Upload
nasion-patriotik
View
119
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara
ABSTRAK
Udara bersih disekitar kawasan kota sekarang sudah jarang ditemui, terutama dikawasan kota industri seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Tuban. Tingkat polusi udara dalam skala global menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan disekitar pabrik-pabrik industri. Dalam hal ini,tidak hanya lingkungan sekitar saja namun dalam skala makro dampak negatif berupa polusi udara menyebar pada pemukiman masyarakat yang ada dikawasan tersebut. Semakin bertambahnya pabrik industri baik pabrik industri skala kecil maupun besar menambah jumlah polusi udara.
Pabrik gula, semen, perusahaan minyak, dan PLTU merupakan salah satu penyumbang polusi udara dalam jumlah yang besar.Peningkatan jumlah pabrik industri besar maupun kecil serta bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang digunakan semakin menambah jumlah polusi udara yang ada.Pertikel-partikel polusi udara melayang terlebih dahulu dalam udara kemudianmenyebar ke area sekitar.Debu sebagai salah satu komponen yang terdapat pada polusiudara secaratidak langsung menimbulkan ketidaknyamanan pada lingkungan (ruang) dimana manusia berada.teknologi pengolah limbah udara seperti teknologi filter (penyaring) debu tersedia dalam ukuran dan biasanya diperuntukkan bagi pabrik-pabrik besar, sedangkan penyaring debu untuk pabrik skala menengah sampai skala kecil belum ada. Mengingat luasnya penyebaran polusi hingga ke kawasan pemukiman masyarakat dan belum adanya sebuah alat penyerap debu yang diperuntukkan bagi rumah dan industri-industri kecil menjadi latar belakang untuk Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udarayang dapat diaplikasikan pada pabrik industri menengah sampai industri kecil dan rumah di kawasan industri. Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udarasendiri menggunakan prinsip kerja elektrostatis. Pada rumah disekitar kawasan industri, PEBUTIS nantinya akan diletakkan pada beberapa titik masuknya debu pada sebuah ruangan, sehingga alat ini membantu untuk mencegah debu masuk kedalam ruangan. Sedangkan untuk pabrik industri skala menengah sampai skala kecil, PEBUTIS nantinya akan diletakkan pada saluran keluarnya polusi udara yang dihasilkan oleh pabrik sendiri. PEBUTIS nantinya akan diuji coba di pabrik kapur dan kawasan rumah yang berada disekitar pabrik PT SEMEN INDONESIA di Tuban.
Kata Kunci: Penyerap debu, Pabrik industri skala menengah sampai skala kecil, rumah kawasan industri
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara bersih di sekitar kawasan kota sekarang sudah jarang ditemui, terutama di
kawasan kota industri seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik dan Pasuruan .Tingkat polusi
udara dalam skala global menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan di sekitar pabrik-
pabrik industri. Dalam hal ini, tak hanya lingkungan sekitar saja, akan tetapi dampak negatif
berupa polusi udara menyebar pada permukiman masyarakat yang ada di kawasan tersebut.
Semakin bertambahnya pabrik industri baik pabrik industri skala kecil maupun besar
menambah jumlah polusi udara.
Polusi udara dalam skala besar biasanya dihasilkan oleh pabrik gula, semen,
perusahaan minyak, dan PLTU.Udara yang dihasilkan berwarna hitam, berbau dan
mengandung banyak debu.Beberapa teknologi seperti sistem HEPA,Ultraviolet germicidal
irradiation, karbon aktif, Polarized-Media Electronic Air Cleaners, dan masih banyak lagi
dibuat untuk menyaring polutan dari pabrik.Beberapa teknologi disamping memiliki
kelemahannya masing-masing, misalnya karbon aktif yang mebutuhkan biaya tinggi dan
untuk sementara ini teknologi yang ada hanya tersedia bagi pabrik industri skala besar. Di sisi
lain pabrik industri skala besar bukanlah satu-satunya penyumbang polusi udara , banyaknya
kendaraan bermotor, dan pabrik industri skala kecil juga turut menyumbang , sehingga polusi
udara yang ditimbulkan semakin meningkat.
Debu adalah salah satu komponen polusi udara . Udara dengan kadar debu yang besar
dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia, selain itu juga berdampak pada kebersihan
dan kesehatan lingkungan. Pada kondisi idealnya manusia membutuhkan ruang luar maupun
ruang dalam yang memiliki kenyamanan termal, penghawaan dan akustik.Debu sendiri
membawa dampak besar bagi kenyamanan penghawaan sebuah ruang.
Teknologi pengolah limbah udara seperti teknologi filter ( penyaring ) debu tersedia
dalam ukuran dan biasanya diperuntukkan bagi pabrik industri skala besar sedangkan
penyaring debu untuk pabrik skala kecil belum ada. Mengingat luasnya penyebaran polusi
hingga ke kawasan permukiman masyarakat dan belum adanya sebuah alat penyerap debu
yang diperuntukkan bagi rumah dan industri industri kecil menjadi latar belakang untuk
meengembangkan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara yang dapat
diaplikasikan pada pabrik industri kecil dan rumah di kawasan industri. Pengembangan
Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara sendiri menggunakan prinsip kerja
elektrostatis. Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara
2
nantinya akan diletakkan pada beberapa titik masuknya debu pada sebuah ruangan
sehingga alat ini membantu untuk mencegah debu masuk ke dalam ruang.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana merancang Penyerap Debu Otomatis dengan prinsip kerja elektrostatis
yang bisa diterapkan pada pabrik industri skala kecil dan rumah di kawasan industri daerah
Tuban?
2. Bahan apa saja yang dapat mendukung Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP)
sebagai Filter Udara?
3. Bagaimana Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara yang
memiliki nilai estetika , ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang maksimal ?
1.3. Tujuan
1.Mengembangkan Penyerap Debu Otomatis dengan prinsip kerja elektrostatis yang bisa
diterapkan pada pabrik industri skala kecil dan rumah di kawasan industri di daerah Tuban?
2. Menganalisa bahan yang dapat mendukung Pengembangan Electrostatis Precipitator
(ESP) sebagai Filter Udara ?
3. Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara yang memiliki
nilai estetika , ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang maksimal ?
1.4 Manfaat
Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara ini adalah alat
penyerap debu otomatis yang bisa diaplikasikan di rumah. Mengingat semakin banyak sumber
penghasil polusi udara dan dampak yang ditimbulkan, dengan adanya ide gagasan
Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara ini dapat menjadi alat
alternatif yang dapat menyaring udara. Keluhan berupa biaya yang tinggi dari alat penyaring
udara sebelumnya menjadi salah satu alasan untuk pengembangan alat ini, diharapkan
Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara adalah alat penyaring
udara yang tidak hanya dimanfaatkan oleh pabrik skala besar namun oleh pabrik skala kecil
dan di permukiman masyarakat dikawasan industri dengan harga yang dapat dijangkau oleh
masyarakat.Ketika alat ini diaplikasikan di rumah diharapkan alat ini dapat membantu untuk
mencegah masuknya debu terutama pada bukaan yang ada dalam rumah, sehingga membantu
pemilik rumah untuk mempermudah membersihkan rumah setiap hari.
2
Kebutuhan akan lingkungan dan udara yang bersih dan sehat bagi
masyarakat semakin meningkat, akan tetapi pada kenyataannya persediaan
lingkungan dan udara yang bersih semakin menurun. Tak terkecuali di dalam
rumah kondisi rumah yang bersih dan nyaman merupakan idaman semua orang,
oleh karena itu dengan adanya alat ini diharapkan dapat membantu perawatan
rumah dalam aspek penjagaan kebersihan rumah. Di samping itu, terdapat
manfaat lain dari alat Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai
Filter Udara ini yaitu mencegah serangga yang biasanya masuk lewat bukaan
yang ada di rumah, kecoa dan nyamuk misalnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa
pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain
kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Menurut Chambers, yang di maksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya
bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai
sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan
diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material
(Mukono, 2005).
Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri dan
teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar
fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas-
gas buangan hasil pembakaran (Wardhana, 2001).
Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:
1. Faktor internal (secara alamiah).
2. Faktor eksternal ( karena ulah manusia),
Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami
atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat,
peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu,
bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur, 1998).
Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat
partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi.Waktu
hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan
3
pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan
kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi,
dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara
(Wardhana, 2001).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing (2006),
sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:
1. Mengendap
Debu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena ukurannya
yang relatif kecil berada di udara.Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel
yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan cenderung selalu basah
Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya
selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.Sifat ini menjadi penting sebagai upaya
pengendalian debu di tempat kerja.
3. Menggumpal
Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah, sehingga
debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.
4. Listrik statis (elektrostatik)
Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya
partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.
5. Opsis
Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan sinar
yang dapat terlihat pada kamar gelap.
Kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang digunakan dalam
penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut:
1. Mengutamakan keselamatan lingkungan
2. Teknologinya telah dikuasai dengan baik
3. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria tersebut diatas diperoleh beberapa cara dalam hal
penanggulangan secara teknis, antara lain adalah sebagai berikut: mengubah proses,
mengganti sumber energi, mengelola limbah, menambah alat bantu.
Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan secara teknis
dilakukan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran. Beberapa alat
bantu yang digunakan untuk mengurangi atau menanggulangi pencemaran lingkungan antara
lain adalah:
4
a. Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk menangkap abu atau partikel yang ikut keluar pada
cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara yang bersih
saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus segera diamati
(dikontrol), jika sudah penuh dengan debu harus segera diganti dengan yang baru. Jenis filter
udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri.
b. Pengendap Siklon
Pengendap Siklon atau Cyclon Separators adalah pengendap debu/abu yang ikut
dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap
siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja
dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan
jatuh ke bawah. Ukuran partikel/debu/abu yangbisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5–
40 μ. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
c. Filter Basah (Scrubbers atau Wet Collectors)
Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprot air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat.
Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut dengan semprotan air
turun ke bawah.
d. Pengendap Sistem Gravitasi
Alat pengendapan ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang
ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 μ atau lebih. Cara kerja alat ini yaitu dengan
mengalirkan udara kotor kedalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu
terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), debuakan jatuh terkumpul di bawah
akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi
alatnya.
e. Pengendapan Elektrostatik
Alat pengendapan elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara kotor dalam
jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air.Alat ini
dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat sudah relatif
bersih.Alat pengendap ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara
25-100 kV.Alat pengendap ini berupa tabung silinder dimana dindingnya diberi muatan
positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding
tabung, diberi muatan negatif. Adanyaperbedaan tegangan yang cukup besar akan
menimbulkan corona disharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara
kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara
5
bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju elektroda yang sesuai.
Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan
udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus
keluar.
Elektrostatis merupakan salah satu cabang fisika yang berhadapan
dengan gaya yang dikeluarkan oleh medan listrik statis (tidak berubah) kepada
sebuah objek yang bermuatan. Aplikasi elektrostatis dalam dunia industri
digunakan untuk mengatasi masalah limbah debu.Industri yang banyak
mengaplikasikannya yaitu seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), pabrik
gula, dan pabrik semen.Salah satu penerapannya yaitu penggunaan electrostatic
precipitator (ESP).
ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap
debu dengan efisiensi tinggi (diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup
besar. Dengan menggunakan electrostatic precipitator (ESP) ini, jumlah limbah
debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16% (dimana
efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%).
Cara kerja dari electrostatic precipitator (ESP) yaitu sebagai berikut:
1. Melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan listrik yang terbentuk
antara discharge electrode dengan collector plate, flue gas yang mengandung
butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan
listrik, partikel debu tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut
menjadi bermuatan negatif (-).
2. Partikel debu yang bermuatan negatif (-) selanjutnya menempel pada pelat-
pelat pengumpul (collector plate). Debu yang dikumpulkan di collector
plate dipindahkan kembali secara periodik dari collector plate melalui suatu
getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash
hopper)dan dipindahkan (transport) ke flyash silo dengan cara dihembuskan
(vacuum).
Adapun proses pembentukan medan listrik pada ESP:
1. Terdapat dua jenis electrode, yaitu discharge electrode yang bermuatan
negatif (-) dan collector plate electrode bermuatan positif (+).
5
2. Discharge electrode diletakkan diantara collector plate pada jarak tertentu
(jarak antara discharge electrode dengan collector plat
5
StrategiMetodeEmpiris
PEBUTIS ( Penyerap Debu Otomatis ) bagi pabrik skala kecil dan rumah di kawasan industri
Comparation study Literature study Laboratory study
Penetapan bahan penelitianRekaman digitalIlustrasi, sketsaPenetapan parameter
Rekonstruksi grafis(2 dimensi)
Perakitan alat(3 dimensi)
Pengujian/ simulasiAnalisa hasil
Temuan hasil
Kesimpulan
Gb.1 Diagram Alur Metode Pelaksanaan
BAB III
METODE PENELITIAN
Tahapan yang akan dilakukan adalah melakukan studi pustaka dan studi
komparasi yang nantinya akan menjadi bahan dasar rujukan perancangan
PEBUTIS . Tahap berikutnya merumuskan ide menjadi sketsa/illustrasi dasar
yang dilanjutkan pada simulasi komputer secara 2D dan 3D serta perakitan
masing masing rancangan. Akan ada beberapa rancangan PEBUTIS, sebelum uji
coba dilakukan ditetapkan parameter hasil uji coba terlebih dahulu, yaitu:
1. Sampel 1 PEBUTIS di pabrik kapur Rengel, Tuban.
7
PEBUTIS mampu menyaring debu khususnya partikel kapur dari limbah
udara pabrik kapur dengan efisiensi di atas 90 % sehingga limbah debu pabrik
kapur yang keluar melalui alat ini diharapkan hanya 0,5 %.
2. Sampel 2 PEBUTIS di rumah dekat pabrik semen Indonesia di Tuban.
PEBUTIS diletakkan pada bukaan khusus seperti jendela atas sehingga dapat
menyaring debu yang melalui alat tersebut. Diharapkan PEBUTIS mampu
menyaring debu hingga 85 % dengan indikator tidak adanya debu di dalam
ruang tepat dimana PEBUTIS diletakkan.
Uji coba dilakukan selama tiga hari untuk masing masing rancangan. Setelah
dilakukan pengujian pada masing-masing rancangan PEBUTIS . Data yang
didapatkan dari hasil uji coba kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan
parameter yang telah ditentukan.Apabila hasil uji coba mendekati parameter yang
telah ditetapkan hingga 85 %, selanjutnya dilakukan analisis pada masing-masing
rancangan, sehingga nantinya ditemukan rancangan PEBUTIS yang memenuhi
kriteria desain PEBUTIS yang paling baik. Beberapa perbaikan terhadap kriteria
desain yang ada dapat menjadi rujukan satu konsep desain PEBUTIS terbaik yang
nantinya dapat diaplikasikan pada pabrik skala kecil dan rumah di kawasan
industri
7
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kandungan biji alpukat
Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan dilapisi oleh kulit biji yang tipis melekat.Biji tersusun oleh jaringan parenchyma yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai cadangan makanan (Kalie, 1997).
Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.Padahal di dalam biji alpukat
mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%.Hal ini
memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati.
Menurut hasil analisis Alsuhendra, et al., (2007) biji alpukat memiliki kandungan air 12,67%, kadar abu 2, 78%, kandungan mineral 0,54% lebih tinggi dari biji buah lainnya. Biji alpukat kaya akan sumber campuran kompleks senyawa polifenolik mencakup dari yang sederhana katekin dan epikatekin dengan zat polimerik terbesar.
4.2 Cara pemisahan zat pati dari biji alpukat
Ada beberapa metode untuk mendapatkan sari pati suatu zat.
Sedangkan metode yang digunakan untuk memisahkan zat pati pada biji
alpukat yaitu dengan cara pengendapan.
4.2.1 Pengendapan
Suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda
dalam suatu campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis
yng lebih besar daripada pelarutnya akan segera mengendap. Jika
dalam suatu campuran mengandung satu atau beberapa zat dengan
kecepatan pengendapan yang berbeda dan kita hanya menginginkan
salah satu zat, maka dapat dipisahkan dengan metode sedimentsi tau
sentrifugsi. Namun jika dalm campuran mengandung lebih dari satu
zat yang akan kita inginkan, maka digunakan metode presipitasi.
Metode presipitasi biasanya dikombinasi dengan metode filtrasi.
4.2.2 Proses Pemisahan Zat Pati
Langkah-langkah dari proses pemisahan zat pati pada biji alpukat
yaitu:
7
1.Menimbang 125 gram biji alpukat yang telah dihancurkan dengan
parutan
2.Bahan yang telah hancur dimasukkan kedalam gelas kimia 500 ml
dan homogenesis dengan mengaduk secara baik selanjutnya
disaring dengan kain saring
3.Filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan didiamkan untuk
beberapa waktu sampai patinya mengendap
4.Memisahkan endapan dan filtrate dengan cara dekantasi
5. Endapan yang diperoleh ditambahkan lagi dengan air dan diaduk,
setelah itu didkantasi lagi sebanyak 3 kali
6. Memindahkan endapan pada kaca arloji yang sebelumnya diketahui
beratnya
7.Endapan yang terdapat pada kaca arloji dikeringkan dalam oven
pada suhu 105oC sampai menjadi kering (tidak melengket dijari)
8. Menimbang kaca arloji dan menghitung randemen dari pati yang
diperoleh
9. Menghitung randemen dengan rumus
% Randemen = (c-b)a x 100 %
a = Berat sampel dalam bahan
b = Berat kaca arloji
c = Berat kaca arloji berisi endapan
% Randemen = (25,002 - 25)125 x 100 %
= (0,002)125 x 100%
= 0,25 x 100%
= 25%
4.3 Plastik Biodegradable
Plastik Biodegradable adalahplastik yang
dapatdigunakanlayaknyasepertiplastik konvensional,
namunakanhancurteruraiolehaktivitasmikroorganismemenjadihasilakhirberu
pa air dan gas
7
karbondioksidasetelahhabisterpakaidandibuangkelingkungantanpameningga
lkansisa yang beracun. Karenasifatnya yang dapatkembalikealam, plastik
biodegradable merupakanbahanplastik yang ramahterhadaplingkungan.
Berdasarkanbahanbaku yang dipakai, plastik biodegradable
dikelompokkanmenjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompokdenganbahanbakupetrokimia (non-renewable resources)
denganbahanaditifdarisenyawa bio-aktif yang bersifatbiodegradable.
Plastik biodegradable dengan bahan baku petrokimia merupakan bahan
baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tidak terbarui (non-
renewable resources). Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui
yaitusumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan kembali setelah
dimanfaatkan. Jenis sumber daya alam ini dikenal dengan barang
tambang yang meliputi sumber daya mineral, dan sumber daya
energi.Saat ini polimer plastik biodegradable yang telah diproduksi
adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik yaitu:Poli e-
kaprolakton (PCL) adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan
bahan baku minyak bumi.
2. Kelompokkeduaadalahdengankeseluruhanbahanbakudarisumberdayaala
mterbarukan (renewable resources)
sepertidaribahantanamanpatidanselulosasertahewanseperticangkangataud
arimikroorganisme yang dimanfaatkanuntukmengakumulasiplastik yang
berasaldarisumbertertentusepertilumpuraktifataulimbahcair yang kaya
akanbahan-bahanorganik
sebagaisumbermakananbagimikroorganismetersebut.
Karenaplastik berbahanbakupetrokimiaberbahandasardarisumberdaya
yang tidakdapatdiperbaharui yang semakin lama semakinhabisdipakai,
makaplasticberbahanbakuproduktanamansepertiselulosadanpatimenjadipilih
anutama.Pati di dapatkan dari sumber karbohidrat.Di Indonesia banyak
diperoleh sumber karbohidrat seperti singkong, kentang, beras, dan tanaman
lainnya penghasil karbohidrat sehingga pengembanganplastik PLA
berpotensi besar di Indonesia. Bijialpukatmempunyaikandunganpati yang
7
besarmakadariitubijialpukatbiasdigunakansebagaibahanbaku alternatif
pembuatanplastik.
4.4 Pembuatan Plastik
4.4.1 Penggunaan Asam Asetat
Asam asetat biasa digunakan pada bidang industri karena asam
asetat memiliki sifat yang mudah larut dan mudah bercampur dengan
zat lain misalnya saja dengan air. Oleh karena itu pada penelitian ini
menggunakan asam asetat sebagai pelarut.
4.4.2 Penggunaan Khitosan
Khitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus
radikal CH3. CO- pada struktur polimernya. Khitosan merupakan
senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa
organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa.
Khitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih
kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan
menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai
jamur. Selain itu khitosan juga dapat disemprotkan langsung pada
tanaman.Sifat kitin dan khitosan dapat mengikat air dan lemak.
Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami yang
sifatnya tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat
dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (Super-ChitoFarm & Super-
ChitoFood). Khitosan juga dapat berikatan dengan sel mamalia dan
mikroba secara aktif.
Dengan adanya pernyataan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa khitosan baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan
plastik karena khitosan bersifat ramah lingkungan.
4.4.3 Penggunaan Gliserol
Gliserol pada pembuatan plastik dengan menggunakan bahan
baku biji apukat berguna sebagai plasticizer. Plasticizer adalah
material yang ditambahkan untuk meningkatkan beberapa sifat /
properties dari polymer, misalnya kemampuan kerja (workability),
7
ketahanan terhadap panas (heat resistance), ketahanan terhadap
temperatur rendah (low-temperature resistance), ketahanan terhadap
cuaca (weathering resistance), sifat insulasi (insulation properties),
dan ketahanan terhadap minyak (oil resistance).
4.4.4 Proses P embuatan P lastik
Berikut adalah proses pembuatan plastik:
1. Proses Pemisahan Zat Pati
Dari proses pemisahan zat pati didapatkan dalam 125 gram
sampel terkandung 23% zat pati.
2. Proses pembuatan plastik
Setelah kita mengetahui kadar dari zat pati dan telah
memisahkannya maka zat pati tersebut selanjutnya diolah. Pertama-
tama kita harus membuat larutan asam asetat 1%. Untuk membuat
asam asetat 1% kita harus mencaampurkan 10 mL asam asetat
100% pada 990 mL aquades. Setelah itu aduk hingga menjadi
homogen.
Setelah pembuatan larutan asam asetat 1% selanjutnya kita
harus membuatan larutan khitosan 2% dengan cara melarutkan
bubuk khitosan sebanyak 18,5 ke dalam larutan 925 mL asam
asetat 1%. Lalu aduk hingga homogen.
Setelah asam asetat 1% telah menyatu dengan khitosan
proses selanjutnya yaitu pembuatan plastik. Proses pembuatan
plastik yaitu: larutkan khitosan 2% yang sudah larut dalam larutan
asam asetat 1 % diadukan selama kurang lebih 30 menit dengan
menggunakan stirrer. Maka akan diperoleh larutan yang berwarna
putih bening dan terdapat gelembung-gelembung udara yang
terbentuk akibat pengadukan. Setelah itu pati biji alpukat
ditambahkan pada suhu 60oC – 65oC.Campuran pati dan khitosan
tersebut kemudian ditambahkan dengan 3 ml gliserol (plasticizer).
Setelah semua bahan tercampur, dilakukan pengadukan selama 1
jam supaya diperoleh larutan yang homogen.Larutan tersebut harus
didiamkan selama 24 jam agar gelembung-gelembung udara yang
7
terdapat didalamnya dapat hilang. Jika gelembung-gelembung
udara tersebut tidak dihilangkan maka lapisan yang terbentuk
akanmudah terdeformasi (rusak) karena terdapat pinhole di dalam
lapisan. Jika semua proses sudah dijalankan maka bahan baku
plastik sudah jadi.
4.4.5 Hasil P roses P embuatan P lastik
Hasil dari proses pembuatan plastik yang telah berlangsung
adalah berupa plastik biodegredible yang ramah lingkungan karena
bahan baku yang digunakan berasal dari tumbuhan yang dapat terurai
dalam tanah. Selain itu penggunaan dari khitosan dapat menstimulir
pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur.Sehingga
selain dapat terurai dalam tanah, plastik biji alpukat juga dapat
digunakan untuk menyuburkan tanah.
4.5 Uji Biodegradasi
Bioplastik dari pati biji alpukat, khitosan diuji sifat biodegradabelnya
dengan menggunakan bakteri EM4 (Effective Microorganism). EM4 adalah
kultur campuran mikro yang terdiri dari bakteri Lactobacillus, Actinomyces,
Streptomyces, ragi jamur dan bakteri fotosentik yang bekerja saling
menunjang dalam dekomposisi bahan organik (Heddy,2000 dalam
Sitio,dkk. 2007). Proses dekomposisi bahan organik dengan dengan molekul
EM4 berlangsung secara fementasi baik dalam keadaan aerob maupun
anaerob. Bakteri-bakteri ini akan mendegradasi bioplastik yang
mengandung pati dengan cara memutus rantai polimer menjadi monomer-
monomernya melaui enzim yang dihasilkan dari diputus karena memerlukan
energi yang besar untuk memutuskan ikatan tersebut (Utari,dkk. 2008).
7
7
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Untuk mengatasi masalah banyaknya limbah plastik yang sulit terdegradasi serta
pengolahan biji alpukat yang belum maksimal, kami mengajukan karya tulis
“POKATIK( PENGOLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN
BAKU PEMBUATAN PLASTIK)”.
Adapun kesimpulan yang dapat kami berikan, antara lain:
1. Di dalam biji alpukat mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal
ini memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati. Selain itu, menurut hasil
analisis Alsuhendra, et al., (2007) biji alpukat memiliki kandungan air 12,67%, kadar
abu 2, 78%, kandungan mineral 0,54% lebih tinggi dari biji buah lainnya.
2. Kandungan zat pati dalam biji alpukat yaitu melalui proses pengendapan. Tahap
pertama yaitu menyuci bersih biji alpukat, lalu diparut hingga agak halus. Parutan biji
alpukat kemudian dicampur air secukupnya dan diulek agar lebih halus. Setelah itu,
parutan biji alpukat disaring untuk membuang airnya sehingga hanya tersisa endapan
putih, yakni sari pati biji alpukat. Sari pati biji alpukat ini dicuci lagi dan kembali
disaring. Tunggu hingga mengendap. Endapan itulah yang merupakan tepung pati dari
biji alpukat
3. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa biji alpukat
dapat digunakan sebagai bahan baku pembutan plastik. Cara pembuatan bahan baku
plastik dari biji alpukat yaitu: Melarutkan khitosan 2% ke dalam larutan asam asetat
1%. Kemudian aduk selama kurang lebih 30 menit dengan menggunakan stirrer.
Setelah khitosan larut ditambahkan pati biji alpukat yang telah dilarutkan dengan
menggunakan asam asetat pada suhu 60oC – 65oC. Campuran pati dan khitosan tersebut
kemudian ditambahkan dengan 3 ml gliserol (plasticizer).Setelah semua bahan
tercampur, dilakukan pengadukan selama 1 jam supaya diperoleh larutan yang
homogen. Larutan tersebut kemudian didiamkan selama 24 jam agar gelembung-
gelembung udara yang terdapat didalamnya dapat hilang. Jika gelembung-gelembung
7
udara tersebut tidak dihilangkan maka lapisan yang terbentuk akan mudah terdeformasi
(rusak) karena terdapat pinhole di dalam lapisan.
5.2 SARAN
1. Lebih mengembangkan sumber daya manusia yang ada dengan mencari banyak relasi
antar jurusan ataupun antar fakultas agar dapat lebih mengembangkan karya tulis
sehingga dapat memanfaatkan produk dengan maksimal.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut di laboratorium langsung untuk lebih meningkatkan
kualitas dan keakuratan dari penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
7
Ahvenainen, Raija. et al. 2003. Modern Plastics Handbook (1sted.): bagian Woodhead
Publishing Limited: 24.1
Alsuhendra, Zulhipri, Ridawati, dan E. Lisanti. 2007. Ekstraksi dan Karakteristik Senyawa
Fenolik dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill). Proseding Seminar Nasional; Bandung.
Anonymous. 2010. Zat Tepung (Amilum).(Online),
http://banyaktugas.blogspot.com/2010/12/zat-tepung-amilum.html, diakses pada
15 Desember 2010.
Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. (2002). Biologi Edisi ke-5. Penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: R. Lestari dkk.
deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung. Institut Tekhnologi Bandung.
Sanjaya, I Gede dan Puspita Tyas. 2010. Pengaruh Penambahan Khitosan dan Plasticizer
Gliserol pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati Limbah Kulit Singkong. Surabaya.
Institut Tekhnologi Sepuluh November.
Heddy, S. 2000. Pengaruh Dosis EM4 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.): bagian J. Agritek 8(4): 505-510.
Jo, Dwi. 2012. Pengertian Dekantasi.(Online),
http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/dekantasi-adalah-pengertian- dekantasi.html ,
diakses pada 5 Januari 2012.
Kalie, M. B. 1997. Alpukat, Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.
Pujo. 2011. Kemasan Biodegradable.(Online),
http://agroindustrialis.blogspot.com/2011/12/kemasan-biodegradable.html, diakses
pada 31 Desember 2011.
Ranika. 2010. Plastik Biodegredable untuk Lingkungan Kita.(Online),
http://my.opera.com/greatranika/blog/show.dml/7705761, diakses pada 12 Februari 2010.
Waluyo, Ngudi. 2010. Plastik Biodegradable.(Online),
http://ngudiwaluyo.blogspot.com/2010/04/plastik-biodegradable.html, diakses pada 4
April 2010.
Winarti, S. Dan Y. Purnomo. 2006. Olahan Biji Buah. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Anonymous. 2012. Apokat.(Online), http://id.wikipedia.org/wiki/Apokat, diakses pada 11 April 2013
7
7