata kamu tadi gimana kalau misalnya

penyuntingan tadi mengubah makna? Nah tapi dengan notifikasi tersebut

sebenarnya pelapor sudah ternotif bahwa laporannya berubah seperti itu apakah

dia menyetujuinya atau tidak sebenernya. Kalau mereka tidak menyetujuinya,

mereka pasti akan langsung mengemail balik, istilahnya, ke kita "kenapa laporan

saya disunting seperti ini?". Tapi sejauh ini berdasarkan pengalaman saya menjadi

administrator tidak pernah ada yang seperti itu. Malah kebanyakan masyarakat

yang tadinya laporannya penuh dengan singkatan, alay gitu, untuk laporan

selanjutnya setelah disunting kami mereka tu lebih tertata. Jadi benar-benar pakai

Yth kepada siapa, isi laporannya tu per paragraf dan jarang singkatan gitu.

Mungkin khilaf ya..yg kayak gitu. Sejauh ini sih gitu kalau sistemnya di kita

terkait penyuntingan bahasa.

Lintang : Apa sih kriteria untuk menentukan ini harus diganti, ini tidak?

Miranti : Oke, nah selain singkatan itu ada untuk kata-kata kotor. Kadang

kan masyarakat ketika mengalami masalah kan suka kebawa emosi ya. Jadi

mereka ikut melampirkan ke laporannya kayak "dasar *piiip*" gitu haha. Intinya

memaki-maki kementrian atau lembaganya. Nah yang seperti itu akan kita sunting

jadi "saya sangat tidak puas!" gitu. Intinya dalam memperhalus bahasa-bahasa

yang kasar atau yang sebaiknya istilahnya itu di publish kita mendidik orang

untuk mengucapkan kata-kata kotor gitu lho. Jadi makanya harus kita edit.

Lintang : Pilihan kata pengeditnya ditentukan administrator?

Miranti : Dari administratornya.

Lintang : Terserah atau ada panduan?

Page 196: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

177

Miranti : Jadi selalu kalau misalnya untuk hal-hal yang sudah berbau

sifatnya kata-kata yang kotor seperti itu memang kita perlu ada penegasan di

dalam laporannya bahwa masyarakat merasa sangat tidak puas gitu. Jadi ada kata-

kata "saya sangat tidak puas karena..gini gini gini", gitu. Jadi kata-kata kotor tadi

diganti dengan kata "saya sangat tidak puas". Itu penekanannya. Penggantian

kata-kata kotor tersebut sudah kita sepakati setiap di awal.

Jadi kan untuk di LAPOR! sendiri sistemnya saya, administrator sendiri, dibantu

teman-teman pemagang yang setiap 3 bulan berganti.

Lintang : Administrator itu satu mbak Miranti doang atau ada yang lain?

Miranti : Untuk di tim inti administrator di pusat yang emang bener-bener

sortir setiap laporan ini wewenang siapa itu ee saya, kemudian dibantu teman-

teman pemagang gitu. Nah teman-teman pemagang ini setiap per tiga bulan selalu

saya berikan pelatihan di satu minggu pertama. Kesepakatan-kesepakatan, cara

pengeditan dan lain-lain sudah ditraining di satu minggu pertama. Selain di tim

sini, beberapa kementrian lembaga atau pemda juga ada yang membantu kami.

Jadi kalau biasanya jika lapora untuk kementrian lembaga atau pemda sudah

banyak mereka akan inisiatif "yaudah kami bantu saja kami ikut jadi

administrator" seperti itu. Jadi ada nih beberapa kementrian lembaga pemda yang

sudah punya adminnya sendiri. Kamu bisa lihat disini ada pilihan kirim ke. Kirim

ke ini gunanya memberikan laporan ke teman-teman yang ada administratornya

sendiri di kementrian atau lembaga. Yang sudah ada itu, kementrian hukum dan

ham, kemudian seluruh pemda masing-masing sudah punya admnistrator sendiri,

pemkab Bojonegoro, Gorontalor, Indragiri Hulu, Kota Bandung, Prov. DKI

Jakarta. Itu sudah 5 pemda yang terhubung dengan kami. PT KAI juga punya

administrator sendiri dan Timsos KKS (TNP2K- Tim Nasional Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan).

Lintang : Berarti kalau aduannya tentang mereka, mereka yang akan

menyunting, mereka juga yang akan mendisposisikan? Berarti yang sudah punya

Page 197: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

178

admin sendiri proses dari awal sampai terakhir mereka yang melakukan? Posisi

lapor dimana mbak kalau mereka sudah punya admin?

Miranti : Kalau mereka punya admin sendiri mereka kan tetap mengelola di

sistem lapor. Saat pertama kami mereka mau jadi administrator, tim lapor yang di

pusat melakukan pelatihan. Pelatihan, kemudian kita itu di seminggu pertama

sama sistemnya seperti teman-teman pemagang. Kita lihat gimana suntingannya

mereka. Jika kurang baik masih belum sesuai EYD atau sangat merubah makna

itu akan kita notifikasi istilahnya ke mereka warning kok begini suntingannya

mohon diperbaiki sepetri ini. Jadi ketika mereka melakukan kesalahan dalam

penyuntingan, kita akan kasih contoh yang benarnya harusnya seperti ini. Jadi

intinya kita coba quality control sejak awal. Seperti itu. Nah, ee...setiap

kedepannya tapi lama-lama setelah satu minggu itu selesai mereka sudah mulai

bisa berjalan sendiri kita quality control hanya setiap 6 bulan sekali. 6 bulan sekali

kita akan melihat mencoba istilahnya mengevaluasi admin yang ada di masing-

masing kementrian lembaga atau pemda ini. Karena kan LAPOR! ini masih terus

ini ya berkembang, terhubung, dengan ini kayak kalau kamu lihat disini BPJS dan

kawan-kawannya yang belum kami sebutkan ini itu sedang dalam tahap pelatihan

untuk menjadi admnistrator juga.

Lintang : Administrator 9949 itu apa mbak?

Miranti : Oh sorry kalau administrator 9949 ini di zamannya pak SBY. Jadi

sebelum ada LAPOR! itu nama kotak aduannya ke presiden 9949 sesuai tanggal

lahir pak SBY. Tapi sejak LAPOR! ada udah nih selesai. Cuma kan banyak

laporan yang masuk ke dia dulunya, masih kita rekap kita digitalisasi namanya.

Nah setiap kementrian atau lembaga yang sudah disiapkan kotak

administratornya, kotak nampung laporan, itu akan muncul disini. Jadi ini kayak

historynya dulu 9949 pernah ada gitu.

Lintang : Kalau dia sudah punya admin sendiri dia sistemnya tetep sama

kan mbak? Sama semua?

Page 198: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

179

Miranti : Tetap.

Lintang : Kenapa kok LAPOR! kepengen setiap lembaga punya

adminsitrator sendiri?

Miranti : Oke, jadi ketika laporan masuk itu sebenarnya kita bukan hanya

melakukan penyuntingan bahasa. Kita juga meminta informasi yang lengkap

untuk bisa menindaklanjuti laporan. Nah karena itulah sebenarnya kita tu punya

impian agar masing-masing kementrian lembaga atau pemda punya

administratornya sendiri karena kita gak cuma melakukan penyuntingan bahasa

namun pemenuhan informasi. Dan yang tahu yang paling tahu informasi apa saja

yang dibutuhkan untuk menindaklanjuti laporan kan sebenarnya masing-masing

kementrian lembaga atau pemda. That's why itu kita serahkan kesana sebenarnya

impiannya.

Lintang : Oh berarti kayak yang tahu kebutuhannya apa mereka gitu ya

Miranti : Itu mereka, untuk mempercepat tindak lanjutnya nanti kan.

Lintang : Itu goalnya semua punya administratornya?

Miranti : Saat ini kita belum punya goal bahwa masing-masing harus punya

adminsitrator. Yang jadi PR LAPOR! sampai 2019 baru keterhubungan dulu nih

dengan berbagai pemda dan lembaga yang belum terhubung dengan LAPOR!.

Tapi jika mereka mau terhubung dulu tapi belum punya administrator itu tidak

apa-apa bagi kami. Karena memang PR di LAPOR! ini sampai saat ini

tanggungjawab kita ke masyarakat itu tidak enaknya ketika kita sudah state nih

bahwa kita eee layanan aspirasi dan pengaduan secara nasional. Tapi ternyata

ketika mereka memasukan laporan kita menjawab belum terhubung. Nah, itu sih

tanggungjawab kita saat ini meningkatkan keterhubungan dulu. Seiring

berjalannya meningkatkan keterhubungan, kita coba unutk approach temen-temen

kementrian atau lembaga untuk bisa ikut menjadi administrator. Tapi itu belum

jadi concern kita sejauh ini teman-teman dari pusat, saya dan teman-teman

Page 199: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

180

pemagang masih bisa menghandle laporan tersebut agar bisa diteruskan ke

kementrian atau lembaga terkait. Tapi beda nih dengan yang pemda. Jadi kalau

pemda itu kan urusannya banyak sekali ya. Jadi istilahnya kayak di pusat saya

ngehandle saya mesti tahu semua wewenang kementrian atau lembaga. Begitu

pula dengan di daerah sebenarnya. Cakupannya juga sama luasnya seperti di pusat

hanya saja tingkatannya daerah. Jadi ketika pemda itu mau terhubung dengan

LAPOR! memang kita sudah mensyaratkan harus ada administrator dari pemda.

Harus.

Lintang : kenapa mbak?

Miranti : karena pemda itu sama luasnya dengan pusat. Istilahnya gini,

kalau misalnya di pusat itu Presiden dibantu kementrian lembaga terkait, sama

halnya dengan gubernur atau bupati atua walikota di daerah. Mereka juga punya

istilahnya dinas atau biro terkait. Dan yang mengetahuinya itu mereka. Karena

kan masing struktur, kalau pusat kan jelas ya bahwa pusat itu terdiri dari ini ini

ini. 34 kementrian terus berapa lembaga gitu, 158 lembaga. Tapi kalau misalnya

di daerah iu kan maisng-masing struktur organisasi diserahkan menjadi wewenang

daerah itu sendiri. Jadi misalnya Provinsi DKI Jakarta menganggap satuan

kerjanya adalah 5 kotanya, kemudian dinas-dinasnya, kemudian Biro, kemudian

ada BUMD e...ada RSUD gitu banyak unit kerjanya. Tapi misalnya di Jawa

Timur, itu tidak membawahi kota atau kabupaten di bawahnya tapi ya dinas saja

dengan BUMD nya atau RSUD di tingkat provinsi. Dinasnya sendiri antar daerah

tidak ada kesamaan satu sama lain. Jadi bisa saja di dinas untuk yang mengurus

pertamanan misalnya ya. Di DKI Jakarta masuk ke dinas tersendiri, dinas

pertamanan. Tapi di Kota Blitar misalnya itu masuk ke dinas lingkungan hidup.

Jadi dengan sangat beragamnya wewenang fungsi masing-masing dinas satuan

kerja yang ada dibawahnya memang sebaiknya Pemda punya administrator

sendiri yang sudah lebih mengerti daerahnya.

Lintang : Goalnya sampai 2019 keterhubungan. Apakah udah pernah ada

yang lapor terus dari LAPOR! terpaksa bilang belum terhubung gitu?

Page 200: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

181

Miranti : Sudah banyak yang seperti itu. Memang karena kita baru

terhubung dengan 5 pemda, kita harus jujur ke masyarakat. Nah, jadi...sek sek.

Jadi ketika kita nemuin ada lembaga belum terhubung, kan kita belum dengan

seluruh lembaga ya dan pemda juga belum terhubung kita akan mengirimkan ini

ke pelapor. Jadi "Yth Pelapor, Laporan (judul laporannya apa) merupakan

wewenang (nama lebaga). Namun saat ini LAPOR! 1708 belum terhubung, Untuk

sementara laporan akan tersimpan hingga terhubung." Jadi kita janjikan bahwa

laporan tetap akan ditindaklanjuti ketika lapor sudah terhubung dengan lembaga

atau pemda tersebut. Nah tapi kan gini ya kita sebagai pelapor cuma dijawab

hanya sampai untuk sementara laporan akan disimpan gak puas. Pasti kayak yah

katanya nasional... Nah that's why kita berusaha mengakomodirnya dengan

menyampaikan kanal pengaduan yang bisa diakses. Jadi sebenarnya kan unutk

setiap lembaga atua pemda itu sudah diisyaratkan dengan UU Pelayanan Publik

unutk memiliki kanal pengaduan agar masyarakat bisa menyampaikan aspirasi

dan pengaduannya. Nah mereka sebenarnya sudah punya kanal sendiri, tapi

mereka tidak terintegrasi. Sedangkan di LAPOR! lapor sebagai SP4N tu

diamanatkan untuk bisa menyatukan kanal-kanal yang terpisah tersebut. Sehingga

ketika pelapor itu datang ke kanalanya LAPOR! ini tidak ada lagi penolakan. Kan

selama ini kalau based on conventional atau yang tidak terintegrasi seperti itu

ketika misalnya kamu nih menyampaikan laporan terkait misalnya jalanan rusak

daerah ke PU PERA. Kementrian PUPERA pasti setelah menerima keluhan kamu

cuma ngebaca dan cuma oh ini jalan daerah bukan wewenang kami, ditaruh aja

gak ditindak lanjuti. Kementrian PU PERA gak akan mengomunikasikan itu ke

Pemprov DKI Jakarta, misalnya. Tapi dengan adanya LAPOR!, sudah ada

administrator nih yang mengolah sebenarnya ini wewenang siapa. Dan kalau

terhubung bisa langsung diteruskan. Istilahnya masyarakat gak akan salah pintu

ketika melapor, pasti akan diteruskan.

Lintang : Tapi nanti sampai dipintunya apakah akan ditindak lanjuti atau

tidak, lapor tidak bisa memantau kalau belum terhubung ya mbak?

Page 201: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

182

Miranti : Kalau belum terhubung kita gak bisa meneruskan ke pemdanya

terus ya kita cuma bisa ngasih tau ada kanalnya lho. Tapi ya kalau belum

terhubung LAPOR! gak bisa memantau. Nah, kita itu punya list channelnya

lembaga ataupun pemda yang belum terhubung. Jadi ketika masyarakat itu

istilahnya sudah berharap ditindaklanjuti via LAPOR! tapi LAPOR! belum

terhubung, sudah kita janjikan pasti akan disimpan hingga nanti terhubung akan

langsung kita kirim ke misalnya pemprov Banten bisa langsung kita kirim. Tapi

selama kita belum terhubung kita kasih tau nih bahwa masyarakat bisa

menyampaikan laporan langsung melalui apa kanalnya. Bisa datang ke kantor

pemerintahnya, atau via telpon atau via fax gitu. Sebenernya untuk Pemda sudah

ada semangatnya nih untuk menerima aspirasi dan pengaduan dari masyarakat.

Cuma, integrasinya saja secara nasional yang belum. Nah kalau misalnya yang

aku bilang keterhubungannya itu, LAPOR! itu tidak bersifat menggantikan kanal

yang sudah ada tapi diintegrasikan saja. Jadi pengelolaannya kalau misalnya yang

seperti ini kan misalnya nelpon nih ke 0254267117 ini, laporannya itu disimpan

oleh Pemprov Banten sendiri tapi tidak dipublikasi ke luar. Beda nih sama

LAPOR!. Ketika masuk ke kita, diteruskan ke unit terkait itu bisa dipantau oleh

masyarakat. Misal tindak lanjutnya gimana. Kalau yang ini kita benar-benar

menunggu info dari pemprov yang kadang juga gak akan inisiatif menghubungi

pelapornya. Bisa saja menunggu pelapor menghubungi dia balik. Jadi misalnya

kamu melaporkan hari ini. Terus kamu gak dapet-dapet kabar. Baru sebulan

kemudian nih kamu inget ah waktu itu ngelapor, mesti follow up lagi nih. Kurang

clear notifikasi sudah sampai mana proses tindak lanjut laporan tersebut. Tapi

kalau di LAPOR! kan semua bisa dipantau langsung.

Gibran : Nah itu sama konsernmu. Kita nyunting itu tapi masih membuka

peluang masyarakat untuk memonitor.SUntingannya bener gak sih, karena kita

buat seterbuka mungkin sehingga ada check and balances antara pengelola dengan

masyarakat. Kalau dia lihat lho kok laporanku berubah. Kita akan langsung follow

up. Kita kan punya data laporan sebelum disunting dan sesudah disunting. Ntar

mbak Miranti supervisor admin akan lihat bener gak nih. Apa jangan-jangan

Page 202: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

183

pelapornya yang salah, bisa jadi kan? Atau pelapornya yang memang dari awal

gak jelas tapi admin lupa memperjelas gitu juga.

Lintang : dulu waktu saya tanya ke mas Gibran LAPOR! tetap menerima

laporan offline lalu didigitalisasi. Itu bagaimana prosesnya?

Miranti : Jadi kamu bisa cek youtube LAPOR!. Disini udah ada nih proses

melapor...ada digitalisasi laporan masyarakat. Kayak gini, lihat di youtube.

(Miranti memutarkan video dari akun youtube LAPOR!).

Lintang : Mbak statistik di web LAPOR! diupdate setiap apa?

Miranti : Itu realtime tapi untuk grafisnya terupdate setiap jam 4 pagi.

Karena kalau statistik itu kalau setiap waktu di edit grafik dll terutama itu berat

untuk sistemnya. Yang kedua untuk memastikan, yaudah ketika mengambil data

sebelum jam 4 pagi itu berarti itu adalah grafik terupdate di hari sebelumnya.

Lintang : Rata-rata tiap hari berapa laporan mbak?

Miranti : Data hari ini udah di admin. Oh ini ini. Jadi di kita itu udah ada

nih recordnya untuk laporan masuk. Kita ada statistik sendiri say. Ini bisa dilihat

untuk bulan 8 ini rata-ratanya tiap hari 251 laporan yang masuk. Tapi ini fluktiatif

kalau kita lihat ke 2014 pas kemarin di bulan november, desember 568. Terus

pernah di 2013 bahkan perharinya tertinggi di 2013 2458 laporan bulan Juni Juli.

Ini lho kebijakan BBM ya mas? Juni Juli BBM naik pertama kali banyak tu

laporan masyarakat mohon bantuan sosialnya, jangan naikan BBM dan pokoknya

semua yang terkait BBM sering banget dilaporin masyarakat. Statistiknya 4923

laporan per hari.

Lintang : Berapa orang yang mengurus aduan mbak?

Miranti : Berapa orang ya? Tiga sama satu kayak akunya gitu. Empat orang

admin pusat dibantu sama temen-temen TNP2K yang Timsos itu. Tapi kan

memang kanalnya masuk dulu ke kita kita mesti kirim ke kirim ke gitu kan.

Page 203: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

184

Lintang : Kalau 2015 ini yang mengurus admin berapa orang?

Miranti : Admin total disini saya saa 7 orang pemagang. Memang trennya

nambah karena semakin kesini kalau misalnya kita ngelihat ya dari tahun lalu

sampai sekarang, kasusnya sekarang ini walaupun lebih dikit tapi lebih beragam.

Jadi bener-bener hampr ke seluruh kementrian lembaga bisa kena. Terus laporan-

laporan bukan lagi spam, lebih berisi ada substansinya terkait apa yang ingin

disampaikan masyarakat. Kalau dulu kan cuma "tingkatkan kinerja peemerintah!"

tapi gak jelas pemerintah yang mana nih. Kalau sekarang makin oke makin

banyak lampirannya juga. Kayak data dukungnya gitu-gitu. Misal yang tadi.

Terutama kasus - kasus yang sering hits dilaporin dan ada contoh-contohnya

mereka tu langsung ngasih bukti..bukti lagi. Terus biasanya panjang kayak gini.

Makin kesini makin bagus kok laporan masyarakat. Tinggal dikit-dikit diedit.

Tapi kan untuk mengerti substansinya agar lebih enak dan mudah dibaca kan

biasanya gini. Dear kita ganti Yth. Terus hari ini tanggal 10 Agustus..Yg kita edit

jadi yang. Gitu sih perubahannya. Nanti mungkin bisa aku kirim beberapa contoh

sebelum sesudah, sebelum sesudah. Kamu bisa lihat-lihat.

Lintang : Aku mau tanya tentang fitur. Jadi kan ada 3 pihak yang punya

kepentingan mbak, pengelola, pemerintah, masyarakat. Pasti kan ada perbedaan

fitur yang bisa diakses. Kalau dari pengelola punya fitur apa saja dan fungsinya

apa?

Miranti : Kalau untuk fitur pengelola sebenarnya banyak ya hahaha. Kalau

misalnya pengelola e..banyak sih fitur-fiturnya. Nih, intinya gambaran pengelola

tuh ini. Ini yang bisa diakses teman-teman administrator di pengelola. Kita bisa

lihat dashboard. Dashboard itu kita bisa lihat siapa saja user yang online.

Kemudian kita juga punya data analisa. Jadi misalnya kita masukan "BPJS

Kesehatan" periode 1 januari sampai hari ini terus kategorinya...misalnya ini. Kita

minta 1000 sampling. Kita bisa test. Ternyata, bisa kelihatan nih dari word cloud

ini yang masalah tuh bisa kelihatan iuran, kartu, pendaftaran. Masalah puskesmas,

rumah sakit, biaya, terus pasien, pelayanan kartu Faskes.. Intinya ini adalah data

Page 204: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

185

misal sampling 100 laporan kata kunci yang paling sering ditemukan itu apa.

Semakin besar tanggalnya semakin bisa banyak sample data yang kita ambil,

semakin bisa terlihat masalah-masalah yang sering diadukan gitu. Ini untuk

warning aja berarti untuk BPJS banyak banget yang mengeluhkan tentang RS,

biaya seperti itu. Ini untuk halaman dasboard. Ada banyak banget banget sih

masih bisa discroll lagi. Nah, monitoring itu kita bisa lihat laporan terakhir masuk

itu dari siapa asalnya. Mana yang dari web, aplikasi di BB, aplikasi android

intinya semua channel yang kita punya. SMS kita bagi per provider. Terus kalau

LAPOR! connect ini chip yang kita pasang di nomor Pak Ahok waktu itu. Jadi dia

gak sengaja ngucapin nomornya, dibombardir dengan banyak laporan dari

masyarakat DKI Jakarta dia minta tolonglah yang masuk ke HPnya itu langsung

di forwardnya ke LAPOR!. Nah terus, kita juga bisa lihat lock service update

mingguan kapan, data collecting dilakukan terakhir kapan. Terus aktivitas terakhir

nih, disposisi, tindak lanjut. Disposisi oleh tadi siapa terakhir, tindak lanjut oleh

siapa, komentar oleh siapa. Ini kalau yang ini realtime pertanggal ini jam terakhir.

Aktivitas terakhir dilakukan oleh si Jul Akbar ini nih. Dia ngasih komentar jam

20.30. Terus ini jumlah laporan masuk per domainnya. Ada aktivitas adminnya

juga kita bisa ngelihat. Ini juga salah satu media kita monitoring admin-admin

yang ada di masing-masing KLD.

Media sosial, nah ini yang bagian laporan via Twitter yang baru itu. Jadi kalau

misalnya kita merasa apa yang ditag ke kita pakai tag LAPOR itu bagus

laporannya itu bisa langsung dimasukan gitu untuk di adminkan oleh tim

administrator. Jadi bisa kita pilih-pilih laporannya mana yang bisa dimasukan

kalau misalnya dia udah dimasukan akan hilang nih tanda centangnya, berubah

jadi strip. Itu artinya sudah dimasukan ke dalam sistem. Udah, tinggal isi-isi dll

laporkan udah langsung masuk halaman Twitter ke halaman approval.

Approval...sek biar kamu gak sakit mata. Nah ini approval pokoknya semua

laporan yang masuk dari masyarakat dari berbagai channelnya kita dari SMS

Page 205: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

186

1708, website, aplikasi itu masuknya kesini. Nih keliatan ini dari web, ini dari

SMS.

Lintang : Itu yang udah dikirim?

Miranti : Ini yang laporan mentah dari masyarakat yang belum diedit. Nah

kalau laporannya belum lengkap itu akan masuk ke kotak pending. Ini yang

contohnya yang kalau pemda belum terhubung maka kita langsung tulis.

Keterangan pendingnya Pemkab Sukabumi. Tujuannya apa? Ketika kita udah

terhubung misalnya sama Sukabumi, kita tinggal cari Sukabumi lihat keterangan

pending nanti semuanya muncul khusus wewenangnya Sukabumi. Ini bisa kita

langsung check list semua terus kita kirim. Nah untuk disposisi itu yang sudah

kita edit bahasanya. Sudah edit bahasanya, sudah diteruskan ke kementrian atau

lembaga terkait untuk ditindaklanjuti. Nah star ini adalah e...ratingnya dari admin

sendiri untuk menilai seberapa OK laporan tersebut. Nih penjelasannya. Jadi

bintang 5 itu kalau laporannya sudah seusia EYD, informasinya lengkap terus

nambahin foto atua dokumen gitu. Kalau bintang 4 itu data dukungnya gak ada

lampirannya, cuma penyebutan aja. Bintang 3 udah sesuai EYD tapi masih perlu

di follow-up. Bintang 2 itu yang gak sesuai EYD tapi informasinya lengkap.

Lintang : Itu harus diisi admin?

Miranti : he em. Gunanya apa? Yang pertama kita ingin mengetahui

kesuksesan kita nih untuk mengedukasi masyarakat. Jadi misalnya bisa kelihatan

nanti track recordnya di masing-maisng pelapor itu. Misalnya kita centang 2,

untuk saat ini. Tapi tiba-tiba dilaporan selanjutnya dia 5. Berarti kan kita berhasil

untuk mencontohnya bagaimana laporan yang baik dan benar itu. Itu tujuan utama

kita ngelihat kemajuannya pelapor juga nih dalam memberikan laporan yang baik

dan benar. Terus yang kedua ini bisa dikaji lebih lanjut sebenarnya. Jadi misalnya

nih, kan disini kita bisa memberikan rating kemudian kita bisa memilih dia

berasal dari provinsi mana. Kalau ada keterangan tempatnya kan kita bisa

identifikasi areanya dia. Nah, kita bisa lihat nanti misal rating 2 kebanyakan ada

di daerah, misalnya, pedalaman Papua sana. Berarti kita bisa melihat nih dari cara

Page 206: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

187

mereka menyampaikan laporan. Sebenarnya tingkat pendidikan disana jangan-

jangan masih rendah jadi tidak mengerti penggunaan bahasa Indonesia yang baik

dan benar. Berarti bisa dianalisis lagi perlu ditingkatkan pendidikan disana. Toh

misalnya banyak laporan yang bahasanya kurang baik di daerah sekitaran Jawa,

yang Jawa mana nih misalnya Jawa Timur. Padahal kita lihat pendidikannya

sudah OK. Berarti kurang sosialisasinya nih cara meyampaikan laporan yang baik

dan benar disana. Seperti itu.. Nah ini untuk laporan terpilih.

Lintang : Laporan terpilih itu maksudnya yang?

Miranti : yang istilahnya terhangat di minggu tersebut dilihat dari substansi

isu tapi bukan masalah bahasanya. Kayak di agustus ini yang udah terpilih itu ini

aktivasi BPJS selalu tertunda. Istilahnya dari banyak yang melaporkan, kita

biasanya lihat nih pelapor yang ngelaporin itu kita pilih salah satunya untuk

diangkat jadi laporan terpilih gitu gitu. Kalau laporan sukses, itu laporan yang

tindak lanjutnya oke.

Lintang : dari pihak KL?

Miranti : dari pihak KL. Jadi tugas administrator di pusat itu selain yang

tadi, menyunting laporan, memastikan bahwa laporan lengkap terus

meneruskannya ke KL, kita juga ngeliat kan tindak lanjutnya KL, melakukan

pengawasan. Nah, ketika melakukan pengawasan itu kita tidak hanya

mengevaluasi yang kinerjanya kurang tapi yang kinerjanya baik juga diapresiasi

dengan memasukan ke laporan sukses. Contohnya ini, jalan berhasil diperbaiki

kurang dari satu bulan setelah laporannya didisposisikan. Terus tiga hari berkas

seritifkat tanah selesai. Pungutan bandara dikembalikan. Terus ada lagi, jalan

mulus lagi, PKL berhasil ditertibkan. Ini yang gini-ginilah kita apresiasi juga

karena ketika kita masukan jadi laporan sukses akan ternotif juga kan ke KL yang

bersangkutan. Kebijakan ini kalau misalnya ini sebenarnya fiturnya masih baru

akan kita developt akan kita kembangkan, tapi ini untuk meminta opininya

masyarakat terkait kebijakan yang ingin dikeluarkan pemerintah. Misalnya

kemarin pas ada isu KPK versus Polri. Kita minta seperti ini. Menarik

Page 207: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

188

pengusulan, terus jadi mengajukan ini pertanyaannya 'bagaimana pandangan Anda

mengenai keputusan Presiden tersebut? setuju tidak setuju'. Nah ini kita pasang di

website kita terus kita publish juga ke beberapa email atau SMS yang sudah

pernah melapor ke sistem lapor ini.

Tab delete itu yang dihapus dari tab approval. Disini istilahnya bisa dilihat mana

yang dihapusnya karena apa. Ini untuk cek administrator tidak menghapus yang

sifatnya substantif yang sebenarnya ada isi laporannya tapi dihapus. Sebenarnya

juga memastikan bahwa yaudah memang administrator itu bekerja dengan baik,

yang bisa diteruskan akan diteruskan, yang tidak bisa baru dihapus.

Hold itu, laporan-laporan yang kita tahan karena belum ditindaklanjuti oleh si

KLD.

Lintang : Bukan karena belum terhubung terus disimpan gitu?

Miranti : Bukan, kalau yang belum terhubung tadi masuk di pending. Kalau

di ini sudah kita teruskan ke KLD tapi belum ditindaklanjuti. Nah yang seperti itu

perlu untuk terus kita awasi makanya kita hold. Nah ada lagi request tutup, intinya

kalau tadi kan kita hold tuh, kalau misal kita hold ketika KLD sudah menjawab

statusnya masih tidak akan tertutup karena sudah kita klik fitur hold itu. Nah

ketika dia sudah menjawab dia akan merequest untuk menutup. Tolong ditutup

laporan dengan tracking ID segini karena sudah kami jawab. Terus tab bukan

wewenang itu check and balance kalau misalnya kita udah meneruskan laporan ke

kementrian lembaga atau pemda terkait tapi kementrian lembaga atua pemda itu

bilang setelah nerima ini bukan wewenang kami kok harusnya. Dia bisa request

bahwa itu bukan wewenangnya. Nanti akan kita cek lagi apakah benar itu bukan

wewenang instansi. Pesan ini isinya itu komunikasinya administrator pengelola

dengan di pemerintah. Jadi isinya kayak chating-chatingannya diantara kita buat

yang butuh cepet tidak perlu request-request ini nih tutup atau bukan wewenang

tapi bisa langsung minta ke kita. Tuh ada minta penutupan laporan, disposisi,

substansinya sama jadi mohon salah satunya ditutup dan sebagainya. Nah, tab

data juga banyak cuma intinya adalah disini tempat kita ngeregistrasiin instansi

yang baru terhubung, pejabat yang baru terhubung gitu-gitu semua disini. Terus

Page 208: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

189

sama apa sih? Ini buat token akses, ini buat yang sistem gitu-gitu. Report intinya

statistik laporan. Statistik jumlah laporan masuk, laporan yang approve, yang

belum approve, pending dan arsip berapa. Terus laju verifikasi gimana, usia

laporan gimana. Intinya ini statistik berdasar laporan yang sudah kita kelola baik

yang sudah diteruskan ke KL atau yang kita tahan atau yang kita delete.

Nah ini adalah yang tadi nih kan kita sudah ngasih bintang-bintang nih secara

total. Ini kan fitur bintang ini baru ya baru kita kembangkan di tahun ini untuk

melihat bahasa pelapor ada peningkatan gak sih? Dari tahun ke tahun pinginnya

gitu untuk kedepannya nanti. Untuk sekarang rata-rata ratingnya 3,48. Istilahnya

ya laporan masyarakat itu udah lumayan lah EYD nya tapi kurang lengkap

informasinya. Kan yang membedakan bintang 4 dengan 3 itu.

Ini banned. Jadi kita administrator kan udah kebiasa nih ngeliat laporan-laporan.

Nah kita secara otomatis akan melihat tren dari nomor tertentu apakah berisi

substansi laporan atau enggak. Kalau misalnya gak ada substansinya sama ini

ngelapor dan walaupun sudah diingatkan 'mohon menyampaikan laporan dengan

baik dan benar dengan isi substansi yang jelas' ternyata masih kebal juga

orangnya, nge SMS terus dengan bahasa-bahasa aneh, kita kategorikan dia nomer

yang perlu kita banned. Ini dia isi-isi laporannya. Transaksi uang haram dan lain-

lain, pokoknya gak ada hubungannya sama pemerintah deh. Cenderungnya

biasanya udah SARA atau kotor bahasanya. Junk ini khusus yang..jadi kita juga

untuk memudahkan administrator intinya di junk ini ada beberapa kata-kata yang

kita anggap sebagai perlu disortir. Intinya ini yang kata-kata kasar itu secara

otomatis laporannya kalau kebanyakan isinya kata kasar itu akan masuk ke junk

ini.

Lintang : kalau masuk ke sini terus dia tidak akan ditindaklanjuti?

Miranti : tidak akan ditindaklanjuti tapi akan langsung diberikan notifikasi

ke pelapor. Mohon maaf laporan anda tidak dapat diproses, silahkan melihat

syarat dan ketentuan penggunaan LAPOR!. Kita kasih linknya. Kita berusaha tetap

sopan ke pelapor-pelapor yang cenderung mengeluarkan kata kasar seperti itu.

Jadi gak bisa langusng di state karena kata-kata anda kasar. Jadi lebih baik kita

Page 209: Pengelolaan Media Sosial dalam Mewujudkan Good Governance

190

arahkan saja gimana sih contoh laporan yang bener itu, gimana sih syarat dan

ketentuan dalam melapor ke sistem LAPOR! ini.

Nah ini sms-pool. Cuma ngelihat row data aja sih. Terus SMS - SMS yang berasal

dari provider ini row datanya kayak apa rata-rata. Terus gabungan SMS yang ini

pokoknya anak-anak IT yang ngelola untuk ini. Operator 3 rata-rata kayak gini,

XL kayak apa. Categorise by provider lah. Udah itu, selesai. Ini baru tab yang

administrator untuk pengelolaan laporan masuk. Ada lagi kita bisa lihat

pengawasan di fitur-fitur yang didepan ini. Ada dashboard, kita bisa mantau

misalnya di badan ekonomi kreatif ada berapa laporan sih. Oh ternyata.

Lintang : ini hanya bisa diakses admin?

Miranti : enggak, buat semuanya ini juga kebuka untuk publik. Tapi yang

bisa ikut campur di dalam laporannya admin pusat. Jadi kayak misalnya dia belum

ditindaklanjuti sama sekali, padahal standar kita kan 5 hari kerja kalau lebih dari

itu maka kita akan kasih intervensi. Intinya kita menambahkan tindak lanjut di

dalam laporannya. Jadi Yth Kementrian atau pemda atau lembaga apa mohon

untuk segera memberika tindaklanjut terkait laporan ini. Kita bisa tambahin disini

semacam notifikasi reminder lah ke si KLD bahwa ada lho yang perlu

ditindaklanjuti. Takutnya kan mungkin dia skip atau gimana gitu. Statistik,

kebuka ke publik juga ini bisa dilihat. Gimana tindak lanjutnya, berapa yang

belum ditindak lanjuti, gitu sih. Bisa kamu coba lihat-lihat sendiri kamu masuk

sebagai pelapor pun akan terlihat tampilan seperti ini.