Upload
muh-tahir-alqadry
View
289
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kumpulan tulisan tentang perencanaan
Citation preview
PENGERTIAN PERENCANAAN, TUJUAN PERENCANAAN, PRINSIP PERENCANAAN, FILOSOFI PERENCANAAN PROGRAMPosted: 22 Juni 2011 by artmefa in Artikel Tag:perencanaan pembangunan, prinsip perencanaan
0
Rencana Gedung DPR-RI
PENGERTIAN PERENCANAAN
Perencanaan menurut Abe (2001) dalam Ovalhanif (2009) adalah susunan
(rumusan) sistematik mengenai langkah-langkah mengenai langkah (tindakan-
tindakan) yang akan dilakukan di masa depan, dengan didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan yang seksama atas potensi, faktor-faktor eksternal
dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu.
Menurut Tjokroamidjojo (1995) dalam Ovalhanif (2009) mendefinisikan
perencanaan sebagai suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya
(maksimum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan
efektif. Selanjutnya dikatakan bahwa, perencanaan merupakan penentuan tujuan
yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.
Menurut Terry (1960) dalam Mardikanto (2010), perencanaan diartikan sebagai
suatu proses pemilihan dan menghubung-hubungkan fakta, serta menggunakannya
untuk menyusun asumsi-asumsi yang diduga bakal terjadi di masa datang, untuk
kemudian merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan demi tercapainya tujuan-
tujuan yang diharapkan.
Perencanaan juga diartikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan yang
berdasarkan fakta, mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi
tercapainya tujuan yang diharapkan atau yang dikehendaki.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional mencakup lima pendekatan yaitu: (1) politik, (2) teknokratik, (3)
partisipatif, (4) atas-bawah (top-down), (5) bawah-atas (bottom-up).
Ahli-ahli teori perencanaan publik mengemukakan beberapa proses perencanaan
(1) perencanaan teknokrat; (2) perencanaan partisipatif; (3) perencanaan top-
down; (4) perencanaan bottom up (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 1996).
1. Perencanaan teknokrat
Menurut Suzetta (2007) adalah proses perencanaan yang dirancang berdasarkan
data dan hasil pengamatan kebutuhan masyarakat dari pengamat professional,
baik kelompok masyarakat yang terdidik yang walau tidak mengalami sendiri
namun berbekal pengetahuan yang dimiliki dapat menyimpulkan kebutuhan akan
suatu barang yang tidak dapat disediakan pasar, untuk menghasilkan perspektif
akademis pembangunan. Pengamat ini bisa pejabat pemerintah, bisa non-
pemerintah, atau dari perguruan tinggi.
Menurut penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, “perencanaan teknokrat dilaksanakan
dengan menggunakan metoda dan kerangka pikir ilmiah oleh lembaga atau satuan
kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu”.
2. Perencanaan partisipatif
Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (1996) adalah proses perencanaan yang
diwujudkan dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan rencana dibahas dan
dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku
pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara
(eksekutif,legislatif, dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, dunia usaha, kelompok
profesional, organisasi-organisasi non-pemerintah.
Menurut Sumarsono (2010), perencanaan partisipatif adalah metode perencanaan
pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai
subyek pembangunan.
Menurut penjelasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional: “perencanaan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak
yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk
mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun
2004, dijelaskan pula “partisipasi masyarakat” adalah keikutsertaan untuk
mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana
pembangunan.
3. Perencanaan top down
Menurut Suzetta (1997) adalah proses perencanaan yang dirancang oleh
lembaga/departemen/daerah menyusun rencana pembangunan sesuai dengan
wewenang dan fungsinya.
4. Perencanaan bottom up
Menurut (www.actano.com) adalah planning approach starting at the lowest
hierarchical level and working upward (pendekatan perencanaan yang dimulai dari
tingkatan hirarkis paling rendah menuju ke atas).
Selain itu, menurut penjelasan UU 25 Tahun 2004, pendekatan atas-bawah (top
down) dan bawah-atas (bottom up) dalam perencanaan dilaksanakan menurut
jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses diselaraskan melalui musyawarah
yang dilaksanakan di tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan
Desa.
TUJUAN PERENCANAAN
Tujuan perencanaan menurut Stephen Robbins dan Mary Coulter dalam Wikipedia
adalah (1) memberikan pengarahan yang baik; (2) mengurangi ketidakpastian; (3)
meminimalisir pemborosan; (4) menetapkan tujuan dan standar yang digunakan
dalam fungsi selanjutnya yaitu proses pengontrolan dan evaluasi.
Tujuan perencanaan dari masing-masing proses perencanaan sebagai berikut:
1. Perencanaan teknokrat
Tujuannya untuk membangun perencanaan strategis dan perencanaan kontingensi,
menetapkan ketentuan-ketentuan, standar, prosedur petunjuk pelaksanaan serta
evaluasi, pelaporan dan langkah taktis untuk menopang organisasi (Tomatala,
2010).
2. Perencanaan partisipatif
Tujuannya agar masyarakat diharapkan mampu mengetahui permasalahannya
sendiri di lingkungannya, menilai potensi SDM dan SDA yang tersedia, dan
merumuskan solusi yang paling menguntungkan.
3. Perencanaan top down
Tujuannya adalah untuk menyeragamkan “corak”, karena perencanaan top down
menurut Djunaedi (2000) dalam kegiatan perencanaan kota dan daerah dilakukan
dengan mengacu pada corak yang seragam yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
dan mengikuti “juklak dan juknis” (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis).
4. Perencanaan bottom up
Tujuan adalah untuk menghimpun masukan dari “bawah”, karena menurut
Sumarsono (2010), apabila di Indonesia perencanaan bottom up dimulai dari
tingkat desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk peraturan
perundangan ataupun kebijakan lain, misalnya melalui kegiatan Musyawarah
Pembangunan Desa (Musbangdes) atau Musyawarah Rencana Pembangunan Desa
(Musrenbangdes).
PRINSIP PERENCANAAN
Secara umum prinsip perencanaan menurut Abe dalam Ovalhanif (2009) adalah:
1. Apa yang akan dilakukan, yang merupakan jabaran dari visi dan misi;
2. Bagaimana mencapai hal tersebut;
3. Siapa yang melakukan;
4. Lokasi aktivitas;
5. Kapan akan dilakukan, berapa lama;
6. Sumber daya yang dibutuhkan.
Prinsip-prinsip perencanaan menurut Prinsip-prinsip Penyusunan Renstra Satuan
Kerja Perangkat Daerah/SKPD (2007) sebagai berikut:
A. Prinsip-prinsip perencanaan teknokratis:
1. Ada rumusan isu dan permasalahan pembangunan yang jelas;
2. Ada rumusan prioritas isu sesuai dengan urgensi, kepentingan, dan dampak isu
terhadap kesejahteraan masyarakat;
3. Ada rumusan tujuan pembangunan yang memenuhi kriteria SMART (specific,
measurable, achievable, result oriented, time bound);
4. Ada rumusan alternatif strategi untuk pencapaian tujuan;
5. Ada rumusan kebijakan untuk masing-masing strategi;
6. Ada pertimbangan atas kendala ketersediaan sumberdaya dan dana;
7. Ada prioritas program;
8. Ada tolok ukur dan target kinerja capaian program;
9. Ada pagu indikatif program;
10. Ada kejelasan siapa bertanggungjawab untuk mencapai tujuan, sasaran, dan
hasil, serta waktu penyelesaian termasuk tinjau ulang kemanjuan pencapaian
sasaran;
11. Ada kemampuan untuk menyesuaikan dari waktu ke waktu terhadap
perkembangan internal dan eksternal yang terjadi;
12. Ada evaluasi terhadap proses perencanaan yang dilakukan;
13. Ada komunikasi dan konsultasi berkelanjutan dari dokumen yang dihasilkan;
14. Ada instrumen, metodologi, pendekatan yang tepat digunakan untuk
mendukung proses perencanaan.
B. Prinsip-prinsip perencanaan partisipatif:
1. Ada identifikasi stakeholders yang relevan untuk dilibatkan dalam proses
perumusan visi, misi, dan agenda SKPD serta dalam proses pengambilan keputusan
penyusunan renstra SKPD;
2. Ada kesetaraan antara government dan non government stakeholders dalam
pengambilan keputusan;
3. Ada transparansi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan;
4. Ada keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat, terutama
kaum perempuan dan kelompok marjinal;
5. Ada sense of ownership masyarakat terhadap renstra SKPD
6. Ada pelibatan media;
7. Ada konsensus atau kesepakatan pada semua tahapan penting pengambilan
keputusan seperti perumusan prioritas isu dan permasalahan, perumusan tujuan,
strategi, dan kebijakan, dan prioritas program.
C. Prinsip-prinsip perencanaan top down:
1. Ada sinergi dengan RPJM Nasional dan Renstra Kementerian/Lembaga;
2. Ada sinergi dan konsistensi dengan RPJPD dan RPJMD;
3. Ada sinergi dan konsistensi dengan RTRWD;
4. Ada sinergi dan komitmen pemerintah terhadap tujuan-tujuan pembangunan
global Millenium Development Goals; Sustainable Development, pemenuhan HAM,
pemenuhan air bersih dan sanitasi, dan sebagainya.
D. Prinsip-prinsip perencanaan bottom up :
1. Ada penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarakat untuk melihat konsistensi
dengan visi, misi dan program Kepala Daerah terpilih;
2. Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat
tentang prioritas pembangunan daerah;
3. Mempertimbangkan hasil Forum Multi Stakeholders SKPD;
4. Memperhatikan hasil Proses Penyusunan Renstra SKPD.
Sedangkan menurut Sumarsono (2010) prinsip perencanaan teknokrat dan
partisipatif, dijelaskan sebagai berikut: pertama, prinsip perencanaan teknokrat
yaitu dilakukan secara sepihak oleh para teknokrat yang duduk di struktur
pemerintah, tidak melibatkan warga masyarakat, sehingga perencanaan
pembangunan biasanya justru tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan,
karena seringkali jauh dari harapan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat
dibiarkan menjadi penonton saja. Kedua, prinsip perencanaan partisipatif yaitu
masyarakat sebagai subyek pembangunan dalam arti memberikan peluang
masyarakat untuk menggunakan hak-hak politiknya untuk memberikan masukan
dan aspirasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan.
FILOSOFI PERENCANAAN PROGRAM
Menurut Ovalhanif (2009), “filsafat perencanaan” adalah suatu studi tentang
prinsip-prinsip dalam proses dan mekanisme perencanaan secara mendalam, luas,
dan menyeluruh berdasarkan filsafat antologis, epistemologis, dan aksiologis.
Filsafat perencanaan juga diharapkan akan dapat menguraikan beberapa
komponen penting perencanaan dalam sebuah perencanaan yakni tujuan apa yang
hendak dicapai, kegiatan tindakan-tindakan untuk merealisasikan tujuan dan waktu
kapan bilamana tindakan tersebut hendak dilakukan.
Kerangka pikir dari filosofi perencanaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Strategi perencanaan adalah untuk membentuk/membuat suatu konsep/konteks
untuk keputusan dalam kelembagaan;
2. Tujuan dan proses perencanaan adalah untuk merumuskan arah pelembagaan
dan berusaha untuk lebih baik;
3. Hasil yang diinginkan dari proses perencanaan adalah untuk menyajikan suatu
dokumen yang penting, berguna bagi semua orang.
Filosofi perencanaan strategis mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan,
program dan kegiatan yang realitas dengan mengantisipasi perkembangan masa
depan.
1. Filosofi Perencanaan Teknokrat
a. Dilaksanakan oleh kelompok teknorat;
b. Keberadaan dimensi politik sebagai elemen yang secara signifikan
mempengaruhi proses dan hasil perencanaan;
c. Perencanaan dipersepsikan menjadi sebagai alat pengambilan keputusan yang
bebas nilai dan tidak ada urusannya dengan kepentingan dan proses politik yang
dilakukan oleh para politikus dan pengambil keputusan. Politik sebagai elemen
bebas yang menganggu keseimbangan dalam proses perencanaan yang terjadi;
d. Menempatkan masyarakat sebagai objek rekayasa dan politik sebagai sebuah
elemen irasional dan varian yang harus dihindari;
e. Produk perencanaan memiliki posisi yang sangat signifikan dalam
mentransformasi masyarakat.
2. Filosofi Perencanaan Partisipatif
Menekankan adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam merencanakan
pembangunan mulai dari pengenalan wilayah, pengidentifikasian masalah sampai
penentuan skala prioritas.
3. Filosofi Perencanaan top down
a. Dilaksanakan oleh sekelompok elite politik;
b. Melibatkan lebih banyak teknokrat;
c. Mengandalkan otoritas dan diskresi;
d. Mempunyai argumen untuk meningkatkan efisiensi, penegakan peraturan,
konsistensi input-target-output, dan publik/ masyarakat masih sulit dilibatkan.
4. Filosofi Perencanaan bottom up
a. Dilaksanakan secara kolektif;
b. Mengandalkan persuasi;
c. Mempunyai argumen untuk meningkatkan efektivitas, meningkatkan kinerja
(performance, outcome), merupakan social virtue (kearifan sosial), serta
masyarakat diasumsikan sudah paham hak-hak dan apa yang mereka butuhkan.
PEMBANGUNAN BERKEADILANPosted: 22 Juni 2011 by artmefa in Artikel Tag:Inpes 3, Pembangunan Berkeadilan
0
Inpres tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menginstruksikan para pejabat terkait untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka
pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi
program prorakyat, keadilan untuk semua, dan pencapaian tujuan pembangunan
millennium (MDG’s).
Dalam Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan disebutkan
bahwa program prorakyat difokuskan pada program penanggulangan kemiskinan
berbasis keluarga; program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat; dan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha mikro dan kecil.
Sementara program keadilan untuk semua fokus pada program keadilan bagi anak;
program keadilan bagi perempuan; program keadilan di bidang ketenagakerjaan;
program keadilan di bidang bantuan hukum; program keadilan di bidang reformasi
hukum dan peradilan; dan program keadlan bagi kelompok miskin dan
terpinggirkan.
Untuk program pencapaian tujuan pembangunan millennium fokus pada sejumlah
program. Antara lain, program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; program
pencapaian pendidikan dasar untuk semua; program pencapaian kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan; program penurunan angka kematian anak;
dan program kesehatan ibu.
Pengambilan langkah-langkah pelaksanaan program itu berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dan merujuk pada hasil
Rapat Kerja Presiden dengan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Gubernur dan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi se-Indonesia, serta hasil diskusi
yang mendalam dengan para pakar, perwakilan dunia usaha, dan pemangku
kepentingan lainnya pada 19-21 April 2010 di Istana Tampak Siring, Bali.
Inpres yang berlaku mulai 21 April 2010 itu menginstruksikan para Menteri
Koordinator (Menko) untuk mengoordinasikan program-program
kementerian/lembaga yang berada di bawah ruang lingkup tugas dan koordinasi
masing-masing.
Para Menko itu melaporkan secara berkala hasil koordinasi pelaksanaan program-
program kepada Presiden dalam Sidang Kabinet.
Sementara para Menteri dan Kepala Lembaga yang bertindak sebagai penanggung
jawab pelaksanaan program-program, diinstruksikan mengoordinasikan
pelaksanaan program-program tersebut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-
masing.
Sedangkan para gubernur diinstruksikan untuk melaksanakan program-program
yang menjadi tanggung jawabnya, dan mengoordinasikan bupati/walikota dalam
pelaksanaan program –program di wilayahnya masing-masing. (ra)
Tiga Arahan Menuju Pembangunan Berkeadilan
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Mewujudkan masyarakat adil dan makmur
adalah tugas suci yang diemban semua pemimpin, siapa pun orangnya, di
Indonesia. Rezim boleh berganti, tapi tugas suci itu tak pernah berubah.
Masyarakat akan makmur bila pembangunan merata. Agar memenuhi unsur
keadilan, pembangunan tersebut haruslah pembangunan berkeadilan. Hal itu
mendapat perhatian serius Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Kerja
Presiden, yang berlangsung sejak Senin (19/4) hingga Rabu (21/4).
Ada tiga arahan SBY menyangkut pembangunan berkeadilan tersebut. Pertama,
mengatasi masalah sosial dari sisi hulu. Ada prakondisi yang membuat berbagai
persoalan itu muncul ke permukaan seperti kemiskinan yang absolut, masalah
kerusakan lingkungan hidup, dan juga keterbelakangan wilayah. “Kita harus
mengatasi masalah riil masyarakat agar tak menimbulkan persoalan baru,” kata
Presiden.
Kedua, sisi pencegahan juga sangat penting. Pendidikan harus menjamah seluruh
rumah tangga di Indonesia. tak hanya pendidikan melalui pusat-pusat pendidikan
seperti sekolah, melainkan juga pendidikan melalui berbagai bimbingan dan
penyuluhan agar ada perubahan gaya hidup.
“Keluarga Berencana juga harus sukses dan kita hidupkan kembali,” ucapnya.
Dia mengingatkan, jangan sampai keluarga-keluarga yang terus tumbuh tanpa
rencana pada akhirnya nanti malah menghasilkan anak telantar, anak yang
bermasalah dengan hukum, atau juga anak yang terjerat narkoba. Selain
meningkatkan penghasilan, aparat Pemerintah juga harus mengusahakan supaya
keluarga di Indonesia mengetahui gaya hidup yang benar.
Ketiga, membuat langkah-langkah efektif untuk mengatasi masalah yang sudah
banyak di Indonesia. “Anggaran Pemerintah harus didistribusikan dengan tepat
sasaran dan tepat tujuan untuk menangani masalah secara efektif,” kata Presiden.
Pembangunan ekonomi juga harus menyentuh sampai ke desa-desa. Dukungan
pada usaha kecil dan menengah, misalnya, bisa menjadi langkah awal untuk
memperbaiki situasi.
“Jangan lupa ada juga program-program kemanusiaan dari dunia usaha yang bisa
berperan,” Presiden menjelaskan.
Menurut SBY, ketiga arahan itu penting agar pembangunan kita tidak sekadar
mengejar angka-angka makro seperti pendapatan per kapita. Harus ada intervensi
negara untuk menghasilkan pembangunan yang berkualitas dan berkeadilan.
“Kita harus membuat program yang tepat karena masih banyak warga negara yang
memiliki masalah sosial. Ini adalah amanah bagi kita untuk menanganinya dengan
baik. Kita harus memotret secara lebih tajam ke dalam kelompok-kelompok yang
tertinggal dan bermasalah,” SBY memaparkan.
Selain ketiga arahan tersebut, Presiden juga memberi 10 arahan di bidang
pembangunan ekonomi.
1. Pertumbuhan pembangunan ekonomi harus lebih tinggi.
2. Pengangguran harus menurun dengan menciptakan lapangan kerja lebih banyak.
3. Tingkat kemiskinan harus semakin menurun.
4. Pendapatan per kapita harus meningkat.
5. Stabilitas ekonomi terjaga.
6. Pembiayaan (financing) dari dalam negeri harus kuat dan meningkat.
7. Ketahanan pangan dan air meningkat.
8. Ketahanan energi meningkat.
9. Daya saing ekonomi harus semakin meningkat.
10. Memperkuat green economy atau ekonomi ramah lingkungan.
Presiden memberikan arahan ini setelah menimbang bahwa ekonomi Indonesia
saat ini memiliki peluang besar untuk tumbuh lebih cepat. Setidaknya, Presiden
mencatat ada lima peluang yang harus kita manfaatkan.
Pertama, pertumbuhan ekonomi Asia Timur sedang tinggi, bahkan yang tertinggi di
dunia. “Yang saya maksud di sini adalah Asia Timur dalam arti luas, termasuk India,
ASEAN, Australia, dan Selandia Baru,” kata Presiden SBY.
Kedua, ekonomi indonesia sudah terintegrasi dengan kawasan yang sedang
tumbuh pesat tadi. “Ini adalah pendekatan geo-ekonomi,” Presiden menambahkan.
Ketiga, Indonesia punya modal yang luar biasa berupa daya tahan ekonomi yang
sangat kuat. Itu terbukti pada saat dunia mengalami krisis ekonomi kita masih
tetap tumbuh positif sebesar 4,5% tahun 2009 lalu.
Keempat, kapasitas dan potensi ekonomi secara nasional yang masih besar.
Potensi kewilayahan, industri, pertanian, dan sektor jasa di Indonesia masih bisa
berkembang lebih tinggi lagi.
Kelima, kita bisa menikmati pertumbuhan di masa sulit kendati masih ada banyak
masalah internal yang menghambat atau bottlenecking. Berbagai masalah internal
itu termasuk pula ekonomi biaya tinggi maupun iklim investasi yang belum optimal.
“Artinya, masih ada ruang untuk tumbuh lebih besar. Maka saya optimistis jika
masalah internal itu bisa kita atasi, Indonesia akan tumbuh lebih cepat lagi,” tutur
Presiden. (ra)
PEMBANGUNAN BERKEADILANPosted: 22 Juni 2011 by artmefa in Artikel Tag:Inpes 3, Pembangunan Berkeadilan
0
Inpres tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menginstruksikan para pejabat terkait untuk mengambil langkah-langkah yang
diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka
pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi
program prorakyat, keadilan untuk semua, dan pencapaian tujuan pembangunan
millennium (MDG’s).
Dalam Instruksi Presiden (Inpres)
Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan disebutkan
bahwa program prorakyat difokuskan pada program penanggulangan kemiskinan
berbasis keluarga; program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
masyarakat; dan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha mikro dan kecil.
Sementara program keadilan untuk semua fokus pada program keadilan bagi anak;
program keadilan bagi perempuan; program keadilan di bidang ketenagakerjaan;
program keadilan di bidang bantuan hukum; program keadilan di bidang reformasi
hukum dan peradilan; dan program keadlan bagi kelompok miskin dan
terpinggirkan.
Untuk program pencapaian tujuan pembangunan millennium fokus pada sejumlah
program. Antara lain, program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan; program
pencapaian pendidikan dasar untuk semua; program pencapaian kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan; program penurunan angka kematian anak;
dan program kesehatan ibu.
Pengambilan langkah-langkah pelaksanaan program itu berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, dan merujuk pada hasil
Rapat Kerja Presiden dengan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Gubernur dan
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi se-Indonesia, serta hasil diskusi
yang mendalam dengan para pakar, perwakilan dunia usaha, dan pemangku
kepentingan lainnya pada 19-21 April 2010 di Istana Tampak Siring, Bali.
Inpres yang berlaku mulai 21 April 2010 itu menginstruksikan para Menteri
Koordinator (Menko) untuk mengoordinasikan program-program
kementerian/lembaga yang berada di bawah ruang lingkup tugas dan koordinasi
masing-masing.
Para Menko itu melaporkan secara berkala hasil koordinasi pelaksanaan program-
program kepada Presiden dalam Sidang Kabinet.
Sementara para Menteri dan Kepala Lembaga yang bertindak sebagai penanggung
jawab pelaksanaan program-program, diinstruksikan mengoordinasikan
pelaksanaan program-program tersebut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-
masing.
Sedangkan para gubernur diinstruksikan untuk melaksanakan program-program
yang menjadi tanggung jawabnya, dan mengoordinasikan bupati/walikota dalam
pelaksanaan program –program di wilayahnya masing-masing. (ra)
Tiga Arahan Menuju Pembangunan Berkeadilan
Jakarta, MINDCOMMONLINE.COM – Mewujudkan masyarakat adil dan makmur
adalah tugas suci yang diemban semua pemimpin, siapa pun orangnya, di
Indonesia. Rezim boleh berganti, tapi tugas suci itu tak pernah berubah.
Masyarakat akan makmur bila pembangunan merata. Agar memenuhi unsur
keadilan, pembangunan tersebut haruslah pembangunan berkeadilan. Hal itu
mendapat perhatian serius Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Kerja
Presiden, yang berlangsung sejak Senin (19/4) hingga Rabu (21/4).
Ada tiga arahan SBY menyangkut pembangunan berkeadilan tersebut. Pertama,
mengatasi masalah sosial dari sisi hulu. Ada prakondisi yang membuat berbagai
persoalan itu muncul ke permukaan seperti kemiskinan yang absolut, masalah
kerusakan lingkungan hidup, dan juga keterbelakangan wilayah. “Kita harus
mengatasi masalah riil masyarakat agar tak menimbulkan persoalan baru,” kata
Presiden.
Kedua, sisi pencegahan juga sangat penting. Pendidikan harus menjamah seluruh
rumah tangga di Indonesia. tak hanya pendidikan melalui pusat-pusat pendidikan
seperti sekolah, melainkan juga pendidikan melalui berbagai bimbingan dan
penyuluhan agar ada perubahan gaya hidup.
“Keluarga Berencana juga harus sukses dan kita hidupkan kembali,” ucapnya.
Dia mengingatkan, jangan sampai keluarga-keluarga yang terus tumbuh tanpa
rencana pada akhirnya nanti malah menghasilkan anak telantar, anak yang
bermasalah dengan hukum, atau juga anak yang terjerat narkoba. Selain
meningkatkan penghasilan, aparat Pemerintah juga harus mengusahakan supaya
keluarga di Indonesia mengetahui gaya hidup yang benar.
Ketiga, membuat langkah-langkah efektif untuk mengatasi masalah yang sudah
banyak di Indonesia. “Anggaran Pemerintah harus didistribusikan dengan tepat
sasaran dan tepat tujuan untuk menangani masalah secara efektif,” kata Presiden.
Pembangunan ekonomi juga harus menyentuh sampai ke desa-desa. Dukungan
pada usaha kecil dan menengah, misalnya, bisa menjadi langkah awal untuk
memperbaiki situasi.
“Jangan lupa ada juga program-program kemanusiaan dari dunia usaha yang bisa
berperan,” Presiden menjelaskan.
Menurut SBY, ketiga arahan itu penting agar pembangunan kita tidak sekadar
mengejar angka-angka makro seperti pendapatan per kapita. Harus ada intervensi
negara untuk menghasilkan pembangunan yang berkualitas dan berkeadilan.
“Kita harus membuat program yang tepat karena masih banyak warga negara yang
memiliki masalah sosial. Ini adalah amanah bagi kita untuk menanganinya dengan
baik. Kita harus memotret secara lebih tajam ke dalam kelompok-kelompok yang
tertinggal dan bermasalah,” SBY memaparkan.
Selain ketiga arahan tersebut, Presiden juga memberi 10 arahan di bidang
pembangunan ekonomi.
1. Pertumbuhan pembangunan ekonomi harus lebih tinggi.
2. Pengangguran harus menurun dengan menciptakan lapangan kerja lebih banyak.
3. Tingkat kemiskinan harus semakin menurun.
4. Pendapatan per kapita harus meningkat.
5. Stabilitas ekonomi terjaga.
6. Pembiayaan (financing) dari dalam negeri harus kuat dan meningkat.
7. Ketahanan pangan dan air meningkat.
8. Ketahanan energi meningkat.
9. Daya saing ekonomi harus semakin meningkat.
10. Memperkuat green economy atau ekonomi ramah lingkungan.
Presiden memberikan arahan ini setelah menimbang bahwa ekonomi Indonesia
saat ini memiliki peluang besar untuk tumbuh lebih cepat. Setidaknya, Presiden
mencatat ada lima peluang yang harus kita manfaatkan.
Pertama, pertumbuhan ekonomi Asia Timur sedang tinggi, bahkan yang tertinggi di
dunia. “Yang saya maksud di sini adalah Asia Timur dalam arti luas, termasuk India,
ASEAN, Australia, dan Selandia Baru,” kata Presiden SBY.
Kedua, ekonomi indonesia sudah terintegrasi dengan kawasan yang sedang
tumbuh pesat tadi. “Ini adalah pendekatan geo-ekonomi,” Presiden menambahkan.
Ketiga, Indonesia punya modal yang luar biasa berupa daya tahan ekonomi yang
sangat kuat. Itu terbukti pada saat dunia mengalami krisis ekonomi kita masih
tetap tumbuh positif sebesar 4,5% tahun 2009 lalu.
Keempat, kapasitas dan potensi ekonomi secara nasional yang masih besar.
Potensi kewilayahan, industri, pertanian, dan sektor jasa di Indonesia masih bisa
berkembang lebih tinggi lagi.
Kelima, kita bisa menikmati pertumbuhan di masa sulit kendati masih ada banyak
masalah internal yang menghambat atau bottlenecking. Berbagai masalah internal
itu termasuk pula ekonomi biaya tinggi maupun iklim investasi yang belum optimal.
“Artinya, masih ada ruang untuk tumbuh lebih besar. Maka saya optimistis jika
masalah internal itu bisa kita atasi, Indonesia akan tumbuh lebih cepat lagi,” tutur
Presiden. (ra)
Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Pada Maret 2010 Mencapai 31,02 Juta OrangPosted: 22 Juni 2011 by artmefa in Artikel
0
kemiskinan
Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta
(13,33 persen), turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada
Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen).
Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang 0,81 juta (dari 11,91 juta pada Maret 2009 menjadi 11,10 juta pada
Maret 2010), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (dari 20,62
juta pada Maret 2009 menjadi 19,93 juta pada Maret 2010).
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak
berubah selama periode ini. Pada Maret 2009, 63,38 persen penduduk miskin
berada di daerah perdesaan, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 64,23 persen.
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar
dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan). Pada Maret 2010, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap
Garis Kemiskinan sebesar 73,5 persen, sedangkan pada Maret 2009 sebesar 73,6
persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah
beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe, bawang
merah, kopi, dan tahu. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan,
listrik, angkutan, dan pendidikan.
Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung
semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin juga semakin menyempit.
info lengkap : kemiskinan