25
1 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013 1 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Trisakti, [email protected] PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL BERDASARKAN HUKUM PESAINGAN USAHA Anna Maria Tri Anggraini 1 ABSTRAK Kartel merupakan tindakan anti persaingan yang membawa dampak paling signifikan, baik terhadap pesaing maupun konsumen. Di beberapa negara, kartel dianggap sebagai tindakan kriminal disertai denda pidana dan/atau kurungan. Mengingat dampak atas kartel terhadap konsumen berupa kerugian, maupun terhadap pesaingnya berujud hambatan masuk (entry barrier) ke pasar bersangkutan, maka terdapat sistem pembuktian kartel dengan penggunaan bukti ekonomi. Hal ini dilakukan guna mengatasi kesulitan mengungkap kartel, karena hampir semua kartel tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis. Tulisan ini menggunakan data sekunder berupa putusan-putusan KPPU di bidang industri minyak goreng dan fuel surcharge di industri penerbangan. Bukti ekonomi sangat diperlukan guna mendukung bukti langsung (direct evidence) yang biasanya sulit ditemukan dalam kartel. Bukti ekonomi tersebut berupa analisis atas harga yang sifatnya paralel dan terkoordinasi dengan cara mendata harga yang ditetapkan para pelaku dalam industri sejenis, dalam kurun waktu tertentu, dengan tingkat harga yang sangat tinggi. Bukti ekonomi ini merupakan implementasi pendekatan rule of reason di mana KPPU harus membuktikan dampak atas kartel baik terhadap pesaing maupun konsumen. Pembuktian unsur merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk memenuhi syarat formil, sedangkan bukti ekonomi diperlukan untuk memenuhi syarat material dalam suatu pembuktian. Sebaiknya, bukti ekonomi harus disertai bukti lain yang saling melengkapi (cicumstancial evidence), sehingga dapat meyakinkan semua pihak dalam menerima sistem pembuktian yang spesifik yang dikenal dalam Hukum Persaingan. Key Words : Larangan Kartel, Bukti Ekonomi A. PENDAHULUAN Perjanjian yang bersifat membatasi ( re- strictive agreements) adalah terlarang jika dilakukan antara pelaku usaha swasta maupun publik. Artinya bahwa perjanjian tersebut disepakati oleh individu atau rekanan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha tertentu untuk menjual barang atau jasa perdagangan. Namun demikian, perjanjian di antara pelaku usaha pengawas (controlling) dan yang diawasi (controlled), misalnya antara perusahaan induk ( parent companies ) dan anak perusahaan (subsidiary companies), atau antara perusahaan-perusahaan yang

PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

1Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

1 Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Trisakti, [email protected]

PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTELBERDASARKAN HUKUM PESAINGAN USAHA

Anna Maria Tri Anggraini1

ABSTRAK

Kartel merupakan tindakan anti persaingan yang membawa dampak palingsignifikan, baik terhadap pesaing maupun konsumen. Di beberapa negara, karteldianggap sebagai tindakan kriminal disertai denda pidana dan/atau kurungan.Mengingat dampak atas kartel terhadap konsumen berupa kerugian, maupunterhadap pesaingnya berujud hambatan masuk (entry barrier) ke pasarbersangkutan, maka terdapat sistem pembuktian kartel dengan penggunaan buktiekonomi. Hal ini dilakukan guna mengatasi kesulitan mengungkap kartel, karenahampir semua kartel tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis. Tulisan inimenggunakan data sekunder berupa putusan-putusan KPPU di bidang industriminyak goreng dan fuel surcharge di industri penerbangan. Bukti ekonomi sangatdiperlukan guna mendukung bukti langsung (direct evidence) yang biasanyasulit ditemukan dalam kartel. Bukti ekonomi tersebut berupa analisis atas hargayang sifatnya paralel dan terkoordinasi dengan cara mendata harga yangditetapkan para pelaku dalam industri sejenis, dalam kurun waktu tertentu, dengantingkat harga yang sangat tinggi. Bukti ekonomi ini merupakan implementasipendekatan rule of reason di mana KPPU harus membuktikan dampak atas kartelbaik terhadap pesaing maupun konsumen. Pembuktian unsur merupakan tindakanyang harus dilakukan untuk memenuhi syarat formil, sedangkan bukti ekonomidiperlukan untuk memenuhi syarat material dalam suatu pembuktian. Sebaiknya,bukti ekonomi harus disertai bukti lain yang saling melengkapi (cicumstancialevidence), sehingga dapat meyakinkan semua pihak dalam menerima sistempembuktian yang spesifik yang dikenal dalam Hukum Persaingan.

Key Words : Larangan Kartel, Bukti Ekonomi

A. PENDAHULUAN

Perjanjian yang bersifat membatasi (re-strictive agreements) adalah terlarang jikadilakukan antara pelaku usaha swastamaupun publik. Artinya bahwa perjanjiantersebut disepakati oleh individu ataurekanan perusahaan yang melakukankegiatan usaha tertentu untuk menjual

barang atau jasa perdagangan. Namundemikian, perjanjian di antara pelaku usahapengawas (controlling) dan yang diawasi(controlled), misalnya antara perusahaaninduk (parent companies) dan anakperusahaan (subsidiary companies), atauantara perusahaan-perusahaan yang

Page 2: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

2 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

2 Lawrence Anthony Sullivan, Antitrust (Saint Paul Minnesota: West Publishing, Co., 1977), hlm. 657.3 E. Thomas Sullivan dan Jeffrey L. Harrison, Under Standing Antitrust and its Economic Implementation (New York:

Matthew Bender, co) 1994, h. 149.4 Ibid.

terafiliasi bukan termasuk dalam jenisperjanjian ini, karena perjanjian tersebuttermasuk kesepakatan antara dua pelakuusaha yang berbeda tingkatannya, ataudisebut juga dengan perjanjian vertikal.

Adapun yang dimaksud denganperjanjian vertikal adalah kesepakatanperdagangan yang dilakukan oleh parapelaku usaha dari tingkat yang berbedadalam rangkaian produksi dan distribusi.2

Secara umum, perjanjian yang bersifatmenghambat secara vertikal adalahditetapkan oleh pabrikan (manufacture)atau distributor atas kegiatan usaha daripengecer.3 Analisis atas hambatan vertikalterdiri atas dua kategori, pertama, adalahperjanjian yang dilakukan oleh penjual untukmengontrol faktor-faktor yang berkaitandengan produk yang akan dijual kembali.Sebagai contoh, misalnya pabrikan hanyamau menjual kepada pengecer yangmenyetujui untuk menjual kembaliproduknya dengan harga tertentu. Dalamhal ini, pabrikan kadangkala jugamenentukan kepada jenis pelanggan manabarang tersebut dapat dijual, bahkanmenetapkan lokasi penjualan produknya.Akibat langsung dari kategori hambatan iniadalah persaingan antara para penjualdalam produk sejenis atau disebut jugaintrabrand competition. Kategori yangkedua, adalah meliputi usaha-usaha penjualuntuk membatasi pembelian yang dilakukanoleh pembeli atas penjualan produk

pesaingnya. Contoh jenis hambatan initerlihat dari tindakan tying arrangement,di mana seorang penjual hanya akanmenjual suatu jenis produk jika pembelibersedia membeli jenis produk lainnya daripenjual yang sama. Kemungkinan yang lainadalah penjual hanya menjual produknyadengan suatu persyaratan, bahwa pembeliharus membeli seluruh komponen yangdibutuhkan kepada penjual tersebut.Pembatasan seperti ini mengakibatkanpersaingan antar brands atau interbrandcompetition.4

Salah satu jenis Perjanjian yangDilarang dalam UU No. 5/1999 adalahkartel. Istilah kartel terdapat dalambeberapa bahasa seperti “cartel” dalambahasa Inggris dan kartel dalam bahasaBelanda. Kartel adalah yaitu suatukesepakatan antara beberapa perusahaanprodusen untuk mengatur dan mengen-dalikan berbagai hal, seperti harga, wilayahpemasaran dan sebagainya, dengan tujuanmenekan persaingan dan atau persainganusaha pada pasar yang bersangkutan danmeraih keuntungan. Kartel kadangkaladiartikan secara sempit, namun di sisi lainjuga diartikan secara luas. Dalam arti sempit,kartel adalah sekelompok perusahaan yangseharusnya saling bersaing, tetapi merekajustru menyetujui satu sama lain untukmenetapkan harga guna meraih keuntunganmonopolistis. Sedangkan dalam pengertianluas, kartel meliputi perjanjian antara para

Page 3: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

3Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

pesaing untuk membagi pasar, mengalo-kasikan pelanggan, dan menetapkan harga.Jenis kartel yang paling umum terjadi dikalangan penjual adalah perjanjianpenetapan harga, perjanjian pembagianwilayah pasar atau pelanggan, dan perjanjianpembatasan kuota produksi. Sedangkanyang paling sering terjadi di kalanganpembeli adalah perjanjian penetapan harga,perjanjian alokasi wilayah dan big rigging.Para pengusaha sejenis dapat mengadakankesepakatan untuk menyatukan perilakunyasedemikian rupa, sehingga mereka terhadapkonsumen berhadapan sebagai satukesatuan, yang dampaknya adalah sepertimemegang monopoli. Hal yang demikiandisebut “kartel ofensif”. Pengaturanpersaingan juga bisa diadakan untukmenghindarkan diri dari cara-cara bersaingyang sudah menjurus pada penghancurandiri sendiri, karena sudah menjurus padaperang harga dengan harga yang lebihrendah daripada harga pokoknya.Persaingan sudah terjerumus pada “cutthroat competition”. Dalam keadaan yangdemikian, semua perusahaan akan merugi,dan akhirnya bangkrut. Kalau pengaturanpersaingan di antara perusahaan sejenisdimaksudkan untuk menghindarkan diri darikeadaan yang demikian, namanya adalah“kartel defensif”. Kalau kartelnya defensif,pemerintah justru memberikan kekuatanhukum kepada kartel defensif tersebut,sehingga yang tidak ikut di dalamkesepakatan dipaksa oleh kekuatanundang-undang untuk ikut mematuhi

kesepakatan mereka.Larangan kartel secara eksplisit

merujuk pada Pasal 11 UU No. 5/1999,yang secara umum diartikan sebagaiperjanjian di antara pelaku usaha yangbertujuan menghambat persaingan dengancara menaikkan harga dan keuntungan.Adapun yang mendorong pendirian karteladalah persaingan ketat di pasar sejenis.Untuk menghindari persaingan fatal ini,anggota kartel setuju menentukan hargabersama, mengatur produksi, bahkanmenentukan secara bersama potonganharga, promosi, dan syarat-syarat penjualanlain. Biasanya harga yang dipasang kartellebih tinggi dari harga yang terjadi kalautidak ada kartel. Adanya kartel juga bisamelindungi perusahaan yang tidak efisien,yang bisa hancur bila tidak masuk kartel.Dengan demikian, ada beberapapersyaratan untuk mendirikan kartel.Pertama, semua produsen besar dalamsatu industri masuk menjadi anggota. Inisupaya terdapat kepastian bahwa kartelbenar-benar kuat. Kedua, semua anggotataat melakukan apa yang diputuskanbersama. Ketiga, jumlah permintaanterhadap produk mereka terus meningkat.Kalau permintaan turun, kartel kurangefektif, karena makin sulit mempertahankantingkat harga yang berlaku. Keempat, sulitbagi pendatang baru untuk masuk.

Kartel merupakan perilaku bisnis yangmudah dilakukan oleh para pelaku usaha,sekaligus dapat mendatangkan keuntungansignifikan bagi para anggotanya dalam

Page 4: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

4 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

jangka waktu tertentu dan di pasar produkdan/atau geografis yang tertentu. Mengingatdampak kartel yang sangat signifikanterhadap masyarakat maupun pesaing baruserta sulitnya membuktikan perjanjiantersebut, maka penulis mengangkat judul“Penggunaan Bukti Ekonomi dalamMembuktikan Perkara-perkara Kartel(Studi Terhadap Putusan-putusan KPPUTahun 2005 sampai 2010)”. Tulisan inimengemukakan dua permasalahan, yaknibagaimana KPPU membuktikan adanyapelanggaran kartel berdasarkan UU No. 5/1999; dan bagaimana KPPU menggunakanbukti ekonomi dalam membuktikan kartelberdasarkan UU No. 5/1999).

B. PEMBAHASAN

Kartel dapat di definisikan secarasempit namun disisi lain diartikan secaraluas. Definisi kartel secara sempit adalahsekelompok perusahaan yang seharusnyasaling bersaing, tetapi mereka justrumenyetujui satu sama lain untuk menetapkanharga guna meraih keuntungan monopolis.5

Sedangkan dalam pengertian luas, kartelmeliputi perjanjian antara para pesaing untukmembagi pasar, mengalokasikan pelanggan,dan menetapkan harga.6 Contoh kartel yangpaling umum yang dilakukan oleh penjualadalah perjanjian penetapan harga,

persekongkolan tender (bid rigging),perjanjian pembagian wilayah atau pelanggandan perjanjian pembatasan output.Sedangkan di kalangan pembeli adalahperjanjian penetapan harga, perjanjianalokasi dan bid rigging.7 Berdasarkanpengertian kartel dalam arti luas dan sempittersebut dapat disimpulkan bahwapengertian kartel dalam Pasal 11 UU Nomor5 Tahun termasuk dalam pengertian luas.

Sebuah kartel pada umumnyamempunyai beberapa karakteristik, yaitu:1. Terdapat konspirasi diantara beberapa

pelaku usaha;2. Melibatkan para senior eksekutif dari

perusahaan yang terlibat para senioreksekutif inilah biasanya yangmenghadiri pertemuan-pertemuan danmembuat keputusan;

3. Biasanya dengan menggunakanasosiasi untuk menutupi kegiatanmereka;

4. Melakukan price fixing ataupenetapan harga. Agar penetapanharga berjalan efektif, maka diikutidengan alokasi konsumen ataupembagian wilayah atau alokasiproduksi. Biasanya kartel akanmenetapkan pengurangan produksi.

5. Adanya ancaman atau sanksi bagianggota yang melanggar perjanjian.Apabila tidak ada sanksi bagipelanggar, maka suatu kartel rentanterhadap penyelewengan untukmendapatkan keuntungan yang lebih

5 Herbert Hovenkamp, Untitrust, (St.Paul, Minn: West Publising Co., 1993), hlm. 71.6 "A cartel is formal agreement among firm in an olygopolistic industry. Cartel members may agree on such matters

as prices, total industry output, market shares, allocation of customers, allocation of territories, bid rigging,establisment of common sales agencies, an the division of profits or combination of these”. R.S Khemani and D.M.Shapiro, Glossary of industrial Organitation Economics and Competition Law (Paris: OECD, 1996), hlm. 7.

7 R. Shyam Khemani, et al., A Frame for The design and Implementation of Competition Law and Policy, (Washington,D.C-Parish: The World Bank-OECD, 1999), hlm. 20.

Page 5: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

5Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

besar daripada anggota kartel lainnya;6. Adanya distribusi informasi kepada

seluruh anggota kartel. Bahkan jikamemungkinkan dapat menyeleng-garakan audit dengan menggunakandata laporan produksi dan penjualanpada periode tertentu. Auditor akanmembuat laporan produksi danpenjualan setiap anggota kartel dankemudian membagikan hasil audittersebut kepada seluruh anggotakartel;8

Terdapat beberapa persyaratan agarsuatu kartel dapat berjalan efektif,diantaranya:1. Jumlah pelaku usaha, semakin banyak

pelaku usaha di pasar, semakin sulituntuk terbentuknya suatu kartel. Kartelakan mudah dibentuk dan berjalanlebih efektif apabila jumlah pelakuusaha sedikit atau pasar terkonsentrasi;

2. Produk di pasar bersifat homogen,karena produk homogen, maka lebihmudah untuk mencapai kesepakatanmengenai harga;

3. Elastisitas terhdap permintaan barang,permintaan akan produk tersebut tidakberfluktuasi. Apabila permintaan sangatfluktuatif, maka akan sulit untukmencapai kesepakatan baik mengenaijumlah produksi maupun harga;

4. Pencegahan masuknya pelaku usahabaru ke pasar;

5. Tindakan-tindakan anggota kartelmudah untuk diamati, seperti telahdijelaskan, bahwa dalam suatu kartelterdapat kecenderungan bagi

anggotanya untuk melakukankecurangan. Apabila jumlah pelakuusaha tidak terlalu banyak, makamudah untuk diawasi;

6. Penyesuaian terhadap perubahanpasar dapat segera dilakukan. Kartelmembutuhkan komitmen dari anggota-anggotanya untuk menjalankankesepakatan kartel sesuai denganpermintaan dan penawaran di pasar.Kartel akan semakin efektif jika dapatdengan cepat merespon kondisi pasardan membuat kesepakatan kartel barujika diperlukan;9

Kartel sering menjadi pilihan pelakuusaha untuk mengambil keuntungan darikonsumen, maka kartel menjadi perilakuyang menguntungkan dan menarik bagipelaku usaha. Hal tersebut, dikarenakan biladalam jangka panjang terdapat masalahuntuk mendapatkan modal, sehinggapesaing baru akan sulit membentuk usahamasuk ke pasar tersebut, teknologi yangdimiliki anggota kartel sulit untukdidapatkan, kesulitan untuk mendapatkanbahan mentah atau sumber daya, lamanyapesaing untuk mengetahui cara masuk kepasar.

Perjanjian kartel yang diatur dalamPasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999sebenarnya dikuatkan dengan olehbeberapa pasal yang terkait dengan kartelyaitu Pasal 4 mengenai oligopoli, Pasal 5sampai dengan Pasal 8 mengenai Penetapan

8 Indonesia, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman PelaksanaanPasal 11 Tentang Kartel Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopolidan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 4

9 Indonesia, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman PelaksanaanPasal 11 Tentang Kartel Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopolidan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.4

Page 6: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

6 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

harga, Pasal 9 mengenai Pembagian wilayahdan yang paling membahayakan apabilakartel melakukan pemboikotan, diaturdalam Pasal 10 UU Nomor 5 Tahun1999.10 Maka dapat disimpulkan, bahwakartel sebenarnya merupakan gabungandari beberapa perilaku dan perjanjian yangdiatur dalam pasal-pasal tersebut. Karenaitulah kartel dianggap perilaku yang sangatmembahayakan perekonomian negarakarena berpotensi menimbulkan praktekmonopoli dan atau persaingan usaha tidaksehat sangatlah besar. Hal-hal apa saja yangperlu diungkap untuk membuktikan adanyakartel, di bawah ini akan diuraikan tentangunsur-unsur kartel.

1. Pembuktian Unsur-unsur KartelDalam Hukum PersainganSetidaknya terdapat dua perkara kartel

yang menjadi benchmark dan dinyatakanmelanggar ketentuan tentang kartel olehKPPU, yakni minyak goreng dan fuel sur-charge pesawat terbang. Metodepembuktian atas kedua perkara tersebutadalah menjabarkan unsur-unsur kartel sertamenerapkan bukti ekonomi.

a. Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009 tentang Kartel MinyakGoreng

Pembuktian adanya dugaan karteladalah pemenuhan unsur-unsur yang diaturdalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 11 UU

No. 5/1999, sesuai dengan dugaan yangdibebankan oleh KPPU. Pada hakekatnyaharus mengikuti prosedur struktur, perilaku,dan dampak. Pembuktian Unsur-unsurPasal 4 ayat (1) dan (2) UU No. 5/1999,terdiri dari: Pelaku usaha, Perjanjian denganpelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi danatau pemasaran barang dan atau jasa,Praktek monopoli dan/atau persainganusaha tidak sehat, dan unsur 2 atau 3 pelakuusaha atau kelompok pelaku usahamenguasai lebih dari 75% pangsa pasar satujenis barang atau jasa tertentu.

Pada putusan perkara kartel minyakgoreng, terbuktinya unsur pelaku usahamengacu kepada pengertian pelaku usahapada Pasal 1 angka 5 UU Nomor 5 Tahun1999. Majelis Komisi menyatakan, bahwa21 pelaku usaha minyak goreng merupakanbadan usaha yang berbentuk badan hukumyang didirikan dan berkedudukan ataumelakukan kegiatan dalam wilayah hukumNegara Republik Indonesia, yang memilikikegiatan usaha yang berbeda-beda yaitu PTMultimas Nabati Asahan, PT Sinar AlamiPermai, PT Multi Nabati Sulawesi, PTSmart, Tbk, dan PT Salim Ivomas Pratamamelakukan kegiatan produksi dan penjualanminyak goreng curah dan kemasan(bermerek), PT Bina Karya Primamelakukan kegiatan produksi dan penjualanminyak goreng kemasan (bermerek),

10 Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan UsahaTidak Sehat, Pasal 10.

Page 7: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

7Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

sedangkan PT Wilmar Nabati Indonesia,PT Agrindo Indah Persada, PT Musim Mas,PT Intibenua Perkasatama, PT MegasuryaMas, PT Agro Makmur Raya, PT MikieOleo Nabati Industri, PT Indo KaryaInternusa, PT Berlian Eka Sakti Tangguh,dan PT Asia Agro Agung Jaya melakukankegiatan produksi dan penjualan minyakgoreng curah.

Dalam unsur “perjanjian” denganpelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi danatau pemasaran barang dan atau jasa,Majelis Komisi merujuk pada pengertianPerjanjian Pasal 1 ayat (7) UU No. 5/1999.Majelis Komisi KPPU berpendapat adanyafakta perjanjian yang dilakukan secara tidaktertulis. Dalam pembuktiannya penguasaanproduksi atau pemasaran Majelis Komisimenggunakan indirect evidence yaitu dua(2) tipe bukti ekonomi, bukti pertama,adalah bukti yang terkait dengan strukturpada intinya menjelaskan mengenai adanyastruktur pasar minyak goreng curah yangsangat terkonsentrasi. Perusahaan besarmenguasai pangsa pasar dan memilikikekuatan untuk menentukan tingkat harga,

adanya produk minyak goreng yang relatifhomogen, dan tingkat hambatan masuk didalam pasar minyak goreng kemasan relatiftinggi, permintaan minyak goreng memilikikarakteristik inelastis, serta adanyatransparasi dan pertukaran informasi hargaminyak goreng.

Bukti kedua yang terkait denganstruktur yaitu adanya price parallelism.Majelis Komisi dalam membuktikan adanyaatau tidaknya price parallelismmenggunakan Uji Homogenity of Varians,yang hasilnya menunjukkan fakta adanyaprice parallelism pada pasar minyakgoreng curah dan kemasan (bermerek),karena nilai probabilitas hasil iji tersebutlebih besar dari 5%. Selain itu, adanya faktafacilitating practices yang dilakukanmelalui price signaling dalam melakukankegiatan promosi pada waktu yang tidakbersamaan serta pertemuan-pertemuan ataukomunikasi antar pesaing melalui asosiasi.

Selanjutkan apabila dipisahkan antaraprodusen minyak goreng curah denganminyak goreng kemasan (bermerek) makadapat digambarkan sebagai berikut:

Produsen Minyak GorengCurah Produsen Minyak GorengKemasan (Bermerek)

Wilmar GroupMusim Mas Group

Permata Hijau Group

Sinar Mas Group/PT Smart, Tbk

Salim Group/PT Salim Ivomas PratamaPT Bina Karya Prima

Sungai Budi Group/PT Tunas Baru Lampung, Tbk

Best GroupPT Pacific Palmindo Industri

PT Asian Agro Agung Jaya

Page 8: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

8 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

Pembagian pasar antara minyakgoreng curah dan minyak goreng kemasan(bermerek) tersebut dibandingkan dengantotal konsumsi nasional, maka dapatdiketahui pangsa pasar masing-masingproduk yaitu:

Berdasarkan penilaian tersebut, MajelisKomisi berpendapat bahwa struktur pasarminyak goreng curah dan kemasan adalaholigopoly, karena hanya dikuasai olehbeberapa pelaku usaha, yaitu: untuk minyakgoreng curah dikuasai oleh Wilmar Group,Musim Mas Group, PT Smart, Tbk dan PTAsian Agro Agung Jaya (2007) atau PTBerlian Eka Sakti Tangguh (2008).Sedangkan untuk minyak goreng kemasan(bermerek) adalah PT Salim Ivomas

1) Minyak Goreng curah;

No Pelaku usaha 2007 20081. Wilmar Group 25,03% 39,01%2. Musim Mas Group 20,80% 29,91%3. Sinar Mas Group/PT Smart, Tbk 6,90% 6,69%4. PT Asian Agro Agung Jaya 6,43% 1,24%5. Permata Hijau Group 2,43% 1,71%6. Best Group 1,57% 2,52%7. Sungai Budi Group/PT Tunas 1,98% 1,96%

Baru Lampung, Tbk8. PT Pacific Palmindo Industri - 1,96%

2) Minyak Goreng Kemasan (bermerek);

No Pelaku usaha 2007 20081. Salim Group 58,19% 60,97%2. Wilmar Group 17,35% 13,00%3. SinarMas Group/PT Smart, Tbk 13,34% 15,79%4. PT Bina Karya Prima 9,20% 6,96%5. Musim Mas Group 1,28% 2,45%6. PT Asian Agro Agung Jaya 0,60% 0,72%7. Sungai Budi Group/PT Tunas 0,04% 0,11%

Baru lampung, Tbk

Pratama, Wilmar Group, PT Smart, Tbk,dan PT Bina Karya Prima. Majelis Komisi(KPPU) menyimpulkan terpenuhinya unsurperjanjian dengan pelaku usaha lain untuksecara bersama-sama melakukanpenguasaan produksi dan pemasaran barangdan jasa.

Terhadap unsur “dapat mengakibatkanterjadinya praktek monopoli dan ataupersaingan usaha tidak sehat”, MajelisKomisi merujuk pada pengertian PraktekMonopoli yang tercantum dalam Pasal 1angka 2 dan Persaingan Usaha Tidak Sehatpada Pasal 1 angka 6 UU Nomor 5 Tahun1999. Bahwa tindakan para pelaku usahaminyak goreng kemasan dan curah telahmelakukan “kesepakatan tidak langsung”guna menguasai dan mempertahankanpenguasaan dan konsentrasi pasar minyakgoreng di Indonesia merupakan tindakanpemusatan kekuatan ekonomi olehbeberapa pelaku usaha. Dampak daripenguasaan pasar tersebut menyebabkanterjadinya koordinasi dalam menghadapipenurunan harga CPO periode bulan april2008 hingga bulan Desember 2008 yangtidak direspons secara proporsional olehpelaku usaha minyak goreng untukmenetapkan kembali harga minyak gorengcurah dan kemasan. Akibatnya, konsumenmengalami kerugian untuk memperolehharga minyak goreng yang lebih rendah.Majelis Komisi melakukan perhitungankerugian konsumen dengan cara menghitungselisih rata-rata penjualan minyak goreng

Page 9: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

9Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

dengan rata-rata harga perolehan CPOmasing-masing para pelaku usaha minyakgoreng. Kemudian Majelis Komisimembandingkan selisih harga rata-ratatersebut pada periode bulan Januari 2007hingga bulan Maret 2008 dengan periodebulan April 2008 hingga Desember 2008,sehingga jumlah kerugiannya sebesar kuranglebih Rp. 1.270.263.632.175,00,-untuk minyak goreng kemasan danRp. 374.298.034.526,00,- untuk minyakgoreng curah.

Unsur berikutnya, yakni “dua atau tigapelaku usaha atau kelompok pelaku usahamenguasai lebih dari 75% pangsa pasar satujenis barang atau jasa tertentu” dinyatakanoleh Majelis Komisi yang menilai, bahwaterdapat dua jenis oligopoli dalam PasarBersangkutan minyak goreng yaitupertama, oligopoli sempit, di mana dalamstruktur pasar ini hanya melibatkan sejumlahkecil pelaku usaha yaitu 2 (dua) atau 3 (tiga)pelaku usaha yang menguasai lebih dari75% pangsa, dan kedua, oligopoli luas,di mana dalam struktur pasar ini dapatmelibatkan jumlah pelaku usaha yang lebihbanyak, sehingga jika dilandasi denganadanya suatu perjanjian menjadi beradadalam ruang lingkup ketentuan Pasal 4 ayat(1) UU Nomor 5 Tahun 1999.

Selain itu, dikenakan Pasal 5 UU No.5/1999, yang unsurnya meliputi unsurpelaku usaha dan perjanjian dengan pelakuusaha pesaingnya untuk menetapkan hargaatas suatu barang dan atau jasa yang harus

dibayar oleh konsumen atau pelangganpada pasar bersangkutan yang sama. Dalamhal ini, Majelis Komisi menilai berdasarkanfakta-fakta terkait dengan struktur danperilaku. Secara struktural, pasar minyakgoreng merupakan bentuk pasar oligopoliyang makin terkonsentrasi. Sedangkanperilaku para pelaku usaha dapatdikategorikan sebagai price parallelismdan/atau facilitating practices yangdilakukan melalui price signaling.Berdasarkan fakta-fakta tersebut, MajelisKomisi menilai komunikasi dan/ataukoordinasi dengan didukung bukti ekonomitersebut dapat dikategorikan sebagaiperjanjian yang dilakukan oleh pelaku usahadengan pelaku usaha pesaingnya, untukmenetapkan harga minyak goreng yangharus dibayar oleh konsumen ataupelanggan pada Pasar Bersangkutan yangsama.

Di samping Pasal 4 dan Pasal 5 UUNo. 5/1999, juga terdapat pelanggaranterhadap Pasal 11 UU No. 5/1999, yangunsurnya adalah unsur: a) pelaku usaha, b)perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,c) yang bermaksud untuk mempengaruhiharga dengan mengatur produksi dan ataupemasaran suatu barang dan atau jasa, dand) unsur yang dapat mengakibatkanterjadinya praktek monopoli dan ataupersaingan usaha tidak sehat.

Majelis Komisi menentukan unsurpelaku usaha dalam perkara ini adalah PTMultimas Nabati Asahan, PT Sinar Alami

Page 10: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

10 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

Perma, PT Multi Nabati Sulawesi, PTMikie Oleo Nabati Industri, PT Smart,Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, PT BinaKarya Prima, PT Tunas Baru Lampung danPT Asia Agro Agung Jaya. Para pelakuusaha melakukan kegiatan produksi dan/atau pemasaran minyak goreng kemasan(bermerek) sebagaimana telah diuraikandalam pembuktian unsur Pasal 4 di atas.

Bahwa unsur perjanjian denganpelaku usaha pesaingnya ini dibuktikan olehMajelis Komisi, bahwa para pelaku usahatersebut di atas adalah pesaing di industriminyak goreng. Sedangkan unsur “yangbermaksud untuk mempengaruhi hargadengan mengatur produksi dan ataupemasaran suatu barang dan atau jasa”dibuktikan oleh Majelis Komisi denganpenemuan bukti adanya pengaturan dalampemasaran produk minyak goreng kemasan(bermerek). Pengaturan tersebut dilakukanPT Multimas Nabati Asahan, PT SinarAlami Perma, PT Multi Nabati Sulawesi,PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Smart,Tbk, PT Salim Ivomas Pratama, PT BinaKarya Prima, PT Tunas Baru Lampung danPT Asia Agro Agung Jaya melalui perilakufacilitating pratice dalam kegiatanpemasaran.

Pembuktian unsur “yang dapatmengakibatkan terjadinya praktekmonopoli dan atau persaingan usaha tidaksehat” dilakukan Majelis Komisi dengancara menilai dampak perilaku pemasaranpara pelaku usaha mengakibatkan tidak

adanya persaingan dari sisi harga. Selain itu,ditemukan perilaku pengaturan dalampemasaran produk yang dilakukan parapelaku usaha minyak goreng, sehinggamengakibatkan kerugian konsumen.Kerugian tersebut dapat dikategorikansebagai kerugian terhadap kepentinganumum, mengingat produk minyak gorengmerupakan kebutuhan pokok ataukebutuhan strategis masyarakat.

KPPU dalam membuktikan terjadinyaperilaku kartel dalam perkara ini meng-gunakan unsur perjanjian antara pelakuusaha dengan pesaingnya merujuk padapengertian perjanjian pada Pasal 1 ayat 7UU Nomor 5 Tahun 1999. Perjanjian yangdigunakan dalam perkara kartel minyakgoreng adalah perjanjian tidak tertulis.KPPU menduga telah terjadi kolusi secaradiam-diam yang dilakukan oleh para pelakuusaha minyak goreng untuk melakukankonspirasi yaitu dengan melakukankoordinasi untuk tidak menurunkan hargaminyak goreng pada saat harga CPO duniaturun, bahkan sebaliknya, harga tetap tidakmengalami penurunan. Perjanjian secaratidak tertulis atau kolusi secara diam-diamjuga dilakukan oleh palaku usaha minyakgoreng dengan difasilitasi asosiasi GIMNIdengan mengadakan pertemuan tanggal 9Februari 2009 untuk menetapkan hargaminyak goreng di pasar sesuai dengan yangdiharapkan pemerintah dalam programMINYAKITA tentang harga minyakkemasan sederhana dengan harga yang

Page 11: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

11Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

terjangkau masyarakat yaitu Rp.8000,-/ltr.Penentuan alat bukti pertemuan pada

tanggal 9 Februari 2009 seharusnya dapatdimasukkan ke dalam direct evidencekarena terdapat risalah pertemuan yangmembahasa mengenai harga, kapasitaproduksi dan struktur biaya produksi.Risalah pertemuan tersebut dapat di jadikanbukti telah terjadinya kolusi secara tidaklangsung untuk melakukan kartel. Namunsebaliknya KPPU menempatkannya dalambukti komunikasi sehingga kedudukannyasebagai indirect evidence.

Namun dalam pembuktianmenggunakan facilitating practice KPPUtidak menjelaskan secara terperincimengenai perilaku facilitating practice.Dalam hal untuk membedakan suatuperilaku dilakukan dengan perjanjian tertulismaupun lisan merupakan interdependensidalam pasar oligopoli, karenanyadibutuhkan penilaian motivasi para pelakuusaha untuk melakukan suatu tindakansecara bersama-sama. Maka facilitatingpractice dapat dipergunakan untukmenentukan alasan-alasan pelaku usahamelakukan perilaku tertentu. Facilitatingpractices meliputi antara lain pertukaraninformasi termasuk yang berisi informasitentang harga saat ini, biaya, rencana bisnis,pemanfaatan kapasitas, atau non-publik,informasi bisnis sensitif, pengumuman harga(price signal), pengumuman mengenairencana bisnis akan datang yangmemberikan kesempatan kepada peserta

lain untuk mengadakan adaptasi, diseminasiatau penyebarluasan data diantara parapesaing mengenai kegiatan ekonomimereka, alat dan cara untuk mengobservasidan mendeteksi penurunan ataupemotongan harga melalui klausula dalamkontrak dan standardisasi dalamperdagangan.

b. Putusan KPPU Nomor 25/KPPU-I/2009 tentang Penetapan HargaFuel Surcharge dalam IndustriJasa Penerbangan Domestik;

Untuk membuktikan ada tidaknyapelanggaran terhadap Pasal 5 UU Nomor5 Tahun 1999, Majelis Komisi mem-buktikan terpenuhinya unsur-unsur Pasal 5UU Nomor 5 Tahun 1999 sebagai berikut:Pelaku Usaha, Perjanjian, PenetapanHarga, dan Pasar Bersangkutan. Unsur inimengacu kepada pengertian Pelaku Usahapada Pasal 1 angka 5 UU No. 5/1999.Majelis Komisi menyatakan, bahwaPT Garuda Indonesia (Persero), PTSriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Air-lines (Persero), PT Mandala Airlines, PTRiau Airlines, PT Travel Express Avia-tion Services, PT Lion Mentari Airlines,PT Wings Abadi Airlines, PT MetroBatavia dan PT Kartika Airlines (sembilanpelaku usaha maskapai penerbangan)merupakan badan usaha yang berbentukbadan hukum yang didirikan danberkedudukan atau mela-kukan kegiatandalam wilayah hukum Negara Republik In-

Page 12: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

12 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

donesia. Dalam hal ini kecuali PT TriganaAir Service tidak memenuhi Unsur PelakuUsaha seba-gaimana dimaksud dalam Pasal1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 karenasecara de facto sudah dicabut seluruh IjinOperasinya oleh Departemen Perhubungandan sudah tidak menjalankan kegiatan usahadi bidang Angkutan Udara NiagaBerjadwal. Sedangkan unsur pelaku usahapesaingnya yang dimaksud adalah dua belaspelaku usaha maskapai penerbangan.

Majelis Komisi menyimpulkan unsurPerjanjian dalam perkara ini merujuk padapengertian Perjanjian Pasal 1 ayat 7 UUNomor 5 Tahun 1999, bahwa perjanjianadalah “suatu perbuatan satu atau lebihpelaku usaha untuk mengikatkan diriterhadap satu atau lebih pelaku usaha laindengan nama apa pun, baik tertulis maupuntidak tertulis.” Dalam perkara ini MajelisKomisi berdasarkan fakta menemukanperjanjian tertulis terkait dengan penetapanfuel surcharge pada tanggal 4 Mei 2006yaitu berdasarkan Berita Acara PersetujuanPelaksanaan Fuel Surcharge (Ref. BeritaAcara Nomor 9100/53/V/2006) yangditandatangani oleh Ketua Dewan INACA,Sekretaris Jenderal INACA dan 9(sembilan) perusahaan angkutan udara niagayaitu PT Mandala Airlines, PT MerpatiNusantara Airlines (Persero), PTDirgantara Air Service, PT Sriwijaya Air,PT Pelita Air Service, PT Lion Mentari Air,PT Batavia Air, PT Indonesia Air Trans-port, PT Garuda Indonesia (Persero), yang

menyepakati pelaksanaan fuel surchargemulai diterapkan pada tanggal 10 Mei 2006dengan besaran yang diberlakukan padasetiap penerbangan dikenakan rata-rata Rp20.000,- (duapuluh ribu rupiah) perpenumpang. Perjanjian ini untukmenetapkan besaran fuel surcharge secarabersama-sama; pada Periode I (Mei 2006s/d Maret 2008) untuk zona penerbangandengan waktu tempuh 0 s/d 1 jam, 1 s/d 2jam dan 2 s/d 3 jam.

Perjanjian tersebut secara formaldibatalkan dengan terbitnya Notulen RapatINACA No. 9100/57/V/2006 pada tanggal30 Mei 2006, yang pada intinyamenyimpulkan penerapan dan besaran fuelsurcharge diserahkan kembali kepadamasing-masing perusahaan penerbangannasional Anggota INACA. Meskipun adakesepakatan membatalkan perjanjian sejaktanggal 30 Mei 2006, namun MajelisKomisi menilai perjanjian tersebut masihtetap dilaksanakan oleh masing-masingmaskapai penerbangan.

Berdasarkan hal tersebut dapatdisimpulkan, bahwa perjanjian dalamperkara ini adalah perjanjian tidak tertulisuntuk menetapkan besaran fuel surchargesecara bersama-sama yang dilakukan olehpara pelaku usaha yaitu Pelaku usaha I,PT Garuda Indonesia (Persero); Pelakuusaha II, PT Sriwijaya Air; Pelaku usahaIII, PT Merpati Nusantara Airlines(Persero), Pelaku usaha IV, PT MandalaAirlines; Pelaku usaha VI, PT Travel

Page 13: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

13Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

Express Aviation Service; Pelaku usahaVII, PT Lion Mentari Airlines; Pelakuusaha VIII, PT Wings Abadi Airlines;Pelaku usaha IX, PT Metro Batavia; Pelakuusaha X, PT Kartika Airlines; pada PeriodeI (Mei 2006 s/d Maret 2008) untuk zonapenerbangan dengan waktu tempuh 0 s/d 1jam, 1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam.

Unsur penetapan harga dinilai MajelisKomisi berdasarkan fakta mengenai formulaperhitungan fuel surcharge, asumsi hargaavtur, asumsi konsumsi avtur dan asumsiload factor yang dibuat oleh masing-masingPelaku usaha berbeda-beda. MajelisKomisi menilai seharusnya fuel surchargeyang ditetapkan oleh masing-masing pelakuusaha juga berbeda-beda berdasarkanpertimbangan masing-masing perusahaan.

2. Penggunaan Bukti EkonomiDalam Perkara Kartel;

Majelis Komisi membuktikanterjadinya kartel dengan mengunakan alatbukti tidak langsung (indirect evidence),berupa:a. Bukti komunikasi, berupa adanya

pertemuan dan komunikasi antarpesaing pada tanggal 29 Februari2008 meskipun tidak terdapatsubstansi dari pertemuan tersebut. Danpertemuan tanggal 9 Februari 2009yang membahas mengenai harga,kapasita produksi, dan struktur biayaproduksi.

b. Bukti ekonomi, terdapat dua buktiekonomi yaitu struktur dan perilaku.

Dalam perkara ini industri minyakgoreng baik curah maupun kemasanmemiliki struktur pasar yangterkonsentrasi pada beberapa pelakuusaha atau disebut oligopoli. Buktiperilaku terlihat dari adanya price par-allelism.

c. Facilitating practice yang dilakukanmelalui price signaling dalam kegiatanpromosi dalam waktu yang tidakbersamaan serta pertemuan-perte-muan atau komunikasi antar pesaingmelalui asosiasi.11

Setidaknya, dua perkara kartel dibawah ini yang menggunakan alat buktitidak langsung (indirect evidence).

a. Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009 tentang Kartel MinyakGoreng;

Majelis Komisi menentukan definisipasar bersangkutan dalam perkara kartelminyal goreng merujuk pada Pasal 1 angka10 UU No. 5/1999 yang menyatakanbahwa “Pasar Bersangkutan adalah pasaryang berkaitan dengan jangkauan ataudaerah pemasaran tertentu oleh pelakuusaha atas barang dan atau jasa yang samaatau sejenis atau substitusi dari barang danatau jasa tersebut”. Penentuan pasarbersangkutan tersebut, dibagi menjadi duakategori yaitu pasar produk dan pasargeografis. Dalam menentukan pasar produkdidasarkan pada, pertama, fungsi ataukegunaan, secara umum fungsi minyakgoreng curah dan kemasan memiliki fungsiyang sama sebagai pendukung dalam

11 Perkom Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999, hal. 17.

Page 14: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

14 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

pembuatan makanan.Kedua, karakteristik minyak goreng

curah dan kemasan memiliki perbedaandilihat dari sisi bentuk pengemasan dalammemasarkan produk, kualitas, tingkatkejernihan, serta sistem pemasarannya.Minyak goreng curah biasanya dipasarkanoleh produsen secara jual putus dalambentuk bulk/drum/tangki, karena produsenhanya melayani pembelian dalam jumlah/volume yang besar. Kualitas minyak curahini relatif cukup rendah, karena dihasilkandari CPO dengan komposisi 75%, sehinggamemiliki kualitas rendah, dan apabila dilihatdari sisi kejernihan produk, maka relatiftidak sejernih minyak goreng kemasan(bermerek). Selain itu, ketahanan waktupenyimpanan minyak curah ini tidak terlalulama yaitu sekitar 1 (satu) minggu, sehinggasebagian besar hanya melayani penjualandigudang milik produsen.

Selanjutnya, untuk minyak kemasanbiasanya dipasarkan melalui distributor yangditunjuk oleh produsen dengan sistem komisiyang besarannya berkisar 5%. Secaraumum, produsen mendistribusikan ataumemasarkan dalam bentuk kemasan khususdengan kantong plastik 1 liter, 2 liter ataudengan jerigen. Kualitas minyak gorengkemasan ini lebih tinggi dibandingkanminyak goreng curah, karena dihasilkan dariCPO dengan komposisi 45% hingga 65%setelah melalui beberapa kali prosespenyaringan, sehingga menghasilkan minyakgoreng yang lebih jernih dan kadar oleinyang tinggi. Oleh karena itu, minyak goreng

kemasan ini memiliki ketahanan waktusimpan yang cukup lama yaitu sekitar 1hingga 2 bulan.

Ketiga, terdapat perbedaan tingkatharga yang ditetapkan produsen minyakgoreng sawit, dengan perbedaan harga yangcukup signifikan, di mana harga minyakgoreng curah jauh lebih rendahdibandingkan harga minyak gorengkemasan. Perbedaan tingkat harga yangditetapkan oleh produsen karena perbedaanstruktur biaya produksi berupa prosespenyaringan yang berulang. Selain itu, parapelaku usaha menyatakan, bahwaperbedaan tingkat harga minyak gorengkemasan dilakukan dalam rangka menjagacitra produk (brand image). Segmentasipasar untuk masing-masing produk tersebutjuga berbeda, di mana minyak goreng curahditujukan untuk segmen menengah kebawah (middle to low), sedangkan minyakgoreng kemasan ditujukan untuk segmenmenengah ke atas (middle to up).

Oleh karena itu, dapat disimpulkanbahwa meskipun memiliki fungsi ataukegunaan yang sama namun minyak gorengcurah dan minyak goreng kemasan memilikikarakteristik dan tingkat harga yangberbeda, sehingga tidak dalam pasarbersangkutan yang sama. Pasar geografiskedua jenis produk minyak goreng ini adalahseluruh wilayah Indonesia tanpa adanyahambatan regulasi.

KPPU menggunakan pendekatanuntuk menentukan pasar bersangkutan,dengan tiga parameter pendekatan

Page 15: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

15Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

berdasarkan Perkom Nomor 3 Tahun 2009tentang Pedoman Pasal 1 huruf 10 UU No.5/1999, yaitu harga, karakter, dan kegunaan(fungsi produk). Walaupun terdapatpendekatan lainnya, yaitu pendekatanelastisitas permintaan dan penawarandengan metode uji SSNIP-Test (Small butSignificant Non Transitory), namunkarena metode tersebut membutuhkan data,informasi dari konsumen, dan waktu sertapendanaan yang cukup besar, maka metodeini tidak dilakukan KPPU. Sedangkanproses pemeriksaan di KPPU sudahditentukan tahapan dan jangka waktu yangketat dan mengikat. Karena itu, KPPUmenggunakan ketiga parameter tersebut,sehingga dapat memberikan informasi validdan komprehensif mengenai sifat substitusisuatu produk.

Majelis Komisi dalam menilai strukturpasar menggunakan pendekatan faktorstruktural, yaitu:12

1) Struktur pasar minyak goreng curahdi Indonesia sangat terkonsentrasi,sedikitnya jumlah pelaku usaha yangada dalam suatu pasar akanmeningkatkan konsentrasinya padapasar tersebut. Hal ini bisa dilihat dariperkembangan rasio konsentrasi 4perusahaan terbesar yang relatif stabildengan interval 86,46% - 97,57%secara umum dikuasai oleh MusimMas Group dan Wilmar Group yangmerupakan perusahaan dengan pangsapasar terbesar di pasar minyak gorengcurah. Selanjutnya diikuti oleh PTSmart, Tbk, dan Permata Hijau Group.

Sedangkan untuk minyak gorengkemasan perkembangan rasiokonsentrasi 4 perusahaan terbesar daribulan Januari tahun 2007 sampaidengan bulan Agustus 2009 relatifstabil berada di interval 94,08% -98,67% adalah PT Salim Ivomas,Wilmar Group, PT Smart, Tbk dan PTBina Karya Prima merupakanperusahaan dengan pangsa pasarterbesar di pasar minyak gorengkemasan. Beberapa perusahaan yangmempunyai pangsa pasar yang besarmempunyai kekuatan pasar sehinggadapat menentukan tingkat harga yangterjadi di pasar (price maker). Sedangperusahaan yang pangsa pasarnyakecil cenderung untuk mengikuti hargayang ditetapkan oleh perusahaan yangmempunyai kekuatan pasar (price fol-lower). Hal ini didukung dariketerangan perusahaan follower yangmenyatakan bahwa kebijakan hargaakan selalu mengikuti kebijakan hargaperusahaan market leader.

2) Ukuran perusahaan produsen minyakgoreng sawit. Untuk melihat ukuranperusahaan dalam suatu pasarbersangkutan dapat dilakukan denganmembandingkan kapasitas produksimasing-masing perusahaan yangmerupakan pesaing.

12 Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009 tentang Kartel Minyak Goreng.

No. Pelaku Usaha Kapasitas (Ton/Th)1. Wilmar Group 2.819.4002. Musim Mas Group 2.109.0003. Permata Hijau Group 932.4004. Sinar Mas Group/PT Smart, Tbk 713.0275. Salim Group/PT Salim Ivomas Pratama 654.9006. PT Bina Karya Prima 370.0007. Sungai Budi Group/PT Tunas Baru lampung 355.9408. BEST Group 314.5009. PT Pasific Palmindo Industri 310.80010. PT Asia Agro Agung Jaya 307.396

Page 16: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

16 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

Dalam kapasitas produksi padasegmen minyak goreng curah rata-ratapertahun Musim Mas group danWilmar Group selaku market leaderrelatif sama dan produknya tersebarhampir di seluruh wilayah Indonesia.Sedangkan pada segmen minyakgoreng kemasan, kapasitas produksirata-rata pertahun PT Salim IvomasPratama, Wilmar Group, PT Smart,Tbk dan PT Bina Karya Prima selakumarket leader relatif sama. Hal inididukung dari keterangan perusahaanfollower yang menyatakan bahwakebijakan harga akan selalu mengikutikebijakan harga perusahaan marketleader.

3) Homogenitas Produk, artinya bahwasecara umum produk minyak gorengrelatif homogen. Perbedaan yangdilakukan hanya terjadi pada produkkemasan dalam bentuk brand(merek). Hal ini menyebabkanpersaingan harga merupakan variabelpersaingan yang paling efektif dalammemperebutkan konsumen. Kenaikanharga pada salah satu produk yangtidak diikuti oleh produk lainnya akanmenyebabkan terjadinya perpindahankonsumen kepada produk pesaing.Dengan relatif homogennya suatuproduk maka koordinasi di antaraperusahaan yang ada di dalam pasarsemakin mudah dilakukan.

4) Kemudahan masuk pasar, artinyatingkat hambatan masuk di dalampasar minyak goreng kemasan relatiftinggi. Hal ini dikarenakan untuk dapatbersaing maka perusahaan mem-butuhkan modal yang besar agar dapatmencapai skala ekonomi, sehinggadapat bersaing di dalam pasar. Selainitu di dalam memasarkan minyakgoreng kemasan, perusahaan harus

mempunyai jalur distribusi untukmemasarkan produknya danmembutuhkan biaya promosi yangtinggi agar dapat dikenal olehmasyarakat. Tingkat hambatan masukyang tinggi memperkuat keberadaankartel, karena peluang pendatang baruuntuk masuk ke dalam pasar danmerebut pangsa pasar yangdisebabkan penetapan harga yangtinggi.

5) Karakteristik permintaan, artinyabahwa permintaan minyak gorengmemiliki karakteristik in-elastis. Hal inibisa dilihat dari jumlah penjualan padasaat terjadi perubahan harga. Ketikaterjadi kenaikan harga, jumlahpenjualan minyak goreng tidakmengalami penurunan yang signifikan,dimana persentase kenaikan hargalebih besar dibandingkan denganpersentase perubahan penjualan.Permintaan yang berkarakteristik in-elastis akan memudahkan terjadinyakartel, dimana ketika terjadi kenaikanharga jumlah penjualan hanyamengalami sedikit penurunan sehinggakeuntungan yang akan diperolehmenjadi lebih besar.

6) Transparasi dan pertukaran informasiharga minyak goreng, bahwa dalammelakukan transaksi CPO untukminyak goreng di Indonesia, parapelaku usaha menggunakan referensiharga yang digunakan di beberapainstitusi (Rotterdam, Malaysia, TenderKPB, dan Tender PT Astra AgroLestari). Transparansi harga bahanbaku minyak goreng dan didukung olehtransparansi harga jual minyak gorengterutama minyak goreng curah di pasarsangat memudahkan bagi perusahaanmarket leader untuk melakukankoordinasi harga jual. Pergerakanharga CPO dan fluktuasi harga minyak

Page 17: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

17Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

goreng yang ada di pasar digunakanoleh para perusahaan baik yangmemiliki posisi market leader maupunfollower sebagai sinyal harga (pricesignaling).

Majelis Komisi menilai terjadinyakartel dengan menggunakan perilaku priceparallelism, karena dengan adanyakekuatan pasar yang terkonsentrasi padabeberapa pelaku usaha dan price signal-ing yang menyebabkan adanya price par-allelism yang memudahkan para pelakuusaha untuk menetapkan harga dari mar-ket leader, kemudian diikuti oleh follower,sehingga tidak ada persaingan diantara parapelaku usaha minyak goreng baik curahmaupun kemasan. Majelis Komisimenggunakan Uji Homogenity ofVarians13 untuk mengetahui terjadinyaprice parallelism, yang hasilnya dapatdilihat dari probabilitas14. Hasil uji untukkedua minyak goreng curah dan kemasanditemukan adanya perubahan harga sama.

Dalam menentukan price parallel,seharusnya KPPU menggunakan faktor“plus” yang berguna untuk mendukungadanya bukti konspirasi atau kolusi. Faktor“plus” tersebut meliputi:1) Tindakan bertentangan dengan

kepentingan pribadi masing-masingpelaku usaha, misalnya penetapanharga yang dilakukan oleh para pelaku

usaha dilakukan karena keharusansebagai komitmen menjadi anggotakartel. Di sisi lain, pelaku usaha tidakmenginginkan persamaan harga denganpelaku usaha lainnya. Maka pelakuusaha dalam hal ini tidak bisamemberikan alasan perhitungan secaraekonomi terhadap penetapan hargatersebut.

2) Berkomunikasi langsung denganpesaing, hal ini berkaitan denganadanya bukti telah terjadi komunikasiantara perlaku usaha dalam pasarbersangkutan untuk melakukan kolusi,baik secara langsung ataupun diam-diam.

3) Secara serentak membuat perubahanperilaku yang sama atau identik atausetuju menentukan prinsip-prinsip,misalnya standarisasi produk yangdapat mengakibatkan keseragamanharga, tindakan yang dilakukanbersama dimana-mana, harga yangditentukan berlawanan denganperhitungan ekonomi, keuntungan luarbiasa tinggi, output dibatasi, dan adanyakecenderungan sering melakukantindakan yang anti persaingan15

Pembuktian adanya faktor perilakuprice parallelism bukan merupakan buktitelah terjadinya kartel. Terjadinya harga yangsama pada kasus minyak gorengdikarenakan bahan bakunya sama yaituCPO dan input lain misalnya, tenaga kerja,teknologi, ukuran perusahaan, sistem dansaluran distribusi. Karena karakteristik

13 Uji Homogenity of Varians merupakan uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana perubahanvarians dari harga minyak goreng, sehingga bisa mengetahui pergerakan harga setiap perusahaan akan sama,dan uji ini bisa untuk membuktikan price parallelism yang dilakukan oleh perusahaan minyak goreng

14 Jika nilai probabilitas dibawah 5%, maka Ho ditolak dan tidak ada price parallelism, dan sebaliknya jika nilaiprobabilitas lebih besar dari 5% maka perubahan variasi harga antar perusahaan sama atau adanya priceparallelism.

15 Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009 tentang Kartel Minyak Goreng.

Page 18: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

18 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

industrinya sama maka banyak kemung-kinan mengalami persamaan harga di antarapara pelaku usaha minyak goreng. Hal yangutama menentukan terjadinya kartel adalahadanya kolusi untuk membuat konsensusdalam bentuk kartel di antara pelaku usaha,bukan adanya price parallelism. Priceparallelism baru dapat dikatakan kartelapabila para pelaku usaha tidak dapatmemberikan penjelasan yang rasionalterhadap terjadinya price parallelism. Olehkarenanya KPPU harus menggunakanfaktor plus dan dapat membuktikanterjadinya kolusi baik dilakukan denganperjanjian secara tertulis maupun lisan.

b. Putusan KPPU Nomor 25/KPPU-I/2009 tentang Penetapan HargaFuel Surcharge dalam IndustriJasa Penerbangan Domestik;

Pasar Bersangkutan dalam perkara inididefinisikan berdasarkan Pasal 1 angka 10UU No 5 Tahun 1999, yaitu “pasar yangberkaitan dengan jangkauan atau daerahpemasaran tertentu oleh pelaku usaha atasbarang dan atau jasa yang sama atau sejenisatau substitusi dari barang dan atau jasatersebut.” Peraturan Komisi No. 3 Tahun2009 tentang Pedoman Pasar BersangkutanKPPU menyatakan, bahwa cakupanpengertian pasar bersangkutan dapatdikategorikan dalam dua perspektif, yaitupasar berdasarkan produk dan pasarberdasarkan geografis. Untuk melakukananalisis ini maka suatu produk harus ditinjau

dari beberapa aspek, yaitu: kegunaan,karakteristik, dan harga;

Aspek kegunaan, penerbangan adalahjasa transportasi untuk menghubungkanantara titik keberangkatan dengan titiktujuan. Kegunaan tersebut dapat dipenuhitidak hanya oleh layanan penerbangan,namun juga dapat disubstitusi oleh layananlainnya, misalnya moda transportasi daratmaupun moda transportasi laut.

Aspek karakteristik, penerbanganmemiliki kegunaan yang sama dengan modatransportasi lainnya, terdapat karakteristikyang berbeda secara signfikan antaralayanan penerbangan dengan modatransportasi lainnya. Perbedaan paling utamaadalah dalam hal kecepatan yang dapatditempuh oleh pesawat udara dibandingdengan moda transportasi lainnya baikmoda transportasi darat maupun modatransportasi laut. Oleh karena itu, dari aspekkecepatan, layanan penerbangan udaramerupakan pasar yang terpisah dibandingdengan layanan yang disediakan oleh modatransportasi darat seperti bis dan kereta api,maupuan moda transportasi laut sepertikapal laut.

Penerbangan memberikan jasatranportasi dari satu kota keberangkatanmenuju kota kedatangan (rutepenerbangan). Setiap rute penerbanganmembentuk satu pasar tersendiri yang tidakdapat disubstitusi oleh rute penerbanganlainnya. Kemungkinan susbtitusi pada suatu

Page 19: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

19Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

rute terletak pada moda transportasi lainnya,namun sebagaimana telah diuraikan padabagian sebelumnya, aspek kecepatanmenyebabkan moda transportasi lain tidakmenjadi substitusi dari layananpenerbangan.

Penerbangan berjadwal jugamemberikan karakteristik tersendiri yangmembedakannya dari penerbangan tidakberjadwal. Konsumen yang bertujuan untukmenggunakan penerbangan berjadwal harusmengikuti jadwal keberangkatan yang telahditentukan oleh pihak maskapai. Berbedadengan penerbangan tidak berjadwal yangdapat digunakan setiap saat olehkonsumen. Sedangkan penerbangan kargojuga memiliki karakteristik yang berbedatidak menerbangkan orang melainkanbarang.

Aspek harga, secara umum harga jasapenerbangan berjadwal lebih mahaldibanding dengan moda transportasi lainnyameskipun di waktu tertentu dan pada rutetertentu harga jasa penerbangan bisa sangatmendekati moda transportasi kereta api.Dengan demikian, dari sisi harga,penerbangan berjadwal merupakan pasartersendiri yang terpisah dibanding denganmoda transportasi lainnya Maka dapatdisimpulkan berdasarkan aspek kegunaan,karakteristik dan harga, pasar produkdalam perkara ini adalah layanan jasapenerbangan penumpang berjadwal darisatu titik keberangkatan ke titik kedatangan.

Pasar geografis, bahwa dalam

menentukan pasar ini denganmemperhatikan rute-rute penerbangan yangdimiliki oleh masing-masing Pelaku usaha.Sebagai ilustrasi, untuk suatu rute tertentu,maskapai penerbangan A bersaing denganmaskapai penerbangan B, namun untuk rutelainnya, maskapai penerbangan A tersebuttidak bersaing dengan maskapaipenerbangan B, namun bersaing denganmaskapai penerbangan C. Bahwa di setiaptitik keberangkatan atau titik kedatangan,maskapai penerbangan melayanipenumpang yang berlokasi di wilayahsekitar titik keberangkatan ataupun titikkedatangan. Dengan demikian pasargeografis setiap rute tersebar di wilayahsekitar bandar udara berada. Secara umum,bandar udara terletak di ibu kota provinsiuntuk meliputi seluruh penumpang yangberada pada provinsi tersebut (catchmentarea.) Dalam hal terdapat dua bandar udarayang relatif berdekatan, konsumen memilikidua pilihan dalam rangka menentukanbandar udara mana yang akandigunakannya, sehingga dalam kondisitersebut pasar geografis suatu rute bisamencakup rute lainnya yang berada padabandar udara terdekat (overlapping catch-ment area). Meskipun demikian,pertimbangan jarak tempuh, biaya, dan ruteyang tersedia akan sangat mempengaruhibandar udara mana yang akan dipilih olehkonsumen. Kondisi overlapping catch-ment area jarang terjadi sehingga secaraumum pasar geografis untuk setiap rute

Page 20: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

20 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

mencakup wilayah catchment area masing-masing bandar udara. Maka dengandemikian pasar geografis pada perkara iniadalah catchment area pada setiap bandarudara.

Berdasarkan analisis pasar produk danpasar geografis, maka Pasar Bersangkutandalam perkara a quo adalah layanan jasapenerbangan penumpang berjadwal darisatu titik keberangkatan ke titik kedatangandi catchment area pada setiap bandarudara.

Pangsa pasar dalam industripenerbangan hanya di kuasai oleh beberapa

pelaku usaha yang dominan, sehinggaberdasarkan kekuatan pangsa pasartersebut dapat memudahkan pelaku usahauntuk menetapkan harga yang selalu diikutioleh pesaingnya. Dalam hal ini pelaku usahayang memiliki posisi dominan melakukankomunikasai secara tidak langsung denganpesaingnya dengan cara price signaling,di mana pelaku usaha pada posisi dominanini sebagai price leader karena memilikipangsa pasar yang besar, sedangkanpelaku usaha lainnya yang memiliki pangsapasar lebih kecil bertindak sebagi price fol-lower.

16 Data pangsa pasar atau Imarket share para pelaku usaha berdasarkan presentase jumlah penumpang, yaitu darijumlah penumpang tahun 2004 sampai dengan 2008 diperoleh dari Departemen Perhubungan. Jumlahpenumpang tahun 2009 diestimasi dari trend perkembangan jumlah penumpang tahun 2004 sampai dengan2008.

Tabel: Pangsa Pasar di antara Pelaku UsahaTahun 2004-200816

Page 21: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

21Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

Terhadap perilaku pelaku usahatersebut, Majelis Komisi memperhitungkankerugian yang dialami oleh konsumenpenerbangan ketika membayar fuel sur-charge sebagai akibat adanya penetapanharga yang dilakukan oleh para pelakuusaha. Kerugian konsumen adalah samadengan excessive fuel surcharge yangdinikmati oleh para pelaku usaha. Artinyakerugian tersebut timbul karena fuel sur-charge yang diterapkan oleh maskapaisecara bersama-sama telah melampaui fuelsurcharge Acuan Estimasi dan AcuanDephub. Dalam menghitung besarnyakerugian yang dialami konsumen MajelisKomisi menggunakan fuel surchargesebesar Rp 20.000,- pada tingkat hargaavtur Rp 5.921,- sebagai fuel surchargeAcuan Estimasi dalam menetapkan kerugiankonsumen penerbangan. Perubahan-perubahan besaran fuel surcharge yangditerapkan oleh maskapai penerbangankarena itu diharapkan mengikuti perubahanharga avtur secara proporsional.Berdasarkan perhitungan ini, maka Majelismenemukan kelebihan (selisih antara fuelsurcharge Aktual dengan fuel surchargeAcuan Estimasi) fuel surcharge sebesar Rp13.843.165.835.099. Majelis Komisimenetapkan fuel surcharge menggunakanformula dari Departemen Perhubungansebagai fuel surcharge Acuan Dephubdalam menetapkan kerugian konsumenpenerbangan. Berdasarkan perhitungan ini,

maka Majelis menemukan kelebihan fuelsurcharge (selisih antara fuel surchargeAktual dengan fuel surcharge AcuanDephub) sebesar Rp 5.081.739.669.158,-Dengan demikian Majelis Komisi menilaiadanya dampak terhadap kerugiankonsumen setidak-tidaknya sebesar Rp5.081.739.669.158 sampai dengan Rp13.843.165.835.099,- selama periode2006 s/d 2009.

Adapun pembuktian adanya“perjanjian”, dilakukan dengan caramembuktikan adanya perjanjian tidaktertulis, yang terlihat dari terciptanya hargaparalel. Majelis Komisi menilai unsurpenetapan harga didasarkan fakta mengenaiformula perhitungan fuel surcharge, asumsiharga avtur, asumsi konsumsi avtur danasumsi load factor yang dibuat olehmasing-masing Pelaku usaha berbeda-beda.Majelis Komisi menilai seharusnya fuelsurcharge yang ditetapkan oleh masing-masing pelaku usaha juga berbeda-bedaberdasarkan pertimbangan masing-masingperusahaan.

Meskipun sejak 30 Mei 2006, tidakada kesepakatan tertulis di antara paraPelaku usaha dalam menetapkan fuel sur-charge, namun pergerakan fuel surchargedi bawah ini menunjukkan adanya adanyatrend yang sama, korelasi positif dan variasiyang sama di antara para Pelaku usahadalam menetapkan besaran fuel surchargeuntuk periode Mei 2006 s/d Maret 2008untuk zona waktu tempuh 0 s/d 1 jam,

Page 22: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

22 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

1 s/d 2 jam dan 2 s/d 3 jam.

Grafik 1Pergerakan Fuel Surcharge 0 s/d 1 Jam

Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia,Kartika, Merpati dan Wings Air

Mei 2006-Oktober 2009

Grafik 2Pergerakan Fuel Surcharge 1 s/d 2 Jam

Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia,Kartika, Merpati dan Wings Air

Mei 2006-Oktober 2009

Grafik 3Pergerakan Fuel Surcharge 2 s/d 3 Jam

Sriwijaya, Garuda, Mandala, Lion, Batavia,Kartika, Merpati dan Wings Air

Mei 2006-Oktober 2009

Berdasarkan analisis pergerakan fuelsurcharge yang dilakukan oleh MajelisKomisi serta perhitungan terhadap ujikorelasi dan homogenity variance test,menunjukkan adanya trend yang sama.Korelasi positif dan variasi yang sama dalampergerakan fuel surcharge di antarasembilan pelaku usaha maskapaipenerbangan. Maka hal tersebutmembuktikan adanya penetapan harga fuel.Adanya trend yang sama, korelasi positifdan variasi yang sama dalam pergerakanfuel surcharge di antara para Pelaku usahamembuktikan adanya penetapan harga fuelsurcharge didasarkan pada suatuperjanjian di antara para pelaku usaha.

C. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. KPPU membuktikan adanyapelanggaran atas larangan karteldengan cara membuktikan unsur-unsur ketentuan tentang kartel, bukanhanya Pasal 11 melainkan pasal-pasalterkait dengan kartel, seperti Pasal 4tentang Oligopoli, Pasal 5 tentangPenetapan Harga, dan Pasal 9 tentangPembagianWilayah. Unsur-unsurtersebut setidaknya meliputi pelakuusaha, perjanjian dengan pesaingnya,adanya pengaturan harga dengan cara

Page 23: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

23Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

membagi wilayah (pasar) danmembatasi kuota produksi, sertadampak terhadap persaingan, yaknidapat mengakibatkan praktekmonopoli dan persaingan usaha tidaksehat. Pembuktian unsur “Perjanjian”seringkali menimbulkan kesulitanmanakala perjanjian kartel dilakukansecara lisan. Pada umumnya karteldilakukan secara diam-diam, sehinggatidak ditemukan dokumen yang secaraeksplisit menunjukkan adanyaperjanjian atau kolusi tersebut. Hal inidisebabkan KPPU tidak memilikikewenangan untuk melakukanpenyitaan dokumen maupunmenggeledah, serta formalitaspenggunaan alat bukti yang cenderungkonvensional meliputi keterangansaksi, keterangan ahli, dokumen/surat,petunjuk dan keterangan pelaku usaha.Oleh karena itu, jaringan yangtergabung dalam lembaga-lembagapengawas persaingan duniamenciptakan metode baru dalammengungkap pelanggaran ataslarangan kartel, yakni denganmenggunakan bukti tidak langsung (in-direct evidence) sebagai alternatif daribukti langsung (direct evidence) yangkonvensional. Bukti tidak langsung inimeliputi bukti komunikasi dan buktiekonomi. Selain itu diperlukan faktor“plus” untuk memperkuat bukti tidaklangsung.

b. Bukti ekonomi untuk membuktikan

kartel digunakan sebagai pembuktiandua (2) instrumen persaingan, yaknistruktur dan dampak terhadap pesaingdan konsumen. Bukti ekonomi yangpertama dilakukan oleh KPPU adalahmendefinisikan pasar bersangkutan,yang mencakup pasar produk danpasar geografis. Penentuan pasarproduk dan pasar geografik, yangbiasanya menggunakan SNIPP test.Penggunaan bukti ekonomi dalamdalam kasus minyak goreng terlihatdalam struktur dan dampak darikinerja industri. Terdapat strukturpasar yang oligopoly, karena pasarhanya dikuasai oleh empat pelakuusaha besar, baik pada industri minyakgoreng curah ataupun minyak gorengkemasan. Penggunaan bukti ekonomijuga digunakan untuk membuktikandampak yang terlihat adanya hargayang paralel dan eksesif. Pembuktianharga yang eksesif berada padakerugian yang dialami oleh konsumen.Hal ini terjadi pada saat harga CPOminyak goreng turun, namun pelakuusaha bersama pesaingnya justrumenaikkan harga minyak goreng. Olehkarena itu, konsumen tidakmemperoleh harga minyak goreng yangwajar, yang lebih rendah daripadaharga penetapan oleh anggota kartel.Sedangkan penggunaan bukti ekonomidalam industri penerbangan, strukturpasar didominasi oleh dua pelakuusaha. Kedua perusahaan yang

Page 24: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

24 Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

Anna Maria Tri Anggraini - Penggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

dominan tersebut sebagai price leadermelakukan price signaling untukmenentukan harga, sehingga diikutioleh perusahaan-perusahaan yangmemiliki pangsa pasar kecil sebagaiprice follower. Selain itu, buktiekonomi digunakan untuk menentukanbesarnya ganti rugi. Penggunaan buktiekonomi dalam mengungkap perkara-perkara kartel ini berguna untukmemperkuat sistem pembuktian dalamHukum Persaingan yang bersifatdinamis dan progresif. Bukti ekonomidibutuhkan dalam pembuktian ataspelanggaran persaingan usaha, karenakarakter perilaku di dunia usahaberbeda jenis maupun bentuknya.Perilaku bisnis pelaku usaha secaraalamiah cenderung bertujuanmengalahkan bahkan mematikanpesaingnya, yang pada akhirnyamerugikan konsumen. Tujuan ini yangbiasanya dilakukan melalui cara-carayang unfair baik secara unilateral(sendiri) maupun terkoordinasi (coor-dinated).

2. Saran

Penggunaan bukti ekonomi sebaiknyadisertai dengan yang berasal dari konsumen,sehingga putusan KPPU dapat diperkuat ditingkat banding maupun kasasi, danmemberi warna bagi perkembangan HukumPesaingan di Indonesia. Di samping itu,

Hakim/Hakim Agung di tingkat PengadilanNegeri dan Kasasi hendaknya tidakbersikap rigid dan legalistik dengan hanyamenggunakan sistem pembuktian yangsifatnya konvensional. Namun sebaliknya,mulai mempertimbangkan penggunaan buktitidak langsung (indirect evidence),terutama dalam membuktikan kartel.

Mengingat tidak ada kewenanganKPPU untuk menggeledah maupun menyitadokumen para terlapor terutama pelakukartel, maka diperlukan pengubahan(amandemen) UU No. 5/1999 untukmemperkuat tugas dan kewenangan KPPUyang sifatnya mendorong penegakan hukummelalui penanganan perkara berdasarkanUU No. 5/1999

(Hik - Ny).

DAFTAR PUSTAKA

A. Junaidi, “Pembuktian Kartel dalam UU No.5/1999”, Kompetisi, edisi 11, 2008.

A. M. Tri Anggraini, Penggunaan AnalisisEkonomi Dalam Mendeteksi KartelBerdasarkan Hukum Persaingan Usaha,dalam Jurnal Persaingan Usaha, cet.1,Jakarta: Komisi Pengawas PersainganUsaha: Desember 2010.

Campbell, Enid. et. al. Legal Research, Materialsand Methods. Sydney: The Law Book Com-pany Limited, 1988.

Dworkin, Ronald. Legal Research (Daedalus:Spring, 1973.

Heidenhain, Martin. et. al. German Antitrust Law.Frankfurt am Main: Verlap Fritz KnappGmbH, 1999.

Page 25: PENGGUNAAN BUKTI EKONOMI DALAM KARTEL …perjanjian pembagian wilayah atau pelanggan dan perjanjian pembatasan output. Sedangkan di kalangan pembeli adalah perjanjian penetapan harga,

25Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 3, Tahun 2013

- Anna Maria Tri AnggrainiPenggunaan Bukti Ekonomi Dalam Kartel Berdasarkan Hukum Pesaingan Usaha

Hovenkamp, Herbert. Antitrust. St.Paul, Minn:West Publising Co., 1993.

Indonesia, Peraturan Komisi PengawasPersaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010Tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 11Tentang Kartel Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 TentangLarangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat.17

Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999Tentang LaranganPraktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat.

Khemani, R. Syam and D.M. Shapiro, Glossary ofindustrial Organitation Economics andCompetition Law, Paris: OECD, 1996.

Khemani, R. Syam. et al., A Frame for The designand Implementation of Competition Lawand Policy, Washington, D.C-Parish: TheWorld Bank-OECD, 1999, hlm. 20.

Organisation for Economic Co-operation andDevelopment (OECD), Prosecution CartelWithout Direct Evidence.

Peraturan KPPU Nomor 03 Tahun 2009 TentangPedoman Penerapan Pasal 1 Angka 10Tentang Pasar Bersangkutan.

Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011 TentangPedoman Pasal 5 tentang Penetapan Harga.

Podhista, Chai. “Theoretical, Terminological, andPhilosophical Issue in Qualitative Re-

search”, dalam Attig, et. al. A Field Manualon Selected QualitativeResearch Methods,Thailand: Institute for Population and So-cial Research, Mahidol University, 1991.

Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-I/2009 tentangKartel Minyak Goreng.

Putusan KPPU Nomor 25/KPPU-I/2009 tentangPenetapan Harga Fuel Surcharge dalamIndustri Jasa Penerbangan Domestik

Purba, Hasim. Tinjauan Yuridis Terhadap Hold-ing Company, Cartel, Trust dan Concern.(On-line) tersedia di http://library.usu.ac.id/download/fh/perda-hasim1.pdf (14 Septem-ber 2007).

Silalahi, M. Udin. “Kondisi Pranata HukumPersaingan Usaha di Indonesia danWacana Revisi UU No. 5/1999”,disampaikan pada Diskusi Panel tentangCompetition Law & Practice, tanggal 20Desember 2006 diselenggarakan oleh GTZ-ICL dengan CSIS, di Gedung CSIS Jakarta,(Peneliti Departemen Ekonomi, CSISJakarta).

Sullivan, E. Thomas dan Jeffrey L. Harrison. Un-derstanding Antitrust and Its EconomicImplications. New York: Matthew Bender& Co., 1994.

Sullivan, Lawrence Anthony. Antitrust. Saint PaulMinnesota: West Publishing, Co., 1977.