32
Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara ABSTRAK Udara bersih disekitar kawasan kota sekarang sudah jarang ditemui, terutama dikawasan kota industri seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Tuban. Tingkat polusi udara dalam skala global menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan disekitar pabrik-pabrik industri. Dalam hal ini,tidak hanya lingkungan sekitar saja namun dalam skala makro dampak negatif berupa polusi udara menyebar pada pemukiman masyarakat yang ada dikawasan tersebut. Semakin bertambahnya pabrik industri baik pabrik industri skala kecil maupun besar menambah jumlah polusi udara. Pabrik gula, semen, perusahaan minyak, dan PLTU merupakan salah satu penyumbang polusi udara dalam jumlah yang besar.Peningkatan jumlah pabrik industri besar maupun kecil serta bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang digunakan semakin menambah jumlah polusi udara yang ada.Pertikel- partikel polusi udara melayang terlebih dahulu dalam udara kemudianmenyebar ke area sekitar. Debu sebagai salah satu komponen yang terdapat pada polusiudara secaratidak langsung menimbulkan ketidaknyamanan pada lingkungan (ruang) dimana manusia berada.teknologi pengolah limbah udara seperti teknologi filter (penyaring) debu tersedia dalam ukuran dan biasanya diperuntukkan bagi pabrik-pabrik besar, sedangkan penyaring debu untuk pabrik skala menengah sampai skala kecil belum ada. Mengingat luasnya penyebaran polusi hingga ke kawasan pemukiman masyarakat dan belum adanya sebuah alat penyerap debu yang diperuntukkan bagi rumah dan industri-industri kecil menjadi latar belakang untuk Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udarayang dapat diaplikasikan pada pabrik industri menengah sampai industri kecil dan rumah di kawasan industri. Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udarasendiri menggunakan prinsip kerja elektrostatis. Pada rumah disekitar kawasan industri, PEBUTIS nantinya akan diletakkan pada beberapa titik masuknya debu pada sebuah ruangan, sehingga alat ini membantu untuk mencegah debu masuk kedalam ruangan. 2

Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara

ABSTRAK

Udara bersih disekitar kawasan kota sekarang sudah jarang ditemui, terutama dikawasan kota industri seperti Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Tuban. Tingkat polusi udara dalam skala global menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan disekitar pabrik-pabrik industri. Dalam hal ini,tidak hanya lingkungan sekitar saja namun dalam skala makro dampak negatif berupa polusi udara menyebar pada pemukiman masyarakat yang ada dikawasan tersebut. Semakin bertambahnya pabrik industri baik pabrik industri skala kecil maupun besar menambah jumlah polusi udara.

Pabrik gula, semen, perusahaan minyak, dan PLTU merupakan salah satu penyumbang polusi udara dalam jumlah yang besar.Peningkatan jumlah pabrik industri besar maupun kecil serta bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang digunakan semakin menambah jumlah polusi udara yang ada.Pertikel-partikel polusi udara melayang terlebih dahulu dalam udara kemudianmenyebar ke area sekitar.Debu sebagai salah satu komponen yang terdapat pada polusiudara secaratidak langsung menimbulkan ketidaknyamanan pada lingkungan (ruang) dimana manusia berada.teknologi pengolah limbah udara seperti teknologi filter (penyaring) debu tersedia dalam ukuran dan biasanya diperuntukkan bagi pabrik-pabrik besar, sedangkan penyaring debu untuk pabrik skala menengah sampai skala kecil belum ada. Mengingat luasnya penyebaran polusi hingga ke kawasan pemukiman masyarakat dan belum adanya sebuah alat penyerap debu yang diperuntukkan bagi rumah dan industri-industri kecil menjadi latar belakang untuk Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udarayang dapat diaplikasikan pada pabrik industri menengah sampai industri kecil dan rumah di kawasan industri. Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udarasendiri menggunakan prinsip kerja elektrostatis. Pada rumah disekitar kawasan industri, PEBUTIS nantinya akan diletakkan pada beberapa titik masuknya debu pada sebuah ruangan, sehingga alat ini membantu untuk mencegah debu masuk kedalam ruangan. Sedangkan untuk pabrik industri skala menengah sampai skala kecil, PEBUTIS nantinya akan diletakkan pada saluran keluarnya polusi udara yang dihasilkan oleh pabrik sendiri. PEBUTIS nantinya akan diuji coba di pabrik kapur dan kawasan rumah yang berada disekitar pabrik PT SEMEN INDONESIA di Tuban.

Kata Kunci: Penyerap debu, Pabrik industri skala menengah sampai skala kecil, rumah kawasan industri

2

Page 2: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udara bersih di sekitar kawasan kota sekarang sudah jarang ditemui, terutama di

kawasan kota industri seperti Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik dan Pasuruan .Tingkat polusi

udara dalam skala global menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan di sekitar pabrik-

pabrik industri. Dalam hal ini, tak hanya lingkungan sekitar saja, akan tetapi dampak negatif

berupa polusi udara menyebar pada permukiman masyarakat yang ada di kawasan tersebut.

Semakin bertambahnya pabrik industri baik pabrik industri skala kecil maupun besar

menambah jumlah polusi udara.

Polusi udara dalam skala besar biasanya dihasilkan oleh pabrik gula, semen,

perusahaan minyak, dan PLTU.Udara yang dihasilkan berwarna hitam, berbau dan

mengandung banyak debu.Beberapa teknologi seperti sistem HEPA,Ultraviolet germicidal

irradiation, karbon aktif, Polarized-Media Electronic Air Cleaners, dan masih banyak lagi

dibuat untuk menyaring polutan dari pabrik.Beberapa teknologi disamping memiliki

kelemahannya masing-masing, misalnya karbon aktif yang mebutuhkan biaya tinggi dan

untuk sementara ini teknologi yang ada hanya tersedia bagi pabrik industri skala besar. Di sisi

lain pabrik industri skala besar bukanlah satu-satunya penyumbang polusi udara , banyaknya

kendaraan bermotor, dan pabrik industri skala kecil juga turut menyumbang , sehingga polusi

udara yang ditimbulkan semakin meningkat.

Debu adalah salah satu komponen polusi udara . Udara dengan kadar debu yang besar

dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia, selain itu juga berdampak pada kebersihan

dan kesehatan lingkungan. Pada kondisi idealnya manusia membutuhkan ruang luar maupun

ruang dalam yang memiliki kenyamanan termal, penghawaan dan akustik.Debu sendiri

membawa dampak besar bagi kenyamanan penghawaan sebuah ruang.

Teknologi pengolah limbah udara seperti teknologi filter ( penyaring ) debu tersedia

dalam ukuran dan biasanya diperuntukkan bagi pabrik industri skala besar sedangkan

penyaring debu untuk pabrik skala kecil belum ada. Mengingat luasnya penyebaran polusi

hingga ke kawasan permukiman masyarakat dan belum adanya sebuah alat penyerap debu

yang diperuntukkan bagi rumah dan industri industri kecil menjadi latar belakang untuk

meengembangkan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara yang dapat

diaplikasikan pada pabrik industri kecil dan rumah di kawasan industri. Pengembangan

Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara sendiri menggunakan prinsip kerja

elektrostatis. Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara

2

Page 3: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

nantinya akan diletakkan pada beberapa titik masuknya debu pada sebuah ruangan

sehingga alat ini membantu untuk mencegah debu masuk ke dalam ruang.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana merancang Penyerap Debu Otomatis dengan prinsip kerja elektrostatis

yang bisa diterapkan pada pabrik industri skala kecil dan rumah di kawasan industri daerah

Tuban?

2. Bahan apa saja yang dapat mendukung Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP)

sebagai Filter Udara?

3. Bagaimana Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara yang

memiliki nilai estetika , ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang maksimal ?

1.3. Tujuan

1.Mengembangkan Penyerap Debu Otomatis dengan prinsip kerja elektrostatis yang bisa

diterapkan pada pabrik industri skala kecil dan rumah di kawasan industri di daerah Tuban?

2. Menganalisa bahan yang dapat mendukung Pengembangan Electrostatis Precipitator

(ESP) sebagai Filter Udara ?

3. Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara yang memiliki

nilai estetika , ramah lingkungan dan memiliki kinerja yang maksimal ?

1.4 Manfaat

Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara ini adalah alat

penyerap debu otomatis yang bisa diaplikasikan di rumah. Mengingat semakin banyak sumber

penghasil polusi udara dan dampak yang ditimbulkan, dengan adanya ide gagasan

Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara ini dapat menjadi alat

alternatif yang dapat menyaring udara. Keluhan berupa biaya yang tinggi dari alat penyaring

udara sebelumnya menjadi salah satu alasan untuk pengembangan alat ini, diharapkan

Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai Filter Udara adalah alat penyaring

udara yang tidak hanya dimanfaatkan oleh pabrik skala besar namun oleh pabrik skala kecil

dan di permukiman masyarakat dikawasan industri dengan harga yang dapat dijangkau oleh

masyarakat.Ketika alat ini diaplikasikan di rumah diharapkan alat ini dapat membantu untuk

mencegah masuknya debu terutama pada bukaan yang ada dalam rumah, sehingga membantu

pemilik rumah untuk mempermudah membersihkan rumah setiap hari.

2

Page 4: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

Kebutuhan akan lingkungan dan udara yang bersih dan sehat bagi

masyarakat semakin meningkat, akan tetapi pada kenyataannya persediaan

lingkungan dan udara yang bersih semakin menurun. Tak terkecuali di dalam

rumah kondisi rumah yang bersih dan nyaman merupakan idaman semua orang,

oleh karena itu dengan adanya alat ini diharapkan dapat membantu perawatan

rumah dalam aspek penjagaan kebersihan rumah. Di samping itu, terdapat

manfaat lain dari alat Pengembangan Electrostatis Precipitator (ESP) sebagai

Filter Udara ini yaitu mencegah serangga yang biasanya masuk lewat bukaan

yang ada di rumah, kecoa dan nyamuk misalnya.

2

Page 5: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa

pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain

kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai

tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Menurut Chambers, yang di maksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya

bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai

sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan

diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material

(Mukono, 2005).

Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri dan

teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar

fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas-

gas buangan hasil pembakaran (Wardhana, 2001).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:

1. Faktor internal (secara alamiah).

2. Faktor eksternal ( karena ulah manusia),

Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami

atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat,

peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu,

bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur, 1998).

Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat

partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi.Waktu

hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan

3

Page 6: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan

kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi,

dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara

(Wardhana, 2001).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing (2006),

sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:

1. Mengendap

Debu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena ukurannya

yang relatif kecil berada di udara.Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel

yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

2. Permukaan cenderung selalu basah

Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya

selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.Sifat ini menjadi penting sebagai upaya

pengendalian debu di tempat kerja.

3. Menggumpal

Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah, sehingga

debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.

4. Listrik statis (elektrostatik)

Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya

partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.

5. Opsis

Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan sinar

yang dapat terlihat pada kamar gelap.

Kriteria yang digunakan dalam memilih dan menentukan cara yang digunakan dalam

penanggulangan secara teknis tergantung pada faktor berikut:

1. Mengutamakan keselamatan lingkungan

2. Teknologinya telah dikuasai dengan baik

3. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan kriteria tersebut diatas diperoleh beberapa cara dalam hal

penanggulangan secara teknis, antara lain adalah sebagai berikut: mengubah proses,

mengganti sumber energi, mengelola limbah, menambah alat bantu.

Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan secara teknis

dilakukan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi pencemaran. Beberapa alat

bantu yang digunakan untuk mengurangi atau menanggulangi pencemaran lingkungan antara

lain adalah:

4

Page 7: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

a. Filter Udara

Filter udara dimaksudkan untuk menangkap abu atau partikel yang ikut keluar pada

cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara yang bersih

saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus segera diamati

(dikontrol), jika sudah penuh dengan debu harus segera diganti dengan yang baru. Jenis filter

udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri.

b. Pengendap Siklon

Pengendap Siklon atau Cyclon Separators adalah pengendap debu/abu yang ikut

dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja pengendap

siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan yang sengaja

dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel yang relatif berat akan

jatuh ke bawah. Ukuran partikel/debu/abu yangbisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5–

40 μ. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.

c. Filter Basah (Scrubbers atau Wet Collectors)

Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara

menyemprot air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat.

Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut dengan semprotan air

turun ke bawah.

d. Pengendap Sistem Gravitasi

Alat pengendapan ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang

ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 μ atau lebih. Cara kerja alat ini yaitu dengan

mengalirkan udara kotor kedalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu

terjadi perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), debuakan jatuh terkumpul di bawah

akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi

alatnya.

e. Pengendapan Elektrostatik

Alat pengendapan elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara kotor dalam

jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol atau uap air.Alat ini

dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari alat sudah relatif

bersih.Alat pengendap ini menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara

25-100 kV.Alat pengendap ini berupa tabung silinder dimana dindingnya diberi muatan

positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding

tabung, diberi muatan negatif. Adanyaperbedaan tegangan yang cukup besar akan

menimbulkan corona disharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini menyebabkan udara

kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara

5

Page 8: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju elektroda yang sesuai.

Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan

udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus

keluar.

Elektrostatis merupakan salah satu cabang fisika yang berhadapan

dengan gaya yang dikeluarkan oleh medan listrik statis (tidak berubah) kepada

sebuah objek yang bermuatan. Aplikasi elektrostatis dalam dunia industri

digunakan untuk mengatasi masalah limbah debu.Industri yang banyak

mengaplikasikannya yaitu seperti PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), pabrik

gula, dan pabrik semen.Salah satu penerapannya yaitu penggunaan electrostatic

precipitator (ESP).

ElectroStatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap

debu dengan efisiensi tinggi (diatas 90%) dan rentang partikel yang didapat cukup

besar. Dengan menggunakan electrostatic precipitator (ESP) ini, jumlah limbah

debu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16% (dimana

efektifitas penangkapan debu mencapai 99,84%).

Cara kerja dari electrostatic precipitator (ESP) yaitu sebagai berikut:

1. Melewatkan gas buang (flue gas) melalui suatu medan listrik yang terbentuk

antara discharge electrode dengan collector plate, flue gas yang mengandung

butiran debu pada awalnya bermuatan netral dan pada saat melewati medan

listrik, partikel debu tersebut akan terionisasi sehingga partikel debu tersebut

menjadi bermuatan negatif (-).

2. Partikel debu yang bermuatan negatif (-) selanjutnya menempel pada pelat-

pelat pengumpul (collector plate). Debu yang dikumpulkan di collector

plate dipindahkan kembali secara periodik dari collector plate melalui suatu

getaran (rapping). Debu ini kemudian jatuh ke bak penampung (ash

hopper)dan dipindahkan (transport) ke flyash silo dengan cara dihembuskan

(vacuum).

Adapun proses pembentukan medan listrik pada ESP:

1. Terdapat dua jenis electrode, yaitu discharge electrode yang bermuatan

negatif (-) dan collector plate electrode bermuatan positif (+).

5

Page 9: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

2. Discharge electrode diletakkan diantara collector plate pada jarak tertentu

(jarak antara discharge electrode dengan collector plat

5

Page 10: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

StrategiMetodeEmpiris

PEBUTIS ( Penyerap Debu Otomatis ) bagi pabrik skala kecil dan rumah di kawasan industri

Comparation study Literature study Laboratory study

Penetapan bahan penelitianRekaman digitalIlustrasi, sketsaPenetapan parameter

Rekonstruksi grafis(2 dimensi)

Perakitan alat(3 dimensi)

Pengujian/ simulasiAnalisa hasil

Temuan hasil

Kesimpulan

Gb.1 Diagram Alur Metode Pelaksanaan

BAB III

METODE PENELITIAN

Tahapan yang akan dilakukan adalah melakukan studi pustaka dan studi

komparasi yang nantinya akan menjadi bahan dasar rujukan perancangan

PEBUTIS . Tahap berikutnya merumuskan ide menjadi sketsa/illustrasi dasar

yang dilanjutkan pada simulasi komputer secara 2D dan 3D serta perakitan

masing masing rancangan. Akan ada beberapa rancangan PEBUTIS, sebelum uji

coba dilakukan ditetapkan parameter hasil uji coba terlebih dahulu, yaitu:

1. Sampel 1 PEBUTIS di pabrik kapur Rengel, Tuban.

7

Page 11: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

PEBUTIS mampu menyaring debu khususnya partikel kapur dari limbah

udara pabrik kapur dengan efisiensi di atas 90 % sehingga limbah debu pabrik

kapur yang keluar melalui alat ini diharapkan hanya 0,5 %.

2. Sampel 2 PEBUTIS di rumah dekat pabrik semen Indonesia di Tuban.

PEBUTIS diletakkan pada bukaan khusus seperti jendela atas sehingga dapat

menyaring debu yang melalui alat tersebut. Diharapkan PEBUTIS mampu

menyaring debu hingga 85 % dengan indikator tidak adanya debu di dalam

ruang tepat dimana PEBUTIS diletakkan.

Uji coba dilakukan selama tiga hari untuk masing masing rancangan. Setelah

dilakukan pengujian pada masing-masing rancangan PEBUTIS . Data yang

didapatkan dari hasil uji coba kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan

parameter yang telah ditentukan.Apabila hasil uji coba mendekati parameter yang

telah ditetapkan hingga 85 %, selanjutnya dilakukan analisis pada masing-masing

rancangan, sehingga nantinya ditemukan rancangan PEBUTIS yang memenuhi

kriteria desain PEBUTIS yang paling baik. Beberapa perbaikan terhadap kriteria

desain yang ada dapat menjadi rujukan satu konsep desain PEBUTIS terbaik yang

nantinya dapat diaplikasikan pada pabrik skala kecil dan rumah di kawasan

industri

7

Page 12: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Kandungan biji alpukat

Biji alpukat tergolong besar, terdiri dari dua keping (cotyledon), dan dilapisi oleh kulit biji yang tipis melekat.Biji tersusun oleh jaringan parenchyma yang mengandung sel-sel minyak dan butir tepung sebagai cadangan makanan (Kalie, 1997).

Biji buah alpukat sampai saat ini hanya dibuang sebagai limbah yang

dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.Padahal di dalam biji alpukat

mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%.Hal ini

memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati.

Menurut hasil analisis Alsuhendra, et al., (2007) biji alpukat memiliki kandungan air 12,67%, kadar abu 2, 78%, kandungan mineral 0,54% lebih tinggi dari biji buah lainnya. Biji alpukat kaya akan sumber campuran kompleks senyawa polifenolik mencakup dari yang sederhana katekin dan epikatekin dengan zat polimerik terbesar.

4.2 Cara pemisahan zat pati dari biji alpukat

Ada beberapa metode untuk mendapatkan sari pati suatu zat.

Sedangkan metode yang digunakan untuk memisahkan zat pati pada biji

alpukat yaitu dengan cara pengendapan.

4.2.1 Pengendapan

Suatu zat akan memiliki kecepatan mengendap yang berbeda

dalam suatu campuran atau larutan tertentu. Zat-zat dengan berat jenis

yng lebih besar daripada pelarutnya akan segera mengendap. Jika

dalam suatu campuran mengandung satu atau beberapa zat dengan

kecepatan pengendapan yang berbeda dan kita hanya menginginkan

salah satu zat, maka dapat dipisahkan dengan metode sedimentsi tau

sentrifugsi. Namun jika dalm campuran mengandung lebih dari satu

zat yang akan kita inginkan, maka digunakan metode presipitasi.

Metode presipitasi biasanya dikombinasi dengan metode filtrasi.

4.2.2 Proses Pemisahan Zat Pati

Langkah-langkah dari proses pemisahan zat pati pada biji alpukat

yaitu:

7

Page 13: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

1.Menimbang 125 gram biji alpukat yang telah dihancurkan dengan

parutan

2.Bahan yang telah hancur dimasukkan kedalam gelas kimia 500 ml

dan homogenesis dengan mengaduk secara baik selanjutnya

disaring dengan kain saring

3.Filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan didiamkan untuk

beberapa waktu sampai patinya mengendap

4.Memisahkan endapan dan filtrate dengan cara dekantasi

5. Endapan yang diperoleh ditambahkan lagi dengan air dan diaduk,

setelah itu didkantasi lagi sebanyak 3 kali

6. Memindahkan endapan pada kaca arloji yang sebelumnya diketahui

beratnya

7.Endapan yang terdapat pada kaca arloji dikeringkan dalam oven

pada suhu 105oC sampai menjadi kering (tidak melengket dijari)

8. Menimbang kaca arloji dan menghitung randemen dari pati yang

diperoleh

9. Menghitung randemen dengan rumus

% Randemen = (c-b)a x 100 %

a = Berat sampel dalam bahan

b = Berat kaca arloji

c = Berat kaca arloji berisi endapan

% Randemen = (25,002 - 25)125 x 100 %

= (0,002)125 x 100%

= 0,25 x 100%

= 25%

4.3 Plastik Biodegradable

Plastik Biodegradable adalahplastik yang

dapatdigunakanlayaknyasepertiplastik konvensional,

namunakanhancurteruraiolehaktivitasmikroorganismemenjadihasilakhirberu

pa air dan gas

7

Page 14: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

karbondioksidasetelahhabisterpakaidandibuangkelingkungantanpameningga

lkansisa yang beracun. Karenasifatnya yang dapatkembalikealam, plastik

biodegradable merupakanbahanplastik yang ramahterhadaplingkungan.

Berdasarkanbahanbaku yang dipakai, plastik biodegradable

dikelompokkanmenjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Kelompokdenganbahanbakupetrokimia (non-renewable resources)

denganbahanaditifdarisenyawa bio-aktif yang bersifatbiodegradable.

Plastik biodegradable dengan bahan baku petrokimia merupakan bahan

baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tidak terbarui (non-

renewable resources). Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui

yaitusumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan kembali setelah

dimanfaatkan. Jenis sumber daya alam ini dikenal dengan barang

tambang yang meliputi sumber daya mineral, dan sumber daya

energi.Saat ini polimer plastik biodegradable yang telah diproduksi

adalah kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik yaitu:Poli e-

kaprolakton (PCL) adalah polimer hasil sintesa kimia menggunakan

bahan baku minyak bumi.

2. Kelompokkeduaadalahdengankeseluruhanbahanbakudarisumberdayaala

mterbarukan (renewable resources)

sepertidaribahantanamanpatidanselulosasertahewanseperticangkangataud

arimikroorganisme yang dimanfaatkanuntukmengakumulasiplastik yang

berasaldarisumbertertentusepertilumpuraktifataulimbahcair yang kaya

akanbahan-bahanorganik

sebagaisumbermakananbagimikroorganismetersebut.

Karenaplastik berbahanbakupetrokimiaberbahandasardarisumberdaya

yang tidakdapatdiperbaharui yang semakin lama semakinhabisdipakai,

makaplasticberbahanbakuproduktanamansepertiselulosadanpatimenjadipilih

anutama.Pati di dapatkan dari sumber karbohidrat.Di Indonesia banyak

diperoleh sumber karbohidrat seperti singkong, kentang, beras, dan tanaman

lainnya penghasil karbohidrat sehingga pengembanganplastik PLA

berpotensi besar di Indonesia. Bijialpukatmempunyaikandunganpati yang

7

Page 15: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

besarmakadariitubijialpukatbiasdigunakansebagaibahanbaku alternatif

pembuatanplastik.

4.4 Pembuatan Plastik

4.4.1 Penggunaan Asam Asetat

Asam asetat biasa digunakan pada bidang industri karena asam

asetat memiliki sifat yang mudah larut dan mudah bercampur dengan

zat lain misalnya saja dengan air. Oleh karena itu pada penelitian ini

menggunakan asam asetat sebagai pelarut.

4.4.2 Penggunaan Khitosan

Khitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus

radikal CH3. CO- pada struktur polimernya. Khitosan merupakan

senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa

organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa.

Khitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih

kuat dari kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan

menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai

jamur. Selain itu khitosan juga dapat disemprotkan langsung pada

tanaman.Sifat kitin dan khitosan dapat mengikat air dan lemak.

Bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami yang

sifatnya tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat

dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (Super-ChitoFarm & Super-

ChitoFood). Khitosan juga  dapat berikatan dengan sel mamalia dan

mikroba secara aktif.

Dengan adanya pernyataan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa khitosan baik untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan

plastik karena khitosan bersifat ramah lingkungan.

4.4.3 Penggunaan Gliserol

Gliserol pada pembuatan plastik dengan menggunakan bahan

baku biji apukat berguna sebagai plasticizer. Plasticizer adalah

material yang ditambahkan untuk meningkatkan beberapa sifat /

properties dari polymer, misalnya kemampuan kerja (workability),

7

Page 16: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

ketahanan terhadap panas (heat resistance), ketahanan terhadap

temperatur rendah (low-temperature resistance), ketahanan terhadap

cuaca (weathering resistance), sifat insulasi (insulation properties),

dan ketahanan terhadap minyak (oil resistance).

4.4.4 Proses P embuatan P lastik

Berikut adalah proses pembuatan plastik:

1. Proses Pemisahan Zat Pati

Dari proses pemisahan zat pati didapatkan dalam 125 gram

sampel terkandung 23% zat pati.

2. Proses pembuatan plastik

Setelah kita mengetahui kadar dari zat pati dan telah

memisahkannya maka zat pati tersebut selanjutnya diolah. Pertama-

tama kita harus membuat larutan asam asetat 1%. Untuk membuat

asam asetat 1% kita harus mencaampurkan 10 mL asam asetat

100% pada 990 mL aquades. Setelah itu aduk hingga menjadi

homogen.

Setelah pembuatan larutan asam asetat 1% selanjutnya kita

harus membuatan larutan khitosan 2% dengan cara melarutkan

bubuk khitosan sebanyak 18,5 ke dalam larutan 925 mL asam

asetat 1%. Lalu aduk hingga homogen.

Setelah asam asetat 1% telah menyatu dengan khitosan

proses selanjutnya yaitu pembuatan plastik. Proses pembuatan

plastik yaitu: larutkan khitosan 2% yang sudah larut dalam larutan

asam asetat 1 % diadukan selama kurang lebih 30 menit dengan

menggunakan stirrer. Maka akan diperoleh larutan yang berwarna

putih bening dan terdapat gelembung-gelembung udara yang

terbentuk akibat pengadukan. Setelah itu pati biji alpukat

ditambahkan pada suhu 60oC – 65oC.Campuran pati dan khitosan

tersebut kemudian ditambahkan dengan 3 ml gliserol (plasticizer).

Setelah semua bahan tercampur, dilakukan pengadukan selama 1

jam supaya diperoleh larutan yang homogen.Larutan tersebut harus

didiamkan selama 24 jam agar gelembung-gelembung udara yang

7

Page 17: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

terdapat didalamnya dapat hilang. Jika gelembung-gelembung

udara tersebut tidak dihilangkan maka lapisan yang terbentuk

akanmudah terdeformasi (rusak) karena terdapat pinhole di dalam

lapisan. Jika semua proses sudah dijalankan maka bahan baku

plastik sudah jadi.

4.4.5 Hasil P roses P embuatan P lastik

Hasil dari proses pembuatan plastik yang telah berlangsung

adalah berupa plastik biodegredible yang ramah lingkungan karena

bahan baku yang digunakan berasal dari tumbuhan yang dapat terurai

dalam tanah. Selain itu penggunaan dari khitosan dapat menstimulir

pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur.Sehingga

selain dapat terurai dalam tanah, plastik biji alpukat juga dapat

digunakan untuk menyuburkan tanah.

4.5 Uji Biodegradasi

Bioplastik dari pati biji alpukat, khitosan diuji sifat biodegradabelnya

dengan menggunakan bakteri EM4 (Effective Microorganism). EM4 adalah

kultur campuran mikro yang terdiri dari bakteri Lactobacillus, Actinomyces,

Streptomyces, ragi jamur dan bakteri fotosentik yang bekerja saling

menunjang dalam dekomposisi bahan organik (Heddy,2000 dalam

Sitio,dkk. 2007). Proses dekomposisi bahan organik dengan dengan molekul

EM4 berlangsung secara fementasi baik dalam keadaan aerob maupun

anaerob. Bakteri-bakteri ini akan mendegradasi bioplastik yang

mengandung pati dengan cara memutus rantai polimer menjadi monomer-

monomernya melaui enzim yang dihasilkan dari diputus karena memerlukan

energi yang besar untuk memutuskan ikatan tersebut (Utari,dkk. 2008).

7

Page 18: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

7

Page 19: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Untuk mengatasi masalah banyaknya limbah plastik yang sulit terdegradasi serta

pengolahan biji alpukat yang belum maksimal, kami mengajukan karya tulis

“POKATIK( PENGOLAHAN BIJI ALPUKAT SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN

BAKU PEMBUATAN PLASTIK)”.

Adapun kesimpulan yang dapat kami berikan, antara lain:

1. Di dalam biji alpukat mengandung zat pati yang cukup tinggi, yakni sekitar 23%. Hal

ini memungkinkan biji alpukat sebagai alternatif sumber pati. Selain itu, menurut hasil

analisis Alsuhendra, et al., (2007) biji alpukat memiliki kandungan air 12,67%, kadar

abu 2, 78%, kandungan mineral 0,54% lebih tinggi dari biji buah lainnya.

2. Kandungan zat pati dalam biji alpukat yaitu melalui proses pengendapan. Tahap

pertama yaitu menyuci bersih biji alpukat, lalu diparut hingga agak halus. Parutan biji

alpukat kemudian dicampur air secukupnya dan diulek agar lebih halus. Setelah itu,

parutan biji alpukat disaring untuk membuang airnya sehingga hanya tersisa endapan

putih, yakni sari pati biji alpukat. Sari pati biji alpukat ini dicuci lagi dan kembali

disaring. Tunggu hingga mengendap. Endapan itulah yang merupakan tepung pati dari

biji alpukat

3. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa biji alpukat

dapat digunakan sebagai bahan baku pembutan plastik. Cara pembuatan bahan baku

plastik dari biji alpukat yaitu: Melarutkan khitosan 2% ke dalam larutan asam asetat

1%. Kemudian aduk selama kurang lebih 30 menit dengan menggunakan stirrer.

Setelah khitosan larut ditambahkan pati biji alpukat yang telah dilarutkan dengan

menggunakan asam asetat pada suhu 60oC – 65oC. Campuran pati dan khitosan tersebut

kemudian ditambahkan dengan 3 ml gliserol (plasticizer).Setelah semua bahan

tercampur, dilakukan pengadukan selama 1 jam supaya diperoleh larutan yang

homogen. Larutan tersebut kemudian didiamkan selama 24 jam agar gelembung-

gelembung udara yang terdapat didalamnya dapat hilang. Jika gelembung-gelembung

7

Page 20: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

udara tersebut tidak dihilangkan maka lapisan yang terbentuk akan mudah terdeformasi

(rusak) karena terdapat pinhole di dalam lapisan.

5.2 SARAN

1. Lebih mengembangkan sumber daya manusia yang ada dengan mencari banyak relasi

antar jurusan ataupun antar fakultas agar dapat lebih mengembangkan karya tulis

sehingga dapat memanfaatkan produk dengan maksimal.

2. Melakukan penelitian lebih lanjut di laboratorium langsung untuk lebih meningkatkan

kualitas dan keakuratan dari penulisan.

DAFTAR PUSTAKA

7

Page 21: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

Ahvenainen, Raija. et al. 2003. Modern Plastics Handbook (1sted.): bagian Woodhead

Publishing Limited: 24.1

Alsuhendra, Zulhipri, Ridawati, dan E. Lisanti. 2007. Ekstraksi dan Karakteristik Senyawa

Fenolik dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill). Proseding Seminar Nasional; Bandung.

Anonymous. 2010. Zat Tepung (Amilum).(Online),

http://banyaktugas.blogspot.com/2010/12/zat-tepung-amilum.html, diakses pada

15 Desember 2010.

Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G. (2002). Biologi  Edisi ke-5. Penerjemah.

Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: R. Lestari dkk.

deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Bandung. Institut Tekhnologi Bandung.

Sanjaya, I Gede dan Puspita Tyas. 2010. Pengaruh Penambahan Khitosan dan Plasticizer

Gliserol pada Karakteristik Plastik Biodegradable dari Pati Limbah Kulit Singkong. Surabaya.

Institut Tekhnologi Sepuluh November.

Heddy, S. 2000. Pengaruh Dosis EM4 dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.): bagian J. Agritek 8(4): 505-510.

Jo, Dwi. 2012. Pengertian Dekantasi.(Online),

http://dwi-jo.blogspot.com/2012/01/dekantasi-adalah-pengertian- dekantasi.html ,

diakses pada 5 Januari 2012.

Kalie, M. B. 1997. Alpukat, Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.

Pujo. 2011. Kemasan Biodegradable.(Online),

http://agroindustrialis.blogspot.com/2011/12/kemasan-biodegradable.html, diakses

pada 31 Desember 2011.

Ranika. 2010. Plastik Biodegredable untuk Lingkungan Kita.(Online),

http://my.opera.com/greatranika/blog/show.dml/7705761, diakses pada 12 Februari 2010.

Waluyo, Ngudi. 2010. Plastik Biodegradable.(Online),

http://ngudiwaluyo.blogspot.com/2010/04/plastik-biodegradable.html, diakses pada 4

April 2010.

Winarti, S. Dan Y. Purnomo. 2006. Olahan Biji Buah. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Anonymous. 2012. Apokat.(Online), http://id.wikipedia.org/wiki/Apokat, diakses pada 11 April 2013

7

Page 22: Pengembangan Electrostatis Precipitator (1)

7