31
PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN SOSIAL Oleh: H. Moh. Yahya Obaid Abstrak. Lingkungan merupakan salah satu faktor determinan dalam pendidikan, pemanfaatan lingkungan menjadi sumber belajar dan pendukung terlaksananya proses pendidikan menjadi satu keniscayaan yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum madrasah. Terpisahnya kurikulum pendidikan dengan lingkungan sama artinya dengan tercabutnya pendidikan dari akar subtansinya. upaya untuk mengembangkan kurikulum berwawasan lingkungan adalah menjadikan lingkungan sebagai reference dalam perumusan tujuan, pengembangan isi dan bahan pelajaran, strategi pelaksanaan pembelajaran, pelibatan masyarakat sebagai kekuatan pendukung terselenggaranya pendidikan, dan penciptaan iklim keagamaan disekolah baik secara fisik, kegiatan maupun sikap dan perilaku Key Word. Kurikulum, pendidikan dan lingkungan sosial BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu instrumen kehidupan manusia yang sangat strategis untuk mengembangkan sistem kehidupan yang multiple intelligent, multiple competent dan moralitas tinggi serta bercita-cita membangun kultur pendidikan yang memiliki dignity untuk kepentingan generasi yang akan datang. 1 Dalam rangka mewujudkan potensi diri 1 Ayu N. Andini, Membumikan Pendidikan Lingkungan Hidup http://one1thousand100 education.wordpress.com /2007/07/07/ Dwonlod tanggal 11-3-2012.

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dari download

Citation preview

Page 1: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERWAWASAN LINGKUNGAN SOSIAL

Oleh: H. Moh. Yahya ObaidAbstrak.

Lingkungan merupakan salah satu faktor determinan dalam pendidikan, pemanfaatan lingkungan menjadi sumber belajar dan pendukung terlaksananya proses pendidikan menjadi satu keniscayaan yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum madrasah. Terpisahnya kurikulum pendidikan dengan lingkungan sama artinya dengan tercabutnya pendidikan dari akar subtansinya. upaya untuk mengembangkan kurikulum berwawasan lingkungan adalah menjadikan lingkungan sebagai reference dalam perumusan tujuan, pengembangan isi dan bahan pelajaran, strategi pelaksanaan pembelajaran, pelibatan masyarakat sebagai kekuatan pendukung terselenggaranya pendidikan, dan penciptaan iklim keagamaan disekolah baik secara fisik, kegiatan maupun sikap dan perilaku Key Word. Kurikulum, pendidikan dan lingkungan sosial

BAB IPENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu instrumen kehidupan manusia yang sangat

strategis untuk mengembangkan sistem kehidupan yang multiple intelligent, multiple

competent dan moralitas tinggi serta bercita-cita membangun kultur pendidikan yang

memiliki dignity untuk kepentingan generasi yang akan datang.1 Dalam rangka

mewujudkan potensi diri menjadi multiple intelek dan kompetensi harus melewati

proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran.

Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang

berkualitas, sebab dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan semua potensi

dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.

Ada tiga sifat penting dalam pendidikan. Pertama, pendidikan mengandung

nilai dan memberikan pertimbangan nilai. Kedua pendidikan diarahkan pada

kehidupan dalam masyarakat artinya pendidikan bukan hanya untuk pendidikan,

tetapi pendidikan juga bertugas menyiapkan anak untuk kehidupan dalam

1Ayu N. Andini, Membumikan Pendidikan Lingkungan Hidup http://one1thousand100 education.wordpress.com /2007/07/07/ Dwonlod tanggal 11-3-2012.

Page 2: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh

lingkungan phisik yang ada disekitar masyarakat.2

Tujuan umum pendidikan sering dirumuskan untuk menyiapkan generasi

muda menjadi orang dewasa yang bertaqwa dan cerdas, anggota masyarakat yang

mandiri dan produktif, serta demokratis dan bertanggungjawab. Hal itu merefleksikan

konsep adanya tuntutan individual dan sosial orang dewasa kepada generasi muda.

Tuntutan individual termanifestasi pada harapan agar generasi muda dapat

mengembangkan diri sendiri, yaitu diharapkan dapat mengembangkan semua potensi

dan kemampuan yang dimilikinya seiring dengan perkembangan zaman. Sedangkan

tuntutan sosial adalah harapan orang dewasa agar anak mampu bertingkah laku,

berbuat dan hidup dengan baik dalam berbagai situasi dan lingkungan masyarakat.

Memasuki abad ke-21 kemajuan masyarakat dengan fasilitas yang dimiliki

telah sampai pada mainstrem kehidupan yang mengglobal. Hal ini disebabkan makin

tingginya pengetahuan masyarakat terhadap kemajuan teknologi, terutama teknologi

informasi dan transportasi, sehingga dengan mudah masyarakat dapat mengakses dan

meniru cara dan tatanan nilai yang terjadi di wilayah bahkan negara lain. Era ini

memiliki potensi sangat besar untuk ikut mengubah seluruh sistem kehidupan

masyarakat. Tapal batas negara dalam beberapa pengertianpun telah roboh, bahkan

dialog antar budaya progresif Barat dan ekspresif Timur berlangsung dalam skala

besar-besaran tanpa disadari.3

Dampak negatif globalisasi terhadap kehidupan bangsa Indonesia dari waktu

ke waktu nampak semakin jelas. Gaya hidup modern ala Barat dengan cepat diterima

oleh masyarakat Indonesia tanpa filter yang baik. Sehingga nilai-nilai modern Barat

sedikit demi sedikit merasuk ke dalam diri para generasi bangsa dan menggeser nilai-

nilai yang selama ini telah terinternalisasikan ke dalam diri mereka. Maraknya

2 Nanasyaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya, 1997, hlm. 58-59

3 Marwah Daud Ibrahim, Teknologi Emansipasi dan Transendensi. (Bandung: Mizan, 1994),

h.78

Page 3: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat, disinyalir oleh banyak kalangan

sebagai akibat dari derasnya arus globalisasi yang tidak seimbang dari dunia Barat

dan Islam yang dianut mayoritas bangsa kita.

Dalam perspektif dunia pendidikan kondisi ini dapat dimaknai secara positif,

karena dapat menambah khasanah keilmuan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan,

manakala dapat diarahkan dan diinterpretasi secara benar dan wajar. Untuk itulah

maka kurikulum pendidikan yang digunakan harus dapat mewadahi antara keinginan

masyarakat terhadap kestabilan nilai yang dipedomani dengan tuntutan kehidupan

modern yang mengglobal. Untuk memenuhi kebutuhan ini tentu banyak tawaran yang

dapat dijadikan sebagai alternatif model penyusunan dan penyempurnaan terhadap

kurikulum pendidikan yang berlaku, salah satunya adalah model pengembangan

kurikulum yang berwawasan lingkungan.

Atas dasar pemikiran seperti itu, maka makalah ini akan membahas

permasalahan utama yaitu bagaimana pendidikan dapat mengantisipasi

perkembangan masyarakat melalui konsep pendidikan yang berwawasan lingkungan.

Permasalahan ini akan dijabarkan secara konkrit melalui rumusan masalah yaitu:

1. bagaimana gambaran hubungan kehidupan manusia dan lingkungannya

2. bagaimana konsep pendidikan dalam perspektif lingkungan

3. bagiamana mengembangkan kurikulum pendidikan berwawasan lingkungan

Page 4: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

BAB II

KEHIDUPAN MANUSIA DAN LINGKUNGANNYA

Allah menciptakan manusia sebagai mahluk unggulan (makhluqun kariimun).

Dalam Al-Qur’an disebut ;

70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut

mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan

Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk

yang telah Kami ciptakan. (AQ.S.17.Al-Isra.A;70)

Manusia juga merupakan mahluk istimewa yang di ciptakan Allah Swt.

Karena memiliki piranti yang multi deminsional, Sehingga secara sosial manusia

disebut homo socius, artinya kehidupan manusia tidak akan pernah bisa berdiri

sendiri dan akan membutuhkan pihak lain dalam keberlangungan dan upaya

mempertahankan hidupnya. Manusia juga makhluk individu, dimana dia memiliki

kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda sekaligus sebagai homo ecologus,

artinya manusia adalah bagian yang tak terpisahkan dari suatu ekosistem, sehingga

manusia memiliki kecenderungan untuk selalu memahami akan lingkungannya Oleh

karenanya hubungan manusia dengan lingkungan tidak dapat dipisahkan.

Meski manusia memilki potensi untuk peduli pada lingkungannya, tetapi pada

sisi aktualisasi kepedulian terhadap ekologis itu, berbenturan dengan akalnya. Pada

akhirnya lahirlah pola sikap dan pikir yang berbeda-beda sesuai dengan

kecenderungan hawa nafsunya. Maka muncullah sikap pro ekologis dan kontra

ekologis. Saat ini orang yang pro ekologis sangatlah sedikit, kalaupun ada mereka

Page 5: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

baru sadar saat alam telah menujukan fenomena-fenomannya yang merugikan

kehidupan manusia. Lain halnya dengan yang kotra ekologis, mereka bisa berada di

kalangan masyarakat yang “belum maju” maupun yang sudah “maju”.

Menurut Mujoyono Abdilah, variasi prilaku manusia ini disebabkan oleh tiga

faktor. Pertama, faktor supra stuktur yang meliputi nilai dan simbol (biasanya

didapatkan dari sebuah masyarakat baik yang bersumber dari sistem nilai, ideologi,

agama dan lain-lain). Kedua, faktor stuktur (berupa pranata dan perilaku sosial).

Maksudnya bahwa masyarakat memiliki institusi sosial yang mendorong pada setiap

tindakan ekologis. Struktur sosial bisa terdiri dari keluarga, kekerabatan, lembaga

swadaya dan yang lainya. Ketiga, faktor infra stuktur. Ilmu pengetahuan dan

teknologi IPTEK adalah bagian yang mempunyai pengaruh sebagai faktor infra

stuktur terhadap sikap kontra ekologi masyarakat. Kesenjangan dan perbedaan

wawasan masyarakat terhadap IPTEK, berpengaruh terhadap perbedaan cara pandang

dan perilaku ekologis suatu masyarakat4

Dilihat dari substansinya, yang membuat manusia mendapat predikat

“makhluk unggulan”, bukan karena kesempurnaan fisik biologisnya seperti

perawakan, postur tubuh dan kelengkapan fisik. Akan tetapi lebih pada keseluruhan

kepribadiannya yang meliputi kemampuan intelektual, moral, spiritual, prakarsa,

merekayasa dan sebagainya, dan dengan keunggulan inilah yang menjadikan manusia

menduduki posisi terhormat.

Malaikatpun dalam banyak hal oleh Tuhan diletakkan di bawah derajat

manusia. Sebagai contoh, dari segi akal manusia mempunyai akal kreatif, sedangkan

malaikat mempunyai akal normative, karena Al-Qur’an tidak pernah menyebut

malaikat itu “yatafakkarun” (berfikir).

4Mujoyono Abdilah : Antara Manusia, Lingkungan Hidup dan Perilakunya http://langitbiru89 .multiply.com/journal/ Dwonlod 07-10-2011

Page 6: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

Kedudukan terhormat yang dimiliki oleh manusia, menjadi sebab Allah

kemudian menciptakan alam semesta sebagai fasilitas bagi manusia, sehingga fungsi

hidup manusia selain fungsi ibadah juga berfungsi sebagai khalifah Allah untuk

menata dan memberdayakan alam sebagai lingkungan kehidupannya. Dengan kata

lain, manusia hidup di dunia ini untuk mengabdi kepada Tuhan (‘abdullah) dan

menjadi mandataris Tuhan di bumi (khalifatullah).

Hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya menurut pandangan Islam

terdapat tiga peran utama, 5 yaitu:

Pertama, hubungan al-intifa’u bih, hubungan utility, yaitu mengambil manfaat.

Manusia diperintahkan untuk mengambil manfaat sebesarnya dari sumberdaya

lingkungannya sebagai karunia yang telah Allah sengaja ciptakan bagi manusia,

apakah manfaat yang bersifat langsung atau manfaat yang bersifat tidak langsung.

Kedua, hubungan I’tibar, mengambil pelajaran. Hubungan manusia dengan

lingkungan merupakan hubungan point of view, bahwa lingkungan dapat menambah

pandangan, wawasan dan menambah pelajaran bagi manusia. Pelajaran (I’tibar)

berarti mengambil hikmah, dalam arti tidak sampai mendekat barang karena

membahayakan atau menjaga agar tidak membahayakan, atau lingkungan bisa

digunakan sebagai pelajaran dengan cara mengambil temuan-temuan yang dapat

dijadikan teori dan menjadi pengetahuan secara umum. Jadi, dengan I’tibar

lingkungan merupakan sumber pengetahuan bagi manusia.

Ketiga adalah hubungan al-ihtifadh atau hubungan untuk pelestarian lingkungan,

konservasi atau saving (menyelamatkan alam). Jika manusia hidup di tengah

lingkungan semesta alam dengan segala kekuatan dan kekayaannya maka sebagai

manusia seharusnya bisa menempatkan diri dalam hubungan mengambil manfaat,

5 Abujamin Roham, Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup, (Jakarta: Media Da’wah, 1997), h. 11

Page 7: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

mengambil pelajaran dan melestarikan alam. Al-Qur’an banyak sekali menunjukkan

maksud ini, misalnya, apa yang ada disekitarmu itu merupakan mata’an lakum wa

li’an’amikum, “ yang berarti suatu kenikmatan, kesenangan fasilitas bagimu” (Lih,

AQ.S.An-Nazi’at (79). A-33 & S.’Abbasa (80). A-32)

Tiga macam hubungan manusia dengan lingkungan ini oleh Prof. Dr. Quraish

Shihab disebut konsep taskhir atau penundukan. Artinya Tuhan memberi konsesi

kepada manusia bahwa semua kekuatan, kekayaan alam dan sekitarnya untuk

kepentingan manusia.6 Jadi, semua kekuatan alam dan segala yang ada dilingkungan

manusia ini pada prinsipnya bisa dikendalikan manuisa karena Tuhan telah

memberikan konsesi penundukan, atau kekuasaan bagi manusia. Kalimat dalam Al-

Qur’an berbunyi, sakhara lakum (Tuhan menundukkan kekuatan alam ini untuk

kepentinganmu). Lih, AQ.S.Al-Haj(22). A-65 ; S.Luqman(31), A-20 ; S.Al-

Jatsiyah(45), A-12).

Kemampuan untuk menundukkan (menguasaai, mengatur, memanfaatkan dan

mengembangkan) tentu tidak serta merta dapat dilakukan manusia secara mandiri

tetapi, ia membutuhkan lingkungan sebagai wahana pemrosesan diri menuju

kedewasaan. Manusia membutuhkan bantuan berupa pengetahuan dan pengalaman

baik melalui pendidikan formal maupun non formal serta suasana yang melingkupi

kehidupannya seperti situasi lingkungan phisik maupun lingkungan manusia, system

kemasyarakatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi sebagai

bagian dinamika hidup bermasyarakat, Sebab kehidupan manusia tidak terlepas dari

tempat masyarakat ia berada. Masalah tempat menyangkut lingkungan alam, gografis

dan sosial. Ketiga kondisi ini sangat besar pengaruhnya terhadap cara pandang, cara

sikap dan cara tidak masyarakat. Kehidupan masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh

tingkat kemajuan yang telah dicapai. Masyarakat yang telah mencapai kemajuan

tinggi dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial-budaya dan segi-

6 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1996) h. 272

Page 8: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

segi lainnya, akan memiliki sistem dan fasilitas yang lebih mapan dibandingkan

dengan masyarakat yang kemajuannya rendah.

Berbagai asumsi yang telah dipaparkan menggambarkan dinamika yang

terjadi dilingkungan merupakan gerak dari dinamika kehidupan dan manusia

memiliki andil besar dalam merubah tatanan hidup menuju keperilaku positif ataupun

perilaku negatif.

BAB III

KONSEP PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF LINGKUNGAN

Pendidikan bagi manusia dapat diibaratkan “jalan” yang harus dilalui anak

untuk menuju tercapainya keinginan yang dicita-citakan, jalan yang bertolak dari

ketidak tahuan tentang apa-apa ketika ia dilahirkan dari rahim ibunya kemudian Allah

memeberikan fitrah pendengaran penglihatan dan penghayatan sehingga ia dapat

beriqra' terhadap lingkungan disekelilingnya,7 sebagaimana difirmankan oleh Allah :

Artinya: Dan Allah mnegeluarkan kalian dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui Sesutu, dan Allah memeberikan kalian penglihatan dan

pendengaran serta hati agar kalian dapat bersyukur.

Melihat dan mendengar Alam sekitar tidak akan membawa hasil apa-apa

kalau ia tidak memikirkannya, menyimak maknanya dan menempatkan dalam

kerangka pandangan yang lebih komprehensip integral. Anak tentu tidak melakukan

ini semua pada saat dilahirkan, ia butuh bantuan secara prinsipil, ia berada dalam

suasana percaya, "Sense of turst" ini mengundang tanggung jawab dari orang dewasa

untuk mendidiknya baik secara informal, formal maupun non formal.

Dalam kaitan inilah kita memandang pendidikan ibarat komunikasi,

komunikasi anak dengan orang tua, dengan guru ataupun dengan alam/lingkungan

7 H.M.D. Dahlan, dkk. Khutbah Jum;ah dan Idain dari Kampus, seri 2, (Bandung: Diponegoro, 1995), h.268

Page 9: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

sekitarnya. Komunikasi yang tidak sekedar diartikan dengan hubungan timbal balik,

akan tetapi yang mengandung bobot amanah dan tanggung jawab.

Realitas sosial menunjukkan bahwa “pendidikan" tidak bisa dipisahkan dari

keadaan lingkungan, mengingat dari sejak dilahirkannya manusia telah berinteraksi

dan membutuhkan lingkungan hingga tumbuh dan berkembang menjadi dewasa.

Pondasi bangunan pemikiran, sikap, tindakan manusia dan lain sebagainya dikonstruk

sedemikian rupa oleh hal-hal yang terjadi dilingkungan sekitarnya. Oleh karena itu,

walau bagaimana pun keberadaan lingkungan merupakan kewajiban kita bersama

untuk mempertahankan potensi yang ada dilingkungan itu sendiri, bahkan Nabi-pun

sudah lebih awal memberikan gambaran pada kita semua untuk menjadi rahmat bagi

alam semesta.

Setiap lingkungan (lingkungan sosial) memiliki karakteristik dan tata nilai

yang ingin dipertahankan kelestariannya, kegiatan-kegiatan kemasyarakatan termasuk

pendidikan harus diselaraskan dengan nilai-nilai yang terjadi dilingkungan itu sendiri,

agar disatu sisi pendidikan mampu menjawab dan memberikan sebuah solusi

terhadap perbagai persoalan yang terjadi dalam lingkungan tersebut di sisi lain dapat

mewujudkan tujuan pendidikan yang telah dirancangnya Namun bukan berarti kita

harus terjebak dengan fenomena lingkungan yang tidak mencerminkan nilai-nilai

pendidikan itu sendiri, bahwa pendidikan berorientasi dan mempunyai tujuan untuk

“memanusiakan manusia”.8

Karena manusia dilahirkan kemuka bumi ini menyandang predikat sebagai

khalifah fil ard. Hal ini tidak mungkin dapat diaplikasikan oleh seorang manusia

ditengah-tengah kehidupan ini tanpa ditopang dengan pengetahuan yang mumpuni,

sebut saja pendidikan. Jika memang demikian betapa besar peranan pendidikan bagi

kehidupan manusia dalam menjalankan tugas kekhalifahan melalui pemeliharaan

lingkungan. Lingkungan sekitar yang merupakan tempat kita berpijak, bahkan

merupakan tempat kita untuk mengasah diri, baik secara sikap, intelektual maupun

8 Idris Saleh, Pendidikan Berbasis Lingkungan, http://tabloid_info.sumenep.go.id/index/ 09/10/2007, Dwonlod 9-10-2011

Page 10: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

tindakan memaksa manusia untuk meninggalkan rasa emuh (cuek), apalagi tidak mau

tau dengan persoalan yang terjadi di Lingkungan sekitar kita.

Hari ini telah banyak kita jumpai para intelektual dengan pemahaman yang

sangat mendalam mengenai dunia pendidikan, akan tetapi tak jarang pula kita jumpai

orang-orang semacam ini merasa enggan untuk pulang ke kampung halamannya.

Padahal seandainya kita menyadari bahwa lingkungan merupakan tempat kita

pertama kali dibesarkan dan dikenalkan dengan sesuatu yang sebelumnya tidak

pernah kita kenal, dengan demikian, melihat persoalan semacan ini pendidikan

mempunyai peranan penting untuk menciptakan sistem dan kurikulum yang bisa

mengantarkan peserta didik pada sebuah kesadaran akan makna penting perjuangan

ketika kembali ke lingkungannya.

Benar kiranya apa yang diuangkapkan oleh Ali Sahbana, bahwa keberhasilan

manusia dalam dunia pendidikan tidak hanya bisa dilihat dari kemampuan intelektual

dan keilmuan saja, namun sejauh mana komitmen dan kepeduliannya untuk

membangun lingkungannya sendiri, agar benar-benar menjadi lingkungan aman,

damai, sejahtera demi terciptanya situasi lingkungan yang kondusip dan edukatif.

Kesadaran seperti ini sangat sulit diraih oleh seorang manusia tanpa ada upaya yang

sungguh-sungguh dari dunia pendidikan, utamanya mungkin pengelolaannya sebagai

subyek dari pendidikan itu sendiri untuk menumbuh kembang kan kesadaran yang

benar-benar tertanam dalam hati peserta didik.9

Lebih dari itu, pendidikan tidak hanya sekedar bisa melahirkan kaum

intelektual dan para ilmuan yang hanya sekedar menyadari adanya berbagai persoalan

yang terjadi di lingkungannya, sementara aplikasi ditengah kehidupan lingkungan

tidak ada, namun harus mampu melahirkan peserta didik yang benar-benar siap

dengan disertai tekat kuat untuk pulang dan berjuang di lingkungannya sendiri, sebab

sudah sekian banyak out put pendidikan yang bertebaran dimana-mana, tetapi masih

menimbulkan pertanyaan besar dalam benak setiap pemerhati lingkungan, karena

9 Alisyahbana. Values as Integrating Forces in Personality, society and curture. (Kualalumpur: Malaya University Press, 1974), h. 21

Page 11: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

peserta didik yang menjadi satu-satunya harapan masyarakat pada umumnya masih

belum bisa memberikan apa-apa terhadap kehidupan lingkungannya, bahkan

terkadang tidak jarang menjadi penyakit yang sangat meresahkan bagi kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

Munculnya persoalan-persoalan semacam ini, kira-kira apa ada yang salah

dalam dunia pendidikan atau kesadaran dari manusianya yang tidak ada ?. Jika

memang demi kian, kegagalan pada masa-masa sebelumnya jangan sampai terulang

kembali pada saat sekarang ini, agar hal-hal yang tidak kita inginkan tidak terulang

kembali. Namun upaya-upaya cerdas harus terus dilakukan, agar keinginan untuk

melahirkan peserta didik yang betul-betul sadar akan peran dan tanggung jawabnya

dapat terwujud.Karena pendidikan dinilai merupakan satu-satunya wahana yang bisa

diharapkan oleh masyarakat pada umumnya harus mampu melahirkan kader-kader

bangsa yang profesional yang mempunyai tekat bulat sebagai jawaban terhadap

berbagai problem yang terjadi di masyarakat dan lingkungan secara umum

Diakui atau tidak yang terjadi selama ini adalah terpisahnya dunia pendidikan

dengan lingkungannya. Padahal pendidikan dilakukan pada sebuah lingkungan

tertentu sehingga sudah seharusnya bercermin, dan berkiblat pada kondisi yang ada di

lingkungannya bukan berdiri sendiri. Tetapi, kenyataannya masih cukup banyak

pendidikan yang tercerabut dengan paksa dari kehidupan lingkungannya.

Mengingat hal tersebut, maka penerapan pendidikan berwawasan lingkungan

perlu digalakkan sebagai sebuah kebersamaan sehingga setiap apa yang dilakukan di

dunia pendidikan merupakan penyerapan dari dunia lingkungannya dan apa yang

terjadi di lingkungan merupakan implementasi dari apa yang diperlajari di

sekolah/dunia pendidikan.

BAB IV

Page 12: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

MENGEMBANGKAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERWAWASAN

LINGKUNGAN SOSIAL

Kebutuhan dan tuntutan masyarakat dibidang pendidikan, mendorong

munculnya harapan dan permintaan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara

pendidikan, berdasarkan hasrat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut,

perencana kurikulum berusaha memilih bahan-bahan dan pengalaman-pengalaman

yang akan diberikan kepada peserta didik yang relevan dengan mengkondisikan

antara kebutuhan masyarakat dan sumber daya lingkungan masyarakat.

Lingkungan masyarakat, tidak sebatas apa yang disebut physical-setting,

tetapi melintasi batas-batas keragaman pengalaman dan penampilan manusia

(different of human experience and performance). Sedangkan keseluruhan

pengalaman dan penampilan manusia itu dikemas ke dalam apa yang disebut

kebudayaan, yaitu suatu keseluruhan pengalaman hasil belajar sebagai suatu atribut

yang esensial bagi makhluk manusia. Kebudayaan sebagai karakteristik yang

membuat manusia menjadi “mampu” misalnya; mampu mengadaptasi panasnya

gurun pasir dan dinginnya padang tundra; mampu mengolah bentangan-bentangan

lahan untuk sejumlah kebutuhan, mampu membangun suatu sistem kehidupan di

perkotaan, mampu pula mendorong manusia untuk melakukan perjalanan ke luar

angkasa, mampu melakukan eksplorasi di daratan, lautan dan udara untuk memenuhi

hasrat hidupnya, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, manusia dengan atribut kebudayaan

itu, ia mampu juga berinteraksi dengan dunia di sekelilingnya.

Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari tempat masyarakat itu berada.

Masalah tempat menyangkut lingkungan alam, gografis dan sosial. Ketiga kondisi ini

sangat besar pengaruhnya terhadap cara pandang, cara sikap dan cara tidak

masyarakat. Kehidupan masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh tingkat kemajuan

yang telah dicapai. Masyarakat yang telah mencapai kemajuan tinggi dibidang ilmu

pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial-budaya dan segi-segi lainnya, akan

Page 13: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

memiliki sistem dan fasilitas yang lebih mapan dibandingkan dengan masyarakat

yang kemajuannya rendah.

Setiap lingkungan masyarakat memiliki sistem sosial dan system budaya yang

berbeda. Sistem sosial-budaya ini mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar

anggota masyarakat, antara masyarakat dengan lembaga dan antara lembaga dengan

lembaga.10

Salah satu aspek yang cukup penting dalam sistem sosial budaya adalah

tatanan nilai. Tatanan nilai merupakan seperangkat ketentuan, peraturan, hukum,

moral yang mengatur cara berkehidupan dan berprilaku para warga masyarakat.11

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dimasyarakat

juga selalu berkembang, dan pada saat-saat tertentu perkembangan dapat terjadi secra

drastis, sehingga tidak jarang menimbulkan perbedaan bahkan konflik nilai.

Kementrian agama sebagai penanggungjawab atas pembinaan dan

pengembangan pendidikan agama sadar akan adanya tantangan besar terhadap nilai-

nilai agama yang selama ini dijunjung tinggi sebagai nilai luhur dalam berbangsa dan

negara. Kesadaran Kementrian Agama itu diwujudkan dalam berbagai bentuk upaya

penyempurnaan pendidikan, karena lembaga pendidikan selain berfungsi sebagai

transfer of knolidge juga berfungsi sebagai konversi nilai dari masa kemasa, diantara

usaha konkritnya adalah melalui peyempurnaan kurikulum.

Penyempurnaan kurikulum pendidikan oleh Kementrian Agama yang terkait

dengan lingkungan pendidikan dimulai sejak kurikulum madrasah tahun 1994 yang

kemudian diikuti dengan KBK 2004 dan KTSP 2006 yang berisikan selain memuat

materi pelajaran umum sebagaimana pada kurikulum sekolah umum, memuat materi

pelajaran keagamaan yang dijabarkan dari pendidikan Agama di sekolah, juga upaya

10 Emil Salim, Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI, Makalah (Jakarta: ICMI, 1991) h. 24

11 Azyumardi Azra Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru, (Jakarta: Logos, 1999), h. 21

Page 14: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

menciptakan suasana keagamaan dilingkungan pendidikan.12 Dimasukkannya

penciptaan suasana keagamaan di lingkungan sekolah dimaksudkan sebagai wahana

internalisasi nilai-nilai Islam dan benteng bagi masuknya nilai-nilai Barat modern

yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam.

Iklim keagamaan di lingkungan sekolah dapat diwujudkan dalam berbagai

bentuk. Dirjen Binbaga Islam Kementrian agama RI (semula masih Departemen

Agama RI). menjelaskan bahwa iklim keagamaan sebagai ciri khas pendidikan Dasar

dan Menengah dapat diwujudkan dengan cara: 1) menciptakan suasana kehidupan

pendidikan yang agamis, 2) adanya sarana Ibadah, 3) penggunaan metode pendekatan

yang agamis dalam penyajian bahan pelajaran bagi setiap mata pelajaran yang

memungkinkan dan 4) kualifikasi guru yaitu guru harus beragama Islam dan

berakhlak mulia. Proses penciptaan keagamaan dilingkungan pendidikan dengan

demikian adalah proses realisasi hal-hal tersebut di lingkungan sekolah.13

Huda (dalam Fuaduddin dan Bisri) memilah wujud suasana keagamaan dalam

tiga bentuk, yaitu: 1) bentuk fisik, 2) bentuk kegiatan dan 3) bentuk sikap serta

perilaku.14

Dari segi fisik, wujud suasana keagamaan sebagai aktualisasi nilai agama

dapat berupa sarana ibadah (masjid/Musallah), perpustakaan, tulisan-tulisan (spanduk

dan pamflet-pamflet), dan perangkat lunak seperti buku, kaset, dan peraturan-

peraturan. Dalam bentuk kegiatan suasana keagamaan dapat berupa pelaksanaan

ibadah (shalat berjama’ah), pertemuan (diskusi, seminar, pengajian, kursus, training,

dan sebagainya). Dan dalam bentuk sikap serta perilaku, suasana keagamaan dapat

nampak pada hubungan antar sesama dalam bentuk salam, sapaan, kunjungan,

santunan, dan penampilan (pakaian).

12 Departemen Agama RI, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Sispenas, (Jakarta Dirjen Penais 2005), h. 21

13 Departemen Agama. RI. Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum. (Jakrta: Dirjen Binbaga Islam, 1993), h. 21

14 Fuaduddin dan Cik Hasan Bisri (ed). 1999. Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan

Tinggi; Wacana Tentang Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Logos, 1999). hal. 219

Page 15: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah pengaturan isi bahan dan

tujuan pendidikan yang menjadikan lingkungan sosial kemasyarakatan sebagai

sumber aspirasi dan sasaran pencapaian ahir dari kegiatan pendidikan. Kebutuhan

masyarakat terhadap pelestarian nilai-nilai sosial kemasyarakatannya seperti tradisi,

adat istiadat, bahasa, falsafah hidup dan yang lainnya dapat dijadikan sebagai

reference dalam penyusunan conten pendidikan yang berwawasan lingkungan dengan

nuansa keagamaan, demikian halnya kebutuhan terhadap pelestarian lingkungan alam

sebagai ekosistem kehidupannya dapat diberi sentuhan dengan pendekatan doktrin

keagamaan bahwa semua itu karunia yang harus disyukuri dengan cara dipelihara,

difungsikan secara proforsional dan dikembangkan untuk menggapai kemanfaatan

sebesar-besarnya bagi manusia.

Penciptaan suasana keagamaan dalam wujud seperti di atas, bukan hal yang

sederhana. Penciptaan suasana keagamaan tidak cukup hanya dengan dukungan

konsep dan finansial, akan tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif semua pihak

yang terkait dengan bidang pendidikan.

Suasana keagamaan dilingkungan pendidikan dengan berbagai bentuknya,

sangat penting bagi proses internalisasi nilai agama pada peserta didik. Proses

internalisasi agama Islam pada peserta didik di lembaga pendidikan menjadi makin

intensif dengan suasana keagamaan dilingkungan pendidikan tersebut. Suasana

keagamaan yang berbentuk suasana kehidupan pendidikan yang islami, baik yang

nampak dalam kegiatan, sikap maupun perilaku mempertinggi intensitas proses

internalisasi nilai agama melalui mekanisme pembiasaan, penghayatan, pendalaman,

dan pelembagaan.

Penggunaan metode dan pendekatan yang agamis dalam penyajian bahan

pelajaran bagi setiap mata pelajaran yang memungkinkan, menambah intensitas

proses transinternalisasi nilai yang relevan dari setiap bahan pelajaran yang

disampaikan. Dan kualifikasi guru, yaitu guru harus beragama Islam dan berakhlak

mulia semakin mendukung terjadinya proses internalisasi nilai yang lebih intensif

melalui pendekatan kharismatik. Dengan pendekatan ini peserta didik akan

Page 16: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

dihadapkan dengan kepribadian orang-orang (guru-guru) yang memiliki konsistensi

dan keteladanan yang dapat diandalkan untuk selalu dilihat dan diamati hingga

tumbuh kesadaran untuk menerima niali-nilai yang ditampilkan oleh para pendidik

(guru) sebagai nilai yang baik dan benar.

Suasana keagamaan di lingkungan sekolah yang berbentuk fisik, seperti

sarana ibadah, perpustakaan, tulisan-tulisan, dan perangkat lunak seperti buku, kaset,

dan peraturan-peraturan dapat memberikan kondisi yang kondusif bagi proses

internalisasi nilai agama melalui pendekatan emosional.

Keterpaduan antara bentuk fisik, kegiatan, sikap dan perilaku sebagai suasana

keagamaan yang utuh di lingkungan sekolah memungkinkan terjadinya proses

transinternalisasi nilai melalui langkah-langkah yang sesuai dengan alur berfikirnya

mulai dari kegiatan menyimak, responding, organization, dan characterization.

Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan melalui penciptaan

suasana keagamaan dilingkungan sekolah memang bukanlah hal yang sederhana,

untuk mewujudkannya memerlukan kebijakan dan strategi yang tepat, konsisten,

biaya yang cukup, dan partisipasi aktif dari semua pihak (terutama masyarakat),

disamping juga upaya untuk memotivisir peserta didik agar selalu berada dalam

proses pembudayaan dan internalisasi nilai agama hingga tidak ada celah dan

kesempatan sedikitpun bagi masuknya nilai lain yang bersifat distruktif.

Untuk mencapai atau mengkondisikan hal tersebut, maka salah satu cara yang

harus dilakukan adalah mensinergiskan antara sekolah dengan lingkungan secara

maksimal dan positif. Dengan upaya ini diharapkan adanya keterikatan moril antara

peserta didik dengan materi pembelajaran sebab materi yang dipelajari merupakan

bagian dari kehidupannya sehari-hari, dan yakin mereka mampu mengikutinya.

Dunia pendidikan memang merupakan dunia yang diharapkan mampu

membawa generasi muda pada kondisi maksimal sehingga keterpurukan yang selama

ini menjadikan negeri sebagai juru kunci dapat diatasi dan mengangkat kembali

perhatian bangsa internasional terhadap eksistensi bangsa dan negara ini dari

keberhasilan pengkondisian kehidupan berbasis lingkungannya.

Page 17: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

BAB VKESIMPULAN

Dari paparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Manusia adalah mahluk yang mulia dan terhormat, disebabkan kedudukannya itu

Allah menfasilitasi alam semesta untuk dimanfaatkan, dijadikan I’tibar, dikuasai,

diatur dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk menjalankan

tugas ini manusia membutuhkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan

teknis yang dapat diperoleh melalui lingkungan kehidupannya, baik di lingkungan

fisik maupun lingkungan social budayanya.

2. Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan, sebab objek pendidikan

adalah manusia yang sejak lahir telah berinteraksi dengan lingkungannnya, dan

setiap lingkungan social memiliki tata nilai yang ingin dipertahankan

kelestariannya, oleh karena itu tugas pendidikan tidak sekedar transfer of

knowledge tetapi juga konservasi nilai, sehingga keberhasilan pendidikan tidak

hanya dilihat dari kemampuan intelektual dan keilmuan saja, namun sejauh mana

komitmen dan kepeduliannya untuk membangun lingkungan sosial

kemasysrakatannya.

3. Penerapan pendidikan yang berwawasan atau berbasis pada lingkungan terus

digalakkan sebagai sebuah kebersamaan sehingga setiap apa yang dilakukan di

dunia pendidikan merupakan penyerapan dari dunia lingkungannya dan apa yang

terjadi di lingkungan merupakan implementasi dari kurikulum yang diperlajari di

sekolah/dunia pendidikan.

4. Pengembangan kurikulum berwawasan lingkungan di madrasah tidak terlepas

dari dua upaya pokok yaitu; pertama menjadikan lingkungan sebagai sumber

pendidikan dan pengajaran, mulai dari perumusan tujuan, pengembangan isi dan

bahan pelajaran, strategi pelaksanaan pembelajaran sampai pelibatan masyarakat

sebagai kekuatan pendukung terselenggaranya pendidikan, dan kedua penciptaan

iklim keagamaan disekolah baik secara fisik, kegiatan fisik maupun sikap dan

perilaku

Page 18: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

DAFTAR PUSTAKA

Abdilah, Mujoyono. Antara Manusia, Lingkungan Hidup dan Perilakunya

http://langitbiru89.multiply.com/journal/ Dwonlod 07-10-2011

Alisyahbana. Values as Integrating Forces in Personality, society and curture.

Kualalumpur: Malaya University Press, 1974.

Allport, G.W. Pattern and Growth in Personality, New York: Holt Rinehart and

Winston. 1961

Amin, Ahmad. Etik, Jakarta: Unipress. 1975

Andini, Ayu, N. Membumikan Pendidikan Lingkungan Hidup http://one1thousand100 education.wordpress.com /2007/07/07/ Dwonlod tanggal 11-03-2012

Asyraf, Ali. Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Gema Insani Press. 1989.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru,

Jakarta: Logos. 1999.

Barizi, Ahmad. Pendidikan Integratif, Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan

Pendidikan Islam, Malang: UIN Maliki Press, 2011

Danim, Sudarwan. Kepemimpinan Pendidikan, Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ),

Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos, Bandung: Alfabeta, 2010.

Daradjad, Zakiyah. dkk. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984

Depag. RI. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Sispenas. Jakarta: Dirjen

Penais. 1992

------------- Landasan Program dan Pengembangan Kurikulum. Jakrta: Dirjen

Binbaga Islam. 1993.

Ghazalba, sidi. Sistematika Filsafat Bab IV, Teori Nilai. Jakarta: Bulan Bintang.1978.

Ghony, Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Politik Pengambilan Keputusan Tentang Kurikulum, Malang: UIN Maliki Press, 2010.

Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosda Karya,

2008

Harahap, Syahrin (ed). Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi. Yogyakarta:

BPFE. 1998

Ibrahim, Marwah Daud. Teknologi Emansipasi dan Transendensi. Bandung: Mizan.

1994.

Page 19: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Berwawasan Lingkungan Sosial

Ishomuddin. Sosiologi Agama, Pluralisme Agama dan Interpretasi Sosiologi,

Malang: Umi Press. 1996.

Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan. Jakarta: Yayasan

Waqaf Paramadina. 1992.

Maksum, H. Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya. Ciputat-Jakarta: Logos,

1999.

Marimba, Ahmad,D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. X, Bandung: PT.

Alma’arif. 2004.

Mastuhu. Dinamika Sistem Pesantren, Jakarta: INIS. 1994.

Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001.

Poloma, Margaret, M. Sosiologi kontemporer, terj., Jakarta: Rajawali Press. 1994.

Purwanto, Ngalim. 1990. Psikhologi Pendidikan. Cetakan ke-5. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Roham, Abujamin. Peranan Masjid Pada Lingkungan Hidup, Jakarta: Media Da’wah, 1997.

Saleh, Idris. Pendidikan Berbasis Lingkungan, http://tabloid_info.sumenep.

go.id/index/ 09/10/2007, Dwonlod 9-10-2011

Salim, Emil. Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI, Makalah, Jakarta: ICMI,

1991

Soekanto, Soerjono.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1994.