Upload
artimurnandari
View
194
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Berisi langkah kerja dan tinjauan pustaka mengenai produksi xilitol secara fermentasi
Citation preview
TK4082 PENELITIAN TB 1
Semester II Tahun 2012/2013
Judul PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL
DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT
Kelompok B.1213.B.07
Arti Murnandari (13010036)
Jasmiandy` (13010063)
Pembimbing
Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Mei 2013
B.1213.B.07 i
LEMBAR PENGESAHAN
TK4082 PENELITIAN TB 1
Semester II Tahun 2012/2013
PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL
DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT
Kelompok B.1213.B.07
Arti Murnandari (13010036)
Jasmiandy (13010063)
Catatan
Bandung, Mei 2013
Disetujui Pembimbing
Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati Prof. Dr. Tjandra Setiadi
B.1213.B.07 ii
SURAT PERNYATAAN
TK4082 PENELITIAN TB 1
Semester II Tahun 2012/2013
Kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Kelompok : B.1213.B.07
Nama (NIM) : Arti Murnandari (13010036)
Nama (NIM) : Jasmiandy (13010063)
dengan ini menyatakan bahwa laporan dengan judul:
PENGEMBANGAN PROSES FERMENTASI XILITOL
DARI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT
adalah hasil penelitian kami sendiri di mana seluruh pendapat dan materi dari sumber lain
telah dikutip melalui penulisan referensi yang sesuai.
Surat pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan jika pernyataan dalam lembar
pernyataan ini di kemudian hari diketahui keliru, kami bersedia menerima sangsi sesuai
peraturan yang berlaku.
Bandung, 20 Mei 2013
Tanda tangan
Arti Murnandari
Tanda tangan
Jasmiandy
B.1213.B.07 iii
TK4082 PENELITIAN TB 1
Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol Dari Hidrolisat Tandan Kosong Sawit
Kelompok B.1213.B.07
Arti Murnandari (13010036) dan Jasmiandy (13010063)
Pembimbing
Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
ABSTRAK
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah industri kelapa sawit
yang memiliki banyak potensial. Limbah TKKS yang dihasilkan dari industri CPO hingga
tahun 2011 jumlahnya mencapai 22 juta ton per tahun. Pada kenyataannya, potensi TKKS
tidak dimanfaatkan secara optimal. TKKS memiliki kandungan lignoselulosa tinggi yang
berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk bernilai jual tinggi, salah satunya adalah
xilitol. Xilitol merupakan gula alkohol yang memiliki banyak kegunaan, sebagai gula
diabetes, pencegah karies gigi, dan memiliki tingkat kemanisan yang sama dengan
sukrosa. Selama ini, produksi xilitol dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimiawi dan
biologis. Proses secara biologis memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan
produksi secara sintesis kimia. Kondisi yang lunak dan pretreatment yang tidak sulit
merupakan contoh dari kelebihan proses secara biologis yaitu dengan fermentasi
menggunakan mikroorganisme.
Xilosa diperoleh dari hidrolisis secara enzimatik TKKS, kemudian digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi. Hasil fermentasi akan dianalisis dengan metode HPLC untuk
diketahui konsentrasi xilitol dan xilosa di dalam sampel. Sampel dari hasil fermentasi
juga diambil untuk dihitung konsentrasi biomassa yang terbentuk dengan interpolasi
menggunakan kurva baku. Data-data yang didapat digunakan untuk menghitung
perolehan xilitol dan biomassa terhadap substrat, serta produktivitas xilitol masing-
masing hasil fermentasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konfigurasi fermentasi terbaik untuk
optimasi produksi xilitol dari TKKS melalui perbandingan perolehan dan produktivitas
masing-masing fermentasi, yaitu fermentasi batch, fed-batch, kontinyu dengan sel bebas
dan kontinyu dengan sel teramobilisasi. Mikroorganisme yang digunakan adalah
Debaryomyces hansenii. Fermentasi akan dilakukan dengan menggunakan medium
xilosa sintetik. Pengujian dengan hidrolisat TKKS akan dilakukan setelah diketahui
konfigurasi terbaik dari hasil pengujian dengan medium xilosa sintetik untuk validasi
data.
Kata kunci : TKKS, xilitol. fermentasi, Debaryomyces hansenii
B.1213.B.07 iv
TK4082 RESEARCH PROJECT OF TB 1
Optimalization Xylitol Fermentation From Empty Palm Fruit Bunch
Group B.1213.B.07
Arti Murnadari (13010036) and Jasmiandy (13010063)
Advisor
Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
ABSTRACT
Crude Palm Oil (CPO) Industry produces 22 millions tons per year empty palm fruit
bunch (EPFB) as waste. Until now, EPFB waste is not treated well so its potential not
optimally utilized. Many products can be made from EPFB. EPFB is one of potential
material because it has lignocelullose. Lignocellulose can be converted into high level
commercial product such as xylitol. Xylitol is one of alcohol sugar which has many use.
It can be used as diabetic sugar, prevent dental caries, and its glycemic index (GI)
equivalent with sucrose. Xylitol has been produced in two ways, chemically and
biologically. Biological process is preffered because it has more advantages than
chemical process. Biological process used microbial fermentation as biocatalyst, it can be
occured in soft condition and doesn’t need special treatment for EPFB.
Xylose is obtained from enzymatic hydrolysis EPFB. Xylose then used as substrate for
fermentation. The result from fermentation process is analyzed by HPLC to know the
concentration of xylose and xylitol in sample. Biomass concentration also analyzed with
standard curve method. Xylose, Xylitol and Biomass concentration are used to count yield
and productivity of fermentations.
The purpose of this research is to find the best fermentation configuration to obtain xylitol
from EPFB by comparing yield and productivity of batch, fed-batch, continuous with free
cell, and continuous with immobilized cell fermentation. Debaryomyces hansenii is used
as biological catalyst. Synthetic xylose used as substrate in fermentation medium. The
best configuration obtained will be selected and tested with EPFB hydrolysate as data
validation.
Keywords : EPFB, fermentation, Debaryomyces hansenii
B.1213.B.07 v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-
Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian awal yang berjudul
“Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol Dari Hidrolisat Tandan Kosong Sawit”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati dan Prof. Dr. Tjandra Setiadi selaku
pembimbing karena telah bersedia membimbing, membantu, dan mengarahkan
penulis dalam proses pembuatan laporan awal penelitian.
2. Efri Mardawati, sebagai mahasiswa S3 yang turut membantu penulis dengan
memberikan informasi yang mendukung penulis dalam proses pembuatan laporan
awal penelitian.
3. Andi Trirakhmadi, S.T. sebagai mahasiswa S2 yang turut membantu penulis
dengan memberikan informasi yang mendukung penulis dalam proses pembuatan
laporan awal penelitian.
4. Tan Mellisa Tantra dan David, sebagai mahasiswa S1 yang turut membantu
penulis dengan memberikan informasi yang mendukung penulis dalam proses
pembuatan laporan awal penelitian.
5. Pihak-pihak lain yang turut membantu dan mendukung penulis untuk
menyelesaikan pembuatan laporan ini.
Penulisan laporan penelitian ini merupakan salah satu bagian dari tugas akhir untuk
memenuhi syarat kelulusan pada Program Sarjana Program Studi Teknik Kimia Institut
Teknologi Bandung. Laporan ini diharapkan dapat membantu penelitian lebih lanjut
mengenai penggunaan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan baku dalam produksi
xilitol.
Laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik sangat
diharapkan oleh penulis. Penulis meminta maaf atas kesalahan yang terdapat pada laporan
ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandung, Mei 2013
Penulis
B.1213.B.07 vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... xi
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................................................................ 3
1.4. Ruang Lingkup ................................................................................................................... 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 5
2.1. Kelapa Sawit ...................................................................................................................... 5
2.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit ....................................................................................... 7
2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) .............................................................................. 8
2.4. Komposisi TKKS ............................................................................................................. 11
2.4.1. Selulosa ..................................................................................................................... 11
2.4.2. Hemiselulosa ............................................................................................................. 12
2.4.3. Lignin ........................................................................................................................ 15
2.5. Hidrolisis .......................................................................................................................... 16
2.5.1. Hidrolisis Asam ......................................................................................................... 16
2.5.2. Hidrolisis enzimatik .................................................................................................. 17
2.6. Xilitol ............................................................................................................................... 17
B.1213.B.07 vii
2.7. Teknologi Produksi Xilitol ............................................................................................... 18
2.7.1. Ekstraksi padat-cair ................................................................................................... 18
2.7.2. Sintesis Kimia ........................................................................................................... 18
2.8. Bioteknologi ..................................................................................................................... 19
2.9. Debaryomyces hansenii ................................................................................................... 23
2.10. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme ......................................... 26
2.10.1. Konsentrasi Awal Sel .............................................................................................. 26
2.10.2. Waktu Inkubasi ....................................................................................................... 26
2.10.3. Oksigen Terlarut...................................................................................................... 26
2.10.4. pH ............................................................................................................................ 28
2.10.5. Konsentrasi Awal Substrat ...................................................................................... 28
2.10.6. Ko-Substrat ............................................................................................................. 29
2.10.7. Campuran gula ........................................................................................................ 30
2.10.8. Pengaruh Xilitol ...................................................................................................... 31
2.10.9. Komposisi Kultur Media ......................................................................................... 32
2.10.10. Pengaruh Imobilisasi Sel ....................................................................................... 34
2.11. Jenis Fermentasi ............................................................................................................. 37
2.11.1. Fermentasi batch ..................................................................................................... 37
2.11.2. Fermentasi Fedbatch ............................................................................................... 38
2.11.3. Fermentasi Kontinu ................................................................................................. 39
2.12. Penentuan Kadar Xilitol ................................................................................................. 40
2.12.1. Metode Beutler & Becker ....................................................................................... 40
2.12.2. Metode HPLC ......................................................................................................... 40
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN ................................................................................................... 42
3.1. Metodologi ....................................................................................................................... 42
3.2. Percobaan ......................................................................................................................... 43
3.2.1. Bahan ........................................................................................................................ 43
B.1213.B.07 viii
3.2.2. Alat ............................................................................................................................ 44
3.2.3. Prosedur .................................................................................................................... 46
3.2.3.1 Persiapan Sel Ragi............................................................................................... 47
3.2.3.1.1 Peremajaan Sel Ragi .................................................................................... 48
3.2.3.1.2 Proses Inokulasi ........................................................................................... 49
3.2.3.1.2 Imobilisasi Sel .............................................................................................. 50
3.2.3.2 Proses Fermentasi................................................................................................ 51
3.2.3.2.1 Fermentasi Batch .......................................................................................... 52
3.2.3.2.2 Fermentasi Fed-batch ................................................................................... 53
3.2.3.2.3 Fermentasi Kontinyu .................................................................................... 54
3.2.3.3 Tahap Analisis Hasil Penelitian .......................................................................... 55
3.2.3.3.1 Pembuatan Kurva Baku Sel.......................................................................... 55
3.2.3.3.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel ............................................................. 56
3.2.3.3.3 Analisis menggunakan HPLC ...................................................................... 57
3.2.4. Variasi ....................................................................................................................... 57
3.3. Interpretasi Data ............................................................................................................... 58
3.4. Jadwal............................................................................................................................... 60
LAMPIRAN A ............................................................................................................................ 69
Prosedur Operasi Alat Percobaan dan MSDS ............................................................................. 70
Prosedur Operasi Alat Percobaan ............................................................................................ 70
A.1. Autoklaf ....................................................................................................................... 70
A.2. Biological safety cabinet ............................................................................................. 71
A.3. Fermentor .................................................................................................................... 72
A.4. HPLC ........................................................................................................................... 73
A.5. Inkubator Shaker ......................................................................................................... 74
A. 6. Mikroskop ............................................................................................................... 75
A.7. Sentrifuga .................................................................................................................... 76
A.8. Spektrofotometer ......................................................................................................... 77
B.1213.B.07 ix
A.9. Wet test meter.............................................................................................................. 78
MSDS ...................................................................................................................................... 79
INSTRUKSI KERJA .............................................................................................................. 83
HAZOP (Hazard and Operability) Alat Percobaan ................................................................. 85
JOB SAFETY ANALYSIS ..................................................................................................... 87
LAMPIRAN B ............................................................................................................................ 88
PRODUKSI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT ....................................................... 89
B.1. Produksi Enzim Xilanase ................................................................................................ 89
B.1.1. Penyediaan Jamur Penghasil Enzim Xilanase .......................................................... 89
B.1.2. Penyiapan Substrat Tandan Kosong Kelapa Sawit ................................................... 90
B.1.3. Kultivasi Padat.......................................................................................................... 90
B.1.1.3 Ekstraksi Enzim ...................................................................................................... 90
B.2. Hidrolisis Enzimatik ........................................................................................................ 91
B.1213.B.07 x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Komposisi Berat Kering Senyawa Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit
dalam Persen ............................................................................................................. 9
Tabel 2.2. Kemampuan D. hansenii Mengutilisasi Substrat ........................................... 23
Tabel 2.3. Produksi Xilitol Pada Berbagai Kecepatan Pengocokan Dengan Menggunakan
Candida athensensis SB18 ....................................................................................... 27
Tabel 2.4. Perbandingan Kultur Medium Inokulum Berbagai Mikoorganimse .............. 33
Tabel 2.5. Perbandingan Kultur Medium Fermentasi Debaromyces Hansenii .............. 33
Tabel 2.6. Efek Imobilisasi Sel dalam Produksi Xilitol dengan C.tropicalis ..................... 36
Tabel 2.7. Jenis Fermentasi yang Telah Digunakan dalam Produksi Xilitol .................... 39
Tabel 3.1. Bahan yang Digunakan Pada Penelitian ........................................................ 43
Tabel 3.2. Komposisi dari Glucose Yeast Extract (Yeast Extract Pepton Glucose) ......... 43
Tabel 3.3. Komposisi dari 500 mL Medium Fermentasi ................................................. 43
Tabel 3.4. Komposisi TKKS .............................................................................................. 44
Tabel 3.5. Alat yang Digunakan Pada Penelitian ............................................................ 44
Tabel 3.6. Jadwal Penelitian ........................................................................................... 60
Tabel A.1. MSDS Penelitian ............................................................................................ 79
Tabel B.1. Komposisi Medium Agar Dekstrosa Kentang ................................................ 89
Tabel B.2. Komposisi Larutan Prado ............................................................................... 90
B.1213.B.07 xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Kelapa Sawit ............................................................................................... 5
Gambar 2.2. Jenis Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
................................................................................................................................... 6
Gambar 2.3. Peta Sebaran Kelapa Sawit ......................................................................... 7
Gambar 2.4. Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) .......................................... 8
Gambar 2.5. Tandan Kosong Kelapa Sawit .................................................................... 9
Gambar 2.6. Kompos Hasil Pemanfaatan TKKS .......................................................... 10
Gambar 2.7. Papan Serat Berkerapatan Sedang Hasil Olahan Kayu Sawit .................. 10
Gambar 2.8. Struktur Selulosa ...................................................................................... 11
Gambar 2.9. Penampang Membujur Hemiselulosa ....................................................... 12
Gambar 2.10. Struktur Molekul Monosakarida Penyusun Hemiselulosa ..................... 13
Gambar 2.11. Xilan sebagai komponen penyusun hemiselulosa .................................. 14
Gambar 2.12. Struktur Kimia Xilan .............................................................................. 15
Gambar 2.13. Struktur Lignin ....................................................................................... 15
Gambar 2.14. Perbedaan Struktur Xilitol dan Xilosa .................................................... 18
Gambar 2.15. Sintesis Xilitol secara kimiawi ............................................................... 19
Gambar 2.16. Metabolisme xilosa oleh khamir ............................................................ 22
Gambar 2.17. Debaromyces Hansenii ........................................................................... 23
Gambar 2.18. Jalur Metabolisme xilosa oleh D.hansenii ............................................. 25
Gambar 2.19. Fase Pertumbuhan Pada Fermentasi Batch ............................................ 38
Gambar 3.1. Fermentor BioFlo/Celligen 115 New Brunswick ..................................... 45
Gambar 3.2. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Batch ..................................... 45
Gambar 3.3. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Fed-batch .............................. 46
Gambar 3.4. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Kontinyu ............................... 46
Gambar 3.5. Prosedur Penelitian ................................................................................... 47
Gambar 3.6. Peremajaan Sel Ragi ................................................................................. 48
Gambar 3.7. Proses Inokulasi ........................................................................................ 49
Gambar 3.8. Proses Imobilisasi Sel ............................................................................... 50
Gambar 3.9. Proses Fermentasi ..................................................................................... 52
Gambar 3.10 Proses Fermentasi Fed-batch ................................................................... 53
Gambar 3.11. Proses fermentasi kontinyu .................................................................... 54
Gambar 3.12. Pembuatan Kurva Baku Sel .................................................................... 55
Gambar 3.13. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel ....................................................... 56
B.1213.B.07 xii
Gambar 3.14. Analisis Menggunakan HPLC ................................................................ 57
Gambar A. Autoklaf ...................................................................................................... 70
Gambar B. Biological Safety Cabinet ........................................................................... 71
Gambar C. Fermentor ................................................................................................... 72
Gambar D. HPLC .......................................................................................................... 73
Gambar E. Inkubator shaker ......................................................................................... 74
Gambar F. Mikroskop ................................................................................................... 75
Gambar H. Spektrofotometer ........................................................................................ 77
Gambar I. Wet Test Meter ............................................................................................ 78
B.1213.B.07 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tumbuhan yang mudah hidup dan tumbuh di daerah tropis
seperti Indonesia. Di Indonesia, kelapa sawit telah banyak dimanfaatkan untuk
menghasilkan CPO (crude palm oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil). Harga produk
yang dihasilkan dari kelapa sawit cukup mengiurkan kalangan masyarakat baik dari
golongan bawah maupun golongan atas. Harga yang cukup menggiurkan membuat
banyak petani berminat untuk menanam pohon kelapa sawit. Menurut data dari Badan
Pusat Statistik (BPS., 2012), perkiraan luas lahan kebun kelapa sawit pada tahun 2012
mencapai 5,4 juta hektar. Selain petani, berbagai kalangan masyarakat juga tertarik pada
peluang pemanfaatan kelapa sawit. Hal ini dapat dilihat dari jumlah CPO yang dihasilkan
pada tahun 2009 mencapai 14 juta ton dan sekitar 60% diekspor keluar negeri (BPS.,
2012). Karena itu, kelapa sawit telah menjadi salah satu komoditi ekspor unggul
Indonesia.
Meningkatnya produksi minyak kelapa sawit juga berbanding lurus dengan limbah yang
dihasilkan. Limbah ini menimbulkan masalah bagi lingkungan jika tidak ditangani
dengan tepat. Limbah kelapa sawit terdiri dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS),
padatan basah, cangkang, serabut, limbah cair dan air kondensat dengan presentasi
masing-masing 23%, 4%, 6,5%, 13%, 50% dan 3,5% (Ditjen PPHP.,2006). TKKS
merupakan bagian limbah yang memiliki presentasi yang cukup besar. Kandungan dari
TKKS meliputi selulosa, Hemiselulosa, Lignin, kadar abu, dan kadar air (Darnoko.,
1992).
Kandungan yang cukup besar (23%) dari TKKS adalah hemiselulosa (Darnoko., 1992).
Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen yang tersusun dari unit glukosa,
manosa, arabinosa, dan xilosa. Xilosa adalah bahan baku dalam produksi xilitol. Xilosa
yang terkandung dalam hemiselulosa adalah sebesar 33%, dari data ini dapat disimpulkan
B.1213.B.07 2
TKKS berpontensi besar untuk dimanfaatkan di industri gula xilitol.
Xilitol adalah salah satu gula alkohol yang memiliki banyak manfaat di bidang pangan
dan kesehatan. Salah satu contoh pemanfaatan xilitol dibidang kesehatan adalah gula
yang cocok untuk penderita diabetes karena gula ini memiliki tingkat kemanisan yang
setara dengan sukrosa namun nilai kalorinya 40% lebih rendah dan GI (Glycemic Index)
yang rendah yaitu 7 (Anastasia., 2012). Untuk industri pangan, xilitol cocok untuk
dijadikan permen karet. Hal ini disebabkan xilitol memiliki sifat yang tidak dapat
difermentasi oleh bakteri penyebab kerusakan gigi.
Xilitol kini sudah diproduksi secara batch dengan bioteknologi. Karena saat ini jenis
fermentasi yang digunakan baru sebatas fermentasi batch, maka jenis fermentasi yang
lain masih perlu diujikan untuk mengetahui perolehan terbaik dalam proses produksi
xilitol. Dengan mengetahui jenis fermentasi terbaik diharapkan industri mampu
memproduksi xilitol dengan harga yang murah, mencukupi kebutuhan dalam negeri,
bahkan dapat menjadi negara pengekspor xilitol. Selain itu, TKKS yang semulanya
merupakan limbah dapat dimanfaatkan secara optimal.
1.2. Rumusan Masalah
Teknologi pengolahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) saat ini masih sebatas
dijadikan pupuk dan bahan mebel yang tidak memerlukan proses yang sulit. Hal ini
disebabkan oleh belum diterapkannya proses pengolahan yang menggunakan sintesis
secara kimiawi. Pengolahan secara kimia sebenarnya cukup mahal mengingat diperlukan
pemurnian tingkat tinggi untuk bahan baku sehingga industri tidak melirik pengolahan
TKKS dengan cara ini. Padahal dengan jumlah TKKS yang dihasilkan di Indonesia,
pengubahan menjadi produk-produk lain yang berguna sangat dibutuhkan.
Teknik pengolahan secara biokimia menggunakan mikroba berfokus pengubahan
senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam TKKS. Senyawa organik yang
terkandung di dalam TKKS, khususnya xilosa akan dibiokonversi menjadi xilitol yang
memiliki nilai dagang lebih tinggi. Dengan pengolahan secara bioproses ini, selain ramah
B.1213.B.07 3
lingkungan, biaya yang diperlukan untuk produksinya juga lebih rendah dibandingkan
secara kimiawi.
Penelitian ini melanjutkan penelitian dari Tan Melissa Tantra (13009024) dan David
(13010053) yang telah berhasil mendapatkan mikroba yang menghasilkan yield terbesar
dalam produksi xilitol, yaitu Debaryomyces hansenii. Melalui data dan kondisi optimum
yang telah didapatkan, penelitian ini akan dilanjutkan dengan mencari jenis fermentasi
yang akan mendukung peningkatan yield subtrat yang diubah menjadi xilitol. Jenis
fermentasi yang akan diteliti adalah fermentasi secara batch, fed-batch, dan kontinyu.
Fermentasi secara batch merupakan fermentasi yang paling sederhana. Fermentasi
dengan cara ini mudah namun pada saat fermentasi, produk tidak dapat diambil secara
bersamaan. Dalam proses industri, waktu produksi merupakan salah satu hal yang
penting, sehingga sedapatnya produk dihasilkan terus menerus. Fermentasi secara
kontinyu merupakan fermentasi yang dapat menghasilkan produk saat bioreaktor masih
melakukan proses fermentasi. Bila menggunakan fermenatsi secara kontinyu, waktu
tinggal di dalam reaktor harus sangat diperhitungkan agar tidak terjadi wash-out, yaitu
saat mikroorganisme terbawa keluar bersama produk saat sebelum mencapai fasa
stasionernya. Fermentasi secara fed-batch merupakan gabungan dari fermentasi batch
dengan fermentasi kontinyu. Fermentasi jenis ini menggabungkan kedua prinsip
fermentasi tersebut.
Dalam fermentasi xilitol, penting untuk menyiapkan medium fermentasi yang tepat.
Kandungan xilosa yang terdapat dalam medium harus disesuaikan dengan volume larutan
dalam bioreaktor yang akan digunakan untuk fermentasi. Kesterilan dalam melakukan
fermentasi juga penting agar tidak terdapat mikroorganisme lain yang menjadi
penghambat pertumbuhan Debaryomyces hansenii sebagai biokatalis yang digunakan.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi limbah industri minyak kelapa
sawit berupa tanda kosong kelapa sawit (TKKS) menjadi gula xylitol. Tujuan yang lebih
B.1213.B.07 4
khusus yang akan dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis fermentasi
yang menghasilkan perolehan terbaik. Jenis fermentasi yang akan dilaksanakan meliputi
fermentasi batch, fedbatch dan kontinyu
1.4. Ruang Lingkup
Dalam percobaan ini, digunakan mikroba Debaromyces hansenii. Untuk menggantikan
hidrolisat TKKS, digunakan hidrolisat sintetik dengan komposisi yang menyerupai
hidrolisat TKKS dengan campuran gula berupa glukosa, xilosa, galaktosa, manosa, dan
arabinosa. Untuk menvalidasi data, penelitian ini juga menggunakan hidrolisat TKKS.
Proses fermentasi berlangsung secara batch, fed-batch, kontinu dengan sel bebas dan
kontinu dengan sel teramobilisasi dalam keadaan semiaerobik, disesuaikan dengan hasil
penelitian kelompok B.1112.3.34 dengan judul Produksi Xilitol Mikrobial Dari Hidrolisat
Tandan Kosong Sawit.
B.1213.B.07 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Menurut Loebis (1992), tanaman
ini berasal dari Guinea, pantai barat Afrika. Tanaman ini memiliki batang lurus dan daun
yang menyerupai bulu ayam atau burung. Diujung sisi daun terdapat duri yang keras dan
tajam. Tanaman ini akan menghasilkan bunga ketika telah berumur tiga tahun. Bunga
yang dihasilkan berupa bunga jantan yang berbentuk lonjong atau bunga betina yang
berbentuk agak bulat. Bagian yang lainnya adalah buah. Buah memiliki kulit yang licin
dan keras. Warna buah dari yang paling muda sampai matang adalah hijau pucat, hijau
kehitaman, dan merah kuning (oranye). Ketika buah telah berwarna oranye maka buah
mulai lepas dari tandan kelapa sawit.Pohon dan buah kelapa sawit dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kelapa Sawit
Kelapa sawit akan tumbuh dengan optimal apabila kondisi lingkungan memiliki curah
hujan 2.000-3000 mm, suhu 24-28°C, pH 5,0-5,5 , kelembapan udara 80%, dan lama
penyinaran 5-12 jam/hari dengan intensitas matahari bervariasi dari 1.410 – 1.540
B.1213.B.07 6
J/cm2/hari. Salah satu negara yang memiliki kondisi seperti yang telah disebutkan diatas
adalah negara Indonesia. Oleh sebab itu, tanaman kelapa sawit banyak dibudidaya di
Indonesia.
Kelapa sawit memiliki beberapa jenis, seperti dura, pisifera, dan tenera. Pembagian jenis
tersebut berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah seperti yang terlihat pada
Gambar 2.2. Dura memiliki tempurung dan daging buah yang tebal. Ketebalannya adalah
2 sampai 8 mm. Jenis ini dikenal sebagai pohon induk betina dan memiliki kandungan
minyak sebesar 18% per tandannya. Pisifera memiliki tempurung yang sangat tipis,
bahkan tidak memiliki tempurung. Selain itu, jenis ini memiliki daging buah yang tipis.
Pisifera dikenal sebagai pohon induk jantan karena bunga betina yang dihasilkan jarang
menjadi buah. Jenis terakhir adalah tenera. Jenis ini merupakan persilangan dari dura dan
pisifera dengan harapan mendapatkan sifat unggul dari kedua induknya (dura dan
pisifera). Kandungan minyak dari tenera lebih besar dari dura yaitu 28% per tandannya.
Gambar 2.2. Jenis Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
(Sumber: 2.bp.blogspot.com)
Di Indonesia, kelapa sawit paling banyak ditemukan di provinsi Riau dengan luas lahan
1.547.940 ha. Selain di Riau, kelapa sawit juga banyak ditemukan seperti pada Gambar
2.3. Kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia didominasi oleh swasta
(50.53%) dan rakyat (40.80%), sedangkan sisanya negara. (data dari bps.go.id)
B.1213.B.07 7
Gambar 2.3. Peta Sebaran Kelapa Sawit
(Sumber: http://regionalinvestment.bkpm.go.id)
2.2. Proses Pengolahan Kelapa Sawit
Hasil panen perkebunan kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS). Setelah dipanen,
TBS diangkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. TBS akan diolah melalui beberapa
tahapan seperti proses perebusan, perontokan buah, pengolahan minyak, pemurnian
minyak, dan pengolahan inti kelapa sawit. Proses perebusan bertujuan untuk
menghentikan aktivitas enzim yang dapat menurunkan kualitas minyak. Selain itu, proses
perebusan juga berfungsi untuk memisahkan buah dari tandan dan cangkang dari inti.
Perontokan buah bertujuan untuk melepaskan buah yang masih melekat di TBS setelah
proses perebusan. Prinsip dari proses ini adalah pembantingan. Setelah buah berpisah dari
tandan, buah diolah untuk menghasilkan minyak. Minyak yang dihasilkan pada tahap ini
merupakan minyak dari serabut. Prinsip dari proses ini adalah penekanan serabut agar
minyak yang terkandung di dalamnya dapat keluar. Setelah proses penekanan, minyak
yang dihasilkan dipisah dari bahan lain seperti pasir, ampas dan biji. Minyak yang
dihasilkan pada tahap sebelumnya akan dimurnikan lebih lanjut untuk menghasilkan
CPO. Selain bagian serabut, biji juga dapat mengandung minyak. Biji yang berhasil
dipisahkan kemudian diolah untuk menghasilkan CPKO. Proses pengolahan ini dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
Hasil akhir pengolahan tanda buah segar (TBS) kelapa sawit adalah crude palm oil (CPO)
B.1213.B.07 8
dan crude kernel palm oil (CPKO). Kualitas dan kuantitas minyak yang dihasilkan sangat
bergantung pada kandungan minyak dan kadar garam asam lemak bebas dari TBS. TBS
yang belum matang memiliki kandungan minyak dan kadar garam asam lemak bebas
yang rendah dan sebaliknya. Minyak berkualitas tinggi dihasilkan dari TBS yang
memiliki kandungan minyak yang tinggi namun rendah kadar garam asam lemak bebas.
Sehingga TBS yang dipanen adalah TBS yang matang dan setelah dipanen harus segera
mungkin untuk diangkut ke pabrik untuk diproses lebih lanjut untuk menghasilkan CPO
dan CPKO.
Gambar 2.4. Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS)
(Sumber: B3olahlimbahkelapasawit)
2.3. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Limbah yang dihasilkan dari produksi CPO dan CPKO adalah tandan kosong kelapa sawit
(TKKS), ditunjukkan oleh Gambar 2.5. Persentase limbah TKKS yang dihasilkan adalah
B.1213.B.07 9
28% dari tandan buah segar yang diolah, sedangkan presentase serat dan cangkang biji
masing-masing adalah 13% dan 5,5% dari tandan buah segar (Peni, 1995). Limbah padat
kelapa sawit terutama terdiri dari selulosa dan lignin. TKKS yang merupakan limbah
padat kelapa sawit terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang disebut juga holoselulosa
(Darnoko, 1992). Kedua komponen ini menempati 70% dari komposisi total TKKS dan
kandungan lignin 17%(Peni, 1995). Komposisi kimiawi tandan kosong kelapa sawit
berbagai literatur disajikan pada Tabel 2.1.
Gambar 2.5. Tandan Kosong Kelapa Sawit
(Sumber: http://alfonsorodriguezpenadelcastillo.blogspot.com)
Tabel 2.1. Komposisi Berat Kering Senyawa Kimiawi Tandan Kosong Kelapa Sawit dalam
Persen
KANDUNGAN MENURUT
DARNOKO(1992)
LASURE DAN ZHANG,
M.(2004)
MENURUT
HAMBALI,
DKK(2007)
Selulosa 45,95 40-50 36,81
Hemiselulosa 22,84 20-30 27,01
Lignin 16,94 15-20 15,70
Kadar Abu 1,23 6,04
Kadar Air 3,74 -
B.1213.B.07 10
TKKS saat ini di Indonesia kebanyakan dijadikan pupuk kompos. Pupuk kompos seperti
pada Gambar 2.6 ini diolah dengan cara fermentasi menggunakan mikroba. Selain
dijadikan kompos, beberapa produsen membakar TKKS. Cara pembakaran ini kini sudah
dilarang karena dapat mencemari lingkungan. Pemanfaatan yang lebih modern adalah
dengan dijadikan papan serat berkerapatan sedang (MDF) seperti pada Gambar 2.7.
Menurut referensi dari Safii dan Sudohadi, dewasa ini terdapat enam pabrik MDF yang
produksinya mencapai 550.000 m3 per tahun diambil dari jurnal “Kemungkinan
Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Pembuatan Papan Serat
Berkerapatan Sedang”. MDF banyak digunakan untuk bahan baku mebel, peralatan
listrik, bahan konstruksi dan produk-produk panel lainnya.
Gambar 2.6. Kompos Hasil Pemanfaatan TKKS
(Sumber : http://bumi_sriwijaya_sejahtera.en.ecplaza.net/main.jpg)
Gambar 2.7. Papan Serat Berkerapatan Sedang Hasil Olahan Kayu Sawit
(Sumber : http://4.bp.blogspot.com/)
B.1213.B.07 11
Selain pupuk dan bahan baku mebel, ternyata TKKS dapat juga dimanfaatkan sebagai
bahan bakar. Pada Januari 2011 telah diresmikan pembangkit listrik dengan kapasitas 3
MW di Unit Kebun Pabatu yang telah menggunakan bahan bakar TKKS
(www.bumn.go.id, 2011). Sebagai bahan bakar, biasanya TKKS diolah dahulu menjadi
berbentuk serabut dan briket (Irawan, 2012).
2.4. Komposisi TKKS
Sebelum memanfaatkan TKKS, terlebih dahulu harus diketahui komposisi dari TKKS.
Komposisi tersebut akan dijelaskan dalam subbab-subbab berikut ini.
2.4.1. Selulosa
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satu jenis monomer
(homopolisakarida). Monomer dari selulosa adalah unit-unit D-glukopiranosa yang
berikatan secara β-1,4 glikosidik (Sjostrom,1998). Bahan ini dapat ditemukan pada
bagian mikrofibril tumbuhan. Struktur molekul selulosa diperlihatkan pada Gambar 2.8.
Sifat yang dimiliki selulosa adalah tidak larut dalam air, tapi larut dalam larutan tembaga
hidroksida berammonia dan larutan ZnCl2.
Gambar 2.8. Struktur Selulosa
(Sumber: http://chapter5macromolecules.wikispaces.com)
B.1213.B.07 12
Selulosa dapat dibagi menjadi tiga bagian, α-selulosa, β-selulosa dan γ-selulosa. α-
selulosa bersifat tidak larut dalam larutan alkali kuat (NaOH). β-selulosa dapat larut
dalam media alkali dan mengendap jika larutan dinetralkan, sedangkan γ-selulosa adalah
bagian selulosa yang dapat larut dalam alkali dan tetap berbentuk larutan saat dinetralkan
(Fengel dan Wegener, 1995).
2.4.2. Hemiselulosa
Hemiselulosa terdiri dari monomer polisakarida heterogen. Monomer penyusun
hemiselulosa adalah D-glukosa, D-manosa, L-arabinosa, dan D-xilosa (Sukarta, 2008).
Hemiselulosa merupakan salah satu komponen penyusun TKKS yang juga banyak
terdapat pada dinding sel tanaman. Penampang membujur hemiselulosa dalam jaringan
tanaman dapat dilihat pada Gambar 2.9. Menurut Fengel dan Wegener (1995),
hemiselulosa bersifat tidak tahan terhadap temperatur yang terlalu tinggi. Selain itu,
hemiselulosa berstruktur amorf dan mudah diresapi oleh pelarut (Sjostrom, 1995).
Pengekstraksian hemiselulosa dapat menggunakan alkali sehingga ikatan pada
hemiselulosa menjadi lemah dan dapat dengan mudah dihidrolisis (Winarno, 1994).
Gambar 2.9. Penampang Membujur Hemiselulosa
(Sumber : http://bp2.blogger.com/)
Menurut Wenzl (1990), komponen-komponen monomer hemiselulosa dapat dibagi dalam
beberapa jenis berdasarkan monomer penyusunnya.
B.1213.B.07 13
1. Glukomanan, yaitu hemiselulosa yang tersusun dari β-D-glukopiranosa dan β-D-
manopiranosa.
2. Arabinogalaktan, yaitu hemiselulosa yang tersusun dari β-D-galaktopiranosa dan α-
L-arabinosa.
3. Xilan, yaitu hemiselulosa yang tersusun adalah β-Dxilopiranosa.
Hemiselulosa tanaman Angiospermae pada umumnya terdiri dari komponen glukomanan
(2-5 %), xilan (15-30 %) dan sejumlah kecil asam galakturonat (Fengel dan Wegener,
1995). Struktur molekul monosakarida sebagai monomer penyusun hemiselulosa
diperlihatkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Struktur Molekul Monosakarida Penyusun Hemiselulosa
(Sumber: http://www.rpi.edu)
Pada umumnya, xilan diklasifikasikan sebagai hemiselulosa karena diperoleh melalui
prosedur ekstraksi hemiselulosa dan xilan adalah komponen pokok dari hemiselulosa
(Whistler, 1950). Dua jenis proses ekstraksi hemiselulosa (xilan), yaitu hemiselulosa A
(55 %)dan hemiselulosa B (45 %). Hemiselulosa A yang identik dengan nama xilan
adalah endapan yang diperoleh dari pengasaman filtrat alkali hingga pH-nya sekitar 4,5-
5,0. Hemiselulosa A mengandung xilosa (88,5 %), arabinosa 9,1 % dan galaktosa 2,4 %.
Hemiselulosa B adalah endapan yang diperoleh dari penambahan etanol pada filtrat dari
hemiselulosa A. Hemiselulosa B terdiri atas xilosa (61,2 %), galaktosa 27,8 % dan
arabinosa 11,0 % (Soltes, 1983). Gambar 2.11 menunjukkan xilan sebagai komponen
penyusun hemiselulosa.
B.1213.B.07 14
Gambar 2.11. Xilan sebagai komponen penyusun hemiselulosa
(Sumber :http://isroi.files.wordpress.com)
Xilan banyak ditemukan pada dinding sel tanaman, yaitu sekitar 30-35 % dari total berat
kering (Joseleau dkk, 1992). Komponen xilan pada tanaman tersebut lebih banyak
ditemukan pada kayu keras golongan angiospermae (15-30 %, b.k) dibandingkan pada
kayu lunak golongan gymnospermae (7-12 %, b.k) (Subramaniyan dan Prema, 2002).
Menurut Sjostrom (1995), xilan merupakan polimer dari xilosa yang berikatan β-1,4-
xilopiranosa dengan jumlah monomer 150 sampai 200 unit. Xilan memiliki rantai cabang
dan strukturnya tidak berbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibanding
selulosa. Struktur asli xilan sangat kompleks dan dapat disubstitusi dengan grup asetil, L-
arabinofuranosil dan glukoronosil pada rantai sampingnya (Whistler, 1950). Struktur
kimia xilan dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Menurut Whistler (1950), xilan bersifat dapat larut dalam larutan alkali (NaOH atau KOH
2-15%) dan larut dalam air. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Richana (2006), xilan
bersifat larut sempurna dalam alkali (NaOH 1 %), larut dalam air panas dan sedikit larut
dalam air dingin, serta tidak larut dalam asam (HCl 1 N).
B.1213.B.07 15
Gambar 2.12. Struktur Kimia Xilan
(Eriksson dkk, 1990)
2.4.3. Lignin
Lignin adalah polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan
ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Lignin tahan terhadap hidrolisis karena
adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter (Judoamidjojo dkk, 1989), dan tidak larut dalam
air, larutan asam dan larutan hidrokarbon (Krik dan Othmer 1952).Sjostrom (1995)
menyatakan reaktivitas lignin sangat dipengaruhi oleh gugus-gugus fungsi yang terdapat
pada polimer lignin itu sendiri.Polimer lignin mengandung gugus metoksil, gugus
hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehid pada rantai sampingnya. Menurut Achmadi
(1989), gugus fungsi yang sangat mempengaruhi reaktivitas lignin adalah gugus hidroksil
fenolik dan gugus karbonil. Struktur molekul lignin dan monomer penyusunnya
diperlihatkan pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Struktur Lignin
(Sumber: http://www.namrata.co)
B.1213.B.07 16
2.5. Hidrolisis
Dari komposisi TKKS, hemiselulosa merupakan bahan yang sangat potensial untuk
dimanfaatkan karena jumlahnya sangat besar di TKKS. Sebelum dimanfaatkan,
hemiselulosa terlebih dahulu harus dipecah menjadi monomer, dan salah satu caranya
adalah pemanfaatan proses hidrolisi. Hidrolisis adalah proses pemecahan molekul
kompleks menjadi molekul yang lebih kecil dengan bantuan asam atau enzim sebagai
katalis. Contoh proses hidrolisis adalah pemecahan hemiselulosa menjadi xilosa baik
dengan menggunakan asam maupun enzim.
2.5.1. Hidrolisis Asam
Hidrolisis asam adalah proses penambahan molekul air pada polimer untuk memutuskan
ikatan glikosidik secara acak oleh asam menjadi monomer-monomer penyusunnya. Asam
yang digunakan adalahasam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), dan asam fosfat
(H3PO4). Hidrolisis ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu hidrolisis pada temperatur
tinggi dan hidrolisis pada konsentrasi asam yang tinggi.
Pada penelitian Yani(2008), hidrolisis hemiselulosa dilakukan pada kondisi 105°C,
tekanan 0,05mPa dan konsentrasi hemiselulosa 20%. Variasi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah variasi konsentrasi HCl ( 0,3%; 0,5%; dan 0,7%) dan waktu
hidrolisis(1, 2, 3, 4, dan 5 jam). Berdasarkan keseluruhan hasil hidrolisis, diketahui bahwa
kondisi optimal hidrolisis hemiselulosa dengan HCl tercapai pada konsentrasi HCl 0,3%
(v/v) dan waktu hidrolisis selama 4 jam. Pada kondisi tersebut dihasilkan xilosa dengan
rendemen sebesar 57,36%. Selain variasi diatas, peneliti juga membandingkan rendemen
xilosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam lain yaitu H2SO4 pada kondisi optimum
penggunaan HCl. Hasil hidrolisis dengan H2SO4 tersebut tidak berbeda secara signifikan
dengan hasil hidrolisis HCl. Jadi dapat disimpulkan bahwa selain H2SO4, HCl juga
berpotensi untuk digunakan karena selain memberikan hasil yang sama juga harganya
lebih murah dibandingkan dengan menggunakan H2SO4.
Pada penelitian Rahman dkk, (2006), variasi yang dilakukan adalah konsentrasi asam
B.1213.B.07 17
sulfat (H2SO4) 2 sampai 6% dan waktu reaksi sampai 90 menit. Konsentrasi xilosa
tertinggi yang diperoleh adalah 31.1g/l pada konsentrasi asam yang digunakan adalah 6%
dan waktu reaksi 15 menit. Keuntungan dari hidrolisis asam ini adalah biaya yang lebih
kecil dibandingkan dengan hidrolisis enzimatik.
2.5.2. Hidrolisis enzimatik
Hidrolisis enzimatik memerlukan aktivitas sinergi enzim endo-β-xilanase dengan exo-β-
xilosidase (Saddler, 1993). Enzim endo-β-xilanase berfungsi dalam memutus ikatan β-
1,4 pada bagian dalam dari rantai xilan sehingga dihasilkan xilooligosakarida (baik
bercabang maupun tidak) yang meliputi xilopentosa, xilotetraosa, xilotriosa dan
xilobiosa. Sedangkan enzim exo-b-xilosidase berfungsi dalam menghidrolisis
xilooligosakarida rantai pendek menjadi xilosa.Enzim ini bekerja dengan memutus ujung-
ujung nonpereduksi dari rantai xilooligosakarida (Saha, 2000).
Rendemen yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh pH, temperatur,
waktu reaksi, dan perlakuan awal yang diberikan. Rendemen terbesar diperoleh pada pH
4,8 (Caminal dkk, 1985), waktu reaksi 24 jam (Sinitsyn dkk, 1991), dan perlakuan awal
berupa delignifikasi dengan 1% NaOH dan dilanjutkan dengan 79% H3PO4 (Sinitsyn dkk,
1991). Perlakuan awal lain yang dapat memberikan rendemen terbesar adalah dengan
perlakuan awal pada suhu 160°C selama 20 menit.
2.6. Xilitol
Xilosa yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memproduksi xilitol. Xilitol adalah
gula alkohol dengan 5 atom karbon (C) dan 5 atom hidroksi (OH) seperti pada Gambar
2. 14. Gula ini disebut sebagai gula alkohol atau poliol karena pada gula ini terdapat
beberapa gugus OH. Gula ini secara alami dapat ditemukan pada buah dan sayuran
seperti: pisang, stroberi, apel, plum kuning, wortel, kembang kol, selada, bawang, dan
bayam. Selain pada buah dan sayuran, xilitol juga dapat ditemukan pada tubuh manusia
karena gula ini merupakan senyawa antara dalam metabolisme glukosa.
B.1213.B.07 18
Gambar 2.14. Perbedaan Struktur Xilitol dan Xilosa
(Sumber: http://www.chem.umass.edu)
Xilitol memiliki sifat mudah larut dalam air, tahan terhadap panas sehingga tidak mudah
terkaramelisasi,memberikan sensasi dingin seperti mentol, tingkat kemanisan setara
dengan sukrosa (gula tebu) namun kalori yang lebih rendah (40%), dan glikemiks indeks
(GI) yang rendah (7). Dari sifat GI yang rendah, gula ini tidak cepat meningkatkan kadar
gula sehingga dalam metabolismenya tidak melibatkan hormon insulin. Oleh karena itu,
gula ini dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes.Keunggulan lainnya adalah xilitol aman
untuk kesehatan gigi karena gula ini tidak dapat difermentasi oleh bakteri penyebab karies
gigi yaitu bakteri Streptococcus mutans.Karena sifat-sifat diatas, gula ini banyak
dimanfaatkan dalam di bidang pangan dan farmasi.
2.7. Teknologi Produksi Xilitol
Xilitol pada saat ini telah dapat diproduksi dengan cara ekstraksi padat-cair, sintesis
kimia, dan bioteknogi.
2.7.1. Ekstraksi padat-cair
Xilitol dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran dengan cara ekstraksi padat-cair.
Cara ini tidak dianjurkan karena kandungan xilitol pada buah-buahan dan sayur-sayuran
tergolong rendah yaitu kurang dari 1%( Vandeska dkk, 1996; Sampaio dkk, 2003).
2.7.2. Sintesis Kimia
B.1213.B.07 19
Proses produksi xilitol secara komersial yang ada pada saat ini dilakukan secara sintesis
kimia, yaitu proses hidrogenasi xilosa pada suhu dan tekanan tinggi (suhu 80-140oC,
tekanan 50 atmosfer) dengan bantuan katalis. Proses hidrogenasi xilosa ditunjukkan oleh
Gambar 2. 15.
Gambar 2.15. Sintesis Xilitol secara kimiawi
(Sumber: Affleck RP. 2000. Recovery of xilitol from fermentation of model hemicelluloses hydrolysates
using membrane technology [tesis]. Blacksburg: Master of Science, Virigina Polytechnic Institute)
Kelemahan dari sintesis kimia adalah bahan baku (xilosa) yang akan digunakan harus
dalam keadaan murni dan xilitol yang dihasilkan juga harus dimurnikan lebih lanjut
sebelum dimanfaatkan di industri makanan dan obat-obatan. Karena proses pemurnian
tersebut, produksi xilitol sintesis kimia memerlukan biaya yang cukup tinggi (Rao dkk,
2006).
2.8. Bioteknologi
Produksi xilitol secara komersial memiliki hambatan karena biaya produksi yang mahal.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produksi xilitol namun dengan
biaya yang murah dan efisien. Pendekatan bioteknologi yang memanfaatkan hidrolisat
hemiselulosa (xilan) sebagai pengganti bahan baku xilosa murni pada produksi xilitol
dapat mengurangi biaya untuk proses pemisahan dan pemurniaan (Sampaio dkk, 2003).
Beberapa tanaman yang dapat dijadikan sumber hemiselulosa (xilan) adalah jenis
tanaman dari genus Betula dan Fagus , padi, gandum, jerami, bongkol, jagung, ampas
B.1213.B.07 20
tebu, dan tanda kosong kelapa sawit (TKKS) (Vandeska dkk, 1996).
Pendekatan bioteknologi lainnya dengan memanfaaatkan mikroba sebagai alternatif
untuk menggantikan proses produksi secara kimia sehingga diharapkan lebih ekonomis
dan efisien. Mikroba yang terlibat dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah
khamir, bakteri, serta fungi.
Bakteri galur Corynebacterium dan Enterobacter memiliki sistem enzimatik oksido-
reduktif yang dapat mereduksi xilosa menjadi xilitol. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Yoshitake dkk (1973) (diacu dalam Parajo dkk, 1998) menggunakan galur Enterobacter
menghasilkan xilitol sebesar 33g/L dan produktivitas xilitol 0,35 g/l/h dengan konsentrasi
awal xilosa 100g/L.
Fungi dapat memetabolisme xilosa melalui konversi oskido-reduktif menjadi xilulosa.
Produksi xilitol oleh fungi dalam konsentrasi yang masih rendah, seperti yang dilaporkan
oleh Chiang dan Knight (1961) (diacu dalam Parajo dkk, 1998) saat mengkulturkan fungi
Penicillium, Aspergillus, Rhizopus, Gliocladium, Byssochlamy, Myrothecium, dan
Neurospora pada media xilosa. Xilitol dihasilkan sebesar 39.8 g/L dan II.8 g/L setelah 10
hari oleh Petromyces albertensis pada media kulktur yang mengandung 100 g/L
berdasarkan penelitian Dahiya (1991) (diacu dalam Parajo dkk. 1998).
Salah satu mikroba yang berperan dalam biokonversi xilosa menjadi xilitol adalah
khamir, terutama dari genus Candida. Candida merupakan kelompok makhluk hidup
eukariot bersel tunggal (uniseluler) yang umumnya melakukan reproduksi vegetatif
dengan tunas (Pelczar dkk, 2005). Xilitol diproduksi oleh khamir dan fungi pengasimilasi
xilosa seperti Pachysolen tannophilus, Candida guilliermondii, Candidaparapsilosis, dan
Candida tropicalis. Khamir dari genus lain telah diteliti dapat menghasilkan xilitol yaitu
Saccharomyces, Debaryomyces, Pichia, Hansenula, Torulopsis, Kloeckera,
Trichosporon, Cryptococcus, Rhodotorula, Monilia, Kluyveromyces, Pachysolen,
Ambrosiozyma, and Torula. Tidak seperti mikroorganisme prokariotik lainnya yang
memiliki xilosa isomerase, sebagian besar khamir pengasimilasi xilosa termasuk Candida
tropicalis menggunakan D-xilosa melalui dua reaksi enzimatik oksidoreduktif yaitu
B.1213.B.07 21
xilosa reduktase (XR) dan xilitol dehidrogenase (XDH) (Parajo dkk. 1998).
Candida tropicalis termasuk ke dalam kingdom Fungi, filum Deuteromycotina, famili
Tarulopsidaceae, genus Candida, dan spesies Candida tropicalis. Candida tropicalis
tergolong khamir patogen dan bagian dari flora normal manusia. Penggunaannya di
industri makanan menjadi kendala karena sifatnya yang patogen namun berpotensi karena
kemampuannya dalam konversi xilosa, produksi xilitol, dan degradasi alkana dan asam
lemak di dalam peroksisomnya (Granstrom 2002). Candida tropicalisdimanfaatkan untuk
produksi asam dikarboksilat, yaitu bahan mentah untuk pembuatan parfum, polimer, dan
antibiotik karena khamir tersebut menggunakan alkana dan asam lemak sebagai sumber
karbon (Ko dkk. 2006). Menurut Gong dkk. (1981), dari 10 jenis khamir ditemukan
bahwa Candida tropicalis adalah penghasil xilitol terbaik yang berasal dari xilosa. Begitu
juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Barbosa dkk. (1988) (diacu dalam Santos
dkk. 2008), dari 44 golongan khamir yang berperan dalam biokonversi xilosa menjadi
xilitol, diantaranya Candida guilliermondiidan Candida tropicalis sebagai penghasil
xilitol terbaik.
Metabolisme xilosa oleh khamir ditunjukkan pada Gambar 2. 16. Xilitol reduktase
mengkatalisis reduksi xilosa menjadi xilitol dan xilitol dehidrogenase mengoksidasi
xilitol menjadi D-xilulosa. Kemudian D-xilulosa dikonversi menjadi D-xilulosa 5-fosfat
oleh xilulosa kinase dan memasuki jalur pentosa fosfat. XDH menggunakan NAD sebagai
koenzim sedangkan XR koenzimnya adalah NAD(P)H (Ko dkk. 2006). Jalur pentosa
fosfat terdiri atas tahap oksidatif dan nonoksidatif. Tahap oksidatif mengubah heksosa
fosfat menjadi pentosa fosfat yang memerlukan NADPH dalam biosintesisnya.
Tahap nonoksidatif mengubah pentosa fosfat menjadi heksosa fosfat (fruktosa-6-fosfat)
dan trigliserida (Granstrom 2002). Kedua senyawa ini akan masuk ke dalam Lintasan
Embden Meyerhoff Parnas (glikolisis). Siklus ini akan menghasilkan produk berupa
piruvat, yang selanjutnya dikonversi menjadi etanol atau masuk ke dalam siklus asam
karboksilat. Penelitian Choi dkk. (2000), produksi xilitol melalui proses fermentasi daur
ulang sel (cell recycle) dengan C. tropicalis dapat meningkatkan produktivitas xilitol.
B.1213.B.07 22
Hasil yang diperoleh yaitu rendeman sebesar 0.82 g/g dan produktivitas xilitol 4.94 g/L
jam.
Horitsu dkk. (1992) mencapai produksi xilitol yang maksimal dengan menggunakan
konsentrasi awal xilosa sebesar 172 g/L dan konsentrasi ekstrak khamir 21 g/L. Oh dan
Kim (1998) melakukan percobaan dengan menambahkan xilosa dan glukosa pada rasio
yang berbeda dan melihat pengaruhnya pada produksi xilitol oleh C.tropicalis. Hasil yang
diperoleh dari 300 g/L xilosa dengan rasio glukosa/xilosa 15% adalah 91% sedangkan
produksi volumetrik diperoleh sebesar 3.98 g/L dengan rasio glukosa/xilosa 20%.
Penelitian yang dilakukan oleh Yahashi dkk. (1996) menggunakan fed batch pada
produksi xilitol oleh Candida tropicalis memperoleh rendemen sebesar 0.82 g/g dan
produktivitas volumetrik sebesar 3.26 g/L jam dengan penambahan glukosa sebagai
kosubstrat.
Gambar 2.16. Metabolisme xilosa oleh khamir
(Sumber: Sirisansaneeyakul dkk,1995)
B.1213.B.07 23
2.9. Debaryomyces hansenii
Gambar 2.17. Debaromyces Hansenii
(Sumber: http://www.cemeb.science.gu.se/)
Debaromyceshansenii merupakan ragi yang dapat hidup pada kondisi salinitas yang
tinggi. Menurut Onishi (1963), D. hansenii dapat hidup pada media yang mengandung 4
M NaCl, sedangkan S.cerevisiae hanya mampu hidup pada media dengan konsentrasi
garam di bawah 1,7 M. Ragi ini biasanya terdapat dalam kondisi haploid dan bersifat non
patogen . D. hansenii dapat mengakumulasi lipid atau disebut juga ragi oleaginous.
Bakteri jenis ini mampu mengakumulasi lipid hingga 70% dari biomassa keringnya
(Ratledge dan Tan K H, 1990). Selain dapat hidup dalam media dengan konsentrasi garam
10% dan gula 5% (Kurtzmann, 1998), Tabel X menunjukkan substrat yang dapat
diutilisasi oleh ragi ini.
Tabel 2.2. Kemampuan D. hansenii Mengutilisasi Substrat (Nakase dkk,1998)
Glukosa + N-Asetil-D-
Glukosamin
V
Galaktosa + Metanol -
L-Sorbosa V Etanol +/W
Sukrosa + Gliserol +
Maltosa + Eritritol V
Selobiosa + Ribitol +
B.1213.B.07 24
Perkembangbiakkan D.hansenii berlangsung secara vegetatif dan generatif. Secara
vegetatif dengan tunas multilateral, secara generatif dengan konjugasi heterogami. Pada
tahap reproduksi seksualnya ini, terjadi fasa diploid singkat yang diikuti dengan meiosis
dan pembentukan askospora (Forrest SI, dkk, 1987).
Ragi jenis ini dapat mensintesis toksin untuk melindungi dirinya dari ragi lain. Penelitian
dari Llorente dkk, aktivitas toksin yang disebut myocin ini terjadi apabila terdapat NaCl
atau KCl (Breuer and Harms, 2006). Myocin efektif untuk membunuh ragi patogen pada
37°C. Makin tinggi konsentrasi NaCl dan KCl, makin tinggi pula efektivitas toksin dalam
membunuh ragi lain (Breuer and Harms, 2006).Penelitian lain menunjukkan bahwa D.
hansenii dapat hidup dalam larutan yang mengandung ClO2 yang tinggi, keuntungannya
adalah D.hansenii dapat ditumbuhkan pada media yang nonsteril, karena ClO2 merupakan
biosida (Breuer and Harms, 2006).
Beberapa karakter D. hansenii yang sangat baik bagi industri bioteknologi adalah sifat
Trehalosa + Galacitol V
Laktosa V D-Mannitol +
Melibiosa V D-Glucitol +/W
Raffinosa + Α-Metil-D-Glukosida +
Melezitosa V Salicin +/W
Inulin V D-Glukonat +/W
Pati yang dapat
larut
V DL-Laktat V
D-Xilosa + Suksinat +
L-Arabinosa +/w Sitrat V
D-Arabinosa V Inositol -
D-Ribosa V Hexadecan V
L-Rhamnosa V Nitrat -
D-Glukosamin V Nitrit V
2-Keto-D-Glukonat + 5-Keto-D-Glukonat V
Saccharate -
+, positive; W, weak; V, variable; -, negative.
B.1213.B.07 25
oleaginous dan halotolerant. Sifat oleaginous ini hanya terdapat pada 30 dari 600 spesies
(Ratledge, 2002). Kemampuan ini disebabkan oleh adanya enzim ATP-sitrat
liase(Ratledge, 1986). Enzim tersebut memproduksi asetil Ko-A yang merupakan substrat
kunci untuk pembentukan asam lemak di sitoplasma (Breuer and Harms,2006). Dengan
sifat ini, produksi minyak dan lemak komersial dapat dilakukan melalui rekayasa
genetika. Sifat halotolerant D.hansenii dapat digunakan untuk menumbuhkan ragi ini
dalam berbagai media seperti daging, bir, anggur, dan keju.
Produksi xilitol oleh D. hansenii telah diminati selama beberapa dekade terakhir karena
ragi ini mampu menghasilkan xilitol dibandingkan etanol dengan rasio lebih dari empat
(>4) (Breuer and Harms, 2006). Gambar 2.18 menunjukkan jalur metabolisme xilitol dari
xilosa oleh D.hansenii (Breuer and Harms, 2006). Menurut Vongsuvanlert dan Tani
(1998), xylitol dapat diproduksi melalui dua jalur metabolism oleh sel khamir. Xilosa
akan diproduksi menjadi xilitol oleh NADH atau NADPH dependent xylose reductase,
seperti pada Gambar 2.18, atau melalui isomerasi D-xilosa menjadi D-xilulosa oleh D-
xilosa isomerase baru kemudian D-xilulosa akan direduksi menjadi xylitol oleh NADH
dependent xylitol dehydrogenase.
Gambar 2.18. Jalur Metabolisme xilosa oleh D.hansenii
(Sumber: Girio FM, Pelica F, Amaral-Collaco MT. 1996. Characterization of xylitol dehydrogenase
from Debaryomyces hansenii .)
B.1213.B.07 26
D. hansenii mensintesis produk bergantung pada substrat yang digunakan.D. hansenii
dapat memproduksi arabinitol dan xilitol sebaik memproduksi etanol dari gula pentosa.
Pada fermentasi menggunakan kemostat dalam keadaan oksigen berlebih, D. hansenii
tidak memproduksi xilitol maupun etanol (Breuer and Harms, 2006). Dalam keadaan
Oksigen terbatas, maka yield biomassa akan berkurang, sedangkan yield xilitol akan
bertambah seiring juga dengan terbentuknya gliserol (Breuer and Harms, 2006).
2.10. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme
2.10.1. Konsentrasi Awal Sel
Produksi xilitol tertinggi dicapai dengan menggunakan konsentrasi awal Candida
tropicalis sebesar 2,5g/L. Penelitian ini membandingkan hasil dari penggunaan
konsentrasi awal sel dari 1 sampai 2,5g/l (Windarti, 2010). Hasil ini sesuai dengan hasil
yang dilaporkan oleh Parejo dkk, 1998 bahwa semakin tinggi konsentrasi sel maka
semakin tinggi xilitol yang dihasilkan.
2.10.2. Waktu Inkubasi
Hasil penelitian pendahuluan dan penelitian yang dilakukan oleh Vandeska dkk. (1995),
dengan menggunakan Candida boidinii dan Silva dkk. (1996), dengan menggunakan
Candida guillermondii menunjukkan produksi xilitol menjadi konstan atau menurun
setelah mencapai fase pertumbuhan stasioner. Fasa stasioner ini akan tercapai setelah 7
hari, sehingga xilitol paling tinggi yang dihasilkan adalah pada hari ke-7 (Wisnu, 2001).
Literatur lain (Windarti, 2010) melaporkan bahwa produksi xilitol paling tinggi
dihasilkan pada waktu inkubasi 96 jam.
2.10.3. Oksigen Terlarut
Aerasi dan konsenstrasi substrat merupakan faktor yang berhubungan erat dalam produksi
xilitol. Hasil penelitian Horitsu dkk. (1992), Roseiro dkk. (1991), dan Nolleau dkk. (1993)
yang dilaporkan oleh Parajó dkk. (1998) menunjukkan kondisi aerasi yang sesuai akan
B.1213.B.07 27
menghasilkan produktivitas optimum. Untuk mengetahui pengaruh oksigen dan jumlah
oksigen optimum, Zhang dkk. (2012) melakukan penelitian dengan menvariasikan
kecepatan agitator dari 100 hingga 200 rpm. Penelitian tersebut dilakukan pada labu
Erlenmeyer 100mL yang berisi xilosa awal sebesar 150 g L-1. Fermentasi dilakukan pada
30°C selama 108 jam. Selain dilakukan variasi kecepatan, penelitian tersebut juga
melakukan variasi jumlah tahap fermentasi dan hasil dapat dilihat pada Tabel 2. 3. Dari
tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa proses fermentasi dengan kecepatan pengocokan
yang tinggi (fermentasi I: 250 dan fermentasi II: 250 rpm) menghasilkan konsentrasi
biomassa sel yang tinggi ( 21.25 g L-1) dengan perolehan xilitol yang rendah (0,61 g g-1).
Disisi lain, pada pengocokan rendah (fermentasi I: 150 dan fermentasi II: 100 rpm)
konsentrasi biomassa yang dihasilkan paling rendah (10,52 g L-1) dan peroleh xilitol yang
cukup tinggi (0,75 g g-1).
Tabel 2.3. Produksi Xilitol Pada Berbagai Kecepatan Pengocokan Dengan Menggunakan
Candida athensensis SB18 (Zhang dkk. 2012)
Kocok (rpm) Residu xilosa
(g L-1)
Xilitol (g L-1) X (g L-1) YP/S (g L-1) Qp (g L-1 h-1) Ƞ (%)
200 0 96,73 20,18 0,65 0,91 70,7
150 0,55 112,61 15,04 0,75 1,04 82,6
250/200 0 90,77 21,25 0,61 0,84 66,4
250/150 0 99,27 19,47 0,66 0,92 72,6
250/100 0 110,18 17,03 0,73 1,02 80,5
200/150 0 107,15 17,56 0,71 0,99 78,3
200/100 0,12 115,62 12,47 0,77 1,07 84,6
150/100 0,97 112,41 10,52 0,75 1,04 82,7
Pengaruh konsentrasi oksigen terlarut akan berbeda pada sel bebas dan sel amobil. Parajó
dkk. (1998) melaporkan penelitian Peschke dkk. (1992) dengan sel C. guilliermondii
bebas dan sel C. guilliermondii amobil. Hasil penelitian menunjukkan pada konsentrasi
oksigen terlarut 5% dan konsumsi xilosa yang sama, sel C. guilliermondii bebas
menghasilkan 27,3 g xilitol/l (QP = 0,70 g/l.h dan YP/S = 0,64 g/g), sedangkan sel C.
guilliermondii yang diperangkap dalam Ca-alginat menghasilkan 18,4 g xilitol/l (QP =
0,43 g/l.h dan YP/S = 0,78 g/g). Peningkatan aerasi akan meningkatkan laju perpindahan
oksigen (Oxygen Transfer Rate / OTR). Pada sel amobil, OTR yang tinggi berarti oksigen
dapat lebih mudah masuk ke bagian dalam agar.
B.1213.B.07 28
Pada fermentasi menggunakan kemostat dalam keadaan oksigen berlebih, D. hansenii
tidak memproduksi xilitol maupun etanol (Breuer and Harms, 2006). Dalam keadaan
Oksigen terbatas, maka yield biomassa akan berkurang, sedangkan yield xilitol akan
bertambah seiring juga dengan terbentuknya gliserol (Breuer and Harms, 2006).
Pembentukan xylitol terjadi di bawah kondisi okigen terbatas dengan tujuan untuk
mengakumulasi NADH karena keberadaan oksigen dapat menurunkan aktivitas NADH
yang berakibat pada menurunnya aktivitas akumulasi produksi xylitol (Winkelhausen dan
Kuzmanova, 1998).
2.10.4. pH
Dari laporan penelitian Wisnu, 2001, kecepatan produksi volumetrik tertinggi(0,314g/l/h)
diperoleh pada pH 5. Variasi pH yang digunakan pada penelitian ini dari pH 4 sampai 7
dengan menggunakan Candida shehatee WAY 08. pH selama proses fermentasi
berlangsung mengalami peningkatan dan penurunan pH. Penurunan pH dapat disebabkan
oleh terbentuknya asam-asam organik seperti asam asetat, sedangkan peningkatan pH
disebabkan oleh terbentuknya ammonia dari reaksi deaminasi terhadap substrat
berprotein atau berpolipeptida sebagai sumber nitrogennya (Prior el al, 1989; Forage dkk,
diacu dalam Moo-Young, 1985). Naik turunnya pH kultur tersebut dipengaruhi oleh besar
kecilnya perbandingan antara senyawa organic yang bersifat asam dengan ammonia yang
bersifat basa (Wisnu, 2001).
Dari berbagai literatur, kadar xilitol tertinggi dicapai pada pH awal 5,3 oleh Candida
guiliermondii, pH 4 oleh Candida tropicalis dan pH 7 oleh Candida boidinii.
2.10.5. Konsentrasi Awal Substrat
Peningkatan produksi xilitol berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi xilosa
oleh khamir karena xilosa terus dikonsumsi menjadi xilitol. Saat konsentrasi xilitol yang
diproduksi lebih besar atau sama dengan konsentrasi xilosa yang menjadi substratnnya,
maka produksi xilitol oleh mikroorganisme akan menurun (Suryadi dkk., 1998). Pada
penelitian Wisnu, 2001, variasi konsentrasi yang digunakan adalah 50g/L sampai 200g/L .
B.1213.B.07 29
Dari hasil penelitian, kecepatan produksi volumetrik tertinggi Candida shehatee WAY
08 (0,314g/l/h) diperoleh pada substrat yang menggunakan konsetrasi awal xilosa sebesar
150g/L. Selain itu juga, dari hasil penelitian Wisnu, (2001) dapat disimpulkan bahwa
peningkatan konsentrasi awal xilosa dari 50 sampai 150 g/l pada pH media awal yang
sama menunjukkan peningkatan konsentrasi xilitol yang dihasilkan. Dominguez dkk
(1996) melaporkan kecepatan produksi volumetrik xilitol dari xilosa awal sekitar 150g/l
oleh Candida parapsilosis, C. guilliermondii, C. guilliermondii 20118, C. guillermondii
42050, Pachysolen tannophilus, Mutan Candida sp. Dan D hansenii berturut-turut adalah
0,19; 0,72; 0,14; 0,01; 0,99 dan 0,90 g/l/h.
2.10.6. Ko-Substrat
Ko-substrat yang digunakan pada penelitian Windarti, 2001, adalah arabinosa. Variasi
yang dilakukan pada penelitian ini adalah rasio xilosa dan arabinosa. Rasio yang
digunakan 6:1%; 6:2%; dan 6:3%. Penelitian ini menggunakan Candida tropicalis yang
dijebak di Ca-alginat dan proses fermentasi berlangsung secara batch. Pada penelitian ini,
kecepatan produksi volumetric yang tercapai adalah 4,2g/l/h pada kondisi rasio xilosa dan
arabinosa adalah 6:3%.
Menurut penelitian Mussato dkk, 2006 yang menggunakan rasio xilosa dan arabinosa
sebesar 10:1 dan 2:1 sudah dapat menghambat kerja enzim yang memetabolisme
arabinose pada C.guillierrmondii sedangkan pada D.hansenii, asimilasi arabinose
dihambat pada media yang mengandung xilosa dan arabinose dengan rasio 4:1 (Girio dkk,
2000, diacu dalam Mussato dkk, 2006).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Walther (2001) dengan menggunakan arabinosa
berkonsentrasi tinggi oleh candida tropicalis dapat menghasilkan xilitol dengan
perolehan sebesar 0,84g/g dan produktivitas volumetrik sebesar 0,49g/l/h. Secara teoritis,
efisiensi fermentasi xilosa menjadi xilitol maksimal adalah 0,917 g xilitol/ g xilosa
terkonsumsi (Barbosa dkk, 1988, diacu dalam Santos dkk, 2008).
Perolehan maksimum dari Candida mogii adalah 0,62g/g, Candida tropicalis ATCC
B.1213.B.07 30
7349 0,4g/g, C.parapsilosis 0,4g/g, Candida kefyr 0,29g/g dan C.utilis 0,18g/g
(Sirisansanee yakul dkk, 1995). Literatur lain menyebutkan Candida sp L 102 dapat
memberikan perolehan sebesar 0,877g/g.
Selain menggunakan arabinosa, Wisnu (2001) menggunakan glukosa juga sebagai ko-
substrat. Penelitian yang dilakukan menggunakan Candida shehatee WAY 08 pada
variasi glukosa yang digunakan dari 0 sampai 4%. Dari hasil penelitian, disimpulkan
bahwa penambahan glukosa sebagai ko-substrat dari 1 sampai 4% pada media xilosa awal
150g/L dapat menghambat produksi xilitol (kadar dan kecepatan produksi volumetrik
xilitol), tetapi mampu menigkatkan perolehan xilitol. Selain itu, penelitian Felipe dkk.
(1993), dan Rosa dkk. (1998), (diacu dalam Mussato dkk, 2006) melaporkan penambahan
glukosa dengan rasio lebih kecil dari 1:10 tidak akan menyebabkan penurunan produksi
xilitol.
Penelitian yang dilakukan Mussato dkk, (2006) dengan menggunakan sel
C.guilliermondii melaporkan bahwa penambahan glukosa ke dalam media yang
mengandung xilosa dapat menurunkan rendemen xilitol sebesar 10% sedangkan
penambahan arabinose meningkatkan rendemen xilitol sebesar 8%. Hasil ini sejalan
dengan pendapat peneliti terdahulu (Hsiao dkk, Meyrial dkk, diacu dalam Nigam dan
Singh, 1995) yang menyatakan glukosa menghambat penggunaan xilosa oleh Candida
dan Schizosaccharomyces, dan dilaporkan bahwa C. guillermondii mampu
mengkonsumsi glukosa, manosa, galaktosa, dan arabinosa secara cepat hanya untuk
pertumbuhan dan pembentukan etanol, tetapi senyawa poliol (salah satunya adalah xilitol)
tidak terdeteksi di dalam media kultur.
Penelitian Silva dkk. (1996), melaporkan bahwa efisiensi konversi xilosa menjadi xilitol
sebesar 45% pada media yang mengandung glukosa dan xilosa, tetapi meningkat sampai
66% jika tanpa adanya glukosa.
2.10.7. Campuran gula
Penelitian yang dilakukan oleh Windarti, 2010, variasi campuran gula yang digunakan
B.1213.B.07 31
adalah media xilosa dan glukosa, xilosa dan arabinose, serta xilosa, glukosa, dan
arabinosa. Metode penelitian yang digunakan adalah penjebakan C.tropicalis di matriks
Kalsium alginat. Kecepatan produksi volumetrik xilitol dan peroleh xilitol tertinggi dari
fermentasi batch ini adalah 4,2g/l/h dengan media yang digunakan adalah campuran
berupa xilosa, glukosa, dan arabinosa. Glukosa dalam media fermentasi diketahui
menurunkan produksi xilitol sebesar 20% dibandingkan dengan media kontrol.
Hasil penelitian Windarti, (2010) tidak sesuai dengan fermentasi oleh C.guilliermondii
yang dilakukan pada penelitian Mussato dkk, (2006). Hasil penelitian Mussato dkk,
(2006), produksi xilitol tertinggi diperoleh pada media campuran xilosa dan arabinosa.
Data hasil penelitiannya adalah media xilosa (kontrol) menghasilkan xilitol sebesar 0,68
g/l. Sedangkan pada media xilosa dan glukosa sebesar 0,68 g/l, media campuran xilosa
dan arabinosa sebesar 0,74g/L, dan media campuran xilosa, glukosa, dan arabinose
sebesar 0,67 g/l.
Campuran gula memberikan perolehan xilitol yang lebih besar dibandingkan hanya
menggunakan xilosa murni (Rao dkk, 2004; Kim dkk, 1999). Media yang menggunakan
campuran dua substrat dalam produksi xilitol oleh C.tropicalis meberikan perolehan
xilitol sebesar 0,81g/g dan produktivitas sebesar 0,49 g/l/h. Sedangkan, media yang
menggunakan xilosa murni hanya dapat menghasilkan xilitol dengan perolehan sebesar
0,78 g/g.
2.10.8. Pengaruh Xilitol
Parajó dkk. (1998) melaporkan beberapa hasil penelitian (oleh da Silva & Afschar (1994),
Girio dkk. (1990), Nolleau dkk. (1993) dan Neirinck dkk. (1985)) terkait konsentrasi
xilitol hasil fermentasi dalam medium. Da Silva & Afschar (1994) melaporkan inhibisi
xilitol pada fermentasi xilosa dengan C. tropicalis terjadi saat konsentrasi xilitol
mencapai 200 g/l. Hasil penelitian Girio dkk. (1990) menunjukkan D. hansenii dapat
menggunakan xilitol dan etanol sebagai substrat setelah xilosa habis digunakan. Hal
tersebut didukung oleh Neirinck dkk. (1985) yang menyatakan bahwa xilitol dapat
berperan sebagai sumber karbon ketika konsentrasi xilitol tinggi. Nolleau dkk. (1993)
B.1213.B.07 32
melaporkan bahwa produk samping yang terbentuk dalam jumlah kecil, seperti etanol,
gliserol, arabitol atau ribitol, dapat digunakan sebagai sumber karbon ketika xilosa habis
dikonsumsi.
2.10.9. Komposisi Kultur Media
Komposisi kultur media dan salinitas akan mempengaruhi produk yang dihasilkan.
Sumber dan konsentrasi Nitrogen merupakan salah satu faktor penting pada fermentasi
xilitol, efeknya akan tergantung pada strain mikroorganisme yang digunakan. Dari
beberapa hasil penelitian yang dilaporkan Parajó dkk. (1998), seperti hasil penelitian
Vandeska dkk. (1995) dan Barbosa dkk. (1988), umumnya sumber nitrogen organik akan
meningkatkan produktivitas dan yield produksi xilitol. Hasil penelitian Vandeska dkk.
(1995) menunjukkan peningkatan perolehan xilitol oleh C. boldinii dengan sumber
nitrogen urea dibandingkan dengan sumber nitrogen amonium sulfat. Barbosa dkk.
(1988) juga melaporkan hasil yang sama dengan hasil penelitian Vandeska dkk. (1995).
Vitamin dan oligoelemen dibutuhkan oleh beberapa ragi untuk pertumbuhan atau
meningkatkan produktivitas. Hasil penelitian Lee dkk. (1988) menggunakan C.
guilliermondii yang dilaporkan oleh Parajó dkk. (1998) menunjukkan peningkatan
produktivitas dari 0,002 g/l.h menjadi 0,009 g/l.h dengan penambahan 0,05 μg biotin/l
dan menjadi 0,044 g/l.h dengan penambahan 0,25 μg biotin/l. Penambahan 1% (v/v)
metanol meningkatkan produktivitas C. boidinii dari 0,25 g xilitol/l.h menjadi 0,6 g
xilitol/l.h (hasil penelitian Vongsuvanlert & Tani (1989) yang dilaporkan oleh Parajó dkk.
(1998)).
Parajó dkk. (1998) juga melaporkan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan
penambahan senyawa tertentu yang dapat menghambat produksi xilitol, antara lain
penelitian Skoog & Hahn-Hägerdal (1988) dan Linden & Hahn-Hägerdal (1989), serta
Barbosa dkk. (1990). Hasil penelitian Skoog & Hahn-Hägerdal (1988) dan Linden &
Hahn-Hägerdal (1989) menunjukkan bahwa polietilenglikol dan sodium azide dapat
menurunkan produksi xilitol dan meningkatkan produksi etanol pada C. tropicalis. Hasil
penelitian Barbosa dkk. (1990) menunjukkan 10 μM dinitrofenol dapat menghambat
B.1213.B.07 33
produksi xilitol, namun tidak menghambat pembentukan xilitol, sedangkan dinitrofenol
di atas 20 μM dapat benar-benar menghambat pertumbuhan dan penggunaan xilosa. Tabel
2.4 dan Tabel 2. 5 menunjukkan perbandingan kultur media yang digunakan dalam
beberapa penelitian untuk produksi xilitol.
Tabel 2.4. Perbandingan Kultur Medium Inokulum Berbagai Mikoorganimse
Komponen
medium
(g/L)
(Windarti,
2010)
(g/L)
(Oetomo dan Ardina,
2011)
(g/L)
(Yulianto, 2001)
Candida
tropicalis
C. utilis, D. hansenii, H.
polymorpha
C.shehatee
Xilosa 30 5-15 30
Ekstrak khamir 10 5 20
pepton 20 10 -
K2HPO4 0.5 - -
KH2PO4 0.5 2.5 15
MgSO4.7H2O 0.5 0.5 1
Amonium sulfat 2 9.438 3
pH 5 4,5-5,5 4-7
Tabel 2.5. Perbandingan Kultur Medium Fermentasi Debaromyces Hansenii
Literatur Converti
dkk, 2001
Domingu
ez dkk,
1997
Sampaio
dkk, 1996
Altamira
no, 1999
Nobre dkk, 1999
Strain
D.
hansenii
NRRL Y-
7246
NRRL
Y-7246
UVF -170 NRRL
Y-7246
CCMI 941
Komposisi Inokulum (g/L)
Glukosa 10 0.01 20 20 Xilosa 20 H3BO3 0,002
Xilosa 10 0.01 (NH4)2SO
4
9,438 KI 0,003
5
Ekstrak
Bacto-
3 3 10 10 KH2PO4 2,5 Al2(SO4)3 0,000
5
B.1213.B.07 34
yeast
Ekstrak
bacto-
malt
3 3 CaCl2.2H2
O
0,05 Myo-inositol 0,1
Bacto
pepton
5 5 20 20 MgSO4.7H
2O
0,5 Kalsium
pantonat
0,02
Agar 15 20 Asam sitrat 0,5
Thiamin
Hidroklorida
0,005
Komposisi Fermentasi - FeSO4.7H
2O
0,035 Piridoxal
Hidroklorida
0,005
Glukosa 10 0.12 - - MnSO4.4H
2O
0,009
2
Asam
Nicotinat
0,005
Xilosa 3 3 - - ZnSO4.7H
2O
0,011 D-biotin 0,000
1
Ekstrak
Bacto-
yeast
3 3 - - CuSO4.5H
2O
0,001 Asam
aminobenzoat
0,001
Ekstrak
bacto-
malt
5 5 - - CoClII.6H
2O
0,002
Bacto
pepton
20 - - Na2MoO4.
2H2O
0,001
3
Agar - -
2.10.10. Pengaruh Imobilisasi Sel
Imobilisasi sel adalah pengikatan sel secara fisik maupun kimia pada matriks berpori atau
secara adsorbsi (Shuler dan Kargi, 2002). Matriks berpori yang digunakan biasanya
berupa polimer berpori, poliuretan, gel silika, polistirena dan selulosa triasetat. Polimer
berpori misalnya agar, alginat, karaginan, poliakrilamida, chitosan, gelatin, dan kolagen.
Keuntungan dari mengimobilisasi sel adalah (Shuler dan Kargi, 2002) :
1. Meningkatkan konsentrasi sel.
2. Sel dapat digunakan berkali-kali dan menghemat biaya recovery dan daur ulang sel.
B.1213.B.07 35
3. Kombinasi dari konsentrasi sel yang tinggi dan laju alir yang tinggi (tanpa terjadi
washout) menyebabkan produktivitas yang tinggi.
4. Masalah washout teratasi.
5. Menyediakan lingkungan yang sesuai bagi mikroorganisme (contoh : kontak antar
sel, nutrien, pH) yang meningkatkan performansi biokatalis.
6. Dalam beberapa kasus, meningkatkan stabilitas sel.
7. Pada beberapa jenis mikroorganisme, adanya imobilisasi baik untuk perlindungan
dari kerusakan akibat geseran (shear damage).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Batal dan Khalaf(2004) dalam jurnal “Xilitol
Production from Corn Cobs Hemicellulosic Hydrolysate by Candida tropicalis
Immobilized Cells in Hydrogel Copolymer Carrier”, semakin tinggi konsentrasi sel
C.tropicalis amobil yang ditanam pada media, maka semakin besar juga utilisasi xilosa
dan produksi xilitol.
Dengan menggunakan sel amobil, fasa lag dapat dihindari. Semakin besar konsentrasi
sel yang ditanam pada matriks, maka Oksigen yang dialirkan juga harus dipertimbangkan
agar sel amobil tetap dapat menggunakan Oksigen. Pada penelitian Batal dan Khalaf
(2004), konsentrasi sel amobil untuk produksi xilitol dengan yield terbesar adalah 15
gram hidrogel per 40 mL medium kultur dalam labu 125 mL dan 150 rpm kecepatan
adukan.
Metode yang digunakan oleh Carvalho dkk (2007) dalam mengimobilisasi sel adalah
dengan memerangkap sel dalam kristal kalsium alginate. Awalnya, ditambahkan volum
suspensi sel yang cukup dalam larutan Natrium Alginat yang sebelumnya telah
dipanaskan hingga suhu 121oC selama 15 menit. Konsentrasi akhir Natrium alginat
menjadi 20g/L dan konsentrasi berat kering sel adalah 3 g/L. Kristal campuran sel dan
Kristal diproduksi dengan meneteskan campuran ke dalam 11 g/L larutan Kalsium
Klorida menggunakan jarum 19-G untuk menghasilkan kristal sel-alginat dengan
diameter 2.7 mm. Kristal didiamkan dalam larutan kalsium klorida pada 4oC selama 24
jam. Langkah terakhir adalah pencucian Kristal dengan air akuades steril dan dimasukan
dalam labu fermentasi.
B.1213.B.07 36
Metode yang digunakan dalam percobaan oleh Windarti (2010) untuk mengimobilisasi
sel C.tropicalis, dimodifikasi dari metode Carvalho dkk (2007), yaitu suspensi sel yang
diperoleh sebelumnya dari sentrifugasi medium inokulum diresuspensi dengan 1 mL
akuades steril kemudian ditambahkan dalam 9 mL larutan natrium alginat yang
disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit hingga diperoleh konsentrasi alginat akhir
20 g/L. Butiran diperoleh dengan cara yang sama dengan metode Carvalho dkk (2007).
Pencucian Kristal dilakukan untuk menghilangkan larutan kalsium klorida yang tersisa
pada butiran Kristal. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali kemudian ditambahkan ke
dalam media fermentasi.
Metode yang digunakan oleh Batal dan Khalaf (2004) adalah metode imobilisasi dengan
hidrogel Polivinil alcohol (PVA) dan Hidroksimetil Metaakrilat (HEMA). Metode
pembuatan Hidrogel dilakukan dengan radiasi kopolimer. Dari metode yang dilakukan
oleh Mostafa dan El-Hadi (2009), pembuatan hidrogel PVA dilakukan dengan melarutkan
PVA ke dalam akuades steril kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 90oC
selama 50 menit. PVA kemudian digabungkan pada polivinilpyrrolidone (PVP) dan
HEMA. Campuran dipisahkan ke dalam tabung uji dan dialirkan Nitrogen selama 24 jam
untuk menghilangkan oksigen terlarut. Hidrogel yang terbentuk kemudian diautoklaf
pada 121oC selama 2 jam (Razzak dkk, 1999). Penelitian Batal dan Khalaf (2004) juga
dilaporkan perbandingan produksi xilitol dengan sel terimobilisasi dan sel tidak
diimobilisasi. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Efek Imobilisasi Sel dalam Produksi Xilitol dengan C.tropicalis ( El-batal dan
Khalaf. 2004)
B.1213.B.07 37
Dari penelitian Batal dan Khalaf (2004) ditemukan bahwa semakin tinggi konsentrasi sel
yang diimobilisasi dalam hidrogel, konsumsi xilosa semakin besar dan produksi xilitol
semakin besar. Namun pada konsentrasi 20 g/50mL kultur produksi xilitol menurun. Hal
ini disebabkan bahwa pada media yang mengandung densitas sel yang besar, terjadi
reduksi ketersediaan Oksigen. Hal ini menyebabkan berkurangnya yield dan
produktivitas. Dapat dikatakan dari penelitian Batal dan Khalaf (2004), bahwa produksi
xilitol dengan konsentrasi sel terimobilisasi dalam hidrogel 15 g lebih besar daripada
produksi xilitol dengan sel bebas dengan waktu inkubasi empat hari dan pH medium awal
6.
2.11. Jenis Fermentasi
2.11.1. Fermentasi batch
Fermentasi batch juga disebut sistem tertutup karena selama proses fermentasi
berlangsung tidak ada input (substrat) atau output (campuran substrat, produk, dan
biomassa). Proses fermentasi batch seperti yang dijelaskan Crueger(1998) adalah reaktor
yang diisi dengan nutrien substrat dan inokulum mikroorganisme. Proses fermentasi
dihentikan jika tidak ada lagi produk yang dihasilkan. Selama proses fermentasi batch,
mikroba mengalami 4 fase pertumbuhan, yaitu fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase
Parameter Sel bebas Sel terimobilisasi (g Hidrogel/50 mL
kultur)
5 10 15 20
Xilosa terkonsumsi (g/L) 42.1 33.1 48.5 53.2 56.7
Konsentrasi xilitol (x) 21.2 16.0 26.2 30.7 27.8
Yield xilitol Yx/s (g/g) 0.50 0.48 0.54 0.58 0.49
% yield xilitol dari hasil teoretis 56.0 53.7 60.0 64.1 54.5
Massa kering akhir (mg massa
kering per g hidrogel)
- 32.3 30.8 30.5 30.4
Massa kering bebas (mg sel/mg
kultur)
10.4 0.03 0.08 0.13 0.19
B.1213.B.07 38
kematian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19. Fase Pertumbuhan Pada Fermentasi Batch
(Sumber: http://www.hypertextbookshop.com)
Fase lag merupakan fase yang tidak mengalami peningkatan jumlah sel meski berat sel
mengalami perubahan. Selama fase ini, sel beradaptasi dengan kondisi lingkungan baru.
Lamanya fase lag bergantung pada kondisi fisiologi dan konsentrasi inokulum (Saarela
dkk, 2003). Setelah akhir fase lag, sel akan beradaptasi kembali dengan kondisi
pertumbuhan baru yang disebut fase log. Pertumbuhan massa sel meningkat dua kali lipat
karena selain meningkat berat biomassa sel, jumlah sel per unit waktu juga mengalami
peningkatan.
Saat substrat telah dimetabolisme dan senyawa toksik mulai terbentuk, pertumbuhan sel
menurun bahkan terhenti total.Fase ini disebut fase stasioner.Biomassa hanya bertambah
sedikit atau konstan selama fase ini.Fase terakhir pertumbuhan adalah fase
kematian.Cadangan energi pada fase ini sangat terbatas sehingga pertumbuhan sel
menurun dan sel mulai lisis (Saarela dkk. 2003). Waktu yang diperlukan dari fase
stasioner menuju fase kematian tergantung pada organisme dan proses fermentasi yang
digunakan.
2.11.2. Fermentasi Fedbatch
Fermentasi fedbatch berbeda dengan batch karena penambahan substrat yang bersifat
kontinu hingga fase stasioner. Jenis fermentasi ini cocok untuk pembentukan produk
metabolit sekunder yang bersifat katabolit represi pada penggunaan substrat yang tinggi.
B.1213.B.07 39
Oleh sebab itu, substrat ditambahkan dalam jumlah sedikit secara kontinu selama proses
produksi. Proses produksi yang menggunakan fermentasi ini adalah penisilin.
2.11.3. Fermentasi Kontinu
Fermentasi kontinu disebut sebagai sistem terbuka karena selama proses fermentasi
berlangsung terdapat aliran masuk reaktor berupa substrat dan aliran keluar reaktor
berupa campuran substrat, biomassa, dan produk. Kelebihan dari fermentasi kontinu
adalah fermentasi dapat dikerjakan pada jangka waktu yang panjang tanpa adanya
kontaminasi sehingga produktivitas dapat ditingkatkan dan tingkat pertumbuhan sel dapat
diatur untuk memperoleh produk optimum.Karena kelebihan tersebut, fermentasi jenis ini
telah dikembangkan untuk produksi protein sel tunggal, antibiotik, pelarut organik, kultur
starter, dan dekomposisi selulosa (Crueger & Crueger 1982).
Tabel 2.7. Jenis Fermentasi yang Telah Digunakan dalam Produksi Xilitol
Mikroorganisme Xilosa
awal (g L-
1)
Xilitol
(g L-1)
YP/S (g g-
1)
Qp (g L-1 h-
1)
Referensi Jenis
fermentasi
C. tropicalis
ASM III
200 130 0.93 1,08 Lo pez dkk. (2004) yang
di acu dalam Zhang dkk.
(1999)
Batch
C. sp.559-9 300 210 0,87 0,73 Ikeuchi dkk. (1999) yang
di acu dalam Zhang dkk.
(1999)
C. tropicalis
KCTC 10457
350 228 0,65 2,07 Kwon dkk. (2006) yang
di acu dalam Zhang dkk.
(1999)
C. athensensis
SB 18
250 207.8 0,83 1,15 Zhang dkk. (2012)
C. shehatae
WAY 08
150 52,76 0,45 0,314 Wisnu. (2001)
C.
guilliermondii
79 18,4 0,5 0.29 Rodrigues dan Silva
(1998)
C. tropicalis
KFCC 10960
270 251 0,93 4,56 Oh and Kim. (1998)
yang di acu dalam Zhang
dkk. (1999)
Fed-batch
C. tropicalis
KCTC 10457
260 234 0,90 4,88 Kwon et al.m (2006)
yang di acu dalam Zhang
dkk. (1999)
C. athensensis
SB18
300 256,5 0,87 0,97 Zhang dkk. (2012)
C.
guilliermondii
79 23,7 0.46 0.16 Rodrigues dan Silva
(1998)
B.1213.B.07 40
C.
guilliermondii
79 34 0,79 0,65 Rodrigues dan Silva
(1998) Continous
2.12. Penentuan Kadar Xilitol
2.12.1. Metode Beutler & Becker
Pengukuran kadar xilitol dilakukan berdasarkan metode Beutler dan Becker (1977).
Empat jenis larutan digunakan dalam metode ini, yaitu buffer kalium fosfat/ trietanolamin
(larutan 1), diaphorase (larutan 2), iodonitrotetrazolium klorida (larutan 3), dan enzim
sorbitol dehidrogenase/SDH (larutan 4).
Sebanyak 0.6 mL larutan 1 dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf kemudian
ditambahkan larutan 2 sebanyak 0.2 mL, larutan 3 sebanyak 0.2 mL, sampel yang telah
diencerkan sebesar 100 kali sebanyak 0.1 mL, akuabides sebanyak 1.9 mL, divorteks agar
homogen. Setelah itu,dibiarkan selama 2 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ
492 nm. Setelah 2 menit dilakukan pengukuran kembali.Pengukuran pertama yang
dilakukan disebut sebagai Absorban pertama (A1).Selanjutnya, ditambahkan larutan 4
yang berisi enzim sorbitol dehidrogenase dan dibiarkan selama 30 menit.Setelah itu 30
menit, diukur absorbansinya dengan interval 5 menit hingga menit ke-50, terhitung dari
5 menit pertama. Pengukuran kedua ini disebut Absorbansi kedua (A2). Konsentrasi
xilitol yang terukur akan diperoleh sesuai dengan perhitungan yang terdapat di Kit.
2.12.2. Metode HPLC
1. Alat yang diperlukan
a) High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
b) Microsyringe 25μL
2. Reagen
a) Acetonitrile
b) Larutan Standar yang mengandung xilitol, sorbitol, arabinatol, galactitol,
mannitol.
3. Kondisi Kromatografi
B.1213.B.07 41
a) Fasa gerak: larutan acetonitrile 35%
b) Kolom kromatografi: HPX-87C300×7.8mm
c) Laju alir: 0.6-0.8mL/min
d) Temperatur Kolom: 75oC
e) Temperatur detektor: 45°C-60°C.
B.1213.B.07 42
BAB III
RANCANGAN PENELITIAN
3.1. Metodologi
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh konfigurasi fermentor terbaik untuk
optimasi produksi xilitol dari tandan kosong kelapa sawit dengan bantuan
mikroorganisme Debaryomyces hansenii. Untuk memperoleh konfigurasi terbaik ini,
maka diperlukan data perolehan (yield) dan produktivitas dari masing-masing fermentasi.
Perolehan dan produktivitas diperoleh setelah mendapatkan data konsentrasi substrat dan
produk, laju pertumbuhan maksimal dan waktu yang diperlukan pada sekali fermentasi.
Pendekatan-pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh data ini adalah melakukan
percobaan dengan variasi-variasi sebagai berikut, yang pertama adalah memvariasikan
ketiga jenis fermentasi, yaitu fermentasi batch, fed-batch, dan kontinyu. Pada fermentasi
kontinyu, dilakukan fermentasi dengan sel bebas dan dengan mengimobilisasi sel
Debaryomyces hansenii.
Sampel diambil dalam rentang waktu tertentu selama masa fermentasi untuk pengujian
pertumbuhan sel dan produk yang terbentuk. Untuk pengambilan sampel pada fermentasi
batch, sampel dari dalam fermentor tidak diambil dengan volum lebih dari 10% volum
total untuk menjaga asumsi volum tetap. Pengujian sampel menggunakan HPLC (High
Performance Liquid Chromatography) dilakukan untuk memperoleh konsentrasi xilosa
(substrat) dan xilitol (produk) di dalam fermentor. Dari data tersebut maka yield dan
produktivitas dapat diperoleh dengan memasukkan data yang ada ke persamaan yang
tersedia.
Selama masa pengujian dengan menggunakan ketiga jenis fermentasi, digunakan media
sintetis yang mengandung xilosa dan glukosa. Hasil konfigurasi yang terbaik dari hasil
pengujian akan diujikan pada hidrolisat tandan kosong kelapa sawit untuk validitas data.
Validitas data akan diperoleh melalui perbandingan perolehan dan produktivitas dari
B.1213.B.07 43
hasil konfigurasi fermentor terbaik dengan fermentasi yang dilakukan pada konfigurasi
proses yang sama menggunakan substrat/media hidrolisat tandan kosong kelapa sawit.
3.2. Percobaan
3.2.1. Bahan
Mikroba yang digunakan adalah Debaryomyces hansenii ITB CC R85.
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1, tabel 3.2,
tabel 3.3, dan tabel 3.4. Tabel 3.2 menampilkan bahan-bahan penyusun agar miring. Tabel
3.3 menampilkan bahan-bahan yang digunakan sebagai medium fermentasi dengan
volume kerja 500 mL.
Tabel 3.1. Bahan yang Digunakan Pada Penelitian
Alkohol CaCl2
Agar H2SO4/HCl
Aqua dm NaOH/KOH
Bacto-malt extract Polivinil alkohol
Bacto-peptone Ca-Alginat
Bacto-yeast extract Spiritus
Tabel 3.2. Komposisi dari Glucose Yeast Extract (Yeast Extract Pepton Glucose)
Yeast extract 5 g
Peptone 10 g
Glucose 20 g
Aqua dm 1 L
Agar-agar 20 g
Tabel 3.3. Komposisi dari 500 mL Medium Fermentasi
Komponen Jumlah (g) Komponen Jumlah (g)
(NH4)2SO4 9,438 KH2PO4 2,5
Al2(SO4)3 0,0005 KI 0,0035
Asam aminobenzoat 0,001 MgSO4.7H2O 0,5
B.1213.B.07 44
CaCl2.2H2O 0,05 MnSO4.4H2O 0,0092
Calcium-pamthotenate 0,02 Myo-inositol 0,1
CoCl2.6H2O 0,002 Na2MoO4.2H2O 0,0013
CuSO4.5H2O 0,001 Nicotinic acid 0,005
D-biotin 0,0001 Pyridoxal
hydrochloride 0,005
FeSO4.7H2O 0,035 Thiamine
hydrochlorine 0,005
H3BO3 0,002 ZnSO4.7H2O 0,011
Kompisisi gula sebagai sumber karbon pada media hidrolisat TKKS sintetik disajikan
pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Komposisi TKKS
Komponen Jumlah (g/L)
Xilosa 10
Glukosa 5
3.2.2. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Alat yang Digunakan Pada Penelitian
Aqua dm Filter Kuvet Spektrofotometer
Autoklaf HPLC Mikropipet Stopwatch
Biological safety
cabinet
Inkubator shaker, T
controlled Mikrotube syringe
Bunsen Jarum ose Mikroskop syringe filter
Counting chamber Kapas steril Neraca analitis Tabung reaksi steril
Erlenmeyer 1L Kertas saring Pipet tetes Vial
Fermentor Korek api Sentrifuga Wet test meter
B.1213.B.07 45
Fermentor yang digunakan pada penelitian ini adalah BioFlo/Celligen 115 New
Brunswick yang dilengkapi dengan sistem pengendalian temperatur, pH, level cairan, dan
foam (Gambar 3.1). Rangkaian bioreaktor untuk proses fermentasi batch, fed-batch, dan
kontinyu secara berturut-turut seperti pada Gambar 3.2, 3.3, dan 3.4.
Gambar 3.1. Fermentor BioFlo/Celligen 115 New Brunswick
Gambar 3.2. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Batch
B.1213.B.07 46
Gambar 3.3. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Fed-batch
Gambar 3.4. Rangkaian Alat Fermentasi Xilitol Secara Kontinyu
3.2.3. Prosedur
Proses fermentasi xilitol secara bioteknologi terdiri atas tiga tahap utama, yaitu persiapan sel ragi,
proses fermentasi xilitol, dan analisis data hasil penelitian seperti pada Gambar 3.5.
B.1213.B.07 47
Gambar 3.5. Prosedur Penelitian
3.2.3.1 Persiapan Sel Ragi
Peremajaan sel ragi
Inokulasi
Fermentasi
Analisis
•Fermentasi Batch
•Fermentasi Fed-batch
•Fermentasi Kontinyutanpa imobilisasi seldan denganimobilisasi sel
RancanganPenelitian
•Xilitol
•Xilosa
•Sel
Data
•Perolehan
•Produktivit
asParameter
B.1213.B.07 48
3.2.3.1.1 Peremajaan Sel Ragi
Gambar 3.6. Peremajaan Sel Ragi
tidak
ya
Biakan ragi
lama
Tabung reaksi steril, jarum
ose, biakan ragi lama, dan
pembakar spritus
Bahan medium gula
dan nutrient lain
Larutan nutrien Larutan gula
Sterilisasi Sterilisasi
Mulai
Alat dan bahan disiapkan
Bahan medium gula dilarutkan dalam
aqua dm, nutrient lain dilarutkan
terpisah
Dicampurkan secara aseptik
Larutan dimasukkan ke tabung reaksi steril secara
aseptik dan ditunggu hingga mengeras
Satu ose ragi diolehkan ke agar baru secara aseptik
Biakan ragi baru diinkubasi
Apakah sel ragi
tumbuh?
Sel ragi baru tumbuh dalam
biakan agar miring baru
Selesai
Biakan agar
miring
1
B.1213.B.07 49
3.2.3.1.2 Proses Inokulasi
Gambar 3.7. Proses Inokulasi
Mulai
Alat dan bahan
disiapkan
Bahan medium gula dilarutkan
dalam aqua dm, nutrient lain
dilarutkan terpisah
Dicampurkan secara aseptik
Medium
inokulasi
Bahan
medium
inokulasi
Labu erlenmeyer
steril, jarum ose,
dan pembakar
spritus
Larutan gula Larutan nutrien
Sterilisasi Sterilisasi
Dicampurkan tiga ose mikroba
dari biakan agar secara aseptik
Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperatur 30oC
dan pH 5
Larutan inokulasi
Selesai
1
2
B.1213.B.07 50
3.2.3.1.2 Imobilisasi Sel
Gambar 3.8. Proses Imobilisasi Sel
Selesai
Mulai
Campurkan
dan aduk Aqua dm PVA atau
Ca-Alginat
Panaskan larutan,
hingga PVA/ Ca-
Alginat benar-benar
larut
Dinginkan hingga
30-40◦C
Sel
Sel dilarutkan dalam
aqua dm dengan
konsentrasi tertentu
Sel terlarut Campurkan larutan
Larutan diinjeksikan
Aduk perlahan
Saring Kristal
dengan kertas saring
Bilas Kristal dengan
aqua dm
Sel terimobilisasi
B.1213.B.07 51
3.2.3.2 Proses Fermentasi
Proses fermentasi batch, fed-batch, dan kontinyu hanya berbeda pada aliran masuk berupa
larutan nutrient dan aliran keluar. Pada batch, tidak terdapat aliran masuk maupun keluar
dari reaktor,.fed-batch, hanya terdapat aliran masuk reaktor, dan kontinyu, terdapat aliran
masuk maupun aliran keluar dari reaktor selama proses fermentasi berlangsung.
Untuk batch dan fed batch, sampel diambil setiap selang waktu tertentu, misal 3 jam.
Untuk kontinu, dilution rate diatur maksimal senilai laju pertumbuhan maksimum
mikroorganisme, sampel (pada fasa kontinu) diambil setiap waktu tinggal. Pada setiap
fermentasi diambil minimal empat data untuk pengukuran konsentrasi substrat dan
produk.
B.1213.B.07 52
3.2.3.2.1 Fermentasi Batch
Gambar 3.9. Proses Fermentasi
Mulai
Alat dan bahan
disiapkan
Bahan medium gula dilarutkan
dalam aquades, nutrient lain
dilarutkan terpisah
Dicampurkan secara aseptik
Medium fermentasi
Dicampurkan secara aseptik
Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperature 30oC dan pH 5
Larutan fermentasi
Selesai
Sampling 3
2
Labu Erlenmeyer
steril, jarum ose,
dan pembakar
spritus
Larutan gula
Sterilisasi
Bahan
medium
fermentasi
Larutan
nutrien
Sterilisasi
B.1213.B.07 53
3.2.3.2.2 Fermentasi Fed-batch
Gambar 3.10 Proses Fermentasi Fed-batch
Selesai
Mulai
Alat dan bahan
disiapkan
Bahan medium gula dilarutkan
dalam aquades, nutrient lain
dilarutkan terpisah
Dicampurkan secara aseptik
Medium fermentasi
Dicampurkan secara aseptik
Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperature 30oC dan pH 5
Larutan fermentasi
2
Labu Erlenmeyer
steril, jarum ose,
dan pembakar
spritus
Larutan gula
Sterilisasi
Bahan medium
fermentasi
Larutan
nutrien
Sterilisasi
Substrat dimasukkan
setiap rentang waktu
tertentu larutan substrat
sampling
Absorbansi dan
konsentrasi diukur
absorbansi dan
konsentrasi
B.1213.B.07 54
3.2.3.2.3 Fermentasi Kontinyu
Gambar 3.11. Proses fermentasi kontinyu
Mulai
Alat dan bahan
disiapkan
Bahan medium gula
dilarutkan dalam aquades,
nutrient lain dilarutkan
terpisah
Dicampurkan secara
aseptik
Medium
Dicampurkan secara
aseptik
Larutan diinkubasi dalam shaker pada temperature 30oC dan
pH 5
Larutan
Selesai
2
Labu
Erlenmeyer
steril, jarum ose,
dan pembakar
Larutan gula
Sterilisas
i
Bahan
medium
fermentasi
Larutan
nutrien
Sterilisasi
Substrat
dimasukkan ke
dalam fermentor
larutan
Produk
Absorbansi dan
konsentrasi
absorbansi dan
konsentrasi
B.1213.B.07 55
3.2.3.3 Tahap Analisis Hasil Penelitian
3.2.3.3.1 Pembuatan Kurva Baku Sel
Gambar 3.12. Pembuatan Kurva Baku Sel
Mulai
Alat dan bahan
disiapkan
Diambil 8 sampel : 50 mL; 25 mL; 16,7 mL; 12,5 mL; 10
mL; 8,3 mL; 7,1 mL; 6,3 mL
Diencerkan hingga 50 mL
Sampel pada berbagai konsentrasi
Diukur absorbansi
sentrifugasi Blanko Data absorbansi
Endapan Supernatan
Dikeringkan dengan
cawan petri hingga
berat konstan
Buang Selesai
Bandingkan dengan berat
cawan penguapan kosong
Massa sampel Dipetakan massa sel
kering terhadap
absorbansi sel Kurva baku sel
Selesai
3
B.1213.B.07 56
3.2.3.3.2 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel
Gambar 3.13. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Sel
Alat dan bahan disiapkan
Ukur absorbansi setiap waktu
tertentu dan dicatat
Spektrofotometer dan
kuvet 3
Mulai
Nilai absorbansi sampel
Pada waktu tertentu
Plot nilai absorbansi
sampel terhadap waktu
Waktu pertumbuhan
sel
Selesai
B.1213.B.07 57
3.2.3.3.3 Analisis menggunakan HPLC
Gambar 3.14. Analisis Menggunakan HPLC
3.2.4. Variasi
Empat variasi yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu fermentasi batch, fed-batch,
kontinyu dengan sel bebas, dan kontinyu dengan sel terimobilisasi. Masing-masing
variasi dilakukan secara duplo.
Mulai
Alat dan bahan disiapkan
Ambil sampel setiap
waktu tertentu
Sampel
disentrifugasi
Supernatan sampel diambil
dan disimpan di lemari es
Filtrasi supernatan
Analisis dengan HPLC
Selesai
Hasil komposisi
beberapa komponen
sampel
Larutan standar
dan alat HPLC
Analisis
dengan HPLC
Selesai
Beberapa
konsentrasi
larutan standar
Kurva kalibrasi
komponen
B.1213.B.07 58
3.3. Interpretasi Data
Data yang akan didapatkan pada percobaan ini adalah berat sel kering, konsentrasi xilitol
serta produk metabolik lainnya dan konsentrasi xilosa serta gula dalam substrat lainnya.
Berat sel kering (X)
Kurva baku sel yang disiapkan akan memiliki x sebagai absorbansi dan y sebagai berat
sel kering. Setelah data baku sel diperoleh, lakukan regresi linear untuk memperoleh
persamaan relasi absorbansi dan berat sel kering. Dari percobaan yang dilakukan, data
yang didapat adalah absorbansi larutan sampel hasil analisa spektrofotometer. Nilai
absorbansi yang didapatkan dihitung dengan persamaan relasi absorbansi dengan berat
sel kering sehingga diperoleh nilai berat sel kering sampel tersebut.
Konsentrasi Xilitol (P)
Konsentrasi xilitol didapatkan melalui analisis HPLC sehingga didapatkan xiltol dengan
konsentrasi (g/L) tertentu. Konsentrasi xylitol diperoleh dengan memasukkan data luas
puncak ke kurva kalibrasi konsentrasi xilitol.
Konsentrasi Xilosa (S)
Konsentrasi xilosa tersisa dalam fermentasi juga dilakukan dengan HPLC sehinggs
didapatkan xilosa dengan konsentrasi tertentu (g/L)
Dari ketiga data di atas maka yield dari percobaan ini dapat ditentukan dengan persamaan
3.1 dan 3.2
𝒀𝑿/𝑺 = −∆𝑿
∆𝑺=
𝑿 − 𝑿𝒐
𝑺𝒐 − 𝑺 (𝟑. 𝟏)
𝑌𝑃/𝑆 = −∆𝑃
∆𝑆=
𝑃 − 𝑃𝑜
𝑆𝑜 − 𝑆 (3.2)
Yx/s menyatakan yield biomassa terhadap substrat dan Yp/s menyatakan yield produk
terhadap substrat.
Nilai produktivitas ditentukan dengan menghitung produk dibagi dengan volume dan
waktu yang diperlukan untuk melakukan sekali fermentasi.
B.1213.B.07 59
Produktivitas fermentasi batch ditentukan dengan terlebih dulu menentukan waktu siklus
(tc) melalui persamaan 3.3.
𝑡𝑐 = (1
𝜇𝑚𝑎𝑘𝑠) 𝑙𝑛
𝑋𝑚𝑎𝑥
𝑋𝑜+ 𝑡𝑙𝑎𝑔 𝑝ℎ𝑎𝑠𝑒 (3.3)
Setelah menghitung tc, maka produktivitas fermentasi batch dan dapat dihitung dengan
persamaan 3.4.
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑌𝑥
𝑠.𝑆𝑜
𝑡𝑐+𝑡𝑚𝑎𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑎𝑛𝑐𝑒 (3.4)
Produktivitas fermentasi fed-batch dapat dihitung dengan menghitung waktu siklus
fermentasi fed-batch (tw) melalui persamaan 3.5.
𝑡𝑤 =(𝑉𝑤−𝑉0)
𝐹 (3.5)
Vw adalah volume medium fermentasi pada akhir siklus, Vo adalah volume medium awal
sebelum ditambahkan substrat baru, sedangkan F adalah laju umpan yang dimasukkan ke
dalam fermentor. Setelah diketahui tw, maka nilai produktivitas dapat dihitung dengan
persamaan 3.6.
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝑌𝑥
𝑠.𝑆𝑜
𝑡𝑤 (3.6)
Produktivitas fermentasi kontinyu dan dihitung dengan persamaan 3.7.
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝜇𝑚𝑎𝑘𝑠. 𝑌𝑥/𝑠. 𝑆𝑜 (3.7)
B.1213.B.07 60
3.4. Jadwal
Jadwal penelitian ini disajikan pada tabel 3.6.
Tabel 3.6. Jadwal Penelitian
Percobaan Mei Agustus September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan alat dan
bahan
Peremajaan sel
Pembuatan
inokulum
Pembuatan medium
fermentasi
Tempuhan 1
Tempuhan 2
Tempuhan 3
Tempuhan 4
Tempuhan 5
Analisis berat sel
kering
Analisis HPLC
Pengolahan data
Pembuatan laporan
B.1213.B.07 61
DAFTAR PUSTAKA
1. Achmadi, S.S. 1989. Kimia Kayu. Diktat PAU Ilmu Hayati. IPB. Bogor
2. Ahmed SA. 2006. Invertase production by Bacillus macerans immobilized on
calcium alginate beads. J. of App. Sci. Research 4: 1777-1781.
3. Ahmed Z. 2001. Production of natural and rare pentoses using microorganisms and
their enzymes. Electronic J Biotechnol 4:2.
4. Anastasia, Astrid. 2012. “Xylitol : Pengganti Gula yang Menyehatkan”.
http://www.preventionindonesia.com. 21 Februari 2013.
5. Anggraini, F. 2003. Kajian Ekstraksi dan Hidrolisis Xilan dari Tongkol Jagung (Zea
mays L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
6. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.2012.Luas Tanaman Perkebunan Besar
Menurut Jenis Tanaman, Indonesia". http://www.bps.go.id. 20 Februari 2013.
7. Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. 2012. “Produksi Perkebunan Besar
menurut Jenis Tanaman, Indonesia”. http://www.bps.go.id. 20 Februari 2013.
8. Beutler HO, Becker J. 1977. Enzymatische bestimmung von D-sorbit und xylit in
lebensmitteln. Deutsche LebensmittelnRundschau 6: 182-187.
9. Breuer, Uta dan Hauke Harms.2006.”Debaryomyces hansenii — an extremophilic
yeast with biotechnological potential”. Yeast 2006; 23: 415–437.
http://www.researchgate.net/publication/7129904_Debaryomyces_hansenii--
an_extremophilic_yeast_with_biotechnological_potential/file/d912f50178047cc501.
10. Buckl, H, Fahn, R. Hofstadt, dan C. Ernst. 1976. Process for Obtaining Xylitol from
Natural Products Containing Xylan. United States Patent: 3980719.
11. Cao, N.J, Xu, Q. and Chen, L.F. 1995. Xylan Hydrolysis in Zinc Chloride Solution.
Appl Biochem Biotechnol, 51/52, 97.
12. Carvalho, W, dkk. 2001. “Improvement in Xylitol Production from Sugarcane
Bagasse Hydrolysate Achieved by the Use of a Repeated-Batch Immobilized Cell
System”. http://www.znaturforsch.com/ac/v57c/s57c0109.pdf
13. Choi JH, Moon K, Ryu YW, Seo JH. 2000. Production of xylitol in cell recycle
B.1213.B.07 62
fermentations of Candida tropicalis. Biotechnol. Lett. 22: 1625-1628.
14. Crueger W, Crueger A. 1982. Biotechnology: a Textbook of Industrial
Microbiology. Sunderland: Sinauer.
15. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. 2006. "Pedoman Pengelolaan Limbah
Industri Kelapa Sawit". Jakarta: Ditjen PPHP.
16. Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Sawit hal. 7
17. Departemen Pertanian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kelapa Sawit hal. 1
18. El-Batal A dan Salwa A. Khalaf. 2004. “Xylitol Production from Corn Cobs
Hemicellulosic Hydrolysate by Candida tropicalis Immobilized Cells in Hydrogel
Copolymer Carrier”. http://www.fspublishers.org/ijab/past-
issues/IJABVOL_6_NO_6/31.pdf.
19. Elander, R. and T. Hsu. 1995. Processing and Economic Impacts of Biomass
Delignification for Ethanol Production. Appl. Biochem Biotechnol, 51/52, 463.
20. Fengel, D. dan Wegener. 1995. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions.
Terjemahan S. Hardjono. UGM. Press, Yogyakarta.
21. Food and Agriculture Organization (FAO). 2000. FAO Agricultural Service Bulletin
148; Small-scale palm oil processing in
Africa.http://www.fao.org/DOCREP/005/Y4355E/y4355e03.htm [14 April 2012]
22. Forrest SI, Robinow CF, Lachance MA. 1987. Nuclear behaviour accompanying
ascus formation in Debaryomyces polymorphus. Can J Microbiol 33: 967–970.
23. Foster-Powell, K.; Susanna H.A.H.; Janette C. Brand-Miller, “International Table of
Glycemic Index and Glycemic Load Values: 2002”, The American Journal of
Clinical Nutrition (76) 2002, 5-56.
24. Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh Gardjito, M, S. Naruki, A. Murdiati,
Sardjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
25. Gare N. D, Fran, “The Sweet Miracle of Xylitol: The All Natural Sugar Substitute
Approved by the FDA as a Food Additive”, US: Basic Health Publications, Inc, 2003
(hlm 7-8)
26. Girio FM, Pelica F, Amaral-Collaco MT. 1996. Characterization of xylitol
dehydrogenase from Debaryomyces hansenii . Appl Biochem Biotechnol 56: 79–87.
B.1213.B.07 63
27. Gong CS, Chen LF, Tsao GT. 1981. Quantitative production of xylitol from D-
xylose by a high xylitol producing yeast mutant Candida tropicalis HXP2.
Biotechnology Letters 3: 130-135.
28. Granstrom T. 2002. Biotechnological production of xylitol with Candida yeasts.
[tesis]. Finlandia: Universitas Teknologi Helsinki.
29. Hallborn et al. 1994. The influence of cosubstrate and aeration on xylitol formation
on recombinant Saccharomyces cerevisiae expressing the XYL 1 gene. J of Appl
Microbial Biotechnol 42: 326-333.
30. Hespell, R. B, Bryan, M. Moniruzzaman, and R. J. Bothast. 1997. Hydrolysis by
Commercial Enzyme Mixtures of AFEX-Treated Corn Fiber and Isolated Xylans.
Appl. Biochem. Biotechnol, 62, 87.
31. Horitsu dkk. 1992. Production of xylitol from D-xylose by Candida tropicalis:
optimization of production rate. Biotech. Bioeng. 40: 1085-1091.
32. Indonesia Palm Oil Advocacy Team - Indonesian Palm Oil Board. 2010. Facts Of
Indonesian Oil Palm hal. 10.
33. Judoamidjojo, R.M, E.G. Said, L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Depdikbud. Dirjen
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor
34. Ko BS, Kim J, Kim JH. 2006. Production of xylitol from D-xylose by a xylitol
dehydrogenase gene-disrupted mutant of Candida tropicalis. Appl Environ
Microbiol 72:6.
35. Kosaric, H, A. Wieczorek, G.P. Cosentino, R.J. Magee dan J.E. Prenosil. 1983.
Ethanol Fermentation. Di dalam H. Dellweg. Biotechnology Vol.3. Verlag Chemie,
Weinheim.
36. Kurakake, M, K. Ouchi, W. Kisaka, dan T. Komaki. 2005. Production of L-
arabinose and Xylose from Corn Hull and Bagasse. J. Appl. Glycosci. Vol. 52: 281-
285.
37. Ladish, M.R. 1989. Hydrolysis of Wheat Straw Hemicellulose with Trifluoroacetic
Acid. Di dalam Biomass Handbook. Kitani, O. and C.W. Hall. Gordon and Breach
Science Publisher, New York, p. 435.
38. Meinander NQ dan Hahn-Hagerdal B. 1997. Influence of cosubstrate concentration
on xylose conversion by recombinant, XYL1- expressing S.cerevisiae: a comparison
B.1213.B.07 64
of different sugar and ethanol as cosubstrate. J of Appl Environ Microbiol 63: 1959-
1964.
39. Mohamad, N. L.; Kamal S. M. Mustapa; Liew A. G. 2009. “Effects of Temperature
and pH on Xylitol Recovery from Oil Palm Empty Fruit Bunch Hydrolysate by
Candida tropicalis”. Journal of Applied Sciences 9 (17) hal. 3192-3195
40. Mussato et al. 2006. Fermentation performance of Candida guilliermondii for
xylitol production on single and mixed substrate media. Appl. Microbiol Biotechnol
72: 681-686.
41. Oetomo, Victor Prasetyo dan Angela Bella Ardina, Biosintesis Xylitol Dengan
Menggunakan Mikroba, Laporan Penelitian Program Studi Teknik Kimia Fakultas
Teknologi Industri ITB, 2011.
42. Oh DK, Kim SY. 1998. Increase of xylitol by feeding xylosa and glucose in
Candida tropicalis. J. Appl Microbiol Biotechnol 50:419-425.
43. Parajó, J. C.; Herminia D.; José Manuel D, “Biotechnological Production of Xylitol.
Part 1: Interest of Xylitol and Fundamentals of Its Biosynthesis”, Bioresource
Technology (65) 1998, 191-201.
44. Parajó, J. C, Herminia D.; José Manuel D, “Biotechnological Production of Xylitol.
Part 2: Operation in Culture Media Made with Commercial Sugars”, Bioresource
Technology (65) 1998, 203-212.
45. Parajó, J. C, Herminia D.; José Manuel D, “Biotechnological Production of Xylitol.
Part 3: Operation in Culture Media Made with Lignocellulose Hydrolysates”, 1998,
Bioresource Technology (66) 1998, 25-40.
46. Pelczar MJJr, Chen ECS. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1.
Hadioetomo RS, Imas T, Tjirosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta: UI Press.
Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
47. Pessoa, A, I.M. Mancilha dan S. Sato. 1997. Acid Hydrolysis of Hemicellulose from
Sugarcane Bagasse. Braz. J. Chem. Eng. vol. 14 no. 3.
48. Rao et al. 2004. Xylitol production by Candida sp.: parameter optimization using
Taguchi approach. Process Biochem 39: 951-956.
49. Ratledge C. 1986. Lipids. In Biotechnology, vol 4. VCH:Weinheim; 185–198.
B.1213.B.07 65
50. Rodrigues, D.C.G.A., S.S.Silva, dan M.G.A.Felipe. 1998. Using Response Surfanse
Methodology to Evaluate Xylitol Production by Candida Guilliermondii by Fed-
batch Process with Exponential Feeding Rate. Journal of Biotechnology 62:73-77.
51. Saarela U, Leiviska K, Juuso E. 2003. Modelling of fed batch fermentation process.
Oulu: University of Oulu.
52. Saddler,J.N. 1993. Bioconversion of Forest and Agricultural Plant Residues. CAB
International. United Kingdom.
53. Saha BC, Bothast RJ. 1996. Production of L-arabitol from L-arabinose by Candida
entomae and Pichia guilliermondii. Appl. Microbiol Biotechnol 45: 299-306.
54. Sampaio FC, WB Silveira, VMC Alves, FML Pasos, JLC Coelho. 2003. Screening
of filamentous fungi for production of xylitol from D-xylose. Braz J. Microbiol 34:
325- 328.
55. Santos et al. 2008. Use of sugarcane bagasse as biomaterial for cell immobilization
for xylitol production. J. Food Engineering 86:542-548.
56. Setyamidjaja, Djoehana. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budi Daya, Panen, dan
Pengolahan hal 28-31
57. Shuler, Michael L, dan Fikret Kargi.2002.”Bioprocess Basic Concepts 2nd
Edition”. Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ.
58. Silva SS, Afschar AS. 1994. Microbial production of xylitol from D-xylose using
Candida tropicalis. Bioprocess Eng 11: 129-134.
59. Sirisansaneeyakul S, Staniszewski M, Rizzi M. 1995. Screening of yeasts for
production of xylitol from D-xylose. J.of Fermentation and Bioengineering 6 (80):
565-570.
60. Sjostrom, E. 1995. Wood Chemistry. Jilid II. Diterjemahkan oleh Hardjono S. UGM
Press, Yogyakarta.
61. Soltes Ed.J. 1983. Wood and Agricultural Residues. Research on Use for Feed,
Fuels, and Chemicals. Academic Press, New York.
62. Sukarta, I Nyoman. 2008. “ADSORPSI ION Cr3+ OLEH SERBUK GERGAJI
KAYU ALBIZIA(Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap
Limbah Logam Berat”. http://damandiri.or.id/file/nyomansukartaipbbab2.pdf
B.1213.B.07 66
63. Suryadi, H., T. Katsuragi., N. Yoshida., S. Suzuki, dan Y. Tani. 2000. “Polyol
Production by Culture of Methanol Utilizing Yeast”. Journal of Bioscience and
Bioengineering 89(3).
64. Toyoda, Tomoyuki; Ohtaguchi, Kazuhisa. 2009. “Xylitol Production from Lactose
by Biotransformation”. Journal Biochemical Technology 2 (1) hal. 126-132
65. Tran, Lie Ha, et al. 2004. “ The Production of Xylitol by Enzymatic Hydrolisis of
Agricultural Wastes”. Biotechnology and Bioprocess Engineering (9) hal. 223-228.
66. Uhari M, T Kontiokari, M Koskela, M Niemela. 1996. Xylitol chewing gum in
prevention of acute otitis media: double blind randomized trial. Br Med Journal
313: 1180-1184.
67. Vandeska E, S Amartey, S Kuzmanova, TW Jeffries. 1996. Fed-batch culture for
xylitol production by Candida boidinii. Process Biochem 33: 63-67.
68. Vongsuvanlert V dan Tani, Y. 1989. “Xylitol Productiol by Methanol Yeast,
Candida boidinii (Kloeckera sp.)No. 2201”. Journal of Fermentation and
Bioengineering 67 (1).
69. Walther T, Hensirisak P, Agblevor FA. 2001. Influence of aeration and
hemicellulosic sugars on xylitol production by Candida tropicalis. J. Biores Technol
76: 213-220.
70. Wayman, M. 1986. Cellulose. Wiley-Interscience, New York, p.265.
71. Wenzl, H.F.J. 1990. The Chemical Technology of Wood. Academic Press, New
York.
72. Whistler, R.L. 1950. Xylan. Di dalam Hudson, C.S. dan Sidney (eds). Advances in
Carbohydrate Chemistry. Volume V. General Polysaccharides. Academic Press,
New York.
73. Widiastuti, Happy; Panji, Tri. 2007. “Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit
Sisa Jamur Merang (Volvariella volvacea) (TKSJ) sebagai Pupuk Organik pada
Pembibitan Kelapa Sawit”, Menara Perkebunan 75 (2), 70-79.
74. Widowati S. 2007. Sehat dengan pangan indeks glikemik. [terhubung berkala].
75. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
76. Windarti, Wiwin. 2010. “Optimasi Konsentrasi Arabinosa Sebagai Ko-substrat
Untuk Produksi Xilitol Oleh Sel Amobil Candida tropicalis”. http:
repository.ipb.ac.id 3 Maret 2012.
B.1213.B.07 67
77. Winkelhausen., E dan S. Kuzmanova. 1998. “Microbial Conversion of the Xylose to
Xylitol”. Journal of Fermentation and Bioengineering 86 (1):1-14.
78. Witjaksana, D. (2006). Toward sustainable palm oil development in Indonesia. In
Proc. Inter. Oil Palm Conf. Denpasar, 19-23 June 2006. p. 1-12.
79. Yahashi et al. 1996. Production of xylitol from D-xylosa by Candida tropicalis: the
effect of D-glucose feeding. J. Fermentation Engineering 81: 148-152.
80. Yulianto et al. 2005. Kinetika fermentasi pada produksi xilitol dengan penambahan
arabinosa dan glukosa sebagai ko-substrat oleh Candida shehatae way 08. J.Teknol.
dan Industri Pangan 16: 3.
B.1213.B.07 68
DAFTAR SIMBOL
P = Konsentrasi xilitol saat t
Po = Konsentrasi xilitol awal
Qp = Laju volumetrik pembentukan produk
Qs = Laju volumetrik konsumsi substrat
S = Konsentrasi xilosa saat t
So = Konsentrasi xilosa awal
X = Berat sel kering saat t
Xo = Berat sel kering awal
YX/S = Perolehan biomassa dari substrat yang terkonsumsi
YP/S = Perolehan produk dari substrat yang terkonsumsi
μ = Laju pertumbuhan mikroba
μmax = Laju pertumbuhan maksimum
tc = Waktu siklus fermentasi batch
tmaintenance = Waktu persiapan dan pembersihan fermentor
tw = Waktu siklus fermentasi fed-batch
Xmax = Jumlah biomassa maksimum
tlag phase = Waktu mikroorganisme melewati fasa lag
Vw = Volume medium fermentasi pada akhir siklus
Vo = Volume medium awal sebelum ditambahkan substrat baru
F = Laju umpan yang dimasukkan ked dalam fermentor
B.1213.B.07 69
LAMPIRAN A
PROSEDUR OPERASI ALAT PERCOBAAN DAN MSDS
B.1213.B.07 70
Prosedur Operasi Alat Percobaan dan MSDS
Operation Procedure of Experimental Setup and MSDS
Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat
Tandan Kosong Sawit
Nama Mahasiswa Arti Murnandari 13010036
Jasmiandy 13010063
Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
Prosedur Operasi Alat Percobaan
A.1. Autoklaf
Gambar A. Autoklaf
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Siapkan bahan yang akan disterilkan
3. Tekan tombol on dan atur jenis sterilisasi menjadi mode liquid (121◦C, 10 atm
selama 15 menit)
4. Masukkan Fermentor terlebih dahulu, kemudian masukkan medium fermentasi
serta alat-alat yang ingin disterilkan
5. Tutup autoklaf dan pastikan terkunci dengan baik
6. Tekan tombol start
B.1213.B.07 71
7. Ketika alarm bunyi, buka autoklaf, dan keluarkan bahan yang telah disterilkan
8. Tekan tombol off dan putuskan dari sambungan listrik
A.2. Biological safety cabinet
Gambar B. Biological Safety Cabinet
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Tekan tombol on, buka penutup sampai batas sash heigh
3. Masukan bahan yang ingin disterilkan
4. Tekan tombol UV dan atur waktu selama 15 menit
5. Buka lagi penutup hingga batas sash heigh, tekan tombol blower dan tunggu
hingga 3 menit
6. Proses persiapan sel ragi sudah dapat dilakukan didalam alat ini
7. Tekan tombol blower, tombol off
8. Putuskan colokan dari sambung listrik
B.1213.B.07 72
A.3. Fermentor
Gambar C. Fermentor
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Tekan tombol on, masukan medium kedalam fermentor
3. Pasang perlengkapan fermentor seperti alat pengukur temperatur, pH, ketinggian
cairan, kondensor, dan batang pengaduk
4. Lakukan sterilisasi fermentor
5. Pasang motor pada fermentor dan masukkan inokulum ke dalam fermentor secara
aseptik. Tutup lubang untuk memasukkan inokulum
6. Lakukan kalibrasi pada alat pengendali fermentor
7. Set laju agitasi, temperatur, pH, dan DO (dissolved oxygen) yang diinginkan
8. Sambungkan selang ke pompa asam, basa, dan antifoam
9. Tekan tombol on pada pengaturan agitasi, temperatur, pH, dan DO
B.1213.B.07 73
A.4. HPLC
Gambar D. HPLC
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Tekan tombol on pada alat reflactive index detector, autosample,kolom, dan
isocractic pump
3. Nyalakan komputer
4. Naikan suhu kolom dan detektor secara bertahap (naikkan 10◦C setiap 15 menit
agar HPLC tidak cepat rusak) hingga suhu kolom dan detector menjadi 60◦C dan
40◦C.
5. Naikkan laju alir hingga 0,1
6. Isi data sampel di komputer
7. Lakukan Run
8. Setelah analisis selesai, turunkan laju alir dan temperatur
9. Tekan tombol off pada alat reflactive index detector, autosample,kolom, dan
isocractic pump
10. Putuskan dari sambungan listrik
B.1213.B.07 74
A.5. Inkubator Shaker
Gambar E. Inkubator shaker
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Tekan tombol on
3. Atur waktu inkubasi, laju putaran, dan suhu inkubasi
4. Buka penutup shaker
5. Masukkan inokulum ke dalam shaker
6. Tutup shaker dan tekan tombol start
7. Setelah waktu inkubasi selesai, keluarkan inokulum
8. Tekan tombol off dan putuskan dari sambungan listrik
B.1213.B.07 75
A. 6. Mikroskop
Gambar F. Mikroskop
1. Nyalakan mikroskop dengan menekan tombol
2. Atur pencahayaan
3. Buka diafragma hingga terbuka penuh
4. Letakkan preparat atau counting chamber yang akan diamati di atas meja sediaan.
5. Peganglah lengan mikroskop dengan salah satu tangan dan tangan lain menyangga
kaki mikroskop. Letakkan mikroskop di atas meja pengamatan dengan bagian
lengan tepat berada di hadapan pengamat. Lalu, bersihkan lensa dan cermin
dengan menggunakan kertas tisu. Setelah dibersihkan, pasangkan lensa okuler
dengan perbesaran lemah.
6. Agar didapat medan penglihatan yang baik, putarlah revolver sehingga diperoleh
perbesaran terkecil pada lensa objektif yang searah dengan lensa okuler dan tubus
okuler.
7. Untuk mencari fokus, lakukanlah dengan dua cara berikut ini :
a. Perbesaran lemah. Lensa okuler dengan perbesaran 5 kali dan lensa objektif
dengan perbesaran 10 kali dapat diartikan bahwa preparat diamati dengan
perbesaran 50 kali. Dengan cara menurunkan lensa okuler serendah mungkin,
lensa objektif juga diturunkan sampai berjarak kira-kira 8 mm dari kaca
preparat. Setelah itu, arahkan salah satu mata kalian ke lubang lensa okuler
sambil memutar-mutar makrometer sampai diperoleh gambaran preparat yang
B.1213.B.07 76
jelas.
b. Perbesaran kuat. Lensa okuler dengan perbesaran 12,5 dan lensa objektif
dengan perbesaran 60 kali sehingga preparat dapat diamati dengan perbesaran
750 kali. Mulailah dengan menutup preparat dengan kaca penutup, lalu
naikkan kondensor sampai mau menyentuh kaca preparat (objek), kemudian
bukalah diafragma selebar-lebarnya dan turunkan lensa objektif sampai
hampir menyentuh kaca penutup preparat. Setelah itu, dengan makrometer,
naikkan lensa objektif sampai diperoleh gambaran preparat yang jelas.
8. Setelah mikroskop selesai digunakan, bersihkanlah lensa objektif
dengan menggunakan xylol.
A.7. Sentrifuga
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Masukkan sampel ke dalam mikrotube
3. Pastikan sampel yang ingin di sentrifugasi berjumlah genap agar saat proses
sentrifugasi berlangsung seimbang
4. Atur posisi penempatan sampel dalam alat sentrifugasi secara berlawanan agar
seimbang proses sentrifugasi
5. Atur waktu dan kecepatan proses sentrifugasi
6. Tekan tombol off dan putuskan dari sambungan listrik
B.1213.B.07 77
A.8. Spektrofotometer
Gambar H. Spektrofotometer
1. Sambungkan colokan ke sambungan listrik
2. Tekan tombol on
3. Atur panjang gelombang yang akan digunakan
4. Masukan blanko ke dalam kuvet dan lakukan set blanko sehingga nilai absorbansi
yang terbaca adalah 0
5. Masukkan sampel kedalam kuvet dan lakukan homogenisasi
6. Masukkan sampel ke dalam spektrofotometer dan baca nilai absorbansi
7. Tekan tombol off, dan putuskan dari sambungan listrik
B.1213.B.07 78
A.9. Wet test meter
Gambar I. Wet Test Meter
1. Sediakan wet test meter.
2. Hubungkan selang aliran gas yang akan diukur laju alirnya
3. Nyalakan aliran gas, atur pengukuran pada rotameter.
4. Hitung waktu yang diperlukan untuk wet test meter melakukan sekali putaran.
5. Variasikan ukuran pada rotameter, dan ulangi langkah 4.
B.1213.B.07 79
MSDS
Tabel A.1. MSDS Penelitian
No Bahan Sifat Bahan Tindakan Penanggulangan
1 Agar Menyebabkan iritasi
mata, gangguan
pernafasan dan
pencernaan.
Padatan Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit. Bila terhirup segera cari
udara segar. Bila tertelan, jangan dipaksa
dimuntahkan dan longgarkan pakaian
yang ketat.
2 Aqua dm Tidak berbahaya bagi
mata, kulit dan tidak
berbahaya bila tertelan
atau terhirup.
Cairan tidak berbau
dan tidak berwarna
Titik didih: 100°C
Tidak diperlukan.
3 Aluminiu
m Sulfat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Padatan putih tidak
berbau
Titik didih: 117°C
Titik leleh: 105°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis.
4 Amonium
Sulfat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Padatan tidak berbau
Titik leleh: 280°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis.
5 Asam
Borat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan,
mempengaruhi sistem
saraf, hati, dan ginjal
Padatan tidak berbau
Titik didih: 300°C
Titik leleh: 169°C
Hindari pemanasan
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis.
6 Asam
Nikotinat
(Niasin)
Sangat berbahaya bila
terkena kulit, mata dan
terhidup. Berbahaya
bila tertelan.
Padatan
Titik leleh: 236,6°C
Bilas mata dengan air paling tidak 15
menit. Bilas kulit dengan air dan sabun
yang tidak bersifat abrasif. Bila terhirup
segera cari udara segar.
7 Asam
Sulfat
Berbahaya bila terkena
kulit, mata, terhirup
dan tertelan.
Cairan tidak berwarna,
berbau ketika panas,
memiliki rasa asam
kuat.
Titik didih: 270°C
Titik leleh: -35°C
(kemurnian 93%
hingga 100%)
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit. Bilas kulit dengan sabun
disinfektan. Bila terhirup segera cari
udara segar. Bila tertelan, jangan dipaksa
dimuntahkan dan longgarkan pakaian
yang ketat.
8 Bacto
Malt
Extract
Tidak mengandung
komponen berbahaya.
Serbuk yang memiliki
bau khas
Bila terkena kulit bilas dengan air dan
sabun. Bila terkena mata segera bilas
dengan air paling tidak 15 menit. Bila
saat terhirup dan tertelan menimbulkan
gangguan pernafasan, serta setelah
kontak dengan mata menimbulkan iritasi,
segera hubungi dokter.
9 Bacto
Yeast
Extract
Tidak mengandung
komponen berbahaya.
Serbuk berwarna krem
yang memiliki bau
khas
Bila terkena kulit dan mata segera bilas
dengan air paling tidak 15 menit. Bila
saat terhirup dan tertelan menimbulkan
gangguan pernafasan, serta setelah
kontak dengan mata menimbulkan iritasi,
segera hubungi dokter.
10 Besi
Sulfat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan,
mempengaruhi hati
Padatan berwarna
hijau –biru, tidak
berbau
Titik leleh: 64°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis.
11 d-biotin Menyebabkan iritasi
kulit
Kristal putih
Titik leleh: 229°C
Hindari pemanasan
Bilas kulit dengan air paling tidak 15
menit
12 Glukosa Menyebabkan iritasi
kulit dan mata.
Padatan putih
Titik leleh: 146°C
Bilas kulit dengan air paling tidak 15
menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.
B.1213.B.07 80
13 Kalsium
Klorida
Dihidrat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Padatan tidak berbau
Titik leleh: 175,5°C
Higroskopik
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
14 Kalsium
Pantotena
t
Berbahaya bila terkena
mata. Menyebabkan
iritasi kulit, gangguan
pernafasan dan
gangguan pencernaan.
Padatan berwarna
putih, hampir tidak
memiliki bau,
memiliki rasa manis
dan aftertaste pahit.
Titik leleh: 195°C
Bilas mata dengan air paling tidak 15
menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.
Bila terhirup segera cari udara segar.
Bila tertelan, jangan dipaksa
dimuntahkan dan longgarkan pakaian
yang ketat.
15 Kobalt
Klorida
Dihidrida
Mempengaruhi sistem
saraf, hati, dan ginjal;
alergi saluran
pernafasan,
mempengaruhi kerja
tiroid, paru-paru, dan
ginjal
Kristal merah tidak
berbau
Titik didih: 110°C
Titik leleh: 86°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
16 Magnesiu
m Sulfat
Berbahaya jika tertelan
Tidak berbau,
berwarna putih
Titik leleh: 1120-
1150°C
Hindari api dan
pemanasan
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
17 Mangan(I
I) Sulfat
Tetrahidra
t
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Padatan berwarna
merah muda
Titik leleh: 26-27°C
Hindari pemanasan
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
18 Myo-
inositol
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
dan pencernaan.
Padatan putih
Titik leleh: 224,5°C
Bilas mata dengan air paling tidak 15
menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.
Bila terhirup segera cari udara segar.
Bila tertelan, jangan dipaksa
dimuntahkan dan longgarkan pakaian
yang ketat.
19 Piridoksal
Hidroklor
ida
Berbahaya bila terkena
mata dan tertelan.
Menyebabkan iritasi
kulit dan gangguan
pernafasan.
Padatan
Titik leleh: 165°C
(terdekomposisi)
Bilas terkena mata segeran cari
pertolongan medis. Bilas kulit dengan air
dan sabun yang tidak bersifat abrasif.
Bila terhirup segera cari udara segar.
Bila tertelan, jangan dipaksa
dimuntahkan dan longgarkan pakaian
yang ketat.
20 Kalium
Iodida
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Kristal putih tidak
berbau
Titik didih: 1330°C
Titik leleh: 681°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
21 Kalium
Fosfat
Monobasi
c
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Kristal padat putih,
tidak berbau
Titik leleh: 253°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
22 Sodium
Molibdat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Serbuk putih, tidak
berbau
Titik leleh: 687°C
Hindari api,
pemanasan dan kondisi
lembab
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
23 Tembaga
Sulfat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan;
mempengaruhi sistem
saraf, hati, dan ginjal
Kristal putih keabuan
hingga putih
kehijauan, tidak berbau
Titik leleh: 200°C
Hindari kondisi
lembab
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
24 Thiamin
hidroklori
Sangat berbahaya bila
terkena mata.
Padatan
Titik leleh: 248°C
Bilas mata dengan air paling tidak 15
menit. Bilas kulit dengan air dan sabun.
B.1213.B.07 81
da Berbahaya bila tertelan,
terhirup. Menyebabkan
iritasi kulit.
(terdekomposisi) Bila terhirup segera cari udara segar.
Bila tertelan, jangan dipaksa
dimuntahkan dan longgarkan pakaian
yang ketat.
25 Xilosa Berbahaya jika
terhirup. Menyebabkan
iritasi kulit, mata dan
dapat berbahaya bila
tertelan.
Serbuk putih
Titik leleh: 144,5°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit. Bila terhirup segera cari
udara segar.
26 Zinc
Sulfat,7-
hidrat
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Kristal tidak berwarna,
tidak berbau
Titik leleh: 100°C
Hindari kondisi
lembab dan pemanasan
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit, pernafasan buatan,
pertolongan medis
27 Polivini
alkohol
Menyebabkan iritasi
mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Serbuk tidak berwarna,
tidak berbau
Titik leleh: 200°C
Bilas mata dan kulit dengan air paling
tidak 15 menit. Bila terhirup segera cari
udara segar, pernafasan buatan,
pertolongan medis
28 Ca-alginat Menyebabkan diare,
iritasi mata, kulit, serta
gangguan pernafasan
Serbuk berwarna putih
dan sedikit berbau
Bilas mata dengan air banyak selama 15
menit, jika terkena kulit, basuh kulit
dengan air dan sabun, jika terminum,
jangan dimuntahkan, minum air 1-3
gelas, jika terdapat kesulitan bernapas,
berikan oksigen.
B.1213.B.07 82
S.04
Kecelakaan yang mungkin terjadi Penanggulangan
Tabung biakan pecah menyebabkan
kontaminasi
Bersihkan dan sterilkan tempat tersebut
dengan menyemprotkan alkohol
Tangan terluka karena menyentuh alat
panas
Hindari panas dari benda-benda saat
peralatan bekerja dan menggunakan
sarung tangan
Kapas terbakar Hindari kapas dari sumber api saat
melakukan proses pemindahan biakan
dari agar miring ke labu inokulasi atau
dari labu inokulasi ke fermentor
Larutan fermentasi tumpah dari
fermentor
Bersihkan dan keringkan
Perlengkapan keselamatan kerja
Bandung, 6 Mei 2013
Ketua Satuan Tugas Keselamatan Kerja,
Dr. Yogi Wibisono Budhi
Dosen Pembimbing,
Dr. Made Tri Penia Kresnowati
Safety Unit Last updated: Mei 2013
Contact: 2500989 ext 424
.. Biakan agar dibuat dengan cara aseptik,
hati-hati saat dekat dengan api
.. Proses sterilisasi alat dengan autoklaf
Jangan ditinggal
.. Pastikan kebersihan lingkungan kerja
supaya tidak terkontaminasi
.. Jika terjadi kebocoran, segera
dibersihkan
.. Sterilkan hasil fermentasi sebelum
dibuang
.. Pastikan hubungan listrik dan panas
sudah terputus
Pasca Percobaan
Percobaan Berlangsung Persiapan Bahan dan Alat
B.1213.B.07 83
INSTRUKSI KERJA
(WORK INSTRUCTION)
Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat Tandan
Kosong Sawit
Nama Mahasiswa Arti Murnandari NIM 13010036
Jasmiandy NIM 13010063
Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
1. Siapkan medium agar untuk peremajaan mikroba.
2. Oleskan mikroba ke dalam medium agar yang telah disiapkan lalu inkubasikan di
dalam inkubator bertemperatur 30oC selama 2 hari.
3. Siapkan fermentor dan labu erlenmeyer yang diperlukan untuk tempat nutrien dan
gula serta untuk keperluan inokulasi.
4. Siapkan larutan nutrien untuk fermentasi dan larutan gula sebagai substrat.
5. Sterilisasi nutrien dan larutan gula.
6. Ambil 3 ose mikroba dari biakan yang telah diremajakan selama 2 hari dan
kemudian masukkan ke dalam labu inokulasi.
7. Lakukan proses inokulasi selama 2 hari dengan meletakkan labu inokulasi di atas
shaker.
8. Nyalakan shaker.
9. Setelah 2 hari dari proses inokulasi, matikan shaker.
10. Ambil labu inokulasi dan masukkan ke dalam fermentor yang telah berisi nutrien
dan larutan gula.
11. Atur kondisi proses fermentasi
12. Ambil sampel dengan menggunakan syringe melalui selang yang ada pada
fermentor.
13. Analisis sampel menggunakan spektrofotometer dan HPLC
14. Lakukan fermentasi selama kurang lebih 2-3 hari.
15. Setelah alat selesai digunakan:
a. Matikan fermentor dan bersihkan
b. Bersihkan alat-alat yang telah digunakan.
c. Keringkan.
B.1213.B.07 84
CATATAN KESELAMATAN
Selalu pastikan bahwa meja dan daerah di sekitar Anda sudah bersih dan kering
sebelum meninggalkan ruangan laboratorium
B.1213.B.07 85
HAZOP (Hazard and Operability) Alat Percobaan
Hazop (Hazard and Operability) of Experimental Setup
Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat
Tandan Kosong Sawit
Nama Mahasiswa Arti Murnandari 13010036
Jasmiandy 13010063
Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
N
o
Guide
Word+Paramete
r
Penyebab Konsekuensi Safeguard Tindakan
yang
dibutuhkan
1 Pecahnya tabung
reaksi berisikan
biakan mikroba
Terjatuh
atau retak
karena
perubahan
temperatur
mendadak
Kontaminasi
lingkungan
Peletakan
alat di
tempat
yang aman
Berhati-hati
saat
meletakkan
alat kaca dan
menghindari
perubahan
temperatur
mendadak
2 Kebocoran pada
selang sampling
Lubang Kontaminasi,
dan sampel
tumpah
Pengecekan
selang
sebelum
dipakai
Bersihkan
tumpahan,
bila perlu
gunakan
alkohol dan
segera ganti
dengan selang
baru
3 Kontak langsung
dengan sumber
panas
Bersentuhan
dengan
pemanas
Luka bakar Sarung
tangan
Menggunakan
sarung tangan
saat
memanaskan
larutan dan
mebiakkan
mikroba
4 Kapas terbakar
pada proses
aseptic
Kapas
terlalu dekat
dengan
sumber api
Kapas
terbakar dan
tidak
menutup
kemungkinan
dapat
membakarkan
Lab
Alat
pemadam
api
Pastikan
kapas yang
terbakar
sudah mati
dan jika api
membesar
padamkan
dengan alat
pemadam api
Bandung, 6 Mei 2013
B.1213.B.07 86
Ketua Satuan Tugas Keselamatan Kerja,
Dr. Yogi Wibisono Budhi
Dosen Pembimbing,
Dr. Made Tri Penia Kresnowati
Safety Unit Last updated: Mei 2013
Contact: 2500989 ext 424
B.1213.B.07 87
JOB SAFETY ANALYSIS
Judul Penelitian Pengembangan Proses Fermentasi Xilitol dari Hidrolisat
Tandan Kosong Sawit
Nama Mahasiswa Arti Murnandari 13010036
Jasmiandy 13010063
Dosen Pembimbing Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati
Prof. Dr. Tjandra Setiadi
Identifikasi Bahaya Mitigasi Resiko
Pecahnya tabung reaksi biakan mikroba Letakkan di tempat yang aman dan
bekerja dengan hati-hati
Kebocoran pada selang sampling Lakukan pengecekan selang sebelum
digunakan dan segera ganti selang bila
terjadi kebocoran
Tumpahan H2SO4 Gunakan sarung tangan
Tumpahan fermentation broth dapat
menyebabkan lantai licin
Bersihkan jika terjadi
Kapas terbakar pada proses aseptik Siram kapas dengan air dan pastikan api
telah mati sebelum dibuang ke tempat
sampah
Bandung, 6 Mei 2013
Ketua Satuan Tugas Keselamatan Kerja,
Dr. Yogi Wibisono Budhi
Dosen Pembimbing,
Dr. Made Tri Penia Kresnowati
Safety Unit Last updated: Mei 2013
Contact: 2500989 ext 424
B.1213.B.07 88
LAMPIRAN B
PRODUKSI HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT
B.1213.B.07 89
PRODUKSI HIDROLISAT TANDAN KOSONG SAWIT
Proses produksi hidrolisat dilakukan melalui dua tahap proses yaitu :
1. Produksi ekstrak enzim xilanase dari TKKS
2. Hidrolisis enzimatik TKKS
B.1. Produksi Enzim Xilanase
B.1.1. Penyediaan Jamur Penghasil Enzim Xilanase
Peremajaan sel jamur jamur Tricoderma viride ITB L.67 dilakukan dengan cara menumbuhkan
kembali biakan mikroorganisme di dalam medium kentang dekstrosa agar (PDA). Adapun
komposisi medium agar dekstrosa kentang untuk volume 500 mL ditunjukkan Tabel B.1.
Tabel B.1. Komposisi Medium Agar Dekstrosa Kentang
Komponen Jumlah
Kentang 100 g
Dekstrosa 10 g
CaCO3 0,1 g
MgSO4 0,1 g
Aquades 0,5 L
Agar-agar 8 g
Bahan baku medium kentang dekstrosa agar (PDA atau Potato Dextrose Agar) ini diolah lebih
lanjut sebagai berikut. Mula-mula kentang dipotong-potong dan direbus dalam aquades 250 mL
di dalam labu erlenmeyer hingga mendapat air sari kentang. Kentang kemudian dipisahkan dan
air sari dipindahkan ke labu erlenmeyer lainnya, ukur volumenya. Air sari tersebut kemudian
ditambahkan aquades 250 mL. Pada tahap berikutnya, dilakukan penambahan CaCO3, MgSO4,
dan agar-agar kemudian diaduk dan dipanaskan hingga mendidih. Ke dalam larutan mendidih ini,
ditambahkan dekstrosa sedikit demi sedikit kemudian diaduk hingga larutan homogen. Larutan
medium PDA yang telah siap dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi pada suhu
121°C selama 13 menit. Larutan medium PDA yang telah dibuat menjadi agar miring
ditambahkan dengan biakan mikroorganisme lama. Biakan baru ini selanjutnya diinkubasi selama
5 hari.
B.1213.B.07 90
B.1.2. Penyiapan Substrat Tandan Kosong Kelapa Sawit
Substrat TKKS yang digunakan dalam proses produksi enzim xilanase ini diperoleh dari
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat. Serat TKKS terlebih dahulu dibersihkan melalui
proses pencucian menggunakan air mengalir beberapa kali, kemudian dikeringkan dengan
bantuan sinar matahari dilanjutkan dengan proses pengeringan menggunakan oven blower
dengan suhu 60°C selama 24 jam. Proses pengayakan menggunakan alat disc mill saringan
menggunakan ayakan tyler dengan ukuran 60 mesh.
B.1.3. Kultivasi Padat
Produksi enzim xilanase dilakukan dengan metode kultivasi padat menggunakan medium
kultivasi yang diadaptasi dari Prado, dkk (2010) dengan komposisi dalam 1000 mL
larutan seperti pada Tabel B.2. di bawah ini :
Tabel B.2. Komposisi Larutan Prado
Komponen Jumlah
(NH4)2SO4 1,5 g
KH2PO4 2 g
Urea 0,3 g
CaCl2 0,03 g
MgSO4.7H2O 0,2 g
5 g substrat TKKS dicampur dengan 7,5 mL medium Prado, dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer 300 mL dan disterilisasi dengan autoklaf. Biakan jamur sebanyak 106/mL
larutan (atau kalau menggunakan stok inokulasi kultur jamur yang sudah dikeringkan 0,4
g dalam 39,6 mL aquadest) diinokulasikan secara aseptis ke dalam substrat steril yang
berisi TKKS dan medium Prado. Inkubasi dilakukan selama rentang waktu 48 jam.
B.1.1.3 Ekstraksi Enzim
Ekstraksi enzim dari kultur jamur dengan menambahkan 30 mL aquades (4 kali medium
B.1213.B.07 91
Prado) ke dalam larutan hasil fermentasi, pengadukan dengan stik gelas steril yang
dilanjutkan dengan shaker (100 rpm selama 1 jam pada suhu ruangan), penyaringan
vakum dengan kertas saring Whatman, dan sentrifugasi (10.000 rpm selama 15 menit
pada suhu 5°C). Larutan hasil penyaringan adalah crude enzim xilanase yang dihasilkan.
Enzim diuji aktivitas xilanasenya.
B.2. Hidrolisis Enzimatik
Tepung tandan kosong kelapa sawit sebanyak 3 gr dicampur dengan 25 mL bufer asetat
pH 4,7 dalam erlenmeyer 300 mL (konsensentrasi substrat 3% yaitu 3 g TKKS dalam
100 mL medium, 25% buffer asetat pH 5 dan 75% larutan enzim) kemudian campuran
bahan disterilisasi menggunakan autoklaf. Setelah sterilisasi, bahan ditambahkan 75 mL
ekstrak kasar xilanase yang berasal dari optimasi produksi enzim sebelumnya. Proses
dilanjutkan dengan hidrolisis enzimatik pada temperatur 42oC selama 24 jam
menggunakan inkubator shaker 150 rpm. Setelah hidrolisis bahan disentrifugasi dan
cairan hasil sentrifugasi merukan hidrolisat TKKS hasil hidrolisis dan disimpan pada
refrigerasi. Hasil hidrolisis berupa gula glukosa dan xilosa dianalisis menggunakan
HPLC.