Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN DESA WISATA
KAMPUNG ADAT URUG
KECAMATAN SUKAJAYA, KABUPATEN BOGOR
PROYEK AKHIR
Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan perkuliahan diploma IV di Program
Studi Manajemen Destinasi Pariwisata (MDP) Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung
Disusun Oleh :
LIZA NOVITASARI
201520417
PROGRAM STUDI MANAJEMEN DESTINASI PARIWISATA
JURUSAN KEPARIWISATAAN
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
PERSEMBAHAN
Proyek akhir ini dipersembahkan kepada:
1. Orangtua penulis (Suwarlis S.Sos dan Dra. Cik Noni) yang selalu memberikan
dukungan serta semangat, rasa syukur atas do’a yang dipanjatkan oleh kedua
orangtua sehingga menjadi alasan kuat penulis agar tidak menyerah dalam
proses penyusunan Proyek akhir hingga terselesaikan. Proyek akhir ini
dipersembahkan sebagai sedikit tanda bakti dan rasa hormat penulis kepada
kedua orangtua serta pembuktian atas kepercayaan yang diberikan.
2. Kakak penulis (Chandra Faisal Akbar) yang selalu mengingatkan penulis akan
kewajiban menyelesaikan penyusunan Proyek Akhir dengan memberikan
semangat sehingga penulisan dapat terselesaikan.
3. Para Dosen dan Staff Manajemen Destinasi Pariwisata yang telah memberikan
ilmu selama masa perkuliahan di STP NHI Bandung serta dukungan untuk
menyelesaikan penyusunan Proyek Akhir.
4. Teman – teman Manajemen Destinasi Pariwisata 2015 yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis untuk tidak malas menyusun Proyek
akhir. Terimakasih atas canda tawa dan haru tangis selama 4 tahun bersama –
sama menjalankan perkuliahan.
PERNYATAAN MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama : Liza Novitasari
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 19 November 1997
NIM : 201520417
Program Studi : Manajemen Destinasi Pariwisata
Dengan ini saya menyatakan bahwa
1. Proyek Akhir yang berjudul:
“Pengembangan Desa Wisata Kampung Adat Urug, Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor” ini adalah merupakan hasil karya dan hasil
penelitian saya sendiri, bukan merupakan hasil penjiplakan, pengutipan,
penyusunan oleh orang atau pihak lain atau cara-cara lain yang tidak sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku di STP Bandung dan etika yang
berlaku dalam masyarakat keilmuan kecuali arahan dari Tim Pembimbing.
2. Dalam Proyek Akhir ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang atau pihak lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan sumber, nama
pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
3. Surat Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, apabila dalam naskah
Proyek Akhir ini ditemukan adanya pelanggaran atas apa yang saya nyatakan
di atas, atau pelanggaran atas etika keilmuan, dan/atau ada klaim terhadap
keaslian naskah ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa
pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini dan sanksi lainnya
sesuai dengan norma yang berlaku di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung ini
serta peraturan-peraturan terkait lainnya.
Bandung, Agustus 2019
Yang membuat pernyataan,
Materai Rp. 6000,-
Liza Novitasari
NIM: 201520417
ABSTRAK
Kampung Urug merupakan desa wisata budaya yang terletak di Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kampung Urug memiliki potensi
daya tarik wisata yang menarik, tidak hanya pemandangan alam seperti pesawahan
dan pegunungan, akan tetapi adanya upacara adat yang hingga saat ini dilakukan
sesuai dengan norma dan tradisi yang membudaya. Produk wisata budaya yang
dimiliki Kampung Urug belum tereksplorasi secara luas dan belum terkelola secara
optimal dikarenakan tidak adanya kesiapan dalam produknya, hal tersebut dapat
dilihat dari aktivitas wisata di Kampung Urug tidak lebih dari sight seeing dan story
telling. Fasilitas pariwisata di Kampung Urug hanya tersedia lahan parkir dan toilet
umum, terdapat Gedong Ageung yitu tempat menginap wisatawan, belum adanya
papan interpretasi, souvenir sebagai ciri khas destinasi, dan masyarakat belum
mengetahui istilah homestay. Padahal (Hall, Kirkpatrick & Mitchell, 2005:90)
dalam Rural Tourism and Sustainable Business menjelaskan suatu daya tarik wisata
didalam wisata pedesaan memperhatikan 3 unsur, yaitu unsur seeing, buying and
being or doing, akan tetapi Kampung Urug belum memiliki unsur doing serta
buying yang kuat apabila dilihat dari daya tarik wisata yang sudah ada, untuk
menciptakan unsur doing dan buying diperlukan pengembangan pada produk
wisata budaya yang dilihat pada 6 aspek yang dikemukakan oleh (Yinin Zhay,
2011:13) yaitu historical, artistic, regional, religious, recretional, and scientifik
dan menggabungkan 3 unsur aktivitas desa wisata menurut (Nair et al, 2015:330)
yaitu Natural Attributes, Historical Attributes and Cultural Attributes. Metode
penelitian ini adalah metode deksriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan berperan serta, wawancara,
studi literatur, media elektronik dengan alat kumpul data berupa catatan lapangan
dan pedoman wawancara. Hasil data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan
metode analisis SWOT sehingga akan menghasilkan rekomendasi berupa arahan
pengembangan produk wisata budaya di Kampung Urug untuk memenuhi
keinginan akan aktivitas wisata didesa wisata. Hasil rekomendasi berupa deskriptif
yang dilengkapi dengan tabel yang sesuai dengan konsep produk wisata budaya di
desa wisata.
Kata Kunci: Pengembangan, Produk wisata Budaya, Kampung Urug
ABSTRACT
Urug Village is a cultural rural tourism located in Sukajaya District, Bogor
Regency, West Java Province. Urug village has the potential for attractive tourist
attractions, not only natural landscapes such as rice fields and mountains, but the
existence of traditional ceremonies that have been carried out in accordance with
the norms and traditions of culture. Cultural tourism products that are owned by
Urug Village have not been explored and have not been optimally managed due to
the lack of readiness in their products, it can be seen from the tourist activities in
Urug Village is nothing more than sight seeing and story telling. The amenites in
Urug village are only parking lots and public toilets, there is Gedong Ageung which
is a place for tourists to spend the night, there are no interpretation boards,
souvenirs as a characteristic of destination, and local people do not know the
function of homestay. In fact (Hall, Kirkpatrick & Mitchell, 2005: 90) in Rural
Tourism and Sustainable Business explains a tourist attraction in rural tourism pay
attention to 3 elements, namely the elements of seeing, buying and being or doing,
but Urug Village do not have a strong element of doing and buying viewed from
tourist attraction, to create an element of doing and buying, it is necessary to
develop a cultural tourism product which is seen in 6 aspects stated by (Yinin Zhay,
2011: 13) historical, artistic, regional, religious, recretional, scientific and
combine 3 elements of tourism village activities according to (Nair et al, 2015: 330)
Natural Attributes, Historical Attributes and Cultural Attributes. This research
method is a descriptive method with a qualitative approach. Data collection
techniques used were participatory observation, interviews, literature studies,
electronic media with data collection tools in the form of field notes and interview
guidelines. The results of the data that have been obtained will be analyzed by the
SWOT analysis method so that it will produce recommendations in the form of
directions for the development of cultural tourism products in Urug Village to meet
the desires of tourism activities in the tourist village. The results of the
recommendation are in the form of descriptive completed with tables in accordance
with the concept of cultural tourism products in the tourism village.
Keywords: Development, Cultural Rural Tourism, Urug Village
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat dan karunia-
Nya penulisan Proyek Akhir dengan judul “Pengembangan Desa Wisata
Kampung Adat Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor” dapat
diselesaikan.
Penyusunan Proyek Akhir ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai
pihak yang memberikan dukungan selama penulisan, oleh karena itu terimakasih
diucapkan kepada pihak – pihak yang telah mendukung serta membantu baik secara
moril ataupun materil:
1. Bapak Faisal, MM. Par., CHE selaku Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung.
2. Bapak Andar Danova L. Goetom, S.Sos., M.Sc selaku Kabag. Administrasi
Akademik dan Kemahasiswaan.
3. Bapak R. Wisnu Rahtomo, S.Sos., M.M selaku Ketua Jurusan Kepariwisataan.
4. Bapak Sugeng Hermanto S.Sos., M.M.Par selaku Ketua Prodi Manajemen
Destinasi Pariwisata.
5. Ibu Eka Paramita Marsongko, A.Par., M.Sc selaku Pembimbing I.
6. Ibu Yanthi Andriani, Dra., M.Si selaku Pembimbing II.
7. Seluruh dosen dan staff Program Studi Manajemen Destinasi Pariwisata atas
ilmu yang telah diberikan serta masukan yang telah disampaikan serta
dukungan selama kegiatan perkuliahan.
8. Keluarga khususnya orangtua yang telah memberikan dukungan penuh dalam
proses pendidikan hingga penyusunan Proyek Akhir.
9. Bapak Zecky selaku Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor dalam bidang Desa
Wisata yang telah membanti dalam pengumpulan data penelitian.
10. Bapak Utom selaku Ketua RT Kampung Urug yang telah membantu selama
proses pengumpulan data.
11. Abah Ukat dan Abah Maman selaku Ketua Adat Kampung Urug yang telah
memberikan data secara rinci selama proses pengumpulan data.
12. Teman – teman Program Studi Manajemen Destinasi Pariwisata 2015 yang
telah mengingatkan serta memberikan semangat untuk menyelesaikan Proyek
Akhir.
Dalam Proyek Akhir ini tidak lepas dari kekurangan serta kesahan pada penulisan
dan jauh dari kata sempurna. Akhir kata diucapkan terimakasih dan mohon maaf
apabila dalam penyusunan Proyek Akhir ini masih terdapat banyak kekurangan
maupun salah dalam penyampaian kata.
Bandung, 29 September 2019
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
PERSEMBAHAN ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Fokus Penelitian 5
C. Pembatasan Masalah 6
D. Tujuan Penelitian 6
1. Tujuan Formal 6
2. Tujuan Operasional 6
E. Manfaat Penelitian 7
1. Manfaat Teoritis 7
2. Manfaat Praktis 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 8
1. Rural Tourism 8
2. Cultural Rural Tourism 18
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 24
B. Partisipan dan Tempat Penelitian 30
1. Partisipan 30
2. Tempat Penelitian 30
C. Pengumpulan Data 30
1. Teknik Pengumpulan Data 31
2. Alat Kumpul Data 32
D. Analisis Data 33
1. Analisis SWOT 33
E. Pengujian Keabsahan Data 37
F. Jadwal Penelitian 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 39
1. Kondisi Fisik Kampung Urug 39
2. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya Kampung Urug 42
3. Kondisi Aktual Produk Wisata 48
4. Analisis SWOT Produk Wisata di Kampung Urug 84
5. Pembahasan Hasil Analisis Produk Wisata di Kampung Urug 93
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan 109
1. Daya Tarik Wisata 109
2. Aksesibilitas 117
3. Amenitas 118
B. Rekomendasi 120
1. Pengembangan Daya Tarik Wisata 121
2. Pengembangan Aksesibilitas 130
3. Pengembangan Amenitas 131
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
TABEL 1 STAGES IN CULTURAL RURAL TOURISM DEVELOPMENT 18
TABEL 2 THE CATEGORIES OF CULTURAL RURAL TOURISM PRODUCTS 20
TABEL 3 PEDOMAN PENELITIAN 26
TABEL 4 PROGRAM DAN KEGIATAN PENELITIAN 38
TABEL 5 IDENTIFIKASI STRENGTH KAMPUNG URUG 88
TABEL 6 IDENTIFIKASI WEAKNESS KAMPUNG URUG 89
TABEL 7 IDENTIFIKASI OPPORTUNITY KAMPUNG URUG 90
TABEL 8 IDENTIFIKASI THREAT KAMPUNG URUG 91
TABEL 9 KURUN WAKTU ARAHAN PENGEMBANGAN DAYA TARIK
WISATA BUDAYA KAMPUNG URUG 138
DAFTAR GAMBAR
TABEL 1 STAGES IN CULTURAL RURAL TOURISM DEVELOPMENT 18
TABEL 2 THE CATEGORIES OF CULTURAL RURAL TOURISM PRODUCTS 20
TABEL 3 PEDOMAN PENELITIAN 26
TABEL 4 PROGRAM DAN KEGIATAN PENELITIAN 38
TABEL 5 IDENTIFIKASI STRENGTH KAMPUNG URUG 88
TABEL 6 IDENTIFIKASI WEAKNESS KAMPUNG URUG 89
TABEL 7 IDENTIFIKASI OPPORTUNITY KAMPUNG URUG 90
TABEL 8 IDENTIFIKASI THREAT KAMPUNG URUG 91
TABEL 9 KURUN WAKTU ARAHAN PENGEMBANGAN DAYA TARIK
WISATA BUDAYA KAMPUNG URUG 138
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan dan
keanekaragaman alam yang melimpah, dengan jumlah pulau sebanyak 17.504
yang dihuni oleh masyarakat dengan latar belakang ras, suku, dan etnis yang
berbeda dari Sabang hingga Merauke, sehingga kondisi yang beragam tersebut
menjadi modal dalam pengembangan pariwisata di Indonesia apabila
dimanfaatkan dengan baik sesuai potensi masing – masing.
Kabupaten bogor memiliki 417 desa yang tersebar kedalam 40 kecamatan
serta 17 kecamatan, masing – masing desa tersebut tentu saja memiliki keunikan
dan ciri khas tersendiri sehingga Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor menetapkan
sebanyak 36 desa menjadi sebuah desa wisata, akan tetapi dari desa – desa yang
sudah ditentukan tersebut hanya 24 desa diantaranya yang berjalan hingga saat
ini. Daya tarik utama dari 24 desa wisata yang dimiliki pun beragam, mulai dari
alam, buatan, kesenian, bela diri, hingga budaya. Kabupaten Bogor memiliki
total penduduk sebanyak 5,6 juta jiwa, namun 487 ribu diantaranya berada
dibawah garis kemiskinan. Hudson & Townsend (1992:64) menjelaskan bahwa
sesungguhnya perubahan pada daerah pedesaan tidak terhindar dari
perkembangan ekonomi global maupun lokal, dan pariwisata telah muncul
sebagai salah satu cara dimana suatu desa dapat berkembang dalam bentuk
ekonomi, sosial, dan politik dengan lingkungan yang global. Rekontruksi yang
terkait dengan globalisasi biasanya melibatkan suatu daerah untuk memperluas
basis ekonomi untuk memasukan pariwisata sebagai bagian dari perkembangan
ekonomi apabila pemberdayaan alam dalam pertanian menurun ataupun
berkurang dengan adanya desa wisata tersebut apabila dikelola dengan baik
sesuai degan potensinya. Desa Wisata yang berjalan tersebut dikelola langsung
oleh pemerintah desa dan dipantau oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor, dari
ke-24 desa wisata yang ada, salah satu diantaranya adalah Kampung Urug.
Kampung Urug merupakan kampung adat yang berdiri sejak 450 tahun yang
lalu ini memiliki luas wilayah seluas 10 Ha dan berada di Desa Kiara Pandak,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung yang kehidupan
masyarakatnya masih menganut pada leluhur yang diwariskan secara turun –
temurun agar tetap dilestarikan dan dijaga sehingga kebudayaan dan adatnya
masih dapat dirasakan hingga saat ini, sistem pemerintahan adat, serta
kepercayaan leluhur yang dianut masyarakat pun masih dipertahankan sampai
sekarang, dikarenakan masyarakat masih menganut pada sistem kepercayaan
leluhur maka dari itu masyarat Kampung Urug memiliki larangan akan
masyarakat setempat maupun wisatawan untuk melintasi wilayah tertentu
wilayah itu disebut keramat atau sakral bagi masyarakat oleh sebab itu
wisatawan yang ingin berkunjung akan diarahkan oleh masyarakat untuk
mengunjungi kepala adat terdahulu untuk meminta izin serta akan dijelaskan
wilayah mana yang tidak boleh dikunjung sembarang. Suatu desa dapat
dikatakan sebagai desa wisata apabila memiliki potensi pada produk wisata dan
didukung oleh masyarakat dan Kampung Urug memiliki daya tarik wisata
berupa budaya yang sudah ada sejak zaman kerajaan Prabu Siliwangi dan
bentang alam sebagai daya tarik pendukung sehingga kampung ini ditetapkan
sebagai desa wisata budaya oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor.
Pada dasarnya Kampung adat Urug belum tereksplorasi secara luas dan
belum terkelola secara optimal, walaupun kampung adat ini sudah ditetapkan
sebagai desa wisata oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor namun belum
memiliki kesiapan dalam produknya. Kampung adat ini memiliki potensi daya
tarik wisata yang dibilang menarik, tidak hanya menyugukan pemandangan
alam seperti pesawahan dan pegunungan saja, akan tetapi adanya upacara adat
yang hingga saat ini rutin dilakukan sesuai dengan norma – norma ataupun
kebiasaan berupa tradisi yang membudaya, yaitu lima ragam upacara adat yang
rutin dilakukan setiap tahunnya. Muludan atau upacara untuk memperingati
kelahiran Nabi Muhammad, Seren Taun atau syukuran hasil panen para petani
sebagai ungkapan rasa syukur, Sedekah Rowah atau wujud bakti masyarakat
kampung sebagai tanda bakti kepada Tuhan, dan yang terakhir adalah Seren
Pantaunan atau upacara dalam menutup tahun Hijriah dan siap menyambut
tahun baru Hijriah. Kampung Adat Urug merupakan suatu kombinasi yang
lengkap antara lanskap geografis pemandangan alam dengan budaya, adat
istiadat dan aktivitas masyarakat lokal sehingga tidak heran apabila desa tersebut
ditunjuk sebagai salah satu dari desa wisata yang ada di Kabupaten Bogor.
Mengacu kepada latar belakang yang sudah dijelaskan maka pada penelitian
ini perlu sebuah konsep pengembangan desa wisata yang sesuai dengan
karakteristik wilayah dan selaras dengan budaya yang dianut masyarakat di
Kampung Adat Urug. Melihat kondisi aktual daya tarik wisata yang dimiliki
Kampung Urug kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan dirasa terbatas
dan tidak memiliki keragaman, dikarenakan wisatawan yang datang hanya
melihat dan mendengarkan cerita rakyat yang ada di Kampung Urug, wisatawan
hanya terlibat pada saat pelaksanaan upacara adat dan itu pun jika
memungkinkan, (Hall, Kirkpatrick & Mitchell, 2005:90) dalam Rural Tourism
and Sustainable Business menjelaskan suatu daya tarik wisata didalam wisata
pedesaan memperhatikan 3 unsur, yaitu unsur seeing, buying and being or doing,
akan tetapi Kampung Urug belum memiliki unsur doing serta buying yang tidak
kuat apabila dilihat dari daya tarik wisata yang sudah ada. Kampung Urug
merupakan suatu desa yang ditetapkan sebagai desa wisata yang berfokus
kepada budaya yang dimiliki sehingga pengembangan yang dapat dilakukan di
Kampung Urug berfokus kepada produk budaya yang dimiliki. Florentina
Daniela (2014:7) dalam Cultural Tourism Potential as Part of Rural Tourism
Development menjelaskan bahwa Cultural Rural Tourism merupakan suatu
wisata yang menarik minat wisatawan dan menawarkan pada ekspresi budaya di
pedesaan dengan merajuk pada hal – hal bersejarah dan membudaya dengan
masyarakat lokal mencakup dalam akomodasi, acara, perayaan, masakan hingga
kerajinan masyarakat setempat yang memberikan penekanan pada kontak
langsung dan pemahaman penduduk tentang cara hidup. Sehubungan dengan
kondisi tersebut, maka dalam rangka mengembangkan produk yang sudah
dimiliki Kampung Adat Urug untuk memenuhi keinginan akan aktivitas wisata
didesa wisata perlu dilakukan penyusunan Pengembangan Produk Wisata Desa
Wisata Kampung Adat Urug di Kabupaten Bogor.
Melihat kondisi aktual yang ada di Kampung Urug menjelaskan bahwa
Kampung Urug diperlukannya penelitian mengenai “Pengembangan Desa
Wisata Kampung Adat Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor”
dengan berfokus kepada produk daya tarik wisata budaya yang sesuai dengan
konsep diatas agar nantinya desa wisata ini tetap dapat memberikan manfaat
tanpa mengurangi unsur budaya yang dimiliki serta menguntungkan bagi
masyarakat secara berkelanjutan.
B. Fokus Penelitian
Kabupaten Bogor dengan potensi yang dimiliki tengah memacu diri untuk
mengembangkan desa wisata, dari 36 desa wisata yang sudah ditetapkan oleh
Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor namun hanya 24 diantaranya yang berjalan
dan dikembangkan oleh masyarakat setempat. Banyak desa yang sudah
ditetapkan sebagai desa wisata akan tetapi tidak berjalan dengan semestinya
dikarenakan kurangnya persiapan akan pengembangan dari produk desa wisata.
Perkembangan disuatu daerah tentu akan mendatangkan manfaat bagi
masyarakat setempat, mulai dari ekonomi, sosial, hingga budaya, akan tetapi
apabila pengembangannya tidak dipersiapkan secara matang dan tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan permasalahan yang merugikan bagi masyarakat
setempat. Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan maka pada
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji daya tarik wisata yang ada di Kampung
Urug yang mana perlu adanya peningkatan dalam produk wisata, baik dalam
bentuk daya tarik, aksesibilitas, maupun amenitas, guna memenuhi keinginan
akan aktivitas wisata.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan Masalah pada penelitian ini digunakan untuk menghindari
adanya penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah sehingga memudahkan
penelitian agar lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan penelitian.
Batasan masalah dalam penelitian ini meliputi pengembangan produk wisata di
Kampung Adat Urug sebagai desa wisata di Kampung Urug yang berfokus
kepada produk budaya yang dimiliki.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Formal
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan studi pada Diploma IV Program Studi Destinasi Pariwisata
di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
2. Tujuan Operasional
Tujuan dari penelitian Pengembangan Produk Wisata Budaya Kampung
Adat Urug di Kabupaten Bogor, berdasarkan pada rumusan masalah yang
telah diuraikan adalah untuk mengidentifikasi potensi pemanfaatan sumber
daya dalam pengembangan produk wisata dan menganalisis proses
pengembangan produk wisata. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
diimplementasikan baik oleh stakeholders pariwisata terkait dalam
pengembangan produk wisata di Kampung Adat Urug.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah hasil penelitian diharapkan
dapat menyumbangkan sebuah ide yang dapat dipertimbangkan dalam
pengembangannya bagi stakeholders terkait dalam mengembangkan desa
wisata Kampung Adat Urug, sehingga hasil penelitian dapat menjadi bahan
kajian.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis pada penelitian ini adalah diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi masyarakat setempat dalam mengelola tempat tinggal
masyarakat sebagai tempat wisata dalam pengelolaan sebagai desa wisata
Kampung Adat Urug.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Teori yang digunakan pada penelitian ini merupakan Cultural Rural
Tourism sebagai teori utama, menurut Nair et al (2015:330) dalam Rural
Tourism: A Conceptual Approach Cultural Rural Tourism merupakan bagian
dari dalam Klasifikasi Aktivitas Rural Tourism, maka dari itu teori Cultural
Rural Tourism digunakan untuk menjelaskan daya tarik wisata yang ada desa
wisata yang berfokus dalam produk budaya yang dimiliki Kampung Adat Urug.
Teori kedua yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rural Tourism
dikarenakan Kampung Urug merupakan sebuah desa yang sudah ditetapkan
sebagai desa wisata yang ada di Kabupaten Bogor.
1. Rural Tourism
a. Definisi Rural Tourism
Rural Tourism interests people who like nature holidays, and that it
also includes special services such as accomodations, events,
festivies, gastronomy, outdoor recreration, production and the sale of
handicrafts (Kulesar, 2009:168). Dapat diartikan bahwa Rural
Tourism merupakan suatu wisata yang menarik minat wisatawan pada
alam maupun budaya dari suatu tempat, dan mencakup dalam
akomodasi, acara, perayaan, masakan, hingga kerajinan tangan
masyarakat setempat yang memberikan penekanan pada kontak dan
pemahaman penduduk tentang cara hidup dan lingkungan alam.
Kegiatan multidimensi yang berkaitan dengan gaya hidup masyarakat
lokal, mencakup segala sesuatu mulai mempelajari hingga mengikuti
kegiatan terkait pertanian dan pengalaman yang berfokus pada
budaya, sejarah dan warisan. Rural Tourism bertujuan untuk
wisatawan yang memiliki minat khusus atau ingin menghindar dari
kegiatan maupun rutinitas sehari – hari sehingga memiliki
pengalaman yang lebih personal dan otentik, definisi tersebut
diperkuat dengan konsep dari (Lane : 2009) yaitu:
If one wants to describes a holiday as rural tourism, the following
characteristics should be contained in the holiday. It should be
located in the rural areas, be based on rural tourism’s features, have
buildings and settlements on a small scale, be connected with local
people and their families, be based on villages and small towns,
represent complex economic, environmental and historical patterns.
Menurut Aref dan Gill (2009:68) Rural Tourism adalah produk wisata
yang disajikan secara personalisasi yaitu rasa lingkungan fisik antara
wisatawan dengan daerah setempat dan mengikuti gaya hidup
masyarakat setempat. Wisatawan dapat berpartisipasi dalam kegiatan
sehari – hari masyarakat, melihat atau bahkan mengikuti tradisi yang
dilestarikan dari generasi ke generasi di destinasi tersebut.
(Kastenholz et al, 2012:208) dalam Tourism, Environment and
Sustainability menjelaskan manfaat Rural Tourism yang dapat
dirasakan langsung oleh berbagai stakeholders mulai dari masyarakat
hingga pemerintahan, yaitu dalam segi perekonomian dapat
membantu pertumbuhan ekonomi dengan cara menciptakan lapangan
pekerjaan maupun mempertahankan usaha yang dimiliki bagi
masyarakat, sedangkan untuk pemerintahan dapat meningkatkan
pajak dan tarif. Manfaat sosial yang dapat didapatkan yaitu terjadinya
kontak sosial antara masyarakat setempat dengan likungan luar,
terbukanya akses antara desa satu dengan desa yang lainnya.
GAMBAR 1
BENEFIT COSTS
Sumber: (Tourism, Environment and Sustainability, 2015)
Pengembangan wisata pedesaan tidak terlepas dari masyarakat lokal
sebagai pemangku kepentingan dalam pariwisata pedesaan karena
wisata pedesaan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari
masyarakat sehingga perlu adanya sosialisasi ataupun pendidikan dari
pihak terkait kepada masyarakat lokal untuk memperhatikan dan
mempertahankan sumber daya yang ada di desa tersebut. Komunikasi
antara masyarakat lokal dengan wisatawan merupakan suatu
komponen yang penting dalam wisata pedesaan, karena dengan
komunikasi tersebut wisatawan akan mendapatkan pengalaman
selama di desa dengan cara membantu wisatawan untuk membagikan
pengetahuan yang masyarakat punyai kepada wisatawan terkait
sejarah, budaya, tradisi, struktur alami tempat tersebut, hingga kepada
cerita rakyat desa.
b. Tipologi Rural Tourism
Humaira Irshad dalam Rural Tourism – An Overview (2010:6),
membagikan Rural Tourism kedalam 3 tipe:
1) Heritage Tourism yang dapat diartikan sebagai keragaman daya
tarik wisata yang termasuk kedalam Rural Tourism pada wisata
warisan budaya, wisata alam, agrowisata, ataupun wisata warisan
yang mengacu pada perjalanan waktu lampau yang memiliki
tujuan utama untuk mengalami tempat dan kegiatan yang
mewakili masa lampau.
2) Ecotourism yaitu bagian dari wisata Rural Tourism yang
mengacu kepada mengunjungi daerah – daerah alami untuk
tujuan menikmati pemandangan, termasuk tumbuh – tumbuhan
maupun satwa. Wisata berbasis alam ini dapat bersifat pasif,
dimana wisatawan cenderung mengamati pemandangan alam
tanpa terlibat dalam kegiatan pariwisata, sedangkan aktif yaitu
wisatawan dapat mengambil bagian dalam kegiatan wisata diluar
ruangan yang ada di desa tersebut.
3) Agrotourism yaitu kunjungan yang terfokus pada lanskap
geografis suatu desa seperti lahan pertanian, hortikultura atau
agribisnis lainnya. Tujuan dari Agrotourism ini adalah untuk
kesenangan, pendidikan, atau keterlibatan aktif dalam kegiatan
pertanian masyarakat setempat. Wisatawan dapat bermalam di
desa tersebut dan melakukan aktifitas terkait pertanian lainnya.
c. Produk Rural Tourism
1) Daya Tarik Wisata
Daya tarik wisata menurut (Mill dan Morrison, 1992) adalah
segala sesuatu yang memiliki kekuatan untuk menarik wisatawan,
kekuatan tersebut yang menimbulkan pada minat wisatawan
untuk berkunjung sehingga mendapatkan pengalaman
berkunjung ke destinasi
(Middleton, 2001:124) membagi elemen pada suatu daya tarik
wisata yang dapat mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung
kedalam 4 elemen, yaitu:
Daya Tarik Wisata Alam: Bentang alam geografis yang dapat
dilihat oleh wisatawan seperti pantai, pegunungan, hutan, curug.
Daya Tarik Wisata Buatan: Segala bentuk yang dibuat atas
campur tangan manusia, seperti infrastruktur pariwisata yang
memiliki arsitektur modern maupun bersejarah, theme park,
water park, dan segala destinasi yang memiliki tema tertentu.
Atraksi Wisata Sosial: Kegiatan wisata yang melibatkan
wisatawan dengan kegiatan sosial pada suatu destinasi untuk
melihat maupun merasakan akan pandangan hidup masyarakat
lokal.
Daya Tarik Wisata Budaya: Kegiatan wisata yang meliputi
sejarah ataupun legenda suatu destinasi yang memiliki cerita
rakyat yang diyakini oleh masyarakat setempat, tarian tradisional,
museum, bangunan bersejarah yang memiliki nilai sejarah, dan
upacara adat yang dapat dikembangkan menjadi suatu acara
khusus, festival dan karnaval.
Nulty (2004:15) menjelaskan bahwa Rural Tourism terbagi atas
empat elemen yaitu Countryside, Rural Heritage, Rural Life, dan
Rural Activities dari elemen – elemen tersebut Rural Community
merupakan suatu hal yang paling utama dari ke empat elemen yang
ada.
GAMBAR 2
THE RURAL TOURISM COMMUNITY
Sumber: Nulty (2004:13)
Elemen Countryside merupakan suatu pedesaan yang menjelaskan
akan kondisi fisik dari suatu pedesaan seperti keadaan lingkungan
desa ataupun pemandangan dari desa tersebut, contohnya seperti
pegunungan, pantai, laut, danau, sungai, hingga hutan yang memang
ada tanpa campur tangan manusia.
Elemen Rural Heritage merupakan wisata yang berfokus pada
pengalaman terhadap lingkungan budaya, termasuk kedalam
pemandangan alam, cerita bersejarah, seni visual, arsitektur
bangunan yang bersejarah serta tetap terjaga dari leluhur, nilai – nilai
dan tradisi hingga acara adat.
Elemen Rural Life berkaitan dengan kehidupan dipedesaan yang
dapat dirasakan langsung oleh wisatawan sehingga dapat memiliki
pengalaman dan kesan tersendiri terhadap kunjungannya ke desa
tersebut seperti adanya acara lokal yang diselenggarakan di desa,
tidak hanya itu saja wisatawan pun dapat mendapatkan pelajaran dari
kunjungannya ke desa contohnya seperti kerajinan dan agrowisata
yang ada disana.
Elemen Rural Activities berbeda dengan Rural Life yang berfokus
pada kehidupan masyarakat pedesaan, Rural Activities menjelaskan
segala kegiatan yang dapat dilakukan oleh wisatawan selama berada
di desa wisata. Nair et al (2015:330) memberikan klasifikasi pada
Rural Activities seperti yang tertera dalam gambar dibawah.
GAMBAR 3
CLASSIFICATION OF RURAL TOURISM ACTIVITIES
Source: Tourism, Environment and Sustainability 2015
Pengembangan Rural Tourism dengan baik itu sangat penting,
karena apabila dikelola dengan baik maka wisatawan akan
mendapatkan kebutuhannya selama berwisata di desa tersebut.
Masyarakat lokal merupakan pemaku kepentingan yang utama
dalam wisata pedesaan, akan tetapi tetap adanya kerja sama dan
dukungan antara masyarakat dengan stakeholders lainnya seperti
Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor dalam mengelola wisata
pedesaan sehingga dapat memberikan keberlanjutan dan pendapatan
kepada masyarakat.
2) Amenitas
Amenitas merupakan hal yang harus tersedia dalam suatu
destinasi sebagai kebutuhan wisatawan selama berkunjung untuk
mendapatkan kenyamanan serta pengalaman yang dapat
dirasakan wisatawan setelah mengunjung destinasi tersebut.
Amenitas menurut (Camilleri, 2018:23) yaitu:
“The destinations’ amenities include the provision of electricity
and water, sanitary facilities, safe drinking water, roads, police
and emergency services, postal and communication facilities,
media, et cetera. Crucially, these structures ensure that the
tourists stay safe and sound during their stay in a destination.
Tourists need to have access to basic facilities to feel comfortable
and secure”
Seperti yang dikemukakan oeh Camilleri bahwa amenitas yang
berada pada suatu destinasi dapat meliputi pasokan air bersih,
listrik, layanan keamanan dan komunikasi sebagai fasilitas yang
dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan
selama berkunjung ke suatu destinasi, sehingga Aleksander
Panasiuk (2007:212-215) dalam Tourism Infrasturucture as a
Determinant of Regional Development membagikan fasilitas
didestinasi terbagi atas 2 ragam yaitu:
a) Fasilitas Pariwisata diperlukan dalam suatu destinasi
pariwisata seperti biro dan agen perjalanan yang dapat
disebut sebagai receptive services, restoran dan jenis tempat
makan lainnya, toko kerjinan tangan dan souvenir. Terdapat
unsur – unsur pada suatu daya tarik wisata yang
memungkinkan wisatawan untuk menginap disuatu destinasi
sehingga dibutuhkannya akomodasi sebagai tempat
wisatawan bermalam seperti hotel, apartement, villa,
caravan, homestay, guest house.
b) Fasilitas Pelayanan Umum berfungsi sebagai segala hal
pendukung dalam kegiatan wisata yang dapat memudahkan
wisatawan selama berkunjung seperti bank, money changer,
salon dan spa, fasilitas kesehatan, fasilitas layanan keamanan
seperti polisi dan pemadam kebakaran. Infrastrutur termasuk
kedalam fasilitas pelayanan umum seperti listrik, pasokan air
bersih, telekomunikasi telepon.
3) Aksesibilitas
Aksesibilitas termasuk kedalam perihal yang harus diperhatikan
dalam pengembangan pariwisata sebagai suatu kenyamanan
maupun kemudahan bagi wisatawan untuk menuju destinasi.
(Magribi, 1999) menjelaskan bahwa aksesibilitas merupakan
suatu kemudahan dalam mencapai tujuan meliputi waktu, biaya,
dan usaha dalam melakukan perpindahan antara satu tempat ke
tempat lainnya.
Tingkat aksesibilitas suatu wilayah menurut (Miro, 2004) dapat
ditentukan dalam beberapa variabel, yaitu ketersediannya
jaringan jalan, jumlah alat transportasi yang dapat digunakan
untuk melakukan perpindahan antar wilayah, panjang dan lebar
jalan, dan kualitas jalan.
2. Cultural Rural Tourism
a. Definisi Cultural Rural Tourism
Rural Tourism tidak hanya berkaitan dengan agrowisata atau aktivitas
wisata yang melibatkan lahan pertanian masyarakat, akan tetapi terdiri
dari wisata minat khusus seperti budaya setempat atau yang disebut
dengan Cultural Rural Tourism. Cultural Rural Tourism dapat
diartikan sebagai wisata yang menawarkan pada ekspresi budaya
pedesaan dengan merujuk pada hal – hal yang bersejarah dan
membudaya dengan melalui kontak langsung dengan masyarakat lokal.
(MacDonald & Jolliffe, 2003) menjelaskan bahwa Cultural Rural
Tourism memiliki tiga tahapan seperti yang tertera pada tabel dibawah
ini.
TABEL 1
STAGES IN CULTURAL RURAL TOURISM DEVELOPMENT
Stage 1 A few residents recognize opportunities and integrate
tourism resources into socioeconomic planning
Stage 2 Community groups plan and implement tourism strategies
as part of economic development
Stage 3 Developing community partnership and a formal tourism
body help to turn plans into enduring attractions
Stage 4 Fully centralized, cooperative, and long-term planning and
marketing of tourism occurs.
Source: MacDonald and Jolliffe (2003:309)
Tahap pertama mengacu pada evolusi awal dan melibatkan integrasi
sumber daya pedesaan kedalam rencana sosial ekonomi, hal tersebut
dikarenakan masih sedikitnya wisatawan yang berkunjung ke daerah
tersebut. Tahap kedua menjelaskan bahwa sudah adanya tindakan yang
dilakukan di desa tersebut, adanya rencana yang dibuat serta strategi
yang mulai ditetapkan oleh masyarakat lokal, organisasi dan
pemerintahan. Tahap ketiga adalah tentang meningkatkan efisiensi
pariwisata pesesaan dengan mengembangkan atraksi, aktivitas serta
program – program yang bertujuan dengan produk yang ada di desa,
seperti lingkungan alam, situs bersejarah, dan tradisi budaya. Tahap
terakhir menjelaskan perencanaan dan implementasi pariwisata yang
sepenuhnya terpusat didaerah pedesaan secara terencana. Peran
penyedia pelayanan pariwisata penting dalam membentuk pengalaman
wisata pedesaan, baik tangible maupun intangible seperti keandalan
dan daya tanggap saat menangani wisatawan.
b. Produk Cultural Rural Tourism
Cultural Rural Tourism merupakan bentuk dalam wisata minat khusus
yang melibatkan perjalanan waktu luang dimana budaya yang
membentuk dasar minat wisatawan termotivasi untuk melakukan
kegiatan wisata yang berfokus kepada kebudayaan suatu destinasi,
mulai dari gaya hidup, warisan budaya, seni, industri dan aktivitas
wisata yang berasal dari penduduk setempat. (Hall & Zeppel 1990)
mendefinisikan Cultural Tourism sebagai:
Cultural Tourism is experiential tourism, based on being involved in,
and stimulated by, the performing arts, visual arts, and festivals.
Heritage tourism, whether in the form of visiting preferred landscapes,
historic sites, buildings, or monuments, is also experiential tourism in
the sense of seeking an encounter with nature or feeling part of the
history place.
Sumber daya dari wisata budaya dibagi atas tangible yaitu segala hal
yang memiliki bentuk seperti bangunan, prasasti dan candi dan
intangible yaitu segala hal yang tidak memiliki wujud akan tetapi
memiliki keterampilan dan kekayaan akan pengetahuan yang
diturunkan dari generasi ke generasi seperti ritual, upacara adat, tari
tradisional, kedua hal tersebut lah yang akan memberikan kontribusi
positif bagi Cultural Rural Tourism pada suatu daerah.
Produk Cultural Rural Tourism dapat dikategorikan sebagai berikut
TABEL 2
THE CATEGORIES OF CULTURAL RURAL TOURISM PRODUCTS
Category Examples
Historical Cultural heritage and relics
Artistic Folk Art, Fork Music, Performing
Art and Architecture Art
Regional
Local Traditional, Local Cuisine,
Local Festival, and Ancient
Architecture
Religious Religious Sties and Events
Recretional Amusement Park and Botanic
Garden
Scientific
Museum, Industrial Tourism,
Agricultural Tourism, Military
Tourism, Adventure Tourism,
Scientific Expedition.
Sumber: Yinin Zhay (2011:13)
Pruduk Cultural Rural Tourism perlu menyediakan inovasi produk untuk
memenuhi permintaan pangsa pasar pariwisata dengan menganalisis pasar
terlebih dahulu, Terdapat dua aspek dalam pengembangan produk wisata
budaya, pertama dengan cara mendesain ulang produk yang sudah ada
dengan menganalisis fungsi produk yang sudah ada, perlunya
menghilangkan nilai – nilai berlebih yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
wisatawan dan menambah nilai inti pada produk wisata. Proses mendesain
ulang dapat memaksimalkan nilai produk dengan menyediakan fitur
tambahan. Kedua, membuat produk wisata budaya baru untuk memenuhi
perubahan kebutuhan memfasilitasi kepuasan kebutuhan wisatawan.
(Mckercher & du Cros, 2002) mengusulkan beberapa fitur umum dalam
produk wisata budaya:
a. Tell a story, yaitu menceritakan sebuah kisah pada tempat – tempat
wisata budaya dan warisan yang telah dideskripsikan untuk membantu
wisatawan lebih memahami sejarah dan budaya setempat sehingga
menciptakan minat wisatawan untuk mendengarkan cerita dengan
menjadikan kisah yang diceritakan relevan dengan kehidupan.
b. Make the asset come alive, yaitu membuat produk yang ada menjadi
kreatif dan menarik sehingga wisatawan mendapatkan pengalaman
selama berada di tempat tersebut, sehingga apabila wisatawan memiliki
pengalaman yang menyenangkan tidak menutup kemungkinan untuk
wisatawan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tersebut.
c. Make it a participatory experience, pada dasarnya pariwisata adalah
aktivitas pengalaman partisipatif yang aktif. Produk wisata budaya
seperti upacara adat, festival hingga kehidupan masyarakat lokal dapat
memberikan peluang untuk mendorong partisipasi wisatawan, dengan
demikian pengalaman tersebut dapat meningkatkan pengalaman yang
menyenangkan sehingga wisatawan memiliki kepuasan tersendiri dalam
mengunjungi tempat tersebut.
d. Make it relevant to the tourist, produk wisata budaya diharapkan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan wisatawan, sehingga pesan yang ingin
disampaikan oleh produk harus sesuai dengan pesan yang akan diterima
oleh wisatawan.
e. Focus on quality and aunthenticity, dapat diartikam sebagai kualitas dan
keaslian pada produk wisata budaya akan menjadi faktor yang
menentukan terhadap ketertarikan dan pengalaman wisatawan selama
berada di suatu tempat.
B. Kerangka Pemikiran
Pengembangan Desa Wisata
Budaya Kampung Adat
Urug, Kecamatan Sukajaya,
Kabupaten Bogor
Teknik Pengumpulan Data
Data Primer
Data Sekunder
Pengujian Keabsahan Data
Triangulasi
Referensi
Metodologi
Deskriptif Kualitatif
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Kabupaten Bogor tengah memacu
diri untuk mengembangkan desa
wisata khususnya di Kampung
Adat Urug, Kecamatan Sukajaya
sebagai desa wisata budaya. Maka
studi ini diperlukan guna
mengelola desa wisata budaya sesuai dengan potensi yang
dimiliki.
Tujuan untuk mengidentifikasi
potensi sumber daya dalam
pengembangan desa wisata.
Manfaat diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam
mengembangkan tempat tinggal
menjadi tujuan wisata.
Teknik Analisis
Miles and Hubberman Model
SWOT
Teori
Rural Tourism
Cultural Rural Tourism
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian pariwisata tentang pengembangan desa wisata budaya Kampung
Adat Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor dengan konsep utama Rural
Tourism yang bertujuan untuk mengetahui kategori dari desa wisata Kampung
Adat Urug, serta komponen elemen yang diutamakan ada pada sebuah desa
wisata, kemudian setelah mengetahui kategori dan komponen elemen akan
memasuki tahapan selanjutnya yaitu Cultural Rural Tourism merupakan
gabungan antara Rural Tourism dan Cultural Tourism untuk mengetahui
ekspresi budaya pedesaan dengan merujuk pada hal – hal yang bersejarah dan
membudaya dengan melalui kontak langsung dengan masyarakat lokal, oleh
karena itu penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang bersifat umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif
partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat
setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial dan budaya yang menjadi
fokus penelitian. Ciri –ciri penelitian kualitatif menurut Erickson dalam
Stainback dalam Sugiyono (2009:14) adalah:
1. Dilakukan secara intensif atau dapat dikatakan peneliti ikut berpartisipasi
lama dilapangan.
2. Mencatat secara hati – hati apa yang terjadi selama penelitian.
3. Melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan
dilapangan.
4. Membuat laporan penelitian secara mendetail.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau
menginterpretasikan data sebagaimana adanya. Arikunto (2006:239)
menjelaskan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang
ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
TABEL 3
PEDOMAN PENELITIAN
Konsep Variabel Komponen Sub -
Komponen Indikator
Alat Kumpul
Data
Rural
Tourism dan
Cultural
Rural
Tourism
Product (Nair
et al,
2015:330)
Fisik Daya Tarik
Wisata
Natural
Attributes
Kondisi geografis
Studi
Kepustakaan
Topografi
Klimatologi
Hidrologi
Aristic
Performing Arts
Wawancara dan
Studi
Kepustakaan
Folk Music
Architecture Art
Regional
Local Traditional
Local Cuisine
Local Festival
Ancient
Architecture
Religious Religious Sites
and Events
Recreational
Amusement Park
and Botanic
Garden
Scientific
Museum
Industrial
Tourism
Agricultural
Tourism
Military Tourism
Adventure
Tourism
Scientific
Expedition
Historical
Attributes
Folklore
Rural Historical
Sites
History
Heritage
Aksesibilitas
Akses
Jaringan jalan
Jenis Jalan
Kualitas Jalan
Sistem
Transportasi
Pintu
Kedatangan
Amenitas Fasilitas
Pariwisata Agen Perjalanan
Restoran
Souvenir
Akomodasi
Fasilitas
Pelayanan
Umum
Bank
Money Changer
Salon dan Spa
Rumah Sakit
Kepolisian
Pemadam
Kebakaran
Non - Fisik
Ekonomi
Mata
Pencaharian
Masyarakat
Petani
Peternak
ASN
Pedagang
Buruh
Hasil Produksi Utama
Sampingan
Sosial dan
Budaya Bahasa
Sistem
Pengetahuan
Sistem
Kemasyarakatan
Sistem
Peralatan Hidup
Pola Kehidupan
Masyarakat
Tingkat
Keamanan
Keterlibatan
Masyarakat
Sumber: Data Olahan Penulis 2019
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
1. Partisipan
Spradley dalam Satori dan Komariah mengatakan bahwa dalam penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, melainkan dengan istilah
“social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen, yaitu:
tempat, pelaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergis. Pada situasi
sosial, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas orang – orang
yang ada pada tempat tertentu, sehingga untuk mendukung penelitian dalam
memperoleh data penelitian ini menggunakan teknik Non-Probability
Sampling atau yang leih tepatnya Purposive Sampling, yaitu sampling
dimana peneliti menggunakan penilaiannya dalam memilih responden
dengan tujuan tertentu (Ibrahim :2015). Sampel yang ditetapkan sebagai
berikut:
a. Kepala Bidang Desa Wisata di Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor
b. Kepala Adat Kampung Adat Urug
c. Ketua RT Kampung Adat Urug
d. Ketua RW Kampung Adat Urug
e. Masyarakat Lokal Kampung Adat Urug
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Adat Urug yang berada di Desa Kiara
Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data primer dan data sekunder.
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Primer
1) Pengamatan Berperanserta
Bogdan (dirujuk dalam Moleong, 1999:117) mendefinisikan
pengamatan berperanserta sebagai penelitian yang bercirikan
interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara oeniliti
dengan subjek dalam lingkungan subjek dan selama itu data dalam
bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku
tanpa gangguan.
2) Wawancara
Wawancara menurut (Moleong, 2012:118) adalah percakapan yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara atau yang orang yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara atau orang yang
memberikan jawaban atas pertanyaan. merupakan alat
pengecheckan ulang atau pembuktian terhadap informasi atau
keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang
digunakan dalam penelitan kualitatif adalah wawancara mendalam.
(Sutopo, 2006:72) menjelaskan bahwa wawancara mendalam atau
depth interview adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara dimana
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang
relatif lama.
Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada:
a) Kepala Bidang Desa Wisata di Dinas Pariwisata Kabupaten
Bogor
b) Kepala Adat Kampung Adat Urug
c) Ketua RT Kampung Adat Urug
d) Ketua RW Kampung Adat Urug
e) Masyarakat Lokal Kampung Adat Urug
b. Data Sekunder
1) Studi Literatur
Studi literatur adalah pencarian referensi teori yang relevan dengan
kasus atau permasalahan yang ada. Studi literatur merupakan metode
pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data serta
informasi melalu dikoumen – dokumen, baik dokumen tertulis, foto
– foto, gambar, maupun dokumen elektronik yang dapat mendukung
dalam proses penulisan.
2) Media Elektronik
Media elektronik berupa data dan informasi dari internet seperti
jejaring sosial, blog serta artikel mengenai penelitian yang akan
diteliti.
2. Alat Pengumpulan Data
a. Catatan Lapangan
Catatan lapangan di ibaratkan sebagai inti tokoh utama dalam penelitian
kualitatif, hal tersebut dikarenakan semua yang dilihat, didengar,
dialamu dan dipikirkan oleh peneliti selama pengumpulan data dan
refleksi terhadap data dalam penelitian akan tertulis didalam catatan
tersebut, hal tersebut disebutkan oleh Bogdan dan Bikle (dirujuk dalam
Moleong, 1999:153).
b. Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara digunakan untuk mengungkapkan data secara
kualitatif menurut definisi dari Baswori dan Suwandi (2008:138).
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan bantuan
pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk
memudahkan proses pencarian informasi secara mendalam, terbuka,
dan bebas dengan masalah serta memfokuskan pertanyaan yang akan
diutarakan. Pedoman wawancara digunakan agar wawancara sesuai
dengan alur yang telah ditentukan. Pada wawancara ini peneliti
menggunakan alat bantu rekamuntuk memudahkan proses pengelolaan
data dikemudian hari. Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan
kepada:
1) Kepala Bidang Desa Wisata di Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor
2) Kepala Adat di Kampung Adat Urug
3) Masyarakat Lokal Kampung Adat Urug
D. Analisis Data
1. Analisis SWOT
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah SWOT. Dalam
Rangkuti (2004:18) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats) sehingga dari analisis tersebut dapat
diambil suatu keputusan strategis. Tujuan dari analisis SWOT adalah untuk
menyesuaikan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan peluang dan
hambatan yang dihadapi.
a. Kekuatan (Strenghts) adalah unsur – unsur produknya memiliki
keunggulan yang dapat diandalkan, memiliki keterampilan dan berbeda
dengan produk lain sehingga dapat membuat lebih kuat dari para
pesaing lainnya. Kekuatan yang dimaksud adalah sumber daya,
keterampilan, atau keunggulan – keunggulan lain relatif terhadap
pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani.
Kemampuan khas yang dimiliki oleh suatu organisasi agar
mendapatkan keunggulan dalam bersaing.
b. Kelemahan (Weakness) adalah kekurangan atau keterbatasan dalam hal
sumber daya yang ada, baik itu keterampilan atau kemampuan yang
menjadi penghalang bagi kinerja. Keterbatasan atau kekurangan dalam
sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius
menghambat kinerja efektif serta prestasi.
c. Peluang (Opportunities) adalah situasi yang paling menguntungkan
dalam lingkungan yang dihadapi oleh suatu organisasi, jika suatu
peluang tidak sampai dimanfaatkan dan kemudian dimanfaatkan oleh
pesaing, maka peluang akan berubah menjadi hambatan.
d. Ancaman (Threats) yaitu situasi yang paling tidak menguntungkan
dalam lingkungan yang dihadapi, jika tidak diatasi maka akan menjadi
hambatan yang bersangkutan saat ini maupun dimasa yang akan datang.
Analisis SWOT menurut Kotler (2009) merupakan cara untuk mengamati
lingkungan eksternal dan internal, yaitu sebagai berikut:
a. Analisis Lingkungan Internal
Analisis Lingkungan Internal disebut juga dengan analisis kekuatan dan
kelemahaan.
b. Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis Lingkungan eskternal disebut juga sebagai komponen peluang
dan ancaman, mengamati kekuatan lingkungan makro yang utama dan
faktor lingkungan mikro yang signifikan yang dapat mempengaruhi
kemampuannya.
Rangkuti (2006:19) menjelaskan bahwa matriks SWOT dapat
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang sedang dihadapi disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal
yang dimiliki. Matriks SWOT sebagai alat pencocokan yang
mengembangkan empat tipe strategi yaitu:
a. SO (strengths opportunities) yaitu suatu strategi yang menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
b. WO (weakness opportunities) yaitu strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
c. ST (strengths threats) yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman.
d. WT (weakness threats) yaitu strategi yang meinimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman.
GAMBAR 4
DIAGRAM MATRIKS SWOT
.
sumber: (Marimin, 2004)
IFAS (internal strategic factory analysis summary) atau yang diartikan
dengan faktor – faktor strategis internal yang disusun untuk merumuskan
faktor – faktor internal dalam kerangka strengths and weakness.
EFAS (eksternal strategic factory analysis summary) atau ynag diartikan
dengan faktor – faktor eksternal yang disusun untuk merumuskan faktor –
faktor eksternal dalam kerangka opportunities and threaths.
Setelah dilakukan interaksi IFAS – EFAS maka didapatkan hasil keputusan
yang mana strategi nilai terbesar yang dijadikan acuan untuk
memaksimalkan keputusan.
E. Pengujian Keabsahan Data
1. Triangulasi
Dalam pengujian kredibilitas ini, pengecekan yang dilakukan pada berbagai
sumber dengan berbagai cara dan waktu, dengan demikian triangulasi terdiri
atas tiga bagian, yaitu:
a. Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecheck data yang diperoleh melalui
beberapa sumber. Data yang sudah diperoleh dari berbagai sumber
tersebut lalu dideskripsikan, dikategorikan, dan yang terakhir adalah
meminta kesekapakan atau member check untuk mendapatkan
kesimpulan akhir.
b. Triangulasi teknik yaitu uji kredibilitas data yang dilakukan dengan
cara mengecheck data pada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda.
c. Triangulasi waktu berkaitan dengan keefektifan waktu yang dilakukan,
maksudnya adalah waktu pun sebagai penentu bagi narasumber untuk
memberikan data yang valid dan kredibel.
2. Referensi
Referensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telaj
didapatkan atau ditemukan oleh peneliti. Alat bantu perekam dapat
dipergunakan sebagai alat pendukung kredibilitas data yang terlah
didapatkan. Dalam laporan penelitian sebaiknya data – data yang ditemukan
dapat dilengkapi dengan foto – foto, rekaman, dan dokumen autentik.
F. Jadwal Penelitian
TABEL 4
PROGRAM DAN KEGIATAN PENELITIAN
No Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
Topik
2 Pengumpulan
Usulan Topik
3
Pengusulan
Dosen
Pembimbing
4 Bimbingan
5 Pengumpulan
Makalah
6 Pelaksanaan
Seminar
7 Perbaikan
Seminar
8
Pengumpulan
Perbaikan
Seminar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kondisi Fisik Kampung Adat Urug
a. Geografis
Kampung Adat Urug secara administratif terletak di Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kampung Urug
merupakan satu – satunya desa wisata budaya dari 11 Desa yang
terletak di Kecamatan Sukajaya dengan luas wilayah 12.542 Ha.
Kampung Urug dikelilingi oleh
1) Sebelah Utara: Desa Harkatjaya, Kecamatan Sukajaya.
2) Sebelah Barat: Desa Cisarua dan Desa Pasir Madang, Kecamatan
Sukajaya.
3) Sebelah Timur: Desa Nanggung, Kecamatan Nanggung.
4) Sebelah Selatan: Desa Kiarasari, Kecamatan Sukajaya dan Desa
Curug Bitung, Kecamatan Nanggung.
Kampung Adat Urug memiliki jarak tempuh berkisar 165 Km dari Kota
Bogor, 48 Km jarak antara Kampung Urug dari Kabupaten Bogor dan
6 Km dari Kecamatan Sukajaya. Kampung Adat Urug dapat ditempuh
dengan kendaraan roda dua hingga kendaraan roda empat, namun jenis
kendaraan minibus saja yang dapat memasuki wilayah Kampung Urug.
Kondisi jalan selama perjalanan menuju Kampung Urug sudah baik
dikarenakan jalanan yang sudah beraspal dengan kondisi jalan berkelok
- kelok mengikuti lereng bukit dan perkebunan kelapa sawit dengan
badan jalan yang sempit penuh dengan pemukiman masyarakat. Secara
geografis Kampung Urug dikelilingi oleh pegunungan dan dialiri oleh
sungai yang membuat kampung tersebut semakin asri, Gunung Manapa
dan perkebunan kelapa sawit merupakan pemandangan yang
disuguhkan Kampung Urug sebelah selatan, sedangkan Gunung
Pongkor menjulang tinggi disebelah timur Kampung Urug menjadikan
latar belakang pemandangan di Kampung Adat Urug dengan aliran
sungai Cidurian, sungai Cipatat Leutik dan sungai Ciapus yang
mengitari seluruh wilayah kampung sebagai sumber mata air utama di
Kampung urug.
b. Topografi
Kampung Urug memiliki luas wilayah sebesar 10 Ha yang terbagi atas
3 wilayah, yaitu:
1) Urug Lebak atau Urug Bawah
2) Urug Tengah
3) Urug Tonggoh atau Urug Atas
Dengan luas wilayah 12.542 Ha tersebut 20.000 m2 dipergunakan
sebagai hutan kramat, 10.000 m2 dipergunakan sebagai komplek
pemakaman, 6.200 m2 sebagai lahan pertanian dan 3,8 Ha merupakan
luas tanah darat. Kampung Urug memiliki tumbuhan berkhasiat obat
yang tertanam di pekarangan masyarakat, kebun hingga di hutan
larangan. Masyarakat Kampung Urug menyebutkan bahwa di
Kampung ini terdapat 23 jenis tumbuhan obat – obatan seperti Kapol,
Bambu Bitung, Korejat dan lain sebagainya yang memiliki khasiat
tersendiri, mulai dari batuk, pusing hingga tumbuhan obat – obatan
yang dipercaya masyarakat setempat sebagai obat perawatan untuk
awet muda.
Kampung Urug secara fisik memiliki bentuk permukaan bumi yang
bervariasi dari dataran hingga berbukit dengan kemiringan lahan yang
berbeda – beda yaitu 0-5% merupakan datar, 5-15% merupakan agak
bergelombang, 15-25% merupakan bergelombang, 25-45% merupakan
berbukit dan lebih dari 45% merupakan bukit atau pegunungan dengan
kondisi tanah yang mengandung pasir atau tanah lempung yang cocok
untuk lahan pertanian.
Kondisi tanah di Kampung Urug pada umumnya mengandung pasir
atau yang disebut dengan tanah lempung yang cocok sebagai lahan
peruntukan pertanian, maka dari itu jumlah luas dari lahan pertanian di
Kampung Urug ini sendiri melebihi dari luas wilayah pemukiman
masyarakat kampung
c. Klimatologi
Kampung Adat Urug berada pada ketinggian 600 – 1800 mdpl dengan
curah hujan rata – rata 3000 mm/tahun memiliki suhu rata – rata harian
di Kampung Adat Urug yaitu 22o C – 30o C, dengan ketinggian serta
curah hujan tersebut menyebabkan Kampung Urug memiliki iklim
yang sejuk terutama dipagi hari.
d. Hidrologi
Kampung Urug dialiri oleh aliran sungai Cidurian, sungai Ciapus dan
sungai Cipatat yang menjadikan sebagai satu – satunya sumber mata air
utama desa, dengan debit air yang besar membuat aliran sungai tersebut
dapat memenuhi kebutuhan air bersih seluruh masyarat Kampung
Urug. Aliran sungai tersebut memiliki sistem irigasi yang baik sehingga
dapat dialirkan kerumah masyarakat hingga persawahan melalui pipa
dan selokan alami. Hal tersebut dikarenakan Kampung Urug memiliki
ketinggian lahan yang berbeda – beda.
2. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya Kampung Adat Urug
a. Mata Pencaharian Masyarakat
Masyarakat Kampung Adat Urug berjumlah 5.125 jiwa yang mana
2.874 jiwa adalah laki – laki dan 2.250 jiwa diantaranya adalah
perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.821. Mayoritas
mata pencaharian masyarakat Kampung Urug ini sebagai petani dengan
jumlah 4.320 jiwa, 1.279 adalah pedagang, dan 6 jiwa dengan
peternakan. Masyarakat Kampung Urug memang memiliki lahan
pertanian, akan tetapi mayoritas masyarakat tidak menjualkan hasil
pertaniannya namun menyimpan hasil pertanian tersebut di lumbung
pribadi untuk bahan persediaan makanan ketika tidak musim panen.
Hasil produksi utama masyarakat adalah beras, namun ada beberapa
masyarakat yang memiliki lahan kebun kopi dan cengkeh, namun
jumlah kedua lahan tersebut tidak banyak sehingga hasil kebun kopi
dan cengkeh tersebut dipergunakan hanya untuk konsumsi pribadi.
b. Lingkungan Sosial Budaya Masyarakat
1) Bahasa yang digunakan masyarakat Kampung Urug merupakan
Bahasa Sunda, mayoritas masyarakat terlebih yang berusia lanjut
tidak memahami Bahasa Indonesia dengan baik sehingga
menyulitkan masyarakat tersebut jika berkomunikasi dengan
pengunjung yang tidak mengerti Bahasa Sunda, apabila
pengunjung berbincang dengan masyarakat yang tidak mengerti
Bahasa Indonesia biasanya didampingi oleh anak ataupun cucu
mereka yang dapat memahami apabila terdapat seseorang dari luar
Kampung Urug yang ingin berbincang dengan masyarakat.
2) Sistem kemasyarakatan kampung adat dipimpin oleh 2 pimpinan,
pertama adalah pimpinan formal yaitu 15 Ketua RT serta 4 Ketua
RW dan yang kedua adalah pemimpin informal yaitu 3 Ketua Adat
yang terbagi atas wilayah Urug Lebak yang merupakan lokasi
Kampung Urug yang paling bawah dipimpin oleh Abah Ukat yang
mana sebagai pusat pimpinan dari keseluruhan wilayah Kampung
Urug, wilayah Urug Tengah dipimpin oleh Abah Amat, serta
wilayah Urug Tonggoh yang merupakan lokasi teratas Kampung
Urug dipimpin oleh Abah Sukardi. Sistem pemerintahan tersebut
dibagi menjadi formal dan informal dikarenakan agar adat istiadat
yang sudah ada sejak dahulu kala tetap terjalin dan dilaksanakan
sebagai mestinya tanpa menghambat kemajuan material dan
imaterial di Kampung Adat Urug, sedangkan untuk Kepala Adat
yang memiliki jumlah 3 orang tersebut dikarenakan agar adanya
pemerataan terhadap semua wilayah di Kampung Urug serta untuk
mempermudah jalannya acara adat, contohnya seperti apabila
sedang dijalankan upacara adat seluruh masyarakat Kampung Urug
akan berkumpul dikediaman kepala adat, namun apabila hanya
terdapat 1 kepala adat saja tidak akan menampung seluruh
masayarkat Kampung Urug sehingga diberlakukannya pembagian
wilayah Kampung Urug berdasarkan wilayahnya dengan kepala
adat yang memerintah.
3) Sistem Peralatan Hidup masyarakat masih menggunakan tungku
sebagai alat penanak nasi dengan menggunakan bara api, walaupun
beberapa masyarakat sudah ada yang menggunakan Magic Com
akan tetapi masyarakat yang masih menggunakan tungku
menyebutkan bahwa mereka lebih menyukai menanak nasi
menggunakan tungku dikarenakan apabila menggunakan Magic
Com rasa nasi tersebut sudah berbeda dan tidak se-enak apabila
menggunakan tungku. Abah Ukat sebagai kepala adat pun
menjelaskan bahwa untuk beliau pribadi masih menggunakan kayu
untuk memasak, sehingga dirumah tersebut terdapat 2 jenis alat
untuk memasak, yang pertama adalah kompor dan yang kedua
dengan menggunakan kayu, beliau menjelaskan kembali bahwa
masyarakat mayoritas masih memiliki rasa takut untuk memasak
dengan menggunakan kompor dan gas dimana masyarakat melihat
bahwa salah satu pemicu kebakaran adalah kompor gas terlebih
lagi bahan bangunan dari rumah masyarakat terbuat dari bahan
dasar kayu, sehingga masyarakat Kampung Urug lebih aman untuk
menggunakan kayu dibandingkan menggunakan kompor gas.
Masyarakat Kampung Urug dalam bertani pun masih
menggunakan alat – alat tradisional. Sarana Komunikasi sudah
berkembang di Kampung Urug seperti telepon genggam dan
televisi yang menggunakan parabola, akan tetapi dalam jaringan
komunikasi di Kampung Urug Bawah terbilang sulit, karena
jaringan yang tersedia hanya jaringan komunikasi tanpa jaringan
internet dengan jaringan yang tidak stabil, jaringan internet dapat
ditemukan apabila sudah memasuki wilayah Urug Tengah.
4) Tingkat Keamanan
Masyarakat Kampung Urug memiliki aturan yang harus dijalani
dalam kehidupan sehari – hari yang mana apabila dilanggar akan
mendapatkan sanksi adat tersendiri. Masyarakat Kampung Urug
memiliki prinsip Ngaji Diri atau yang diartikan sebagai mawas diri
yang berfungsi sebagai ajaran moral untuk memperbaiki diri yang
bertujuan menghilangkan sifat buruk seperti iri dan dengki pada
masyarakat Kampung Urug, hal tersebut lah yang ditanamkan para
ketua adat sejak dahulu dan masih dijalankan hingga saat ini. Salah
satu prinsip Ngaji Diri ini adalah adanya larangan untuk
mengambil yang bukan haknya, Abah Ukat selaku Kepala Adat di
Kampung Urug menyebutkan kalimat “mipit kudu amit ngala kudu
menta” yang memiliki arti mengambil atau meminta sesuatu harus
lah meminta izin terlebih dahulu kepada pemiliknya, kalimat
tersebut dikatakan masyarakat sebagai anjuran untuk hidup secara
tertib dan tidak sembarangan. Mang Ujang selaku masyarakat di
Kampung Urug menyebutkan bahwa apabila mengambil miliki
orang lain yang bukan haknya sama saja mengkhianati seseorang
yang diambil haknya. Merampas, mencuri ampok, ataupun
menodong merupakan perbuatan Panca Gati atau yang dtikan
sebagai penyakit hati yang harus dihindari, sehingga masyarakat
Kampung Urug segan untuk melakukan hal – hal buruk
dilingkungan kampung karena sudah ditanamkan prinsip Ngaji
Diri tersebut sejak lahir dan sudah memahami resiko atau sanksi
adat yang akan diterima masyarakat apabila melanggar prinsip
tersebut. Keadaan itu terbukti meminimalisir tingkat kejahatan
yang ada di Kampung urug, tak heran apabila tingkat keamanan di
kampung tersebut dapat dikatakan baik.
5) Keterlibatan Masyarakat disektor Pariwisata
Masyarakat sudah terbiasa akan kedatangan sekelompok ataupun
seseorang dari luar lingkungan Kampung Adat Urug, hal tersebut
dikarenakan pada awalnya wisatawan tersebut berkunjung hanya
untuk berziarah ke makam – makam leluhur Kampung Adat Urug
dengan tujuan berbeda – beda , mulai dari sekedar mendoakan
hingga berziarah untuk meminta petunjuk. Menurut data Dinas
Pariwisata Kabupaten Bogor, Kampung Urug mempunyai tingkat
kunjungan wisata setiap bulannya adalah 80 – 100 wisatawan dan
apabila pada hari – hari diselenggarakannya upacara adat tingkat
kunjungan wisatawan dapat mencapai 600 – 800 wisatawan setiap
harinya, oleh sebab itu minat wisatawan yang tadinya hanya
berziarah meningkat menjadi untuk terlibat dalam kearifan budaya
Kampung Urug, maka dari itu dibutuhkannya tempat tinggal untuk
wisatawan selama berada di Kampung Urug atau yang disebut
dengan Homestay. Homestay tersebut ditentukan oleh Abah Ukat
selaku Kepala Adat di Kampung Urug rumah masyarakat mana
yang boleh ditempati oleh wisatawan, hal tersebut dilakukan secara
bergilir dan tanpa suatu syarat apapun. Menurut masyarakat
Kampung Urug mahasiswa – mahasiswi perguruan tinggi yang
sedang menjalankan Kuliah Kerja Nyata atau yang disingkat KKN
rutin setiap bulan Agustus menetap selama 3 minggu lamanya di
Kampung Urug, oleh karena itu masyarakat yang tadinya hanya
bertani di ladang sudah memulai usaha seperti membuka warung
makanan seperti nasi uduk pada saat pagi hari, warung kelontong
yang menjual kebutuhan wisatan selama berada di kampung,
hingga membuka jasa transportasi seperti ojeg dikarenakan satu –
satunya transportasi umum yang dapat digunakan oleh wisatawan
di Kampung Urug yang tidak membawa kendaraan pribadi, hanya
jasa transportasi ojeg saja, angkutan umum kota atau yang disebut
dengan angkot hanya tersedia sampai Kantor Kecamatan Sukajaya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Anan sebagai
masyarakat yang mendirikan usaha berdagang baso menyebutkan
bahwa pendapatan masyarakat bertambah setelah berjalannya
aktivitas wisata di Kampung Urug, namun tidak terlalu
mempengaruhi kehidupan masyarakat, maksudnya adalah, tanpa
adanya aktivitas wisata masyarakat Kampung Urug tetap akan
berjalan sebagaimana mestinya tanpa merugikan suatu hal apapun,
hal tersebut dikarenakan masyarakat terbiasa menyimpan hasil
pertanian dan perkebunan untuk dikonsumsi pribadi, sehingga
aktivitas wisata di Kampung Urug merupakan suatu nilai tambahan
bagi masyarakat. Masyarakat mengaku senang dengan adanya
wisatawan yang berkunjung ke Kampung Urug dan mengaku tidak
adanya perubahan secara sosial dan budaya yang dirasakan
masyarakat setelah Kampung Urug ditetapkan sebagai Desa
Wisata Budaya di Kabupaten Bogor, masyarakat tetap
menjalankan prinsip Ngaji Diri yang sudah ditanamkan leluhur
sejak dahulu kala, justru masyarakat membudayakan wisatawan
yang berkunjung untuk mengikuti aturan yang ada di Kampung
Urug. Masyarakat tetap akan menuntun wisatawan untuk terlebih
dahulu mengunjungi Abah Ukat selaku Kepala Adat di kampung
sebelum mengunjungi atau menjelajahi Kampung Urug.
3. Kondisi Aktual Produk Wisata
a. Daya Tarik Wisata
1) Natural Attributes
Berdasarkan hasil observasi di Kampung Adat Urug terdapat
beberapa sumber daya alam yang dapat dinikmati oleh wisatawan
sebagai daya tarik wisata yang ada di kampung, yaitu:
a) Area Pesawahan
Kampun Urug memiliki luas area pesawahan sebesar 6.200 m2,
dengan suasana yang asri dikarenakan tidak adanya polusi
udara, area pesawahan merupakan suatu daya tarik wisata yang
biasa dijadikan oleh wisatawan sebagai tempat berfoto – foto
untuk mengabadikan momen selama berkunjung, selain
dijadikan tempat berfoto area pesawahan ini juga biasa
dijadikan sebagai tempat shooting bagi program televisi yang
memiliki alur cerita pesawahan. Abah Ukat selaku ketua adat
menjelaskan bahwa sudah banyak dari stasiun televisi yang
memilih Kampung Urug sebagai latar belakang tempat
pembuatan film dikarenakan kondisi alam yang masih terjaga,
area pesawahan ini juga dilatar belakangi oleh aliran sungai
yang mana menjadi sumber mata air Kampung Urug dan
pegunungan yang mengitari memberikan kesan sejuk dan teduh
walaupun pada siang hari.
GAMBAR 5
AREA PESAWAHAN
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
b) Gunung Manapa
Gunung Manapa berada di Desa Kiarasari, Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor menjadikan pemandangan yang
dapat menyejukkan mata bagi siapa saja yang melihat,
pemandangan tersebut merupakan pemandangan yang dilihat
wisatawan selama berada di Kampung Adat Urug. Gunung
Manapa ini merupakan salah satu gugusan Gunung Halimun
yang digunakan sebagai tempat bertapa menaikan ilmu
kanoragan pada zaman dahulu.
c) Gunung Pongkor
Gunung Pongkor merupakan pemandangan alam dari sebelah
yang dapat dilihat oleh wisatawan saat mengunjungi Kampung
Adat Urug, Gunung Pongkor berada di Desa Bantarkaret,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor merupakan gunung
yang memiliki pertambangan emas yang dikelola oleh PT.
Aneka Tambang Tbk dibuka sejak 27 Agustus 1992.
GAMBAR 6
PEMANDANGAN DARI KAMPUNG URUG ATAS
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
2) Artistic
Kampung Urug tidak hanya memiliki kelima upacara adat yang
masih tetap dijalankan hingga saat ini, akan tetapi Kampung Urug
memiliki kesenian tradisional yang masih dapat disaksikan oleh
wisatawan saat mengunjungi Kampung Urug pada pelaksaan
upacara adat dan hajatan yang digelar oleh masyarakat, yaitu:
a) Performing Arts
i. Jaipongan
Masyarakat Kampung Urug memiliki komunitas yang
berisikan masyarakat yang gemar akan kesenian, salah
satunya kesenian tarian Jaipong. Tari Jaipong merupakan
tarian sunda yang biasa ditampilkan oleh masyarakat pada
saat pelaksanaan upacara adat, tarian ini akan mengisi pada
kegiatan penghibur seperti upacara adat Seren Taun . Tari
Jaipong akan diiringi oleh lantunan musik kendang,
bonang, demung, goong, kecrek, saron, serta tidak lupa
dengan pesinden untuk melengkapi suara musik dan tarian.
ii. Wayang Golek
Penampilan wayang golek biasanya akan didalangi oleh
Asep Sunandar yang memiliki kemampuan menceritakan
cerita tradisional dengan boneka wayang yang dimiliki,
wayang andalan dari dalang Asep adalah Cepot.
Pertunjukan wayang akan ditampilkan sebagai pengisi
acara hiburan dipelaksanaan upacara adat.
b) Folk Music
i. Tembang Sunda
Wisatawan yang berkunjung ke Kampung Urug terlebih
wisatawan yang menginap akan mendengarkan suara
masyarakat yang sedang mengaji di Masjid menggunakan
alat pengeras suara atau speaker yang akan melantunkan
ayat suci Al – Qur’an dengan menggunakan nada sunda
sebagai pengiring pembacaannya atau yang disebut dengan
tembang sunda. Pembacaan ayat suci Al – Qur’an tersebut
menggunakan nada sunda yang akan didengar setiap
memasuki waktu ibadah Sholat Subuh. Menurut Abah Ukat
selaku Ketua Adat pembacaan ayat suci pertama kali yang
mengguanakan tembang merupakan Kampung Adat Urug
yaitu dengan menggunakan tembang sunda, hal terebut
dinyatakan oleh ketua adat dikarenakan sebelum sedang
ramainya pembayaan ayat suci dengan menggunakan
tembang Jawa, Kampung Urug memang sudah sejak lama
dijalankan dan hal tersebut merupakan hal yang lumrah
dikarenakan sudah dijalankan sejak leluhur walaupun
banyak orang yang menanggapi bahwa pembacaan ayat
suci Al – Qur’an tersebut tidak diperbolehkan
menggunakan tembang ataupun bernada seperti nyanyian,
namun menurut Abah Ukat hal tersebut merupakan hal
yang dapat membuat seseorang semangat pada saat
mendengar ayat suci Al – Qur’an dengan nada tembang
Sunda, serta seseorang pun akan menjadi lebih tertarik
untuk membaca ayat suci Al – Qur’an.
ii. Kesenian Dangdut
Kampung Urug memiliki kesenian dangdut yang akan
ditampilkan pada saat adanya hajatan seperti perkawinan
untuk meramaikan jalannya acara, sehingga masyarakat
Kampung Urug yang sedang memiliki hajatan tidak
mendatangkan organ tunggal ataupun penyanyi lokal akan
tetapi memberdayakan masyarakat yang memiliki jiwa
kesenian untuk menghibur masyarakat ataupun tamu yang
datang dihajatan. Kesenian dangdut tersebut tidak hanya
ditampilkan pada saat adanya hajatan seperti perkawinan
saja, melainkan pada saat diselenggarakannya upacara –
upacara adat yang dilaksanakan di Kampung Urug,
tujuannya sama yaitu menghibur para wisatawan maupun
tamu yang ingin melihat jalannya upacara adat sehingga
wisatawan yang sedang menyaksikan akan merasa terhibur.
Menurut Pak Utom selaku Ketua RT di Kampung Urug
menjelaskan bahwa kesenian dangdut dijalankan oleh
masyarakat Kampung Urug yang tergabung dalam
kelompok kesenian yang bernama Degung dan Dongdang.
c) Architecture Art
Bangunan rumah adat yang terdapat di Kampung Adat Urug
menurut Abah Ukat selaku Ketua Adat sudah dilakukannya
penataan rumah adat pada tahun 2011 semenjak dikeluarkannya
Surat Keputusan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten
Bogor yang menetapkan Kampung Urug sebagai Desa Wisata
Budaya di Kabupaten Bogor pada tahun 2010, sehingga pada
tahun 2012 rumah adat yang ada di Kampung Urug dilakukan
rehabilitas dalam upaya pelestarian peninggalan budaya
Kerajaan Pajajaran.
i. Bangunan Rumah Masyarakat
Abah Ukat selaku Kepala Adat di Kampung Urug
menyebutkan bahwa bagi setiap masyarakat Kampung
Urug yang sedang mendirikan atau membangun tempat
tinggal akan mengunjungi kediaman Abah Ukat untuk
meminta restu dan do’a dari Abah selaku kokolot agar
pembangunan tersebut terhindar dari segala hal yang
negatif serta agar nantinya rumah tersebut dapat
memberikan berkah bagi pemiliki rumah, biasanya Abah
Ukat akan mendo’akan langsung kerumah yang sedang
dibangun tersebut akan tetapi apabila Abah Ukat sedang
berhalangan maka masyarakat akan datang kekediaman
Abah Ukat dengan membawa sedikit bahan bangunan yang
akan dido’akan, baik itu pasir atau kayu yang digunakan
dalam bahan bangunan. Masyarakat tidak diperkenankan
untuk membuat bangunan tersebut sesuai dengan kemauan
pribadi, hal tersebut sudah diatur dalam ketentuan adat
sejak dahulu yang patut dipatuhi oleh seluruh masyarakat
Kampung Urug, apabila masyarakat tidak mematuhi
peraturan adat dalam mendirikan bangunan maka akan
mendapatkan bala atau ganjaran bagi siapa saja yang
melanggar pertaturan tersebut. Rumah masyarakat di
Kampung Urug tidak diperkenankan memakai genteng, hal
tersebut diyakini masyarakat Kampung Urug bahwa bahan
yang dipakai dalam pembuatan genteng merupakan tanah
liat yang mana tanah diartikan sebagai sesuatu yang
ditutupi tanah adalah suatu hal yang sudah meninggal atau
dapat dikatakan sebagai pemakaman.
ii. Bangunan Rumah Adat
Bangunan rumah adat di Kampung Urug memiliki kriteria
dalam pembangunan baik dalam bentuk bangunan hingga
bahan bangunan yang dipergunakan dalam membangun
rumah adat, kriteria kriteria tersebut adalah bentuk
bangunan rumah adat tersebut dibuat tidak boleh
menyentuh dengan tanah sehingga dibuat dengan bentuk
panggung tanpa adanya tembok yang menghalangi tidak
hanya itu saja akan tetapi seluruh bahan bangunan yang
dipakai pada rumah adat ini berbahan dasar kayu, atap yang
dipergunakan pun tidak memakai genteng tanah liat akan
tetapi memakai atap yang terbuat dari kirai dan ijuk dengan
jumlah atap sebanyak 7 atap yang berartikan sebagai
jumlah hari dalam satu minggu yang terus memutari
kehidupan di Kampung Urug, langit – langit dari bangunan
rumah adat atau disebut dengan plafon menggunakan bahan
– bahan yang terbuat dari kayu atau bambu, memiliki
keseluruhan 3 pintu dibangunan tersebut yang mana 3 pintu
berada didepan dan 2 pintu lainnya berada dibelakang atau
didapur, bentuk jendela persegi panjang lengkap dengan
daun jendela sebagai penutup, warna yang digunakan pun
dominan berwarna kuning dan hijau, rumah adat memiliki
panjang bangunan sepanjang 30 meter yang diartikan
sebagai hitungan hari dalam satu bulan lamanya dan lebar
sebesar 12 meter yang diartikan sebagai hitungan bulan
dalam satu tahun lamanya.
GAMBAR 7
GEDONG AGEUNG
Sumber: Dokumentadi Pribadi, 2019
3) Regional
a) Ancient Architecture
Kampung Urug memiliki bangunan – bangunan kuno yang
pantang untuk dimasuki oleh sembarangan orang baik itu
masyarakat maupun wisatawan, hanya ketua adat dengan
pasangannya yang dapat mengunjungi bangunan, ketua adat
yang mengunjungi bangunan tersebut tidak sembarangan
dikarenakan memliki ketentuan hari dan waktu untuk
berkunjung, bangunan – bangunan yang tidak boleh dikunjungi
wisatawan saat berada di Kampung Urug yaitu:
i. Paniisan
tempat istirahatnya para arwah leluhur Kampung Urug,
tempat ini pun dipergunakan sebagai tempat bersemadi
kepala adat Kampung Urug. Tempat ini tidak bisa
dikunjungi oleh wisatawan maupun masyarakat setempat,
hanya boleh dikunjungi oleh orang yang bertugas untuk
membersihkan dan merawat gedung yang dilakukan dua
kali dalam satu bulan, selain orang yang bertugas ketua adat
dan pasangannya dapat memasuki rumah ini hanya satu kali
dalam satu tahun.
GAMBAR 8
PANIISAN
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019
ii. Gedong Alit
merupakan tempat yang sakral dan keramat, yaitu tempat
dimana dikebumikannya nenek moyang yang terletak
paling ujung Kampung Urug dan terpencil. Ketua adat dan
pasangannya lah yang bisa memasuki wilayah Bumi Alit
sebanyak dua kali dalam satu tahun. Tempat ini lah yang
dikunjungi oleh masyarakat pada pelaksanaan upacara adat
seren taun dan seren pataunan.
GAMBAR 7
GEDONG ALIT
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019
Kampung Urug juga memiliki bangunan tradisional yang
dinamakan Leuit atau tempat dimana masyarakat menyimpan
padi hasil panen yang belum ditumbuk lengkap dengan alat
tumbuk padi seperti lesung atau alu. Masyarakat diwajibkan
menyimpan hasil panennya dilumbung, ketentuan tersebut
sudah ada dalam Kitab Carék atau larangan adat Kampung Urug
sehingga tidak ada masyarakat yang melanggar aturan tersebut,
dikarenakan masyarakat setempat masih memiliki kepercayaan
terhadap “pamali” yang disegani dari kehidupan leluhur
sebelumnya dan berlakunya hukum adat apabila terdapat
masyarakat yang melanggar aturan. Pengambilan hasil panen
pun tidak dapat dilakukan secara sembarang, pengambilannya
memiliki hari – hari tertentu seperti hari Senin dan Kamis.
b) Pola Kehidupan Masyarakat
GAMBAR 8
PENUMBUKAN PADI BERSAMA
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019
Kehidupan Masyarakat di Kampung Urug memiliki pedoman
yang disebut Talek atau aturan yang harus dijalani dalam
kehidupan sehari – hari yang diwariskan secara turun – temurun
sejak dahulu secara lisan. Menurut Abah Ukat selaku Ketua
Adat di Kampung Urug Talek merupakan bahasa Sunda yang
artinya adalah “elmu buhun” yaitu ilmu yang didapatkan dari
leluhur secara lisan berupa amanat. Talek dipergunakan sebagai
fungsi untuk mengatur, mengendalikan serta memberikan
arahan yang akan dilakukan oleh masyarakat setempat agar
terjaganya hubungan yang baik antara manusia dengan alam
kepada sang pencipta. Masyarakat Kampung Urug masih sangat
erat dengan budaya bergotong royong antar masyarakat, hal
tersebut dapat dilihat pada saat masyarakat kampung yang
sedang membangun atau mendirikan rumah maka masyarakat
akan berbondong – bondong berdatangan untuk membantu
mendirikan bangunan tersebut, tuan rumah yang sedang
membangun rumah akan menyajikan santapan siang bagi
masyarakat yang datang membantu membangunkan rumah.
Sajian makanan diharapkan dapat menjadikan berkah bagi siapa
saja yang membantu orang yang sedang memerlukan
pertolongan.
c) Local Cuisine
Pada saat diselenggarakannya upacara di Kampung Adat Urug
terdapat makanan ringan atau cemilan tradisional yang
disuguhkan masyarakat seperti rengginang, uli ketan, ampyang,
dodol, teng – teng merupakan makanan sejenis regginang
namun dilumuri dengan gula merah, wajit, papais, dan pisang
rebus. Kang Ujang merupakan salah satu masyarakat di
Kampung Urug, ia menjelaskan bahwa makanan sehari – hari
yang biasa disantap oleh masyarakat berupa ikan asin, lalapan,
sambal dan nasi.
4) Religious
Kampung Adat Urug merupakan suatu desa wisata berbasis budaya
yang tidak hanya memiliki pemandangan Gunung Pongkor dan
Gunung Manapa, akan tetapi Kampung Urug memiliki beragam
upacara adat yang mana dijadikan sebagai daya tarik wisata yang
sampai saat ini masih rutin dilakukan oleh masyarakat Kampung
Urug.
a) Muludan
Muludan merupakan upacara adat yang rutin dilakukan oleh
masyarakat Kampung Urug dalam memperingati Maulid Nabi
Muhammad karena telah menyebarkan ajaran Agama Islam
kepada seluruh umat Muslim. Pada upacara Muludan ini
masyarakat akan mengadakan do’a bersama di Gedong Ageung
untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Nabi Muhammad,
upacara adat tersebut dipimpin oleh para ketua adat di Kampung
Urug, setelah memanjatkan do’a masyarakat akan
menghidangkan berbagai macam makanan tradisional mulai
dari makanan berat hingga makanan ringan yang akan disantap
bersama maupun yang akan dibagikan kepada masyarakat.
Prosesi pada saat upacara muludan dimulai pada pukul 05.30
pagi hari, dimana masyarakat akan datang ke rumah adat dengan
membawa satu ekor ayam perkepala keluarga, setelah
dikumpulkan ayam – ayam tersebut akan dipotong bersamaan
setelah masyarakat berkumpul di halaman rumah adat, pada
pukul 07.00 hingga 11.00 masyarakat yang berjenis kelamin
laki – laki khususnya kepala keluarga akan melakukan dzikir
dan masyarakat yang berjenis kelamin perempuan khususnya
ibu rumah tangga akan menghidangkan kue atau makanan
ringan khas Kampung Urug yang akan dicicipi oleh masyarakat,
setelah dzikir dilakukan para kepala keluarga akan
meninggalkan rumah adat sedangkan ibu rumah tangga akan
meyiapkan tumpeng nasi yang akan disantap secara bersama –
sama sebelum prosesi do’a ataupun prosesi ungkapan rasa
syukur kepada Nabi Muhammad yang telah berjasa
menyebarkan ajaran Agama Islam.
b) Seren Taun
Seren Taun adalah upacara adat yang dilaksanakan masyarakat
setiap tanggal 10 Muharram kalendar Islam yang bertujuan
untuk mengungkapkan rasa syukur atas apa yang telah
didapatkan masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil
panen yang didapatkan. Kepala Adat yaitu Abah Ukat
menjelaskan bahwa bumi merupakan tempat dimana
tumbuhnya berbagai ragam jenis tanaman yang bermanfaat bagi
keberlangsungan hidupnya manusia, maka ketika manusia akan
mengambil milik sang pencipta manusia tersebut wajiblah
hukumnya untuk meminta izin kepada yang punya. Upacara
Seren Taun dipimpin langsung oleh ketua adat Abah Ukat,
beliau menjelaskan bahwa pelaksanaan upacara Seren Taun
berlangsung selama 2 hari lamanya, pada hari pertama
masyarakat Kampung Urug yang mendapatkan hasil panen akan
datang beramai – ramai menuju Gedong Ageung atau rumah
adat yang berada di Kampung Urug, tujuannya untuk
menumbuk hasil panen yang didapatkan secara bersama – sama
dengan masyarakat lainnya. Kegiatan pada hari pertama tidak
hanya menumbuk padi, pada siang hari setelah melaksanakan
Sholay Dzuhur masyarakat dan wisatawan yang sedang
menyaksikan upacara akan berkumpul di halaman Gedong
Ageung untuk pemotongan satu ekor kerbau yang mana
dagingnya akan diolah untuk santaapan masyarakat dan
wisatawan. Setelah pemotongan kerbau, rangkaian upacara
selanjutnya adalah seluruh masyarakat beserta ketua adat akan
berkunjung ke makam leluhur yang disemayamkan di Kampug
Urug dilahan yang biasa disebut masyarakat sebagai Bumi Alit
yaitu tempat dimana disemayamkannya nenek moyang, setelah
berziarah ke makam leluhur akan dilanjutkan ke makam kerabat
masyarakat Kampung Urug. Masyarakat yang sudah
menyelesaikan ziarah akan menghidangkan masakan yang
dapat disantap oleh masyarakat maupun wisatawan yang
berkunjung ke rumah tersebut. Pada hari kedua, setiap kepala
keluarga menyumbangkan atau memberikan seekor ayam hidup
dan dikumpulkan di Gedong dimana upacara Seren Taun
berlangsung, Abah Maman selaku kepala adat menyebutkan
bahwa jumlah ayam yang dikumpulkan setiap Seren Taun
setidaknya dapat mencapai 300 ekor ayam, setelah dikumpulkan
ayam tersebut akan dipotong di Gedong secara bersama – sama,
selanjutnya adalah masyarakat bersama – sama mengolah
daging ayam yang sudah dipotong tersebut menjadi ayam bakar
dan siap disantap oleh seluruh masyarakat dan wisatawan yang
berkunjung ke Kampung Urug. Masyarakat dan wisatawan akan
berkumpul di Gedong dan akan disajikan ayam bakar apabila
seluruh masyarakat dan wisatawan sudah duduk rapih disetiap
sudut ruangan, ayam bakar tersebut akan dibagikan satu ekor
untuk satu pasangan yaitu dua orang. Acara makan bersama
tersebut disebut oleh masyarakat setempat sebagai acara
“Ngariung” yaitu, ngariung dilaksanakan pada hari kedua
perayaan upacara adat Seren Taun. Penutupan upacara Seren
Taun merupakan acara hiburan bagi masyarakat dan wisatawan
yang berkunjung, dimana terdapat penampilan tari jaipong,
wayang golek serta dangdutan. Ketiga rangkaian hiburan
tersebut yang melaksanakan adalah masyarakat Kampung Urug
itu tersendiri, karena di Kampung Urug terdapat komunitas bagi
masyarakat yang menyukai hal – hal seni seperti tarian hingga
musik.
c) Sedekah Rowah
Upacara adat yang dilaksanakan pada bulan Sya’ban dalam
kalendar Islam atau tanggal 12 bulan Rowah merupakan
upacara adat yang dilaksanakan sebagai ungkapan wujud bakti
masyarakat kepada Nabi Adam sebagai induk dari semua umat
manusia yang beragama Muslim. Pada upacara Sedekah Rowah
masyarakat akan berkumpul dihalaman rumah adat yaitu
halaman pekarangan Gedong Ageung untuk melaksanakan
pemotongan ayam, ketentuannya adalah masing – masing
kepala keluarga mengumpulkan ayam setidaknya satu ekor
untuk perkepala keluarga, setelah pemotongan ayam selesai
daging ayam yang telah diolah menjadi makanan. Setelah
masyarakat selesai menunaikan ibadah sholat Dzuhur,
masyarakat akan kembali ke rumah adat Gedong Ageung
dengan membawa makanan yang sudah disiapkan untuk
disantap bersama – sama dengan masyarakat lainnya.
d) Sedekah Bumi
Sedekah Bumi merupakan upacara adat yang dilakukan
masyarakat Kampung Urug sebelum menanam padi yang
bertujuan pada saat masyarakat menanam padi – padi tersebut
tidak terkena hama dan tidak mendapatkan kendala selama masa
menanam padi. Rincian acara pada upacara tersebut adalah
masyarakat yang akan menanam padi bersama – sama
mendatangi rumah adat atau Gedong Ageung untuk menyantap
hidangan bersama yang telah disediakan oleh masyarakat secara
bersama, tidak lupa untuk melaksanakan do’a bersama yang
dipimpin langsung oleh ketua adat Abah Ukat.
e) Seren Pataunan
Upacara adat yang dilakukan pada saat menutup akhir tahun
yang memiliki tujuan agar masyarakat Kampung Urug
mendapatkan keselamatan atas tahun – tahun yang telah dijalani
maupun tahun – tahun yang telah dijalani.
Kelima upacara adat tersebut yang memiliki nilai – nilai adat dari
leluhur secara turun temurun tetap dijalankan hingga saat ini yang
membuat Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor
menetapkan Kampung Urug sebagai Desa Wisata Budaya pada
tahun 2010 sehingga menurut Abah Ukat selaku ketua adat
menjelaskan bahwa sejak ditetapkannya sebagai Cagar Budaya
sehingga kelima upacara yang dilaksanakan rutin setiap tahunnya
mendapatkan anggaran dana untuk menyelenggarakan upacara .
5) Scientific
a) Sistem Pertanian
GAMBAR 9
AREA PESAWAHAN
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
Abah Ukat menjelaskan bahwa Raja Prabu Siliwangi
merupakan leluhur di Kampung Urug yang mendirikan sebuah
desa di kampung tersebut dengan alasan lahan di Kampung
Urug subur, maka dari itu Prabu Siliwangi mendirikan desa
dengan tujuan untuk memakmurkan masyarakat dan negara
dengan cara menanam padi, oleh sebab itu hal tersebut yang
membuat masyarakat melakukan kegiatan yang tidak jauh dari
pertanian dan mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani.
Menurut Abah Maman masyarakat dalam menjalankan sistem
pertanian masih mengikuti mitologi pertanian Dewi Sri yang
sudah dijalankan sejak Raja Prabu Siliwangi tinggal di lahan
Kampung Urug.
Mitologi Dewi Sri yaitu sosok perempuan yang dikenal
masyarakat Kampung Urug bernama Nyai Sri yang disimbolkan
sebagai kecintaan seseorang kepada padi dan beras. Abah Ukat
menjelaskan bahwa padi dan beras yang dapat memberikan
tenaga dan kekuatan pada manusia oleh sebab itu masyarakat di
Kampung Urug sangat menghargai padi dan beras. Terdapat
larangan bagi masyarakat yang patut dijalani, seperti larangan
bagi masyarakat yang bertani untuk menjual beras dan padi
yang dimiliki. Larangan untuk menjualkan beras dikarenakan
menurut Abah Maman apabila beras tersebut dijual oleh
masyarakat maka hasil penjualan tersebut hanya dinikmati oleh
satu orang saja yaitu hanya dinikmati oleh orang yang menjual
beras, namun apabila beras tersebut tidak dijual untuk umum
beras tersebut dapat dinikmati oleh orang lain yaitu dapat
dinikmati oleh masyarakat ataupun kerabat yang mengunjungi
rumah masyarakat sehingga beras tersebut dapat dihidangkan
dan dinikmati oleh semua orang, walaupun dilarang untuk
menjual beras akan tetapi masyarakat dapat membeli beras
namun masyarakat yang ingin membeli beras harus membeli
diluar lingkungan Kampung Urug. Larangan lainnya yaitu tidak
diperbolehkan menggunakan mesin dalam pengelolaan gabah
menjadi beras, masyarakat terbiasa dengan alat yang digunakan
secara turun temurun yaitu menggunakan lesung dan lulumpang
yang digunakan masyarakat untuk menumbuk padi, padahal di
era modern seperti sekarang ini sudah banyak yang
menggunakan mesin otomatis dalam mengelola padi namun
masyarakat Kampung Urug sudah terbiasa dengan alat yang
sudah dipakainya, tidak hanya itu saja pupuk yang digunakan
selama penanaman padi menggunakan pupuk yang dibuat oleh
masyarakat yang berbahan dasar sampah rumah tangga seperti
sisa – sisa makanan buah – buahan yang akan dibuang atau
ditaruh diarea persawahan dan jerami yang telah digunakan dari
panen sebelumnya tidak diperbolehkan untuk dibakar
melainkan diletakkan dilahan pertanian yang dapat dijadikan
sebagai pupuk pada padi yang ditanam. Abah Maman
menjelaskan bahwa masyarakat yang akan menanam padi
dilaksanakan secara bersama – sama dengan masyarakat lainnya
setelah melaksanakan upacara adat Sedekah Bumi serta masa
menanam padi hanya diperbolehkan satu kali dalam satu tahun,
peraturan tersebut dibuat tentu dengan alasan yaitu dikarenakan
adanya musin hujan dan musim kemarau, pada saat masa
menanam padi tentu saja membutuhkan air untuk tetap
menyuburkan tanaman padi sehingga musim hujan merupakan
musim dimana masyarakat Kampung Urug melaksanakan
penanaman padi secara bersamaan, masyarakat pun memiliki
jangka waktu dalam menanam padi yaitu selama 6 hingga 7
bulan lamanya. Penanaman padi secara bersamaan pun
dilakukan untuk menghindari datangnya hama yang terus
menurus secara silih berganti yang dapat mengganggu tanaman
padi di sawah. Masyarakat menggunakan bibit padi yang
berumur 7 bulan lamanya seperti rajawesi, sri kemuning,
jalupang, gadog, carci kunig yang mana bibit tersebut menurut
Abah Maman sudah ada sejak dahulu.
GAMBAR 10
PENJEMURAN GABAH
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
Pak Anan selaku pedagang dan petani di Kampung Urug
menjelaskan tahapan setelah padi tersebut dipanen, pertama
setelah dipanen akan dijemur hingga kering dihalaman ataupun
pekarangan masyarakat dalam waktu beberapa minggu, setelah
kering maka padi tersebut akan disimpan di leuit atau tepat
dimana padi disimpan dan masyarakat akan berunding kepada
kepala adat kapan waktunya untuk menumbuk padi, hal tersebut
dilakukan dikarenakan masyarakat yang akan menumbuk padi
akan dilakukan secara bersamaan dengan masyarakat lainnya
dengan, dan yang terakhir adalah penumbukan padi, pada saat
melakukan penumbukan padi bagi siapapun yang menumbuk
padi tidak diperbolehkan untuk berbincang dengan siapapun
sebelum padi tersebut berubah menjadi beras. Pak Anan pun
menjelaskan walaupun tidak adanya peraturan yang
menjelaskan bagi masyarakat akan tetapi masyarakat tetap
menjalankan aturan yang sudah ditetapkan, karena apabila
masyarakat melanggar aturan yang berlaku masyakat memiliki
kesadaran sendiri apabila melanggar pertauran tersebut maka
akan mendapatkan kuwalat atau hal yang tidak disebutkan akan
tetapi mendapatkan akibat dari perlakuannya tersebut secara
langsung baik di dunia maupun di akhirat. Apabila padi tersebut
sudah menjadi beras setelah itu masyarakat yang menjadi kepala
keluarga akan menentukan waktu yang tepat kepada istri atau
pasangan dikeluarga tersebut untuk menanak beras hasil panen.
Istri dari kepala keluarga tersebut akan menjalankan perintah
dari kepala keluarga kapan waktunya untuk mengambil beras di
leuit, apabila kepala keluarga tersebut menyebutkan beras
diambil hari Minggu maka istri harus mengambil beras dihari
yang telah disebutkan. Masyarakat Kampung Urug masih
menjalankan larangan – larangan yang sudah dijalankan sejak
zaman Raja Prabu Siliwangi, masyarakat percaya bahwa bagi
siapa saja masyarakat yang tidak mengikuti aturan dan larangan
– larangan yang ada akan mendapatkan bala atau ganjaran untuk
yang melanggar, bala yang didapatkan pun beragam seperti
terjangkit penyakit gatal – gatal atau masyarakat yang
melanggar aturan sedang menanam padi maka tanaman padi
tersebut akan mendapatkan hama tanaman yang dapat membuat
tanaman padi menjadi gagal panen, Abah Maman menyebutkan
bahwa masyarakat biasa menyebutnya sebagai bendoaan.
Hasil padi yang didapatkan masyarakat dibagi menjadi 2 fungsi,
fungsi pertama sebagai kebutuhan pangan utama untuk
konsumsi pribadi keluarga dan fungsi yang kedua padi
diperuntukan untuk keperluan adat maupun hajatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat di Kampung Urug, biasanya
masyarakat akan memberikan bantuan berupa beras untuk
dihidangkan pada hajatan. Walaupun beras yang dimiliki oleh
masing – masing kepala keluarga dibagi dua dengan keperluan
adat, akan tetapi persediaan beras yang dimiliki dalam masa
panen 1 tahun sekali selama 6 hingga 7 bulan, persediaan
tersebut dapat mencukupi kebutuhan masyarakat hingga 2 tahun
lamanya.
6) Historical Attributes
a) History
Kampung Adat Urug dengan Prabu Siliwangi Raja dari
Kerajaan Pajajaran memiliki keterkaitan satu sama lain, hal
tersebut terbukti pada 1482 – 1579 M Raja Pajajaran mengutus
para inohong (tokok Pajajaran) yang ahli dalam bidang
pertanian pada masa itu untuk mencari suatu daerah yang
memiliki lahan subur yang akan dijadikan sebagai lahan
pertanian, oleh karena itu para inohong menelusuri aliran sungai
Cidurian hingga menemukan lahan yang sesuai dengan
keinginan Raja Pajajaran dan dibuatlah batas wilayah pedesaan
dengan sebuah batu yang disebut dengan batu tapak yang mana
wujudnya masih dapat dilihat hingga saat ini. Kampung ini
sebelumnya bernamakan Kampung Guru atau dalam Bahasa
Sunda diartikan sebagai “digugu” dan “ditiru” atau dapat
diartikan sebagai dipatuhi dan diteladani segala pengajaran dan
petuahnya, namun menurut Abah Ukat nama Guru tersebut
dikhawatirkan pada generasi mendatang hanya akan
menyandang penamaan tempat tersebut tanpa mengamalkan
makna dan nilai – nilai dibalik kalimat Guru sehingga penamaan
kampung ini pembacaannya terbalik menjadi dari sebelah kanan
atau dibaca menjadi Urug. Kampung yang kehidupan
masyarakatnya masih menganut pada leluhur yang diwariskan
secara turun – temurun agar tetap dilestarikan dan dijaga
sehingga kebudayaan dan adatnya masih dapat dirasakan hingga
saat ini. Sistem pemerintahan adat di Kampung Urug terdiri atas
tiga ketua adat yang memiliki peran dan kepentingan yang
berbeda. Kokolot Leubak atau bisa disebut Kikolot Ukat
merupakan keturunan kesembilan dari Raja Pajajaran Jawa
Barat yaitu Prabu Siliwangi, Kikolot Ukat atau Abah Ukat
memiliki tugas dalam mengendalikan serta mempertahankan
adat istiadat serta upacara adat yang ada di Kampung Adat
Urug, Kokolot Tengah atau Kikolot Amat bertugas sebagai
mengatur kehidupan masyarakat seperti memberikan petunjuk
bagi kesepakatan adat yang sedang dijalankan, Kikolot Tengah
atau Rajaya bertugas sebagai ketua yang mempunyai peran
untuk menceritakan sejarah Kampung Adat Urug, baik silsilah,
riwayat yang berhubungan dengan nilai – nilai tradisional
hingga menceritakan tentang raja – raja Pajajaran yang terkait
dengan Kampung Urug. Kepercayaan kepada leluhur pun masih
dianut masyarakat dan masih dipertahankan sampai sekarang,
seperti pergantian ketua adat dilakukan apabila Urug Lebak
mendapatkan wangsit atau amanat dari leluhur untuk
menentukan ketua adat berikutnya yang mana akan diterima
oleh ketua adat yang sedang menjabat saat itu.
Abah Maman selaku Ketua Adat menceritakan awal mula
Kampung Urug mulai diminati oleh wisatawan, yaitu Kampung
Urug sering kali dijadikan sebagai tempat penelitian
kebudayaan yang dilakukan oleh mahasiswa – mahasiswi
Perguruan Tinggi untuk menyelesaikan Praktik Kerja Nyata
maupun Tugas Akhir, tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa –
mahasiswi saja para dosen pun turut berdatangan ke Kampung
Urug untuk meneliti kebudayaan yang tetap terjaga sejak 1482
M, mulai saat itu banyak wisatawan yang berkunjung untuk
melakukan penelitian hingga melakukan pengobatan penyakit
kepada Abah Ukat, sehingga pada tahun 2010 Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Bogor mengeluarkan Surat
Keputusan bahwa Kampung Urug merupakan Desa Wisaya
Budaya di Kabupaten Bogor Barat dan Abah Ukat menyebutkan
bahwa pada tahun 2021 mendatang Surat Keputusan tersebut
akan diperbaharui dengan Surat Keputusan yang menyatakan
bahwa Kampung Urug tidak hanya Desa Wisata Budaya di
Kabupaten Bogor Barat melainkan Desa Wisata Budaya di
Kabupaten Bogor. Pak Hasan yang menjabat sebagai Ketua RW
2 menyebutkan bahwa Kampung Urug yang semulanya
dikunjungi oleh wisatawan yang ingin melakukan penelitian dan
berobat, saat ini sudah mulai dijadikan tempat shooting oleh
stasiun televisi yang tertarik dengan keasrian Kampung Adat
Urug serta lingkungan yang masih alami. Pak Hasan selaku
Ketua RW 2 Kampung Adat Urug menyebutkan bahwa awal
mula Kampung Urug mulai diminati oleh stasiun televisi yang
akan dijadikan sebagai tempat shooting dikarenakan banyaknya
wisatawan yang sudah mengunjungi Kampung Urug akan
membagikan cerita ataupun pengalaman selama berkunjung
diberbagai media sosial, sehingga banyak pengguna media
sosial yang penasaran akan keberadaan Kampung Adat Urug.
b) Ngaji Diri
Ngaji diri atau mawas diri yang biasa disebut oleh masyarakat
dengan Tapa Manusia diartikan sebagai hal – hal yang harus
dipahami jati diri hakekat manusia sebenarnya merupakan suatu
ajaran moral yang diajarkan oleh leluhur dan tetap dijalankan
masyarakat Kampung Urug untuk terbiasa mengoreksi diri
pribadi masing – masing. Pada ajaran ngaji diri ini masyarakat
diajarkan untuk mengetahui diri pribadi, sehingga apabila
manusia tersebut sudah mengenal dan memahami diri sendiri
nantinya ia akan dekat dengan sang pencipta yang akan
membuat diri masyarakat Kampung Urug terhindar dari sifat
sombong, iri dengki dan angkuh terhadap masyarakat satu sama
lainnya. Terdapat 4 kalimat konsep ngaji diri yang biasa
disebutkan masyarakat Kampung Urug, pertama adalah “Nafsu
kasasarnya lampah badan anu katempuhan” yang memiliki arti
bilamana masyarakat terhasut oleh nafsu batin maka badan
masyarakat yang terhasut oleh nafsu akan menerima akibatnya,
yang kedua adalah “Murah bacot murah concot” yang memiliki
arti masyarakat diwajibkan untuk memberikan sikap yang
ramah tamah dan sopan santun kepada siapa saja yang
berkunjung dan diwajibkan untuk menjamu tamu yang
berkunjung tidak diharuskan dengan makanan yang mewah
namun jamuan hidangan yang sekedarnya pun tidak masalah
dan masyarakat pun diharuskan untuk menawekan tamu yang
berkunjung untuk menyantap hidangan yang telah dihidangkan
hal tersebut dilakukan untuk menghindari apabila tamu yang
berkunjung tersebut segan atau malu untuk mencicipi hidangan
yang telah disuguhkan, hal tersebut sudah lumrah dilakukan
oleh masyarakat Kampung Urug baik dalam menjamu tamu
pribadi maupun wisatawan yang berkunjung. Ketiga adalah
“Ulah hareup teuing bisi tijongklong, ulah tukang teuing bisi
tijengkang” yang diartikan sebagai jangan terlalu depan nanti
akan tersungkur dan jangan juga terlalu belakang nanti akan
terlentang, dan yang terakhir adalah “Mipit kudu amit, ngala
kudu menta” yang diartikan sebagai apabila masyarakat
mengambil yang bukan miliknya harusnya meminta izin kepada
yang punya, kalimat tersebut bukan hanya larangan untuk
mengambil yang bukan hak saja, akan tetapi mengajarkan
masyarakat untuk selalu merasa bersyukur atas apa yang telah
didapatkan.
c) Peninggalan
Kampung Urug memiliki peninggalan yang masih dapat dilihat
sampai saat ini yaitu Situs Batu Tapak yang sudah diresmikan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor
berjarak 2 Km dari pemukiman Kampung Urug. Peninggalan
tersebut menjadi saksi pembangunan Kampung Urug sejak
zaman Prabu Siliwangi, peninggalan tersebut merupakan Batu
Tapak yang merupakan sebagai pembatas kawasan Kampung
Urug. Menurut Bapak Hasan selaku Ketua RW 2 di Kampung
Urug menyebutkan bahwa Batu Tapak tersebut merupakan
sebuah tanda yang terdapat telapak kaki inohong dibatu tersebut
yang pada tahun 1482 M – 1579 M dipergunakan para inohong
atau tokoh dari wetan (Sumedang) Pajajaran pada yang singgah
untuk mencari daerah yang subur sebagai lahan pertanian.
Kampung Urug pada zaman dahulu sebelumnya masih
berbentuk lahan perhutanan yang dirasa tanah tersebut cocok
untuk diberlangsungkannya kegiatan pertanian. Letak batu
tapak dari Kampung Urug berjarak kurang lebih 3 km jauhnya
dari area pemukiman, batu tapak ini terletak diantara ladang
pesawahan milik warga yang berjarak setidaknya 500 meter dari
jalan akses menuju Kampung Urug.
GAMBAR 11
SITUS BATU TAPAK
Sumber: Dokumentasi Pribadi
b. Aksesibilitas
1) Jalan Raya
Jalan utama menuju Kampung Urug dapat dilalui menjadi 2 jalur,
jalur yang pertama melalui perkebunan kelapa sawit dan jalur
kedua melalui area pesawahan. Jalur perkebunan kelapa sawit
belum beraspal sepenuhnya, jalanan yang masih bebatuan dan
memiliki ruas jalan tidak lebih dari 5 meter. Jalur pesawahan
memiliki kondisi jalan yang sama dengan jalur perkebunan kelapa
sawit, teraspal hanya pada bagian saat memasuki wilayah
Kampung Urug saja, ruas jalan tidak lebih dari 3 meter yaitu hanya
bisa dilalui oleh satu kendaraan bermobil, sehingga apabila
terdapat mobil dengan arah yang berlawanan akan sulit melewati
jalan pesawahan.
Kedua jalur sama – sama tidak memiliki penerangan jalan, satu –
satunya penerangan saat malam hari hanya didapati dari rumah
rumah yang berada dipinggir jalan. Kondisi jalan yang menanjak
serta berkelok – kelok, pada bahu jalan erdapat jurang serta hutan
tepat disamping kanan dan kiri jalan sehingga membuat
pengendara tidak dapat melajukan kendaraannya dengan kencang.
2) Jalan Akses
Jalan akses di Kampung Urug sudah seluruhnya beraspal tanpa
lubang satu pun, kondisi jalan yang baik akan tetapi hanya
memiliki lebar tidak lebih dari 3 meter. Jalan akses dapat dilalui
oleh setidaknya satu kendaraan mobil dan motor.
GAMBAR 12
JALAN AKSES
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019
3) Jalan Setapak
Kampung Urug memiliki akses jalan setapak yang belum beraspal,
area yang berspal hanya jalan akses sehingga jalan setapak masih
bebatuan dan tanah liat. Jalan setapak ini dapat mengakses
perumahan masyarakat Kampung Urug hingga ke area pesawahan.
Area pesawahan letaknya lebih rendah dibandingkan letak
perumahan di Kampung Urug, sehingga masyarakat yang ingin
menuju ke sawah akan melewati jalan setapak yang menurun,
bentukan jalan setapak untuk menuju ke area pesawahan memiliki
tangga yang terbuat dari tanah bebatuan, sehingga pada saat hujan
tiba jalan tersebut akan licin untuk dilalui.
4) Sistem Transportasi
Kampung Urug memiliki beragam pintu kedatangan yang dapat
diakses oleh wisatawan sehingga pintu kedatangan yang dipilih
berdasarkan pintu kedatangan yang memiliki jarak terdekat dari
Kampung Urug dibandingkan pintu kedatangan lainnya.
a) Bandara: Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta 57,35
Km
b) Terminal:
i. Terminal Bus: Terminal Leuwiliang 14,35 Km
ii. Terminal Angkutan Umum: Terminal Leuwiliang 14,34
Km
iii. Terminal Shuttle: Terminal Halim Perdanakusuma
57,49 Km
c) Stasiun: Stasiun Kereta Parung Panjang 31,67 Km
d) Pangkalan Tradisional: Pangkalan Parung Panjang 28,71 Km
c. Amenitas
Wisatawan yang berkunjung ke Kampung Urug akan bermalam di
Gedong Ageung, yaitu bangunan yang berada tepat dihalaman
kediaman Kepala Adat Abah Ukat. Ketua RT menyebutkan berhubung
wisatawan yang akan berkunjung ke Kampung Urug terlebih dahulu
menemui Abah Ukat maka Gedong Ageung merupakan bangunan yang
diperuntukan sebagai tempat menginapnya wisatawan.
Gedong Ageung merupakan bangunan yang biasanya dipergunakan
sebagai balai pertemuan dimana masyarakat Kampung Urug
melakukan musyawarah ketika terjadi permasalahan yang berkaitan
dengan adat, pertanian serta tempat penerimaan wisatawan maupun
tamu ketua adat. Gedong Ageung sebagai tempat penerimaan
wisatawan ketua serta tempat untuk menginap wisatawan.
GAMBAR 13
AKOMODASI WISATAWAN
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019
Selain Gedong Ageung yang bisa diperuntukan bagi wisatawan yang
berkunjung terdapat pula rumah Abah Maman yang memang dapat
digunakan bagi mahasiswa – mahasiswi dari perguruan tinggi yang
sedang melakukan penelitian maupun Praktik Kerja Nyata, tidak hanya
itu saja rumah masyarakat Kampung Urug pun dapat dijadikan sebagai
tempat menginap bagi wisatawan, biasanya Abah Maman yang
menentukan rumah siapa yang diperbolehkan bagi wisatawan untuk
menginap akan tetapi masyarakat pun dapat mengajukan
kebersediannya apabila tempat tinggalnya diperbolehkan sebagai
tempat menginap wisatawan.
GAMBAR 14
LAHAN PARKIR WISATAWAN
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2019
Kediaman ketua adat Abah Maman memiliki halaman yang
dipergunakan sebagai lahan parkir bagi wisatawan yang membawa
kendaraan pribadi, lahan tersebut dapat menampung 9 kendaraan
berjenis mini bus beroda empat dan dapat menampung hingga 50
kendaraan bermotor beroda dua. Tepat disamping halaman terdapat
toilet umum sebanyak 3 buah bilik yang dapat digunakan wisatawan
maupun masyarakat Kampung Urug, toilet tersebut menggunakan
sumber air murni dari sungai yang mengitari Kampung Urug, air
tersebut dialiri menggunakan pipa dan tidak memiliki keran air serta
penampungan air sehingga air dibiarkan mengalir dengan alami dan air
tersebut hanya ditampung menggunakan ember yang tersedia didalam
toilet.
GAMBAR 15
TOILET UMUM DI KAMPUNG URUG
Sumber: Dokumentasi penulis, 2019
4. Analisis SWOT Produk Wisata di Kampung Adat Urug
Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis atau mengidentifikasi faktor
internal dari strength dan weakness dengan faktor eksternal opportunity dan
threat untuk mengidentifikasi pada pengembangan produk wisata yang ada
di Kampung Urug.
Berikut merupakan hasil identifikasi faktor internal dan faktor eksternal
Kampung Urug berdasarkan kondisi aktual:
a. Faktor strength Kampung Urug:
1) Pola kehidupan masyarakat
2) Sistem pertanian yang masih menganut kepada sistem Kerajaan
Pajajaran Prabu Siliwangi
3) Tingkat kriminalitas yang rendah
4) Kampung Urug merupakan keturunan Raja Prabu Siliwangi
5) Batu Tapak
Batu Tapak terletak ditengah pesawahan pinggir jalan dapat dilihat
langsung oleh wisatawan yang melintasi jalan merupakan petanda
batasan wilayah Kampung Urug yang digunakan para inohong
kerajaan Pajajaran dan masih dapat dilihat oleh wisatawan yang
berkunjung.
6) Kampung Urug masih menjalankan upacara adat setiap tahunnya
b. Faktor weakness Kampung Urug:
1) Tidak ada papan petunjuk untuk memudahkan wisatawan menuju
Kampung Urug
2) Akses jalan untuk memasuki Kampung Urug memiliki 2 arah yang
tidak diatur
3) Tidak adanya angkutan umum untuk menuju Kampung Urug
4) Jaringan telekomunikasi internet tidak dapat dijangkau Jaringan
telekomunikasi internet tidak dapat dijangkau pada saat memasuki
wilayah Kampung Urug bawah yang mana merupakan pusat dari
keberadaan Kampung Urug.
5) Wisatawan akan bermalam di Gedong Ageung
Wisatawan yang tinggal di Kampung Urug lebih dari satu hari akan
bermalam di Gedong Ageung bersamaan dengan wisatawan
lainnya, termasuk kedalam wisatawan yang memiliki tujuan untuk
melakukan pengobatan.
c. Faktor opportunity Kampung Urug:
1) Kampung Urug merupakan desa wisata budaya satu – satunya yang
sudah ditetapkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor di
Kabupaten Bogor
2) Masyarakat tidak merasa terganggu dengan adanya aktifitas wisata
sehingga tidak adanya perubahan budaya yang ada di Kampung
Urug
3) Kampung Adat Urug mendapatkan sumbangan dana dari
pemerintahan pada saat menjalankan upacara adat
Abah Ukat selaku Ketua Adat menjelaskan bahwa setiap upacara
adat yang dilaksanakan di Kampung Urug mendapatkan
sumbangan dari pemerintah daerah dikarenakan banyaknya minat
wisatawan yang berkunjung untuk melihat prosesi upacara adat
berlangsung, tentu saja hal tersebut merupakan dampak positif bagi
masyarakat maupun bagi pemerintahan, sehingga dengan
sumbangan dana tersebut upacara adat dapat berlangsung setiap
tahunnya.
4) Masyarakat mayoritas bekerja sebagai petani
5) Masyarakat memiliki komunitas seni musik, tarian dan dalang
wayang golek
Komunitas seni serta wayang golek di Kampung Urug akan tampil
tidak hanya dihajatan saja akan tetapi di pelaksanaan upacara adat,
dengan adanya komunitas seni dan wayang golek ini membuat
jalannya rangkaian upacara adat tidak mononton dan wisatawan
yang mengikuti rangkaian upacara adat akan lebih terhibur dengan
adanya pertunjukan seni dan wayang golek.
d. Faktor threat Kampung Urug:
1) Tidak memperlihatkan ragam seni dan budaya yang dimiliki
Kampung Urug
Kampung Urug memiliki keragaman seni dan budaya seperti yang
sudah dijelaskan diatas, akan tetapi semua seni dan budaya yang
dimiliki tidak diperlihatkan secara sepenuhnya kepada wisatawan
yang berkunjung melainkan hanya melalui cerita rakyat yang biasa
diceritakan oleh ketua adat.
2) Kampung Urug hanya berfokus kepada cerita sejarah yang dimiliki
3) 24 desa wisata yang terdapat di Kabupaten Bogor dengan
keragaman dan ciri khas yang dimiliki
e. Identifikasi Tabel IFAS dan EFAS
Berikut adalah tabel IFAS dan EFAS dari Kampung Urug yang sudah
dijabarkan diatas. pada setiap faktor akan diberikan bobot masing –
masing faktor dari skala 0,0 dengan klasifikasi tidak penting hingga
skala 1,0 dengan klasifikasi sangat penting, setelah memberikan bobot
pada faktor yang telah ditentukan maka akan dijumlahkan dengan total
bobot 1. Rating merupakan penggambaran tingkat faktor yang tidak
memiliki kepengaruhan dengan rating 1 dan sangat berpengaruh dengan
rating 4. Setelah mendapatkan bobot dan rating maka hasil dari bobot
dan rating tersebut akan dikalikan sehingga akan mendapatkan hasil
skor yang didapat.
TABEL 5
IDENTIFIKASI STRENGTH KAMPUNG URUG
Strength
No Faktor – Faktor Strategik Bobot Rating Skor
1. Pola kehidupan masyarakat 0.225 3 0.675
2. Sistem pertanian yang masih
menganut kepada sistem Kerajaan
Pajajaran Prabu Siliwangi
0.2 4 0.8
3. Tingkat kriminalitas yang rendah
dikarenakan masih terjaganya
tradisi yang dianut masyarakat
dari leluhur yaitu “mawas diri”
0.1 3 0.3
4. Kampung Urug merupakan
keturunan Raja Prabu Siliwangi
0.125 3 0.375
5. Memiliki Batu Tapak yang sudah
ada sejak kerajaan Pajajaran dan
masih dapat dilihat oleh
wisatawan yang berkunjung
0.175 3 0.525
6. Kampung Urug masih
menjalankan upacara adat setiap
tahunnya
0.175 4 0.7
1 3.4
Sumber: Data olahan penulis 2019
TABEL 6
IDENTIFIKASI WEAKNESS KAMPUNG URUG
Weakness
No Faktor – Faktor Strategik Bobot Rating Skor
1. Tidak ada papan petunjuk untuk
memudahkan wisatawan menuju
Kampung Urug
-0.2 4 -0.8
2. Akses jalan untuk memasuki
Kampung Urug memiliki 2 arah
yang tidak diatur
-0.2 4 -0.8
3. Tidak ada angkutan umum untuk
menuju Kampung Urug
-0.125 3 -0.375
4. Jaringan telekomunikasi internet
tidak dapat dijangkau di Kampung
Urug bawah yang mana
merupakan pusat dari keberadaan
Kampung Urug
-0.225 1 -0.225
5. Wisatawan akan bermalam di
Gedong Ageung
-0.25 3 0.75
-1 -2.9
Sumber: Data olahan penulis 2019
TABEL 7
IDENTIFIKASI OPPORTUNITY KAMPUNG URUG
Opportunity
No Faktor – Faktor Strategik Bobot Rating Skor
1. Kampung Urug merupakan desa
wisata budaya satu – satunya yang
sudah ditetapkan oleh Dinas
Pariwisata Kabupaten Bogor di
Kabupaten Bogor
0.25 4 1
2. Masyarakat tidak merasa
terganggu dengan adanya aktifitas
wisata sehingga tidak adanya
perubahan budaya yang ada di
Kampung Urug
0.2 3 0.6
3. Kampung Adat Urug
mendapatkan sumbangan dana
dari pemerintahan pada saat
menjalankan upacara adat
0.2 4 0.8
4. Masyarakat mayoritas bekerja
sebagai petani
0.125 3 0.375
5. Masyarakat memiliki komunitas
seni musik, tarian dan dalang
wayang golek
0.225 4 0.9
1 3.7
Sumber: Data olahan penulis 2019
TABEL 8
IDENTIFIKASI THREAT KAMPUNG URUG
Threat
No Faktor – Faktor Strategik Bobot Rating Skor
1. Tidak memperlihatkan ragam seni
dan budaya yang dimiliki
Kampung Urug
-0.6 4 -2.4
2. Kampung Urug hanya berfokus
kepada cerita sejarah yang dimiliki
-0.3 3 -0.9
3. 24 desa wisata yang terdapat di
Kabupaten Bogor dengan
keragaman dan ciri khas yang
dimiliki
-0.1 3 -0.3
-1 -3.6
Sumber: Data olahan penulisa 2019
f. Perhitungan strength posture dan competitive posture
Pada perhitungan strength posture dan competitive posture berdasarkan
hasil tabel analisis IFAS diatas, faktor strength mendapatkan total 3.4,
weakness mendapatkan total -2.9 sehingga kedua faktor tersebut
memiliki selisih 0.5. Pada tabel analisis EFAS diatas, faktor opportunity
mendapatkan total 3.7, threat mendapatkan total -2.9 sehingga kedua
faktor tersebut memiliki selisih 0.8
1) Strength posture : S+(-W) = 3.4+(-2.9)
= 0.5
2) Competitive posture : O+(-W) = 3.7+(-2.9)
= 0.8
Dari perhitungan strength posture dan competitive posture
menghasilkan titik koordinat 0.5:0.8
g. Diagram Kartesius SWOT
GAMBAR 16
DIAGRAM KARTESIUS SWOT
Sumber: Data olahan peneliti 2019
Berdasarkan pada diagram diatas dapat dilihat bahwa posisi Kampung
Adat Urug berada pada kuadran I yang disebut dengan Offensive atau
Proaktif yang mana Kampung Urug dalam kondisi yang sangat baik
dikarenakan adanya kekuatan yang dapat dimanfaatkan untuk
mendapatkan peluang yang menguntungkan sehingga terus berjalan,
oleh sebab itu disarankan dilakukannya strategi pengembangan
(strategi agresif) pada Kampung Adat urug untuk memaksimalkan
kekuatan dan peluang yang dimiliki. Kampung Adat Urug memiliki
potensi maupun daya tarik sebagai kelebihan dan peluang yang dapat
dimanfaatkan secara maksimal agar menjadi lebih unggur secara
terencana.
5. Pembahasan Hasil Analisis Produk Wisata Budaya Kampung Urug
Pada penelitian ini akan berfokus kepada produk wisata budaya yang
dimiliki Kampung Urug berdasarkan 6 kategori produk wisata budaya
(Yinin Zhay, 2011:13) yaitu Historical, Artistic, Regional, Religious,
Recretional, Scientific. Berikut pembahasan hasil analisis produk wisata
budaya di desa wisata Kampung Urug berdasarkan data yang telah
didapatkan dilapangan.
a. Daya Tarik Wisata
Analisis daya tarik wisata yang dilihat di Kampung Urug meliputi 6
kategori produk wisata cultural rural tourism yaitu Historical, Artistic,
Regional, Religious, Recretional, Scientific (Yinin Zhay, 2013:13)
dengan menggabungkan daya tarik wisata Rural Tourism yaitu Natural
Attributes, Cultural Attributes, dan Historical Attributes (Nair et al,
2015:330), sehingga berikut pembahasan produk wisata budaya di
Kampung Urug berdasarkan hasil data yang telah didapatkan.
1) Natural Attributes
Kampung Urug merupakan desa wisata budaya yang memiliki
keindahan alam sebagai daya tarik pendukung dikarenakan
memiliki latar pemandangan lanskap yang asri dan sejuk yaitu
Gunung Pongkor dan Gunung Manapa, tidak hanya itu saja area
pesawahan pun menjadi latar pemandangan di Kampung Urug
yang dapat dilihat dari ketinggian area Kampung Urug atas, oleh
sebab itu tidak jarang desa wisata ini sering dijadikan sebagai
tempat shooting bagi program televisi. Pemandangan tersebut juga
yang biasa dijadikan oleh wisatawan untuk mengabadikan
pengalaman sebagai penanda bahwa wisatawan sudah
mengunjungi Kampung Urug dengan cara mengambil gambar baik
selfie maupun berfoto secara beramai – ramai, sehingga
photography dan sight seeing merupakan salah satu daya tarik
wisata yang dapat dilakukan wisatawan sambil menikmati
sejuknya udara dipesawaha.
2) Artistic
Kampung Urug memiliki komunitas seni yang didalamnya terdapat
masyarakat yang gemar akan tarian Jaipong, seni musik dangdut
hingga pewayangan, ketiga komunitas akan menampilkan
bakatnya pada saat pelaksanaan upacara adat, bagi wisatawan yang
berkunjung saat pelaksanaan upacara akan menyaksikan
komunitas tersebut untuk menghibur wisatawan dan tamu
undangan para ketua adat yang hadir. Pakaian penari Jaipong, alat
musik gamelan, dan wayang dirasa lebih baik apabila dikumpulkan
pada satu tempat dan diletakan di museum, dikarenakan selama ini
Kampung Urug hanya menyajikan cerita rakyat tanpa
memperlihatkan budaya baik benda peninggalan yang dimiliki
maupun benda yang masih digunakan. Wisatawan hanya
mendengarkan cerita tanpa mengetahui seperti apa benda – benda
yang digunakan masyarakat, benda – benda apa saja yang masih
dimiliki sejak Kerajaan Prabu Siliwangi padahal Kampung Urug
masih memiliki dan bahkan menggunakan alat – alat tradisional
tersebut, masyarakat hanya memberikan informasi akan cerita
tanpa memperkenalkan budayanya kepada wisatawan. Apabila
benda – benda seperti alat musik, baju tradisional dan baju tarian,
hingga alat pewayangan dapat dikumpulkan disatu tempat seperti
museum tentu saja wisatawan akan lebih antusias untuk mengenal
akan budaya yang dimiliki dan bagi masyarakat tetap dapat
melestarikan benda – benda tradisional dan bersejarah yang
dimiliki, dengan adanya museum merupakan salah satu daya tarik
yang dapat memberikan edukasi mengenai barang peninggalan
Prabu Siliwangi maupun barang tradisional yang digunakan
masyarakat. (Yinin Zhay, 2001:13) menyebutkan bahwa museum
termasuk kedalam daya tarik wisata yaitu produk cultural tourism
yang dapat dikembangkan dalam sebuah desa wisata dan dengan
adanya museum tersebut juga didukung oleh (Mckercher & du
Cros, 2002) yang menjelaskan bahwa fitur umum dalam produk
wisata budaya dapat didesain ulang dengan memaksimalkan nilai
produk dengan menyediakan fitur tambahan untuk memenuhi
perubahan kebutuhan dalam memfasilitasi kepuasan serta
kebutuhan wisatawan.
Museum yang dimaksud tidak selalu dalam berbentuk megah dan
mewah, akan tetapi dapat memanfaatkan bangunan – bangunan
yang ada di Kampung Urug seperti rumah panggung yang terletak
didepan Gedong Ageung, rumah panggung tersebut biasa
digunakan oleh masyarakat untuk berkumpul, baik untuk
berbincang ataupun digunakan untuk masyarakat yang berprofesi
sebagai angkutan ojeg, bangunan tersebebut alangkah lebih
baiknya dimanfaatkan sebagai museum untuk menempatkan benda
– benda peninggalan maupun benda – benda trasisional yang dapat
dilihat oleh wisatawan dikarenakan lokasi rumah panggung yang
strategis yaitu tepat didepan akses masuk Kampung Urug dan
terletak tepat didepan rumah ketua adat, tidak lupa apabila barang
– barang tersebut telah diletakan pada museum untuk
menambahkan papan interpretasi akan informasi mengenai barang
yang diperlihatkan seperti yang dikemukakan oleh Moscardo &
Ballantyne (2008:239) bahwa proses komunikasi bertujuan untuk
membuat wisatawan mendapatkan makna dari suatu hal, tempat,
orang – orang dan peristiwa.
3) Regional
a) Ancient Architecture
Kampung Urug memiliki bangunan ataupun area yang
dilarang untuk wisatawan memasuki daerah tersebut, seperti
Gedung Paniisan dan Gedong Alit keduanya sama – sama
merupakan tempat pemakaman para leluhur Kampung Urug
yang sakral dan hanya dapat dikunjungi oleh para ketua adat
untuk mendo’akan arwah para leluhur maupun meminta
wangsit, akan tetapi tidak adanya papan interpretasi akan
larangan wisatawan selama berada berkunjung, wisatawan
hanya akan mendapatkan larangan berupa lisan tanpa
memberitahu area atau bangunan mana yang tidak boleh
dikunjungi. Tidak adanya informasi yang diberikan kepada
wisatawan do’s and dont’s selama berkunjung di Kampung
Urug.
b) Pola Kehidupan Masyarakat
Kehidupan Masyarakat di Kampung Urug memiliki pedoman
yang disebut Talek atau aturan yang harus dijalani dalam
kehidupan sehari – hari yang diwariskan secara turun –
temurun sejak dahulu secara lisan. Talek merupakan bahasa
Sunda yang artinya adalah “elmu buhun” yaitu ilmu yang
didapatkan dari leluhur secara lisan berupa amanat. Talek
dipergunakan sebagai fungsi untuk mengatur, mengendalikan
serta memberikan arahan yang akan dilakukan oleh
masyarakat setempat agar terjaganya hubungan yang baik
antara manusia dengan alam kepada sang pencipta. Dengan
adanya pedoman hidup Talek tersebut maka tingkat
kriminalitas di Kampung Urug terbilang aman. Ibu Sri selaku
masyarakat di Kampung Urug mendeskripsikan tingkat
kriminalitas yang rendang dengan menyebutkan bahwa
masyarakat terbiasa untuk meninggalkan kendaraan yang
dimiliki dengan kunci kendaraan yang tergantung pada
kendaraan, akan tetapi kendaraan tersebut tidak akan
berpindah posisi atau tidak akan diambil oleh masyarakat lain,
dikarenakan luas pemukiman Kampung Urug tidak terlalu luas
sehingga apabila masyarakat melakukan tindakan kriminal
akan dapat terdengar oleh seluruh masyarakat, ditambah
masyarakat percaya bahwa sanksi adat yang akan diterima
oleh masyarakat yang melakukan tindakan kriminal akan
sangat kejam dan tidak sebanding dengan tindakan kriminal
yang dilakukan.
c) Local Cuisine
Kampung Urug memiliki cemilan atau makanan ringan khas
tersendiri seperti rengginang, uli ketan, ampyang, dodol, teng
– teng yang dapat dinikmati wisatawan pada saat
berlangsungnya rangkaian upacara adat, sehingga tidak
banyak wisatawan yang mengetahui bahwa Kampung Urug
memiliki cemilan atau makanan ringan khas. Padahal cemilan
tersebut dapat dijadikan masyarakat Kampung Urug sebagai
cemilan khas dari Kampung Urug dengan menjadikan cemilan
tersebut sebagai souvenir atau cendera mata yang dapat
dibelanjakan wisatawan sesaat meninggalkan Kampung Urug.
Pak Zecky selaku Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor yang
menangani desa wisata menjelaskan bahwa desa yang sudah
ditetapkan sebagai desa wisata telah mendapatkan pelatihan
pembuatan souvenir atau cendera mata kepada masyarakat
yang diadakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor untuk
mengembangkan kreatifitas desa, seperti yang dikemukakan
oleh Hall (2001:216) tujuan disediakannya souvenir atau
cendera mata yaitu as a memory, as a gift, and as a gift dimana
souvenir atau cendera mata digunakan untuk menggambarkan
pengalaman dan perasaan tempat yang telah dikunjungi oleh
wisatawan, cendera mata pun dapat memberikan kenangan
tersendiri bagi wisatawan atas tempat yang telah dikunjungi
dan cendera mata dapat dijadikan sebagai sesuatu yang dapat
menggambarkan tradisi pada tempat yang telah dikunjungi
wisatawan, oleh sebab itu cemilan yang hanya disuguhkan
hanya pada saat upacara adat dapat dijadikan sebagai cendera
mata yang dapat diperjual belikan di warung yang ada di
Kampung Urug.
4) Religious
Masyarakat Kampung Urug hingga saat ini masih rutin setiap
tahunnya menjalankan lima upacara adat yang telah diwariskan
sejak Kerajaan Pajajaran Prabu Siliwangi, kelima upacara adat
tersebut dapat disaksikan langsung oleh wisatawan yang sedang
berkunjung ke Kampung Adat Urug. Abah Ukat selaku ketua adat
menjelaskan bahwa Kampung Urug akan mendapatkan dana yang
rutin diterima oleh pemerintah desa pada saat diselenggarakannya
upacara adat, sehingga kelima upacara adat yang diselenggarakan
tidak hanya menampilkan rangkaian kegiatan adat akan tetapi
adanya acara hiburan seni musik, tari Jaipongan dan pewayangan
yang dapat dilihat wisatawan. Wisatawan yang berkunjung pada
saat berjalannya upacara adat dapat berpartisipasi dalam rangkaian
upacara, namun Abah Ukat menjelaskan kemungkinan wisatawan
untuk terlibat sangat kecil dikarenakan banyaknya pejabat
pemerintahan maupun tamu – tamu undangan dari para ketua adat
yang didahulukan untuk terlibat dalam upacara, padahal pada
dasarnya pariwisata adalah aktivitas pengalaman partisipatif yang
aktif dimana wisatawan dapat terlibat didalamnya. Produk wisata
budaya seperti upacara adat, festival hingga kehidupan masyarakat
lokal dapat memberikan peluang untuk mendorong partisipasi
wisatawan, dengan demikian pengalaman tersebut dapat
meningkatkan pengalaman yang menyenangkan sehingga
wisatawan memiliki kepuasan tersendiri dalam mengunjungi suatu
tempat, hal tersebut didukung oleh (Mckercher & du Cros, 2002)
yang mengusulkan fitur dalam produk budaya yaitu make it
participatory experience. Pengalaman yang akan didapat
wisatawan saat melihat dengan berpartisipasi tentu saja akan
berbeda, kesan dan pesan yang akan didapatkan wisatawan pun
akan lebih terasa apabila wisatawan dapat berpartisipasi di upacara
tersebut.
5) Scientific
a) Sistem Pertanian
Masyarakat Kampung Urug masih memakai alat – alat
tradisional pada sistem pertanian sehari – harinya, seperti
lesung dan lulumpang yang digunakan masyarakat untuk
menumbuk padi. Masyarakat masih memiliki kepercayaan
sistem pertanian akan mitologi Dewi Sri yang merupakan
simbol kecintaan seseorang kepada padi dan beras. Pak Utom
selaku Ketua RT di Kampung Urug menjelaskan bahwa
masyarakat tidak keberatan bahkan senang apabila terdapat
wisatawan yang tertarik untuk mengikuti kegiatan masyarakat
dalam bertani, akan tetapi kegiatan tersebut hanya berfokus
kepada cerita sejarah pertanian yang ada di Kampung Urug
tanpa adanya penjelasan dan pengenalan akan benda – benda
apa saja yang biasa digunakan masyarakat pada saat bertani.
Padahal apabila wisatawan diperkenalkan dengan benda –
benda yang biasa digunakan masyaraka saat bertani tentu saja
akan mendapatkan pengalaman serta pengetahuan akan sistem
pertanian di Kampung Urug, hal tersebut didukung oleh
(Mckercher & du Cros, 2002) Make the asset come alive yang
menjelaskan bahwa pariwisata seharusnya membuat produk
budaya yang ada menjadi kreatif dan menarik sehingga
wisatawan mendapatkan pengalaman selama berada di tempat
tersebut, sehingga apabila wisatawan memiliki pengalaman
yang menyenangkan tidak menutup kemungkinan untuk
wisatawan menghabiskan lebih banyak waktu di tempat
tersebut, sehingga sistem pertanian tidak hanya sebatas
mendengarkan cerita kisah Dewi Sri yang dipercaya
masyarakat Kampung Urug akan tetapi memperlihatkan benda
– benda yang terdapat didalam cerita sistem pertanian yang
diyakini sehingga sistem pertanian bukan dijadikan suatu daya
tarik wisata berdasarkan cerita yang diyakini akan tetapi lebih
kepada memperlihatkan alat – alat yang hingga saat ini masih
dipercaya masyarakat dalam bertani, dengan begitu sistem
pertanian sebagai produk wisata akan membuat wisatawan
menghabiskan lebih banyak waktu di Kampung Urug.
6) Historical Attributes
a) History
Hal tersebut didukung oleh (Mckercher & du Cros, 2002) yang
menjelaskan fitur umum dalam produk wisata budaya yaitu tell
a story merupakan suatu produk budaya yang menceritakan
sebuah kisah pada tempat – tempat wisata budaya dan warisan
yang telah dideskripsikan untuk membantu wisatawan lebih
memahami sejarah dan budaya setempat sehingga
menciptakan minat wisatawan untuk mendengarkan cerita
dengan menjadikan kisah yang diceritakan relevan dengan
kehidupan.
b) Ngaji Diri
Masyarakat Kampung Urug memiliki sifat ngaji diri yang telah
ditanamkan oleh para leluhur dan tetap dilaksanakan oleh
masyarakat hingga saat ini, sistem ngaji diri merupakan ajaran
moral yang diajarkan untuk terbiasa mengoreksi diri pribadi
masing – masing. Ngaji diri mengajarkan dan mengingatkan
masyarakat untuk mengetahui diri pribadi sehingga apabila
manusia tersebut sudah mengenal dan memahami diri sendiri
nantinya ia akan dekat dengan sang pencipta yang akan
membuat diri masyarakat Kampung Urug terhindar dari sifat
sombong, iri dengki dan angkuh terhadap masyarakat satu
sama lainnya. Hal tersebut yang membuat sistem keamanan di
Kampung Adat Urug terbilang aman, wisatawan yang
berkunjung tidak perlu takut akan tindakan kriminal yang akan
didapat saat berkunjung. Ibu Sri selaku masyarakat Kampung
Urug yang memiliki warung ini menjalaskan bahwa
masyarakat Kampung Urug apabila meninggalkan kunci
kendaraan pada motornya maka motor tersebut tidak akan
hilang dan tetap pada posisinya, masyarakat Kampung Urug
percaya apabila ia mengambil hak yang bukan miliknya maka
sama saja masyarakat tersebut mempermalukan dirinya sendiri
dikarenakan Kampung Urug merupakan desa yang kecil
sehingga apabila melakukan kesalahan akan mendapatkan
sanksi sosial dan sanksi adat yang lebih dan tidak sebanding
dengan mengambil yang bukan haknya.
c) Peninggalan
Batuk tapak sebagai benda peninggalan bersejarah yang
dimiliki Kampung Urug sejak kerajaan Pajajaran Prabu
Siliwangi dapat dilihat langsung oleh wisatawan yang berjarak
2 KM dari pemukiman penduduk dan 500 meter dari akses
jalan menuju Kampung Urug. Batu tapak tersebut sudah
masuk kedalam situs budaya menurut Dinas Pariwisata
Kabupaten Bogor, akan tetapi tidak adanya papan interpretasi
yang menjelaskan akan informasi mengenai situs batu tapak
yang dapat dilihat, hanya sebuah batu yang terletak ditengah
tengah pesawahan sehingga wisatawan tidak mengetahui
bahwa batu tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi
Kampung Urug.
Moscardo & Ballantyne (2008:239) menjelaskan bahwa
interpretasi digunakan sebagai proses komunikasi bagi
wisatawan untuk mendapatkan makna akan suatu hal, tempat,
orang – orang serta kejadian, sehingga wisatawan tidak hanya
melihat batu yang tergeletak diarea pesawahan tanpa
mengetahui makna dan sejarah dari batu tersebut, tujuan dari
interpretasi selain meningkatkan kepuasan juga akan
mendapatkan pengetahuan saat mengunjungi situs batu tapak.
Batu tapak yang sudah terdata didalam situs di Kabupaten
Bogor pun tidak pembatas yang menghalangi antara batu tapak
dengan wisatawan sehingga wisatawan baik masyarakat
setempat dapat merusak nilai sejarah pada batu, terlebih lagi
pada batu tersebut terdapat telapak tangan inohong atau tokoh
dizaman Kerajaan Pajajaran seharusnya terdapat pagar yang
membatasi batu tapak untuk menghindari terjadinya perusakan
pada situs batu tapak seperti vandalisme.
b. Aksesibilitas
1) Jalan Raya
Kampung Urug dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu jalur
perkebunan kelapa sawit dan pesawahan dengan ruas jalan yang
tidak lebih dari 5 meter. Akses untuk menuju Kampung Urug
sangat minim akan penerangan terlebih pada saat malam hari,
penerangan hanya didapatkan yang melintas dari rumah – rumah
masyaarakat yang berada tepat dipinggir jalan akses. (Bhat, 2000)
menyebutkan bahwa salah satu kriteria pengukuran aksesibilitas
yang ideal dapat dilihat dari kriteria keamanan yang meliputi
pencahayaan, oleh karena itu pencahayaan sangat diperlukan pada
akses untuk menuju Kampung Urug dikarenakan kondisi jalan
yang berkelok dan menanjak serta terdapat beberapa jalur yang
berbatasan dengan jurang. Selain penerangan, papain interpretasi
pun diperlukan pada akses dikarenakan Kampung Urug yang
berada didalam area pesawahan dan perkebunan, google maps saja
tidak cukup sebagai penentu arah dikarenakan banyaknya akses
yang dapat dilalui untuk menuju Kampung Urug akan tetapi belum
tentu akses tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda empat atau
mobil, sehingga papan interpretasi dapat digunakan oleh
wisatawan dalam mencapai tujuannya seperti yang dijelaskan oleh
Tamin (1997:5) bahwa interpretasi sebagai alat bantu untuk
mengarahkan dan sebagai prasarana bagi pergerakan wisatawan.
2) Jalan Akses
Jalan akses sudah berbeton batuan kali tanpa adanya lubang pada
akses, pembuatan jalan tersebut menurut Abah Ukat didanai oleh
Pemerintah Desa setelah ditetapkannya Kampung Urug sebagai
desa wisata, pembuatan jalan akses tersebut dilakukan bebarengan
dengan rehabilitas rumah adat pada tahun 2012.
3) Jalan Setapak
Berdasarkan hasil observasi jalan setapak yang ada di Kampung
Urug belum sepenuhnya beraspal batuan seperti jalan akses,
sehingga pada saat hujan turun jalan setapak tersebut akan sangat
rawan untuk dilewati baik wisatawan maupun masyarakat
dikarenakan kondisi jalan setapak yang masih tanah liat. Jalan
setapak sebaiknya dibuat setidaknya bebatuan semen untuk
menghindari adanya kecelakaan pada saat melewati jalan setapak
pada saat hujan bagi wisatawan maupun masyarakat setempat.
4) Sistem Transportasi
Kampung Urug hanya memiliki satu lahan parkir yang tidak cukup
luas, lahan parkir tersebut hanya dapat menampung 9 kendaraan
berjenis mini bus beroda empat dan dapat menampung hingga 50
kendaraan bermotor beroda dua, terlebih lagi pada saat pelaksaan
upacara adat lahan yang biasa dipergunakan sebagai tempat parkir
dialih fungsi sebagai tempat pelaksanaan upacara sehingga pada
saat upacara berlangsung tidak adanya lahan parkir yang dapat
digunakan wisatawan, terlebih lagi ruas jalan yang dimiliki jalan
raya untuk menuju Kampung Urug tidak lebih dari 5 meter maka
perlu adanya sistem penjemputan dari titik tertentu dengan
menggunakan motor maupun mobil untuk menampung wisatawan
dari titik temu menuju Kampung Urug khususnya pada saat
pelaksanaan upacara adat untuk menghindari kepadataan
kendaraan selama menuju Kampung Urug, pada dasarnya sistem
transportasi yang efektif dapat memenuhi kapasitas angkut,
terpadu, tertib, teratur, lancar, cepat dan tepat, selamat, aman,
nyaman dan biaya yang terjangkau secara ekonomi seperti yang
dikemukakan oleh (Tamin, 1997:5) mengungkapkan bahwa
prasarana transportasi mempunyai peran sebagai pergerakan
manusia atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan didaerah
tersebut, dengan adanya kegiatan pariwisata di Kampung Urug
mengharuskan adanya sistem transportasi yang handal, efisien dan
efektif dikarenakan aksesibilitas tersedia untuk memudahkan
wisatawan dalam mencapai destinasi, akses untuk menuju destinasi
tidak diharuskan untuk mudah dicapai atau mudah dilalui akan
tetapi akses yang dilalui wisatawan dapat memungkinkan untuk
dilewati. Hal tersebut juga dijalankan oleh desa wisata di Dieng
yang memiliki kesamaan kondisi akses yang sempit dan memiliki
jurang.
c. Amenitas
Wisatawan yang menghabiskan waktunya lebih dari satu hari di
Kampung Urug akan bermalam di Gedong Ageung yaitu tempat
dimana Abah Ukat tinggal didalamnya, selain itu rumah tinggal Abah
Maman biasa digunakan oleh mahasiswa/mahasiswi yang sedang
melakukan penelitian maupun Praktik Kerja Nyata. Wisatawan akan
bermalam bersamaan dengan wisatawan lainnya termasuk kedalam
wisatawan yang datang ke Kampung Urug dengan tujuan untuk
pengobatan diri, padahal hal tersebut dapat membahayakan wisatawan
lainnya terlebih apabila wisatawan yang sedang melakukan memiliki
penyakit yang dapat menular. Masyarakat Kampung Urug belum
mengetahui istilah homestay yang mana menurut (Jabil Mapjabil, 2011)
homestay merupakan suatu pengalaman dimana wisatawan dapat
tinggal dengan masyarakat lokal, berinteraksi untuk mendapatkan
pengalaman kehidupan sehari – hari dan mempelajari budaya
masyarakat setempat, homestay merupakan salah satu fasilitas yang
dapat digunakan masyarakat sebagai tempat menginap wisatawan
selama melakukan kegiatan di Kampung Urug. Akomodasi tidak selalu
berbentuk hotek berbintang atau pun villa yang mewah, akan tetapi
akomodasi dapat memanfaatkan tempat tinggal masyarakat sehingga
wisatawan akan mendapatkan pengalaman yang lebih apabila dapat
tinggal bersamaan dengan masyarakat, akomodasi merupakan salah
satu faktor yang membuat wisatawan untuk memperlama waktu
kunjungan di Kampung Urug, bagi masyarakat yang menyediakan
homestay pun akan mendapatkan manfaat yang didapatkan baik sosial
maupun ekonomi. Bentuk akomodasi di desa wisata cukup dengan
konsep homestay yang diutarakan ASEAN Homestay Standard (2016)
dimana kualitas lingkungan homestay yang baik dapat memberikan
kepuasan bagi wisatawan dan dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan serta kualitas lingkungan sekitar.
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab akhir laporan penelitian ini setelah melakukan pengumpulan data
dan menganalisis data ditampilkan simpulan dan rekomendasi agar pertanyaan pada
penilitian dapat terjawab maka berikut penjelasan akan kesimpulan penelitian dan
rekomendasi penelitian hasil pengembangan desa wisata di Kampung Urug yang
berfokus pada kondisi produk wisata budaya.
A. Simpulan
1. Daya Tarik Wisata
Daya tarik wisata yang dapat dilakukan wisatawan di Kampung Adat
Urug termasuk kedalam jenis aktivitas wisata yang pasif dikarenakan
daya tarik yang ada belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal
oleh masyarakat dalam pengemgan desa wisata budaya, banyak
aktivitas wisata yang dapat dilakukan bersama dengan wisatawan
sehingga aktivitas wisata yang ada di Kampung Urug tidak menjadi
aktivitas wisata yang pasif. Kampung Urug kaya akan budaya yang
dimiliki, akan tetapi semua aktivitas wisata yang ada hanya sebatas
story telling atau menceritakan berdasarkan sejarah yang dimiliki
tanpa mengemas serta mengembangkan produk yang dimiliki.
a. Natural Attributes
Kampung Urug merupakan desa wisata yang ditetapkan oleh
Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor sebagai desa wisata budaya
dikarenakan nilai sejarah dan budaya yang dimiliki sudah ada
sejak Kerajaan Pajajaran Prabu Siliwangi, daya tarik yang
dimiliki Kampung Urug kaya akan keragaman budaya mulai dari
pola kehidupan yang masih menganut sistem ngaji diri dan sistem
pertanian tradisional hingga sistem pemerintahan yang mengatur
jalannya kehidupan masyarakat dipimpin oleh ketua adat, selain
budaya yang dimiliki kondisi lanskap geografis Kampung Urug
menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi wisatawan yang ingin
menghabiskan waktu dengan suasana tenang. Udara sejuk dan
pemandangan asri dikarenakan letak Gunung Manapa dan
Gunung Pongkor melatarbelakangi pemukiman di Kampung
Urug, selain itu area pesawahan yang memiliki aliran sungai
dapat dilihat wisatawan saat berkeliling di area Kampung Urug
bawah. Daya tarik wisata alam yang dimiliki Kampung Urug
menjadi pendukung dari produk wisata budaya yang dimiliki,
pemandangan alam tersebut biasa digunakan oleh program
televisi untuk keperluan shooting ataupun menjadi tempat spot
berfoto wisatawan saat berkunjung.
b. Artistic
Masyarakat Kampung Urug memiliki komunitas seni yang mana
didalamnya terdapat komunitas bagi masyarakat yang gemar
akan seni tari Jaipong dan seni musik dangdut. Komunitas seni
akan tampil pada saat pelaksanaan upacara adat dan tampil dalam
acara hajatan masyarakat Kampung Urug. Bagi wisatawan yang
berkunjung bukan pada hari pelaksanaan upacara adat tentu saja
tidak akan melihat aksi tari Jaipong yang ada di Kampung Adat,
sehingga wisatawan tidak mengetahui bahwa Kampung Urug
memiliki seni tari Jaipong. Pak Utom selaku Ketua RT di
Kampung Urug menyebutkan bahwa setiap bulannya mulai dari
bulan Agustus Kampung Urug ramai didatangi oleh
mahasisa/mahasiswi yang sedang menjalankan Praktik Kerja
Nyata dengan jumlah yang lebih dari 5 orang setiap bulannya,
seharusnya momen tersebut dapat digunakan oleh masyarakat
untuk menampilkan seni tari Jaipong kepada wisatawan pada saat
acara penyambutan kedatangan para mahasiswa/mahasiswi,
selain akan menambah pengalaman bagi wisatawan, masyarakat
dapat memperkenalkan seni tari Jaipong khas Kampung Urug.
c. Regional
Kehidupan masyarakat Kampung Urug mengikuti pedoman
Talek yaitu amanat yang diajarkan oleh lelehur secara lisan, Talek
dipergunakan sebagai fungsi untuk mengatur, mengendalikan
serta memberikan arahan yang akan dilakukan oleh masyarakat
setempat agar terjaganya hubungan yang baik antara manusia
dengan alam kepada sang pencipta, pedoman hidup Talek yang
membuat kehidupan masyarakat di Kampung Urug dapat berjalan
dengan damai dan tentram, sehingga tingkat kriminalitas di
Kampung Urug terbilang aman dikarenakan tingkat kepercayaan
yang dipegang oleh masyarakat sangat kuat akan sanksi – sanksi
adat apabila melanggar aturan dan amanat yang diajarkan oleh
leluhur. Ibu Sri selaku masyarakat di Kampung Urug
mendeskripsikan tingkat keamanan di Kampung Urug dapat
dikatakan baik dikarenakan, masyarakat Kampung Urug terbiasa
untuk memakirkan kendaraannya dengan kunci kendaran
tergantung pada kendaraan akan tetapi kendaraan tersebut tidak
akan berpindah tempat atau tidak akan diambil oleh masyarakat
lainnya, hal tersebut dikarenakan luas wilayah Kampung Urug
tidak terlalu luas sehingga apabila masyarakat melakukan tindak
kriminal akan terdengar oleh seluruh masyarakat Kampung Urug
dan masyarakat pun percaya akan sanksi adat yang didapatkan
akan jauh lebih menyakitkan dan tidak sebanding dengan hasil
yang didapatkan atas tindakan kriminal.
Masyarakat Kampung Urug masih sangat erat dengan budaya
bergotong royong antar masyarakat, hal tersebut dapat dilihat
pada saat masyarakat kampung yang sedang membangun atau
mendirikan rumah maka masyarakat akan berbondong – bondong
berdatangan untuk membantu mendirikan bangunan tersebut,
tuan rumah yang sedang membangun rumah akan menyajikan
santapan siang bagi masyarakat yang datang membantu
membangunkan rumah, tidak hanya itu saja pada saat
pelaksanaan upacara adat masyarakat yang berjenis kelamin laki
– laki akan memotong ayam yang dikumpulkan sebagai hidangan
santapan dan masyarakat yang berjenis kelamin perempuan akan
memasak hidangan dalam upacara adat bersamaan dengan ibu
rumah tangga lainnya.
Masyarakat Kampung Urug pun masih mempercayai istilah
wangsit atau yang diartikan sebagai mendapatkan saran atau
masukan dari leluhur yang sudah meninggal dunia, wangsit akan
didapatkan para ketua adat pada saat betapa di Paniisan yaitu
tempat bersemadi kepala adat Kampung Urug dan Gedong Alit
yaitu tempat dimana dikebumikannya nenek moyang yang
terletak paling ujung Kampung Urug dan terpencil.
d. Religious
Upacara adat yang rutin dilakukan setiap tahunnya mendapatkan
bantuan dana dari pemerintahan sehingga membantu masyarakat
dalam menyelenggarakan kelima upacara adat yang ada, oleh
sebab itu kelima upacara adat itu selalu dilaksanakan secara
meriah dan menarik wisatawan untuk berkunjung pada saat
pelaksaan upacara adat, rangkaian pelaksanaan tidak hanya
berkaitan dengan upacara yang berkaitan dengan adat akan tetapi
adanya acara hiburan yang dapat disaksikan oleh wisatawan dan
masyarakat, acara hiburan menunjukan akan kesenian yang
dimiliki Kampung Urug yaitu tari Jaipong dan seni musik
dangdut, selain hiburan musik terdapat aksi wayang golek yang
dapat disaksikan oleh wisatawan dan masyarakat lokal yang
menceritakan kisah pewayangan Arjuna.
Wisatawan yang berkunjung pada saat pelaksanaan upacara adat
diperbolehkan untuk terlibat didalamnya, akan tetapi
kemungkinan wisatawan dapat merasakan langsung prosesi
upacara adat sangat kecil atau tidak memungkinkan bagi
wisatawan dikarenakan banyaknya tamu undangan ataupun tamu
kehormatan para ketua adat datang menyaksikan prosesi upacara
serta banyaknya perwakilan pemerintahan yang turut
menyaksikan, sehingga kesempatan wisatawan untuk terlibat
dalam upacara adat akan digantikan oleh tamu kehormatan ketua
adat ataupun tamu perwakilan pemerintahan, hal tersebut
dijelaskan oleh Abah Ukat selaku ketua adat.
e. Scientific
Sistem pertanian yang dilakukan di Kampung Urug masih
menggunakan sistem mitologi Dewi Sri dan alat – alat yang
digunakan selama bertani mengguanakan ala – alat tradisional
seperti lesung dan lulumpang. Masyarakat dilarang untuk
memperjual belikan hasil panen yang didapatkan di area
Kampung Urug, akan tetapi masyarakat dapat membeli beras di
luar area Kampung Urug. Hasil padi yang didapatkan
masyarakat dibagi menjadi 2 fungsi, fungsi pertama sebagai
kebutuhan pangan utama untuk konsumsi pribadi keluarga dan
fungsi yang kedua padi diperuntukan untuk keperluan adat.
persediaan beras yang dimiliki dalam masa panen 1 tahun sekali
selama 6 hingga 7 bulan, persediaan tersebut dapat mencukupi
kebutuhan masyarakat hingga 2 tahun lamanya. Sistem
pertanian dapat dikelola sebagai aktivitas wisata, dikarenakan
menurut Pak Utom selaku Ketua RT di Kampung Urug bahwa
masyarakat tidak keberatan bahkan senang apabila terdapat
wisatawan yang ingin mengikuti kegiatan bertani atau hanya
sekedar ingin mengetahui tahapan dalam bertani seacara
tradisional, sehingga aktivitas wisata yang pasif tersebut dalam
menjadi aktivitas wista yang aktif dimana wisatawan dapat
terlibat didalamnya. Masyarakat juga tidak hanya dapat
memberi informasi akan tahapan – tahaman sistem pertanian
tradisional, akan tetapi dapat menunjukan alat – alat tradisional
yang biasa digunakan yaitu lesung dan lulumpang hingga
menunjukan tempat penyimpanan hasil panen yang disebut
dengan leuit. Aktivitas wisata yang pasif tersebut akan berubah
menjadi edukasi bagi wisatawan yang berkunjung dikarenakan
pengalaman yang didapatkan lebih dari sekedar mendengarkan
sistem pertanian yang ada.
f. Historical Attributes
Kampung Adat Urug dengan Prabu Siliwangi Raja dari
Kerajaan Pajajaran memiliki keterkaitan satu sama lain, bahkan
Abah Maman selaku ketua adat menyebutkan bahwa
masyarakat Kampung Urug masih keturunan Prabu Siliwangi,
keyakinan tersebut diperkuat dengan adanya sebuah batu yang
terdapat ciplakan telapak tangan yang dipercaya masyarakat
sebagai gambar tangan inohong pada saat menelusuri aliran
sungai Cidurian hingga menemukan lahan yang sesuai dengan
keinginan Raja Pajajaran dan dibuatlah batas wilayah pedesaan
berupa batu dengan tanda telapak tangan. Cerita budaya yang
dimiliki Kampung Urug menarik untuk diceritakan kepada
wisatawan, akan tetapi cerita asal – usul tersebut akan lebih baik
apabila dikemas dengan baik seperti menambahkan penampilan
wayang pada saat menceritakan budaya Kampung Urug,
komunitas seni pada kampung ini terdapat dalang yang biasa
menceritakan kisah pewayangan Arjuna pada saat pelaksanaan
upacara adat, namun kisah pewayangan Arjuna sudah terbiasa
didengar oleh wisatawan sehingga akan lebih baik penampilan
wayang tersebut menceritakan tentang sejarah asal – usul
Kampung Urug, produk wisata budaya ini didukung oleh
(Mckercher & du Cros, 2002) yang menyebutkan bahwa produk
wisata budaya perlu adanya mendesain ulang untuk dapat
memaksimalkan nilai produk dengan menyediakan fitur
tambahan sehingga produk wisata budaya diharapan sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan wisatawan, sehingga pesan
yang ingin disampaikan oleh produk harus sesuai dengan pesan
yang akan diterima oleh wisatawan.
2. Aksesibilitas
Kampung Urug memiliki 2 akses jalan yang dapat dilewati, akses
yang pertama dengan melalui area pesawahan dan akses jalan yang
kedua melalui area perkebunan kelapa sawit. Akses jalan area
perkebunan kelapa sawit memiliki ruas tidak lebih dari 5 meter
sedangkan akses jalan area pesawahan memiliki ruas jalan tidak lebih
dari 3 meter. Kedua akses jalan tersebut sama – sama memiliki kondisi
jalan menuju Kampung Urug yang belum sepenuhnya beraspal
dengan mayoritas kualitas jalan berlubang dengan kontur jalan
berkelok serta menanjak serta jalan yang berbatasan dengan jurang
tanpa penerangan jalan, sehingga diperlukannya pembatas jalan yang
dilengkapi dengan lampu penerangan jalan dan penambahan papan
interpretasi atau papan petunjuk arah selama menuju Kampung Urug.
3. Amenitas
Tepat didepan tempat tinggal Abah Ukat terdapat halaman yang biasa
digunakan wisatawan sebagai lahan parkir saat mengunjungi
Kampung Urug, lahan parkir dapat menampung 9 kendaraan berjenis
mini bus beroda empat dan dapat menampung hingga 50 kendaraan
bermotor beroda dua. Lahan tersebut selain digunakan sebagai lahan
parkir juga dipergunakan masyarakat untuk menjemur hasil panen
padi yang didapat atau gabah, sehingga menyulitkan bagi wisatawan
apabila mengendaraannya di pagi hari sedangkan pada saat siang hari
apabila wisatawan ingin meninggalkan Kampung Urug terhalang oleh
deretan gabah yang sedang dijemur, tentu saja hal tersebut akan
mengganggu aktivitas masyarakat dalam menjemur gabah
dikarenakan masyarakat akan mengangkut kembali gabah yang sudah
dijemur untuk memberikan jalan bagi kendaraan wisatawan. Pada
lahan parkir tersedia toilet umum yang dapat digunakan wisatawan,
toilet umum sebanyak 3 bilik dilengkapi dengan ember serta gayung
pada setiap bilik itu memiliki jumlah air yang melimpah, dikatakan
melimpah dikarenakan sumber mata air yang digunakan di Kampung
Urug berasal dari aliran sungai yang mengitari kampung, aliran sungai
tersebut dilengkapi dengan pipa sebagai jalannya perairan sumber
mata air untuk setiap pemukiman yang ada di Kampung Urug, aliran
air tersebut dibiarkan mengalir tanpa adanya keran untuk
menghentikan aliran, air yang sejuk dan jernih dikarenakan tidak
adanya polusi pada sungai yang ada di Kampung Urug.
Wisatawan yang menghabiskan waktu lebih satu hari akan bermalam
bersama dengan wisatawan lain di Gedong Ageung, yang mana
merupakan rumah pribadi dari Abah Ukat selaku ketua adat di
Kampung Urug, Gedong Ageung dapat menampung hingga 30
wiatawan secara bersamaan, bagi mahasiswa/mahasiswi yang sedang
melakukan penelitian atau Praktik Kerja Nyata dapat tinggal dirumah
Abah Maman yang menyediakan rumah kontrakan bagi wisatawan.
Fasilitas pariwisata yang dapat ditemukan di Kampung Urug hanya
lahan parkir dan toilet saja, bahkan masyarakat belum mengetahui
istilah homestay dimana seharusnya homestay dapat diberlakukan di
Kampung Urug, sehingga wisatawan tidak bermalam secara
bersamaan dengan wisatawan yang mengunjungi Kampung Urug
dengan tujuan pengobatan karena hal tersebut cukup beresiko bagi
wisatawan yang berkunjung untuk hiburan, terlebih apabila
wisatawan yang sedang berobat memiliki penyakit yang dapat
menular kepada wisatawan lainnya. Belum adanya rumah makan yang
diperuntukan bagi wisatawan, akan tetapi banyak pedagang makanan
keliling yang biasa menetap di area pemukiman Kampung Urug
seperti baso gerobak keliling, walaupun belum ada rumah makan yang
tersedia, terdapat warung yang menyediakan makanan cemilan
sebanyak 6 bilik warung yang berjajar di jalan akses Kampung Urug.
B. Rekomendasi
Kampung Urug ditetapkan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor
sebagai sebuah desa wisata budaya sejak tahun 2010 yang mana Kampung
Urug secara resmi ditetapkan sebagai desa wisata budaya Bogor Barat dan
pada tahun 2021 mendatang surat keputusan tersebut akan diperbaharui
menjadi Kampung Urug merupakan desa wisata budaya Kabupaten Bogor,
dengan surat keputusan tersebut tentu saja membuat Kampung Urug lebih
unggul serta diakui oleh pemerintahan sebagai desa wisata budaya, maka
kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan baik. Berdasarkan hasil data
yang telah didapatkan mengenai kondisi produk wisata budaya dengan
melihat data aktual kondisi fisik dan non fisik didapatkan hasil analisis
SWOT yang dipergunakan untuk menunjukan arahan pengembangan yang
dirasa tepat bagi Kampung Urug.
Berikut rekomendasi yang diharapkan dapat dijadikan acuan oleh
pemerintah desa maupun masyarakat Kampung Urug dalam
mengembangkan produk wisata budaya, rekomendasi akan dibuat secara
deskriptif berdasarkan pada pengembangan daya tarik wisata,
pengembangan aksesibilitas dan pengembangan amenitas.
1. Pengembangan Daya Tarik Wisata
a. Natural Attributes
Mayoritas masyarakat Kampung Urug bekerja sebagai petani dan
area kawasan Kampung Urug pun mayoritas pesawahan dengan
luas . Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
kegiatan daya tarik wisata bagi wisatawan untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman sehingga wisatawan akan memiliki
kesan tersendiri selama berkunjung. Daya tarik wisata tersebut
menjadikan akivitas bagi wisatawan berdasarkan pada tingkat
keikut sertaan wisatawan dalam aktivitas pertanian. Terlebih lagi
sistem pertanian di Kampung Urug masih menganut pada sistem
kepercayaan pertanian pada zaman Kerajaan Pajajaran Prabu
Siliwangi dengan peralatan tradisional selama bertani yang
menjadikan suatu pengetahuan dan pengalaman yang unik bagi
wisatawan. Bapak Fajri selaku masyarakat di Kampung Urug
yang bekerja sebagai petani pun menyebutkan bahwa masyarakat
Kampung Urug tidak keberatan apabila terdapat wisatawan yang
ingin mengikuti ataupun terlibat dalam kegiatan pertanian.
GAMBAR 17
ILUSTRASI KEGITAN WISATA PERTANIAN
Sumber: Pinterest, 2019
b. Artistic
Masyarakat Kampung Urug memiliki komunitas seni bagi
masyarakat yang menyukai akan musik dan tarian yang
dinamakan komunitas , tidak hanya komunitas seni musik dan
tarian masyarakat Kampung Urug yang bernama Armanda
Sunarya merupakan dalang muda yang biasa memainkan wayang
golek. Tarian, musik, dan wayang golek dapat dilihat oleh
masyarakat dan wisatawan pada saat upacara adat di Kampung
Urug, sebaiknya Kampung Urug memfasilitasi komunitas
tersebut dengan memiliki museum maupun sanggar yang dapat
dipergunakan komunitas dalam menyalurkan bakat dan minat
dengan memperlihatkan kepada wisatawan secara bebas dan
terbuka, sehingga musik, tarian dan wayang golek tidak hanya
dapat diperlihatkan pada saat upacara adat saja akan tetapi
wisatawan dapat melihat langsung seperti apa wayang – wayang
yang biasa dipergunakan oleh dalang saat menceritakan kisah
pewayangan Arjuna, alat musik apa yang biasa dimainkan dan
tarian apa yang dimiliki Kampung Adat Urug termasuk kedalam
busana yang dipakai oleh penari.
GAMBAR 18
ILUSTRASI PEMAJANGAN SENI DAN BUDAYA
Sumber: shop.muscha.cz, 2019
c. Regional
1) Pola Kehidupan Masyarakat
Masyarakat Kampung Urug terbiasa untuk memasak dengan
menggunakan bara api, terlebih lagi saat menanak nasi akan
menggunakan tungku, Ibu Sri selaku masyarakat di
Kampung Urug menyebutkan bahwa dirinya dan beberapa
masyarakat lebih nyaman dan aman apabila memasak
dengan tungku dibandingkan dengan kompor gas, disebutkan
bahwa masyarakat takut dengan gas yang digunakan dapat
menyebabkan kebakaran ditempat tinggalnya, rasa nasi yang
dimasak dengan tungku pun lebih nikmat dibandingkan
dimasak dengan menggunakan magic com. Pola kehidupan
ini dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata dengan
memberikan pengalaman langsung kepada wisatawan,
sehingga rekomendasi ini akan memberikan pengalaman
yang lebih kepada wisatawan tentang sistem peralatan hidup
tradisional masyarakat, tentu saja pengalaman tersebut akan
menambah kesan dan pesan wisatawan setelah berkunjung
ke Kampung Urug, selain mencoba untuk menggunakan
sistem peralatan hidup masyarakat pun dapat mengajarkan
wisatawan untuk membuat cemilan khas yang biasa disantap
oleh wisatawan dan masyarakat pada saat pelaksanaan
upacara adat.
GAMBAR 19
ILUSTRASI AKTIVITAS LIVE IN
Sumber: coa.edu, 2019
2) Local Cuisine
Kampung Adat Urug memiliki cemilan tradisional yang
biasa disantap oleh masyarakat maupun wisatawan pada saat
berjalannya upacara adat, makanan tradisional yang dimiliki
lebih baik disajikan kepada wisatawan tidak hanya pada
upacara adat saja. Bagi wisatawan yang menginap di rumah
panggung Gedong Ageung akan dihidangkan makanan oleh
istri dari Kepala Adat, sebaiknya hidangan makanan yang
disajikan tidak hanya makanan berat saja melainkan
makanan ringan tradisional yang dimiliki Kampung Urug
seperti , sehingga wisatawan mengetahui bahwa Kampung
Urug memiliki makanan ringan atau cemilan khas dari
daerah tersebut. Hal tersebut diberlakukan oleh Desa Wisata
Paniis di Banten yang menyediakan cemilan ataupun
makanan ringan pada saat “Bancakan” atau yang diartikan
sebagai tradisi makan bersama dengan lauk pauk dalam satu
wadah secara bersama.
GAMBAR 20
ILUSTRASI MEMBUATAN CEMILAN DENGAN
WISATAWAN
Sumber: Pinterest, 2019
Rekomendasi yang diberikan selain menyajikan cemilan
khas Kampung Urug, terdapat rekomendasi dimana
masyarakat dapat mengelola cemilan yang dimiliki menjadi
sebuah souvenir yang dapat dibawa wisatawan sesaat
meninggalkan Kampung Urug, cemilan dapat dikemas baik
dalam keadaan masak maupun belum masak. (Hall,
2001:216) menyebutkan tujuan disediakannya souvenir pada
suatu destinasi, yaitu
a) As an object of use, dimana souvenir pada umumnya
memiliki fungsi dan dapat menggambarkan tradisi yang
dimiliki pada destinasi yang dikunjungi.
b) As a gift, yaitu souvenir digunakan sebagai benda yang
dapat memberikan kenangan tersendiri bagi wisatawan
setalah mengunjungi suatu destinasi sehingga membuat
wisatawan akan terus mengingat pada tempat yang telah
dikunjungi.
c) As a memory, souvenir merupakan suatu gambaran akan
pengalaman wisatawan selama berkunjung ke suatu
destinasi, souvenir juga dapat memberikan perasaan
pada tempat yang telah dikunjungi sehingga wisatawan
dapat mengingat kembali akan pengalaman yang
didapatkan.
GAMBAR 21
ILUSTRASI SOUVENIR BERUPA CEMILAN
Sumber: Bukalapak, 2019
Oleh sebab itu souvenir dirasa perlu dalam pengembangan
produk wisata agar wisatawan dapat mengetahui makanan
khas yang dimiliki Kampung Urug, seperti yang dilakukan
desa wisata di Dieng yang mengkemas carica kedalam toples
ataupun plastik sehingga menjadi icon desa wisata Dieng
Wonosobo, hal tersebut dapat dilakukan Kampung Urug
untuk memperlihatkan kepada wisatawan bahwa Kampung
Urug memiliki cemilan khas tersendiri dan dapat dinikmati
oleh wisatawan yang berkunjung.
d. Scientific
Pak Utom selaku Ketua RT di Kampung Urug menyebutkan
bahwa masyarakat senang apabila terdapat wisatawan yang
antusias untuk mengikuti kegiatan bertani sehingga rekomendasi
ini mengarah kepada aktivitas wisata dapat dilakukan pada sistem
pertanian dengan cara memperlihatkan area pesawahan dan
memerkenalkan kepada wisatawan akan alat – alat tradisional
yang biasa digunakan masyarakat untuk menggarap pertanian.
Apabila waktu telah menunjukan bahwa masyarakat harus turun
ke sawah wisatawan dapat mengikuti kegiatan selama pertanian
berlangsung dan menjelaskan bagaimana tahapan dan jenis padi
apa yang digunakan sehingga aktivitas wisata yang dapat
dilakukan lebih teredukasi, serta wisatawan akan mendapatkan
pengalamanan yang lebih ketika berada di Kampung Urug.
e. Historical Attributes
Batu tapak merupakan bukti yang nyata akan keberadaan kisah
Kerajaan Pajajaran di Kampung Urug, batu tapak terletak di aera
pesawahan yang memiliki jarak 2 KM dari area pemukiman
masyarakat dan berjarak 500 meter dari jalan akses menuju
Kampung Urug. Batu tapak sebagai peninggalan sejak Kerajaan
Pajajaran Prabu Siliwangi tentu saja menjadi hal yang sangat
penting bagi Kampung Urug, sehingga Dinas Pariwisata
Kabupaten Bogor memasukan batu tapak kedalam situs budaya
yang ada di Kabupaten Bogor, akan tetapi situs batu tapak ini
tidak memiliki papan interpretasi mengenai informasi batu yang
terletak ditengah – tengah area pesawahan, batu tapak dibiarkan
begitu saja tanpa adanya pembatas sebagai pelindung batu tapak
dari aksi vandalisme wisatawan maupun masyarakat setempat.
Batu tapak yang memiliki nilai sejarah yang tinggi dan sudah
termasuk kedalam situ budaya Kabupaten Bogor akan tetapi tidak
adanya suatu perlindungan untuk melestarikan situs budaya, tidak
heran apabila banyak wisatawan yang tidak mengetahui akan
situs batu tapak yang dimiliki Kampung Urug. sehingga
rekomendasi yang diberikan adalah memberikan pagar pembatas
antara batu dengan wisatawan yang berkunjung untuk tetap
melestarikan situs batu tapak di Kampung Urug.
GAMBAR 22
ILUSTRASI PAGAR PEMBATAS SITUS BATU TAPAK
Sumber: Griyarenovasi, 2019
Rekomendasi kedua adalah memberikan papan interpretasi
mengenai informasi situs batu tapak, mulai dari sejarah singkat
mengenai batu tapak hingga penamaan batu. Papan interpretsi
digunakan untuk memberikan informasi yang jelas dan informatif
kepada wisatawan
GAMBAR 23
ILUSTRASI PAPAN INTERPRETASI PADA BATU TAPAK
Sumber: Wordpress, 2019
2. Pengembangan Aksesibilitas
a. Akses untuk menuju Kampung Urug dapat ditempuh melalui 2
jalur, jalur pertama melalui area perkebunan kelapa sawit dan
jalur kedua melalui area pesawahan. Kedua akses tersebut
memiliki jalur keadaan yang sama, yaitu jalanan yang sempit
hanya dapat dilalui satu buah mobil, bebatuan, menanjak dan
berkelok. Hal tersebut menyulitkan bagi masyarakat maupun
wisatawan yang sedang melintasi jalur yang sama apabila sama –
sama menggunakan kendaraan mobil, tidak adanya lahan yang
dapat dipergunakan bagi pengendara untuk sekedar memutarkan
kendaraan, sehingga diperlukannya penentuan jalur masuk dan
keluar bagi masyarakat maupun wisatawan dari Kampung Adat
Urug untuk menghindari terjadinya perselisihan saat memasuki
area Kampung Adat Urug.
b. Akses jalan menuju Kampung Urug dikelilingi oleh perkebunan
kelapa sawit dan area pesawahan, letak area Kampung Urug pun
bersebelahan dengan desa lainnya. Pembuatan papan petunjuk
dirasa perlu sebagai petunjuk arah untuk menuju Kampung Urug,
terlebih lagi akses jalan yang sempit dan bersebelahan dengan
desa lainnya sehingga dapat memudahkan untuk wisatawan yang
ingin berkunjung. Wisatawan tidak hanya dapat mengandalkan
google maps karena nyatanya akses jalan untuk menuju Kampung
Urug dengan menggunakan google maps tidak selalu
menunjukan arah yang benar dan tetap, terkadang mengarahkan
ke akses jalan yang buntu ataupun mengarahkan kepada akses
jalan yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan bermotor. Papan
pentujuk dapat diletakan mulai dari gardu utama pada saat
memasuki area perkebunan dan pesawahan ataupun gardu utama
di jalan raya Sukajaya.
c. Perjalanan selama menuju Kampung Urug dengan kondisi jalan
yang berkelok dan menanjak tidak adanya pembatas jalan yang
menghalangi antara jalur perjalanan dengan jurang maupun area
perkebunan, terlebih lagi sepanjang perjalanan menuju Kampung
Adat Urug lampu penerangan hanya didapatkan dari perumahan
yang berada tepat dipinggir jalan hal tersebut sangat beresiko bagi
masyarakat maupun wisatawan yang melintasi perjalanan pada
saat malam hari. Pembatas jalan dan lampu penerangan jalan
dirasa penting demi keselamatan dan keamanan masyarakat
maupun wisatawan yang sedang melintasi jalan untuk menuju
Kampung Adat Urug.
3. Pengembangan Amenitas
a. Museum Kampung Urug
Pada pembahasan hasil analisis produk wisata budaya dalam
kategori produk wisata budaya artistic dijelaskan bahwa
Kampung Urug memiliki kebudayaan yang hanya menceritakan
kepada wisatawan tidak memperlihatkan atau pun menunjukan
sehingga kesan dan pesan yang didapatkan tidak begitu didapat,
maka rekomendasi yang diberikan pada produk wisata budaya
dalam kategori artistic diperlukannya pembuatan museum dengan
memanfaatkan bangunan rumah panggung ataupun membuat
bangunan baru. Museum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19
Tahun 1995 merupakan sebuah tempat penyimpanan, perawatan,
pengamanan, dan pemanfaatan benda – benda bukti metril hasil
budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang
upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya yang
dimiliki, dengan adanya museum akan membuat aktivitas wisata
di Kampung Urug tidak pasif dan mononton sehingga wisatawan
akan mendapatkan edukasi serta pengalaman lebih atas
kunjungannya, selain itu museum dapat dijadikan sebagai wadah
bagi masyarakat dalam melestarikan budaya yang dimiliki serta
mengenalkan kepada khalayat umum bahwa Kampung Urug
memiliki budaya khas yang dimiliki.
GAMBAR 24
ILUSTRASI MUSEUM KAMPUNG URUG
Sumber: Rebanas, 2019
Pembuatan bangunan museum tidak diharuskan dalam kondisi
yang megah dan mewah, masyarakat dapat memanfaatkan
bangunan yang ada lalu melakukan renovasi pada bangunan
tersebut, salah satu rekomendasi yang diberikan ini merupakan
pembuatan bangunan museum dapat menggunakan rumah
panggung yang terletak didepan rumah adat dikarenakan rumah
panggung tersebut biasa dipergunakan oleh masyarakat untuk
berbincang dan dipergunakan oleh masyarakat yang berprofesi
sebagai angkutan ojeg sehingga bangunan rumah panggung
tersebut akan lebih bermanfaat apabila digunakan sebagai
museum untuk menyimpan dan pemanfaat penempatan benda –
benda bersejarah maupun tradisional, sehingga pada saat ketua
adat menjelaskan tentang budaya dapat langsung diperkenalkan
dan diperlihatkan kepada wisatawan seperti apa bentuk benda
bersejarah dan tradisional yang dimiliki Kampung Urug. Tidak
lupa pada museum dibuatkan papan interpretasi mengenai
informasi akan benda yang ditampilkan, seperti nama benda,
sejarah benda hingga apabila memungkinkan mencantumkan
tahun benda tersebut mulai digunakan.
b. Papan interpretasi
GAMBAR 25
ILUSTRASI PAPAN INTERPRETASI DO’S AND DON’T’S
Sumber: Legal interpreters, 2019
Kampung Urug memiliki bangunan – bangunan kuno yang
pantang untuk dimasuki oleh sembarangan orang baik itu
masyarakat maupun wisatawan, hanya ketua adat dengan
pasangannya yang dapat mengunjungi bangunan, ketua adat yang
mengunjungi bangunan tersebut tidak sembarangan dikarenakan
memliki ketentuan hari dan waktu untuk berkunjung, bangunan –
bangunan yang tidak boleh dikunjungi wisatawan saat berada di
Kampung Urug yaitu Paniisan dan Gedong Alit, sehingga
diperlukannya papan interpretasi mengenai informasi do’s and
don’t’s atau yang diartikan sebagai papan informasi mengenai hal
apa saja yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama
berada di Kampung Urug, do’s and don’t’s dapat dibuat
berdasarkan sistem kepercayaan yang di anut oleh masyarakat.
c. Souvenir
Kampung Urug memiliki cemilan yang biasa disantap oleh
wisatawan dan masyarakat pada saat pelaksanaan upacara adat,
sehingga wisatawan yang berkunjung dihari bukan pelaksanaan
upacara adat tidak mengetahui bahwa Kampung Urug memiliki
cemilan khas tersendiri. Alangkah lebih baik apabila masyarakat
dapat mengemas cemilan tersebut menjadi sebuah souvenir yang
dapat dibawa pulang oleh wisatawan sesaat meninggalkan
Kampung Urug, cemilan tersebut dapat dikemas menggunakan
toples atau plasti dalam bentuk cemilan sudang dimasak ataupun
belum dimasak.
d. Homestay
Wisatawan yang akan menginap di Kampung Adat Urug akan
bermalam secara bersamaan di rumah panggung Gedong Ageung
yang dapat menampung hingga 30 wisatawan, bagi wisatawan
yang sedang melakukan pengobatan dengan Abah Ukat pun
bermalam ditempat yang sama sehingga tidak adanya pembatas
bagi wisatawan yang sedang melakukan pengobatan dengan
wisatawan yang ingin berekreasi, tentu saja hal tersebut
berbahaya terlebih apabila wisatawan yang sedang melakukan
pengobatan tersebut memiliki kondisi kesehatan yang dapat
menularkan dengan wisatawan lainnya, tidak hanya itu saja
wisatawan pun tidak mendapat privasi dikarenakan tinggal secara
bersama – sama dengan wisatawan lainnya. Sebaiknya homestay
dapat diberlakukan di Kampung Adat Urug dengan
memanfaatkan rumah tinggal masyarakat yang bersedia apabila
tempat tinggalnya dapat dipergunakan sebagai tempat menginap
wisatawan. Kriteria Homestay yang dapat diberlakukan di
Kampung Adat Urug dapat mengacu kepada ASEAN Homestay
Standard (2012:5), yaitu:
1) Memiliki kamar mandi bagi wisatawan baik didalam mapun
diluar rumah yang dilengkapi dengan kloset duduk maupun
jongkok yang disesuaikan dengan kebiasaan maupun budaya
setempat dan dilengkapi air bersih yang memadai.
2) Memiliki kamar tidur bagi wisatawan yang terpisah dengan
pemiliki rumah maupun masyarakat dengan kelengkapan
selimut dan bantal bagi wisatawan.
3) Masyarakat sebagai penyedia homestay diharuskan bebas
dari catatan kriminal serta berada dalam kondisi kesehatan
yang baik dan tidak memiliki penyakit yang menular untuk
menghindari hal – hal yang merugikan bagi wisatawan yang
ingin menginap.
4) Kondisi rumah memiliki jendela maupun sirkulasi udara
serta pencahayaan yang dapat memasuki rumah secara
cukup.
5) Struktur rumah dalam kondisi yang baik dan aman bagi
penyedia homestay maupun wisatawan dan dilengkapi
dengan kotak pertolongan pertama P3K.
Berikut rekomendasi yang sudah diarahkan sebagai pengembangan produk
wisata budaya, serta dicantumkan kurun waktu hingga 5 tahun berdasarkan
klasifikasi dengan waktu dan pelaksaan yang telah ditetapkan.
TABEL 9
KURUN WAKTU ARAHAN PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA BUDAYA KAMPUNG URUG
Klasifikasi Daya
Tarik Wisata
Daya Tarik
Wisata
Program Pengembangan Produk
Wisata
Tahun Pelaksanaan
1 2 3 4 5
Natural
Attributes
Aktivitas
Pemerintah
desa dan
Perwakilan
Masyarakat
1. Bertani bersama dengan
wisatawan
2. Mengenalkan kepada
wisatawan alat - alat tradisional
yang digunakan
Amenitas
1. Pembuatan pagar pembatas
Aktivitas
Artistic Performing Arts
& Folk Music
1. Wisatawan dapat mempelajari
tari Jaipong
Kelompok
seni,
Perwakilan
masyarakat,
Ketua adat
dan
Pemerintah
desa
2. Menyaksikan aksi wayang
Amenitas
1. Pembuatan museum yang
berisikan benda - benda
tradisional dan bersejarah
2. Pembuatan papan interpretasi
mengenai informasi akan
kesenian musik dan penamaan
pewayangan
Regional
Ancient
Architecture
Aktivitas
Pengrajin
lokal,
Perwakilan
masyarakat,
Ketua adat
dan
Pemerintah
desa
1. Memberikan informasi
mengenai makam leluhur
Amenitas
1. Pembuatan papan informasi
mengenai do's and don’t
2. Pembuatan papan informasi
mengenai nama bangunan
Pola Kehidupan
Masyarakat
Aktivitas
1. Aktivitas kerja bakti bersama
masyarakat
2. Aktivitas dalam membuat
makanan tradisional dengan alat
tradisional
Local Cuisine
Aktivitas
1. Wisatawan diajarkan membuat
cemilan khas
2. Pengemasan cemilan khas
menjadi souvenir
Religious Upacara Adat
Aktivitas
Ketua adat 1. Memberikan kesempatan
wisatawan untuk berpartisipasi
Scientific Sistem Pertanian
Aktivitas
Kelompok
seni,
Perwakilan
masyarakat,
Ketua adat
dan
Pemerintah
desa
1. Penambahan story telling pada
mitologi Dewi Sri kepada
wisatawan
2. Wisatawan mengikuti kegiatan
pertanian masyarakat
3. Memperlihatkan benda -
benda pertanian tradisional
Amenitas
1. Pembuatan museum yang
berisikan benda - benda
tradisional dan bersejarah
Historical
Attributes History
Aktvitas Kelompok
seni,
Perwakilan
masyarakat,
Ketua adat
dan
1. Berjalan mengelilingi
Kampung Urug sembari
diceritakan sejarah dari bangunan
yang ada
2. Pewayangan menceritakan
sejarah yang dimiliki Kampung
Urug
Pemerintah
desa
Peninggalan
Amenitas
1. Papan interpretasi mengenai
informasi batu tapak
2. Pagar pembatas pelindung batu
tapak
Sumber: Data olahan penulis, 2019
TABEL 10
KURUN WAKTU ARAHAN PENGEMBANGAN AKSESIBILITAS KAMPUNG URUG
Klasifikasi Aksesibilitas &
Amenitas Program Pengembangan
Tahun Pelaksanaan
1 2 3 4 5
Aksesibilitas
Jalan Raya
1. Pembuatan papan interpretasi
petunjuk arah menuju Kampung
Urug
Perintah
desa dan
Ketua Adat
2. Penyediaan penerangan jalan Pemerintah
desa
3. Penyedian pembatas jalan
dengan jurang
Pemerintah
desa
Jalan Akses 1. Pembuatan sistem pintu masuk
dan keluar satu arah
Pemerintah
desa, Ketua
Adat dan
Perwakilan
masyarakat
Sistem
Transportasi
1. Penyediaan jasa penjemputan
titik temu
Pemerintah
desa dan
Perwakilan
masyarakat
Amenitas
Akomodasi
1. Sosialisasi homestay kepada
masyarakat
Pemerintah
desa
2. Penerapan homestay
Pemerintah
desa, Ketua
Adat dan
Perwakilan
masyarakat
Souvenir
1. Sosialisasi pembuatan souvenir
kepada masyarakat
Pemerintah
desa
2. Pembuatan toko souvenir Pemerintah
desa
Museum
1. Pembangunan museum benda
bersejarah dan tradisional
Pemerintah
desa
2. Pembuatan papan interpretasi
do's and don’t's bagi wisatawan
selama berkunjung
Pemerintah
desa
Sumber: Data Olahan Penulis, 2019
DAFTAR PUSTAKA
Camilleri, M. A. ( 2018). “The Tourism Industry: An Overview”. Dalam In Travel
Marketing, Tourism Economics and the Airline Product.
Camilleri, M. A. (2018). Travel Marketing, Tourism Economics and the Airline
Product. Switzerland: Spinger International Publishing.
Hall, C. M. (2003). Introducing To Tourism: Dimensions and Issues. New South
Wales: Hospitality Press.
Hall, D., Kirkpatrick, I., & Mitchell, M. (2005). Rural Tourism and
Sustainable Business. Great Britain: Cromwell Press.
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
Lampiran Pedoman Wawancara
Hari/Tanggal: ....../....................... 2019
Daftar Pertanyaan
1. Profil Masyarakat (Nama, Usia, Pekerjaan)
2. Sejarah Kampung Urug sehingga ditetapkan sebagai Kampung Adat oleh
Dinas Pariwisata Kabupaten Bogor?
3. Sejak Kapan Kampung Urug diresmikan menjadi sebuah desa wisata di
Kabupaten Bogor?
4. Kampung Urug ini dikelola langsung oleh masyarakat atau ada campur
tangan pemerintah daerah?
5. Peran Dinas Pariwisata dalam pengelolaan desa wisata di Kampung Urug?
6. Apa tanggapan masyarakat dengan dijadikannya Kampung Urug sebagai desa
wisata?
7. Pendapat masyarakat Kampung terhadap adanya aktivitas wisata yang
mengunjungi Kampung Urug?
8. Adakah perubahan terhadap pola hidup masyarakat setalah ditetapkannya
Kampung Urug sebagai desa wisata?
9. Sejauh mana masyarakat Kampung Urug dilibatkan dalam pengelolaan desa
wisata?
10. Manfaat yang diperoleh masyarakat dengan dijadikannya Kampung Urug
sebagai desa wisata?
11. Hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh wisatawan selama
berada di Kampung Urug?
12. Wilayah yang boleh dikunjungi dan tidak boleh dikunjungi wisatawan
selama beradi di Kampung Urug
SURAT IZIN PENELITIAN
SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN
FORMULIR BUKTI BIMBINGAN
HASIL TURN IT IN
BIODATA