Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN INSTRUMEN DETEKSI DINI RESIKO
PNEUMONIA DI WILAYAH PUSKESMAS
KOTA SEMARANG
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan
Oleh :
Korsini Heru Setiawan Tolang
0106516016
PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2018
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya
Nama : Korsini heru Setiawan Tolang
NIM : 0106516016
Program Studi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
menyatakan bahwa yang tertulis dalam tesis yang berjudul “Pengembangan
Instrumen Deteksi Dini Resiko Pneumonia di wilayah Puskesmas Kota
Semarang” ini benar-benar karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang
lain atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan
yang berlaku, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain
yang terdapat dalam tesis ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Atas pernyataan ini saya secara pribadi siap menanggung resiko/sanksi hukum
yang dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan
dalam karya ini.
Semarang, ............................2018
Yang membuat pernyataan,
Korsini Heru Setiawan Tolang
NIM. 0106516016
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“ Validitas dan reliabilitas merupakan inti dari pengembangan instrumen ”
Persembahan
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang maha esa, sehingga tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik. Karya ini ku persembahkan kepada :
1. Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, sebagai tempat penulis
mendapatkan pendidikan Pascasarjana.
2. Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Pascasarjana Universitas
Negeri Semarang, sebagai program pendidikan yang penulis tempuh.
ABSTRAK
Korsini Heru Setiawan Tolang. 2018. Pengembangan Instrumen Deteksi Dini
Resiko Pneumonia Di Wilayah Puskesmas Kota
Semarang. Tesis. Program Studi Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan. Pascasarjana. Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing I Dr. Wiwi Isnaeni M.Si, Pembimbing II
Dr. Masrukan M.S
Kata Kunci: Pengembangan instrumen, deteksi dini, pneumonia
Penelitian ini dilatar belakangi oleh belum adanya instrumen deteksi dini resiko
pneumonia yang diuji validitas maupun reliabilitas. Instrumen tentang pneumonia
yang terdapat pada manajemen terpadu balita sakit mempunyai indikator kurang
terperinci yaitu hanya mencakup kecepatan napas.
Tujuan penelitian adalah menghasilkan instrumen deteksi dini resiko pneumonia
yang valid dan reliabel. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang
dilakukan di wilayah puskesmas ngemplak semarang.
Teknik pengambilan sampel untuk uji coba skala kecil dan skala besar yaitu
purposive sampling, subjek penelitian pada uji coba skala kecil sebanyak 35
responden dan skala besar sebanyak 100 responden. Uji validitas isi
menggunakan formula Aiken’s V dan uji reliabilitas menggunakan Hoyt. Pada uji
coba, reliabilitas dianalisis menggunakan Alpha Cronbach.
Pada uji validitas dan reliabilitas ahli butir instrumen valid lebih dari 0,3 untuk
setiap butir dan reliabilitas instrumen berada pada nilai 0,869 > 0,7. Uji validitas
konstruk menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) terbentuk 3 faktor
yaitu faktor 1 (tanda dan gejala), faktor 2 (perilaku individu) dan faktor 3
(lingkungan). Penelian ini menghasilkan instrumen yang valid dan reliabel.
Manfaat penelitian ini adalah instrumen yang sudah valid dan reliabel dapat
dijadikan panduan yang baku dalam mengetahui seberapa besar resiko seseorang
terkena pneumonia.
ABSTRACT
Korsini Heru Setiawan Tolang. 2018. “Development of pneumonia risk early
detection instruments in puskesmas area, semarang
city”. Thesis. Educational Research and Evaluation
Department. Postgradute. Universitas Negeri
Semarang. Adviser I Dr. Wiwi Isnaeni M.Si. Adviser
II Dr. Masrukan M.S
Keywords: instrument development, early detection, pneumonia
This research was motivated by the absence of an early detection instrument for
the risk of pneumonia that was tested for validity and reliability. Instruments
about pneumonia found in integrated management of sick toddlers have less
detailed indicators that only include breathing speed.
The aim of the study was to produce an instrument of early detection of the risk
of pneumonia that was valid and reliable. This research is a development research
conducted in the Puskesmas ngemplak in Semarang.
The sampling technique for small-scale and large-scale trials was purposive
sampling, the research subjects in the small-scale trial were 35 respondents and
large-scale as many as 100 respondents. Test content validity using the Aiken’s V
formula and test reliability using Hoyt. In the trial, the reliability was analyzed
using Alpha Cronbach
The construct validity test using Confirmatory Factor Analysis (CFA) formed 3
factors, namely factor 1 (signs and symptoms), factor 2 (individual behavior) and
factor 3 (environment). This study produces valid and reliable instruments. The
benefit of this study is that instruments that are valid and reliable can be used as a
standard guide in knowing how much a person is exposed to pneumonia
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan yang maha esa. yang telah
melimpahkan rahmatNya. Berkat karuniaNya, peneliti dapat menyelesaikan tesis
yang berjudul “Pengembangan Instrumen Deteksi Dini Resiko Pneumonia Di
Wilayah Puskesmas Kota Semarang”. Tesis ini disusun sebagai salah satu
persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tinggiya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian
penelitian ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan pertama kali kepada para
pembimbing Dr. Wiwi Isnaeni M.Si. (Pembimbing I) dan Dr. Masrukan, M.S.
(Pembimbing II) yang telah memberikan arahan dan masukan dalam analisis dan
penyusunan tesis ini.
Ucapan terimakasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya:
1. Direksi Pascasarjana Unnes, yang telah memberikan kesempatan serta arahan
selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.
2. Ketua Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Pascasarjana Unnes
yang telah memberikan kesempatan dan arahan dalam penulisan tesis ini.
3. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Unnes, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.
4. Kepala Puskesmas ngemplak dan petugas kesehatan dan responden yang
bersedia membantu peneliti.
Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan merupakan kontribusi
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Semarang, ............................2018
Korsini Heru Setiawan Tolang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I ............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................. 5
1.3. Cakupan Masalah ...................................................................................... 5
1.4. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.5. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
1.6.1. Manfaat Toeritis .................................................................................. 6
1.6.2. Manfaat Praktis ................................................................................... 6
1.7. Spesifikasi Produk yang dikembangkan ................................................... 6
BAB II ............................................................................................................. 7
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA
BERPIKIR ...................................................................................................... 7
2.1 Kajian Pustaka ........................................................................................ 7
2.1.1 Pengembangan Istrumen ...................................................................... 7
2.1.2 Pengukuran, Penilaian dan evaluasi ..................................................... 12
2.1.3 Deteksi Dini Pneumonia ...................................................................... 15
2.1.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................................... 30
2.2 Kerangka Teoritis ...................................................................................... 35
2.3 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 36
BAB III ............................................................................................................ 39
METODE PENELITIAN .............................................................................. 39
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 39
3.2 Prosedur Pengembangan ........................................................................... 41
3.3 Sumber Data dan Subjek Uji Coba Penelitian ........................................... 47
3.4 Teknik dan Instrumen Pengumpul Data .................................................... 48
3.5 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................... 49
3.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ..................................................................... 49
3.7 Teknik Analisis Data...................................................................... ............52
BAB IV ............................................................................................................ 53
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 53
4.1 Karakteristik Instrumen ........................................................................... 53
4.2 Validitas Isi ............................................................................................ 54
4.3 Reliabilitas Berdasarkan Ahli ................................................................. 55
4.4 Uji Coba Instrumen ……………..……………………………….... .......56
BAB V .............................................................................................................. 66
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 66
5.1. Simpulan ................................................................................................... 66
5.2. Implikasi ................................................................................................... 66
5.3. Saran ......................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 73
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kisi – Kisi Instrumen ...................................................................... 42
Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Reliabilitas Ahli ................................................ 55
Tabel 4.3. KMO and Bartlett's Test dalam Uji Coba Skala Kecil ................... 56
Tabel 4.4. output Anti Image Correlation pada Uji Skala Kecil ...................... 57
Tabel 4.5. KMO dan Bartlett’s Test dalam Uji Coba Skala Besar .................. 58
Tabel 4.6. Hasil Anti Image Correlation ........................................................... 58
Tabel 4.7. Total Variance Explained .................................................................... 59
Tabel 4.8. Hasil Rotation Component Matrix ................................................... 60
Tabel 4.9. Component Transformation Matrix ................................................. 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Teoritis ........................................................................... 36
Gambar 2. Kerangka Berpikir .......................................................................... 38
Gambar 3. Langkah Pengembangan Instrumen ............................................... 40
Gambar 4. Scree Plot ....................................................................................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi – Kisi Instrumen deteksi dini pneumonia ..........................73
Lampiran 2. Lembar Penilaian deteksi dini pneumonia….......................... ..74
Lampiran 3.Analisis Validitas Ahli................................................................77
Lampiran 4.Data Nilai Uji Coba Skala Kecil.................................................79
Lampiran 5.Data Nilai pada Uji Coba Skala Besar.........................................81
Lampiran 6.Hasil Validasi Ahli.......................................................................86
Lampiran 7.Surat Keterangan Penelitian.........................................................89
Lampiran 8. surat ijin Penelitian......................................................................90
Lampiran 9. surat balasan penelitian................................................................91
Lampiran 10. Dokumentasi puskesmas............................................................92
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut
yang mengenai bagian paru–paru (Depkes RI, 2004). Pada penderita pneumonia,
nanah dan cairan akan mengisi alveoli tersebut sehingga terjadi kesulitan
penyerapan oksigen dan mengakibatkan kesukaran bernapas (Depkes RI, 2007).
Pneumonia merupakan salah satu kasus penyebab kematian pada anak terbesar
terutama pada periode baru lahir (Campbell, 2013). Pneumonia merupakan
penyebab utama kematian balita di dunia, pneumonia menyebabkan kematian
lebih dari 2 juta balita setiap tahunnya. Pneumonia disebabkan oleh
peradangan paru yang membuat napas menjadi sakit dan asupan oksigen
sedikit (WHO, 2014).
Penyakit pneumonia di dunia sendiri merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi pada anak-anak. Menurut perkiraan dari badan kesehatan dunia
(WHO) bahwa penyakit ini memicu 15% dari seluruh kematian anak-anak di
bawah usia 5 tahun. Pada tahun 2015 saja sudah terdapat lebih dari 900,000 kasus
anak-anak yang meninggal dunia akibat penyakit pneumonia, yang menyebabkan
pneumonia masuk kedalam penyakit yang sangat berbahaya.
Pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) melaporkan hampir 6
juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh
pneumonia sebagai pembunuh balita nomor 1 di dunia. Berdasarkan data Badan
PBB untuk Anak-Anak (UNICEF), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen
dari 147.000 anak di bawah usia 5 tahun di Indonesia meninggal karena
pneumonia. Berdasarkan data statistik tersebut dapat diartikan sebanyak 2-3 anak
dibawah usia 5 tahun meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut
menyebabkan pneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak di bawah
usia 5 tahun di Indonesia, tingginya angka kematian balita akibat
pneumonia mengakibatkan target MDG’s (Millennium Development Goals)
ke - 4 yang bertujuan menurunkan angka kematian anak sebesar 2/3 dari
tahun 1990 sampai 2014 tidak tercapai (WHO,2015)
Indonesia sendiri penyakit pneumonia berada di peringkat 10 penyakit
terbesar setiap tahunnya sebagai penyebab kematian bayi dan balita (Kemenkes
RI, 2013). Pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada balita di dunia,
diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh
pneumonia melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkolosis (WHO,
2006). Riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa kematian balita
diindonesia mencapai 15,5 % (Riskesdas, 2007).
Manajemen Terpadu Balita sakit (MTBS) adalah sebuah pendekatan untuk
mengurangi kematian, memperbaiki perkembangan dan kesehatan anak di
komunitas, fasilitas kesehatan, dan jenjang sistem kesehatan (J. A. Schellenberg et
al., 2004). Penilaian MTBS pada anak sakit merupakan kombinasi dari tanda
individu yang mengarah ke satu atau lebih klasifikasi, bukan untuk diagnosis
(UNICEF & WHO, 2004). Algoritma MTBS cukup kritis dalam memutuskan
apakah anak-anak batuk karena pneumonia atau tidak, sensitivitasnya mendeteksi
pneumonia cukup tinggi (97%) (Gove, 1997). Sehingga diharapkan prevalensi
kejadian pneumonia berat dapat dihindari. Menurunkan angka kejadian
pneumonia diperlukan peran aktif petugas Kesehatan, dalam menyampaikan
informasi terutama tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pneumonia.
Salah satu faktor yang perlu diketahui adalah cara pencegahan dan perawatan
pneumonia. Peran aktif petugas menyampaikannya informasi melalui promosi
kesehatan seperti perbaikan dan peningkatan gizi, perbaikan dan sanitasi
lingkungan, pemeliharaan kesehatan perorangan dan tindakan preventif seperti
isolasi penderita penyakit pneumonia dan pemberian imunisasi.
Petugas kesehatan harus mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui
tentang pneumonia dan motivasi keluarga dalam pencegahan dan perawatan
pneumonia dirumah. Karena perilaku seseorang dipengarahi oleh sikap, kehendak,
motivasi dan niat (Notoatmodjo, 2003). Pencegahan pneumonia sendiri bisa
dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan penyuluhan tentang pneumonia,
survei epidemiologi dan menjaga kebersihan lingkungan rumah serta kecukupan
gizi. Ketika muncul gejala batuk segera diperiksa di puskesmas terdekat sehingga
penyakit tidak menjadi infeksi yang lebih parah. Kendala yang dihadapi dalam
pencegahan terjadinya penyakit pneumonia yaitu penderita atau keluarganya
menyepelekan penyakit tersebut yang gejala-gejalanya masih ringan. Instrumen
untuk mengetahui penderita pneumonia secara dini di puskesmas belum
dikembangkan sesuai kebutuhan lapangan sehingga petugas kesehatan sulit untuk
mencari data mengenai pneumonia.
Instrumen memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu
penelitian. Fungsi instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data. data
merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis, benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya
instrumen pengumpulan data. Untuk mengumpulkan data penelitian dan penilaian,
seseorang dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia atau biasa disebut
instrumen baku dan dapat pula dengan instrumen yang dibuat sendiri. Jika
instrumen baku tersedia maka seseorang dapat langsung menggunakan instrumen
tersebut namun jika instrumen tersebut belum tersedia atau belum baku maka
seseorang harus dapat mengembangkan instrumen buatan sendiri untuk dibakukan
sehingga menjadi instrumen yang layak sesuai fungsinya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan 20 november 2017 dan studi
pendahuluan, informasi yang diperoleh dipuskesmas ngemplak Semarang belum
ada instrumen baku untuk mensurvei penderita pneumonia. Pedoman untuk
mengetahui pneumonia yang digunakan sekedar menghitung kecepatan napas per
menit, cara mendeteksi hanya menggunakan hitungan napas kurang memadai
karena penyakit pneumonia dapat terjadi oleh banyak faktor sehingga diperlukan
cara mendeteksi yang melibatkan penggalian info tentang banyak faktor. Faktor
yang dimaksud yaitu dimulai dari tanda dan gejala, perilaku atau kebiasaan dan
lingkungan yang menjadi faktor penyebab pneumonia.
Berdasarkan masalah tersebut perlu adanya pengembangan instrumen deteksi
dini pneumonia yang sudah teruji valid, reliabel dan melibatkan proses penggalian
informasi tentang banyak faktor penyebab pneumonia. Sehingga diharapkan dapat
mengidentifikasi lebih dini penderita pneumonia, menurunkan resiko kematian
akibat pneumonia, meningkatkan kewaspadaan dini bagi masyarakat dan
meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat serta kesadaran akan bahaya
penyakit pneumonia terlebih kepada anak usia dibawah 5 tahun.
1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1 Angka kejadian pneumonia masih sangat tinggi diwilayah puskesmas kota
Semarang
1.2.2 Instrumen deteksi dini tentang pneumonia belum ada sehingga tidak dapat
menjaring lebih banyak kasus secara dini.
1.2.3 Letak puskesmas yang jauh sehingga masyarakat di daerah terpencil tidak
dapat memeriksa langsung penyakit pneumonia yang diderita
1.2.4 Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan tentang pneumonia di wilayah
puskesmas
1.3 Cakupan Masalah
1.3.1 Pengembangan Instrumen yang dilakukan hanya dibatasi pada instrumen
deteksi dini tentang pneumonia
1.3.2 Penelitian ini hanya dilakukan pada masyarakat di wilayah puskesmas kota
Semarang
1.4 Rumusan Masalah
1.4.1 Bagaimana karakteristik instrumen deteksi dini tentang pneumonia di
puskesmas kota Semarang?
1.4.2 Bagaimana validitas dan reliabilitas instrumen deteksi dini pneumonia
ditinjau dari expert judgement ?
1.4.3 Bagamana validitas konstruk dan reliabilitas instrumen deteksi dini
pneumonia ?
1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Menganalisis karakteristik instrumen deteksi dini tentang pneumonia
1.5.2 Menganalisis validitas isi dan reliabilitas instrumen deteksi dini tentang
pneumonia yang ditinjau dari expert judgement
1.5.3 Menganalisis tingkat validitas konstruk dan reliabilitas instrumen deteksi
dini tentang pneumonia
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Secara teoritis
Manfaat secara teoritis dalam penelitian ini yaitu diharapkan menghasilkan tesis
tentang pengembangan instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang
instrumennya teruji valid dan reliabel
1.6.2 Secara praktis
1.6.2.1 Bagi puskesmas
instrumen deteksi dini tentang pneumonia dapat digunakan sebagai pedoman
deteksi dini tentang pneumonia dan untuk puskesmas dapat digunakan sebagai
acuan kebijakan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
1.6.2.2 Bagi peneliti
Instrumen deteksi dini tentang pneumonia dapat digunakan sebagai referensi
dalam pengembangan instrumen khususnya mengenai penyakit
1.7 Spesifikasi produk yang dikembangkan
Spesifikasi produk yaitu instrumen deteksi dini tentang penyakit pneumonia
dalam bentuk pedoman wawancara yang sudah valid dan reliabel.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA
BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengembangan Instrumen
Pengembangan instrumen adalah kegiatan membuat instrumen baru atau
mengembangkan instrumen yang sudah ada dengan mengikuti prosedur
pengembangan secara sistematis (Purwanto, 2007:99-100). Prosedur
pengembangan instrumen melibatkan kegiatan identifikasi variabel, deskripsi teori
atau materi, pengembangan spesifikasi uji coba dan kompilasi. Langkah-langkah
yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengembangan instrumen yaitu
menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen, menentukan skala
instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen, melakukan uji
coba, menganalisis instrumen, merakit instrumen, melaksanakan pengukuran dan
menafsirkan hasil pengukuran (Mardapi, 2016:132). Sebagai referensi pendukung
penelitian tentang pengembangan instrumen deteksi dini pneumonia, peneliti
mengutip penelitian terdahulu yang ada keterkaitan variabel yang diteliti. Adapun
penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :
Ambarsari (2017) mengatakan hasil uji coba skala kecil pada instrumen
unjuk kerja memiliki koefisien reliabilitas yang berkategori sedang yaitu sebesar
0,57. Pada uji coba skala luas, koefisien reliabilitas sebesar 0,698 dan berkategori
tinggi. Selanjutnya, jumlah komponen (faktor) yang terbentuk pada instrumen
unjuk kerja sejumlah 4 faktor. Kepraktisan terletak pada angka 156 (praktis) untuk
8
instrumen penilaian unjuk kerja. Instrumen ini diharapkan guru tidak kesulitan
menilai reading aloud siswa pada pembelajaran Bahasa Inggris.
Febriyanti (2017) dalam penelitiannya menghasilkan produk tugas menulis
kreatif cerita fantasi yang layak dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan
produk, (2) menghasilkan panduan asesmen menulis kreatif cerita fantasi yang
layak dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan produk, dan (3) menguji dan
mendeskripsikan hasil uji coba produk instrumen asesmen keterampilan menulis
kreatif cerita fantasi yang layak dari segi validitas, reliabilitas, dan kepraktisan
produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk tugas menulis kreatif cerita
fantasi dan panduan asemen menulis kreatif cerita fantasi memiliki kualifikasi
layak dan siap untuk diimplementasikan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji
validasi pada ahli asesmen, ahli pembelajaran sastra, dan uji coba produk pada
siswa kelas VII SMP.
Khumaedi (2015) dalam penelitiannya menghasilkan instrumen yang valid,
reliabel dan praktis. Uji validitas isi menggunakan rata-rata hasil penilaian dan
perhitungan reliabilitas para ahli menggunakan anova satu jalur. Untuk
mengetahui hasil validitas konstruk dan reliabilitas secara empirik yaitu
menggunakan analisis faktor pendekatan exploratory dan alpha (α) cronbach.
Hasil validitas isi pengembangan instrumen penilaian unjuk kerja praktik menurut
para ahli masuk pada kategori sangat baik dan hasil perhitungan reliabilitas
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara ke-lima ahli dalam
menilai isi instrumen. Pengujian reliabilitas pada koefisien Alpha cronbach pada
uji coba 2 memiliki tingkat reliabilitas yang lebih tinggi.
9
Penelitian yang dilakukan Nur Kholis Majid, Tri joko Raharjo, Supriyadi
(2017) yang bertujuan untuk menghasilkan instrumen penilaian psikomotor IPA
yang valid, reliabel dan praktis. Instrumen penilaian diujicobakan pada siswa
kelas V SD tahun pelajaran 2015/2016 dengan melibatkan tiga guru sebagai rater
(penilai). Dihitung validitasnya menggunakan validasi ahli. Hasil analisis
menunjukkan guru menilai instrumen unjuk kerja memiliki subyektivitas 14,33
kesisteman 13,00, konstruksi 13,50, kebahasaan 15,00 dan kepraktisan 14,00,
sehingga instrumen dapat dikatakan praktis.
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengembangan
instrumen yaitu menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen,
menentukan skala instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen,
melakukan uji coba, menganalisis instrumen, merakit instrumen, melaksanakan
pengukuran dan menafsirkan hasil pengukuran (Mardapi, 2016:132). Adapun
sepuluh langkah yang harus diikuti dalam pengembangan instrumen, yaitu:
2.1.1.1 Spesifikasi Instrumen
Menurut Mardapi (2016:133) dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada
empat hal yang harus diperhatikan yaitu: a) menentukan tujuan instrumen; b)
menyusun kisi-kisi instrumen; c) menentukan bentuk instrumen; d) menentukan
panjang instrumen.
Langkah pertama yang dilakukan dalam spesifikasi instrumen adalah
menentukan tujuan instrumen. Setelah tujuan instrumen ditetapkan, kegiatan
berikutnya dalah menyususn kisi-kisi instrumen. Pada dasarnya kisi-kisi berisi
10
tentang definisi konseptual yang diambil dari teori-teori yang sudah ada.
Selanjutnya menentukan definisi operasional yaitu definisi yang peneliti buat
tentang aspek yang akan diukur. Setelah mencermati definisi konseptual dan
definisi operasional selanjutnya dijabarkan menjadi indikator dan dituliskan
kedalam kisi-kisi.
2.1.1.2 Penulisan Instrumen
Pada tahap ini peneliti mulai menyusun rancangan awal yang dikembangkan
berdasarkan spesifikasi instrumen dan kisi-kisi yang telah dibuat.
2.1.1.3 Skala Instrumen
Skala instrumen merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat
ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif.
2.1.1.4 Penskoran Instrumen
Informasi yang didapat dari instrumen adalah skor. Skor menyimpan informasi
mengenai sesuatu yang diukur. Skor yang akurat dihasilkan oleh alat ukur yang
benar. Sistem penskoran sebuah instrumen ditentukan berdasarkan skala
pengukuran yang digunakan dalam penelitian.
2.1.1.5 Telaah Instrumen
Kegiatan dalam telaah instrumen adalah melihat instrumen dari beberapa aspek,
yaitu: a) apakah butir pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator; b)
apakah bahasa yang digunakan sudah komunikatif dan mengandung tata bahasa
yang benar; c) apakah butir pertanyaan atau pernyataan tidak bias; dan d) apakah
11
butir instrumen sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk menjawabnya.
Telaah instrumen dilakukan oleh pakar yang sesuai dengan bidang
instrumen yang dikembangkan. Telaah instrumen juga dapat dilakukan oleh teman
sejawat jika yang dibutuhkan adalah masukan tentang bahasa dan format
instrumen. Hasil telaah instrumen selanjutnya digunakan untuk memperbaiki
instrumen.
2.1.1.6 Ujicoba Instrumen
Instrumen yang telah ditelaah dan diperbaiki, selanjutnya dirakit dan
diujicobakan. Ujicoba bertujuan untuk mengetahui karakteristik instrumen yang
dikembangkan. Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah waktu yang diperlukan
dalam menjawab instrumen yang ditanyakan kepada responden. Untuk
mengurangi rasa jenuh, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan harus singkat dan
jelas namun mudah dimengerti oleh responden.
2.1.1.7 Analisis Instrumen
Analisis instrumen dilakukan setelah melakukan ujicoba. Ujicoba bertujuan
untuk mengetahui karakteristik instrumen, sedangkan karakteristik yang penting
adalah valid dan reliabel. Semakin besar variasi jawaban setiap butir maka akan
semakin baik instrumen ini. Bila variasi skor suatu butir sangat kecil berarti itu
bukan variabel yang baik.
2.1.1.8 Revisi
Revisi instrumen dilihat berdasarkan masukan-masukan dari validator dan
hasil analisis ujicoba lapangan. Peneliti mengemukakan masukan-masukan dan
hasil analisis ujicoba untuk merevisi instrumen. Jika perlu, peneliti akan
12
mengkonsultasikan lagi hasil perbaikan tersebut, sehingga diperoleh instrumen
yang benar-benar valid.
2.1.1.9 Merakit Instrumen
Setelah instrumen diperbaiki, langkah selanjutnya adalah merakit instrumen.
Merakit instrumen yaitu menentukan letak instrumen dan urutan pertanyaan atau
pernyataan menjadi sebuah format instrumen. Format instrumen harus dibuat
menarik dan tidak terlalu panjang, agar pemberi pertanyaan dan responden yang
menjawab pertanyaan tidak jenuh.
2.1.1.10 Evaluasi Produk Akhir
Evaluasi produk akhir secara keseluruhan dilakukan untuk memastikan
apakah seluruh butir instrumen yang dikembangkan sudah benar-benar sesuai
tujuan dan mampu mengukur indikator dari variabel yang hendak diukur.
2.1.2 Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi sangat erat hubungannya satu sama lain
walaupun mempunyai arti yang berbeda. Pengukuran dapat diartikan sebagai
suatu cara membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran (Mardapi, 2016:3).
Menurut Mardapi (2016:6), pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan
penentuan angka bagi suatu objek secara sistemik. Penentuan angka ini
merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Semua gejala
atau objek dinyatakan dalam bentuk angka atau skor dan objek yang diukur bisa
berupa fisik dan non fisik. Pengukuran terhadap fisik seperti tinggi badan, berat
badan, luas lapangan dan jumlah siswa dapat dilakukan secara langsung.
Pengukuran terhadap objek non fisik seperti prestasi belajar, kejujuran, sikap,
13
perilaku dan percaya diri dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui pemberian
stimulus.
Pengukuran juga dinyatakan sebagai suatu proses untuk membuat
kuantifikasi prestasi individu, kepribadiananya, sikapnya, kebiasaannya dan
kecakapannya, kuantifikasi dilandasi oleh fenomena yang dapat diamati. (Basuki
dan Hariyanto, 2014:6). Penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses
dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan
pertimbanagan tertentu (Mardapi, 2016:6).
Penilaian juga merupakan suatu proses dalam mengumpulkan informasi dan
membuat keputusan berdasarkan informasi tersebut (Basuki dan Hariyanto,
2014:6). Dalam proses mengumpulkan informasi, tentunya tidak semua informasi
bisa digunakan untuk membuat sebuah keputusan. Informasi-informasi yang
relevan dengan apa yang dinilai akan mempermudah dalam melakukan sebuah
penilaian dalam kegiatan. Proses penilaian dalam penelitian ini sesuai dengan
hasil dari interview dan observasi penderita pneumonia.
Evaluasi menurut Suharsimi (2009:2), merupakan sebuah proses
pengumpulan data untuk mrenentukan sejauhmana, dalam hal apa, dan bagaimana
tujuan yang sudah dicapai. Evaluasi juga merupakan suatu proses penilaian untuk
mengambil keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan
berpedoman kepada tujuan yang telah ditetapkan.
14
Pada umumnya evaluasi merupakan suatu keputusan tentang nilai
berdasarkan hasil pengukuran. Didalam melakukan evaluasi terdapat hasil
pengukuran dan penilaian. Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian ini, maka
dapat diketahui hasil yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.
Instrumen penilaian merupakan alat bantu untuk mengumpulkan data dan
informasi yang dapat digunakan dalam mempermudah suatu pekerjaan atau tugas
seseorang (Suharsimi, 2009:5). Penduga/ deteksi merupakan suatu pernyataan
mengenai parameter populasi yang diketahui berdasarkan informasi dari sampel,
dalam hal ini sampel random, diambil dari populasi yang bersangkutan.
Berdasarkan pengertian instrumen dan deteksi tersebut maka instrumen deteksi
dapat diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan informasi melalui sebuah
prosedur sistematis yang digunakan untuk menyimpulkan karakteristik sampel.
Rusilowati Ani, Lina Kurniawati, Sunyoto E. Nugroho, Arif Widiyatmoko
(2016) dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengembangkan alat evaluasi
keaksaraan ilmiah yang menguji validitas, reliabilitas, dan karakteristiknya.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 9 SMP di Kudus. Hasil uji validitas
menunjukkan bahwa instrumen memenuhi konten, konstruk, dan validitas
bersamaan dengan kategori yang valid, sangat valid, dan valid. Karakteristik
instrumen evaluasi yang dikembangkan menunjukkan bahwa instrumen memiliki
tingkat kesulitan yang proporsi sekitar 13% mudah, 67% tentang medium, dan
20% tentang yang sulit.
Penelitian yang dilakukan oleh Suyasa dan Divayana (2017) yang bertujuan
untuk membuat instrumen penilaian proses yang standar, sehingga dapat
15
digunakan sebagai acuan pelaksanaan penilaian di perkuliahan. Hasil uji validitas
yang dilakukan oleh pakar yang dianalisis menggunakan formula Gregory adalah
0,83. Nilai ini berada dalam kategori sangat tinggi
2.1.3 Deteksi dini Pneumonia
2.1.3.1 Pengertian deteksi dini pneumonia
Deteksi dini pneumonia yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk mengenali
kondisi gangguan, terlebih gejala dan faktor atau pencetus yang bisa membuat
kondisi menjadi tidak sehat (terganggu) secara dini. Pneumonia merupakan salah
satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai bagian paru – paru
(jaringan alveoli) (Depkes RI, 2004) Pneumonia adalah suatu radang paru yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). (Depkes, 2006), biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau streptokokus), atau virus
(respiratory syncytial virus) (Kathleen Morgan Speer, 2008).
Kelly (2015) menyimpulkan Virus pernapasan terdeteksi dari kebanyakan
anak yang dirawat di rumah sakit dengan ALRI di Botswana, tetapi hanya RSV
dan metapneumovirus yang lebih sering terjadi pada anak-anak tanpa ALRI.
Deteksi RSV dari anak-anak dengan ALRI diramalkan penyakit yang cenderung
lama namun angka kematian rendah dibandingkan dengan virus non-RSV.
Erbay (2004), menyatakan bahwa Mikroorganisme yang paling umum
diisolasi adalah Staphylococcus resisten methicillinaureus (30,4%). Tingkat
kematian lebih tinggi pada pasien dengan VAP (70,3%) dibandingkan pasien
kontrol (35,5%) (P <0,003), yang banyak ditemui penyebab pneumonia virus,
16
deteksi dini yang dilakukan terhadap suatu penyakit biasanya dilihat dari tanda
dan gejala baik yang dirasakan penderita maupun yang secara kasat mata dilihat
orang lain
2.1.3.2 tanda dan gejala
Gejala pneumonia pada umumnya antara lain :
a. Demam
b. Sesak napas
c. Napas dan nadi berdenyut lebih cepat
d. Dahak berwarna kehijauan atau seperti karet
Gejala tambahan yang sering dijumpai
e. Batuk kering
f. Sakit kepala
g. Ngilu diseluruh tubuh
h. Letih lesu selama 12 jam
2.1.3.3 Klasifikasi pneumonia
Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA
mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut :
Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya
nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
17
b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : bila tidak ditemukan tanda
tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada
nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
Kelompok umur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya
tarikan dinding dada dan bagian bawah ke dalam.
b. Pneumonia : tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya
nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan
dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan-bulan - <5 tahun.
c. Bukan pneumonia : tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit
pada anak umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan -
<5 bulan.
2.1.3.4 Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,
dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh
rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus
akan terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran
mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan
18
dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan
akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat
sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di
saluran pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan
kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat
dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008: 17), Penelitian Elza (2016)
menyimpulkan Faktor-faktor yang berhubungan dengan diagnosis pneumonia
pada usia lanjut adalah batuk.
2.1.3.5 Penyebab Pneumonia
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh
bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan
protozoa.
a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum
adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat.
Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri
segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah - engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus
19
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial
Virus (RSV). Meskipun virus - virus ini kebanyakan menyerang saluran
pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia
Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan
sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
Influenz, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian
(Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus
maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang
dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang
segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda.
Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati
(Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut Pneumonia
Pneumosistis . Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang
prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu
sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau
20
spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
Asih (2011) menyatakan Frekuensi bacteremia 8,2% (36 pasien) dari 438
anak terkena pneumonia pneumonia. Faktor risiko bakteremia pada anak-anak
dengan pneumonia termasuk di bawah 1 tahun, gejala lebih dari 5 hari, malnutrisi
berat, anemia, jumlah leukospor kurang dari 5000 / mm3 dan lebih dari 20.000 /
mm3 dan paO2 kurang dari 80 mmHg.
2.1.3.6 faktor pendukung terjadinya penyakit infeksi saluran pernapasan akut
Menurut Depkes RI. (2004)
a. Kuman Penyakit
Penyakit Pneumonia disebabkan oleh kuman penyakit. Beberapa kuman ini juga
ditemui pada orang yang sehat, jika daya tahan tubuh melemah kuman ini dapat
sebagai pencetus timbulnya penyakit.
b. Daya Tahan Tubuh Penderita
Daya tahan tubuh penderita adalah kemampuan tubuh untuk mencegah masuk dan
berkembang biaknya kuman di dalam tubuh. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Gizi
Gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Anak dengan gizi kurang
(buruk ) akan lebih rentan terhadap terjangkitnya penyakit menular. Lisa (2016)
dan mia (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan terdapat hubungan yang kuat
antara status gizi anak dan kejadian pneumonia.
21
2. Kekebalan tubuh
Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kekebalan terhadap penyait Difteri dan
Campak sampai dengan usia 9 bulan. Kekebalan selanjutnya pada bayi harus
ditimbulkan dengan memberikan imunisasi kepada bayi. Tjitra (1996) anak balita
yang tidak diimunisasi lengkap (BCG, Polio 3, DPT 3, Campak) menderita
pneumonia, diare (gejala panas+batuk+nafas cepat+diare)
3. Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap terjadinya penyakit, termasuk penyakit
Pneumonia. Adapun keadaan lingkungan yang berpengaruh antara lain :
(a) Rumah dengan jendela yang tidak memenuhi syarat menyebabkan pertukaran
udara di dalam rumah tidak baik. Udara yang tidak baik seperti asap dapur, asap
rokok, debu yang terkumpul dalam rumah, apabila dihisap oleh bayi kan
memudahkan terjangkitnya penyakit ISPA.
(b) Rumah yang lembab dan basah, dimana kelembabannya cukup tinggi (>70 %)
mempermudah bayi terkena penyakit ISPA. Widowati (2013) yang menyatakan
bahwa kelembaban rumah berhubungan dengan keberadaan bakteri patogen dalam
rumah penderita pneumonia. David (2015) mengatakan kelembaban menunjukan
adanya hubungan yang signifikan dengan kejadian pneumonia pada balita
(c) Rumah yang padat dan kotor, menyebabkan kuman mudah menjalar dari satu
tempat ke tempat lainnya, hal ini mempermudah bayi terkena penyakit ISPA.
Sejalan dengan penelitian Pramudiyani (2011) terdapat hubungan sanitasi rumah
dengan kejadian pneumonia.
22
Penelitian yang dilakukan Dewi (2015), bertujuan untuk mengetahui beberapa
faktor risiko pneumonia pada balita di Indonesia Maumere, Flores, NTT.
Penelitian melibatkan pengamatan langsung terhadap perumahan warga dan
wawancara dengan kesehatan penyedia perawatan dan penduduk setempat.
Populasi penelitian adalah anak balita dengan riwayat pneumonia, terdiri dari 152
anak. Data di alar dengan metode univariat. Hasil: Mayoritas responden dengan
pneumonia adalah laki-laki (53,3%), co-morbid dengan defisiensi besi anemia
(20,4%), berusia di bawah 12 bulan (69,1%), gizi baik (56,6%), dan menunggu 1-
3 hari di rumah sebelum pergi ke rumah sakit (47,5%). Pengamatan langsung
menunjukkan bahwa Maumere adalah daerah yang kering dan berdebu. Sebagian
besar atap rumah adalah seng, dengan lantai tanah bagian atas, ventilasi rumah
tidak diatur dengan benar, rumah pun berada lebih banyak penduduknya, dan
warga masih menggunakan kayu dan bensin untuk memasak. Warga memiliki
kepercayaan yang kuat akan hal yang adikodrati kekuatan.Kesimpulan: Faktor
risiko yang meningkatkan terjadinya pneumonia pada anak balita di Maumere
adalah usia, jenis kelamin, status gizi, dan karakteristik lingkungan.
Penelitian yang dilakukan Ida (2010) yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara suhu, derajat pneumonia, gambaran foto radiologi dada, jumlah
leukosit, dan CRP dengan pneumonia bakteri, metode penelitian retrospektif,
dengan desain potong lintang, data didapat dari rekam medis pasien rawat inap
dengan diagnosis pneumonia. Data yang diperoleh dilakukan analisis univariat
dan multivariat dengan tingkat kemaknaan 0,05 (IK95%).menyimpulkan bahwa
faktor pendukung yang menyebabkan pneumonia yaitu suhu
23
4. Umur dan Jenis Kelamin
Anak usia muda lebih sering menderita penyakit dari pada orang dewasa,
sedangkan Balita dengan jenis kelamin laki-laki ternyata 1,5 kali lebih sering
menderita penyakit Pneumonia di bandingkan Balita perempuan. Sukar (2015)
mengatakan usia kurang dari 5 tahun lebih beresiko terkena pneumonia.
5. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi yang rendah dalam keluarga pada umumnya berpengaruh
tidak langsung terhadap terjadinya penyakit Pneumonia pada Balita.
6. Musim
Musim kemarau dengan debu yang beterbangan dan udara yang dingin dimana
sirkulasi udara didalam rumah tidak lancar, cenderung sebagai pencetus penyakit
ISPA. Cahyadi (2014) menyimpulkan pengaruh langsung faktor meteorologis
(temperatur udara, kelembaban udara relatif, intensitas curah hujan, kecepatan
angin) dan konsentrasi partikulat (PM10) terhadap kejadian ISPA di Kecamatan
Banjarbaru Selatan Kota Banjarbaru yang signifikan adalah faktor kelembaban
udara relatif dan temperatur udara. persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan yaitu tentang infeksi saluran pernapasan akut dimana pneumonia
merupakan bagian dari penyakit ispa sedangkan perbedaannya yaitu penelitian ini
meneliti pengaruh faktor meteorologis terhadap infeksi saluran pernapasan akut
secara umum dan yang akan dilakukan yaitu menyakut instrumen deteksi dini
pneumonia.
7. Tingkat Pendapatan
Tingkat pendapatan serta tingkat pendidikan yang rendah akan menurunkan
24
kualitas pencegahan dan pengobatan Balita yang menderita penyakit Pneumonia.
Machmud (2009) dalam penelitiiannya menyatakan bahwa faktor ekonomi
(kemiskinan) berkontribusi terhadap kejadian pneumonia balita, sejalan dengan
Athena (2014) faktor ekonomi berpengaruh terhadap kejadian pneumonia.
2.1.3.7 Faktor risiko
Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA
(Depkes RI,2007) yaitu :
a. Faktor individu
1. Status Gizi
Penyerapan gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat -zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal
dari organ - organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2013). Kebutuhan
zat gizi setiap orang berbeda - beda. Hal ini dikarenakan berbagai
faktor antara lain umur, jenis kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat
gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat
memenuhi kebutuhan tubuh karena konsumsi makanan sangat berpengaruh
terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh
memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh
tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan,
produktivitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal
(Moehji, 2004). Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan
25
dalam tubuh, kecenderungan kenaikan prevalensi dan insidensi pada anak
dengan status gizi kurang (Dinkes, 2007). Menurut hasil penelitian Laura (2004)
sebanyak terdapat 52.5% balita meninggal dikarenakan status gizi yang tidak baik.
2. Umur
ISPA dapat menyerang semua manusia baik pria maupun wanita pada semua
tingkat usia, terutama pada usia kurang dari 5 tahun karena daya tahan tubuh
balita lebih rentan dari orang dewasa sehingga mudah menderita ISPA. Umur
diduga terkait dengan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, sehingga
masih rentan terhadap berbagai penyakit infeksi (Dinkes, 2009). Wahyuni (2014)
mengatakan usia dibawah 5 tahun lebih rentan terkena influenza pneumonia
sejalan dengan penelitian Siti (2002) dan penelitian Prabawa (2017) usia dibawah
5 tahun lebih rentan, sedangkan penelitian Dalimunthe (2013) mengatakan bahwa
usia 2 – 23 bulan merupakan usia yang paling sering terjadi pneumonia.
3. Jenis Kelamin
Selama masa anak - anak, laki - laki dan perempuan mempunyai
kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama. Kebutuhan gizi untuk usia 10
tahun pertama adalah sama, sehingga diasumsikan kerentanan terhadap masalah
gizi dan konsekuensi kesehatannya akan sama pula. Sesungguhnya, anak
perempuan mempunyai keuntungan biologis dan pada lingkungan yang
optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15 - 1 kali lebih
di atas anak laki -laki dalam hal tingkat kematian.
26
Sunyataningkamto (2004), menyimpulkan Asupan bahan bakar biomassa
rumah tangga dan asap rokok adalah faktor risiko pneumonia. Variabel lain
sebagai faktor risiko adalah riwayat mengi, jenis kelamin laki-laki, dan gizi
buruk. Hasil penelitian Souza (2015) menyatakan dari pasien yang termasuk
dalam penelitian ini, 32% didiagnosis denganVAP di ICU / UFU Dewasa selama
masa studi. Tingkat kematian di atas 35% pasien dengan VAP diamati. Pasien
didominasi laki-laki (74%), dengan rata-rata 49 ± 19 tahun, waktu rawat inap rata-
rata 35 ± 26 hari, dan rata-rata masuk APACHE II dan Nilai prognostikindeks
SAPS III masing-masing 19,5 ± 7,5 dan 61,9 ± 15. Hendra (2017) menyimpulkan
bahwa sebagian besar responden berumur ≥ 40 Tahun, lebih dari separuh
responden memiliki Pengetahuan baik tentang pneumonia balita.
Musdalipah (2017) menyimpulkan efektivitas terapi penggunaan antibiotik
cefotaxime sebesar 81,25% sedangkan gentamisin sebesar 85,71%. Nilai acer
cefotaxime sebesar 36,923 dan gentamisin sebesar 38,081. Berdasarkan nilai acer,
biaya pengobatan yang costeffective ialah cefotaxime. Rudan (2013) meyatakan
kejadian pneumonia masa kanak-kanak yang didapat masyarakat di negara
berpenghasilan rendah dan menengah pada tahun 2010, dengan menggunakan
definisi Organisasi Kesehatan Dunia, adalah sekitar 0,22 (kisaran interkuartil
(IQR) 0,11-0,51) episode per anak-tahun (e / cy), dengan 11,5% (IQR 8.0-33.0%)
kasus berlanjut ke episode berat. Ini adalah pengurangan hampir 25% selama
dekade terakhir, yang konsisten dengan pengurangan prevalensi faktor pneumonia
yang diamati di seluruh negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada
27
tingkat kejadian pneumonia, RSV adalah patogen yang paling umum, hadir pada
sekitar 29% dari semua kejadian, diikuti oleh influenza (17%).
Survei kesehatan rumah tangga tahun 2003 – 2004 mencatat bahwa anak
balita yang mempunyai gejala - gejala pneumonia dalam dua bulan survei
pendahuluan sebesar 7,7% dari jumlah balita yang ada (14.510) adalah anak
balita laki - laki. Sedangkan jumlah balita perempuan yang mempunyai
gejala– gejala pneumonia sebesar 7,4% (SDKI, 2003).
b. Faktor perilaku
1. Perilaku merokok
Asap rokok merupakan masalah bagi kesehatan pernapasan pada terutama
pada balita karena dapat langsung mengganggu pernapasan yang lebih rentan.
Sejalan dengan penelitian Sugihartono (2012) pengaruh rokok sangat beresiko
terhadap kejadian pneumonia pada balita dibawah 5 tahun. Braeken (2017)
mengatakan pasien PPOK yang merokok saat ini memiliki risiko CAP yang
sebanding (HR 0,92, 95% CI: 0,82-1,02), sedangkan kontrol merokok saat ini
memiliki risiko lebih tinggi (HR 1,23, 95% CI: 1,13-1,34) dibandingkan kontrol
yang tidak pernah merokok.
2. Kelengkapan Imunisasi
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program
Pengembangan Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan
terhadap 7 jenis penyakit utama, yaitu penyakit TBC (BCG), difteria, tetanus,
batuk rejan, polimielitis, campak dan hepatitis (Dinkes, 2009). Whinie (2009)
28
mengatakan imunisasi balita berumur 12 – 59 bulan efektif menurunkan resiko
kejadian penyakit.
3. Pemberian ASI
Esklusif ASI adalah komponen yang paling utama bagi ibu dalam
memberikan pemeliharaan yang baik terhadap bayinya, untuk memenuhi
pertumbuhan dan perkembangan psikososialnya. Zat yang terkandung dalam
ASI sangat baik untuk pembentukan anti body menurunkan kemungkinan
bayi dan balita terkena penyakit infeksi, batuk, pilek dan penyakit alergi
(Kartasasmita, 2003). Penelitian Dian (2015) menyimpulkan bahwa balita yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko 7,00 kali untuk terkena pneumonia,
penelitian Sundari (2014) menyimpulkan perilaku ibu yang tidak sehat yang
menjadi faktor resiko terjadinya ISPA pneumonia balita, sejalan dengan hasil
penelitian Yulia (2016) balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif lebih beresiko
terkena pneumonia.
4. Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kelangsungan kesehatannya.
(Kartasasmita, 2003), sejalan dengan hasil penelitian Meiry (2017) yang
menyimpulkan kurangnya asupan seng berpengaruh terhadap terjadinya
keparahan pneumonia.
c. Faktor lingkungan tempat tinggal
Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan di sekitar yang sangat
berpengaruh terhadap terwujudnya status kesehatan meliputi perilaku hidup
29
bersih, tersedianya ventilasi yang baik dalam rumah (Noor, 2008). Hasil penelitian
Padmonobo (2012) menyatakan bahwa ventilasi rumah merupakan faktor risiko
kejadian pneumonia pada anak balita dengan OR sebesar 2,21, sedangkan
Masfufatun (2016) mengatakan bahwa variabel yang paling Dominan sebagai
penyebab kejadian pneumonia pada bayi di wilayah kerja puskesmas
Banjarmangu 1 kabupaten banjarnegara adalah Jenis dinding rumah dengan or =
4,584.
Dewi (2012) menyimpulkan bahwa lingkungan fisik rumah (jenis atap
rumah, jenis lantai rumah, luas ventilasi Rumah, kebiasaan membuka jendela,
tingkat kepadatan hunian) dan perilaku hidup sehat (kebiasaan mencuci Tangan,
kebiasaan merokok dalam rumah, kebiasaan Membersihkan rumah) menyebabkan
resiko pneumonia semakin tinggi. Sejalan dengan penelitian Misba (2009) faktor
resiko pneumonia lingkungan fisik rumah. Hasil penelitian Lenni (2009)
menyatakan kondisi rumah yang memiliki hubungan yang signifikan dengan
kejadian pneumonia adalah kualitas pencahayaan, indeks ventilasi dan tingkat
kepadatan hunian. Morris (2011) menyatakan bahwa penyakit menular
menyumbang 58% dari semua kematian di antara anak-anak berusia 5 sampai 14
tahun. Sekitar 18% kematian terjadi karena penyakit diare, 10% karena
pneumonia, 8% karena infeksi sistem saraf pusat, 4% karena campak, dan 12%
karena penyakit menular lainnya. Secara nasional pada tahun 2005 sekitar 59.000
dan 34.000 anak berusia 5 sampai 14 tahun meninggal dunia. Udupa (2011) dalam
penelitiannya yang dilakukan di Pusat Pelatihan Kesehatan Pedesaan di
Kabupaten Thane untuk menilai kemanjuran obat yang direkomendasikan untuk
30
pneumonia. Semua pasien dengan dugaan diagnosis pneumonia diminta menjalani
rontgen dada, mikroskop sputum dan jumlah leukosit, untuk melakukan diagnosis
pasti pneumonia. Sebanyak 31 pasien tidak ada perbedaan yang signifikan yang
terdeteksi mengenai keberhasilan klinis atau kematian, terlepas dari cakupan
atipikal atau antibakteri kelas dengan cakupan atipikal yang sama.
Heru (2012) menyimpulkan kasus pneumonia terjadi lebih banyak ketika
bayi penderita tinggal di rumah dengan kondisi fisik lebih buruk ( jenis dinding,
jenis lanatai, luas ventilasi, pencahayaan alami, suhu kamar, kelembaban kamar,
kepadaatan hunian kamar dan keberadaan sekat dapur ) dibanding kelompok
balita kontrol. Penelitian yang dilakukan Oktaviani (2013) bertujuan untuk
mengetahui faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian penyakit
pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan Teluknaga. Menurut data di
Puskesmas Teluknaga jumlah pneumonia pada balita Tahun 2013 sebanyak 252
dengan proporsi 2,52%, pada tahun 2015 dari 10.841 populasi terdapat 627 kasus
pneumonia dengan proporsi 6,27 %. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
kejadian pneumonia (19,4%), umur 0–36 bulan (19,6%), jenis kelamin laki – laki
(18,1%), status gizi baik (19,1%), status imunisasi tidak lengkap (22,9%).
Berdasarkan hasil analisa statistik dari empat variabel yang diteliti terdapat satu
variabel yang berhubungan yaitu status imunisasi tidak lengkap (p value 0,034)
dengan kejadian penyakit Pneumonia pada balita di Puskesmas Kecamatan
Teluknaga Kabupaten Tangerang Tahun 2015.
Penelitian yang dilakukan Sauria (2016), bertujuan melihat gambaran
penggunaan antibiotika dan evaluasi kesesuaian penulisan resep pada kasus ISPA
31
non pneumonia pada balita di Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Puskesmas Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Evaluasi kesesuaian penulisan
resep ini bermanfaat untuk melihat presentase kesesuaian penulisan resep dengan
tatalaksana yang ada.. Hasil penelitian menunjukkan presentase penggunaan
antibiotika pada sampel sebesar 59,6% dimana antibiotika yang paling banyak
digunakan adalah amoksisilin. Berdasarkan hasil studi ini, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan antibiotika pada balita batuk bukan pneumonia di Puskesmas
Cengkareng cukup tinggi dan kesesuaian penulisan resep dengan pedoman Buku
Bagan MTBS belum memadai. Hasil penelitian Bambang (2015) mendeskripsikan
penyebab pneumonia berhubungan dengan kualitas udara yang buruk.
2.1.4 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
2.1.4.1 Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu estimasi terhadap validitas sesungguhnya, namun
dengan cara pendekatan yang tepat dapat dilakukan estimasi guna melihat apa
yang sesungguhnya diukur oleh tes dan seberapa cermat hasil ukurnya (Azwar,
2016:131). Validitas instrumen didefinisikan sejauhmana instrumen mengukur
atau merekam apa yang dimaksud untuk diukur atau direkam. Ada tiga landasan
untuk melihat sejauh mana alat ukur mengukur apa yang diukur, yaitu a)
didasarkan pada isinya; b) didasarkan kesesuaiannya dengan konstruknya; dan c)
didasarkan kesesuaiannya dengan (Suryabrata, 2015:61).
Jenis-jenis validitas dibagi menjadi 3 macam yaitu validitas isi (content
validity), validitas konstrak (construct validity) dan validitas berdasarkan kriteria
32
(Azwar, 2016:110). Proses untuk mengetahui kevalidan instrumen, peneliti
menggunakan validitas isi dan validitas konstruk .
a. Validitas Isi
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
kelayakan atau relevansi isi tes melalui analisis rasional oleh panel yang
berkompeten atau melalui Expert Judgment (Azwar, 2016:112). Validitas isi
ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan atau butir pernyataan
berdasarkan pendapat professional para penelaah. Validitas isi secara relatif lebih
mudah ditegakkan dibandingkan menegakkan kedua macam validitas lainnya
yaitu validitas konstruk dan validitas berdasarkan kriteria. Sebagai
pertanggungjawaban akademik peneliti wajib menginformasikan secara lengkap
proses penegakkan validitas isi ini, termasuk daftar cek yang digunakan dalam
proses validasi. Validitas isi dalam penelitian pengembangan instrumen
didasarkan pada penilaian para ahli atau pakar sebanyak n orang terhadap aitem,
yaitu dengan menggunakan formula Aiken’s V. Penilaian dilakukan dengan cara
memberikan angka antara 1 sampai 4 (Azwar, 2014:134).
Adapun formula tersebut adalah sebagai berikut:
V = ∑s
[ n ( c−1) ]
Keterangan:
s = r – lo
lo= Angka Asesmen validitas yang terendah (dalam hal ini = 1)
c = angka Asesmen validitas yang tertinggi (dalam hal ini = 4)
r = angka yang diberikan oleh seorang penilai
n = jumlah penilai
33
b. Validitas Konstruk
Selain validitas isi, perlu juga diuji validitas konstruk dengan analisis faktor.
Analisis faktor dapat diketahui apakah konsep konstruk yang dikembangkan
secara teoritik telah sesuia dengan konsep konstruk yang mendasarinya setelah
diuji coba lapangan. Analisis faktor adalah sebuah metode statistik yang biasa
dipergunakan, dalam pengembangan alat ukur, untuk menganalisis hubungan
diantara banyak sekali variabel. Sebuah faktor adalah kombinasi item-item tes
yang diyakini sebagai suatu kumpulan. Item-item yang berhubungan
dikelompokkan bersama membentuk sebagian konstruk dan dikelompokkan
bersama. Item-item yang tidak berhubungan dan tidak membentuk bagian dari
konstruk harus dikeluarkan dari kelompoknya (Azwar , 2016:123).
Analisis faktor yang digunakan pada penelitian ini yaitu Confirmatory Factor
Analysis (CFA). Prosedur analisis faktor dengan bantuan program SPSS Versi
16.0. Uji validitas konstruk dengan menggunakan analisis faktor dapat dijalankan
jika Nilai KMO > 0,5, Anti Image Corelation > 0,5, Eigenvalue ≥ 1 dan Factor
Loading ≥ 0,3.
2.1.4.2 Reliabilitas Instrumen
Setelah validitas instrumen, dalam pengembangan instrumen juga harus diuji
reliabilitas instrumen. Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability
yang menyatakan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi
dan sebagainya, namun pada intinya konsep reliabilitas memiliki makna sejauh
mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Menurut Khumaedi (2012:26),
reliabilitas merupakan koefisien yang menunjukkan sejauhmana instrumen yang
34
digunakan dapat dipercaya, yang artinya apabila instrumen tersebut digunakan
berulang kali untuk mengukur suatu objek yang sama, maka hasilnya relatif stabil
atau konsisten. Secara empiris, tinggi rendahnya reliabilitas dapat dilihat dari nilai
koefisien reliabilitas. Besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0-1 dimana
semakin tinggi koefisien reliabilitas berarti semakin konsisten hasil pengukuran.
Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas yaitu reliabilitas eksternal dan
reliabilitas internal (Sugiyono, 2011:80). Reliabilitas eksternal diperoleh jika
ukuran atau kriteria tingkat reliabilitas berada diluar instrumen, Ada dua cara
menguji reliabilitas eksternal instrumen yaitu dengan metode parallel (equivalent
method) dan metode tes berulang yaitu memberikan tes pada sampel yang sama
dalam satu periode yang singkat (reliability test-retest). Reliabilitas internal
apabila kriteria maupun kriteria didasarkan pada data dari instrumen itu sendiri.
Reliabilitas internal bertujuan untuk melihat konsistensi antar item atau antar
bagian dalam tes itu sendiri. Untuk itu, setelah skor setiap item diperoleh dari
sekelompok subjek, tes dibagi menjadi beberapa belahan, bisa dua belahan, tiga
belahan dan bahkan belahan sebanyak item.
Reliabilitas internal diperoleh dengan cara menganalisis data dari satu kali
pengumpulan data yang didasarkan dari sistem pemberian skor. Koefisien
reliabilitas pada taraf 0,70 atau lebih biasanya dapat diterima sebagai reliabilitas
baik. Penelitian pengembangan ini menggunakan reliabilitas isi dan reliabilitas
hasil uji lapangan. Reliabilitas isi ditentukan dengan menggunakan rumus
reliabilitas antarrater untuk mengetahui kesepakatan dari para ahli dalam
memberikan penilaian. Reliabilitas antarrater diuji menggunakan rumus Two Way
35
Anova/ Anova dua faktor yang dianalisis dengan menggunakan software SPSS
versi 16.0 dam selanjutnya hasil analisis Anova dianalisis kembali menggunakan
formula dari Hoyt (Mardapi, 2016:78).
rxx = 1 - S2 r
S2s
Keterangan:
S2r = varians residu yang pada anlisis treatment x subjek adalah mean kuadrat
interaksi antara item dan subjek MKis
S2s = varians subjek merupakan kuadrat antar subjek , yaitu MKs
Reliabilitas instrumen yang digunakan untuk menganalisis hasil uji di lapangan
menggunakan rumus alpha cronbach. Dalam perhitungan hasil ujicoba lapangan
menggunakan formula alpha cronbach.
r11 = (n
n−1) (
St2− ∑ piqi
St2 )
Keterangan :
pi = proporsi subyek yang menjawab item dengan benar
qi = proporsi subyek yang menjawab item dengan salah ∑ piqi = jumlah hasil perkalian antara pi dan qi
n = banyak item
St2 = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)
2.2 Kerangka Teoritis
Pengembangan instrumen dilakukan dengan melalui tahap – tahap penting
diantaranya menentukan spesifikasi instrumen, penulisan instrumen, penskoran
instrumen, menentukan skala instrumen, telaah instrumen, melakukan ujicoba
instrumen, analisis instrumen, revisi, merakit instrumen, evaluasi produk akhir.
Instrumen yang akan dihasilkan sudah harus teruji valid dan reliabel sehingga
dalam uji coba instrumen tidak terlepas dari penilaian. Penilaian juga merupakan
36
suatu proses dalam mengumpulkan informasi dan membuat keputusan
berdasarkan informasi tersebut.
Pengembangan instrumen bertujuan untuk menghasilkan instrumen yang
valid dan reliabel dengan berdasarkan batasan – batasan teori tentang gejala dan
tanda pneumonia, sehinnga instrumen deteksi dini pneumonia yang akan
dikembangkan berpatokan pada teori. Dalam proses mengumpulkan informasi,
tentunya tidak semua informasi bisa digunakan untuk membuat sebuah keputusan.
Informasi-informasi yang relevan dengan apa yang dinilai akan mempermudah
dalam melakukan sebuah penilaian dalam kegiatan. Proses penilaian dalam
penelitian ini sesuai dengan hasil dari interview dan observasi penderita
pneumonia.
Validitas dan reliabilitas yang digunakan dalam pengembangan instrumen
pneumonia yaitu menggunakan validitas isi / expert judgement dimana para ahli
yang menilai isi instrumen yang dikembangkan dan validitas konstruk untuk
menguji konstruk teori, selanjutnya reliabilitas menggunakan reliabilitas antar
rater / antar penilai dan menggunakan reliabilitas alpha cronbach untuk reliabilitas
instrumen setelah dilakukan uji lapangan (Lihat Gambar 1).
37
Gambar 1. Kerangka teoritis pengembangan instrumen deteksi dini pneumonia
2.3 Kerangka Berfikir
Tugas pokok dan fungsi petugas teknis operasional pencegahan dan
pemberantasan penyakit yaitu melaksanakan kegiatan upaya-upaya pencegahan
penyakit, penyususnan rencana kegiatan dibidang pencegahan dan pemberantasan
penyakit, pengumpulan dan pengolahan data dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan penyakit, penyelenggaraan kegiatan upaya-upaya pencegahan
pemberantasan penyakit, melaksanakan pengawasan dan pengendalian kegiatan
pencegahan dan pemberantasan penyakit dan penyusunan laporan kegiatan
pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Masalah yang sering dijumpai petugas kesehatan dalam penelitian yang
akan dilakukan ini yaitu instrumen yang dibutuhkan untuk mengambil data
Pengembangan instrumen
validitas
Pneumonia
( Tanda dan gejala, lingkungan, individu )
Penilaian
evauasi pengukuran
reliabiltas
38
lapangan belum valid dan reliabel. Petugas kesehatan kesulitan melihat data apa
saja yang diperlukan untuk kepentingan program seperti pengendalian dan
pencegahan penyakit serta mencari penyebab suatu penyakit, guna melihat
seberapa besar resiko penyakit terjadi dimasyarakat. Situasi ini membuat petugas
sering kali tidak tepat dalam mengambil tindakan pencegahan atau
penanggulangan bahkan mendeteksi secara dini penyakit. Berdasarkan hasil
observasi serta wawancara di puskesmas, instrumen yang menjadi patokan gejala
dan tanda pneumonia hanya dilihat dari jumlah napas permenit sebelum dilakukan
diagnosa lebih lanjut.
Pengembangan instrumen merupakan solusi dalam penelitian yang akan
dilakukan, berdasarkan masukan dari para ahli yang menilai validitas isi serta
reliabilitasnya, kemudian instrumen diuji coba lapangan dan menguji konstruk
serta reliabilitas instrumen, diharapkan instrumen deteksi dini pneumonia yang
dihasilkan atau yang dikembangkan sudah memiliki ketepatan dan ketetapan
dalam penggunaannya untuk keperluan survei ( Lihat Gambar 2).
39
Gambar 2 . Kerangka berpikir pengembangan instrumen deteksi dini
pneumonia.
Ditemukan masalah
Belum ada instrumen baku
deteksi dini pneumonia,
instrumen yang digunakan
tidak mencakup gejala lain
selain jumlah napas / menit
Solusi
Melakukan Pengembangan
instrumen deteksi dini pneumonia
dan menguji validitas relibalitasnya
Hasil
Menghasilkan instrumen
deteksi dini pneumonia yang
valid dan reliabel
Tugas tenaga kesehatan
Petugas kesehatan
melakukan survey guna
menjaring kejadian
pneumonia
65
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka telah
diperoleh instrumen deteksi dini resiko pneumonia valid dan reliabel sehingga
dapat disimpulkan sebagai berikut:
5.1.1 Karakteristik Instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang
dikembangkan yaitu instrumen deteksi dini pneumonia menekankan pada tanda
dan gejala, perilaku individu dan lingkungan, bentuk instrumen non tes berupa
pedoman wawancara terstruktur. Penskoran menggunakan nilai 1 sebagai nilai
tertinggi dan 0 terendah pada butir instrumen dan pengkategorian terdiri dari
resiko pneumonia rendah untuk skor 0-50, resiko pneumonia tinggi untuk skor 51-
100
5.1.2 Instrumen deteksi dini pneumonia yang dikembangkan valid dan reliabel
ditinjau dari expert judgement
5.1.3 Instrumen deteksi dini pneumonia yang dikembangkan valid secara
konstruk dan reliabel.
5.2 Implikasi
Instrumen deteksi dini resiko pneumonia disusun untuk membantu tenaga
kesehatan dan kader dalam proses deteksi resiko pneumonia dilapangan.
Instrumen yang digunakan selama ini masih merujuk pada buku saku manajemen
terpadu balita sakit (MTBS) dan leaflet, diharapkan dengan adanya instrumen
65
deteksi dini resiko pneumonia ini dapat membantu proses penjaringan, pelaporan
dan penanggulangan dini penyakit pneumonia.
5.3 Saran
5.3.1 Instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang dikembangkan
menghasilkan 3 faktor yang terbentuk. Adapaun faktor-faktor tersebut yaitu tanda
dan gejala, perilaku individu dan lingkungan. Diharapkan dengan adanya
penelitian pengembangan ini, dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian
yang berkaitan dengan pengembangan instrumen khususnya pada penyakit.
5.3.2 Instrumen deteksi dini resiko pneumonia yang dikembangkan dapat
digunakan oleh tenaga kesehatan tidak hanya di Puskesmas ngemplak Semarang,
akan tetapi dapat digunakan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas seluruh
Indonesia.
65
DAFTAR PUSTAKA
Aditya Udupa. 2011. Antibiotic Therapy In Pneumonia: A Comparative Study Of
Oral Antibiotics In Arural Healthcare Centre. International Journal Of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. Vol 3, Suppl 3, 2011
Ambarsari, Pipit . 2017. Pengembangan Instrumen Penilaian Unjuk Kerja pada
Reading Aloud Text Recount Siswa SMP pada Kurikulum 2013. Journal of
Educational Research and Evaluation
Ana Carolina Souza-Oliveira. 2016. Ventilator-associated pneumonia: the
influence of bacterial resistance, prescription errors, and de-escalation of
antimicrobial therapy on mortality rates. The Brazilian Journal of Infectious
Diseases.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi., 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi
Revisi 6. Jakarta. Rineka Cipta.
Athena, Anwar. (2014). Pneumonia among Children Under Five Years of Age in
Indonesia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014
Azwar, Saifuddin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Azwar, Saifuddin. 2014. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Azwar, Saifuddin. 2016. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bambang, sukana. 2015, The Effect of Forest Fire on Acute Respiratory Infection
and Pneumonia in Pulang Pisau District, Central Kalimantan. Jumal Ekologi
Kesehatan Vol. 14 No 3, September 2015 : 250 — 258
Basuki, I., & Hariyanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Budiono, Susilaningsih, E., & Fatmasari, D. (2014). Pengembangan Instrumen
Penilaian Kinerja Keterampilan Mencetak Rahang Bergigi Teknik
Mukostatik. Journal of Educational Research and Evaluation, 3(2), 49–56.
Retrieved from http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jere.
Campbell H, el Arifeen S, Hazir T, O’Kelly J, et al. Measuring Coverage in
68
MNCH: Challenges in Monitoring the Proportion of Young Children with
Pneumonia Who Receive Antibiotic Treatment. PLoS Medicine.
2013;10(5):1-6. doi:10.1371/journal.pmed.1001421.
Chang. 2013. “Service Quality, Trust, and Patient Satisfaction in Interpersonal-
Based Medical Service Encounters”. BMC Health Services Research,
13(22): 1-11.
Dalimunthe W, Daulay SR, Daulay MR.2013. Significant clinical features in
pediatric pneumonia. Paediatri Indonesia. 2013;53:37–41.
Darmadi, Hamid. 2013. Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial. Bandung :
Alfabeta
David Laksamana. 2015. Relationship betweenAmount Bacterial Pathogen in the
House with Incidence of Pneumonia on Children Under Five Years in
Working Areas Public Health Center Ngesrep Banyumanik Semarang 2014.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 14 No.1 / April 2015
Departemen Kesehatan RI. 2004. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit
ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI, 2007, Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita.
Jakarta: Depkes RI
Dewi sartika. 2012. Faktor lingkungan rumah dan praktik hidup orang tua yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di kabupaten
kubu raya tahun 2011. Jurnal kesehatan lingkungan Indonesia Vol. 11 no. 2,
oktober 2012
Dionne CW Braeken. 2017 . Risk of community-acquired pneumonia in chronic
obstructive pulmonary disease stratified by smoking status: a population-
based cohort study in the United Kingdom. International Journal of COPD
Djemari Mardapi, 2008 .Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes,
Yogyakarta: Mitra Cendikia Prss.
Djemari Mardapi. 2012. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta. Nuha Medika.
69
Dian Eka . (2015) The Risk Factors of Pneumonia Disesase at Babies Under Five
Years Old Based on Measles Imune Status and Breast Freeding Exclusive
Status.Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 69–81
Djojodibroto D, 2009. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC
Elza febria. (2016). Factors Related to Diagnosis of Community-Acquired
Pneumonia in the Elderly. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 3, No. 4 |
Desember 2016
Gaol, P. L., Khumaedi, M., & Masrukan. (2017). Pengembangan Instrumen
Penilaian Karakter Percaya Diri pada Mata Pelajaran Matematika Sekolah
Menengah Pertama. Journal of Education Research and Evaluation, 6(1),
63–70.
Hendra.2017. Faktor - faktor yang berhubungan dengan Praktik penemuan
pneumonia balita oleh bidan. Unnes journal of public health 6 (3) (2017)
Heru. 2012. Hubungan faktor-faktor lingkungan fisik rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita Di wilayah kerja puskesmas jatibarang kabupaten
brebes. Jurnal kesehatan lingkungan indonesia Vol. 11 no. 2 / oktober 2012
Hidayat, A. 2014. Penelitian Keperawatan dan Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika.
Ida bagus. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pneumonia Bakteri
pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 12, No. 3, Oktober 2010
Igor Rudan. 2013. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia in 2010:
estimates of incidence, severe morbidity, mortality, underlying risk factors
and causative pathogens for 192 countries. Journal of global health.
Kartasasmita, C.R., 2003. ISPA Penyebab Kematian Balita Nomor Satu, Sinar
Harapan.
Kelly Ms, Smieja M, Luinstra K, Wirth Ke, Goldfarb Dm, Steenhoff Ap, Et Al.
2015. Association Of Respiratory Viruses With Outcomes Of Severe
Childhood Pneumonia In Botswana. Plos One 10(5): E0126593.
Doi:10.1371/Journal.Pone.0126593
Khumaedi, M. 2012. Reliabilitas Instrumen Penelitian Pendidikan. Jurnal
Pendidikan Teknik Mesin.
Laura E, Dkk. (2004). Undernutrition as an underlting cause of child deaths
associated with diarrhea, pneumonia, malaria, and measles 1’2’3. Jurnal The
American Journal of Clinical Nutrition, Volume 8 No. 1
70
Lenny arta. (2009). Analisis Kondisi Rumah Sebagai Faktor Risiko Kejadian
Pneumonia Pada Balita di Wilayah Puskesmas Sentosa Baru Kota Medan
Tahun 2008. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol.8 No.1 April 2009
Lestantiya, Anggie Febriyanti, Titik Harsiati, Taufik Dermawan. 2017.
Pengembangan Instrumen Asesmen Menulis Kreatif Cerita Fantasi untuk
Siswa Kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan 2(10), 1399-1408.
Lisa adhia. (2016). Hubungan Faktor Risiko dan Karakteristik Gejala Klinis
dengan Kejadian Pneumonia pada Balita. Global Medical and Health
Communication, Vol. 4 No. 1 Tahun 2016.
Misba, B., Hakim, H.A., Nawi, R., 2009, Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mattirobulu, Kabupaten Pinrang.
Medika 2009;35(8):516-519
Machmud R.2009. Pengaruh kemiskinan keluarga pada kejadian pneumonia balita
di Indonesia. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2009; 4(1):
36-41.
Mardapi, D. (2016). Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta: Parama Publishing.
Margono. 2004. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Mairusnita. 2007. Karakteristik Penderita Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) pada Balita yang Berobat ke Badan Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Daerah (BPKRSUD) Kota Langsa 2006.
Masfufatun. 2016. Hubungan faktor kualitas lingkungan rumah dengan kejadian
pneumonia pada Bayi di wilayah kerja puskesmas banjarmangu 1 kabupaten
banjarnegara. Jurnal kesehatan lingkungan indonesia 15 (1), 2016, 6 – 13.
Mercy Abbey. 2016. Community Perceptions And Practices Of Treatment
Seeking For Childhood Pneumonia: A Mixed Methods Study In A Rural
District, Ghana. Bmc Public Health.
Meiry Nasution. 2017. Low Zinc Intake as a Risk Factor of Severe Pneumonia
among Children Aged 12-59 Months. Gizi Indon 2017, 40(1):35-44.
Mia Nurnajiah (2016) . Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada
Balita di RS. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1)
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada anak, orang
dewasa, usia lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik
71
Mycobacterium, Jakarta. Pustaka populer obor
Mukono, H.J. 2008. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Saluran Pernafasan.Cetakan Ketiga. Airlangga University Press. Surabaya.
Musdalipah. 2017. Analisis efektivitas biaya antibiotik Sefotaxime dan gentamisin
penderita Pneumonia pada balita di rsud kabupaten Bombana provinsi
sulawesi tenggara. Jurnal ilmiah ibnu sina, 3(1), 1-11
Nelson, Behrman, Kliegman . 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 1.
Jakarta : EGC.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novitasari, A., Ridlo, S., & Kristina, T. N. (2017). Instrumen Penilaian Diri
Kompetensi Klinis Mahasiswa Kedokteran. Journal of Education Research
and Evaluation, 6(1), 81–89.
Nugroho, B. S., Djuniadi, & Rusilowati, A. (2016). Pengembangan Penilaian
KInerja Teknik Potongan Di SMK Pada Kurikulum 2013. Journal of
Educational Research and Evaluation, 3(2), 36–40.
Nur Nasry Noor, 2008. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular,
Jakarta:Rineka Cipta.
Padmonobo H, Setiani O, Joko T. 2012. Hubungan faktor-faktor lingkungan fisik
rumah dengan kejadian pneumonia di wilayah kerja Puskesmas Jatibarang,
Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012; 11(2):
190-8.
Prabawa, H. E., & Azinar, M. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Praktik Penemuan Pneumonia Balita Oleh Bidan. Unnes Journal of Public
Health, 6(3): 148-154.
Pramudiyani NA, Prameswari GN. 2011. Hubungan antara sanitasi rumah dan
perilaku dengan Kejadian pneumonia balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
2011; 6(2): 71–8.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2003. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Departemen.Jakarta : Balai Pustaka.
Purwanto, N. 2007. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Retno Asih . 2011. Risk Factor Of Bacteremia In Children With Pneumonia.
Indonesian Journal Of Tropical And Infectious Disease
72
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Riza Hakan Erbay. 2004. Costs and risk factors for ventilator-associated
pneumonia in a Turkish University Hospital's Intensive Care Unit: A case-
control Study. BMC Pulmonary Medicine
Rusilowati, Ani, Lina Kurniawati. 2016. Developing an Instrumen of Scientific
Literacy Asessment on the Cycle Theme. International Journal of
Environmental and Science Education. 11 (12), 5718-5727
Sugihartono, Nurjazuli. 2012. Analisis faktor risiko kejadian pneumonia pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Sidorejo Kota Pagar Alam: risk factor
analysis of pneumonia incidence on under-five-year-old children in the
working area of public health center , Sidorejo, Pagar Alam City. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia. 2012;11(1):82–6.
Susanti. 2015. “Pengaruh Appointment Registration System terhadap Waktu
Tunggu dan Kepuasan Pasien”. Global Medical and Health
Communication, 3(1): 40-47.
SDKI. 2003. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Shaun K. Morris. 2011. Diarrhea, Pneumonia, and Infectious Disease Mortality in
Children Aged 5 to 14 Years in India. PLoS ONE 6(5): e20119.
doi:10.1371/journal.pone.0020119
Siti Sundari. (2014). Perilaku Tidak Sehat Ibu yang Menjadi Faktor Resiko
Terjadinya ISPA Pneumonia pada Balita. Jurnal Pendidikan Sains Vol.2,
No.3, September 2014, Hal 141-147.
Siti Suraidah. (2002). Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita Kaitannya dengan
Tipe Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Lor dan Cebongan Kota
Salatiga. J Kesehat Lingkun Indones vol. 1 no. 2 oktober 2002.
Slamet, Juli Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : UGM press
Speer, Kathlen Morgan. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinical Pathways, (Edisi 3). Jakarta : EGC.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
73
Sugihartono, S., Rahmatullah, P., Nurjazuli, N., 2012, Analisis Faktor Risiko
Kejadian Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo
Kota Pagar Alam.Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,2012; 11(1): 2-9.
Suharsimi, A. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukar. (2015). Risk Of Suffering Pneumonic By Living Around Oil Refinery.
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 43, No. 4, Desember 2015 : 265-27.
Suryabrata, S. 2015. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Supariasa, I.D.. 2013. Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Sunyataningkamto. 2004. The role of indoor air pollution and other factors in the
incidence of pneumonia in under-five children. Paediatrica Indonesiana
Tjitra E, Lubis A, Hapsari D, Budiarso R. Status Imunisasi dan Kesakitan Anak
Umur 1- 2 tahun (Batita), Analisis lanjut SDKI 1994, Bui. Penelit. Kesehat.
23 (2&3): 5-23, Jakarta, 1996.
Vivian Nanny Lia Dewi. 2016. Kejadian Pneumonia Balita Di Maumere Flores
Nusa Tenggara Timur. Media Ilmu Kesehatan
Widoyoko. 2016. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian ,Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Wahyuni indawati. 2014. Infeksi Influenza A dan B pada Anak dengan Influenza
Like Illness (ILI) atau Pneumonia di Jakarta. Sari Pediatri 2014;16(2):136-
42.
Wayan P. Arta Suyasa, Dewa Gede Hendra Divayana. 2017. Penilaian Proses
Berorientasi KKNI di Jurusan Pendidikan Teknik Informatika. Jurnal
Nasional Pendidikan Teknik Informatika 6(2), 206-217.
World Health Organization, 2006, The Forgotten Killer of Children, Pneumonia,
World Health Organization.
WHO. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) Yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim WHO.Alih Bahasa: Trust
Indonesia. Jakarta.
WHO. 2008. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
74
WHO, UNICEF. 2004. Global action plan for prevention and control of
pneumonia (GAAP). Diakses 10 April 2017.
http://wholibdoc.Who.Int/hg/2009/ Who Fch Cah Nch 09.04eng.pdf .
Widoyoko, Eko Putro. 2016. Teknik penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widoyono. 2008 Penyakit Tropik, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Widowati, E . 2013. Faktor yang berhubungan dengan keberadaan streptococcus
di udara pada rumah susun kelurahan Bandarharjo kota Semarang tahun
2013. Unnes Journal of Public Health 2013.
Whinie Lestari. 2009. Dampak Status Imunisasi Anak Balita Di Indonesia
Terhadap Kejadian Penyakit. Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan
Volume XIX Tahun 2009, Suplemen II.
Yudarmawan, IN. 2012. Pengaruh Faktor-Faktor Sanitasi Rumah Terhadap
Kejadian Penyakit ISPA Pada Anak Balita (Study Dilakukan pada
Masyarakat di Desa Dangin Puri Kangin Kecamatan Denpasar Utara Kota
Denpasar Tahun 2012). : Poltekkes Denpasar.
Yulia Efni. (2016) . Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2016; 5(2)