Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN (A/08/LPPM/2018)
1440 H / 2018 M
PENGENDALIAN INFLASI DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Fitri Kurniawati, M.E.Sy. Penelitian Pembinaan / Peningkatan Kapasitas
L E M B A G A P E N E L I T I A N D A N P E N G A B D I A N M A S Y A R A K A T ( L P P M ) I N S T I T U T A G A M A I S L A M N E G E R I ( I A I N M E T R O )
LAPORAN PENELITIAN
(A/08/LPPM/2018)
PENGENDALIAN INFLASI DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
(Studi Efektivitas Instrumen Moneter Syari’ah di Lampung)
Penelitian Dasar Peningkatan Kapasitas / Pembinaan
Peneliti :
Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (LPPM) IAIN METRO
Tahun 1440 H / 2018 M
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : PENGEDALIAN INFLASI DALAM PERSPEKTIF
EKONOMI ISLAM
Bidang Ilmu : Ekonomi
Kategori Penelitian : Penelitian Pembinaan / Peningkatan Kapasitas
Nama Peneliti : Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
Golongan Pangkat : Asisten Ahli / IIIb
Fakultas/Jurusan : Ekonomi dan Bisnis Islam
Alamat Rumah : Jl. Diponegoro No. 29 15 b Timur Kel. Imopuro
Kec. Metro Pusat, Kota Metro, Lampung.
Telp/HP : 085366872022
e-mail : [email protected]
Lokasi penelitian : Propinsi Lampung
Lama Penelitian : 6 (Enam) Bulan
Biaya Diperlukan : Rp 15.000 000,00
Metro, 29 Oktober 2918
Menyetujui,
Kepala Pusat Penelitian Peneliti,
dan Penerbitan
(Dr. Dedi Irwansyah, M.Hum.) (Fitri Kurniawati, M.E.Sy. )
NIP. 19791223 200604 1 001
Kepala LPPM
(Dr. Zainal Abidin, M.Ag)
NIP. 19700316 199803 1 003
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya :
Nama : Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
Golongan Pangkat : Asisten Ahli / IIIb
Fakultas/Jurusan : Ekonomi dan Bisnis Islam
Alamat Rumah : Jl. Diponegoro No. 29 15 b Timur Kel. Imopuro
Kec. Metro Pusat, Kota Metro, Lampung.
Menyatakan bahwa Laporan penelitian yang saya buat dengan judul
“PENGENDALIAN INFLASI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM”
adalah orisinil yang belum diteliti sebelumnya dan naskah penelitian ini secara
keseluruhan adalah asli penelitian/karya saya sendiri kecuali pada bagian-bagian
yang dirujuk sumbernya.
Metro, 29 Oktober 2018
Saya yang menyatakan,
Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Fitri Kurniawati, M.E.Sy. NIP : - Golongan : IIIb Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa : Bertanggung jawab penuh atas pengelolaan pertanggungjawaban keuangan kegiatan penelitian dengan judul penelitian Pengendalian Inflasi dalam Perspektif Ekonomi Islam senilai Rp 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah). Nilai tersebut telah dihitung dengan benar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan atas pembayaran maka kami bersedia untuk perbaikan atas kekeliruan tersebut dan bersedia mengembalikan ke kas negara. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenar-benarnya.
Metro, 29 Oktober 2018 Peneliti, (Materai Rp 6.000)
Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
URAIAN ATAS LAPORAN PENGGUNAAN DANA KEGIATAN PENELITIAN YANG DIBIAYAI DIPA IAIN METRO
KATEGORI PENELITIAN PEMBINAAN TAHUN 2018
Nama Peneliti : Fitri Kurniawati, M.E.Sy. Judul Penelitian : Pengendalian Inflasi dalam Perspektif Ekonomi Islam Dana : Rp 15.000.000,-
No Tahapan Penelitian Jenis Belanja Uraian Jumlah
PAJAK
Netto PPN PPh 21
PPh 22 PPh 23
1 Pra Kegiatan (Penelitian Awal)
ATK Kegiatan 1. Kertas HVS 2. Tinta Printer 3. Buku Agenda 4. Ballpoint
Rp. 110.000 Rp. 172.500 Rp. 580.000 Rp. 240.000
Penggandaan FGD - Rp. 350.000
Konsumsi - Rp. 800.000
Transportasi - Rp. 1.900.000
2 Pelaksanaan Penelitian ATK Kegiatan 1. Flasdisk 32GB Toshiba 2. Buku Agenda 3. Ballpoint
Rp. 259.000 Rp. 580.000 Rp. 240.000
Penggandaan FGD - Rp. 520.000
Konsumsi - Rp. 800.000
Transportasi - Rp. 2.000.000
3 Pasca Penelitian ATK Kegiatan 1. Kertas HVS 2. Flasdisk 16GB 3. Tinta Printer 4. Buku Agenda 5. Ballpoint
Rp. 110.000 Rp. 144.000 Rp. 172.500 Rp. 580.000 Rp. 240.000
Penggandaan FGD - Rp. 584.000
Konsumsi - Rp. 800.000
Transportasi - Rp. 2.000.000
Dokumentasi - Rp. 81.500
Penggandaan hasil - Rp. 982.500
Publikasi Ilmiah - Rp. 750.000
Metro, 29 Oktober 2018 Peneliti, (Materai Rp 6.000)
Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul ......................................................................... i
Halaman Judul ............................................................................ ii
Halaman Pengesahan .................................................................. iii
Pernyataan Orisinalitas ............................................................... iv
Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak .................................. v
Uraian Atas Laporan Penggunaan Dana ...................................... vi
Abstrak ...................................................................................... vii
Daftar Isi ..................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................. 1
B. Rumusan Masalah ..................................................... 37
C. Batasan Istilah ........................................................... 38
D. Tujuan Penelitian ...................................................... 41
E. Kegunaan Penelitian.................................................. 41
F. Kajian Terdahulu ....................................................... 42
G. Kerangka Berpikir ...................................................... 46
BAB II KAJIAN TEORI .......................................................
A. Pengertian Efektifitas ................................................. 47
B. Instrumen Moneter Syari’ah ....................................... 48
C. Inflasi dalam Ekonomi Syari’ah ................................... 51
D. Pengendalian Inflasi dalam Ekonomi Syari’ah ............. 54
BAB III METODE PENELITIAN ..........................................
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................. 56
B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data .............. 57
C. Metode Analisis dan Penafsiran Data .......................... 59
BAB IV PEMBAHASAN .......................................................
A. Penerapan Instrumen Moneter Syari’ah di Beberapa
Negara ...................................................................... 62
B. Instrumen Moneter Syari’ah di Indonesia .................. 65
C. Pengendalian Inflasi dengan Menggunakan
Instrumen Moneter Syari’ah di Lampung ................... 67
D. Efektivitas Instrumen Moneter Syari’ah terhadap
Pengendalian Inflasi di Lampung ............................... 71
BAB V PENUTUP ................................................................
A. Kesimpulan ............................................................... 75
B. Saran......................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
SEMINAR HASIL
PENGENDALIAN INFLASI DALAM
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
(Studi Efektivitas Instrumen Moneter Syari’ah di Lampung)
Penelitian Dasar Peningkatan Kapasitas / Pembinaan
Peneliti :
Fitri Kurniawati, M.E.Sy.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat (LPPM) IAIN METRO
Tahun 1440 H / 2018 M
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Inflasi ditandai dengan kenaikan harga barang-barang, adalah peristiwa
moneter yang biasa dijumpai dihampir semua negara. Inflasi dapat
menimbulkan keresahan masyarakat jika hal itu terjadi secara terus-menerus
(berkepanjangan). Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga umum,1 inflasi
seperti sebuah penyakit.2 Sehingga hal ini harus dikendalikan. Kenaikan
harga akan menyulitkan masyarakat terutama mereka yang berpenghasilan
rendah dan yang berpenghasilan tetap. Jumlah uang yang sama diperoleh
jumlah barang yang lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Secara umum,
inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang komoditas
yang menyeluruh dari nilai unit penghitungan moneter.3
Salah satu cara mengendalikan inflasi adalah menggunakan kebijakan
moneter. Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan
otoritas moneter yang terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter,
kestabilan nilai uang, mendorong kelancaran produksi dan pembangunan,
serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.4
Kebijakan moneter adalah usaha untuk mengendalikan keadaan ekonomi
1 Paul A. Samuelson, William D. Nordhaus, Economics, (New York : McGraw-Hill Inc. ,
1992), h. 307 2 Ibid, h. 592 3 Douglas Greenwald, Encyclopedia of Economic, (New York : McGraw-Hill Inc. , 1982),
h. 510 4Aliminsyah,Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, (Bandung:Yrama Widya, 2006),
h. 186
makro agar sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang
beredar dalam perekonomian. Usaha dilakukan agar terjadi kestabilan harga
dan inflasi terkendali serta peningkatan output keseimbangan.Banyak fakor
yang menyebabkan terjadinya inflasi, diantara faktor tersebut ada yang
bersifat ekonomi namun bisa juga disebabkan kebijakan pemerintah. Faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi inflasi antara lain:
1. Meningkatnya kegiatan ekonomi sehingga ada peningkatan permintaan
agregat tidak diimbangi dengan meningkatnya penawaran agregat
karena adanya kendala struktural perekonomian.
2. Melemahnya nilai tukar rupiah sehingga harga cenderung naik dan sulit
untuk turun apabila nilai tukar rupiah menguat.
3. Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan seperti kenaikan
harga BBM, listrik, menaikkan upah minimum dan gaji pegawai.
4. Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat
yang sangat tinggi terhadap konsumsi sehingga memicu kenaikan
harga.5
Inflasi yang terjadi ini biasa diukur dengan tingkat inflasi dengan
menggunakan Costumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI),
yang mana sebenarnya kedua alat ukur ini direvisi dari waktu ke waktu
5 M. Ridwan, Ekonomi Makro dan Mikro Islam, (Jakarta : Citapustaka Media, 2013), h.
178
karena kurang dapat mengakomodasi.6 Oleh karena pengaruhnya cukup
besar pada kehidupan ekonomi, inflasi merupakan salah satu masalah
ekonomi yang menjadi perhatian ekonom, pemerintah dan masyarakat
umum. Pandangan sekuler7 menyebutkan bahwa inflasi erat kaitannya
dengan tingkat bunga.8 Hal ini disebabkan adanya biaya untuk
mempengaruhi uang yang beredar. Padahal sebenarnya inflasi hanya
membutuhkan sedikit biaya untuk dikendalikan.9 Bahkan inflasi yang
rendahpun memiliki pengaruh yang besar terhadap efiseinsi ekonomi.10
Karena inflasi erat kaitannya dengan masalah nilai uang. Uang mempunyai
nilai karena diterima sebagai alat tukar barang dan jasa. Oleh karena itu,
nilai uang ditentukan oleh harga barang dan jasa yang dibeli dengan uang
tersebut. Apabila harga-harga dalam suatu perekonomian naik, maka jumlah
barang dan jasa yang dapat ditukar dengan sejumlah uang menjadi sedikit.
6 S. E. Landsburg, L. J. Feinstone Macroeconomics, (New York : McGraw-Hill Inc. ,
1997), h. 32 7 Sekulerisme adalah pandangan dunia yang mendominasi dunia Barat. Pandangan ini
memisahkan antara dunia dan akherat, agama dan negara. Dia menempatkan kekuatan akal untuk menemukan kebenaran metafisik secara final. Dia berkeyakinan bahwa tidak ada kehidupan setelah kematian, tidak ada pertanggungjawaban setelah mati. Dia berkeyakinan bahwa kebahagiaan hanya akan bisa dicapai dengan materi. Ia berpandangan dari segi utilitarianisme bahwa kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan keburukan, ditentukan oleh sensasi kesenangan dan kesakitan. Apa saja yang mendatangkan kesenangan adalah baik lagi benar dan apa saja yang mendatangkan kesusahan adalah buruk lagi salah. Inilah yang menghasilkan konsep manusia ekonomi yang menjadi motor ekonomi sekuleris/kapitalis saat ini. Kepentingan pribadi adalah sumber geraknya. Konsumsi adalah tujuan tertinggi kehidupannya, sumber utama kebagiaannya dan pembenaran tertinggi segala usahanya. Segala upaya individu untuk memenuhi kebutuhannya adalah kebenaran sehingga harus dibiarkan bebas. Kehidupan ekonomi adalah arena persaingan yang diatur oleh system pasar bebas yang menjamin hukum rimba “siapa yang kuat dia yang menang”. Padahal manusia itu tidak hanya fisik dan rasio tetapi jaga memiliki ruh/jiwa. Pandangan sekuleris/kapitalis di atas telah menempatkan manusia seperti binatang sehingga tidak perlu campur tangan Tuhan dalam kehidupannya. Implikasi dari paham ini sangat fatal. (lihat : Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta : Gema Insani press, 1989), h. 20
8 N. Gregory Mankiw, Macro Economics, (USA : Worth Publishers, 2007), h. 89-92 9 Alan Blinder, Hard Heads, Soft Hearts : Tough Minded Economics for a Just Society, (M.
A. Edison Wesley, 2007) 10 Martin Feldstein, The Cost and Benefits of Price Stability, (Univ. Chicago Press, 1999)
Dalam kasus ini dikatakan bahwa nilai uang mengalami penurunan yang
berakibat kepada timbulnya inflasi. Proses kenaikan harga-harga umum
barang-barang secara terus-menerus. Namun dengan persentase yang tak
sama.11 Namun terdapat kenaikan harga umum barang secara terus-
menerus selama suatu periode tertentu. Sedangkan kenaikan yang terjadi
hanya sekali (meski dengan persentase yang cukup besar) bukanlah
merupakan inflasi.12
Inflasi terjadi disebabkan oleh beberapa hal diantaranya natural
inflation (inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak
mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya), human error inflation (inflasi
yang terjadi karena kesalahan manusia sendiri), terdapatnya unsur bunga
yang dapat mempengaruhi perekonomian, demand pull inflation (inflasi
yang dikibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi
permintaan dari barang-barang dan jasa pada suatu perekonomian), cost
push inflation (inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan
pada sisi penawaran dari barang dan jasa pada suatu perekonomian,
spiralling inflation (inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang terjadi
sebelumnya, yang mana itu terjadi sebagai akibat dari inflasi yang terjadi
sebelumnya lagi dan begitu seterusnya), imported inflation (inflasi di negara
11 Nopirin, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta, 1987, h. 25 12Ibid, h. 26
lain karena ikut perdagangan internasional).13 Indikator inflasi berdasarkan
international best practice:
1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga Perdagangan Besar dari
suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara
penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar
berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu
komoditas.14
2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran
level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam
suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB
atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.15
Inflasi dan kebijakan moneter merupakan kegiatan yang terkait satu
sama lain. Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.16Bank Indonesia selaku otoritas moneter
merumuskan suatu kebijakan moneter dengan maksud memengaruhi
sasaran-sasaran makroekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
13 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 138-139 14Penjelasan lebih detail mengenai IHPB dapat dilihat pada web site Badan Pusat
Statistik www. bps. go. id 15 http://www. bi. go. id/id/moneter/inflasi/pengenalan/Contents/Default. aspx 16 UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia, hal yang dimaksud dengan
kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Kebijakan moneter tersebut dapat dikatakan efektif jika berhasil atau
mencapai sasaran yang dikehendaki. Namun instrument yang digunakan
berbasis bunga.
Oleh karena itu, bunga sangat berperan penting sekali di dalam
pengendalian inflasi menurut ekonomi konvensional. Selanjutnya tingkat
inflasi yang terjadi, menjadi acuan lagi untuk menentukan bunga simpanan
yang lebih tinggi. Demikian seterusnya dan seterusnya. Bagi seorang
produsen yang meminjam uang di bank sebagai modal usaha, maka untuk
mengurangi kerugian lebih jauh biasanya terpaksa menjual barang/jasa
dengan harga di bawah pasar atau di jual rugi. Akibatnya, pedagang tersebut
tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya ke bank.17 Serta
dengan alternatif lain untuk mengurangi kerugian lebih lanjut dapat
dilakukan dengan penghematan dari yang paling ringan, seperti mengurangi
pengeluaran untuk kerja lembur, dsb. Sampai pemutusan hubungan kerja
(PHK) yang akhirnya akan menimbulkan masalah baru yaitu pengangguran.
Namun ada sesuatu yang perlu diperhatikan dalam pengendalian inflasi
dengan menggunakan kebijakan moneter yang ada di Indonesia ini.
Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia
tidak sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi
yang berasal dari sisi penawaran (cost push inflation). Bank Indonesia,
melalui kebijakan moneter, dapat mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan,
seperti investasi dan konsumsi masyarakat. Misalnya, kebijakan kenaikan
17 Wirdyaningsih et. al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005,
h. 35-36
suku bunga dapat sedikit mengurangi pengeluaran masyarakat dan
pemerintah sehingga dapat menurunkan permintaan secara keseluruhan
yang pada akhirnya dapat menurunkan inflasi.
Benarkah dengan menggunakan instrument suku bunga pada kebijakan
moneter, inflasi benar-benar dapat dikendalikan. Karena kenaikan suku
bunga ini dapat menguatkan sekaligus melemahkan nilai tukar rupiah.
Demikian juga, Bank Indonesia dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat
melalui kebijakan yang konsisten dan kredibel.
Sistem moneter dunia kini dikuasai fiat money yang sangat rentan
dengan fluktuasi (Volatile), kecuali beberapa negara yang menggunakan
uang dwi-logam (dinar dan dirham).18 Implikasi dari dominannya
penggunaan fiat money, perjalanan perekonomian dunia senantiasa
mengalami “pasangsurut”. Ketika masyarakat dunia menggunakan fiat
money, maka konsekuensi logisnya, mereka telah memasuki tahapan
ekonomi baru: regime of permanent inflation atau inflasi abadi. Utang
nasional dan inflasi adalah anak dari sistem uang kertas.19 Kebijakan
moneter di Indonesia merupakan sebuah kebijakan yang sentral. Bank
Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter di Indonesia memiliki tujuan
untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal yang dimaksud
dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-
harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
18 Negara tersebut adalah Kuwait, Yordania, Tunisia, Bahrain, Iran dan beberapa
negara Timur Tengah lainnya. 19 Tarek El Diwany. The Problem with Interest (Sistem bunga dan Permasalahannya),
(Jakarta: Akbar, 2003), hal. 53
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan
moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation
Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar mengambang
(free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai
stabilitas harga dan keuangan.
Secara historis, tingkat dan volatilitas20 inflasi Indonesia lebih tinggi
dibanding negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara
berkembang lain mengalami tingkat inflasi antara 3 -5% pada periode 2005-
2014, Indonesia memiliki rata-rata tingkat inflasi tahunan sekitar 8,5% dalam
periode yang sama.21Puncak-puncak dalam volatilitas inflasi Indonesia
berkolerasi dengan penyesuaian harga-harga yang ditetapkan.
Harga-harga energi (bahan bakar dan listrik) ditetapkan oleh Pemerintah
dan karenanya tidak bergerak sesuai dengan kondisi pasar, berarti defisit
yang dihasilkannya harus diserap oleh Pemerintah atau Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Masyarakat
Indonesia menjadi kecanduan pada subsidi Pemerintah, terutama bahan
bakar yang murah. Ini berarti bahwa usaha-usaha untuk mengatur kembali
subsidi energi mengimplikasikan risiko politik untuk elit berkuasa karena
kegelisahan politik (demonstrasi) muncul yang disebabkan tekanan inflasi.
Seperti yang disebutkan sebelumnya untuk mengendalikan inflasi, salah
satu caranya BI menggunakan kebijakan moneter. Instrument kebijakan
20 Menurut KBBI, volatilitas adalah kecenderungan mudah berubah menjadi gas atau
uap dari suatu cairan. (lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1550).
21 http://www. bi. go. id/id/moneter/inflasi/data/Default. aspx (1 januari 2016)
moneter yang ada saat ini menggunakan BI rate sebagai dasar dari semua
kebijakan keuangan yang diambil, mulai dari operasi pasar terbuka,
penetapan tingkat diskonto, dan penetapan giro wajib minimum. Sehingga
salah satu karakteristik Indonesia, sejumlah besar penduduknya termasuk
dalam kelompok yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan, yang berarti
bahwa kejutan inflasi relatif kecil bisa mendorong kebawah garis kemiskinan.
1. Operasi Pasar Terbuka
Dalam kerangka kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh
transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada publik. Secara
operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku
bunga kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku
bunga pasar uang dan suku bunga deposito dan suku bunga kredit
perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan memengaruhi
output dan inflasi. Sejak berlakunya dual Banking System di Indonesia,
Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjalankan operasi moneter ganda
yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berbasis suku bunga untuk
konvensional dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berbasis fee
untuk syariah.22 Namun yang terjadi saat ini, SBIS yang berbasis fee, juga
mempertimbangkan suku bunga yang digunakan pada konvensional.BI
dalam mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiahmelakukan
22 Peraturan Bank Indonesia nomor : 10/ 11 /PBI/2008 tentang sertifikat bank
Indonesia syariah
berbagai kebijakan, namun perpaduan kebijakan23 yang digunakan
menimbulkan krisis bertambah parah. Inilah sebuah dilema yang sampai
saat ini belum terpecahkan. Bahkan mereka mengatakan kebijakan atau
solusi yang ditawarkan oleh para ahli dalam memecahkan permasalahan
inflasi dan pengangguran secara bersamaan justru menyebabkan efek
sampingan yang lebih buruk dari penyakitnya itu sendiri.24 Karena yang
diberikan hanya sebatas menghilangkan penyakit permukaan saja,
sementara penyakit dalam nya masih belum. Penyakit dalam yang belum
tersentuh adalah terkait dengan hakikat mata uang itu sendiri dan sistem
yang melingkupinya, serta penyalahgunaan dari fungsi dasar uang sebagai
alat tukar yang bertambah menjadi tidak hanya sebatas sebagai alat
tukar, melainkan juga menjadi sebuah barang (komoditas) yang turut
diperdagangkan dengan imbalan bunga (interest). Karena itu kebijakan
moneter di Indonesia perlu ditinjau ulang untuk dapat memberikan
hakikat dari kebijakan moneter itu sendiri. Dalam ekonomi Islam, inflasi
juga bukan hal baru. Karena hal ini pernah terjadi pada masa Rasul yang
dalam sejarah pengendalian yang baik dilakukan oleh Umar bin Khattab.
Karena jika dilihat dari sejarah, pada awal Islam uang cukup stabil25,
23 Di Indonesia, sinergi kebijakan dalam rangka antisipasi inflasi ini dituangkan dalam
Keputusan Menteri Keuangan yang menyatakan pengendalian inflasi akan dilakukan dalam suatu forum yang dikoordinasi oleh Menko Perekonomian, yang beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Menteri Perdagangan, dan menteri-menteri terkait. Pembahasan yang lebih lanjut tentang sinergi kebijakan antara pemerintah dengan otoritas moneter dapat dibaca pada Iskandar Simorangkir. Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia: Suatu Kajian dengan Pendekatan Game Theory. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, vol. 9, no. 3, Januari 2007.
24 Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, Economic…., h. 322 25 Al Sahid Sayid Mohammed Baqir al Shadr, Iqtishaduna, (Beirut : Dar al Fikr, 1389 H),
h. 118-120
namun tetap ada natural inflation. Maka tetap ada pengendalian inflasi
dalam Islam dengan menggunakan kebijakan moneter. Kehadiran
kebijakan moneter alternatif yang mampu mengendalikan inflasi sudah
sangat mendesak dibutuhkan dan segera diaplikasikan. Namun tidak
terlalu fanatisme.26Jika yang terjadi di Indonesia saat ini menerbitkan SBIS
yang masih mempertimbangkan tingkat suku bunga, maka sebaiknya
ditinjau lagi penggunaan dari SBIS tersebut. Ekonomi Islam memberikan
alternative bahwasannya ketika pemerintah hendak mengurangi uang
yang beredar di masyarakat melalui kebijakan moneter kontraktif
maupun ekspansif, maka SBIS yang diterbitkan harus bernilai investasi riil.
Jadi terdapat keseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter.
2. Penetapan Tingkat Diskonto
Pengendalian yang selanjutnya diberikan oleh ekonomi konvensional
yaitu menggunakan kebijakkan politik diskonto (menaikkan dan
menurunkan suku bunga). Hal ini tetap dilakukan karena pengambilan
bunga uang sangatlah logis sebagai kompensasi penurunan daya beli
uang selama dipinjamkan atau yang beredar dimasyarakat untuk modal
usaha. Serta uang yang dipinjaman tersebut berasal dari pihak bank yang
telah diberikan kuasa oleh pemerintah. Sedangkan bunga atau interest itu
sendiri adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh peminjam kepada
pemberi pinjaman;pemberi pinjaman harus diberi balas jasa atas
hilangnya kesempatan konsumsi saat ini. Semakin besar tingkat bunga,
26 Muhammad bin Khaldun, Mukaddimah, (Beirut : Dar al Kitab, 2001), h. 256
hal ini diasumsikan konstan, semakin besar juga imbalan atas pemberian
pinjaman uang. Jadi jumlah uang yang mau dipinjamkan akan meningkat
sejalan dengan kenaikan tingkat bunga.27Padahal ada hal lain yang dapat
dilakukan selain dari yang disebutkan di atas. Dalam Islam ada solusi
untuk tidak menggunakan bunga/interest dalam setiap transaksi yang
dipergunakan, system moneter yang ada dapat menggunakan system
tanpa bunga, misalnya bagi hasil, fee atau lainnya. Di samping itu juga
bagi hasil bertujuan untuk menghindari pengunaan sistem yang
menetapkan dimuka suatu hasil usaha, seperti penetapan bunga
simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan didalam ekonomi
konvensional, menghindari penggunaan sistem presentasi biaya terhadap
pinjaman atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur
melipatgandakan otomatis pinjaman /simpanan tersebut hanya karena
berjalannya waktu, sehingga ada ketidakmerataan pendistribusian
kekayaan dan berakibat pada makin jauhnya kesejahteraan negara.28
Oleh karena itu Islam juga mempunyai cara lain didalam menanggulangi
inflasi yaitu dengan adanya zakat. Zakat merupakan ibadah yang
bernuansa pajak, atau pajak yang bernuansa ibadah, dimana suatu
kewajiban bagi orang yang mampu dan dilaksanakan dibawah
penguasaan negara dengan memiliki dua faktor (kepada Rabbnya dan
kepemerintahan). Kesemua cara pengendalian inflasi menurut Islam yang
27 Sigit Triandaru, Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer, (Jakarta : Salemba Empat,
2000, h. 138 28 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari’ah….
telah disebutkan diatas memilki nilai return yang melebihi tingkat inflasi
sehingga terbentuklah laju pertumbuhan ekonomi yang berjalan dengan
baik karena uang dapat berputar dari orang kaya kepada orang miskin
atau yang tidak mampu dan pada akhirnya inflasi dapat diatasi. Sebagai
contoh upaya awal penerapan cara pengendalian inflasi menurut Islam ini
tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an.29 Inflasi
dikendalikan dengan tidak menggunakan bunga untuk ciptakan iklim
usaha produktif.
3. Penetapan Cadangan Wajib Minimum
Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) adalah mengatur
jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk
menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.Hal ini
dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan persentase cadangan
wajib pada BI. Yang juga menstandarkan pada suku bunga BI. Padahal
suku bunga merupakan instrumen yang menyebabkan
ketidakseimbangan sektor riil dan moneter.Dalam sistem ekonomi
syariah yang dikenal bukanlah sistem suku bunga melainkan sistem
pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing). Besar
kecilnya pembagian keuntungan tergantung pada kegiatan investasi dan
pembiayaan yang dilakukan di sektor riil. Hasil dari investasi dan
29 M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi Keuangan & Keuangan Islam, Muhammadiyah
University Press, Surakarta, 2006, h. 14
pembiayaan yang dilakukan bank di sektor riil yang menentukan besar
kecilnya pembagian keuntungan di sektor moneter. Ini berarti sektor
moneter bergantung pada sektor riil.Contoh konkret instrumen kebijakan
moneter Islam yang dilakukan Bank Indonesia misalnya giro wajib
minimum (GWM) pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan
prosentase tertentu dari dana pihak ketiga. DPK yang dimaksud yaitu
dalam bentuk giro wadiah, tabungan mudharabah, deposito investasi
mudharabah, dan kewajiban lain, Sertifikat investasi mudharabah antar
bank syariah (Sertifikat IMA), dan sertifikat wadi’ah Bank Indonesia
(SWBI). Namun hal ini dirasakan belum berdampak secara maksimal bagi
perekonomian bangsa Indonesia.
Berbeda dari tujuan ekonomi secara konvensional yang hanya bertujuan
pada keduniaan saja dan terbatas dengan instrumentnya, maka ekonomi
Islam lebih luas lagi. Tujuan pengendalian moneter dalam Islam adalah
tercapainya kondisi Full Employment yaitu kondisi seluruh faktor produksi
dapat dioptimalkan penggunannya, menjamin stabilitas nilai mata uang dan
stabilitas harga (mengendalikan inflasi) dan alat redistribusi kekayaan
dimana harta disinergiskan antara sektor keuangan dengan sektor riil.
Indonesia sudah mengalami krisis ekonomi sebanyak tiga kali, yaitu pada
tahun 1940an (ketika penjajahan jepang), tahun 1965 (disaat ambruknya
pemerintahan Bung Karno), ketiga pada tahun 1997.30 Meskipun mendapat
julukan The East Asian Miracle dan macannya Asia (Asian tiger), tidak lama
berselang terjadilah guncangan (shock) ekonomi yang berawal dari sisi
moneter. Dari sisi nilai tukar (exchange rate), pada tanggal 18 januari 1998
rupiah mencapai puncak kejatuhannya dengan menembus angka Rp. 16. 000
per 1 dolar AS.31 Dari sisi inflasi, angka inflasi mencapai 77,60 % dan PDB -
13,20 %.32
Misalnya ketika Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
memutuskan untuk mengurangi subsidi bahan bakar secara besar-besaran di
akhir 2005 (dengan menaikan harga bahan bakar bersubsidi lebih dari dua
kali lipatnya) karena tingginya harga minyak internasional, tindakan ini
segera menyebabkan tingkat inflasi dua angka antara 14% sampai 19% (year-
on-year) sampai Oktober 2006. Lebih lanjut lagi, inflasi inti menjadi tidak
stabil karena efek ronde dua dari penyesuaian harga energi yang berlanjut
ke perekonomian yang lebih luas (contohnya melalui kenaikan biaya-biaya
transportasi). Hal tersebut merupakan contoh inflasi yang disebabkan oleh
kebijakan pemerintah yang kemudian pada awal tahun 2015, Presiden Joko
Widodo memiliki keuntungan karena harga minyak mentah global telah
turun drastis sejak pertengahan 2014 karena lambatnya permintaan global
sedang-kan suplai kuat karena angka produksi minyak yang terus tinggi di
30 Lihat Wawancara Prof. Sumitro Djojohadikusumo, dalam http://www. tempo. co.
id/har/ti/juni10-1. htm. Lihat juga Sejarah BI; Moneter, http://www. bi. go. id 31 Ismail Yusanto. Mencari Solusi Krisis Ekonomi. Dalam buku Dinar Emas Solusi Krisis
Moneter, cet. I (Jakarta: PIRAC, SEM Institute, Infid, 2001), hal. 3 32 http://www. bi. go. id/id/moneter/inflasi/pengenalan/Contents/Default. aspx
negara OPEC dan revolusi gas shale AS. Pemerintah Indonesia tetap
menentukan harga bensin (disesuaikan setiap kuartalnya) namun harga
berfluktuasi sejalan harga internasional. Meski begitu, karena harga minyak
mentah dunia agak pulih pertengahan 2015, inflasi Indonesia tetap tinggi di
pertengahan 2015 dan menurun di akhir 2014. BI tetap memprediksi inflasi
2015 sekitar 4%. 33 Dari data tabel yang terdapat dalam footnote 33 ini,
dapat dilihat bahwa dari tahun 2013 hingga 2017, inflasi yang terjadi
terkadang jauh dari target(ITF). Tentu saja hal ini terjadi karena sebab yang
bisa dan tidak diprediksikan. Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan
kebijakan moneter konvensional underlying-nya mengandung unsur bunga.
Oleh karena itu instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga
dengan sekuritas bunga yang ditetapkan di depan) dirasakan tidak maksimal.
Adapun penyebaran inflasi terdapat dalam gambar berikut ini :
33Inflasi di Indonesia 2013-2017:
2
013
2014
2015
2016
2017
Inflasi (perubahan % tahunan)
4.5+1%
4.5+1%
4+1%
4+1%
4+1%
Target Bank Indonesia (perubahan % tahunan)
8,38%
8,36%
3,35%
3,02%
3,61%
Sumber: Bank Dunia dan Bank Indonesia
Gambar 1. Peta Inflasi Regional 2017 (Sumber : BPS)
Pada gambar 1 di atas terlihat bahwasannya penyebaran inflasi yang
terjadi di Indonesia tidaklah merata. Daerah yang paling rendah mengalami
inflasi berdekatan dengan daerah yang inflasinya cukup tinggi. Tentu saja ini
tidak bisa disamakan penanganannya, karena sebabnya bisa jadi berbeda.
Dalam ekonomi Islam, inflasi dikendalikan dengan tidak menggunakan unsur
bunga sama sekali. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter
konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat
digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti Reserve Requirement,
overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary
base.
Di Indonesia kesatabilan ekonomi terus memburuk yang direfleksikan
dalam pasar komoditi, saham dan pertukaran nilai mata uang. Inflasi terus
naik dan kesenjangan social ekonomi makin lebar. Pemerintah juga makin
sibuk melayani golongan kaya yang jumlahnya angat kecil dibandingkan
golongan kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak. Konsep yang sampai
sekarang paling menyengsarakan adalah bunga/interest yang diberlakukan
dalam seluruh transaksi ekonomi/perbankan konvensional. Keburukan dan
kebiadaban sistem ekonomi dan perbankan konvensional terefleksikan
dengan system berbasis bunga ini. Karena terlalu kuat tembok penghalang
ini hampir-hampir tidak ada yang mampu merobohkannya. Ini adalah bom
waktu, yang satu saat akan meledak dan hancur. Lalu muncullah orde
ekonomi yang menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi semua.34
Bila tidak memperhitungkan penyesuaian harga yang ditetapkan
pemerintah, ada dua puncak inflasi tahunan yang biasanya terjadi di
Indonesia. Periode Desember-Januari selalu menjadi waktu kenaikan harga-
harga karena perayaan-perayaan Natal dan Tahun Baru. Selain itu, banjir
yang sering terjadi di bulan Januari (karena puncak musim hujan)
menyebabkan gangguan jalur-jalur distribusi di beberapa daerah dan kota,
dan karenanya menyebabkan biaya logistik yang lebih tinggi. Puncak inflasi
kedua terjadi di periode Juli-Agustus. Tekanan-tekanan inflasi di kedua bulan
ini terjadi sebagai dampak dari masa liburan, bulan suci puasa umat Muslim
(Ramadhan), perayaan-perayaan Idul Fitri dan awal tahun ajaran baru.
Peningkatan yang signifikan bisa dideteksi dalam belanja makanan dan
barang-barang konsumen lain (seperti baju, tas dan sepatu), diikuti dengan
tindakan para retailer yang menaikkan harga. Kurangnya kuantitas dan
kualitas infrastruktur di Indonesia juga mengakibatkan biaya-biaya ekonomi
yang tinggi. Hal ini menghambat konektivitas di negara kepulauan ini dan
34 Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta :Gema Insani Press, 2000), h. 66
karenanya meningkatkan biaya transportasi untuk jasa dan produk (sehingga
membuat biaya logistik tinggi dan membuat iklim investasi negara ini
menjadi kurang menarik). Gangguan distribusi karena isu-isu yang berkaitan
dengan infrastruktur sering dilaporkan dan membuat Pemerintah menyadari
pentingnya berinvestasi untuk infrastruktur negara ini.
Harga-harga bahan pangan sangat tidak stabil di Indonesia (rentan
terhadap kondisi cuaca) dan kemudian meletakkan beban yang besar kepada
rumah tangga-rumah tangga yang berada di bawah atau sedikit di atas garis
kemiskinan. Rumah tangga-rumah tangga ini menghabiskan lebih dari
setengah dari pendapatan yang bisa dibelanjakan mereka untuk makanan,
terutama beras. Oleh karena itu, harga-harga makanan yang lebih tinggi
menyebabkan inflasi keranjang kemiskinan yang serius yang mungkin
meningkatkan persentase penduduk miskin. Panen-panen yang gagal
dikombinasikan dengan reaksi lambat dari Pemerintah untuk menggantikan
produk-produk makanan lokal dengan impor adalah penyebab tekanan
inflasi.
Dalam sistem perekonomian modern peranan suatu lembaga pemegang
otoritas meneter sangat vital karena memiliki nilai penting dalam
mengendali-kan nilai tukar uang, mengendalikan arah trend/tingkat harga
dan jumlah output dalam perekonomian bangsa. Al-Ghazali memandang
perlu adanya instrument lembaga tersebut hal ini disebabkan untuk
memaksimalkan sumber daya yang ada agar dapat dialokasikan pada
kegiatan ekonomi produktif. Karena itu instrumen kebijakan moneter dalam
Islam ditujukan terutama untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan
uang agar dapat dialokasikan pada peningkatan produktifitas ekonomi
secara keseluruhan. Untuk itu pemerintah perlu menerapkan strategi dues
idle fund (pajak terhadap dana menganggur).35
Dalam pemerintahan Islam, kebijakan mengatur keuangan telah dikenal
sejak zaman Rasulullah SAW hingga zaman pertengahan yaitu berdirinya
Baitul Maal sebagai lembaga pengelolaan negara. Kebijakan memberikan
dampak positif pada investasi, penawaran agregat, dan secara tidak
langsung memberikan dampak pada tingkat inflasi dan pertumbuhan
ekonomi.36Jika tujuan normatif telah ditentukan, tidak bisa ada kebebasan
tak terbatas untuk mendefinisikan rasionalitas sebagaimana dalam ekonomi
konvensional. Dengan demikian, perilaku rasional secara otomatik akan
teridentifikasi dengan perilaku yang kondusif bagi realiasasi tujuan normatif
tersebut.37
Sebenarnya dapat saja memenuhi kepentingan diri sendiri dalam
berbagai cara, baik ekonomi maupun nonekonomi, yang didasarkan kepada
perhitungan uang atau selain uang. Namun, untuk menyelaraskan dengan
orientasi materinya, ilmu ekonomi mengesampingkan semua aspek
kepentingan diri nonekonomi itu, sementara itu ia hanya menyamakan
rasionaliti dengan aspek ekonomi saja. Bahkan pengertian ekonomi di sini,
disederhanakan lagi hanya dikaitkan dengan hitungan uang.
35 Ahmad Dimyati. Teori Keuangan Islam Rekonstruksi Metodologis Terhadap Teori
Keuangan Al-Ghazali. (Yogyakarta: UII Press, 2008), h. 115 36 Adiwarman Karim. Ekonomi Makro …. h. 247 37 Umer Chapra, Sistem ….. , h. 19
Kebijakan moneter BI ditujukan untuk mengelola tekanan harga yang
berasal dari sisi permintaan aggregat (demand management) relatif
terhadap kondisi sisi penawaran. Kebijakan moneter tidak ditujukan untuk
merespon kenaikan inflasi yang disebabkan oleh faktor yang bersifat kejutan
yang bersifat sementara (temporer) yang akan hilang dengan sendirinya
seiring dengan berjalannya waktu. Sementara inflasi juga dapat dipengaruhi
oleh faktor yang berasal dari sisi penawaran ataupun yang bersifat kejutan
(shocks) seperti kenaikan harga minyak dunia dan adanya gangguan panen
atau banjir Dari bobot dalam keranjang IHK, bobot inflasi dipengaruhi faktor
kejutan diwakili kelompok volatile food dan administered prices(mencakup
+40%).
Dengan demikian, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan
inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan (shocks) yang besar seperti
ketika terjadi kenaikan harga BBM tahun 2005 dan 2008 sehingga
menyebab-kan adanya lonjakan inflasi. Karakteristik inflasi Indonesia yang
cukup rentan terhadap kejutan-kejutan (shocks) dari sisi penawaran
memerlukan kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut.
Gambar 2. Data Inflasi Indonesia tahun 2001-2015
Indonesia sebenarnya mendapat keuntungan besar dari keterbukaannya
pada perekonomian dunia. Indonesia menikmati hubungan yang sangat
dekat dengan bantuan komunitas internasional, baik donor bilateral maupun
organisasi multinasional.38 Perkembangan perbankan syari’ah dengan cepat,
bisa dilihat dari jumlah cabang bank syari’ah baik dari bank umum yang
berdasarkan syari’ah maupun divisi syari’ah dari bank umum konvensional.
Hal ini mengharuskan BI sebagai otoritas moneter menaruh perhatian dan
lebih berhati-hati untuk memacu pertumbuhan keuangan syari’ah ini.
Menurut al-Maqrizi inflasi terjadi ketika harga-harga secara umum
mengalami kenaikan dan berlangsung terus-menerus.39 Dalam hal ini inflasi
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya natural inflation (inflasi yang
diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, dimana orang tidak mempunyai
38 Aulia pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 100-101 39 Al Maqrizi, Ighatsah al Ummah bi Kasyf al Ghummah, (Kairo : Maktabah al Tsafaqah
al Diniyah, 1986), h. 30
kendali atasnya atau dalam hal mencegahnya, seperti paceklik, perang, dan
bencana alam), human error inflation (inflasi yang disebabkan oleh
kesalahan dari manusia itu sendiri, diantaranya korupsi dan administrasi
yang buruk, pajak yang berlebihan, pencetakkan uang dengan maksud
menarik keuntungan yang berlebihan).40 Sehingga timbullah suatu
permasalahan dimana barang dan jasa mengalami kelangkaan karena para
produsen enggan untuk memproduksi barang yang disebabkan kenaikan
harga-harga barang pendukung untuk menghasilkan barang dan jasa
tersebut. Sementara konsumen atau masyarakat harus mengeluarkan lebih
banyak uang untuk sejumlah barang dan jasa yang sama karena sangat
membutuhkannya.41 Dengan kata lain uang yang beredar dimasyarakat
meningkat, sedangkan kemampuan mata uang itu sendiri untuk membeli
barang-barang dan jasa-jasa mengalami penurunan atau decreasing
purchasing power of money.42 Berdasarkan problema tersebut, sistem
ekonomi konvensional maupun Islam memberikan pengendalian yang
berbeda.
Para ekonom Islam menyatakan adanya keterkaitan antara manusia,
Allah dan tujuan utama. Jika ketiga unsur itu sudah ada maka yang akan
didapatkan yaitu keberkahan. Dari situ maka kesejahteraan yang diidamkan
masyarakat akan terwujud. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa
40 Ibid 41 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Asatrus, 2005), h. 224 42 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema
Insani, 2004), h. 75-76
inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dari barang/ komoditas dan
jasa selama periode waktu tertentu. Muncul sebagai akibat
diberlakukannaya mata uang yang nilai intrinsiknya lebih rendah dari nilai
nominalnya. Selain itu inflasi juga memberikan dampak-dampak bagi
masyarakat dan negara, adapun dampak-dampaknya antara lain adalah :
1. Dampak Negatif
a. Bila harga secara umum naik terus-menerus maka masyarakat panik,
sehingga perekonomian tidak normal, karena ada masyarakat yang
berlebihan uang memborong sementara yang kekurangan tidak bisa
membeli, akibatnya negara rentan pada kekacauan yang akan ada.
b. Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga
untuk memperbesar keuntungan dengan mempermainkan harga di
pasaran.
c. Sebagai akibat dari kepanikan maka masyarakat cenderung menarik
tabungan guna membeli dan menumpuk barang, sehingga bank di
rush, akibatnya bank kekurangan dana sehingga dana investasi
rendah.
d. Bila inflasi berkepanjanagn produsen banyak yang bangkrut karena
produknya relatif semakin mahal sehingga tak ada daya beli.
e. Distribusi barang relative tidak adil karena adanya penumpukan dan
konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan
sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang.
f. Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata
yang mengarah pada sentimen dan kecemburuan ekonomi yang
dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
2. Dampak Positif
a. Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi
akan diusahakan seefisien mungkin dan konsumtifme dapat ditekan.
b. Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam
negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
c. Tingkat pengangguran cenderung akan menurun karena masyarakat
tergerak melakukan produksi dengan mendirikan/membuka usaha.
Dalam konsepsi Islam, orientasi ekonomi haruslah memperjuangkan
nasib rakyat kecil serta kesejahteraan rakyat banyak, yang dalam teori ushul
fiqh dinamakan al maslahah al ammah. Sedangkan mekanisme yang
digunakan untuk mencapai kesejahteraan itu tidaklah ditentukan format dan
bentuknya. Bahkan al Ghazali menyatakan bahwa semua bidang (terutama
pasar) harus berfungsi berdasarkan etika dan moral pelakunta.43Karena itu,
sistem kapitalisme yang tidaklah bertentangan dengan Islam, dapat dijadikan
rujukan pengambilan kebijakan dalam pengendalian inflasi. Inflasi dapat
menguntungkan golongan masyarakat tertentu tetapi merugikan lainnya.
Maka setiap negara berusaha menghindari inflasi dengan berbagai
kebijakan.
43 Abu Hamid al Ghazali, Kimya-e-Sa’adat, (Lahore : Naashraan-e-Quran Ltd, 1973), h.
351
Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad bin Ali Al Maqrizi (1364-1441 M), yang
merupakan salah satu murid Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi menjadi
dua: inflasi karena berkurangnya persediaan barang dibandingkan
(meningkatnya) kebutuhan barang (natural inflation) dan inflasi karena
kesalahan manusia (human error inflation).44
Analisa terhadap natural inflation ini dapat menggunakan persamaan
Irving Fisher: MV = PT Di mana, M : jumlah uang beredar, V : kecepatan
peredaran uang, P : tingkat harga dan T : jumlah barang dan jasa yang
diperdagangkan. Natural inflation ini dapat diartikan sebagai berikut:
gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi (T terganggu),
sedang M dan V tetap; naiknya daya beli masyarakat secara riil, sehingga
meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga
meningkatkan peredaran uang (V meningkat), sedang M dan T tetap. Human
Error Inflation menurut Al-Maqrizi disebabkan tiga hal: korupsi dan
administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan (excessive tax), Pencetakan
uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (excessive
seignorage).
Kebijakan moneter sebenarnya bukan hanya mengutamakan suku
bunga. Bahkan sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin,
kebijakan moneter dilaksanakan tanpa menggunakan instrumen bunga sama
sekali. Perekonomian Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang,
bukan ekonomi yang berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum
44 Al Maqrizi, Ighatsah al Ummah bi Kasyf al Ghummah, (Kairo : Maktabah al Tsafaqah
al Diniyah, 1986), h. 30
ditemukan dan sumber daya alam lainnya terbatas. Transaksi tidak tunai
diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim
digunakan.
Sistem moneter mengunakan bimetallic standar, dengan emas dan
perak (dalam bentuk uang dirham dan dinar) sebagai alat pembayaran yang
syah. Nilai tukar emas dan perak pada masa ini relatif stabil dengan nilai kurs
dinar – dirham 1 : 10. Permintaan akan uang dilandasi hanya oleh dua motif,
yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga.45 Namun dapatkah hal ini
diimplementasikan di Indonesia, yang mana kebijakan moneternya
menggunakan instrument bunga sebagai hal utama, meskipun sudah ada
beberapa instrument yang tidak menggunakan namun tetap berstandar
pada BI rate. Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter Islam tidak berbeda
dengan tujuankebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari
mata uang (baik secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan
ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas nilai uang
tak terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan
dengan manusia.
Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan
lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang
ditentukan pada umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan
distribusinya. Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada
dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis.
45 Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada : 2006)
Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang
kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk meningkatkan
jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali berfluktuasi pada
perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam jumlah
uang yang dipegang oleh publik.
Penghapusan bunga dan kewajiban bayar zakat dengan laju 2,5% /
tahun tidak saja akan meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang
dan mengurangi efek suku bunga, tapi juga memberikan stabilitas bagi
permintaan total terhadap uang. Hal ini diperkuat sejumlah faktor yaitu46:
1. Aset pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian
Islam, sehingga orang yang hanya memegang dana likuid menghadapi
pilihan apakah tidak mau terlibat dengan resiko dan tetap memegang
uangnya dalam bentuk cash tanpa memperolah keuntungan, atau turut
berbagi resiko dan menginvestasikan uangnya pada aset bagi hasil
untung.
2. Peluang investasi jangka pendek dan panjang dengan berbagai tingkatan
resiko akan tersedia bagi para investor tanpa memandang apakah
mereka adalah pengambil resiko tinggi atau rendah, sejauh mana resiko
yang dapat diperkirakan akan diganti dengan laju keuntungan yang
diharapkan.
3. Barangkali dapat diasumsikan bahwa tak akan ada pemegang dana yang
cukup irasional untuk menyimpan sisa uang setelah dikurangi keperluan
46 Umer Chapra. Sistem ...... h. 98.
transaksi dan berjaga-jaga selama ia dapat menggunakansisanya
melakukan investasi pada aset bagi hasil untuk menggantikan sebagian
efek erosif zakat dan inflasi, sejauh dimungkinkan perekonomianIslam.
4. Laju keuntungan (bebeda dari laju suku bunga) tidak akan ditentukan di
depan. Satu-satunya yang akan ditentukan di depan adalah rasio bagi
hasil, ini tidak akan mengalami fluktuasi, seperti halnya suku bunga
karena ia akan didasarkan pada konvensi ekonomi dan sosial, dan setiap
ada perubahan didalamnya akan terjadi lewat tekanan kekuatan-
kekuatan pasar sesudah terjadi negosiasi yang cukup lama. Jika prospek
ekonomi cerah, keuntungan secara otomatis akan meningkat. Karena itu,
tidak ada apa pun yang didapat dengan menunggu.
Secara teori, kebijakan moneter ketat yang diambil seharusnya dapat
mengurangi/menekan laju inflasi dengan cukup baik. Sebagaimana yang
dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2014. Bank Indonesia menempuh
kebijakan moneter ketat dengan mempertahankan BI Rate sebesar 7,5%
sampai dengan November 2014 untuk membawa inflasi ke kisaran
sasarannya dan menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih
sehat. Menyikapi kenaikan ekspektasi inflasi pascakebijakan kenaikan harga
BBM bersubsidi dan peningkatan tekanan rupiah, Bank Indonesia menaikkan
BI Rate menjadi 7,75%. Bank Indonesia juga menempuh kebijakan nilai tukar
yang sesuai dengan fundamentalnya, melanjutkan upaya pendalaman pasar
keuangan, memperkuat operasi moneter, kebijakan lalu lintas devisa, dan
jarring pengaman keuangan internasional. Namun hal ini dirasa tidak
optimal karena laju inflasi dengan tingkat BI rate yang cukup tinggi tersebut
belum juga bisa mengendalikan inflasi secara maksimal.
Terlihat bahwa ini sebenarnya bisa diatasi dengan instrument moneter
yang ada dalam ekonomi Islam, yaitu dengan adanya zakat. ketika uang yang
ada di masyarakat cukup banyak, pemerintah tinggal menghitung seberapa
banyak yang dimiliki masyarakat yang tentunya akan menguranginya dengan
memungut zakat. Dana zakat yang terkumpul akan mengurangi jub yang
kemudian pemerintah dapat memberdayakannya menjadi sesuatu yang
produktif untuk para mustahik zakat.
Sistem ekonomi yang ada saat ini sudah dikuasai oleh kaum kapitalis dan
liberalis. Maka permasalahan ekonomi belum mampu teratasi hingga ke
akar-akarnya. Banyak permasalahan ekonomi yang kelihatannya ‘klasik’
namun jika dibiarkan justru sangat mengganggu jalannya roda
perekonomian yang akibatnya berimbas pula pada tatanan hidup bernegara.
Misalnya mengenai inflasi, yang merupakan masalah klasik yang
pengendaliannya bisa dikatakan butuh bukan hanya sekedar solusi yang
sudah ada.Ini membuktikan bahwa sistem ekonomi yang ada saat ini bisa
dikatakan gagal dijadikan solusi mengenai permasalahan kehidupan
perekonomian bangsa. Maka ekonomi Islam sebuah solusi bukan hanya
sekedar ekonomi yang semu. Di Indonesia misalnya dari sisi nilai tukar
(exchange rate), pada tahun 1998 rupiah mencapai puncak kejatuhannya
dengan menembus angka Rp. 16.800 per 1 dolar AS, dan dari sisi inflasi,
angka inflasi mencapai 77,60 % dan pertumbuhan ekonomi -13,20 %.Antara
tahun 1965 sampai 1997 perekonomian Indonesia tumbuh dengan
persentase rata-rata per tahunnya hampir tujuh persen. Pencapaian ini
memampukan perekonomian Indonesia bertumbuh dari peringkat ‘negara
berpendapatan rendah’ menjadi ‘negara berpendapatan menengah ke
bawah’. Kendati begitu, Krisis Finansial Asia yang meletus pada akhir tahun
1990-an mengakibatkan dampak sangat negatif untuk perekonomian
Indonesia, menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tahun 1998 dan pertumbuhan yang terbatas pada 0,3% di 1999. Antara
periode 2000-2004, pemulihan ekonomi terjadi dengan rata-rata
pertumbuhan PDB pada 4,6% setiap tahunnya dan memuncak pada 6,5% di
2011. Kendati begitu, setelah 2011 ekspansi perekonomian Indonesia mulai
sangat melambat.
Berdasarkan data tahunan sekunder dari IFS dan IMF, diduga nilai tukar
dan PDB memiliki pengaruh positif dan negatif terhadap inflasi. Produk
Domestik Bruto (PDB) adalah nilai seluruh barang dan jasa yang diproduksi
suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Hasil dari penelitian ini adalah
nilai tukar mempengaruhi inflasi dengan hubungan positif, nilai tukar
mempengaruhi inflasi dalam jangka panjang dan PDB mempengaruhi inflasi
dalam jangka panjang, serta secara bersama-sama mempengaruhi inflasi
dalam jangka panjang.
Jika digambarkan dalam grafik, kaitan antara inflasi dan PDB adalah
sebagai berikut :
Gambar 3. Kaitan antara PDB dan inflasi
Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa produk domestic bruto
memiliki hubungan yang positif dengan inflasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh
kondisi ekonomi dan sosial, berupa Jumlah penduduk miskin masih cukup
tinggi (+/-30 juta jiwa-12,6% dari total penduduk), angka pengangguran
terbuka masih sekitar +/-15, juta orang (6,5% dari total penduduk), distribusi
pendapatan yang belum merata, 40 juta orang Indonesia belum terlayani
oleh perbankan, dan 27 juta usaha mikro dari 54 juta UMKM belum
mendapatkan kredit perbankan.Berikut ini data mengenai kinerja
perekonomian di Indonesia :
Kinerja Perekonomian 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1) Pertumbuhan PDB 6.0% 4.5% 6.1% 6.5% 6.2% 6.5%
2) Inflasi (akhir tahun) 11.1% 2.8% 7.0% 3.8% 4.3% 5.5%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
2008 2009 2010 2011 2012 -2013
pdb
inflasi
3) Inflasi (rata-rata) 9.8% 4.9% 5.1% 5.4% 4.3% 4.6%
4) USD/IDR (akhir tahun) 11,12 9,404 8,996 9,069 9,793 9,500
5) USD/IDR (rata-rata) 9,778 10,359 9,078 8,768 9,410 9,829
6) BI rate (akhir tahun) 9.25% 6.50% 6.50% 6.00% 5.75% 5.75%
7) Neraca perdagangan
(USD milyar) 22.9 30.9 30.6 35.3 8.4 17.0
8) Neraca transaksi
berjalan (USD milyar) 0.1 10.6 5.7 2.1 -24.2 -14.0
9) Cadangan devisa (USD
milyar) 51.6 66.1 96.4 110.1 112.8 125.0
Sumber: Badan Pusat Statistik, Bloomberg, Standard Chartered Research
Tabel 1. Kinerja Perekonomian Indonesia
Jika PDB naik, maka jumlah uang beredar akan meningkat dan akan
menyebabkan kenaikan harga (inflasi), salah satu faktor yang menyebabkan
kenaikan harga adalah permintaan agregat > penawaran agregat
(inflationary gap). Jika PDB naik maka secara tidak langsung memperkuat
perekonomian suatu negara, dengan berkembangnya sektor perekonomian,
maka para produsen akan memperbanyak produksinya guna meningkatkan
supply barang dan jasa ke masyarakat. Jika penawaran agregat > permintaan
agregat akan menyebabkan menurunnya harga. Peran perbankan syariah
terhadap perekonomian dapat dilihat dari berbagai macam indikator dan
sudut pandang, salah satunya adalah dari peran perbankan syariah dalam
transmisi kebijakan moneter.
Mengenai masalah kenaikan harga barang-barang yang terjadi di
Indonesia. Pemerintah merapatkan, merumuskan, serta memutuskan arah
kebijakan apa yang tepat untuk mengatasi hal ini. Padahal jika dikaji, Islam
dengan sistem ekonominya yang mumpuni yaitu ekonomi Islam sudah lebih
dulu menjelaskan langkah tepat dalam mengambil kebijakan mengenai
permasalahan tersebut. Sehingga kebijakan moneter yang ada saat ini tidak
semuanya perlu digantikan dengan yang baru, hanya hal yang tidak sesuai
dengan syariah Islam yang perlu dicarikan solusi agar lebih dapat
mengendalikan inflasi. Yaitu tidak menstandarkan pada BI rate, dengan
begitu instrument bebas bunga dapat lebih dimaksimalkan lagi, kemudian
memaksimalkan instrument ekonomi Islam seperti zakat, infak dan sedekah
untuk dapat menjaga kestabilan nilai rupiah itu sendiri. Yang pada akhirnya
pergerakan pada sektor riil akan lebih maksimal lagi.
Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter
konvensional, misalnya surat berharga, yang menjadi underlying-nya
mengandung unsur bunga. Oleh karena itu instrumen-instrumen
konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate,
open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan)
tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam.
Namun instrumen moneter syari’ah seperti SBIS (sertifikat Bank Indonesia
syari’ah), SBSN dan FASBIS (fasilitas simpanan Bank Indonesia syariah )
belum begitu berpengaruh pada kebijaksanaan moneter di Indonesia.
Hal ini bisa terlihat dari persentase pada tabel pengumuman hasil lelang
SBI dan SBIS. Selain itu, dilihat dari laporan keuangan Bank Indonesia 2014,
beban operasi moneter 2014 terdiri dari beban operasi moneter
konvensional sebesar Rp21.691.645 juta dan beban operasi moneter syariah
sebesar Rp 1.054.449 juta.47 Beban operasi moneter konvensional adalah
beban yang berbasis bunga, sedangkan beban operasi moneter Syariah
adalah pembayaran imbalan SBIS. Kedua pembayaran ini akan memicu
inflasi apabila sumber dana untuk pembayarannya bukan berasal dari sektor
riil.
BI selaku otoritas moneter melakukan kebijakan moneter untuk
mengendalikannya dengan menggunakan instrumen moneter. Di Indonesia
telah digunakan instrumen moneter syari’ah. Dalam operasi pasar terbuka,
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam
pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang
konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Namun
instrumen moneter syari’ah yang digunakan saat ini (SBIS) dirasakan belum
efektif, terlihat dari data berikut. Padahal seharusnya ini dapat berjalan
dengan baik untuk mengendalikan inflasi. karena peran dari instrumen
moneter syari’ah baru sebatas mengatur jumlah uang beredar dan belum
menggerakkan sektor riil.
47 Annual Financial Statements of Bank Indonesia 2014, h. 3
Tabel 2. Pengumuman Hasil Lelang SBI dan SBIS48
Sertifikat Bank Indonesia Syariah hadir sebagai instrumen kebijakan
alternatif dalam pengendalian moneter. Penggunaan akad Ju’alah dalam
SBIS telah memiliki dasar hukum yang jelas. Akan tetapi, sebetulnya bukan
hanya kesesuaian akad saja yang dilihat, tetapi lebih harus diihat apakah
instrumen SBIS ini telah benar-benar dapat mendatangkan manfaat atau
malah berpotensi mendatangkan mafsadat. Sistem Ju’alah yang cukup
menggiurkan dengan tingkat imbalan yang dipersamakan dengan diskonto
SBI (terlihat dalam tabel baris ke lima) menjadi hal yang menarik minat
48 Sumber : http://www.bi.go.id/id/moneter/lelang-sbi/Default.aspx
perbankan untuk menyimpan dananya dalam bentuk SBIS. Hal ini tentu saja
akan menyebabkan berkurangnya aliran uang untuk sektor produksi.
Ekonomi Syariah tidak hanya fokus kepada sektor moneter tetapi juga
menghendaki perkembangan di sektor riil, SBIS dengan akad ju’alah perlu
untuk ditinjau kembali agar keseimbangan perkembangan sektor riil dan
moneter tercapai.
Adapun negara lain yang telah mengimplementasikan instrument
moneter syari’ah ini antara lain : Bangladesh (bank-bank Islam diizinkan
untuk memperbaiki rasio pembagian laba dan mark-up secara independen
sepadan dengan kebijakan mereka sendiri dan lingkungan
perbankan.Kebebasan dalam memperbaiki PLS rasio dan mark-up tarif
memberikan ruang bagi bank-bank Islam untuk mengikuti prinsip-prinsip
Syari'ah independensi pendently untuk mewujudkan tujuan dari Syariah
Islam),49 Mesir (menggunakan prinsip syari’ah dalam pola keuangan bahkan
bisa memberikan efek positif pada keuangan negara dari dana wakaf al
Azhar), Malaysia, Kuwait, Sudan, Uzbekistan (empat negara ini menggunakan
instrument moneter syari’ah dalam perekonomian negaranya dengan
dipadukan instrument moneter konvensional, namun yang syari’ah cukup
efektif juga karena aqad yang digunakannya berbasis pada share base
investment lebih pada mudharabah dan musyarakah, sehingga selain sektor
keuangannya bergerak positif, sektor riil produksinya pun ikut positif).
49AwwalSarker, Moneter Policy and Islamic Bank in Bangladesh, International Journal
of Islamic Financial Services Vol. 2 No.1
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tertinggi di Indonesia memiliki
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini
sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank
Indonesia. Koordinasi juga dilakukan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah
untuk mengendalikan inflasi. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar (Bank
Indonesia, 2015) berikut ini:
Gambar 4. Koordinasi Pengendalian Inflasi di Indonesia50
Dari gambar 4 di atas dapat dilihat bahwasannya pemerintah harus bisa
mengendalikan inflasi dengan menggunakan intrumen moneter yang ada.
Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di
pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto,
penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
50 Bank Indonesia tahun 2015
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara
pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat seberapa efektif
pengendalian inflasi dengan menggunakan instrumen moneter syari’ah.
Karena inflasi yang dikendalikan dengan menggunakan instrumen
konvensional dirasa belum berhasil. Hal ini bisa dilihat dari data inflasi di
Indonesia dari tahun 2013-2017 di mana inflation targeting framework (ITF)
selalu tidak sesuai dengan yang terjadi. Berdasarkan uraian diatas penelitian
ini sangat penting untuk dilakukan sehingga nantinya akan mengetahui
bagaimana sesungguhnya pengendalian inflasi yang sesuai dengan syari'at
Islam dan pandangannya pada kebijakan moneter yang ada di Indonesia
selama ini serta apa yang dapat diimplementasikan pada kebijakan moneter
di Indonesia yang dapat dilihat dalam perspektif ekonomi Islam. Maka dari
itu, judul penelitian ini pengendalian inflasi dalam perspektif ekonomi Islam
studi instrumen moneter syari’ah di Lampung.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka berikut adalah rumusan
masalah dalam penelitian ini :
1. Bagaimanakah pengendalian inflasi dengan menggunakan instrumen
moneter syariah di Lampung?
2. Bagaimanakah keefektifan instrumen moneter syariah terhadap
pengendalian inflasi di Lampung?
C. BATASAN ISTILAH
1. Pengendalian Inflasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengendalian adalah "proses,
perbuatan, cara mengendalikan sesuatu"51 dan inflasi adalah
"kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya uang (kertas) beredar
sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang oleh karena itu
dibutuhkan peran dari pemerintah untuk mengendalikan dan
menciptakan iklim ekonomi yang relatif mantap. "52Menurut al-Maqrizi,
sebagaimana yang dikutip oleh Euis Amalia "inflasi adalah sebuah
fenomena alam yang terjadi pada kehidupan masyarakat di seluruh dunia
sejak zaman dahulu hingga sekarang serta terjadi ketika harga-harga
secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung secara terus-
menerus. "53 Sedangkan menurut Pigou, sebagaimana yang dikutip oleh
M. Abdul Mannan "inflasi dapat terjadi bila pendapatan uang lebih
banyak bertambah, daripada proporsi kegiatan yang menghasilkan
pendapatan, sehingga mengakibatkan kenaikan harga. Jika harga naik
karena bertambahnya suplai emas, hal ini sering disebut dengan inflasi
emas, tetapi jika karena uang kertas yg beredar, disebut inflasi peredaran
uang kertas. Inflasi hanya mengandung arti suatu kenaikan umum dari
harga yang disebabkan oleh beberapa hal, baik dari salah satunya atau
51 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PT Balai Pustaka,
1983), h. 668 52 Ibid, h. 534 53 Euis Amalia, Sejarah … h. 225
dari semua sebab yang disebutkan di atas."54 Dari pengertian tentang
pengendalian inflasi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian inflasi
adalah suatu proses perbuatan, serta cara dari pemerintah didalam
menanggulangi kemerosotan nilai uang karena banyaknya uang beredar
sehingga menyebabkan naik harga barang.
2. Ekonomi Islam
Menurut M. Abdul Mannan “ekonomi Islam adalah sesuatu kegiatan yang
tidak hanya mempelajari individu sosial melainkan juga manusia dengan
bakat religius manusia, hal ini disebabkan karena banyaknya kebutuhan
yang tidak terbatas dan kurangnya sarana, maka timbullah masalah
ekonomi yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Yang kesemuanya harus dipecahkan dengan nilai-nilai dasar Islam yang
sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. 55 Sedangkan menurut Yusuf
Qordhawi "ekonomi Islam adalah ekonomi yang berlandaskan ketuhanan.
Sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah dan
menggunakan sarana yang tidak terlepas dari syari'at Allah". 56 Namun
menurut Iqbal, sebagaimana yang dikutip oleh Heri Sudarsono "ekonomi
Islam adalah sebuah disiplin ilmu yang mempunyai akar dalam syari'at
Islam. Islam memandang wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan yang
paling utama. Serta prinsip-prinsip dasar yang dicantumkan dalam Al-
54 M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam:Teori dan Praktek, (Jakarta : PT. Intermasa, 1992),
h. 263 55Ibid, h. 20-21 56 Yusuf Qordhawi, Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami, Terjemah oleh Zainal
Arifin dan Dahlia, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 201
Qur'an dan Hadis merupakan batu ujian untuk menilai sesuatu. "57 Dari
pengertian tentang ekonomi Islam di atas dapat disimpulkan bahwa
ekonomi Islam adalah sesuatu kegiatan yang tidak hanya mempelajari
individu sosial melainkan juga manusia dengan bakat religius, serta
dengan banyaknya kebutuhan yang tidak terbatas dan kurangnya sarana,
maka timbullah masalah ekonomi yang berkaitan dengan produksi,
distribusi, dan konsumsi. Yang kesemuanya harus dipecahkan dengan
nilai Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis, bertujuan akhir kepada
Allah.
3. Instrumen Moneter Syari’ah
Kebijakan moneter dalam ekonomi syari’ah berbeda dengan kebijakan
moneter konvensional. Untuk mencapai tujuan kebijakan moneter, maka
digunakan instrumen dalam kebijakan tersebut. Dalam Islam tidak
mengakui adanya instrumen suku bunga karena jelas dalam Alqur’an riba
itu sangat dilarang atau haram. Sejumlah instrument kebijakan moneter
konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi Islam seperti reserve
requirement, overall and selecting credit ceiling, sementara moral suasion
dan change in monetary base, equity based type of securities masih dapat
digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, sepanjang sesuai dengan
prinsip transaksi syariah antara lain adalah Wadiah, Musyarakah,
57 Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Ekonissia,
2002), h. 16
Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah.58 Kebijakan moneter yang
dikelola dengan baik akan menghasilkan tingkat perekonomian yang
stabil melalui mekanisme transmisinya pada harga dan output yang pada
akhirnya membawa efek pada variabel-variabel lain seperti tenaga kerja
dan pendapatan negara.
D. TUJUAN PENELITIAN
Sutrisno Hadi dalam hal ini mengemukakan bahwa tujuan suatu
penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan atau mengkaji dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan.59 Maka tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk menganalisis pengendalian inflasi dengan menggunakan
instrumen moneter syariah di Lampung .
2. Untuk mengetahui keefektifan instrumen moneter syariah terhadap
pengendalian inflasi di Lampung.
E. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis untuk menambah khasanah intelektual kajian Islam yang
dapat dijadikan bahan informasi bagi pembaca dan informasi bagi
penelitian lebih lanjut yang mempunyai minat besar dalam membedah
58 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2014), h. 233 59 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1976),
h. 3
permasalahan-permasalahan ekonomi Islam, khususnya tentang
pengendalian inflasi.
2. Secara praktis diharapkan dapat berguna sebagai sumbangsih pemikiran
kepada masyarakat Islam khususnya dan masyarakat luas pada umumnya
untuk mengetahui tentang pengendalian inflasi dengan menggunakan
pendekatan ekonomi Islam. Dan menjadi bahan masukan bagi otoritas
moneter untuk lebih dapat mengefektifkan isntrumen moneter syari’ah.
F. KAJIAN TERDAHULU
Kajian terdahulu yang terkait dengan pengendalian inflasi dalam
perspektif ekonomi Islam ataupun juga yang mengkritisi kebijakan moneter
di Indonesia iniantara lain :
1. Penelitian yang berjudul “Pemikiran al maqrizi tentang uang dan inflasi
(Kritik terhadap kebijakan uang dan inflasi di Indonesia)” oleh Eva Misfah
Bayuni PPs IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Kesimpulannya, terdapat
beberapa poin penting mengenai pemikiran Al Maqrizi yang dijadikan
kritik terhadap kebijakan uang dan inflasi di Indonesia. Pertama,
penggunaan fulus yang nilai nominalnya tidak sama dengan nilai
intrinsiknya. Kedua, tingkat peredaran fulus yang berlebihan merupakan
factor utama terjadinya inflasi. Ketiga, faktor sosial seperti korupsi dan
administrasi yang buruk juga dapat memicu terjadinya inflasi karena
kesalahan manusia. Kendatipun demikian, setelah mempertimbangkan
pemikiran Al Maqrizi dengan kebijakan moneter, serta permasalahannya
di Indonesia saat ini, relevansi pemikiran Al Maqrizi mengenai uang dan
inflasi pada kebijakan moneter di Indonesia saat ini sulit untuk
diimplementasikan. Terkecuali jika kebijakan moneter di Indonesia sudah
mampu melepaskan diri dari ketergantungn pada sistem ekonomi kapitalis.
2. Adwin S. Atmadja, Inflasi Di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab dan
Pengendaliannya, penelitian yang dilakukannya ini memaparkan tentang
penyebab inflasi di Indonesia yang dinilai bukan hanya berlangsung dalam
jangka pendek, namun Inflasi di Indonesia bukan semata-mata hanya
disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijaksanaan di sektor moneter
oleh pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk tujuan menstabilkan
fluktuasi tingkat harga umum dalam jangka pendek, tetapi juga
mengindikasikan masih adanya hambatan-hambatan struktural dalam
perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Apabila
mengacu pada usaha pengeliminasian hambatan-hambatan struktural
tersebut, maka mau tidak mau harus memperhatikan dengan seksama
pembangunan ekonomi di sector riil. Dengan melakukan pembenahan di
sektor riil secara tepat bahkan sampai tahap messo dan micro ekonomi,
maka kemantapan fundamental ekonomi Indonesia dapat diperkokoh.
3. Ahmad Subagyo, Pengendalian Inflasi Dalam Sistem Ekonomi Non Bunga
(Kajian Ekonomi Moneter dalam perspektif Islam), penelitian ini
merupakan pendahuluan, yang memaparkan tentang kesimpulan besar
yang akan dibangun beserta berbagai bentuk argumentasinya. Penulisan ini
dipaparkan tentang bagaimana pertentangan pendapat yang terjadi di dunia
penelitian tentang kebijakan pengendalian inflasi. Ia menjelaskan posisi
penelitian ini yang mendukung pendapat yang menentang kebijakan suku
bunga. Alternatif yang ditawarkan adalah bentuk pengendalian inflasi yang
sesuai dengan prinsip ekonomi Islam dalam bentuk perumusan the rate of
profit dan redistribusi pendapatan yang adil.
4. Ascarya, Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di
Indonesia, penelitian ini adalah sebuah penelitian yang mendeskripsikan
transmisi kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia yang
disandingkan dengan transmisi kebijakan moneter Islam menggunakan
analisa kuantitatif. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa pengurangan
inflasi dengan menggunakan pola syari’ah lebih efektif secara logis.
5. Ambok Pangiuk, Inflasi pada Fenomena Sosial Ekonomi: Menurut Al-
Maqrizi, pokok pemikiran dalam penelitian ini yaitu konsep inflasi dan
latar belakang dari al-Maqrizi serta hasil analisisnya. Hanya saja penelitian
ini hanya sampai pada tataran konsep saja.
6. M.Hatta, Telaah Singkat Pengendalian Inflasi Dalam Perspektif Kebijakan
Moneter Islam,pokok pemikiran dalam penelitian ini yaitu mengenai
kebijakan moneter dan inflasi dalam pandangan ekonomi Islam serta
otoritas moneter yang ada di dalamnya. Penelitian ini sudah cukup baik,
hanya saja masih berada pada tataran konsep dan belum ada yang dapat
diimplementasikan di Indonesia.
7. M. Natsir, Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter Di Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar Periode 1990–2007,
penelitian ini menjelaskan tentang kebijakan moneter dan instrument yang
digunakan, mekanismenya, jalur dari milai tukar pada periode tertentu,
tepatnya pada saat terjadinya krisis moneter. Kelebihannya yaitu data yang
dimiliki cukup lengkap dan runtun sehingga memudahkan memahami isi
daripada analisanya, namun kekurangannya yaitu saran yang diberikan
masih belum begitu membantu untuk mencari solusi dari permasalahan riil
8. Neny Erawati, Richard Llewelyn, Analisa Pergerakan Suku Bunga dan
Laju Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di
Indonesia, penelitian yang dilakukannya ini memaparkan tentang
kebijakan uang ketat yang diambil pemerintah Indonesia untuk mengatasi
krisis. Kelebihan yang dimiliki penelitian ini adalah adanya saran yang
membangun untuk pemerintah dengan salah satu instrumennya yaitu suku
bunga deposito dan jangka pendek lainnya agar dapat ditinjau kembali
dampaknya pada masyarakat secara riil. Kelemahan penelitian ini yaitu
analisa yang digunakan menggunakan regresi, sehingga dirasa kurang
mendalam analisa yang didapatkan.
9. Westi Riani, Inflasi dan Tinjauannya dalam Perspektif Islam, penelitian
ini menjelaskan tentang penyebab daripada inflasi baik secara riil maupun
dilihat dari sisi ekonomi Islam, dan pengukuran inflasinya. Kelebihan
penelitian ini yaitu dapat diketahui penyebab dan pengukuran inflasi yang
terjadi di Indonesia. Kelemahannya yaitu pada referensi dan kajian yang
terlalu minim mengenai inflasi dalam ekonomi Islamnya.
Dari penelitian yang ada tersebut, penelitian yang dilakukan peneliti saat
ini berbeda. Karena penelitian yang sudah ada hanya membahas pada tataran
konsep yang belum bisa diimplementasikan dalam kebijakan moneter di
Indonesia. Penelitian saat ini mencoba untuk mencari sebab sebenarnya di
mana letak kesalahan kebijakan moneter yang sudah ada saat ini. Seberapa
besar pengaruh (efektifitas) dari instrumen moneter syari’ah yang sudah
diterapkan di Indonesia.
G. KERANGKA BERPIKIR
Adapun yang menjadi kerangkan berpikir dalam penelitian ini, yaitu :
Inflasi di Indonesia dan
pengendaliannya
Pengendalian inflasi dengan
menggunakan instrumen
moneter syari’ah di Lampung
Efektifitas instrumen moneter
syari’ah dalam mengendalikan
inflasi di Lampung
Pengimplementasian
1. Stabilitas nilai uang
2. Kesempatan kerja penuh
dan pertumbuhan ekonomi
3. Keadilan dan pemerataan
pendapatan dan kekayaan
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Efektivitas
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata
dasar, sementara kata sifat dari efektif adalah efektivitas. Secara istilah,
efektivitas yaitu komunikasi yang prosesnya mencapai tujuan yang direncanakan
sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang ditetapkan dan jumlah
personil yang ditentukan60. Efektivitas menurut pengertian tersbut mengartikan
bahwa indikator efektivitas dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya merupakan sebuah pengukuran dimana suatu target
telah tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Definsi lain menyebutkan bahwa efektivitas merupakan daya pesan untuk
mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk mempengaruhi.61
efektivitas bisa diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang
telah direncanakan sebelumnya secara matang. Efektivitas merupakan hubungan
antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output
terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau
kegiatan.62 Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan
60 Effendy, Onong Uchjana, Kamus Komunikasi, (Bandung : PT. Mandar Maju : 1989), h.
14 61 Susanto, Astrid S., Efektifitas, (Bandung: Bina Cipta :1975), h. 156 62 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN : 2005),
h. 92
yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang
diharapkan atau dikatakan spending wisely.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas
menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada
hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan
sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran
berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-
targetnya. Hal ini berarti, bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah
semata-mata hasil atau tujuan yang dikehendaki.
B. Instrumen Moneter Syari’ah
1. Definisi Kebijakan Moneter
Bank sentral merupakan bank yang memiliki otoritas untuk
mengendalikan kondisi moneter di sebuah negara. Di ndonesia, otoritas
ini dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Menurut Undang-Undang No.23
Tahun 1999, tujuan BI adalah mencapai kestabilan nilai rupiah terhadap
barang dan jasa yang tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang negara lain. Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia
tersebut di atas, antara lain mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga (3)
bidang utama tugas Bank Indonesia. Tiga pilar itu adalah sebagai berikut.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran. Mengatur dan mengawasi
bank.
a. Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang diambil oleh
penguasa moneter (bank Central atau bank Indonesia) untuk
memengaruhi jumlah uang yang beredar atau daya beli uang. Caranya
adalah dengan menggunakan instrumen-instrumen kebijakan moneter,
seperti operasi pasar terbuka, kebijakan diskonto, rasio cadangan
minimum, batas maksimum pemberian kredit dan moral suasion.
Melalui instrumen-instrumen tersebut akan terjadi perubahan jumlah
uang yang beredar. Perubahan jumlah uang ini pada akhirnya akan
memengaruhi kestabilan moneter agar lebih kondusif pertumbuhan
ekonomi masyarakat. Keberhasilan kebijakan moneter biasanya diukur
dari peningkatan kesempatan kerja, perbaikan neraca pembayaran dan
perbaikan kualitas kerja.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1999 Tentang Bank Indonesia, yang dimaksud “Kebijakan Moneter
adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar
dan atau suku bunga”.
Kestabilan moneter sebuah negara adalah suatu kondisi yang
memperlihatkan jumlah uang yang beredar mencukupi untuk
mendukung seluruh transaksi dalam perekonomian. Dalam kondisi
tersebut, jumlah uang yang beredar tidak berlebih ataupun kurang. Bila
terjadi kekurangan atau kelebihan uang, maka pemerintah harus
mengambil suatu tindakan atau kebijakan sehingga jumlah uang yang
beredar kembali stabil.
b. Peranan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan salah satu kebijakan di bidang
ekonomi yang sangat berperan untuk mengatur dan menjaga stabilitas
ekonomi suatu negara. Apabila jumlah uang yang beredar di suatu
negara kurang dari yang dibutuhkan, negara yang bersangkutan
cenderung mengalami kelesuan ekonomi. Begitu juga sebaliknya, jika
uang yang beredar di suatu negara melebihi dari yang dibutuhkan,
maka negara yang bersangkutan cenderung mengalami inflasi yang
tinggi. Sehingga kestabilan ekonomi akan terganggu.
c. Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stablisasi ekonomi
yang dapat diukur dengan keseimbangan neraca pembayaran
internasional, kesempatan kerja, kestabilan harga, stabilitas ekonomi.
Tujuan akhir sebuah kebijakan moneter adalah suatu kondisi ekonomi
makro yang ingin dicapai. Tujuan tersebut tidak sama dari satu negara
dengan negara lainnya serta tidak sama dari waktu ke waktu.
C. Inflasi dalam Ekonomi Syari’ah
Ekonomi Islam Taqiuddin Ahmad ibn Al-Maqrizi (1364 M - 1441 M), yang
merupakan salah satu murid ari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua
golongan yaitu:63
1. Natural Inflation
Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini di akibatkan oleh sebab-sebab
alamiah di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah).
Ibn Al-Maqrizi mangatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang di akibatkan oleh
turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD).
Maka natural inflation akan dapat di bedakan berdasarkan penyebabnya manjadi
dua golongan yaitu sebagai berikut :
a. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor naik
sedangkan impor turun sehingga nilai ekspor bersih sangat besar,maka
mengakibatkan naiknya Permintaan Agregat (AD). Hal ini pernah terjadi pada
masa pemerintahan khalifah umar ibn Khattab r.a. Pada masa itu kafilah
pedagang yang menjual barangnya di luar negeri membeli barang-barang
yang mereka jual (positive net export). Adanya positive net export akan
menjadikan keuntungan, keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut
akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli
masyarakat akan naik. Naik nya Permintaan Agregatif, atau grafik dilukiskan
sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan,akan mengakibatkan naiknya
tingkat harga secara keseluruhan .
Apa yang dilakukan oleh khalifah Umar Ibn Khattab r.a untuk mengatasi
permasalahan tersebut? Beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli
barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah
turunnya Permintaan Agregatif (AD) dalam perekonomian.Setelah
pelarangan tersebut berakhir maka tingkat harga kembali normal.
b. Akibat dari turunnya tingkat produksi (Agregate Supply [AS]) karena
terjadinya paceklik, perang, ataupun embargo atau boikot. Hal ini pernah
terjadi pula pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab yaitu
63 Adiwarman A Karim,…., hlm. 140.
padasaat terjadi paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, atau
dapatdigambarkan pada grafik kurva AS bergeser ke kiri, yang kemudian
mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga. Apa yang dilakukan oleh
Khalifah Umar bin Khattab r.a. terhadap permasalahan ini? Beliau melakukan
impor gandum dari Fustat–Mesir sehingga penawaran Agregatif (AS) barang
di pasar kembali naik yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat harga-
harga.
Jadi inflasi yang terjadi karena sebab-sebab yang alamiah, atau murni karena
tarikan permintaan dan penawaran, maka pemerintah tidak perlu khawatir.
Karena solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menstabilkan baik permintaan
agregat maupun penawaran agregat pada kondisi semula sebelum terjadinya
kenaikan harga atau inflasi.
2. Human Error Inflation
Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada natural inflation, maka
inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai
human error inflation atau false inflation. Human error inflation dikatakan
sebagai inflasi yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan dari manusia itu
sendiri. Human error inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-
penyebabnya sebagai berikut:64
a. Korupsi dan administrasi yang buruk.
Korupsi akan menaikkan tingkat harga, karena produsen harus menaikkan
harga jual pada produksinya untuk menutupi biaya-biaya “siluman” yang
telah mereka bayarkan. Birokrasi perijinan yang berbelit-belit, dimana hanya
untuk pengurusan suatu izin harus melalui beberapa instansi, hal ini tentu
akan menambah biaya produksi dari produsen dan berakibat pada kenaikan
harga. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
menghilangkan korupsi dan melakukan reformasi birokrasi.
64 Adiwarman A Karim, Ekonomi Makro ..., h. 143.
Jika menggunakan pendekatan kepada permintaan agregat (AD) dan
penawaran agregat (AS), maka korupsi dan administrasi yang buruk akan
menyebabkan kontraksi pada kurva penawaran agregat, yang
menyebabkanterjadinya kenaikan harga. Selain menyebabkan inefisiensi
alokasi sumber daya dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan administrasi yang
buruk akan dapat menyebabkan perekonomian terpuruk.
Inflasi yang disebabkan korupsi dan administrasi yang buruk.
b. Pajak yang berlebihan (excessive tax)
Efek yang ditimbulkan oleh pengenaan pajak yang berlebihan pada
perekonomian akan memberikan pengaruh yang sama dengan pengaruh
yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu terjadinya
kontraksi pada kurva penawaran agregat. Jika dilihat lebih lanjut, pajak yang
berlebihan mengakibatkan pada efficiency loss atau dead weight loss. Ini
termasuk masalah pula dalam perekonomian di Indonesia, terutama pasca
penerapan otonomi daerah, dimana setiap daerah memiliki kebijakan
tersendiri dalam menggali sektor-sektor yang dapat dijadikan sebagai obyek
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
c. Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan
(excessive seignorage).
Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang
didapat oleh percetakannya dimana biasanya percetakan tersebut dimiliki
penguasa. Percetakan uang yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan
terlalu banyaknya jumlah uang beredar di masyarakat, hal ini berimplikasi
pada penurunan nilai mata uang. Hal ini telah terbukti diIndonesia pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno, dimana kebutuhan anggaran pemerintah
dibiayai oleh percetakan uang. Namun Karena berlebihan hal ini dapat
menyebabkan terjadinya inflasi.
D. Pengendalian Inflasi dalam Ekonomi Syari’ah
Kebijakan moneter atau politik moneter merupakan politik negara dalam
menentukan peraturan-peraturan dan tindakan- tindakan dalam lapangan
keuangan negara.65 Secara lebih khusus kebijakan moneter mempunyai
pengertian sebagai tindakan makro pemerintah melalui bank sentral dengan
cara mempengarui penciptaan uang. Dengan mempengaruhi proses penciptaan
uang, pemerintah bisa mempengaruhi jumlah uang beredar, yang selanjutnya
pemerintah bisa mempengaruhi pengeluaran investasi, kemudian
mempengaruhi permintaan agregeat dan akhirnya tingkat harga sehingga
tercipta kondisi ekonomi sebagaimana yang dikehendaki.
Kebijakan moneter dalam Islam berbijak pada prinsip- prinsip dasar
ekonomi Islam sebagai berikut ; (a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Alloh dan
Allohlah pemilik yang absolut. (b) Manusia merupakan Pemimpin (kholifah) di
bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya. (c) Semua yang dimiliki dan
didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Alloh, dan oleh karena itu
saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian
kekayaan yang dimiliki saudara- saudaranya yang lebih beruntung. (d)
65 Taqyudin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam
(Surabaya:Risalah Gusti, 1996), h. 52
Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun. (e) Kekayaan harus
diputar. (f) Menghilangkan jurang perbedaaan antara individu dalam
perekonomian, dapat menghapus konflik antar golongan. (g) Menetapkan
kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi
anggota masyarakat yang miskin. Dalam aspek teknis, kebijakan moneter
Islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bak. Dalam Islam riba, yang
termasuk didalamnya bunga bank diharamkan secara tegas. Dengan adannya
pengharaman ini maka bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi
instrument utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi. Menejement
moneter dalam Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil.
Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari kebijakan ekonomi
makro. Tujuan kebijakan ekonomi makro umumnya adalah mencapai
kemakmuran masyarakat (social welfare). Untuk mencapai tujuan kebijakan
moneter sebagaimana sudah diungkapkan di atas, maka bank sentral
mengeluarkan berbagai instrumen atau alat untuk mempengaruhi situasi
perekonomian sehingga bisa sesuai dengan tujuan yang diharapkan pemerintah.
Kebijakan moneter dengan sasaran tunggal, yaitu stabilisasi harga
(pengendalian tingkat inflasi), pada umumnya menggunakan pendekatan harga.
Sedangkan kebijakan moneter dengan sasaran multi, yaitu disamping stabilisasi
harga juga pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan
keseimbangan neraca pembayaran, pada umumnya menggunakan pendekatan
kuantitas.66
66 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan. “Kebijakan Moneter dan Perbankan”,
(Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia : 2005), h. 47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian lapangan (field research)
yang dilaksanakan secara instensif, terperinci dan mendalam terhadap objek
penelitian. Objek kajian dalam penelitian ini adalah pengendalian inflasi yang
mengkritisi kebijakan moneter di Indonesia. Objek tersebut yaitu mengenai
instrument moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia selaku otoritas
moneter, yang terdiri dari operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah
maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.Sebenarnya Bank Indonesia
juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip
Syariah. Namun hal ini hanya digunakan sebagai pelengkap dan masih
berdasarkan pada BI rate.
Karena itu penelitian ini termasuk cases studies yang melingkupi inflasi dan
kebijakan moneter yang ada di Indonesia. Pada hakikatnya data yang diperoleh
dengan penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan dalam penelitian.67
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif analitis.
Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang mana terbatas pada usaha
mengungkapkan suatu masalah dan keadaan apa adanya sehingga hanya
67 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara,
1999, h. 26
merupakan penyingkapan fakta.68Metode deskriptif adalah pencarian fakta
dengan interprestasi yang tepat.69 Sedangkan menurut Mohammad Nasir,
metode deskriptif adalah penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi
atau kejadian sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data
dasar.70Maka dalam penelitian ini, yaitu penelitian dilakukan sebagai suatu upaya
pengumpulan data di lapangan (negara Indonesia) yang memiliki kaitan dengan
pengendalian inflasi dan kebijakan moneter yang selanjutnya akan menguraikan
bagaimana mengendalikan inflasi dengan menggunakan perspektif ekonomi
Islam. Diawali dengan bagaimana penerapan instrument moneter dalam
mengendalikan inflasi apakah telah sesuai dengan perspektif ekonomi Islam. Hal
ini didasarkan pada tingkat suku bunga BI, baik itu untuk yang umum maupun
yang syari’ah, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum,
dan pengaturan kredit atau pembiayaan yang juga masih menggunakan acuan
sama.
B. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua bentuk, yaitu data
primer dan datasekunder. Data primer adalah data dasar.71 Menurut Sumardi
Suryabrata mendefinisikan data primer merupakan data yang langsung
68 Hermawan Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta : Gramedia, 1976), h.
3 69 Mohammad Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999), h. 63 70Ibid, h. 64 71 Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press, 1986), h. 12
dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber yang pertama.72 Data primer
didapatkan dari BI selaku otoritas moneter di Indonesia.
Adapun data primer dalam hal ini disebut sebagai data internal yang
diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang berkaitan dengan pengendalian
inflasi dalam perspektif ekonomi Islam studi kritis implikasi penerapan instrumen
moneter syari’ah di Indonesia, seperti catatan dan laporan analisa pengendalian
inflasi dan kebijakan moneter di Indonesia. Bagaimanakah pengendalian yang
dilakukan dengan menggunakan instrument moneter yang ada baik dengan
menggunakan prinsip umum maupun prinsip syari’ah, lalu apa yang menjadi
penyebab (misal sertifikat Bank Indonesia syari’ah) masih menggunakan BI rate
sebagai acuan penetapan keuntungan meskipun sudah menggunakan aqad
syari’ah.
Bentuk data yang kedua adalah data sekunder yaitu data penunjang dan
perbandingan yang berkaitan dengan masalah penelitian.73 Misalnya berupa
laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini seperti jurnal,
laporan penelitian, buku-buku dan artikel yang ada kaitannya dengan penelitian
ini. Yaitu mengenai operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun
valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum,
dan pengaturan kredit atau pembiayaan. baik itu dari website BI maupun hasil
penelitian para peneliti pendahulu. Untuk mendapatkan data tersebut, maka
penelitian menggunakan metode. Secara sederhana metode yang digunakan
72 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), h. 93 73 Soerjono Sukanto, Pengantar…..
adalah metode observasi dan dokumentasi.74 Observasi dilakukan untuk melihat
langsung bagaimana dampak dari kebijakan moneter yang ada di Indonesia
untuk mengandalikan inflasi sekaligus mencermati kesesuaiannya dengan
pengendalian inflasi yang ada dalam ekonomi Islam.
Metode dokumentasi dikategorikan sebagai data tambahan, sebagaimana
pendapat Suharsimi Arikunto bahwa metode dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.75 Jadi peneliti
mendokumentasikan semua hal yang berkaitan denganinstrumen moneter yang
akan menjadi fokus kajian dari penelitian ini yaitu mulai dari operasi pasar
terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat
diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
pembiayaan.
C. Metode Analisis dan Penafsiran Data
Data yang telah didapatkan dalam penelitian ini akan dianalisis untuk
menggambarkan pengendalian inflasi dan instrumen kebijakan moneter yang
ada di Indonesia. Masri Singarimbun dan Sofian Efendi mengemukakan bahwa
analisa data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diinterprestasikan.76 Sedangkan Lexy J. Moleong mengatakan
analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
74 Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif, (Bandung : Alfabeta, 2008), h. 15 75 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka
Cipta, 1993), h. 200 76 Masri Singarimbun et. al, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3ES, 1989), h. 263
pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.77Analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga proses,
pengumpulan dan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
1. Pengumpulan data dan reduksi data. Setelah data diperoleh, maka
keseluruhan data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode
analisa kualitatif, yang biasa juga disebut Content Analysis atau
analisis isi.78 Yaitu teknik penyelidikan untuk mendapatkan dipenelitian
yang obyektif, sistematis, dan kualitatif tentang isi aktual komunikasi.79
Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh gambaran dan
detail-detail pemikiran tentang pengendalian inflasi dengan
pendekatan ekonomi Islam.Reduksi data pada penelitian ini adalah
proses merangkum, memilih hal pokok, memfokuskan pada hal
penting selanjutnya mencari tema dan polanya. Maka penelitian ini
berangkat dari data lapangan yang diperoleh kemudian dianalisa
dengan teori-teori atau konsep-konsep yang bersifat umum, analisa
(diperinci) melalui penalaran deduktif (penarikan kesimpulan dari
umum ke khusus). Cara berfikir deduktif adalah bertolak dari proposisi
umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada
suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus.80 Maka
77 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Karya, 1989), h.
25 78 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), h. 200 79 Hugo F. Reading, Kamus Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta : Rajawali Pers, 1986), h. 17 80 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, h. 36
proses ini diawali dari menyimpulkan dari sumber-sumber hukum
Islam (al qur’an, sunnah, ijtihad ahli fiqh dan ulama), peraturan bank
Indonesia, peraturan perundang-undangan dan pandangan para ahli
ekonomi. Dalam proses ini juga terjadi proses induktif, yaitu menarik
kesimpulan dari implementasi instrument moneter syari’ah dalam
mengendalikan inflasi yang menjadi permasalahan dalam penelitian.
2. Penyajian data dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan
instrument moneter syari’ah yang digunakan Bank Indonesia dalam
mengendalikan inflasi melalui saluran moneternya dengan
menganalisis dampaknya pada pertumbuhan perekonomian di
Indonesia. Untuk menganalisis secara mendalam, perlu dianalisa
bagaimana pengendalian inflasi dengan menggunakan instrument
moneter syari’ah apakah sudah sesuai dengan ekonomiIslam, dan
efektifitasnya.Kemudian menganlisis faktor-faktor penyebab kurang
efektifnya instrument moneter syari’ah di Indonesia dalam
mengendalikan inflasi.Sehingga pada akhirnya akan mendapatkan
solusi yang dapat diimplementasikan di Indonesia untuk lebih
mengefektifkan instrument moneter syari’ah untuk dapat
mengendalikan inflasi.
3. Penyusunan rekomendasi atau juga pengimplementasian adalah
saran-saran tentang penyempurnaan instrument moneter syari’ah
yang ada dalam kebijakan moneter di Indonesia agar lebih sesuai
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Penerapan Instrumen Moneter Syari’ah di Beberapa Negara
Dalam mengendalikan inflasi dengan menggunakan sistem moneter ganda,
tdak hanya dilakukan oleh Indonesia namun juga di negara-negara lain.
Penerapan instrumen-instrumen pengendalian moneter syariah berbeda pada
masing- masing negara. Termasuk juga pada negara yang muslim, maupun
negara dengan sistem moneter ganda.
Pada masa sebelum diberlakukannya syariat Islam pada sistem perbankan
di Sudan, Bank Sentral Sudan (BOS) sangat tergantung pada instrumen-
instrumen langsung seperti tingkat suku bunga, plafon kredit (credit ceiling),
ketentuan rasio likuiditas (statutora liquidity ratio), dan tingkat diskonto. Pada
awalnya instrumen-instrumen tersebut sangat efektif karena perekonomian
Sudan yang mempunyai karakteristik yaitu sistem finansial yang non-kompretitif,
pasar model primer dan sekunder yang belum berkembang, serta kelangkaan
modal. Namun karena instrumen-instrumen langsung tersebut mengakibatkan
distorsi dari lokasi sumber daya bank, interferensi terhadap mekanisme harga,
pembatasan kredit, serta mislokasi dan distorsi dari kompetisi akibat penerapan
batasan- batasan pada manajemen aset bank. Pada akhirnya, BOS lebih memilih
untuk memakai instrumen-instrumen tidak langsung.
Pada tahun 1984, setelah diperkenalkannya syariah Islam di Sudan, BOS
mengeluarkan arahan dan perintah kepada seluruh bank yang beroperasi di
sudan agar menjalankan prinsip-prinsip perbankan yang sesuai dengan syariat
Islam dalam aktivitas kesehariannya. Akibatnya, BOS dihadapkan pada
permasalahan subsitusi instrumen moneter konvensional dengan instrumen
moneter yang sesuai dengan syariat Islam untuk dapat mempertahankan
perannya sebagai pengawas dan pemberi arahanbagi bank-bank, melakukan
ekspansi atau kontraksi penawaran uang atau kredit, dan meimplementasikan
kebijakan moneter, serta sekaligus menjaga kepentingan publik.
Instrumen moneter syariah yang digunakan oleh Sudan dalam Ascarya
(2007) dalam operasional bank sentralnya adalah sebagaiberikut:
1. Central Bank Musharaka Certificates (CMCs)
2. Goverment Musharaka Certificates (GMCs)
3. Goverment Investment Certificates (GICs)
4. Foreign Exchange
Selain itu, instrumen moneter syariah yang digunakan oleh negara dengan
sistem moneter ganda yaitu Pakistan dan Malaysia dalam operasional bank
sentralnya, sebagai berikut:
1. MudharabaCertificate
2. Participation Term Certificate(PTCs)
3. Certificate of Musharika(COMs)
4. Term Finance Certificate(TFCs)
Di Malaysia, penggunaan ba’i al ‘inah (jual beli dengan janji akan
membelinya kembali) diperbolehkan. Penggunaan akad ba’i al inah mendorong
semakin banyaknya instrumen yang digunakan. Yaitu sebagai berikut:
1. Government InvestmentIssues-i
2. Malaysian Islamic TreasuryBills
3. Bank Negara NegotiableNotes-i
4. CagamasPapers
5. CommercialPapers-i
6. Negotiable Debt Certificate-i
7. Negotiable Instrumen ofDeposits-i
8. Sell and Buy Back Agreements(Repo-i)
9. ForeignExchange
10. Promissory FXContract-i
Untuk mencapai sasaran akhir yang diinginkan sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, BI sebagai otoritas moneter selanjutnya melakukan
perencanaan dan penyusunan program kebijakan pengendalian uang beredar,
baik kebijakan moneter yang mengarah pada kebijakan pengetatan atau
kontraksi moneter maupun kebijakan ekspansi. Pelaksanaan kebijakan
pengendalian jumlah uang beredar tersebut sangat tergantung pada kondisi
uang beredar dan arah kebijkan moneter BI.
B. Instrumen Moneter Syariah di Indonesia
Instrumen moneter syari’ah di Indonesia menggunakan dua sistem, yaitu
sistem konvensional dan sistem syari’ah. Sistem konvensional menggunakan
isntrumen utamanya yaitu bunga. Untuk mempengaruhi jumlah uang beredar,
BI menggunakan beberapa Instrumen pengendalian moneter baik langsung
maupun tidak langsung. Instrumen pengendalian moneter langsung
Penurunan nilai uang
Kredit langsung
Instrumen pengendalian moneter tidak langsung
Giro Wajib Minimum
Fasilitas Diskonto (Tingkat Suku Bunga)
Operasi Pasar Terbuka (OPT) meliputi tindakan menjual dan membeli
surat-surat berharga oleh bank sentral.
Berikut beberapa instrumen yang digunakan dalam Operasi Pasar
Terbuka di Indonesia, yaitu:
- Sertifikat Bank Indonesia(SBI)
- Sertifikat Bank Indonesia Syariah(SBIS)
- Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
- Reverse Repo – Sertifikat Bank Syariah Negara(RR-SBSN)
- SertifikatDeposito
- CommercialPaper
- Call Money
- Wesel danPromes
- Repurchase Agreement
- Bill of Exchange
- Banker’sacceptance
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI)
ImbauanMoral
Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia, menjadi
keunggulan tersendiri bagi sistem perekonomian Indonesia. Sebagai otoritas
moneter tertinggi BI telah menetapkan beberapa Instrumen pengendalian
moneter syariah yang mengontrol keberlangsungan industri perbankan syariah.
Beberapa instrumen yang ditetapkan merupakan instrumen yang memiliki fungsi
sama seperti pada sistem perbankan konvensional. Akan tetapi kebijakan-
kebijakannya ditetapkan sesuai dengan ketentuansyariah.
Berikut ini adalah pengertian instrumen-instrumen moneter syariah yang
diterapkan di Indonesia;
1. SBIS Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat SBIS
adalahsurat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu
pendekdalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh BankIndonesia.
2. Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat RR-
SBSN, ataudapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara
yangditerbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas
bagianpenyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uangRupiah.
Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat
FASBIS adalah fasilitasyang disediakan oleh Bank Indonesia kepada bank
umum syariah, unit usaha syariah pialang pasar uang rupiah dan valas
untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam bentuk Rupiah.
3. Adapun Giro Wajib Minimum (GWM) pada bank syariah ditetapkan sesuai
dengan ketetapan BI dan Imbauan Moral (Moral Suassion) untuk
perbankan syariah kurang lebih memiliki pengertian yang sama dengan
yang dilakukan BI terhadap perbankan konvensional.
4. PUAS atau Pasar Uang Antar Bank Syariah adalah kegiatan pinjam
meminjam dana antara satu bank yang memiliki kelebihan likuiditas
dengan bank lainnya yang membutuhkan likuiditas. Transaksi PUAS dapat
berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satutahun.
C. Pengendalian inflasi dengan menggunakan Instrumen Moneter Syariah di
Lampung
Inflasi berakibat buruk bagi perekonomian di Lampung secara khusus
dan di Indonesia secara umum. Tentu saja ini menimbulkan gangguan
terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan),
fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit perhitungan.
Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
masyarakat Lampung.
Selain itu juga meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama
non-primer dan barang-barang mewah. Serta mengarahkan investasi pada hal-
hal yang non produktif yaitu penumpukan kekayaan seperti: tanah,
bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke
arah produktif seperti: pertanian, industrial, perdagangan, transportasi
danlainnya.
Inflasi yang terjadi di Lampung terjadi karena beberapa sebab. Dalam
ekonomi Islam, inflasi dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu:
1. Natural Inflation (Inflasi Alamiah) Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini
disebabkan oleh berbagai faktor alamiah yang tidak bisa dihindari umat
manusia. Menurut Al Maqrizi, ketika suatu bencana alam terjadi, berbagai
bahan makanan dan hasil bumi lainnya mengalami gagal panen,
sehingga persediaan barang-barang tersebut mengalami penurunan yang
sangat drastis dan terjadi kelangkaan. Di lain pihak, karena sifatnya yang
sangat signifikan dalam kehidupan, permintaan terhadap berbagai barang
itu mengalami peningkatan. Harga-harga membumbung tinggi jauh
melebihi daya beli masyarakat. Hal ini, sangat berimplikasi terhadap
kenaikan harga berbagai barang dan jasa lainnya. Inflasi alamiah dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak (umumnya
berbentuk uang cash atau aset tidak produktif lainnya seperti
barang-barang mewah), di mana ekspor naik sedangkan impor
cenderung turun atau tetap, sehingga mengakibatkan net ekspor
nilainya menjadi sangat besar, maka akan berakibat pada naiknya
permintaan agregat. Dengan demikian, naiknya permintaan agregat
tersebut mengakibatkan kenaikan pada tingkat harga secaraumum.
b. Akibat dari turunnya tingkat produksi karena terjadinya paceklik,
perang ataupun embargo ekonomi yang kemudian berimbas pada
kenaikan tingkatharga.
2. Human Error Inflation (Inflasi Karena KesalahanManusia)
Selain faktor alam, Al Maqrizi menyatakan bahwa inflasi dapat terjadi akibat
kesalahan manusia. Ia telah mengidentifikasi tiga hal yang baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama menyebabkan terjadinya inflasi ini.
Ketiga faktor tersebut yaitu sebagaiberikut:
a. Korupsi dan administrasi yang buruk,
b. Pajak yangberlebihan,
c. Dan peningkatan sirkulasi mata uangfulus.
Dari dua sebab inflasi tersebut, ketika dilakukan analisa, inflasi yang
terjadi di Lampung terkait dengan dua sebab tersebut. Dalam melaksanakan
kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja yang
dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan
secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan
moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan
moneter. Ada dua jenis kebijakan moneter yang dilakukan di Indonesia,
kebijakan ekspansif dan kebijakankontraktif.
Kebijakan Ekspansif (Monetary Expansive Policy) adalah suatu kebijakan
dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan
untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat
(permintaan masyarakat). Kebijakan ini diterapkan pada saat perekonomian
mengalami resesi atau depresi. Kebijkan moneter ekspansif ini disebut juga
sebagai kebijakan moneter longgar (easy monetary policy).
Kebijakan Kontranktif (Monetary Contractive Policy) adalah kebijakan
yang dilakukan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan
ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan moneter
kontraktif disebut juga dengan uang ketat (tight money policy).
Pada saat perekonomian sedang mengalami inflasi, maka yang dilakukan
adalah kebijakan kontraktif. Salah satu instrumen yang diterapkan adalah
penjualan surat berharga. Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka
melakukan penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) sebagai Operasi Moneter Syariah- nya (OMS).
Sebaliknya, apabila perekonomian sedang lesu dan perekonomian masyarakat
melemah, Bank Indonesia akan melakukan kebijakan ekspansif. SBI dan SBIS
yang berada di tangan masyarakat akan dibeli kembali. Dengan demikian, uang
yang beredar di masyarakat bertambah dan diharapkan dapat menggairahkan
kembali perekonomian masyarakat.
Pengendalian terhadap inflasi dilakukan dengan melakukan kebijakan-
kebijakan moneter melalui instrumen- instrumen moneter sebagai alatnya.
Instrumen-instrumen moneter syariah yang diterapkan di Indonesia merupakan
ciri kebijakan moneter ganda yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dimana
pelaksanaannya berbarengan dengan instrumen-instrumen moneter
konvensional.
1. Instrumen-instrumen moneter syariah yang diterapkan di Indonesia
yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Reverse Repo Surat
Berharga Syariah Negara, Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
(FASBIS), Giro Wajib Minimum (GWM) pada Bank Syariah dan PUAS atau
Pasar Uang antar BankSyariah.
2. Pengendalian Inflasi di Indonesia menurut Syariah yaitu dengan
menggunakan intrumen-instrumen moneter syariah yang memiliki
fungsi untuk mengatur jumlah uang beredar (M2) yang sesuai dengan
industri perbankan syariah di Indonesia. Oleh karena itu kebijakan
moneter dalam rangka mengendalikan inflasi di Indonesia juga
dilakukan dengan instrumen moneter syariah. Baikkebijakan moneter
ekspansif maupun kontraktif.
3. Kontribusi instrumen-instrumen moneter syariah terhadap
pengendalian inflasi di Indonesia masih sangat kecil. Hal ini
berdasarkan hasil pengolahan pada penelitian ini bahwa instrumen
moneter hanya beberapa model yang berkontribusi. Nilai kontribusi
yang dihasilkan pun sangat kecil dengan skala penilaian R Squared
berkisar sangat lemah dan atau lemah.
Data BPS menunjukkan bahwa inflasi Kota Bandar Lampung menempati
peringkat pertama dari 82 kota yang diamati perubahan harga pada Januari 2018.
Selain kelompok bahan makanan yang memberikan andil terjadinya inflasi di
Kota Bandar Lampung, terdapat juga kelompok makanan jadi, minuman, rokok,
tembakau sebesar 0,25 persen. Kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar sebesar 0,37 persen. Kelompok sandang 0,04 persen. Kelompok pendidikan,
rekreasi sebesar 0,09 persen. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan sebesar 0,03 persen.81
Inflasi yang terjadi di Lampung memang
terbilang tinggi, dikarenakan penyebaran penduduk yang tidak merata dan
beberapa lokasi di Lampung masih agak sulit dijangkau.
Dalam perekonomian Islam, untuk menjaga stabilitas tingkat harga untuk
mengendalikan inflasi, ada beberapa hal yang dilarang yaitu:
a. Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang hanya untuk keperluan transaksi
dan berjaga-jaga.
b. Penimbunan mata uang.
c. Transaksi tallaqi rukban. yaitu mencegat penjual dari kampung atau daerah
pinggiran di luar kota untuk dijual kembali di pusat kota demi mendapatkan
keuntungan dari ketidakpastian harga.
81 https://lampung.bps.go.id/ (Februari 2018)
d. Transaksi kali bi kali. Yaitu transaksi tidak tunai, transaksi tunai
diperbolehkan namun transaksi future tanpa ada barangnya adalah dilarang.
e. Segala bentuk riba.
Dalam kerangka strategi mekanik bagi kebijakan moneter, menurut Chapra
yang tidak hanya membantu pengaturan penawaran uang sesuai dengan
permintaan riil tetapi juga membantu memenuhi kebutuhan untuk menutup
defisit asli pemerintah dan juga sekaligus mencapai tujuan-tujuan lain
masyarakat Islam. Mekanik tersebut harus mencakup beberapa elemen,
diantaranya:82
a. Target pertumbuhan pada M dan M0
Secara berkala bank sentral harus menetapkan pertumbuhan penawaran
uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional, termasuk pertumbuhan
ekonomi yang dapat dipertahankan dan stabillitas dalam nilai uang.
b. Public share of demand deposit
Dalam jumlah tertentu (kondisi normal) demand deposit bank-bank komersil
maksimum sampai 25% harus diserahkan kepada pemerintah untuk
mebiayai proyek-proyek yang secara sosial menguntungkan.
c. Statutory reserve requirement
Bank-bank komersil harus memiliki cadangan dalam jumlah tertentu yaitu
10%-20% dari demand deposit mereka dengan bank sentral. Begitu pula
sebaliknya dengan bank sentral. Statutory reserve requirement membantu
memberikan jaminan atas deposit juga sekaligus membantu penyediaan
likuiditas yang memadai bagi bank.
D. Efektivitas Instrumen moneter syariah terhadap pengendalian inflasi di
Lampung
82 Umer M Chapra, Al-Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adil (terj), Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1997, hlm. 173-176
Dari pemaparan sub bab sebelumnya, dapat terlihat bahwa inflasi yang
terjadi di daerah Lampung bisa terbilang cukup tinggi. Instrument moneter
syari’ah yang ada diimplementasikan masih belum bisa mengendalikan inflasi.
Karena hakikatnya, instrumen moneter syari’ah yang ada tidak hanya mengatur
jumlah uang yang beredar, tetapi juga memberikan kesempatan kerja penuh
sehingga pertumbuhan ekonomi bisa lebih maksimal lagi. Yang pada akhirnya
keadilan dan pemerataan pendapatan dan kekayaan bisa tercapai.
Mengendalikan inflasi menggunakan instrumen moneter syariah
utamanya adalah menghindari penggunaan instrumen yang berbasis Riba (bunga),
menghindari gharar, maysir dan zhulum. Pengendalian inflasi di Indonesia
diperankan oleh 3(tiga) pihak: pertama; oleh Otoritas Moneter, yaitu Bank
Indonesia sebagai penerima amanat Undang-Undang. Kedua, Pemerintah, yaitu
berbagai kementerian dibawah kordinasi menteri ekonomi bersama dengan
pemerintah daerah dan ketiga; masyarakat dalam arti luas, selaku pelaku ekonomi.
Di Lampung, hal ini belum maksimal dilakukan. Karena kurangnya
koordinasi dalam pelaksanaannya. SBSN yang ada di Lampung pun belum
bergerak pada sektor riil. Jika hal ini berlangsung terus menerus, maka keadaan
instrumen moneter syari’ah diragukan untuk bisa mengendalikan inflasi meskipun
perbankan syari’ah masih terbilang stabil dalam kegiatannya.
Perlu sinergi yang intens antara BI, Pemda Lampung dan masyarakat
untuk bisa memaksimalkan efektivitas pengendalian inflasi dengan menggunakan
instrumen moneter syari’ah ini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mempelajari uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Instrumen moneter syari’ah di Lampung sudah terlihat cukup
menggeliatkan perekonomian, hanya saja belum merata. Hal ini terlihat
dari pembangunan sarana dan prasarana di lingkungan kementerian
yang menggunakan salah satu intrumen tersebut, yaitu SBSN (Surat
Berharga Syari’ah Nasional) atau sukuk negara. Namun baru sebatas
pertumbuhan ekonomi dimana pengendalian inflasi dengan
menggunakan instrumen moneter syariah di Lampung masih belum bisa
dirasakan keberadaanya.
2. Instrumen moneter syariah terhadap pengendalian inflasi di Lampung
masih belum begitu efektif dikarenakan belum meratanya
pembangunan yang menggunakan investasi sukuk negara (SBSN) ini.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat peneliti sumbangkan ini yaitu :
1. Pengendalian inflasi melalui instrumen moneter Islam ini harus dikembangkan
aqadnya. Tidak hanya sekedar aqad mudharabah dan ju‟alah.
2. Pemerintah lebih berperan aktif menunjukkan upaya pengendalian inflasi
dengan membentuk tim yang mengkordinasikan antara BI, dan Kementerian
dibawah kordinasi menteri kordinator perekonomian dan pemerintah daerah.
3. Masyarakat berperan juga dalam pengendalian inflasi melalui pengendalian diri
yang didasarkan pada etika transaksi sesama anggota masyarakat untuk
menghindari tingginya permintaan akan barang dan jasa yang hanya berdasar
pada keinginan bukan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al Ghazali, Abu Hamid, Kimya-e-Sa’adat, Lahore : Naashraan-e-Quran Ltd, 1973
Al Maqrizi, Ighatsah al Ummah bi Kasyf al Ghummah, Kairo : Maktabah al
Tsafaqah al Diniyah, 1986
Al Shadr, Al Sahid Sayid Mohammed Baqir, Iqtishaduna, Beirut : Dar al Fikr, 1389
H
Aliminsyah, Padji. Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan, Bandung:Yrama
Widya, 2016
Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer, Jakarta : Pustaka Asatrus, 2005
Antonio, Muhammad Syafi'I, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema
Insani, 2004
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta :
Rineka Cipta, 1993
Ashshiddiqi, Hasbi, et. al, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta : Yayasan
Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, , 1991
Bâqy, Muhammad Fuâd Abdul, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâz Al-Qur'ân al-
Karîm, Beirut: Dâr al-Fikr, 1981
Blinder, Alan, Hard Heads, Soft Hearts : Tough Minded Economics for a Just
Society, M. A. Edison Wesley, 2007
Boediono, Ekonomi Makro, Yogyakarta: BPFE, 2009
________, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5: Teori Moneter,
Yogyakarta: BPFE, 2009
Chapra, Umer, Islam dan Pembangunan Ekonomi, Jakarta : Gema Insani press,
1989
______, Sistem Moneter Islam, Jakarta :Gema Insani Press, 2000
________, Islam dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer,
Surabaya : Risalah Gusti, 1999
Dimyati, Ahmad, Teori Keuangan Islam Rekonstruksi Metodologis Terhadap Teori
Keuangan Al-Ghazali. Yogyakarta: UII Press, 2008
El Diwany, Tarek, The Problem with Interest (Sistem bunga dan
Permasalahannya), Jakarta: Akbar, 2003
Feldstein, Martin, The Cost and Benefits of Price Stability, Univ. Chicago Press,
1999
Greenwald, Douglas, Encyclopedia of Economic, New York : McGraw-Hill Inc. ,
1982
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM, 1976
Huda, Nurul, et al., Ekonomi Makro Islam, Jakarta: Kencana, 2018
Kahf, Monzer, Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2007
__________, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada :
2006
Khaldun, Muhammad bin, Mukaddimah, Beirut : Dar al Kitab, 2001
Landsburg, S. E., L. J. Feinstone, Macroeconomics, New York : McGraw-Hill Inc.,
1997
Mankiw, N. Gregory, Macro Economics, USA : Worth Publishers, 2007
Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam:Teori dan Praktek, Jakarta : PT. Intermasa,
1992
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi Aksara,
1999
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Karya, 1989
Nasional, Departemen Pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2008
Nasir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1999
Nopirin, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta, 1987
Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Balai
Pustaka, 1983
Pohan, Aulia, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008
Qordhawi, Yusuf, Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fil Iqtishadil Islami, Terjemah oleh
Zainal Arifin dan Dahlia, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema
Insani Press, 1997
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam 1,Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995
Reading, Hugo F., Kamus Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta : Rajawali Pers, 1986
Ridwan, M., Ekonomi Makro dan Mikro Islam, Jakarta : Citapustaka Media, 2013
Saeed, Abdullah, Islamic Banking and Interest A Study of the Prohibition of Riba
and its Contemporary Interpretation, Terj. Muhammad Ufuqul Mubin, et al,
“Bank Islam dan Bunga: Studi Kritis Larangan Riba dan Interpretasi
Kontemporer”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003
Samuelson, Paul A., William D. Nordhaus, Economics, New York : McGraw-Hill
Inc. , 1992
Saud, Mahmud Abu, GBEI (Garis Besar Ekonomi Islam), Jakarta : PT. Gema Insani
Press, 1996
Sholahuddin, M., Lembaga Ekonomi Keuangan & Keuangan Islam,
Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2006
Singarimbun, Masri, et. al, Metode Penelitian Survei, Jakarta : LP3ES, 1989
Smith’s, Adam, The Wealth of Nations, UK : Infinite Ideas Limited, 2009
Sudarsono, Heri, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Yogyakarta : Ekonissia,
2002
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif, Bandung : Alfabeta, 2008
Sukanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI-Press, 1986
Sukirno, Sadono, Makro EKonomi, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2000
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta : Rajawali Press, 1992
Triandaru, Sigit, Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer, Jakarta : Salemba
Empat, 2000
Warsito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta : Gramedia, 1996
Wirdyaningsih et. al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana, Jakarta,
2005
Yusanto, Ismail, Mencari Solusi Krisis Ekonomi. Dalam buku Dinar Emas Solusi
Krisis Moneter, Jakarta: PIRAC, SEM Institute, Infid, 2001
Jurnal dan Artikel
Ascarya, Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia,
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol. 14 No. 3, Januari 2012
Atmadja, Adwin S. Inflasi Di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab dan
Pengendaliannya, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999
Bayuni, Eva Misfah, Ascarya, Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Terhadap
Stabilitas Besaran Moneter Dalam Sistem Moneter Ganda Di Indonesia,
Jurnal Tazkia, Islamic Finance & Business Review, Vol. 5, 2010
Dwijayanthy, Febrina, Prima Naomi, Analisis Pengaruh Inflasi, BI Rate, dan Nilai
Tukar Mata Uang terhadap Profitabilitas Bank Periode 2003-2007, Jurnal
Karisma Vol. 3, 2009
Erawati, Neny, Richard Llewelyn, Analisa Pergerakan Suku Bunga dan Laju
Ekspektasi Inflasi Untuk Menentukan Kebijakan Moneter di Indonesia, Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan Vol. 4, No. 2, September 2002
Hamdi, Edy Suandi, Akar Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap
Indonesia, Jurnal Ekonomi Islam La Riba, Vol. III, 2009
Hatta, M. Telaah Singkat Pengendalian Inflasi Dalam Perspektif Kebijakan
Moneter Islam, Jurnal Ekonomi Ideologis, 16 Juni 2008
Juoro, Umar, Model Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka untuk
Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juli 2013
Natsir, M. Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di
Indonesia Melalui Jalur Nilai Tukar Periode 1990–2007, Jurnal Program
Pascasarjana Unhalu Kendari
________, Peranan Jalur Suku Bunga Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter di Indonesia, Jurnal Program Pascasarjana Unhalu Kendari
Pangiuk, Ambok, Inflasi pada Fenomena Sosial Ekonomi: Menurut Al-Maqrizi,
Jurnal Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, 2013
Putra, M. Umar Maya, Peran Dan Kebijakan Moneter Terhadap Perekonomian
SumUt, Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil Vol 5, No 01, Oktober 2015
Riani, Westi, Inflasi dan Tinjauannya dalam Perspektif Islam, Jurnal Kinerja Vol. 5,
1 Agustus 2003
Sarker, Awwal, Moneter Policy and Islamic Bank in Bangladesh, International
Journal of Islamic Financial Services Vol.2 No.1
Setiawan, Aziz Budi, Perbankan Syariah; Challenges dan Opportunity Untuk
Pengembangan di Indonesia, Jurnal Kordinat, Edisi: Vol. VIII No. 1, April 2006
Simorangkir, Iskandar, Koordinasi Kebijakan Moneter dan Fiskal di Indonesia:
Suatu Kajian dengan Pendekatan Game Theory. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan, vol. 9, no. 3, Januari 2007.
Sitompul, Zulkarnain, KemungkinanPenerapan Universal Banking System di
Indonesia, jurnal Hukum Bisnis, Volume 20, Agustus-September 2002
Subagyo, Ahmad, Pengendalian Inflasi Dalam Sistem Ekonomi Non Bunga (Kajian
Ekonomi Moneter dalam perspektif Islam), Jurnal Economicus, vol. 3 No. 1 –
Juni 2010
Internet
http://bi.go.id
http://bps.go.id
http://ojk.go.id