Upload
noviarman
View
32
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ddsd
Citation preview
Pengembangan Transportasi Massal di Kota Padang dan SekitarnyaForum diskusi publik yang mengambil tema “Pengembangan Transportasi Massal di Kota Padang dan Sekitarnya” ini dihadiri oleh multi-
stakeholder dengan tujuan untuk menjaring aspirasi dan memperoleh masukan dalam rangka revitalisasi transportasi di Kota Padang dan
kota-kota sekitarnya. Seperti pada diskusi-diskusi sebelumnya yang diselenggarakan oleh Puskom Publik Kementerian Perhubungan,
fungsi narasumber dalam diskusi tersebut hanya sebagai pemantik saja, tidak terlalu dominan. Setiap peserta yang menunjukkan jari
untuk berbicara diberi kesempatan berbicara. Ini yang membedakan dengan diskusi pada umumnya yang maksimal menampung 3-6
orang penanggap saja. Metode diskusi yang demikian ditempuh karena terbukti ampuh dalam menjaring aspirasi publik yang leih luas
bila dibandingkan dengan model diskusi pada umumnya.
Dalam acara diskusi ini tidak ada pembicara tunggal, akan tetapi setiap peserta sebagai perwakilan unsur memiliki kesempatan untuk
menyampaikan pendapat. Diskusi dipimpin oleh moderator dan diawali dengan penyampaian paparan singkat oleh para pemantik
diskusi. Adapun yang menjadi pemantik diskusi ini yaitu
Acara diskusi ini dibuka oleh Mudrika, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumbar (Sumatra Barat). Dalam sambutannya dikatakan
bahwa permasalahan transportasi di Sumbar, khususnya Kota Padang, Bukit Tinggi, dan Padang Panjang hampir sama dengan
permasalahan transportasi yang dihadapi kota-kota lainnya di luar Sumbar, yaitu parkir, pelayanan angkutan umum, kecelakaan, dan
permasalahan lingkungan. Penyebabnya adalah peningkatan jumlah perjalanan akibat perkembangan kegiatan sosial dan ekonomi
masyarakat. Beberapa kota yang memiliki keterkaitan fungsi sosial dan ekonomi yang kuat akan mengalami mobilitas antar wilayah yang
tinggi, seperti Kota Padang dengan Pariaman dan Pariaman dengan Bukit Tinggi. Dengan demikian diperlukan arah kebijakan yang
komprehensif dan berkesinambungan agar kebutuhan perjalanan masyarakat dapat terpenuhi.
Saat ini Sumbar sudah memiliki beberapa kebijakan transportasi yang terpadu antara kebijakan sistem transportasi nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota. Kebijakan tersebut memprioritaskan pembangunan fasilitas angkutan umum massal, seperti kereta api, bis massal,
integrasi kedua moda, kawasan pejalan kaki, jalur khusus tidak bermotor, dan perhatian kepada lingkungan hidup.
Ada beberapa program pengembangan transportasi di Kota Padang yang tengah dipersiapkan untuk mendukung Kota Padang sebagai
kota metropolitan, sebagaimana disebutkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumbar. Petama, pengembangan angkutan
kereta api komuter. Jalan kereta api yang sudah ada di Sumbar saat ini –yang merupakan peninggalan pemerintahan kolonial—
merupakan cikal bakal pembangunan kereta api komuter tersebut. Kedua, pengembangan kota terpadu. Aglomerasi antara Kota Padang
dan kota-kota lain di sekitarnya akibat keterikatan fungsional dapat dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang
terintegrasi dan didukung dengan angkutan umum kereta api komuter dan bis massal. Ketiga, pengembangan kawasan pedestrian.
Fasilitas pedestrian merupakan bagian integral dari sistem transportasi perkotaan di kawasan yang memiliki jumlah mobilitas pejalan kaki
cukup tinggi, seperti pusat perbelanjaan, pasar, sekolah, mesjid, stasiun, terminal, rumah sakit, lapangan olahraga, kawasan wisata, dsb.
Pembangunan kawasan pedestrian saat ini telah dimulai di Kota Bukit Tinggi. Keempat, peningkatan kualitas lingkungan hidup perkotaan
melalui upaya penegakan peraturan pengujian kendaraan bermotor, sertifikasi bengkel penguji gas buang, dan penerapan hari bebas
kendaraan bermotor.
PRESENTASI
1. Yudi Indra (Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Padang)
Kota Padang memiliki luas 694,96 km2. Akan tetapi, hanya 30% dataran yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan
aktivitas sosial ekonomi, selebihnya merupakan kawasan hutan lindung. Kota Padang memiliki 21 buah sungai dan garis pantai
sepanjang ± 84 km. Adapun penduduknya berjumlah 925.344 jiwa.
Kebijakan pengembangan sistem angkutan umum massal di Kota Padang dilandasi oleh beberapa latar belakang. Pertama, Kota
Padang saat ini didominasi oleh angkutan berkapasitas kecil/angkutan kota (angkot) yang menimbulkan kepadatan lalu lintas. Di samping
itu, jumlah bis kota yang sebelumnya berjumlah enam trayek (386 unit bis) kini telah berkurang menjadi dua trayek (188 unit bis) atau
turun sebesar 53% karena kalah bersaing dengan angkot. Latar belakang lain yang mendorong pengembangan angkutan umum massal
di Kota Padang, yakni pengusaha angkot yang belum profesional dan awak kendaraan yang berperan ganda untuk mengoperasikan
kendaraan dan mengumpulkan pendapatan. Dengan demikian, kebijakan pengembangan sistem angkutan umum massal perlu didorong
karena terbukti lebih efektif, efisien, dan sustainable.
Beberapa studi tentang transportasi di Kota Padang yang dilakukan sejak tahun 2005 merekomendasikan agar Kota Padang memiliki
angkutan massal. Data dalam Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) Kota Padang Tahun 2004-2013 menunjukkan
bahwa penggunaan moda transportasi angkutan umum pada tahun 2004 berjumlah 53% dari seluruh perjalanan. Akan tetapi,
penggunaan angkutan umum mengalami penurunan sejak tahun 2005 sehingga pada tahun 2010 turun menjadi 45,47%. Sedangkan
penggunaan kendaraan pribadi meningkat tajam dari 47% pada tahun 2005 menjadi 54,53% pada tahun 2010. Kondisi ini menimbulkan
potensi kemacetan yang tinggi, pemborosan BBM, peningkatan polusi, dan angka kecelakaan yang tinggi.
Penurunan jumlah penggunaan angkutan umum di Kota
Padang disebabkan oleh perilaku pengemudi angkutan yang
seringkali berebutan penumpang, melanggar rambu lalu
lintas, berhenti di sembarang tempat, dan mengebut.
Akibatnya, penumpang merasa tidak nyaman, tidak memiliki
kepastian waktu perjalanan (unrealibility), tingkat
keselamatannya rendah, dan keamanannya tidak terjamin.
Akar dari permasalahan tersebut adalah sistem setoran yang
membuat pengemudi mengejar setoran. Solusinya adalah
melakukan perubahan manajemen pengelolaan angkutan
umum.
Dalam manajemen pengelolaan angkutan saat ini, tanggung
jawab pelayanan transportasi dari yang paling besar
dipegang oleh pemerintah, pengusaha, dan pengemudi.
Akan tetapi, yang memegang resiko paling besar justru sebaliknya, yaitu pengemudi, pengusaha, dan pemerintah. Seharusnya, porsi
resiko yang ditanggung oleh pemerintah sebanding dengan porsi tanggung jawabnya sebagai penyedia public service. Salah satu cara
untuk mengalihkan resiko tersebut adalah dengan sistem buy the service, di mana pemerintah membeli pelayanan kepada pengusaha
untuk masyarakat. Dengan demikian, resiko kerugian dapat ditanggung oleh pemerintah.
Pemerintah Kota
Padang ingin
menciptakan
Padang New
City, yaitu
perubahan pusat
pemerintahan
dari Padang
Barat ke daerah
Air Pacah.
Alasannya,
gempa 30
September 2009
telah menyebabkan kerusakan bangunan dan prasarana kota, termasuk prasarana dan fasilitas transportasi kota. Di samping itu terdapat
pula perubahan pola pergerakan masyarakat dari daerah kawasan pantai barat ke kawasan timur Kota Padang. Menyikapi hal tersebut,
maka perlu dilakukan penataan moda transportasi.
Rencana sistem transportasi Kota Padang yang merujuk kepada Rencana Induk Transportasi Kota Padang 2010-2030 menyebutkan ada
tiga moda angkutan massal transportasi yang akan dikembangkan di Kota Padang. Pertama, Bus Rapid Transit (BRT) yang diberi nama
Trans Padang yang terdiri dari lima koridor. Koridor I dengan panjang 19 km akan dioperasikan mulai bulan Agustus 2013 mendatang
dengan 20 bus uji coba. Saat ini Trans Padang sedang menjalani tahap persiapan halte dan konsorsium yang akan menjalankan
pengoperasioannya. Halte Trans Padang berukuran kecil karena keterbatasan lahan, bersebelahan dengan rel kereta api, dan berada di
trotoar yang sempit. Sistem ticketing direncanakan menggunakan smart card yang bekerja sama dengan bank. Masyarakat mengisi
saldo kartu seperti pulsa, kemudian di-tap di halte untuk menggunakan bis.
Rencana Lintasan (Koridor) Trans Padang
Koridor Rute
Koridor I Pasar Raya – Lb. Buaya
Koridor II Pasar Raya – Indarung
Koridor III Lb. Buaya – By Pass – Teluk Bayur
Koridor IV Pasar Raya – Air Pacah
Koridor V Pasar Raya – Teluk Bayur
MEKANISME PENGELOLAAN TRANS PADANG
SKEMA SISTEM PENGELOLAAN
Kedua, kereta api yang menghubungkan Terminal
Bukit Putus, Simpang Haru, hingga Tabing. Kereta api ini nantinya akan dikembangkan menjadi Komuter Palapa (Padang, Lubuk Alung,
Pariaman). Ketiga, monorail sebagai bentuk pembangunan jangka panjang 2020 yang direncanakan mengitari Kota Padang.
Ketiga moda transportasi tersebut dihubungkan oleh beberapa transfer point, yaitu Terminal Tipe A di bagian Utara Kota Padang,
Terminal Tipe B di bagian Timur dan Selatan, dan Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Terminal Tipe B di bagian Timur memiliki
rel kereta api yang sangat bermanfaat untuk memindahkan arus barang dan orang dari Solok ke Padang. Sedangkan Terminal Tipe B di
Selatan memiliki rel kereta api yang tidak dimanfaatkan sehingga di bawah dapat didirikan stasiun kereta api, sedangkan di atas didirikan
terminal bis. Oleh karena terminal ini terletak pada titik merah kawasan rawan bencana tsunami, maka apabila terjadi bencana dapat
sekaligus dimanfaatkan sebagai titik berkumpul untuk mengevakuasi warga. Apalagi jika mengingat wilayah ini banyak dikelilingi oleh
perumahan dan pasar. Rencana ini sudah dikoordinasikan dengan Badan Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) dan sudah
melalui tahap studi kelayakan. Saat ini Dinas Perhubungan Kota Padang sedang berkoordinasi dengan PT KAI untuk dapat
memanfaatkan tanah tersebut dan mencari sistem yang baik untuk melaksanakannya.
2. Tri Septa Riza (Manajer Aset PT Kereta Api Indonesia Divre II Sumbar)
PT KA merupakan perseroan yang harus menghidupi dirinnya sendiri, sehingga kereta api yang tidak komersil belum menjadi prioritas.
PT KA Regional II Sumbar memiliki lintasan sepanjang 250 km dengan aset tanah 11 juta meter2. Kondisi saat ini sangat
memprihatinkan untuk bertahan hidup. Apalagi pada tahun lalu mengalami kerugian sebesar Rp. 25 milyar. Namun, kereta api tetap
berjalan atas permintaan Pemerintah Daerah. Kereta api beroperasi sebanyak dua kali Pulang Pergi (PP) setiap hari, sedangkan khusus
hari libur, Sabtu, dan Minggu tiga kali PP. Kereta api barang beroperasi sebanyak 14 kali PP untuk mengangkut semen dari PT Semen
ke Teluk Bayur. Saat ini PT KA sedang melakukan penertiban terhadap aset-aset karena banyak wilayah yang sudah ditempati oleh
masyarakat secara turun-temurun.
3. Adrian Zulfikar (Koordinator IRPS Wilayah Sumbar)
Pentingnya revitalisasi kereta api sebagai angkutan umum massal di Sumbar dilatarbelakangi oleh terjadinya kepadatan lalu lintas di
jalan raya perkotaan akibat jumlah kendaraan yang tidak terkendali dan panjang jalan yang tidak sebanding dengan volume kendaraan.
Di samping itu, banyaknya angkutan bertonase tinggi di jalan raya menyebabkan kerusakan jalan. Pemerintah, termasuk DPR
mengatakan bahwa kereta api hanya menimbulkan kemacetan di persimpangan antara jalan raya dan lintasan kereta api. Padahal,
kereta api memiliki banyak manfaat seperti hemat BBM, berkurangnya polusi udara, menghemat lahan, daya angkut kereta api sebagai
angkutan massal dapat mengurangi kemacetan, dan nyaman.
Kereta api merupakan leading sector pembangunan. Hampir semua negara-negara maju memiliki kereta api. Untuk itu perlu diusulkan
kepada pemerintah beberapa hal mengenai kereta api, yaitu:
1. Merevitalisasi jalur non aktif kereta api, yaitu Padang Panjang-Bukit Tinggi-Payakumbuh-Limbanang.
2. Mengaktifkan Kereta Api penumpang Sawah Lunto-Solok-Batu Tebal dan Padang Kayu Tanam.
3. Membangun Jalur Baru antara Payakumbuh-Bangkinang-Pekan Baru dan Air Bangis-Lubuk Sikaping-Pasir Pangaraian-Duri.
4. Memperhatikan angkutan barang dan penumpang dengan provinsi tetangga.
5. Mengalihkan angkutan baran berat dari jalan raya ke kereta api dan menegaskan pembatasan tonase.
6. Memaksimalkan potensi setiap wilayah (kabupaten/kota) dengan industrialisasi sehilir mungkin.
7. Membangun jalur monorail di sekeliling Kota Padang dan Bukit Tinggi.
4. Purnawan (Ketua MTI Wilayah Sumbar)
Pengembangan angkutan umum massal dan fasilitas penunjangnya di Kota Padang harus segera dilakukan karena saat ini kondisi
kemacetan di Kota Padang sudah cukup memprihatinkan. Penyebabnya antara lain adalah pertambahan jumlah penduduk yang diiringi
dengan peningkatan jumlah pembelian kendaraan bermotor. Berdasarkan data yang ada, jumlah pembelian kendaraan bermotor di Kota
Padang tidak pernah mengalami penurunan selama 20 tahun terakhir. Hal ini menyebabkan masalah transportasi akan terus muncul ke
depannya.
Jumlah Kendaraan di Provinsi Sumbar Tahun 1990-2010
Masalah transportasi di Sumbar terkonsentrasi di Kota Padang karena jumlah kendaraan bermotornya jauh lebih banyak daripada di
kota-kota lain di sekitarnya. Di samping itu, pergerakan lalu lintas di Sumbar tersentralisasi di Kota Padang karena semua aktivitas
terkonsentrasi di kota tersebut. Sebenarnya Padang sudah memiliki angkutan massal, hanya saja perlu perbaikan kualitas. Angkutan
massal diperlukan apabila kapasitas penumpang meningkat, yakni dari bis kecil, BRT, hingga kereta api.
Ada dua pilihan angkutan massal, yaitu kereta api atau bus. Investasi kereta api relatif mahal dan pembangunan infrastruktur
penunjangnya relatif lebih lama. Sedangkan investasi bis relatif murah dan pembangunan infrastruktur penunjanngya relatif lebih cepat.
Akan tetapi, pilihan revitalisasi kereta api dipertimbangkan karena Sumbar sudah memiliki jaringan rel (track) yang dapat dimanfaatkan.
Revitalisasi kereta api juga memiliki manfaat yang dapat sebanding dengan pembangunan monorail yang baru.
Kapasitas dan Biaya Investasi Sistem Angkutan Umum
Salah satu hal peting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan angkutan massal adalah standar pelayanan. Angkutan massal di
Indonesia seringkali tidak memiliki standar pelayanan. Jika ada, strandar pelayanan tersebut juga tidak pernah dikontrol. Standar
pelayanan yang harus diperhatikan tersebut terdiri dari keandalan pelayanan, keamanan dan keselamatan, fasilitas penumpang, dan
kenyamanan.
Pengembangan angkutan umum massal bus di Padang memiliki beberapa tantangan. Pertama, pengaturan operasional rute angkot yang
tidak mudah dilakukan oleh Dishub Sumbar. Kedua, pembuatan angkutan di jalur feeder. Jalur yang terlalu pendek menjadi masalah
sehingga bis tidak terisi penuh karena permintaan (demand) tidak terus-menerus ada. Ketiga, kepadatan penduduk di sepanjang rute
tidak merata. Keempat, potensi pengguna umum bus massal berasal dari pengguna angkot atau sepeda motor. Tantangan juga akan
muncul pada pengembangan angkutan umum massal kereta api di Padang, seperti rute yang terbatas, biaya operasional tinggi, dan tarif
yang dapat dikenakan juga terbatas.
Kenyataannya sekarang, kendaraan pribadi memberikan kenyamanan dari rumah, ke kantor, hingga kembali lagi ke rumah (door to
door). Sedangkan kendaraan umum tidak memberikan kenyamanan door to door tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk
memberikan kenyamanan tersebut. Salah satunya adalah pengembangan fasilitas pejalan kaki. Di negara-negara maju, orang yang
berjalan dari dan ke perumahan, halte, dan kantor selalu nyaman. Sehingga, fasilitas ini harus dibuat secara bertahap. Selain itu, feeder
juga harus dibangun untuk menghubungkan halte Trans Padang dengan perumahan dan perkantoran.
Angkutan umum massal tidak mungkin berjalan tanpa campur tangan pemerintah untuk menata perminatan masyarakat. Dengan
demikian perlu dilakukan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi melalui implementasi tarif parkir tinggi di titik-titik tertentu, uji
standar kelayakan kendaraan pribadi, pajak berkendaraan di jalan dan pajak kendaraan, dan kewajiban asuransi kendaraan. Akan tetapi,
apapun sistem yang dibangun harus diikuti dengan penegakan hukum (law enforcement) dan menjaga standar pelayanan.
ISU-ISU YANG BERKEMBANG DALAM DISKUSI:
1. Revitalisasi Kereta Api
1. Herry Zulman (MTI Wilayah Sumbar) mengatakan bahwa Kota Padang saat ini sudah mulai menghadapi masalah transportasi
seperti kemacetan di jalan raya. Dengan demikian, transportasi di Kota Padang sudah semestinya berganti dengan transportasi berbasis
rel sehingga kepadatan jalan raya berkurang. Namun, pengguna jasa dan berbagai institusi transportasi di Kota Padang belum bersinergi
satu sama lain untuk mewujudkan hal tersebut. Pemda Kota Padang dan PT KA berjalan sendiri, sedangkan MTI hanya sekedar
mengamati saja karena belum memiliki pengaruh. Padahal, potensi aset kereta api yang menganggur bertahun-tahun juga harus
diberdayakan.
2. Juttarson (Dinas Perhubungan Provinsi Sumbar) mengatakan bahwa semua instrumen yang terkait dengan perencanaan
transportasi Kota Padang amat lengkap, antara lain RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) yang memberikan akomodasi terhadap
pembangunan angkutan massal, Rencana Induk Perkeretaapian Sumbar, Rencana Induk Kereta Api Komuter Sumbar. Akan tetapi,
implementasinya berjalan sendiri-sendiri. Dishub juga sudah mengajak PT KA untuk mengalihkan sebagian besar pengangkutan batu
bara melalui kereta api. Namun, hal ini belum berjalan.Rezbi Martin (Mahasiswa Universitas Negeri Padang) menambahkan bahwa di
daerah-daerah pantai perlu dibangun transportasi sebagai akses potensi wisata. Ia setuju dengan pengembangan kereta api, namun
lebih baik terfokus ke kereta api antar kota, bukan dalam kota. Kereta api sangat menarik untuk dijalankan kembali karena banyak rel
yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Kereta api merupakan salah satu moda yang ramah lingkungan. Salah satu jalur yang harus
dimanfaatkan adalah jalur Padang menuju Bukit Tinggi yang merupakan kawasan wisata. Ini akan menarik orang yang berwisata untuk
menggunakan kereta api.
3. Dwina Archenita (Politeknik Negeri Padang) menyebutkan bahwa kereta api di Kota Padang diharapkan dapat mengurangi
jumlah bus liar yang tidak memiliki izin usaha. Angkutan umum tersebut membahayakan keselamatan masyarakat pengguna. Ada
banyak angkutan umum liar yang ugal-ugalan di Kota Padang. Ada banyak kejadian kecelakaan yang terjadi antara angkutan umum.
Perkeretaapian di tahun 1960-an memang menjadi pionir utama dalam transportasi, namun sekarang tidak diminati lagi. Pemerintah
harus berpikir bagaimana cara untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap kereta api. Apalagi kereta api merupakan transportasi
yang paling nyaman dan irit.
4. Dewi Karnida (Dinas Prasarana Jalan Provinsi Sumbar) mengatakan bahwa saat ini Kota Padang tengah mengembangkan jalan-jalan
pantai untuk mengurangi kemacetan di dalam kota. Di samping itu juga akan dibangun kembali Jalan Lintas Timur Sumatera yang
merupakan salah satu sumber kemacetan. Berapa pun panjang jalan yang dibuat akan tetapi kalau tidak didukung oleh masyarakat,
maka penggunaannya tidak akan maksimal. Pembangunan transportasi massal harus didukung karena kalau tanpa dukungan
masyarakat tidak akan terbangun. Sehingga jalan yang dibuat tidak ada manfaatnya. Pengembangan transportasi umum massal seperti
monorail perlu dipikirkan matang-matang, karena belum diperlukan di Sumbar.
5. Riswandi (Politeknik Negeri Padang) menanggapi bahwa ada banyak perspektif untuk menganalisis waktu yang tepat dalam
pembangunan transportasi massal, seperti masalah kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Di titik-titik tertentu di Kota
Padang, kemacetan menyebabkan baik kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua tidak dapat bergerak. Sepanjang awal tahun
2012 ini sudah lebih dari 300 orang yang mengalami kecelakaan. Konsumsi BBM nasional lebih dari 60% dari seluruh konsumsi jenis
energi. Sektor transportasi menyerap lebih dari 50% konsumsi BBM tersebut. Sektor transportasi darat 80%. Kendaraan pribadi 34%,
angkutan barang 37%, sepeda motor 13%, kereta api, dll.
Tanggapan Balik:
Tri Septa Riza (Manajer Aset PT KADivre II Sumbar) kembali menambahkan bahwa kereta api yang ada di Kota Padang merupakan
peninggalan Belanda yang tidak pernah bertambah jaringannya. Sebaliknya, jalan raya yang semakin berkembang justru semakin
banyak yang melintasi jalan kereta api. Aset kereta api sudah banyak yang berubah fungsi menjadi fasilitas umum seperti jalan raya.
Rencana Induk Perkeretaapian sudah ada, tinggal bagaimana implementasinya. Kereta api dapat dikembangkan untuk membantu
perpindahan arus barang dan penumpang. Hari sabtu minggu penumpang berjumlah 700 orang dalam sekali jalan.
2. Pengembangan Trans Padang
1. Oktaviani (Universitas Negeri Padang) mengatakan bahwa penggunaan transportasi massal akan mengurangi beban lalu lintas,
tapi jangan sampai mematikan angkutan umum, seperti mikrolet dan bus kota. Hal lain yang perlu dipikirkan adalah bagaimana
sosialisasi kepada angkutan umum lain mengenai Trans Padang agar tidak terjadi demonstrasi apabila nanti diluncurkan. Trans Padang
juga tidak memiliki lajur khusus di terminal bayangan. Banyak masyarakat Padang yang sudah menganggap terminal bayangan tersebut
sebagai terminal yang sebenarnya.
2. AKBP Dwi Sulistyawan (Ditlantas Polda Sumbar) menganggap bahwa Trans Padang belum perlu dibangun. Berbeda dengan
Jakarta yang masyarakatnya sudah tidak bisa lagi tertampung dalam kendaraan umum, pengembangan transportasi massal di Kota
Padang sebenarnya kurang tepat karena angkot hanya penuh pada jam-jam tertentu saja. DAMRI yang sudah dipersiapkan oleh
pemerintah juga tidak laku. Yang saat ini penting untuk dilakukan adalah memperbaiki kenyamanan angkutan umum. Transportasi yang
sudah ada sebaiknya diperbaiki.
3. Yossyafra (Universitas Andalas) merasa bahwa salah satu hal yang penting dalam pembenahan transportasi Kota Padang
adalah bagaimana mendorong pimpinan daerah untuk mengangkat isu perbaikan transportasi daerah. Ada hal-hal kecil yang dilupakan.
Pertama, pengembangan sumber daya manusia yang menyelanggarakan angkutan umum itu sendiri. Kedua, pada tahun 1983 sudah
banyak trayek angkutan umum, namun sekarang mengalami degradasi. Oleh karena itu perlu ada optimalisasi pemanfaatan sarana yang
ada, tidak hanya membangun yang baru terus-menerus, tapi kurang pemeliharaan. Angkutan umum massal di Padang bukan isu yang
seksi. Bagaimana sulitnya mendorong orang agar mau naik angkot atau bus kota.
BRT berupa Trans Padang merupakan salah satu solusi kemacetan di Kota Padang yang bertambah setiap tahunnya. Selain itu, BRT
dapat mengurangi konsumsi bahan bakar. Ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi gas rumah kaca. Yang perlu
diperhatikan adalah pengoperasiannya. Trans Padang akan dioperasikan dalam satu jalan bersama dengan kendaraan-kendaraan lain
sehingga waktu kedatangan dan keberangkatan tidak terjadwal. Keadaan yang seperti ini tidak akan mempengaruhi orang untuk
berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
4. Lusyana (Politeknik Negeri Padang) mengatakan alasan masyarakat Kota Padang banyak yang pindah dari angkot ke
kendaraan probadi karena angkot tidak aman. Sehingga yang harus dipikirkan oleh Pemerintah adalah membuat kebijakan yang dapat
membuat transportasi umum aman dan sekaligus mengurangi jumlah penggunaan kendaraan pribadi.
Tanggapan Balik:
1. Yudi Indra (Dinas Perhubungan) kembali menanggapi bahwa Kota Padang sudah memiliki bus kota sejak tahun 1980-an. Akan
tetapi, ketika angkot bertambah jumlahnya, usaha bus kota menjadi collapse. Sedangkan berkurangnya jumlah masyarakat yang
menggunakan angkot disebabkan oleh pertambahan jumlah kendaraan pribadi. Maka, yang diperlukan adalah bagaimana mengubah
manajemen pengelolaan. Supir tidak profesional karena harus melihat jalan raya di kiri kanan, melihat penumpang, dan mengambil
ongkos dalam waktu yang bersamaan.
Fenomena terminal bayangan terjadi karena terminal yang dibangun sebelumnya tidak menguntungkan. Terminal bayangan muncul
pada simpul-simpul perpindahan moda transportasi. Terminal ini dibangun dari dana bantuan PU dan BNPB. Kemacetan lalu lintas
disebabkan oleh pembangunan yang tidak berwawasan lalu lintas dan tidak memperhatikan lingkungan. PKL yang berada di badan
jalan. Ada pula jalan yang memang sudah harus dilebarkan. Forum lalu lintas kota padang membahas hal tersebut setiap bulan.
2.Purnawan menambahkan bahwa di samping membangun Trans Padang, kualitas pelayanan angkot perlu diperbaiki. Untuk
memindahkan minat masyarakat dari kendaraan pribadi ke Trans Padang perlu sosialisasi karena fasilitas dari rumah menuju halte tidak
tersedia dengan baik.
3. Taksi
Ada beberapa armada baru taksi Blue Bir di Padang dengan menggunakan argo. Selama ini masyarakat Kota Padang menggunakan
taksi dengan cara nego, tidak dengan argo. Hal ini memberikan dampak positif bagi masyarakat yakni soal keamanan. Awalnya taxi tidak
berminat di padang, namun dipaksakan untuk diadakan oleh pemerintah daerah. Demand akan timbul jika pelayanan bagus. Masuknya
taxi blue bird akan membuat taxi yang lain berbenah diri.
4. Integrasi Sektor Transportasi
Konektivitas antara berbagai sektor transportasi menjadi sangat penting. Dishub mengharapkan Perguruan Tinggi dapat memberikan
tekanan agar rencana transportasi dapat berjalan.
5. Regulasi Transportasi
Kota Padang semestinya juga sudah memiliki kebijakan untuk menangani transportasi darat yang sudah melebihi kapasitas. Selama ini
belum ada kebijakan yang menetapkan berapa jumlah kendaraan masuk ke Kota Padang per bulan. Sebab, jika dibiarkan terus menerus,
Kota Padang akan mengalami kemacetan. Di samping itu, kenaikan harga BBM juga diperlukan untuk mendorong pengembangan
transportasi massal. Dengan demikian, persoalan transportasi massal di Kota Padang akan mulai teratasi ke arah yang lebih baik.
Salah satu regulasi yang tidak tepat adalah mengenai DAMRI. Jalur DAMRI dibuat dari bandara menuju pusat kota, bukan perumahan.
Hal itulah yang membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dari dan menuju bandara daripada menggunakan
DAMRI.
Kota Padang juga perlu memikirkan soal penerapan aturan 3 in 1 seperti di Jakarta di daerah-daerah padat pada jam-jam sibuk. Di Kota
Padang sendiri sebenarnya sudah ada aturan bahwa jalan-jalan tertentu hanya boleh dilalui oleh angkutan kota, seperti dari Damar ke
Veteran. Namun, masih saja kendaraan pribadi yang melewati jalan tersebut dan tidak ditindak. Di samping itu pemerintah juga perlu
membuat regulasi mengenai kemacetan yang sering terjadi di Basko, terutama pada akhir pekan (Jumat, Sabtu, Minggu). Badan jalan
yang diperuntukkan lalu lintas digunakan sebagai tempat parkir. Akan tetapi, tampaknya tidak ada tindakan dari Pemerintah.
Kepala Dishub Kominfo Sumbar mengatakan bahwa apapun kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan menimbulkan gejolak dalam
masyarakat, tapi bukan berarti pemerintah tidak perlu berbuat apa-apa. Fungsi pemerintah adalah penyusun regulasi (kebijakan) dan
pembangunan infrastruktur.
KESIMPULAN :
1. Kota Padang dan sekitarnya di wilayah Sumatra Barat (Sumbar) telah dihadapkan pada persoalan transportasi yang mulai akut,
seperti terjadinya kemacetan di pusat-pusat kota, meningkatnya jumlah kendaraan pribadi, meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas,
dan polusi udara.
2. Di wilayah Sumbar terdapat jaringan rel kereta api yang cukup panjang, total mencapai 250 km yang kesemuanya terhubung
dengan Kota Padang, sayang sekali pemanfaatannya kurang maksimal. Bagi PT KAI sendiri operasional kereta api di Sumbar tidak
menguntungkan, melainkan justru merugi sehingga harus disubsidi setiap tahunnya.
3. Guna mengatasi persoalan transportasi di Kota Padang, maka Pemkot Kota Padang berencana untuk membangun sistem BRT
dengan memanfaatkan jalur satu bus kota yang saat ini kurang maksimal peranannya, karena penumpangnya semakin sepi akibat
layanannya yang buruk. Meskipun langkah ini positip, tapi tetap menimbulkan resistensi dari polisi yang hadir dalam diskusi tersebut. Di
mata polisi, sistem BRT belum diperlukan, tapi yang diperlukan adalah peningkatan pelayanan angkutan umum yang ada.
4. Dalam jangka panjang (2020) juga akan dibangun jalur monorail serta meningkatkan peran kereta api komuter.
REKOMENDASI:
Berdasarkan isu-isu yang berkembang dalam diskusi dan rencana pengembangan sistem transportasi massal di Kota Padang dan
sekitarnya, maka dapat disampaikan beberapa rekomendasi:
1. Terhadap rencana optimalisasi penggunaan jalur kereta api yang sudah ada di Sumbar sejak masa penjajahan Belanda,
memang diperlukan sinergi antara Pemkot/Pemkab, Pemprov, Pemerintah Pusat, maupun PT KAI sebagai operator. Hal itu mengingat
pembangunan infrastruktur KA sampai sekarang masih menjadi tanggung jawab Pemerintah, sedangkan PT KAI adalah bertindak
sebagai operator.
2. Rencana pembangunan angkutan massal dengan sistem BRT di Kota Padang patut untuk didukung karena akan dapat
mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan umum yang aman, nyaman, dan selamat. Namun pembangunan sistem BRT
tersebut perlu persiapan matang, terutama dalam hal sosialisasi gagasan kepada operator angkutan lain yang berdada dalam satu
koridor agar tidak menimbulkan sosial pada saat dioperasikan.
3. Seperti yang terjadi di kota-kota/daerah-daerah lain, masyarakat sering tidak mengetahui rencana program pembangunan
transportasi yang akan dilaksanakan oleh Pemkot/Pemkab atau Pemprov karena tiadanya ruang dialog di daerah. Forum-forum diskusi,
di mana seluruh stakeholder transportasi dapat melakukan dialog teramat jarang, atau bahkan tidak pernah ada sama sekali.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka direkomendasikan agar peran Puskom Publik Kemenhub untuk mendukung kegiatan-kegiatan
dialog antar multi stakeholder di daerah amat diperlukan. Terbukti di beberapa tempat, keberadaan forum-forum dialog tersebut dapat
menjadi ruang sosialisasi gagasan atau rencana dari Pemerintah di satu sisi, dan ruang untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat.
Sumber:
LAPORAN DISKUSI PUSKOM PUBLIK KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
Tema : Pengembangan Transportasi Massal di Kota Padang dan Sekitarnya
Hari, Tanggal : Selasa, 7 Mei 2013
Tempat : Andromeda Ballroom Hotel Mercure, Padang, Sumatera Barat
Penyelenggara : Puskom Publik Kementerian Perhubungan
Pemantik Diskusi : 1.Yudi Indra (Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Padang)
2. Tri Septa Riza (Manajer Aset PT Kereta Api Indonesia Divre II Sumbar)
3. Adrian Zulfikar (Koordinator Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) Wilayah Sumbar)
4. Purnawan (Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Sumbar).
Moderator/Fasilitator : DARMANINGTYAS (MTI Pusat)