Penggunaan Antibiotik Yang Rasional

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

Seiring

berkembangnya

penelitian

mengenai

obat-obatan,

saat

ini banyak

jenis antibiotik yang tersedia di pasaran. Hal ini terkadang membingungkan para dokter yang ingin menggunakannya. Selain itu, dengan adanya tekanan promosi yang sangat gencar dari pabrik farmasi akan memicu1

pemakaian antibiotik yang menjurus ke arah

ketidakrasionalan. Hingga kini belum ada kesepakatan antara dokter dan dokter, maupun rumah sakit dengan rumah sakit mengenai penggunaan antibiotika secara rasional. Padahal, untuk mendapatkan hasil optimal yang aman, efektif, dan efsisien dari terapi antibiotika diperlukan suatu persepsi yang sama mengenai penggunaan antibiotika untuk meminimalisasi efek samping bagi pasien. Komite medis dari tiap rumah sakit harus memiliki pedoman penggunaan antibiotika dan rutin melakukan audit.2 Dalam penggunaan antibiotika yang rasional, terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, seperti tepat indikasi, tepat penderita, tepat pemilihan jenis antibiotika, tepat dosis, tepat lama dan interval pemberian, efek samping minimal, ekonomis, dan menggunakan kombinasi yang tepat bila diperlukan.3 Pemakaian antibiotika yang irasional merupakan penggunaan antibiotika dengan indikasi yang tidak jelas, dosis atau lama pemakaian yang tidak sesuai, cara pemakaian yang kurang tepat, status obat yang tidak jelas, dan pemakaian antibiotika secara berlebihan. Pemakaian antibiotika secara irasional dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotika tersebut, meningkatkan toksisitas, meningkatnya kejadian efek samping obat, serta biaya pelayanan kesehatan menjadi tinggi.3 Penggunaan antibiotika secara tidak rasional salah satunya dengan memberikan resep antibiotika pada penyakit yang tidak memerlukan antibiotika. Dalam sebuah penelitian tahun 2004 tentang penyakit infeksi saluran pernafaan atas (ISPA) dan diare di empat provin si mencakup Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat ditemukan telah terjadi peresepan antibiotika secara tidak rasional. Pada ISPA penggunaan antibiotika tidak rasional sebesar 94%, sedangkan pada diare sebesar 87%. Penggunaan antibiotika secara tidak rasional ini juga akan memicu terjadinya pandemi antiresistensi mikroba. Selain pandemi, kebalnya pasien terhadap antibiotika akan menimbulkan biaya pengobatan yang lebih besar.4 Dalam keadaan ideal, pemilihan antibiotika dapat diseuaikan dengan kuman penyebab infeksi yang diketahui dengan pasti dari hasil pembiakan dan tes sensitifitas1

antibiotik. Terapi yang didasarkan atas pemeriksaan mikrobiologik tersebut merupakan terapi definitif. Namun, dalam keadaan sehari-hari pemeriksaan mikrobiologik tersebut seringkali tidak dapat dilaksanakan karena terbatasnya fasilitas, atau tidak mungkin ditunggu hasilnya sehingga antibiotika harus segera diberikan. Dalam keadaan ini dapat digunakan prinsip educated guess dengan mempertimbangkan organ atau sistem yang terkena infeksi dan kuman penyebab tersering, sehingga dapat diputuskan antibiotika yang paling sesuai.5 Terdapat beberapa hal penting mengenai antibiotika yang perlu diketahui sebelum memilih dan menggunakan antibiotika agar antibiotika dapat digunakan secara rasional, antara lain sifat aktifitasnya, spektrum, mekanisme kerja, pola resistensi, dan efek samping obat.3 Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai sifatsifat antibiotik dan penggunaannya, agar para pembaca mendapatkan wawasan lebih dan dapat mengaplikasikan penggunakan antibiotika secara rasional.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASANPerkembangan antibiotika merupakan salah satu hal yang penting dalam perkembangan terapeutika, baik sebagai pencegahan dan terapi agen infeksi maupun komplikasinya. Dalam pemilihan jenis antibiotika perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti; penemuan klinis, spesimen klinis sebagai diagnosis mikrobiologis, serta etiologi. Pemberian antibiotika initial biasanya bersifat empiris; yaitu sebelum ditemukannya agen infeksi. Alasan pemberian empiris karena infeksi bersifat akut dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas apabila pemberian antibiotika terlambat. Pemberian terapi empiris didasarkan atas pengalaman klinis yang mempertimbangkan lokasi anatomis infeksi, kemungkinan terbesar patogen penyebab, dan spektrum antibiotika. Diharapkan intervensi yang dini dapat meningkatkan prognosis kesembuhan pasien. Apabila etiologi telah ditemukan maka dapat dipertimbangkan apakah dapat diberikan agen dengan spektrum sempit sebagai terapi empiris atau pengkombinasian

antibiotika,dengan dosis yang optimal dan cara pemberian yang sesuai. Dengan demikian terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam p emilihan antibiotik. Ketiga faktor tersebut adalah:y Faktor pejamu (pasien)

Mencakup status imunitas, lokasi infeksi, penyakit penyerta, efek obat sebelumnya, gangguan eliminasi obat, usia, dan status kehamilan.y Faktor agen (mikrobiologis)

Perlu dipertimbangkan kesensitifitasan bakteri terhadap jenis antibiotika tertentu.y Faktor farmakologis

Mempertimbangkan faktor farmakodinamik (interaksi obat dengan mikroorganisme) dan farmakokinetik untuk efisiensi dan pencegahan resistensi.

2.1

Faktor Pejamu (Pasien)

2.1.1 Mekanisme Imunologi Manusia Dalam merespon infeksi, tubuh memiliki beberapa pertahanan tubuh, misalnya sel darah putih. Sel darah putih dibagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit (mencakup polimorfonuklear, yaitu neutrofil, basofil, dan eosinofil) dan agranulosit (seperti monosit dan limfosit) (Tabel 1).1 Pada keadaan infeksi, neutrofil tubuh akan bergerak dari aliran3

darah menuju jaringan untuk melawan patogen sehingga terjadi leukositosis. Selama infeksi, neutrofil imatur (mis. neutrofil batang) juga ikut dikeluarkan dari sumsum tulang ke aliran darah untuk membantu melawan infeksi, sehingga dikenal sebagai bandemia atau hitung jenis yang bergeser ke kiri (left shift). Terkadang pada infeksi usia lanjut, jumlah sel darah putih menunjukkan nilai normal, namun hitung jenis bergeser ke kiri. Oleh karena itu, hitung jenis sel darah putih penting pada infeksi.2 Limfosit turut berperan dalam melawan infeksi. Berdasarkan fungsinya, limfosit terbagi menjadi dua. Limfosit T yang berperan dalam imunitas seluler dan limfosit B yang berperan dalam imunitas humoral. Limfositosis biasanya terjadi pada infeksi virus akut, seperti Epstein Barr Virus dan sitomogelovirus, serta pada beberapa bakteri tertentu (mis. Brucellia sp.). Monositosis berhubungan dengan infeksi bakteri akut, walaupun keberadaanya terkait dengan respon terhadap jenis infeksi tertentu (mis. tuberkulosis) dan kemoterapi. Eosinifilia didapatkan pada infeksi parasit.1 Proses infeksi dapat disebabkan karena faktor endogen dan faktor eksogen. Infeksi endogen dikarenakan peningkatan flora normal tubuh atau gangguan terhadap mekanisme pertahanan tubuh (Tabel 2). Infeksi eksogen dapat terjadi melalui transmisi antar manusia, lingkungan, dan kontak dengan hewan. Infeksi mengacu pada adanya bakteri yang menyebabkan penyakit, sedangkan kolonisasi mengacu pada bakteri yang merupakan flora normal tubuh. Terapi antibiotika ditujukan terhadap infeksi bakteri yang menyebabkan penyakit, sedangkan kolonisasi flora normal dibiarkan intak. Hal ini penting karena antibiotika yang ditujukan untuk flora normal dapat menimbulkan resistensi bakteri.2

4

Tabel 1. Sel Darah Putih dan Fungsinya1,2Tipe Nilai Normal (%)Neutrofil Segmen 40-60 Fagosit (melawan bakteri dan jamur)

Fungsi

Abnormalitas

Leukositosis- Infeksi bakteri - Infeksi jamur

Batang 3-5

- Stres fisik - Cedera jaringan (misal: infark miokard) - Obat-obatan (misal kortikosteroid)

Leukopenia- Long standing infection - Kanker - Obat-obatan (misal kortikosteroid) Limfosit 20-40 Sel T (cell mediated immunity) - produksi antibodi - antigen presenting cell Sel B (humoral antibody response) - imunitas seluler melawan virus & tumor - regulasi sistem imun Monosit 2-8 Fagosit, prekursor makrofag

Limfositosis- Infeksi virus (misal mononukleosis) - Tuberkulosis - Infeksi jamur

Limfopenia- HIV

Monositosis- Tuberkulosis - Infeksi protozoa - Leukemia

Eosinofil

1-4

Reaksi antigen antibodi Respon alergi (perlawanan terhadap parasit)

Eosinofil- Reaksi hipersensitifitas, termasuk obatobatan - Infeksi parasit Reaksi hipersensitifitas

Basofil