Upload
riadi-handika
View
378
Download
76
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas Laporan Praktikum
Mata Kuliah Irigasi dan Drainase
Pengenalan Bangunan Irigasi
Oleh :
Nama : I Putu Riadi Handika
Nim : 1111305009
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengenalan jaringan irigasi merupakan bagian yang penting bagi seseorang
mahasiswa yang berkecimpung dibidang pertanian, terutama bidang teknik pertanian.
Tanpa adanya system irigasi, usaha pertanian merupakan sesuatu yang tidak
maksimal, karena irigasi merupakan suatu factor penunjang dalam bidang usaha
pertanian.
Bangunan dan saluran irigasi sudah dikenal orang sejak zaman sebelum
Masehi. Hal ini dapat dibuktikan oleh peninggalan sejarah, baik sejarah nasional
maupun sejarah dunia. Keberadaan bangunan tersebut disebabkan oleh adanya bahwa
sumber makanan nabati yang disediakan oleh alam sudah tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Segi teknis dari persoalan pertanian ini menimbulkan
permasalahan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Air tunduk pada
hukum gravitasi, sehingga air dapat mengalir melalui saluran-saluran secara alamiah
ke tempat yang lebih rendah. Untuk keperluan air irigasi, dengan cara yang paling
sederhanapun telah dapat dicapai hasil yang memadai.
Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas batas-batas yang dapat
dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan ilmu alam, ilmu dan juga
hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda cair. Semua ini membuat
pengetahaun tentang irigasi bertambah lengkap.
Irigasi merupakan alternatif sistem pemanfaatan air secara efisien yang sering
digunakan sebagai proses pengairan lahan pertanian. Sistem pembangunan
infrastruktur irigasi membutuhkan lahan yang cukup luas pada proses penataan dan
pengelolaannya. Dalam hal ini, hutan merupakan pilihan lahan yang seringkali
dijadikan sebagai pengalih fungsian untuk pembuatan sluran irigasi. Semakin besar
dan luasnya saluran irigasi yang dibangun maka semakin banyak pula lahan yang
harus dikorbankan. Untuk memenuhi kebutuhan pembuatan irigasi tersebut, banyak
pohon-pohon yang harus ditebang sehingga terjadilah penggundulan hutan yang tidak
terkendalikan.
2
1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari praktikum pengenalan bangunan irigasi yang
terletak di Subak Tungkub yaitu sebagai berikut :
1. Untuk lebih mengenal bangunan yang ada pada suatu jaringan irigasi di Subak
Tungkub.
2. Untuk mengetahui dan mengerti fungsi (kegunaan), serta cara pengoperasian
suatu bangunan pada jaringan irigasi di Subak Tungkub.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Irigasi
Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan
pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang
membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan
dibuang kesaluran pembuang. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air
dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya,
baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia. Pengairan selanjutnya diartikan
sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi irifasi,
pengembangan daerah rawa, pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk
dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri (Ambler, 1991).
Berdasarkan sudut pandangnya irigasi digolong-golongkan menjadi irigasi aliran dan
irigasi aliran dan irigasi angkatan lebih dikenal dengan sebutan irigasi pompa. Irigasi
aliran adalah tipe irigasi yang penyampaian airnya kedalam pertanian atau area
persawahan dilakukan dengan cara pengaliran. Sedangkan irigasi angkat adalah tipe
irigasi yang penyampaian airnya ke areal pertanaman dilakukan dengan cara pemompaan
bangunan airnya berumah pompa bukan bendungan atau waduk (Dumairy, 1992).
Kebutuhan pangan terutama beras terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Di sisi lain ketersediaan pangan terbatas
sehubungan dengan terbatasnya lahan yang ada untuk bercocok tanam, teknologi, 3
modal dan tenaga kerja, sehingga defisit penyediaan bahan pangan masih sering
terjadi di negeri ini. Untuk itu berbagai pihak tidak henti-hentinya berupaya untuk
mengatasi masalah tersebut diatas melalui berbagai kebijaksanaan dan program
(Sudjarwadi, 1990).
Sudjarwadi (1990) mendefinisikan irigasi merupakan salah satu faktor penting
dalam produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang
tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian,
pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa
komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah :
1) siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan).
2) kondisi fisik dan kimiawi (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan).
3) kondisi biologis tanaman.
4) aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi).
Ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air,
sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 (Sudjarwadi, 1990), yaitu :
1) sistem irigasi permukaan (surface irrigation system)
2) sistem irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation system)
3) sistem irigasi dengan pemancaran (sprinkle irrigation system)
4) sistem irigasi dengan tetesan (trickle irrigation / drip irrigation system).
Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,
klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman sosial ekonomi dan
budaya, teknologi (sebagai masukan sistem irigasi) serta keluaran atau hasil yang
akan diharapkan (Bustomi, 2000).
2.2 Jaringan Irigasi
Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, (Pasandaran,1991) mengklasifikasikan sistem
irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1) Irigasi Sederhana
4
Adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak
dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak teratur
dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.
2) Irigasi Setengah Teknis
Adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada
bangunan pengambilan (head work) saja, sehingga air hanya teratur dan terukur pada
bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.
3) Irigasi Teknis
Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur air
pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air terukur
dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi.
4) Irigasi Teknis Maju
Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh jaringan
dan diharapkan efisiensinya tinggi sekali.
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian dan
penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi jaringan utama dan
jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran primer dan saluran sekunder.
Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan saluran yang berada dalam petak
tersier. Suatu kesatuan wilayah yang mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut
dengan Daerah Irigasi. Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing
seluas kurang lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan
pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai
lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah.
Petak tersier sebaiknya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit,
batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi
pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak
tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman. Petak sekunder terdiri dari
beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya
petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau 5
sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas
misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada
kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak
pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran
drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran
garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah. Petak primer terdiri dari
beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air dari saluran primer. Petak primer
dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari bangunan penyadap.
Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan
cara menyadap air dari saluran sekunder (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
2.3 Petak
a. Petak Tersier
Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter masing-masing seluas kurang
lebih 8 sampai dengan 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan di
petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang mempunyai lahan di petak
yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Petak tersier sebaiknya
mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit, batas desa dan batas-batas
lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap efisiensi pemberian air.
Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam penentuan luas petak tersier antara
lain jumlah petani, topografi dan jenis tanaman (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
b. Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari
beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda
topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak sukunder dapat berbeda-
beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder
pada umumnya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran
tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat
direncanakan sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih
rendah (Direktorat Jenderal Pengairan, 1986).
6
c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung air
dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil
air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran primer sering
tidak dapat dilayani dengan mudah dengan saluran sekunder (Direktorat Jenderal
Pengairan, 1986).
2.4 Bangunan Irigasi
Keberadaan bangunan irigasi diperlukan untuk menunjang pengambilan dan
pengaturan air irigasi. Beberapa jenis bangunan irigasi yang sering dijumpai dalam
praktek irigasi antara lain (1) bangunan utama, (2) bangunan pembawa, (3) bangunan
bagi, (4) bangunan sadap, (5) bangunan pengatur muka air, (6) bangunan
pembuang dan penguras serta (7) bangunan pelengkap (Direktorat Jenderal
Pengairan, 1986).
Menurut Direktorat Jenderal Pengairan (1986) bangunan utama dimaksudkan
sebagai penyadap dari suatu sumber air untuk dialirkan ke seluruh daerah irigasi
yang dilayani. Berdasarkan sumber airnya, bangunan utama dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori, (1) bendung, (2) pengambilan bebas, (3) pengambilan dari
waduk, dan (4) stasiun pompa. Direktorat Jenderal Pengairan, 1986) memberikan
penjelasan mengenai berbagai saluran yang ada dalam suatu sistem irigasi sebagai
berikut :
a) Saluran primer membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan
ke petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi
yang terakhir.
b) Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang menyadap dari saluran
primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut.
Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan sadap terakhir.
Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan,
pengukuran, serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3)
jaringan irigasi teknis.
7
BAB III
METODOLOGI
3.1. Bahan dan Alat
1. Roll meter
2. Alat Tulis
3. Kamera
3.2. Langkah Kerja
Dalam praktikum yang dilaksanakan di Subak Tungkub, Pertama yaitu
berjalan menelusuri jaringan irigasi terutama pada bagian yang terdapat
bangunan irigasi seperti :
1. Bangunan Utama (Bendung, Waduk, Bangunan Sadap Utama)
2. Bangunan pembawa (Saluran terbuka, Terowongan, Talang, Terjunan dan
saluran curam/ jungkir, Sifon)
3. Bangunan pengatur (bangunan bagi, banguanan ukur : Bangunan ukur
trapesium/cipolleti, Bangunan ukur segitiga/ Thomson, Bangunan ukur
Romijin.
Langkah kedua mencatat semua data yang di dapat dilapangan yaitu:
1. Mencatat nomor kode dan nama bangunan
2. Mencatat fungsi (kegunaan) bangunan yang terdapat dan ditemukan di setiap
perjalanan
3. Mencantumkan setiap gambar bangunan yang terdapat pada subak Tungkub.
8
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada praktikum kunjungan ke saluran irigasi Tungkub di Kabupaten Tabanan, di
dapatkan hasil dari pengenalan jaringan irigasi dan mengenali komponen-komponen yang ada
pada jaringan irigasi Tungkub. Adapun bangunan irigasi yang terdapat di daerah irigasi
Tungkub sebagai berikut :
1. Pertama kami menemukan bangunan, Bendung Tungkub yang merupakan
bangunan yang berfungsi untuk menahan serta menampung air sehingga dapat
dialirkan ke beberapa saluran-saluran primer yang ada, di bendung tungkub
terdapat juga sungai yang cukup besar yang memiliki nama Sungai Sungi.
2. Bangunan kedua yang ada di subak Tungkub yaitu bangunan yang bernama
Calung. Calung merupakan sebuah bangunan yang berbentuk persegi dan memiliki
kedalaman tertentu yang memiliki fungsi sebagai pengontrol barang atu sampah
yang nyangkut pada saluran irigasi yang dimana nantinya biasa menggangu saluran
irigasi.
3. Bangunan ketiga yang kami temukan yaitu bangunan Penguras lumpur yang
memiliki fungsi sebagai pembersih lumpur pada saluran irigasi di Tungkub agar air
yang akan mengairi sawah tidak berisi lumpur. Pada subak tungkub juga terdapat
bangunan seperti Trowongan yang memiliki fungsi sebagai tempat aliran air, tetapi
di bawah tanah.
4. Selanjutnya menuju ke bangunan saluran primer yaitu merupakan saluran yang
membawa air dari bangunan sadap menuju saluran sekunder dan akan mengalir ke
petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer yaitu pada bangunan
bagi yang paling terakhir. Saluran sekunder membawa air dari bangunan yang
menyadap dari saluran primer menuju petak-petak tersier yang dilayani oleh
saluran sekunder tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah pada bangunan
sadap terakhir. Saluran tersier membawa air dari bangunan yang menyadap dari
saluran sekunder menuju petak-petak kuarter yang dilayani oleh saluran sekunder
tersebut. Batas akhir dari saluran sekunder adalah bangunan boks tersier terakhir.
9
4.2 Pembahasan
Dari praktikum pengenalan bangunan irigasi di daerah irigasi Tungkub
kabupaten Tabanan dapat dijumpai bangunan – bangunan irigasi dan penunjangnya
dalam kondisi baik. Akan tetapi banyak lumut yang menempel pada saluran irigasi
dan rumput yang tinggi biasa mengakibatkan terhambatnya saluran irigasi di daerah
Tungkub kabupaten Tabanan. Dimana pada saat praktikum debit air pada bendung
dan saluran melebihi ambang batas karena kurangnya pengawasan dari petugas
bendung. Hal ini menyebabkan air yang mengalir ke sawah berlebihan, dan jumlah
endapan lumpur dan sampah sudah sangat tinggi sehingga mengganggu kinerja
bendung dan bangunan lainnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum pengenalan bangunan irigasi yang bertempat di daerah
Tungkub Kabupaten Tabanan dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa Jaringan
irgasi terdiri dari bangunan-bangunan pengaliran yang dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat mengalirkan air dengan baik. seperti bendung, calung, bangunan
penguras lumpur saluran primer , saluran sekunder, saluran tersier dan terowongan.
Dengan diadakannya praktikum ini kita dapat mengetahui dan memahami bangunan –
bangunan irigasi beserta fungsinya yang terdapat pada daerah irigasi Tungkub
Kabupaten Tabanan.
5.2 Saran
Praktikum seperti ini hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Sehingga mateeri yang disampaikan saat praktikum dapat diserap dengan baik.
Kemudian untuk perawatan bangunan irigasi hendaknya dilakukan dengan intensif
supaya fungsi dari masing-masing bangunan dapat berjalan dengan baik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2007.Irigasi.www.staffsite.gunadarma.ac.id/Pengaruh Kebijakan SDA Terhadap
Pengelolaan Irigasi. [30 April 20011]
Apriyanto, Dwi Priyo. Sistem Pemberian Kebutuhan Air Untuk Lahan Pertanian. USM
Surakarta: Fakultas Pertanian.
Aris, Bambang. 2002. Teknik Drainase Bagian Pertama. Bandung: Teknotan Universitas
Padjadjaran.
Nadeak, Ronauli. 2009. Evaluasi Sistem Drainase Pada Daerah Irigasi Ular Di Kawasan
Bendeng Kabupaten Serdang Bedagai. USU : Fakultas Pertanian
LAMPIRAN
Gambar 1. Bangunan Bendung Gambar 2. Bangunan Calung
11
Gambar 3. Bangunan Penguras lumpur Gambar 4. Sungai Sungi
12