21
Pengelolaan Lumpur Tujuan Pengelolaan Lumpur Lumpur yang dihasilkan dari sistem pengolahan air limbah dibedakan atas lumpur kimia-fisika dan lumpur biologi. Lumpur kimia-fisika berasal dari pemisahan hasil perlakuaan proses fisika-kimia, sedangkan lumpur biologi berasal dari perlakuan biologi. Umumnya lumpur masih memiliki kadar air yang cukup tinggi, oleh karenanya perlu perlakuan lumpur yang merupakan bagian dari penanganan air limbah. Kedua jenis lumpur tersebut harus dikeluarkan dan dibuang ke luar instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tetapi hal ini akan menimbulkan masalah bila langsung dibuang begitu saja dalam jumlah besar ke tempat penimbunan limbah padat. Tujuan utama pengolahan lumpur adalah mengurangi volume lumpur dengan cara memisahkan air dari dalam lumpur sebelum dibuang, agar mempermudah masalah pengangkutan. Untuk itu pengurangan kandungan air dan volume lumpur merupakan hal yang penting. Lumpur dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang lebih berbahaya dari air limbah mengingat bahwa: lumpur mengandung pencemar yang lebih terkonsentrasi lumpur tetap memiliki kandungan air yang tinggi lumpur dapat mengandung jenis pencemar baru yang tidak terkandung sebelumnya di dalam air limbah akibat dari penambahan bahan kimia dan dari peruraian senyawa yang terkandung dalam lumpur.

Pengolahan Lumpur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PB

Citation preview

Page 1: Pengolahan Lumpur

Pengelolaan Lumpur

Tujuan Pengelolaan Lumpur

Lumpur yang dihasilkan dari sistem pengolahan air limbah dibedakan atas lumpur kimia-fisika

dan lumpur biologi. Lumpur kimia-fisika berasal dari pemisahan hasil perlakuaan proses fisika-

kimia, sedangkan lumpur biologi berasal dari perlakuan biologi. Umumnya lumpur masih

memiliki kadar air yang cukup tinggi, oleh karenanya perlu perlakuan lumpur yang merupakan

bagian dari penanganan air limbah. Kedua jenis lumpur tersebut harus dikeluarkan dan dibuang

ke luar instalasi pengolahan air limbah (IPAL), tetapi hal ini akan menimbulkan masalah bila

langsung dibuang begitu saja dalam jumlah besar ke tempat penimbunan limbah padat.

Tujuan utama pengolahan lumpur adalah mengurangi volume lumpur dengan cara memisahkan

air dari dalam lumpur sebelum dibuang, agar mempermudah masalah pengangkutan. Untuk itu

pengurangan kandungan air dan volume lumpur merupakan hal yang penting. Lumpur dapat

menimbulkan gangguan lingkungan yang lebih berbahaya dari air limbah mengingat bahwa:

lumpur mengandung pencemar yang lebih terkonsentrasi lumpur tetap memiliki kandungan air

yang tinggi lumpur dapat mengandung jenis pencemar baru yang tidak terkandung sebelumnya

di dalam air limbah akibat dari penambahan bahan kimia dan dari peruraian senyawa yang

terkandung dalam lumpur.

Lumpur yang banyak mengandung padatan diperoleh dari hasil proses pemisahan padat-cair dari

limbah yang sering disebut dengan sludge atau lumpur encer, di dalam sludge tersebut sebagian

besar mengandung air dan hanya beberapa persen berupa zat padat. Umumnya persentase

kandungan air tersebut dapat mencapai 95-99%. Lumpur yang dihasilkan unit pengolahan air

limbah dapat dikelola hingga menjadi abu dengan kadar 0,3 % dengan melalui beberapa tahap

pengolahan yang meliputi proses pemekatan dengan proses thickening, proses dewatering ,

proses pengering dan pembakaran. Filtrat yang dihasilkan dari proses pemekatan dan dewatering

dikembalikan ke unit equalisasi (IPAL) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Untuk dapat mengelola lumpur secara efektif dan tepat, maka perlu mengetahui karakteristik

lumpur tersebut. Karakteristik lumpur tergantung pada sumber lumpur dan jenis industri

penghasil air limbah serta sistem pengolahan IPAL. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999

Page 2: Pengolahan Lumpur

memuat daftar dari berbagai jenis industri yang menghasilkan lumpur IPAL yang dianggap

sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Karakteristik dan Jumlah Lumpur

Karakteristik lumpur sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sumber lumpur, jenis

industri penghasil air limbah, proses di IPAL, sifat fisik, komposisi kimia serta tingkat

pengolahan yang telah ditentukan. Karakteristik lumpur sangat berbeda untuk setiap jenis

lumpur, sehingga prinsip penanganannya berbeda pula.

Walaupun demikian, kebanyakan industri melakukan penanganan lumpur yang keluar dari IPAL

dalam unit pengolah yang sama. Sebagai contoh lumpur dari industri pulp dan kertas pada

umumnya tersusun dari zat berserat, hidro-gel, fines yang non hydrous terutama yang berasal

dari bahan pengisi (filler) dan tentunya juga air aliran, air kapiler, air adsorpsi dan air sel. Air

aliran pada lumpur dapat dihilangkan dengan cara pengentalan, sedangkan air kapiler

dihilangkan dengan cara mekanis. Untuk jenis air yang lainnya penghilangannya dilakukan

dengan metode thermal. Lumpur yang dihasilkan oleh suatu IPAL dapat dikelompokan dalam 2

jenis, yaitu:

1. Lumpur kimia-fisika (lumpur mineral)

2. Lumpur biologi

Selain ke dua jenis lumpur tersebut diatas ada juga lumpur yang berupa fiber berasal dari proses

produksi, pada umumnya di industri tekstil.

Lumpur Kimia-Fisika (Lumpur Mineral)

Lumpur kimia-fisika merupakan lumpur yang dihasilkan dari proses pemisahan padatan di unit-

unit pengolahan secara fisika-kimia Karakteristik lumpur adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai warna sesuai dengan jenis senyawa kimia yang digunakan

2. Mempunyai kandungan padatan 2-8%,

3. Mempunyai berat jenis yang lebih besar dari lumpur biologi.

Page 3: Pengolahan Lumpur

Jumlah lumpur kimia – fisika yang dihasilkan tergantung dari:

Beban hidrolik dari unit pengolahan penghasil Lumpur

Efektifitas koagulan dan flokulan yang digunakan

Konsentrasi padatan tersuspensi total (TSS) yang dapat diendapkan

Efisiensi tanki pengendap

Pemisahan air pada lumpur kimia-fisika lebih mudah dilakukan dengan cara seperti

pengentalan yang diikuti penyaringan.

Lumpur Biologi

Lumpur biologi merupakan lumpur yang dihasilkan dari proses pemisahan gumpalan mikroba di

unit pengolahan biologi. Lumpur biologi berasal dari dua bagian yaitu :

1. Mikroba yang mati

2. Organik yang tidak terdegradasi oleh mikroba

Karakteristik lumpur biologi adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai warna coklat.

2. Mempunyai kandungan padatan 0,5-2,5% yang artinya dalam 1 liter lumpur mengandung

air sebanyak 97,5-99,5%.

3. Mempunyai berat jenis yang rendah, sebesar 1,005 g/mL.

4. Mengandung banyak senyawa organik terurai yang mudah membusuk

Jumlah lumpur biologi yang dihasilkan tergantung dari:

Beban hidrolis dari unit pengolahan penghasil lumpur dan beban organik.

Kecepatan pertumbuhan mikroba yang sangat bergantung pada beberapa faktor, antara

lain kondisi proses biologi dan kondisi lingkungan.

Konsentrasi padatan tersuspensi total (TSS) yang dapat diendapkan.

Efisiensi tanki pengendap.

Perlakuan lumpur pada dasarnya berupa pengurangan volume dan meningkatkan

kestabilan sifat lumpur menjadi lebih baik, agar penanganan selanjutnya tidak

menimbulkan permasalahan lingkungan.

Page 4: Pengolahan Lumpur

Proses Pengolahan Lumpur

Sasaran upaya penanganan lumpur adalah menghasilkan lumpur dengan kandungan padatan

setinggi-tingginya, atau volume yang sekecil-kecilnya dan stabil serta tidak memiliki dampak

lingkungan yang lebih buruk. Peningkatan kandungan padatan (% SS) atau pengurangan kadar

air dapat dilakukan melalui beberapa cara. Umumnya upaya pengelolaan terhadap lumpur

meliputi tahap-tahap pengerjaan:

1. Pengentalan atau pemekatan lumpur (sludge thickening).

2. Stabilisasi lumpur (sludge stabilization).

3. Pengeluaran air (sludge dewatering).

4. Pengeringan lumpur (sludge drying)

Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kelemahannya, sehingga tidak ada satu carapun

yang dapat diterapkan untuk setiap jenis lumpur tertentu. Kecuali Tahap Stabilisasi, seluruh

tahapan lainnya lebih bertujuan untuk meningkatkan kandungan padatan atau pengurangan

kandungan air. Setelah melalui tahapan tersebut tahapan berikutnya adalah Tahap Pembuangan

Akhir.

Umumnya persentase kandungan air tersebut dapat mencapai 95-99%. Lumpur yang dihasilkan

unit pengolahan air limbah dapat diubah menjadi abu dengan kadar 0,3 %. Hal ini dapat

dilakukan melalui beberapa tahap pengolahan yang meliputi proses pemekatan dapat mengurangi

volume dari 100 % dengan proses thickening menjadi 50 %, proses dewatering menjadi 5 %,

proses pengering menjadi 1,44 %, kemudian dilakukan pembakaran sehingga dihasilkan abu

dengan kadar 0,3 %. Filtrat yang dihasilkan dari proses pemekatan dan dewatering dikembalikan

ke unit equalisasi (IPAL) untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Pengentalan Lumpur (Sludge Thickening )

Proses pengentalan lumpur bertujuan untuk meningkatkan kekentalan atau kandungan padatan

dalam lumpur dengan cara pengeluaran air. Pada umumnya lumpur yang dihasilkan dari unit

pengolahan air limbah masih encer dengan kandungan padatan antara 0,5-1,0% atau kandungan

air 99,5-99%, sehingga perlu dipekatkan secara gravitasi hingga 2-3% atau kandungan air 97-

98% dengan menggunakan thickener. Pada proses pengentalan tersebut lumpur sebelumnya

Page 5: Pengolahan Lumpur

perlu dikondisikan dengan cara fisika maupun fisika-kimia, agar dapat menggumpal sehingga air

lebih mudah dipisahkan.

Pemisahan air dari lumpur kimia-fisika lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan lumpur

biologi. Hal ini disebabkan air yang terkandung dalam lumpur biologi adalah hasil perlakuan

biologi yang 80% merupakan air sel bakteri. Konsentrasi lumpur sangat mempengaruhi kinerja

alat pengeluaran air dan kandungan air dalam lumpur pekat (cake).

A. Pengentalan Lumpur secara Gravitasi

Pengentalan lumpur secara gravitasi adalah salah satu metode yang umum digunakan. Unit

pengental gravitasi bekerja dengan gaya gravitasi seperti halnya dengan tangki pengendap

lainnya. Prinsip dasar dan bentuk unit ini juga menyerupai tangki pengendap yang biasa,

perbedaannya hanya pada nilai beban permukaan yang lebih rendah. Alat ini berbentuk tangki

bundar dilengkapi dengan penggaruk lumpur.

Pada umumnya diameter tanki tidak lebih dari 25 m dengan kedalaman sekitar 4 m, dengan

maksimum hydraulic overflow rate antara 15,5-31 m3/m2, hari untuk lumpur kimia-fisika,

sedangkan untuk lumpur biologi antara 4-8 m3/m2, hari, begitu pula untuk lumpur campuran

kimia-fisika dengan biologi sekitar 6-12 m3/m2, hari.

Dari data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa dengan alat ini kepekatan lumpur

kimia-fisika dapat mencapai kadar padatan kering 5-10% atau kandungan air 90-95%, sedangkan

untuk lumpur biologi hanya mencapai kadar padatan kering antara 2-3% kandungan air antara

97-98%. Hasil pengentalan yang diperoleh untuk lumpur campuran dari lumpur kimia – fisika

dan lumpur biologi mencapai kepekatan dengan kadar padatan kering 2-8% atau kandungan air

92-98%,. Unit pengental gravitasi umumnya digunakan sebagai unit pertama di dalam bagian

penanganan lumpur.

Kelebihan dengan cara ini adalah mudah dalam pengoperasian dan perawatan (maintenance).

Kelemahan dengan cara ini adalah seringkali timbul lumpur yang naik ke atas (sludge floating)

akibat dari terlalu lama lumpur berada dalam bak lumpur karena tidak cepat dikeluarkan. Hal ini

dapat menyebabkan kondisi anaerobik sehingga menghasilkan gas. Gas tersebut akan membawa

sekelompok lumpur ke permukaan. Ciri-ciri lumpur tersebut adalah berbau dan berwarna hitam.

Page 6: Pengolahan Lumpur

B. Pemekatan Lumpur secara Flotasi (Floating Thickening)

Prinsip kerja sama dengan proses flotasi untuk pengolahan air limbah. Alat penggaruk lumpur

terdapat di sebelah atas maupun di bagian bawah. Dibandingkan dengan pemekatan lumpur

secara gravitasi, alat ini lebih sukar pengoperasiannya dan diperlukan pula penambahan bahan

kimia polimer untuk meningkatkan konsentarasi lumpur dari 85% menjadi 98%. Dengan

terkonsentrasinya lumpur dapat meningkatkan efisiensi alat. Pemakaian bahan kimia polimer

untuk memekatkan lumpur biologi sekitar 2-5 kg berat kering polimer/ mg zatpadat. Penggunaan

rasio udara-padatan sangat mempengaruhi kinerja sistem ini, pada umumnya nilai rasio udara

padatan bervariasi, maksimum pada kisaran dari 2-4% untuk mengapungkan zat padat.

Hasil pemekatan dengan sistem ini mencapai kadar padatan kering antara 4-6% atau kandungan

air 94-96% untuk lumpur biologi dengan penambahan bahan kimia polimer, sedangkan tanpa

penambahan bahan kimia polimer kadar padatan kering hanya mencapai 3-5% atau kandungan

air 95-97%. Kelebihan cara ini adalah waktu tinggal jauh lebih singkat yaitu sekitar 15 – 30

menit dan hasil lumpur lebih pekat, sehingga volume lumpur lebih sedikit. Kelemahan cara ini

adalah cara pengoperasian lebih sulit, biaya operasional tinggi, karena ada penambahan bahan

kimia, biaya perawatan relatif tinggi dan penggunaan listrik cukup besar. Sistem penyapuan

lumpur (scrapper) menggunakan rantai sering bermasalah karena terdapat bagian yang

bergesekan. Permasalahan scrapper dapat diatasi dengan mengganti rantai penggerak secara

periodik.

Tabel Perbandingan Metode Pemekatan Lumpur

1) Metode PemekatanBagian :

Pemekatan secara gravitasi

Pemekatan secara mekanis

2) Tipe Dekantasi

3) Tipe Penyaringan

4) Stabilisasi Lumpur (sludge stabilization)

Stabilisasi lumpur merupakan upaya mengurangi kandungan senyawa organik dalam lumpur atau

mencegah aktivitas mikroorganisme. Tujuan stabilisasi lumpur adalah agar lumpur menjadi

stabil dan tidak menimbulkan bau busuk dan gangguan kesehatan saat dilakukan proses maupun

Page 7: Pengolahan Lumpur

saat pembuangan ke lingkungan. Stabilisasi lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara,

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Digestasi anaerobik

Proses ini merupakan suatu proses degradasi senyawa organik dalam lumpur secara anaerobik.

Stabilisasi ini biasanya hanya untuk lumpur biologi dan dilakukan sebelum proses pengeluaran

air dari lumpur. Dengan proses digestasi ini, sekitar 50% senyawa organik dalam lumpur dapat

diubah menjadi gas bio yang tersusun dari metan (CH4) dan CO2 apabila di dalam senyawa

organik tersebut terdapat kandungan sulfur, maka dihasilkan H2S.

Produk gas bio ini sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi, sedangkan

lumpur sisa yang diperoleh bisa dimanfaatkan sebagai pupuk. Digestasi lumpur dilakukan dalam

tangki tertutup dengan sistem pengeluaran gas dan dapat dilengkapi dengan sistem pengadukan.

Waktu retensi yang diperlukan antara 10-20 hari dengan beban padatan antara 2-4 kg/m3. Hasil

pemekatan dengan sistem ini mencapai kadar padatan kering antara 2-5% atau kandungan air 95-

98% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk lumpur campuran kimia-fisika-biologi kadar

padatan kering hanya mencapai 1,5-4% atau kandungan air 96-98,5%.

Kelebihan sistem ini adalah pengurangan volume lumpur dengan penguraian dalam artian

pengurangan lumpur diubah menjadi gas yang dapat dimanfaatkan sebagai energi panas.

Kelemahan dari sistem ini adalah cara pengoperasiannya agak sulit.

2. Stabilisasi aerobik

Pada prinsipnya proses ini sama seperti proses lumpur aktif pada pengolahan air limbah, yaitu

degradasi senyawa organik dalam lumpur terjadi secara aerobik. Proses stabilisasi aerobik dapat

dilakukan dalam suatu tanki terbuka, sebelum ataupun setelah dilakukan proses pengeluaran air

dari dalam lumpur. Metode stabilisasi aerobik lumpur yang sudah mengalami proses pengeluaran

air merupakan bentuk pengomposan yang banyak dilakukan di industri.

Proses stabilisasi dilakukan dengan beban padatan berkisar antara 1,6-4,8 kg/m3,jam dengan

waktu retensi 10-15 hari. Udara dimasukkan ke dalam tanki untuk mensuplai oksigen, sehingga

kadar oksigen terlarut dapat diperhatikan minimal 1-2 mg/L. Dengan pengaturan pH,

kelembaban suhu dan penambahan nutrisi yang sesuai, maka lumpur hasil proses stabilisasi

Page 8: Pengolahan Lumpur

dapat dimanfaatkan sebagai kompos. Hasil pemekatan dengan sistem ini mencapai kadar padatan

kering antara 2,5-7% atau kandungan air 93-97,5% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk

lumpur campuran kimia-fisika-biologi kadar padatan kering hanya mencapai 1,5-4% atau

kandungan air 96-98,5%.

Kelebihan sistem ini adalah lebih mudah dalam pengoperasian dan mudah dalam pengontrolan.

Kelemahan dari sistem ini adalah banyak membutuhkan energi, yaitu energi listrik untuk

pembangkit oksigen.

3. Stabilisasi dengan kapur

Penambahan kapur ke dalam lumpur mengakibatkan aktifitas mikroorganisme terhenti, tetapi

tidak mempengaruhi kandungan senyawa organik dalam lumpur. Proses stabilisasi ini umumnya

dilakukan untuk mengatasi masalah bau yang timbul. Untuk menjamin lumpur tetap stabil, maka

pH lumpur harus dipertahankan di atas pH 11,8. Metoda stabilisasi ini perlu pengawasan pH dan

juga perlakuan pencampuran bahan kimia kapur dengan lumpur secara baik agar pH lumpur

homogen.

Hasil pemekatan dengan sistem ini mencapai kadar padatan kering antara 3-6% atau kandungan

air 94-97% untuk lumpur kimia-fisika, sedangkan untuk lumpur campuran kimia-fisika-biologi

kadar padatan kering hanya mencapai 1-1,5% atau kandungan air 98,5-99%.

Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian mudah dan biaya operasional relatif rendah.

Kelemahan sistem ini adalah tidak terjadi pengurangan kandungan air atau volume lumpur. Pada

pengoperasian sistem ini sering terjadi perubahan nilai pH sehingga perlu dipantau terus

menerus.

Pengeluaran air dari lumpur (sludge dewatering)

Tujuan proses pengeluaran air lumpur ialah menghilangkan sebanyak mungkin air yang

terkandung dalam lumpur setelah proses pengentalan. Persyaratan kadar padatan kering lumpur

yang diinginkan tergantung pada penanganan akhir yang akan dilakukan, umumnya berkisar

30%. Proses pengeluaran air lumpur dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain

menggunakan alat:

Page 9: Pengolahan Lumpur

A. Belt press

B. Filter press

C. Screw press

D. Drying bed

E. Centrifugal

F. Rotary drum vacuum filter

1) Belt Press

Proses pengeluaran air lumpur yang digunakan di industri antara lain belt filter press. Tipe alat

ini banyak digunakan di industri pulp dan kertas. Pengeluaran air dari lumpur yang dapat

dilakukan dengan alat ini melalui 2 tahapan, :

1. Daerah Pengeluaran Air (Draining Zone)

Pada daerah ini lumpur mengalir dan tersebar secara merata di atas lembaran wire. Pengeluaran

air dilakukan tanpa tekanan, hanya mengandalkan gravitasi sampai mencapai kadar padatan

tertentu, selanjutnya lumpur memasuki daerah pengeringan bertekanan.

2. Daerah Pengeringan Bertekanan (Pressing Zone)

Air keluar dari lumpur dengan cara dijepit di antara dua belt atau wire sambil ditekan oleh rol

secara bertahap di daerah pressing zone, dengan tekanan meningkat sejalan dengan mengecilnya

rol. Pada saat dijepit, air diperas keluar sampai akhir daerah bertekanan, yang selanjutnya

memasuki daerah pengelupasan lumpur dari belt atau wire (share zone). Sebelum difungsikan

kembali di daerah pengeluaran air, belt atau wire perlu dicuci dahulu.

Umumnya kadar padatan kering yang bisa dicapai antara 30-40% atau kandungan air 60-70%,

untuk lumpur kimia- fisika dan 22-30% atau kandungan air 70-78%, untuk lumpur biologi.

Pengkondisian lumpur dengan menambahkan polimer perlu dilakukan untuk mempercepat dan

mempermudah pengeluaran air.

Alat pengering lumpur dirancang untuk beban 150-300 kg padatan kering/m lebar wire per jam

untuk lumpur yang sulit dipisahkan airnya, sedangkan untuk lumpur yang mudah dipisahkan

airnya 250-500 kg padatan kering/m lebar wire/jam. Belt penjepit baik bagian atas maupun

Page 10: Pengolahan Lumpur

bawah, setelah melepaskan lumpur, perlu dicuci sebelum difungsikan kembali di daerah

pengeluaran air.

Kelebihan alat ini adalah kapasitas olah yang besar dan kandungan padatan kering yang relatif

tinggi. Kelemahan yaitu membutuhkan biaya operasional yang relatif tinggi karena penggunaan

bahan kimia polielektrolit yang tinggi dan kebutuhan energi listrik yang besar. Disamping itu

maintenance membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan operasional lebih sulit karena

permasalahan di belt/wire dan tracking sistem (alat pengarah belt/wire).

2) Filter Press

Prinsip kerja sistem ini adalah memberi tekanan pada lumpur yang berada di antara lempengan-

lempengan filter (filter plate). Tekanan diberikan melalui gaya hidrolik di kedua sisi lempengan.

Filter ini tersusun dari plate and frame filter berjumlah banyak, dimana bagian dalam dari frame

tersebut ditarik oleh filter kain yang bersambungan. Setelah frame terkunci karena tekanan

hidrolik atau tekanan tangan, lumpur akan tertekan masuk dari tabung suplai ke dalam ruang

filtrasi. Air yang tersaring karena tekanan itu akan jatuh dari frame, lumpur akan mengental

karena kehilangan air dan tersiasa di bagian dalam.

Penambahan tekanan berkisar antara 1-10 kgf/cm2, tetapi karena resistan tekanan yang masuk

bertambah besar, maka akan terbentuk cukup adonan di bagian dalam. Apabila sudah terjadi

kondisi seperti ini maka pengisian lumpur dihentikan. Tipe alat penyaring tekanan ini umumnya

digunakan di industri kecil, antara lain seperti industri tekstil. Kelebihan dari sistem ini adalah

sederhana dalam konstruksi dan biaya operasional yang relatif lebih rendah. Kelemahan adalah

hanya dapat digunakan untuk penanganan lumpur yang sedikit.

3) Drying Bed

Salah satu metode paling sederhana adalah drying bed atau bak pengering lumpur. Pengeluaran

air lumpur dilakukan melalui media pengering secara gravitasi dan penguapan sinar matahari.

Lumpur yang berasal dari pengolahan air limbah secara langsung tanpa proses pemekatan

terlebih dahulu dapat dikeringkan dengan drying bed. Deskripsi bak pengering berupa bak

dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20 cm dan batu kerikil sebagai penyangga pasir

antara 20-40 cm, serta saluran air tersaring (filtrat) di bagian bawah bak. Pada bagian dasar bak

Page 11: Pengolahan Lumpur

pengering dibuat saluran atau pipa pembuangan air dan di atasnya diberi lapisan kerikil

(diameter 10-30 mmÆ) setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar (3-5 mmÆ) setebal 20-30 cm.

Media penyaring merupakan bahan yang memiliki pori besar untuk ditembus air. Pasir, ijuk dan

kerikil merupakan media penyaring yang sering digunakan. Pengisian lumpur ke bak pengering

sebaiknya dilakukan 1 kali sehari dengan ketebalan lumpur di bawah 15 cm. Mengingat

keterbatasan daya tembus panas matahari, maka kedalaman bak ikurang dari 50 cm. Jika lumpur

masuk terlalu banyak, permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah,

sehingga pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka air tidak dapat

keluar, sehingga pengurangan kadar air tidak terjadi.

Pengurangan kandungan air dalam lumpur menggunakan sistem pengeringan alami dengan

matahari, maka air akan keluar melalui saringan dan penguapan. Pada mulanya keluarnya air

melalui saringan berjalan lancar dan kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi jika bahan

penyaring (pasir) tersumbat maka proses pengurangan air hanya tergantung kecepatan

penguapan.

Kecepatan pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung pada penguapan

dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu, kelembaban,

kecepatan angin, sinar matahari, hujan, ketebalan lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang

masuk dan struktur kolam pengeringan. Waktu pengeringan biasanya antara 3-5 hari.

Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian yang sangat sederhana dan mudah, biaya operasional

relatif rendah dan hasil olahan lumpur bisa kering atau kandungan padatan yang tinggi.

Kelemahan sistem ini adalah membutuhkan lahan yang luas dan sangat tergantung cuaca.

4) Screw Press

Screw press seperti terlihat di Gambar 9.10 menghasilkan lumpur kering (cake) dengan kadar

padatan kering 30 – 70% atau kandungan air 30-70%. Apabila lumpur yang akan diolah berasal

dari campuran lumpur kimia-fisika dengan lumpur biologi, maka perlu ditambahkan koagulan

polimer atau polielektrolit (PE), sebaliknya apabila hanya berasal dari lumpur kimia-fisika tanpa

penambahan koagulan polimer atau polielektrolit (PE), dengan pemakaian umumnya sekitar 1-2

ppm.

Page 12: Pengolahan Lumpur

Besarnya tekanan yang dihasilkan tergantung dari pengaturan perbedaan jarak antara puncak ulir

tekan sepanjang poros dengan kekuatan tekan flange penahan yang ditentukan oleh kondisi dan

jumlah pegas yang digunakan alat screw press sangat hemat energi. Penggunaan alat screw press

makin banyak diterapkan di industri khususnya industri pulp dan kertas.

5) Centrifugal

Pada prinsipnya alat ini memisahkan padatan dalam lumpur dari cairan melalui proses

sedimentasi dan sentrifugasi. Ada beberapa tipe sentrifugasi tetapi yang umum digunakan adalah

tabung horizontal berbentuk kerucut-silindris yang di dalamnya dilengkapi juga dengan screw

conveyor yang dapat berputar. Kecepatan putaran conveyor ini sedikit lebih lambat dibandingkan

dengan putaran tabung horizontal.

Lumpur masuk melalui suatu tabung yang tak bergerak terletak sepanjang garis pusat tabung,

kemudian didorong keluar oleh conveyor dan didistribusikan ke bagian sisi tabung. Lumpur

mengendap dan dipadatkan oleh adanya kekuatan centrifugasi, kemudian dibawa oleh conveyor

ke daerah pengeringan dalam tabung di bagian yang runcing, cairannya yang telah terpisah

dikeluarkan di bagian yang lainnya. Pada sistem ini padatan kering mencapai sampai 50% atau

kandungan air 50%. Pengkondisian lumpur dengan menambahkan koagulan polimer adalah

untuk mempercepat dan mempermudah pengeluaran air. Pemakaian koagulan polimer antara 2 –

6 kg/ton padatan lumpur kering.

Biaya investasi dan operasi alat sentrifugal mahal, karena diperlukan bahan kimia pengkondisi

dan konsumsi energi listrik yang tinggi. Biaya pemeliharaannya juga tinggi jika dibandingkan

dengan alat yang lain.

6) Rotary Drum Vacuum Filter

Penyaringan terjadi pada permukaan drum yang berputar. Drum berputar ini dibagi dalam

beberapa bagian yang masing – masing berada di bawah tekanan vakum. Sekitar 20 – 40%

bagian drum akan terendam lumpur dan mengambil zat padat membentuk padatan lumpur yang

menempel di permukaan karena diserap pompa vakum. Sebelum bagian drum dengan padatan

lumpur yang menempel terendam kembali, padatan tersebut akan terlepas setelah dicuci.

Page 13: Pengolahan Lumpur

Lumpur kimia-fisika dapat dikeluarkan airnya sampai mencapai padatan kering sebesar 7-9%

atau kandungan air 91-93% tanpa perlu dikondisikan dahulu dengan bahan kimia. Lumpur

biologi mencapai padatan kering sebesar 4-9% atau kandungan air 91-96%, sedangkan lumpur

campuran mencapai padatan kering sebesar 5-9% atau kandungan air 91-95%. Beban lumpur

kimia – fisika umumnya 30 kg padatan kering /m2 jam, sedangkan untuk lumpur biologi atau

lumpur campuran bebannya lebih kecil yaitu 10 -20 kg padatan kering/m2jam dengan hasil

padatan kering sekitar 15% dan sebelumnya perlu dikondisikan terlebih dahulu.

Kelebihan dari cara ini adalah kapasitas pengolahan yang besar. Kelemahannya adalah

pencapaian padatan kering yang masih rendah dan alat ini lebih cocok digunakan untuk lumpur

yang berserat.

Tabel Perbandingan Beberapa Cara Alat Pemekat Lumpur

Pemekat Sentrifugal

Pemekat Bertekanan

Saringan Beltpress

Pemekat

Multi Disc

Pemekat

Screw Press

Pembuangan Akhir (Sludge Landfilling)

Pada tahap akhir, lumpur dibuang ke lingkungan dengan aman dan tidak menimbulkan dampak

negatif lingkungan. Pembuangan langsung ke lingkungan dapat menimbulkan dampak

lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sludge landfilling merupakan

tahap akhir dari pengelolaan lumpur. Pengelompokan Lumpur B3 antara lain dilakukan

berdasarkan:

1) Jenis senyawa kimia yang dikandungnya (sumber tidak spesifik).

2) Jenis industri penghasil lumpur (sumber tidak spesifik).

Pembungan akhir limbah lumpur B3 harus dilakukan di lokasi yang ditunjuk oleh pemerintah.

pihak industri dapat membuat fasilitas khusus, walaupun persyaratan dan prosedur rumit. Lokasi

Page 14: Pengolahan Lumpur

pembuangan akhir limbah padat atau landfill merupakan lokasi khusus yang diperuntukkan

sebagai tempat penimbunan lumpur dengan desain yang dilengkapi sistem tempat pengumpulan

dan pengolahan lindi. Syarat-syarat lokasi penimbunan cake menurut persyaratan landfill yang

baik adalah:

Lokasi Landfill (Kep-01/Bapedal/09/1999)

Daerah yang bebas dari banjir seratus tahunan

Bukan kawasan lindung

Secara geologi dinyatakan aman-stabil tidak rawan bencana

Bukan daerah resapan air tanah tidak tertekan

Bukan daerah genangan air, berjarak 500 m dari aliran sungai yang mengalir sepanjang

tahun, danau, waduk untuk irigasi pertanian dan air bersih

Program pemantauan Landfill yang perlu diperhatikan:

1) Lindi (Leachate) yang dihasilkan dari limbah

2) Jumlah kebocoran lindi yang melewati lapisan landfill

3) Migrasi gas yang melewati lapisan landfill

4) Kualitas air tanah sekitar lokasi landfill

5) Karakteristik gas dalam limbah ( tekanan, suhu, kandungan gas metan)

6) Gas dalam tanah dan atmosfer disekitar lokasi landfill

7) Jumlah dan kualitas lindi dalam tanki pengumpul lindi

Sumber : https://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2012/06/16/pengelolaan-lumpur/