16
PEMANFAATAN IMMUNOSTIMULAN (Cromium yeast) UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT PADA IKAN MAS Oleh : Ciptoroso, E.Mudjiutami, Ayi S Abstrak Koi Herpes Virus (KHV) merupakan penyakit virus yang menyerang ikan mas dan koi sejak tahun 2002 hingga sekarang yang menyebakan produksi ikan mas di Indonesia mengalami kelesuan. Berbagai upaya pencegahan telah diteliti dan dikembangkan serta diterapkan di lapangan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan mas, mengingat obat tidak dapat digunakan secara efektif untuk pengendalian penyakit ini. Salah satu bahan immustimulan yang berpotensi untuk digunakan dalam pengendalian penyakit ini adalah Cromium yeast (Cr-yeast) yang diaplikasikan melalui pakan. Bahan ini biasanya digunakan sebagai pencampur pakan pada hewan ternak, yang diharapkan dapat berdampak positif juga bagi pertahanan tubuh ikan Pemanfaatan Cr-yeast yang dicampurkan dalam pakan telah dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT Sukabumi) pada tahun 2006 dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan ikan mas dalam rangka pengendalian Koi Herpes Virus (KHV) dan menekan mrtalitas akibat KHV. Kegiatan dilakukan di Cirata, Cianjur dengan wadah berupa Karamba Jaring Apung (KJA) dengan ukuran (3x3)m2 sebanyak 12 buah. Perlakuan yang digunakan adalah penggunaan Cr-yeast dalam pakan selama pemeliharaan (A), penggunaan Cr-yeast selang 2 minggu (B), penggunaan Cr-yeast selang 1 minggu (C) dan tanpa penggunaan Cr-yeast (D). Ikan yang digunakan adalah ikan mas dengan ukuran 10 gram per ekor dengan padat tebar 1000 ekor/KJA. Uji tantang dilakukan di laboratorium menggunakan filtrat virus KHV terhadap 30 ekor ikan mas setelah perlakuan, dan pengamatan dilakukan pula terhadap gambaran darah ikan mas. Hasil kegiatan menunjukkan Cr-yeast memberikan respon positif terhadap sintasan pemeliharaan maupun sintasan setelah uji tantang. Sintasan pemeliharaan ikan mas untuk masing-masing perlakuan A, B, C dan D secara berurutan adalah: 77.70%, 74.50%, 67.80% dan 54.30%. Sedangkan sintasan setelah uji tantang berturut- turut adalah: 67.66%, 63.33%, 50.00% dan 20.00%. . Kata Kunci : Ikan mas, KHV, Cromium yeast, Immunostimulan

Pengendalian Penyakit Ikan Mas

  • Upload
    ri-zal

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengendalian Penyakit Ikan Mas

Citation preview

  • PEMANFAATAN IMMUNOSTIMULAN (Cromium yeast) UNTUK

    PENGENDALIAN PENYAKIT PADA IKAN MAS

    Oleh : Ciptoroso, E.Mudjiutami, Ayi S

    Abstrak

    Koi Herpes Virus (KHV) merupakan penyakit virus yang menyerang ikan mas dan koi sejak tahun 2002 hingga sekarang yang menyebakan produksi ikan mas di Indonesia mengalami kelesuan. Berbagai upaya pencegahan telah diteliti dan dikembangkan serta diterapkan di lapangan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan mas, mengingat obat tidak dapat digunakan secara efektif untuk pengendalian penyakit ini. Salah satu bahan immustimulan yang berpotensi untuk digunakan dalam pengendalian penyakit ini adalah Cromium yeast (Cr-yeast) yang diaplikasikan melalui pakan. Bahan ini biasanya digunakan sebagai pencampur pakan pada hewan ternak, yang diharapkan dapat berdampak positif juga bagi pertahanan tubuh ikan

    Pemanfaatan Cr-yeast yang dicampurkan dalam pakan telah dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT Sukabumi) pada tahun 2006 dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan ikan mas dalam rangka pengendalian Koi Herpes Virus (KHV) dan menekan mrtalitas akibat KHV. Kegiatan dilakukan di Cirata, Cianjur dengan wadah berupa Karamba Jaring Apung (KJA) dengan ukuran (3x3)m2 sebanyak 12 buah. Perlakuan yang digunakan adalah penggunaan Cr-yeast dalam pakan selama pemeliharaan (A), penggunaan Cr-yeast selang 2 minggu (B), penggunaan Cr-yeast selang 1 minggu (C) dan tanpa penggunaan Cr-yeast (D). Ikan yang digunakan adalah ikan mas dengan ukuran 10 gram per ekor dengan padat tebar 1000 ekor/KJA. Uji tantang dilakukan di laboratorium menggunakan filtrat virus KHV terhadap 30 ekor ikan mas setelah perlakuan, dan pengamatan dilakukan pula terhadap gambaran darah ikan mas.

    Hasil kegiatan menunjukkan Cr-yeast memberikan respon positif terhadap sintasan pemeliharaan maupun sintasan setelah uji tantang. Sintasan pemeliharaan ikan mas untuk masing-masing perlakuan A, B, C dan D secara berurutan adalah: 77.70%, 74.50%, 67.80% dan 54.30%. Sedangkan sintasan setelah uji tantang berturut-turut adalah: 67.66%, 63.33%, 50.00% dan 20.00%. .

    Kata Kunci : Ikan mas, KHV, Cromium yeast, Immunostimulan

  • I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

    Koi Herpes Virus (KHV) merupakan penyakit virus yang menyerang ikan mas

    dan koi. Sejak terjadinya wabah ikan mas yang disebabkan oleh KHV pada tahun 2002

    produksi ikan mas di Indonesia mengalami kelesuan hingga sekarang. Infeksi KHV

    yang bermula terjadi di pulau Jawa telah menyebar ke Bali, Sumatera, dan Kalimantan

    Selatan. Bahkan pada tahun 2005 kasus KHV telah menyerang ikan mas pada kegiatan

    budidaya ikan di danau Toba, yang kemudian diikuti dengan adanya larangan untuk

    mengirimkan ikan mas ke pulau Sumatera yang merupakan kawasan karantina.

    Infeksi KHV ditandai terutama oleh adanya bercak putih atau kerusakan insang

    serta kematian masal pada ikan yang terserang. Selain itu biasanya diikuti oleh adanya

    infeksi sekunder berupa luka atau bercak putih di permukaan tubuh yang diinfeksi oleh

    bakteri seperti Aeromonas hydrophila ataupun Flexibacter columnaris. Hingga kini

    penyakit virus sulit untuk diberikan perlakuan pengobatan karena virus berada didalam

    sel. Untuk itu upaya pencegahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan menjadi

    salah satu alternatif pengendalian.

    Immunostimulan adalah suatu zat yang termasuk dalam adjuvant, mempunyai

    kemampuan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi (Ellis, 1988).

    Penggunaan immunostimulan pada budidaya ikan merupakan sesuatu yang baru bagi

    kesehatan ikan dan pencegahan terhadap penyakit (Anderson dalam Saptiani, 1996). Menurut Purbomartono dan Prastowo (1996), aktifitas pertahanan tubuh dapat

    dirangsang menggunakan immunostimulan. Berbagai jenis immunostimulan dapat

    digunakan, salah satunya adalah Chromium yeast, yang berfungsi juga untuk mengatasi

    stres. Bahan ini biasanya digunakan sebagai pencampur pakan pada hewan ternak,

    yang diharapkan dapat berdampak positif juga bagi pertahanan tubuh ikan.

    1.2. Tujuan

    Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan ikan mas dalam rangka

    pengendalian Koi Herpes Virus (KHV) dan menekan mortalitas akibat KHV.

    1.3. Target

    Memperoleh informasi teknologi peningkataan daya tahan tubuh ikan mas

    terhadap penyakit KHV dalam rangka pengendalian penyakit.

  • II. BAHAN DAN METODA

    2.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah bahan immunostimulan

    (Chromium yeast) serta bahan analisa mikrobiologi dan analisa virus KHV. Ikan uji

    yang digunakan berupa ikan mas bebas KHV yang berukuran 10 gram sebanyak 12.000

    ekor. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah peralatan perikanan seperti ember,

    lambit dan sebagainya, peralatan mikrobiologi dan peralatan untuk analisa virus KHV.

    2.2. Wadah Wadah yang digunakan pada kegiatan ini adalah karamba jaring apung (KJA)

    yang berukuran 3x3x3 m3 sebanyak 12 buah di Cirata, Cianjur.

    2.3. Metode A. Persiapan

    - Persiapan dilakukan pada wadah berupa KJA berukuran 3x3x3 m3 dan

    peralatan bahan lain yang diperlukan

    - Pembuatan pakan yang dicampur dengan Chromium yeast (Cr-yeast)

    B. Pelaksanaan Pemeliharaan Ikan

    - Penebaran ikan mas sebanyak 1000 ekor /KJA dilakukan pada 12 KJA

    yang digunakan.

    - Perlakuan yang digunakan adalah:

    Penggunaan Cr-yeast 4 g/kg pakan selama pemeliharaan (A),

    penggunaan Cr-yeast 4 g/kg pakan selang 2 minggu (B), penggunaan

    Cr-yeast 4 g/kg pakan selang 1 minggu (C) dan tanpa penggunaan Cr-

    yeast (D). Masing-masing perlakuan diaplikasi dengan 3 kali ulangan

    - Pemberian pakan dilakukan dengan dosis 3 %

    - Lama pemeliharaan : 3 bulan

    - Sampling ikan untuk pemeriksaan KHV dilakukan 1 bulan sekali.

    C Uji Tantang

    - Uji tantang terhadap virus KHV dilakukan setelah selesai pemeliharaan

    ikan dilakukan jika tidak infeksi alami virus KHV selama pemeliharaan

    - Pelaksanaan uji tantang tidak dilakukan pada semua ikan yang dipelihara

    tapi 10 ekor ikan per perlakuan

  • III. WAKTU DAN TEMPAT

    Kegiatan ini dilakukan pada bulan Januari Desember 2006 di KJA Cirata,

    Cianjur.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pemeriksaan Virus KHV 4.1.1 Pada Awal Pemeliharaan Ikan mas yang digunakan untuk kegiatan ini diperiksa terlebih dahulu

    menggunakan metode PCR untuk mengetahui infeksi KHV. Pengambilan sampel

    dilakukan secara acak sebanyak 30 ekor dari populasi ikan . Hasil pemeriksaan PCR

    menunjukkan bahwa ikan yang digunakan untuk kegiatan ini adalah positif KHV yang

    berarti ikan sudah terinfeksi KHV. Penggunaan benih bebas KHV sangat sulit

    didapatkan mengingat virus KHV sudah menyebar hampir ke seluruh wilayah

    Indonesia, sehingga benih yang digunakan adalah benih yang secara alami sudah

    terinfeksi KHV. Benih ikan mas yang digunakan rata-rata berukuran 10 g. Selanjutnya

    ikan mas dipelihara selama 3 bulan sesuai perlakuan .

    4.1.2 Selama Pemeliharaan

    Pemeriksaan virus KHV juga dilakukan setiap bulan sekali selama 3 bulan. Hasil

    pemeriksaan menunjukkan bahwa ikan pada semua perlakuan tetap terinfeksi KHV .

    4.2 Sintasan Sintasan ikan mas selama 3 bulan masa pemeliharaan ditunjukkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Sintasan ikan mas selama 3 bulan masa pemeliharaan (%) Sintasan (%) pada ulangan 1, 2 dan 3Perlakuan

    1 2 3 Rerata SDev

    A 75 80 78.1 77.7 2.52 B 77 72.5 74 74.5 2.29 C 69,5 69 65 67.8 2.47 D 63 48 52 54.3 7.77

  • Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan A (pemberian Cr-yeast secara kontinyu

    selama masa pemeliharaan ) menghasilkan sintasan tertinggi sebesar 77.7 2.52 %,

    diikuti perlakuan B (pemberian Cr-yeast 2 minggu sekali) 74.5 2.29%, perlakuan C

    (pemberian Cr-yeast 1 minggu sekali) 67.8 2.47%, perlakuan D (kontrol) 54.3

    7.77%.

    Berdasarkan tabel 1, pemberian Cr-yeast berpengaruh positif terhadap sintasan ikan mas.

    4.3 Pertumbuhan Data pertumbuhan panjang ikan mas masing-masing perlakuan disajikan pada

    tabel 2, sedangkan data pertumbuhan berat pada tabel 3.

    Tabel 2. Pertumbuhan panjang ikan mas selama pemeliharaan (cm) Panjang ikan (cm) Perlakuan

    Awal 1 bln 2 bln 3 bln Pertumbuhan

    (cm) A1 9.36 11.02 15.28 16.8 7.44 A2 9.72 11.38 12.02 17.4 7.68 A3 9.90 11.75 12.56 18.2 8.3

    Rataan SDev 9.66 0.27 11.380.37 13.291.75 17.47 0.70 7.81 0.44

    B1 10.45 11.70 12.63 17.37 6.92 B2 10.33 11.95 15.30 19 8.67 B3 9.79 11.25 12.57 17.22 7.43

    Rataan SDev 10.190.35 11.630.35 13.501.56 17.860.99 7.670.90

    C1 9.67 11.45 13.73 16.95 7.28 C2 9.44 11.53 15.00 17.2 7.76 C3 9.75 11.77 15.11 17.6 7.85

    Rataan SDev 9.620.16 11.580.17 14.610.77 17.250.33 7.63 0.31

    D1 9.58 11.57 14.43 17 7.42 D2 9.34 12.18 14.33 17.33 7.99 D3 9.50 11.90 14.10 16.90 7.4

    Rataan SDev 9.470.12 11.880.31 14.290.17 17.080.23 7.60 0.34

    Berdasarkan tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan panjang rata-rata tertinggi

    adalah perlakuan A , diikuti perlakuan B, C dan D . Namun demikian, relatif tidak

    berbeda.

  • Tabel 3. Pertumbuhan berat ikan mas selama pemeliharaan (g) Berat Ikan (g) Perlakuan

    Awal 1 bln 2 bln 3 bln Pertumbuhan

    (g) A1 11.72 29.23 70.77 92.8 81.08 A2 13.48 32.40 67.52 104 90.52 A3 12.65 31.45 71.55 100.2 87.55

    Rataan SDev 12.62 0.88

    31.03 1.63

    69.95 2.14 99.005.70 86.384. 4.83

    B1 17.92 39.93 59.23 101 83.08 B2 15.30 39.13 68.85 102.3 87.7 B3 14.98 38.24 58.67 100.5 85.52

    Rataan SDev 16.071.61 39.100.85 62.255.72 101.27 0.93 85.43 2.31 C1 13.62 32.80 53.100 97.2 83.58 C2 11.62 30.50 68.28 93.2 81.58 C3 12.33 32.2 55.44 95.56 83.23

    Rataan SDev 12.521.01 31.831.19 58.948.17 95.322.01 82.801.07 D1 12.73 31.00 56.50 95.03 82.3 D2 12.15 35.20 56.93 91.2 78.7 D3 11.65 30.65 54.45 90.53 78.88

    Rataan SDev 12.180.54 32.282.53 55.961.33 92.252.43 79.962.03

    . Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa pertumbuhan berat rata-rata tertinggi

    adalah perlakuan A , diikuti perlakuan B, C dan D.

    4.4. Hematokrit Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel darah dan plasma darah. Hasil pengamatan kadar hematokrit disajikan pada tabel 4 dan gambar 1.

    Tabel 4. Rataan kadar hematokrit selama kegiatan

    Perlakuan Seb infeksi Setelah infeksi

    H 0 H 30 H 60 H90 H +7 H +14

    H +21

    A 27.37 31 34.03 41.4 33 29.77 31.2 B 28.03 28.53 33.7 38.57 31.9 26.93 28.53 C 27.2 28.2 31.43 37.5 31 26 27.5 D 27 27.23 29.07 35.6 30 24 24.5

  • 05

    1015202530354045

    H 0 H 30 H 60 H90 H +7 H +14 H +21

    waktu (hari)

    Hem

    atok

    rit (% A

    B

    CD

    Gambar 1. Grafik Pengamatan kadar hematokrit

    Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa persentase hematokrit cenderung mengalami

    peningkatan baik pada perlakuan maupun kontrol sebelum infeksi. Kisaran persentase

    hematokrit sebelum infeksi pada perlakuan A 27.37-41.4%, B 28.03-38.57%, C 27.2-

    37.5%, D 27-39.63%. Sedangkan persentase hematokrit setelah infeksi secara umum

    mengalami penurunan baik pada perlakuan maupun kontrol. Persentase hematokrit

    setelah infeksi pada perlakuan A 29.77-333%, B 26.93-31.9%, C 26-31%, D 24-30%

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada kegiatan secara umum

    persentase hematokrit masih dalam kisaran hematokrit yang didapatkan oleh

    Wedemeyer dan Nelson (1977) pada ikan raibow trout yang berkiar 24-43%. Persentase

    hematokrit sebelum infeksi pada perlakuan relatif tidak berbeda dengan kontrol. Kadar

    hematokrit pada perlakuan baik perlakuan A, B maupun C tidak menunjukkan ikan

    dalam kondisi stres atau sakit. Hal ini menujukkan bahwa penggunaan Chromium yeast

    sebagai immunogenik tidak berdampak negatif pada kondisi ikan sehingga layak

    digunakan sebagai immunostimulan. Menurut Kwang (1996) sejauh ini pemberian

    immunostimulan tidak mempunyai efek samping. Nilai hematokrit ini berhubungan

    dengan jumlah sel darah merah (Bond, 1979), nilai selalu berubah-ubah tergantung

    kepada faktor nutrisi dan umur (Randall, 1970). Lebih lanjut dijelaskan oleh Ferguson

    (1988), nilai hematokrit variasinya tinggi karena sangat dipengaruhi oleh umur, jenis

    kelamin, waktu pemeriksaan, temperatur air, metode sampling, tipe dan lama anestesi.

    Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai hematokrit setelah infeksi mengalami

    penurunan pada semua perlakuan. Penurunan nilai hematokrit ini mengindikasikan

    bahwa ikan terkena infeksi. Sesuai pendapat Wedemeyer dan Yasutake (1977),

    menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk mengenai rendahnya

    kandungan protein, defisiensi vitamin atau ikan mendapatkan infeksi.

  • 4.5. Total Leukosit Hasil perhitungan total leukosit disajikan pada Tabel 5 dan gambar 2. Tabel 5. Hasil perhitungan rata-rata total leukosit (sel/mm3)

    Total Leukosit (sel/mm3)

    Perlak. Sebelum infeksi Setelah infeksi H0 H30 H60 H90 H +7 H +14 H +21

    A 21966.7 28383.33 36800 49800 19933.33 18000 27500

    B 20233.3 28283.33 38566.67 46066.67 19591.67 17300 22500

    C 21833.3 27283.3 36083.33 40433.33 19650 17000 20250

    D 22166.7 25816.67 22100 24683.33 15550 14550 15000

    0100002000030000400005000060000

    H0 H30 H60 H90 H +7 H+14

    H+21

    Waktu (hari)

    Tota

    l leu

    kos A

    BCD

    Gambar 2. Grafik Pengamatan Total Leukosit sebelum dan setelah infeksi

    Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa total leukosit sebelum infeksi pada

    perlakuan A berkisar 21966.7-49800 sel/mm3, B 20233.3- 46066.67 sel/mm3, C

    21833.3-40433.3 sel/mm3, D 22100-25816.67 sel/mm3. Kisaran total leukosit pada

    semua perlakuan A, B, C maupun D masih dalam kondisi normal. Rastogi (1977),

    menyatakan jumlah leukosit ikan sekitar 20.000-150.000 sel/mm3 darah, memiliki satu

    inti, dua inti atau lebih. Secara umum , semua perlakuan baik A, B,C maupun D

    menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit. Namun demikian, peningkatan

    tertinggi diperoleh oleh perlakuan A, diikuti B, C dan yang terendah adalah perlakuan D.

    Peningkatan jumlah leukosit pada perlakuan A, B dan C yang lebih tinggi

    daripada perlakuan D (kontrol) menunjukkan bahwa pemberian Cr-yeast memberikan

  • 05

    10

    15

    20

    25

    H0 H30 H60 H90 H +7 H +14 H +21

    Waktu (hari)

    Inde

    k pa

    gosi

    t

    ABCD

    efek positif terhadap peningkatan total leukosit.Gudkovs (1988), yang menyatakan

    bahwa karakteristik respon non spesifik , satu diantaranya ditandai adanya migrasi dari

    leukosit ke dalam jaringan. Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang

    berfungsi sebagai pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir

    patogen melalui pagositosis (Anderson, 1992).

    Gambar 2 menunjukkan bahwa total leukosit setelah infeksi pada semua

    perlakuan A,B, C dan D mengalami penurunan. Penurunan leukosit ini menunjukkan

    bahwa ikan mengalami infeksi, sehingga leukosit yang berfungsi sebagai pertahanan

    non spesifik digunakan untuk melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui

    pagositosis. Anderson (1992), menyatakan leukosit merupakan salah satu komponen

    darah yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan

    mengeliminir patogen melalui pagositosis

    4.6. Indek Pagositik Hasil pengamatan indeks pagositosis disajikan pada tabel 6 dan gambar 3

    Tabel 6. Rataan Indeks Fagositosis (%) selama perekayasaan

    INDEKS PAGOSITIK (%) PERLAKUAN SEBELUM INFEKSI SETELAH INFEKSI Awal 1 Bln 2 Bln 3 Bln H +7 H +14 H +21

    A 10,33 14,67 21 23,7 18 15 17 B 10 13,67 17 19 14 12 13 C 10,67 11,67 13,67 19 13 10 11 D 10,33 11 12,67 13,33 7 6 7

    Gambar 3.G rafik Rataan indek pagositik

  • Berdasarkan tabel 6 dan gambar 3, terlihat bahwa indeks fagositosis pada perlakuan A, B dan C sebelum infeksi lebih tinggi dibandingkan perlakuan D (kontrol).

    Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Cr-yeast mampu meningkatkan indeks

    pagositosis . Peningkatan indeks fagositosis ini sesuai hasil penelitian Gatta et al

    (2001), pemberian Cr-yeast pada ikan rainbow trout memberikan efek positif terhadap

    aktivitas pagositosis. Meningkatnya indeks pagositosis menunjukkan adanya

    peningkatan kekebalan tubuh , sebagaimana diungkapkan Brown (2000) , yang

    menyatakan peningkatan kekebalan tubuh dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel

    fagosit dari hemosit. Sel fagosit ini berfungsi untuk melakukan fagositosis terhadap

    benda asing yang masuk ke dalam tubuh inang. Fagositosis adalah ingesti bahan

    partikel terutama bakteri ke dalam sitoplasma sel darah. Pola peningkatan prosentase

    indeks pagositik ini merupakan fungsi dari peningkatan total leukosit maupun presentasi

    jenis leukosit masing-masing pada limfosit, monosit dan neutrofil (Amrullah, 2005).

    Menurut Fletcher (1982) dan Walczak (1985), ikan seperti juga pada mamalia , sel yang

    berfungsi untuk memfagositosis adalah neutrofil granulosit dan mononukear fagosit.

    Penghancuran kuman oleh fagositosis , terjadi dalam beberapa tingkat yaitu

    kemotaksis dimana sel sel fagositosis mendekati mikroorgaisme, kemudian menangkap,

    memakan (fagositosis), membunuh dan mencerna (Baratawijaya ,1991).

    Proses fagositosis menurut Spector (1993) terjadi apabila kontak antara partikel

    dengan permukaan sel fagositosis. Membran sel kemudian mengalami invaginasi

    dimana dua lengan sitoplasma menelan partikel sehingga terkurung dalam sitoplasma

    sel, terletak dalam vakuola yang dilapisi membran (fagosom). Lisosom yang ada di

    dekatnya melebur ke dalam fagosom dan mengeluarkan enzim-enzim membentuk

    fagolisosom atau lisosom sekunder sehingga bakteri atau partikel tersebut mati dan

    hancur dalam sel fagositosis tersebut.

    Tabel 6 juga menunjukkan bahawa indeks pagositosis setelah uji tantang

    mengalami penurunan baik pada perlakuan maupun kontrol. Penurunan aktivitas

    fagositik diduga karena adanya infeksi virus KHV yang menyebabkan beban kerja sel

    fagositik menjadi lebih besar, sehingga kemampuan memfagositosis bakteri secara

    invitro menjadi menurun. Selain itu, penurunan aktivitas pagositik juga diduga karena

    jumlah sel neutrofil yang aktif mungkin mengalami penurunan, yang menurut (Tizard,

    1988), kerja neutrofil cepat tetapi tidak tahan lama, sedangkan fagositik mononukear

    kerjanya lambat, dapat memfagositik berulang-ulang dan dapat mengolah antigen untuk

    proses tanggap kebal.

  • 4.7. Kematian harian setelah uji tantang Data kematian harian ikan mas setelah uji tantang disajikan pada tabel 7 dan gambar 3.

    Tabel 7. Kematian harian setelah uji tantang dengan virus KHV

    PERLAKUAN HARI KE- A (KONTINU) B (14 HARI) C (7 HARI) D (KONTROL) U 1 U 2 U 3 U 1 U 2 U 3 U 1 U 2 U 3 U 1 U 2 U 3

    1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 3 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 9 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

    10 0 1 0 0 1 0 1 1 1 0 3 2 11 0 0 1 0 0 1 1 1 2 0 3 0 12 1 0 1 1 1 1 1 1 2 0 0 0 13 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 14 1 1 1 1 1 0 2 0 0 0 0 0 15 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

    JUMLAH MATI 3 3 4 3 4 4 5 4 6 9 7 8 JUMLAH AWAL 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 MORTALITAS (%) 30 30 40 30 40 40 50 40 60 90 70 80 SINTASAN (%) 70 70 60 70 60 60 50 60 40 10 30 20

  • 0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

    Hari pengamatan

    Sint

    asan

    (%) A

    BCD

    Gambar 3. Grafik kematian harian setelah uji tantang

    Berdasarkan tabel 7 dan gambar 3 , terlihat pada perlakuan A kematian terjadi

    mulai pada hari ke-9 ,B dan C pada hari ke-10 dan D (kontrol) pada hari ke-5 . Hal ini

    menunjukkan bahwa pemberian chromim yeast mampu meningkatkan daya tahan

    tubuh yang ditandai dengan meningkatnya jumlah leukosit dan indek fagositik.

    3.7 Sintasan setelah Uji Tantang Data sintasan setelah uji tantang disajikan pada tabel 8.

    Tabel 8. Sintasan ikan mas setelah uji tantang (%)

    Perlakuan Nilai Sintasan pada ulangan (%) Rerata 1 2 3

    A 70 70 60 66,67 5,7773 c B 70 60 60 63,33 5.7773 bc C 50 60 40 50 10,000 b D 10 30 20 20 10,000 a

  • Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan A menghasilkan sintasan tertinggi sebesar 66,67 5,7773 % diikuti B 63,33 5.7773 %, C 50 10,000 % dan D

    20,0000 10,000%. Sintasan pada perlakuan A,B dan C berbeda nyata dengan

    perlakuan D (kontrol). Hal ini menunjukkan Cr yeast memberikan respon positif

    terhadap kelulushidupan ikan mas yang diinfeksi kHV. Kelulushidupan yang tinggi ini

    disebabkan adanya peningkatan daya tahan tubuh ikan mas yang ditandai

    meningkatnya jumlah total leukosit yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik

    dan adanya peningkatan indeks pagositosis. Anderson (1992), menyatakan leukosit

    merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non

    spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui pagositosis .

    Meningkatnya indeks pagositosis menunjukkan adanya peningkatan kekebalan tubuh ,

    sebagaimana diungkapkan Brown (2000) , yang menyatakan peningkatan kekebalan

    tubuh dapat diketahui dari peningkatan aktivitas sel fagosit dari hemosit.

    V. Analisa Ekonomi Perhitungan analisa ekonomi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah penggunaan suatu bahan dalam proses produksi masih terhitung ekonomis atau tidak.

    Hasi l perhitungan analisa ekonomi secara sederhana disajikan pada tabel 9.

    Tabel 9. Hasil perhitungan Analisa ekonomi secara sederhana penggunaan Cr yeast pada pemeliharaan ikan mas selama 3 bulan

    Perlakuan A Perlakuan B Perlakuan C Perlakuan D A. Ongkos produksi

    1. Benih 10 kg x Rp 17.000== 170.000

    2. Pakan = 100 kg x Rp 3700 = Rp 370.000

    3. Cryeast = 440 g x Rp 25 = Rp 11.000

    Total ongkos produksi = Rp 551.000

    B. Panen SR = 77.7% = 777 ekor Brt rerata per ekor = 100 g Berat total = 77.7 kg x Rp 8500 =Rp 660.450 Hasil kotor = Rp 660.450 C. Keuntungan kotor = Rp 660.450-551.000 = Rp 111.300

    A. Ongkos produksi 1.Benih 10 kg x Rp 17.000= = 170.000

    2.Pakan = 100 kg x Rp 3700 = Rp 370.000

    3. Cryeast = 220 g x Rp 25 = 5.500 Total ongkos produksi = Rp 545.500

    B. Panen SR = 74.5% = 745 ekor Brt rerata per ekor = 100 g Berat total = 74.5 kg x Rp 8500 =Rp 633.250 Hasil kotor = Rp 633.250 C. Keuntungan kotor = Rp 633.250-545.500 = Rp 88.000

    A. Ongkos produksi 1.Benih 10 kg x Rp 17.000= Rp 170.000

    2.Pakan = 100 kg x Rp 3700 = Rp 370.000

    3.Cryeast = 220 g x Rp 25= Rp 5.500 Total ongkos produksi = Rp 545.500

    B. Panen SR = 67.8%= 678 ekor Brt rerata per ekor =100 g Berat total = 67.8 kg x Rp Rp 8500 =Rp 576.300 Hasil kotor = Rp 576.300 C. Keuntungan kotor = Rp 576.300- Rp 545 500 = Rp 30. 800

    A. Ongkos produksi 1.Benih 10 kg x Rp 17.000 Rp 170.000

    2.Pakan = 100 kg x Rp 3700 = Rp 370.000

    3.Cryeast = o

    Total ongkos produksi = Rp 540.000

    B. Panen SR = 54.3%= 543 ekor Brt rerata per ekor = 100 g Berat total = 54.3 kg x Rp 8500 = Rp 461.550 Hasil kotor = Rp 461.550 C. Keuntungan kotor = Rp 461.550- 540.000= - Rp 78.450 (RUGI)

  • Keterangan :

    Perhitungan ini hanya menggambarkan selisih biaya penggunaan Cr yeast dengan tanpa penggunaan Cr yeast dalam

    pemeliharan ikan selama 3 bulan. Faktor2 lain ongkos tenaga kerja diabaikan .

    Harga ikan konsumsi per kg = Rp 8500

    Padat tebar awal = 1000 ekor

    Penggunaan Cr yeast sebanyak 4 g/kg pakan dan Hrg Cr yeast per g = Rp 25,-

    Penggunaan pakan selama 3 bulan rata-rata per perlakuan = 100 kg

    VI. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan : 1. Pemberian Cr yeast memberikan respon positif terhadap peningkatan daya

    tahan tubuh dan sintasan ikan mas.

    2. Pemberian cr yeast selama pemeliharaan menghasilkan sintasan tertinggi

    3. Penggunaan Cr yeast dalam pemeliharan ikan mas di KJA masih ekonomis.

    Saran: 1. Pada kegiatan pembesaran ikan mas disarankan untuk menggunakan Cr Yeast

    sebanyak 4 gr /kg pakan selama pemeliharaan

    2. Perlu diuji penggunaan cr yeast pada beberapa KJA milikpembudidaya

    DAFTAR PUSTAKA Amrullah 2004. Penggunaan Immunostimulan Spirulina platensis Untuk

    Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Koi (Cyprinus carpio) Terhadap Virus Herpes. Tesis S2. Program Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor. 101 hal

    Anderson DP. 1974. Fish Imunlogi. TFH Publication Ltd Hongkong. 239 ps ...................... , 1992. Immunostimulants, Ajduvants and Vaccine Carrier in Fish: Application to Aquaculture. Ann. Rev. Fish Dis 2: 281-307 Anderson, DP dan A.K Siwicki 1995. Injection or Immersion Delivery of Selected

    Immunostimulant to Trout Demonstrate Enhancment of Non Spesific Defence Mechanism and Protective Immunity In Discasc in Asian Aquaculture II. Shariff, MJ, R Arthur, R.P Subasinghe (Eds). Fish Health Section Asian Sociaty p : 413-426);

    Rukyani A, Sunarto, A. Taukhid. 1995. Pengaruh Pemberian Immunostimulant dan

    Penambahan Vitamin C pada Ransum Pakan Terhadap Peningkatan Daya Tahan Tubuh Ikan Lele Dumbo, Clarias gariepinus. Makalah. BPPAT.

  • Saptiani,G. 1996. Gambaran Sistem Kekebalan Non Spesifik pada Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) akibat Pemberian Immunostimulan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. 60 hal

    Purbomartono dan Prastowo (1996), Baratawidjaya KG. 1991. Imunologi Dasar. Fakultas Kedoktern Hewan Universitas Indonesia, Jakarta. 217 ha,. Bond, 1979. Biology of Fishes. W.R Saunders, Philadelphia, London Toronto Brown KMT .2000. Applied Fish Pharmacology. Kluwer Academic Publisher. Netherland.309 ps Ellis, A.E. 1988. General Principle of Fish Vaccination. Academic Press. London. Ferguson, H.W. 1988. Normal Structure and FUcntions. Fish Disease Refresher Course for Veterinarians Proc. 106: 35-47 Fletcher TC, 1982. Non Spesific Defence Mechanism of Fish. Developmental Comparative Immunology 2 : 123-127 Gudkovs , N. 1988. Fish Immunology. Fish Disease Refresher Course for Veterinarians. Proc. 106: 531-544 Harris E. 1982. Short Notes on The Application of Running Water Systems in Carp Culture in West Java Submitted to The Workshop on Aquaculture Financing. Jakarta. 6 hal Kwang L.C 1996. Immune Enhancer in The Control of Diseae in Aquaculture. Encap Technology Pte Ltd, Singapore 99-128 Lagler KF, Bardach JE, Miller RR, Pasino DRM. 1977. Ichthtology. John Willey and Sons Inc. New York . 295 ps Ornamental Aquatic Trade Association (OATA). 2001. Koi Herpes Virus (KHV). United Kingdom. 33 ps Randall D.J. 1970. The Circulatory System. In Fish Physiology ed: W.S Hoar, D.J Randall. Vol 4 London Academic Press p: 133-172

    Rastogi , S.C 1977. Essential of Animal Physiology. Willley Easterm Limited, New Delhi, Bangalore, Bombay, Calcuta p : 204-223

    Spector, WG. 1993. An Introduction to General Pathology. Third Edition. Churcill Livingstone, London. 391 ps Sunarto A, Taukhid, Rukyani A, Koesharyani I, Supriyadi H, Huminto H, Agungpriyono DR, Pasaribu FH, Widodo, Herdikiawan D, Rukmono D, Nilawidodari .2002. Field Investigation on Serious Disease Outbreak Among

  • Koi and Common Carp (Cyprinus carpio) in Indonesia. Paper Presented in 5 th Syamposium on Disease in Asaian Aquaculture, 24- 28 Nov 2002, Gold Cost, Australia. 11 ps Sniesszko S.F , J.E. Camper, F.J Howard and L.L Pettijohn.1960. Micohematokrit as a Tool in Fishery Reasearch and Management in Closed System. Sec. Ed. A. Willey Int Pub. John Willey and Sons, New York, 170 p Tizard I. 1988. An Introduction to Veterinary Immunology. Second Ed. WB. Saunders Company. Philadelphia.363 ps

    Walczak BZ.1985. Immune Capability of Fish. A Literatur Review. Canadian Technical Report of Fisheries and Aquatic Science 1334: 1-33 Wedemeyer G.A. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture System. Chapman & Hall. ITF Publishing. 229 ps. Wedemeyer G.A dan Yasutake WT 1977. Clinical Methods for the Assesment of the Effect Environmental Stress on Fish Health. Technical Papers of the U.S. Fish and Wildlife Service. Us. Departement of the Interior 89: 1-18

    .