Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    1/35

    UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

    SP-6032 SISTEM PEMBANGUNAN PESISIR DAN LAUT

    Pengelolaan Pesisir dan Laut di Kota Batam

    Disusun Oleh

    KELOMPOK 3

    Indra Permana (24011006) Rahadian Febri Maulana (24011021)

    Chrisantum Aji P. (24011004) Rannie Mulyati (24011020)

    Annisa Wardhani (24011019) R.Panji Poernomo R.A.W(24011013)

    Widoyoko Darmaji (24011017) Eko Yudhi (24011301)

    Yulhendri Mubarak (24011302)

    MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2012

    Dosen :Prof. Dr. Ir. Widyo Nugroho SULASDI

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    2/35

    DAFTAR ISI

    PENDAHULUAN 2

    KONDISI KOTA BATAM BERDASARKAN INFORMASI GEOSPASIAL 5

    OCEANOGRAFI PANTAI DAN LAUT DARI KOTA BATAM 13

    Kondisi Geologi dan Geomorfologi Pantai 13

    Iklim 14

    Bentuk dan Tipe Pantai 15

    EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT DI WILAYAH KOTA BATAM 15

    KONDISI SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KOTA BATAM 19

    Kondisi Sosial dan Budaya 19

    Kondisi ekonomi 22

    KEBIJAKAN PENGELOLAAN PESISIR KOTA BATAM 26

    ANALISIS DAN REKOMENDASI 32

    DAFTAR PUSTAKA 34

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    3/35

    UJIAN AKHIR SEMESTER

    PENGELOLAAN PESISIR DAN LAUT DI KOTA BATAM

    Disusun Oleh:

    KELOMPOK III (TIGA)Magister Studi Pembangunan ITB

    Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK)

    PENDAHULUAN

    Kawasan pesisir dan laut Indonesia dengan potensi sumberdaya alamnya memiliki peranan yang

    sangat penting dalam pembangunan suatu daerah, terutama bagi daerah-daerah yang memiliki

    wilayah pesisir dan lautan yang lebih besar daripada wilayah daratan. Seperti halnya Kota Batam,

    yang memiliki wilayah pesisir dan lautan seluas 2.950 Km atau 73,93% dari luas total 3.990 Km

    (Batam Dalam Angka 2010), dimana sumberdaya pesisir dan laut di Kota Batam sangat potensial

    untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Kota Batam

    juga merupakan wilayah yang sangat strategis karena terletak berdampingan dengan negara-negara

    tetangga Indonesia, bahkan pada bagian utara wilayahnya berbatasan dengan Singapura/Malaysia.

    Melihat pada potensi yang ada serta letak geografis Batam yang sangat strategis, yaitu berada di

    Selat Singapura yang dilalui oleh jalur pelayaran yang sangat ramai maka Pemerintah

    mengembangkan daerah Batam menjadi daerah industri, yang akan mempunyai arti penting bagi

    kehidupan ekonomi nasional pada umumnya.

    Melalui Keputusan Presiden No. 41 Tahun 1973 (dirubah dengan Keppres No. 113/2000) Pemerintah

    Republik Indonesia menetapkan seluruh wilayah Pulau Batam menjadi kawasan pengembangan

    industri dibawah suatu lembaga otorita, yaitu Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau (OPDIP)

    Batam atau Otorita Batam. Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau di sekitarnya dikembangkan

    menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata, pertumbuhan wilayah Kota Batam

    terus meningkat, terutama pengembangan sektor industrinya, dimana pada kurun waktu 1999-2003

    sektor industri besar (dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih) mengalami peningkatan. Pada

    tahun 1999 tercatat jumlah industri besar 108 buah dan pada tahun 2003 bertambah menjadi 138

    buah. Hal ini membuktikan bahwa Batam mempunyai daya tarik tersendiri bagai para investor untuk

    melakukan investasi serta bagi para pendatang yang ingin mendapatkan lapangan pekerjaan di

    daerah ini.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    4/35

    Tetapi berbagai kegiatan industri dan pengembangannya yang dilakukan di Kota Batam telah

    menimbulkan kerusakan pada sumber daya pesisir dan lautnya. Kondisi kerusakan ini dipicu oleh

    beberapa hal seperti (Bapedal, 2003 dalam Dasminto, 2007) pembukaan lahan yang tidak terkendali

    di wilayah daratan serta reklamasi pantai yang dilakukan untuk pengembangan sektor industri dan

    pendukungnya yang menimbulkan sedimentasi di pantai, perusakan hutan mangrove melalui

    reklamasi, adanya perusahaan-perusahaan yang pada umumnya hanya mengedepankan keuntungan

    ekonomi untuk kepentingan jangka pendek tanpa memperdulikan dampak negatif yang timbul

    terhadap lingkungan dimana baru 25% industri yang melakukan pengelolaan lingkungan hidupnya

    dengan baik, pembuangan limbah langsung ke perairan pantai, perusakan terumbu karang, serta

    terjadinya konflik pemanfaatan ruang sebagai akibat adanya berbagai kepentingan serta masih

    belum tumbuhnya kesadaran untuk mewujudkan dan menjaga kualitas lingkungan yang baik dalam

    hubungannya dengan pengembangan suatu wilayah, khususnya dalam upaya mewujudkan

    pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi. Kondisi kerusakan akan menjadi semakin parah dengan

    adanya anggapan bahwa perairan pesisir dan laut sebagai tempat pembuangan limbah yang mudah

    dan murah (bahkan tidak dikenakan biaya) sehingga akan menimbulkan semakin buruknya kualitas

    perairan sebagai akibat terjadinya pencemaran perairan pesisir dan laut yang semakin meningkat.

    Akan sangat berbahaya apabila kondisi ini tidak segera diantisipasi mengingat Kota Batam termasuk

    dalam kriteria pulau kecil. Sebagai kawasan yang termasuk dalam kriteria pulau kecil, Kota Batam

    tentunya memiliki banyak keterbatasan yang harus diperhatikan oleh segenap stakeholder dalammelakukan pemanfaatan wilayah tersebut.

    Menurut Bengen et al (dalam Dasminto, 2007), yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang

    mempunyai luas area kurang dari atau sama dengan 2000 km atau lebarnya kurang dari 10 km.

    Pulau kecil memiliki karakteristik biogeofisik yang menonjol, di antaranya sumberdaya air tawar yang

    terbatas dengan daerah tangkapan airnya relatif kecil serta peka dan rentan terhadap pengaruh

    eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia, misalnya badai dan gelombang besar, serta

    pencemaran (Griffith dan Inniss, 1992; United Nations, 1994 dalam Dasminto, 2007). Pulau-pulau

    kecil merupakan kasus khusus pembangunan, karena memiliki ciri khusus yang meliputi sumberdaya

    alam, ekonomi, dan aspek sosial budaya yang spesifik. Pulau-pulau kecil mempunyai potensi untuk

    dikembangkan dengan mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan baik secara

    ekologi maupun secara ekonomi (Hein, 1990 dalam Dasminto, 2007).

    Pengembangan industri di Kota Batam hendaknya harus disertai adanya prinsip kehati-hatian dan

    pengambilan keputusan yang bijaksana dengan perhatian yang serius aspek lingkungan hidup,

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    5/35

    khususnya lingkungan perairan pesisir. Hal ini karena telah banyak kasus pencemaran lingkungan

    terjadi di daerah lain yang disebabkan oleh pengembangan dan aktivitas industri, yang membuang

    limbahnya dengan tidak mengikuti peraturan yang telah ditentukan. Dampak yang lebih serius dan

    ekstrem dapat terjadi bila kegiatan industri dikembangkan di pulau-pulau kecil seperti di Kota

    Batam, karena pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan yang sangat tinggi terhadap perubahan

    lingkungan.

    Apabila hal-hal tersebut tidak segera ditanggulangi maka permasalahan lingkungan hidup di Kota

    Batam akan terus meningkat, khususnya yang berkaitan dengan terjadinya degradasi kualitas

    perairan pesisir dan laut sebagai dampak dari pengembangan industri. Dampak negatif terhadap

    lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh industri-industri di Kota Batam bukan hanya bersifat lokal

    atau nasional, tetapi juga akan berdampak secara regional atau lintas negara mengingat letak Kota

    Batam berbatasan dengan negara-negara tetangga khususnya Singapura atau Malaysia. Berkaitan

    dengan hal tersebut, mahasiswa pascasarjana Studi Pembangunan ITB dalam rangka tugas Ujian

    Akhir Semester (UAS) Kelompok Mata Kuliah SP-6032 Sistem Pembangunan Pesisir dan Laut, akan

    mencoba mengkaji bagaimana Pemerintah Kota Batam mengatasi permasalahan yang terjadi di

    wilayah pesisir dan laut Kota Batam, dilihat dari 4 komponen Pembangunan Pesisir dan Laut yaitu

    Informasi Geospasial, Oceanografi Pantai dan Laut, Ekosistem, serta Kondisi Ekonomi, Sosial Budaya,

    serta Hukum yang ada dan telah disusun di Kota Batam. Satu komponen yaitu Daerah Aliran Sungaitidak dibahas karena wilayah Kota Batam tidak memiliki Daerah Aliran Sungai sangat berada didalam

    pulau-pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Selanjutnya pada akhir bahasan akan dikemukakan

    beberapa kekurangan-kekurangan dalam pengelolaan yang selama ini telah dilakukan serta

    rekomendasi penanganan untuk memperbaikinya.

    Gambar 1. Alur Pikir Penulisan

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    6/35

    KONDISI KOTA BATAM BERDASARKAN INFORMASI GEOSPASIAL

    Kota Batam yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu kota dengan

    pertumbuhan terpesat di Indonesia. Ketika dibangun pada tahun 1970-an awal kota ini hanya dihuni

    sekitar 6.000 penduduk dan dalam tempo 40 tahun penduduk Batam bertumbuh hingga 190 kali

    lipat yaitu sebesar 1.153.860 jiwa pada April 2012 (Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota

    Batam). Sehingga Kota Batam menjadi kota dengan populasi terbesar ketiga di wilayah Sumatra

    setelah Medan dan Palembang.Berikut ini akan dijelaskan kondisi Kota Batam berdasarkan kondisi

    geospasialnya.

    a. Letak, Luas dan Batas Wilayah

    Berdasarkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota

    Batam 2011-2031, disebutkan bahwa Kota Batam terletak pada posisi 02529 1 1500 LU

    dan 1033435 1042604 BT, dengan total luas wilayah darat dan wilayah laut sebesar

    3.990,00 km terdiri dari wilayah darat seluas 1.040 km dan wilayah laut seluas 2.950 km

    (Batam Dalam Angka, 2010). Kota Batam meliputi lebih dari 400 (empat ratus) pulau, dimana

    329 (tiga ratus dua puluh sembilan) diantaranya telah bernama, termasuk didalamnya pulau-

    pulau terluar di wilayah perbatasan negara. Secara administrasi, Kota Batam memiliki batas

    wilayah sebagai berikut ini:

    Sebelah Utara berbatasan dengan : Singapura dan Malaysia Sebelah Selatan berbatasan dengan: Kab. Lingga

    Sebelah Barat berbatasan dengan : Kab. Karimun/Laut Internasional

    Sebelah Timur berbatasan dengan : Kab. Bintan dan Tanjung Pinang

    Letak Kota Batam yang strategis menjadi daya tarik ekonomi khusus untuk Singapura dalam

    merelokasikan aktivitas industri ke Kota Batam yang ditunjang dengan ketersediaan lahan yang

    sangat besar dan kemudahan investasi yang diberikan. Sementara di sebelah selatan, Kota

    Batam berbatasan dengan wilayah Kabupaten Lingga dan sebelah barat dengan Kabupaten

    Karimun serta zona laut internasional. Karakteristik wilayah tersebut secara geografis tidak jauh

    berbeda, sama halnya dari aspek sosio-kultural. Kabupaten Karimun merupakan wilayah

    pemekaran Kabupaten Kepulauan Riau (sekarang Kabupaten Bintan) yang pembentukannya

    bersamaan dengan Kota Batam. Daerah ini terkenal dengan industri pertambangan batu granit

    dan produksi hasil perikanan yang juga merupakan kebutuhan untuk proses pembangunan Kota

    Batam. Di sebelah timur, Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan memiliki keterkaitan

    kehidupan sosio-kultural dengan masyarakat Kota Batam, dimana Tanjung Pinang sebagai

    Ibukota Provinsi Kepulauan Riau merupakan pusat pemerintahan serta pusat kegiatan sosial

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    7/35

    dan ekonomi provinsi dan Kabupaten Bintan merupakan daerah yang kaya dengan sumberdaya

    alam laut dan darat, juga merupakan kawasan yang cukup kaya dengan hasil pertanian dan

    perkebunan dimana produk hasil bumi turut memberikan andil besar terhadap kebutuhan

    masyarakat Kota Batam.

    Bila dilihat dari kondisi topografinya, wilayah Kota Batam relatif datar dengan variasi berbukit-

    bukit di tengah pulau dengan ketinggian antara 7 hingga 160 mdpl. Wilayah yang memiliki

    elevasi 0 hingga 7 mdpl terdapat di pantai utara dan pantai selatan Pulau Batam dan sebelah

    timur Pulau Rempang serta sebelah utara, timur dan selatan Pulau Galang. Sedangkan pulau-

    pulau kecil lainnya, sebagian besar merupakan kawasan hutan mangrove. Wilayah yang

    memiliki ketinggian sampai 100 m dpl dengan topografi berbukit-bukit yang sangat sesuai untuk

    kawasan resapan air untuk cadangan air baku, umumnya berada di bagian tengah Pulau Batam,

    Rempang dan Galang serta Galang Baru. Wilayah Kota Batam yang memiliki kemiringan lereng 0

    3% tersebar di pesisir pantai di Teluk Senimba, Teluk Jodoh, Teluk Tering dan Teluk

    Duriangkang. Wilayah yang memiliki kemiringan lereng 310% tersebar hampir diseluruh Pulau

    Batam mulai dari Perbukitan Dangas Pancur di Sekupang dan Tanjung Uncang ke sebelah timur,

    dari Teluk Jodoh sampai Duriangkang dan terus ke pesisir timur, sebagian besar dimanfaatkan

    untuk kegiatan perkotaan.

    Lereng antara 1020% sebagian besar berada di daerah kaki bukit dengan relief relatif rendah,tersebar dibagian tengah pulau Batam dan pulau-pulau besar lainnya. Lereng 20 40% sebaran

    luasnya membentuk jalur sempit di punggung bukit sepanjang bukit Dangas Pancur dan bukit

    Senyum. Sementara itu wilayah dengan kelerengan di atas 40% berada di sepanjang bukit

    Dangas Pancur. Beberapa puncak bukit di Pulau Batam antara lain Bukit Dangas Pancur 169 m,

    Bukit Temoyong 179 m, Bukit Senimba 140 m dan Bukit Tiban 110 m.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    8/35

    Gambar 2. Peta Topografi Kawasan Batam (Sumber : Raperda RTRW Kota Batam 2011-2031)

    Kondisi Kota Batam sebagai kepulauan memiliki keunikan yang sekaligus merupakan kekuatan

    wilayah ini. Wilayah kota Batam terdiri dari 400 buah pulau besar dan kecil, dengan 329 buahpulau yang sudah bernama, yang letak satu dengan lainnya dihubungkan dengan perairan.

    Pulau-pulau yang tersebar pada umumnya merupakan sisa-sisa erosi atau pencetusan dari

    daratan pratersier yang membentang dari Semenanjung Malaysia di bagian utara sampai

    dengan Pulau Moro, Kundur, serta Karimun di bagian selatan. Pulau-pulau ini terdiri dari

    beberapa pulau dari yang besar sampai terkecil seperti di Kecamatan Bulan terdapat Pulau

    Buluh, di Kecamatan Galang terdapat Pulau Karas, Pulau Galang Baru, Pulau Rempang, Pulau Air

    Raja, Pulau Subang Mas dan Pulau abang. Dan di Kecamatan Belakang Padang terdapat 55

    pulau-pulau kecil yang masuk dalam wilayah kecamatan Belakang Padang: 1) Pulau Belakang

    Padang; 2) Pulau Sambu; 3) Pulau Dendang; 4) Pulau Lengkana; 5) Pulau Meriam; 6) Pulau

    Tolop; 7) Pulau Suwe; 8) Pulau Air Manis; 9) Pulau Jagung; 10) Pulau Sekilak; 11) Pulau Leroi; 12)

    Pulau Layang Besar; 13) Pulau Tapung; 14) Pulau Suba; 15) Pulau Nirup; 16) Pulau Mercan

    Besar; 17) Pulau Sarang; 18) Pulau Semakau; 19) Pulau Serapat; 20) Pulau Negeri; 21) Pulau

    Penyalang; 22) Pulau Bertam; 23) Pulau Lingke; 24) Pulau Padi; 25) Pulau Bakau; 26) Pulau

    Pemping; 27) Pulau Labum Besar; 28) Pulau Labum Kecil; 29) Pulau Kasu; 30) Pulau Batu Ampar;

    31) Pulau Lumba; 32) Pulau Sei Cudung; 33) Pulau Pelangi; 34) Pulau Ketapah; 35) Pulau Katung;

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    9/35

    36) Pulau Buntung; 37) Pulau Tandut; 38) Pulau Panjang; 39) Pulau Sali; 40) Pulau Kepala Jeri 41)

    Pulau Ladang; 42) Pulau Pecung; 43) Pulau Dandan; 44) Pulau Cumin; 45) Pulau Semukir; 46)

    Pulau Santo; 47) Pulau Bayan; 48) Pulau Paloi Kecil; 49) Pulau Paloi Besar; 50) Pulau Terong; 51)

    Pulau Teluk Bakau; 52) Pulau Telan; 53) Pulau Ketumbar; 54) Pulau Kepala Gading; dan 55)

    Pulau Geranting dan pulau-pulau kecil lainnya. Sementara itu, permukaan tanah di Kota Batam

    pada umumnya dapat digolongkan datar dengan variasi disana-sini berbukit-bukit dengan

    ketinggian maksimum 160 meter diatas permukaan laut. Sungai-sungai kecil banyak

    mengalirdengan aliran pelan dan dikelilingi hutan-hutan serta semak belukar yang lebat.

    Gambar 3. Batas Wilayah Kecamatan di Kota Batam(Sumber : Raperda RTRW Kota Batam 2011-2031)

    Implementasi UU Nomor 53 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 13

    Tahun 2000 mengubah status Batam yang sebelumnya sebagai Kota Administratif Batam

    menjadi Daerah Otonom Kota Batam. Untuk itu struktur wilayahnya juga mengalami

    perubahan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pemekaran,

    Perubahan dan Pembentukan Kecamatan dan Kelurahan dalam Daerah, Kota Batam yang

    semula terdiri dari 8 kecamatan dan 51 kelurahan berubah menjadi 12 kecamatan dan 64kelurahan.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    10/35

    Berdasarkan Raperda RTRW Kota Batam 2011-2031, penggunaan lahan untuk kawasan

    budidaya masih mendominasi penggunaan lahan di Kota Batam. Tetapi penggunaan fungsi

    budidaya yang mendukung pengelolaan pesisir dan laut masih kurang seperti perikanan dan

    pariwisata. Fungsi budidaya yang mendominasi adalah industri dan permukiman. Luas Kawasan

    Lindung, Hutan Bakau serta sempadan pantai pun sangat kecil bila dibandingkan dengan luas

    keseluruhan. Maka bisa diduga bahwa fungsi budidaya yang dikembangkan dapat merusak

    lingkungan apabila tidak dikendalikan dengan cermat karena kemampuan alam yang

    dicerminkan dengan luasan kawasan lindung sangatlah kecil.

    No. JENIS PENGGUNAANLUAS

    m Ha

    1 LINDUNG

    a. Buffer Jalan 109,000 10.90

    b. Genangan 117,100 11.71

    c. Hutan Bakau 20,740,000 2,074

    d. Hutan Buru 21,660,000 2,166

    e. Hutan Kota 119,577,700 11,957.77

    f. Hutan Lindung 144,800,000 14,480

    g. Hutan Wisata 9,016,000 901.60

    h. Waduk 31,070,000 3,107

    i. Sempadan Pantai 4,863,000 4,863.30

    TOTAL KAWASAN LINDUNG 351,952,800 35,195.28

    2 BUDIDAYA

    a. Fasilitas Pelabuhan 22,460,000 2,246

    b. Fasilitas Umum 23,300,000 2,330

    c. Jasa 56,240,000 5,624

    d. Kawasan Bandara 12,260,000 1,226

    e. KKOP 1,554,000 155,4

    f. Wisata 100,600,000 10,060

    g. Perikanan 2,381,000 238.13h. Industrian 129,300,000 12,930

    i. Permukiman 182,900,000 18,290

    j. Pertanian/Peternakan 138,400,000 13,840

    k. Pusat Pemerintahan 667,500 66.75

    l. Infrastruktur Jalan 60,634,700 6,063.47

    TOTAL KAWASAN BUDIDAYA 730,697,200 73069.72

    TOTAL KESELURUHAN 1,082,650,000 108,265

    Tabel 1. Penggunaan Lahan Eksisting Berdasarkan Pola Ruang di Kota Batam(Sumber : Raperda RTRW Kota Batam 2011-2031 dan RPJMD Kota Batam 2011-2016)

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    11/35

    Berdasarkan Peta Persebaran Industri Tahun 2004, beberapa industri besar berada di kawasan

    pesisir, antara lain di Sekupang dan Batu Ampar. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada

    wilayah pesisir dan pantai dekat industri tersebut, akibat limbah yang dihasilkannya. Industri-

    industri tersebut memang didirikan dengan kawasan pantai karena bisa membuang limbahnya

    ke pantai dengan alasan biaya dan kemudahan (Dasminto, 2007). Kondisi ini juga diakibatkan

    karena Kota Batam tidak memiliki sungai-sungai besar untuk tempat mengalirkan limbah, serta

    industri-industri sendiri tidak diperlengkapi dengan sistem pengolahan limbah.

    Gambar 4. Peta Sebaran Lokasi Industri di Kota Batam

    (Sumber : RTRW Kota Batam 2004-2014)

    Karakteristik alam di Kota Batam sebetulnya memiliki sebuah daya tarik yang mempesona. Hal

    ini dikarenakan adanya berbagai kegiatan wisata yang berbasis laut yang dapat ditawarkan di

    Kota Batam. Jenis kegiatan pariwisata laut yang dimiliki oleh kota Batam terdiri dari panorama

    pantai dan laut yang indah, potensi gamping terumbu yang mempesona, ombak yang cukup

    menunjang berbagai jenis olahraga air hingga dinamika kehidupan nelayan yang menarik

    dicermati. Bila dirinci,daya tarik dan jenis kegiatan pariwisata laut yang ada di Kota Batam

    dapat digambarkan dalam tabel di bawah ini.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    12/35

    No JENIS KEGIATAN

    1 Daya tarik alamiah - Panorama pantai dan laut lepas (sunrise, sunset,

    deburan ombak)

    - Panorama bawah laut yang dapat dinikmati

    dengan menyelam atau dengan kapal khusus

    2 Kegiatan rekreasi aktif Selancar angin, snorkling, menyelam, scuba diving, skiair, sepeda motorair, berlayar, mendayung, berenang

    dan memancing.

    3 Kegiatan rekreasi pasif - Memandang panorama alam di laut dan panorama

    kepulauan.

    - Berjemur di pantai

    - Bermain di pantai

    4 Dayatarik dinamika

    Kehidupan

    Nelayan dan kegiatannya

    (jajaran perahu layar dan sampan,

    alatperlengkapan menangkap ikan, bagan, keramba

    dan para nelayannya).

    Tabel 2. Jenis dan Daya Tarik Wisata Laut di Kota Batam

    (Sumber : Hasil Kompilasi Data)

    Sayangnya disamping memiliki potensi tetapi sumberdaya kelautan ini juga menimbulkan sebuah

    konflik sosial yang disebabkan oleh keterbatasan. Contoh paling nyata adanya konflik antara masalah

    konservasi dan pemanfaatan potensi laut adalah pada gamping terumbu. Gamping terumbu biasa

    digunakan oleh masyarakat Batam sebagai bahan bangunan. Hal ini menimbulkan konflik dengan

    kepentingan terumbu karang sebagai daya tarik pariwisata. Pemanfaatan terumbu karang bagi

    bahan bangunan lebih berpotensi menimbulkan kerugian daripada manfaat. Oleh karenanya

    pemanfaatan terumbu karang sebagai bahan bangunan sebaiknya dihentikan sama sekali, dan perlu

    dicarikan alternatif solusinya.

    Bila dari wilayah rawan bencana, wilayah pesisir dan laut Kota Batam termasuk dalam Kawasan

    Rawan Banjir, serta Kawasan Rawan Abrasi seperti pada kawasan-kawasan pesisir berombak besar

    dengan struktur geologi pantai cenderung curam dan rentan, terutama pada kawasan-kawasan

    pesisir yang menghadap secara langsung ke Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, Kawasan Rawan

    Gerakan Tanah yaitu kawasan pada jalur-jalur sesar geologi yang berpotensi mengalami bencana

    gerakan dan atau gempa bumi, yaitu diPulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru, di

    Kecamatan Galang, yang bagi perlindungannya diberlakukan sempadan sesar selebar 100 meter

    (seratus meter) di kiri-kanan garis sesar, serta Kawasan Rawan Gelombang Pasang yaitu kawasan

    yang berada pesisir pantai yang tertutama yang menghadap langsung ke Selat Malaka dan Laut Cina

    Selatan `pada musim-musim tertentu rawan gelombang pasang.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    13/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesis ir 12

    Gambar 5. Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kota Batam

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    14/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    13

    OCEANOGRAFI PANTAI DAN LAUT DARI KOTA BATAM

    Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah darat meliputi daratan baik

    kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut

    dan perembesan air asin (Sulasdi, 2012). Ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi

    oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang

    disebabkan kegiatan manusia seperti pertanian dan pencemaran (Brahtz, 1972; Soegiarto, 1976; Beatly,

    1994 dalam Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau Kecil 2003). Kawasan pesisir merupakan wilayah

    peralihan antara daratan dan perairan laut. Secara fisiologi didefinisikan sebagai wilayah antara garis

    pantai hingga ke arah daratan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut, dengan lebar yang

    ditentukan oleh kelandaian pantai dan dasar laut, serta dibentuk oleh endapan lempung hingga pasir

    yang bersifat lepas dan kadang materinya berupa kerikil. Menurut Dahuri et al. (1996), dalam cakupanhorizontal, wilayah pesisir di batasi oleh dua garis hipotetik. Pertama, kearah darat wilayah ini

    mencakup daerah-daerah dimana proses-proses oseanografi (angin laut, pasang-surut, pengaruh air laut

    dan lain-lain) yang masih dapat dirasakan pengaruhnya.Kedua, kearah laut daerah-daerah dimana akibat

    proses-psoses yang terjadi di darat (sedimentasi, arus sungai, pengaruh air tawar, dan lain-lain), maupun

    yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

    Wilayah perbatasan ini mempertemukan lahan darat dan masa air yang berasal dari daratan yang

    relative tinggi (elevasi landai, curam atau sedang) dengan masa air laut yang relative rendah, datar, dan

    jauh lebih besar volumenya. Karakteristik yang demikian oleh Ghofar (2004), dinyatakan bahwa secara

    alamiah wilayah ini sering disebut sebagai wilayah jebakan nutrient (nutrient trap).Akan tetapi, jika

    wilayah ini terjadi perusakan lingkungan secara massif karena pencemaran maka wilayah ini disebut juga

    sebagai wilayah jebakan cemaran (pollutants trap).

    Kondisi Geologi dan Geomorfologi Pantai

    Wilayah Kota Batam seperti halnya kecamatan-kecamatan di daerah lainnya di Provinsi Kepulauan Riau,

    juga merupakan dari paparan continental.Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa-sisa

    erosi atau penyusutan dari daratan pra tersier yang membentang dari semenanjung Malaysia/Pulau

    Singapura di bagian utara sampai dengan pulau-pulau Moro dan Kundur seta Karimun di bagian selatan.

    Kota Tanjungpinang yang merupakan pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten

    Bintan terletak di sebelah timur dan memiliki keterkaitan emosional dan kultural dengan Kota Batam.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    15/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    14

    Kota Batam yang merupakan bagian dari paparan kontinental yang disebut Paparan Sunda. Pulau

    Sumatera terletak ditepi barat daya lempeng benua Paparan Sunda, dan di bawah lempeng tersebut alas

    Samudera Indonesia menunjam kearah utara-timur laut.Generasi magma yang berhubungan dengan

    penunjaman tersebut telah menghasilkan busur gunungapi Tersier sampai Resen yang merupakan

    bagian Pegunungan Barisan. Di sebelah timur Pegunungan Barisan dan terus ke Laut Cina Selatan,

    perluasan busur telah membentuk serangkaian cekungan memanjang. Daerah Kepulauan Riau terletak

    pada cekungan busur belakang ini.Topografi Kota Batam sangat bervariasi, tetapi umumnya pulau-pulau

    dibentuk oleh perbukitan rendah membundar yang dikelilingi oleh daerah rawa-rawa.

    Iklim

    Beberapa parameter yang mempengaruhi iklim diantaranya adalah Temperatur udara dan curah hujan.

    Pada tahun 2007 temperatur udara di Kota Batam berkisar antara 25,6 0C sampai dengan 27,8 0C. Suhuminimum terjadi pada bulan Januari dan Februari, yaitu 22,0 0C dan suhu maksimum terjadi pada bulan

    Januari yaitu 34,1 0C. Sedangkan jumlah hari hujan sebanyak 208 hari dengan banyaknya curah hujan

    2.964,7 mm. Kota Batam juga memiliki potensi inti sumberdaya pesisir yang terletak di Pulau Rempang

    dan Pulau Galang. Kedua pulau ini mempunyai morfologi pedataran sungai, pantai berawa, dengan ciri-

    ciri elevasi ketinggian 0 20 m, kemiringan lereng 0 3 %, mempunyai penyebaran relatif sempit di

    bagian barat pulau. Perbukitan bergelombang landai mempunyai ciri-ciri kemiringan lereng 5 15%,

    beda tinggi lembah dan bukit 10 15 m, elevasi ketinggian 21 - 50 m. Perbukitan bergelombnag sedang

    terjal mempunyai ciri-ciri kemiringan lereng 15 - > 30%, beda lembah dan bukit 25 50 m. Aliran sungai

    yang melewati daerah Pulau Rempang adalah Sungai Cjoba, Sungai Sembulang, Sungai Monggak, Sungai

    Loncek, dan Sungai Rempang yang mengalir ke arah pantai timur, Barat dan Selatan. Sungai di Pulau

    Galang adalah Sungai Cjong, Galang, Kasim dan Sungai Kangkar.Bagian hilir berbentuk meandering,

    dipengaruhi pasang surut dan membentuk delta berbentuk corong.Pola aliran sungai adalah dendritik di

    daerah dataran dan subparalel di daerah perbukitan.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6

    (Coremap Kota Batam, 2007).

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    16/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    15

    Gambar 6. Ketinggian Kota Batam Melalui DEM (Digital Elevation Model)

    (Sumber: http://www2.jpl.nasa.gov/srtm/)

    Morfologi daerah perairan laut antara Kuala Tungkal Pulau Sumatera hingga Pulau Batam, perairan

    diantara Pulau Bulan, Pulau Rempang, Pulau Petong dan sebelah barat Kepulauan Singkep dapatdikelompokkan menjadi 4 (empat) satuan morfologi yaitu :

    Satuan morfologi sangat kasar, dicirikan oleh bentuk dan puncak yang relatif tajam, serta dengan

    perbedaan ketinggian yang relatif besar. Satuan morfologi ini tersebar di daerah antara Pulau

    Galang dan Pulau Temiang, serta pada bagian Tenggara Pulau Bintan dan sebelah Timur Pulau

    Buaya.

    Satuan morfologi kasar, dicirikan oleh bentuk lembah dan puncak yang kurang tajam, serta

    perbedaan antara puncak dan lembah relatif kurang terjal. Satuan morfologi ini tersebar

    mengelilingi satuan morfologi sangat kasar, meliputi bagian tenggara Pulau Bintan, serta daerah

    antara Pulau Galang dan Pulau Temiang.

    Satuan morfologi sedang, dicirikan oleh bentuk lerengnya yang bergelombang, serta dengan tingkat

    kerapatan yang relatif rendah. Umumnya tersebar di daerah laut yang relatif lebih terbuka seperti

    bagian Timur Pulau Temiang, Combong dan antar Pulau Kundur dan Pulau Temiang.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    17/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    16

    Satuan morfologi datar, dicirikan oleh bentuk permukaan yang relatif datar. Seperti halnya dengan

    Satuan Morfologi Sedang, Satuan Morfologi Datar tersebar di daerah yang relatif terbuka dan

    berbatasan langsung dengan

    Satuan Morfologi Sedang, yang terdapat terutama sekitar antara Pulau Singkep dan Pulau

    Sumatera. Kemiringan lereng dari peta batimetri adalah 0 %0.08 %. Endapan berupa lanau, lanau

    pasiran dan lumpur pasiran.

    Bentuk dan Tipe Pantai

    Pantai-pantai perairan di Kota Batam memiiliki bentuk pantai yang landai/slope dengan panjang 50 m

    hingga 200 m kearah laut dengan kedalaman 1 m sampai kedalaman 15 m, garis pantai umumnya

    memanjang dan sebagian membentuk lekuk berupa teluk kecil yag dikelinlingi pulau berbukit. Typologi

    pantai di wilayah studi merupakan pantai berpasir, lempung dan sebagian terdiri dari batuan.: (CoremapKota Batam, 2007)

    EKOSISTEM PESISIR DAN LAUT DI WILAYAH KOTA BATAM

    Wilayah Kota Batam merupakan gugusan kepulauan yang secara geografis keberadaannya di perairan

    laut dangkal yang sangat potensial untuk tumbuh-kembang terumbu karang. Menurut Masduki,dkk.

    1999 dengan karakteristik perairan laut yang memiliki cekungan,menjadikan perairan Kota Batam

    memiliki tingkat kesuburan perairan yang tinggi, sehingga menjadikan perairan Kota Batam sebagai

    wilayah yangmemiliki potensi sumber daya perikanan besar (baik jumlah maupunkeragaman). Perairan

    Kota Batam juga kaya akan kelimpahan tutupan atau spesies terumbu karang (coral-reef) dan berbagai

    jenis ikan karang (demersal) maupun ikan hias (ornamental fish).

    Disamping itu, sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dimiliki Kota batam sangat

    beranekaragam baik dari jenis maupun potensinya, yang mana potensi dari sumberdaya tersebut

    bersifat dapat di perbaharui, seperti :

    - Sumber daya perikanan (baik perikanan tangkap maupun budidaya).

    - Mangrove yang merupakan ekosistem utamapendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir

    yang mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedianutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan

    danasuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi,penahan amukan angin taufan, dan

    tsunami,penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lainsebagainya.

    - Terumbu karang yang merupakan suatu ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh

    biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan algae berkapur. Dimana ekosistem

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    18/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    17

    terumbu karang ini juga mempunyai manfaat yang bermacam-macam, yakni sebagai tempat hidup

    bagi berbagai biota laut tropis lainnya sehingga terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota

    sangat tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka ragam, sehingga dapat

    dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah tujuan wisata, selain itu juga dari segi ekologi

    terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak.

    - Padang lamun

    - Mikro dan makro alga

    Namun demikian, data ekosistem pesisir yang tersedia sampai dengan saat ini adalah data yang berasal

    dari beberapa tahun yang lalu, yaitu data yang diambil tahun 2003 (Dasminto, 2007). Padahal dengan

    pesatnya pembangunan di Kota Batam, data tersebut barangkali sudah tidak akurat lagi. Sebagai contoh,

    semakin lama banyak hutan mangrove yang ditebang untuk kepentingan industri, permukiman sertakeperluan lainnya. Hutan Mangrove di Kota Batam banyak dijumpai di pesisir dan pulau-pulau kecil.

    Kondisi hutan mangrove terutama di Pulau Batam banyak mengalami kerusakan, yang pada umumnya

    disebabkan oleh adanya konversi lahan, seperti adanya pembukaan lahan untuk kegiatan industri,

    permukiman, perkantoran dan pertokoan. Secara lebih jelas kegiatan konversi Hutan mangrove sering

    juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Dari beberapa istilah

    tadi, sebutan hutan mangrove atau hutan bakau yang paling sering dipakai. Istilah bakau sendiri

    sebenarnya berasal dari nama salah satu jenis tumbuhan penyusun hutan mangrove, yaitu jenis Bakau-

    bakau (Rhizopora spp). Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kesalahan penafsiran maka hutan

    mangrove ditetapkan sebagai nama baku untuk mangrove forest. Hutan mangrove merupakan bentuk

    hutan tropis yang khas, tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang

    surut air laut. Mangrove banyak dijumpai terutama di wilayah pesisir yang terlindung dari hantaman

    ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir yang memiliki muara

    sungai besar dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur. Hutan Mangrove sendiri memiliki

    fungsi sebagai berikut : 1) Sebagai penyerap bahan pencemar, khususnya bahan-bahan organik; 2)

    Sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan sekitarnya, seperti plankton, ikan, udang, kepiting,

    burung, kera dan lain-lain, serta telah membentuk rantai makanan yang sangat komplek, sehingga

    terjadi pengalihan energi dari jenjang trofik yang paling rendah ke jenjang trofik yang lebih tinggi; 3)

    Sebagai penyedia bahan organik bagi lingkungan perairan sekitarnya. (Snedaker dan Getter, 1985, dalam

    Dasminto, 2007).

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    19/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    18

    Berdasarkan data tahun 1996, luasan mangrove di Kota Batam pada tahun 1996 adalah sekitar 19

    798.41 hektar atau 197.98 km, yang tersebar di pesisir dan pulau-pulau yang ada di Kota Batam. Pada

    tahun 1996 luasan mangrove terbesar terdapat pada wilayah pesisir di Kecamatan Galang sebesar 6

    222.31 hektar dan terkecil terdapat di Kecamatan Lubuk Baja, yaitu 70.73 hektar. Apabila dipadukan

    dengan wilayah administrasi Kota Batam yang luasnya sekitar 1 570.35 km2 maka mangrove menutupi

    wilayah Kota Batam sekitar 12.61% terutama di bagian pesisir dan pulau-pulau kecil. Sedangkan tahun

    2002, tercatat luasan mangrove di Kota Batam sebesar 131.065.381 m2 atau 13.106,54 hektar (Bapedal

    Kota Batam, 2002). Dari hasil kajian PKSPL-IPB (2001) disebutkan bahwa kondisi hutan mangrove di Kota

    Batam dijumpai di Barelang (Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang) relatif tipis. Hal ini

    disebabkan oleh sebagian besar kawasan mangrove dibuka dan dikonversi karena aktivitas

    pembangunan, kecuali di beberapa tempat seperti di Rempang dan Galang, kondisi hutan mangrove

    agak lebih baik. Dari kajian ini, hutan mangrove di Barelang memiliki kerapatan 425 batang/hektar,ketebalannya 5-150 meter dan luasnya sekitar 18 033.52 hektar.

    Berdasarkan studi yang dilakukan Dasminto (2003) di lokasi penelitian dapat dijelaskan bahwa kondisi

    mangrove di Kota Batam pada umumnya mengalami tekanan akibat adanya aktivitas manusia. Aktivitas

    yang banyak merusak kawasan mangrove adalah adanya alih fungsi (konversi) kawasan mangrove dan

    reklamasi wilayah pesisir Kota Batam yang sebagian besar terjadi sebagai dampak dari pengembangan

    industri di daerah ini. Kerusakan tersebut terutama dijumpai di Batam bagian utara yaitu daerah Tanjung

    Uma. Di bagian selatan Batam, kondisi mangrovenya relatif masih lebih baik, terutama mangrove yang

    berada pada sebagian besar wilayah pesisir Kecamatan Galang. Ditinjau dari struktur dan komunitas

    vegetasinya, kondisi mangrove di Batam bagian selatan (Pulau Rempang dan Galang) masih cukup baik,

    yang ditunjukkan oleh kerapatan pohon dan jumlah jenis pada masing-masing tingkat pertumbuhan. Di

    samping itu, habitat mangrove di kawasan ini cukup ideal bagi habitat burung air, seperti burung kuntul

    kerbau yang banyak dijumpai pada paparan lumpur dan mangrove. Kondisi substrat mangrove dominan

    berupa lumpur dan pasir berlumpur karena materi (sedimen) pembentuknya dibawa oleh sungai yang

    mengalir menuju kawasan mangrove. Sebaliknya, di Pulau Batam, kondisi hutan mangrove sudah banyak

    rusak akibat dilakukannya penebangan secara besar-besaran untuk kepentingan penyediaan lahan

    terutama untuk kawasan industri yang berkembang dengan sangat cepat di daerah ini. Masyarakat di

    sekitar wilayah pesisir Kota Batam telah mulai memanfaatkan mangrove sebagai kayu bakar serta

    sebagian kawasan mangrove dirubah menjadi kawasan permukiman dan peruntukan lainnya. Di

    samping itu penduduk di daerah ini memanfaatkan wilayah pesisir untuk membuang sampah rumah

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    20/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    19

    tangga. PKSPL-IPB (2002) menyebutkan bahwa mangrove di Barelang (Batam, Rempang dan Galang)

    menghasilkan manfaat lain berupa ikan dengan volume hasil tangkapan sekitar 7 396 ton pada tahun

    2002. Di samping ikan, pada kawasan mangrove di daerah ini ditemukan 5 spesies reptil dan 18 spesies

    burung.

    Selain Mangrove, ekosistem lain yang ada di Kota Batam adalah terumbu karang. Berdasarkan data dari

    COREMAP RIAU (1996) dan PRC (1998), perairan Galang memiliki terumbu karang seluas 1 313.5 hektar,

    3 565.21 hektar di Batam, 1 179.47 hektar di Rempang dan di Setoko dijumpai 281.46 hektar. Selain itu

    wilayah Barelang yang bergaris pantai 473 km juga memiliki potensi biodiversity yang cukup besar dan

    potensi ini tersimpan dalam ekosistem terumbu karang yang mencapai luas 6 340.64 hektar. Kerusakan

    yang terjadi pada terumbu karang di Kota Batam diakibatkan oleh reklamasi pantai untuk industri dan

    permukiman, serta perusakan untuk bahan bangunan.

    Kerusakan ekosistem yang terjadi di Batam khususnya mangrove, yang mana dalam hal ini haruslah

    dapat dicermati dan diperhatikan secara mendalam. Karena terjadinya kerusakan mangrove itu selalu

    diikuti dengan permasalahan lingkungan, diantaranya terjadinya abrasi pantai, banjir, sedimentasi,

    menurunnya produktivitas perikanan, sampai dengan terjadinya kehilangan beberapa pulau kecil. Dan

    bahaya yang kini semakin mengancam Batam adalah intrusi air laut (salinitas tinggi) ke daratan.Karena

    dengan kerusakan ekosistem mangrove berarti hilangnya buffer zone (daerah penyangga) yang

    berfungsi untuk menjaga kestabilan ekosistem pesisir, pantai dan daratan. Termasuk menyangga air asin

    untuk tidak meresap dan masuk ke daratan, jika ini terjadi,tentunyaakan mengancam ketersediaan air

    bersih.

    Dari beberapa kali studi ekologi mangrove yang sudah dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Studi

    Lingkungan Hidup Unrika Batam,, secara umum dapat digambarkan bahwa tingkat kerusakan ekosistem

    mangrove di Batam berada pada tingkatan rusak. Dan pada beberapa lokasi dapat dikatakana rusak

    parah sesuai acuan penentuan tingkat kerusakan mangrove yang tertuang dalam SK MLH nomor

    201/2004 tentang kriteria baku dengan pedoman penentuan kerusakan mangrove.

    Dapat diasumsikan, laju degradasi ekosistem mangrove di Batam jauh lebih tinggi dibandingkan daerah

    lainnya. Hal ini berkaitan dengan konsentrasi pembangunan di kawasan pesisir Batam yang

    besar.Sehingga terjadi alih fungsi lahan mangrove untuk kepentingan pembangunan secara besar-

    besaran.Fakta di lapangan dapat dilihat, sepanjang pesisir Batam yang dulunya di dominasi oleh vegetasi

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    21/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    20

    mangrove, kini telah berganti dengan beton bertulang dari bangunan industri shipyard, pariwisata,

    pemukiman dan kawasan komersil lainnya.

    Jika mengacu kepada Keputusan Menhut Nomor 47/kpts-II/1987, 24 Februari 1987, tentang kawasan

    hutan lindung di Batam, dimana untuk hutan lindung pantai (mangrove) ditetapkan seluas 4.854 hektar

    atau yang berarti 1.25 % dari total keseluruhan daratan Batam, dimana sesuai RTRW 2004 - 2014 yaitu

    390.000 ha. Sesungguhnya angka 1.25% tersebut sangat sedikit dan tidak berimbang secara ekologis

    antara luas mangrove yang ditetapkan sebagai kawasan penyangga daratan (kawasan lindung) dengan

    luas daratan yang di proteksinya. Namun kita juga mesti menyadari bahwa pemerintah mengambil

    ketetapan tersebut tentu juga dengan pertimbangan yang matang. Mengingat pada saat itu Batam

    sudah mulai dikembangkan untuk industri dan perdagangan. Dan salah satu industri unggulannya adalah

    industri alih kapal yang di dirikan di kawasan pesisir. Perkembangan industri alih kapal di Batam

    mengalami kemajuan yang sangat pesat. Apalagi setelah beberapa perusahaan galangan kapal diSingapura pada 2005 merelokasi usaha mereka ke Batam. Puluhan perusahaan galangan kapal diusir

    dari Singapura karena melakukan pencemaran, pada 2005. Sampai dengan 2010, terdapat penambahan

    38 perusahaan galangan kapal yang sebagian besar berasal dari Singapura. Dari sisi investasi asing ini

    adalah peluang bagi Batam untuk menggerakkan perekonomiannya. Namun lagi-lagi kawasan pesisir

    Batam yang di dominasi oleh ekosistem mangrove yang menjadi korbannya. Alih fungsi besar - besaran

    terjadi terhadap beberapa lahan di beberapa tempat di pesisir Batam, dari ekosistem mangrove menjadi

    kawasan industri shipyard.Kawasan tersebut dapat di lihat di lapangan di sepanjang Selat Bulang

    (Sekupang, Tanjungriau, Tanjunguncang, Sagulung, sampai Dapur 12).

    Jika mengacu kepada RTRW Kota Batam tahun 2004 - 2014 bahwa luas Pulau Batam 3.900 km2 atau

    390.000 ha, dengan komposisi daratan 1.040 km2 atau 10.400 Ha, maka idealnya luas ekosistem

    mangrove di Kota Batam sebesar 24,04%. Jadi dapat di komparasikan betapa jauhnya nilai 1,25% dari

    nilai ideal tersebut. Nah, tentu nilai ini akan memberikan konsekuensi terhadap kerawanan dan

    kerentanan Batam terhadap bahaya abrasi dan dampak ekologis lainnya. Karena secara ekologis

    ekosistem mangrove lah yang menjadi benteng dan tameng dari semua organisme yang hidup di darat

    terhadap hempasan dan terjangan gelombang arus lautan ke daratan.Seperti yang di sampaikan oleh

    Bengen (2001) bahwa mangrove memiliki peran yang sangat penting.

    Dan permasalahan degradasi mangrove ini semakin meluas dengan dialih fungsikannya lahan mangrove

    seluas 300 Ha yang juga akan diperuntukan untuk pembangunan DAM baru di zona mangrove Tembesi

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    22/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    21

    Batam. Yang akan menelan biaya Rp. 246 Milyar, seperti yang disampaikan Kabid Perencanaan BP

    Kawasan, Istono dalam rapat dengar pendapat (hearing) dengan Komisi III, Dinas Dinas Kelautan,

    Perikanan dan Pertanian (KP2K), camat dan lurah di kawasan yang terkena dampak proyek Dam Tembesi

    di DPRD Batam, Jumat (19/3 /2010). Memang kita kita sangat membutuhkan DAM baru untuk

    pemenuhan kebutuhan air bersih, tapi kenapa harus di zona Mangrove, yang justru akan lebih rentan

    terhadap intrusi.

    KONDISI SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KOTA BATAM

    Kondisi Sosial dan Budaya

    Batam adalah nama sebuah pulau terbesar di daerah ini, satusatunya sumber yang menyebutkan nama

    Batam dengan jelas dan masih dapat dijumpai sampai saat ini adalah Traktat London (1824). Pendudukasli Batam diperkirakan adalah orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang Laut

    dimana telah menempati wilayah ini sejak zaman kerajaan Tumasik yang sekarang dikenal dengan nama

    Singapura dipenghujung tahun 1300 atau awal abad ke--14. Menurut catatan lainnya, Pulau Batam

    berkemungkinan telah didiami oleh orang laut sejak tahun 231 M.

    Pulau Batam yang merupakan pulau kembar dengan Singapura Diserahkan kepada Pemerintah Belanda

    melalui "Barter" pada abad ke 18 oleh Lord Minto dan Raffles dari kerajaan Inggris. Wilayah Batam

    letaknya sangat strategis pada jalur pelayaran international dengan jarak hanya 12,5 mil (20 km) dari

    Singapura. Berdasarkan kondisi letak strategis ini, maka Pemerintah Indonesia mengembangkan pulau

    ini sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi. Pada saat ini, masyarakat Kota Batam sudah membaur

    berbagai macam kebudayaan (heterogen) dikarenakan Batam juga dikenal dengan industrinya sehingga

    banyak pendatang, namun budaya yang lebih terkenal dan meluas adalah budaya melayu.

    Jumlah penduduk Kota Batam terus mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan penduduk

    cukup fluktuatif. Jumlah penduduk Kota Batam pada tahun 2000 sebanyak 437.358 jiwa dan pada tahun

    2011 meningkat menjadi 1.056.701. Tingkat pertumbuhan terbesar selama kurun waktu 2000 2011

    adalah pada tahun 2007-2008 yaitu sebesar 23% dan pada tahun 20002001 sebesar 21%, tahun 2004

    2005 sebesar 16%. Penambahan penduduk ini diasumsikan karena semakin bertambahnya investasi

    baik investasi swasta nasional maupun asing di Kota Batam.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    23/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    22

    Tahun JumlahPertumbuhan

    (r)

    2000 437,358

    2001 527,151 21%

    2002 548,951 4%

    2003 562,661 2%

    2004 591,253 5%

    2005 685,787 16%

    2006 713,960 4%

    2007 724,315 1%

    2008 892,469 23%

    2009 988,555 11%

    (Agust) 2010 1,039,852 5%

    2011 1,056,701 2%

    Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Batam Tahun 2000 2011

    (Sumber : Batam dalam Angka, 2010

    2011)

    Gambar 7 Grafik Perkembangan Jumlah Penduduk Kota batam (jiwa) Tahun 2000-2011

    (Sumber : Raperda RTRW Kota Batam 2011-2031)

    Dari jumlah penduduk diatas, tersebar di 12 (dua belas) kecamatan, hanya saja penyebaran

    penduduknya tidak menyebar merata sehingga mengakibatkan kepadatan penduduknya bervariasi.

    Pada tahun 2010, kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Sagulung

    (14,77%), Kecamatan Batam Kota (12,85%) dan Kecamatan Sungai Beduk (10,91%). Bila dilihat dari

    tingkat pendidikannya, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, mayoritas penduduk Kota Batam

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    24/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    23

    adalah tamatan SLTA yaitu sebesar 191.235 jiwa dan tamatan SD sebesar 60.717 jiwa sedangkan untuk

    pertguruan tinggi sebesar 10.117 jiwa.

    Kelompok

    umur

    Tdk/Blm

    Tamat SD SD SLTP SLTA

    Diploma

    III

    Akademi

    D.III

    Perguruan

    Tinggi/D.IV Jumlah

    56 13,988 - - - - - - 13,988

    712 25,909 2,208 - - - - - 28,117

    1315 2,119 7,517 2,017 - - - - 11,653

    1619 1,437 5,427 10,299 13,192 32 - - 30,387

    2024 1,771 8,301 12,759 81,282 861 1,634 598 107,206

    2555 11,111 33,964 29,640 95,886 2,039 6,512 9,426 188,578

    56+ 2,946 3,300 731 875 22 97 93 8,064

    Jumlah 59,281 60,717 55,446 191,235 2,954 8,243 10,117 387,993

    Tabel 4. Banyaknya Penduduk menurut Kelompok Umur dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kota

    Batam Hasil Sensus Penduduk 2000

    (Sumber : Batam dalam Angka Tahun 2010)

    Ditinjau dari jenis mata pencaharian, industry merupakan sektor yang paling besar menyerap tenaga

    kerja, disusul oleh sektor jasa dan sektor bangunan. Meskipun sektor pertanian tidak memberikan

    kontribusi besar dalam penyerapan tenaga kerja, namun jumlahnya tiap tahun meningkat. Jumlah

    penduduk yang bekerja di sektor perikanan laut dan budidaya laut dari kurun waktu tahun 20072011

    terus mengalami peningkatan. Dimana jumlah rumah tangga perikanan pada tahun 2007 sebanyak

    9.849 RT dan pada tahun 2011 adalah sebanyak 12,002 RT.

    Tahun Perikanan Laut Budidaya Laut Jumlah

    2007 7,941 1 ,908 9,849

    2008 8,278 1,819 10,097

    2009 8,285 2,019 10,304

    2010 9,487 1,975 11,462

    2011 10,115 1,887 12,002

    Tabel 5. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Kota Batam (RT) Tahun 2007 2011(Sumber : Batam dalam Angka tahun 2007 2011)

    Kondisi lingkungan hidup terkini di Kota Batam adalah rusaknya kawasan tangkapan air (catchment area)

    sebagai akibat perubahan fungsi kawasan hutan konservasi/lindung menjadi kawasan budidaya,

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    25/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    24

    rusaknya kawasan hijau (green area), pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri dan

    perhotelan, terjadinya perambahan dan pembakaran hutan, serta kerusakan lingkungan akibat kegiatan

    penambangan ilegal. Selain itu juga, Kota Batam dihadapkan pada kondisi menurunnya habitat hutan

    mangrove yang mengakibatkan berkurangnya daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan

    (feeding ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) biota laut. Adanya buangan limbah industri

    dan limbah domestik secara langsung ke lingkungan (badan air dan lahan/tanah), mengakibatkan

    musnahnya atau menurunnya keanekaragaman hayati biota pesisir dan laut/perairan. Bila kondisi

    lingkungan terus mengalami penurunan kualitasnya, maka hal ini tentu saja akan mempengaruhi pada

    pendapatan masyarakat petani perikanan baik perikanan laut maupun budidaya laut. Padahal subsektor

    perikanan mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap sector pertanian, peternakan, dan

    perikanan.

    Kondisi Ekonomi

    Untuk mengetahui kinerja perekonomian di Kota Batam, dapat dilihat berdasarkan indikator-indikator

    ekonomi, diantaranya adalah; Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kontribusi sektoral, dan inflasi.

    PDRB secara keseluruhan menghitung pendapatan total setiap orang dalam suatu wilayah tertentu dan

    secara bersamaan juga menghitung total pengeluaran untuk konsumsi semua barang jadi dan jasa yang

    diproduksi di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. PDRB juga dapat digunakan untuk mengukur

    kemampuan masyarakat dalam memperoleh berbagai hal guna menjadikan hidup lebih berarti. Besar

    kecilnya jumlah PDRB Kota Batam ditentukan oleh 9 sektor kegiatan ekonomi, yaitu;

    1.

    Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

    2. Pertambangan dan Penggalian

    3.

    Industri Pengolahan

    4. Listrik, Gas & Air Bersih

    5.

    Bangunan

    6.

    Perdagangan, Hotel & Restoran

    7. Pengangkutan & Komunikasi

    8.

    Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

    9. JasaJasa

    Dari 9 Sektor tersebut yang berkontribusi besar terhadap peningkatan PDRB Kota Batam adalah sektor

    industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor jasa keuangan.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    26/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    25

    Tabel 6 lanjutan.

    Sumber : Badan Pusat Statistik

    *) Angka Sementara

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    27/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    26

    Tabel 6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan `Usaha di Kota

    Batam, 2008-2010.

    Dari tabel. 1 dapat dilihat bahwa penyumbang PDRB Kota Batam terbesar berasal dari sektor industri

    pengolahan. Sektor tersebut terdiri dari sektor industri besar (tenaga kerja 100 orang atau lebih) dan

    industri sedang (tenaga kerja antara 20-99 orang). Pada tahun 2010 sektor industri besar mengalami

    peningkatan jika dibandingkan empat tahun sebelumnya, sementara posisi industri sedang menurun

    dibandingkan tahun 2009.

    Gambar 8. Perbandingan jumlah industri Besar dan Sedang

    (Sumber : Batam dalam angka 2011)

    Penyumbang terbesar kedua untuk PDRB Kota Batam berasal dari sektor perdagangan. Penetapan

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    28/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    27

    Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) melalui Peraturan

    Pemerintah No.46 tahun 2007, yang mengamanatkan bahwa KPBPB Batam akan dikembangkan di 7

    (tujuh) pulau di Kota Batam, mendorong meningkatnya aktifitas perdagangan di Batam (tabel 2.

    Perkembangan nilai expor batam). Kebijakan perekonomian sub-regional, seperti World Trade

    Oraganization, Asean Free Trade Area (AFTA), Growth Triangle (kerjasama ekonomi sub-regional

    Indonesia, Malaysia, dan Singapura), serta Joint Working Group Indonesia-Singapore for framework

    Agreement On Econimic Cooperation juga turut mempengaruhi kegiatan yang akan dikembangkan di

    Kota Batam, sehingga kegiatan di sektor perdagangan tersebut akan membuka ruang bagi kegiatan dari

    sektor lain.

    Gambar 9 Perkembangan Nilai Expor Batam Menurut Pelabuhan Muat Tahun 2004 Tahun 2010 (dalam US$)

    (Sumber: Batam dalam angka 2011)

    KEBIJAKAN PENGELOLAAN PESISIR DI KOTA BATAM

    UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menyatakan dalam pasal 18 ayat (4) bahwakewenangan kabupaten/kota untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut adalah sepertiga dari

    kewenangan provinsi , dimana kewenangan provinsi adalah sepanjang 12 mil diukur dari garis pantai

    kearah laut lepas. Kewenangan tersebut meliputi kewenangan eksplorasi, eksploitasi,konservasi,

    pengelolaan sumberdaya alam dan tanggung jawab untuk melestarikannya, yang kemudian dipertegas

    dalam Penjelasan Pasal 2 UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan PulauPulau Kecil.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    29/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    28

    Pemerintah Kota Batam sendiri sangat peduli dengan kondisi pesisir di wilayah Kota Batam, mengingat

    dari luas wilayah Kota Batam sebesar 1.647,83 Km, 63% nya atau seluas 1.035,3 Km merupakan

    wilayah lautan (Batam Dalam Angka 2011), serta memiliki jumlah pulau sebanyak 400 pulau. Dalam

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Batam 2005-2025, disebutkan bahwa salah

    satu potensi yang dapat dikembangkan adalah sektor kelautan dan perikanan serta pariwisata karena

    potensinya yang sangat besar. Tetapi yang menjadi kesalahan terbesar dalam RPJPD Kota Batam adalah

    Visi Kota Batam yang diusung yaitu Terwujudnya Batam sebagai Bandar Dunia yang Madani,

    mencerminkan bahwa secara jangka panjang, semua perencanaan Kota Batam diarahkan untuk

    mendukung terwujudnya Batam sebagai Kota Bandar, termasuk pengembangan sektor-sektor

    pendukungnya. Dengan visi tersebut, maka dapat dipastikan sektor yang akan dikembangkan adalah

    sektor perdagangan, jasa, serta infrastruktur untuk mendukung terwujudnya suatu Kota Bandar. Dapatdiasumsikan bahwa sektor pengembangan pesisir, kelautan, dan perikanan,bukanlah menjadi prioritas

    pembangunan di Kota Batam.

    Dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

    (RPJMD) Kota Batam 2011-2016, Visi Kota Batam yang ingin dicapai adalah Terwujudnya Kota Batam

    sebagai Bandar Dunia Madani yang Modern dan Menjadi Andalan Pusat Pertumbuhan Perekonomian

    Nasional. Sebagai Visi turunan dari Visi RPJPD Kota Batam, Visi RPJMD juga mencerminkan bahwa Kota

    Batam ingin dijadikan sebagai Kota Bandar dengan pengembangan pelabuhan kelas dunia, serta

    pengembangan sektor-sektor pendukungnya. Pengembangan wilayah pesisir dan laut selain

    pembangunan dan pengembangan pelabuhan serta transportasi laut bukanlah prioritas pembangunan

    pada kuru 2011-2016. Hal ini terlihat dari Misi ke-1 yang berbunyi Mensukseskan misi pemerintah

    untuk mengembangkan Kota Batam sebagai Bandar Modern berskala internasional sebagai kawasan

    investasi dilengkapi dengan fasilitas pusat perdagangan, kawasan industri besar, menengah kecil,

    koperasi, usaha rumah tangga, industri pariwisata, pusat perbelanjaan dan kuliner, hiburan,

    pengelolaan sumberdaya kelautan melalui kerjasama dengan pengelola kawasan dan pemangku

    kepentingan pembangunan lainnya. Dari Misi tersebut jelas terlihat bahwa fokus pengembangan Kota

    Batam bukanlah pada pengembangan wilayah pesisir dan laut, walaupun sebagian besar wilayah Kota

    Batam merupakan lautan.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    30/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    29

    Sedangkan dalam Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batam 2011-2031 yang sedang

    disusun, tujuan dari Penataan Ruang Kota Batam adalah Terwujudnya Bandar dunia yang madani

    berbasis industry, pariwisata, perdagangan dan jasa, yang produktif, aman, nyaman, maju, berkualitas,

    berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta berdaya saing kuat di era global.

    Dalam RTRW Kota Batam 2011-2031, berdasarkan rencana struktur ruang, Batam Center dijadikan

    sebagai pusat kota dalam sistem pusat pelayanan kota, yang berperan sebagai pusat pelayanan

    pemerintahan, perdagangan, jasa dan industri. Sub pusat kota tersebar di beberapa wilayah kota

    termasuk di P. Rempang dan P. Galang, P. Belakang Padang dan P. Buluh dengan peran masing-masing

    baik sebagai sub pusat pelayanan industri, perdagangan, jasa dan pariwisata. Pada Pusat Kota

    dialokasikan kegiatan-kegiatan pelayanan perkotaan untuk mendukung pengembangan fungsi-fungsi

    utama wilayah Kota Batam (pemerintahan, perdagangan dan jasa, industri, alih muat angkutan laut,pariwisata, dan lain-lain) serta kegiatan-kegiatan pelayanan tertentu terkait dengan Kawasan

    Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang didukung dengan infrastruktur yang memadai.

    Pelabuhan Batu Ampar dan Pelabuhan Kabil dijadikan sebagai Pelabuhan Internasional berdasarkan

    arahan RTRW Nasional, dan akan dikembangkan beberapa pelabuhan baru di Pulau Rempang dan

    Galang.

    Sedangkan rencana pola ruang, lebih diarahkan untuk pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan

    Pelabuhan Bebas Batam serta Kawasan Industri melalui pola Kawasan Ekonomi Khusus, walaupun ada

    kebijakan untuk pengendalian kegiatan reklamasi dan tingkat kerusakan di wilayah pesisir dan laut.

    Kawasan Budidaya yang dikembangkan disepanjang pantai juga perlu didefinisikan dan direncanakan

    agar dapat mengembangakan kawasan pesisir dan laut serta tidak merusak lingkungan

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    31/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir 30

    Pusat Kota: Batam Centre, sebagaipusat pelayanan pemerintahan,perdagangan dan jasa

    Sub Pusat Kota : Nagoya-Jodoh,sebagai pusat pelayanan industri,perdagangan dan jasa, serta

    Sub Pusat Kota : MukaKuning, sebagai pusatpelayanan industri,perdagangan dan jasa

    Sub Pusat Kota : TanjungUncang, sebagai pusatpelayanan industri

    Sub Pusat Kota : SeiHarapan-Tg.Pinggir-Teluk

    Senimba, sebagai pusatpelayanan industri, danpariwisata

    Sub Pusat Kota : Kabil-Nongsa, sebagaipusat pelayanan industri, dan

    Sub Pusat Kota : BengkongLaut, sebagai pusat pelayananpariwisata

    Sub Pusat Kota :Sembulang, sebagai pusatpelayanan industri,pariwisata, perdagangan

    Sub Pusat Kota : BelakangPadang, sebagai pusatpelayanan pariwisata

    Sub Pusat Kota :Pulau Buluh, sebagaipusat pelayanan perdagangan dan

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    32/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir 31

    Gambar 10. Konsep Rencana Struktur Ruang dan Pola Ruang Wilayah

    (Sumber : RTRW Kota Batam 2011-2031)

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    33/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    32

    ANALISIS DAN REKOMENDASI

    Setelah melihat kondisi ekonomi, sosial budaya, ekosistem, serta geospasial di Kota Batam, maka

    beberapa permasalahan kerusakan lingkungan pesisir dan laut dapat dijelaskan berdasarkan wilayah

    daratan dan lautan di pesisir dan laut.

    Untuk wilayah daratan, permasalahan yang terjadi adalah kerusakan kawasan hutan akibat alih fungsi

    lahan hutan menjadi industri, permukiman, perkantoran, dan lain-lain, sehingga dampaknya membawa

    kerusakan juga terhadap lingkungan pesisir dan laut. Selain itu, pencemaran akibat limbah industri

    banyak terjadi pada ekosistem pesisir serta pada kondisi air laut. Sedangkan bila melihat kerusakan yang

    terjadi di wilayah pesisir dan lautan, kerusakan yangterjadi berupa rusaknya ekosistem pesisir seperti

    mangrove dan terumbu karang akibat reklamasi dan pencemaran. Kondisi ini banyak terjadi ketika

    Batam dipegang Otorita Batam. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Batam malah semakinmembuat kerusakan semakin bertambah, karena lebih memprioritaskan pembangunan Pelabuhan serta

    Industri. Walaupun telah dilakukan penanaman kembali pohon mangrove, tetapi kecepatan

    pengrusakan lebih tinggi daripada pertumbuhan pohon mangrove.

    Oleh karena itu, beberapa tindakan yang bisa dilakukan agar lingkungan pesisir dan laut di Kota Batam

    dapat dikelola dan dikurangi tingkat kerusakannya adalah sebagai berikut :

    1.

    Pencegahan dan pengendalian pencemaran laut oleh industri yang dilakukan secara terpadu dan

    terencana dengan dukungan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah dan

    kelembagaan pengelola serta SDM yang berkualitas.

    2.

    Penggalangan kerjasama kemitraan dengan kalangan industri dalam rangka pencegahan dan

    pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem pesisir dan laut di Kota Batam. Salah satunya

    dengan mewajibkan Industri memiliki Sistem Pengolahan Limbah Mandiri.

    3. Menekan sekecil mungkin upaya pengembangan industri yang umumnya dilakukan melalui

    pembukaan lahan dengan merusak kawasan lindung, reklamasi pantai dengan mengkonversi

    kawasan mangrove atau sempadan pantai, serta yang rentan terhadap perubahan lingkungan.

    4. Peningkatan mekanisme dan efektifitas koordinasi dari mulai perencanaan, pelaksanaan serta

    pemantauan dan evaluasi dalam rangka menghindari adanya konflik pemanfaatan sumberdaya

    alam dan tumpang tindih kepentingan. Mengingat terdapat dua lembaga pemerintah di Kota Batam

    yang masing-masing secara hukum sah keberadaannya (Pemerintah Kota Batam dan Otorita Batam)

    sehingga untuk menghindari tumpang-tindih kepentingan yang akan membawa dampak negatif

    terhadap lingkungan pesisir maka diperlukan adanya koordinasi menyangkut kejelasan dan

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    34/35

    UAS Kelompok Sistem Pembangunan Laut dan Pesisir

    33

    kepastian pembagian kewenangan dan tanggung jawab (siapa, berbuat apa, mengapa, dimana dan

    kapan). Hal ini diperlukan agar bisa saling mengisi dan bukannya saling kontradiksi dengan

    didukung oleh adanya kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan pesisir secara komprehensif

    untuk semua sektor pembangunan, termasuk didalamnya keterpaduan antar sektor dan lembaga

    terkait yang ada di Kota Batam. Keterpaduan ini perlu dilakukan dari mulai proses perencanaan,

    penyusunan, pelaksanaan, pemantauan (termasuk pengawasan) dan evaluasi dari kebijakan yang

    ada serta kebijakan yang disusun harus diarahkan untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan

    masyarakat pada saat ini dan untuk generasi yang akan datang.

    5.

    Penguatan dan peningkatan kemampuan kelembagaan dan sumberdaya manusia di Kota Batam

    yang terkait dengan pengelolaan lingkungan pesisir, termasuk didalamnya kelembagaan

    masyarakat yang peduli terhadap lingkungan pesisir dan laut (kelompok masyarakat/lembaga

    swadaya masyarakat, perguruan tinggi, dan swasta/pengusaha). Kelembagaan masyarakat ini harusdapat berperan aktif bersama-sama pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan dan

    mencegah lingkungan yang masih relatif baik serta memperbaiki kondisi lingkungan yang telah

    mengalami degradasi.

    6. Pengembangan Sistem Informasi Lingkungan (Environmental Information System) dalam bentuk

    menyediaan basis data yang mutakhir untuk memberikan informasi secara berkala mengenai

    kondisi SDA dan lingkungan hidup pada umumnya serta lingkungan pesisir dan laut pada

    khususnya.

    7.

    Penyusunan tata ruang pesisir dan laut yang berada dalam kewenangan Pemerintah Kota Batam

    untuk kepentingan pembagian zonasi bagi berbagai peruntukan sehingga diharapkan dapat

    memperkecil dampak kerugian ekologi dan sosial-ekonomi.

    8.

    Peningkatan pengawasan dan pemantauan yang dilakukan secara teratur terhadap pembuangan

    limbah industri serta melakukan penegakan hukum secara tegas dengan memberikan penghargaan

    (reward) terhadap industri-industri yang mengikuti aturan dengan baik serta memberikan sanksi

    kepada industri-industri yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Penegakkan

    hukum ini harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten.

  • 7/25/2019 Pengelolaan Pesisir Dan Laut Kota Batam 2

    35/35

    DAFTAR PUSTAKA

    Clark, J.R.1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publisher, Boca Raton, FL.

    Dahuri, R.,J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir & Lautan

    secara Terpadu. PT Pradnya Paramitha, Jakarta

    Dahuri, R., 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat. Penerbit LISPI,

    Jakarta.

    Departemen Kelautan dan Perikanan.2002. Pedoman Tata Ruang Pesisir dan Laut.Keputusan Menteri

    Kelautan dan Perikanan Nomor 34 tahun 2002, tanggal 4September 2002. Jakarta.

    Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Pedoman Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah.

    Direktorat Konservasi dan Taman laut DirektoratJenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, 2003.

    Jakarta

    Pemerintah Kota Batam, 2007.Marine Management Area. Peraturan Daerah KotaBatam Nomor 2 Tahun2004

    Pemerintah Kota Batam, 2007.Penetapan Lokasi Marine Management Area Coremap Kota Batam.SK

    Walikota Batam No. KPTS.114/HK/VI/2007.

    Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam 2004-2014

    Rancangan Peraturan Daerah tentang RTRW Kota Batam 2011-2031

    Batam Dalam Angka 2008-2011

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Batam 2011-2016

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Batam 2005-2025