Upload
dedy-lesmana
View
1.135
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
RANCANGAN TEKNIS OPERASIONAL RANCANGAN TEKNIS OPERASIONAL SISTEM PENGELOLAAN REAKTOR SISTEM PENGELOLAAN REAKTOR SAMPAH TERPADU (SILARSATU) SAMPAH TERPADU (SILARSATU)
BERBASIS MASYARAKAT BERBASIS MASYARAKAT
DIVISI PENGEMBANGAN INFORMASI DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PADJADJARAN
RONI KASTAMAN
ADE MOETANGAD KRAMADIBRATA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
atas selesainya Buku Rancangan Teknis Operasional Sistem
Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (SILARSATU) Dalam
Rangka Penanggulangan Sampah Berbasis Masyarakat.
Buku ini disusun sebagai salah satu alternatif pemikiran
dalam rangka memecahkan masalah persampahan di
kebanyakan kota besar di Indonesia, dengan menggunakan
metode pendekatan yang lebih ramah lingkungan dan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Secara garis besar, materi dalam buku ini berisi rancangan
teknis SILARSATU, yang dilengkapi pada bagian akhir dengan
beberapa modul yang berkaitan dengan prinsip penanganan
sampah di perkotaan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak
yang telah memberikan dukungan bagi penyusunan buku ini.
Semoga dapat memberikan banyak manfaat, serta dapat
diterima dan dijadikan bahan acuan bagi upaya penanggulangan
sampah di berbagai kota di Indonesia untuk masa yang akan
datang.
Ketua LPM Unpad
Prof.Dr.H.Kusnaka Adimihardja, MA
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR v DAFTAR LAMPIRAN vii I. PENDAHULUAN I-1 II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH II-1
2.1. Pendekatan Sosial II-1 2.2. Pendekatan Teknis II-2 2.3. Pendekatan Ekonomi II-8
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU III-1
3.1. Faktor-faktor Dasar Dalam Pengelolaan Sampah III-1 3.1.1. Pewadahan Sampah III-2 3.1.2. Pengumpulan Sampah III-3 3.1.3. Pemindahan Sampah III-4 3.1.4. Pengangkutan Sampah III-4 3.1.5. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah III-5 3.1.6. Pembuangan Akhir Sampah III-11
3.2. Analisis Kebutuhan III-13 3.2.1. Perlengkapan Penampungan Dan Transportasi Sampah
III-13
3.2.2. Lahan Penampungan Sampah III-16 3.2.3. Bangunan Pengolahan Sampah III-18 3.2.4. Alat Dan Mesin Pengolahan Sampah III-19 3.2.5. Gudang Penyimpanan Produk III-22 3.2.6. Penataan Lingkungan Dan Sanitasi III-22 3.2.7. Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Sistem III-23 3.2.8. Estimasi Kebutuhan Fisik Alat, Mesin Dan Tenaga Kerja Untuk Operasional Pada Bangunan SILARSATU
III-25 3.2.9. Estimasi Kebutuhan Biaya Invetasi SILARSATU
III-33
3.3. Analisis Kelayakan Ekonomi SILARSATU III-35
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU IV-1 4.1. Pasokan Sampah Non Organik Untuk Bahan Baku Industri
IV-1
4.2. Pasokan Pupuk Organik Bagi Sektor Pertanian IV-3 4.3. Reklamasi Lahan Marginal dan Bekas Pertambangan
IV-5
iii
4.4. Kompos Sebagai Komoditi Ekspor IV-9
V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU V-1 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL Nomor Judul Hal.
3.1. Perbedaan Proses Pengumpulan Dan Pengangkutan
III-4
3.2. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos
III-20
3.3. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
III-21
3.4. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos
III-27
3.5. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
III-28
3.6. Kebutuhan Investasi Pembangunan SILARSATU III-33
3.7. Biaya Operasional Tahunan SILARSATU III-34
3.8. Jenis Produk, Jumlah, Harga Jual Dan Pendapatan Dari Operasional SILARSATU
III-37
3.9. Hasil Perhitungan Nilai Sekarang Pendapatan Dan Biaya Untuk Pengembangan SILARSATU
III-38
3.10. Hasil Perhitungan Saldo Untuk Melihat Periode Pengembalian Investasi
III-39
4.1. Harga Jual Beberapa Sampah Non Organik IV-2
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Hal.
1.1. Sistem Pengelolaan Sampah Konvensional
(SILASKO)
I-1
1.2. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu I-6
3.1. Reaktor Kompos Sederhana III-9
3.2. Insinerator untuk Pembakaran Sampah III-10
3.3. Penumpukan Sampah Non Organik Sebelum Dimanfaatkan untuk Bahan Daur Ulang
III-11
3.4. Tempat Pembuangan Sampah Akhir III-12
3.5. Beberapa Contoh Media Penyimpan Sampah III-14
3.6. Kantong Pemilah, Box Sampah & Gerobak Pemilah Sampah
III-15
3.7. Garu Garpu, Sekop, Cangkul dan Gerobak Kecil III-16
3.8. Tataletak Bangunan Model Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (SILARSATU) Standar
III-19
3.9. Contoh Penataan Tanaman Untuk Sanitasi Lingkungan
III-23
3.10. Gambar Tampak Atas Bangunan SILARSATU III-29
3.11. Gambar Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan sampah Non Organik
III-30
3.12. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Non Organik
III-31
3.13. Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik
III-32
3.14. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik
III-32
4.1. Pemberian Kompos Dan Tanaman Akar Wangi Pada Tanah Lereng
IV-7
4.2. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan
Kombinasi Kompos dan Akar Wangi IV-8
vi
4.3. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Dampak Logam Berbahaya
IV-8
4.4. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Lahan Bekas Pertambangan
IV-9
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Hal.
1 Modul I - Masalah Sampah Di Perkotaan L-1
2 Modul II - Konsep 3R Atasi Sampah L-2
3 Modul III - Tips Atasi Sampah L-3
4 Modul IV - Daur Ulang Kertas L-4
5 Modul V - Daur Ulang Plastik L-5
6 Modul VI - Daur Ulang Kaca L-6
7 Modul VII - Daur Ulang Logam L-7
8 Modul VIII - Pembuatan Kompos L-8
9 Modul IX - Alat & Mesin Kompos L-9
10 Modul X - Mekanisme Kerja SILARSATU L-10
11 Modul XI – Perhitungan Teknis & Biaya SILARSATU L-11
12 Modul XII - Contoh Leaflet Sosialisasi L-12
SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN Assalamu’alaikum Wr.Wb. Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Illahi Robbi, kami pimpinan Universitas Padjadjaran menyambut baik atas disusunnya buku mengenai konsep penanganan sampah terpadu “SILARSATU” yang merupakan buah karya para peneliti di lingkungan Universitas Padjadjaran. Penelitian tentang penanganan sampah perkotaan adalah merupakan langkah penting terutama untuk menjadi solusi bagi permasalahan sampah di hampir kebanyakan kota besar di Indonesia. Dengan demikian adanya tulisan ini setidaknya dapat menjadi tambahan pemikiran yang diharapkan dapat diimplementasikan di berbagai kota yang membutuhkan. Universitas Padjadjaran dengan Pola Ilmiah Pokok ”Bina Mulia Hukum dan Lingkungan” terus berupaya menghasilkan karya-karya penelitian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas sehingga dapat menjadi suatu kebanggaan dan penciri kemandirian bangsa di masa yang akan datang. Akhirnya kami sampaikan himbauan untuk terus berkarya dan semoga apa yang ditulis dapat menjadi jalan bagi para peneliti lainnya dalam memberi manfaat kepada masyarakat. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bandung, Maret 2007. Rektor
SAMBUTAN KETUA LPM UNIVERSITAS PADJADJARAN
Saat ini sampah masih menjadi masalah besar bagi kebanyakan kota besar di Indonesia. Terbatasnya ruang untuk Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA), terbatasnya dana dan perilaku masyarakat yang masih belum mendukung dalam upaya penanganan sampah makin memperumit persoalan. Dari berbagai penelitian dan uji coba, nampaknya pengelolaan sampah terpadu saat ini menjadi kunci bagi pemecahan masalah sampah perkotaan tersebut.
Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Padjadjaran telah
melakukan kerjasama dengan beberapa pemerintah kota untuk melakukan kajian dan penelitian lebih dalam tentang penanganan masalah sampah perkotaan pada beberapa tahun terakhir ini. Sebagai salah satu hasil dari penelitian tersebut kemudian disusun dalam bentuk buku ini.
Secara garis besar buku ini menyajikan tentang bagaimana prinsip dasar
sistem penanganan sampah terpadu dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Semoga apa yang ditulis dalam buku ini dapat memberikan banyak
manfaat dan diharapkan dapat menjadi pedoman teknis yang paling mendasar dalam menanangani sampah secara terpadu mulai dari tingkat rumah tangga hingga kelurahan atau kecamatan, sehingga peranan dan ketergantungan akan adanya TPA untuk pembuangan sampah lambat laun menjadi berkurang.
Bandung, Januari 2007. Ketua LPM
CONTOH LEAFLET SOSIALISASI
1
I. PENDAHULUAN
I-1
Dewasa ini sistem pengelolaan sampah di daerah
perkotaan dilakukan dengan mengandalkan armada pengangkut
sampah yang mengangkut sampah domestik dan Industri (SDI),
yaitu sampah rumah tangga, pasar, pabrik, rumah sakit, hotel,
dsb) dari tempat pembuangan sementara (TPS) ke tempat
pembuangan akhir (TPA). Sampah-sampah tersebut terdiri dari
bahan organik (sisa-sisa makanan, dapur) dan bahan non-
organik (kertas, kaca, barang pecah-belah, plastik, mika, kaleng,
kain, besi dan logam lainnya, dsbnya).
Sistem pengelolaan sampah konvensional (SILASKO) ini,
seperti terlihat pada Gambar 1.1., membutuhkan sejumlah
gerobak/truk pengangkut (G/T), rute transportasi truk sampah,
dan lahan penampung sampah yang lokasinya jauh dari
pemukiman domestik, serta sejumlah insinerator (INS) untuk
pembakaran sampah.
SDI G/T TPS T TPA INS
Gambar 1.1. Sistem Pengelolaan Sampah Konvensional
(SILASKO)
Dari gambar di atas terlihat bahwa sampah domestik dan
industri (SDI) diangkut oleh gerobak atau truk sampah (G/T)
dengan cara manual dari pelosok wilayah pemukiman dan
industri ke TPS-TPS berupa campuran sampah organik dan non-
organik. Di TPS tertentu sampah ditempatkan ke dalam
kontainer untuk memudahkan pengangkutan oleh truk (T) ke
TPA. Baik di TPS maupun di TPA, biasanya sudah ada
I. PENDAHULUAN
I-2
sekelompok pemulung yang memilah-milah sampah non-organik
secara manual untuk diteruskan ke proses daur-ulang. Sisa-sisa
pemilahan ini sebagian besar adalah sampah organik yang
ditumpuk di TPA dan sebagian dibakar oleh insinerator.
Dari fakta lapangan yang selama ini terjadi, proses kerja
yang ditampilkan oleh sistem ini memiliki beberapa kelemahan,,
yaitu :
1. Tidak semua sampah yang ada di pelosok-pelosok wilayah
pemukiman/industri dapat dicapai oleh gerobak sampah
untuk diangkut ke TPS yang biasanya terletak dekat dengan
wilayah pemukiman/industri itu sendiri. Akibatnya, banyak
sampah masih tertinggal, dan kebanyakan penduduk
membiarkan sampah tersebut membusuk atau dibakar di
tempat yang sering menimbulkan polusi udara (bau dan asap)
di lingkungan mereka sendiri.
2. Terjadinya penimbunan sampah di TPS yang sering tertunda
beberapa waktu sampai dapat diangkut oleh truk-truk
sampah ke TPA sampah, karena terbatasnya armada truk
pengangkut. Akibatnya, terjadi proses pembusukan sampah
yang mengundang lalat, nyamuk, tikus, dan berbagai sumber
penyakit lainnya. Bahkan penundaan sering terjadi berlarut-
larut, sehingga terbentuk cairan hasil pembusukan dengan
kandungan logam terurai yang berbahaya bagi kesehatan
lingkungan yang meresap ke dalam tanah. Hal yang sama
terjadi dalam jumlah yang lebih besar di TPA. Jadi di sini
sudah terjadi polusi awal yang mengkontaminasi air, tanah,
dan udara.
I. PENDAHULUAN
I-3
3. Di TPA, sampah yang ditampung sebagian disebar-ratakan
untuk dibiarkan membusuk dan tercerna secara alami selama
3-6 bulan (bahkan lebih dari 12 bulan), dan sebagian dibakar
dengan insinerator-insinerator yang tersedia. Di samping hal
yang terjadi pada butir 2, insinerator yang tersedia ternyata
tidak mampu membakar sampah dengan sempurna, sehingga
asap hasil pembakaran yang mengandung emulsi padat
bahan beracun dan berbahaya (B3), seperti asap, gas, logam
berat, dan sebagainya, masuk serta mencemari udara
lingkungan.
4. Untuk membakar sampah secara sempurna,, insinerator
harus memiliki temperatur pembakaran minimal 3000o C.
Untuk itu, dibutuhkan suplai energi (bahan bakar) yang tinggi
dan jelas membutuhkan biaya tinggi pula dalam operasinya.
Selain itu biaya investasi untuk pengadaan insinerator sangat
tinggi (lebih dari Rp 100 juta per unit).
5. Dibutuhkan TPA dengan lahan yang luas dan lokasi yang jauh
dari pemukiman. Untuk itu, perlu dilakukan pemanfaatan
tata-guna lahan (land use) yang terencana. Hal ini jelas akan
menyangkut biaya pembelian atau penyewaan lahan,
sebagaimana kasus yang diamati di DKI Jakarta Raya yang
harus menyisihkan dana kompensasi Rp 3-5 milyar pertahun
kepada Pemerintah Daerah Bekasi Jawa Barat untuk
membuang sampahnya.
6. Dengan jauhnya arbitrasi lokasi TPA dari TPS-TPS, sistem ini
akan membutuhkan rute transportasi sampah yang
menembus jalur-jalur transportasi ke pelosok perkotaan yang
semakin padat dan sering macet, sehingga untuk itu
I. PENDAHULUAN
I-4
ketersediaan armada truk pengangkut yang cukup sangat
dibutuhkan dengan konsekuensi pengeluaran biaya untuk
pengadaan dan pemeliharaan truk-truk pengangkut yang
sangat besar (harga truk Rp 300-400 juta per unit).
7. Sistem transportasi sampah tersebut pada kenyataannya
sangat terganggu oleh kondisi jalan dan padatnya lalu-lintas,
sehingga dibutuhkan waktu pengangkutan yang relatif lebih
lama, dan jelas menyangkut biaya angkut tinggi dan
penggunaan truk pengangkut melebihi kapasitas.
8. Berlalu-lintasnya truk-truk pengangkut dari TPS ke TPA
pulang-pergi, yang sering mengangkut sampah yang sudah
membusuk, ditambah dengan kemacetan lalu-lintas, makin
menyebarkan polusi udara di jalur transportasi sampah yang
sangat mengganggu kualitas kesehatan lingkungan..
9. Kondisi truk pengangkut sering digunakan melebihi kapasitas
angkut dan perlu peremajaan, serta cara mengangkut tidak
rapih, menyebabkan banyak sampah yang berceceran di
sepanjang jalur transportasi.
10.Selama ini, semua fasilitas layanan pengelolaan sampah
tampak kurang mengikut-sertakan partisipasi masyarakat,
sehingga masyarakat cenderung tidak peduli terhadap
sampah di sekelilingnya, dan menyerahkan sepenuhnya
pengelolaan sampah kepada PD Kebersihan. Padahal, tidak
semua anggota masyarakat, dengan berbagai alasan dan
dalih, rela membayar retribusi untuk pengelolaan sampah.
Akibatnya, PD Kebersihan selalu mengalami defisit keuangan,,
dan menjadi buah “simalakama” yang berkelanjutan.
I. PENDAHULUAN
I-5
11.Sampai saat ini pemanfaatan sampah perkotaan masih
terbatas pada pemanfaatan sampah non-organik, seperti
plastik, kertas, kaca, mika, logam. Sedang sampah organik
belum ditangani secara optimal dan profesional untuk
menghasilkan antara lain kompos dan pakan.
Dari sedikitnya 11 butir kelemahan SILASKO di atas,
terdapat beberapa pokok permasalahan yang perlu segera
dipecahkan, antara lain yaitu :
1. Masih terbatasnya penataan dan pemanfaatan sampah,
terutama yang berbasis masyarakat
2. Masih terbatasnya partisipasi atau keterlibatan masyarakat
banyak dalam penanganan dan pengolahan sampah
3. Masih terbatasnya pengembangan potensi ekonomi dari
sampah
Dengan demikian, suatu sistem pengelolaan sampah
terpadu yang beroperasi lebih banyak mengikut-sertakan
partisipasi masyarakat, lebih ramah lingkungan, dan secara
operasional lebih hemat energi dan biaya, serta secara produktif
dapat meningkatkan pemberdayaan dan ekonomi masyarakat,
jelas sangat dibutuhkan.
Sistem pengelolaan sampah terpadu tersebut sasarannya
adalah pemberdayaan usaha lokal masyarakat terutama yang
menyangkut :
1. Penataan dan pemanfaatan Sampah berbasis masyarakat
secara terpadu
I. PENDAHULUAN
I-6
2. Peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan
sampah
3. Penggalian potensi ekonomi dari sampah, sehingga
diharapkan dapat memperluas lapangan pekerjaan (usaha
lokal)
Sistem yang dimaksud di sini merupakan salah satu
alternatif dari berbagai sistem pengelolaan sampah lainnya yang
mengarah kepada pemecahan kelemahan-kelemahan yang ada
dalam penanganan sampah perkotaan selama ini. Salah satu
model konseptual yang dikembangkan adalah dengan
menerapkan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu
(SILARSATU).
Sistem tersebut, seperti diilustrasikan pada Gambar 1.2.,
beroperasi dengan cara “zero waste system ” atau sistem
pengelolaan sampah tanpa sisa yang menganut motto: “lebih
baik memelihara kompos yang ramah lingkungan dan bernilai
ekonomis daripada memelihara sampah yang menurunkan
kualitas lingkungan”.
LINGKUNGAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
SDI G SILARSATU KOMPOS PASAR
Gambar 1.2. Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu
I. PENDAHULUAN
I-7
Seperti terlihat pada Gambar 1.2., di sub-sistem SDI
(sampah domestik dan industri) sudah tersosialisasikan cara
sortasi sendiri yang dilakukan oleh para produsen sampah di
tempat aktivitasnya masing-masing (pemukiman/industri). Di
tempat ini sampah sudah disortasi terpisah menjadi kelompok
sampah non-organik (kertas dan karton, benang/kain, kayu,
logam, kaca, plastik, karet, kulit, textil, dsb) dan organik (sisa
makanan dan sisa masakan/dapur). Sampah-sampah ini
diangkut dengan gerobak sampah yang sudah didesain sebagai
gerobak penyortir yang mengangkut sampah ke SILARSATU.
Sistem ini terdiri dari sub-sistem : pemilahan,
perajangan, reaktor sampah yang mampu mendekomposisi
sampah organik menjadi kompos dalam waktu 3-18 hari,
tergantung kepada mikroba pengurainya (bakteri atau jamur),
pengeringan, penyaringan, sertifikasi kompos, pengemasan
(penimbangan dan pengepakan), dan penggudangan.
Dari sistem ini sampah relatif habis terurai menjadi
kompos (zero waste) yang tidak menimbulkan polusi tanah,
perairan, dan udara. Sedang unsur-unsur truk pengangkut
sampah dari TPS ke TPA pulang-pergi bebannya berkurang,
karena adanya reaktor-reaktor sampah pengubah sampah
menjadi kompos, langsung di tempat (sebelumnya berfungsi
sebagai TPS). Dalam pengembangan SILARSATU, tempat
tersebut langsung menjadi gudang penyimpan kompos, atau
dapat disebarkan ke lahan tanpa menimbulkan dampak
lingkungan, atau diperjual-belikan di pasar sebagai kompos
khusus untuk perbaikan lahan (pemupukan, reklamasi lahan
marginal/bekas tambang, atau dalam visi lanjut, sebagai
I. PENDAHULUAN
I-8
komoditi ekspor ke negara yang membutuhkannya, seperti Saudi
Arabia, Australia, dan Singapura).
Selain itu, fasilitas gudang yang disediakan oleh
SILARSATU adalah dimaksudkan bukan hanya untuk
menampung kompos hasil prosesnya sendiri, tapi juga untuk
menampung kompos-kompos yang dihasilkan masyarakat,
dimana managemen SILARSATU membeli kompos masyarakat
tersebut dengan harga yang sesuai dengan komposisi hara
kompos tersebut berdasarkan pengujian oleh laboratorium
sertifikasi kompos.
Jadi, masyarakat dengan sendirinya akan termodifikasi
untuk mengelola sampah di lingkungannya dengan prospek
memperoleh pendapatan tambahan dari sampah, sehingga
dalam kurun waktu tertentu akan terbentuk usaha lokal
masyarakat yang menguntungkan. Di sini, dengan sosialisasi
khusus, partisipasi masyarakat di setiap sistem sangat berperan
dan diberdayakan dalam rangka peningkatan ekonomi rakyat.
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-1
Untuk memecahkan masalah yang dipaparkan di atas,
diperlukan beberapa pendekatan konseptual yang mencakup
aspek-aspek:
1) Pendekatan Sosial
2) Pendekatan Teknis
3) Pendekatan Ekonomi sistem yang akan dikembangkan
2.1. Pendekatan Sosial
Dalam mengimplementasikan suatu produk teknologi
diperlukan adanya tahapan proses sosialisasi terlebih dahulu. Hal
ini dimaksudkan agar pada prakteknya di masyarakat, teknologi
yang diterapkan dapat diketahui, dipahami, diterima dan
dilaksanakan secara utuh oleh masyarakat tanpa menimbulkan
masalah baru.
Beberapa hal yang perlu dikaji terlebih dahulu antara lain
bagaimana kelembagaan yang terkait di masyarakat sedemikian
difusi teknologi baru kepada masyarakat dapat
diimplementasikan melalui lembaga ini. Kemudian bagaimana
tahapan sosialisasi program dapat dilakukan sedemikian rupa
proses difusi teknologi dapat berjalan lancar.
Kegagalan suatu program pembangunan umumnya terjadi
karena pada tahapan awal sebelum program tersebut
dilaksanakan tidak didahului dengan proses sosialisasi kepada
masyarakat. Proses sosialisasi demikian penting sehingga
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-2
masyarakat dapat mengetahui, mengerti, sadar bahkan ikut
berpartisipasi pada program yang dirancang.
Tantangan yang harus dihadapi untuk mensosialisasikan
program, adalah menemukan cara untuk mewujudkan
pendekatan yang partisipatif secara praktis di lapangan. Pilihan
alternatif yang dapat digunakan adalah seperangkat metode dan
teknik yang dikenal dengan “Participatory Rural Appraisal”
atau P.R.A.
Pendekatan ini dianggap baik karena didasari prinsip untuk
mewujudkan partisipasi dan penerimaan masyarakat atas suatu
inovasi, sekaligus menjawab kebutuhan adanya metode kajian
keadaan masyarakat yang mudah dilakukan untuk
pengembangan program yang banar-benar menjawab kebutuhan
masyarakat setempat. Disamping itu juga menjawab kebutuhan
adanya pendekatan pembangunan yang bersifat kemanusiaan
yang berkelanjutan.
2.2. Pendekatan Teknis
Disadari atau tidak, saat ini sampah sudah menjadi salah
satu bagian penting, bahkan esensial dalam kehidupan manusia,
karena sampah sebagai bahan organik dan non-organik yang
terbentuk dari sisa-sisa penggunaan bahan-bahan tersebut
makin banyak membutuhkan ruang dan tempat untuk
pembuangannya yang makin mempersempit ruang gerak yang
dibutuhkan manusia dalam melakukan kegiatan kesehariannya.
Supaya keseimbangan alami yang higienis dapat dipertahankan,
persaingan ruang dan tempat antara manusia dan sampah harus
dikelola dengan sebaik-baiknya.
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-3
Dalam kegiatan kehidupan domestiknya, setiap manusia
memproduksi sejumlah sampah dalam bentuk padatan dengan
volume ruang antara 3-5 liter atau sekitar 1-3 kg sampah per
hari, baik sampah organik (tinja, sisa dapur, sisa makanan)
maupun sampah non organik (kertas, plastik, kaca, dsbnya).
Rasio bahan organik dengan bahan non-organik sampah adalah
antara 1:3. Jumlah tersebut tidak termasuk cairan (urine dan
cairan sanitasi) yang dapat mencapai 50-350 liter per hari.
Secara alami, sampah organik dalam kondisi aerob (ada
udara/oksigen) dapat tercerna kembali menjadi bahan anorganik
alami (ion dan senyawa unsur-unsur kimia) dalam waktu 3-6
bulan. Waktu cerna tersebut dalam kondisi anaerob (rapat
udara) dapat mencapai lebih dari satu tahun lebih bahkan
bertahun-tahun, tergantung kepada kuantitas dan komposisi
kimia sampah organik tersebut.
Proses penguraian sampah dari bentuk organik menjadi
bentuk anorganik tersebut dapat dipercepat dengan penerapan
teknologi pengomposan, melalui kegiatan aktif mikroba aerob
atau anaerob (bakteri, jamur). Proses ini misalnya telah sangat
dipercepat dengan menggunakan sejenis bakteri aerob yang
disebut EM-4, yang dapat mengurai sampah menjadi kompos
dalam waktu 28-36 hari.
Sampah (waste) pada dasarnya adalah zat-zat atau benda-
benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa buangan
domestik (rumah tangga) maupun buangan pabrik sebagai sisa
proses industri. Sampah yang berasal dari daerah pemukiman
umumnya merupakan sampah organik yang cepat lapuk
(Garbage), yaitu sisa sayuran, nasi basi, berbagai jenis kertas,
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-4
daun-tanaman, air larutan deterjen bekas cucian, tinja (faeces),
dan urine. Sedang sampah industri umumnya merupakan
sampah organik yang lambat lapuk (Rubish) misalnya adalah
limbah pabrik berupa kertas karton, ampas, limbah sisa
gergajian dan serpihan kayu, serbuk besi dan logam lainnya,
karton, plastik, kaca, mika, dan sebagainya. Secara kimiawi,
sampah-sampah tersebut dibedakan sebagai sampah organik
dan sampah non-organik.
Baik sampah organik maupun sampah non-organik dapat
diproses. Sampah golongan ini merupakan sisa-sisa pengolahan
atau sisa-sisa makanan dari rumahtangga atau merupakan hasil
sampingan kegiatan pasar bahan makanan, seperti pasar sayur-
mayur. Contoh sampah lapuk adalah potongan-potongan
sayuran yang merupakan sisa-sisa sortasi sayur-mayur dipasar,
makanan sisa dan sebagainya. Sampah tersebut melalui suatu
proses yang dinamakan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah
Terpadu (SILARSATU) diubah menjadi kompos yang berfungsi
selain sebagai pupuk organik dalam usaha tani, juga berpotensi
memperbaiki struktur tanah marginal dan reklamasi/sanitasi
lingkungan lahan-lahan bekas tambang, sehingga dapat
dikembangkan sebagai komoditi yang memiliki nilai ekonomi
yang prospektif.
Perjalanan sampah dimulai dengan angkutan dari rumah
tangga, pasar, atau industri (Sampah Domestik dan Industri
atau SDI), baik sudah disortasi maupun belum, lalu diangkut ke
Depot Pengumpulan dan Sortasi Sampah (DPSS), dan ke
lingkungan SILARSATU untuk diubah menjadi kompos.
Prosesnya mencakup :
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-5
1. Pemilahan antara sampah organik dan non-organik;
2. Pengeringan sampah organik;
3. Pengecilan/pelembutan sampah organik dengan mesin
perajang;
4. Pelapukan sampah organik di dalam reaktor sampah yang
melibatkan mikroba pengurai (bakteri atau jamur);
5. Penyaringan kompos;
6. Uji sertifikasi kompos, baik yang dihasilkan oleh reaktor
sampah sendiri maupun oleh reaktor sampah yang dikelola
masyarakat ;
7. Pengemasan kompos ke kantong-kantong plastik;
8. Penggudangan kemasan kompos yang telah disertifikasi; dan
9. Pengangkutan kompos ke pasar atau ke lahan-lahan
reklamasi.
Secara garis besar, teknis pengelolaan sampah dilakukan
dalam tiga tahapan yang terpisah, dimulai dari tahap rumah
tangga, pasar atau pabrik (Tahap SDI), kemudian tahap depot
pengumpulan dan sortasi sampah (Tahap DPSS) dan tahap
pabrik SILARSATU :
a. Tahap SDI
Pada tahap ini sampah rumah tangga, pasar dan industri
(SDI) dipilah menjadi sampah organik dan sampah non-organik
di masing-masing lokasinya oleh tenaga kerja terlatih (kader
pembina/anggota masyarakat yang telah dibekali penyuluhan
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-6
dan pelatihan mengenai pengelolaan sampah terpadu), dimana
sampah organik ditempatkan ke dalam kantung plastik warna
hitam, dan sampah non-organik ke dalam kantung plastik warna
merah. Di dalam kantong-kantong plastik ini, sampah diangkut
ke DPSS, untuk proses selanjutnya.
b. Tahap DPSS
Pada tahap ini sampah organik yang mudah lapuk dan
sampah non-organik (logam, plastik, kaca, dan lain-lain) dipilah-
pilah oleh tenaga kerja terlatih dengan menggunaan alat-mesin
sederhana. Diharapkan pada tahap ini akan terserap sedikitnya
20 orang tenaga kerja di tiap unit DPSS ini.
Selanjutnya, sampah non-organik jenis logam-logaman
dikumpulkan pada mesin pres menjadi bentuk padatan kubus
yang mudah dipindah, disimpan, atau diangkut ke industri
proses lanjutan (pabrik peleburan dan industri otomotif). Sedang
bahan plastik dihancurkan oleh mesin pulverasi plastik menjadi
serbuk / bijih plastik siap ekspor. Bahan-bahan non-organik
tersebut dikumpulkan dari beberapa DPSS, dan pada saat yang
relatif bersamaan semua bahan sampah organik yang mudah
lapuk setelah terkumpul juga segera diangkut ke depot
penanganan dan pengolahan SILARSATU (DPPS) untuk proses
pengolahan lanjutan.
c. Tahap DPPS
Pabrik pengelolaan Sampah SILARSATU dilengkapi dengan
beberapa gudang penampungan : Gudang penampungan limbah
plastik dilengkapi dengan alat-mesin penghancur plastik yang
memproduksi bijih plastik untuk diekspor. Gudang penampungan
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-7
limbah logam dilengkapi alat pengepres logam, beberapa logan
disortir kembali sesuai dengan jenis logam setelah dipres segera
dijual. Gudang penampungan limbah kaca dilengkapi alat
pendaur ulang kaca.
Sedangkan sampah organik yang mudah lapuk segera
setelah dikering-anginkan dirajang dengan mesin perajang. Bau
busuk sampah organik dieliminasi oleh Bioaktivator, sejenis
bahan pengharum sekaligus pengurai bahan organik yang
disemprotkan ke dalam kantung plastik. Bioaktivator yang
digunakan dalam sistem ini adalah konsentrat cair yang
mengandung kumpulan bakteri tergradasi ‘degradation bacteria’.
Mikroba ini mampu mempercepat pelapukan dan penguraian
bahan organik, sekaligus menghilangkan bau yang dihasilkan
oleh kegiatan bakteri pembusuk.
Sampah organik disemprot dengan cairan mikroba
pengurai dan ditempatkan ke dalam reaktor sampah untuk
diproses menjadi kompos. Lama proses pengomposan
diperkirakan antara 14-20 hari, tergantung kepada komposisi
sampah organik yang diproses dan aktivitas mikroba pengurai
yang digunakan.
Kompos yang dihasilkan kemudian disaring, dikering-
anginkan dan diuji melalui pengujian sertifikasi kompos di
laboratorium SILARSATU. Bila perlu, komposisi kompos dapat
direkayasa sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya; sebagai pupuk kompos multiguna untuk
kesuburan tanah pertanian, atau bahan kondisioner tanah untuk
reklamasi lahan marginal, atau lahan bekas tambang. Setelah
dikemas maka kompos ini segera dapat dipasarkan sebagai
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-8
komoditi agribisnis, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor.
2.3. Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ekonomi pada dasarnya menekankan pada
aspek kelayakan kegiatan pengelolaan secara ekonomi.
Kelayakan yang dimaksud juga mengandung makna bahwa
struktur dan rancang bangun instalasi SILARSATU memenuhi
persyaratan untuk dioperasikan sebagai fasilitas teknis untuk
kegiatan industri yang aman dan terkendali, ramah lingkungan
dimana keberadaannya tidak mengurangi kualitas lingkungan
hidup di sekitarnya, baik kualitas sosial maupun kualitas SDA,
dan secara perhitungan tekno-sosio-ekonomi memberikan
keuntungan ekonomi dengan nilai tambah yang proporsional.
Dengan demikian untuk menciptakan sistem pengelolaan
sampah yang memberi nilai ekonomi baik haruslah dilihat
sampai pada skala ekonomi berapa sistem ini akan memberikan
dampak ekonomi yang positif tidak saja bagi pemerintah akan
tetapi juga bagi masyarakat.
Ukuran yang dapat dijadikan dasar untuk menilai
kelayakan ekonomi dari implementasi SILARSATU ini adalah
dengan menghitung nilai keuntungan bersih yang dinyatakan
dengan NPV (Net Present Value) dari proyek disertai dengan IRR
(Internal Rate of Return) yang dapat dihasilkan dengan sistem
ini.
Penerapan sistem pengelolaan sampah model SILARSATU
ini bila dilihat dari pendekatan ekonomi harus dapat memberikan
II. KONSEP PEMECAHAN MASALAH SAMPAH
II-9
pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar dan secara
makro dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
secara signifikan.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-1
Rancangan teknis SILARSATU pada dasarnya mengikuti
tahapan umum yang berlaku dalam proses pengelolaan sampah,
khususnya sampah rumah tangga di perkotaan. Sebelum
membahas masalah rancangan teknis SILARSATU, ada baiknya
dibahas terlebih dahulu bagaimana sebenarnya tahapan proses
pengelolaan sampah di perkotaan tersebut, sehingga justifikasi
perancangan teknis SILARSATU dapat memenuhi prinsip dasar
pengelolaan sampah tersebut. Dengan demikian dapat
memberikan solusi yang efektif dan efisien dalam mengatasi
masalah persampahan di perkotaan, khususnya kota Bandung.
3.1. Faktor-faktor Dasar Dalam Pengelolaan Sampah
Organisasi pengelola persampahan sebagaimana seperti
halnya organisasi modern lainnya mempunyai proses. Output
dari sistem dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Secara
kualitatif adalah tempat pembuangan sampah akhir yang bersih,
rapi, tertib, indah dan kota yang bersih. Sedangkan secara
kuantitatif adalah tingkat pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat akan lebih terpuaskan, yang dapat berupa
persentase pelayanan terhadap jumlah penduduk, luas kota atau
jumlah sampah kota yang terangkut setiap harinya.
Input yang dibutuhkan untuk pengelolaan persampahan ini
adalah manusia, peralatan, biaya dan metode pengelolaan. Yang
kesemuanya itu saling berkaitan dengan erat. Dalam proses
transformasi sistem, input-input perlu diatur dan ditata sehingga
mempunyai nilai guna yang maksimal. Untuk itu dalam sistem
pengelolaan tersebut diperlukan bagian-bagian yang bertugas
mengatur masing-masing input sehingga proses tranformasi
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-2
akan berlangsung dengan sebaik mungkin menuju output dan
tujuan yang diharapkan. Dengan demikian dari sisi input ini
jelas diperlukan adanya peran serta masyarakat secara aktif dan
berkesinambungan terutama dalam mewujudkan kebersihan
lingkungan. Masyarakat dalam hal ini banyak berperan dalam
proses pewadahan sampah dan pengumpulan sampah sehingga
memudahkan dalam pemindahan, pengangkutan, pengelolaan
dan pemanfaatan sampah dan pembuangan sampah akhir yang
selama ini ditangani oleh pemerintah daerah, khususnya melalui
PD Kebersihan.
3.1.1. Pewadahan Sampah
Pewadahan merupakan tahap awal proses pengelolaan
sampah, yang merupakan usaha menempatkan sampah dalam
suatu wadah/tempat agar tidak berserakan, mencemari
lingkungan, mengganggu kesehatan masyarakat, serta untuk
tujuan menjaga kebersihan dan estetika. Peralatan yang
digunakan untuk maksud tersebut oleh masyarakat disebut
sebagai tempat sampah. Perwadahan ini dapat bersifat individual
dan komunal (dipakai untuk bersama umum).
Pewadahan yang bersifat individual biasanya diterapkan di
daerah komersial, perkantoran dan pemukiman yang teratur.
Dengan peralatan yang dipergunakan bisa bermacam-macam
dan biasanya adalah bin plastik, drum (tong), wadah kayu,
kardus atau pasangan batu bata di pagar rumah (perumahan
elite). Pengadaan wadah sampah ini dilakukan oleh masing-
masing individu pemilik bangunan/rumah tersebut. Untuk wadah
sampah yang seragam di sepanjang jalan protokol dan daerah
pemukiman, maka pengadaannya dilakukan oleh Pemda untuk
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-3
kemudian dibagikan kepada masyarakat. Pewadahan komunal
diterapkan di daerah pemukiman yang tidak teratur (dari segi
bangunan dan jalan), pemukiman yang masih jarang
penduduknya, dan di pasar. Peralatan yang dipergunakan adalah
bak sampah dari pasangan batu bata atau container plastik yang
besar.
3.1.2. Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah dalam hal ini adalah pengambilan
sampah dari wadahnya di tiap sumber oleh petugas organisasi
formal baik unit pelaksana dari Pemerintah Daerah maupun
petugas dari lingkungan masyarakat setempat, ataupun dari
pihak swasta yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Untuk
selanjutnya dipersiapkan bagi proses pemindahan ataupun
pengangkutan langsung ke lokasi pengelolaan /pembuangan
akhir. Pengumpulan ini dapat bersifat individual (door to door)
maupun pengumpulan komunal. Pengumpulan individual artinya
petugas pengumpulan mendatangi dan mengambil sampah dari
setiap rumah tangga, toko atau kantor di daerah pelayanannya.
Peralatan yang dipergunakan untuk aktivitas pengumpulan
ini adalah truk ataupun gerobak. Sedangkan pengumpulan
komunal artinya merupakan tempat pengumpulan sampah
sementara yang merupakan wadah yang sampahnya didapat
dari rumah-rumah yang dibawa oleh gerobak. Sedangkan
pengumpulan sampah di jalan-jalan besar, dilakukan oleh
petugas Dinas Kebersihan dengan penyapuan dan pengambilan
sampah dari rumah ke rumah.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-4
3.1.3. Pemindahan Sampah
Pemindahan sampah adalah merupakan proses
pemindahan hasil pengumpulan sampah ke dalam peralatan
pengangkutan (truk). Pemindahan sampah untuk daerah
kotamadya Bandung misalnya dilakukan secara manual. Lokasi
tempat berlangsungnya proses pemindahan ini dikenal dengan
nama Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
3.1.4. Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah berkaitan dengan kegiatan
membawa sampah dari lokasi pemindahan ke lokasi
pembuangan akhir. Bila tidak menggunakan fase pemindahan,
maka termasuk proses pengumpulan langsung. Perbedaan
tahapan proses pengumpulan dan pengangkutan adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.1. Perbedaan Proses Pengumpulan Dan Pengangkutan
Deskripsi Pengumpulan Pengangkutan
Daerah kerja Langsung berhubungan dengan masyarakat
Tidak langsung berhubung an dengan masyarakat
Jenis pekerjaan Mengumpulkan sampah dari sumbernya, dibawa ke tempat pemindahan
Mengangkut sampah dari tempat pemindahan ke pembuangan akhir
Spesifikasi peralatan
Tidak bermesin, mudah pengoperasian dan perawatannya, jumlahnya banyak
Bermesin, rumit pengoperasian dan perawatannya, jumlah sedikit
Kualifikasi tenaga kerja
Tidak memerlukan keahlian, jumlah banyak
Mempunyai keahlian jumlah sedikit
Sumber : Litbang Dinas Kebersihan Kotamadya Bandung (1998)
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-5
3.1.5. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah
Pada umumnya proses pengelolaan sampah di perkotaan
terdiri dari beberapa tahapan proses, antara lain :
1. Pewadahan di tempat timbulan
2. Pengumpulan dari wadah tempat timbulan ke tempat
pemindahan (tempat pembuangan sementara)
3. Pemindahan dari wadahnya di alat pengangkut
4. Pengangkutan ke tempat pembuangan atau ke tempat
pengolahan
5. Pengolahan sampah untuk dimanfaatkan
6. Pembuangan akhir.
Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan sampah ini
ditujukan untuk mendaur ulang sampah yang ada untuk
kegunaan yang lain. Pengolahan sampah ini dilakukan dengan
proses Composting, yakni untuk membuat pupuk kompos,
kemudian proses Packing, yakni : untuk mengepak sampah
anorganik dan proses Incineration (pembakaran), yakni untuk
dimanfaatkan energi panasnya.
Proses pengomposan adalah seluruh operasi yang
memungkinkan dihasilkannya kompos dengan karakter seperti
tanah, yang berguna untuk tanaman (DPU, 1996). Pada
umumnya ada dua proses dasar yang terjadi pada
pengomposan, yaitu proses aerobik dan anaerobik. Proses
aerobik adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme dengan menggunakan oksigen, sedangkan
proses anaerobik adalah proses serupa tanpa menggunakan
oksigen.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-6
Proses pengomposan yang dikembangkan akhir-akhir ini
lebih banyak menggunakan proses aerobik dibandingkan dengan
proses anaerobik. Alasan yang menyertai hal tersebut karena
proses anaerobik memerlukan banyak tempat dan waktu,
mekanisme proses aerobik dikenal baik dan dapat membuat
bakteri patogen tidak aktif, dan karena perlengkapan dan
teknologi proses ini telah dikembangkan secara efektif. Beberapa
ciri yang menyertai pengomposan aerobik adalah tingkat
penguraian yang tinggi, dibebaskannya sejumlah energi dalam
bentuk panas sebagai hasil oksidasi air dan karbondioksida, tidak
menumbuhkan gas yang kurang sedap, temperatur tinggi yang
dihasilkan akan menurunkan potensi mikroorganisme bakteri
patogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
adalah sebagi berikut :
a) Kadar Air
Kadar air dalam suatu campuran kompos harus lebih besar
dari batas terendah syarat berlangsungnya aktivitas bakteri
(12-15)%. Kadar air optimum untuk proses pengomposan
yang efisien berkisar antara (50-60)%.
b) Temperatur
Sebagian besar mikroorganisme tumbuh baik pada
temperatur antara 20 dan 350C. Patogen yang tumbuh subur
menghasilkan suhu tubuh 370C.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-7
c) Waktu
Kualitas produk sebagian besar tergantung pada lama
campuran dikomposkan. Jika temperatur pengomposan tinggi
(optimum 50-550C) tidak dapat dipertahankan selama waktu
yang diperlukan (> 2 hari), maka destruksi bakteri patogen
tidak sampai pada tingkat yang diinginkan, dimana beberapa
bakteri patogen yang resistan panas dapat bertahan selama
temperatur tersebut.
d) Ukuran Partikel
Materi kompos dengan ukuran partikel yang kecil lebih mudah
dikomposkan daripada materi dengan partikel besar yang
mempunyai permukaan lebih luas. Untuk hal yang sama, jika
partikel terlalu halus juga akan menyebabkan kekurangan
oksigen. Bentuk partikel material yang akan dikomposkan
berkisar 10-50 mm.
e) Perbandingan C dan N
Carbon dan Nitrogen merupakan dua elemen yang dibutuhkan
bagi pertumbuhan mikrobiologi. Perbandingan carbon
terhadap nitrogen dapat menunjukan kecepatan dekomposisi
bahan organik. Jika C/N ratio terlalu tinggi, proses
dekomposisi akan berjalan lambat. Jika C/N ratio terlalu
rendah, sebagian besar nitrogen akan cepat hilang melalui
penguapan sebagai molekul amonia. Dalam proses
pengomposan, perbandingan C/N akan mengalami penurunan
biasanya pada awal ± 30 dan pada akhirnya menjadi ±15.
Carbon berfungsi sebagai energi bagi mikroorganisme dan
Nitrogen berfungsi untuk sintesa protein. Jika mikroorganisme
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-8
mati, nitrogen yang tetap ada akan didaur ulang dalam sel
bakteri. Oleh karena itu kompos akan berkualitas baik jika
C/N turun menjadi 15-18%.
f) Pengontrolan pH
PH optimum bagi pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme
lain berkisar antara 6-9. Jika pH terlalu asam (<5) aktivitas
mikrobiologi akan terhenti. Pada awal proses pengomposan,
pH akan rendah sehingga akan terjadi pembentukan asam
sampai hari ke-3. Pada tahap berikutnya, pH akan mengalami
kenaikan menjadi 8-9 sampai pada akhir proses.
g) Kontrol Lalat
Untuk melihat proses yang terjadi baik atau tidak, dapat
dilihat dengan indikator lalat. Banyaknya lalat menunjukkan
bahwa proses yang terjadi cenderung anaerob. Hal ini tidak
baik, oleh sebab itu untuk mencegah pertumbuhan lalat dapat
dilakukan dengan cara menghancurkan sampah dan
pembalikan sampah. Bau tidak hanya sebagai indikator bagi
efisiensi proses, tapi juga berpengaruh pada penerimaan dan
dukungan publik bagi perencanaan pengomposan, khususnya
di daerah dengan kepadatan populasi yang tinggi.
h) Waktu Pengomposan
Proses pengomposan secara konvesional (tanpa
menggunakan perlakuan mikroba pengurai tambahan)
biasanya berlangsung selama 4-6 bulan setelah komposter
terisi penuh dengan sampah dapur. Saat ini telah
dikembangkan mikroba yang mampu menguraikan sampah
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-9
menjadi kompos dengan waktu proses yang lebih singkat,
yaitu antara 18 hingga 21 hari.
Gambaran contoh reaktor kompos sederhana yang telah
banyak dikembangkan masyarakat adalah seperti yang disajikan
pada Gambar 3.1.
Reaktor Tipe Bak Reaktor Tipe Drum
Gambar 3.1. Reaktor Kompos Sederhana
Proses pengelolaan sampah selain dijadikan kompos
adalah proses pembakaran sampah melalui insinerator. Proses
ini merupakan penghancuran sampah atau residu sampah yang
tidak terpakai lagi baik sampah organik maupun anorganik
melalui pembakaran.
Alat pembakaran ini berkapasitas 100-120 kg/jam. Hasil
dari pembakaran itu adalah berupa abu sampah yang kemudian
abu sampah tersebut dijadikan batu bata abu sampah. Untuk
proses pembakaran ini diperlukan panas pembakaran yang lebih
besar dari 600°C untuk menghindari timbulnya gas-gas
berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian
cara ini memerlukan energi pembakaran dan biaya operasi yang
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-10
tidak murah, disamping itu memerlukan perawatan yang lebih
intensif.
Pengalaman di beberapa kota besar menunjukkan bahwa
penggunaan insinerator tidak seluruhnya dapat berjalan
sempurna terutama dikaitkan dengan penerimaan masyarakat di
sekitar tempat pembakaran, yang acapkali mengeluh karena
polusi udara akibat asap dan bau gas yang ditimbulkan. Contoh
dari model insinerator yang dimaksud adalah sebagaimana
disajikan pada gambar berikut.
(sumber : CMC, 2002)
Gambar 3.2. Insinerator untuk Pembakaran Sampah
Pemanfaatan lainnya adalah Packing sampah, yang
biasanya ditujukan untuk diperdagangkan (barang bekas),
seperti kardus, kertas, plastik kaleng, botol/kaca dan lain-
lainnya (Gambar 3.3.). Pemanfaatan sampah non organik saat
ini di beberapa tempat telah dapat memberikan nilai ekonomi
yang berarti.
Produk sampah non organik ini digunakan sebagai bahan
baku industri daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kompos dari
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-11
sampah organik saat ini terutama untuk pupuk organik yang
berguna bagi sektor pertanian atau pertamanan.
(Sumber : DPU Bekasi, 2002)
Gambar 3.3. Penumpukan Sampah Non Organik Sebelum Dimanfaatkan untuk Bahan Daur Ulang
3.1.6. Pembuangan Akhir Sampah
Pembuangan akhir sampah merupakan proses terakhir
dalam siklus pengelolaan persampahan formal. Untuk fase ini
dapat menggunakan berbagai metode dari yang sederhana
hingga tingkat teknologi tinggi. Metode pembuangan akhir yang
banyak dikenal adalah :
1. Open dumping, yakni membuang sampah pada tempat
pembuangan sampah akhir secara terbuka di suatu lokasi
tertentu
2. Control landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat
pembuangan sampah akhir seperti halnya pada open
dumping, namun disini terdapat proses pengendalian /
pengawasan sehingga lebih tertata.
3. Sanitary landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat
pembuangan sampah akhir dengan menimbun sampah ke
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-12
dalam tanah hingga periode waktu tertentu. Dengan
demikian cara ini dapat menekan polusi / bau dan
kebersihan lingkungan lebih baik dari metode lainnya.
Konsekuensi dari pembuangan sampah di tempat
pembuangan sampah akhir ini adalah dibutuhkannya lahan
yang luas serta biaya pengelolaan yang besar.
Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) membutuhkan
ruang / tempat yang luas dan disyaratkan jauh dari tempat
pemukiman penduduk (Gambar 3.4.). Dengan adanya
keterbatasan lahan di berbagai kota besar tempat penampungan
sampah akhir lambat laun menjadi masalah. Oleh karena itu
adanya upaya mengurangi beban penumpukan sampah di TPA
dengan berbagai metode pengelolaan sampah yang lebih baik
merupakah langkah yang perlu terus dikembangkan,
sebagaimana konsep dasar yang diterapkan pada model
pengelolaan sampah SILARSATU.
(Sumber : DPU Bekasi, 2002)
Gambar 3.4. Tempat Pembuangan Sampah Akhir
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-13
3.2. Analisis Kebutuhan
Pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan
model SILARSATU dalam hal ini membutuhkan beberapa
perangkat pendukung operasi seperti :
1. Perlengkapan penampungan dan transportasi sampah rumah
tangga
2. Lahan penampungan sampah
3. Bangunan pengolahan sampah
4. Alat dan Mesin pengolahan sampah
5. Gudang penyimpanan produk
6. Penataan Lingkungan dan Sanitasi
7. Keterlibatan tenaga kerja dalam sistem
Perangkat pendukung tersebut mutlak diperlukan dengan
dimensi yang dapat diatur disesuaikan dengan kondisi wilayah
setempat. Gambaran umum berkaitan dengan perangkat
pendukung tersebut dijelaskan berikut.
3.2.1. Perlengkapan Penampungan Dan Transportasi Sampah
a. Kantong Plastik / Kertas Daur Ulang
Kantong plastik atau kertas daur ulang sebaiknya
digunakan sebagai media penampung sampah mulai dari lingkup
rumah tangga hingga pada tempat pembuangan sampah akhir.
Untuk dapat membiasakan masyarakat membuang sampah pada
tempatnya dan memilahnya sesuai dengan jenis sampahnya
pada kantong yang ada membutuhkan waktu dan sosialisasi
yang cukup lama. Oleh karena itu kegiatan penyebar luasan
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-14
informasi mengenai cara membuang sampah yang baik harus
dimulai dari sekarang.
Kantong plastik digunakan agar pada saat penampungan
sampah organik dan non organik dari tiap rumah dapat ditangani
dengan baik dan tidak cepat rusak karena adanya cairan atau
bahan lainnya. Sedangkan kertas daur ulang dimaksudkan untuk
menampung sampah organik atau non organik yang kering,
dimana bahan kertas penampungnya dapat digunakan atau
didaur ulang kembali.
Beberapa contoh kantong, kotak / box plastik maupun
kertas daur ulang untuk menampung sampah tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Kantong Tampung Sampah Dari Kertas
2. Tong Sampah Dari Plastik
4. Tangki Sampah Portable Dari Plastik
5. Tangki Sampah Portable Dari Kayu
Sumber : www.composters.com (2000)
Gambar 3.5. Beberapa Contoh Media Penyimpan Sampah
b. Gerobak Penyortir Sampah
Idealnya proses penyortiran sampah sudah dapat
dilakukan di setiap halaman rumah tangga dimana sampah telah
dipilah pada kantong plastik atau kertas daur ulang atau tong
sampah kayu yang tersedia di tiap rumah. Hal ini dimaksudkan
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-15
agar sampah dapat segera diproses atau dipilah baik untuk
bahan kompos (dari sampah organik), maupun untuk bahan
daur ulang (sampah non organik; kertas, plastik, kaca, kaleng,
kayu, dll).
Gerobak penyortir sampah dalam hal ini dirancang dengan
memiliki kotak khusus untuk memisahkan antara sampah
organik dan sampah non organik. Sebagai contoh misalnya
seperti yang dicontohkan pada Gambar 3.6.
Pemisahan atau pemilahan sampah dengan menggunakan
gerobak sampah yang telah dipisah peruntukkan untuk sampah
organik dan non organik ini adalah untuk memudahkan pada
tahapan proses pemanfaatan sampah tersebut selanjutnya.
Sebagai ilustrasi, berikut adalah contoh gambar rancangan
gerobak pemilah sampah yang dimaksud.
Kantong Pemilah Box Sampah Gerobak Pemilah Keterangan Gambar : 1. Kotak A pada gerobak dimaksudkan untuk sampah organik 2. Kotak B pada gerobak untuk sampah non organik kertas 3. Kotak C pada gerobak untuk sampah non organik plastik 4. Kotak D pada gerobak untuk sampah non organik kaca
Gambar 3.6. Kantong Pemilah, Box Sampah & Gerobak Pemilah Sampah
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-16
Disamping kantong pemilah, kotak sampah dan gerobak
pengangkut beberapa alat pendukung lain untuk memudahkan
proses penyortiran dan pemindahan sampah adalah : Garu
garpu, sekop, cangkul dan gerobak angkut kecil seperti pada
gambar.
Sumber : www.composters.com (2000)
Gambar 3.7. Garu Garpu, Sekop, Cangkul dan Gerobak Kecil
3.2.2. Lahan Penampungan Sampah
Lahan penampungan sampah dalam pengelolaan sampah
perkotaan mutlah diperlukan, mengingat kebanyakan kota di
Indonesia menggunakan model pengelolaan sampah secara
bertahap mulai dari rumah, Tempat Pembuangan Sementara
(TPS) hingga ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA)
sebagaimana yang telah dijelaskan pada pokok bahasan
sebelumnya. Baik TPS maupun TPA membutuhkan lahan yang
luas, apalagi bila dikaitkan dengan jumlah penduduk rata-rata di
perkotaan (terutama di pulau Jawa) demikian padat sehingga
sampah yang ditimbulkan setiap hari juga besar.
Pengelolaan sampah dengan model yang ada sekarang ini
cenderung untuk diubah mengingat ketersediaan lahan khusus
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-17
untuk TPS atau TPA makin berkurang sejalan dengan
pembangunan perumahan dan mahalnya harga tanah. Untuk itu
perlu adanya solusi untuk mengurangi ketergantungan pada
adanya TPS ataupun TPA dalam jumlah yang besar. Model
pengelolaan sampah seperti halnya SILARSATU dalam hal ini
mengurangi ketergantungan pada kebutuhan lahan dan beban
TPA yang ada sekarang ini, mengingat pada sistem ini peran TPS
ditingkatkan menjadi suatu pusat pengelolaan sampah terpadu
(boleh dikatakan sebagai pabrik kelola sampah menjadi produk
yang lebih bermanfaat).
Ada beberapa persyaratan yang diperlukan untuk
mengimplementasikan model pengelolaan sampah SILARSATU
ini, terutama dikaitkan dengan ketersediaan lahan yang ada,
yakni :
• Lahan penampungan (dari TPS misalnya) cukup luas
• Tidak terlalu berdekatan dengan lingkungan pemukiman
• Harus ada penataan, mulai dari jalan masuk, tempat
penampungan sampah (organik dan non organik)
• Tidak berkesan kumuh, namun asri dan tertata
• Status kepemilikan lahan harus jelas agar tidak
menimbulkan masalah dikemudian hari
• Memudahkan dalam transportasi, baik dalam transportasi
sampah maupun hasil dari pengolahan sampah menjadi
bahan yang bermanfaat.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-18
3.2.3. Bangunan Pengolahan Sampah
Bangunan untuk pengolahan sampah berbeda dengan
bangunan yang digunakan untuk rumah tinggal. Pada bangunan
untuk sampah terdapat beberapa tempat yang harus dipenuhi,
antara lain :
• Memiliki tempat penampungan sampah sementara sebelum
diolah, baik organik maupun non organik.
• Adanya tempat untuk reaktor sampah organik dan untuk
peralatan / mesin yang dibutuhkan.
• Tempat untuk laboratorium uji kualitas produk olahan
sampah. Laboratorium uji mutu produk (khususnya untuk
produk kompos) setidaknya dilengkapi dengan fasilitas uji
antara lain : Alat pH tester, C/N ratio tester, chromatograph,
moisture tester, germinator untuk pengembangan mikroba,
tabung reaksi, beker glass, gelas ukur, alat ukur waktu
(timer), rotator glass, dryer, pompa vakum (vacuum pump)
dan alat ukur butiran (particle mesh).
• Tempat untuk ruang administrasi pengelolaan sampah.
Ruangan ini dimaksudkan untuk tempat pengelolaan seluruh
administrasi dan manajemen kegiatan yang dalam hal ini
berorientasi kepada usaha yang berbasis masyarakat.
• Memiliki sistem ventilasi dengan tata letak serta penataan
konstruksi bangunan yang baik, sehingga mampu
mengeleminasi bau dari sampah atau gas-gas yang
ditimbulkan serta kemungkinan banyaknya lalat disekitar
bangunan.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-19
Sebagai gambaran ilustrasi bangunan beserta penataan
tata letak fasilitasnya, berikut adalah contoh model penataan
bangunan tempat pengelolaan sampah menurut model
SILARSATU untuk skala kecil di lingkungan kelurahan.
Gambar 3.8. Tataletak Bangunan Model Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (SILARSATU) Standar
3.2.4. Alat Dan Mesin Pengolahan Sampah
Pengelolaan sampah dengan pendekatan SILARSATU
membutuhkan beberapa peralatan dan mesin dengan prinsip
dasar adalah penekanan pada perekrutan atau menyerap tenaga
kerja sebanyak mungkin (padat karya). Dengan demikian alat
dan mesin yang digunakan merupakan pendukung kerja
operator atau tenaga kerja yang terlibat di dalamnya.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-20
Beberapa peralatan dan mesin standar yang diperlukan
antara lain sebagaimana disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.2. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos
No Alat / Mesin
A Dalam ruang bongkar muat 1 Cangkul B Dalam ruang sortasi 1 Garu 2 Cangkul 3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3 4 Sekop 5 Mini loader / tracktor C Perajangan 1 Mesin perajang sampah @ 400 kg/jam D Pemasukan hasil rajangan sampah 1 Cangkul 2 Garu E Reaktor sampah 1 Sprayer gendong 2 Penutup sampah (plastik) 3 Aerator kompos (exhaust blower fan) 4 Mikroba dekomposter 30 lt/bln 5 Air pencampur F Pencacahan kompos 1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 Sekop 3 Cangkul 4 Ventilator & dryer kompos G Penyaringan kompos 1 Mesin penyaring kompos @ 400 kg/jam 2 Sekop H Penimbangan & pengemasan 1 Alat timbang 50 kg 2 Mesin kemas @ 25 kemasan/jam ~ 25 kg 3 Sekop 4 Kemasan plastik @ 25 kg ~ 9000 lbr/bln 5 Pekerja angkut & pemindah kemasan 6 Peralatan uji mutu / laboratorium
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-21
Lanjutan Tabel 3.2.
No Alat / Mesin
I Ruang gudang lantai atas 1 Troli 2 Conveyor belt 3 Pencatat data 4 Komputer & printer 5 Meja tulis 6 Kursi 7 Lemari data J Ruang administrasi kantor 1 Meja & Kursi ruang tamu 2 Komputer & printer 3 Lemari arsip 4 Meja tulis staff 5 Kursi staff 6 Peralatan komunikasi (telpon/fax) 7 Meja tulis ruang pimpinan 8 Kursi ruang pimpinan 9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan
Tabel 3.3. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
No Alat / Mesin
A Ruang timbunan sampah non organik (8 x 22 m2) 1 Garu 2 Sekop 3 Cangkul 4 Pengumpan dan bongkar muat B Sortasi dengan conveyor belt 1 Conveyor belt C Penimbangan & pengemasan sampah non organik 1 Timbangan 100 kg 2 Mesin kemas sampah non organik 3 Karung plastik kemasan 4320 sak / bulan 4 Gerobak dorong sampah non organik D Gudang sementara sampah non organik 1 Exhaust blower fan
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-22
3.2.5. Gudang Penyimpanan Produk
Gudang penyimpanan produk pengolahan sampah adalah
satu bagian yang juga harus ada pada model pengelolaan
sampah SILARSATU. Bangunan gudang dalam hal ini perlu
dilengkapi dengan sistem ventilasi yang baik, antara lain:
• Mengatur ruang bangunan yang sesuai dengan kapasitas
tampung kompos ataupun bahan non organik yang telah
dikemas.
• Menggunakan ventilator berupa fan
• Dilengkapi dengan gerobak angkut
3.2.6. Penataan Lingkungan Dan Sanitasi
Penataan lingkungan dan sanitasi dimaksudkan untuk
memberi kesan bahwa kegiatan pengelolaan sampah tidak selalu
kotor dan bau akan tetapi bila dikelola dengan baik akan bersih
dan asri.
Penataan lingkungan disekitar bangunan SILARSATU dapat
dilengkapi dengan jalur pertamanan yang ditanami oleh
beberapa jenis tanaman yang dapat memberikan wangi-wangi
seperti : Tanaman melati, mawar / ros, kopi, kayu putih, akar
wangi, bambu Jepang, pohon tanjung.
Untuk mendukung sanitasi tanaman akar wangi dapat
ditanam disekitar areal bangunan. Kelebihan tanaman ini adalah
kemampuannya untuk menyerap bahan bahan racun berbahaya
yang mungkin terbawa dalam sampah dan menyerap ke dalam
tanah. Disamping itu akar dari tanaman ini memberikan bau
aroma khas yang juga dapat dimanfaatkan untuk bahan baku
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-23
industri aromaterapi. Sedangkan tanaman bambu Jepang dalam
hal ini digunakan sebagai pagar hidup yang dapat menutup
pemandangan dalam bangunan sehingga tidak langsung terlihat
dari daerah pemukiman sekitar. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kesan kumuh dan kotor pusat kelola sampah ini.
Contoh penataan tanaman dalam mendukung sanitasi
lingkungan di sekitar bangunan SILARSATU adalah seperti yang
disajikan pada gambar.
Sumber : Paul Truong (1999
a). Tanaman Bambu Jepang (b). Tanaman Akar Wangi
Gambar 3.9. Contoh Penataan Tanaman Untuk Sanitasi Lingkungan
3.2.7. Keterlibatan Tenaga Kerja Dalam Sistem
Prinsip dasar pengembangan kegiatan usaha yang berhasil
adalah selain memberikan nilai ekonomi yang berarti juga
memberi dampak sosial positif bagi masyarakat. Mengingat
pengelolaan sampah ini banyak melibatkan masyarakat,
terutama sebagai elemen dominan dalam proses timbulan
sampah, pengelolaan sampah model SILASATU ini juga tidak
lepas dari peran serta masyarakat.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-24
Orientasi pengelolaan dengan basis kegiatan di TPS yang
dimodifikasi menjadi tempat kegiatan pengelolaan sampah
sekaligus tempat usaha setidaknya membutuhkan tenaga kerja
yang memiliki motivasi dan dedikasi yang tinggi dalam
menciptakan lingkungan yang bersih dan kegiatan usaha yang
berkesinambungan serta memberi nilai tambah ekonomi
baginya.
Model SILARSATU membutuhkan tenaga kerja yang akan
berperan dalam beberapa kegiatan seperti :
1. Pengumpulan sampah rumah tangga dan lingkungan sekitar
TPS
2. Pemilahan sampah di tempat pengelolaan sampah, baik
pada proses pemilahan sampah organik maupun sampah
non organik
3. Pengolahan sampah organik menjadi kompos
4. Penyaringan kompos
5. Pengujian kompos di laboratorium
6. Pengemasan dan pengangkutan
7. Administrasi pusat kegiatan dan manajemen usaha
Berdasarkan gambaran kebutuhan tenaga kerja di atas
diharapkan kegiatan ini akan mampu menyerap tenaga kerja
yang cukup banyak (padat karya) sehingga dapat menjadi solusi
bagi perluasan lapangan pekerjaan yang akhir-akhir ini makin
menurun.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-25
3.2.8. Estimasi Kebutuhan Fisik Alat, Mesin, Dan Tenaga Kerja Untuk Operasional Pada Bangunan SILARSATU
Kebutuhan peralatan, mesin dan tenaga kerja
sebagaimana diuraikan pada Tabel 3.2. dan Tabel 3.3.
selanjutnya dapat digunakan untuk memperkiraan biaya yang
dibutuhkan dalam rangka realisasi operasi produksi pada proses
pengolahan sampah organik dan non organik dengan
menggunakan model SILARSATU.
Adapun yang menjadi dasar perancangan bangunan,
peralatan dan mesin untuk model SILARSATU ini adalah sebagai
berikut :
1. Luas areal lahan untuk seluruh bangunan SILARSATU adalah
seluas 4.000 m2.
2. Kapasitas bongkar muat sampah setiap hari adalah 36 m3
atau setara dengan sekitar 7.200 kg per hari (1 m3 sampah
setara dengan 200 kg sampah) untuk wilayah cakupan
pengelolaan sampah sekitar 1 wilayah Kecamatan.
3. Pengolahan sampah dilaksanakan dalam 3 shift kerja dalam
satu hari yaitu shift pertama jam 6 pagi, shift kedua jam 11
dan shift ketiga jam 16 dengan masing-masing kapasitas olah
sampah per shift sebesar 12 m3 atau setara 2400 kg sampah.
4. Ratio sampah organik dengan non organik adalah 1 : 2,
artinya dari 36 m3 sampah tersebut, sebanyak 12 m3 adalah
sampah organik.
5. Banyaknya kompos yang dapat dihasilkan dari sampah
organik adalah sekitar 1/3 dari jumlah sampah organik yang
masuk atau dari 12m3 sampah organik sampah yang masuk
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-26
akan dihasilkan kompos sekitar 4 m3 setiap kali proses selama
lebih kurang 18 hari.
6. Sampah non organik setelah dikemas dapat dipasarkan
melalui pedagang pengumpul sampah organik disesuaikan
dengan jenis bahan yang telah dipilah (kaca, kertas, plastik,
logam, dsb.).
7. Biaya konstruksi bangunan per m2 diperkirakan sebesar 1 juta
rupiah per meter persegi untuk bangunan kantor dan gudang,
sedangkan untuk bangunan pengolahan sampah diperkirakan
sekitar 0,75 juta rupiah per meter persegi. Biaya konstruksi
dalam hal ini diasumsikan mengikuti harga bangunan untuk
peruntukkan bangunan bukan rumah dengan standar harga
antara minimal dengan menengah. Total luas bangunan untuk
lantai dasar yang direncanakan dalam hal ini adalah sebesar
2.752 m2 dan lantai 2 untuk fasilitas kantor, laboratorium dan
gudang sebesar 1.000 m2. Dengan demikian perkiraan biaya
bangunan keseluruhan adalah sebesar 3,064 milyar rupiah.
8. Kebutuhan peralatan, mesin dan tenaga kerja untuk
bangunan SILARSATU ini adalah seperti yang disajikan pada
Tabel 3.4. dan Tabel 3.5. sedangkan untuk data perkiraan
biaya yang diperlukan disajikan pada lampiran.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-27
Tabel 3.4. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Kompos
No Alat / Mesin Jumlah Satuan Pekerja Satuan
A Dalam ruang bongkar muat 1 Cangkul 4 unit 4 orang B Dalam ruang sortasi 1 Garu 4 unit 4 orang 2 Cangkul 4 unit 4 orang
3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3 8 unit 4 orang
4 Sekop 8 unit 8 orang 5 Mini loader / tracktor 1 unit 1 orang C Perajangan 1 Mesin perajang sampah @ 400 kg/jam 3 unit 3 orang D Pemasukan hasil rajangan sampah 1 Cangkul 4 unit 4 orang 2 Garu 4 unit 4 orang E Reaktor sampah 1 Sprayer gendong 3 unit 3 orang 2 Penutup sampah (plastik) 40 m2 3 Aerator kompos (exhaust blower fan) 4 unit 4 Mikroba dekomposer 30lt/bln 30 liter 5 Air pencampur 300 liter F Pencacahan kompos 1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 unit 2 orang 2 Sekop 4 unit 4 orang 3 Cangkul 2 unit 2 orang 4 Ventilator & dryer kompos 1 set 1 orang G Penyaringan kompos 1 Mesin penyaring kompos @ 400 kg/jam 2 unit 2 orang 2 Sekop 4 unit 4 orang H Penimbangan & pengemasan 1 Alat timbang 50 kg 4 unit 4 orang 2 Mesin kemas @25 kemasan/jam (25kg) 4 unit 4 orang 3 Sekop 4 unit 4 orang 4 Kemasan plastik @ 25 kg (9000 lbr/bln) 9000 unit 5 Pekerja angkut & pemindah kemasan 4 orang 6 Peralatan uji mutu / laboratorium 1 paket I Ruang gudang lantai atas 1 Troli 4 unit 4 orang 2 Conveyor belt 1 unit 2 orang 3 Pencatat data 2 orang 4 Komputer & printer 1 unit 1 orang 5 Meja tulis 2 unit 2 orang 6 Kursi 2 unit 7 Lemari data 2 unit
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-28
No Alat / Mesin Jumlah Satuan Tenaga Kerja Satuan
J Ruang administrasi kantor 1 Meja & Kursi ruang tamu 1 set 2 Komputer & printer 3 unit 3 orang 3 Lemari arsip 3 unit 4 Meja tulis staff 3 unit 5 Kursi staff 3 unit 3 orang 6 Peralatan komunikasi (telpon/fax) 1 unit 7 Meja tulis ruang pimpinan 1 unit 8 Kursi ruang pimpinan 1 unit 1 orang 9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan 1 unit
Tabel 3.5. Kebutuhan Peralatan, Mesin Dan Tenaga Kerja Di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
No Alat / Mesin Jumlah Satuan Pekerja Satuan
A Ruang timbunan sampah non organik (8 x 22 m2)
1 Garu 1 unit 4 orang 2 Sekop 1 unit 4 orang 3 Cangkul 1 unit 4 orang 4 Pengumpan dan bongkar muat 8 orang B Sortasi dengan conveyor belt 1 Conveyor belt 1 set 8 orang
C Penimbangan & pengemasan sampah non organik
1 Timbangan 100 kg 4 unit 8 orang 2 Mesin kemas sampah non organik 4 unit 8 orang
3 Karung plastik kemasan 4320 sak / bulan 4320 unit
4 Gerobak dorong sampah non organik 4 unit 4 orang D Gudang sementara sampah non organik 1 Exhaust blower fan 4 unit
Data Tabel 3.4. dan Tabel 3.5. juga digunakan sebagai
bahan untuk merancang tata letak fasilitas pada bangunan
SILARSATU yang dimaksud. Adapun model bangunan yang
dirancang adalah sebagaimana yang disajikan pada Gambar 3.10
hingga Gambar 3.14.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-29
Gambar 3.10. Gambar Tampak Atas Bangunan SILARSATU
Bangunan SILARSATU untuk luas lahan yang direncanakan
4000 m2 sebagaimana disain di atas menggunakan bahan atap
dengan bahan yang seefisien mungkin, kemudian bangunan
tidak diberi dinding penuh mengingat pada kegiatan pengolahan
sampah dihasilkan bau busuk yang dapat mengganggu
lingkungan. Dengan demikian dinding pemisah yang ada antar
ruang hanya berupa sekat yang dilengkapi dengan mekanisme
ventilasi terbuka. Bau busuk yang ditimbulkan oleh sampah pada
sistem yang dirancang dapat dikurangi oleh adanya pemanfaatan
mikroba pengurai, yang diberi pelapisan aroma khusus pada
campurannya (misalnya aroma jeruk), yang disemprotkan pada
permukaan sampah organik sebelum diproses menjadi kompos.
Dengan demikian proses yang dilakukan dapat mengeleminasi
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-30
bau busuk seminimum mungkin dan diganti dengan aroma segar
alami dari bakteri pengurai yang diberi aroma penyegar.
Alur pengangkutan sampah (baik organik maupun non
organik) pada bangunan SILARSATU ini mengikuti arah memutar
se arah jarum jam sebagaimana terlihat pada Gambar 3.11.
Proses sortasi sampah dapat dilakukan dengan dua
kemungkinan, yaitu: (a). dilakukan di blok pengolahan sampah
non organik, atau (b). di blok pengolahan sampah organik
tergantung situasi dan kondisi penumpukan sampah di dalam
bangunan. Sampah non organik yang telah dipilah dan
dipisahkan dari sampah organik kemudian dapat ditumpuk di
blok pengolahan sampah non organik untuk kemudian dipilah
lagi menurut jenisnya. Bila sampah non organik telah dipilah
dapat segera dikemas dan disimpan di gudang penyimpanan
(Gambar 3.12.) untuk kemudian di pasarkan.
Gambar 3.11. Gambar Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan sampah Non Organik
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-31
Gambar 3.12. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Non Organik
Bangunan untuk pengolahan sampah organik menjadi
kompos terdiri dari 18 blok kecil yang merupakan tempat
pemilahan sampah organik, perajangan sampah organik,
pencampuran mikroba dan reaktor kompos, perajangan dan
penyaringan kompos serta penimbangan dan pengemasan
kompos. Ke 18 blok ruang tersebut digunakan untuk 18
timbunan sampah yang merupakan 1 siklus proses dekomposisi
sampah dengan menggunakan penguraian mikroba SILARSATU
selama 18 hari kerja. Dengan demikian blok ke 1 adalah tempat
dimana sampah pada hari pertama masuk ke reaktor sampah
dan akan diproses menjadi kompos pada hari ke 18 kemudian
diisi kembali oleh sampah yang baru. Antara blok yang satu ke
blok yang lain hanya dipisahkan oleh dinding setengah bagian
sebagaimana tampak pada Gambar 3.13. Sedangkan tahapan
prosesnya mulai dari pemilahan sampah organik hingga
pengemasan kompos adalah seperti yang tampak pada Gambar
3.14.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-32
Keterangan Gambar : 1. Pintu Masuk & Pintu Keluar 2. Zona bongkar muat dan jalan truk / gerobak 3. Reaktor sampah organik 4. Ruang direksi / pimpinan (administrasi) 5. Laboratorium pengembangan mikroba dan uji / sertifikasi kompos 6. Zona perparkiran 7. Gudang sementara non organik & kompos
Gambar 3.13. Potongan Tampak Atas untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik
Gambar 3.14. Potongan Tampak Samping untuk Bagian Pengolahan Sampah Organik
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-33
3.2.9. Estimasi Kebutuhan Biaya Invetasi SILARSATU
Salah satu komponen penting dalam kaitannya dengan
pengembangan Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu ini
adalah berapa besar biaya investasi yang diperlukan dan
seberapa besar pula manfaat yang dapat diberikan dengan
adanya investasi tersebut, baik manfaat secara ekonomi maupun
manfaat sosial, khususnya bagi masyarakat di sekitarnya. Untuk
mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut perlu dilakukan
perhitungan kebutuhan biaya keseluruhan sistem dan dilihat
kelayakannya secara ekonomi.
Berdasarkan gambaran yang diperoleh dari data pada
Tabel 3.4. dan tabel 3.5. dapat dirinci kebutuhan investasi
pembangunan sarana pengelolaan sampah dengan
menggunakan model dasar SILARSATU.
Kebutuhan dana investasi dan biaya operasional
SILARSATU tersebut secara umum adalah sebagai berikut :
Tabel 3.6. Kebutuhan Investasi Pembangunan SILARSATU
URAIAN BIAYA JUMLAH (Rp.)
1. Biaya alat dan mesin pada bangunan untuk non organik 602.451.500
2. Biaya alat dan mesin pada bangunan untuk organik 123.310.000
3. Biaya Instalasi air bersih 3.500.000
4. Biaya instalasi listrik 3000 watt 3.000.000
5. Biaya pembangunan bangunan fisik (lantai 1 dan 2) 3.064.000.000
Total Biaya Investasi Awal 3.796.261.500
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-34
Tabel 3.7. Biaya Operasional Tahunan SILARSATU
URAIAN BIAYA OPERASIONAL TAHUNAN JUMLAH (Rp.)
1. Tenaga kerja (88 di bangunan organik & 48 orang di non organik)
201.600.000
2. Pembayaran listrik 12.000.000
3. Pembayaran air 3.000.000
4. Plastik kemasan 52.920.000
5. Bibit mikroba & proses (25 liter/bulan @ 35000) 26.250.000
6. Biaya perawatan & perbaikan asset tetap 37.962.615
Total Biaya Operasional Per Tahun 333.732.615
Secara keseluruhan biaya investasi untuk pengembangan
SILARSATU adalah sebesar Rp. 3.796.261.500 dengan biaya
operasional per tahun sebesar Rp. 333.732.615. dan untuk
menutupi biaya investasi dan biaya operasional SILARSATU
dibutuhkan produk-produk yang dapat dijual. Hasil pengamatan
di lapangan diperoleh gambaran bahwa pada timbulan sampah
yang ada di masyarakat masih dapat diupayakan untuk
memberikan nilai ekonomi dari sampah tersebut.
Pendapatan yang diperkirakan dapat diperoleh dari
kegiatan pengelolaan sampah terpadu model SILARSATU ini
antara lain dari beberapa produk, yaitu :
1. Kompos dari hasil pengolahan sampah organik
2. Mikroba Dekomposer untuk proses pembuatan kompos
3. Sampah non organik kaca (1,7% dari total timbulan
sampah)
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-35
4. Sampah non organik plastik (1,5% dari total timbulan
sampah)
5. Sampah non organik kertas (10,4% dari total timbulan
sampah)
6. Sampah non organik logam (9,8% dari total timbulan
sampah)
7. Sampah non organik lain-lain (12,2% dari total timbulan
sampah)
3.3. Analisis Kelayakan Ekonomi SILARSATU
Untuk mendapatkan gambaran kelayakan ekonomi dari
kegiatan pengembangan SILARSATU dalam upaya mengatasi
masalah sampah di perkotaan perlu di lihat aliran dana masuk
dan keluar sebagai akibat dari adanya investasi ini. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu bagian dari proses perencanaan
proyek yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan secara
teknis dan ekonomi. Dalam menganalisis kelayakan ekonomi
Silarsatu digunakan beberapa asumsi, antara lain :
1. Luas lahan operasional SILARSATU adalah 4,000 m2
2. Untuk mendukung proses pembuatan kompos yang baik
dar terkontrol mutunya, laboratorium uji dan sertifikasi
produk juga membuat sendiri mikroba dekomposer.
Mikroba yang dibuat selain untuk keperluan operasional
SILARSATU, juga diproduksi secara masal untuk dijual ke
pasaran. Kapasitas produksi mikroba per hari yang
direncanakan adalah sebesar 120 liter sudah termasuk
untuk keperluan internal. Mikroba dekomposer ini
merupakan produk yang ramah lingkungan dan dibuat dari
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-36
strain bakteri dan jamur lokal. Dekomposer ini merupakan
bahan penting dalam proses dekomposisi sampah dan
hingga saat ini memiliki nilai jual yang baik (prospektif) di
berbagai tempat, terutama pada sektor pertanian dan
peternakan.
3. Biaya perawatan dan perbaikan asset tetap (bangunan,
alat dan mesin yang digunakan sebesar 10% dari total
investasi.
4. Investasi diprediksikan untuk jangka waktu umur teknis
asset selama 15 tahun.
5. Suku bunga pinjaman untuk investasi adalah sebesar 18%
per tahun dan besarnya dianggap tetap hingga akhir
jangka waktu proyek berakhir.
6. Sampah per hari yang masuk SILARSATU sebanyak 36 m3
atau 13140 m3 per tahun
7. Berat ekivalensi sampah tiap m3 adalah 200 kg, sehingga
total timbulan sampah per tahun yang masuk SILARSATU
adalah sebesar 2.628.000 kg
8. Jumlah Sampah organik per tahun (1/3 dari dari total
timbulan sampah), yakni sebesar 876.000 kg
9. Jumlah Kompos yang diproses dari sampah organik per
tahun (1/3 dari sampah organik) atau sebesar 292.000 kg
10. Harga jual produk yang dihasilkan didasarkan atas nilai
jual rata-rata yang berlaku selama ini di beberapa tempat
pembuangan sampah (TPS) yang ada di kota Bandung.
Taksiran pendapatan yang akan diterima dari produk yang
dihasilkan sistem selanjutnya disajikan pada Tabel 3.8.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-37
Tabel 3.8. Jenis Produk, Jumlah, Harga Jual dan Pendapatan Dari Operasional SILARSATU
JENIS PRODUK HASIL PROSES SAMPAH
JUMLAH TIMBULAN
HARGA PER KG (Rupiah)
PENDAPATAN PER TAHUN
(Rupiah)
Kompos dari sampah organik per tahun
292.000 kg 400
116.800.000
Sampah non organik kaca (1,7%) per tahun
44.676 kg 60
2.680.560
Sampah non organik plastik (1,5%) per tahun
39.420 kg 800
31.536.000
Sampah non organik kertas (10,4%) per tahun
273.312 kg 400
109.324.800
Sampah non organik logam (9,8%) per tahun
257.544 kg 350
90.140.400
Sampah non organik lain-lain (12,2%) per tahun
320.616 kg 425
136.261.800
Mikroba Dekomposter per tahun (@ 2,500 liter/bulan) 30.000 liter 15.000 450.000.000
Dengan menggunakan data biaya dan pendapatan sebagaimana
disajikan di atas dapat dihitung nilai NPV, BC Ratio, IRR dan
periode pengembalian investasi pengembangan SILARSATU yang
direncanakan.
Data dan hasil perhitungan selengkapnya adalah
sebagaimana yang disajikan pada Tabel 3.9.
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-38
Tabel 3.9. Hasil Perhitungan Nilai Sekarang Pendapatan dan Biaya Untuk Pengembangan SILARSATU Faktor Bunga I=18%
Biaya Investasi dan Biaya Tahunan (Rp.)
Pendapatan Tahunan (Rp.)
Nilai Sekarang Biaya Investasi dan Biaya Tahunan (Rp.)
Nilai Sekarang Pendapatan Tahunan (Rp.)
Nilai Sekarang Bersih (Rp.)
1,0000
3.796.261.500 3.796.261.500 -
(3.796.261.500)
0,8475
333.732.615
936.743.560 282.824.250
793.850.475 511.026.225
0,7182
350.419.246
983.580.738 251.665.646
706.392.371 454.726.725
0,6086
367.940.208
1.032.759.775 223.939.770
628.569.483 404.629.713
0,5158
386.337.218
1.084.397.764 199.268.439
559.320.303 360.051.863
0,4371
405.654.079
1.138.617.652 177.315.137
497.700.269 320.385.133
0,3704
425.936.783
1.195.548.534 157.780.418
442.868.884 285.088.466
0,3139
447.233.622
1.255.325.961 140.397.830
394.078.244 253.680.414
0,2660
469.595.304
1.318.092.259 124.930.272
350.662.844 225.732.572
0,2255
493.075.069
1.383.996.872 111.166.768
312.030.497 200.863.729
0,1911
517.728.822
1.453.196.716 98.919.581
277.654.256 178.734.674
0,1619
543.615.263
1.525.856.552 88.021.661
247.065.228 159.043.566
0,1372
570.796.027
1.602.149.379 78.324.360
219.846.177 141.521.817
0,1163
599.335.828
1.682.256.848 69.695.405
195.625.836 125.930.431
0,0985
629.302.619
1.766.369.690 62.017.098
174.073.837 112.056.739
0,0835
660.767.750
1.854.688.175
+ 379.626.150* 55.184.705
186.601.083 131.416.378
Total Nilai Sekarang Biaya
Investasi & Operasional
Total Nilai Sekarang
Pendapatan
Total Nilai Sekarang Bersih
dari Proyek
5.917.712.841
5.986.339.786
68.626.946
NPV 68.626.946
BC Ratio 1,012
IRR 18,53%
Catatan : * = nilai akhir dari asset di akhir jangka waktu investasi
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dimana NPV proyek hasil
perhitungan adalah Rp. 68.626.946; BC Ratio sebesar 1,012; IRR
proyek sebesar 18,53% serta periode pengembalian investasi
III. RANCANGAN TEKNIS SILARSATU
III-39
(payback period) pada tahun ke 6 setelah proyek investasi
berjalan (Tabel 3.10), dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek
investasi pengembangan SILARSATU layak secara ekonomi.
Dengan demikian pengembangan model SILARSATU dapat
diimplementasikan lebih lanjut dalam wujud fisiknya di lapangan.
Tabel 3.10. Hasil Perhitungan Saldo Untuk Melihat Periode
Pengembalian Investasi
Tahun Pendapatan (Rp.) Pengeluaran (Rp.) Saldo (Rp.)
0 (3.796.261.500) (3.796.261.500) 1 936.743.560 (333.732.615) (3.193.250.555) 2 983.580.738 (350.419.246) (2.560.089.063) 3 1.032.759.775 (367.940.208) (1.895.269.496) 4 1.084.397.764 (386.337.218) (1.197.208.951) 5 1.138.617.652 (405.654.079) (464.245.378) 6 1.195.548.534 (425.936.783) 305.366.373 7 1.255.325.961 (447.233.622) 1.113.458.712 8 1.318.092.259 (469.595.304) 1.961.955.667 9 1.383.996.872 (493.075.069) 2.852.877.470 10 1.453.196.716 (517.728.822) 3.788.345.364 11 1.525.856.552 (543.615.263) 4.770.586.652 12 1.602.149.379 (570.796.027) 5.801.940.005 13 1.682.256.848 (599.335.828) 6.884.861.025 14 1.766.369.690 (629.302.619) 8.021.928.096 15 2.234.314.325*) (660.767.750) 9.595.474.671
Catatan : 1) Pendapatan pada tahun ke 15 sudah termasuk nilai akhir dari asset 2) Angka dalam tanda kurung menyatakan pengeluaran (tanda -) 3) Periode tahun ke 6 adalah periode pengembalian (payback period), yang dinyatakan dengan nilai saldo positif (nilai angka saldo tidak dalam kurung)
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-1
Untuk melihat gambaran pemasaran produk hasil
pemanfaatan sampah di perkotaan perlu kiranya diketahui
manfaat apa yang terkandung dalam sampah, seberapa besar
pemanfaatannya kemudian bagaimana potensi ekonomi yang
terkandung di dalamnya. Berikut adalah beberapa target yang
dapat dituju untuk pemanfaatan hasil pengelolaan sampah
perkotaan secara terpadu.
4.1. Pasokan Sampah Non Organik Untuk Bahan Baku Industri
Sampah non organik di beberapa negara maju telah
banyak digunakan untuk bahan baku industri yang mendaur
ulang sampah non organik tersebut menjadi bahan yang
berguna. Sebagai contoh misalnya di negara bagian Victoria –
Australia, pada tahun 2000 yang lalu lebih dari 124.110 ton
plastik telah didaur ulang untuk keperluan industri plastik dan
kimia (PACIA, 2001). Hasil penelitian di Australia pada tahun
1997 menunjukkan bahwa sekitar 5,5% dari total sampah rumah
tangga merupakan sampah non organik berupa plastik. Dengan
mendaur ulangnya diperkirakan telah dapat dihemat energi
sebesar 84% dari total energi kalau sekiranya industri
pembuatan botol plastik membuat produknya dari bahan mentah
langsung (Grant T. et. al., 1999).
Beberapa produk limbah dari sampah non organik dari
sampah rumah tangga antara lain : Plastik, logam, kertas dan
kaca. Limbah-limbah tersebut sudah barang tentu akan
berdampak negatif seandainya tidak dimanfaatkan lebih lanjut
(didaur ulang). Padahal limbah non organik tersebut ternyata
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-2
masih mampu memberikan nilai ekonomi yang lumayan
sekiranya ditangani dengan baik.
Sebagai gambaran misalnya dari data jumlah sampah
rumah tangga yang masuk ke Tempat Penampungan Sampah
Sementara di kecamatan Cibeunying Kidul kota Bandung, setiap
bulannya mampu memberikan penghasilan tambahan bagi
pengumpul dan pengolah sampah disana sebesar rata-rata
sebesar Rp. 800.000,- per bulan. Penghasilan tersebut diperoleh
dari hasil penjualan limbah non organik yang dapat didaur ulang
untuk keperluan industri daur ulang plastik, industri daur ulang
logam, industri daur ulang kertas dan industri daur ulang kaca.
Harga jual limbah non organik tersebut memang berbeda-beda
tergantung dari jenis bahannya. Berikut adalah potensi ekonomi
yang terkandung dari beberapa sampah non organik untuk
bahan daur ulang.
Tabel 4.1. Harga Jual Beberapa Sampah Non Organik
NAMA LIMBAH HARGA JUAL RATA-RATA (Rp./kg)
1. Kaleng-kaleng 150
2. Logam berupa pipa 400
3. Botol, jerigen, ember plastik 800
4. Kantong plastik 250 Botol minuman dalam kemasan 600
5. Kertas (warna terang / putih) 400
6. Kertas (warna campuran) 150
7. Kaca dan lain-lain 60
8. Karet / ban bekas 250 Sumber : TPS Cibeunying Kidul (2003)
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-3
Dari gambaran di atas nyatalah bahwa sampah non
organik bila ditangani dengan baik akan memberikan nilai
tambah positif bagi masyarakat, khususnya pengelola sampah
yang ada di sekitar lingkungan perumahan. Dampak positif
lainnya adalah adanya pemanfaatan limbah dan mengurangi
ketergantungan pada pemenuhan bahan baku mentah yang
kebanyakan masih di import dari luar negeri. Dengan demikian
potensi ekonomi dari sampah non organik dapat dikatakan
terbuka luas, terutama di kota-kota besar yang kuantitas
sampahnya demikian banyak sesuai dengan populasi
penduduknya.
4.2. Pasokan Pupuk Organik Bagi Sektor Pertanian
Pupuk untuk pertanian bukan hanya dari pupuk buatan (an
organik) saja akan tetapi juga dari pupuk organik. Penggunaan
pupuk organik dalam setiap musim tanam pada areal pertanian
diperkirakan antara 10 – 20% dari total penggunaan pupuk
buatan. Artinya dari setiap 100 kg per hektar pupuk buatan yang
digunakan pada areal pertanian setidaknya juga ditambahkan 10
hingga 20 kg pupuk organik yang dapat disediakan berupa
pupuk kandang atau kompos.
Kompos sangat bermanfaat terutama dalam memperbaiki
fisik tanah, mengikat air dalam tanah, memperbaiki tata udara
dalam tanah, meningkatkan manfaat pupuk buatan (urea, TSK,
KCl, dll.) yang diberikan kepada tanaman, mengubah warna
tanah menjadi kehitaman sehingga lebih banyak menyerap sinar
matahari yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-4
aktifitas kerja jasad renik (mikroba) dalam tanah yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman.
Dari gambaran umum di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa untuk memberikan hasil pertanian yang baik penggunaan
kompos setidaknya dapat menjadi alternatif bagi peningkatan
produksi pertanian disamping penggunaan pupuk buatan atau
juga pupuk organik berupa pupuk kandang (kotoran ternak).
Hasil penelitian di beberapa tempat menunjukkan bahwa
pertumbuhan tanaman yang diberi pupuk organik menunjukkan
hasil yang baik dimana terdapat perbedaan pertumbuhan yang
sigifikan antara penggunaan pupuk organik dan non organik.
Dari hasil kajian awal oleh pengelola kompos di Kelurahan
Cibangkong Kota Bandung telah didapatkan gambaran bahwa
penggunaan pupuk kompos dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman sebagai berikut :
• Pada kacang tanah : produktivitas dapat ditingkatkan 3,5
kali tiap rumpun tanaman
• Pada tanaman padi : produktivitas dapat ditingkatkan 0,01
kali tiap 14 m2 pertanaman
• Sifat fisik dan kimia tanah mengalami perubahan, yang
dicirikan dengan perubahan warna tanah menjadi berwarna
hitam kecoklatan. Kondisi ini sangat mendukung bagi
penyerapan sinar matahari yang dibutuhkan tanah
disamping untuk pertumbuhan kasad renik dalam tanah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, saat ini
kebijakan mengenai pupuk nasional belum tepat sehingga selain
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-5
perubahan dalam kebijakan distribusi, orientasi produksi pupuk
pun harus diubah. Selama ini, industri pupuk Indonesia
menitikberatkan pada produksi urea. Sementara pupuk lain,
seperti SP 36 dan KCL harus diimpor. Dari kenyataan tersebut
penekanan penggunaan pupuk masih tertumpu pada pupuk non
organik saja. Padahal penggunaan pupuk organik harus juga
sejalan.
Menurut Aman Wiranatakusumah (Kompas edisi 8 Juni
2002), industri pupuk seharusnya dikembangkan menjadi
industri yang efisien, ramah lingkungan, serta sesuai kebutuhan
daerah. Formula pupuk tidak bisa dibakukan sama untuk semua
daerah di Indonesia. Setiap daerah punya spesifikasinya masing-
masing, dan itu membutuhkan pupuk yang berbeda-beda. Oleh
karenanya industri pupuk harus mengantisipasi perkembangan
ini. Peluang industri pupuk organik dengan melihat kenyataan ini
pada masa yang akan datang akan menjadi alternatif bagi
pemenuhan kebutuhan pupuk bagi bidang pertanian.
4.3. Reklamasi Lahan Marginal dan Bekas Pertambangan
Kompos sebagai bahan organik yang telah terurai memiliki
sifat-sifat berikut:
a. Reaksi kimia relatif netral
b. Mengandung asam humin
c. Mampu mengikat dan menyerap koloid tanah(zat hara dan
logam beracun)
d. Mampu menyerap air yang tinggi
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-6
e. Merupakan satuan matriks tanah yang porosif (permeabilitas
tinggi)
f. Berstruktur serat humus yang kenyal
g. Berwarna gelap
h. Media ideal bagi mikroba-mikroba simbiosis
Dari sifat-sifat tersebut, kompos berpotensi sebagai agen
yang mampu berfungsi sebagai pensuplai air pada musim
kemarau, pensuplai dan mobilisasi zat hara yang terserap oleh
asam humin, penggembur tanah,pensuplai udara/oksigen bagi
akar tanaman, pemfiksasi nitrogen udara, Keberadaan logam
berbahaya yang juga terserap dan terikat di antara matrik
satuan kompos, dapat ditolerir oleh kondisi pH kompos yang
relatif netral, dimana dalam kondisi itu mobilisasinya kembali ke
dalam koloid tanah relatif jauh lebih rendah daripada zat hara
tanaman. Karena itu kompos memiliki berbagai fungsi sebagai
agen penyubur tanah (fertilizer), penyimpan air (water
reservoir), penahan partikel tanah (soil conditioner), penghangat
suhu tanah (soil acclimatization), pertukaran udara (soil
aeration), dan buffer.
Secara umum kompos merupakan suatu komponen
potensial dalam upaya mereklamasi lahan, terutama lahan-lahan
marginal (tanah tidak subur, tanah dengan top soil tipis, tanah
dengan substansi batuan asal), lahan-lahan bekas pertambangan
(sebagai pengisi atau sempalan subur pada lubang-lubang
galian),
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-7
Potensi kompos sebagai komponen reklamasi lahan
diuraikan pada kasus erosi tanah dan pengontrol sedimen di
lahan-lahan pertanian berlereng/curam sebagai berikut:
Kasus-kasus yang muncul di beberapa lokasi pertanian di
Australia, Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, menunjukkan
bahwa erosi permukaan dan kehilangan tanah yang terjadi pada
lahan pertanian dapat dikurangi, bahkan dengan peningkatan
hasil sampai 30 persen, dengan menggunakan tanaman akar
wangi (Vetiver grass) sebagai pelindung sistem pertanaman krop
jalur (strip cropping system). Cara ini, seperti terlihat pada
Gambar 4.1., tergantung kepada keberadaan batang-batang
sisa tanaman terdahulu sepanjang lereng yang membentuk
barikade bahan organik yang kemudian terurai menjadi kompos.
Sumber : Truong, 1999.
Gambar 4.1. Pemberian Kompos Dan Tanaman Akar Wangi
Pada Tanah Lereng
Penambahan atau kombinasi antara tanaman sejenis akar
wangi dengan kompos berarti akan lebih meningkatkan
produktivitas lahan, sebagaimana kondisi visual yang tampak
dari Gambar 4.2.
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-8
Sumber : Truong, 1999.
Gambar 4.2. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Kombinasi Kompos dan Akar Wangi
Sedang dari studi selama 6 tahun kegiatan di lapangan
pada lahan-lahan bekas pertambangan, kombinasi kompos dan
akar wangi ternyata juga dapat mengurangi dampak polusi dari
logam berbahaya buangan produk sampingan, sepert Al, Mn, As,
Cd, Cr, Ni, Cu, Pb, Hg, Se, dan Zn di dalam tanah. Jadi di sini,
selain sebagai sempalan untuk menutup lubang-lubang galian,
kombinasinya mampu memperbaiki lingkungan dari akibat polusi
tanah dan air.
Sumber : Truong, 1999.
Gambar 4.3. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Dampak Logam
Berbahaya
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-9
Contoh visualisasi pada pertambangan tembaga dan batu
bara dengan kombinasi tanaman akar wangi dan campuran
kompos untuk memperbaiki kondisi tanah adalah seperti yang
tersaji pada Gambar 4.4.
Sumber : Truong, 1999.
Gambar 4.4. Penggunaan Campuran Kompos Dengan Akar Wangi Dalam Mengatasi Lahan Bekas Pertambangan
4.4. Kompos Sebagai Komoditi Ekspor
Bagi negara-negara dengan daerah dataran yang luas
namun memiliki keterbatasan dalam hal kesuburan tanahnya
dapat memanfaatkan penggunaan campuran tanah dengan
kompos sebagai media tanam. Potensi ini sangat mungkin untuk
dilakukan mengingat banyak negara yang membutuhkan, antara
lain : negara-negara di timur tengah, beberapa bagian di wilayah
Singapura, Australia, dan Selandia Baru.
Pemanfaatan kompos di beberapa negara terutama selain
untuk rekalamasi lahan juga digunakan untuk menunjang sektor
pertanian, perkebunan, kehutanan dan pertamanan kota.
Beberapa pengusaha dari Australia dan Singapura beberapa
waktu yang lalu telah meninjau lokasi pengolahan sampah di
Bantar Gebang untuk melihat kemungkinan potensi pemanfaatan
sampah organik di sana sebagai bahan baku pembuatan kompos
IV. ASPEK PEMASARAN PRODUK SILARSATU
IV-10
yang kemungkinan besar akan dimanfaatkan di negara tersebut.
Potensi untuk ekspor ada namun untuk realisasinya perlu tindak
lanjut yang lebih intensif dari berbagai pihak yang terkait dengan
masalah pengelolaan sampah ini.
V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU
V-1
Rancangan teknis SILARSATU sebagai salah satu alternatif
model pemecahan masalah sampah di perkotaan, secara
konseptual dapat diterapkan di masyarakat. Hal ini didasarkan
atas beberapa pertimbangan, yaitu :
1. Model konseptual yang dirancang mempertimbangkan aspek
partisipasi aktif masyarakat. Hal ini menjadi titik perhatian
yang pertama sebelum model rancangan diimplementasikan.
Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan fasilitas
sarana umum bagi masyarakat tidak akan berhasil apabila
tidak melibatkan masyarakat. Dengan demikian diharapkan
model sistem ini akan turut membantu mengatasi persoalan
sampah di kota Bandung dengan menekankan pada upaya
penumbuhan partisipasi aktif masyarakat.
2. Model rancangan SILARSATU satu memiliki potensi ekonomi
dari pemanfaatan sampah organik dan non organik yang
prospektif. Hal ini dapat dilihat dari hasil penilaian kelayakan
ekonomi sistem yang akan dikembangkan dimana untuk
jangka waktu investasi 15 tahun, proyek dapat memberikan
nilai NPV sebesar Rp. 68.626.946 ( NPV > 0), BC Ratio
sebesar 1,012 dan IRR sebesar 18,53% pada tingkat suku
bunga MARR (pinjaman investasi) sebesar 18%. Dengan
demikian dalam jangka panjang kegiatan ini akan
memberikan kesempatan perluasan lapangan kerja dan
peningkatan pendapatan bagi warga masyarakat di sekitar.
3. Total investasi untuk implementasi model SILARSATU sebagai
salah satu alternatif cara penanggulangan sampah adalah
sebesar Rp. 3.796.261.500 dengan periode pengembalian
investasi hasil perhitungan akan diperoleh sekitar tahun ke 6.
V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU
V-2
4. Model rancangan SILARSATU dapat dijadikan Alternatif untuk
mengurangi beban subsidi pemerintah dalam mengatasi
persoalan sampah kota dengan penekanan mengurangi beban
kerja pada fungsi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan
mengoptimalkan peran dan fungsi Tempat Pembuangan
Sementara (TPS).
5. Model konseptual yang dianalisis adalah model rancangan
yang direncanakan untuk dapat menangani sampah dalam
lingkup 1 kecamatan dengan pendekatan ramah lingkungan,
menyerap banyak tenaga kerja dan pemanfaatan teknologi
tepat guna. Tidak tertutup kemungkinan model yang
dirancang dapat dikembangkan untuk model industri dengan
kapasitas yang lebih besar. Namun konsekuensinya
dibutuhkan dana yang sangat besar.
6. Produk kompos dari sampah organik yang dihasilkan
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah
degradasi lahan sehingga dapat dilakukan reklamasi secara
bertahap.
7. Walaupun secara ekonomi pengembangan model SILARSATU
ini layak, namun yang lebih penting lagi dalam implementasi
sistem ini ialah bahwa benefit sosial yang dapat diberikan
oleh sistem ini jauh lebih besar dari benefit ekonominya. Hal
ini ditunjukkan dengan : (a). Adanya peluang kerja baru;
(b). Mengurangi beban lingkungan terutama dalam jumlah
penumpukan sampah baik di TPS maupun TPA sesuai dengan
konsep lebih baik menghasilkan kompos daripada sampah.
V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU
V-3
Dalam implementasinya, penanganan sampah perkotaan
dengan menggunakan pendekatan model konseptual SILARSATU
ini sebaiknya mengikuti beberapa tahapan berikut :
1. Sosialisasi tentang bagaimana pentingnya pembangunan
partisipasi masyarakat berkaitan dengan penanggulangan
masalah sampah. Untuk itu perlu ditunjang dengan
penyebarluasan informasi penanganan sampah yang ramah
lingkungan, baik melalui brosur, leaflet, koran atau media
massa lainnya.
2. Untuk mendapatkan nilai ekonomi yang berarti bagi
masyarakat di sekitar bangunan SILARSATU, sebaiknya dalam
pengembangan unit kegiatan usahanya juga mempertimbang
kan penggalian kreativitas dan pengembangan produk daur
ulang yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomi. Sebagai
contoh misalnya : produksi mikroba dekomposer dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan skala ekonomi sehingga
produk yang dibuat dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
luas; kemudian pembuatan media tanam siap pakai dengan
menggunakan campuran kompos, tanah, pasir dan soil
conditioner lainnya yang memungkinkan memberikan hasil
produksi tanaman yang ideal. Hal ini akan membantu
mengurangi ketergantungan pada upaya penggalian tanah-
tanah yang subur di daerah yang banyak mengandung top
soil, yang lambat laun akan merusak lingkungan (erosi atau
miskin hara karena top soilnya digali secara terus menerus).
3. Pembangunan instalasi SILARSATU sebaiknya dilaksanakan
pada lahan yang terbuka dan agak jauh dari pemukiman
untuk memudahkan mobilitas bagi sarana transportasi
V. PERTIMBANGAN IMPLEMENTASI SILARSATU
V-4
sampah dan juga agar tidak mengganggu lingkungan di
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1
Armstrong P. and Laffin J. 1993, Waste Matters - Environmental Education Activities about Waste, Gould League.
Beverage Industry Environment Council 1998, Recycling Audit and Garbage Bin Analysis
BIEC see Beverage Industry Environment Council Gould League 1993, Plastic Recycling Kit.
Composters.com. 2000. Web Site for Compost Technology A Subsidiary of The Green Culture PO Box 1684, Laguna Beach CA 92652.http://www.composters.com
Clayton S. 1993, The Reverse Garbage Garden, Hyland House,
South Melbourne. CMC. 2002. Brosur Produk Incinerator PT. Cahaya Mas
Cemerlang. Jakarta.
Cullen M. and Johnson L. 1992, Backyard and Balcony Composting, Bookman Press, Melbourne.
Cundall P. 1993, Organic Gardening, Gardening Australia Collector's Series No. 1, Federal Publishing Company, Alexandria NSW.
Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Bekasi. 2002. Observasi Peralatan Pengolahan Kompos di TPA Bantar Gebang Bekasi.
Dinas Pekerjaan Umum (DPU). 1996. Proses Pengolahan Sampah
Organik Menjadi Kompos.
Environment Protection Authority Victoria 1991, Garbage Analysis Program - Stage Five April 1990 To February 1991, Publication 283 - November.
Gilbert A. 1992, No Garbage, Thomas C. Lothian Pty Ltd.
Grant T, James K, Dimova C, Sonnefield K, & Lundies S 1999, Stage 1 Report for the Life Cycle Assessment of Packaging Waste Management in Victoria, Research report by the Centre for Design at RMIT, the Centre for Packaging, Transport and Storage at Victoria University and the CRC for Waste Management and Pollution Control, November, 1999.
DAFTAR PUSTAKA
2
Industry Commission 1991, Recycling, Vol. 1, Recycling in Australia, Report No. 6.
Kompas. 2002. Kebijakan Pupuk Nasional Harus Diubah. Harian
Umum Kompas edisi 8 Juni 2002. Jakarta Litbang Dinas Kebersihan Kotamadya Bandung. 1998. Laporan
Tahunan Dinas Kebersihan Kotamadya Bandung.
Nunes K. 1998, The Good Compost Guide: A Directory of Compost Bins and Wormeries, Gould League and EcoRecycle Victoria, available electronically from EcoRecycle Victoria's website www.ecorecycle.vic.gov.au
PACIA see Plastics and Chemicals Industries Association. Plastics and Chemicals Industries Association 1992, Manufacturing Plastics, and information brochures.
Paul Truong, 1999. Vetiver Grass Technology For Environmental Protection.A Pictorial Essay. Prepared For The Second International Vetiver Conference: Vetiver And The Environment. Cha Am, Thailand, January 2000. Tvn Asia And South Pacific Representative Queensland Department Of Natural Resources Brisbane, Australia.December 1999
PD.Kebersihan. 2002. Corporate Plan. Perusahaan Daerah
Kebersihan Kota Bandung. Ringkasan Eksekutif Tahun 2002.
Recycling and Resource Recovery Council 1994, Recycling and Resource Recovery in Victoria, Annual Report.
Roads MJ 1989, The Natural Magic of Mulch - Organic Gardening Australian Style, Greenhouse Publication, Elwood, Victoria.
TPS Cibeunying Kidul. 2003. Observasi Lapangan Kegiatan
Penanganan Sampah di TPS Cibeunying. Tim LPM Unpad. Yudi Permana. 2002. Penentuan Lokasi Pendistribusian Sampah
Dari Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) Ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Dan Perancangan Tata Letak Fasilitas Pengolahannya. Skripsi. Universitas Winaya Mukti. Bandung
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
1
1.1. Sekilas Pandang Tentang Sampah Di Perkotaan
Sampah adalah limbah yang bersifat padat, yang terdiri
dari zat atau bahan organik dan non organik, yang dianggap
tidak berguna / tidak memiliki manfaat lagi dan harus dikelola
dengan baik sedemikian rupa tidak membahayakan lingkungan.
Setiap hari sampah dihasilkan oleh setiap rumah tangga
dalam masyarakat perkotaan sebagai bagian dari kehidupan
sehari-hari, namun hal tersebut secara umum seringkali tidak
menjadi bahan pemikiran yang mendalam bagi semua warga
masyarakat. Seringkali pembuangan sampah di rumah hanya
cukup sekedar menyimpannya dalam bak sampah / tong sampah
untuk kemudian selanjutnya adalah menjadi urusan
pengumpul/pengangkut sampah tingkat RT/RW hingga ke
Kelurahan untuk kemudian tugas terakhir yang merupakan
beban terberat ada di pihak petugas kebersihan kota yang
membuangnya ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir.
Walaupun demikian, semua warga masyarakat sudah
saatnya untuk turut serta memikirkan persoalan sampah ini
secara lebih serius mengingat persoalan sampah sudah menjadi
masalah ekonomi dan lingkungan di berbagai kota besar pada
era sekarang ini.
Sejak era tahun 70 an sampah telah menjadi masalah dan
bertambah secara signifikan sesuai dengan pertambahan
penduduk dan perubahan gaya hidup terutama di perkotaan.
Saat ini telah bertebaran supermarket di mana-mana yang
menghasilkan beragam produk dalam kemasan, yang seringkali
menimbulkan masalah pada saat tidak digunakan lagi oleh
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
2
konsumen. Sebagai contoh misalnya : dahulu orang terbiasa
dengan menggunakan sapu tangan untuk keperluan
membersihkan mulut atau melap sesuatu yang mana sapu
tangan tersebut dapat digunakan kembali setelah dicuci dan
dibersihkan, namun sekarang ini telah beredar kertas tissue
yang tidak dapat secara langsung digunakan kembali untuk lap
pembersih. Dengan demikian sapu tangan fungsinya digantikan
oleh kertas tissue. Demikian juga dengan kotak atau
pembungkus makanan yang dapat langsung dibuang tanpa perlu
membersihkan kembali seperti halnya rantang, kotak makanan,
piring, dan sebagainya.
Pabrik-pabrik yang melaksanakan usahanya dengan lebih
efisien telah menghasilkan barang-barang keperluan rumah
tangga dan peralatan yang harganya lebih murah daripada
repot-repot untuk memperbaikinya, belum lagi biaya
perbaikannya yang tidak sedikit.
Perubahan-perubahan ini berdampak pada jumlah sampah
yang dibuang oleh masyarakat ke tempat sampah. Berdasarkan
pengamatan empirik di beberapa lokasi pembuangan sampah
yang ada di kota Bandung, diperkirakan jumlah sampah yang
dibuang oleh tiap rumah tangga adalah antara 2 – 3 kg per hari
atau sekitar 14 – 21 kg per minggu, atau sekitar 730 – 1.095 kg
per tahun.
Pertumbuhan populasi di kota-kota besar termasuk kota
Bandung berdampak pada ekspoitasi lahan untuk pemukiman
dan sarana umum lainnya, sementara itu penggunaan lahan
untuk tempat pembuangan sampah jumlahnya tidak bertambah
sejalan dengan pertambahan penduduk tersebut. Hal ini menjadi
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
3
masalah yang serius dan memerlukan pemecahan yang segera,
mengingat tempat pembuangan sampah tidak dapat
ditempatkan begitu saja di tengah masyarakat mengingat
dampak polusi, bau dan kotor yang ditimbulkannya.
Sangatlah sulit dan mahal bagi pemerintah daerah untuk
menetapkan tempat pembuangan sampah yang baru karena
kewenangan dalam manajemen limbah / sampah memiliki
ketentuan dan peraturan yang sangat ketat apalagi dikaitkan
dengan formasi dan manajemen untuk melindungi kesehatan
masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Sehingga jawaban
sementara atas masalah ini adalah menempatkan sampah rumah
tangga di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang
lokasinya jauh dari tempat pemukiman penduduk. Dengan
demikian diperlukan biaya untuk fasilitas lahan, bangunan dan
truk untuk transportasi sampah dari tingkat kelurahan hingga ke
TPA.
Terbatasnya lahan TPA di kota-kota besar termasuk kota
Bandung masih merupakan kendala, namun masalah yang lebih
penting untuk dipikirkan adalah meningkatnya biaya-biaya untuk
memberikan kenyamanan, kebersihan dan fasilitas di TPA
tersebut sehingga secara lingkungan memenuhi syarat.
Beberapa tahun waktu yang lalu metode reduksi sampah dengan
cara dibakar dengan menggunakan insinerator telah
diperkenalkan disamping dengan cara konvensional (sanitary
landfill), namun implementasinya tidak mudah karena
menimbulkan polusi udara yang mengganggu lingkungan di
sekitarnya. Disamping itu biaya operasi dan pemeliharaan
fasilitas insinerator tersebut tidaklah sedikit, sehingga
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
4
belakangan ini beberapa insinerator yang telah ada tidak
digunakan lagi.
1.2. Jenis-Jenis Sampah
Menurut data dari Dinas Pekerjaan Umum (1986), secara
umum jenis sampah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis
didasarkan pada pertimbangan yang berkaitan dengan cara
pengelolaan dan pemanfaatannya, yaitu :
a) Sampah Basah (Garbage), yaitu sampah yang susunannya
terdiri dari bahan organik yang mempunyai sifat mudah
membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah. Yang
termasuk jenis sampah ini adalah sisa makanan, sayuran,
buah-buahan, dedaunan, dsb.
b) Sampah Kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri dari
bahan anorganik yang mempunyai sifat sebagian besar atau
seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah ini dapat dibagi
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
1. Sampah Kering Logam, misalnya : kaleng, pipa besi tua,
mur, baut, seng dan segala jenis logam yang sudah
usang.
2. Sampah Kering Non Logam, yang terdiri dari :
• Sampah Kering Mudah Terbakar (Combustible
Rubbish), misalnya : kertas, karton, kayu, kain bekas,
kulit, kain-kain usang, dsb.
• Sampah Kering Sulit Terbakar (Non Combustible
Rubbish), misalnya : pecahan gelas, botol, kaca, dll.
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
5
c) Sampah Lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri dari
partikel-partikel kecil dan memiliki sifat mudah beterbangan
serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan
mata. Sampah tersebut terdiri dari :
• Debu, yaitu partikel-partikel kecil yang berasal dari proses
mekanis, misalnya serbuk dari pengergajian kayu,
debu asbes dari pabrik pipa atau atap asbes, debu dari
pabrik tenun, debu dari pabrik semen, dll.
• Abu, yaitu partikel-partikel yang berasal dari proses
pembakaran, misalnya abu kayu atau abu sekam, abu
dari hasil pembakaran sampah (incenerator), dll.
Selain jenis-jenis yang tersebut di atas, pembagian
golongan sampah secara khusus diantaranya adalah :
a. Sampah Berbahaya, yang terdiri dari :
• Sampah Patogen : sampah dari rumah sakit dan poliklinik.
• Sampah Beracun : pembungkus pestisida, insektisida,
racun, dll
• Sampah Ledakan : petasan, mesiu, sampah perang, dll
• Sampah Radioaktif : sampah nuklir.
b. Sampah Balokan, misalnya : mobil rusak, kulkas rusak, pohon
tumbang, dll.
c. Sampah Jalan, yaitu sampah yang berasal dari hasil sapuan
jalan.
d. Sampah Binatang Mati, yang berasal dari bangkai binatang.
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
6
e. Sampah Bangunan, yang terdiri dari potongan kayu, pecahan
genting, pecahan bata, bekas adukan, dll.
f. Sampah Industri, yaitu ampas bahan baku dalam proses
industri.
g. Sampah Khusus, yaitu sampah dari benda-benda berharga
seperti surat-surat rahasia negara dan dokumen penting
lainnya.
h. Sampah Kandang dan Pemotongan Hewan, yaitu sisa
makanan ternak, kulit, sisa-sisa daging, tulang, dll.
i. Sampah Lumpur, yaitu lumpur dari selokan, riol, septic tank,
bangunan pengolahan air buangan, dll.
Sumber sampah yang utama dari suatu kota adalah
perumahan, pasar, industri serta jalan-jalan dan tempat
umum/tempat rekreasi. Sampah sebagian besar terdiri dari
bahan organik, kertas, logam, kaca dan plastik. Sampah yang
berasal dari industri, lain komposisinya dengan sampah yang
berasal dari perumahan. Sampah yang berasal dari perumahan
mempunyai jumlah zat organik yang jauh lebih besar. Sampah
organik umumnya terdiri atas sisa sayur-sayuran, buah-buahan
dan biji-bijian.
1.3. Sumber Sampah
Sampah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain :
a. Rumah tangga, umumnya terdiri dari sampah organik dan
anorganik yang ditimbulkan dari aktivitas rumah tangga,
seperti buangan dari dapur, debu, buangan taman, alat-alat
rumah tangga tang sudah usang, dll.
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
7
b. Daerah komersil, yaitu sampah yang dihasilkan dari
pertokoan, restoran, pasar perkantoran, hotel, dll. Biasanya
terdiri dari bahan-bahan pembungkus sisa-sisa makanan,
kertas dari perkantoran, dll.
c. Sampah institusi, yaitu sampah yang berasal dari sekolahan,
rumah sakit dan pusat pemerintahan.
d. Sampah dari sisa-sisa konstruksi bangunan, yaitu sampah
yang berasal dari sisa-sisa pembangunan bangunan,
perbaikan jalan, pembongkaran jalan, jembatan, dll.
e. Sampah dari faslitas umum, yaitu sampah yang berasal dari
taman umum, pantai, tempat rekreasi, dll.
f. Sampah dari hasil pengelolaan air buangan serta sisa-sisa
pembakaran dari insinerator.
g. Sampah dari industri, yaitu seluruh sampah yang berasal dari
proses produksi industri, mulai dari pengolahan bahan baku
sampai dengan hasil produksi.
h. Sampah pertanian, berasal dari sisa-sisa pertanian yang tidak
dapat dimanfaatkan lagi.
1.4. Sampah Di Kota Bandung
Kota Bandung sampai dengan tahun 2002 yang lalu
menampung sekitar 338.355 ton hingga 472.967 ton (atau rata-
rata 4.635 hingga 6.479 m3/hari @ 200 kg/m3) sampah kota
dengan proporsi 60,6% berasal dari sampah pemukiman; 9,6%
berasal dari sampah pasar; 12,8% berasal dari sampah publik
dan 17,0% berasal dari sampah industri (PD Kebersihan, 2002).
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
8
Dari jumlah tersebut diperkirakansekitar 63% merupakan
sampah organik dan 37% sampah non norganik. Komposisi
jenis-jenis sampah dalam persen (%) tersebut, diambil dari total
kapasitas sampah yang masuk ke TPA dalam waktu satu tahun
terakhir. Komposisi sampah yang dimaksud jelasnya seperti
yang disajikan pada Tabel 1.1.
Sampah tersebut terdiri dari komponen yang dapat
didegradasi atau didaur-ulang dan yang sulit didegradasi.
Komponen yang mudah didaur-ulang contohnya sisa makanan,
kertas, karton, plastik, kain, kulit, kayu dan karet. Komponen
yang sulit didaur-ulang contohnya gelas, kaleng, plastik dan
logam.
Contoh : Tabel 1.1. Komposisi Sampah di kota Bandung
No Jenis sampah Persentase
1 Organik 63,56% 2 Kertas 10,42% 3 Kaca 1,70% 4 Plastik 1,45% 5 Logam 9,76% 6 Kain 0,95% 7 Lain-lain 12,16% Jumlah 100,00%
Sumber : PD Kebersihan (2002)
Hasil penelitian di Australia menunjukkan bahwa
komposisi timbulan sampah kota yang dihasilkan rata-rata
adalah sebagai berikut :
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
9
Tabel 1.2. Komposisi Timbulan Sampah Kota di Australia JENIS SAMPAH 1. Sampah bentuk makanan 2. Sampah hijauan 3. Sampah yang tak dapat didegradasi 4. Kertas/cardboard 5. Gelas 6. Besi/baja 7. Bubur kertas liquid 8. PET, HDPE, PVC plastic 9. Plastik lain-lain 10. Aluminium
Persentase 41.2%
20% 17.4%
9.9% 2.9% 2.3% 0.5% 0.9% 4.6% 0.2%
Sumber : website : www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)
Berdasarkan kedua gambaran komposisi di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk sampah di perkotaan, secara umum
memiliki komposisi timbulan sampah yang tidak berbeda jauh.
Dengan demikian cara penanggulangan sampahnya pun tidaklah
begitu berbeda pula. Hanya yang membedakan adalah
karakteristik budaya masyarakat (perilaku/sikap masyarakat)
terhadap penanganan sampah, alokasi dana dan tempat yang
direncanakan oleh masing-masing pemerintah daerah.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa jumlah
timbulan sampah di kota Bandung semakin meningkat sesuai
dengan peningkatan jumlah penduduk. Saat ini, peningkatan
tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan sarana serta
pelayanan pengelolaan pembuangan sampah. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan dari pihak pemerintah, permasalahan
sampah di kota Bandung, dan rendahnya tingkat kesadaran
serta partisipasi masyarakat. Untuk itu diperlukan strategi
pengelolaan yang terpadu, efektif dan efisien.
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
10
Saat ini upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah
daerah antara lain mendorong kesadaran dan partisipasi
masyarakat dengan melakukan kampanye kepedulian terhadap
pengelolaan sampah. Selain mendorong partisipasi masyarakat,
kampanye tersebut bertujuan untuk menyebarluaskan informasi
tentang masalah pengelolaan sampah di kota Bandung, juga
mengembangkan jaringan informasi dan komunikasi antar
kelompok masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sampah.
Dalam perencanaannya, kegiatan ini dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan tujuan :
(a) Meminimalkan sampah
(b) Daur ulang dan pembuatan kompos
(c) Peningkatan tingkat pelayanan pengangkutan sampah
(d) Pengolahan dan pembuangan akhir sampah yang harus
diolah dan dibuang dengan cara yang akrab lingkungan.
1.5. Apa Solusi Dari Masalah Sampah Tersebut ?
Saat ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa elemen
masyarakat untuk lebih tanggap terhadap masalah sampah ini.
Ada konsep yang saat ini banyak dikembangkan di tengah
masyarakat untuk mengatasi masalah sampah, yaitu konsep 3R;
Reduce, Reuse dan Recycle (kurangi, gunakan kembali dan daur
ulang) barang-barang yang digunakan sehari-hari sedapat
mungkin. Salah satu bentuk implementasi konsep 3 R di atas
yang telah mulai banyak dilakukan oleh masyarakat dan sektor
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
11
industri adalah mendaur ulang sampah dan berupaya
sebanyak mungkin menghimpun kegiatan yang dapat
memanfaatkan sampah untuk didaur ulang. Untuk mendaur
ulang sampah diperlukan sarana dan pra sarana yang memadai
terutama kotak penampungan atau boks sampah yang tertata
sedemikian rupa sampah dapat dipilah dengan mudah untuk
bahan daur ulang tersebut.
Sebagai konsekuensi dari strategi tersebut diperlukan
adanya perubahan perilaku dari masyarakat untuk membuang
sampah, sehingga hal tersebut perlu pula ditunjang proses
pembelajaran dan sosialisasi kepada masyarakat secara intensif.
Dengan proses ini masyarakat diharapkan dapat memilih dan
membantu dalam mengurangi sampah melalui pemilihan produk
yang sesedikit mungkin menghasilkan kemasan dan umur pakai
yang lama.
Manfaat dari mendaur ulang sampah terhadap lingkungan
secara umum adalah :
• Dapat menekan lebih dari 3 kg gas-gas yang
menghasilkan efek rumah kaca (greenhouse effect gases)
seperti CO2 yang seperti telah diketahui ini berdampak
pada efek pemanasan global.
• Menghemat penggunaan energi yang diperlukan untuk
proses industri, karena tidak menggunakan bahan baku
secara mentah tapi cukup dengan bahan daur ulang yang
sudah ada. Dengan demikian biaya produksi dapat ditekan
(menghemat biaya).
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
12
• Penghematan penggunaan bahan baku khususnya yang
masih diimpor sehingga dapat menghemat defisa. Sebagai
contoh sampah kertas dapat digunakan dengan daur
ulang ini antara 5 hingga 10 kali sebelum benar-benar
tidak dapat digunakan lagi.
• Untuk sampah organik dapat memberi manfaat kepada
tanah, yakni dapat didaur ulang menjadi pupuk organik
(kompos) yang sangat dibutuhkan sebagai unsur hara
tanah yang penting disamping pupuk buatan yang saat ini
banyak digunakan.
Beberapa manfaat penting dari upaya meminimumkan
sampah, yakni :
1. Melindungi (mengkonservasi) sumberdaya yang dimiliki,
seperti :
• Mineral – yang digunakan untuk membuat banyak
bahan yang berguna (contoh : bauxite yang
digunakan untuk membuat alumunium)
• Energi – yang digunakan dalam pertambangan,
pemanenan, fabrikasi dan transportasi.
• Kawasan Hutan – yang digunakan untuk membuat
berbagai macam kertas dan berbagai macam produk
olahan kayu.
I. MASALAH SAMPAH DIPERKOTAAN
13
• Minyak bumi (Petroleum) – yang digunakan baik
sebagai bahan bakar maupun untuk bahan baku
plastik.
• Lahan – yakni sebagai tempat berbagai kegiatan
manusia.
2. Menghemat uang. Mengurangi sampah dapat menghemat
uang dalam berbagai cara seperti :
• Sedikit membuang sampah, maka akan berkurang
kemungkinan untuk membelanjakan uang dan
membuang sesuatu yang bisa menjadi sampah.
• Bisinis menjadi lebih efisien.
• Pendapatan keluarga lebih baik.
3. Mengurangi dampak terhadap lingkungan.
• Kualitas lingkungan di beberapa areal seringkali
dipengaruhi oleh adanya aktivitas ekstraksi atau
eksploitasi sumberdaya, misalnya di daerah
pertambangan.
• Pengurangan atas penggunaan bahan bakar fosil
untuk energi akan mengurangi pembuangan gas
yang memiliki efek rumah kaca atau sumber polusi
lainnya.
II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH
1
2.1. Apa Yang Dimaksud Konsep 3R
Konsep 3R adalah pedoman sederhana untuk membantu
masyarakat untuk meminimumkan sampah baik di tempat
pekerjaan, di sekolah dan di rumah. Pada dasarnya orientasi
penerapan konsep 3R ini lebih ditekankan pada sampah non-
organik. Sedangkan untuk penanganan sampah organik telah
lebih dulu banyak dikembangkan orang dalam bentuk
pengolahan kompos dari sampah organik. Dalam
meminimumkan sampah tersebut yang harus menjadi fokus
utama adalah mengurangi penggunaan bahan yang
menimbulkan sampah non-organik (kata 'reduce'), kemudian
memakai ulang ('reuse'), dan terakhir adalah mendaur ulang
('recycle') termasuk juga di dalamnya proses pengolahan
sampah organik ('compost').
2.2. Mengurangi Bahan Timbulan Sampah (Reduce)
Mengurangi bahan timbulan sampah mempunyai makna
berupaya untuk membiasakan hidup dengan penuh ketelitian,
kehati-hatian dan cermat sehingga sampah yang dihasilkan
sesedikit mungkin. Hal ini bisa berarti :
• Berbelanja lebih hati-hati dengan betul-betul mencari
produk yang memiliki kemasan sesedikit mungkin.
• Membuat produk di rumah lebih utama daripada membeli
makanan siap saji atau makanan-makanan yang tidak
menimbulkan masalah.
II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH
2
• Mengupayakan untuk membuat daripada membeli sesuatu
yang semestinya bisa dibuat atau dilakukan secara
mandiri.
• Menanam sendiri sayuran dan buah-buahan walau sekecil
apapun.
• Merawat dan memperbaiki pakaian, mainan, perkakas dan
peralatan rumah tangga daripada menggantinya dengan
yang baru.
• Menjaga agar setiap barang yang dimiliki berumur
panjang.
• Memakai barang yang dapat dibuang dengan hati-hati
sedemikian rupa tidak perlu dibuang bila memang tidak
perlu.
• Lebih baik menyewa, saling tukar atau meminjam barang
atau sesuatu daripada membelinya bila memungkinkan.
Saat berbelanja, usahakan ide berikut diaplikasikan untuk
mengurangi sampah yang tidak dikehendaki :
• Membawa kantong, keranjang atau box yang mungkin
diperlukan apabila barang tersebut tidak tersedia di toko.
• Gunakan daftar belanjaan. Jangan membeli sesuatu yang
tidak perlu (karena hasrat sesaat saja). Belilah sesuatu
yang benar-benar diperlukan.
• Hindari barang-barang yang menggunakan kemasan
secara berlebihan.
II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH
3
• Pilihlah produk dalam bentuk konsentrat, misalnya
detergent atau produk yang dapat diisi ulang seperti pena
ball-point dan beberapa produk pembersih.
• Saat membeli barang-barang dalam kemasan, pilihlah
kemasan dari bahan yang dapat didaur ulang atau yang
dapat diisi ulang.
• Belilah produk yang dibuat dari bahan yang dapat didaur
ulang seperti kertas misalnya.
• Belilah produk yang tahan lama, tidak mudah ketinggalan
jaman dan dapat diperbaiki (direparasi) apabila rusak.
• Belilah makanan yang segar apabila memungkinkan dan
buatlah kompos daripadanya.
• Bila memungkinkan, beli makanan dari pusat belanja atau
pasar. Gunakan kantong dengan ukuran yang sebesar
mungkin dimuati barang yang dibeli.
2.3. Memakai Kembali (Reuse)
Menggunakan kembali mengandung arti memakai item
yang sama lebih dari sekali, lebih disukai beberapa kali daripada
harus membuangnya setelah sekali pakai. Konsep memakai
kembali atau reuse ini dapat menghemat energi dan sumberdaya
yang boleh jadi digunakan untuk membuat produk baru.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memakai
kembali barang yang digunakan terutama untuk keperluan
rumah tangga, sebagai contoh misalnya :
II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH
4
• Memakai ulang kemasan gelas misalnya untuk jams atau
saus.
• Gunakan kembali keranjang atau kantong yang didapat
untuk belanja kembali di lain waktu.
• Menyewa, saling tukar atau meminjang item barang yang
tidak digunakan setiap saat.
• Gunakan kembali amplop bekas untuk keperluan yang lain.
• Gunakan plastik minuman ringan yang kecil, untuk botol
minuman lainnya pada berbagai kesempatan (misalnya di
sekolah).
• Belilah buku bekas namun masih berharga untuk keperluan
belajar.
• Barang bekas yang benar-benar tidak diperlukan lagi dapat
dijual melalui pusat penjualan barang bekas (garage sale).
• Gunakan bahan yang bisa dipakai ulang daripada yang
sekali buang, sebagai contoh misalnya : membeli batere
yang dapat diisi ulang daripada batere sekali buang.
2.4. Daur Ulang (Recycle)
Mendaur ulang berarti mengembalikan sampah ke pabrik
dimana dapat menggunakan kembali sampah tersebut sebagai
bahan baku untuk membuat produk yang sama atau yang
lainnya. Sebagai contoh, gunakan kaleng alumunium untuk
kemasan minuman ringan yang dapat didaur ulang untuk produk
yang sama atau untuk digunakan sebagai komponen kendaraan
bermotor misalnya. Daur ulang dapat menghemat energi,
II. KONSEP “3 R” ATASI SAMPAH
5
tempat dan biaya dari penggunaan bahan tersebut untuk dibuat
menjadi produk baru.
Bahan-bahan yang dapat didaur ulang antara lain :
• Kertas
• Botol kaca
• Kotak alumunium atau alumunium foil
• PET plastik minuman ringan dan botol juice
• Plastik untuk kemasan susu, cream dan botol juice (HDPE
plastics)
• Botol kaleng atau logam
• Karton untuk kemasan susu dan juice
• Kantong plastik di supermarket
• Laser cartridges dan pita (ribbons)
• Botol anggur
• Komponen mobil (bagian rangka, batere, ban dan olie)
• Bahan bangunan (kayu, beton, dan bata)
• Logam (besi, baja, tembaga dan kungingan)
III. TIPS ATASI SAMPAH
1
Banyak hal yang sederhana dan mudah untuk dilakukan
dalam rangka mengurangi terjadinya timbulan sampah. Untuk
mengantisipasinya perlu dilakukan langkah-langkah praktis dan
dibiasakan dalam kegiatan sehari-hari.
Berikut adalah beberapa tip untuk mengatasi kemungkinan
munculnya timbulan sampah yang tidak diharapkan.
3.1. Penanganan Kertas
1. Simpan box disamping tempat duduk di rumah, di sekolah
atau di tempat pekerjaan untuk menyimpan kertas bekas
yang boleh jadi dapat dipakai ulang.
2. Gunakan kembali lembaran kertas yang telah digunakan pada
bagian halaman yang belum digunakan, misalnya untuk :
• Menggambar bagi anak-anak yang sedang berlatih menulis
atau menggambar
• Membuat draft surat atau sketsa sementara
• Catatan kuliah
• Daftar barang belanjaan
• Kertas buram untuk telepon
3. Gunakan amplop bekas dengan cara menutup nama dan
alamat yang ada dengan sticker atau potongan kecil kertas
yang diberi lem. Hal yang sama tulisi amplop tersebut dengan
pesan misalnya “harap gunakan kembali amplop ini bila anda
akan berkirim surat kembali”.
4. Simpan majalah, korang atau kertas limbah lainnya yang
tidak dapat dipakai lagi untuk didaur ulang.
III. TIPS ATASI SAMPAH
2
5. Saat membeli kertas, pastikan bahwa produknya dibuat dari
serat yang dapat didaur ulang.
6. Bila menggunakan komputer biasakan untuk membaca
naskah dahulu pada monitor sebelum benar-benar akan
mencetaknya untuk menghindari kesalahan yang tidak perlu.
7. Gunakan cardtridge tinta atau toner printer komputer yang
dapat didaur ulang atau diisi ulang bila memungkinkan.
3.2. Penanganan Kantong Plastik
• Upayakan menggunakan kantong plastik untuk banyak
menampung barang (tidak membawa banyak barang
dengan banyak kantong plastik).
• Bawalah kantong, keranjang atau box pribadi dari rumah
saat berbelanja, untuk mengurangi penggunaan kemasan
lain yang mungkin diberikan dari toko.
• Gunakan kembali kantong plastik kecil untuk buah-buahan
dan sayuran bila berbelanja di supermarket. Usahakan
untuk mengurangi kemasan plastik (mungkin bisa dengan
kemasan dari daun tanaman, kertas atau bahan yang
mudah terurai lainnya).
• Biasakan membawa kantong plastik bekas sebagai
cadangan sebagai kantong yang mungkin diperlukan sekali
waktu.
III. TIPS ATASI SAMPAH
3
3.3. Penanganan Botol, Kaleng Bekas Dan Wadah
• Daur ulang botol gelas dan wadah, kertas karton, botol
plastik, botol alumunium, dan botol logam lainnya.
• Bila tidak ditemukan tempat sampah diperjalanan,
simpanlah untuk sementara waktu kemasan yang
digunakan (botol gelas, kaleng dan logam lainnya) untuk
kemudian dapat dikumpulkan sewaktu-waktu dapat didaur
ulang atau dijual ke pedagang pengumpul barang bekas
untuk di daur ulang.
3.4. Penanganan Buah-buahan dan Sayuran
• Buatlah sisa buah-buahan atau sayuran menjadi kompos.
• Bila tidak tersedia bak kompos, buanglah sisa buah-
buahan atau sayuran tersebut ke dalam tanah yang
sebelumnya telah digali kemudian ditimbun kembali.
• Gunakan mikroba tertentu yang dapat mempercepat
proses pembuatan kompos dan mengurangi bau sampah
organik yang timbul.
• Gunakan mulsa yang diperoleh dari proses kompos untuk
meningkatkan kesuburan tanah, menghemat air dan
menekan pertumbuhan gulma.
• Kumpulkan daun atau ranting tanaman untuk diolah
menjadi kompos atau mulsa.
IV. DAUR ULANG KERTAS
1
Berdasarkan angka perkiraan, bila diasumsikan rata-rata
penduduk di Kota Bandung menghabiskan sekitar 1 lembar
kertas dengan berat 70 gram per minggu, dengan jumlah total
penduduk antara 2 – 3 juta jiwa dan rata-rata satu keluarga
terdiri dari 4 anggota keluarga. Dengan asumsi tersebut tiap
minggu akan dibutuhkan rata-rata 43,750 ton kertas dari
berbagai macam produk kertas per minggu tiap kepala keluarga
(buku, koran, majalah, dsb.). Dengan demikian dalam satu
tahun diperkirakan akan mencapai sekitar 2.275.000 ton kertas
yang digunakan. Angka perkiraan tersebut bisa jadi secara
aktual lebih banyak, mengingat di negara bagian Victoria –
Australia saja yang jumlah penduduknya lebih sedikit dari kota
Bandung, konsumsi kertas per tahunnya mencapai hampir 1,5
juta ton kertas, baik dalam bentuk kertas kemasan, majalah,
koran dan untuk kertas tulis. Dari sejumlah 1,5 juta ton tersebut
sebesar 1 juta tonnya dapat didaur ulang untuk berbagai
keperluan produk kertas lainnya. Jumlah kertas yang demikian
banyak tersebut akan menjadi masalah yang makin menumpuk
bila tidak diatasi dengan berbagai cara termasuk melalui proses
daur ulang.
4.1. Sekilas Tentang Pembuatan Kertas
Kertas sebagai bahan telah digunakan oleh manusia sejak
ribuan tahun yang lalu. Pada awalnya kertas dibuat dari tanaman
papyrus, di Mesir sekitar 2.200 sebelum masehi. Kemudian di
Cina ditemukan metode lain untuk membuat kertas pada waktu
sekitar 2.000 tahun yang lalu. Selama berabad abad kertas
dibuat dari proses pengolahan jerami, namun sejalan dengan
kebutuhan yang makin meningkat kertas dibuat dari bahan baku
IV. DAUR ULANG KERTAS
2
potongan kayu yang dibuat bubur untuk mendapatkan seratnya.
Sejalan dengan ditemukannya mesin-mesin pada abad 18, maka
pembuatan kertas semakin murah dan cepat.
Bahan baku utama kertas saat ini adalah bubur kayu yang
diperoleh dari potongan kayu atau serat kayu keras misalnya
dari jenis kayu albiso, eucalyptus atau pinus bahkan terkadang
serat kapas.
Perlakuan yang diberikan pada proses pembuatan kertas
adalah perlakuan mekanik, kimia dan kombinasi diantara
keduanya. Untuk membuat kertas, bubur kertas dicampur
dengan air kemudian disaring sedemikian rupa serat
tertampung pada saringan. Setelah itu adonan dimasukkan ke
dalam serangkaian silinder putar (rollers) untuk diratakan dan
dikeringkan. Pada beberapa kasus terkadang kertas tersebut
diberi tepung untuk memberi efek tertentu. Pada akhir proses,
kertas tersebut di lilitkan pada beberapa gulungan besar.
4.2. Daur Ulang Kertas
Tidak seperti proses membuat kertas dari bahan baku
aslinya, membuat kertas dari bahan kertas daur ulang jarang
sekali menggunakan perlakuan kimia untuk perlakuan
pendahuluan. Limbah kertas dalam hal ini dicampur dengan air
dalam suatu mesin yang bentuknya mirip blender untuk
kemudian diubah menjadi serat-serat yang agak tipis.
Selanjutnya diproses dengan cara yang sama untuk membentuk
kertas seperti pada pembuatan kertas dari bahan baku awal di
atas.
IV. DAUR ULANG KERTAS
3
Di Indonesia, penggunaan kertas daur ulang untuk bahan
baku industri kertas juga telah banyak dilakukan. Kebanyakan
bahan baku kertas daur ulang diperoleh dari kertas bekas koang,
majalan dan kertas tulis.
Produk kertas daur ulang berupa bermacam jenis kertas
seperti kertas kemasan atau kertas untuk industri, kertas cetak,
kertas tulis, tissues dan cetakan untuk media massa. Dalam
jumlah terbatas kertas daur ulang dapat pula digunakan untuk
media tanam, bahan isolasi, box, produk kertas cetak (wadah
telur, karton, baki makanan dan pot tanaman).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kertas daur ulang ini
memiliki beberapa keterbatasan. Misalnya : produk yang dibuat
tidak dapat digunakan untuk kemasan bahan makanan karena
kualitas kertasnya menurun dan dapat mudah terkontaminasi,
kemudian seratnya telah mengalami penurunan mutu.
Khusus untuk daur ulang kertas koran, diperlukan
beberapa tambahan proses kimiawi untuk menghilangkan tinta
yang ada pada kertas (de-inking process). Paa proses ini
digunakan sabun untuk menghilangkan tinta, yang pada
akhirnya tinta ini masih dapat dimanfaatkan untuk pengkondisi
tanah (soil conditioner). Kemudian untuk membuat kertas daur
ulang yang baik dan digunakan sebagai bahan pembuat koran
lagi diperlukan modifikasi campuran kertas, yaitu yang terdiri
dari campuran kertas koran bekas, majalah dan bubur kertas
yang asli (virgin pulp) dari bahan baku awal.
4.3. Daur Ulang Karton
IV. DAUR ULANG KERTAS
4
Adanya upaya pendaur ulangan kertas dapat menghemat
energi dan transportasi bahan baku secara signifikan hingga
sekitar 70%. Sebagai contoh misalnya : dari 5 lembar kertas
yang biasa dipakai di kantor dapat dibuat dari kertas daur ulang
yang berasal dari sampah kertas untuk kemasan karton untuk
susu (milk carton).
Karton untuk susu dan juice telah digunakan beberapa
tahun yang lalu sejalan dengan berkembangnya teknologi
kemasan yang makin baik. Karton saat ini digunakan untuk
berbagai macam kemasan termasuk untuk produk kosmetika,
makanan, detergent, bahan biji-bijian (serealia), produk
elektronika dan lain-lain.
Pada dasarnya ada 2 tipe karton yang seringkali
digunakan, yaitu : Karton dengan pelapis plastik di bagian atas
dan karton yang diberi lapisan pelindung steril.
a. Karton Dengan Pelapis Plastik Di Bagian Atas
Jenis karton ini dibuat dari beberapa lapisan kertas dengan
diberi pelapis dari bahan plastik tipis. Pabrik biasanya membuat
bahan lapisan kertasnya dari bahan limbah industri kayu.
Walaupun isi dalam kemasan karton ini dipasteurisasi
sebelum dikemas, karton ini masih perlu disimpan dalam
ruangan pendingin (refrigerasi). Beberapa contoh kemasan ini
biasanya digunakan untuk penyimpanan juice buah-buahan.Di
dalam kemasan ini terdapat 3 lapisan yang digunakan untuk
meningkatkan umur proteksi dan menahan aroma yang ada
IV. DAUR ULANG KERTAS
5
dalam produk. Lapisan pertama dari polyethylene, lapisan kedua
dari kertas dan lapisan ketiga dari polyethylene (plastik).
B. Karton Yang Diberi Lapisan Pelindung Steril
Karton yang digunakan untuk kemasan dari jenis ini
merupakan tipe terbaru dari karton kemasan yang ada. Dibuat
dengan menggunakan 5 lapisan, yakni : 3 lapisan plastik, satu
lapisan alumunium foil dan satu lapisan kertas. Produk yang ada
dalam kemasan ini disterilisasi sebelum dikemas, kemudian saat
seluruh isi dalam kemasan ditutup semua bahan telah terlindungi
tanpa harus lagi didinginkan sebelum digunakan. Dengan cara ini
dapat dihemat energi untuk penyimpanan dan transportasi.
Lapisan yang ada terdiri dari polyethylene, alumunium foil,
polyethylene, kertas, polyethylene.
Pemanfaatan karton dengan cara daur ulang ini diproses
secara teliti dengan terlebih dahulu memeriksa bahan dari
kemungkinan kontaminasi bahan atau mikroba berbahaya.
Kemudian bahan direndam dalam air lalu dimasukkan ke dalam
mesin pencampur (hydrapulper). Dalam mesin ini, kertas karton
akan sobek dan plastik serta alumunium foilnya akan terpisah
dari serat kertasnya. Kertas kemudian diekstraksi dan disaring
untuk menghilangkan kontaminan dan dapat secara langsung
digunakan tanpa pencucian ulang (bleaching). Produk akhirnya
dapat berupa kertas fotocopy atau kertas untuk keperluan
kantor.
Residu yang masih ada kemudian dimasukkan ke dalam
drum pemutar yang dilengkapi saringan di bagian luarnya. Air
kemudian akan melewati saringan, dan akan menahan plastik
IV. DAUR ULANG KERTAS
6
serta alumunium foil. Plastik dan alumunium foil tersebut
kemudian ditampung dan air bekas proses tadi dapat dimurnikan
kembali untuk kemudian digunakan kembali.
4.4. Bagaimana Menyiapkan Karton Untuk Daur Ulang
1. Bersihkan karton dengan menggunakan air yang dapat
digunakan ulang.
2. Pipihkan karton kemasan tersebut.
3. Simpan karton yang sudah dipipihkan tersebut pada
kemasan karton terbuka. Setidaknya 6 kemasan pipih
dapat disimpan dalam 1 kemasan karton (Gambar 4.1.).
Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)
Gambar 4.1. Menyiapkan Karton Untuk Didaur Ulang
Disamping didaur ulang untuk berbagai macam kertas
lainnya, karton bekas kemasan dapat digunakan juga sebagai
sarana untuk :
• Pembibitan tanaman
• Pelindung tanaman
• Bahan kerajinan tangan
IV. DAUR ULANG KERTAS
7
• Kotak pensil
• Kotak penyimpan limbah masakan
Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)
Gambar 4.2. Pemanfaatan Karton Kemasan Selain Didaur Ulang
V. DAUR ULANG PLASTIK
1
Mendaur ulang plastik untuk botol kemasan berdasarkan
hasil penelitian di berbagai negara maju dapat menghemat eneri
untuk membuat botol yang sama sebesar 84% dibandingkan
dengan bahan baku asal (Grant T. et. Al. 1999).
Plastik merupakan bahan baku industri yang relatif baru.
Produk ini ditemukan oleh Alexander Parkes pada tahun 1860
yang dibentuk dengan menggunakan bahan baku proses adalah
fraksi minyak bumi, gas dan batu bara.
Plastik adalah merupakan polimer yakni molekul dengan
rantai panjang yang dibentuk dari molekul-molekul yang lebih
pendek yang dinamakan monomer. Polimer ini dibuat dalam
ruangan besar pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu,
dengan penambahan catalysts khusus. Pada tahapan ini polimer
berbentuk butiran resin atau tepung resin.
Ada sekitar 40 jenis plastik atau polimer yang digunakan
hingga saat ini. Masing-masing memiliki perbedaan kompoisi
kimia dan sifat-sifat yang berbeda pula yang sangat cocok untuk
berbagai aplikasi tertentu.
Produk plastik dibuat dalam 3 tahapan, yaitu :
1. Butiran resin atau tepung yang dipanaskan untuk
melunakkannya
2. Bahan yang telah dihaluskan tersebut dibentuk ke dalam
bentuk tertentu
3. Produk kemudian didinginkan hingga bentuk yang
diinginkan terwujud.
V. DAUR ULANG PLASTIK
2
Ada banyak cara untuk membentuk produk dari plastik,
antara lain “injection moulding” yaitu untuk obyek dengan
bentuk tertentu, seperti cangkir, mainan dan pipa; kemudian
“extrusion moulding“ yaitu untuk lembaran plastik, pipa dan
tabung plastik) serta “blow moulding” yaitu untuk membuat
botol dan drum). Teknik yang lain juga digunakan untuk
membuat serat plastik, baki biskuit, kotak margarine dan baki
busa (foam tray).
Untuk memudahkan proses daur ulang, produk plastik
tersebut diberi kode tertentu sesuai dengan jenis bahan
campurannya. Plastik yang dapat di daur ulang biasanya diberi
tanda 3 gambar panah membentuk segitiga. Kode-kode yang
umum digunakan dalam identifikasi jenis plastik yang dimaksud
adalah seperti pada Tabel 5.1.
Kebanyakan plastik dapat didaur ulang, namun karena
tingkat kesulitan dalam pengumpulan, sortasi, pembersihan dan
proses ulang, saat ini hanya plastik-plastik yang secara ekonomi
menguntungkan saja yang diproses, antara lain :
1. Code 1, plastik PET (contoh : botol minuman ringan)
2. Code 2, plastik HDPE (contoh : botol susu dan juice)
3. Code 3, vinyl (V) (contoh : botol juice)
Plastik yang dikumpulkan untuk didaur ulang pertama
harus dipisahkan menurut tipe polimernya. Kode plastik yang
ada akan membantu dalam proses sortasi plastik. Untuk
memproses ulang plastik perlu diperhatikan :
V. DAUR ULANG PLASTIK
3
Tabel 5.1. Beberapa Karakteristik Plastik
Kode Identifikasi Plastik
Nama plastik Deskripsi Beberapa penggunaan plastik asal
Beberapa penggunaan plastik daur ulang
polyethylene terephthalate PET
Bening, keras dapat dipakai sebagai serat.
Botol minuman ringan dan botol air mineral, Bahan pengisi kantong tidur (sleeping bag) atau bantal dan serat textile.
Botol minuman ringan, Botol detergent, plastik bening untuk kemasan, serat untuk, bahan jaket.
polyethylene HDPE Kerapatan tinggi
Plastik dengan warna atau bening
Kantong belanja, kantong freezer, botol susu dan cream, botol sampo dan pembersih
Kotak kompos, botol detergent, kerat, kotak sampah, pipa,
unplasticised polyvinyl chloride UPVC
Plastik keras dan kaku, warna bening.
Botol juice, kotak pupuk, pipa saluran.
Botol detergent, tiang, pipa saluran
plasticised polyvinyl chloride PPVC
Fleksibel, bening, elastis
Selang kebun, sol sepatu, kantong darah dan tabung.
Selang bagian dalam, lantai industri
Low Density Polyethylene LDPE
Halus, fleksibel.
Kotak icecream, kantong sampah, lembaran plastik hitam.
Film untuk industri bangunan, industri kemasan dan tanaman, kantong.
polypropylene PP
Keras tapi fleksibel.
Kotak Icecream, kantong kentang goreng, sedotan, kotak makanan.
Kotak kompos
polystyrene PS
Rigid, dan rapuh. Bening dan mengkilap seperti kaca
Kotak yoghurt, plastik meja, kristal imitasi “glassware”.
Gantungan pakaian, aksesori kantor, penggaris, kota video/CD.
EPS Bentuk busa, ringan, menyerap energi, isolasi termal
Cangkir minuman panas, wadah makanan siap saji, baki, kemasan.
Lainnya Termasuk plastik lainnya, acrylic and nylon.
Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)
V. DAUR ULANG PLASTIK
4
1. Kontaminan dipisahkan secara manual
2. Plastik kemudian dipotong-potong dan dibersihkan untuk
menghilangkan kotoran lainnya
3. Bahan kemudian dikeringkan dan dibentuk menjadi butiran
atau tepung hingga siap untuk dibuat menjadi produk
plastik yang baru.
VI. DAUR ULANG KACA
1
Hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai
berapa jumlah sampah rumah tangga dalam bentuk kaca atau
gelas yang ditimbulkan di seluruh bagian kota Bandung, namun
berdasarkan perkiraan, dari jumlah timbulan sampah yang ada
di kota Bandung, sekitar 1,7% dari total sampah keseluruhan
atau sekitar 5.752,035 hingga 8.040,439 ton pada tahun 2002.
Dari jumlah tersebut belum diketahui secara pasti pula berapa
persen yang didaur ulang menjadi berbagai macam produk
olahan lainnya. Padahal menurut beberapa studi yang dilakukan
di negara maju, pendaur ulangan gelas atau kaca dapat
menghemat energi hingga 74% dibandingkan untuk membuat
produk kaca atau gelas dari bahan baku asal (Grant T. et. al.,
1999)
Gelas merupakan salah satu bahan yang berguna untuk
berbagai keperluan rumah tangga, kemasan untuk makanan,
minuman atau kosmetika.
6.1. Pembuatan Kaca
Ada 3 bahan baku utama untuk pembuatan gelas atau
kaca, yaitu pasir (untuk membentuk silica), soda api (soda ash,
untuk mengurangi titik cair) dan batu gamping (limestone untuk
meningkatkan kekerasan).
Untuk membuat kemasan dari bahan gelas, campuran
bahan baku dimasukkan ke dalam tungku dan mencair pada
temperatur sekitar 1.500°C. Campuran gelas yang sudah
mencair kemudian dialirkan ke dalam cetakan. Udara kemudian
dihembuskan ke dalam bola kecil yang panas untuk membentuk
VI. DAUR ULANG KACA
2
botol, yang kemudian secara perlahan didinginkan hingga
terbentuk botol yang diinginkan.
6.2. Daur Ulang Kaca
Botol dan kemasan kaca lainnya dikumpulkan dan dipilih
secara manual hingga diperoleh gelas dengan warna yang
berbeda secara terpisah. Bahan kontaminan seperti logam,
plastik, keramik dan batu dibersihkan dari permukaan gelas
untuk kemudian gelas tersebut dihancurkan. Hancuran gelas
tersebut kemudian diolah lagi di pabrik untuk bahan baku
pembuatan produk gelas yang baru.
Pada proses daur ulang gelas ini hampir dapat dikatakan 100%
bahan gelas daur ulang dapat dimanfaatkan. Dengan demikian
daur ulang kaca atau gelas akan sangat banyak manfaatnya
dalam industri kemasan yang terbuat dari gelas, mengingat
secara ekonomi dan lingkungan memberikan nilai benefit yang
berarti banyak terutama dalam upaya penghematan energi dan
sumberdaya.
Saat ini telah ditemukan teknologi yang mampu
memproses gelas dengan bobot yang lebih ringan dari produk
sebelumnya, sehingga dengan cara ini juga dapat dihemat energi
dan bahan baku.
6.3. Jenis Gelas Yang Dapat Didaur Ulang
• Semua jenis gelas yang bening, berwarna hijau atau jenis
gelas lainnya seperti untuk botol minuman ringan, air
mineral, anggur atau bir
VI. DAUR ULANG KACA
3
• Semua tabung gelas
• Botol kemasan saus
Sedangkan untuk jenis gelas lainnya seperti : gelas dari
pecahan kaca jendela, gelas keramik, gelas yang diproses
dengan perlakukan pemanasan tertentu (Corning Ware, Pyrex
atau Vision Ware), bola lampu, botol-botol bekas laboratorium
dan obat-obatan tidak dapat langsung di daur ulang, mengingat
jenis gelas tersebut perlu mendapat perlakuan khusus sebelum
didaur ulang oleh karena masih mengandung kemungkinan
bahaya yang ditimbulkan pada proses daur ulangnya
(kontaminasi bahan kimia dan perlu cara penanganan bahan
yang spesifik dengan teknologi yang lebih rumit).
6.4. Menyiapkan Bahan Gelas Daur Ulang
1. Pisahkan tutup kemasan dari gelasnya
2. Bersihkan botol atau kemasan gelas tersebut. Untuk
menghemat air, cucilah botol atau kemasan gelas tersebut
dalam wadah dimana air tersebut masih dapat digunakan
ulang.
VII. DAUR ULANG LOGAM
1
7.1. Pemanfaatan Logam Baja
Pemanfaatan barang-barang dari bahan logam bekas untuk
didaur ulang menjadi produk-produk baru sudah banyak di
lakukan di beberapa kota besar. Keuntungan yang diperoleh dari
cara ini adalah penghematan biaya dari penyediaan bahan baku
logam yang terkadang masih harus diimpor dari luar negeri.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diketahui
bahwa penggunaan logam daur ulang untuk bahan baku industri
dapat menghemat energi hingga 87% dibandingkan
menggunakan bahan baku mentah seperti besi dan batu bara
atau arang (Grant T. et. al. 1999).
Disamping logam besi, baja juga digunakan untuk bahan
kemasan. Logam baja ini relatif merupakan bahan yang baru,
tidak seperti besi tuang lainnya. Lapisan tipis dari bahan baja
dapat digunakan sebagai kemasan bahan makanan yang sangat
kuat dan tahan karat.
7.1.1. Proses Pembuatan Baja
Langkah pertama dalam produksi baja adalah membuat
lelehan besi tuang yang telah dipanaskan melalui campuran
kokas, besi dan batu gamping (limestone) dalam suatu tungku
pembakaran. Besi tuang tersebut dikonversi menjadi baja
dengan menggunakan dasar proses baja oksigen (Basic Oxygen
Steel atau BOS).
Selama proses ini, besi dari dalam tungku dipanaskan
sekitar 1.7000 °C. Hingga 20% dari bagian baja dicampurkan
untuk mengontrol temperatur tungku. Pada tungku BOS, oksigen
VII. DAUR ULANG LOGAM
2
dihembuskan ke dalam tungku pencair, yang memisahkan
ketidak murnian dan sejumlah karbon dari besi.
Baja dapat pula dibuat dalam tungku las listrik dan diproses
dalam ruang pengolahan mini. Ruang pengolahan ini
menggunakan listrik untuk mencairkan baja, yang kemudian
dituangkan ke dalam papan marmer dan lebih jauh diproses
,emjadi produk baja lainnya.
BOS merupakan metode yang lebih diminati untuk membuat
lembaran baja yang cocok untuk proses fabrikasi pelat baja tipis
untuk kaleng kemasan. Tungku BOS akan mencairkan logam
menjadi bentuk baja cairan (liquid) yang akan dituangkan ke
dalam cetakan papan marmer dan roda giling yang panas (hot
strip rolled) menjadi baja lembaran. Lembaran baja kemudian
dibersihkan dan didinginkan kemudian diberi perlakuan pelapisan
tertentu melalui proses electrolysis. Produk akhir yang disebut
baja pelat tipis kemudian digunakan untuk membuat kemasan
kaleng tipis.
Bahan baja tipis ini dapat mencegah korosi di bagian
permukaannya. Hal ini sangat sesuai untuk digunakan sebagai
bahan kemasan makanan, aerosol, cat, juice dan produk lainnya.
7.1.2. Daur Ulang Logam Baja
Kemasan kaleng dari baja pada dasarnya dapat didaur
ulang menjadi produk sejenis setelah melalui tahapan
pengumpulan, pembersihan dan penghancuran dengan proses
pemilahan manual ataupun dengan menggunakan magnet.
VII. DAUR ULANG LOGAM
3
Bahan logam baja yang dapat didaur ulang antara lain
bekas kemasan makanan, kaleng kopi, olie, cat, aerosol, tutup
botol dan kemasan lainnya yang menggunakan bahan baja.
Tahapan proses daur ulangnya adalah sebagai berikut :
1. Buka penutup kemasan yang ada seluruhnya.
2. Bersihkan dengan air.
3. Letakan tutup dalam kemasannya (Gambar 7.1.)
4. Tekan kemasan di bagian salah satu sisinya hingga
kemasan tersebut pipih untuk menghemat ruang.
5. Kumpulkan kemasn kemasan dalam satu wadah tertentu
Sumber : website www.ecorecycle.vic.gov.au (2002)
Gambar 7.1. Proses Penyiapan Bahan Daur Ulang Logam Baja
7.2. Pemanfaatan Logam Alumunium
Pemanfaatan alumunium terutama dari bahan kemasan
untuk minuman ringan atau barang-barang keperluan rumah
tangga di beberapa kota besar di Indonesia dirasakan masih
sangat terbatas. Hal ini secara empirik dapat dilihat dari masih
banyaknya kaleng bekas minuman ringan dari bahan alumunium
VII. DAUR ULANG LOGAM
4
yang belum ditangani oleh berbagai pihak yang terkait dengan
penggunaan bahan baku tersebut. Kalaupun ada jumlahnya
masih sangat terbatas.
Sebagai ilustrasi, di Australia diperkirakan sekitar 2,7
milyar kaleng alumunium untuk minuman dikonsumsi oleh
masyarakat pada tahun 2000 yang lalu. Bahan tersebut dapat
didaur ulang hingga mendekati angka 70% dari bahan asalnya.
Dengan demikian hal ini dapat menghemat energi sebesar 5%
dari proses pembuatan produk olahan alumunium yang sama
bila menggunakan bahan baku mentah dari bauxite. Dari satu
ton kaleng alumunium yang didaur ulang dapat menghemat 5
ton bauxite (Comalco 1992).
Saat ini alumunium merupakan bahan logam yang juga
umum dipakai untuk berbagai kemasan. Hal ini dimungkinkan
karena bahan ini juga tidak mudah korosi sebagaimana halnya
logam baja. Sehingga pemanfaatannya aman untuk digunakan
sebagai kemasan bahan makanan atau minuman.
7.2.1. Proses Pembuatan Alumunium
Bauxite adalah merupakan bahan baku utama pada
pembuatan alumunium. Bauxite secara umum merupakan
campuran dari oksida alumunium, oksida besi dan liat. Tahap
pertama proses pembuatan alumunium adalah memisahkan
alumina (suatu tepung pasir putih yang mengandung oksida
alumunium) dari bauxite dengan melarutkannya dalam larutan
caustic. Residu yang diperoleh, yang tidak larut dalam caustic,
kemudian dipisahkan dan dikumpulkan. Residu ini kemudian
digunakan sebagai batu bata atau sebagai agregat untuk fondasi
VII. DAUR ULANG LOGAM
5
jalan atau konstruksi lainnya. Alumina hasil proses kemudian
dipisahkan dari larutan caustic. Larutan kemudian didinginkan
hingga terbentuk kristal untuk kemudian dicuci, dikeringkan dan
dikirim ke ruang pencetak.
Tahapan akhir dalam proses produksi alumunium adalah
mencetak alumunium dari alumina menjadi logam. Proses cetak
merupakan proses pemindahan oksigen dari alumina untuk
menghasilkan alumunium murni. Proses ini berlangsung dalam
tungku yang dikenal dengan nama sel reduksi. Alumina
dimasukkan ke dalam sel reduksi pada temperatur tinggi
bersama dengan sodium alumunium fluorida, yang dikenal
dengan nama cryolite. Arus listrik kemudian dilalukan ke dalam
campuran tersebut untuk memecah oksigen dari alumina dan
menghasilkan logam alumunium cair.
Alumunium cair murni kemudian dituangkan ke dalam
pencampur bersama dengan logam lainnya, misalnya silikon
untuk membentuk suatu logam campuran. Hasil proses ini dapat
dicetak berupa lembaran (foil) melalui suatu mesin penggiling
(roller) yang dilakukan pada temperatur pemanasan 500°C agar
mudah dipipihkan.
7.2.2. Daur Ulang Alumunium
Kemasan kaleng alumunium dapat dikumpulkan untuk
didaur ulang setelah sebelumnya disortir dan dipres menjadi
balok-balok alumunium. Kumpulan balok alumunium ini diproses
pada tungku berputar dengan temperatur pembakaran sekitar
780°C. Bahan yang mencair (meleleh) kemudian dicampur
dengan logam lain misalnya magnesium,sehingga memiliki
VII. DAUR ULANG LOGAM
6
tingkat konsistensi yang tinggi untuk dibuat kaleng kemasan
yang baru. Alumunium cair ini kemudian dituangkan ke dalam
alat cetak yang berhubungan dengan sebuah alat penggiling.
Disamping untuk kemasan minuman, alumunium daur ulang ini
dapat juga digunakan untuk bahan pembuatan produk dari
alumunium lainnya. Keuntungan dari proses daur ulang ini
adalah daur ulang dapat dilakukan berulang kali mengingat
alumunium tidak mengalami penyusutan kualitas (tidak
mengalami degradasi bahan). Disamping itu hasil penelitian
menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sebuah kaleng alumunium yang baru sama
besarnya dengan energi yang dibutuhkan untuk mendaur ulang
sebanyak 20 kaleng alumunium.
Untuk mengolah alumunium bekas menjadi bahan baku
alumunium daur ulang diperlukan beberapa tahapan perlakuan,
antara lain :
• Kumpulkan Alumunium bekas kemasan minuman ataupun
alumunium foil bekas pembungkus
• Pisahkan bahan alumunium dari bahan lain agar tidak
bercampur
• Bersihkan bahan yang akan didaur ulang
• Hancurkan kaleng alumunium tersebut lalu dikemas dalam
kemasan khusus untuk dibawa ke pabrik pemrosesan
• Untuk memudahkan proses pemurnian alumunium, jangan
campurkan bahan dengan benda asing, seperti batu atau
plastik.
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
1
8.1. Pengertian Kompos
Kompos adalah bahan organik (sisa makanan, sayuran,
buah-buahan) yang telah diproses secara biologi dan kimiawi
sehingga mengalami perubahan komposisi kimia bahan.
Proses dekomposisi terjadi karena adanya proses alami
melalui bantuan mikroba (bakteri dan jamur). Disamping itu
binatang kecil lainnya seperti cacing juga dapat membantu
proses pembentukan kompos tersebut. Pada proses
pembentukan kompos, sisa makanan atau limbah taman /
kebun dapat berubah warna menjadi warna coklat kehitaman
menyerupai warna tanah (humus) setelah proses tersebut
berlangsung beberapa minggu.
Proses pengkomposan memiliki beberapa manfaat bagi
lingkungan karena beberapa hal :
1. Menguraikan sisa makanan dan limbah kebun dapat
menghemat penggunaan lahan untuk pembuangan
sampah
2. Mengurangi bau busuk yang ditimbulkan sampah dari sisa
makanan atau limbah kebun tersebut
3. Proses berlangsung secara alami sehingga ramah
lingkungan
4. Kompos dapat digunakan sebagai pupuk organik
5. Kompos dapat meningkatkan kesuburan dan kondisi tanah
6. Biaya proses sangat murah bila dibandingkan dengan
proses pembuatan pupuk non organik (pupuk buatan)
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
2
8.2. Bagaimana Proses Kompos Berlangsung
Tidak ada yang misterius atau hal yang rumit dalam proses
pembuatan kompos. Fakta di lapngan menunjukkan bahwa,
proses kompos, atau dekomposisi, terjadi sepanjang waktu di
dalam alam sekitar. Bahan organik seperti sisa binatang atau
tumbuh-tumbuhan akan membusuk dan akan dikonsumsi oleh
decomposer (terutama bakteri dan jamur) serta dimakan oleh
binatang-binatang kecil lainnya.
Nutrien-nutrien, yang merupakan sebagian kecil dari
kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan, kemudian
dikembalikan lagi ke dalam tanah atau air dimana kesemuanya
itu dapat mendukung pertumbuhan tumbuhan baru. Dengan
demikian proses pembentukan kompos merupakan proses daur
ulang alami yang sangat efisien.
Dalam kondisi yang tepat, proses pembentukan kompos
akan mempercepat proses dekomposisi alami. Bakteri dan jamur
serta makanan jamur akan berlipat ganda dan akan dihasilkan
panas. Dalam sistem pembuatan kompos secara komersial,
temperatur yang dihasilkan proses bisa mencapai 70°C di bagian
tengah dari timbunan bahan kompos. Pada saat temperatur
masih tinggi, binatang-binatang kecil seperti cacing akan
menghindari timbunan bahan kompos tersebut, namun saat
temperatur menurun barulah bekerja untuk melengkapi seluruh
proses dekomposisi.
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
3
8.3. Pemilihan Sistem Proses Kompos
Pada saat memilih sistem proses kompos di sekitar
lingkungan pemukiman, ada beberapa hal penting yang harus
diperhatikan terutama berkaitan dengan jenis dekomposisi yang
dapat terjadi dalam tumbukan bahan kompos. Beberapa
alternatif dari proses pembuatan kompos yang perlu menjadi
pertimbangan antara lain :
a. Dekomposisi Anaerobik – tanpa udara
Dekomposisi anaerobik terjadi tanpa menggunakan
oksigen. Proses ini boleh dikatakan sangat lambat dan dapat
menimbulkan bau yang tidak dikehendaki, disamping itu yang
lebih penting lagi adalah dihasilkannya gas methane, yang
merupakan gas rumah kaca. Sedikit pemanasan juga akan
terjadi pada proses dekomposisi cara ini, namun untuk di
lingkungan pemukiman tidaklah begitu direkomendasikan.
b. Dekomposisi Aerobik – dengan udara
Pada proses dekomposisi aerobik, penguraian terjadi
karena adanya aksi dari mikroorganisme yang membutuhkan
oksigen. Proses ini relatif berlangsung cepat dan dapat
menyebabkan timbunan bahan kompos menjadi panas.
Tumpukan kompos harus dibolak balik secara teratur untuk
memberikan kondisi udara bagi mikroorganisme. Proses
dekomposisi aerobik ini akan memberikan bau seperti bau tanah.
Sistem apapun yang digunakan untuk lingkungan
pemukiman, yang terpenting disini adalah sebaiknya gunakan
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
4
proses aerobik, sehingga tidak dihasilkan gas methane dan bau
busuk.
8.4. Prinsip Dasar Pembuatan Kompos
Pada dasarnya pembuatan kompos tidaklah sulit, tahapan
pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Masukkan sampah organik atau hijauan ke dalam kotak
reaktor kompos
2. Tambahkan sejumlah bahan organik lainnya (daun atau
sisa tanaman)
3. Jaga agar timbunan bahan kompos tersebut lembab,
namun jangan pula terlalu basah
4. Letakan bak kompos pada lokasi dimana sistem
pembuangan air dalam tanahnya baik untuk meningkatkan
drainasenya
5. Putar balikkan kompos secara periodik 3 – 4 hari sekali
untuk memberikan sirkulasi udara ke dalam kompos. Bila
hal ini tidak memungkinkan, masukkan selang plastik atau
pipa plastik ke bagian tengan dari timbunan kompos. Pipa
atau selang tersebut akan membantu mensirkulasikan
udara ke dalam kompos.
Penggunaan sistem kompos yang tepat disertai dengan
penggunaan mikroba yang efektif (contoh EM4, biodegra,
Biofresh, dsb) akan mempercepat proses pembentukan kompos.
Dari hasil kajian di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
5
mikroba yang tepat dapat mempercepat proses dari satu bulan
menjadi hanya 2 – 3 minggu saja.
8.5. Penanganan Kompos Pada Bak Kompos
Ada banyak macam bak kompos yang dapat digunakan
dalam proses pembuatan kompos, diantaranya adalah :
• Bak plastik yang dilengkapi dengan lubang ventilasi
• Bak plastik tanpa ventilasi
• Drum logam dengan lubang disampingnya dan bagian
bawahnya tidak ditutup
• Unit drum yang dapat diputar (tumbler)
• Kotak dengan balok penyangga dari kayu, batu bata atau
kawat kasa
Terkadang pada proses pembuatan kompos tersebut, bak
kompos diberi penutup dari plastik lembaran untuk menghindari
bak kompos dari pengaruh cuaca dan panas terik matahari.
Hal lain yang kiranya perlu mendapat perhatian adalah
bahwa kompos ini dihasilkan dari bahan alami dan mengandung
berbagai macam organisme hidup di dalamnya. Pada kondisi
tertentu organisme-organisme tersebut bisa saja berkaitan erat
dengan timbulnya bibit penyakit atau alergi pada manusia. Untuk
itu agar baik bagi kesehatan, ada beberapa hal penting yang
perlu dilakukan pada saat menangani kompos atau tanah, antara
lain :
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
6
1. Cucilah tangan setelah memegang kompos atau bahan
tanah
2. Gunakan sarung tangan untuk melindungi kulit dari kontak
langsung dengan kompos atau tanah
3. Usahakan agar lahan untuk penanganan kompos atau
bahan tanah tersebut cukup luas.
4. Usahakan agar kelembaban kompos terjaga, untuk
mencegah tumbuhnya spora atau bakteri yang merugikan
di atas kompos yang muncul dari udara.
5. Berilah sedikit air untuk membuat kompos kering agak
sedikit lembab dan bebas debu. Hal ini juga untuk
menghindari agar jangan sampai kompos kering tersebut
terhisap melalui hidung.
6. Untuk menghindari kemungkinan alergi pada manusia
karena adanya spora jamur atau bakteri, gunakanlah
masker penutup pada saat bekerja dengan kompos kering.
8.6. Beberapa Metode Pembuatan Kompos
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam proses
pembuatan kompos, yaitu :
1. Metode Pelapisan (The layering method – Slow and Cool)
Caranya adalah :
• Campurkan seluruh bahan kompos. Kemudian tambahkan
pula sekitar 10 cm lapisan dengan sisa sayuran, buah-
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
7
buahan, potongan rumput atau daun-daunan dan potongan
kertas bekas.
• Tutupi setiap lapisan dengan tanah dan dan tepung ikan
atau tepung darah.
• Jaga agar kelembabannya sesuai namun jangan terlalu
basah. Kompos akan terbentuk dengan metode ini sekitar
3 hingga 6 bulan. Proses dekomposisi akan dipercepat bila
timbunan bahan kompos tadi dibolak balik secara periodik
setiap minggu.
2. Metode Terpadu (all in together method - fast and hot)
Caranya adalah :
• Tempatkan sisa makanan atau sampah kebun hingga
sekitar satu meter kubik bahan kompos
• Tambahkan pada bak kompos beberapa bagian pupuk
buatan.
• Aduk campuran bahan beberapa kali dalam satu minggu.
Tumpukan kompos akan menghasilkan panas dan proses
akan berlangsung sekitar 3 hingga 6 minggu.
3. Metode Kompos Dengan Cacing (worm method - moderately
fast and cool)
Caranya adalah :
• Lakukan cara yang sama seperti pada metode yang
pertama namun dertai dengan penambahan cacing (cacing
kompos). Mulailah dengan sekitar 2.000 cacing.
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
8
• Usahakan agar timbunan bahan kompos diberi air secara
periodik tapi jangan terlalu basah. Pengadukan dalam hal
ini tidak terlalu diperlukan. Dengan proses ini diperkirakan
kompos akan terbentuk sekitar 3 bulan.
• Untuk menjaga agar cacing tetap hidup, usahakan agar
temperatur tidak lebih dari 30°C.
4. Metode Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu Model
LPM Unpad (Silarsatu)
Model pengelolaan sampah terpadu yang dikembangkan oleh
Divisi Pengembangan Informasi dan Teknologi Tepat Guna
LPM UNPAD antara lain bertujuan untuk :
1. Membudayakan cara pembuangan sampah yang baik mulai
dari lingkungan rumah hingga ke Tempat Pembuangan
Sampah (TPS) dengan menggunakan kantong / box
sampah dan gerobak sampah terpisah antara sampah
organik dan non organik
2. Menata Tempat Pembuangan Sampah (TPS) menjadi pusat
pemanfaatan sampah organik dan non-organik secara
maksimal Sampah organik diolah menjadi kompos
3. Sampah non organik diolah menjadi bahan daur ulang
(kertas, kaca, plastik dsb.)
4. Model dasar tata letak Silarsatu adalah sebagai berikut :
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
9
Gambar 8.1. Model SILARSATU
Alur proses dari metode Silarsatu ini adalah sebagai
berikut :
1. Membuang dan memilah sampah organik dengan non organik
mulai dari rumah melalui sistem kantong dan box terpisah.
Perlengkapan pendukung yang digunakan antara lain :
a. Kantong Plastik / Kertas Daur Ulang
Kantong plastik atau kertas daur ulang sebaiknya
digunakan sebagai media penampung sampah mulai dari
lingkup rumah tangga hingga pada tempat pembuangan
sampah akhir. Untuk dapat membiasakan masyarakat
membuang sampah pada tempatnya dan memilahnya
sesuai dengan jenis sampahnya pada kantong yang ada
membutuhkan waktu dan sosialisasi yang cukup lama.
Oleh karena itu kegiatan penyebar luasan informasi
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
10
mengenai cara membuang sampah yang baik harus
dimulai dari sekarang.
Kantong plastik digunakan agar pada saat penampungan
sampah organik dan non organik dari tiap rumah dapat
ditangani dengan baik dan tidak cepat rusak karena
adanya cairan atau bahan lainnya. Sedangkan kertas daur
ulang dimaksudkan untuk menampung sampah organik
atau non organik yang kering, dimana bahan kertas
penampungnya dapat digunakan atau didaur ulang
kembali.
Beberapa contoh kantong plastik maupun kertas daur
ulang untuk menampung sampah tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Kertas Tampung Sampah 2. Tong Sampah Plastik
3. Tangki Sampah Portable
4. Box Sampah Dari Kayu 5. Box Sampah Plastik Tertutup
Gambar 8.2. Beberapa Contoh Media Penyimpan Sampah
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
11
b. Gerobak Penyortir Sampah
Idealnya proses penyortiran sampah sudah dapat
dilakukan di setiap halaman rumah tangga dimana sampah
telah dipilah pada kantong plastik atau kertas daur ulang
atau tong sampah kayu yang tersedia di tiap rumah. Hal ini
dimaksudkan agar sampah dapat segera diproses atau
dipilah baik untuk bahan kompos (dari sampah organik),
maupun untuk bahan daur ulang (sampah non organik;
kertas, plastik, kaca, kaleng, kayu, dll).
Gerobak penyortir sampah dalam hal ini dirancang dengan
memiliki kotak khusus untuk memisahkan antara sampah
organik dan sampah non organik. Sebagai contoh misalnya
sebagai berikut :
• Kotak A pada gerobak untuk sampah organik
• Kotak B pada gerobak untuk sampah non organik kertas
• Kotak C pada gerobak untuk sampah non organik plastik
• Kotak D pada gerobak untuk sampah non organik kaca
Untuk memilah sampah dapat dilakukan dengan
menyediakan kantong pengumpul dengan ciri berbeda
(Gambar 8.3.), yang disesuaikan dengan kotak yang ada
pada gerobak angkutnya, misalnya :
Kantong A untuk sampah organik
Kantong B untuk sampah non organik berupa kertas
Kantong C untuk sampah non organik berupa plastik
Kantong D untuk sampah non organik berupa kaca
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
12
Kantong Pemilah Box Sampah
Gerobak pemilah
Gambar 8.3. Proses Pemilahan Sampah untuk Model Silarsatu
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
13
2. Tahapan berikutnya adalah melakukan proses pengolahan
sampah menjadi kompos menurut tahapan proses berikut :
SAMPAH ORGANIK
↓
PENAMPUNGAN DI BAK PENAMPUNG
↓
PENGECILAN UKURAN SAMPAH ORGANIK
DENGAN MESIN PERAJANG SAMPAH (KOMPOS)
↓
PENCAMPURAN BAHAN ORGANIK DENGAN SUPLEMEN
(KOTORAN TERNAK), PEMBERIAN MIKROBA PENGURAI SAMPAH (BIOFRESH) DAN PENAMBAHAN AIR
↓
PROSES PEMBENTUKAN KOMPOS PADA REAKTOR
PENGURANGAN BAU SAMPAH SEKECIL MUNGKIN
PEMBALIKAN DAN AERASI REAKTOR KOMPOS
(TEMPAT TEDUH, PENYIRAMAN AGAR LEMBAB, TIMBUNAN BERSUHU HANGAT)
↓
SETELAH 14 – 18 HARI KOMPOS AKAN TERBENTUK
(WARNA COKLAT KEHITAMAN,
↓
PENGHALUSAN KOMPOS DAN PENYARINGAN
↓
PENGEMASAN DAN PENGEPAKAN
↓
PEMANFAATAN DAN PEMASARAN
Gambar 8.4. Tahapan Proses Pembuatan Kompos Silarsatu
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
14
Gambaran proses di atas adalah sebagaimana disajikan
pada gambar berikut :
1. Penampungan Sampah
2. Mesin Pengecil Ukuran
3. Penambahan Suplemen
4. Pemberian Air & Mikroba
5. Penyaringan Kompos
6. Mesin Penghalus Kompos
7. Pengemasan Kompos 8. Kompos Untuk Pupuk
Gambar 8.5. Penanganan Kompos Silarsatu
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
15
3. Untuk pengolahan sampah non organik dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
PEMILAHAN BAHAN (KERTAS, PLASTIK, KACA)
↓
PENGEPAKAN
↓
PEMANFAATAN DAN PEMASARAN
Gambar 8.6. Tahapan Proses Penanganan Sampah Non Organik
8.7. Persyaratan Bahan Baku Pembuatan Kompos
Bahan yang dapat ditambahkan ke dalam bahan campuran
kompos antara lain :
Sisa sayuran dan buah-buahan
Sisa daun dan ranting
Sisa teh
Sisa kopi
Debu dari Vacuum cleaner
Sisa bunga-bungaan
Sisa minyak sayur
Sisa telur
Kertas bekas / koran bekas
Abu kayu pembakaran
Sebaiknya beberapa bahan tidak dicampur ke dalam bak
kompos karena akan berdampak pada sanitasi lingkungan,
bahan-bahan tersebut antara lain :
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
16
Daging dan produk susu
Tanaman yang terserang hama dan penyakit
Logam, plastik dan gelas / kaca
Lemak binatang
Majalah
Cabang tanaman yang besar
Gulma berupa biji atau bagian tanaman yang tumbuh ubi
8.8. Pengembangan Mikroba Untuk Pembuatan Kompos
Mikroba untuk proses dekomposisi sampah organik
menjadi kompos merupakan bahan baku penting untuk
mempercepat proses pembuatan kompos. Disamping itu bahan
tersebut digunakan untuk mengurangi bau busuk yang
ditimbulkan oleh sampah organik. Hasil uji coba laboratorium
menunjukkan bahwa penggunaan mikroba dekomposer
(misalnya produk Biofresh ®) selain dapat mempercepat proses
dekomposisi sampah dari 30 hari menjadi 18 hari juga bau
busuk sampah dapat dieleminir.
Proses pembuatan mikroba dekomposer dilakukan melalui
beberapa tahapan dan dengan menggunakan prinsip
pengembangan mikroba secara mikroskopis. Mikroba yang
digunakan merupakan campuran dari berbagai strain bakteri
yang ramah lingkungan dan jamur yang dapat memfermentasi
sampah hingga kondisi tertentu yang diharapkan pada proses
pembentukan kompos tercapai. Tahapan pengembangan
mikroba dekomposer tersebut adalah seperti yang disajikan pada
Gambar 8.7 dan Gambar 8.8.
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
17
MIKROBA PENGURAI ISOLASI
KOLONI MIKROBA
TERTENTU
KEMASAN CAIR
KEMASAN PADAT / TEPUNG
KONSUMEN
KONSUMEN
PERLAKUAN SUHUASAMBASA
MEDIA CAIR
MEDIA PADAT
Gambar 8.7. Konsep Pengembangan Mikroba Pengurai
B1; B2 dan B3 = Berbagai Jenis Bakteri (aerob dan anaerob)
Gambar 8.8. Proses Pengembangan Mikroba Pengurai
VIII. PEMBUATAN KOMPOS
18
Ada beberapa manfaat yang akan diperoleh dengan
mengembangkan mikroba dekomposter di laboratorium terpadu
Silarsatu ini, yakni :
1. Mengurangi ketergantungan bahan mikroba pengurai sampai,
yang kebanyakan diperoleh dari luar negeri (produk import).
2. Proses pengembangan mikroba pengurai dapat terkontrol
sehingga faktor keamanan terhadap lingkungan terjaga.
3. Mikroba dekomposer ini dapat juga digunakan sebagai bahan
baku pembuatan pupuk cair oleh karena bahan dasarnya juga
dilengkapi dengan elemen mikroba yang dapat memberikan
nutrisi penting bagi tanah serta diberi tambahan enzim
tertentu yang juga bermanfaat bagi kesuburan tanah setelah
melalui proses dekomposisi oleh mikroba tersebut.
4. Pada proses produksi yang terpadu memungkinkan diproduksi
mikroba pengurai sampah dalam jumlah yang banyak (produk
masal), yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas
yang membutuhkan. Dengan demikian, hasil akhir akan
memberi manfaat ekonomi bagi unit pengelola sampah dan
dari aspek sosial akan turut membantu mengatasi sempitnya
lapangan kerja. Hal ini dimungkinkan karena pada proses ini
diperlukan cukup banyak tenaga kerja. Pada perhitungan
perencanaan teknis silarsatu dapat diperoleh gambaran
kebutuhan tenaga kerja untuk seluruh sistem yang akan
dikembangkan, yaitu sebanyak 136 orang tenaga kerja (88
orang pada unit bangunan pengolahan sampah organik dan
48 orang pada unit bangunan pengolahan sampah non
organik).
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
1
Kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah
organik selanjutnya perlu mendapat perlakuan lanjutan, yang
dapat diproses melalui beberapa tahapan hingga kompos siap
dipasarkan. Beberapa peralatan / mesin yang diperlukan untuk
memperoleh kompos yang baik antara lain :
1. Mesin Perajang Kompos
2. Alat / Mesin Penyaring Kompos
3. Alat Penimbang Kompos
4. Alat Pengemasan Kompos
5. Alat Penutup Kantong Kemasan Kompos (Plastic Welder)
6. Mesin Forklift Kompos
9.1. Mesin Perajang Kompos
Mesin ini diperlukan untuk menghancurkan kompos yang
masih basah dan belum berbentuk butiran (granular). Mesin ini
digunakan dengan tujuan :
• Mengecilkan ukuran kompos
• Memudahkan untuk menurunkan kadar air kompos
• Memudahkan dalam pemilahan kompos dari bahan-bahan
atau sisa sampah yang tidak berguna yang masih ada pada
campuran kompos
• Memudahkan dalam penyaringan dan pengemasan kompos
Ada berbagai macam bentuk disain mesin perajang
kompos, akan tetapi pada prinsipnya hampir sama yaitu
mempunyai mekanisme penghancuran bahan (kompos) dengan
menggunakan elemen pisau yang berputar. Beberapa contoh
mesin perajang kompos ini adalah sebagai berikut :
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
2
Tipe Wira Agro Utama – Bogor Tipe Cibangkong – Bandung
Tipe Fethil Industrial Machines - Turki Tipe Jung Ang Machine Inc.- Korea
Perajang Sampah & Kompos Tipe LPM Unpad
Gambar 9.1. Beberapa Tipe Mesin Perajang Kompos
Mesin perajang kompos dapat pula digunakan untuk
menghancurkan sampah organik yang akan diproses menjadi
kompos, namun untuk aplikasinya terlebih dahulu mengubah
atau mengganti jenis dan ukuran pisau perajangnya.
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
3
9.2. Mesin Penyaringan Kompos
Alat / mesin penyaring kompos digunakan untuk
menyaring kompos yang telah dihancurkan sehingga ukurannya
dapat dibedakan menjadi kompos halus, sedang dan kasar.
Ukuran butiran kompos yang disaring akan menentukan jenis
produk kompos dan kegunaan yang berbeda disamping akan
berpengaruh pula pada harga produknya.
Penyaringan ini juga dimaksudkan agar kompos yang
dihasilkan memiliki kualitas keseragaman butiran dan kebersihan
kompos yang baik dan terjamin. Berdasarkan pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa kompos yang tidak disaring
kemungkinan besar masih mengandung sisa-sisa bahan non
organik, sisa tanaman, biji-bijian dan bahan yang tidak terpakai
lainnya. Oleh karena kompos umumnya akan digunakan dalam
bidang pertanian, maka faktor kebersihan kompos menjadi
prioritas.
Beberapa contoh disain alat / mesin penyaring kompos
yang dapat digunakan untuk proses ini adalah sebagai berikut :
Tipe Manual Tipe Semi Mekanik Tipe Mekanik
Gambar 9.2. Alat & Mesin Penyaring Kompos
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
4
9.3. Alat Penimbang Kompos
Salah satu bagian penting dalam produksi dan pemasaran
kompos adalah adanya alat penimbang yang baik, standar dan
dapat dipertanggung jawabkan. Alat penimbang yang digunakan
dalam hal ini akan disesuaikan dengan ukuran kemasan kompos
yang akan dipasarkan. Ada beberapa alternatif ukuran kemasan
kompos yang akan dibuat sesuai dengan kebutuhan pengguna
kompos, yaitu :
• Ukuran kompos dalam kemasan per 1 kilogram
• Ukuran kompos dalam kemasan per 5 kilogram
• Ukuran kompos dalam kemasan per 10 kilogram
• Ukuran kompos dalam kemasan per 50 kilogram
• Ukuran kompos dalam kemasan per 100 kilogram
Dengan demikian alat penimbang yang dapat digunakan
dalam hal ini adalah timbangan dengan kisaran skala ukur
antara 0 – 500 kg. Dalam contoh gambar alat timbangan yang
dimaksud adalah tipe C8, KA-10-V, Spring Platform Scale atau
Sima Digital Scale. Sedangkan untuk jenis lainnya adalah untuk
ukuran di bawah 10 kg, yang digunakan terutama untuk uji
kualitas kompos di laboratorium.
Gambar 9.3. Beberapa Tipe Alat Timbang Produk Kompos
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
5
9.4. Alat Pengemasan Kompos
Alat pengemasan kompos dimaksudkan agar kompos
mudah dibawa dan dipasarkan sesuai dengan ukuran yang
dibuat. Kemasan yang digunakan dalam hal ini adalah :
1. Kantong plastik
2. Kardus
3. Karung plastik
Kantong plastik digunakan untuk kemasan ukuran berat
kompos antara 1 hingga 10 kg. Pengemasan dengan
menggunakan kardus digunakan apabila jumlah kompos dalam
kemasan plastik yang akan dipasarkan jumlahnya banyak,
sehingga perlu disusun dan dipak dalam kardus khusus.
Demikian juga dengan kemasan karung plastik (terutama untuk
ukuran berat kompos di atas 50 kg). Alat yang digunakan dapat
bermacam-macam, baik berupa alat pengemas yang manual,
maupun yang otomatik dengan menggunakan mesin.
Pengemasan manual dengan alat dilakukan dengan
menggunakan sekop kecil sedangkan untuk pengemas otomatik
dengan menggunakan conveyor belt weigher. Keuntungan alat
pengemasan otomatik ini adalah kapasitas pengemasan dan
penimbangan kemasannya yang sangat besar dan dapat
langsung dimuat ke dalam alat transportasi yang digunakan,
tanpa harus menggunakan forklift atau loader untuk
memindahkannya.
Contoh alat pengemasan kompos otomatik adalah
sebagaimana disajikan dalam gambar berikut.
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
6
Semi Manual Sistem Curah Sistem Timbangan Ban Berjalan
Gambar 9.4. Alat Pengemas Semi Manual Dan Mekanik
9.5. Alat Penutup Kantong Kemasan Plastik
Alat penutup kantong kemasan plastik ini dimaksudkan
agar dengan menggunakan alat ini kompos dapat dikemas dalam
berbagai ukuran dengan tampilan yang lebih menarik
sebagaimana contoh pada gambar berikut.
Gambar 9.5. Contoh Kompos Dalam kemasan
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
7
Hingga saat ini telah banyak dibuat berbagai macam alat
perekat kemasan plastik, beberapa diantaranya adalah seperti
pada contoh berikut.
Tipe Manual - Taiwan Tipe Mekanik Wira Agro Utama
Gambar 9.6. Alat Penutup Kemasan Plastik Kompos
9.6. Mesin Forklift Kompos
Mesin lainnya yang diperlukan dalam proses pengolahan
kompos adalah mesin pengangkut kompos dari reaktor atau bak
pembentuk kompos ke tempat penyaringan ataupun
mengangkut kompos yang telah dikemas ke gudang. Untuk
proses pengolahan kompos dalam skala besar (pabrik) mesin
yang sebaiknya digunakan adalah forklift ataupun tractor loader
(mesin bongkar muat dan pengeruk bahan kompos). Dengan
menggunakan mesin tersebut efektifitas kerja akan lebih baik
dan waktu proses akan lebih cepat. Namun walaupun demikian
dari sisi biaya investasi mesin tersebut membutuhkan biaya yang
tinggi. Untuk kondisi saat ini harga sebuah forklift atau loader
bisa mencapai di atas Rp. 200 juta.
Beberapa contoh mesin tersebut disajikan pada gambar
berikut.
IX. ALAT & MESIN KOMPOS
8
(a) Loader (b) Forklift
Sumber : Nissan Forklift (2002)
Gambar 9.7. Loader dan Forklift untuk Memindahkan Kompos
9.7. Alur Penanganan dan Pengolahan Kompos Dengan Menggunakan Alat dan Mesin
Penggunaan alat dan mesin pengolahan kompos
sebagaimana diuraikan di atas mengikuti alur proses ebagai
berikut :
MESIN PERAJANG KOMPOS
ALAT / MESIN PENYARING KOMPOS
ALAT PENIMBANG KOMPOS
ALAT PENGEMASAN KOMPOS
ALAT PENUTUP KANTONG KEMASAN
MESIN LOADER & FORKLIFT
Gambar 9.8. Alur Pengolahan Kompos Dengan Alat & Mesin
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
1
10.1. Kegiatan Dan Situasi Pada Blok Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
Pada rancangan bangunan Silarsatu terdapat dua blok
bangunan yang dibuat terpisah, masing-masing blok bangunan
untuk pengolahan sampah non organik dan blok bangunan untuk
pengolahan sampah organik. Baik blok bangunan untuk sampah
non-organik (BNO) maupun bangunan untuk sampah organik
terdiri dari 2 lantai, yang masing-masing terbagi-bagi ke dalam
beberapa zona proses kerja.
Zona kerja yang ada pada bangunan non organik antara
lain sebagai berikut :
Lantai I (Basement)
a. zona pembongkaran truk sampah non-organik
Pada zona ini truk sampah masuk melalui pintu masuk (1)
dari sebelah kiri bangunan Silarsatu (Gambar 10.1). Kemudian
sampah yang masih bercampur antara sampah organik dan non
organik diturunkan pada zona pembongkaran (Gambar 10.2).
Gambar 10.1. Gambar Blok Bangunan Silarsatu
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
2
Gambar 10.2. Gambar Tampak Atas Blok Bangunan Pengolahan Sampah Organik
b. Zona pemilahan sampah non organik
Sampah organik yang bercampur dengan sampah non
organik boleh jadi tidak dipilah di blok bangunan pengolahan
sampah non organik, bila hal ini dilakukan maka truk
pengangkut dapat melakukan bongkar muat sampah beserta
pemilahan sampahnya dilakukan di blok bangunan pengolahan
sampah organik. Proses pemilahan dalam hal ini menggunakan
beberapa peralatan dan mesin pendukung seperti : Cangkul,
garu garpu, sekop dan belt conveyor untuk memutarkan sampah
non organik yang telah dipilah (Gambar 10.2).
c. zona penimbangan dan pengemasan
Sampah non organik yang telah dipilah kemudian
ditimbang dan dikemas dengan peralatan timbang dan kemas
khusus untuk karung kemasan plastik atau karung goni.
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
3
d. zona penyimpanan sampah non-organik
Untuk memudahkan dalam pengangkutan, sampah non
organik yang sudah dipilah, ditimbang dan dikemas berdasarkan
jenisnya (plastik, kaca, kertas atau logam) kemudian disimpan
dalam gudang penyimpanan yang terdapat pada zona ini.
Lantai II
Pada bangunan non organik lantai II terdapat ruangan
untuk perkantoran dan administrasi, pos pemantauan dan
registrasi di ruang pemantau awal, serta gudang cadangan
untuk menyimpan sementara berbagai jenis bahan non organik.
10.1.1. Perlengkapan
Perlengkapan yang digunakan dalam proses kerja pada
bangunan Silarsatu, baik untuk proses daur-ulang bahan non-
organik maupun organik terdiri dari beberapa jenis alat dan
mesin. Peralatan dan mesin yang dibutuhkan disesuaikan dengan
proses kerja yang berlangsung pada tiap blok bangunan.
Beberapa peralatan dan mesin yang diperlukan untuk
proses pengolahan sampah non organik pada bangunan Silarsatu
adalah seperti yang tertera pada Tabel 10.1.
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
4
Tabel 10.1. Kebutuhan Peralatan, Mesin Pada Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
No Alat Mesin
I LANTAI I
A Ruang timbunan sampah non organik
1 Garu 2 Sekop 3 Cangkul 4 Pengumpan dan bongkar muat B Sortasi dengan conveyor belt 1 Conveyor belt Conveyor belt C Penimbangan & pengemasan 1 Timbangan 100 kg
2 Mesin kemas sampah non organik
3 Karung plastik kemasan 4 Gerobak dorong non organik D Gudang sementara 1 Exhaust blower fan
II LANTAI II A Gudang lantai atas 1 Troli 2 Conveyor belt 3 Pencatat data 4 Komputer & printer 5 Meja tulis 6 Kursi 7 Lemari data
10.1.2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja di blok bangunan pengolahan sampah
non organik sesuai dengan runtutan proses kerja yang
diilustrasikan dalam diagram alir pada Gambar 10.3.
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
5
TRUK SAMPAH MASUK &
REGISTRASI
BONGKAR SAMPAH NON
ORGANIK
PEMILAHAN SAMPAH ORGANIK
DAN NON ORGANIK
START
PEMILAHAN JENIS SAMPAH NON
ORGANIK
PENGANGKUTAN SAMPAH ORGANIK KE BLOK SAMPAH
ORGANIK
PENIMBANGAN SAMPAH NON
ORGANIK
PENGEMASAN DAN
PENGGUDANGAN
STOP
APAKAH SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK
SAMPAH NON ORGANIK
YA
SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK SAMPAH
ORGANIK
TRUK KELUAR
- - - - - Aliran proses selanjutnya di blok yang lain
Gambar 10.3. Diagram Alir Proses Kerja Pada Blok Bangunan
Sampah Non Organik
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
6
Tahapan proses kerja di blok bangunan pengolahan
sampah non organik tersebut secara grafis adalah sebagai
berikut.
Gambar 10.4. Tahapan Kegiatan Di Blok Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
Penanganan sampah non organik pada blok terpisah dari
blok sampah organik ini dapat dikembangkan lebih jauh dengan
menggunakan peralatan yang semi otomatik untuk mempercepat
dan memudahkan proses kerja keseluruhan. Contoh rancangan
alternatif untuk model semi otomatik ini adalah sebagaimana
yang disajikan pada Gambar 10.5.
Gambar 10.5. Alternatif Model Rancangan Blok Pengolahan Sampah Non Organik
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
7
10.2. Kegiatan Dan Situasi Pada Blok Bangunan Pengolahan Sampah Organik
Seperti halnya pada zona kerja pada blok bangunan
pengolahan sampah non organik, pada bangunan pengolahan
sampah organik terdapat beberapa zona kerja, antara lain :
Lantai I
a. zona pembongkaran sampah organik.
Zona ini merupakan tempat dimana sampah organik dan non
organik dipilah. Zona ini dilengkapi peralatan berupa gerobak
angkut dan alat pemilah (cangkul, garu, sekop). Bila sampah
non organik dibongkar pada zona ini bersamaan dengan
sampah organik, selanjutnya dilakukan pemilahan untuk
kemudian sampah non organik dibawa ke blok pengolahan
sampah non organik dengan gerobak.
b. Zona perajangan sampah
Pada zona ini sampah organik yang telah dipilah dirajang
dengan menggunakan mesin perajang dengan tujuan
mengecilkan ukuran agar proses dekomposisi menjadi lebih
cepat.
c. Zona reaktor sampah
Zona ini dimaksudkan untuk memproses sampah yang telah
dirajang menjadi kompos setelah disemprot dengan mikroba
dekomposer. Waktu proses dekomposisi berlangsung dalam
keadaan aerob dan anaerob yang memakan waktu sekitar 18
hari.
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
8
d. Zona penanganan kompos
Zona ini mencakup beberapa kegiatan seperti :
pembongkaran, perajangan / penyortiran, pengomposan,
penyacahan / pengeringan, penyaringan, uji kualitas kompos,
penimbangan, pengemasan, penjahitan, dan penggudangan.
Pada zona ini terdapat gudang sementara untuk menyimpan
kompos yang sudah dikemas sebelum dipasarkan.
Lantai II
Lantai II mencakup gudang kompos, zona perkantoran dan
administrasi, laboratorium pengembangan bakteri pengurai
(biofresh) dan laboratorium sertifikasi yang meliput kegiatan
registrasi kompos, penggudangan, dan pengiriman. Gambaran
umum blok bangunan pengolahan sampah organik tersebut
adalah seperti yang disajikan pada Gambar 10.6.
I. Gambar 10.6. Perlengkapan Alat Mesin Pada Bangunan
Pengolahan Sampah Organik
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
9
10.2.1. Perlengkapan
Perlengkapan yang diperlukan pada blok bangunan
pengolahan sampah organik untuk bahan kompos terdiri dari
beberapa rangkaian alat dan mesin. Pada zona pemilahan
sampah organik dengan non organik juga dilengkapi dengan
sebuah mini traktor atau loader yang berfungsi untuk
mengangkut (bongkar muat) sampah pada gerobak dari blok
yang satu ke blok yang lain. Perlengkapan yang diperlukan
antara lain disajikan pada tabel berikut.
Tabel 10.2. Alat Dan Mesin Yang Digunakan Pada Blok Bangunan Pengolahan Sampah Organik
No Alat Mesin
I LANTAI I
A Dalam ruang bongkar muat 1 Cangkul B Dalam ruang sortasi 1 Garu 2 Cangkul
3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3
4 Sekop 5 Mini loader / tracktor C Perajangan Perajangan 1 Mesin perajang sampah @400kg/jam D Pemasukan hasil rajangan 1 Cangkul 2 Garu E Reaktor sampah 1 Sprayer gendong 2 Penutup sampah (plastik) 3 Aerator kompos (exhaust fan) F Pencacahan kompos 1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 Sekop 3 Cangkul 4 Ventilator & dryer kompos
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
10
Lanjutan Tabel 10.2. No Alat Mesin
G Penyaringan kompos Penyaringan kompos 1 Mesin saring kompos @400kg/jam 2 Sekop H Penimbangan/pengemasan 1 Alat timbang 50 kg 2 Mesin kemas @ 25 kemasan/jam 3 Sekop
4 Peralatan uji mutu & peralatan laboratorium
II LANTAI II
I Gudang lantai atas 1 Troli 2 Conveyor belt 3 Pencatat data 4 Komputer & printer 5 Meja tulis 6 Kursi 7 Lemari data J Ruang administrasi kantor Ruang administrasi kantor 1 Meja & Kursi ruang tamu 2 Komputer & printer 3 Lemari arsip 4 Meja tulis staff 5 Kursi staff
6 Peralatan komunikasi (telpon/fax)
7 Meja tulis ruang pimpinan 8 Kursi ruang pimpinan
9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan
10.2.2. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja di blok bangunan pengolahan sampah
organik sesuai dengan runtutan proses kerja pada diagram alir
Gambar 10.7.
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
11
TRUK SAMPAH MASUK &
REGISTRASI
BONGKAR SAMPAH ORGANIK
PEMILAHAN SAMPAH ORGANIK
DAN NON ORGANIK
START
PERAJANGAN SAMPAH ORGANIK
PENGANGKUTAN SAMPAH NON
ORGANIK KE BLOK SAMPAH NON
ORGANIK
PENEMPATAN PADA REAKTOR KOMPOS &
PENYEMPROTAN MIKROBA
PERAJANGAN KOMPOS DAN SORTASI
STOP
APAKAH SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK SAMPAH ORGANIK
YA
SAMPAH DIBONGKAR DI BLOK SAMPAH
NON ORGANIK
PENGERINGAN DAN UJI MUTU KOMPOS
PENIMBANGAN DAN PENGEMASAN
PENYIMPANAN DI GUDANG
Gambar 10.7. Diagram Alir Proses Kerja Pada Blok Pengolahan Sampah Organik
X. MEKANISME KERJA SILARSATU
12
Tahapan proses tersebut secara grafik digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 10.8. Tahapan Kegiatan Di Blok Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
1
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
2
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
3
Kebutuhan Alat/Mesin Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Kompos
No Alat / Mesin Jumlah Satuan Harga
Satuan Biaya Alat /
Mesin
a Ruang Bongkar Muat
1 Cangkul 4 unit 50.000 200.000
b Sortasi
1 Garu 4 Unit 50.000 200.000
2 Cangkul 4 unit 50.000 200.000
3 Gerobak dorong pengangkut non organik @ 1m3 8 unit 1.250.000 10.000.000
4 Sekop 8 unit 50.000 400.000
5 Mini loader / tracktor 1 unit 50.000.000 50.000.000
c Perajangan
1 Mesin perajang sampah @ 400 kg/jam 3 unit
30.000.000
90.000.000
d Pemasukan hasil rajangan sampah
1 Cangkul 4 unit 50.000 200.000
2 Garu 4 unit 50.000 200.000
e Reaktor sampah
1 Sprayer gendong 3 unit 450.000 1.350.000
2 Penutup sampah (plastik) 40 m2 37.500 1.500.000
3 Aerator kompos (exhaust fan) 4 unit 3.250.000
4 Biofresh (mikroba) 30 lt/bln 30 liter 15.000 450.000
5 Air pencampur 300 liter 5 1.500
f Pencacahan kompos
1 Mesin cacah kompos @ 400 kg/jam 2 unit 25.000.000 50.000.000
2 Sekop 4 unit 50.000 200.000
3 Cangkul 2 unit 50.000 100.000
4 Ventilator & dryer kompos 1 set 68.500.000 68.500.000
g Penyaringan kompos
1 Mesin penyaring kompos 400 kg/jam 2 unit 15.000.000 30.000.000
2 Sekop 4 unit 50.000 200.000
h Penimbangan & pengemasan
1 Alat timbang 50 kg 4 unit 3.500.000 14.000.000
2 Mesin kemas 25 kemasan/jam/25 kg 4 unit 12.500.000 50.000.000
3 Sekop 4 unit 50.000 200.000
4 Kemasan plastik 25 kg 9000 lbr/bln 9000 unit 250 2.250.000
5 Pekerja angkut & pemindah kemasan -
6 Peralatan uji mutu / laboratorium 1 paket 156.650.000 156.650.000
i Ruang gudang lantai atas
1 Troli 4 unit 350.000 1.400.000
2 Conveyor belt 1 unit 35.000.000 35.000.000
3 Pencatat data -
4 Komputer & printer 1 unit 5.500.000 5.500.000
5 Meja tulis 2 unit 600.000 1.200.000
6 Kursi 2 unit 150.000 300.000
7 Lemari data 2 unit 750.000 1.500.000
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
4
Lanjutan
No Alat / Mesin Jumlah Satuan Harga
Satuan Biaya Alat /
Mesin
J Ruang administrasi kantor
1 Meja & Kursi ruang tamu 1 set 2.500.000 2.500.000
2 Komputer & printer 3 unit 5.500.000 16.500.000
3 Lemari arsip 3 unit 750.000 2.250.000
4 Meja tulis staff 3 unit 600.000 1.800.000
5 Kursi staff 3 unit 150.000 450.000
6 Peralatan komunikasi (telpon/fax) 1 unit 2.000.000 2.000.000
7 Meja tulis ruang pimpinan 1 unit 1.500.000 1.500.000
8 Kursi ruang pimpinan 1 unit 250.000 250.000
9 Meja & kursi tamu ruang pimpinan 1 unit 3.500.000 3.500.000
TOTAL BIAYA 602.451.500
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
5
Kebutuhan Tenaga Kerja Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Kompos
No Tenaga Kerja Berdasarkan Ruang Tenaga
Kerja Satuan Upah/bulan
Biaya Tenaga
Kerja
A Ruang Bongkar Muat 4 orang 100.000 400.000
B Sortasi
1 Operator Garu 4 orang 100.000 400.000
2 Operator Cangkul 4 orang 100.000 400.000
3 Operator Gerobak dorong pengangkut non organik 4 orang 100.000 400.000
4 Operator Sekop 8 orang 100.000 800.000
5 Operator Mini loader / tracktor 1 orang 100.000 100.000
c Perajangan
1 Operator Mesin perajang sampah 3 orang 100.000 300.000
d Pemasukan hasil rajangan sampah
1 Operator Cangkul 4 orang 100.000 400.000
2 Operator Garu 4 orang 100.000 400.000
e Reaktor sampah
1 Operator Sprayer gendong 3 orang 100.000 300.000
f Pencacahan kompos
1 Operator Mesin cacah kompos 2 orang 100.000 200.000
2 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000
3 Operator Cangkul 2 orang 100.000 200.000
4 Operator Ventilator & dryer kompos 1 orang 100.000 100.000
g Penyaringan kompos
1 Operator Mesin penyaring kompos 2 orang 100.000 200.000
2 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000
h Penimbangan & pengemasan
1 Operator Alat timbang 50 kg 4 orang 100.000 400.000
2 Operator Mesin kemas 4 orang 100.000 400.000
3 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000
4 Pekerja angkut & pemindah kemasan 4 orang 100.000 400.000
i Ruang gudang lantai atas
1 Operator Troli 4 orang 100.000 400.000
2 Operator Conveyor belt 2 orang 100.000 200.000
3 Operator Pencatat data 2 orang 100.000 200.000
4 Operator Komputer & printer 1 orang 300.000 300.000
5 Operator Meja tulis 2 orang 100.000 200.000
j Ruang administrasi kantor
1 Operator Komputer & printer 3 orang 300.000 900.000
2 Kursi staff 3 orang 600.000 1.800.000
3 Kursi ruang pimpinan 1 orang 1000.000 1.000.000
TOTAL BIAYA 12.000.000
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
6
Kebutuhan Alat/Mesin Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
No Alat / Mesin Jumlah Satuan Harga Satuan
Biaya Alat/Mesin
a. Ruang timbunan sampah non organik (8 x 22 m2)
1 Garu 1 unit 50.000 50.000
2 Sekop 1 unit 50.000 50.000
3 Cangkul 1 unit 50.000 50.000
4 Pengumpan dan bongkar muat -
b Sortasi dengan conveyor belt
1 Conveyor belt 1 set 35.000.000 35.000.000
c Penimbangan & pengemasan sampah non organik
1 Timbangan 100 kg 4 unit 4.500.000 18.000.000
2 Mesin kemas sampah non organik 4 unit 12.500.000 50.000.000
3 Karung plastik kemasan 4320 sak / bulan 4320 unit 500 2.160.000
4 Gerobak dorong sampah non organik 4 unit 1.250.000 5.000.000
d Gudang sementara sampah non organik
1 Exhaust blower fan 4 unit 3.250.000 13.000.000
TOTAL BIAYA 123.310.000
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
7
Kebutuhan Tenaga Kerja Menurut Blok di Bangunan Pengolahan Sampah Non Organik
No Alat / Mesin Tenaga Kerja Satuan Upah/bulan
Biaya Tenaga Kerja
a. Ruang timbunan sampah non organik
1 Operator Garu 4 orang 100.000 400.000
2 Operator Sekop 4 orang 100.000 400.000
3 Operator Cangkul 4 orang 100.000 400.000
4 Operator Pengumpan dan bongkar muat 8 orang 100.000 800.000
b Sortasi dengan conveyor belt
1 Operator Conveyor belt 8 orang 100.000 800.000
c Penimbangan & pengemasan sampah non organik
1 Operator Timbangan 100 kg 8 orang 100.000 800.000
2 Operator Mesin kemas sampah non organik 8 orang 100.000 800.000
3 Operator Gerobak dorong sampah non organik 4 orang 100.000 400.000
TOTAL BIAYA 4.800.000
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
8
Biaya Investasi, Biaya Operasional Dan Pendapatan Operasional Silarsatu RINCIAN BIAYA INVESTASI AWAL JUMLAH (Rp.)
Alat dan mesin pada bangunan untuk non organik 602.451.500
Alat dan mesin pada bangunan untuk organik 123.310.000
Instalasi air bersih 3.500.000
Instalasi listrik 3000 watt 3.000.000
Bangunan fisik (lantai 1 dan 2) 3.064.000.000
Total Biaya Investasi Awal 3.796.261.500
RINCIAN BIAYA OPERASIONAL PER TAHUN
Tenaga kerja 201.600.000
Pembayaran listrik 12.000.000
Pembayaran air 3.000.000
Plastik kemasan 52.920.000
Bibit mikroba & proses (25 liter/bulan @ 35000) 26.250.000
Biaya perawatan & perbaikan peralatan/mesin 37.962.615
Total Biaya Operasional per Tahun 333.732.615
PENDAPATAN DARI PENJUALAN PRODUK PER TAHUN
Mikroba (30.000 liter per tahun @ Rp.15.000/lt) 450.000.000
Kompos 116.800.000
Bahan non organik kaca (1,7%) 2.680.560
Bahan non organik plastik (1,5%) 31.536.000
Bahan non organik kertas (10,4%) 109.324.800
Bahan non organik logam (9,8) 90.140.400
Bahan non organik lain-lain (12,2%) 136.261.800
Total Pendapatan Per Tahun 936.743.560
Nilai akhir investasi setelah 15 tahun 379.626.150
Catatan : Dalam perhitungan pendapatan dan biaya tahunan untuk analisis kelayakan ekonomi dalam jangka waktu analisis 15 tahun, pendapatan dan biaya operasi diasumsikan meningkat 5% per tahun
PERHITUNGAN TEKNIS & BIAYA SILARSATU
9
Perkiraan Pendapatan Dari Penjualan Produk
URAIAN DATA PENDAPATAN HARGA SATUAN
JUMLAH PRODUK
NILAI (Rp.)
Sampah per hari 36 m3 Sampah per tahun 13140 m3
(@ 200 kg / m3) 2.628.000 kg Sampah organik per tahun 876.000 kg Kompos dari sampah organik per tahun 400 rupiah/kg 292.000 kg
116.800.000
Sampah non organik kaca (1,7%) per tahun 60 rupiah/kg 44.676 kg
2.680.560
Sampah non organik plastik (1,5%) per tahun 800 rupiah/kg 39.420 kg
31.536.000
Sampah non organik kertas (10,4%) per tahun 400 rupiah/kg 273.312 kg
109.324.800
Sampah non organik logam (9,8%) per tahun 350 rupiah/kg 257.544 kg
90.140.400
Sampah non organik lain-lain (12,2%) per tahun 425 rupiah/kg 320.616 kg
136.261.800