Upload
tranphuc
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGEMBANGAN KERANGKA PERUMUSAN DAN EVALUASI STRATEGI
PENYELARASAN SISTEM PENDIDIKAN SMK DENGAN DUNIA KERJA FASE I
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT
(QFD)
(Studi Kasus Pada SMK Negeri 5 Surabaya)
Sinta Dewi, Maria Anityasari, S.T., M.E., Ph.D., Ir. Mokh. Suef, M.Sc.(Eng). Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: [email protected] ; [email protected]; [email protected]
Abstrak Penyelarasan sistem pendidikan dengan dunia kerja merupakan isu yang banyak berkembang saat
ini terkait dengan peningkatan proposi SMK dibanding SMA menjadi 67 : 33 yang diprogramkan
oleh pemerintah. Agar peningkatan proporsi ini dapat terserap maksimal dalam dunia kerja
diperlukan adanya mekanisme atau instrumen yang dapat menerjemahkan kebutuhan dunia kerja
tersebut menjadi strategi yang harus dimiliki SMK. Penelitian ini menggunakan pendekatan model
Quality Function Deployment (QFD) yang banyak digunakan dalam menerjemahkan kebutuhan
pelanggan kedalam langkah teknis pengembangan produk. Dalam penelitian ini QFD digunakan
sebagai alat untuk membangun suatu kerangka perumusan strategi. Namun untuk menggunakan
QFD tersebut untuk menyusun kerangka perumusan strategi diperlukan adanya beberapa
penyesuaian. Penyesuaian yang dilakukan diantaranya adalah penyesuaian pengertian customer
menjadi stakeholder, identifikasi Voice of Stakeholder (VOS), penyesuaian model pembobotan,
pengelompokan respon teknis, dan penyusunan matriks House of Quality (HOQ) menjadi dua
tahap. Implementasi terhadap hasil penyesuaian QFD menunjukkan bahwa QFD yang telah
disesuaikan mampu digunakan sebagai alat untuk merumuskan strategi penyelarasan sistem
pendidikan SMK dengan dunia kerja dengan memperhatikan beberapa konstrain dalam
penerapannya.
Kata kunci : respon teknis, QFD, stakeholder, VOS
Abstract
Alignment of the educational system with labor market requirement is an issue that appear
currently associated with the increasing proportion of vocational education (SMK) compared to
high school (SMA) equal to 67: 33 percent by the government policy. In order to increase the
proportion of absorbed graduate of SMK in to the labor market, it is necessary for SMK to have a
mechanisms or instruments that can translate the labor market requirements in to strategy of
SMK. This study uses Quality Function Deployment (QFD) approach which is widely used in
translating customer requirements into technical responses. In this research, QFD is used as a
tool to develop a strategy formulation framework. However, using QFD to develop strategy is
required some adjustments. They are identification of the customer as stakeholder, Voice of the
Stakeholder (VOS), weighting models, grouping technical responses, and construct House of
Quality (HOQ) matrix into two rounds. The implementation of the framework showed that QFD
adjustments that have been used as a tool to formulate and evaluate aligning strategy between
educational systems and labor market can be applied by taking account into several constraints.
Keywords: technical responses, QFD, stakeholders, vocational education, VOS
1. Pendahuluan
Peningkatan rasio SMK lebih besar dari
pada SMA, yaitu 67% SMK dan 33% SMA
(Renstra Kemendiknas 2010-2014) akan
memicu peningkatan jumlah tenaga kerja
terdidik dan terlatih pada level menengah yang
cukup signifikan, mengingat proporsi SMK jika
dibandingkan dengan SMA sebelum
diberlakukannya kebijakan ini adalah 30%:70%
(GTZ, 2008). Kondisi terakhir yaitu setelah
kebijakan tersebut dijalankan selama 5 tahun
dengan perbandingan jumlah peserta didik
SMA:SMK mencapai 50:50, angka
2
pengangguran dari lulusan pendidikan SMK
masih menduduki peringkat tertinggi, yaitu
sebesar 14,59% per Agustus 2009. Hal ini
menunjukkan terdapatnya suatu gap antara
target pemerintah untuk meningkatkan jumlah
angkatan kerja lulusan SMK dengan daya serap
dunia kerja untuk lulusan SMK.
Salah satu hipotesa yang dapat ditarik
berkaitan dengan adanya gap tersebut adalah
adanya ketidaksesuaian antara kompetensi
lulusan SMK yang dihasilkan dengan kebutuhan
dunia kerja. Terkait hipotesa tersebut maka
pihak penyelenggara pendidikan dituntut untuk
mengetahui apa saja kebutuhan dunia kerja baik
ditinjau dari aspek kualitas /kompetensi,
jumlah, lokasi, maupun waktu agar dapat
disusun strategi penyelarasan antara kebutuhan
dunia kerja dengan sistem pendidikan SMK
untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
permintaan dunia kerja tersebut. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk
mengidentifikasi apa saja tuntutan dari dunia
kerja namun belum ada mekanisme atau
instrumen standar yang dapat menerjemahkan
kebutuhan dunia kerja tersebut menjadi strategi
yang harus dimiliki SMK.
Kondisi penyelenggaraan pendidikan
SMK di Indonesia terbagi dalam beberapa level
(Gambar 1.1). Strategi penyelenggaraan
pendidikan SMK untuk memenuhi kebutuhan
dunia kerja dirumuskan oleh dinas pendidikan
yang menaungi proses penyelenggaraan
pendidikan di SMK dan diterapkan oleh level di
bawahnya. Hal ini memunculkan permasalahan
kedua yaitu bagaimana menjamin bahwa proses
penurunan
Gambar 1.1 Level Penyelenggaraan Pendidikan
SMK
dan penerjemahan strategi pada Dinas
Pendidikan Pusat tersebut menjadi srategi pada
strategi Dinas Pendidikan Provinsi, strategi
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, serta stategi
SMK itu sendiri tidak keluar dari jalur sehingga
terjadi sinkronisasi program antar
penyelenggara pendidikan.
SMK yang berada pada level
operasional merupakan ujung tombak
implementasi strategi yang telah disusun oleh
level-level penyelenggara pendidikan di atasnya,
oleh karena itu tepat atau tidaknya strategi yang
telah disusun oleh dinas pendidikan yang
menaunginya dapat di evaluasi pada level ini.
SMK juga merupakan level yang melakukan
kontak langsung dengan dunia kerja atau dunia
industri baik dalam proses pembelajarannya
maupun dalam proses transfer output yang
dihasilkan sehingga identifikasi awal kebutuhan
dunia kerja yang menjadi pertimbangan dalam
perumusan strategi penyelenggaraan pendidikan
SMK dapat dilakukan pada level ini.
Untuk memecahka permasalahan-
permasalahan di atas diperlukan metode yang
mampu menerjemahkan kebutuhan pelanggan
kedalam langkah teknis dan strategis. Selama ini
metode yang banyak digunakan adalah Quality
Function Deployment (QFD). QFD yang
memiliki beberapa keunggulan antara lain dapat
diterjemahkan keinginan konsumen berupa
What (Voice of Customer ) menjadi How
(Chandra,2009) dan merupakan suatu teknik
perencanaan yang dapat digunakan untuk
menurunkan karakterisik kualitas tersebut
menjadi beberapa beberapa level karakteristik
kualitas, yaitu karakteristik teknis, karakteristik
komponen, karakteristik proses, dan
karakteristik produk (Brackin, 2002) yang
memungkinkan QFD untuk dapat digunakan
sebagai metode untuk melakukan evaluasi dan
frame work perumusan strategi bagi SMK..
2. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang digunakan dalam
peneliian ini antara lain sebagai berikut.
2.1 Model Penyelarasan
Penyelarasan dalam konteks pendidikan adalah
sebuah upaya komprehensif untuk
mensinkronkan pendidikan nasional dengan
kebutuhan dunia kerja sehingga terjadi
keselarasan dalam pelaksanaannya (Tim SMK,
2010). Konsep pengembangan kerangka kerja
penyelarasan pendidikan dengan dunia kerja
terbagi dalam tiga bagian yaitu kerangka kerja
sisi permintaan, sisi pasokan dan mekanisme
penyelarasan.
2.1.1 Kerangka Kerja Sisi Permintaan
3
Sisi permintaan secara umum dapat
dikategorikan dalam dua bidang utama yaitu
bidang barang (manufaktur) dan jasa yang
terdistribusi pada beberapa sektor baik di
tingkat nasional maupun internasional.
Terdapat empat dimensi utama yang perlu
diperhatikan dalam membuat kerangka kerja
dari sisi permintaan yaitu kualitas
/kompetensi, kuantitas, lokasi dan waktu.
2.1.2 Kerangka Kerja Sisi Pasokan
Berangkat dari kebutuhan saat ini dan yang
akan datang, dilakukan analisis kebutuhan
terhadap sejumlah fasilitas yang diperlukan
untuk mengurangi kesenjangan antara
kebutuhan dunia kerja dan kemampuan
pasok sistem pendidikan saat ini dan di
masa mendatang. Beberapa fasilitas yang
sangat penting untuk menunjang
dihasilkannya SDM atau calon angkatan
kerja dan wirausaha yang andal adalah
ketersediaan sarana/prasarana yang
memadai, guru dan pendidik yang
berkualitas dalam jumlah yang cukup serta
model pembelajaran yang mampu
membangun kompetensi dan jumlah lulusan
sesuai yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
Berdasarkan hasil pemetaan dan analisis
kesenjangan, proses deployment perlu
dilanjutkan untuk melihat apakah setiap
level dan jenis pendidikan yang
diselenggarakan selama ini sudah memiliki
sistem yang mampu menghasilkan berbagai
kebutuhan yang meliputi kualitas /
kompetensi dan kuantitas / jumlah serta
terdistribusi merata di setiap lokasi di
Indonesia.
2.1.3 Mekanisme Penyelarasan
Mekanisme penyelarasan meliputi tiga
aspek utama yaitu (1) mekanisme terkait
dengan eklplorasi sejumlah aktivitas dan
program yang perlu dilakukan sehingga
informasi kebutuhan dari sisi permintaan
dapat diperoleh secara akurat dan
sustainable, (2) mekanisme terkait dengan
eksplorasi seluruh aktivitas dan program
yang diperlukan untuk tersedianya
lulusan/angkatan kerja yang siap memasuki
lapangan kerja dan menciptakan lapangan
kerja (wirausaha) serta (3) sebuah
mekanisme yang menjamin dapat
dikomunikasikannya informasi kebutuhan
sisi permintaan kepada sisi pasokan/
pendidikan.
2.2 Penelitian Sebelumnya tentang SMK
Beberapa penelitian menyangkut dunia kerja
dan kaitannya dengan institusi pendidikan telah
banyak dilakukan seperti penelitian yang
dilakukan oleh Deutsche Gesellschaft für
Technische Zusammenarbeit (GTZ),
International Labour Organization (ILO),
Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, dan
kajian-kajian mengenai SMK yang diterbitkan
oleh Dir PSMK.
Studi kelayakan sekolah kejuruan yang
diselenggarakan oleh GTZ bertujuan untuk
mendapatkan gambaran komprehensif atas
pembangunan Indonesia, khususnya pada
pendidikan formal di sekolah kejuruan serta
keselarasan antara kebutuhan dunia kerja yang
mendukung prioritas pembangunan dalam
bidang sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh ILO mengenai kesempatan
kerja bagi generasi muda yang mengangkat
sektor pariwisata dan perhotelan di Surabaya
pada bulan Februari 2008 dapat diketahui bahwa
output yang dihasilkan oleh institusi pendidikan
selama ini belum memenuhi persyaratan dunia
kerja dikarenakan sistem pendidikan yang
diberikan tidak mampu membekali siswa
dengan pemahaman yang mendalam mengenai
skill yang dibutuhkan, keahlian yang diajarkan
selama proses pendidikan tidak relevan dengan
kebutuhan industri, dan lulusan tidak atau
sedikit sekali mendapatkan pembekalan
mengenai soft skill selama proses pendidikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas
Ekonomi Universitas Padjadjaran yang berjudul
Labor Market Study of The Food and Beverages
Manufacturing Sector In Indonesia ini bertujuan
untuk melakukan analisis mendalam mengenai
kebutuhan pasar tenaga kerja. Penelitian ini
dilakukan di Jawa Barat melalui survei dan
FGD ini menghasilkan beberapa faktor yang
mempengaruhi permintaan dari dunia kerja
khusunya dari sektor industri makanan dan
minuman. Dari beberapa penelitian tersebut
dapat disusun metode penelitian dan criteria-
kriteria kebutuhan awal dunia kerja terhadap
lulusan SMK.
2.3 Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD)
merupakan suatu metode pengembangan produk
yang digunakan untuk menerjemahkan
kebutuhan pelanggan kedalam aktivitas atau
langkah teknis untuk mengembangkan produk
atau jasa (Carnevalli dan Miguel, 2008). QFD
4
memiliki matrix House of Quality, dimana input
(keinginan) konsumen berupa What dapat
diterjemahkan menjadi How, yaitu karakteristik
kualitas yang sejalan dengan input konsumen
(Chandra,2009). Selain itu, QFD merupakan
suatu teknik perencanaan yang dapat digunakan
untuk menurunkan karakterisik kualitas tersebut
menjadi beberapa beberapa level karakteristik
kualitas, yaitu karakteristik teknis, karakteristik
komponen, karakteristik proses, dan
karakteristik produk (Brackin, 2002). Penelitian
mengenai penerapan QFD dalam berbagai
bidang telah dilakukan oleh Carnevalli dan
Miguel (2008). Selain itu QFD juga telah
diterapkan dalam bidang pendidikan sebagai
berikut. Tabel 2.1 Penelitian tentang QFD dalam Bidang
Pendidikan No Penjelasan
1 Penelitian ini bertujuan untuk mendesain suatu
program studi yang disusun dengan menggunakan
QFD dan perbandingan dengan program pendidikan sejenis pada universitas lainnya.
(Gonzalez et.all, 2007)
2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas
pendidikan di salah satu perguruan tinggi di
Kazakstan. Siswa merupakan pelanggan dalam
institusi ini sehingga kualitas sistem pendidikan ditentukan oleh kepuasan siswa yang dilihat
berdasarkan VOC (Ahmed, 2006).
3 Penelitian ini membangun suatu framework
kualitas pendidikan berdasarkan beberapa
literatur. Suatu matriks hubungan dibangun antara
lima dimensi kulitas dengan 12 proses dalam
sistem pendidikan (Singh, 2008).
4 Penelitian ini dilakukan untuk mendesain suatu institusi pendidikan yang menerapkan Total
Quality Management (TQM) dengan
menggunakan QFD. Penelitian ini melibatkan
stakeholder yang melakukan evaluasi kualitas baik di dalam (mahasiswa) maupun di luar
institusi (perusahaan yang mempekerjakan
lulusan) (Mazur, 1996).
5 Proses QFD digunakan sebagai metode untuk
melakukan pengukuran kinerja dan memenuhi
kebutuhan pembangunan kontinu sesuai dengan Engineering Criteria 2000. Penelitian ini
memberikan gambaran bagaimana menurunkan
kriteria-kriteria tersebut menjadi parameter yang
dapat diukur (Brackin, 2002).
6 Penelitian ini memanfaatkan matriks QFD untuk
menyusun indikator-indikator sistem pendidikan berdasarkan dimensi dalam Balanced Scored
Card, pembagian tanggungjawab, dan
pengawasan oleh institusi-institusi mulai level
sekolah, kelompok sekolah, pemerintah kota, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat
(Kementrian Pendidikan) di Meksiko (Okamoto
dan Riobóo, 2002).
Di Indonesia telah ada beberapa penelitian yang
menggunakan QFD untuk bidang pendidikan,
antara lain penelitian Hamzah (2005) dan Imron
(2005). Hamzah (2005) menerapkan QFD untuk
melakukan perbaikan pada sistem pelayanan
laboratorium, sedangkan Imron (2005)
menerapkan QFD untuk meningkatkan
pelayanan Program Keahlian, keduanya
dilakukan dengan mempertimbangkan
preferensi mahasiswa. Respon teknis disusun
melalui pengamatan langung dan wawancara
dengan pihak manajemen. Perbedaan dari kedua
penelitian ini terletak pada metode penentuan
target value, pada penelitian Hamzah (2005)
target value ditentukan berdasarkan gap antara
performace satisfaction dan performance
expectation dari pelanggan, sedangkan pada
penelitian Imron (2005) berdasarkan pada gap
antara skor respon teknis Program Keahlian
dengan Program Keahlian lain (benchmarking).
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam
beberapa tahap sebagai berikut.
1)Tahap Identifikasi Masalah
Pada tahap identifikasi merupakan tahap
peneliti untuk menggali latar belakang
penelitian dan literatur penunjang yang relevan
untuk menunjang penelitian. Tahap ini terdiri
atas dua bagian yaitu analisis situasi serta
perumusan masalah dan penetapan tujuan
penelitian.
2) Tahap Pengembangan Kerangka Perumusan
Strategi
Setelah melakukan identifikasi terhadap
masalah yang dihadapi penelitian ini, maka
langkah selanjutnya adalah tahap penyesuaian
metode QFD yang diadopsi dengan situasi yang
dihadapi terkait penyelarasan sistem pendidikan
SMK dengan kebutuhan dunia kerja. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah
identifikasi stakeholder, identifikasi kebutuhan
stakeholder, identifikasi respon teknis, dan
penyusunan rancangan implementasi
penyesuaian QFD.
3) Tahap Implementasi Hasil Pengembangan
Kerangka Perumusan Strategi
Tahap ini terdiri atas dua bagian yaitu
pegumpulan dan pengolahan data dan tahap
pengujian metode. Pada tahap pengumpulan
data dilakukan untuk mendapatkan informasi
yang sesuai dan dibutuhkan dalam tahap
implementasi. Data yang dibutuhkan dalam
5
penelitian ini antara lain sistem pengelolaan
SMK, macam stakeholder SMK, dan
pengumpulan data kebutuhan stakeholder SMK
(Voice of Stakeholder / VOC). Selanjutnya data
VOC diuji dengan menggunakan uji validitas
dan reliabilitas untuk mendapatkan kebutuhan
stakeholder yang benar-benar valid.
4) Pengujian Hasil Penyesuaian Kerangka Kerja
QFD
Pengujian hasil penyesuaian QFD
dilakukan dengan cara mengimplementasikan
hasil penyesuaian tersebut pada kasus riil.
Penyesuaian tersebut dilakukan terhadap sistem
pendidikan di SMK Negeri 5 Surabaya.
Langkah-langkah yang diambil yaitu menyusun
matriks kebutuhan dalam HOQ hasil
penyesuaian, melakukan pembobotan tingkat
kepentingan terhadap kriteria VOS, pembobotan
terhadap persepsi stakeholder, menentukan
respon teknis yang tepat, dan menentukan nilai
kontribusi tiap respon teknis dan merumuskan
strategi yang tepat berdasarkan nilai kontribusi
tersebut.
6) Tahap Analisis Hasil dan Diskusi
Setelah melakukan tahapan
implementasi model, tahap selanjutnya
membahas hasil pengembangan kerangka
perumusan strategi dan menganalisis
keunggulan dan kelemahannya. Selain itu juga
dilakukan analisis terhadap hasil implementasi
yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian
penerapan kerangka perumusan strategi
terhadap SMK.
7) Tahap Kesimpulan dan Saran
Pada tahap akhir penelitian ini
dilakukan penarikan kesimpulan yang
menjawab tujuan dari penelitian ini serta saran
bagi SMK dan hasil studi penelitian ini.
4. Pengembangan Kerangka Perumusan
Strategi
Berdasarkan pelevelan tanggung jawab
dalam proses penyelenggaraan pendidikan SMK
yang terdapat pada Gambar 1.1, maka
mekanisme perumusan dan evaluasi strategi
SMK dengan menggunakan QFD dapat
diilustrasikan seperti dalam Gambar 4.1. Sesuai
gambar tersebut, dalam penelitian ini,
pengembangan kerangka perumusan strategi
akan lebih difokuskan pada level paling bawah
yakni level SMK. Berikut ini akan dijabarkan
mengenai penyesuaian QFD yang akan
digunakan untuk mengembangkan kerangka
perumusan strategi untuk level SMK.
Gambar 4.1 Mekanisme Perumusan dan Evaluasi
Strategi SMK
4.1 Identifikasi Stakeholder
Penelitian sebelumnya dalam bidang
pendidikan menyebutkan bahwa Dr Akao dari
Universitas Asahi telah mendeskripsikan
pelanggan untuk universitas menjadi dua
kelompok, yaitu internal dan external evaluator
(Mazur, 1996). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh ILO (2008), evaluasi mengenai sistem
pendidikan dan lulusan yang dihasilkan
melibatkan alumni atau lulusan SMK untuk
mengetahui kebutuhan dunia kerja khususnya.
Wibisono (2006) dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Kinerja, menyatakan bahwa dalam
mengevaluasi kinerja dunia pendidikan
stakeholder yang terlibat adalah siswa, guru,
karyawan, dan pemerintah.
Jika ketiga konsep di atas diadopsi ke
dalam Kerangka Kerja Penyelarasan Pendidikan
dengan Dunia Kerja, maka pelanggan dunia
pendidikan dapat diterjemahkan kedalam arti
yang lebih luas yaitu seluruh pemangku
kepentingan atau stakeholder dunia pendidikan
itu sendiri yang terdiri atas stakeholder dari sisi
pasokan dan stakeholder dari sisi permintaan.
Stakeholder dari sisi pasokan merupakan
seseorang yang dikenai atau mengerti tentang
proses-proses penyelenggaraan pendidikan di
SMK. Stakeholder yang terkait dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
6
Tabel 4.1 Stakeholder Sisi Pasokan
No Jenis Stakeholder
1 Siswa SMK
2 Guru
4 Lulusan SMK
Kerena tingkat pemahaman masing-
masing stakeholder terhadap sistem pengolalan
sekolah berbeda-beda, untuk menghindari bias,
perlu dilakukan pembobotan terhadap persepsi
stakeholder untuk masing-masing kriteria.
Di sisi lain, stakeholder dari sisi
permintaan merupakan pihak dunia usaha atau
dunia industri yang nantinya akan menggunakan
output dari penyelenggaraan pendidikan di
SMK.
4.2 Identifikasi Kebutuhan Stakeholder
Mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Singh, et.all. (2008) yang menyatakan
bahwa Ermer (1995) dalam penelitiannya
mengenai QFD untuk pendidikan, menganalisis
kebutuhan yang berasal dari berbagai macam
pelanggan (siswa, staf, dan industri) secara
terpisah. Oleh karena itu identifikasi kebutuhan
stakeholder dalam penelitian ini akan dilakukan
secara terpisah antara kebutuhan stakeholder
sisi pasokan dan sisi permintaan.
Di Indonesia, komponen-komponen
pengelolaan sistem pendidikan telah dijabarkan
dengan jelas dan diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 pasal
50 ayat 3 tentang standar pengelolaan sekolah.
Berdasarkan standar tersebut, maka kebutuhan
stakeholder dapat dikelompokkan dalam tiga
dimensi yaitu akademik, sarana dan prasarana,
serta kesiswaan, namun pembagian dimensi
pengelolan ini dapat berbeda di masing-masing
sekolah.
Kebutuhan stakeholder dari sisi
permintaan merupakan kebutuhan stakeholder
terkait lulusan yang dihasilkan oleh aktifitas
penyelenggaraan sistem pendidikan. Kerangka
Kerja Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia
Kerja telah mengelompokkan kebutuhan sisi
permintaan ke dalam empat dimensi utama yaitu
kualitas/kompetensi, kuantitas, lokasi dan
waktu. Khusus untuk dimensi
kualitas/kompetensi perlu diidentifikasi lebih
khusus kebutuhannya baik yang bersifat soft
competencies yang meliputi sikap mental dan
pemahaman budaya maupun hard competencies
yang terdiri atas pengetahuan dan keahlian
(Spencer and Spencer,1993) sesuai dengan
bidang pendidikan yang diberikan.
Berdasarkan penjabaran di atas kriteria
kebutuhan stakeholder dari sisi pasokan akan
digolongkan menjadi : Tabel 4.2Kebutuhan Stakeholder Sisi
Permintaan
No Dimensi Sub Dimensi
1 Kualitas / Kompetensi Hard Skill
Soft Skill
2 Jumlah
3 Waktu
4 Tempat
5 Lainnya
4.3 Identifikasi Respon Teknis Sama seperti pengelompokkan
kebutuhan stakeholder sisi pasokan,
pengelompokkan respon teknis untuk
menerjemahkan kebutuhan stakeholder juga
disusun berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) mengenai standar
pengelolaan sekolah yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun
2005 Pasal 50 ayat 3. Sehingga proses
identifikasi respon teknis nantinya juga dapat
dikelompokkan menjadi respon teknis di bidang
akademik, sarana dan prasarana, serta kesiswaan
atau disesuaikan dengan sistem pengelolaan
yang diterapkan di sekolah yang bersangkutan.
Terkait pelaksanaaan penyelenggaraan
pendidikan SMK yang terbagi menjadi beberapa
level, maka terdapat pembatasan tanggung
jawab dan wewenang dalam proses pengelolaan
SMK baik pada level Dinas Pendidikan Pusat,
Dinas Pendidikan Propinsi, Dinas Pendidikan
Kota, maupun SMK. Oleh karena itu respon
teknis yang dihasilkan tidak semuanya mampu
direspon oleh satu level saja, sehingga respon
teknis yang dihasilkan akan dibedakan menjadi
dua, yaitu respon teknis yang dapat
direalisasikan menjadi strategi pada level yang
diidentifikasi dan respon teknis yang akan
diusulkan sebagai masukan dalam penyusunan
strategi pada level yang lebih tinggi.
4.4 Rancangan Implementasi Penyesuaian
QFD untuk Pengembangan Kerangkan
Perumusan Strategi
Beberapa penyesuaian yang dilakukan
terhadap matriks QFD untuk dapat diterapkan
sebagai alat dalam mengembangka strategi
sistem pendidikan SMK dengan dunia kerja
dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Penyesuaian QFD untuk Pengembangan
Kerangka Perumusan Strategi QFD Standar Penyesuaian
Jenis pelanggan yang Jenis pelanggan yang akan
7
QFD Standar Penyesuaian
akan dipenuhi
kebutuhannya hanya satu
yaitu end user
dipenuhi kebutuhannya lebih
dari satu jenis pelanggan.
Pelanggan adalah seluruh stakeholder SMK.
Uji validitas cukup Uji validitas kriteria dalam VOS
dilaksanakan satu kali karena hanya
dilakukan secara terpisah untuk masing-masing
stakeholder
memenuhi keinginan
satu jenis pelanggan
Pelanggan hanya satu
jenis sehingga tidak ada
pembobotan terhadap
persepsi tingkat kepentingan pelanggan.
Persepsi tingkat kepentingan
masing-masing stakeholder
akan dibobotkan sesuai
prioritas masing-masing stakeholder bagi user
(pengguna)
Penyesuaian terhadap
pengelompokkan VOS dan
respon teknis seperti yang
telah dijelaskan pada beberapa sub-bab sebelumnya
Membagi matriks HOQ ke dalam dua tahap atau round
untuk mengetahui
perpotongan antara kontribusi
respon teknis terhadap VOS stakeholder sisi permintaan
dan sisi pasokan
5. Implementasi Kerangkan Perumusan
Strategi
Langkah pertama yang dilakukan untuk
mengimplementasikan hasil penyesuaian
tersebut adalah dengan mengumpulkan data
terkait, baik melalui wawancara, tracer study,
kuisioner, studi literatur, dan pengumpulan data
sekunder mengenai alur proses pengelolaan
SMK atau penyelenggaran pendidikan di SMK,
kebutuhan stakeholder sisi permintaan,
kebutuhan stakeholder sisi pasokan. Data-data
kebutuhan tersebut harus divalidasi dahulu
sebelum disusun menjadi kriteria penyusun
VOS maupn respon teknis.
5.1 Perancangan Alur Bisnis Proses SMK
Melalui wawancara secara mendalam
dengan Kepala Sekolah, para wakil kepala
sekolah (Waka) didapatkan gambaran secara
keseluruhan mengenai proses pengelolaan SMK
Negeri 5 Surabaya. Proses pengelolaan tersebut
dapat disusun menjadi sebuah alur proses
pengelolaan seperti yang terlihat pada Gambar
5.1.
Gambar 5.1 Alur Proses Pengelolaan SMKN 5 Surabaya
Bagan aliran proses tersebut telah divalidasi
dahulu melalui brainstorming dengan pihak
sekolah agar bagan aliran proses tersebut
benar-benar sesuai dengan kondisi SMK agar
dapat digunakan sebagai dasar penyusunan
respon teknis.
Adapun program keahlian yang dibuka
oleh SMK Negeri 5 Surabaya terdiri atas tujuh
program keahlian, yaitu :
Program Keahlian Teknik Gambar
Bangunan
Program Keahlian Teknik Audio Video
Program Keahlian Teknik Pemesinan
Profil
Lulusan
yang
Diharapkan
Memiliki
kecerdasan,
pengetahuan,
kepribadian,
akhlak mulia,
serta
keterampilan
untuk hidup
mandiri dan
mengikuti
pendidikan
lebih lanjut
sesuai
dengan
kejuruannya
Ko
mp
ete
ns
i
Proses-proses Pendukung
Pengelolaan
SDM
Pengelolaan
Fasilitas
Pengelolaan
Industri
Rekanan
Administrasi &
Keuangan
Alokasi SDMAlokasi
Fasilitas
Alokasi Industri
Rekanan
PSB
Kegiatan
Non-KBM
Praktik Kerja
Industri
(Prakerin)
Evaluasi
UAN
Ujian
Kompetensi
KBM
Teori
Praktik
Teori
Praktik
Pemilihan
Program
Keahlian
Penyusunan
Kurikulum
(pusat+industri)
Penyusunan
Jadwal
Rencana
Pembelajaran
Pengelolaan Kurikulum
Kepuasan Stakeholder : Monitoring, Evaluasi, Feedback
(Orang Tua, Siswa,Pemerintah, Dunia Kerja)
LU
LU
SA
N
SM
KN
5 S
UR
AB
AY
A
BKK
Kurikulum
Kesiswaan
Sumber Daya Manusia
Hubungan Industri
Sarana Prasarana
Administrasi dan Keuangan / Tata Usaa
8
Program Keahlian Teknik Kendaraan
Ringan
Program Keahlian Kimia Indiustri
Program Keahlian Kimia Analisis
5.2 Identifikasi Stakeholder SMK Negeri 5
Surabaya
Kelompok stakeholder sisi permintaan
SMK Negeri 5 Surabaya adalah industri yang
akan menggunakan produk yang dihasilkan oleh
SMK Negeri 5 Surabaya (lulusan). Dalam
penelitian ini stakeholder sisi permintaan
diwakili oleh dua orang ahli dalam rekruitmen
tenaga kerja lulusan SMK, yaitu Dr. Drs. Indung
Sudarso, ST, MT dan Endang Suwarniningsih,
S.Psi. Sedangkan stakeholder sisi pasokan
merupakn stakeholder yang mengerti dan
dikenai dampak secara langsung oleh proses
pengelolaan SMK Negeri 5 Surabaya yang
terdiri atas siswa, guru, dan lulusan tahun ajaran
2008/2009.
5.3 Identifikasi Kebutuhan Stakeholder Sisi
Permintaan
Berdasarkan hasil wawancara dan studi literatur,
observasi data kebutuhan stakeholder, dan
wawancara dengan lulusan diperoleh 29 kriteria
penting yang diduga menjadi kebutuhan industri
terhadap lulusan SMK Negeri 5 Surabaya.
Kriteria ini kemudian divalidasi bersama ahli,
kriteria tersebut dapat yaitu: Tabel 5.1 Important Rating Kriteria Kebutuhan Sisi
Permintaan
5.4 Identifikasi Kebutuhan Stakeholder Sisi
Pasokan
Belum ada penelitian yang
mengidentifikasi kebutuhan stakeholder internal
SMK pada tingkat sekolah, khususnya SMK
Negeri 5 Surabaya, oleh karena itu identifikasi
kebutuhan stakeholder sisi pasokan dilakukan
melalui wawancara dengan stakeholder itu
sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dengan
stakeholder tersebut diperoleh 29 atribut penting
yang diduga dapat mempengaruhi kinerja SMK
Negeri 5 Surabaya dalam menghasilkan lulusan
yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan dari
stakeholder-stakeholdernya.
Uji validasi terhadap kebutuhan
stakeholder sisi permintaan dilakukan dengan
bantuan software excel dengan menggunakan
fungsi pearson untuk mendapatkan nilai r-
hitung. Dengan menggunakan α = 5%,
berdasarkan nilai tabel, maka diketahui bahwa
nilai r-tabel untuk df = 27 adalah 0,3115. Nilai
r-tabel dan r-hitung dibandingkan untuk
menentukan valid atau tidaknya suatu kriteria.
Uji validitas dilakukan secara terpisah menurut
kelompok stakeholder masing-masing. Dari uji
validitas diperoleh beberapa kriteria yang valid
berdasarkan tingkat kepentingan stakeholder.
Adapun data uji validitas dapat dilihat pada
Tabel 5.3.
Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas yang
dilakukan dengan bantuan software SPSS.
Berdasarkan data hasil uji validitas diketahui
bahwa jumlah kriteria valid (N) untuk masing-
masing stakeholder berbeda-beda. Dari nilai N
tersebut dapat ditentukan nilai df dan r-tabel
dengan α = 5%. Nilai r-tabel selanjutnya
dibandingkan dengan nilai Cronbach's Alpha
yang diperoleh dari software SPSS. Tabel 5.2 Uji Reliabilitas Kriteria Valid
No Stakeholder N df r-
tabel
Cronbach's
Alpha
1 Siswa (S) 16 14 0,43 0.745
2 Guru (G) 21 19 0,37 0.902
3 Lulusan (L) 18 16 0,40 0.851
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua
kriteria valid yang diperoleh pada tahap
sebelumnya reliabel.
5.5 Pembobotan Kriteria Kebutuhan dan
Stakeholder
Pembobotan kriteria kebutuhan ini
dilakukan berdasarkan perkalian antara nilai
rating masing-masing kriteria dan bobot
masing-masing stakeholder. Nilai rating
9
masing-masing kriteria diperoleh dari hasil
normalisasi rata-rata tingkat kepentingan dari
kriteria yang telah valid.
Selanjutnya dilakukan pembobotan
stakeholder berdasarkan tingkat pemahamannya
terhadap kriteria. Pembobotan dilakukan
menurut pertimbangan pihak pengelola (kepala
sekolah) SMK Negeri 5 Surabaya. Pembobotan
ini dilakukan dengan bantuan Software
Expertchoice. Persepsi tingkat kepentingan
kriteria yang dibobotkan merupakan persepsi
kriteria yang dinggap valid oleh lebih dari satu
stakeholder.
Dari hasil perhitungan rating setiap
kriteria kebutuhan sisi permintaan dan bobot
stakeholder, dapat dihitung nilai important
rating untuk kriteria kebutuhan dari sisi
pasokan. Adapun nilai important rating untuk
kriteria kebutuhan dari sisi permintaan dapat
dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Important Rating Kriteria Kebutuhan
Sisi Pasokan
Keterangan : warna kuning pada nilai tingkat
kepentingan kriteria kebutuhan di atas
menunjukkan bahwa kriteria tersebut valid
untuk kelompok stakeholder yang bersangkutan.
5.6 Penyusunan Respon Teknis
Penyusunan respon teknis SMK ini
disesuaiakan dengan aktifitas pada masing-
masing bidang di SMK Negeri 5 Surabaya
dalam menjalankan pengelolaan sekolah.
5.7 Penyusunan HOQ
Penyusunan kompoanen-komponen
penyusun matriks HOQ Round 1 maupun Round
2 dapat dilihat pada bagian Lampiran.
5.8 Pengelolaan Hasil
Berdasarkan hasil penerapan HOQ
diperoleh nilai kontribusi dari masing-masing
respon teknis, namun demikian tidak semua
respon teknis tersebut dapat direalisasikan
menjadi strategi pada tingkat SMK (sekolah)
karena keterbatasan wewenang dan kemampuan
sekolah. Sehingga, beberapa respon teknis yang
memiliki kontribusi tinggi (penting) namun
tidak mampu terealisasi menjadi strategi SMK
dapat diusulkan ke level pengelolaan SMK yang
lebih tinggi, yaitu level Dinas Pendidikan Kota,
Dinas Pendidikan Propinsi, atau Dinas
Pendidikan Pusat. Rincian nilai kontribusi dan
distribusi realisasi respon teknis SMK terdapat
pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Tabel Kontribusi dan Distribusi Respon Teknis SMK
BIDANG SUB BIDANG UKURAN Round 1Round 2 Total SMK Kota Propinsi Pusat
1pemilihan program
keahlianpemilihan program keahlian 136 34 170 11 √ √
2 proporsi materi adaptif 164 124 287 5 √ √
3 proporsi materi normatif 164 83 246 8 √ √
4 proporsi materi produktif 154 116 271 6 √ √
5 alokasi waktu praktek dan teori 125 79 204 9 √
6 lama pendidikan 41 34 75 29 √
7 teknik pengajaran 55 133 187 10 √
8teknik pemberian tugas
(individu/kelompok)0 131 131 17 √
9 pemberian deadline penugasan 0 64 64 31 √
10 Rata-rata nilai ujian 0 23 23 45 √
11singkronisasi tes dengan materi yang
diajarkan41 23 64 30 √
12sertifikasi keahlian yang diakui secara
nasional dan internasional0 38 38 39 √ √
13 proporsi guru:siswa 149 9 158 14 √
14 proporsi guru:jam pelajaran 114 0 114 20 √
15 kompetensi / kualitas guru 344 150 494 1 √
16 aturan kedisiplinan guru 110 0 110 22 √
17 proporsi jumlah fasilitas Lab Bahasa : siswa 67 26 93 26 √ √ √
18 proporsi jumlah siswa : jumlah kelas 109 11 121 19 √ √ √
19 proporsi jumlah sarana praktek : siswa 108 43 151 15 √ √ √
20 proporsi jumlah komputer : siswa 67 30 97 25 √ √ √
21 mesin fotokopi 40 0 40 38 √
22proporsi layak:tidak layak pakai setiap
fasilitas83 10 93 27 √ √ √
23 proporsi fasilitas baru:lama 81 0 81 28 √ √ √
Kurikulum
penyusunan kurikulum
dan singkronisasi
rencanapembelajaran
KBM
evaluasi
Kontribusi DistribusiPeringkat
Kontribus
i
SDM
alokasi guru
pengelolaan guru
Sarpras
alokasi fasilitas
pengelolaan sarana dan
prasarana
NORESPON TEKNIS
10
BIDANG SUB BIDANG UKURAN Round 1Round 2 Total SMK Kota Propinsi Pusat
24 alokasi industri rekanan proporsi jumlah perusahaan:siswa prakerin 124 0 124 18 √
25 proporsi tingat kesesuaian penempatan 13 34 46 34 √
26 proporsi durasi prakerin siswa 39 124 163 12 √
27 evaluasi dan monitoring hasil prakerin 131 11 142 16 √
28 pertumbuhan jumlah kerja sama
industri
102 0 102 23 √
29 pertumbuhan jenis kerja sama industri 85 13 97 24 √
30 usia rata-rata siswa diterima 14 23 36 40 √
31 rasio gender 0 30 30 42 √
32 rasio jumlah siswa buta warna 0 34 34 41 √
33peraturan kedisiplinan
sekolahrasio pelanggaran disiplin 110 0 110 21 √
34 jumlah/jenis kegiatan ekstrakurikuler 41 120 161 13 √
35 angka partisipasi siswa dalam kegiatan 0 293 293 4 √
36 angka pemanfaatan konsultasi BK 0 49 49 33 √
37 anggaran alokasi dana 408 0 408 2 √
38 administrasi sistem data base 41 0 41 35 √
39 pagu 0 56 56 32 √
40 alokasi dana daerah 327 38 365 3 √
41 jumlah dan persebaran SMK 0 26 26 43 √ √ √
42 persebaran kompetensi keahlian SMK 0 26 26 44 √ √ √
43 alokasi dana APBN 228 38 266 7 √
44 media informasiproporsi tersebarnya informasi melalui
papan pengumuman, sms, telp, website41 0 41 37 √
45 penelusuran gambaran kondisi lulusan 41 0 41 36 √ √ √ √
46 waktu pelayanan waktu pelayanan 6 0 6 46 √
Hubin
(Prakerin)
mekanisme prakerin
pengelolaan industri
rekanan
Kesiswaan
PSB
Kegiatan Non-KBM
TU /
adminkeu
Kebijakan
daerah
pusat
BKK
NORESPON TEKNIS Kontribusi Peringkat
Kontribus
i
Distribusi
6. Analisis dan Diskusi
Pada bab ini akan dibahas hasil
penyusunan kerangka perumusan strategi
melalui peyesuaian pada QFD dan hasil
implementasi kerangka perumusan strategi
tersebut terhadap objek amatan yang telah
lakukan pada bab sebelumnya.
6.1 Hasil Penyusunan Kerangka Perumusan
Strategi
Pengembangan kerangka perumusan
strategi dengan menggunakan QFD yang telah
disesuaikan seperti yang telah dijabarkan pada
Bab IV yang meliputi terbukti telah berhasil
diimplementasikan di SMK Negeri 5 Surabaya
untuk merumuskan strategi pengelolaan SMK
tersebut.
Dari hasil implementasi yang dilakukan
dapat diketahui bahwa dari segi kemudahan
pelaksanaannya kerangka perumusan strategi ini
terlihat lebih rumit, memerlukan waktu, dan
usaha lebih dibandingkan metode perumusan
strategi yang biasa dilakukan di SMK karena
harus melibatkan semua stakeholder yang
terkait. Namun jika ditinjau dari segi hasil yang
didapatkan, kerangka perumusan strategi ini
dapat menghasilkan strategi yang lebih akurat
karena jika kerangka perumusan strategi ini
diterapkan dengan benar maka strategi yang
dihasilkan telah mempertimbangkan kebutuhan
dari seluruh stakeholder dan didukung oleh data
yang lengkap untuk menentukan arah penerapan
dan target dalam strategi.
Contoh perumusan strategi yang
dilakukan SMK Negeri 5 Surabaya selama ini
antara lain strategi penyusunan kurikulum
pembelajaran tingkat sekolah, yang selain harus
menerapkan kurikulum yang ditetapkan
pemerintah pusat, juga harus menyesuaikan
dengan kebutuhan industri, dan strategi
pengalokasian dana operasional sekolah.
Berdasarkan wawancara dengan Waka
Kurikulum, dalam strategi penyusunan
kurikulum sendiri, tidak ada patokan atau dasar
yang jelas mengenai besarnya penyesuaian yang
harus dilakukan terhadap kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan industri karena di lain
pihak sekolah harus menerapkan kebijakan
kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah
pusat sehingga sinkronisasi sendiri terkadang
hanya akan berpengaruh terhadap skala prioritas
pemberian materi kepada siswa, bukan
kompetensi yang seharusnya diberikan.
Sedangkan dalam strategi pengalokasian dana
operasional sekolah kedalam masing-masing
bidang pengelolaan sekolah, berdasarkan
wawancara dengan Waka Sarana dan Prasarana
dilakukan dengan cara masing-masing bidang
membuat anggaran pengelolaan bidangnya
dalam satu tahun kedepan, kemudian dilakukan
rapat atau musyawarah untuk menentukan
besarnya alokasi dana untuk masing-masing
bidang. Dengan demikian, penyusunan anggaran
dana dan besarnya alokasi dana untuk masing-
masing bidang disusun berdasarkan
pertimbangan pengelola bidang tersebut tanpa
melibatkan pertimbangan dari stakeholder yang
akan menerima dampak pengalokasian dananya
(siswa dan guru).
Berdasarkan pertimbangan di atas ,
maka kerangka perumusan strategi ini dapat di
lakukan dengan memperhatikan beberapa
konstrain berikut.
1. Periode Penerapan.
Periode penerapannya dilakukan dalam selang
waktu tiga atau empat tahun sekali mengingat
11
proses penerapannya yang memerlukan waktu
karena harus melibatkan stakeholder terkait dan
data yang mendukung. Implementasi kerangka
perumusan strategi ini setiap empat tahun sekali
juga dapat digunakan sebagai evaluasi terhadap
penerapan kurikulum yang ditetapkan oleh
pemerintah.
2. Proses Pendukung Implementasi
Pihak atau instansi yang akan
mengimplementasikan kerangka perumusan
strategi ini sebaiknya memiliki data base yang
terpusat dan diperbarui secara kontinyu
sehingga dapat mempermudah pelaksanaan
implementasi, khususnya pada tahap
pengumpulan data yang mendukung respon
teknis. Hal ini penting dilakukan karena selama
penelitian dilakukan data yang mampu
disediakan oleh pihak sekolah hanya sekitar
25%, beberapa pendataan tidak dilakukan secara
kontinyu seperti pendataan lulusan dan
pendataan jumlah siswa yang diterima, serta
letak datanya yang tersebar pada masing-masing
bidang sehingga memerlukan waktu lebih untuk
mencari dan mengumpulkan data yang relevan.
3. Pelaksana Implementasi
Implemenasi kerangka perumusan strategi ini
sebaiknya dilakukan oleh tim independen yang
terdiri atas perwakilan dari masing-masing
pihak, yaitu sekolah, pemerintah, dan industri.
Dengan komposisi tersebut kinerja tim dalam
mengimplementasikankan kerangka perumusan
strategi akan lebih fleksibel, khususnya dalam
hal pengumpulan data. Karena seperti yang telah
dijelaskan di dalam Bab IV, penerapan kerangka
perumusan strategi ini melibatkan banyak
stakeholder, dan salah satu kendala yang
dialami pada saat implementasi hasil
pengembangan kerangka tersebut adalah
sulitnya mendapakan data khususnya yang
berasal dari stakeholder permintaan dan level
pemerintahan yang lebih tinggi. Selian itu
komposisi tim yang merupakan perwakilan dari
beberapa pihak akan dapat meminimalkan efek
bias dalam tahap pembobotan persepsi
stakeholder. Hal ini terlihat ketika kerangka
perumusan strategi ini diterapkan di SMK 5
Surabaya, pihak kepala sekolah cenderung
memberikan proporsi bobot yang lebih besar
untuk pendapat guru jika dibandingkan dengan
stakeholder lainnya. Dengan beragamnya latar
belakang pelaksana implementasi diharapkan
proses pembobotan pada persepsi stakeholder
dapat lebih objektif lagi.
4. Level Penerapan
Kerangka perumusan strategi penyelarasan
sistem pendidikan SMK dengan dunia kerja ini
sebenarnya dapat diterapkan di semua level baik
tingkat sekolah, pemerintah daerah, maupun
pemerintah pusat yang menaungi
penyelenggaraan pendidikan di SMK, namun
penerapannya akan lebih efektif apabila
diterapkan pada bidang yang tepat dan level
yang kompeten. Misalnya, berdasarkan
wawancara dengan Waka Kurikulum, diperoleh
informasi bahwa sekolah harus tetap
menerapkan materi kompetensi atau kurikulum
dan proporsi waktu pemberian materi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat meskipun
pihak sekolah sendiri telah melakukan
sinkronisasi dengan pihak industri. Namun
berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala
Sekolah, sinkronisasi kurikulum antara SMK
dengan pihak industri sangat penting tetapi tidak
dapat berlangsung secara kontinyu karena
keterbatasan biaya operasional. Dengan
demikian untuk merumuskan strategi
penyelarasan sistem pendidikan dengan dunia
kerja dalam bidang kurikulum tentunya akan
lebih efektif apabila sinkronisasi tersebut telah
dilakukan pada level di atasnya yaitu
pemerintah pusat yang memiliki wewenang
untuk menetapkan kurikulum. Hal ini
dikarenakan selain dapat mengupayakan
sinkronisasi kurikulum secara kontinyu, hasil
singkronisasi dapat diterapkan di seluruh SMK,
sehingga manfaatnya lebih besar. Sedangkan
untuk perumusan strategi pengalokasian dana
dapat dilakukan secara bertingkat mulai level
sekolah. Pada level sekolah, pengelola sekolah
dapat mengalokasikan dana operasional sekolah
berdasarkan kebutuhan masing-masing bidang
dengan mempertimbangkan keinginan dari
seluruh stakeholder sekolah. hasil perumusan
strategi yang telah disertai data yang
mendukung ini juga dapat digunakan sebagai
dasar pengajuan biaya operasional pendidikan
baik yang berasal dari pemerintah daerah
(BOBDA) maupun pemerintah pusat (BKMM
dan Block Grant).
Adapun batasan atau kelemahan dari
aplikasi kerangka perumusan strategi ini yaitu
memerlukan kejelian dalam menetukan
stakeholder yang tepat untuk dilibatkan dalam
proses pengumpulan data VOS. Karena
kesalahan dalam menentukan jenis stakeholder
yang dilibatkan akan dapat mempengaruhi
validitas kriteria kebutuhan yang dirumuskan.
Dalam penelitian ini misalnya, melibatkan siswa
12
dalam menetukan tingkat kepentingan durasi
prakerin yang disediakan sekolah yakni 6-12
bulan kurang tepat, karena sebenarnya siswa
tersebut belum begitu memahami manfaat dari
durasi prakerin yang akan mereka laksanakan
sehingga meeka beranggapan bahwa durasi
tersebut tidak penting. Namun guru dan alumni
yang telah mengetahui keinginan dunia kerja
akan setuju bahwa durasi prakerin tersebut
penting adanya. Oleh karena itu untuk
menanggulangi pemilihan stakeholder yang
kurang tepat, maka proses validasi terhadap
tingkat kepentingan masing-masing stakeholder
dilakukan secara terpisah berdasarkan jenis dan
kelompok stakeholder. Selain itu juga dilakukan
pembobotan terhadap persepsi masing-masing
stakeholder terhadap kriteria kebutuhan dengan
mempertimbangan wawasan masing-masing
stakeholder terhadap suatu kriteria.
6.2 Hasil Implementasi Kerangka
Perumusan Strategi
Dari hasil implementasi kerangka
perumusan strategi terhadap pengelolaan
pendidikan di SMK Negeri 5 Surabaya dapat
diketahui bahwa kriteria kebutuhan dunia kerja
terhadap lulusan SMK yang paling dominan jika
ditinjau dari dimensi kualitas / kompetensi yang
bersifat hard skill adalah memiliki sertifikasi
keahlian, wawasan atau pengalaman kerja di
industri, jenis kompetensi atau keahlian yang
dimiliki (berasal dari program keahlian
tertentu), dapat mempraktekkan keahlian yang
dimiliki, serta memiliki wawasan teoritis
mengenai keahlian yang dimiliki. Sedangkan
untuk kompetensi yang bersifat soft skill,
kriteria kebutuhan sisi permintaan yang paling
menonjol adalah lulusan harus memiliki
motivasi yang tinggi, bertanggung jawab,
pekerja keras, dan jujur. Dimensi permintaan
seperti waktu, jumlah, dan lokasi cukup
dipentingkan namun tidak menonjol. Kriteria
lainnya yang dianggap penting oleh industri
adalah aspek kesehatan baik jasmani maupun
rohani dan tidak buta warna.
Sedangkan kebutuhan sisi permintaan
yang dominan terdapat pada bidang prakerin,
SDM, Sarana dan Prasarana, dan administrasi
dan keuangan. Dalam bidang prakerin yang
penting untuk dilakukan adalah pengadaan
bimbingan oleh guru selama masa prakerin di
tingkat IV (urutan ke-2), selain itu kesesuaian
tempat prakerin dengan kompetensi siswa juga
penting (urutan ke-5). Untuk bidang SDM,
kemampuan guru dalam mengajar dianggap
penting (urutan ke-4). Di bidang sarana dan
prasarana kesesuaian media praktek dengan
industri merupakan aspek paling utama dalam
meningkatkan kompetensi (urutan ke-1).
Sedangkan dalam bidang administrasi dan
keuangan biaya pendidikan gratis masih di
utamakan (urutan ke-3).
Dari kriteria-kriteria kebutuhan yang
ada telah disusun beberapa respon teknis untuk
menerjemahkan keinginan stakeholder tersebut
kedalam aktifitas dan ukuran teknis pengelolaan
pendidikan. Beberapa respon teknis yang
dominan berdasarkan hasil perhitungan
kontribusi dalam HOQ round 1 atau yang paling
berkontribusi terhadap keinginan stakeholder
sisi pasokan adalah respon teknis penetapan
jumlah pagu (408,3), proporsi jumlah fasilitas
Laboratorium Bahasa dengan jumlah siswa
(344,3), persebaran kompetensi keahlian SMK
(327,3), waktu pelayanan BKK (288,3), dan
proporsi materi adaptif (167,7). Sedangkan
respon teknis yang paling berkontribusi
terhadap permintaan dari sisi pasokan adalah
respon teknis alokasi dana operasional sekolah
(292,5), proporsi jumlah fasilitas Laboratorium
Bahasa dengan jumlah siswa (150), pemberian
deadline penugasan (132,5), rata-rata nilai ujian
(131,3), dan proporsi materi adaptif (123,8).
Respon teknis dengan nilai kontribusi total yang
tinggi yaitu respon teknis proporsi jumlah
fasilitas Laboratorium Bahasa dengan jumlah
siswa (494,3), penetapan jumlah pagu (408,3),
alokasi dana APBN untuk sektor pendidikan
(364,8), alokasi dana operasional sekolah
(292,5), dan proporsi materi adaptif yang
diberikan (387,4). Beberapa respon teknis
dengan kontribusi total tinggi merupakan
gabungan nilai kontribusi karena mampu
menerjemahkan kedua kelompok kebutuhan,
seperti respon teknis teknis proporsi jumlah
fasilitas Laboratorium Bahasa dengan jumlah
siswa, alokasi dana APBN untuk sektor
pendidikan, dan proporsi materi adaptif yang
diberikan. Sedangkan respon teknis penetapan
jumlah pagu dan alokasi dana operasional
sekolah berkontribusi tinggi karena nilai
kontribusinya terhadap salah satu kelompok
kebutuhan memang sudah tinggi.
Dari hasil yang diperoleh selanjutnya
didiskusikan dengan pihak pengelola SMK
mengenai tingkat kesulitan penerapan masing-
masing respon teknis. Data yang mendukung
setiap respon teknis digunakan sebagai dasar
13
penentuan arah target dari strategi yang akan
dirumuskan (apakah akan ditingkatkan atau
diturunkan). Dan terakhir, penentuan nilai target
yaitu ukuran yang ingin dicapai dalam
implementasi strategi yang dirumuskan.
6.3 Kesesuaian Hasil Implementasi Kerangka
Perumusan Strategi dengan Kondisi
Objek Amatan
Sistem pendidikan yang dikelola oleh
beberapa level pemerintahan mengakibatkan
terjadinya pembagian wewenang dan tanggung
jawab pengelolaan SMK. Berdasarkan hasil
wawancara dengan Bapak Biakto selaku Waka
Kurikulum SMK Negeri 5 Surabaya, diketahui
bahwa beberapa respon teknis yang telah
disusun pada tahap implementasi tidak dapat
diterapkan menjadi strategi SMK, seperti
pengadaan sertifikasi keahlian dan jenis
program studi yang dapat dibuka. Respon teknis
tersebut dapat diusulkan ke level pengelolaan
yang lebih tinggi sebagai pertimbangannya
dalam merumuskan strategi mereka. Beberapa
peraturan tentang wewenang dan tanggung
jawab pengelolaan SMK pada level sekolah
maupun level yang lebih tinggi telah di atur
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan, Peraturan
Walikota Surabaya Nomor 4 Tahun 2010
tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Biaya
Operasional Pendidikan Tahun 2010, dan
Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta
Didik Pada PPT/ KB/ TK/ SD/ SDLB/ SMP/
SMPLB/ SMA/ SMALB/ SMK di Kota
Surabaya Tahun Pelajaran 2010/2011.
Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut dapat
dikelompokkan beberapa respon teknis yang
akan diusulkan ke level pengelolaan SMK yang
lebih tinggi seperti yang terdapat pada Tabel
6.6.
7. Daftar Pustaka
Ahmed, Shamsuddin. 2006. QFD Application to
Improve Management Education at
Kimep. Kazakhstan: Institut Manajemen
Kazakhstan
Antoro, Billy. 2010. Rakor Mandikdasmen
Selaraskan Program Kegiatan Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten, <URL:
http://www.mandikdasmen.depdiknas.g
o.id/web/berita/433.html> Diakses : 30
Maret 2010
Bähr, Elizabeth dan Rina Arlianti. 2009.
Indonesian-German Programme
Promotion of TVET and Related labour
Market Information. GTZ (report)
BPS. 2009. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia
Agustus 2009 No 75/12/Th. XII, 1
Desember 2009
Brackin, Patricia. 2002. ―Assessing Engineering
Education: an Industrial Analogy‖. Int.
J. Engng Ed. Vol. 18, No. 2, pp.
151±156
Carnevalli, Jose A. dan Paulo Cauchick Miguel.
2008. ―Review, analysis and
classification of the literatur on QFD—
Types of research, difficulties and
benefits‖. Production Economics 114,
737– 754
CEDS. 2008. Labor Market Study of The Food
and Beverages Manufacturing Sector in
Indonesia. Bandung: Universitas
Padjadjaran.
Chandra, Wenny. 2009. Design for Six Sigma:
A Framework for QFD Application.
Maranatha Christian University.
Chou, Shieu-ming.2004. ―Evaluating the service
quality of undergraduate nursing
education in Taiwan – using quality
function deployment‖. Nurse Education
Today 24, 310–318
Depdiknas.2009. Rencana Strategis Departemen
Pendidikan Nasional Tahun 2010-2014.
Jakarta: Depdiknas (Draft 17 September
2009)
Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah . 2008. Keputusan
Direktur Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah
NOMOR:251/C/KEP/MN/2008 tentang
Spektrum Keahlian Pendidikan
Menengah Kejuruan. <URL:http://
www.mandikdasmen.depdiknas.go.id/>.
Diakses: 12 Juni 2010
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Kejuruan. 2010. Data Pokok PSMK,
<URL: http://datapokok.ditpsmk.net/
detil.php?id=0578100005>. Diakses :
26 Mei 2010
Direktorat Pembinaan SMK. 2008. Peran SMK
Kelompok Teknologi terhadap
Pertumbuhan Industri Manufaktur
Direktorat Pembinaan SMK. 2010. Road Map
Pengembangan SMK 2010-2014.
Direktorat Pembinaan SMK. 2008. Peran SMK
Kelompok Teknologi terhadap
Pertumbuhan Industri Manufaktur
14
Direktorat Pembinaan SMK. 2008. Peran SMK
dalam Mendukung Pertumbuhan
Ekonomi Daerah
Gargione, Luiz Antônio. 1999. ―Using Quality
Function Deployment (QFD) in the
Design Phase of an Apartment
Construction Project‖. Proceedings
IGLC-7. Berkeley, 26-28 Juli
Gonzalez, Marvin E., dkk. 2008. ―Designing a
supply chain management academic
curriculum using QFD and
benchmarking‖. Quality Assurance in
Education Vol. 16 No. 1
GOPA Consultant. 2008. Feasibility Study for
Vacational Training Programme.
Hindenburgring: GOPA Consultant
GTZ. 2009. Sustainable Economic Development
Supported by Improving Technical and
Vocational Education : Minutes of
Meeting on the Mission’s Outcome.
(Report)
Gumilang, Gumelar Wahyu.2008. Kajian
Penerapan Kebijakan Pengembangan
Sekolah Menengah untuk Mendukung
Kegiatan Ekonomi di Provinsi DKI
Jakarta. Bandung : ITB
Hamzah, Fais. 2005. Penerapan Quality
Function Deployment dalam Pelayanan
Laboratorium di Jurusan Teknik
Bangunan Kapal Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya Berdasarkan Preferensi
Mahasiswa. Tesis Jurusan Teknik
Industri
Imron, Ali. 2005. Penerapan Quality Function
Deployment dalam Peningkatan
Pelayanan Pendidikan Berdasarkan
Preferensi Mahasiswa di Jurusan Teknik
Bangunan Kapal Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya. Tesis Jurusan Teknik
Industri
Jnanesh, N.A dan C. Kusumakara Hebbar.
2008. ―Use of Quality Function
Deployment Analysis in Curriculum
Development of Engineering Education
and Models for Curriculum Design and
Delivery‖. Proceedings of the World
Congress on Engineering and Computer
Science 2008. San Francisco, 22 – 24
Oktober
Kanakayan, (GM). 2009. ―Skill Lulusan SMK
Masih Kurang‖. Harian Galamedia, 04
Juli
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya, 2010.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan
Kota Surabaya Nomor : 420 / 6718 /
436.6.4 /2010 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik
Pada PPT/ KB/ TK/ SD/ SDLB/ SMP/
SMPLB/SMA/SMALB/SMK di Kota
Surabaya Tahun Pelajaran 2010/2011,
<URL:
http://dispendik.surabaya.go.id/dispendi
k/download_peraturan.php>. Diakses :
25 Juli 2010
Mazur, Glenn H.1996.The Application of
Quality Functio Deployment (QFD) to
Design A Course in Total Quality
Management (TQM) at The University
of Michingan College of
Engineering.Yokohama
Okamoto, Ricardo Hirata dan José Carlos Arce
Riobóo. 2002. Deploying and
integrating education system indicators
with QFD, <URL:
http://www.qfdlat.com/English/Papers/
QFD_hirata-paper_v20021014v2.pdf>.
Diakses : 24 Maret 2010
Pemerintah. 2005. Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP)
Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan,
<URL:
http://dispendik.surabaya.go.id/dispendi
k/download_peraturan.php>. Diakses :
25 Juli 2010
Singh, Vikram, Sandeep Grover, dan Ashok
Kumar. 2008. ―Evaluation of quality in
an educational institute: a quality
function deployment approach‖.
Educational Research and Review Vol.
3 (4), pp. 162-168
Spencer, Lyle M. and Signe, M. Spencer. 1993.
Competence at Work: Models for
Superior Performance. New York : John
Willey & Sons, k Inc. (Chapter II only)
Tim SMK. 2010. Kerangka Kerja Penyelarasan
Pendidikan dengan Dunia Kerja.
Walikota Surabaya. 2010. Peraturan Walikota
Surabaya Nomor 4 Tahun 2010
tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan
Biaya Operasional Pendidikan Tahun
2010, <URL:
http://dispendik.surabaya.go.id/dispendi
k/download_peraturan.php>. Diakses :
25 Juli 2010
15
Walikota Surabaya. 2010. Peraturan Walikota
Surabaya Nomor 5 Tahun 2010
tentang Petunjuk Teknis Pemberian
Hibah Biaya Operasional Pendidikan
Daerah Kepada Sekolah Swasta Tahun
2010, <URL:
http://dispendik.surabaya.go.id/dispendi
k/download_peraturan.php>. Diakses :
25 Juli 2010
Lampiran
Gambar 1. HOQ Round 1
Gambar 2. HOQ Round 2