Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK
DENGAN METODE ANALISIS ABC DAN EOQ DI INSTALASI
FARMASI RS PKU MUHAMMMADIYAH KARTASURA
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh :
JEF RIZKI DEDDI
J410161018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN
METODE ANALISIS ABC DAN EOQ DI INSTALASI FARMASI RS PKU
MUHAMMMADIYAH KARTASURA
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh :
JEF RIZKI DEDDI
J410161018
Telah diperiksa dan disetujui oleh :
Pembimbing I
Arief Kurniawan N.P, AMd, SKM, MPH
Pembimbing II
Kusuma Estu Werdani, SKM, M.Kes
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN
METODE ANALISIS ABC DAN EOQ DI INSTALASI FARMASI RS PKU
MUHAMMMADIYAH KARTASURA
Disusun oleh :
JEF RIZKI DEDDI
J410161018
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta pada Tanggal 27 April 2019
Dan dinyatakan telah memenuh isyarat
Dewan Penguji :
1. Arief Kurniawan N.P, AMd, SKM., MPH (……………)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Kusuma Estu Werdani, SKM., M.Kes (……………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Sri Darnoto, SKM., M.PH (……………)
(Anggota II Dewan Penguji)
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dr. Mutalazimah, SKM., M.Kes
NIK.786/06-1711-7301
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana disuatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 04 Mei 2019
Penulis
JEF RIZKI DEDDI
J410161018
1
PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT ANTIBIOTIK DENGAN
METODE ANALISIS ABC DAN EOQ DI INSTALASI FARMASI RS PKU
MUHAMMADIYAH KARTASURA
Abstrak
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Kartasura saat ini belum menggunakan
pengendalian persediaan seperti metode analisis ABC dan EOQ di instalasi
farmasinya, sehingga terjadinya stock out obat yang akan mempengaruhi
pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat di gudang. Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif deskriptif dengan rancangan penelitian studi kasus. Populasi penelitian
ini adalah semua obat antibiotik IFRS PKU Muhammadiyah sebanyak 70 item
dan sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi yaitu 70 item.
Pengendalian persediaan obat antibiotik di instalasi farmasi RS PKU
Muhammadiyah Kartasura dilakukan melalui stock opname, buku defekta dan
laporan. Tetapi belum menggunakan metode pengendalian khusus, baik untuk
prioritas jenis persediaan dan jumlah pemesanan obat. Dengan metode analisis
ABC, terdapat 8 jenis obat yang termasuk kelompok A yang perlu diprioritaskan
dalam pengendalian persediaan, 11 jenis obat yang termasuk kelompok B
ketersediaan ini cukup penting setelah kelompok A dan kelompok C terdapat 51
jenis obat perlu diperhatikan obat yang tidak berjalan untuk dikurangi variasi
obatnya untuk dapat mengurai anggaran belanja RS. Berdasarkan metode EOQ
jumlah pemesanan optimum untuk 8 jenis obat bervariasi mulai dari 3-196 item
dan frekuensi pemesanan mulai dari 18-36 kali pemesanan. Perlu dibentuk KFT
(Komite Farmasi Terapi) agar dapat meyusun formularium sebagai dasar
penyusunan kebutuhan obat di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
Kartasura.
Kata kunci : Instalasi Farmasi, Obat Antibiotik, Pengendalian Persediaan,
Metode Analisis ABC, Metode EOQ
Abstract
PKU Muhammadiyah Kartasura Hospital currently does not use inventory control
such as the ABC analysis method and EOQ in its pharmaceutical installation, so
that there is a stock out of drugs that will affect health services and the availability
of drugs in the warehouse. This type of research is quantitative descriptive with a
case study research design. The population of this study were all 70 items of PKR
Muhammadiyah IFRS antibiotic drugs and the samples in this study were all
populations of 70 items. Control supply of antibiotic drugs in pharmaceutical
section at PKU Muhammadiyah Kartasura Hospital is carried out through stock
taking, standard books and reports. But they have not used special control
methods, both for priority inventory types and the number of drug orders. With
the ABC analysis method, there are 8 types of drugs including group A which
need to be prioritized in inventory control, 11 types of drugs including group B
are quite important after group A and group C there are 51 types of drugs that
2
need to be considered as drugs that are not commonly used to reduce the variation
of them to be able to parse the hospital budget. Based on the EOQ method the
optimum number of orders for 8 types of drugs varies from 3-196 items and the
order frequency starts from 18-36 times the order. It is necessary to establish a
KFT (Therapy Pharmacy Committee) in order to arrange formulary as a basis for
preparing drug needs at the PKU Muhammadiyah Kartasura Hospital Pharmacy
Installation.
Keywords: Pharmacy Installation, Antibiotic Drugs, Inventory Control, ABC
Analysis Method, EOQ Method
1. PENDAHULUAN
Rumah sakit memiliki titik-titik utama (revenue center) yang perlu diperhatikan
untuk menjamin berlangsungnya kegiatan pelayanan rumah sakit yang maksimal
dan berkesinambungan. Ada lima revenue center dalam rumah sakit yaitu instalasi
rawat jalan, instalasi gawat darurat, instalasi laboratorium patologi dan patologi
klinik, instalasi radiologi dan instalasi farmasi. Instalasi farmasi merupakan
revenue center utama karena lebih dari 90% pelayanan kesehatan di RS
menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh pemasukan RS berasal
dari pengelolaan perbekalan farmasi. Instalasi farmasi memiliki kontribusi yang
besar untuk pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan barang farmasi
memerlukan pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab (Sucianti dan
Adisasmito, 2006).
Obat merupakan hal penting di RS, karena hampir semua pasien yang
dirawat di RS menggunakan obat untuk proses penyembuhan, apabila terjadi
kekosongan obat di RS dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan pasien
dan berdampak pada kepuasaan pasien terhadap pelayanan kesehatan, salah satu
jenis obat yang dibutuhkan adalah obat antibiotik. Antibiotik merupakan jenis
obat yang digunakan untuk mengobati dan dalam sebagian kasus bisa mencegah
infeksi oleh bakteri (Kemenkes RI, 2011). Obat ini sering diresepkan oleh dokter
di rumah sakit untuk pelayanan penyakit ringan, sedang, dan berat yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan gejala infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Antibiotik banyak digunakan atau diresepkan dalam pelayanan kesehatan,
baik di rumah sakit, puskesmas, klinik, maupun praktik dokter (Priyanto, 2009).
3
Hasil penelitian Maimun (2008), menunjukan bahwa total kebutuhan
anggaran antibiotik tahun 2006 dibandingkan dengan kebutuhan total belanja
instalasi farmasi rumah sakit sebesar 31,22%. Hal ini menunjukkan bahwa obat
antibiotik mempunyai arti yang penting bagi rumah sakit, baik ketersediannya
maupun nilai ekonomisnya. Akibat jumlah pemakaian yang tinggi maka proses
pengendalian perencanaan dan pengadaannya perlu diperhatikan secara efektif
untuk menghindari adanya kekurangan atau kelebihan stok. Oleh karena itu,
diperlukannya suatu manajemen persediaan untuk dapat meminimalisir suatu
perbelanjaan di instalasi farmasi di rumah sakit.
Manajemen persediaan merupakan jantung dari sistem persediaan obat dan
persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dan penyediaan,
serta waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku tersebut untuk menjaga
keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses,
maka diperlukan persediaan. Empat faktor fungsi persediaan adalah faktor waktu,
ketidakpastian waktu datang, ketidakpastian penggunaan, dan ekonomis. Dalam
pengendalian persediaan terdapat tiga kemungkinan yang dapat terjadi yakni
stockout, stagnant, dan obat yang dibutuhkan sesuai dengan yang ada di
persediaan. Stockout adalah manajemen persediaan dimana terdapat sisa obat
akhir kurang dari jumlah pemakaian rata-rata tiap bulan selama satu bulan disebut
stockout. Stockout adalah sisa stok obat yang tidak tersedia saat terjadi. Obat
dikatakan stagnant jika sisa obat pada akhir bulan lebih dari tiga kali rata-rata
pemakaian obat per bulan (Mellen dan Pudjirahardjo, 2013). Dalam penelitian
Suryantini et al. (2016), penggunaan analisis ABC terhadap nilai persediaan obat
antibiotik sangat berpengaruh dalam anggaran belanja RS. Hal ini disebabkan
oleh anggaran pembelian obat yang meningkat akibat penetapan harga obat yang
tidak sesuai.
Analisis ABC disebut juga sebagai Analisis Pareto atau Hukum Pareto
80/20 merupakan satu metode yang digunakan dalam manajemen logistik untuk
membagi kelompok barang menjadi tiga yaitu A, B dan C. Kelompok A
merupakan barang dengan jumlah item sekitar 20% tapi mempunyai nilai
investasi sekitar 80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang
4
dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15% dari
nilai investasi total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah
item sekitar 50% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi
total. Dengan pengelompokan A, B dan C akan lebih mudah dalam cara
pengelolaannya, perencanaannya, dan pengendalian fisik dalam pemasokan dan
pengurangan besar stok pengamanan dapat menjadi lebih baik (Maimun, 2008).
Salah satu metode yang dapat mengendalikan nilai persediaan obat di IFRS dan
meminimalisir anggaran pembelian obat yaitu metode EOQ (Economic Order
Quantity).
Menurut Sukamdiyo (2004), persediaan harus ideal, karena itu cara
pembelian barang tersebut juga harus benar (benar yang dimaksud adalah berarti
paling ekonomis). Adapun secara sederhana hal tersebut dapat diketahui dengan
berdasarkan rumus jumlah pemesanan ekonomis atau EOQ (Economic Order
Quantity). Dengan memakai metode EOQ (Economic Order Quantity), maka
perusahaan akan mampu memperkecil akan terjadinya out of stock, sehingga hal
tersebut tak akan mengganggu proses produksi pada suatu perusahaan serta bisa
menghemat biaya persediaan, oleh karena adanya efisiensi persediaan bahan baku
pada perusahaan tersebut dan juga dengan adanya penerapan metode EOQ
(Economic Order Quantity), maka perusahaan akan bisa mengurangi biaya-biaya
yang diantaranya adalah seperti : biaya penyimpanan, biaya penghematan ruang
(ruangan gudang dan ruangan kerja), mampu menyelesaikan masalah-masalah
penumpukan persediaan, sehingga resiko yang dapat timbul bisa berkurang yang
dikarenakan persediaan pada gudang (Heizer dan Render, 2011).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan kepala Instalasi Farmasi RS
PKU Muhammadiyah Kartasura, diketahui bahwa rumah sakit tersebut belum
melakukan/menggunakan metode analisis ABC dan EOQ yang sesuai dengan
teori ABC pareto dan belum menggunakan sistem komputerisasi sehingga petugas
mengalami masalah dalam melakukan pengendalian persedian dan perencanaan
pengadaan obat yang masih berisfat manual. Upaya untuk mengantisipasi
kekosongan obat pada gudang instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah
Kartasura dilakukan oleh kepala instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah
5
Kartasura dengan memberlakukan kebijakan untuk melakukan pengecekan stok-
stok obat di gudang setiap harinya kepada petugas gudang dan memberlakukan
buffer stock untuk menghindari kekosongan tersebut. Sejak bulan Februari 2017,
ada beberapa item obat antibiotik mengalami kekosongan. Hal ini menyebabkan
pasien harus mendapatkan obat antibiotik di luar RS dengan resep dokter yang
diberikan kepada pasien tersebut. Jika hal ini terjadi terus menerus akan
mempengaruhi mutu pelayanan kepada pasien.
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Kartasura dalam waktu dekat akan
melakukan persiapan dan rasionalisasi untuk menyambut program BPJS
kesehatan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi defisit dan stock out pada RS PKU
Muhammadiyah Kartasura. Hal ini dikarenakan lebih dari 90% pelayanan
kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi dan 50% dari seluruh
pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi (Suciati dan
Adisasmito, 2006). Perbedaan jumlah pasien sebelum dan setelah bekerjasama
dengan BPJS akan mempengaruhi pemesan obat pada instalasi farmasi RS PKU
Muhammadiyah Kartasura. Jika hal ini terjadi akan mempengaruhi mutu
pelayanan kepada pasien sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72
tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian. Rumah sakit harus menyusun
manajemen penggunaan obat agar efektif. Peninjauan ulang akan membantu RS
memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan
penggunaan obat yang berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai proses proses pengendalian
persedian obat antibiotik dengan metode analisis ABC dan EOQ di instalasi
farmasi RS PKU Muhammadiyah Kartasura.
2. METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan penelitian
studi kasus. Penelitian ini untuk melihat atau menggambarkan pelaksanaan
pengendalian persedian obat antibiotik melalui analisis ABC dan metode EOQ
(Econimic Order Quantity) di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
Kartasura. Penelitian ini dilakukan di instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah
Kartasura pada bulan Januari-Februari 2019.
6
Populasi dalam penelitian ini adalah semua data obat antibiotik yang ada
pada Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Kartasura pada bulan Januari-
Desember 2017 sebanyak 70 item obat antibiotik. Sampel dalam penelitian ini
adalah semua populasi obat antibiotik pada instalasi farmasi RS PKU
Muhammadiyah Kartasura atau disebut dengan total sampling pada bulan Januari-
Desember 2017 sebanyak 70 item obat antibiotik. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif terhadap data sekunder
yang berupa jumlah item obat antibiotik, biaya dan estimasi obat antibiotik di
instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah Kartasura periode tahun 2017.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengendalian Persediaan di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
Kartasura
Berdasarkan hasil pedoman wawancara peneliti melakukan wawancara kepada
tiga informan yaitu sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Informan di RS PKU Muhammadiyah Kartasura
No Inisial
Informan Jabatan
Jenis
Kelamin Unit Kerja
1 Informan A Kepala Instalasi Farmasi Perempuan Instalasi Farmasi
2 Informan B Petugas Gudang
Farmasi Perempuan Instalasi Farmasi
3 Informan C Staff Bagian Keuangan Perempuan Bagian
Keuangan
Hasil wawancara dengan informan didapatkan informasi tentang
pengendalian obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
Kartasura sebagai berikut:
“Stock opname itu untuk melihat berapa jumlah yang masih ada
dan biasanya kami melakukan sekali enam bulan jadi dua kali dalam
setahun, untuk mengecek jumlah jumlah barang, kualitas, kuantitas dan
terhindar dari kerusakan dan basi obat di gudang. kita hitung jumlah
stok yang ada semua masing-masing obat sisanya berapa, yang di apotik
juga di hitung. Kalau ada yang mendekati kadaluarsa kita lakukan dulu,
7
makanya kita sistemnya ini FIFO dan FEFO yang baru datang disimpan
di belakang, yang kita beli pertama harus lebih dulu kita jual dahulu
agar tidak rugi” (Informan B).
Stock Opname di IFRS PKU muhammadiyah dilakukan 6 bulan sekali
adapun pengecekkan tiap hari oleh petugas gudang farmasi, hanya untuk
melakukan pengecekan persediaan saja. Stock Opname untuk mengecek jumlah
barang (fisik) pendataan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan menjamin
kualitas, kuantitas, terhindar dari kerusakan dan kadaluarsa. Obat yang mendekati
kadaluarsa akan ditempatkan di rak bagian depan untuk dapat digunakan lebih
dahulu dari obat yang baru datang dan obat yang akan kadaluarsa akan
dikembalikan ke perusahaan yang mendistributor obat tersebut kepada IFRS PKU
Muhammadiyah dengan batas tiga bulan kadaluarsa obat.
Buku defekta merupakan pendokumentasian/pencatatan mengenai
permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek. Selain itu buku
ini juga digunakan sebagai dasar pemesanan obat. Setiap petugas apotek yang
meminta obat ke gudang farmasi terlebih dahulu mengisi buku defekta. Setelah itu
bagian gudang mengambilkan stok yang dibutuhkan dan mencatat jumlah
pengiriman dan sisa stok gudang di buku tersebut. Melalui wawancara dengan
informan, diperoleh informasi sebagai berikut:
“Kita menggunakan data manual yaitu buku defekta yang belum
didukung dengan system komputerisasi kalo buku defekta itu buku
pencatatan permintaan barang dari apotik ke gudang farmasi, Buku
defekta itu permintaan apotik ke gudang, yang diminta berapa yang
dikirim berapa, sisa berapa dicatat disitu”(Informan B).
Laporan yang dilaporkan oleh kepala instalasi farmasi kepada kepala bidang
penunjang medis yaitu pembelian obat kepada distributor, jenis persedian obat,
pemakaian obat dan jatuh tempo pembayaran perbekalan farmasi ke distributor.
Sedangkan yang dilaporkan kepada kepala bagian keuangan oleh kepala
instalasi farmasi dan kepala bidang penunjang medis mengenai pembelian obat
8
kepada distributor, jatuh tempo pembayaran dan penggunaan obat oleh pasien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan sebagai berikut:
“kita melaporkan kepada penunjang medis yaitu pembelian obat ke
distributor, jenis persedian obat, pemakaian obat dan jatuh tempo
pembayaran perbekalan farmasi ke pihak distributor. Sedangkan yang kita
dan kepala penunjang medis laporkan ke kepala bagian keuangan adalah
pembelian obat kepada distributor, jatuh tempo pembayaran dan
penggunaan obat oleh pasien yang kami laporkan ke atas itu saja”
(Informan A).
Pengendalian yang dilakukan adalah melalui pencatatan seperti stock
opname untuk dapat melihat stok yang tersedia di gudang dua kali dalam setahun,
buku defekta pencatatan permintaan, pengiriman dan sisa stok di gudang farmasi.
Dari hasil wawancara dengan kepala instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah
kartasura sebagai berikut:
“Kita tidak menggunakan metode dalam pengendalian persedian
obat, jadi IFRS PKU Muhammadiyah hanya melakukan perkiraan saja
dalam pemesanan obat seperti obat yang kategori fast moving dipesan
lebih banyak dari obat yang lain sedangkan obat kategori slow moving
dipesan hanya sedikit saja, paling tidak untuk satu atau dua pasien saja
itu sudah termasuk baik sekali” (Informan A).
Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian di IFRS PKU Muhammadiyah
Kartasura dengan metode sebagai berikut:
Perbekalan obat di RS PKU Muhammadiyah Kartasura yang kurang lebih
250 item obat terdapat 70 item obat antibiotik, obat-obatan tersebut dibedakan
menurut kemasannya yaitu: tablet, botol, vial, dan kapsul. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara peneliti dengan informan di instalasi farmasi RS PKU
Muhammadiyah Kartasura sebagai berikut:
“obat yang tersedia di gudang kita kurang lebih 250 item obat
yang terdiri dari 70 item obat antibiotik yang adek observasi kemaren
dan menurut kemasannya yaitu tablet, botol, vial, dan kapsul. Kita
9
menentukan obat sesuai dengan SOP kita yaitu dari data kebutuhan 3
bulan, data prediksi penyakit di sini, jumlah persedian obat di gudang
saja seharusnya kita menggunakan perhitungan semacam pareto itu
perhitungan fast moving, moderate, dan slow moving dan obat
esensial tapi ini belum pernah kita lakukan. Tapi kita bisa menilai
obat fast moving, moderate, dan slow moving dari buku defekta, obat
yang banyak diminta apotik ke gudang bisa kita bilang fast moving
walaupun kita tidak melakukan perhitungan tersebut” (Informan A).
Berikut adalah jumlah pemakaian dan nilai investasi obat antibiotik
berdasarkan kemasan obat tahun 2017:
Tabel 2. Jumlah pemakaian dan Nilai Investasi Berdasarkan Kemasan Obat
Antibiotik di Instalasi Farmasi Tahun 2017
No Satuan/
Kemasan
Jumlah Jenis
Obat Pemakaian
Nilai Investasi
(Rp)
1 Tablet 25 11.508 48.771.876
2 Botol 19 1.378 41.425.761
3 Kapsul 13 20.516 42.635.483
4 Vial 13 1.145 121.200.106
Jumlah 70 34.547 254.033.226
Penggunaan obat antibiotik yang paling banyak adalah kemasan kapsul,
yaitu 13 jenis obat dengan jumlah pemakaian sebanyak 20.516 kapsul. Sedangkan
obat antibiotik yang memiliki nilai investasi tertinggi adalah kemasan vial sebesar
Rp.121.200.106,00.
Standar Operasional Prosedur (SOP) unit IFRS PKU Muhammadiyah,
penentuan kebutuhan didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan, data prediksi
penyakit, jumlah persediaan barang di gudang, dan perhitungan pareto (fast
moving, moderate, dan slow moving) dan obat essensial.
Namun dalam fast moving, moderate, dan slow moving belum pernah
dilakukan perhitungan berdasarkan data rill obat baik dari jumlah pemakaian dan
10
nilai investasi obat. Selama persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja, obat
yang sering diminta apotik disebut fast moving dam obat yang jarang digunakan di
apotik adalah slow moving.
Oleh karena itu, peneliti melakukan studi analisis ABC untuk menentukan
pengelompokan obat, peneliti mengumpulkan data mengenai obat antibiotik,
harga obat antibiotik, dan jumlah pemakaian obat antibiotik selama peride
Januari-Desember 2017.
Berikut adalah hasil analisis ABC obat antibiotik berdasarkan jumlah
pemakaian tahun 2017:
Tabel 3. Analisis ABC Berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat Antibiotik
Tahun 2017
No Kelompok
Obat
Jumlah
Jenis
Obat
Persentase
Jumlah
Jenis
Obat (%)
Jumlah
Pemakaian
Persentase
Jumlah
Pemakaian
(%)
1 Kelompok A 2 2,86 20.824 60,28
2 Kelompok B 7 10,00 10.018 29,00
3 Kelompok C 61 87,14 3.705 10,72
Total 70 100,00 34.547 100,00
Tabel 3 menunjukan kelompok obat antibiotik berdasarkan jumlah
pemakaian. Obat antibiotik yang termasuk kelompok A adalah sebanyak 2 jenis
obat atau 2,86% dari seluruh persediaan obat antibiotik dengan jumlah pemakaian
sebanyak 20.824 item atau 60,28% dari total pemakaian obat antibiotik di IFRS
PKU Muhammadiyah tahun 2017. Obat yang termasuk kedalam kelompok A ini
merupakan obat pemakaian tinggi (fast moving). Obat antibiotik yang termasuk
kelompok B adalah sebanyak 7 jenis obat atau 10% dari seluruh persediaan obat
antibiotik dengan jumlah pemakaian sebanyak 10.018 item atau 29,00 dari total
pemakaian obat antibiotik di IFRS PKU Muhammadiyah tahun 2017. Obat yang
termasuk kedalam kelompok B ini merupakan obat pemakaian sedang (moderate).
11
Sedangkan Obat antibiotik yang termasuk kelompok C adalah sebanyak 61
jenis obat atau 87,14% dari seluruh persediaan obat antibiotik dengan jumlah
pemakaian sebanyak 3.705 item atau 10,72% dari total pemakaian obat antibiotik
di IFRS PKU Muhammadiyah tahun 2017. Obat yang termasuk kedalam
kelompok A ini merupakan obat pemakaian rendah (slow moving).
Berikut adalah hasil analisis ABC obat antibiotik berdasar nilai investasi
tahun 2017:
Tabel 4. Analisis ABC Berdasarkan Nilai Jumlah Investasi Obat Antibiotik
Tahun 2017
no Kelompok
Obat
Jumlah
Jenis
Obat
Persentase
Jumlah
Jenis (%)
Nilai Investasi
Persentase
Nilai
Investasi
(%)
1 Kelompok A 8 11,43 170.463.183 67,10
2 Kelompok B 11 15,71 57.735.668 22,73
3 Kelompok C 51 72,86 25.834.375 10,17
Total 70 100 254.033.226 100
Tabel 4 menunjukan kelompok obat antibiotik berdasarkan nilai jumlah
investasi. Obat antibiotik yang tergolong kelompok A adalah 8 jenis obat atau
11,34% dari seluruh obat antibiotik dengan nilai jumlah investasi sebesar Rp.
170.463.183,00 atau 67,10% dari total investasi obat antibiotik di IFRS PKU
Muhammadiyah Kartasura. Obat antibiotik yang tergolong kelompok B adalah 11
jenis obat atau 15,71% dari seluruh obat antibiotik dengan nilai jumlah investasi
sebesar Rp. 57.735.668,00 atau 22,73% dari total investasi obat antibiotik di IFRS
PKU Muhammadiyah Kartasura. Sedangkan obat antibiotik yang tergolong dalam
kelompok C adalah 51 jenis atau 72,86% dari seluruh obat antibiotik dengan nilai
jumlah investasi sebesar Rp. 25.834.375,00 atau 10,17% dari total investasi obat
antibiotik di IFRS PKU Muhammadiyah Kartasura.
3.2.1 Economic Order quantity (EOQ)
12
Dalam pelaksanaan pemesanan obat di Instalasi Farmasi PKU Muhammadiyah
Kartasura tidak menggunakan perhitungan khusus mengenai jumlah pemesanan.
Jumlah pemesanan tergantung pada jumlah obat yang fast moving dipesan lebih
banyak dari pada obat yang jarang digunakan di apotek. Sebagaimana dengan
hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Yaa itu, jumlah permintaan di apotik, kalau sedang banyak
dibutuhkan atau ada penyakit yang sedang banyak butuh obat kita
pesan banyak. Kalau fast moving kita pesan lebih banyak, tidak ada
perhitungan khusus yang kita gunakan hanya dengan pengalaman dan
keadaan saja” (Informan A).
Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali
melakukan pemesanan obat antibiotik di RS PKU Muhammadiyah Kartasura,
dapat diterapkan metode Economic Order Quantity (EOQ). Dengan menggunakan
rumus menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Heizer dan Render
(2010) dan Buffa (1997) adalah sebagai berikut:
H
DSQ
2
(1)
Keterangan:
Q : Jumlah optimum unit per pesanan
D : Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan.
S : biaya pemesanan setiap kali pesan.
H : biaya penyimpanan per unit per tahun.
Menentukan EOQ diperlukan perhitungan mengenai permintaan tahunan,
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Permintaan tahunan sebelumnya sudah
dihitung pada analasis ABC. Berikut adalah perhitungan biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan Heizer dan Render (2010):
Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses pesanan
pembelian, dan dukungan administrasi.
Biaya telepon adalah lama interaksi (menit) dalam pemesanan x biaya
telepon/menit, hasil wawancara dengan informan sebagai berikut:
13
“Untuk biaya pemesanan kita biasanya mengguna telepon
langsung, biasanya kita interaksi dengan distributor obat
melalui telepon saja sih, kalo lamanya sekitar kurang lebih
sampe lima menit tapi jarang sampe lima menit lebih, kalo
biayanya mungkin adek bisa searching aja di internet telkom”
(Informan A).
Rata-rata waktu yang digunakan dalam setiap kali melakukan pemesanan
adalah lima menit dan biaya telepon per dua menit adalah Rp. 250,00
(www.telkom.co.id). Sehingga tarif telepon per menitnya adalah Rp. 250,00 : 2
menit adalah Rp.125,00, jadi rumus yang digunakan untuk menentukan biaya
telepon sebagai berikut: biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya
telepon/menit
biaya telepon = 5 menit x Rp.125,00/menit
= Rp. 625,00
Jadi biaya telepon yang dikeluarkan dalam setiap pemesanan adalah Rp.
650,00
Biaya ATK/Administrasi
ATK yang digunakan oleh bagian farmasi adalah surat pemesanan obat, buku
tukar faktur, pulpen, pita printer dan tinta printer, hal ini sesuai dengan
wawancara dengan informan sebagai berikut:
4. PENUTUP
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut: Pengendalian/pengawasan persediaan obat yang
dilakukan di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Kartasura yaitu melalui
stock opname, buku defekta dan laporan. Pengendalian persediaan obat antibiotik
di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Kartasura belum menggunakan
metode pengendalian khusus seperti: Analisis ABC yang digunakan untuk
memprioritaskan persediaan obat yang fast moving, moderate dan slow moving
dan belum juga menggunakan metode EOQ (Economic Order Quantity) untuk
menentukan jumlah pemesanan optimum
Berdasarkan analisis ABC jumlah pemakaian, terdapat 2 jenis obat antibiotik
14
(2,86%) yang termasuk kelompok A (fast moving), dengan pemakaian sebanyak
20.824 obat (60,28%) dari total pemakaian obat antibiotik. Terdapat 7 jenis obat
antibiotik (10,00%) yang termasuk kelompok B (moderate), dengan pemakaian
sebanyak 10.018 obat (29,00%) dari total pemakaian obat antibiotik. Sedangkan
yang termasuk kelompok C terdapat 61 jenis obat antibiotik (87,14%), dengan
pemakaian sebanyak 3.705 (10,72%) dari total pemakaian obat antibiotik.
Berdasarkan analisis ABC nilai jumlah investasi, terdapat 8 jenis obat
antibiotik (11,43%) obat yang termasuk kelompok A, dengan jumlah investasi
sebanyak Rp.170.463.183,00 (67,10%) dari total penggunaan anggaran obat
antibiotik, terdapat 11 jenis obat antibiotik (15,71%) yang termasuk kelompok B,
dengan jumlah investasi sebanyak Rp.57.735.668,00 (22,73%) dari total
penggunaan anggaran obat antibiotik, sedangkan yang termasuk kelompok C
terdapat 51 jenis obat antibiotik (72,86%) dengan jumlah investasi sebanyak
Rp.25.834.375,00 (10,17%) dari total penggunaan anggaran obat antibiotik.
Berdasarkan metode EOQ (Economic Order Quantity) jumlah pemesanan
optimum untuk 8 jenis obat antibiotik yang termasuk kelompok A bervariasi
mulai dari 3-196 item dengan frekuensi pemesanannya dari 18-32 kali pemesanan
Adapun saran yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan yang telah
dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: Perlu dibuat kebijakan dan SOP untuk
dapat menyusun formularium sebagai dasar penyusunan kebutuhan obat di
Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Kartasura, Perlu dibuat perencanaan
obat setiap tahunnya terutama untuk obat yang termasuk kelompok A sehingga
bagian manajemen dapat mempersiapkan anggaran keuangan yang sesuai, Perlu
diterapkan metode analisis ABC dalam menetapkan jenis obat yang akan
disediakan untuk memberikan prioritas yang berbeda terhadap setiap kelompok
obat, serta diterapkan metode EOQ untuk menghindari terjadinya kekosongan
obat dan pembelian obat diluar rumah sakit oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Yoga. (2007). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta:
UI- Press.
15
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. (2008). Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan, Republik
Indonesia.
Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kememkes RI. (2010). Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Heizer, Jay dan Render, Barry. (2010). Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba
Empat.
Hidayati, Henmaidi dan Suci. (2007). Analisis Kinerja Manajemen Persediaan
pada PT. United Tractors Tbk Cabang Padang. Jurnal Fakultas Teknik
Universitas Andalas.
Jhon, D.T dan Hording, H.A. (2001). Manajemen Operasi untuk Meraih
Keunggulan Kompetitif Cetakan I. (Kunto Wibisono). Jakarta: PPM.
Junadi, P. (2000). Manajemen Logistik dan Farmasi Rumah Sakit. Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Mellen, R.C dan pudjirahardjo, W.J. (2013). Faktor Penyebab Dan Kerugian
Akibat Stockout Dan Stagnant Obat Di Unit Logistik Rsu Haji Surabaya.
Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, Vol.01(01), pp. 99-107.
Priyanto. (2009). Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Lembaga Studi dan
Konsultasi Farmakologi (Leskonfi). Depok: Universitas Indonesia.
Robert Jacobs, dan Chase, Richard B. (2004). Operation and Supply Management.
Singapore: McGraw Hill.
Sucianti, S dan Adisasmito, W.B.B. (2006). Analisis Perencanaan Obat Berdasar
ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, Vol.09(01), 19-26.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting
Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262,
269-271. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Valerie, Carien. S. (2011). Perbandingan Metode EOQ (Economic Order
Quantity) dan JIT (Just In Time) terhadap Efisiensi Biaya Persediaan
dan Kinerja Non-Keuangan (Studi Kasus Pada PT Indoto Tirta Mulia).
Jurnal Akuntansi. Universitas Kristen Maranatha.
Winasari, Ajrina, (2015). Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan
Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi Rsud Kota
Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015. Jakarta: UIN.