Upload
wahyun
View
143
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Rangkuman Pengolahan bahan pustaka
Citation preview
Rangkuman
PENGOLAHAN BAHAN PUSTAKA
PUST-2134
MODUL I
SISTEM INFORMASI DI PERPUSTAKAAN
I. ORGANISASI INFORMASI
Yang dimaksud dengan Informasi adalah Informasi Rekam yaitu pengetahuan
yang dikomunikasikan melalui pelbagai media rekam. Jika dilihat dari bentuk
penyajiannya, informasi rekam dapat dituangkan dalam berbagai bentuk
media, yaitu : (1 ) Media cetak biasa,;(2) Media Cetak Mikro, seperti mokrofilm
dan mikrofis ; (3) Media pandang.
Dengan berlimpahnya informasi maka semakin sulit untuk memperoleh
informasi yang tepat dari sejumlah bahan pustaka tersebut. Oleh karena
itudiperlukan adanya pengaturan atau organisasi supaya informasi rekam yang
ada dapat ditemukan kembali secara tepat bila ada yang memerlukannya.
Di perpustakaan, organisasi informasi berkisar pada pelbagai kegiatan yang
bertujuan supaya setiap bahan pustaka dalam koleksi perpustakaan dapat :
(1) diketahui tempat fisiknya melalui nomor panggil, dan (2) dikenali melalui
sajian ringkas dari bahan pustaka yang disebut dengan cantuman bibliografi.
Dengan organisasi informasi, perpustakaan membangun sistem informasi
untuk menunjang temu kembali informasi dari koleksi bahan pustaka. Untuk
itu perpustakaan dapat dipertimbangkan untuk dikatakan sebagai sistem
informasi dalam konsep yang mendasar. Kerangka dasar sistem informasi
memberikan garis besar yang sederhana, serta menunjukan bagian-bagian
utama yang sama pada semua lembaga simpan dan temu kembali informasi,
seperti perpustakaan, kearsipan, pusat dokumentasi dan informasi, tanpa
memperhatikan tingkat mekanisasi mauoun jenis informasi yang dikelola
lembaga-lembaga tersebut.
Dalam sistem informasi terdapat 4 (empat) komponen yaitu : (1) bahan
pustaka; (2) susunan koleksi; (3) katalog; (4) pengguna. Di samping empat
komponen di atas terdapat dua proses yang terjadi yaitu pengindeksan yang
merupakan kegiatn pokok dalam pengaturan bahan pustaka yang ada, serta
sistem temu kembali yang dilakukan oleh pengguna untuk menemukan bahan
pustaka yang dibutuhkan..
II. KATALOG PERPUSTAKAAN
Katalog perpustakaan merupakan sarana temu kembali informasi hasil
kegiatan pengindeksan. Setiap entri katalog memuat cantuman bibliografi
sebagai sajian ringkas bahan pustaka bahan pustaka di perpustakaan. Selain
cabtuman bibliografi pada entri katalog juga terdapat nomor panggil yaitu
kode unik, diberikan pada setiap bahan pustaka yang menunjukan
tempat/lokasi bahan pustaka itu dalam susunan koleksi.
Tujuan katalog adalah :
1. Untuk memungkinkan pengguna menemukan bahan pustaka, jika
yang diketahui dari bahan pustaka itu adalah : a). Nama pengarang;
b). Judul; c) subjek
2. Untuk menunjukan karya-karya yang dimiliki perpustakaan: a) oleh
pengarang tertentu; b) mengenai subjek tertentu; c) dalam jenis
(atau bentuk0 literatur tertentu.
3. Untuk membantu dalam pemilihan buku dari segi : a) edisinya b)
karakternya.
Satu perangkat katalog atau satu sistem katalog tersebut memberikan baik
pendekatan pengarang, pendekatan judul, maupun pendekatan subjek.
Ada dua macam sistem katalog yaitu :
1. Sistem katalog berkelas, terdiri dari tiga susunan katalog :
a. Katalog berkelas, yaitu katalog subjek yang entri katalognya disusun
menurut nomor kelas (notasi) berdasarkan suatu skema klasifikasi
b. Katalog Pengrarang – judul yang entri katalognya disusun
berdasarkan abjad nama pengarang dan abjad judul dalam satu
urutan
c. Indeks subjek, terdiri dari kata-kata yang disusun menurut abjad dan
mengacu ke nomor kelas yang terdapat dalam katalog berkelas.
2. Sistem katalog berabjad. Ada 2 (dua) macam, yaitu :
a. a.Katalog berabjad terpadu (dictionary catalog) menampilkan entri-
entri katalog, masing-masing untuk pengarang, judul, dan subjek,
yang disususn dalam satu urutan berabjad.
b. Katalog terbagi (divided catalog), ada 2 (dua) macam pilihan yaitu :
1) Katalog terbagi dua, terdiri dari 2 susunan katalog
2) Katalog terbagi tiga, atau katalog 3 (tiga) dimensi, terdiri dari 3
susunan katalog.
Ada beberapa macam bentuk katalog, yaitu :
1. Katalog kartu (card catalog) yang menggunakan kartu berukuran 12.5
x 7.5 cm yang disusun dalam laci-laci katalog. Katalog kartu ini
bersifat lentur karena entri-entri katalog untuk bahan pustaka baru
dapat disisipkan tanpa mengubah susunan yang semula.
2. Katalog berkas (sheaf catalog) yang juga lentur sifatnya.
3. Katalog buku (Book catalog), setiap halaman pada katalog buku ini
memuat sejumlah entri katalog.
4. Katalog dalam komputer yaitu OPAC (On-line Public Access Catalog).
Katalog ini jelas lentur dapat didekati dari berbagai segi.
5. Selain katalog, sarana temu kembali yang dapat digunakan adalah
susunan buku di rak. Penempatan buku di rak dilakukan dengan cara
penempatan relatif untuk buku yang disusun berdasarkan subjek,
dan penempatan tetap dimana buku ditempatkan pada rak yang
sudah diberi tanda terlebih dahulu.
III. KEBIJAKAN DALAM PENGATALOGAN
Keberhasilan temu kembali bahan pustaka dan kualitas rekaman bibliografi
tidak hanya dipengaruhi oleh standar-standar yang digunakan dalam
pengolahan bahan pustaka. Ada faktor-faktor lain yang tidak kalah pentingnya,
yaitu :
1. pencatatan keputusan-keputusan kerja, serta pemeliharaan jajaran
dan catatan-catatan itu supaya selalu sesuai dengan keadaan kini;
2. pengaturan tata kerja yang memudahkan tiap tahap pengolahan
bahan pustaka;
3. pemeliharaan dan penyuntingan sistem katalog secara terus
menerus.
Terdapat beberapa kebijakan yang mungkin terjadi di beberapa perpustakaan
yaitu :
1. Pengatalogan analitik (analytical cataloging)
Tujuan pengatalogan analitik adalah mengeluarkan bagian bahan pustaka yang
akan tersembunyi dalam entri yang dibuat untuk bahan pustaka itu secara
keseluruhan.
2. Pengatalogan terbatas (limited cataloging)
Istilah pengatalogan terbatas digunakan untuk pengurangan yang diterapkan
pada proses pengatalogan.
3. Pengatalogan sentral (centralized cataloging)
Pengatalogan sentral digunakan untuk pengatalogan yang dikerjakan oleh
suatu bahan badan di luar perpustakaan. Tujuannya untuk menghindari
duplikasi pengatalogan untuk bahan pustaka yang sama.
MODUL 2
PENGATALOGAN
I. SEJARAH PENGATALOGAN
Peraturan pengatalogan sudah sejak lama dibuat. Pada awalnya disusun oleh
pustakawan perorangan, yaitu Antonio Panizzi dari British Museum menyusun
Rules for Compiling of the Catalogue (1841) dan Charles Ammi Cutter dari
Amerika menyusun Rules for a Dictionary Catalogue (1903). Mulai permulaan
abad XX, peraturan pengatalogan selalu dibuat oleh sebuah komisi atau panitia
khusus, yaitu Library of Congress menerbitkan Rules of Printed Cards (1903
hingga 1930-an) dan Rules for Descriptive Cataloguing (1949). American
Library Assosiation mengeluarkan Rules (1908,1941,1949). American Library
Assosiation bekerjasama dengan Library Assosiation (Inggris) membentuk
“Catalog Code Revision Commitee” sebagai usaha bersama menyusun
peraturan katalog. Pada tahun 1967 terbit sebuah pedoman yang berjudul
Anglo-American Cataloguing Rules yang dikenal dengan sebutan ACCCR1.
Sebagai tindak lanjut ke rah penyeragaman peraturan pengatalogan, pada
tahun 1988 terbitlah Anglo-American Cataloguing Rules edisi 2 (ACCR2) yang
merupakan revisi dari ACCR1 sebagai hasil kerja sama antara American Library
Assosiation, Library Assosiation (Inggris), Library of Congress dan Canadian
Library Assosiation.
Kegiatan Pengatalogan adalah proses pembuatan katalog, ynag merupakan
kegiatan merekam data bibliografi seperti pengarang, judul, tempat terbit,
nama penerbit, jumlah halaman dan lain sebagainya. Untuk itu pengatalog
perlu mengenali dengan baik bagian-bagian sebuah buku. Bagian-bagian buku
terdiri dari : (1) kulit buku; (2) punggung buku; (3) halaman kosong; (4)
halaman judul sungkat (half title); (5) judul seri; (6) halaman judul; (7) halaman
balik judul (verso-recto); (8) halaman persembahan (dedication); (9) kata
pengantar; (10) daftar isi; (11) pendahuluan; (12) naskah (teks); (13) indeks;
(14) bibliografi; (15) glossary; (16) kolofon; (17) Nomor halaman yang terdiri
dari angka Romawi kecil dan Angka Arab.
II. PERATURAN PENGATALOGAN
Anglo-American Cataloguing Rules edisi 2 ( ACCR2) digunakan sebagai
pedoamn dalam pembuatan katalog dan bisa digunakan untuk semua jenis
bahan pustaka. ACCCR2 merupakan perangakat peraturan yang flexible,
karena dalam ACCR2 tersedia aturan yang bersifat alternatif dan pilihan.
Tahap-tahap dalam pengatalogan dilakukan dua tahap, yaiut pertama
mencatat terlebih dahulu data bibliogradi bahan pustaka bahan pustaka, dan
yang kedua menentukan titik akses yang meliputi penentuan tajuk entri utma,
tajuk entri tambahan dan bentuk tajuknya. Demikian halnya struktur
peraturan dalam ACCCR2 dibagi atas 2 bagian (part). Bagian pertama (part I)
peraturan aturan untuk membuat deskripsi bibliografi (description), dan
bagian kedua (part II) peraturan untuk menentukan titik akses (Heading,
Uniform Titles, and Reference).
Beberapa ketentuan umum yang dijelaskan dalam ACCR2 yaitu peraturan
untuk : (1) sumber informasi; (2) tanda baca; (3) bahasa deskripsi; (4) tingkatan
deskripsi; (5) pola deskripsi; (6) singkatan; (7) huruf besar; (8) ketidakakuratan
kata-kata.
III. DESKRIPSI BIBLIOGRAFI
Ada 8 daerah deskripsi, yaitu : (1) daerah judul dan keterangan penanggung
jawab; (2) daerah edisi; (3) daerah penerbitan; (4) daerah data khusus; (5)
daerah deskripsi fisik; (6) daerah seri; (7) daerah catatan; (8) daerah nomor
standar (ISBN).
Dalam menentukan setiap daerah ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan di antaranya adalah dalam penulisan serta unsur-unsur yang
harus dicantumkan. Unsur-unsur untuk setiap daerah ,meliputi :
1. Daerah judul dan pernyataan tanggung jawab
Terdiri atas unsur-unsur judul sebenarnya, judul lain, (termasuk judul paralel,
anak judul) dan pernyataan tanggung jawab.
2. Daerah Edisi
Terdiri atas unsur-unsur edisi dan pernyataan pengarang yang khusus terkait
pada edisi tersebut.
3. Daerah Data Khusus
Daerah ini digunakan untuk monograf/buku tercetak, tetapi digunakan untuk
penomoran dalam terbitan berseri dan bahan nonbuku lainnya.
4. Daerah penerbitan
Terdiri dari unsur-unsur tempat terbit, nama penerbit, dan tahun terbit.
5. Daerah deskripsi fisik
Terdiri dari unsur-unsur jumlah satuan fisik, pernyataan ilustrasi, ukuran, dan
pernyataan bahan tertentu.
6. Daerah seri
Terdiri dari unsur-unsur judul seri, keterangan seri, lainnya, International
Standard Serial Number (ISBN), nomor seri.Setiap seri disalin dalam tanda
kurung biasa.
7. Daerah Catatan
Meliputi hal-hal yang penting tetapi tidak dapat dinyatakan dalam daerah
deskripsi sebelumnya. Pencatatannya dimulai pada paragraf baru dalam
deskripsi bibliografi. Pengatalog bebas dalam menentukan mengenai apa
yang dimasukkan dalam daerah catatan.
8. Nomor Standar dan Keterangan Pengadaaan
Terdiri dari Nomor ISBN (International Standard Serial Number) dan harga
buku tersebut.
MODUL 3
PENENTUAN TAJUK ENTRI
I. PEMILIHAN TAJUK ENTRI
Yang dimaksud dengan tajuk (heading) adalah salah satu titik akses yang
ditambahkan pada cantuman bibliografis. Setiap cantuman memiliki satu titik
akses atau lebih untuk menemukan kembali bahan pustaka.
Nama pengarang merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam
penyusunan katalog. Istilah pengarang mencakup orang atau badan korporasi
yang bertanggungjawab terhadap isi intelektual suatu karya. Pengarang
perorangan termasuk penulis buku fiksi dan nonfiksi, ilustrator, penyadur dan
penulis syair, sedangkan badan korporasi meliputi perkumpulan, lembaga,
perusahaan dagang, badan sosial, pemerintah, dan konferensi.Orang-orang
yang terlibat dalam penulisan buku tetapi bukan termasuk kategori pengarang
adalah penerjemah, editor (penyunting), penulis kata pendahuluan,
pengumpul karangan, dan pemberi kata sambutan.
Penyusun katalog perpustakaan didasarkan pada suatu sistem yang
menggunakan entri utama dan entri tambahan. Pada umumnya yang dipilih
menjadi tajuk entri utama adalah pengarang. Tajuk pengarang diperlukan
untuk menyusun katalog pengarang yang memungkinkan temu kembali
dilakukan melalui titik pendekatan pengarang. Di samping itu ada kalanya
diperlukan titik pendekatan lain yang diberikan melalui tajuk entri tambahan.
Peraturan ini dibuat untuk menjaga keseragaman dalam bentuk tajuk entri
nama orang dan badan korporasi. Tajuk entri tambahan adalah tajuk entri yang
merupakan tambahan pada tajuk entri utama dalam suatu katalog. Tajuk ini
dibuat untuk kondisi yang memperkirakan akan adanya pengguna yang
mencari suatu karya dalam katalog, tetapi sebagai titik akses digunakan tajuk
lain daripada tajuk entri utama yang ditentukan oleh pengatalog untuk karya
tersebut.
Jika dilihat dari jenis kepengarangannya, secara garis besar ada beerapa
jenis karya, yaitu: (1) Karya pengarang tunggal; (2) Karya pengarang ganda; (3)
Karya redaktur; (4) Karya campuran; (5) Karya anonim.
II. TAJUK NAMA PERORANGAN
Adanya keragaman nama menuntut pembuatan acuan atau penunjukan yang
berguna untuk menunjukkan hubungan antarnama yang beragam tersebut.
Dalam hal ini ada 2 (dua) cara yang bisa ditempuh, yaitu berdasarkan prinsip
no-conflict atau berdasarkan prinsip tajuk seragam. Gunanya penunjukan
adalah untuk mengarahkan pembaca kepada tajuk entri utama yang
digunakan dalam suatu katalog. Ada 2 (dua) tanda penunjukan, yaitu tanda x
digunakan untuk penunjukan lihat dan tanda xx untuk lihat juga dengan
memberikan bentuk tajuk penunjukan.
Dalam penetapan tajuk terdapat 3 (tiga) ketentuan yang perlu
diperhatikan, yaitu yang berkaitan dengan (1) pemilihan nama; (2) bentuk
tajuk; (3) kata utama.
Tajuk nama bagi seorang pengarang, penerjemah, penyadur, dan
sebagainya ditentukan pada nama yang paling dikenal. Nama yang paling
dikenal dapat dipilih dari jenis nama berikut ini: (1) Nama sebenarnya; (2)
Nama samaran; (3) Gelar; (4) Nama panggilan; (5) Jenis nama lainnya.
Menentukan bentuki tajuk adalah mencatat nama pengarang dalam
sebuah tajuk. Pekerjaan ini meliputi penentuan kata utama nama pengarang
dan bagian-bagian nama lainnya yang perlu dicatat dalam tajuk. Pada dasarnya
menentukan kata utama nama pengarang ini berkaitan dengan sestem nama
dan kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan. Kata utama adalah bagian
nama yang harus didahukukan dalam tauk entri. Memilih bentuk nama yang
akan dijadikan tajuk entri tujuannya adalah untuk mencapai keseragaman
dalam pencatatan tajuk entri.
Nama tunggal ialah nama yang terdiri dari satu nama saja. Untuk
membedakan dua pengarang yang namanya sama, perlu dicari dan
ditambahkan unsur pembeda. Mula-mula disebutkan tahun kelahiran
dan/atau tahun kematian. Bila ini tidak diperoleh, dicari gelar, atau unsur
lainnya. Kebiasaan memakai nama tunggal ini tidak terdapat di Barat, karena
di sana orang memiliki nama keluarga dan nama diri. Dalam membentuk tajuk
perorangan, bagian tajuk yang menjadi kata utama dipisahkan dengan tanda
koma dari bagian nama lainnya. Demikian pula pembentukan tajuk nama Cina.
Dalam hal ini, kata utama ialah nama keluarga yang merupakan bagian
pertama daripada nama. Bagi tajuk perorangan yang disertai gelar yang
menunjukkan kekuasaan atas suatu wilayah atau gelar keturunan, bagian tajuk
yang menjadi kata utama dipisahkan dengan tanda koma dari sebutan yang
menunjukkan kekuasaan.
III. TAJUK ENTRI NAMA BADAN KORPORASI
Banyak hasil karya cetak dan karya rekam yang kepengarangannya berupa
badan atau lembaga yang dalam pengatalogan dikenal dengan istilah badan
korporasi. Badan korporasi meliputi perkumpulan, lembaga, perusahaan
dagang,badan sosial pemerintah dan konferensi. Tajuk nama badan korporasi
ditentukan pada badan induk atau pada nama pemerintahnya.
Dalam penentuan tajuk nama Badan Korporasi, tidak semua Badan
Korporasi sebagai tajuk entri utama. Hal ini tergantung dari isi karya tersebut.
Ada bebrapa kategori dalam penentuan tajuk entri utama pada badan
korporasi. Apabila suatu karya disusun oleh atau berasal dari suatu badan
korporasi tetapi tidak tergolong salah satu kategori yang telah ditetapkan,
maka entri utama untuk bahan pustaka tersebut adalah (1) Sesuai dengan
peraturan untuk karua perorangan, jika adapengarang perorangan; (2) Jika
tidak merupakan karya perorangan, entri utama adalah di bawah judul.
Apabila diragukan, maka bahan pustaka tersebut diperlakukan sebagai karya
yang bukan karya badan korporasi. Entri utama karya tersebut adalah di bawah
judul, sedangkan untuk badan-badan yang disebut dengan jelas pada sumber
informasi utama dibuatkan entri tambahan. Seperti dalam hal penentuan
bentuk tajuk nama pengarang perorangan, dalam AACR2 juga terdapat
ketentuan dalam pemilihan bentuk tajuk nama badan korporasi yang bersifat
umum dan khusus.
MODUL 4
PENGINDEKSAN SUBJEK
I. ANALISIS SUBJEK
Pengindeksan subjek adalah kegiatan melakukan identifikasi tentang
subjek atau pokok persoalan yang dibahas dalam suatu bahan pustaka. Dalam
pengertian umum orang menyebut pengindeksan subjek dengan istilah
klasifikasi. Klasifikasi merupakan bagian kegiatan manusia yang membantu
manusia menyusun pikiran dan kesan yang semula tidak teratur menjadi
teratur.
Klasifikasi di perpustakaan juga dimaksudkan untuk memudahkan
masyarakat pemakai dalam memilih dan mendapatkan buku-buku yang
diperlukan secara cepat dan tepat. Dalam melakukan klasifikasi bahan pustaka,
tahap pertama yang harus dilakukan adalah melakukan analisis subjek yaitu
untuk mengetahui mengenai apa atau tentang apa bahan pustaka tersebut.
Kegiatan analisis subjek ini merupakan hal yang sangat penting dan
memerlukan kemampuan intelektual, karena disinilah ditentukan pada subjek
apa suatu bahan pustaka ditempatkan. Untuk melaksanakan kegiatan analisis
subjek ini ada dua hal yang perlu dikenali atau dipahami tentang suatu bahan
pustaka, yaitu jenis konsep dan jenis subjek.
Ada tiga jenis konsep yaitu:
1. Disiplin ilmu yang terdiri displin fundamental dan sub-displin
2. Fenomena, yang menjadi fenomena dapat dibedakan dalam dua
kategori, yaitu: (1) objek konkret, dan (2) objek abstrak.
Fenomena merupakan perwujudan faset-(faset) displin terkait.
Karena itu terhadap fenomena perlu diadakan analisis faset.
Menurut Ranganathan ada 5 (lima) faset mendasar yang dikenal
dengan akronim PMEST, yaitu:
P = Personality (wujud, meliputi jenis, produk, atau tujuan)
M = Matter (bahan atau material)
E = Energy (kegiatan atau masalah)
S = Space (tempat geografis)
T = Time (waktu)
3. Bentuk
Bentuk ialah cara bagaimana suatu subjek disajikan. Dalam hal ini ada tiga jenis
konsep bentuk, yaitu: (1) bentuk fisik, (2) bentuk penyajian, (3) bentuk
intelektual.
Dalam kegiatan analisis subjek, secara umum bahan pustaka terbagi dalam
bermacam-macam jenis subjek. Secara umum yang dapat dikelompokkan
dalam 4 (empat) kelompok, yaitu (1) subjek dasar, (2) subjek sederhana, (3)
subjek majemuk, (4) subjek kompleks.
Dalam subjek kompleks terdapat 4 fase yaitu: (1) fase bias, 9@) fase
pengaruh, (3) fase alat, (4) fase perbandingan.
Untuk menterjemahkan hasil analisis subjek kompleks ke dalam bahasa
indeks, adakalanya sistem bahasa indeks tersebut dapat menampung subjek
yang kompleks tersebut, misalnya sistem klasifikasi UDC (Universal Decimal
Classification), tetapi ada juga sistem bahasa indeks yang harus memilih salah
satu dari beberapa subjek tersebut, misalnya pada bagian klasifikasi DDC (
Dewey Decimal Classification).
Dengan mengenali jenis subjek dan jenis konsep di atas, maka dalam
menentukan suatu bahan pustaka dapat diperoleh suatu urutan yang tertentu,
yaitu: DISIPLIN ILMU/FENOMENA/BENTUK.
Kegiatan selanjutnya adalah subjek tersebut diterjemahkan ke dalam
suatu kode atau bahasa indeks tertentu. Bahasa indeks merupakan bahasa
terawasi (controlled langue), sedangkan hasil dari analisis subjek disebut
dengan bahasa alamiah (natural langue). Kegiatan menerjemahkan ini
merupakan deskripsi indeks untuk bahan pustaka tersebut. Ada beberapa
sistem bahasa indeks, yaitu (1) Daftar tajuk subjek, (2) Thesaurus, (3) Skema
klasifikasi.
II. KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA
Klasifikasi adalah proses pengelompokan yaitu mengumpulkan benda yang
sama serta memisahkan benda yang tidak sama. Suatu bahan pustaka dapat
memiliki beberapa ciri, di antaranya adalah kepengarangan, bentuk fisik, dan
subjek. Setiap bahan pustaka dapat dikelompokkan pada setiap ciri tersebut.
Pada dasarnya dikenal dua macam klasifikasi, yaitu: (1) klasifikasi artifisial, dan
(2) klasifikasi fundamental.
Klasifikasi berfungsi ganda yaitu: (1) sebagai sarana penyusunan buku di
rak (2) sebagai sarana penyusunan entri bibliografi dalam katalog tercetak,
bibliografi, dan indeks dalam tata susunan sistematis. Tujuan klsifikasi di
antaranya adalah (1) menghasilkan urutan yang bermanfaat, (2) penempatan
yang tepat, (3) penyusunan mekanis, (4) tambahan dokumen baru, (5)
penarikan dokumen di rak.
Ciri-ciri klasifikasi yang baik adalah (1) bersifat universal, (2) pembagian
kelasnya logis dan konsisten, (3) flexible, (4) mempunyai notasi yang
sederhana, (5) sistematis, (6) mempunyai indeks, (7) mempunyai badan
pengawas.
Sistem klasifikasi yang kita kenal di antaranya adalah: (1) Library
Congress Classification (LCC), (2) Dewey Decimal Classification (DDC), (3)
Universal Decimal Classification ( UDC).
MODUL 5
KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA
1. SISTEM KLASIFIKASI DDC
DDC merupakan karya Melvil Dewey seorang warga negara Amerika Serikat.
DDC merupakan bagan klasifikasi yang banyak dipakai di dunia termasuk di
Indonesia. Edisi pertama merupakan inovasi yang menampilkan dua ciri baru
yaitu: (1) penempatan felatif yang menggantikan penempatan tetap; (2) indeks
felatif, yang diperlukan setelah skema yang bersifat enumeratif memuat
sejumlah besar subjek yang terdaftar. Sampai saat ini sudah terbit edisi ke-22
tahun 2003.
DDC merupakan bagan klasifikasi yang menganut prinsip desimal untuk
membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Sebuah bagan klasifikasi
enumerated seperti DDC terdiri dari unsur notasi dan formulasi subjek yang
merupakan terjemahan dari notasi tersebut. DDC mengunakan notasi murni
berdasarkan angka Arab. seluruh ilmu pengetahuan dibagi ke dalam 9 kelas
utama, yang diberi kode/lambang/notasi 100 sampai 900. Di samping itu
terdapat kelas ke-10 yaitu untuk karya umum yang diberi notasi 000. suatu
notasi DDC sekurang-kurangnya terdiri dari 3 digit, sehingga harus
menambahkan nol agar terbentuk bilangan basis tiga digit. Untuk membagi
kel;as utama digunakan prinsip desimal. Setiap kelas utama dibagi lagi secara
desimal menjadi 10 subklas (divisi). Selanjutnya setiap subklas dapat dirinci
menjadi 10 seksi.
Selain bagan lengkap, DDC mempunyai 6 buah tabel pembantu
(auxiliary Table), yaitu (1) tabel 1. Sub-divisi standar; (2) Tabel 2. Wilayah, (3)
Tabel 3. Subdivisi untuk sastra; (4) Tabel 4. Sub-divisi bahasa, (5) Tabel 5. Ras,
Bangsa, Kelompok etnis, (6) Tabel 6. Bahasa.
DDC memiliki indeks yang berfungsi untuk:
1. menunjukkan semua topik-topik yang tersusun secara sestematik
dalam bagan klasifikasi.
2. menunjukkan semua aspek yang berhubungan dari satu subjek yang
tersebar dalam bagan klasifikasi.
Kelestarian DDC dapat mencapai umur lebih dari satu abad, karena adanya
badan atau lembaga yang selalu mengawasi dan mengadakan peninjauan
terhadap penerbitannya.
Di samping melakukan pengawasan, lembaga tersebut menerbitkan
Dewey Decinal Classification Additions, Notes and Decisions (DC &) yang
memuat tambahan atau perluasan dan catatan yang telah disetujui oleh komisi
pengawas DDC. Tambahan, perluasan atau catatan tersebut adakalanya
datang dati usul pemakai DDC atau dari komisi pengawas DDC sendiri.
II.MENGENAL BAGAN KLASIFIKASI DDC
Untuk dapat melakukan proses klasifikasi dengan baik, maka perlu
mengenal terlebih dahulu sistem dan bagan klasifikasinya. Untuk itu Anda
diharapkan dapat menghafal sedikitnya kelas utama dari DDC. Di samping itu
notasi-notasi divisi harus benar-benar dikenali pula dengan baik.
Untuk melakukan klasifikasi perlu dilakukan latihan-latihan agar dapat
lebih memahami notasi-notasi yang ada dalam bagan tersebut. Untuk itu
langkah pertama harus memahami terlebih dahulu ringkasan pertama yaitu
pembagian kelas utama, kemudian ringkasan kedua, dan selanjutnya ringkasan
ketiga berikut hubungan-hubungan.
MODUL 6
PROSES KLASIFIKASI BAHAN PUSTAKA
I. PENENTUAN NOTASI
A. PENENTUAN SUBJEK
Dalam upaya menentukan suatu subjek yang terkandung dalam buku, maka
perlu dilakukan penelaahan terlebih dahulu terhadap isi buku. Hal ini bisa
dilakukan melalui sumber informasi berikut ini :
1. Halaman Judul Buku
2. Daftar Isi
3. Jaket Buku
4. Kata pengantar atau pendahuluan
5. Isi buku (sebagian atau seluruhnya
6. Daftar Pustaka atau Bibliografi
7. Sumber lain seperti bibliografi, katalog dalam terbitan
8. Konsultasi pakar
B. PENENTUAN NOTASI
Apabila subjek sebuah buku sudah diketahui berdasarkan analisis subjek,
langkah selanjutnya adalah menentukan notasi klasifikasinya berdasarkan
bagan klasifikasi ( Bagan Klasifikasi DDC). Dalam menentukan notasi klasifikasi
sebuah buku ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan yaitu dengan
melakukan pendekatan langsung ke bagan klasifikasi atau melalui
penelusuran indeks.
Dalam penentuan notasi mungkin perlu dipertimbangkan apkah selain notasi
dasar diperlukan juga penggunaan notasi-notasi tambahan, misalnya dalam
bentuk penyajian, penambahan wilayah, dan sebagainya dengan
menggunakan tabel tambahan yang disediakan dalam sistem klasifikasi DDC.
II. PENGGABUNGAN NOTASI DDC
Bagan klasifikasi dari Melvil Dewey selain menyediakan notasi siap pakai,
tersedia juga fasilitas untuk mengadakan pembentukan notasi. Untuk itu, DDC
mempunyai 6 Tabel Tambahan (Auxiliary Tables) yang terdiri dari :
1. Tabel Subdivisi Standar (Standar Subdivision)
2. Tabel Wilayah (Area)
3. Tabel Subdivisi Sastra ( Subdivision of Individual literatures)
4. Tabel Subdivisi Bahasa ( Subdivision of Individual languages)
5. Tabel Ras, Etnik, Kebangsaan ( Racing, Ethnic, National Groups)
6. Tabel Bahasa ( Languages )
Penggunaan tabel ini tidak pernah berdiri sendiri, melainkan hatus bersama-
sama dengan bagan klasifikasi (schedules), yaitu digabung dengan notasi dasar
subjek.
Di samping penggabungan tabel-tabel tambahan, dimungkinkan pula
melakukan penggabungan notasi dasar.
MODUL 7
PENENTUAN TAJUK SUBJEK
I. TAJUK SUBJEK
Dalam menentukan tajuk subjek pengatalog diharapkan dapat ekerja
secara taat asas supaya daengan kandungan informasi yang sama dapat
diperoleh tajuk subjek yang sama pula. Untuk itu pengatalog perlu berpegang
pada urutan kata-kata ( sintaksis) yang digunakan dalam penentuan tajuk
subjek.
Urutan kombinasi untuk disiplin (subjek dasar) fenomena dan bentuk
adalah urutan kombinasi yang umum dan bisa digunakan sebagai pedoman
baik untuk penentuan notasi klasifikasi maupun untuk penentuan tajuk subjek.
Ada bebrapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Tajuk
Subjek, yaitu sebagai berikut:
1. untuk memenuhi keperluan pembaca.
2. satu istilah untuk semua.
3. penggunaan istilah yang biasa digunakan.
4. penggunaan istilah yang spesifik.
5. jumlah tajuk subjek untuk setiap buku.
6. penggunaan penunjukan.
Jika dilihat dari tata bahasanya, terdapat beberapa bentuk tajuk subjek, yaitu:
1. Tajuk tunggal
2. Tajuk ganda
3. Tajuk dengan subdivisi.
II. MENGENAL DAFTAR TAJUK SUBJEK
Kita dapat menetapkan tajuk subjek dengan pedoman umum tajuk
subjek atau dengan menggunakan suatu daftar subjek yang telah ada.
Library of Congress Subject Headings merupakan daftar tajuk subjek
yang tertua yang sengaja dicancang khusus untuk Library Congres, tetapi tidak
menutup kemungkinan untuk digunakan perpustakaan lain yang koleksinya
sudah sedemikian besar. Struktur tajuk subjek terdiri dari tajuk ajektif, tajuk
frasa, dan tajuk dengan subdivisi. Nama perorangan dan nama geografis dapat
digunakan sebagai tajuk subjek. Semua tajuk yang digunakan tercetak tebal.
Dalam daftar tajuk subjek ini tercatat “scope notes” dan penunjukan silang.
Sear’s List of Subject Headings sengaja dirancang untuk perpustakaan
yang koleksinya kecil sampai sedang. Daftar tajuk subjek ini lebih dikenal di
kalangan perpustakaan di Indonesia. Untuk penampilan daftar tajuk subjek ini
telah diadakan penyesuaian dengan Library of Subject Headings baik dalam
variasi tajuk, karakteristik dan format serta penggunaan “scope notes”, tetapi
jumlah tajuk subjek tetap jauh lebih kecil.
Daftar Tajuk Perpustakaan Nasional merupakan daftar tajuk subjek
dalam bahasa Indonesia yang tertua. Pola dasar daftar tajuk subjek ini banyak
diwarnai oleh dasar-dasar daftar tajuk subjek baik Library of Congress maupun
Sear’s List, baik variasi tajuk subjek, penggunaan “Scope Notes” maupun
penunjukan-penunjukan silang. Simbol-simbol yang digunakan dalam daftar
tajuk subjek ini menggunakan simbol yang terdapat dalam tesaurus.
Universitas Indonesia telah memperkaya khasanah dalam pembuatan daftar
tajuk subjek dengan menerbitkan Daftar Tajuk Subjek Universitas Indonesia
(DTSUI). DTSUI ini disusun berdasarkan pada Daftar Tajuk Subjek yang telah
ada, yaitu Daftar Tajuk Subjek untuk Perpustakaan (DTSP) edisi-4 1994 yang
diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional RI dan Sears List of Subject Headings,
16th ed., 1997 oleh The H.W. Wilson.
III. PENYUSUNAN INDEKS SUBJEK DALAM KATALOG KLASIFIKASI
Ada dua macam susunan katalog subjek yaitu katalog yang disusun
berdasarkan subjek verbal, dan susunan katalog berdasarkan nomor
klasifikasi.
Salah satu kendala dalam pemanfaatan katalog yang susunannya
berdasarkan nomor klasifikasi adalah jika pengguna tidak memahami sestem
klasifikasi yang digunakan. Oleh karena itu susunan katalog klasifikasi harus
dilengkapi dengan susunan indeks subjek yang mengacu pada notasi
klasifikasi.
Tujuan pembuatan indeks subjek adalah untuk membantu pengguna
dalam menelusur infomasi melalui katalog berkelas. Adapun langkah-l;angkah
pembuatan indeks subjek adalah sebagai berikut.
Melakukan analisis terhadap struktur notasi, dimulai dari angka yang
mempunyai cakupan subjek lebih umum secara berjenjang sampai angka yang
paling spesifik. Masing-masing langkah diberi istilah subjek.
Munyusun indeks subjek dengan menggunakan istilah-istilah yang
digunakan dalam langkah analisis, yang disusun secara terbalik dimulai dari
istilah yang paling spesifik sampai istilah yang mempunyai cakupan paling luas.
Setiap rangkaian indeks yang mengacu pada notasi klasifikasi itu dibuat
dalam satu kartu tersendiri.
Setiap rangkaian indeks subjek hanya dibuat satu kali sekal;ipun buku
dengan subjek yang sama jumlahnya banyak.
Dalam susunan indeks subjek tidak diperlukan penunjukan-penunjukan
silang. Sebagai gantinya setiap sinonim yang diangap perlu dibuatkan rankaian
tersendiri.
Kartu-kartu indeks subjek disusun secara abjad.
MODUL 8
PENGELOLAAN SARANA TEMU KEMBALI INFORMASI
1. PENGOLAHAN FISIK BUKU
Semua kegiatan yang menyangkut pengolahan buku adalah untuk
mempermudah sistem penyimpanan dan pengambilan kembali buku baik bagi
pemakai perpustakaan maupun bagi pustakawan. Pengolahan buku meliputi
pembuatan wakil ringkas buku seperti katalog dan pengolahan fisik buku.
Nomor panggil merupakan tanda buku yang menunjukkan tempat
penyimpanan suatu buku di rak dan skaligus untuk membedakan dari buku-
buku lainnya di perpustakaan. Penentuan simbol nomor panggil tergantung
dari sistem penyimpanan buku di rak. Beberapa komponen dalam menentukan
simbol nomor panggil adalah nomor kelas baik nomor DDC, UDC, atau LCC
tergantung sistem klasifikasi yang dipakai, dan nomor buku.
Ada dua sistem pembuatan nomor buku, yaitu (1) menggunakan Tabel
Cutter, (2) menggunakan tiga huruf pertama tajuk entri utama. Dan sebagai
unsur pembeda selanjutnya adalah tanda judul dan tanda kopi serta jilid.
Untuk membedakan jenis lokasi ataupun jenis koleksi, seperti untuk koleksi
referens bisa ditambahkan R di atas nomor panggil yang telah ditetapkan.
Pengolahan fisik buku meliputi slip tanggal kembali, kantong buku, dan
kartu buku. Perlengkapan ini diperlukan untuk ketertiban dan kelancaran
administrasi peminjaman buku. Dalam menyiapkan perlengkapan fisik buku,
perlu diketahui terlebih dahulu sistem peminjaman yang diterapkan pada
perpustakaan tersebut. Selain untuk kepentingan administrasi peminjaman,
kartu buku dan slip tanggal kembali bisa digunakan untuk melakukan evaluasi
koleksi perpustakaan misalnya untuk mengetahui keterpakaian koleksi.
Kegiatan selanjutnya adalah pengerakan buku, yang disusun
berdasarkan nomor panggil. Untuk memberitahukan pengguna akan buku
baru, perlu dilakukan display buku terlebih dahulu.
II. TEKNIK PEMBUATAN KATALOG
Kegiatan pengindeksan yang dilakukan di perpustakaan menghasilkan
sarana temu kembali yang berupa (1) susunan koleksi bahan pustaka, dan (2)
katalog perpustakaan sebagai wakil ringkas koleksi bahan pustaka.
Tujuan utama katalog perpustakaan ialah membantu pengguna
perpustakaan untuk memperoleh bahan pustaka seefisien mungkin. Dengan
berkembangnya aplikasi teknologi informasi, penggunaan komputer kini
mampu membuat katalog dan dapat dimutahirkan secara terus-menerus,
serta mampu menyusun katalog dari sejumlah data bibliografis. Untuk
keperluan katalogisasi berbasis komputer, khususnya untuk pertukaran data
bibliografis, kini telah berkembang.
MARC (Machine Readable Catalogue). Kemajuan teknologi telah mengubah
tujuan dan fungsi katalog menjadi lebih lengkap daripada sebelumnya.
Teknik pengetikan kartu katalog mengikuti pola-pola yang telah
diterapkan baik format, maupun penggunaan punktuasi. Sedangkan jumlah
penggandaan kartu katalog tergantung keadaan buku dan kebijakan
perpustakaan setempat, serta sistem katalog yang digunakan perpustakaan.
Untuk sistem katalog berkelas, selain dibuatkan kartu tambahan untuk judul,
subjek, pengarang lain, dibuatkan juga katalog yang disusun berdasarkan
nomor klasifikasi, indeks subjek dan entri tambahan lainnya yang diperlukan,
seperti shelflist. Kartu tambahan shelflist unsur-unsurnya hampir sama dengan
kartu utama.
Untuk katalog dalam bentuk OPAC penggandaan katalog tidak perlu
dilakukan. Pustakawan hanya memutuskan macam pendekatan yang akan
dibuat. Pendekatan melalui komputer akan lebih banyak jika dibandingkan
dengan katalog kartu. Untuk itu perlu ditentukan terlebih dahulu data
bibliografi yang perlu diindeks sehingga pada waktu penelusuran semua
kebutuhan pengguna bisa diketahui.
III. SISTEM PENJAJARAN KATALOG
Ada dua macam sistem katalog, yaitu (1) katalog berabjad, yang terdiri
dari katalog berabjad terpadu (dictionary catalog) dan katalog terbagi. (divided
catalog); (2) katalog berkelas, terdiri dari 3 susunan katalog, yaitu katalog
subjek berkelas, katalog engarang – judul, dan indeks subjek. Penyusunan
katalog harus didasarkan pada aturan ssesuai dengan tuntutan katalog sebagai
sarana temu kembali. Sistem penjajaran harus dapat menjamin konsistensi,
sehingga pembaca tidak dibuat bingung dalam melakukan penelusuran.
Pada prinsipnya ada dua sistem penjajaran, yaitu kata demi kata dan
huruf demi huruf. Pada penjajaran kata demi kata formasi kata menentukan,
kata yang lebih pendek mendahului kata yang lebih panjang, bila terdapat
persamaan huruf sejak di permulaan kata. Pada penjajaran huruf demi huruf
yang diperhatikan adalah huruf demi huruf tanpa melihat formasi kata, artinya
ruang kosong antara dua kata tidak diperhitungkan.
Peraturan penjajaran pertama kali dibuat oleh Charles Ammi Cutter,
kemudian diikuti oleh American Library Association (ALA) dan Library of
Congress (LC). Peraturan yang dibuat Cutter ini pada dasarnya adalah
penjajaran menurut abjad. ALA Filing Rules (1942) merupakan rangkuman
terhadap berbagai peraturan penjajaran yang ada pada waktu itu. Di samping
itu LC juga membuat peraturan yang sengaja dibuat untuk keperluan LC yaitu
Filing Rules for the Dictionary Catalog of the Library or Congress (1956).
Di Indonesia sampai saat ini belum ada peraturan yang standar untuk
melakukan penjajaran katalog. Dalam hal ini kita dapat menggunakan
peraturan penjajaran yang disusun L.K. Somadikarta berjudul “Dasar-dasar
susunan menurut abjad”, yang didasari dari peraturan ALA dan beberapa
peraturan lainnya. Prinsip peraturan ini pada dasarnya adalah kata demi kata,
tidak mengabaikan punktuasi dan kata depan pada permulaan kata pertama
dengan beberapa perkecualian, serta beberapa ketentuan lainnya.
Dengan adanya komputer, maka pengabjadan katalog bisa dibantu
dengan komputer. Meskipun demikian perlu diketahui bahwa sesungguhnya
komputer mempunyai banyak keterbatasan dalam membuat susunan
berdasarkan abjad atau nomor urut. Komputer sesungguhnya hanya
melakukan pengabjadan secara otomatis, sehingga perlu melakukan
penyesuaian seperlunya agar tujuan dibuatnya susunan berabjad dapat
dicapai.
Untuk itu suatu prinsip yang sama untuk semua program komputer
adalah bahwa bagaimanapun canggihnya suatu sistem komputer dalam
mengabjad tetap perlu intervensi manusia untuk mendapatkan hasil
pengabjadan yang baik dan benar. Hal ini terutama karena cukup banyak
terdapat perkecualian dalam prinsip mengabjad.
MODUL 9
SISTEM OTOMASI DI PERPUSTAKAAN
I. SISTEM OTOMASI PERPUSTAKAAN
Yang dimaksud dengan sistem otomasi perpustakaan secara sederhana
adalah “menjalankan seluruh (sebagian besar) kegiatan di perpustakaan untuk
meningkatkan mutu layanan dengan menggunakan sarana teknologi informasi
(komputer) secara terpadu”.
Sistem otomasi perpustakaan, sebagaimana sistem otomasi pada
umumnya, secara sederhana dapat terdiri atas beberapa komponen .
komponen itu adalah (1) hardware, (2) software, (3) data atau database dan
juga penting dibahas disini adalah komponen (4) sumber daya manusia (SDM).
Sistem otomasi perppustakaan yang baik diharapkan akan bermanfaat
bukan saja bagi petugas perpustakaan, namun lebih penting lagi akan
bermanfaat untuk kemudahan dan kenyamanan bagi para pengguna
perpustakaan.
Sistem otomasi perpustakaan dapat dilakukan pada semua bidang
kegiatan di perpustakaan, mulai dari bagian pengembangan koleksi, bagian
pengolahan bahan pustaka dan terutama sistem otomasi dapat dilakukan pada
bagian-bagian yang berhubungan dengan layanan kepada pengguna
perpustakaan.
II. DATABASE PADA SISTEM OTOMASI PERPUSTAKAAN
Database dalam konteks sistem otomasi perpustakaan adalah
kumpulan data bibliografi atau data mengenai pengguna secara terstruktur
dan saling berkaitan. Contoh database di perpustakaan adalah database
koleksi buku atau database koleksi majalah yang dimiliki oleh perpustakaan.
Dapat juga berupa kumpulan data pengguna anggota perpustakaan atau
database anggota perpustakaan atau database petugas perpustakaan. Unsur
database adalah cantuman atau record. Jadi database terdiri atas kumpulan
cantuman. Satu cantuman terdiri atas beberapa ruas atau field. Setiap ruas
dapat terdiri atas sub-ruas. Dalam ruas atau sub-ruas inilah data bibliografi
diketikkan pada komputer.
Untuk membuat database diperlukan software aplikasi yang dapat
membuat database. Salah satu aplikasi untuk membuat database yang banyak
digunakan perpustakaan di Indonesia adalah CDS/ISIS versi Windows atau
lebih dikenal dengan nama Winisis. Winisis dibuat oleh UNESCO dan dibagikan
secara gratis ke seluruh dunia, terutama ke negara berkembang. Wisinis dapat
mengolah database berupa teks dan multimedia.
Untuk merancang database di perpustakaan, misalnya untuk database
koleksi buku atau majalah atau jurnal di perpustakaan, diperlukan standar
format pengkodean ruas dan sub-ruas apabila diperlukan. Perpustakaan
Indonesia biasa menggunakan INDOMARC sebagai standar penulisan format
data bibliografi untuk sistem otomasi. Selain INDOMARC, dikenal pula Dublin
Core, sebagai standar pembuatan ruas-ruas dalam mendata untuk
pepustakaan digital atau digital library. Dublin Core lebih sederhana
dibandingkan INDOMARC.