20
2.1 Pembangunan Pertanian Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dari suatu keadaan yang lebih baik dari sebelumnya (Saragih, 2002). Sementara menurut Riyadi (Mardikanto, 1997) pembangunan adalah suatu usaha atau proses perubahan, demi tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu masyarakat (dan individu-individu didalamnya) yang berkehendak dan melaksanakan pembangunan. Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat tani yang sebagian besar (80 %) masyarakat di pedesaan Indonesia. Meningkatnya taraf hidup ini dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas usaha tani, untuk dapat mengelola usaha taninya secara efisien diperlukan adanya perubahan perilaku untuk mampu berusaha tani lebih menguntungkan. Perubahan perilaku ini merupakan efek / dampak dari suatu proses komunikasi dan merupakan dampak yang tinggi kadarnya setelah dampak kognitif dan dampak afektif (Nikmatullah, 1995). Menurut Mosher (1991) pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Pembangunan pertanian memberikan sumbangan kepadanya serta menjamin bahwa pembangunan menyeluruh itu (overall development) akan benar – benar bersifat umum, dan mencakup penduduk yang hidup dari bertani yang jumlahnya besar dan dalam beberapa tahun mendatang, diberbagai negara, akan terus hidup dari bertani.

Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

2.1 Pembangunan Pertanian

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dari suatu

keadaan yang lebih baik dari sebelumnya (Saragih, 2002). Sementara menurut Riyadi

(Mardikanto, 1997) pembangunan adalah suatu usaha atau proses perubahan, demi

tercapainya tingkat kesejahteraan atau mutu hidup suatu masyarakat (dan individu-individu

didalamnya) yang berkehendak dan melaksanakan pembangunan.

Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan

masyarakat tani yang sebagian besar (80 %) masyarakat di pedesaan Indonesia.

Meningkatnya taraf hidup ini dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas usaha tani,

untuk dapat mengelola usaha taninya secara efisien diperlukan adanya perubahan perilaku

untuk mampu berusaha tani lebih menguntungkan. Perubahan perilaku ini merupakan efek /

dampak dari suatu proses komunikasi dan merupakan dampak yang tinggi kadarnya setelah

dampak kognitif dan dampak afektif (Nikmatullah, 1995).

Menurut Mosher (1991) pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari

pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Pembangunan pertanian memberikan

sumbangan kepadanya serta menjamin bahwa pembangunan menyeluruh itu (overall

development) akan benar – benar bersifat umum, dan mencakup penduduk yang hidup dari

bertani yang jumlahnya besar dan dalam beberapa tahun mendatang, diberbagai negara, akan

terus hidup dari bertani.

Lima faktor utama (mutlak) yaitu faktor-fakor harus ada supaya pembangunan

pertanian dapat berlangsung, yang terdiri dari : (a) faktor pasar, yang dapat disamakan

dengan faktor adanya kebutuhan (b) faktor teknologi, yang berkembang yang dapat

disamakan dengan keahlian (c) faktor tersedianya alat-alat dan bahan-bahan pertanian yang

dapat disamakan dengan modal (d) faktor insentif yang dapat mempengaruhi kesediaan

petani (e) faktor transportasi yang dapat disamakan dengan faktor modal (Hadisapoetro,

1973).

Sedangkan menurut Mosher (1991) faktor – faktor yang memperlancar pembangunan

pertanian adalah : (a) pendidikan pembangunan yaitu bagaimana mendidik petani untuk

mengambil manfaat dari masyarakat lain dimasa lampau yang dapat membantu masyarakat

itu maju dan berkembang sesuai yang dikehendaki (b) kredit produksi adalah meminjamkan

sejumlah dana untuk membiayai usaha tani petani dalam rentang waktu saat pembelian sarana

Page 2: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

produksi dan saat penjualan hasil panen (c) kerjasama kelompok petani, karena kesibukan

dalam usaha taninya kebanyakan petani tidak mau bekerja sama sehingga perlu suatu

dorongan dan bantuan sistematis bagi kegiatan kelompok petani tersebut dan diharapkan akan

segera menjadi suatu aktivitas bersama secara sukarela (d) memperbaiki dan memperluas

tanah pertanian yaitu memperbaiki mutu tanah yang telah dijadikan usaha tani dan

mengusahakan tanah baru untuk pertanian (e) perencanaan nasional pembangunan pertanian

yaitu proses pengambilan keputusan oleh pemerintah tentang apa yang hendak dilakukan

mengenai tiap kebijaksanaan dan tindakan yang mempengaruhi pembangunan.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pembangunan pertanian adalah suatu proses

perubahan yang lebih baik untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat

khususnya masyarakat tani. Pembangunan pertanian dapat berlangsung dengan adanya 5

faktor mutlak yang berupa faktor pasar, faktor teknologi, faktor tersedianya alat-alat dan

bahan pertanian/modal, faktor intensif dan faktor transportasi. Dimana kelima faktor mutlak

tersebut dapat dibantu dengan faktor-faktor yang memperlancar pembangunan pertanian yaitu

berupa pendidikan pembangunan, kredit produksi, kerjasama dengan kelompok petani,

memperbaiki dan memperluas tanah pertanian serta perencanaan nasional. Yang secara

keseluruhan terpadu guna memperlancar dan menyukseskan pembangunan pertanian

2.2 Kependudukan

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sejahtera disebutkan bahwa Kependudukan 

adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran,

mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi,

sosial, budaya, agama serta lingkungan penduduk tersebut.

Dari definisi tadi, masalah kependudukan sangatlah kompleks dan menyeluruh,

karena semua aspek yang menyangkut "penduduk" ada dalam kependudukan. Dalam

Undang-Undang tersebut juga diuraikan bahwa perkembangan kependudukan diarahkan pada

pengendalian kuantitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk serta pengarahan

mobilitas penduduk untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dankeseimbangan antara

kuantitas, kualitas dan persebaran pendudukdengan lingkungannya.

Untuk mencapai tujuan kebijakan pembangunankependudukan ditetapkan sasaran-

sasarannya, meliputi penurunan jumlah penduduk miskin, peningkatan

Page 3: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

kesejahteraan penduduk, peningkatan produktivitas penduduk, penurunan tingkat kelahiran,

peningkatan kesetaraan dan keadilan jender, peningkatan keseimbangan persebaran

penduduk, tersedianya data dan informasi pembangunan dan kependudukan, tersedianya

perlindungan dan peningkatan kesejahteraan serta kualitas penduduk, serta terselenggaranya

administrasi kependudukan nasional yang terpadu dan tertib.

Setiap kegiatan pembangunan dan kebijakan yang dilaksanakan oleh setiap sektor

dapat mempengaruhi kependudukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu

pula setiap perkembangan kependudukan dapat mempengaruhi pembangunan sektoral dan

daerah. Oleh karena itu perlu adanya pembangunan yang dipertimbangkan

aspek kependudukan sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan

kegiatan pembangunan, artinya untuk mewujudkan kemakmuran dan

kesejahteraan penduduk, pembangunan harus mempertimbangkan tiga aspek

kependudukan yaitu aspek kualitas, kuantitas, maupun mobilitas dengan tidak

mengesampingkan sosial budaya serta lingkungannya.

Pemberdayaan masyarakat bagi kepentingan pembangunan untuk mencapai

kesejahteraan bersama, merupakan suatu pembangunan kependudukan dalam upaya

pengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk serta mengarahkan

persebaran penduduk untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik yang seimbang di

seluruh daerah, serta kualitas yang memadai guna mendukung "pembangunan" yang

berkelanjutan.

Untuk mewujudkan kebijakan tersebut, maka pendekatan pembangunan yang hanya

menjadikan penduduk sebagai obyek pembangunan sudah harus ditinggalkan, tetapi harus

mengedepankan pembangunan yang berwawasan kependudukan, yaitu pembangunan yang

berkelanjutan untuk, dari dan oleh manusia atau penduduk. Oleh sebab itu pendekatan yang

dipakai adalah dengan mengedepankan pemerataan dan peranan seluruh penduduk sebagai

pelaku atau pelaksana pembangunan.

2.3 Pembangunan Pertanian Berwawasan Kependudukan

Strategi Pembangunan

Terlepas dari moral hazard para pelaku ekonomi dan birokrat, banyak pakar

berpandangan bahwa krisis di Indonesia terjadi karena kesalahan dalam mengembangkan

Page 4: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

strategi pembangunan. Hal Hill (1996) mengemukakan bahwa dalam kurun waktu 1966

sampai dengan akhir tahun 1970an, para ekonom di Indonesia telah berhasil mengembangkan

sektor industri dengan penuh kehati-hatian dan disesuaikan dengan kondisi makro ekonomi

yang ada. Namun sejak awal tahun 1990-an perkembangan industri tersebut berubah dengan

lebih menekankan pada industri berteknologi tinggi. Dampaknya adalah terjadi tekanan yang

sangat berlebihan pada pembiayaan yang harus ditanggung oleh pemerintah1).

Walaupun Indonesia sedikit demi sedikit berhasil mengatasi krisis ekonomi yang

ditandai dengan mulai berputarnya roda ekonomi di sektor riil, sektor keuangan dan

perbankan yang relatif semakin baik, serta arah perkembangan kondisi ekonomi makro yang

semakin kondusif, namun terlalu dini jika mengatakan bahwa Indonesia telah keluar dari

krisis dan siap untuk bersaing kembali dalam era globalisasi dan perdagangan bebas.

Masalah yang lebih mendasar yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi harus ditelaah

dengan benar untuk kemudian dianalisis apakah persoalan mendasar tersebut telah ditangani

dengan benar sehingga tidak terjadi krisis ulangan dimasa mendatang. Ketergantungan

terhadap pinjaman luar negeri yang dipandang sebagai pangkal permasalahan krisis ekonomi

saat ini masih belum dapat diselesaikan. Bahkan ada kecenderungan ketergantungan

Indonesia terhadap pinjaman luar negeri ini menjadi semakin mendalam. Ketergantungan

terhadap pinjaman luar negeri tersebut tidak akan berkurang jika pemerintah tidak melakukan

perubahan mendasar terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini.

Dalam upaya keluar dari krisis ekonomi dewasa ini perlu dikembangkan

kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro yang tetap mengacu pada pembangunan

berwawasan kependudukan disamping peningkatan good governance, pembenahan utang

luar negeri, sektor keuangan dan perbankan.Untuk itu harus dilakukan reorientasi

kebijaksanaan ekonomi makro yang berwawasan kependudukan, sebagai berikut:

Merubah Strategi Orientasi Ekspor dengan Strategi Pasar Dalam Negeri. Sebagai

Negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia, maka jumlah penduduk tersebut harus

dapat dimanfaatkan sebagai pasar bagi produk dalam negeri. Sehingga upaya memenuhi

pasar dalam negeri perlu mendapat perhatian utama. Prioritas pada pasar dometik/dalam

negeri sejalan dengan pembangunan berwawasan kependudukan (people-centered

development). Jika kebijakan ini dijalankan, maka tidak saja berbagai usaha akan tumbuh,

tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa. Dalam hubungan ini tentunya

1

Page 5: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

jenis usaha kecil dan menengah yang menghasilkan barang-barang untuk keperluan domestik,

yang perlu dikembangkan. Walaupun dengan tidak menutup kemungkinan untuk tetap

melakukan ekspor, sepanjang harga, mutu dan corak, memungkinkan.

Kembali pada usaha yang sederhana (simple business). Pembangunan ekonomi

hendaknya kembali bertumpu pada usaha-usaha yang sederhana yang memang sesuai dengan

kondisi kebanyakan penduduk Indonesia. Oleh karena itu kebijakan pengembangan usaha

kecil dan menengah (UKM) harus mendapat dukungan yang luas dan dijalankan dengan

konsisten. UKM telah terbukti menjadi tulang punggung penggerak ekonomi pada saat

krisis.

Kembali ke sektor pertanian dan kelautan. Dengan kekayaan alam yang berlimpah,

baik di darat maupun di air, seharusnya sektor pertanian dan kelautan mampu menjadi tulang

punggung perekonomian nasional. Namun sampai saat ini kenyataannya tidaklah demikian.

Berbagai kebijakan yang ada belum mampu belum mampu meningkatkan “rate of return”

mereka yang bekerja dalam sektor ini, sehingga banyak ditinggalkan orang. Harus dibuat

suatu kebijakan yang mampu meningkatkan “rate of return” terhadap hasil pertanian dan

kelautan. Untuk itu harus dikembangkan teknologi pertanian dan kelautan serta

pengembangan berbagai produk pertanian dan kelautan dalam skala yang besar2. Perlu

dilakukan “economic of scale” dalam usaha sektor pertanian, khususnya agribisnis dan

kelautan.

Pemantapan Konsep dan Implementasi Pembangunan Berwawasan Kependudukan.

Pembangunan kependudukan harus tetap terus dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan

integrasinya kedalam berbagai sektor pembangunan, terutama yang berkaitan dengan sektor

ekonomi. Jika selama ini kependudukan lebih dititk beratkan pada sektor sosial dalam

kerangka pembangunan nasional, saat ini perlu dipikirkan untuk mengintegrasikan

pembangunan kependudukan kedalam sektor EKUIN. Dalam melaksanakan pembangunan

kependudukan itu sendiri maka sasaran peningkatan kualitas penduduk harus tetap dijadikan

prioritas utama pembangunan kependudukan, disamping masalah pengendalian kuantitas dan

pengarahan mobilitas penduduk.

Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan

2

Page 6: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Apa yang dimaksud dengan pembangunan berwawasan kependudukan? Secara

sederhana pembangunan berwawasan kependudukan mengandung dua makna sekaligus

yaitu, pertama, pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan yang

disesuaikan dengan potensi dan kondisi penduduk yang ada. Penduduk harus dijadikan titik

sentral dalam proses pembangunan. Penduduk harus dijadikan subjek dan objek dalam

pembangunan. Pembangunan adalah oleh penduduk dan untuk penduduk. Makna kedua dari

pembangunan berwawasan kependudukan adalah pembangunan sumber daya manusia.

Pembangunan lebih menekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia

dibandingkan dengan pembangunan infrastruktur semata-mata.

Strategi pembangunan berwawasan kependudukan untuk suatu pembangunan

ekonomi dalam jangka pendek memang akan memperlambat tingkat pertumbuhan ekonomi.

Namun ada suatu jaminan bahwa perkembangan ekonomi yang dicapai akan lebih

berkelanjutan (sustainable). Sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya akan

membawa pada peningkatan ketimpangan pendapatan. Industrialisasi dan liberalisasi yang

terlalu cepat memang akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, namun sekaligus juga

meningkatkan jumlah pengangguran dan mereka yang setengah menganggur.

Mengapa selama ini Indonesia mengabaikan pembangunan berwawasan

kependudukan?. Hal ini tidak lain karena keinginan pemerintah untuk mempertahankan laju

pertumbuhan ekonomi yang harus senantiasa tinggi. Pertumbuhan ekonomi menjadi satu-

satunya ukuran keberhasilan pembangunan nasional. Walaupun Indonesia memiliki wawasan

trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas, namun pada

kenyataannya pertumbuhan senantiasa mendominasi strategi pembangunan nasional.

Strategi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan tanpa melihat potensi

penduduk serta kondisi sumberdaya alam dan lingkungan yang ada nyatanya tidaklah

berlangsung secara berkelanjutan (sustained). Jika dikaitkan dengan krisis ekonomi dewasa

ini, terjadinya krisis tersebut tidak lepas dari kebijaksanaan ekonomi yang kurang

mengindahkan dimensi kependudukan. Strategi ekonomi makro yang tidak dilandasi pada

situasi/kondisi ataupun potensi kependudukan yang ada menyebabkan pembangunan

ekonomi tersebut menjadi sangat rentan terhadap perubahan. Belum terjadi strategi

pembangunan yang berorientasi serius pada aspek kependudukan selama ini.

Page 7: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Pembangunan kependudukan adalah pembangunan sumberdaya manusia. Berbagai

kajian dan literatur memperlihatkan bahwa kualitas sumberdaya manusia memegang peranan

penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam jangka pendek

investasi dalam sumberdaya manusia nampak sebagai suatu upaya yang ‘sia-sia’. Namun

dalam jangka panjang investasi tersebut justru mendorong pertumbuhan ekonomi. Kajian dan

karya dari Abramovitz (1951), Solow, Kendrick, Denison & Mincer (1974), Gary Becker

(1975), Schultz (1988) yang disarikan oleh H.W. Arndt pada tahun 1989, Hicks (1987),

Knight, John.B. & R.H. Sabot (1990), Williamson (1991), serta Sen, Amartya (2003),

merupakan sedikit dari begitu banyak kajian para ekonom yang dapat memperlihatkan

hubungan positif antara pembangunan sumberdaya manusia, terutama kesehatan dan

pendidikan, dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Mengintegrasikan dimensi kependudukan dalam perencanaan pembangunan, terutama

pembangunan daerah, memberikan manfaat yang sangat mendasar, yaitu besarnya harapan

bahwa penduduk yang ada di daerah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan penikmat

hasil pembangunan. Itu berarti pembangunan berwawasan kependudukan lebih berdampak

besar pada peningkatan kesejahteraan penduduk secara keseluruhan dibandingkan dengan

orientasi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth). Dalam

pembangunan berwawasan kependudukan ada suatu jaminan akan keberlangsungan proses

pembangunan itu sendiri. Pembangunan berwawasan kependudukan menekankan pada

pembangunan lokal, perencanaan berasal dari bawah (bottom up planning), disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, dan yang lebih penting adalah melibatkan

masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.

Ada beberapa kritik lagi yang ditujukan kepada konsep pembangunan yang

berorientasi pada pertumbuhan yaitu (1) prakasa biasanya dimulai dari pusat dalam bentuk

rencana formal, (2) proses penyusunan program bersifat statis dan didominasi oleh pendapat

pakar dan teknokrat, (3) teknologi yang digunakan biasanya bersifat “scientific” dan

bersumber dari luar, (4) mekanisme kelembagaan bersifat “top-down”, (5) pertumbuhannya

cepat namun bersifat mekanistik, (6) organisatornya adalah para pakar spesialis, dan (7)

orientasinya adalah bagaimana menyelesaikan program/proyek secara cepat sehingga mampu

menghasilkan pertumbuhan. Dengan melihat pada kriteria di atas nampak bahwa peranan

penduduk lokal dalam proses pembangunan sangat sedikit.

Page 8: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Kritik para ahli terhadap orientasi pembangunan yang lebih mementingkan

pertumbuhan ini sebenarnya telah berlangsung pada paruh pertama dasawarsa 1980-an. Para

cendekiawan dari Massachussets Institute of Technology (MIT) dan yang tergabung dalam

Club of Rome pada kurun waktu itu secara gencar mengkritik orientasi pembangunan

ekonomi yang bertumpu pada pertumbuhan. Dari berbagai kajian dan diskusi yang dilakukan,

muncul perspektif strategi pembangunan yang kemudian dikenal sebagai konsep

pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini diartikan sebagai suatu

proses pembangunan utnuk memenuhi keperluan hidup manusia pada saat ini tanpa harus

mengorbankan keperluan hidup generasi-generasi mendatang. Dalam konsep pembangunan

berkelanjutan tersebut secara implisit terkandung makna pentingnya memperhatikan aspek

kependudukan dalam pelaksanaan pembangunan. Sebagai jawaban atas fenomena baru ini,

Pemerintah Indonesia membentuk kelembagaan Kantor Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup (Kantor Meneg KLH) yang merupakan perubahan dari Kantor Menteri

Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Kantor Meneg PPLH) pada akhir

bulan Maret 1983.

Masalah Kependudukan Masa Depan

Sedangkan masalah kependudukan yang menonjol dimasa depan sungguh merupakan

persoalan yang bukan sepele untuk diabaikan begitu saja. Diantara persoalan-persoalan itu

antara lain:

Pertama, penduduk masa depan akan semakin tinggi pendidikan yang ditamatkannya.

Konsekuensi dari keadaan ini adalah semakin besar “the rising demands”, permintaan-

permintaan baru yang beragam jenis dan kualitasnya dari masyarakat luas, yang harus

dipenuhi Pemerintah. Ketidakmampuan menangkap permintaan yang meningkat itu bisa

menimbulkan ketidak stabilan sosial yang akan menjadi sumber keresahan dalam

masyarakat.

Kedua, penduduk yang semakin “manua” karena angka harapan hidup meningkat.

Bila pada tahun 1970-an, orang dianggap “tua” bila masih hidup pada usia 60 tahun, saat ini

harapan hidup rata-rata orang Indonesia telah mencapai 67 tahun. Dengan semakin

banyaknya “lansia” ini perlu disikapi masalah keluarga dan sosial yang akan timbul.

Page 9: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Ketiga, penduduk yang tinggal didaerah perkotaan akan semakin banyak. Urbanisasi

yang merupakan momok kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan sebagainya,

akan menyebar pada kota-kota kelas menengah, seperti Semarang, Malang, Palembang dan

banyak lagi lainnya. Persoalan “slum”, kepadatan, kemacetan, kesempatan kerja dan berbagai

“persoalan kota besar” lainnya akan merambah pada kota-kota tersebut. Bukan mustahil akan

bermunculan berbagai “urban poor consortium” yang pasti akan memusingkan kepala para

pengelola pemerintahan kota yang bersangkutan.

Keempat, mobilitas penduduk semakin tinggi. Pergerakan penduduk dari satu daerah

ke daerah lain akan lebih intensif dimasa depan. Model mobilitas ulang-alik akan semakin

banyak. Pameo penduduk siang dan penduduk malam bagi DKI Jakarta akan meluas ke kota-

kota besar lainnya. Artinya semakin banyak penduduk yang bertempat tinggal diluar kota,

dengan tempat kerja di dalam kota. Sementara dengan adanya arus globalisasi, tidak mustahil

terjadi banyak mobilitas antar negara. Bisa saja para sopir taksi di Indonesia nantinya akan

berasal dari Philipina atau pekerja yang berkewarganegaraan Vietnam atau Cina

memperebutkan kesempatan kerja yang terbuka di Indonesia. Maka menjadi tanggung jawab

Pemerintah terhadap masa depan dan nasib angkatan kerja dalam negeri sendiri bila dari

sekarang tidak diantisipasi sungguh-sungguh kemungkinan perkembangan ini.

Kelima, masih tingginya pertumbuhan angkatan kerja. Dengan jumlah penduduk yang

masih tinggi dengan usia harapan hidup yang terus meningkat, sudah dapat diperkirakan

semakin banyak pencari kerja. Sementara itu lapangan kerja yang tersedia amat terbatas,

karena krisis ekonomi dan sosial serta kerusuhan bernuansa politis yang belum juga berakhir,

mengakibatkan tidak terjadi investasi sehingga kesempatan kerja bisa tertutup. Sedangkan

pekerjaan informal yang pada masa lalu masih banyak terdapat didaerah pedesaan sudah

semakin berkurang dengan perubahan struktur perekonomian yang mengarah pada sektor

jasa-jasa semenjak awal dasawarsa 1990-an. Sebagai dampaknya pengangguran terbuka dan

setengah pengganguran dalam jumlah yang cukup besar harus menjadi beban perekonomian

nasional.

Dimensi Penduduk dalam Pembangunan Nasional

Ada beberapa alasan yang melandasi pemikiran bahwa penduduk merupakan isu yang

sangat strategis dalam kerangka pembangunan nasional. Berbagai pertimbangan tersebut

adalah sebagai berikut.

Page 10: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Pertama, penduduk merupakan pusat dari seluruh kebijakan dan program

pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas dikemukakan bahwa penduduk

adalah subjek dan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan maka penduduk harus

dibina dan dikembangkan agar mampu menjadi penggerak pembangunan. Sebaliknya,

pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh penduduk yang bersangkutan. Dengan

demikian, pembangunan harus dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan

penduduk agar seluruh penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan

tersebut. Sebaliknya, pembangunan baru dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan

kesejahteraan penduduk dalam arti luas yaitu kualitas fisik maupun nonfisik yang melekat

pada diri penduduk itu sendiri.

Kedua, keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan

yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika diikuti dengan

kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar, jika diikuti tingkat kualitas yang rendah,

menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pembangunan nasional. Iskandar

(1974) memperkirakan bahwa tanpa adanya program pengendalian pertumbuhan penduduk

maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1995 akan berjumlah 237 juta jiwa.

Kenyataannya, jumlah penduduk pada tahun tersebut adalah sekitar 194 juta jiwa. Dengan

demikian, program pengendalian pertumbuhan penduduk telah berhasil melakukan

penghematan untuk berbagai pengeluaran bagi sekitar 43 juta jiwa penduduk. Pengeluaran

tersebut dapat digunakan untuk program lain yang bermanfaat bagi peningkatan kualitas

penduduk, seperti kesehatan dan pendidikan, yang sangat diperlukan intuk investasi pada

masa mendatang.

Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka

yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, seringkali

peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberapa ahli

kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak

negative terhadap kesehatan seseorang pada 25 tahun kedepan atau satu generasi. Dengan

demikian, dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumber daya manusia Indonesia pada

generasi mendatang, yaitu pada tahun 2022. Demikian pula, hasil program keluarga

berencana yang dikembangkan selama 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam

beberapa tahun terakhir ini. Dengan demikian, tidak dimasukkannya dimensi kependudukan

Page 11: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

dalam rangka pembangunan nasional sama artinya dengan menyengsarakan generasi

penduduk pada masa mendatang.

Perhatian pemerintah terhadap kependudukan dimulai sejak pemerintah pemerintah

Orde Baru memegang kendali. Konsep pembangunan manusia seutuhnya , yang tidak lain

adalah konsep pembangunan kependudukan, mulai diterapkan dalam perencanaan

pembangunan Indonesia yang sistematis dan terarah sejak Repelita I pada tahun 1969.

Namun sedemikian jauh, walaupun pada tataran kebijakan telah secara sungguh-sungguh

mengembangkan konsep pembangunan yang berwawasan kependudukan, pemerintah

tampaknya belum dapat secara optimal mengimplementasikan dan mengintegrasikan

kebijakan tersebut dalam berbagai program sektoral.

Page 12: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

http://dewiultralight08.wordpress.com/2011/03/10/jurnal-pembangunan-berwawasan-

kependudukan/.

Arndt,H.W., 1987, Economic Development : The History of An Idea, the University Chicago

Press, Chicago and London, 1987.

Hicks, 1987, Education and Economic Growth, in Economics of Education: Research and

Studies, edited by G. Psacharopoulos, pp. 101-107, Oxford Pergamon.

Hill, Hal, 1996, The Indonesian Economy since 1966: Southeast Asia’s Emerging Giant,

Cambridge University Press, 1996.

Knight, John.B. and R.H. Sabot, 1990, Education, Productivity and Inequality, published for

the World Bank, Oxford University Press, Oxford.

Sen, Amartya, 2003, The Reach of Schooling, Keynote Adress at the 36 th Commision on

Population and Development Meeting, United Nations, New York, 2003

United Nations, 1995, Programme of Action of the United Nations International Conference

on Population and Development, New York, 1995.

Williamson, Jeffrey.G., 1991, Productivity and American Leadership: A Review Article,

Journal of Economic Literature Vol.XXIX, No.1, March 1991.

Hadisapoetro. 1973. Pembangunan Pertanian. FP UGM Press. Yogyakarta.

Nikmatullah, Dewangga. 1995. Konstribusi PPL terhadap keefektifan Kelompok Tani Dalam

kegiatan Penyuluhan Pertanian Di Rawa Sragi Lampung Selatan. JSE Vol 1, No 1

Juni 1995.

Saragih, B. 2002. Pembangunan Pertanian Pada Otonomi Daerah. Makalah Seminar Nasional

dan Rekonsilasi Mahasiswa Pertanian Se – Indonesia” Studi kritis Pembangunan

Pertanian Dalam 2 tahun Otonomi Daerah menuju Kesejahteraan Petani” 22 Mei

2002. BEM FP UGM. Yogyakarta.

Mardikanto, T. 1997. Dasar-dasar Komunikasi Pembangunan. PT. Balai Pustaka (persero).

Jakarta.

Mosher, A.T. 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna, Jakarta

Page 13: Pengertian Pembangunan Berwawasan Kependudukan.doc

Iskandar, N. 1974. “Beberapa aspek permasalahan kependudukan di Indonesia”,special

Reprint Series No. 4, Demographic Institute FE UI Jakarta, January, p.19.

Johnson, D.G. and Lee, Ronald. 1987. Population Growth and Economic Development Issues

and Evidences. Madison, WI: University of Wisconsin Press, USA.

Kantor Menteri Negara Kependudukan / BKKBN. 1994. Indonesia Country Report

Population and Development. Jakarta.

Kantor Menteri Negara Kependudukan / BKKBN. 1997. Draft Repelita VII Bidang

Kependudukan. Jakarta.

Krugman, Paul. 1994. “The myth of Asia miracle”, Fortune, November.

Krugman, Paul. 1997. “What happened to Asia miracle”, Fortune, November.

Rosenzweig, Mark R. 1998, “Human capital, population growth, and economic

development”, Journal of Policy Modelling, Special issue on Population Growth and

Economic Development.

Tjiptoherijanto, Prijono. 1999. “Economic crisis and recovery: the Indonesia’s case,” The

EWCA Regional Conference ini Philiippines on Asia and the Pacific in the

Millenium: Challenges, Opportunities & Responses, Manila, Phillipines, 28-29

January.

Tjokrowinoto, Moeljarto. 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Jakarta: Pustaka

Pelajar