113
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS SMOOTH CAYENNE SECARA IN VIVO MELALUI APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ NAEKMAN NAIBAHO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS SMOOTH CAYENNE SECARA IN VIVO MELALUI

APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ

NAEKMAN NAIBAHO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

Page 2: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam
Page 3: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan Sitokinin adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis.

Bogor, Agustus 2012

Naekman Naibaho NIM A251090061

Page 4: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam
Page 5: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

ABSTRACT

Development of Pineapple Seed Propagation In Vivo Through Aplication of Auxin dan Cytokinin. Under supervision of M. RAHMAD SUHARTANTO and SOBIR Pineapple plantation needs 40.000-60.000 seedlings per hectare, so it is important to have simple, efficient and effective propagation technology. The objectives of this research are to study the effect of IBA and BA to improve the success of seed production by in vivo. The study was conducted in three experiments. The first and the second experiment were to study the effect of indole-3-butyric acid (IBA) at 0, 25, 50 ppm and Benzyl Adenine (BA) at 0,25,50 and 75 ppm on the successful of basal leaf cuttings from stem and crown of pineapple GP-1 (Ananas comosus L. Merr). The third experiment was to determine the effect of sytokinin on the different size of buds generated from crown leaf cuttings. The result showed that leaf cutting from stem potential used as an alternative materials for seed propagation of pineapple. Increased of auxin concentration up to 50 ppm on leaf cuttings of stem inhibit shoot height. Contrarily, cytokinin treatment up to 50 ppm increased the height of shoots. Application of auxin up to 50 ppm on leaf cuttings of crown increase the percentage of rooted cuttings and percentage of budding per shoots (2-3 shoot per cutting), but application of cytokines up to75 ppm suppress seedling height, width leave and reduce the emergence rate of shoots at 50 ppm. Application of cytokinin (BA) 25 ppm and 50 ppm increased the percentage of sprouted cuttings and number of nodules on small buds and medium buds. Percentage sprouted cutting on small buds higher than medium and bigger buds. Using economic analysis, it is showed that IBA 50 ppm application on crown leaf cuttings is the most optimum materials used for seed propagation by in vivo.The success of seed multiplication in vivo through cuttings leave from the crown better than cuttings from leave stem. Keywords : Pineapple seed, Leaf cutting of stem, Leaf cutting of crown, IBA,BA

Page 6: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam
Page 7: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

RINGKASAN

NAEKMAN NAIBAHO. Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan Sitokinin. Dibimbing oleh M. RAHMAD SUHARTANTO dan SOBIR. Produksi nenas terus menurun seiring dengan penurunan luas pertanaman sejak 2010 hingga 2012. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi Indonesia yang potensial untuk mengembangkan tanaman nenas. Pengembangan nenas secara luas membutuhkan jumlah bibit yang sangat besar sekitar 40.000-60.000 bibit per ha. Penyediaan bibit secara massal selama ini hanya bisa disediakan melalui perbanyakan in vitro. Namun demikian perbanyakan nenas dengan in vitro memerlukan biaya yang sangat mahal, membutuhkan kemampuan khusus dan sering terjadi variasi somaklonal pada bibit yang dihasilkan.

Kebutuhan bibit nenas Smooth Cayenne umumnya tergantung pada jumlah anakan yang dihasilkan oleh induk tanaman. Jenis nenas Smooth Cayenne umumnya hanya memproduksi satu atau dua anakan/sucker per tanaman. Demikian halnya dengan sumber bibit asal mahkota, menjadi tidak tersedia ketika penanaman selanjutnya karena buah dan mahkota terjual bersama sebagai buah segar. Oleh karena itu, perlu dicari alternative teknik perbanyakan yang mudah dilakukan dan manfaatkan sumber perbanyakan yang ada dan mudah diperoleh. Teknologi pembibitan yang diharapkan adalah teknologi perbanyakan yang mudah dilakukan tetapi dapat memproduksi secara massal, berkualitas, cepat, seragam dan murah. Perbanyakan melalui stek basal daun merupakan salah satu cara konvensional yang dimodifikasi untuk memperbanyak bibit secara cepat dan massal. Keberhasilan perbanyakan bibit nenas Smooth Cayenne dengan stek basal daun belum banyak diketahui terutama yang menggunakan potongan basal daun dari batang dan mahkota. Teknik ini merupakan modifikasi sistem perbanyakan menggunakan stum batang (stem splitting) dan stek daun (stem leaf budding) yang tingkat keberhasilan dan daya multiplikasinya belum maksimal dan sebagian belum diketahui responnya terhadap ZPT. Oleh karena itu perlu usaha mengoptimalkan teknik tersebut dengan cara pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) sehingga diharapkan penyediaan bibit di lapang terpenuhi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin serta interaksinya pada stek basal daun asal batang dan mahkota. Penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari pengaruh sitokinin terhadap berbagai ukuran mata tunas yang efektif meningkatkan jumlah stek bernodul melalui stek basal daun asal mahkota. Disamping itu, diperoleh informasi efesiensi ekonomis dan teknis teknologi produksi bibit nenas secara stek.

Penelitian ini dilakukan di Rumah Plastik Kebun Penelitian Tajur dan Laboratorium Kultur Jaringan dan Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika,

Page 8: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

IPB. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli 2011 sampai dengan Februari 2012. Penelitian terdiri atas tiga percobaan. Percobaan pertama dan kedua adalah mempelajari pengaruh sitokinin (BA) dan auksin (IBA) terhadap keberhasilan produksi bibit dengan menggunakan eksplan stek basal daun asal batang dan mahkota. Percobaan ketiga adalah aplikasi sitokinin BA terhadap berbagai ukuran mata tunas yang dihasilkan oleh stek basal daun asal mahkota (crown). Percobaan pertama dan kedua menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial, dengan dua faktor. Faktor pertama adalah taraf konsentrasi auksin dengan tiga taraf yaitu, taraf 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan faktor kedua adalah taraf konsentrasi sitokinin dengan empat taraf yaitu, 0 ppm, 25 ppm, 50 ppm dan 75 ppm. Masing-masing percobaan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan, dengan tiga kali ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan, sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 sampel stek basal daun. Percobaan ketiga menggunakan model Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi sitokinin tiga taraf yaitu 0, 25 dan 50 ppm dan faktor kedua adalah tiga ukuran mata tunas hasil stek daun asal mahkota yang terdiri dari tiga taraf yaitu mata tunas kecil, sedang (tunas belum berdaun) dan mata tunas besar (tunas telah berdaun). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Setiap satun percobaan terdiri dari 10 stek basal daun asal mahkota. Secara umum, perlakuan auksin dan sitokinin pada stek daun asal batang dan mahkota, tidak memberikan pengaruh interaksi pada semua peubah yang diamati namun sebagian peubah berpengaruh nyata berdasarkan faktor tunggal. Percobaan pertama, menunjukkan bahwa stek basal daun asal batang dapat digunakan sebagai bahan alternatif perbanyakan bibit nenas secara in vivo. Pemberian auksin hingga konsentrasi 50 ppm pada stek batang dapat menghambat pertumbuhan tunas dan sebaliknya pemberian Sitokinin hingga konsentrasi 50 ppm mampu meningkatkan tinggi tunas. Percobaan kedua, menunjukkan bahwa pemberian ZPT auksin dan sitokinin pada stek basal daun asal mahkota mampu meningkatkan keberhasilan perbanyakan bibit nenas melalui peningkatan persentase stek berakar dan jumlah tunas. Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam jaringan stek. Taraf konsentrasi auksin 50 ppm mampu meningkatkan persentase stek yang berakar dan persentase jumlah stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan. Sebaliknya, berdasarkan peubah tinggi dan lebar daun, pemberian taraf sitokinin hingga 75 ppm justru menghambat pertumbuhan bibit berdasarkan peubah tinggi bibit dan lebar daun serta dapat memperlambat waktu bertunas pada perlakuan 50 ppm. Percobaan ketiga menunjukkan bahwa aplikasi sitokinin (BA) 25 ppm dan 50 ppm pada stek basal daun asal mahkota yang tunas kecil menghasilkan persentase stek bernodul dan jumlah nodul lebih tinggi daripada terhadap tunas sedang dan besar. Berdasarkan analisis efesiensi dan ekonomi, menunjukkan bahwa penggunaan auksin (IBA) 50 ppm pada stek daun asal mahkota adalah yang paling optimal dan efesien. Secara umum, keberhasilan perbanyakan bibit melalui stek asal mahkota lebih baik daripada asal batang.

Kata kunci : Bibit nenas, Stek basal daun asal mahkota, Stek basal daun asal batang, IBA, BA.

Page 9: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

©Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutif sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

Page 10: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam
Page 11: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS SMOOTH CAYENNE SECARA IN VIVO MELALUI

APLIKASI AUKSIN DAN SITOKININ

NAEKMAN NAIBAHO

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Megister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

Page 12: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Tatiek Kartika

Page 13: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

Judul Tugas akhir : Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan Sitokinin.

Nama : Naekman Naibaho NIM : A251090061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi. Dr. Ir. Sobir, MSi

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu dan Teknologi Benih

Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian : 26 Agustus 2012 Tanggal Lulus :

Page 14: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam
Page 15: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul tesis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengembangan Teknologi Perbanyakan Bibit Nenas Smooth Cayenne Secara In Vivo melalui Aplikasi Auksin dan Sitokinin

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. M. Rahmad Suhartanto selaku dosen Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan kepercayaan dan bimbingan kepada penulis selama penelitian hingga penyusunan tesis ini selesai.

2. Dr. Sobir selaku Anggota Komisi Pembimbing yang pengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis serta nasehat dan kemudahan selama kuliah dan penelitian.

3. Dr. Ir. Tatiek Kartika, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis.

4. Prof. Dr. Satriyas Ilyas, MS, selaku penguji luar komisi yang telah memberikan dukungan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

5. Prof. Dr. Sri Setyati Harjadi, atas dorongan dan dukungannya. 6. Orang tua tercinta dan seluruh keluarga di Sumatera dan Tasikmalaya,

terimaksih atas doa dan perhatiannya. 7. Pimpinan dan seluruh jajarannya di PKHT, atas izin dan bantuan biaya

pendidikan selama mengikuti program pendidikan S2. 8. Istri dan anak saya tercinta, atas doa dan motivasinya. 9. Rekan-rekan sejawat di PKHT IPB, atas dukungannya selama ini. 10. Rekan-rekan ITB 2009 dan 2010, atas kebersamaan dan semangat yang

diberikan. 11. Arya, atas bantuannya 12. Semua pihak yang membantu namun tidak tersebutkan satu per satu dalam

karya tulis ini, semoga tuhan memberi hidayahnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat

Bogor, Agustus 2012

Penulis

Page 16: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam
Page 17: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Desember 1977 di Simalungun, Sumatera Utara dari pasangan Purasa Naibaho (Alm) dan Nurhayati S. Penulis merupakan Putra ke enam dari delapan bersaudara.

Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Sidamanik dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2001. Pada tahun 2009 diterima sebagai mahasiswa di program Studi/Mayor Ilmu dan Teknologi Benih.

Page 18: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 19: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................ i

DAFTAR TABEL ................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi

PENDAHULUAN .......... ........................................................................ 1

Latar Belakang ........................................................................ 1

Perumusan Masalah ........................................................................ 3

Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

TINJAUAN PUSTAKA ......... ............................................................... 6

Morfologi Tanaman Nenas .................................................................. 6

Klasifikasi Nenas Klon GP-1 ............................................................... 7

Syarat Tumbuh ........................................................................ 9

Bahan Perbanyakan Nenas ................................................................... 10

Zat Pengatur Tumbuh ........................................................................ 11

Efesiensi Ekonomis dan Teknis ........................................................... 12

BAHAN DAN METODE ........................................................................ 15

Tempat dan Waktu ........................................................................ 15

Metode Penelitian ........................................................................ 15

Percobaan I : Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang ................................ 15

Percobaan II : Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota ............................... 18

Percobaan III : Pengaruh Pemberian BA terhadap Berbagai Ukuran Mata Tunas Asal Stek Basal Daun Mahkota ................... 19

Analisis Data ....................................................................... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 20

Kondisi Umum ........................................................................ 20

Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal

Page 20: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

ii

Daun Asal Batang Nenas Smooth Cayenne ......................................... 22

Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota Nenas Smooth Cayenne ............................ 34

Pengaruh Sitokinin BA pada Berbagai Ukuran Tunas terhadap Kemampuan Stek Bernodul ................................................................. 45

Efesiensi Ekonomis dan Teknis ........................................................... 49

Pembahasan Umum ........................................................................ 54

SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 65

Simpulan ........................................................................ 65

Saran ........................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 67

LAMPIRAN ........................................................................ 73

Page 21: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang Nenas Smooth Cayenne Klon GP-1 ............................................................... 22

2. Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Tunas pada Stek Basal Daun Asal Batang .................................................... 25

3. Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Bibit pada Stek Basal Daun Asal Batang .................................................... 27

4. Ekstrapolasi Tinggi Bibit Nenas Hasil Stek Basal Daun Asal Batang ....................................................................... 28

5. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun pada Stek Basal Daun Asal Batang .................................................................... 29

6. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Lebar Daun pada Stek Basal Daun Asal Batang .................................................................... 30

7. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Panjang Akar, Persentase Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit pada Stek Basal Daun Asal Batang ................................................................... 31

8. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Persentase Stek Hidup Jumlah Tunas per Stek, Persentase Stek Bertunas 2-3 Tunas per Eksplan serta Waktu Bertunas pada Stek Basal Daun Asal Batang ...................................................................... 33

9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota (crown) Nenas Smooth Cayenne Klon GP-1 ............................................................ 35

10. Respon Pemberian Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Tunas pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ........................................................ 36

11. Respon Pemberian Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Bibit pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ........................................................ 37

12. Hasil Ekstrapolasi Data Tinggi Bibit Nenas Asal Stek Basal Daun Asal Mahkota ........................................................................ 38

13. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ........................................................................ 39

14. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Peubah Lebar Daun pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ......................................................... 41

15. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Panjang Akar, Persentase Stek Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ...................................................................... 42

16. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Persentase Tumbuh, Jumlah

Page 22: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

iv

Tunas/Stek, Stek Bertunas 2-3 Tunas per Eksplan serta Waktu Bertunas pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ................................. 43

17. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Sitokinin BA dan Ukuran Mata Tunas terhadap Persentase Stek Berkalus dan Jumlah Mata Tunas .. 46

18. Pengaruh Interaksi Sitokinin dengan Ukuran Mata Tunas Stek Terhadap Persentase Stek Bernodul pada 4 MST ............................. 46

19. Pengaruh Interaksi Sitokinin dengan Ukuran Stek pada Jumlah Nodul per Stek pada 4 MST ........................................................................ 47

20. Efisiensi Ekonomis dan Teknis Kegiatan Produksi Bibit Nenas Smooth Cayenne pada Stek Basal Daun Asal Mahkota ..................... 51

21. Hasil uji T Perlakuan Auksin dan Sitokinin pada Batang Vs Auksin dan Sitokinin pada Mahkota terhadap Tinggi Bibit, Persentase Stek Tumbuh, Stek Berakar, Waktu Bertunas, Waktu Produksi Bibit Mencapai 15 cm serta Total Jumlah Tunas per Satuan Percobaan ... 57

Page 23: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gambar Nenas Smooth Cayenne Smooth Cayenne Klon GP-1 (Sumber PKHT) ........................................................................ 8

2. Kondisi stek basal daun yang mengalami gejala pembusukan akibat Cendawan Phytopthora sp (A), gejala serangan Red spider (Dolichote tranychus) (B), Kutu sisik (Diaspis bromeliad) (C), serta serangan Dysmicoccos brevipes (kutu putih) pada pangkal batang bibit (D).) ........................................................................ 21

3. Morfologi Tunas Bernodul Asal Stek Mahkota : (A). Mata Tunas Umur 1 MSA dan (B). Mata Tunas Umur 4 MSA (Pembesaran Gambar 20 x) ........................................................................ 45

Page 24: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 25: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian .................................................... 74

2. Data Klimatologi Wilayah Ciawi Selama Penelitian .......................... 75

3. Data Analisis Kandungan Karbohidrat, Nitrogen dan Protein pada Stek Basal Nenas Asal Batang dan Mahkota ............................. 75

4. Keragaan Keberhasilan Stek 4 MST. (A) Stek Bertunas dan Berakar (B).Stek Berakar tanpa Bertunas, (C). Stek Bertunas tanpa Akar ........................................................................ 76

5. Keragaan Perkembangan Akar dan Tunas pada Potongan Mahkota dan Batang pada 2 MST (A) dan Keragaan Pertumbuhan Tunas pada Kondisi Perakaran yang Berbeda pada 20 MST (B). ......................... 77

6. Gambar Print Out Solusi Optimasi Produksi Bibit dalam Lingo 8.0 .. 78

7. Nilai B/C Ratio Setiap Perlakuan ....................................................... 79

Page 26: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 27: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) merupakan tanaman buah ketiga yang

paling penting di daerah tropis dan subtropis, setelah pisang dan jeruk (Rohrbach

et al. 2003). Industri nanas dunia didominasi oleh kultivar Smooth Cayenne dan

turunannya. Data statistik menunjukkan bahwa produksi nenas Indonesia tahun

2010 terjadi penurunan produksi dari 1.558.049 ton menjadi 1.390.380 ton pada

tahun 2011. Terjadinya penurunan produksi ini sejalan dengan penurunan luas

pertanaman nenas produktif dari 22.500 Ha menjadi 20.000 Ha (FAO STAT,

2012). Hal ini sangat disayangkan karena Indonesia memiliki keunggulan

agroklimat dan lahan yang tersedia cukup luas dan pasar terbuka lebar.

Ketersediaan bibit merupakan hal yang sangat penting diperhatikan dalam

rangka perluasan penanaman terutama untuk skala pertanaman menengah dan

besar. Beberapa hal yang ditenggarai menyebabkan menurunnya luasan

pertanaman nenas di Indonesia adalah tidak tersedianya bibit siap tanam,

terbatasnya jumlah bibit yang berkualitas, tingginya biaya produksi bibit jika

melalui tehnik kultur jaringan serta rendahnya produksi bibit jika menggunakan

sumber bibit dari anakan. Menurut Prihatman (2000) tiap hektar dibutuhkan

40.000-60.000 bibit nenas. Perkebunan nenas skala besar umumnya mempunyai

lahan seluas 10.000-35.000 Ha, sehingga perlu penyediaan bibit nenas yang

berkualitas dalam jumlah banyak dan seragam.

Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan

kualitas panen serta keseragaman pertanaman adalah melalui teknologi

pembibitan. Teknologi pembibitan sangat penting untuk membantu menghasilkan

bibit yang berkualitas dan seragam. Teknologi pembibitan yang diharapkan adalah

teknologi perbanyakan yang mudah dilakukan tetapi dapat memproduksi secara

massal, berkualitas, cepat, seragam dan murah. Ukuran bibit yang berkualitas

adalah bibit yang mampu tumbuh maksimal atau memiliki vigor yang tinggi dan

seragam sehingga meningkatkan meningkatkan kualitas hasil (Py et al. 1987).

Produksi bibit tanaman nenas yang seragam dapat dilakukan dengan cara

perbanyakan cepat melalui modifikasi teknik konvensional secara in vivo seperti

Page 28: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

2

stek basal daun. Perbanyakan secara in vivo sudah banyak dilakukan dengan

berbagai cara namun hasilnya masih belum optimal seperti perlakuan fisik

terhadap terminal meristem (Heenkenda, 1993), membagi batang menjadi

beberapa bagian (stem splitting) (Macluskie, 1939; Seow dan Wee, 1970;

Kotalawala, 1971; Wee, 1979; Singh dan Yadav, 1980) dan perlakuan tanaman

dengan bahan kimia seperti Morphactin (methylester chlorflurenol) (Sanford dan

Ravoof, 1971; Watson, 1974; Keetch dan Dalldorf, 1980; Glennie, 1981; Kudo

dan Koga, 1981).

Metode perbanyakan stek basal daun mahkota (mahkota leaf budding)

berpotensi menghasilkan bibit lebih banyak dan seragam. Teknik ini telah

diperkenalkan cukup lama dan telah banyak mengalami perubahan (Seow. et al.

1970; Lee et al. 1978; Dass et al. 1984.). Stek basal daun memanfaatkan jaringan

meristem pada setiap ketiak daun. Setiap daun mahkota nenas memiliki tunas

aksilar yang dorman dan melekat pada setiap ketiak batang daun. Tunas dorman

tersebut berpotensi untuk mengasilkan mata tunas (bud) dan menjadi calon bibit

(Py et al. 1984; Hepton, 2003.). Selanjutnya, menurut Naibaho et al. (2008), satu

mahkota tanaman nenas dapat menghasilkan 25-30 potongan basal daun yang

berpotensi untuk menghasilkan bibit.

Kebutuhan bibit nenas Smooth Cayenne umumnya tergantung pada jumlah

anakan yang dihasilkan oleh induk tanaman. Jenis nenas Smooth Cayenne

umumnya hanya memproduksi satu atau dua anakan/sucker per tanaman dan

jarang lebih dari tiga anakan (Collins, 1960; Py et al. 1987; Nakasone dan Paull,

1998). Demikian halnya dengan sumber bibit asal mahkota, menjadi tidak tersedia

ketika penanaman selanjutnya karena buah dan mahkota terjual bersama sebagai

buah segar. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem produksi sumber bibit baik

berupa plantlet (perbanyakan planlet) atau bibit siap tanam yang lebih efisien

untuk mendukung produksi buah nenas di lapang, baik skala kecil maupun besar.

Pemberian zat pengatur tumbuh merupakan salah satu alternatif untuk

mendukung teknologi perbanyakan dan memperbaiki proses biologis tanaman.

Pembentukan tunas pada tanaman dapat ditingkatkan dengan menggunakan zat

pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan untuk membantu

keberhasilan perbanyakan adalah sitokinin dan auksin. Menurut Harjadi (2009)

Page 29: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

3

sitokinin berperan dalam meningkatkan pembelahan sel dan fungsi pengaturan

pertumbuhan, serta perkembangan mata tunas dan pucuk. Salah satu jenis

sitokinin sintetik yang banyak digunakan yaitu Benzylaminopurine (BA). Aplikasi

sitokinin diharapkan mampu meningkatkan jumlah tunas yang terbentuk pada stek

daun dan batang pada nenas.

Zat pengatur tumbuh lain yang mampu mendorong pertumbuhan adalah

auksin. Auksin merupakan salah satu fitohormon yang terkenal untuk mendorong

perpanjangan sel pucuk di daerah sub apikal. Menurut Hartmann (1997) zat

pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin. Saat

ini jenis hormon auksin sintetik yang banyak digunakan untuk tujuan perbanyakan

adalah indole-3-butyric acid (IBA).

Sitokinin dan auksin dalam tanaman mendorong pembelahan sel dan

sitokinin yang berinteraksi dengan auksin dalam menentukan arah terjadinya

diferensiasi sel. Perubahan perbandingan auksin dan sitokinin akan berakibat

pembentukan meristem yang kemudian berdiferensiasi kearah pembentukan akar,

tunas dan batang (Kusumo, 1990).

Penggunaan bahan kimia atau zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan

stek nenas penting untuk dipelajari. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,

tehnik perbanyakan secara in vivo berpotensi untuk dikembangkan sehingga perlu

dilakukan studi perbanyakan bibit nenas Smooth Cayenne melalui penggunaan zat

pengatur tumbuh seperti sitokinin (BA) dan auksin (IBA). Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memperoleh informasi teknologi sederhana sistem perbanyakan

bibit nenas yang mampu meningkatkan keberhasilan perbanyakan bibit terutama

untuk jenis nenas Smooth Cayenne. Selain hal tersebut, penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan informasi efesiensi teknis dan ekonomis bagi

pengambangan teknologi pembibitan nenas melalui stek basal daun sehingga

bermanfaat bagi pengguna.

Perumusan Masalah

Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan agroindustri nenas

adalah terbatasnya penyediaan bibit yang berkualitas yang mudah diperoleh dalam

jumlah banyak dan seragam. Saat ini perbayakan tanaman nenas masih

mengandalkan bibit asal anakan yang jumlahnya sangat terbatas. Teknik kultur

Page 30: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

4

jaringan juga masih dianggap terlalu mahal dan seringkali memunculkan variasi

somaklonal yang mengakibatkan bibit dan pertanaman di lapang menjadi tidak

seragam. Beberapa klon potensial hasil persilangan atau hibridisasi juga sulit

untuk dikembangkan karena hanya mengandalkan pembiakan secara vegetatif

terutama dari anakan dan mahkota nenas dari tanaman induk.

Kebutuhan bibit nenas kultivar Cayenne tergantung pada jumlah bibit

yang dihasilkan oleh induk tanaman. Jenis nenas Smooth Cayenne yang tanam

biasanya hanya memproduksi satu atau dua anakan/sucker per tanaman dan jarang

lebih dari tiga anakan (Collins, 1960; Pay et al. 1987; Nakasone dan Paull, 1998).

Demikian halnya dengan sumber bibit asal mahkota, bibit yang berasal dari

mahkota menjadi tidak tersedia ketika penanaman selanjutnya karena buah dan

mahkota dijual bersama sebagai buah segar.

Teknik in vivo atau perbanyakan konvensional cepat masih dipandang

sebagai metode perbanyakan yang dapat digunakan untuk perbanyakan bibit yang

berkualitas dan seragam. Penelitian perbanyakan nenas secara in vivo telah banyak

dilakukan diberbagai negara. Metode perbanyakan in vivo umumnya

menggunakan stek batang (stem splitting) dan tunas basal daun mahkota (mahkota

leaf budding ). Tehnik perbanyakan secara in vivo ini merupakan metode

perbanyakan konvensional yang berpotensi digunakan untuk perbanyakan bibit

yang berkualitas dan seragam. Beberapa hasil penelitian perbanyakan cara in vivo

telah dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Suwunnamek (1993),

mencoba untuk meningkatkan jumlah tunas nenas dengan menggunakan bahan

paclobutrazol, tiourea, dan pendimethalin, tetapi efisiensi propagasinya masih

rendah sekitar tiga tunas per tanaman. Adaniya et al. (2004) melakukan kajian

pengaruh pemberian beberapa jenis ZPT dan agen kimia lain (regulator) terhadap

tingkat multiplikasi dan manfaat praktisnya, seperti forchlorfenuron (N-(2-kloro-

4-piridil)-N-phenylurea) (CPPU) dan 6-benziladenin (BA). Selanjutnya, Coelho et

al (2007) juga melakukan kajian aplikasi BAP dan GA3 terhadap tingkat

multiplikasi nenas Smooth Cayenne namun tingkat propogasinya juga masih

rendah.

Penggunaan bahan kimia zat pengatur tumbuh terhadap perbanyakan bibit

melalui stek basal daun penting untuk dipelajari. Teknik ini berpotensi untuk

Page 31: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

5

dikembangkan sehingga perlu dilakukan kajian perbanyakan melalui penggunaan

zat pengatur tumbuh seperti sitokinin (BA) dan auksin (IBA) dalam meningkatkan

keberhasilan dan laju multiplikasinya. Sitokinin jenis BA dan auksin jenis IBA

merupakan zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan di dalam perbanyakan

secara in vitro karena fungsi fisiologis sitokinin maupun auksin berkaitan erat

dengan pembelahan dan pembesaran sel. Dalam menginduksi tunas adventif,

sitokinin dan auksin juga penting dalam menginduksi tunas aksilar dan berperan

dalam menentukan terbentuknya kalus dan akar. Sitokinin bersinergi dengan

auksin dalam menstimulasi pembelahan sel untuk perkembangan tanaman

selanjutnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan produksi bibit

nenas melalui tehnik perbanyakan bibit melalui stek basal daun dengan cara :

1. Mengetahui pengaruh jenis zat pengatur tumbuh auksin (IBA) dan sitokinin

(BA) pada berbagai taraf konsentrasi terhadap keberhasilan produksi bibit

nenas Smooth Cayenne klon GP-1 melalui stek basal daun asal batang.

2. Mengetahui pengaruh jenis zat pengatur tumbuh auksin (IBA) dan sitokinin

(BA) dengan berbagai taraf konsentrasi terhadap keberhasilan produksi bibit

Smooth Cayenne klon GP-1 melalui stek basal daun asal mahkota.

3. Mengetahui pengaruh taraf sitokinin (BA) pada berbagai ukuran mata tunas

terhadap persentase stek bernodul dan jumlah nodul melalui stek basal daun

asal mahkota.

4. Mengetahui tingkat efisiensi dan ekonomi teknologi produksi bibit secara stek

basal daun.

Page 32: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 33: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Nenas

Nenas memiliki daun berbentuk pedang dengan panjang mencapai 1 m

atau lebih, lebar 5 - 8 cm, pinggir daun berduri atau hampir rata, berujung lancip,

bagian atas daun berdaging, berserat, beralur, tersusun dalam spiral yang tertutup,

bagian pangkalnya memeluk poros utama (Verheij & Coronel, 1992). Jumlah

daun yang terbentuk dapat mencapai 70 sampai 80 helai. Permukaan daun atas,

licin seperti lapisan lilin, berwarna hijau terang atau coklat kemerahan, permukaan

bawahnya terdapat garis-garis linier berwarna putih keperakan, mudah lepas dari

epidermis yang berwarna hijau terang. Stomata tersusun dalam garis putus-putus.

Stomata berada di bagian sisi dan bawah permukaan daun diantara garis-garis

linier (Collins, 1960).

Batang nenas selalu tertutup daun, jika daun dilepas terlihat ruas-ruas

pendek dengan panjang bervariasi antara 1-10 cm dengan ruas yang paling

panjang terdapat di bagian tengah batang, panjang batang berkisar 20-25 cm

dengan diameter bagian bawahnya 2-3.5 cm dan semakin ke atas diameter batang

semakin besar yaitu 5.5 - 6.5 cm serta bagian puncaknya mengecil (Collins,

1960).

Nenas memiliki akar serabut dengan sebaran ke arah vertikal dan

horizontal. Perakaran dangkal dan terbatas walaupun ditanam pada media yang

paling baik. Kedalaman akar nenas tidak akan lebih dari 50 cm (Samson, 1980).

Akar tunggang hanya terbentuk jika bibit berasal dari biji.

Rangkaian bunga dan buah tanaman nenas terdapat pada meristem apikal,

batang berwarna lembayung kemerah-merahan, masing-masing bunga diiringi

oleh satu braktea yang lancip. Nenas memiliki banyak bunga yang tak bertangkai

(100-200), memiliki daun kelopak tiga helai, pendek dan berdaging, daun

mahkota tiga helai, membentuk tabung yang mengelilingi enam lembar benang

sari dan satu lembar tangkai putik yang bercabang tiga (Coronel & Verheij, 1997),

bersifat hermaprodit dan self incompatible (Collins 1960). Sifat self-incompatible

pada nenas (A. comosus) karena adanya lokus tunggal S dengan multiple alel,

tetapi pada spesies A. ananassoides, A. bracteatus, dan A. saginarius adalah self-

Page 34: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

7

 

fertile (Brewbaker & Gorrez 1967 dalam Hadiati, 2002), sehingga biji akan

terbentuk jika terjadi penyerbukan silang. A. comosus mempunyai fertilitas yang

rendah. Hal ini terlihat dari persentase ovule yang menghasilkan biji setelah

penyerbukan, yaitu kurang dari 5 %. Pada kultivar Cayenne, Red Spanish,

Singapore Spanish, Perola, dan Queen dihasilkan kurang dari dua biji/bunga,

sedangkan pada genotipe yang mempunyai daun ‘piping’ dihasilkan 2-5

biji/bunga (Leal dan Coppens, 1996).

Buah nenas merupakan buah majemuk yang terbentuk dari gabungan 100

sampai 200 bunga, berbentuk silinder, dengan panjang buah sekitar 20.5 cm

dengan diameter 14.5 cm dan beratnya sekitar 2.2 kg (Collins, 1960). Kulit buah

keras dan kasar, saat menjelang panen, warna hijau buah mulai memudar.

Soedibyo (1992) menyatakan bahwa diameter dan berat buah nenas semakin

bertambah sejalan dengan pertambahan umurnya, sebaliknya untuk tekstur buah

nenas, semakin tua umur buah maka teksturnya akan semakin lunak (Coronel dan

Verheij, 1997).

Klasifikasi Nenas Klon GP-1

Nenas (Ananas comosus L. Merr) merupakan tanaman tahunan

monokotil memiliki banyak macam dan jenis, namun yang bersifat komersil

hanya Ananas comosus. Secara taksonomi Ananas comosus termasuk dalam

Devisi Spermatophyta, Ordo Farinosae, Famili Bromeliaceae, Genus Ananas dan

Spesies Ananas comosus.

Berdasarkan karakteristik tanaman dan buahnya, nenas dapat

dikelompokkan dalam lima kelompok yaitu Cayenne, Queen, Spanish, Abacaxi

dan Maipure (Nakasone & Paull, 1999). Pengelompokan tersebut berdasarkan

pada ukuran tanaman, ukuran buah, warna dan rasa daging buah, serta pinggiran

daun yang rata dan berduri (Nakasone & Paull 1999).

Kultivar Cayenne klon GP-1 merupakan golongan yang heterozigot.

Menurut sejarah, Cayenne adalah hibrida yang berasal dari tipe tetua yang tidak

diketahui. Perubahan genotipe nenas Cayenne terjadi akibat mutasi gen dan

kromosom somatik. Pada saat terjadi mutasi somatik, Cayenne mampu bertahan

hidup, sehingga populasi nenas Cayenne yang ada sekarang, merupakan klon yang

sudah bermutasi dan penampilannya mirip dengan tetua (Collins, 1968).

Page 35: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

8

 

Nenas Smooth Cayenne klon GP-1 merupakan jenis yang sedang

dikembangkan di Pusat Kajian Hortikultura Tropika. Klon GP-1 merupakan jenis

nenas introduksi yang berpotensi untuk dikembangkan untuk tujuan konsumsi

segar. Nenas klon GP-1 berasal dari negara Fhilipina (PKBT, 2009).

Sebagai genotipe unggul, varietas GP-1 mengakumulasi karakter unggul

dari dua tipe nenas yaitu Smooth Cayenne dan Queen yang meliputi bobot buah

1.0-1.3 kg; PTT > 16%; mahkota buah tegak dan proporsional; warna daging buah

kuning sampai jingga; daging buah renyah; hati kecil; umur simpan panjang;

bentuk buah silindris; tidak berduri; dan responsif terhadap induksi pembungaan.

Dalam rangka mempromosikan keunggulan tersebut maka perlu dilakukan

kegiatan komersialisasi, perbanyakan bibit, uji lapang, pelepasan varietas, dan

pengenalan pasar. Hal yang paling penting untuk mendukung itu semua adalah

penyediaan bibit bemutu.

Nenas GP-1 memiliki deskripsi sebagai berikut : tinggi tanaman 80-100

cm, diameter tajuk 155 cm, jumlah daun 80, lebar daun 6-8 cm, panjang

daun 95 cm, umur berbunga 15.0 BST (Bulan Sesudah Tanam), umur panen

18. BST (Bulan Sesudah Tanam), panjang tangkai buah 17 cm, diameter tangkai

buah 3,50 cm, bobot buah 1386 gram, jumlah daun mahkota 95-98, lingkar

tangkai buah 7.21, diamater buah tengah 11-13 cm, diamater hati 2-3 cm,

kedalaman mata 0.8-0.9 cm, tingkat kemanisan14-19 brix, pH 3.5-4, total asam

terlarut 1.3-1.5, tepi daun tidak berduri, warna buah matang kuning bercorak hijau

dan warna daging buah kuning. (PKBT, 2009). Gambar nenas Smooth Cayenne

Klon GP-1 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Nenas Smooth Cayenne Klon GP-1 (Sumber PKHT)

Page 36: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

9

 

Syarat Tumbuh

Nenas secara alami merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan

karena nenas termasuk jenis tanaman CAM, yaitu tanaman yang membuka

stomata pada malam hari untuk menyerap CO2 dan menutup stomata pada siang

hari. Hal ini akan mengurangi lajunya transpirasi. Nenas memerlukan sinar

matahari yang cukup untuk pertumbuhan. Kondisi berawan pada musim hujan

menyebabkan pertumbuhannya terhambat, buah menjadi kecil, kualitas buah

menurun dan kadar gula menjadi berkurang. Sebaliknya bila sinar matahari terlalu

banyak maka tanaman akan terbakar dan buah cepat masak. Intensitas rata-rata

cahaya matahari pertahunnya yang baik untuk pertumbuhan nenas berkisar 33-71

% (Coronel dan Verheij, 1997).

Nenas dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Nenas sering ditemukan di

daerah tropis, terutama di tanah latosol coklat kemerahan atau merah. Tanaman ini

memiliki sistem perakaran yang dangkal, sehingga memerlukan tanah yang

memiliki sistem drainase dan aerase yang baik, seperti tanah berpasir dan banyak

mengandung bahan organik. pH yang optimum untuk pertumbuhan nenas adalah

4.5-6.5. Sebaiknya nenas ditanam didaerah dengan pH di bawah 5.5 serta

kandungan garamnya rendah (Pracaya, 1982).

Temperatur optimum untuk pertumbuhan nenas adalah 23oC sampai 32oC.

Temperatur maksimum dan minimum adalah 30oC-20oC. Menurut Coronel &

Verheij (1997) pada suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan daun-daun

tanaman menjadi lunak, buah menjadi besar dengan kandungan asam rendah dan

pertumbuhan menjadi sangat rendah.

Ketinggian tempat untuk tanaman nenas berkisar 100-800 m dpl. Untuk

varietas Cayenne, bila ditanam di dataran rendah akan menghasilkan kualitas yang

lebih rendah dengan ciri buah nenas dan daunnya lebih kecil. Jika daerahnya

lebih tinggi dari 760 m di atas permukaan laut, tanaman nenas menjadi lebih

pendek, daun lebih pendek dan menyebar, nenas lebih ringan dan fruitlet

menonjol keluar, sehingga permukaan lebih kasar. Nenas Cayenne yang ditanam

di Kenya pada ketinggian 1.400 sampai 1.800 mdpl memiliki perbandingan gula-

asam 16:1. Pada ketinggian 1.150 mdpl perbandingan gula-asam menjadi 38:1.

Sementara di Guatemala, Amerika Tengah ada nenas yang daunnya berduri, hidup

Page 37: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

10

 

pada ketinggian 1.555 mdpl. Di Srilangka terdapat tanaman nenas yang ditanam

pada daerah dengan ketinggian 1.221 mdpl. (Nakasone dan Paull, 1999)

Tanaman nenas dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 635 mm

sampai dengan 2500 mm per tahun, namun curah hujan optimum untuk

pertumbuhan dan perkembangannya adalah antara 1.000-1.500 mm per tahun.

Daerah yang memiliki kelembaban tinggi baik untuk mencegah transpirasi yang

terlalu besar, sehingga lahan di dekat pantai akan sangat mendukung pertumbuhan

dan produksi nenas (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 1994).

Bahan Perbanyakan Nenas.

Tanaman nenas dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun

vegetatif. Teknik generatif jarang dilakukan dalam perbanyakan nenas dan

biasanya dipergunakan di balai penelitian untuk memperoleh varietas baru melalui

perkawinan silang. Hal ini dikarenakan perbanyakan dari biji membutuhkan

waktu yang lama dan mempunyai keragaman yang tinggi (Tohir, 1981).

Stek adalah salah satu teknik pembiakan vegetatif yang dilakukan dengan

cara melakukan pemisahan atau pemotongan bagian batang, akar atau daun dari

pohon induknya. Perbanyakan yang dilakukan dengan cara stek akan terbentuk

individu baru dengan genotipe sama dengan induknya (Hartmann et al. 1990).

Dengan demikian di samping bertujuan untuk perbanyakan, teknik ini juga sangat

membantu program pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk mempertahankan

sifat induknya.

Menurut Hartmann et al. (1990) perbanyakan dengan menggunakan stek

mempunyai beberapa kelebihan antara lain : (1) bibit dapat diperoleh dalam

jumlah besar dan waktu yang relatif singkat, (2) tanaman cukup homogen dan

dapat dipilih dari bahan tanaman yang mempunyai kualitas tinggi yang diturunkan

dari induknya, (3) membutuhkan bahan stek yang sedikit, (4) populasi tanaman

yang dihasilkan relatif seragam, dan (5) mudah dan tidak memerlukan teknik yang

rumit.

Menurut Collins (1960), bahan tanaman yang dapat digunakan sebagai

bibit nenas antara lain : (1) sucker yaitu tunas yang tumbuh dari batang yang

terletak di bawah permukaan tanah, (2) shoot yaitu tunas yang tumbuh dari mata

tunas aksilar pada batang, (3) hapas yaitu tunas yang tumbuh dari pangkal

Page 38: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

11

 

tangkai buah, (4) slips yaitu tunas yang tumbuh di dasar buah, perkembangan dari

mata tunas pada tangkai buah, dan (5) mahkota yaitu tunas yang tumbuh di pucuk

buah.

Metode perbanyakan in vivo, akhir-akhir ini banyak menggunakan stek

batang (stem splitting) dan tunas basal daun mahkota (mahkota leaf budding).

Menurut Hepton (2003) nenas memiliki banyak tunas vegetatif yang dapat dibagi

untuk bahan perbanyakan stek batang dengan dua atau lebih mata tunas pada

setiap bagiannya, termasuk batang mahkotanya. Potongan batang nenas dan basal

daun mahkotanya berpotensi menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak dan

menghasilkan bibit lebih banyak dalam setahun (Naibaho et al. 2008).

Metode perbanyakan stek basal daun (mahkota leaf budding) memiliki

potensi menghasilkan bibit lebih banyak dan seragam. Teknik ini telah

diperkenalkan dan banyak mengalami perubahan (Seow et al. 1970; Lee et al.

1978; Dass et al. 1984.). Setiap daun nenas memiliki tunas aksilar dorman yang

melekat pada batang tanaman dan mahkota nenas. Tunas dorman yang ada

disetiap basal daun tersebut berpotensi untuk mengasilkan mata tunas (bud) dan

menjadi calon bibit (Py et al. 1984).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang

dalam konsentrasi rendah (< 1 µM) mendorong, menghambat atau secara

kuantitatif dan kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(Wattimena, 1988). Zat pengatur tumbuh terdiri dari golongan auksin, sitokinin,

giberellin, ABA, polyamin dan oligosakarida. Pada umumnya zat pengatur

tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah dari golongan auksin

dan sitokinin. Kedua zat ini berpengaruh dalam pembentukan akar, tunas dan

kalus (Hartmann dan Kester, 1984).

Interaksi antara auksin dan sitokinin selama proses organogenesis

(difrensiasi sel) pada tanaman merupakan fenomena yang sudah lama dikenal.

Pada awalnya, Skoog dan Miller (1957) telah mengidentifikasi mekanisme kerja

dan rasio auksin dan sitokinin serta konsentrasinya sebagai faktor penting yang

mengatur perkembangan eksplan jaringan tanaman. Sejak itu, peranan kedua ZPT

Page 39: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

12

 

tersebut dipelajari secara ekstensif karena merupakan faktor yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan dalam pengembangan tanaman.

Auksin digunakan secara luas dalam untuk merangsang pertumbuhan

kalus, pemanjangan tunas dan pembentukan akar. Dalam konsentrasi rendah akan

memacu akar adventif sedangkan konsentrasi tinggi mendorong terbentuknya

kalus (Pierik, 1987). Auksin yang secara alami terdapat dalam tumbuhan adalah

Indole-3-Acetic Acid (IAA). Selain itu auksin yang dibuat secara sintetik dan

sering digunakan adalah Naphtalene Acetic Acid (NAA), Indole-4 Butiric Acid

(IBA) dan 2,4 Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D). Pemilihan jenis auksin dan

konsentrasinya ditentukan oleh tipe pertumbuhan, level auksin endogen,

kemampuan jaringan dalam sintesis auksin dan zat pengatur tumbuh lain yang

ditambahkan. Auksin NAA selang konsentrasi optimalnya sangat sempit untuk

pertumbuhan yaitu aktif pada konsentrasi 0,001 – 10 mg/l, tetapi NAA memiliki

sifat yang lebih tahan, tidak mudah terdegredasi dan lebih murah.

Sitokinin berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis.

Aktivitas utama sitokinin adalah mendorong pembelahan sel, menginduksi

pertumbuhan tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi menghambat inisiasi

akar (Pierik, 1987). Sitokinin juga dapat menghambat perombakan protein dan

klorofil serta menghambat penuaan (senescence). Sitokinin yang biasa dipakai

dalam kultur jaringan adalah 6-Benzilamino Purine (BAP), Benzil Adenin (BA),

Kinetin, Zeatin dan 2 iP ( Wattimena dan Gunawan, 1988).

Efesiensi Ekonomis dan Teknis

Menurut Rogers (1987), ada lima ciri inovasi yang dapat digunakan

sebagai indikator dalam mengukur presepsi antara lain: (1). Keuntungan relative

(relative adventages), adalah merupakan tingkatan dimana suatu ide baru

dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya dan secara

ekonomis menguntungkan. (2) Kesesuaian (compatibility), adalah sejauh mana

inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan

kebutuhan adaptor. (3) Kerumitan (complexit), adalah suatu tingkat di mana suatu

inovasi dianggap relatif sulit untuk dimengerti dan digunakan akan merupakan

hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi. (4) Kemungkinan untuk dicoba

(trability), adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dapat dicoba dalam skala

Page 40: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

13

 

kecil. Ide baru yang dapat dicoba dalam skala yang lebih kecil biasanya diadopsi

lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. (5) Mudah

diamati ( observability), adalah status atau tingkat dimana inovasi dapat dengan

mudah dilihat orang lain, sehingga akan mempercepat proses adopsinya. Jadi

calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap-tahap percobaan,

melainkan dapat terus ke tahap adopsi.

Analisis ekonomis dan efesiensi suatu kegiatan penelitian tidak terlepas

dari lima ciri inovasi yang diungkapkan oleh teori Rogers (1970). Analisis

ekonomi dapat juga dikatakan analisis efesiensi yang banyak digunakan untuk

menilai suatu usaha layak atau tidak layak dilakukan. Salah satu metode analisis

sederhana yang biasa dilakukan adalah analisis menggunakan B/C rasio. B/C ratio

merupakan suatu rasio antara manfaat atau keuntungan terhadap biaya yang

dikeluarkan.

Menurut Choiurul et al. (1988) efesiensi suatu usaha secara umum

dirumuskan sebagai perbandingan antara output dan input. Out put adalah

penerimaan (return) dalam ukuran fisik atau rupiah sedangkan in put adalah biaya

(cost) yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut. Hasil nisbah penerimaan

dan biaya inilah yang disebut sebagai indeks efesiensi usaha. Suatu usaha

dikatakan telah efesien bila nilai B/C nya lebih besar atau sama dengan satu yang

artinya bahwa penerimaan yang diperoleh telah mampu menutupi biaya yang

dikeluarkan. Secara umum efesiensi usaha atau efesiensi ekonomis dapat

dirumuskan sebagai berikut :

=

Dimana : Pj dan Pb : Harga jual dan Harga beli komoditi Qj dan Qb : Jumlah penjualan dan pembelian. Bu dan BO : Biaya umum dan Biaya operasional.

Disamping analisis ekonomis, juga dilakukan analisis Linear

programming untuk mendapatkan optimasi dari perlakuan ZPT yang digunakan

untuk mendapatkan nilai efesiensi teknis masing-masing perlakuan. Linear

programming merupakan salah satu alat uji riset untuk tujuan optimasi suatu

Efesiensi = Penerimaan (B)

Biaya (C)

Pj . Qj

Pb . Qb + BU + BO

Page 41: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

14

 

kasus tertentu (Reveliotis, 1997). Linear programing mempunyai karakterististik

sebagai fungsi tujuan (objective function) dan kendala (constraint) yang berbentuk

persamaan linear. Fungsi tujuan dapat berbentuk memaksimumkan atau

meminimumkan tergantung tujuannya. Bila tujuannya adalah presepsi biaya maka

optimasinya adalah meminimumkan sebaliknya jika keuntungan atau manfaat,

maka optimasinya adalah memaksimumkan. (Miswanto & Winarno, 1993).

Analisis ini dapat digunakan untuk melihat kemampuan ekonomis-teknis

tehnik perbanyakan stek basal daun dalam memproduksi sejumlah bibit.

Berdasarkan hasil penelitian uji efesiensi produksi bibit nenas hasil kultur jaringan

yang pernah dilakukan oleh Elfiani ( 2011), menunjukkan bahwa metode atau alat

analisis ini dapat digunakan untuk kajian efesiensi (ekonomis) dan efesiensi teknis

produksi bibit.

Page 42: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 43: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Rumah Plastik Kebun Penelitian Tajur dan

Laboratorium Kultur Jaringan dan Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika,

IPB. Penelitian ini berlangsung sejak Bulan Juli 2011 hingga Februari 2012.

Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas tiga percobaan. Percobaan pertama adalah

mempelajari pengaruh sitokinin (BA) dan auksin (IBA) terhadap keberhasilan

produksi bibit dengan menggunakan eksplan stek basal daun asal batang.

Percobaan kedua adalah mempelajari pengaruh sitokinin (BA) dan auksin (IBA)

terhadap keberhasilan produksi bibit dengan menggunakan eksplan stek basal

daun asal mahkota. Percobaan ketiga adalah aplikasi sitokinin BA terhadap

berbagai ukuran mata tunas yang dihasilkan oleh stek basal daun asal mahkota

(mahkota). Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Percobaan I : Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang.

Rancangan Percobaan Percobaan pertama menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap

(RAKL) faktorial, dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis zat pengatur

tumbuh auksin dengan tiga taraf konsentrasi dan faktor kedua adalah perlakuan

sitokinin dengan empat taraf konsentrasi. Taraf konsentrasi auksin IBA adalah 0

ppm, 25 ppm, 50 ppm sedangkan taraf konsentrasi sitokinin BA adalah 0 ppm, 25

ppm, 50 ppm, 75 ppm. Percobaan terdiri dari 12 kombinasi perlakuan. Tiap

kombinasi perlakuan diulang tiga kali, sehingga terdapat 36 satuan percobaan.

Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 10 stek basal daun tanaman nenas.

Rancangan statistik menggunakan model aditif linear. Model aditif linier sebagai

berikut :

Уijk = μ + αi + βj + ρk + (αβ)ij + εijk

Уijk = respon pada pengaruh BA ke-i, IBA ke-j dan kelompok ke-k μ = rataan umum αi = pengaruh BA taraf ke-i βj = pengaruh IBA taraf ke-j

Page 44: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

16

 

ρk = pengaruh kelompok/ ke-k αβij = interaksi dari BA dan IBA εijk = galat percobaan BA ke-i, IBA ke-j dan kelompok ke-k

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah arang sekam. Media arang sekam

terlebih dahulu dilembabkan atau dibasahi sampai pada kondisi kapasitas lapang.

Media tanam arang sekam diisi ke dalam bak persemaian yang terbuat dari

keranjang semai yang berlubang. Bagian dasar dan samping keranjang semai

dilapisi plastik mulsa agar media tidak tumpah. Ketebalan media tanam sekitar

10-12 cm. Media tanam yang sudah dibasahi dibiarkan selama dua hari agar air

meresap di seluruh pori-pori arang sekam sehingga kelembabannya merata.

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam yang digunakan adalah potongan basal daun dari batang dan

mahkota nenas varietas Smooth Cayenne, klon GP-1. Sumber eksplan stek

diperoleh dari Kebun Percobaan PKHT, Pasir Kuda, Bogor. Pada percobaan

pertama, tanaman induk nenas yang telah panen diambil dari lapang, kemudian

daunnya dipangkas hingga menyisahkan panjang daun 10-15 cm dengan

menggunakan golok yang tajam, lalu kotoran tanah yang melekat pada daun

dibersihkan dan selanjutnya dijadikan sebagai eksplan stek. Potongan basal daun

yang dijadikan eksplan stek adalah bagian daun yang berada pada bagian tengah

batang nenas. Bagian pucuk dan bawah (dasar) tidak digunakan.

Pada percobaan kedua, persiapan bahan dimulai dengan mengambil bahan

mahkota dari tanaman yang buahnya telah matang fisiologis di lapang. Setelah

diambil, dilakukan sterilisasi dengan cara merendam mahkota kedalam larutan

yang mengandung desinfektan selama 5 menit. Berbeda halnya dengan percobaan

pertama, daun asal mahkota tidak dipangkas karena daun mahkota ukurannya

tidak terlalu panjang. Potongan eksplan yang digunakan adalah bagian basal daun

mahkota dengan mengikut sertakan mata tunas dorman yang melekat disetiap

ketiak daun dan sedikit bagian meristem batangnya. Hal yang sama juga

dilakukan seperti pada percobaan pertama dimana bagian yang diambil adalah

daun yang berada di tengah batang mahkota. Pemotongan daun batang nenas

Page 45: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

17

 

dilakukan dengan menggunakan pisau (cutter) yang tajam supaya permukaan

potongan stek lebih rata.

Pembuatan Larutan Media ZPT.

Bahan auksin IBA dan sitokinin BA ditimbang sesuai dengan kebutuhan

dan taraf masing-masing perlakuan lalu dilarutkan ke dalam air aquades sampai

volume 1 Liter. Larutan diaduk dengan magnetic stirer sampai tercampur

homogen kemudian dimasukkan dalam botol dan sebelum digunakan disimpan

dalam lemari pendingin (refrigerator).

Sterilisasi dan Perlakuan Auksin (IBA) dan Sitokinin (BA)

Potongan utuh batang nenas maupun mahkota direndam dalam larutan

bayclean yang mengandung klorox 5.25 % selama 10 menit, kemudian

dilanjutkan dengan pemotongan basal daun dan direndam kembali ke dalam

larutan desinfektan fungisida dengan dosis 2 g /l air untuk menghindari serangan

cendawan. Setelah perendaman dalam larutan desinektan, potongan stek dikering

anginkan selama 5 menit sebelum dilanjutkan dengan perendaman atau perlakuan

ZPT.

Perlakuan auksin IBA dan sitokinin BA dimulai dengan cara penyiapan

bak perendaman. Perendaman dimulai dengan cara memasukkan eksplan stek

yang sudah steril ke masing-masing bak perendaman yang sudah disediakan

sesuai konsentrasi perlakuan (12 kombinasi). Perlakuan yang diberikan terdiri dari

perlakuan tunggal dan kombinasi. Perlakuan kombinasi dilakukan dengan cara

perendaman dua kali. Perendaman pertama dilakukan selama 30 menit pada salah

satu jenis ZPT sesuai taraf konsentrasi yang dibutuhkan (perlakuan). Setelah itu,

eksplan stek dikering anginkan selama lima menit dan dilanjutkan kembali dengan

perendaman ZPT kombinasinya selama 30 menit sesuai taraf konsentrasi

perlakuan. Setelah perendaman ZPT terakhir, stek langsung ditanam ke media

tanam arang sekam.

Penyemaian/penanaman

Bahan stek yang sudah diberi perlakuan disemai ke dalam bak persemaian

yang berisi media arang sekam. Jarak tanam antar stek sekitar 5 cm dan

Page 46: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

18

 

kedalaman tanam sekitar 2 cm. Posisi tanam miring sekitar 30 derajat kearah

timur agar permukaan dauan mendapat cahaya yang merata.

Pemeliharaan.

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan gulma,

pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan 1-2 minggu sekali untuk

menjaga kelembaban media tanam agar tetap terjaga (stabil).

Pengamatan.

Pengamatan dilakukan 4-20 minggu setelah tanam (MST). Data diperoleh

dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan cara

mengamati secara visual gejala dan kejadian di lapang dan didokumentasikan

dengan kamera digital. Secara kwantitatif dilakukan dengan cara mengukur

langsung peubah agronomisnya. Peubah yang diukur adalah persentase stek

hidup, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek yang

menghasilkan 2-3 tunas per eksplan, panjang akar, tinggi tunas, waktu/kecepatan

bertunas, bobot kering akar (oven 600C selama 72 jam), bobot bibit, jumlah tunas

per eksplan, morfologi kalus/tunas, jumlah stek bernodul dan gejala serangan

hama dan penyakit. Disamping itu juga dilakukan pengukuran terhadap prestasi

kerja yaitu jumlah stek yang mampu diselesaikan oleh satu orang selama 7 jam

kerja, variabel input dan out put, suhu dan kelembaban mingguan serta analisis

kandungan karbohidrat, nitrogen dan protein pada masing-masing potongan stek

asal batang dan mahkota secara komposit.

Percobaan II : Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Rancangan Percobaan dan Pelaksanaan

Umumnya metodologi percobaan kedua sama dengan percobaan pertama.

Bahan dan waktu pelaksanan berbeda, dimana pada percobaan kedua

menggunakan bahan stek asal daun mahkota dan dilakukan setelah dua minggu

percobaan pertama dimulai. Bahan eksplan stek asal daun mahkota tidak

dipangkas. Rancangan dan pengamatan pada percobaan ini mengacu pada

percobaan pertama.

Page 47: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

19

 

Percobaan III : Pengaruh Sitokinin BA terhadap Berbagai Ukuran Mata Tunas Asal Stek Basal Daun Mahkota

Rancangan Percobaan dan Pelaksanaan Rancangan percobaan ketiga menggunakan model Rancangan Acak

Lengkap Faktorial (RAL) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi

sitokinin BA tiga taraf yaitu 0, 25 dan 50 ppm dan fator kedua adalah tiga ukuran

mata tunas stek asal daun mahkota yaitu mata tunas kecil (mata tunas), tunas

sedang (tunas belum berdaun) dan mata tunas besar (tunas telah berdaun).

Masing-masing perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 27 satuan

percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 eksplan stek basal daun yang

telah bertunas.

Bahan eksplan stek yang digunakan adalah stek asal mahkota yang telah

bertunas atau berumur 3-4 MST. Stek dikelompokkan ke dalam tiga kategori

ukuran, yaitu tunas kecil, tunas sedang, dan tunas besar. Ukuran tinggi tunas kecil

memiliki rata-rata tinggi 0.2-0.5 cm, tunas sedang sekitar 0.6-1.0 cm dan ukuran

besar sekitar 1.2-1.5 cm.

Stek basal daun asal mahkota yang bertunas dicabut lalu dibersihkan dari

arang sekam yang menempel lalu direndam dengan fungisida selama 10 menit.

Setelah proses sterilisasi, stek dikeringanginkan kemudian dilanjutkan dengan

perendaman sitokinin BA selama 1 jam. Stek dibalut dengan kertas tissu sebelum

ditanam ke media persemaian. Jarak dan pola tanam sama dengan penelitian

pertama dan kedua. Pengamatan dilakukan setelah 4 MST. Peubah yang diukur

adalah persentase stek bernodul dan jumlah nodul yang dihasilkan tiap stek serta

pengamatan morfologi nodul.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan uji F. Jika berbeda nyata maka dilakukan

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Disamping itu, data juga

dianalisis dengan metode Ekstrapolasi dan T-Test taraf 5 %. Tingkat efisiensi

ekonomis perbanyakan bibit nenas secara in vivo dianalisis menggunakan B/C

Ratio dan sedangkan analisis efesiensi teknis dianalisis dengan metode Linear

programming menggunakan software Lingo 08.

Page 48: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 49: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian berlangsung mulai Bulan Juli 2011 hingga Februari 2012 di

Rumah Plastik Kebun Percobaan Tajur, Bogor. Kondisi suhu dan kelembaban

selama penelitian menunjukkan bahwa suhu rata-rata bulanan pada bulan Juli 2011

hingga Februari 2012 adalah 27-32 0C dan kelembaban rata-rata mingguan (RH)

sekitar 76-90 %. Selama penelitian berlangsung, jumlah hari hujan per bulan cukup

tinggi (20-24 hari) dengan curah hujan rata-rata per bulan 170-442 mm/bulan. Data

curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Kondisi lingkungan yang sangat lembab dan ekstrim serta media yang

terlalu basah menyebabkan bahan setek yang ditanam banyak mengalami

pembusukan terutama pada bagian pangkal stek (basal stek). Kondisi lingkungan

yang lembab tersebut mempengaruhi proses fisiologi serta perkembangan stek basal

daun terutama ketika perakaran belum terbentuk. Menurut Rochimin dan Harjadi

(1973) berakarnya stek tergantung pada iklim mikro tempat penyetekan, medium

harus lembab tetapi tidak terlalu basah dan kelembaban nisbinya mendekati 100 %.

Media tanam yang terlalu basah dan kelembaban nisbih lebih dari 100 % diduga

menyebabkan pangkal setk mudah membusuk dan menggangu pembentukan

perakaran dan pembelahan sel serta menyebabkan cendawan mudah menyebar.

Frekwensi hari hujan dan kelembaban yang tinggi mendorong munculnya

cendawan dan mudah menyebar. Setelah berumur 2 MST, stek basal daun mulai

terlihat membusuk. Stek basal daun yang membusuk umumnya terserang cendawan

Phytopthora sp. Hal ini pernah terjadi pada penelitian Solihati (2010) pada jenis

nenas Queen, dimana akibat cuaca ekstrim pada saat itu (kelembaban dan curah

hujan tinggi) eksplan yang ditanam pada media arang sekam mengalami busuk

pangkal hingga mencapai 80 %. Oleh karena itu, selama penelitian berlangsung

dilakukan pengendalian melalui penyemprotan fungisida Antracol 70 WP.

Fungisida Antracol ini mengandung bahan aktif Propineb 70 %. Konsentrasi yang

diberikan adalah 2 gr/ L air.

Selama penelitian berlangsung beberapa gejala serangan hama juga

ditemukan seperti gejala serangan kutu Red spider Dolichote-tranychus (penggerek

Page 50: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

21  

daun muda), kutu sisik Diaspis bromeliad ( pengisap cairan daun) dan Dysmicoccos

brevipes (kutu putih) pada pangkal stek. Gejala serangan ini mulai terlihat setelah

stek basal daun berumur 12 MST. Pengendalian yang dilakukan dengan cara

penyemprotan insektisida Marshal 25 ST berbahan aktif Karbosulfan 25.53 %.

Konsentrasi yang digunakan adalah 2 cc/L air. Kondisi tanaman terserang hama

dapat dilihat pada Gambar 2.

Selama penelitian berlangsung, pemeliharaan yang dilakukan meliputi

penyiraman dan pengendalian hama dan penyakit. Stek basal daun yang sudah

membusuk (100 % basal membusuk) dibuang segera mungkin, sedangkan yang

busuknya belum parah atau organ meristem basalnya sebagian masih ada yang utuh

dapat dipertahankan. Pembuangan stek basal daun yang sudah busuk ini bertujuan

agar penyakit tidak menyebar ke sampel yang lainnya. Disamping itu, jumlah

frekwensi penyiraman dikurangi dari seminggu sekali menjadi dua minggu sekali

agar mengurangi tingkat kebasahan media dan menekan penyebaran cendawan.

Gambar 2. Kondisi stek basal daun yang mengalami gejala pembusukan akibat

Cendawan Phytopthora sp (A), gejala serangan Red spider (Dolichote tranychus) (B), Kutu sisik (Diaspis bromeliad) (C), serta serangan Dysmicoccos brevipes (kutu putih) pada pangkal batang bibit (D).

A

C

Page 51: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

22  

Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang Nenas Smooth Cayenne

Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa interaksi antara perlakuan

auksin dan sitokinin terhadap stek basal daun asal batang tidak berpengaruh nyata

terhadap semua peubah yang diamati. Peubah yang diamati antara lain adalah tinggi

tunas, tinggi bibit, jumlah daun, lebar daun, panjang akar, bobot kering akar, bobot

bibit, persentase berakar, persentase tumbuh, persentase stek menghasilkan 2-3

tunas/eksplan, waktu bertunas serta jumlah tunas per stek. Hingga diakhir

pengamatan, pengaruh faktor tunggal auksin dan sitokinin hanya nyata terhadap

tinggi tunas Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pemberian berbagai taraf

auksin dan sitokinin terhadap peubah yang diamati pada stek basal daun asal batang

tercantum pada Tabel 1.

Tabel.1 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Batang Nenas Smooth Cayenne Klon GP-1.

Peubah Umur Auksin Sitokinin Int KK (MST) (I) (B) I*B (%)

1. Tinggi tunas a) 4 tn * tn 19.07 6 tn * tn 19.37 8-10 * * tn 16.53-13.10 2. Tinggi bibit 12 tn * tn 26.11 14-20 tn tn tn 22.54-23.80 3. Jumlah daun a) 10-20 tn tn tn 16.89-22.54 4. Lebar daun a) 10-20 tn tn tn 12.09-25.22 5. Panjang akar 20 tn tn tn 28.77 6. Bobot kering akar 20 tn tn tn 2.63 7. Bobot bibit a) 20 tn tn tn 18.47 8. Persen berakar b) 20 tn tn tn 29.74 9. Persen tumbuh b) 20 tn tn tn 15.86 10. Persen bertunas 2-3 tunas

per eksplan b) 20 tn tn tn 16.49

11. Waktu bertunas (MST) 20 tn tn tn 14.54 12. Jumlah tunas per stek 20 tn tn tn 17.77 Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam tn : Tidak Nyata I : Auksin * : Berpengaruh nyata pada pada uji F 5% B : Sitokinin a) : Data ditransformasi dengan √ x + 0.5 I*B : Interaksi b) : Data ditransformasi dengan Arcsin √ x

Page 52: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

23  

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian berbagai taraf auksin

umumnya tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah kecuali tinggi tunas.

Halnya yang sama diperlihatkan juga oleh perlakuan sitokinin yang juga hanya

berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tunas. Perlakuan auksin dan sitokinin

terlihat berbeda nyata terhadap tinggi tunas pada 8-10 MST. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian auksin hanya berpengaruh diawal fase pertumbuhan stek saja.

Secara umum, pemberian ZPT auksin dan sitokinin dengan berbagai

konsentrasi tidak mempengaruhi perkembangan stek basal daun asal batang.

Kurang efektifnya pengaruh perlakuan kedua ZPT tersebut diduga akibat

konsentrasi yang diberikan serta secara teknis belum tepat. Hal ini sesuai dengan

pendapat (Kusumo 1990) yang menyatakan bahwa auksin dan sitokinin aktif pada

berbagai konsentrasi dan jika tepat konsentrasi dan waktu pemberiannya maka akan

bermanfaat dan dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan stek sejak awal

terbentuknya tunas.

Hal lain yang mungkin menyebabkan pemberian ZPT umumnya tidak

berpengaruh terhadap peubah yang diamati adalah akibat adanya kemungkinan

terjadinya interaksi antagonis antara ZPT yang diberikan dengan hormon yang

terdapat di dalam stek basal daun. Kejadian seperti ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Lee (2002) dan Jones (2010) bahwa auksin dan sitokinin dapat

mengalami beberapa jenis interaksi yaitu interaksi yang bersifat antagonis maupun

sinergis. Disamping itu juga hormon endogen (hormone endogen) yang ada dalam

stek basal daun diduga sangat rendah sehingga hormon yang diberikan (hormon

eksogen) belum maksimal bekerja efektif dalam jaringan target.

Protein dapat berupa enzim–enzim yang berperan dalam pembelahan sel.

Ketersediannya di dalam sel akan menyebabkan proses pembelahan sel lebih efektif

(Catala et al. 2000). Rendahnya kandungan protein dalam stek basal daun asal

batang juga diduga mempengaruhi tingkat keberhasilan dan perkembangan tunas.

Kandungan protein rata- rata bahan stek asal batang cukup rendah yaitu sekitar 0.61

% (w/w). Hartman et al. (1990) menyatakan bahwa dalam perbanyakan dan

pertumbuhan tanaman terdapat lima faktor penting yang mempengaruhi yaitu

cahaya, air, suhu, gas, dan nutrisi. Lebih lanjut Ni’em (2000) yang menyatakan

bahwa keberhasilan stek tergantung beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor

Page 53: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

24  

dalam diantaranya adalah kondisi fisiologi stek, sterilisasi stek dan tehnik perlakuan

stek. Faktor luar antara lain adalah media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas

cahaya, hormon pengatur tumbuh.

Berdasarkan pendapat Ni’em (2000), dapat diduga bahwa keberhasilan stek

basal daun asal batang sangat dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor

dalamnya adalah keberadaan dan keseimbangan hormon yang terdapat dalam stek

(fitohormon) sedangkan faktor luarnya adalah, teknik perlakuan terutama proses

sterilisasi bahan dan media serta kelembaban media (kebasahan media).

Kondisi lingkungan dan keberadaan sumber penyakit yang terbawa sejak dari

lapang juga patut diduga mempengaruhi keberhasilan stek basal daun tersebut.

Berdasarkan pengamatan selama di lapang, tingginya curah hujan dan kelembaban

serta kondisi media yang masih jenuh air diawal penanaman menyebabkan

banyaknya stek yang busuk. Pembusukan ini disebabkan oleh cendawan dan bakteri

yang terbawa sejak dari lapang yang bersifat soil born.

Kontaminasi yang berasal dari lapangan (soil born) proses sterilisasinya

sangat sulit terutama yang berada pada ruang antar sel. Biasanya bahan dari lapang

terutama yang dekat dengan permukaan tanah atau dalam tanah perlu sterilisasi

khusus. Tahap sterilisasi penting karena merupakan tahap mengeliminasi

mikroorganisme yang ada di luar jaringan tanaman maupun di dalam ruang antar

sel (Daisy et al. 1994). Jika menggunakan konsentrasi tinggi tidak hanya

mikroorganime yang mati tetapi justru dapat mematikan sel tanaman itu sendiri.

Stek basal daun asal batang yang mati atau busuk ditandai dengan kondisi

basal stek menjadi lunak dan menghitam serta tidak ada tanda-tanda tunas tumbuh

dan berkembang. Warna potongan daun stek berubah coklat setelah 2 MST. Pada

awalnya kondisi seperti ini diduga merupakan gejala awal stek akan mati namun

setelah 6 MST tunas mulai muncul kepermukaan dan ternyata stek masih dapat

tumbuh dan bertunas meskipun umumnya tanpa akar. Hal ini diduga karena

aktivitas fisiologis tunas dorman yang ada pada ketiak basal daun masih aktif dan

mengandung cukup cadangan makanan.

Tinggi Tunas

Pengamatan tinggi tunas dilakukan sejak 4 MST hingga 10 MST karena

stek berada pada fase perkembangan tunas. Pada pengamatan 4 MST, persentase

Page 54: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

25  

stek yang bertunas tergolong sangat rendah yaitu sekitar 20 % dari total stek yang

ditanam (tumbuh). Pertumbuhan dan munculnya tunas tidak serentak meskipun

dalam perlakuan yang sama. Waktu bertunas masing – masing stek basal daun

sangat beragam. Pengaruh tunggal perlakuan auksin dan sitokinin terhadap peubah

tinggi tunas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Tunas pada Stek Basal Daun Asal Batang.

Perlakuan Tinggi tunas (cm) Konsentrasi Auksin 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 0 ppm 0.50 1.10 2.20a 3.61a 25 ppm 0.43 1.08 2.20a 3.55a 50 ppm 0.25 0.72 1.50b 2.72b Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 0.12b 0.54b 1.38c 2.61c 25 ppm 0.32ab 0.84ab 1.64bc 2.83bc 50 ppm 0.42ab 1.04ab 2.28ab 3.57a 75 ppm 0.73a 1.44a 2.57a 4.16a Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan auksin pada 4 dan 6

MST tidak memberikan respon yang nyata terhadap tinggi tunas namun nyata

setelah stek berumur 8-10 MST. Taraf perlakuan 0 ppm (kontrol) dan 25 ppm tidak

berbeda nyata namun keduanya berbeda nyata dengan taraf perlakuan 50 ppm.

Semakin tinggi konsentrasi auksin yang diberikan maka semakin rendah tinggi

tunas yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian auksin tidak efektif

meningkatkan tinggi tunas.

Pemberian auksin seharusnya menyebabkan stek basal daun lebih cepat

bertunas, namun tidak demikian yang terjadi pada stek basal daun asal batang.

Peningkatan konsentrasi auksin cenderung menyebabkan pertumbuhan tunas

melambat atau kurang berkembang. Fenomena tersebut diduga terkait dengan

kandungan zat atau hormon yang terdapat di dalam potongan stek basal daun.

Hartmann et al.(1990) menyatakan bahwa pertumbuhan tunas sangat dipengaruhi

oleh zat pengatur tumbuh yang ada dalam tanaman. Jika bersinergi dengan zat

pengatur tumbuh dan senyawa lainnya maka respon yang ditimbulkan berdampak

positif terhadap perkembangan tanaman. Sejalan dengan hal itu, Akasaka et al.

Page 55: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

26  

(2000) menyatakan bahwa penggunaan auksin dengan konsentrasi yang tinggi

secara in vitro dapat menghambat pemanjangan tunas, pembentukan akar serta

menginduksi tunas tanpa meristem apikal pada peanut sehingga tunas yang

terbentuk menyatu dengan saluran vaskuler yang tidak terorganisir dan akibatnya

pertumbuhan tunas melambat.

Berbeda halnya dengan pengaruh tunggal sitokinin, dimana semakin tinggi

taraf konsentrasi yang diberikan, semakin tinggi tunas yang dihasilkan. Tingginya

konsentrasi sitokinin menyebabkan proses biosintesis auksin pada mata tunas dapat

terpacu (Arteca, 2006). Pada 10 MST, terlihat bahwa pemberian sitokinin berbeda

nyata antara perlakuan kontrol (0 ppm) dengan 50 dan 75 ppm, sedangkan

perlakuan 25 ppm tidak nyata terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian sitokinin cukup efektif pada taraf konsentrasi 50 ppm meskipun

pemberian hingga 75 ppm masih menunjukkan trand yang terus meningkat. Hal ini

mungkin terkait dengan pernyataan Jenick (1972) : Harman dan Kaster (1978),

yang mengatakan bahwa salah satu sifat sitokinin BA dalam aplikasinya adalah

memiliki kisaran konsentrasi yang lebar dibanding sitokinin lainnya sehingga lebih

aman dari kelebihan konsentrasi.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa sitokinin berperan sebagai pengatur

positif bagi biosintesis auksin karena adanya kecenderungan bahwa sitokinin lebih

berpengaruh dibandingkan auksin (Jones et al. 2010). Lebih lanjut Dwidjoseputro

(1990); Widianto (1988); Kusumo (1990), pendapat bahwa manfaat dari hormon

sangat tergantung dari dosis yang diberikan, jika dosisnya tepat akan membantu dan

menyebabkan sistem penunasan, pertumbuhan dan perakaran yang baik.

Tinggi Bibit

Pengamatan tinggi bibit dilakukan pada 12 hingga 20 MST. Berdasarkan

Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian auksin tidak berpengaruh nyata terhadap

tinggi bibit pada 12 hingga 20 MST, namun perlakuan sitokinin hanya nyata pada

14 MST. Pengaruh perlakuan taraf sitokinin terhadap tinggi bibit semakin tidak

nyata seiring dengan bertambahnya umur bibit. Nilai rataan tinggi bibit dapat

dilihat pada Tabel 3 berikut.

Page 56: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

27  

Tabel 3. Pengaruh Konsentrasi Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Bibit pada Stek Basal Daun Asal Batang.

Perlakuan Tinggi bibit (cm) Konsentrasi Auksin 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 20 MST 0 ppm 5.52 6.11 7.02 7.91 9.01 25 ppm 5.22 6.17 7.30 8.27 9.53 50 ppm 4.70 5.47 6.86 7.60 8.68 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 4.39 5.34b 6.34 7.16 8.19 25 ppm 4.89 5.36b 6.36 7.14 8.43 50 ppm 5.43 6.31ab 7.79 8.89 10.09 75 ppm 5.88 6.65a 7.76 8.52 9.60 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Perlakuan taraf sitokinin hanya berpengaruh nyata pada 14 MST,

selanjutnya tidak nyata pada 16 MST hingga 20 MST. Pada 14 MST, perlakuan

sitokinin 75 ppm berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan 25 ppm tetapi tidak

nyata dengan perlakuan 50 ppm. Meskipun secara statistik perlakuan sitokinin tidak

nyata namun peningkatan konsentrasi sitokinin relatif meningkatkan tinggi bibit

dan hanya terlihat responnya diawal pertumbuhan bibit saja, termasuk pertumbuhan

tunas sebelumnya.

Dalam kaitannya dengan efisiensi waktu produksi, maka tinggi bibit

menjadi salah satu indikator penting karena berkaitan dengan waktu yang

dibutuhkan untuk menghasilkan bibit siap tanam. Tinggi bibit siap tanam adalah

bibit yang memiliki tinggi sekitar 15 cm. Sampai akhir pengamatan tinggi bibit

yang dihasilkan dari seluruh perlakuan belum menghasilkan atau bibit belum

mencapai tinggi 15 cm. Oleh karena itu, untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan

untuk mencapai ukuran tersebut, maka dilakukan ekstrapolasi data tinggi bibit sejak

10 MST. Data tinggi bibit hasil ekstrapolasi masing- masing perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 4.

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan kriteria tinggi bibit 15 cm berbeda setiap perlakuan. Waktu tercepat

adalah 28 MST dari perlakuan sitokinin BA 50 ppm dan terlama adalah 33 MST

diperoleh dari perlakuan 0 ppm (kontrol) dan taraf sitokinin BA 25 ppm. Hasil data

Page 57: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

28  

ekstrapolasi ini menunjukkan bahwa pemberian sitokinin 50 ppm dibandingkan

kontrol dapat menghemat waktu produksi hingga enam minggu.

Tabel 4. Ekstrapolasi Tinggi Bibit Nenas Hasil Stek Basal Daun Asal Batang

MST

Kontrol

IBA 25 ppm

IBA 50 ppm

BA 25 ppm

BA 50 ppm

BA 75 ppm

10 3.08 3.55 2.72 2.83 3.57 4.16 12 4.95 5.22 4.95 4.89 5.43 5.88 14 5.72 6.17 5.72 5.36 6.31 6.65 16 6.68 7.30 6.68 6.36 7.79 7.76 18 7.53 8.27 7.53 7.14 8.89 8.52 20 8.60 9.53 8.60 8.43 10.09 9.60 22 9.72 10.69 9.84 9.41 11.46 10.72 24 10.76 11.84 10.93 10.43 12.73 11.75 26 11.80 12.99 12.02 11.45 14.00 12.79 28 12.83 14.14 13.11 12.47 15.27 13.82 30 13.87 15.28 14.20 13.50 14.86 32 14.91 15.29 14.52 15.8933 15.43 15.03

Jumlah daun

Waktu terbentuknya daun sempurna antar stek berbeda-beda meskipun

dalam perlakuan yang sama. Tingkat keragaman cukup tinggi sehingga pengamatan

dilakukan pada umur stek 10-20 MST karena pada umur stek 4-8 MST, sebagian

kuncup tunas belum membuka sempurna.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan auksin tidak berpengaruh nyata

terhadap jumlah daun sejak 10 MST hingga 20 MST. Hal ini menunjukkan bahwa

auksin pada taraf tersebut tidak berperan dalam meningkatkan jumlah daun bibit.

Hingga akhir pengamatan, jumlah daun yang dihasilkan oleh bibit stek basal daun

asal batang hanya sekitar lima daun per tanaman sedangkan jumlah daun minimal

yang dibutuhkan untuk bibit yang siap tanam adalah delapan helai daun per

tanaman (PKBT, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun yang dihasilkan

masih jauh dari yang diharapkan (standart mutu bibit siap tanam). Nilai rataan

jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 58: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

29  

Tabel 5. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun pada Stek Basal Daun Asal Batang.

Perlakuan Jumlah daun Konsentrasi Auksin 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 20 MST

0 ppm 2.63 3.26 3.69 4.19 4.90 5.38 25 ppm 2.81 3.32 3.70 4.04 4.73 5.24 50 ppm 2.14 3.00 3.41 3.73 4.55 5.00 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 2.13 2.73 3.18 3.66 4.42 4.99 25 ppm 2.46 3.31 3.60 3.92 4.64 5.21 50 ppm 2.66 3.47 4.09 4.39 5.23 5.67 75 ppm 2.85 3.28 3.53 3.96 4.64 4.95 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Perlakuan sitokinin antar konsentrasi yang diberikan tidak berbeda nyata.

Pemberian sitokinin tidak mampu meningkatkan jumlah daun pada bibit yang

dihasilkan stek basal daun asal batang. Sama halnya dengan penelitian Solihati

(2010) yang menunjukkan bahwa perlakuan sitokinin terhadap jumlah daun pada

stek basal daun pada nenas tipe Queen juga tidak nyata. Hal ini menunjukkan

bahwa pertumbuhan bibit asal stek basal daun asal batang sangat lambat.

Pertumbuhannya dapat dikatakan lambat karena menurut Wee dan Thongtham

(1997) selama periode pertumbuhannya yang cepat tanaman nenas mampu

bertambah daunnya dengan kecepatan satu lembar daun per minggu atau 5-6 daun

per bulan (Nakasone dan Paull, 1998).

Lebar Daun

Waktu pengamatan lebar daun dilakukan pada 10-20 MST. Berdasarkan

pengaruh faktor tunggal, pemberian auksin pada berbagai taraf konsentrasi tidak

bereda nyata terhadap lebar daun. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian auksin

tidak mampu meningkatkan lebar daun atau pertambahan lebar daun antar

perlakuan sama. Rata-rata pertambahan lebar daun tiap pengamatan berkisar 0.02-

0.015 cm. Pengaruh tunggal perlakuan auksin dan sitokinin pada stek basal batang

nenas terhadap peubah lebar daun dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 59: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

30  

Tabel 6. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Lebar Daun pada Stek Basal Daun asal Batang.

Perlakuan Lebar daun (cm) Konsentrasi Auksin 10 MST 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 20 MST

0 ppm 0.55 0.75 0.85 0.93 1.04 1.14 25 ppm 0.54 0.72 0.83 0.93 1.05 1.16 50 ppm 0.46 0.69 0.80 0.89 1.04 1.14 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 0.38 0.56 0.67 0.80 0.94 1.04 25 ppm 0.49 0.75 0.83 0.89 1.01 1.13 50 ppm 0.56 0.76 0.91 1.03 1.15 1.26 75 ppm 0.64 0.81 0.90 0.95 1.05 1.16 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Hal yang sama terjadi pada perlakuan sitokinin, dimana pemberian berbagai

taraf konsentrasi juga tidak berbeda nyata pada 10-20 MST. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian hormon sitokinin tidak mempengaruhi dan tidak dapat

meningkatkan diameter daun pada bibit yang dihasilkan oleh stek basal daun asal

batang. Sama halnya dengan penelitian Solihati (2010) yang menunjukkan bahwa

perlakuan sitokinin tidak mampu meningkatkan lebar daun bibit hasil stek basal

daun nenas tipe Queen.

Rendahnya ukuran labar daun yang dihasilkan mengindikasikan bahwa bibit

yang berasal dari stek basal daun asal batang tidak vigor atau lambat berkembang.

Nilai rata-rata lebar daun yang dihasilkan masih jauh dari standart kualitas bibit

siap tanam. Lebar daun bibit yang siap tanam adalah 2.0-3.3 cm (LMAA IPB,

2001).

Panjang Akar, Persentase Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit

Pengukuran panjang akar, persentase stek berakar, bobot kering akar dan

bobot bibit dilakukan pada 20 MST. Perlakuan taraf konsentrasi auksin dan

sitokinin tidak berpengaruh nyata terhadap persentase panjang akar, persentase stek

berakar, bobot kering akar dan bobot bibit (bobot basah). Nilai rataan panjang akar,

bobot kering akar dan bobot bibit dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 60: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

31  

Tabel 7. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Panjang Akar, Persentase Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit pada Stek Basal Daun Asal Batang.

Perlakuan Panjang akar

Persentase berakar

Bobot kering akar

Bobot bibit

Konsentrasi Auksin (cm) (%) (g) (g) 0 ppm 4.39 31.60 0.03 2.89 25 ppm 4.23 35.05 0.03 2.87 50 ppm 4.36 31.44 0.03 2.77 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 3.44 32.71 0.02 2.24 25 ppm 5.00 33.38 0.03 3.13 50 ppm 4.48 33.04 0.03 3.19 75 ppm 4.38 31.66 0.04 2.80 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa perlakuan auksin hingga 50 ppm

tidak mempengaruhi perkembangan panjang akar, padahal salah satu fungsi auksin

adalah berperan dalam pembentukan akar (inisiasi akar). Hal ini dapat diduga

bahwa konsentrasi yang diberikan belum tepat, sebagaimana yang disampaikan

oleh Kusumo (1990), bahwa manfaat dari hormon sangat tergantung dari

konsentrasi yang diberikan, jika konsentrasinya tepat akan sangat membantu dan

diperoleh perakaran yang baik. Hal lain yang menyebabkan tidak adanya efek

pemberian auksin adalah akibat faktor endogen terutama keberadaan auksin yang

terkandung dalam stek daun asal batang. auksin berperan dalam inisiasi perakaran

stek sehingga apabila kandungan auksinnya rendah maka inisiasi perakaran akan

terganggu (Hartmann dan Kester 1983).

Fenomena tersebut diatas juga dapat diduga sesuai pendapat Lee et al.

(2002) menyatakan bahwa keberadaan sitokinin dapat menghambat kerja auksin

dalam pemanjangan sel karena dapat memicu reaksi auksin oksidatif sebagaimana

yang disampaikan oleh Rampant et al. (2000) mengatakan bahwa dalam kondisi

tertentu aktivitas auksin oksidasi bersifat menghambat induksi perakaran. Sifat

menghambat ini oleh Jones (2010), berasal dari sifat antagonis yang ditimbulkan

akibat respon auksin endogen yang terdapat dalam tanaman atau potongan stek

terhadap asupan hormon yang diberikan.

Page 61: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

32  

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan taraf sitokinin 25 ppm cenderung

meningkatkan panjang akar meskipun secara statistik tidak nyata. Peningkatan

panjang akar ini, diduga akibat adanya kelaborasi biosintesa yang melibatkan

karbohidrat yang terkandung dalam potongan stek basal daun asal batang.

Translokasi karbohidrat dapat menyokong perkembangan akar (Hartman dan

Kester, 1983) sedangkan hormon endogen hanya berperan memacu pembelahan

dalam jaringan meristematik pada akar (Catala et al., 2000).

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kedua jenis ZPT yang digunakan

tidak mampu meningkatkan vigoritas bibit. Hal ini terlihat dari ukuran bobot bibit

yang dihasilkan masih jauh dari standart. Bobot atau ukuran bibit yang dihasilkan

dari seluruh perlakuan sekitar 2.24 hingga 3.19 g per bibit. Ukuran bobot bibit siap

tanam adalah minimum 5 gr per bibit (standart kultur jaringan). Ukuran bibit yang

dihasilkan masih jauh dari standart kualitas bibit siap tanam.

Persentase Stek Hidup, Persentase Stek Berakar, Persentase Stek Bertunas 2-3 Tunas per Eksplan dan Waktu Bertunas Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada

pengaruh interaksi antara perlakukan auksin dan sitokinin terhadap persentase stek

yang tumbuh, jumlah tunas per stek dan persentase stek yang menghasilkan 2-3

tunas per eksplan serta waktu bertunas. Pengaruh perlakuan taraf auksin dan

sitokinin menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap seluruh peubah tersebut di

atas. Nilai rataan persentase stek hidup, jumlah stek per tunas, persentase stek yang

menghasilkan tunas 2-3 tunas per eksplan dan kecepatan bertunas dapat dilihat pada

Tabel 8.

Pengamatan terhadap keempat peubah di atas dilakukan hingga 20 MST.

Berdasarkan pengamatan di lapang diperkirakan sekitar 3-5 % stek basal daun dari

seluruh total populasi tidak dapat bertunas meskipun stek masih kelihatan hidup

dan segar. Sebagian stek ada yang bertunas tanpa akar dan ada juga yang berakar

tetapi tidak bertunas dan ada juga stek yang tidak bertunas dan tidak berakar hingga

20 MST. Fenomena keragaan pertunasan stek dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 62: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

33  

Tabel 8. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Persentase Stek Hidup, Jumlah Tunas per Stek, Persentase Stek Bertunas 2-3 Tunas per Eksplan serta Waktu Bertunas pada Stek Basal Daun Asal Batang.

Perlakuan Persentase stek tumbuh

Jumlah tunas per stek

Persentase stek bertunas 2-3 tunas per eksplan

Waktu bertunas

Konsentrasi Auksin (%) (%) (MST) 0 ppm 48.67 1.65 1.82 8.67 25 ppm 52.08 1.03 1.81 8.65 50 ppm 47.51 1.01 1.77 8.62 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 51.49 1.00 1.63 9.48 25 ppm 47.69 1.02 1.89 9.64 50 ppm 49.90 1.09 1.90 8.21 75 ppm 48.62 1.82 1.78 8.60

Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Rendahnya kandungan hormon endogen dalam stek basal daun asal batang

diduga menjadi penyebab pemberian auksin dan sitokinin tidak berpengaruh

terhadap keempat peubah tersebut di atas. Hasil penelitian Eries (2005)

menunjukkan bahwa kandungan auksin dan sitokinin endogen pada batang nenas

lebih rendah dibanding asal mahkota. Kandungan auksin pada batang adalah 3.191

ppm dan sitokininnya adalah 0.026-0.032 ppm. Hal tersebut dapat diduga bahwa

umumnya perkembangan dan keberhasilan tumbuh stek tergantung hormon

endogen yang sudah ada dalam potongan stek basal daun batang. Kemungkinan

konsentrasi yang diberikan belum tepat atau konsentrasi kurang tinggi dari

perlakuan yang dibarikan sehingga hampir seluruh peubah yang diamati tidak

nyata.

Persentase stek basal daun yang bertunas dan berakar serta waktu bertunas

tergantung pada perbandingan antara auksin dan sitokinin yang terdapat dalam

potongan stek basal daun asal batang. Apabila kandungan auksin lebih tinggi dari

sitokinin maka akan terjadi induksi akar dan pemanjangan tunas. Sebaliknya

kandungan auksin lebih rendah dari sitokinin akan terjadi induksi tunas dan

pemanjangan akar (Skoog, 1957; Haryadi, S. 1979).

Page 63: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

34  

Dalam penelitian ini, perbandingan auksin dan sitokinin endogen pada stek

tanaman nenas dianggap dalam keadaan seimbang, dengan demikian penambahan

auksin IBA akan mempengaruhi perbandingan auksin yang dikandung menjadi

lebih tinggi dari sitokinin sehingga diharapkan terjadi induksi akar dan

pemanjangan tunas. Demikian halnya dengan penambahan sitokinin diharapkan

menghasilkan tunas yang lebih banyak dan terjadi difrensiasi sel, tetapi

kenyataannya bahwa pemberian hormon pada stek basal daun asal batang tidak

efektif mempengaruhi morfogenetik bibit.

Disamping masalah konsentrasi, rendahnya respon pemberian auksin dan

sitokinin terhadap beberapa peubah juga diduga akibat masalah teknis perendaman.

Perendaman masing-masing auksin dan sitokinin selama 30 menit terlalu cepat

sehingga diduga tidak efektif mempengaruhi keberhasilan tumbuh dan daya

multiplikasi stek basal daun nenas. Hal yang sama pernah dilaporkan oleh Shinichi

et al (2003) menunjukkan bahwa perendaman stum batang (stem splitting) nenas

dengan forchlorfenuron (N-(2-kloro-4-piridil)-N-phenylurea) (CPPU) dan 6-

benziladenin (BA) selama 0.5 jam tidak efektif meningkatkan jumlah tunas atau

multiplikasi bibit nenas di lapang namun efektif pada 2-6 jam.

Menurut Harjadi (2009) menyatakan bahwa perendaman stek dalam larutan

ZPT konsentrasi rendah bervariasi dari 5-200 ppm. Pada konsentrasi rendah, waktu

perendaman bervariasi dari 1-24 jam. Pada tanaman yang mudah berakar, stek

memerlukan waktu perendaman 1-2 jam dalam larutan 10-20 ppm. Pada stek daun,

perendaman dalam 5-10 ppm auksin selama 10 jam dapat merangsang perakaran

dengan baik.

Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun

Asal Mahkota Nenas Smooth Cayenne

Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa interaksi antara

perlakuan taraf auksin dan sitokinin tidak menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap semua peubah yang diamati. Berdasarkan faktor tunggal, auksin

berpengaruh secara nyata terhadap persentase berakar dan jumlah stek yang

menghasilkan 2-3 tunas per eksplan sedangkan sitokinin berpengaruh nyata pada

Page 64: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

35  

tinggi tunas, tinggi bibit, jumlah daun Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh

pemberian taraf konsentrasi auksin dan sitokinin dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Keberhasilan Stek Basal Daun Asal Mahkota (crown) Nenas Smooth Cayenne Klon GP-1.

Peubah Umur Auksin Sitokinin Interaksi KK (MST) (I) (B) I*B (%) 1. Tinggi Tunas a) 4 ,6,10 tn tn tn 4.10-17.56 8 tn * tn 14.80 2. Tinggi bibit 12-20 tn ** tn 14.17-27.46 3. Jumlah Daun a) 12-18 tn * tn 11.58-18.37 20 tn tn tn 12.19 4. Lebar daun a) 12-20 tn * tn 3.76-11.32 5. Panjang akar 20 tn tn tn 19.67 6. Bobot akar 20 tn tn tn 2.43 7. Bobot bibit a) 20 tn tn tn 13.08 8. Persen berakar b) 20 * tn tn 18.44 9. Persen stek hidup b) 20 tn tn tn 24.68 10. Persen stek bertunas

2-3 tunas/stek b) 20 * tn tn 38.13

11. Waktu bertunas 20 tn ** tn 15.97 12. Jumlah tunas /stek 20 tn tn tn 16.91 Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam I : Auksin * : Berpengaruh Nyata pada Uji F taraf 5 % B : Sitokinin ** : Berpengaruh Sangat nyata pada Uji F 5 % I*B : Interaksi a) : Data ditransformasi dengan √ x + 0.5 tn : Tidak Nyata b) : Data ditransformasi dengan Arcsin √ x

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pemberian berbagai taraf auksin

umumnya tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah kecuali persentase stek

berakar dan persentase jumlah stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan. Hal

yang berbeda ditunjukkan oleh pengaruh sitokinin dimana terlihat bahwa

pemberian sitokinin berpengaruh terhadap peubah tinggi tunas (8 MST), tinggi bibit

(12-20 MST), jumlah daun (12-20 MST), lebar daun (12-20 MST) dan sangat nyata

berbeda terhadap waktu bertunas (20 MST).

Perlakuan auksin IBA terlihat nyata terhadap persentase stek berakar dan

jumlah stek basal daun yang mampu menghasilkan 2-3 tunas per eksplan, hal ini

membuktikan bahwa konsentrasi yang diberikan mampu mempengaruhi

pertumbuhan akar dan tunas yang dihasilkan. Namun demikian penggunaan

Page 65: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

36  

konsentrasi asukin eksogen harus diperhatikan sebab apabila tidak sesuai atau

terlalu tinggi konsentrasinya maka sifatnya akan manghambat, sebagaimana yang

diungkapkan oleh Harjadi (2009) mengungkapkan bahwa pada tingkat konsentrasi

yang tinggi, perlakuan auksin dapat menyebabkan sel lambat berkembang dan pada

akhirnya mati.

Sitokinin merupakan salah satu hormon tumbuh yang dapat mempengaruhi

proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui pembelahan sel,

perbesaran organ dan diferensiasi sel (Hartmann et al. 1990). Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemberian sitokinin nyata mempengaruhi tinggi tunas (8

MST), tinggi bibit (12-20 MST), jumlah daun (12-20 MST), lebar daun (12-20

MST) serta sangat nyata mempengaruhi waktu munculnya tunas stek basal daun

asal mahkota. Semakin cepat tunas muncul biasanya semakin cepat pertumbuhan

bibit yang dihasilkan.

Tinggi Tunas Pengamatan tinggi tunas dilakukan sejak 4 MST hingga 10 MST. Hal ini

dikarenakan pada umur tersebut, stek basal daun asal mahkota berada pada fase

perkembangan tunas dan daun belum membuka sempurna. Berdasarkan

pengamatan di lapang, hanya 5 % dari total sampel yang sudah berakar. Persentase

stek yang bertunas pada 4 MST masih tergolong sangat rendah yaitu < 20 % dari

total stek yang hidup. Pengaruh perlakuan auksin dan sitokinin terhadap tinggi

tunas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Respon Pemberian Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Tunas pada Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Perlakuan Tinggi tunas (cm) Konsentrasi Auksin 4 MST 6 MST 8 MST 10 MST 0 ppm 0.31 0.59 1.03 1.98 25 ppm 0.08 0.38 0.85 1.69 50 ppm 0.21 0.46 0.92 1.92 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 0.22 0.48 1.18a 2.13 25 ppm 0.30 0.58 1.06ab 2.40 50 ppm 0.15 0.33 0.69b 1.41 75 ppm 0.23 0.52 0.80b 1.54 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Page 66: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

37  

Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai taraf auksin pada 4

hingga 10 MST tidak memberikan respon yang nyata terhadap peningkatan tinggi

tunas stek basal daun asal mahkota, kecuali pada 8 MST. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian auksin tidak efektif meningkatkan tinggi tunas. Hal ini diduga

karena kandungan auksinyang terdapat pada stek telah cukup sehingga tanpa

diberikanpun mata tunasnya akan tetap tumbuh dan berkembang menjadi calon

bibit.

Aplikasi sitokinin juga tidak mempengaruhi tinggi tunas pada 4, 6 dan 10

MST tetapi nyata pada 8 MST. Pemberian sitokinin tidak efektif meningkatkan

tinggi tunas. Pada umur stek 8 MST, justru terlihat bahwa semakin tinggi

konsentrasi yang diberikan menyebabkan pertumbuhan tunas cenderung lambat dan

berdampak pada pertumbuhan bibit selanjutnya.

Tinggi Bibit

Pengaruh pemberian taraf konsentrasi auksin IBA tidak berpengaruh nyata

terhadap tinggi bibit pada 12 - 20 MST, tetapi perlakuan sitokinin BA nyata. Nilai

rataan tinggi bibit dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Respon Pemberian Auksin dan Sitokinin terhadap Tinggi Bibit pada Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Perlakuan Tinggi bibit (cm) Konsentrasi Auksin 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 20 MST 0 ppm 2.93 3.74 5.13 6.57 7.61 25 ppm 2.56 3.64 5.05 6.35 7.31 50 ppm 2.59 3.64 4.83 6.31 7.17 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 2.96ab 3.94ab 5.33ab 6.77ab 7.86a 25 ppm 3.34a 4.47a 5.93a 7.39a 8.36a 50 ppm 2.29bc 3.09bc 4.57bc 6.01b 7.06ab 75 ppm 2.175c 3.21c 4.19c 5.47b 6.18b Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Perlakuan taraf konsentrasi sitokinin berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit

hingga 20 MST. Pada akhir pengamatan, perlakuan sitokinin taraf 25 ppm dan

kontrol memiliki nilai rataan tinggi bibit tertinggi dan berbeda nyata dengan

perlakuan 75 ppm. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan cenderung menekan

Page 67: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

38  

pertumbuhan bibit. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sitokinin tidak efektif

meningkatkan tinggi bibit dan justru menghambat pertumbuhannya. Pernyataan ini

sesuai dengan Harjadi (2009) yang menyatakan bahwa pemberian konsentrasi

sitokinin sintetik yang terlalu tinggi dapat menimbulkan toksik dan pada akhirnya

dapat menghambat atau mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan abnormal.

Standart tinggi bibit siap tanam adalah 15 cm. Hingga akhir pengamatan

rata-rata tinggi bibit yang dihasilkan oleh stek basal daun asal mahkota kurang dari

15 cm, artinya target tinggi bibit yang diharapkan belum tercapai. Kualitas bibit

hasil stek basal daun asal mahkota belum dapat mencapai kriteria kelas bibit siap

tanam. Hal yang sama ditunjukkan oleh percobaan sebelumnya pada stek basal

daun asal batang. Asumsi ini menggunakan kriteria kelas bibit asal kultur jaringan

yaitu minimal tinggi bibit siap tanam minimal berukuran 15 cm (Elfiani, 2011).

Berdasarkan hasil ektrapolasi data diperoleh prediksi waktu yang

dibutuhkan bibit stek asal mahkota untuk mencapai kriteria siap tanam. Hasil

ekstrapolasi data ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Ekstrapolasi Data Tinggi Bibit Nenas Asal Stek Basal Daun Asal Mahkota.

MST

Kontrol

IBA 25 ppm

IBA 50 ppm

BA 25 ppm

BA 50 ppm

BA 75 ppm

10 2.06 1.69 1.92 2.40 1.41 1.54 12 2.95 2.56 2.59 3.34 2.29 2.18 14 3.84 3.64 3.64 4.47 3.09 3.21 16 5.23 5.05 4.83 5.93 4.57 4.19 18 6.67 6.35 6.31 7.39 6.01 5.47 20 7.74 7.31 7.17 8.36 7.06 6.18 22 8.84 8.52 8.27 9.66 8.16 7.20 24 10.01 9.69 9.37 10.90 9.33 8.17 26 11.18 10.86 10.48 12.14 10.50 9.15 28 12.35 12.03 11.58 13.38 11.67 10.12 30 13.52 13.19 12.68 14.62 12.83 11.09 31 14.11 13.78 13.23 15.24 13.42 11.58 33 15.28 14.95 14.34 14.59 12.55 35 15.44 15.75 13.53 38 14.99 40 15.96

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa waktu yang diperlukan

masing-masing perlakuan untuk mencapai kriteria kelas bibit siap tanam berbeda-

beda. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kriteria bibit siap tanam (15 cm)

Page 68: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

39  

berada pada kisaran waktu 31-40 MST. Waktu tercepat diperoleh dari perlakuan

sitokinin 25 ppm tanpa auksin yaitu 31 MST dan terlama adalah perlakuan sitokinin

75 ppm tanpa auksin yaitu 40 MST.

Jumlah daun

Perkembangan tanaman dapat diukur berdasarkan jumlah daun. Disamping

tinggi tanaman, perkembangan jumlah daun dapat dijadikan sebagai indikator untuk

melihat tingkat vigoritas suatu bibit tanaman. Pengamatan di lapang menunjukkan

waktu munculnya atau membukanya kuncup tunas tidak serentak terutama ketika

stek berumur 4-10 MST sehingga merubah waktu pengamatan. Waktu pengamatan

dilakukan sejak 12 MST karena umumnya tunas daun sudah membuka sempurna.

Respon perlakuan sitokinin terhadap jumlah daun lebih nyata dibandingkan

auksin pada 12 hingga 20 MST. Perlakuan auksin tidak berpengaruh nyata terhadap

jumlah daun pada 12-20 MST dan sitokinin juga tidak berpengaruh nyata

mempengaruhi jumlah daun pada 12-18 MST. Nilai rataan jumlah daun akibat

pengaruh auksin dan sitokinin dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Jumlah Daun pada Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Perlakuan Jumlah daun Konsentrasi Auksin 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 20 MST 0 ppm 3.16 3.32 4.04 4.46 5.05 25 ppm 3.06 3.03 3.82 4.45 5.19 50 ppm 3.03 3.22 3.87 4.52 5.21 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 3.35a 3.64a 4.19a 4.75a 5.30 25 ppm 3.37a 3.39a 4.11a 4.65a 5.33 50 ppm 2.81b 3.14ab 3.95ab 4.42ab 5.18 75 ppm 2.80b 2.60b 3.38b 4.09b 5.08 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Perlakuan sitokinin terlihat berbeda nyata sejak umur stek 12 MST hingga

18 MST. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang diberikan maka semakin rendah

jumlah daun yang dihasilkan. Sejak umur stek 12 MST, perlakuan sitokinin taraf 75

ppm menghasilkan nilai rataan jumlah daun yang lebih rendah dibandingkan

Page 69: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

40  

perlakuan taraf lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian sitokinin 75 ppm

berpengaruh nyata menekan pertambahan jumlah daun.

Pada 20 MST, perlakuan sitokinin sudah tidak terlihat berpengaruh seiring

dengan perkembangan atau pertumbuhan bibit. Hal ini diduga karena stek basal

daun asal mahkota umumnya telah berakar, sehingga asupan nutrisi diperoleh

secara mandiri tanpa tergantung nutrisi dan senyawa yang terdapat pada basal daun

stek. Berdasarkan data tersebut maka pemberian sitokinin tidak bermanfaat untuk

meningkatkan jumlah daun sebagaimana yang ditunjukkan oleh percobaan pertama

pada stek basal daun asal batang.

Lebar Daun

Ukuran lebar daun merupakan salah satu indikator untuk menilai

pertumbuhan suatu tanaman. Luasnya lebar daun dapat menentukan luas bidang

permukaan tanaman dalam menerima cahaya guna proses fotosintesis. Proses

fotosintesis penting untuk pertumbuhan, sehingga semakin luas permukaan daun

semakin tinggi proses fotosintesis dan akibatnya pertumbuhan tanaman akan

semakin tinggi.

Waktu pengamatan lebar daun dilakukan bersama-sama dengan waktu

pengamatan jumlah daun yaitu saat stek berumur 12 MST. Hasil percobaan ini

menunjukkan bahwa perlakuan taraf konsentrasi auksin tidak berpengaruh nyata

terhadap peubah lebar daun sedangkan sitokinin nyata mempengaruhi lebar daun.

Pengaruh perlakuan auksin dan sitokinin terhadap peubah lebar daun bibit hasil stek

basal daun asal mahkota dapat dilihat pada Tabel 14.

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa pengaruh pemberian auksin tidak

dapat meningkatkan nilai rataan lebar daun sejak 12 MST hingga 20 MST. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Husniati (2010) yang menunjukkan bahwa

pemberian zat pengatur tumbuh berupa auksin (25-100 ppm) juga tidak

memberikan pengaruh yang berbeda terhadap tolok ukur lebar daun pada tunas

yang berasal dari stek basal daun.

Pertambahan lebar daun sangat sulit diamati karena tingkat pertambahan

lebar daun sangat kecil, bahkan beberapa stek yang sudah terserang cendawan sulit

diamati pertambahannya. Pertambahan lebar daun per dua minggu adalah sekitar

Page 70: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

41  

0.08-0.12 cm. Hal ini menunjukkan bahwa bibit mengalami pertumbuhan yang

sangat lambat.

Tabel 14. Pengaruh Konsentrasi Auksin terhadap Peubah Lebar Daun pada Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Perlakuan Lebar daun (cm) Konsentrasi Auksin 12 MST 14 MST 16 MST 18 MST 20 MST 0 ppm 0.79 0.87 1.03 1.12 1.24 25 ppm 0.76 0.86 1.04 1.14 1.23 50 ppm 0.79 0.90 1.07 1.16 1.25 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 0.78ab 0.89ab 1.04ab 1.15ab 1.27ab 25 ppm 0.90a 0.98a 1.16a 1.24a 1.34a 50 ppm 0.74b 0.83b 1.02b 1.11b 1.19b 75 ppm 0.71b 0.79b 0.98b 1.07b 1.16b Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Pada pengamatan 20 MST menunjukkan perlakuan sitokinin 25 ppm

menghasilkan nilai rataan lebar daun tertinggi, secara statistik berpengaruh nyata

dibandingkan perlakuan 50 ppm dan 75 ppm tetapi tidak nyata dengan kontrol.

Berdasarkan hal ini, pemberian sitokinin tidak dapat meningkatkan lebar daun.

Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, nilai rataan lebar daun yang dihasilkan

justru semakin kecil (rendah).

Panjang Akar, Persentase Stek Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit

Pengukuran panjang akar, persentase stek berakar, bobot kering akar serta

bobot basah bibit dilakukan pada 20 MST. Hasil percobaaan ini menunjukkan

bahwa tidak ada pengaruh yang nyata antara perlakuan taraf konsentrasi auksin dan

sitokinin terhadap panjang akar, bobot kering akar dan bobot bibit kecuali pada

peubah persentase stek berakar. Nilai rataan panjang akar, persentase stek berakar,

bobot kering akar dan bobot bibit dapat dilihat pada Tabel 15.

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa pengaruh pemberian taraf

konsentrasi auksin berbeda nyata hanya pada peubah persentase stek berakar.

Pemberian konsentrasi auksin yang lebih tinggi dapat meningkatkan persentase stek

Page 71: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

42  

berakar hingga taraf 50 ppm. Hal ini membuktikan bahwa pemberian auksin efektif

meningkatkan perakaran pada stek basal daun asal mahkota.

Tabel 15. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Panjang Akar, Persentase Stek Berakar, Bobot Kering Akar dan Bobot Bibit pada Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Perlakuan Panjang akar

Stek berakar Bobot kering akar

Bobot bibit

Konsentrasi Auksin (cm) (%) (g) (g) 0 ppm 5.00 55.83b 0.044 2.71 25 ppm 5.18 68.33ab 0.049 2.76 50 ppm 5.54 74.16a 0.047 2.96 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 5.39 61.11 0.043 2.94 25 ppm 5.59 75.55 0.043 2.98 50 ppm 5.09 66.66 0.048 2.64 75 ppm 4.89 61.11 0.052 2.68 Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Pada dasarnya pemberian auksin dapat meningkatkan persentase stek

berakar karena auksin berperan memacu pembentukan akar pada stek (Hartmann et

al. 1990) dan pertumbuhan panjang akar (Sebenek & Jesco, 1990). Namun apabila

terlalu tinggi akan bersifat menghambat, sebagaimana yang diutarakan oleh Susilo

(1991) dan Campbell et al. (2002) bahwa konsentrasi auksin yang tinggi dapat

menghambat perakaran pada stek.

Persentase Stek Hidup, Jumlah Tunas per Stek, Persentase Bertunas 2-3 Tunas/Eksplan dan Waktu Bertunas

Persentase stek hidup dan jumlah tunas per stek tidak dipengaruhi

pemberian auksin dan sitokinin. Perlakuan auksin hanya berpengaruh nyata pada

stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan, sedangkan sitokinin berpengaruh

pada waktu munculnya tunas. Persentase tumbuh, persentase stek berakar,

persentase stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan dan waktu bertunas dapat

dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 menunjukkan bahwa pengaruh perlakukan auksin dan sitokinin

tidak berbeda nyata pada peubah persentase stek yang hidup dan jumlah tunas per

stek. Pemberian auksin dan sitokinin tersebut hanya terlihat berbeda nyata

mempengaruhi peubah persentase stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan

Page 72: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

43  

dan waktu bertunas. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian kedua hormon eksogen

tersebut menyebabkan respon atau gejala morfogenetik dan fisiologi yang

ditimbulkan berbeda-beda.

Tabel 16. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Persentase Tumbuh, Jumlah Tunas/Stek, Stek Bertunas 2-3 Tunas per Eksplan serta Waktu Bertunas pada Stek Basal Daun Asal Mahkota.

Perlakuan Stek hidup Jumlah tunas / stek

Stek bertunas 2-3 tunas/ekspl

Waktu bertunas

Konsentrasi Auksin (%) (%) (MST) 0 ppm 71.66 1.26 10.83b 8.02 25 ppm 78.33 1.25 20.83a 8.31 50 ppm 80.83 1.16 21.66a 8.46 Konsentrasi Sitokinin 0 ppm 71.11 1.28 18.88 7.34a 25 ppm 82.22 1.22 16.66 7.34a 50 ppm 77.77 1.20 15.55 8.95b 75 ppm 76.66 1.20 20.00 9.41b

Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Pemberian auksin berpengaruh nyata terhadap persentase stek yang mampu

menghasilkan tunas lebih dari satu (bertunas 2-3 per eksplan). Pemberian auksin 25

ppm dapat meningkatkan persentase jumlah stek yang menghasilkan 2-3 tunas per

eksplan. Perlakuan auksin 25 ppm berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak

nyata pengaruhnya dibandingkan dengan perlakuan 50 ppm.

Persentase stek yang mampu menghasilkan jumlah tunas lebih dari satu

tunas per eksplan sekitar 20.83-21.66 %. Hal yang sama terjadi pada penelitian

Rosmaina (2007) secara in vitro yang menunjukkan bahwa adanya peran auksin

terhadap peningkatan jumlah tunas per eksplan. Sebagai faktor tunggal, auksin

(NAA) memberikan respon yang sangat nyata terhadap tingkat multiplikasi tunas

pada nenas Curug Rendeng. Hal ini juga didukung pendapat Fiorino dan Loretti

(1987) yang menyatakan pada taraf konsentrasi tertentu jumlah tunas baru yang

dihasilkan eksplan akibat pemberian auksin dapat meningatkan jumlah tunas.

Hal yang berbeda diperlihatkan oleh perlakuan sitokinin yang justru tidak

menunjukkan peningkatan terhadap jumlah tunas. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian sitokinin tidak dapat meningkatkan jumlah persentase stek yang

Page 73: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

44  

menghasilkan 2-3 tunas. Hal mungkin terkait dengan keseimbangan hormon dalam

stek. Dalam teori keseimbangan hormon (direct theory of auksin) dikemukakan

bahwa konsentrasi auksin yang cukup tinggi dapat mengakibatkan atau

menghambat aktifitas enzim isopentenil transferase yang merupakan katalisator

pembentukan sitokinin, sehingga sintesis sitokinin dalam stek dihambat dan laju

pertambahan jumlah tunas juga terhambat. Berdasarkan respon tersebut,

menunjukkan auksin berperan negatif terhadap sitokinin (Jones, 2010).

Pemberian sitokinin tidak nyata meningkatkan persentase jumlah stek yang

bertunas 2-3 tunas, namun nyata mempengaruhi waktu bertunas. Pemberian

berbagai taraf konsentrasi sitokinin mempengaruhi perkembangan dan pematahan

dormansi mata tunas. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan semakin lambat

stek bertunas. Stek yang paling cepat memunculkan tunas justru berasal dari taraf 0

ppm (kontrol) dan 25 ppm yakni 7.34 MST dan yang paling lambat bertunas adalah

perlakuan taraf sitokinin 75 ppm yaitu 9.41 MST. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian sitokinin tidak mampu mempercepat munculnya tunas, bahkan waktu

yang dibutuhkan untuk bertunas semakin lama.

Fenomena diatas diduga terkait dengan pendapat Akasaka et al. (2000) dan

Campbell et al. (2002) yang mengatakan bahwa penggunaan sitokinin konsentrasi

tinggi dapat menghambat kecepatan bertunas dan pembentukan akar. Disamping

itu, juga dapat diduga karena adanya sifat antagonis antara auksin dan sitokinin

sebagaimana yang disampaikan oleh Lee et al. (2002) dan Jones (2010) yang

menyatakan bahwa keberadaan sitokinin dapat menghambat kerja auksin dalam

pemanjangan sel dan perakaran akibat reaksi auksinoksidatif sebagaimana yang

disampaikan juga oleh Rampant et al. (2000) bahwa dalam kondisi tertentu

aktivitas auksin oksidasi bersifat menghambat induksi perakaran. Adanya

penghambatan perakaran akan berdampak terhadap kecepatan atau waktu

munculnya tunas.

Page 74: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

45  

Mata tunas 

A B

Mata tunas membengkak

Nodul 

Pengaruh Sitokinin BA pada Berbagai Ukuran Tunas terhadap Kemampuan Stek Bernodul

Morfologi Kalus Stek Daun Nenas GP-1

Kondisi stek secara umum masih terlihat segar pada 2 minggu setelah tanam

(MST), tidak ada pencoklatan dan pembusukan. Perubahan bentuk mata tunas

mulai terlihat 3 MST. Mata tunas stek basal daun asal mahkota mengalami

pembengkakan dan ujung tunas menjadi melebar dan tidak beraturan. Hal ini

diduga terjadi perubahan morfologi mata tunas membentuk nodul. Nodul tersebut

semakin lama semakin membesar, tampak berwarna hijau keputihan dan bentuknya

tidak beraturan. Nodul berwarna putih kehijauan dan bergranul diduga merupakan

sel-sel embriogenik. Menurut Fambriani et al. (2003) tekstur kalus /nodul berwarna

putih dan bergranul merupakan massa sel embrionik.

Secara umum kontaminasi banyak terjadi pada saat stek berumur 6 MST.

Hampir 90 % stek yang sudah berkalus mengalami pencoklatan (browning), busuk

dan mati. Stek yang sudah berkalus sangat rentan terkontaminasi sehingga perlu

lingkungan tumbuh yang optimal. Dalam kondisi in vivo, persentase stek berkalus

atau bernodul lebih tinggi keberhasilannya pada tunas kecil dibandingkan stek

bertunas sedang dan besar. Penampilan morfologi tunas menjadi nodul pada stek

basal daun asal mahkota dapat dilihat pada Gambar 3. 

Gambar 3. Morfologi Tunas Bernodul Asal Stek Mahkota : (A) Mata Tunas Umur 1 MST dan (B) Mata Tunas Umur 4 MST (Pembesaran Gambar 20 x).

Page 75: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

46  

Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh hormon sitokinin BA pada berbagai

ukuran mata tunas stek asal mahkota terhadap persentase stek berkalus dan jumlah

nodul dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Sidik Ragam Pengaruh Sitokinin BA dan Ukuran Mata Tunas terhadap Persentase Stek Berkalus dan Jumlah Mata Tunas.

Peubah PerlakuanU (Z) U*Z KK (%)

Persen berkalus/nodul a) ** ** ** 8.41 Jumlah nodul ** ** ** 11.73 Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam tn : Tidak Nyata U : Ukuran mata tunas ** : Sangat nyata pada Uji F 5 % Z : Sitokinin *: Nyata pada Uji F 5 % U*Z : Interaksi a): Data ditransformasi dengan log (y+1)

Persentase Stek Bernodul

Potensi pembentukan nodul berbeda-beda berdasarkan ukuran mata tunas.

Stek yang berukuran mata tunas kecil, sangat nyata responnya terhadap perlakuan

sitokinin BA baik pada pemberian konsentrasi 25 ppm maupun pada 50 ppm. Stek

yang mampu bernodul adalah tunas berukuran kecil dan sedang, sedangkan

bertunas besar atau tunas yang telah berdaun tidak dapat berkalus. Interaksi

perlakuan BA dengan ukuran tunas terhadap persentase stek bernodul dapat dilihat

pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengaruh Interaksi Sitokinin dengan Ukuran Mata Tunas Stek terhadap Persentase Stek Bernodul pada 4 MST.

Peubah Ukuran tunas Konsentrasi Sitokinin Kecil Sedang Besar BA 0 ppm 0.00c 0.00c 0.00c BA 25 ppm 60.00a 40.00b 0.00c BA 50 ppm 60.00a 46.66b 0.00c

Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Persentase stek kecil yang bernodul sekitar 60 % dan tunas berukuran

sedang berkisar 40-46.66 %. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan

nodul sebagai awal regenerasi membutuhkan asupan sitokinin, dalam hal ini

diperoleh dari pemberian sitokinin BA.

Page 76: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

47  

Sitokinin efektif menginduksi pembentukan sel atau berdifrensiasi

membentuk nodul saat fase awal pertumbuhan tunas. Hal tersebut sesuai pernyataan

George & Sheington (1984) mengatakan bahwa konsentrasi sitokinin yang tinggi

dapat menginduksi jaringan untuk membentuk kalus atau nodul pada fase

pertumbuhan awal karena sel-sel tanaman sangat aktif membelah. Hal ini sejalan

dengan pernyataan Klerk et al. (1999) menyatakan bahwa keberhasilan penyetekan

tanaman secara in vitro sangat dipengaruhi oleh umur dan juvenilitas eksplan

(bahan). Pada saat fase awal pertumbuhan, sel-sel menjadi kompeten dan responsif

terhadap aktivitas hormon, baik akibat hormon yang diberikan maupun yang sudah

ada pada tanaman. Pada fase tersebut sel-sel mulai aktif membelah membentuk

nodul atau kalus dan diduga meristematik.

Jumlah Nodul

Pemberian beberapa taraf sitokinin BA nyata pengaruhnya jumlah nodul

yang dihasilkan per stek. Jumlah nodul yang dihasilkan stek berukuran kecil

memiliki nilai rataan tertinggi. Rata-rata jumlah nodul yang dihasilkan stek

bertunas kecil akibat pemberian sitokinin BA 50 ppm adalah 5.33 nodul. Berbeda

dengan stek bertunas sedang yang menghasilkan 4.33 nodul. Stek yang tidak

diberikan hormon sitokinin BA tidak dapat bernodul. Adanya stek yang mampu

membentuk nodul atau kalus diduga mampu beregenerasi membentuk calon tunas

baru atau bibit sebagaimana yang terjadi pada tehnik in vitro.

Pengaruh interaksi perlakuan berbagai taraf sitokinin BA dengan ukuran

mata tunas stek terhadap jumlah nodul per stek dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Pengaruh Interaksi Sitokinin dengan Ukuran Stek pada Jumlah Nodul per Stek pada 4 MST.

Peubah Nilai Rataan Jumlah Nodul per Stek Ukuran tunas Konsentrasi Sitokinin Kecil Sedang Besar BA 0 ppm 1.00d 1.00d 1.00d BA 25 ppm 4.33b 3.66bc 1.00d BA 50 ppm 5.33a 4.33b 1.00d

Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Respon tanaman yang menghasilkan kalus atau nodul bervariasi tergantung

beberapa faktor, antara lain : bagian tanaman yang digunakan, umur fisiologis,

Page 77: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

48  

jenis organ, jenis tanaman dan prosedur perbanyakan termasuk jenis ZPT yang

ditambahkan pada media (Sudarmonowati et al. 2002). Dalam penelitian ini

pengaruh besarnya ukuran mata tunas dan konsentrasi sitokinin BA yang digunakan

memiliki gejala respon fisiologis atau morfogenetik yang berbeda-beda termasuk

kemampuan membentuk kalus/nodul.

Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin BA dapat menginduksi

terbentuknya embrio somatik karena berperan dalam difrensiasi sel sehingga

terbentuk nodul. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa perlakuan taraf sitokinin

BA 25 ppm dan 50 ppm terhadap jumlah stek bernodul berbeda nyata. Semakin

tinggi konsentrasi yang diberikan semakin banyak jumlah nodul yang dihasilkan.

Meningkatnya jumlah nodul tiap stek tidak diikuti dengan terbentuknya perakaran,

dan kelihatannya sulit berakar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Marcier et al. (2003) yang mengatakan

bahwa penambahan konsentrasi sitokinin pada media kultur secara in vitro dapat

mendorong terbentuknya nodul dan bertunas. Namun demikian penggunaan

konsentrasi sitokinin yang tinggi dapat mendorong proliferasi dan menghambat

perakaran. Semakin tinggi konsentrasi sitokinin yang diberikan akan menyebabkan

peningkatan iP dan iPR endogen sehingga rasio auksin/sitokinin akan semakin

menurun dan selanjutnya akan mendorong pembentukan kalus/ nodul (Mercier et

al. 2003).

Penggunaan sitokinin pada konsentrasi tinggi, selain meningkatkan jumlah

stek bernodul, kemungkinan tunas yang dihasilkan juga tidak normal. Murty et al.

(1995), mengatakan bahwa untuk menginduksi embrio somatik dan meningkatkan

persentasi jumlah bernodul per eksplan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan

konsentrasi sitokinin namun perlu diperhatikan konsentrasi yang tepat agar tidak

terjadi efek variasi somaklonal.

Sampai pengamatan terakhir (6 MST), stek bertunas kecil yang diberi

sitokinin 25 ppm dan 50 ppm tidak dapat membentuk akar. Semua nodul yang

dihasilkan tidak dapat menjadi bibit diduga karena konsentrasi sitokinin terlalu

tinggi dan tidak ada asupan auksin dari luar (auksin eksogen).

Page 78: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

49  

Efisiensi Ekonomis dan Teknis

Analisis finasial merupakan analisis yang biasa digunakan untuk menilai

kelayakan suatu usaha produksi. Efisiensi ekonomis dari usaha proses produksi

bibit dapat diketahui dengan melakukan analisis finansial terhadap sumber daya

atau input yang digunakan selama produksi. Salah satu metode analisis yang

digunakan untuk menilai usaha produksi yang menguntungkan atau tidak adalah

dengan analisis B/C rasio. B/C rasio merupakan suatu rasio antara keuntungan atau

manfaat (net) terhadap total biaya yang dikeluarkan. Kriteria menentukan nilai B/C

rasio yaitu apabila nilai B/C rasio <1, maka usaha prosuksi tersebut tidak

menguntungkan atau tidak bermanfaat, sedangkan bila B/C rasio >1 maka usaha

produksi tersebut menguntungkan atau bermanfaat.

Perencanaan produksi bibit nenas harus memperhatikan atau menentukan

jumlah dan jenis input produksi yang akan dikeluarkan selama produksi sehingga

diperoleh keuntungan maksimal. Oleh karena itu diharapkan bahwa serangkaian

kegiatan dengan melalui peramalan kebutuhan input produksi dapat diperkirakan

sesuai dengan keinginan atau rencana keputusan. Salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mendukung keputusan produksi tersebut adalah melalui analisis

Linear programming.

Menurut Pangestu Subagyo et al. (2004), Linear programming merupakan

suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian

sumber daya yang terbatas sehingga optimal. Ciri khusus penggunaan metode

matematis ini adalah mendapatkan taraf maksimasi atau minimalisasi. Dalam

program Linear programming dikenal dua macam fungsi yaitu, fungsi tujuan dan

fungsi pembatas. Fungsi tujuan merupakan gambaran tujuan dalam permasalahan

linear yang berkaitan dengan pengaturan optimal sumber daya (input) sehingga

diperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimum. Bila biaya, maka

optimasinya adalah meminimumkan dan bila keuntungan atau manfaat maka

optimasinya adalah memaksimumkan (Miswanto & Winarno 1993). Linear

programming merupakan salah satu teknik operation research untuk tujuan

optimasi suatu kasus tertentu (Reveliotis 1997).

Page 79: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

50  

Kapasitas Produksi Tiap Perlakuan.

Berdasarkan hasil analisis finansial menunjukkan bahwa keberhasilan

perbanyakan bibit nenas menggunakan stek basal daun asal mahkota lebih baik

daripada stek basal asal batang. Stek basal daun asal mahkota memiliki tingkat

keberhasilan atau persentase tumbuh yang lebih tinggi dibandingkan dengan asal

stek basal daun batang. Rata-rata persentasi bibit yang dapat diproduksi melalui

mahkota berjumlah 70-80 %, sedangkan dengan batang hanya berkisar 40-50 %.

Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan perbanyakan bibit nenas melalui

stek basal daun asal mahkota lebih unggul dibandingkan asal batang.

Jumlah potongan eksplan stek yang dapat diperoleh atau dimanfaatkan dari

batang dan mahkota juga berbeda-beda. Jumlah kapasitas produksi bibit sangat

tergantung pada jumlah potongan eksplan yang dapat dimanfaatkan dari tiap bahan.

Bahan stek daun asal batang optimal menghasilkan 15 – 20 potongan sedangkan

asal mahkota mampu memperoleh 25 hingga 30 potongan. Hal ini menunjukkan

bahwa potensi kapasitas produksi asal mahkota lebih tinggi dibandingkan batang.

Penentuan Harga

Penentuan harga sangat penting karena akan menentukan besaran

penerimaan yang diterima. Penentuan harga bibit didasarkan pada harga yang

disesuaikan dengan nilai minimum keuntungan yang diperoleh. Harga bibit nenas

hasil stek basal daun diasumsikan 2000 rupiah per bibit. Kisaran tinggi bibit

minimal 15 cm sesuai denga standart bibit siap tanam (disesuaikan dengan standar

kultur jaringan).

Biaya Operasional

Biaya opersional adalah biaya yang dikeluarkan selama proses kegiatan

produksi bibit berlangsung, meliputi tenaga kerja, bahan ZPT, media tanam dan

obat-obatan. Dalam kegiatan ini diasumsikan bahwa biaya kegiatan produksi

didasarkan atas semua bahan yang habis pakai selama penelitian berlangsung.

Biaya operasional antara stek basal daun asal batang dan mahkota berbeda

terutama pada parameter tenaga kerja. Tenaga opersioanal untuk produksi stek asal

batang lebih tinggi dibandingkan asal mahkota. Rata-rata waktu yang dibutuhkan

untuk memotong stek daun asal batang dua kali lebih besar daripada stek basal

Page 80: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

51  

mahkota. Stek basal daun asal batang membutuhkan waktu 5 menit untuk

menyelesaikan satu buah potongan batang utuh sedangkan pada mahkota rata-rata

hanya membutuhkan 1-2 menit per satu mahkota. Hal tersebut akan mempengaruhi

tingkat efisiensi usaha produksi bibit.

Keuntungan

Keuntungan dari hasil produksi prosuksi bibit diperoleh dari hasil penjualan

seluruh bibit yang dihasilkan melalui penerapan berbagai kombinasi teknologi yang

diberikan. Data optimasi sumberdaya yang digunakan berdasarkan nilai keuntungan

yang diperoleh nilai B/C rasio biasanya dapat digunakan sebagai indikator efisiensi

ekonomis suatu kegiatan sedangkan Linear programming dapat digunakan untuk

mengambil keputusan dalam mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang tersedia

dan menentukan tingkat efisiensi. Nilai B/C ratio dan optimasi teknis pada

penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Efisiensi Ekonomis dan Teknis Kegiatan Produksi Bibit Nenas Smooth Cayenne pada Stek Basal Daun Asal Mahkota

Perlakuan Auksin(ppm)

Sitokinin (ppm)

B/C ratio Surplus/slack

Kontrol 0 0 1.29 0.000000 IBA 25 ppm 25 0 4.05 60554.01 IBA 50 ppm 50 0 4.07 67206.19 BA 25 ppm 0 25 1.65 43233.76 IBA 25 ppm + BA 25 ppm 25 25 3.24 26869.59 IBA 50 ppm + BA 25 ppm 50 25 2.31 43062.67 BA 50 ppm 0 50 2.22 23582.05 IBA 25+BA 50 ppm 25 50 0.52 16758.78 IBA 50 ppm + BA 50 ppm 50 50 1.30 27902.77 BA 75 ppm 0 75 1.81 35373.08 IBA 25 ppm + BA 75 ppm 25 75 1.13 33041.63 IBA 50 + BA 75 ppm 50 75 1.03 30710.16 Objective Value 0.237+08

Catt : auksindan sitokinin ditransformasi dalam bentuk rupiah ; 4500 dan 11000 per jumlah bahan yang digunakan minimum, arang sekam Rp 60000, Obat-Obatan (fungisida dan insektisida) Rp 20000 dan tenaga kerja Rp 120000. Kombinasi taraf dikonversi dalam bentuk keuntungan (Rp) lalu dibuat dalam bentuk persamaan linear.

Perbedaaan yang signifikan antar penggunaan sumber bahan stek sangat

mempengaruhi efisiensi kegiatan produksi pembibitan. Analisis teknis dilakukan

hanya pada stek basal daun asal mahkota karena dalam penelitian ini, diperoleh

Page 81: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

52  

informasi bahwa penggunaan stek basal daun asal mahkota lebih baik dibandingkan

asal batang. Informasi ini menjadi pertimbangan apabila teknologi ini diterapkan di

lapang meskipun secara ekonomis, stek daun asal batang nilai B/C rasionya masih

diatas satu.

Berdasarkan analisis finansial produksi bibit nenas Smooth Cayenne melalui

teknik perbanyakan stek basal daun tanpa pemberian ZPT adalah 1.29, artinya

setiap pengeluaran 1 rupiah akan memberikan penerimaan atau keuntungan sebesar

Rp. 1.29 meskipun tanpa pemberian hormon. Nilai rasio B/C terbesar diperoleh dari

perlakuan auksin 25 ppm dan 50 ppm tanpa sitokinin, yaitu sebesar 4.07 dan 4.05.

Nilai B/C terkecil diperoleh dari perlakukan kombinasi hormon auksin 25 ppm dan

sitokinin 50 ppm yaitu 0.52. Hal ini menunjukkan bahwa perbanyakan nenas

melalui stek basal daun, baik dengan cara pemberian kombinasi hormon auksin dan

sitokinin maupun tunggal layak secara ekonomis kecuali perlakuan IBA 25 ppm +

BA 50 ppm.

Selain menggunakan metode B/C rasio, optimasi biaya dan efisiensi

produksi bibit juga penting diperhatikan untuk mengoptimalkan sumber daya atau

input yang ada sehingga diperoleh keputusan yang tepat. Tabel 20 menunjukkan

bahwa efisiensi biaya dapat dilakukan dengan cara meminimumkan biaya produksi.

Solusi optimal kegiatan produksi bibit nenas selama penelitian dapat diketahui

dengan cara mengkaji dan mengevaluasi nilai optimal dari seluruh perlakuan, baik

tunggal maupun interaksi.

Optimalisasi sumberdaya yang digunakan selama penelitian didasarkan

pada keuntungan yang diperoleh tiap unit sumberdaya yang digunakan. Nilai

optimasi dianalisis melalui program Linear programming. Seluruh perlakuan dibuat

model persamaan linearnya. Model persamaan linear dari seluruh kombinasi

perlakuan adalah sebagai berikut.

Persamaan dari fungsi tujuan menimumkan biaya produksi adalah :

Z= 4500*x1+11000*x2+20000*x3+60000*x4+120000*x5

Faktor kendala :

2.67*x3+21.39*x4+0.89*x5≥83500;

36.83*x1+8.06*x3+64.44*x4+2.68*x5≥191000

19.74*x1+8.64*x3+69.09*x4+2.88*x5≥202500

Page 82: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

53  

11.86*x2+6.52*x3+52.19*x4+2.17*x5≥160500

36.14*x1+14.37*x2+7.91*x3+63.24*x4+2.64*x5≥220000;

14.83*x1+11.79*x2+6.49*x3+51.89*x4+2.17*x5≥159500;

4.34*x2+4.77*x3+38.19*x4+1.59*x5≥125500;

19*x1+3.78*x2+4.16*x3+33.24*x4+1.39*x5≥113000;

11.74*x1+4.67*x2+5.14*x3+41.09*x4+1.71*x5≥132500;

3.53*x2+5.82*x3+46.59*x4+1.94*x5≥146500;

25.62*x1+3.40*x2+5.61*x3+44.84*x4+1.87*x5≥142000;

12.31*x1+3.26*x2+5.39*x3+43.09*x4+1.80*x5≥137500;

Variable keputusan dalam penelitian ini adalah :

X1 = Auksinyang digunakan (dalam rupiah) X2 = Sitokinin yang digunakan (dalam rupiah) X3, X4, X5 = Input pendukung (arang sekam, obat-obatan dan tenaga kerja).

Model yang telah disusun diatas diolah dengan Linear programming

dibantu dengan alat analisis software Lingo versi 8.0. Out put program Lingo adalah

mengoptimasi keuntungan dengan cara meminimalisasi penggunaan sumber daya

seminimum mungkin. Semakin tinggi nilai slack atau surplus dari suatu perlakuan

maka semakin optimal hasil yang diperoleh atau keuntungan yang diperoleh

semakin tinggi.

Berdasarkan hasil analisis Linear programmming diperoleh bahwa nilai

minimum biaya produksi adalah 0.237+08, artinya bahwa untuk memproduksi bibit

sebanyak yang diperoleh selama penelitian dibutuhkan biaya per stek sebesar 0.237

+ 08. Hal ini menunjukkan bahwa nilai efisiensi produksi dari kontrol sangat kecil

apabila mengambil keputusan memproduksi bibit tanpa menggunakan hormon

meskipun secara ekonomis masih menguntungkan.

Nilai slack atau surplus merupakan nilai dari fungsi tujuan untuk

meminimumkan biaya produksi. Semakin tunggi nilai slack atau surplus maka

semakin minimum biaya yang akan dikeluarkan. Nilai slack atau surplus

menunjukkan bahwa perlakuan tunggal auksin 25 ppm sebesar 60.554 berarti

apabila melaksanakan keputusan tersebut, maka diperoleh penambahan keuntungan

sebesar Rp. 282.970. Keuntungan maksimum yang diperoleh dari perlakuan ini

Page 83: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

54  

adalah sebesar 191.000, sehingga dengan demikian masih ada keuntungan lebih

sebesar Rp 91. 970 (Rp. 282.970-191.000).

Perlakuan kontrol, nilai slack atau surplusnya adalah Rp. 0. Hal ini

menunjukkan bahwa seluruh sumberdaya yang tersedia (terutama perlakuan

hormon) habis terpakai, sehingga dapat dikategorikan tidak efisien. Nilai slack atau

surplus tertinggi diperoleh dari perlakuan auksin 50 ppm sebesar Rp 67.206,19.

Print out hasil perhitungan menggunakan program Lingo dapat dilihat pada

Lampiran 6.

Pembahasan Umum

Inovasi sederhana perbanyakan bibit nenas perlu dikembangkan. Informasi

agronomis diperlukan untuk mendukung rekomendasi teknologi perbanyakan bibit

nenas. Teknik perbanyakan bibit secara in vivo berpeluang digunakan sebagai

alternative teknologi perbanyakan secara cepat, mudah dan sederhana. Pengujian

tingkat keberhasilan perbayakan bibit melalui teknik terseut belum pernah

dilakukan khususnya pada nenas jenis Smooth Cayenne klon GP-1.

Beberapa peubah sebagai penduga yang dapat dijadikan sebagai parameter

keberhasilan teknologi perbanyakan bibit secara in vivo di lapang, diantarannya

adalah persentase stek tumbuh (hidup), persentase stek berakar, tinggi bibit (vigor),

daya multiplikasi dan waktu produksi (mencapai bibit siap sebar). Selain peubah

teknis tersebut, juga diperlukan informasi kelayakan ekonomis dan efisiensi teknis

terutama penggunaan input (perlakuan) dengan berbagai sumber eksplan yang

digunakan.

Secara umum penelitian ini memperoleh informasi dan gambaran awal

tentang potensi teknologi perbanyakan bibit nenas yang mudah dilakukan melalui

stek basal daun, terutama pada nenas jenis Smooth Cayenne klon GP-1. Stek basal

daun asal batang dan mahkota berpotensi menghasilkan calon bibit yang berasal

dari tunas dorman yang ada disetiap ketiak daun nenas. Dalam kaitannya dengan

pemberian ZPT, menunjukkan bahwa pemberian auksin maupun sitokinin

umumnya tidak mampu meningkatkan daya multiplikasi dan kualitas bibit di

lapang. Berdasarkan analisa faktor tunggal peran sitokinin lebih terlihat

berpengaruh dibandingkan auksin pada semua peubah yang diamati.

Page 84: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

55  

Interaksi perlakuan auksin dan sitokinin baik pada sumber eksplan asal

batang maupun mahkota pada kisaran dosis 0-75 ppm umumnya tidak

menunjukkan pengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati, kecuali

berdasarkan faktor tunggal. Berdasarkan faktor tunggal, pengaruh perlakuan auksin

dan sitokinin pada stek daun asal batang hanya nyata pada tinggi tunas dan tinggi

bibit (12 MST) sedangkan pada stek basal daun asal mahkota nyata pada tinggi

tunas (8 MST), tinggi bibit, jumlah daun (18 MST), lebar daun, persentase stek

yang menghasilkan 2-3 tunas/eksplan dan waktu bertunas. Adanya perbedaan

respon antar kedua sumber eksplan diduga dipengaruhi oleh konsentrasi hormon

yang diberikan, jenis bahan yang digunakan serta kandungan zat/senyawa lainnya

seperti karbohidrat, nitrogen dan protein yang terdapat pada masing-masing eksplan

stek.

Berdasarkan respon masing-masing sumber eksplan, baik stek asal batang

maupun mahkota menunjukkan bahwa pemberian hormon pada konsentrasi tertentu

dapat bekerja maksimal atau efektif mempengaruhi karakter pertumbuhan stek di

lapang. Efek yang ditimbulkan dapat bersinergi (positif) dan juga dapat bersifat

antagonis (negatif) tergantung bahan atau sumber eksplan yang digunakan. Hal ini

terlihat pada peubah tinggi bibit, dimana peningkatan konsentrasi sitokinin pada

stek basal daun asal batang cenderung meningkatkan nilai rataan tinggi bibit

meskipun secara statistik tidak nyata. Pada stek basal daun asal mahkota justru

terjadi sebaliknya. Peningkatan konsentrasi sitokinin pada stek basal daun asal

mahkota cenderung menghambat perkembangan bibit. Pengaruh ini sudah terlihat

sejak awal dimana pertumbuhan tunas stek asal mahkota juga lambat dan kurang

berkembang.

Perbedaaan respon masing-masing sumber eksplan terhadap ZPT yang

diberikan menunjukkan bahwa pemberian sitokinin pada stek basal daun asal

batang masih belum optimum dan perlu ditingkatkan konsentrasinya. Berbeda

dengan stek asal mahkota, tidak perlu diberikan karena diduga dapat menyebabkan

toksik. Pemberian sitokinin dalam konsentrasi tinggi justru menekan pertumbuhan

bibit. Sitokinin yang masuk dari akar dapat menghambat kerja auksin seiring

dengan perkembangan tunas sehingga dapat mengganggu pertumbuhan bibit

selanjutnya (Campbell dan Reece, 2002).

Page 85: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

56  

Hal ini sejalan dengan pendapat Abidin (1990) dan Sulisbury & Ross (1995)

yang mengungkapkan bahwa efektifitas dan optimalnya penggunaan ZPT terhadap

tanaman tergantung jenis hormon, kadar hormon (konsentrasi) dan jenis tanaman

serta lingkungan. Kadar hormon yang terdapat dalam tanaman tergantung dari

bagian yang diambil dan dipengaruhi oleh umur dan apabila diberi perlakuan ZPT

jika dosisnya tepat maka bermanfaat bagi perkembangan tanaman (Gunawan,

1988).

Saat ini, hipotesis yang menerangkan regulasi hormonal pada tanaman

menunjukkan bahwa auksin dan sitokinin dapat bekerja secara antagonis dan

sinergis dalam mengatur pertumbuhan tanaman. Kadar hormon endogen yang

berbeda pada setiap eksplan (bahan) akan mempengaruhi respon suatu eksplan yang

digunakan terutama akibat pemberian zat pengatur tumbuh, meskipun sumber

eksplan stek tersebut ditanam pada media yang sama. Zat pengatur tumbuh pada

konsentrasi tertentu dapat menghambat kerja hormon endogen yang terdapat pada

stek dan menggangu pertumbuhan dan perkembangan tunas (Campbell dan Reece,

2002).

Umumnya, sumber eksplan stek basal daun asal batang dan mahkota

sebagian besar telah bertunas pada 4 MST (Minggu Setelah Tanam) meskipun tidak

merata. Stek basal daun yang lebih cepat bertunas menghasilkan pertumbuhan bibit

yang lebih cepat. Hingga pengamatan terakhir (20 MST), nilai rataan tinggi tunas

asal stek batang lebih tinggi dibanding asal mahkota. Berdasarkan hasil ekstrapolasi

data diperoleh waktu optimum yang dibutuhkan untuk mencapai tinggi bibit sesuai

kriteria kultur jaringan yaitu 15 cm. Nilai rata – rata waktu yang dibutuhkan stek

asal batang untuk mencapai kriteria tersebut adalah 28-33 MST sedangkan stek asal

mahkota adalah 31-40 MST. Bila dibandingkan antar kontrol, perbedaaan waktu

keduanya sekitar 3 minggu meskipun secara statistik (uji T) tidak berbeda antar

kedua sumber eksplan. Hasil uji T antara perlakuan ZPT pada batang dan mahkota

tersaji pada Tabel 21.

Page 86: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

57  

Tabel 21.Hasil uji T Perlakuan Auksin dan Sitokinin pada Batang Vs Auksin dan Sitokinin pada Mahkota terhadap Tinggi Bibit, Persentase Stek Tumbuh, Stek Berakar, Waktu Bertunas, Waktu Produksi Bibit Mencapai 15 cm serta Total Jumlah Tunas per Satuan Percobaan.

Peubah Nilai tengah (Mean) Respon Batang Mahkota

Tinggi bibit (cm) 9.07 7.36 ** Persentase stek tumbuh (%) 52.16 65.23 ** Persentase stek berakar (%) 32.68 56.07 ** Waktu bertunas (MST) 8.95 8.85 tn Waktu produksi bibit mencapai 15 cm (MST) 31.33 34.5 tn Total jumlah tunas 5.88 9.51 **

Keterangan : tn : tidak nyata, ** : Berbeda sangat nyata (α = 5 %)

Hasil uji T menunjukkan bahwa respon stek basal daun asal batang dan

mahkota terhadap perlakuan ZPT berbeda sangat nyata pada peubah tinggi bibit,

persentase tumbuh, persentase stek berakar dan total jumlah tunas yang dihasilkan.

Waktu yang dibutuhkan kedua sumber stek hingga bertunas tidak nyata dan relatif

sama, demikian juga halnya dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh

standart tinggi bibit 15 cm.

Nilai rataan tinggi bibit stek asal batang lebih tinggi dibandingkan stek asal

mahkota. Hasil uji T menunjukkan bahwa nilai rataan tinggi tunas yang dihasilkan

oleh kedua eksplan stek berbeda nyata. Nilai rataan tinggi bibit asal batang adalah

9.07 cm sedangkan asal mahkota adalah 7.36 cm. Hal ini diduga terkait dengan

rasio C/N dan hormon yang terkandung dalam potongan masing-masing sumber

eksplan stek. Berdasarkan hasil analisis kimia diperoleh kandungan karbohidrat

pada batang sekitar 15.42 % (w/w) sedangkan pada mahkota 5.11 % (w/w).

Kandungan nitrogen pada stek asal batang sekitar 0.11 % (w/w) sedangkan stek

asal mahkota 0.37 % (w/w). Kandungan protein pada stek basal daun asal batang

sekitar 0.61 % sedangkan pada stek basal daun asal mahkota sekitar 2.33 %.

Perbedaan tersebut mengakibatkan respon perlakuan ZPT eksogen menjadi berbeda

sehingga mempengaruhi perkembangan stek di lapang.

Karbohidrat berperan penting dalam proses metabolisme stek karena akan

menghasilkan energi yang kemudian digunakan untuk pertumbuhan akar dan tunas.

Kemampuan stek membentuk tunas dan akar dipengaruhi oleh kandungan

karbohidrat dan keseimbangan hormon yang tercermin pada C/N rasio (Sulisbury

Page 87: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

58  

dan Ross, 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai C/N stek asal batang

lebih tinggi dibandingkan stek asal mahkota. Kandungan karbohidrat yang lebih

tinggi pada stek nenas cenderung menghasilkan pertumbuhan bibit yang juga

tinggi. Hal tersebut tercermin dari hasil penelitian dimana pada stek basal daun asal

batang menghasilkan nilai rataaan tinggi bibit yang lebih besar dibandingkan bibit

asal stek basal daun asal mahkota.

Kemampuan Hartmann dan Kester (1983) menyatakan bahwa stek yang

diambil dari bagian tanaman dengan rasio karbohidrat dan nitrogen yang tinggi

akan merangsang pembentukan akar yang lebih cepat dan banyak sedangkan rasio

karbohidrat dan nitrogen yang rendah hanya akan mempercepat pertumbuhan tunas.

Berdasarkan teori tersebut seharusnya persentase stek berakar asal stek batang lebih

tinggi dibandingkan asal mahkota tetapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya.

Keberadaan kandungan rasio karbohidrat dan nitrogen yang lebih tinggi pada

tanaman nenas tidak mendorong pembentukan perakaran melainkan tunas. Selain

berdasarkan data kuantitatif, hal ini juga dapat dibuktikan secra visual di lapang

dimana organ mahkota yang ditanam utuh pada media yang sama tanpa perlakuan

ZPT ternyata lebih cepat menghasilkan akar dibandingkan potongan batang pada

dua MST. Fenomena tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pembentukan akar diduga lebih dipengaruhi oleh keberadaan senyawa

endogen yang terdapat pada masing–masing eksplan stek terutama kandungan

protein dan hormon endogen IAA. Gunawan (1988) menyatakan bahwa tingkat

atau kandungan hormon dan senyawa lainnya dalam eksplan tergantung dari bagian

tanaman yang diambil, jenis tanamannya, dan juga dipengaruhi oleh musim dan

umur tanaman. Terkait hal tersebut, adanya perbedaan respon antar kedua sumber

eksplan stek diduga karena jaringan meristematik stek basal daun asal batang telah

terdifrensiasi menjadi akar-akar aksilar selama pertumbuhan di lapang sehingga

inisiasi perakaran baru menjadi sulit. Hal ini sesuai dengan pendapat Leopad dan

Kriedeman (1975) bahwa pada eksplan batang tua sulit mengalami difrensiasi

membentuk akar atau tunas baru karena jaringan merismatiknya telah

terdifrensisasi sebelumnya membentuk organ.

Indikator lain yang dapat dijadikan patokan keberhasilan perbanyakan bibit

nenas melalui stek basal daun adalah persentase stek yang berhasil tumbuh.

Page 88: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

59  

Berdasarkan nilai rataan persentase stek yang tumbuh asal mahkota lebih tinggi

dibandingkan dengan stek asal batang. Berdasarkan analisis faktor tunggal,

persentase tumbuh stek basal daun asal batang sekitar 49.54 % sedangkan stek

basal daun asal mahkota sebesar 77.82 %. Hasil ini jelas menunjukkan bahwa

tingkat keberhasilan stek asal mahkota jauh lebih tinggi dibandingkan asal batang.

Rendahnya tingkat keberhasilan stek asal batang diduga akibat stek banyak yang

busuk akibat terserang cendawan. Proses sterilisasi yang dilakukan masih kurang

efektif karena diduga sumber penyakit sudah terbawa sejak dari lapang (soil born)

dan telah terinduksi ke dalam jaringan sel batang. Kontaminasi ini diduga karena

organ batang yang digunakan sebagi sumber eksplan posisinya berada dekat dengan

permukaan tanah. Berbeda halnya dengan stek asal mahkota, bahan eksplan relatif

lebih steril karena posisi mahkota berada jauh diatas permukaan tanah. Mahkota

berada dibagian atas buah sehingga peluang terjadinya kontaminasi dari penyakit

tular tanah hampir tidak ada.

Asumsi lain yang diduga menyebabkan tingkat keberhasilan perbanyakan

bibit menggunakan stek basal daun asal batang lebih rendah daripada asal mahkota

adalah terkait jumlah konsentrasi hormon endogen terutama auksin dan protein

yang terkandung dalam masing-masing sumber stek. Kandungan auksin dan protein

pada mahkota lebih tinggi dibanding pada batang (Eries, 2005). Pada mahkota

kandungan auksin endogennya sekitar 12.099 ppm sedangkan pada batang hanya

mengandung sekitar 0.278 ppm. Kandungan protein pada potongan eksplan stek

basal daun asal batang adalah 0.61 % (w/w) sedangkan pada mahkota 2.33 %

(w/w). Data hasil analisis kandungan protein, karbohidrat dan nitrogen dapat dilihat

pada Lampiran 3.

Keberhasilan aplikasi hormon eksogen dalam perbanyakan bibit nenas

secara stek basal daun diduga tidak terlepas dari peran senyawa protein yang

terdapat dalam jaringan masing-masing sumber eksplan. Berdasarkan hasil analisis

protein, menunjukkan bahwa stek basal daun asal batang empat kali lebih rendah

dibandingkan kandungan protein dalam stek basal daun asal mahkota. Perbedaan

yang sangat signifikan ini diduga terkait dengan peranan auksin dalam metabolisme

asam nukleat (Devlin, 1975). Dalam berbagai tanaman dan bagian tanaman, auksin

menyebabkan dan mendorong sintesis RNA dan protein (Weaver, 1972). Akibatnya

Page 89: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

60  

akan mempengaruhi proses diferensiasi organ vegetative terutama proses

metabolisme pembentukan akar dan tunas.

Efektivitas hormon yang diberikan pada stek diduga dipengaruhi oleh

protein, terutama protein carier yang dikendalikan oleh protein transport (PIN)

(Vanneste, 2009). Proses sinyalisasi auksin atau transkripsi auksin dikendalikan

oleh gen AUX atau IAA untuk membentuk organ. Penelitian terbaru menunjukkan

bahwa dinamika auksin pada apeks (dalam hal ini mata tunas) menunjukkan bahwa

gen PIN bekerja mengarahkan auksin dalam jaringan meristem dan ketika kadar

auksin mencapai ambang batas (setelah pemberian hormon eksogen), maka PIN

akan melakukan reorientasi auksin ke tempat inisiasi organ sehingga organ akar dan

tunas baru dapat terbentuk. Disamping itu, hormon dapat bekerja efektif ketika

komunikasi antar sel terjadi dengan adanya peran beberapa gen pengkode dan

protein pembawa AUX yang bekerja dalam waktu singkat dalam proses signaling

(Vert et al. 2008).

Hasil uji T, menunjukkan bahwa perlakuan ZPT (auksin dan sitokinin) pada

masing-masing stek tidak mempengaruhi waktu bertunas. Hal ini menunjukkan

bahwa pemberian auksin dan sitokinin tidak mampu mempercepat munculnya tunas

atau memecahkan dormansi mata tunas yang terdapat pada tiap ketiak daun asal

batang dan mahkota. Pemberian ZPT auksin dan sitokinin juga tidak mampu

mempercepat pertumbuhan tunas hingga mencapai 15 cm. Pemberian ZPT pada

stek basal daun asal mahkota justru berpengaruh negative pada pertumbuhan stek

dan menyebabkan stek semakin lambat bertunas. Hal ini diduga akibat konsentrasi

yang diberikan terlalu tinggi.

Berdasarkan nilai rataan untuk beberapa peubah seperti tinggi tunas, tinggi

bibit, lebar daun, panjang akar, jumlah tunas per stek dan waktu bertunas

(mempercepat) pada stek basal daun asal batang cenderung menunjukkan trand

meningkat meskipun secara statistik tidak nyata. Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian ZPT pada stek asal batang belum optimal dan konsentrasinya perlu

ditingkatkan. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh stek basal daun asal mahkota,

dimana nilai rataan dari beberapa peubah yang diamati menunjukkan trand

menurun ketika konsentrasi ZPT ditingkatkan kecuali persentase stek berakar.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat diduga bahwa pemberian ZPT khususnya

Page 90: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

61  

sitokinin pada stek asal mahkota tidak perlu diberikan. Potensi tumbuh dan

berkembangnya mata tunas pada stek basal daun asal mahkota dapat maksimal

meskipun tanpa asupan nutrisi dari luar. Hal ini disebabkan kandungan senyawa

endogen yang terdapat pada setiap potongan stek basal daun asal mahkota diduga

telah cukup.

Keberhasilan teknologi perbanyakan tidak hanya dilihat berdasarkan

kemampuan multiplikasinya, namun juga memperhatikan kualitas bibit yang

dihasilkan seperti vigoritas. Vigoritas merupakan salah satu indikator yang

menunjukkan kualitas bibit. Keberadaan akar pada stek merupakan organ penting

yang harus diperhatikan karena akar berperan untuk menopang pertumbuhan stek

sehingga mempengaruhi vigoritas bibit di lapang. Bibit yang berkualitas dihasilkan

dari perakaran yang baik. Percobaan ini menunjukkan bahwa meskipun akar belum

terbentuk, namun tunas tetap tumbuh karena stek masih mendapat asupan nutrisi

yang terdapat dalam potongan basal daun.

Keberadaan akar akan menjadi sangat penting ketika fase perkembangan

tunas (kuncup tunas) mulai membentuk daun sempurna. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa stek basal daun asal mahkota lebih dahulu menghasilkan akar

dibandingkan asal batang. Pembentukan akar pada stek dimulai dengan adanya

proses metabolisme yang melibatkan cadangan nutrisi dan hormon yang terdapat

dalam potongan stek sehingga menghasilkan energi. Selanjutnya energi tersebut

mendorong pembelahan sel dan membentuk perakaran. Tingginya kandungan

hormon auksin dan protein yang dimiliki mahkota diduga berpengaruh terhadap

kecepatan pembentukan perakaran. Hal ini terbukti dengan potongan mahkota yang

ditumbuhkan dalam media yang sama lebih cepat berakar dibandingkan potongan

asal batang pada 2 MST. Berdasarkan pengamatan secara visual menunjukkan

bahwa stek yang lebih dahulu berakar atau banyak menghasilkan akar tampak lebih

vigor dibandingkan stek yang sedikit atau tidak memiliki akar. Perbedaan ini dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Nilai rata-rata persentase stek berakar dari perlakuan auksin cenderung lebih

tinggi dibandingkan sitokinin. Pada ekaplan stek asal mahkota terlihat bahwa

semakin tinggi konsentrasi auksin yang diberikan maka semakin tinggi juga

persentase stek berakar yang dihasilkan, namun tidak demikian halnya pada stek

Page 91: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

62  

basal daun asal batang. Nilai rataan persentase stek berakar tertinggi yang diperoleh

dari perlakuan auksin pada mahkota adalah 71.24 % dan sitokinin adalah 66.66 %

sedangkan kontrol (tanpa perlakuan) sebesar 55.83 %. Nilai rataan persentase stek

berakar yang diperoleh dari perlakuan auksin pada stek basal daun asal batang

adalah 31.44 - 35.05 %, sedangkan perlakuan sitokinin sekitar 31.66-33.38 %. Hal

ini sesuai dengan pendapat (Dwidjoseputro (1978); Widianto (1988); Kusumo

(1990), yang mengemukakan bahwa manfaat dari hormon sangat tergantung dari

bahan dan konsentrasi yang diberikan, jika konsentrasinya tepat akan sangat

membantu dan diperoleh perakaran yang baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat yang lebih

tinggi atau C/N tidak selalu menyebabkan stek lebih muda berakar. Hal ini terbukti

dengan hasil persentase stek yang bertunas dan berakar dari stek basal daun asal

batang lebih rendah dibandingkan mahkota. Kandungan karbohidrat yang

terkandung dalam potongan stek basal daun asal batang hampir tiga kali lipat

dibandingkan asal mahkota. Kandungan karbohidrat dalam potongan eksplan stek

basal daun asal batang sekitar 15.42 % (w/w) sedangkan mahkota 5.11 % (w/w).

Na’iem (2000) menyatakan bahwa keberhasilan stek tanaman tergantung beberapa

faktor yakni, faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah kondisi

fisiologi stek, umur stek waktu pengambilan stek dan ZPT endogen. Adapun faktor

luar antara lain adalah media, suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan hama

penyakit.

Dalam kaitannya dengan faktor dalam, penelitian ini menduga bahwa

keberadaan hormon endogen sangat mempengaruhi respon ZPT yang diaplikasikan.

Terbukti dengan adanya perbedaan perkembangan fisiologis yang dihasilkan oleh

masing-masing eksplan (asal batang dan mahkota) dalam mesponnya pemberian

hormon. Perbedaan ini diduga tidak hanya dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh

endogen, melainkan juga dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh yang diberikan

pada konsentrasi tertentu. Kadar hormon endogen yang berbeda pada setiap eksplan

akan mempengaruhi respon fisiologis stek terhadap pemberian zat pengatur

tumbuh, meskipun eksplan tersebut ditanam dalam media yang sama. Abidin

(1982) menyatakan bahwa kadar hormon dalam stek tanaman bervariasi.

Page 92: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

63  

Penambahan auksin dan sitokinin eksogen dapat mengubah kadar hormon endogen

yang dikandung eksplan atau tumbuhan (Salisbury & Ross, 1995).

Hingga pengamatan terakhir, ditemukan adanya keragaan perkembangan

stek di lapang, baik yang berasal dari stek basal daun asal batang maupun asal

mahkota. Beberapa stek yang hidup ditemukan ada yang hanya berakar tanpa

bertunas, sebagian lagi ada yang bertunas tetapi tidak berakar. Adanya stek yang

hidup tetapi tidak bertunas dan sebaliknya berakar tetapi tidak bertunas diduga

adanya akibat ketidakseimbangan hormon endogen yang terdapat pada masing-

masing potongan stek. Pertumbuhan stek yang normal adalah stek yang tumbuh

memiliki akar dan tunas. Keragaan perkembangan stek basal daun dapat dilihat

pada Lampiran 4.

Dalam upaya meningkatkan jumlah tunas per stek melalui sistem

perbanyakan bibit secara in vivo diharapkan mampu menghasilkan bibit dalam

jumlah yang lebih banyak dengan cepat. Usaha untuk meningkatkan proliferasi

tunas dapat dilakukan melalui perlakuan berbagai taraf hormon sitokinin. Secara in

vitro, Sitokinin sangat berperan dalam meningkatkan tingkat proliferasi tunas.

Sitokinin berperan aktif sebagai pengendali aktivitas meristem tunas (Miyawaki et

al. 2006) dan kekurangan sitokinin akan mengurangi aktivitas meristem apikal

tunas (SAM) (Warner et al. 2003).

Hasil yang diperoleh melalui teknik perbanyakan bibit secara in vivo

menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi sitokinin hingga 50 ppm dapat

meningkatkan jumlah nodul pada stek yang bertunas kecil dan tidak efektif

diberikan pada stek yang berukuran tunas sedang dan besar. Hal ini sesuai pendapat

George & Sheington (1984) yang mengatakan bahwa konsentrasi sitokinin yang

tinggi dapat menginduksi jaringan untuk membentuk kalus atau nodul pada fase

awal pertumbuhan karena pada saat itu sel-sel tanaman sangat aktif membelah. Sel-

sel dari bagian tanaman yang masih juvenile memiliki pertumbuhan kalus yang

lebih tinggi dibandingkan jaringan dewasa (Armini et al. 1991).

Berdasarkan pertimbangan karakter morfogenetik yang dihasilkan oleh

masing-masing sumber eksplan, maka ada 4 kategori utama yang mendukung

keberhasilan perbanyakan bibit dengan teknik ini yaitu, tinggi bibit (vigor),

persentase bertunas, kecepatan tumbuh dan persentase stek barakar serta jumlah

Page 93: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

64  

tunas yang dihasilkan. Berdasarkan hasil uji T menunjukkan bahwa stek basal daun

asal mahkota lebih unggul dibandingkan dengan stek asal batang sehingga perlu

pengujian lebih lanjut dari segi kelayakan ekonomisnya/analisis finansialnya.

Berdasarkan hasil analisis B/C ratio, tehnik perbanyakan stek asal mahkota

layak digunakan untuk perbanyakan bibit nenas karena memiliki nilai B/C ratio >

1. Pemberian hormon tumbuh (ZPT) pada stek basal daun asal batang tidak perlu

karena tidak berdampak negatif terhadap nilai kelayakan produksi bibit. Meskipun

tanpa menggunakan ZPT (kontrol), perbanyakan dengan sistem ini tetap layak

dilakukan karena B/C rasio >1.

Dalam upaya meningkatkan keuntungan dengan cara meminimalisasi biaya

produksi dapat dianalisis menggunakan program Linear Programming, dimana

seluruh komponen biaya terutama penggunaan bahan utama yang dialokasikan

secara tepat akan memperoleh efisiensi produksi maksimum. Berdasarkan uji

efisiensi, pemberian auksin 25 ppm dan 50 ppm tanpa sitokinin pada stek basal

daun asal mahkota adalah kombinasi input yang paling optimal untuk

memperoduksi bibit. Hal ini disebabkan pemberian auksin pada taraf tersebut

mampu meningkatkan atau menghasilkan jumlah tunas yang lebih banyak

dibandingkan sitokinin dan kontrol. Sebanyak 21.66 % stek basal daun asal

mahkota mampu menghasilkan tunas ganda atau atau menghasilkan 2-3 tunas per

stek.

Page 94: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 95: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian ZPT auksin dan sitokinin pada stek basal daun asal batang

tidak mampu meningkatkan keberhasilan perbanyakan bibit nenas, namun

berpotensi digunakan sebagai bahan alternatif perbanyakan bibit nenas secara in

vivo. Keberhasilan penunasan pada stek basal daun asal batang lebih dipengaruhi

oleh kadar karbohidrat yang terdapat dalam jaringan stek. Pemberian taraf

konsentrasi auksin dan sitokinin yang diberikan hanya mempengaruhi tinggi

tunas. Peningkatan konsentrasi auksin hingga 50 ppm menekan pertumbuhan

tunas sebaliknya peningkatan konsentrasi sitokinin hingga 50 ppm dapat memacu

pertumbuhan tunas.

Pemberian ZPT auksin dan sitokinin pada stek basal daun asal mahkota

mampu meningkatkan keberhasilan perbanyakan bibit nenas melalui peningkatan

persentase stek berakar dan jumlah tunas. Kemampuan stek berakar dan bertunas

dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam jaringan stek.

Taraf konsentrasi auksin 50 ppm mampu meningkatkan persentase stek yang

berakar dan persentase jumlah stek yang menghasilkan 2-3 tunas per eksplan.

Sebaliknya, berdasarkan peubah tinggi dan lebar daun, pemberian taraf sitokinin

hingga 75 ppm justru menghambat pertumbuhan bibit dan waktu bertunas.

Dalam penelitian ini tidak ada pengaruh interaksi antara auksin dan

sitokinin pada seluruh peubah yang diamati, baik pada stek basal daun asal batang

maupun pada stek basal daun asal mahkota.

Dalam penelitian ini diperoleh interaksi antara perlakuan sitokinin dengan

ukuran mata tunas yang dihasilkan oleh stek basal daun asal mahkota. Interaksi

perlakuan sitokinin 25 dan 50 ppm dengan menggunakan mata tunas kecil dapat

meningkatkan jumlah persentase stek yang bernodul dan jumlah nodul.

Berdasarkan kajian efisiensi ekonomis, perlakuan yang paling optimum

adalah pemberian Auksin 50 ppm pada stek basal daun asal mahkota.

Perbanyakan bibit nenas secara in vivo dengan menggunakan stek basal daun asal

mahkota lebih baik dibandingkan asal batang.

Page 96: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

66

 

Saran

1. Produksi bibit nenas Smooth Cayenne klon GP-1 dapat dilakukan dengan

menggunakan stek basal daun asal batang dan mahkota tanpa harus

menggunakan hormon (ZPT).

2. Perlu penelitian lanjutan pada stek basal daun asal batang dengan

menggunakan konsentrasi sitokinin > 75 ppm.

3. Perlu penelitian lanjutan pada stek basal daun asal mahkota dengan

meningkatkan konsentrasi auksin >50 ppm dan sitokinin < 25 ppm.

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai embriogenik nodul yang dihasilkan

pada percobaan ketiga dan tambahan perlakuan beberapa taraf konsentrasi

auksin.

5. Dalam rangka meningkatkan keberhasilan pembentukan nodul atau kalus

sebaiknya menggunakan mata tunas yang berukuran kecil.

6. Stek basal daun asal mahkota lebih ekonomis dan efesien digunakan untuk

memperbanyak bibit nenas Smooth Cayenne secara in vivo.

Page 97: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

67

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1983. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.

Adiniya, S., Monomoto K, Moromizato. Z, Molomura.K., 2004. The use of CPPU for efficient propagation of pineapple. Scienta Horticulturae 100 (7-14).

Akasaka Y, Daimon H, Mii M. 2000. Improved plant regeneration from cultured leaf segments in peanut (Arachis hypogeae L.) by limited exposure to thidiazuron. Plant Sci. 156:169-175.

Arteca, R.N. 1996. Plant Growth Subtances, Principles and Applications. Chapman & Hall. 332 p.

Brewbaker, J. L and Gorrez D. D. 1967 Genetic self-incompatibility in the monocot genera, Ananas (pineapple) and Gasteria. Am. J. Bot. 54(5): 611-616.

Catala, C., J. K. C. Rose, and A. B. Bennett. 2000. Auxin-Regulated Genes Encoding Cell Wall-Modifying Proteins are Expressed During Early Tomato Fruit Growth-Plant dalam Aslamyah, S. 2002. Peranan Hormon Tumbuh dalam Memacu Pertumbuhan Algae. IPB. Bogor.

Campbell, N. A. and J. B. Reece. 2002. Biology. Sixth Edition, Pearson Education. Inc.San Francisco. 802-831.

Chang C, and Chang W. 2000. Effect of thidiazuron and N6-benzylaminopurine on shoot regeneration of Phalaenopsis. Plant Growt Regul. 16:99-101.

Choirul E. D., Djamhari. 1988. Koperasi dalam era efesiensi Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi. Departemen Koperasi. Jakarta.

Coelho, R.I., Lopes. J.C. 2007. Smooth Cayenne pineapple crown on the yield of suckers type planting material. Ciênc. agrotec., Lavras, v. 31, n. 6, p. 1867-1871.

Collins, J.L. 1960. The Pineapple. Leonard Hill Ltd., London.

Coronel RE and Verheij EWM. 1997. Prosea. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara (Buah-buah yang dapat dimakan). PT Gramedia pustaka utama. 586p.

Dass, H.C., Sohi, H.S., Reddy, B., Prakash, G.S. 1984. Vegetative multiplication by leaf cutting of crowns in pineapple (Ananas comosus L.). Current Science, 46 (7), p241-242.

Daisy, P. S. H., Wijayanti dan Ari. 1994. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara modern. Kanisus, Yogyakarta.

De Klerk, G.J., W.V.D. Kreiken, and J.C. De Jong. 1999. The formation of adventitious roots: new concepts, new possibilities.In Vitro Cell. Dev. Boil.-Plant. 35: 189-199.

Devlin, R.M. 1975. Plant Physiology. Third edition. Van Nostrand Co. New York. 600 p.

Page 98: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

68

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 1994. Penuntun Budidaya Holtikultura (Nanas). Proyek Peningkatan Produksi Tanaman Pangan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Propinsi Daerah Tingkat I Bengkulu. 238p.

Dwijoseputro, D. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Jakarta : PT. Gramedia.

Elfiani. 2011. Peningkatan Efesiensi Produksi Bibit Nenas Hasil Kultur Jaringan Melalui Aplikasi GA3 dan Pupuk Nitrogen Pada Daun.Tesis. Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 60 hal.

Eries D M. 2005. Analisis Pola Hubungan Antar Bahan Perbanyakan Vegetatif Nenas Subang Berdasarkan Morfologi, Isoenzim dan Fitohormon. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 46 hal.

FAO. 2012. FAO Statistical database. http://faostat.fao.org. [10 Maret 2012].

Fambrini, M., Cioini. G., Conti. A., Michelotti. V., Pugliesi. C. (2003). Origin and Development In Vitro of Shoot Buds and Somatic Embryos from Intact Roots of Helianthus annuus x H. tuberosus. http://aob.oxfordjournals cgi/content/abstract/92/1/.org/ 145.pdf.(diakses April 2012).

Fiorino P and Loreti F. 1987. Propagation of fruit trees by tissue culture in Italy. HortScience 22:353-358

George, E. F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant propagation by tissue culture. Handbook and directory of comercial laboratories. Exegetic Ltd., Eversley, Basingtoke, England. 709 p.

Glennie, J.D. 1981. Pineapple slip production using the morphactin multi-prop applied after flower induction with different chemicals. Aust. J. Exp. Agric. Anim. Husb. 21, 124–128.

Harjadi, S. 1979. Pengantar agronomi. Gramedia, Jakarta

Harjadi, S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh : Pengenalan dan Petunjuk Penggunaan pada Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hal.

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies and R. L. Geneve. 1997. Plant

propagation principles and practices. 6th ed. Prentice Hall. Englewood Cliffs, N.J.

Hartmann, H. T., D. E. Kester and F. T. Davies Jr. 1990. Plant Propagation, Principles and Practice (Ed.) 4. Prentice Hall, Inc. Englewood. New Jersey. 578 p.

Hartmann and Kester. 1984. Plant Propagation Principle and Practice. Prentice- Hall of India Private Limited. New Delhi. 662 p.

Hepton, A. 2003. Cultural System. P.109-140. In : D.P. Bartholomew, R.E. Paull, dan K.G. Rohrbach (Eds). The Pineapple : Botany, Production, and Uses. CABI Publishing. Wallingford.

Heenkenda, H.M.S. 1993. Effect of plant size on sucker production in ‘Mauritius’ pineapple by mechanical decapitation. Acta Hort. 334, 331–336.

Husniati, 2010. Pengaruh Media Tanam dan Konsentrasi Auksin terhadap Pertumbuhan Stek Basal Daun Mahkota Tanaman Nenas (Ananas comosus

Page 99: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

69

L. Merr) cv Queen. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 58 hal.

Jones, B. et al. (2010). Cytokinin regulation of auxin synthesis in Arabidopsis involves a homeostatic feedback loop regulated via auxin and cytokinin signal transduction. Plant Cell. 22, 2956–2969.

Karjadi A.K., Buchory A. 2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap Pertumbuhan Jaringan Meristem Bawang Putih pada Media B5. Jurnal Hort.17. 3: 217-223.

Keetch, D.P., Dalldorf, E.R. 1980. The use of chlorflurenol methylester for the vegetative propagation of the Smooth Cayenne pineapple. Citrus Subtrop. Fruit J. 602, 14–18.

Kudo, M., Koga, Y. 1981. Induction of foliar buds by morphactin treatment of flower bud of pineapple (Ananas comosus Merr.). Jpn. J. Breed. 31, 261–272.

Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna. Bogor. 73.

Lee, C.K., Tee, T.S. 1978. Planlet Quartering-A rapide propagation technique in pineapple. XX th International Congress, Sydney, Australia.

Lee, Dong Ju. 2002. The regulation of Korean Radish Cationic Peroksidase Promoter by Low Ratio of Cytokinin to Auxin. Plant Science 162 (2002) 345-353.

Leal F and Coppens G. 1996. Pineapple. In J. Janick, and J.N. Moore (eds.). Fruit Breeding Volume I. Tree and Tropical Fruit. John Wiley, and Son Inc. New York, p : 515-557.

Leopold, A.C., and P.E. Kriedeman. 1975. Plant growth and

development. Tata Mc.Graw Hill Book Co. Ltd. New Delhi.

LMAA IPB. 2001. Indutry Review Nenas. IPB. Bogor.

Macluskie, H. 1939. Pineapple propagation, a new method in Sierra Leone. Trop. Agric. 16, 192–193.

Marcier H, Souza BM, Kraus JE, Hamasaki RM, Sotta B. 2003. Endogenous auxin and cytokinin contents associated with shoot formation in leaves of pineapple cultured in vitro. Braz. J. Plant Physiol 15: 107-112

Mathews, V.H., Rangan, T.S. 1979. Multiple plantlets in lateral bud and leaf explant in vitro cultures of pineapple.

Miswanto W, Winarno W,1993. Analisis Manajemen Kuantitatif dengan QSB. STIE. YKPN Yogyakarta.

Miyawaki, K. et al. (2006). Roles of Arabidopsis ATP/ADP isopentenyl-transferases and tRNA isopentenyltransferases in cytokinin biosynthesis. Proc. Natl Acad. Sci. U S A. 103, 16598–16603.

Page 100: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

70

Naibaho, N., K. Darma, Sobir, dan R. Suhartanto. 2008. Perbanyakan Massal Bibit Nenas dengan Stek Daun. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, LPPM-IPB. Bogor. 19 hal.

Nakasone, H.Y., Paull, R.E. 1999. Tropical fruits. CAB International. London. P.292-327.

Napitupulu, R.M. 2006. Pengaruh Bahan Stek dan Dosis Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F terhadap Keberhasilan Stek Euphorbia milii. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 33 hal.

Ni’em, M. 2000. Prospek Pertumbuhan Klon Jati di Indonesia. Seminar Nasional. Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Gajah Mada. Yogyakarta.

Pangestu S., Marwan A, dan Handoko T. H. 2000. Dasar-Dasar Operation Research, Yogyakarta: PT. BPFE-Yogyakarta.

Pierik, R. L. M. 1987. In Vitro culture of higher plants. Martinus Nijhoff Publishers. Netherland. 344 p.

[PKBT] Pusat Kajian Buah Tropika. 2009. Pengembangan Produksi Nenas. Laporan Akhir Rusnas. Pengembangan Buah-buahan Unggulan Indonesia. IPB. Bogor.

Prihatman, K. 2000. Budidaya Pertanian (Nenas). Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS. Jakarta. 17 hal.

Pracaya. 1982. Bertanam Nenas. P.T. Swadaya, Jakarta; 94p.

Py, C., Lacoeuilhe., J.J., Teisson, C. 1987. The Pineapple, Cultivation and Uses. G.P. Maisonneuve and Larose, Paris.

Rampant, Odile Faivre.,Kevers, Claire.,Gaspar, Thomas. 2000. IAA-Oksidase activity and auxin protector in nonrooting, rac, Mutant Shoot Tobacco in Vitro. Plant Science 153 (2000) 73-80.

Reveliotis, S. 1997. An Introduction to Linear Programming and Simplex Algorithm. Httt://.isye.gatech.edu/Spyros/LP/LP.html. [Maret 2012].

Rohrbach, KG, Leal, F and Coppens d’Eeckenbrugge, G. 2003. History, distribution and world production. In: Bartholomew, DP, Paull, RE and Rohrbach, KG (eds) The Pineapple:Botany, Production and Uses. CABI Publishing, Oxon, UK, pp 1-12.

Rogers, Carl. (1987). On Encounter Groups. New York : Harrow Books, Harper and Row, ISBN 006-087045-1

Rogers, C. R. (1980). A Way of Being. Boston : Houghton Mifflin. A collection of articles and pieces said to be a coda to On Becoming a Person.

Rosmaina. 2007. Optimasi BA/TDZ dan NAA untuk Perbanyakan Massal Nenas (Ananas comosus L. (Merr) Kultivar Smooth Cayenne Melalui Tehnik In Vitro. Tesis. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 71 Hal.

Page 101: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

71

Sanford, W.G., Ravoof, A.A. 1971. Growth regulator may speed pineapple propagation. Hawaii Farm Sci. 20, 8–9.

Samson JA. 1980. Tropical Agriculture Series: Tropical Fruits. Longman. London dan New York, 250p.

Skoog, F. Miller. (1957) Chemical regulation of growth and organ formation in plant tissues cultured in vitro. Symp Soc Exp Biol 54:118–130.

Sebanek, J and T. Jesko. 1990. Hormonalcontrol of growth and development of the root and the shoot in Kolek, J. & V. Kozinka. 1989. Physiology of the plant root system. Kluwer Academic Publisher. The Netherlands: 27-30.

Seow, K.K., Wee, Y.C. 1970. The leaf bud methode of vegetative propogation in pineapple. Malaysian Agricultural Journal, 47,p 499-507.

Shinichi A., Koya Minemoto.,Zenichi Moromizato., Keiji Molomura. 2003. The use of CPPU for Efecient Propogation of Pineapple. Scientia Horticultura. 100 p. 7-14.

Singh, H.P., Yadav, I.S. 1980. Ways of quick multiplication of pineapple. Indian Hort. 25, 7–10.

Soedibyo, M.T. 1992. Pengaruh umur petik buah nenas Subang (Ananas comosus L. Merr) terhadap mutu. J. Hort.2 (2); 36-42.

Solihati. 2010. Pengaruh Media Tanam dan Konsentrasi Auksin terhadap Pertumbuhan Stek Basal Daun Mahkota Tanaman Nenas (Ananas comosus L. Merr) cv. Queen. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 66 hal.

Sudarmonowati E., Priadi, D., S. Jitno Rijadi. 2002. Kriopreservasi Kultur In Vitro Embrio Zigotik dan Anthera Serta Polen Beberapa Jenis Tanaman Berkayu. BIOSMART, Journal of Biological Sciences. Universitas Sebelas Maret Surakarta Vol. IV No.1 April 2002. Halaman 17-22.

Susilo, H. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.

Suwunnamek, U. 1993. Effect of paclobutrazol, thiourea, and pendimethalin alone or in combination on the induction of suckering in pineapple. Acta Hort. 334, 93–100.

Tohir, K. A. 1981. Pedoman Bercocok Tanam Pohon Buah-Buahan. Pradnya Paramita. 328 hal.

Vanneste S, Friml J. 2009. Auxin : A trigger for change in plant development. Cell 136: 1005–1016.

Verheij, E.W.M., and R.E. Coronel. 1992. Prosea. Plant Resources of South-East Asia 2. Edible Fruits and Nuts. Bogor. P : 66-67.

Vert G, Walcher CL, Chory J, Nemhauser JL. 2008. Integration of auxin and brassinosteroid pathways by Auxin Response Factor 2. Proc Natl Acad Sci U S A 105: 9829–9834.

Page 102: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

72

Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan direktoral Jenral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Boioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Wattimena, G.A. 1990. Biosintesis dan metabolisme dari sitokinin 1. Bahan kuliah zat pengatur tumbuh pascasarjana. Institut Pertanian Bogor 25p.

Watimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB.Bogor. 145p.

Watson, B.J. 1974. Chemically induced slips. Queensland Fruit Vegetable News 45, 260.

Weaver, R.J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. University of California, San Fransisco. 549 pp.

Wee, Y.C. 1979. Mass propagation of pineapple planting materials. Singapore J. Pri. Ind. 7, 24–26.

Warner, T., Motyka, V., Laucou, V., Smets, R., Van Onckelen, H., and Schmulling, T. (2003). Cytokinin-deficient transgenic Arabidopsis plants show multiple developmental alterations indicating opposite functions of cytokinins in the regulation of shoot and root meristem activity. Plant Cell. 15, 2532–2550.

Wudianto R. 1988. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.

Page 103: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

LAMPIRAN

Page 104: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Page 105: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

74  

Lampiran 1. Bagan Alir Pelaksanaan Penelitian

 

 

     

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kajian Respon ZPT terhadap Materi Stek Basal Daun Nenas Smooth. Cayenne

Stek basal daun asal mahkota nenas (Percobaan 2)

Rekomendasi tehnik perbanyakan bibit nenas Smooth Cayenne

Perlakuan sitokinin (BA) Taraf 1 = 0 ppm Taraf 3 = 25 ppm Taraf 4 = 50 ppm

Analisis data

Optimasi stek bernodul dengan aplikasi sitokinin (Percobaan 3)

Analisis efisiensi teknis dan ekonomis

Stek basal daun asal batang nenas (Percobaan 1)

Tunas/Bibit

Analisis data

Berukuran : - Kecil - Sedang dan - Besar

Perlakuan auksin (IBA) Taraf 1 = 0 ppm Taraf 2 = 25 ppm Taraf 3 = 50 ppm

Perlakuan auksin (IBA) Taraf 1 = 0 ppm Taraf 2 = 25 ppm Taraf 3 = 50 ppm

Perlakuan sitokinin (BA) Taraf 1 = 0 ppm Taraf 2 = 25 ppm Taraf 3 = 50 ppm Taraf 4 = 75 ppm

Perlakuan sitokinin (BA) Taraf 1 = 0 ppm Taraf 2 = 25 ppm Taraf 3 = 50 ppm Taraf 4 = 75 ppm

Tanaman Nenas

Stek bertunas tunggal asal mahkota

Page 106: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

75  

 

Lampiran 2. Data Klimatologi Wilayah Ciawi Selama Penelitian

Tahun Bulan Temperatur Rata-rata (C0) *

Kelembaban Rata-rata (%) *

Curah Hujan (mm)

2011 Juli 30 90 127 Agustus 28 83 147 September 29 82 173 Oktober 32 90 344 November 28 91 225 Desember 30 83 261

2012 Januari 29 76 364 Februari 29 79 442

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Darmaga, Bogor. *) Data diolah Sendiri

Lampiran 3. Data Analisis Kandungan Karbohidrat, Nitrogen dan Protein pada Stek Basal Nenas Asal Batang dan Mahkota.

Sumber Stek Parameter Karbohidrat %

(w/w) Nitrogen %

(w/w) Protein % (w/w)

Batang 15.42 0.11 0.61 Mahkota 5.11 0.37 2.33 Tehnik Analisis

(Spektrofotometri)

(Titrimetri)

(Titrimetri)

Sumber : Laboratotium Terpadu IPB

Page 107: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

 

Lampiran 4. Keragaandan Beratanpa Ak

Mata

n Keberhasilan Stek di Lapang 4 MST. (A) Sakar (B).Stek Berakar tanpa Bertunas, (C). Skar.

A  B

C

a tunas Akar aksilar

Tu

76

Stek Bertunas Stek Bertunas

unas 

Page 108: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

77  

 

Lampiran 5. Keragaan Perkembangan Akar dan Tunas pada Potongan Mahkota dan Batang pada 2 MST (A) dan Keragaan Pertumbuhan Tunas pada Kondisi Perakaran yang Berbeda pada 20 MST (B).

B

Akar aksilar 

Tunas 

A

Mahkota  Batang

Page 109: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

78  

Lampiran 6. Gambar Print Out Solusi Optimasi Produksi Bibit dalam Lingo 8.0

Page 110: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

    La

mpi

ran

7. N

ilai B

/C R

atio

Set

iap

Perla

kuan

Perla

kuan

Pene

gelu

aran

To

tal

peng

elua

ran

Har

ga

Bib

it

Tota

l pe

nerim

aan

K

eunt

unga

n

B/C

ras

io

A

uksi

n

Sito

kini

n

Ara

ng

seka

m

Oba

t-ob

atan

up

ah

TK

I0B

0T1

0 0

2500

2000

030

000

5250

0 20

0012

0000

6750

01.

2857

14

I1B

0T1

4500

0

2500

2000

030

000

5700

0 20

0028

8000

2310

004.

0526

32

I2B

0T1

9000

0

2500

2000

030

000

6150

0 20

0031

2000

2505

004.

0731

71

I0B

1T1

0 11

000

2500

2000

030

000

6350

0 20

0016

8000

1045

001.

6456

69

I1B

1T1

4500

11

000

2500

2000

030

000

6800

0 20

0028

8000

2200

003.

2352

94

I2B

1T1

9000

11

000

2500

2000

030

000

7250

0 20

0024

0000

1675

002.

3103

45

I0B

2T1

0 22

000

2500

2000

030

000

7450

0 20

0024

0000

1655

002.

2214

77

I1B

2T1

4500

22

000

2500

2000

030

000

7900

0 20

0012

0000

4100

00.

5189

87

I2B

2T1

9000

22

000

2500

2000

030

000

8350

0 20

0019

2000

1085

001.

2994

01

I0B

3T1

0 33

000

2500

2000

030

000

8550

0 20

0024

0000

1545

001.

8070

18

I1B

3T1

4500

33

000

2500

2000

030

000

9000

0 20

0019

2000

1020

001.

1333

33

I2B

3T1

9000

33

000

2500

2000

030

000

9450

0 20

0019

2000

9750

01.

0317

46

I0B

0T1

0 0

2500

2000

030

000

5250

0 20

0016

8000

1155

002.

2 I1

B0T

1 45

00

025

0020

000

3000

057

000

2000

2640

0020

7000

3.63

1579

I2

B0T

1 90

00

025

0020

000

3000

061

500

2000

2400

0017

8500

2.90

2439

I0

B1T

1 0

1100

025

0020

000

3000

063

500

2000

2160

0015

2500

2.40

1575

I1

B1T

1 45

00

1100

025

0020

000

3000

068

000

2000

2160

0014

8000

2.17

6471

I2

B1T

1 90

00

1100

025

0020

000

3000

072

500

2000

2160

0014

3500

1.97

931

79

Page 111: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

   

Perla

kuan

Pene

gelu

aran

To

tal

peng

elua

ran

Har

ga

Bib

it

Tota

l pe

nerim

aan

K

eunt

unga

n

B/C

ras

io

A

uksi

n

Sito

kini

n

Ara

ng

seka

m

Oba

t-ob

atan

up

ah

TK

I0B

2T1

0 22

000

2500

2000

030

000

7450

0 20

0019

2000

1175

001.

5771

81

I1B

2T1

4500

22

000

2500

2000

030

000

7900

0 20

0024

0000

1610

002.

0379

75

I2B

2T1

9000

22

000

2500

2000

030

000

8350

0 20

0024

0000

1565

001.

8742

51

I0B

3T1

0 33

000

2500

2000

030

000

8550

0 20

0021

6000

1305

001.

5263

16

I1B

3T1

4500

33

000

2500

2000

030

000

9000

0 20

0026

4000

1740

001.

9333

33

I2B

3T1

9000

33

000

2500

2000

030

000

9450

0 20

0024

0000

1455

001.

5396

83

I0B

0T1

0 0

2500

2000

030

000

5250

0 20

0012

0000

6750

01.

2857

14

I1B

0T1

4500

0

2500

2000

030

000

5700

0 20

0019

2000

1350

002.

3684

21

I2B

0T1

9000

0

2500

2000

030

000

6150

0 20

0024

0000

1785

002.

9024

39

I0B

1T1

0 11

000

2500

2000

030

000

6350

0 20

0028

8000

2245

003.

5354

33

I1B

1T1

4500

11

000

2500

2000

030

000

6800

0 20

0026

4000

1960

002.

8823

53

I2B

1T1

9000

11

000

2500

2000

030

000

7250

0 20

0024

0000

1675

002.

3103

45

I0B

2T1

0 22

000

2500

2000

030

000

7450

0 20

0016

8000

9350

01.

2550

34

I1B

2T1

4500

22

000

2500

2000

030

000

7900

0 20

0021

6000

1370

001.

7341

77

I2B

2T1

9000

22

000

2500

2000

030

000

8350

0 20

0021

6000

1325

001.

5868

26

I0B

3T1

0 33

000

2500

2000

030

000

8550

0 20

0024

0000

1545

001.

8070

18

I1B

3T1

4500

33

000

2500

2000

030

000

9000

0 20

0024

0000

1500

001.

6666

67

I2B

3T1

9000

33

000

2500

2000

030

000

9450

0 20

0026

4000

1695

001.

7936

51

I0B

0T2

0 0

2500

2000

060

000

8250

0 20

0012

0000

3750

00.

4545

45

I1B

0T2

4500

0

2500

2000

060

000

8700

0 20

0014

4000

5700

00.

6551

72

I2B

0T2

9000

0

2500

2000

060

000

9150

0 20

0016

8000

7650

00.

8360

66

I0B

1T2

0 11

000

2500

2000

060

000

9350

0 20

0096

000

2500

0.02

6738

80

Page 112: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

   

Perla

kuan

Pene

gelu

aran

To

tal

peng

elua

ran

Har

ga

Bib

it

Tota

l pe

nerim

aan

K

eunt

unga

n

B/C

ras

io

A

uksi

n

Sito

kini

n

Ara

ng

seka

m

Oba

t-ob

atan

up

ah

TK

I1B

1T2

4500

11

000

2500

2000

060

000

9800

0 20

0014

4000

4600

00.

4693

88

I2B

1T2

9000

11

000

2500

2000

060

000

1025

00

2000

1200

0017

500

0.17

0732

I0

B2T

2 0

2200

025

0020

000

6000

010

4500

20

0012

0000

1550

00.

1483

25

I1B

2T2

4500

22

000

2500

2000

060

000

1090

00

2000

2160

0010

7000

0.98

1651

I2

B2T

2 90

00

2200

025

0020

000

6000

011

3500

20

0012

0000

6500

0.05

7269

I0

B3T

2 0

3300

025

0020

000

6000

011

5500

20

0012

0000

4500

0.03

8961

I1

B3T

2 45

00

3300

025

0020

000

6000

012

0000

20

0096

000

-240

00-0

.2

I2B

3T2

9000

33

000

2500

2000

060

000

1245

00

2000

1200

00-4

500

-0.0

3614

I0

B0T

2 0

025

0020

000

6000

082

500

2000

1680

0085

500

1.03

6364

I1

B0T

2 45

00

025

0020

000

6000

087

000

2000

1680

0081

000

0.93

1034

I2

B0T

2 90

00

025

0020

000

6000

091

500

2000

1200

0028

500

0.31

1475

I0

B1T

2 0

1100

025

0020

000

6000

093

500

2000

1200

0026

500

0.28

3422

I1

B1T

2 45

00

1100

025

0020

000

6000

098

000

2000

1440

0046

000

0.46

9388

I2

B1T

2 90

00

1100

025

0020

000

6000

010

2500

20

0019

2000

8950

00.

8731

71

I0B

2T2

0 22

000

2500

2000

060

000

1045

00

2000

1200

0015

500

0.14

8325

I1

B2T

2 45

00

2200

025

0020

000

6000

010

9000

20

0016

8000

5900

00.

5412

84

I2B

2T2

9000

22

000

2500

2000

060

000

1135

00

2000

1680

0054

500

0.48

0176

I0

B3T

2 0

3300

025

0020

000

6000

011

5500

20

0014

4000

2850

00.

2467

53

I1B

3T2

4500

33

000

2500

2000

060

000

1200

00

2000

1680

0048

000

0.4

I2B

3T2

9000

33

000

2500

2000

060

000

1245

00

2000

1440

0019

500

0.15

6627

I0

B0T

2 0

025

0020

000

6000

082

500

2000

1440

0061

500

0.74

5455

I1

B0T

2 45

00

025

0020

000

6000

087

000

2000

1440

0057

000

0.65

5172

81

Page 113: PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERBANYAKAN BIBIT NENAS … · ... dan mata tunas besar ... Kemampuan stek berakar dan bertunas dipengaruhi kadar hormon endogen dan protein yang terdapat dalam

   

Perla

kuan

Pene

gelu

aran

To

tal

peng

elua

ran

Har

ga

Bib

it

Tota

l pe

nerim

aan

K

eunt

unga

n

B/C

ras

io

A

uksi

n

Sito

kini

n

Ara

ng

seka

m

Oba

t-ob

atan

up

ah

TK

I2B

0T2

9000

0

2500

2000

060

000

9150

0 20

0014

4000

5250

00.

5737

7 I0

B1T

2 0

1100

025

0020

000

6000

093

500

2000

1200

0026

500

0.28

3422

I1

B1T

2 45

00

1100

025

0020

000

6000

098

000

2000

1200

0022

000

0.22

449

I2B

1T2

9000

11

000

2500

2000

060

000

1025

00

2000

1440

0041

500

0.40

4878

I0

B2T

2 0

2200

025

0020

000

6000

010

4500

20

0012

0000

1550

00.

1483

25

I1B

2T2

4500

22

000

2500

2000

060

000

1090

00

2000

1680

0059

000

0.54

1284

I2

B2T

2 90

00

2200

025

0020

000

6000

011

3500

20

0012

0000

6500

0.05

7269

I0

B3T

2 0

3300

025

0020

000

6000

011

5500

20

0024

0000

1245

001.

0779

22

I1B

3T2

4500

33

000

2500

2000

060

000

1200

00

2000

1200

000

0 I2

B3T

2 90

00

3300

025

0020

000

6000

012

4500

20

0012

0000

-450

0-0

.036

14

Ket

: T1

= S

tek

asal

Dau

n M

ahko

ta, T

2 =

Stek

Asa

l Dau

n B

atan

g. I0

= T

anpa

Auk

sin,

I1=

Auk

sin

25 p

pm, I

2 =

Auk

sin

50 p

pm ;

B0

= Ta

npa

Sito

kini

n, B

1 =

Sito

kini

n 25

ppm

, B2,

Sito

kini

n 50

ppm

, B3

= Si

toki

nin

75 p

pm. T

K =

Ten

aga

Ker

ja.

82