23
PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK PENENTUAN KADAR LOGAM Cu 2+ (TEMBAGA II) PADA UANG LOGAM 500 RUPIAH KUNING MELALUI TITRASI IODOMETRI Oleh: Semester IV/ C Nama Kelompok: Ni Luh Gede Praba Yanti (1313031054) Ngurah Dwi Dharma Suputra (1313031076) Ni Made Dian Prabayanti (1313031057) Putu Sista Dharmika (1313031062) Anak Agung Sri Yoni (1313031076) Vicky Enggy Clovidea Indra Eky (1313031077) Ni Putu Ayu Eva Trisna Widiantini (1313031079) Wawan Satriawan (12130310 ) 1

Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK

PENENTUAN KADAR LOGAM Cu2+ (TEMBAGA II)

PADA UANG LOGAM 500 RUPIAH KUNING

MELALUI TITRASI IODOMETRI

Oleh:

Semester IV/ C

Nama Kelompok:

Ni Luh Gede Praba Yanti (1313031054)

Ngurah Dwi Dharma Suputra (1313031076)

Ni Made Dian Prabayanti (1313031057)

Putu Sista Dharmika (1313031062)

Anak Agung Sri Yoni (1313031076)

Vicky Enggy Clovidea Indra Eky (1313031077)

Ni Putu Ayu Eva Trisna Widiantini (1313031079)

Wawan Satriawan (12130310 )

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

JUNI 2015

1

Page 2: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

LAPORAN PRAKTIKUM

I. IDENTITAS

Judul : Penentuan Kadar Logam Cu2+ (Tembaga II) pada Uang Logam

500 Rupiah Kuning melalui Titrasi Iodometri

Tujuan : Menentukan dan menetapkan kadar Cu2+ (Tembaga II) yang

terdapat pada uang logam Rp.500 kuning.

Hari, tanggal : Rabu, 3 Juni 2015

Jurusan/Fakultas : Pendidikan Kimia/MIPA

II. DASAR TEORI

Uang logam yang tersebar di Indonesia umumnya tersusun dari beberapa logam

diantaranya nikel, kuningan, alumunium, perunggu (tembaga dengan timah) bahkan

yang terbaru berbahan bimetal. Adapun contohnya yaitu uang logam pecahan 500 rupiah

kuning variasi emisi 1997, 2000, 2001, 2002, 2003, yang mengandung kuningan. Logam

kuningan merupakan logam yang berasal dari campuran tembaga dengan seng.

Keseluruhan penyusun-penyusun tersebut tergolong kedalam logam jenis kation.

Titrasi merupakan suatu proses analisis dimana suatu volum larutan standar

ditambahkan ke dalam larutan dengan tujuan mengetahui komponen yang tidak dikenal.

Larutan standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder.

Larutan standar primer adalah larutan standar yang dipersiapkan dengan menimbang dan

melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian tinggi (konsentrasi diketahui dari massa

– volum larutan). Larutan standar sekunder adalah larutan standar yang dipersiapkan

dengan menimbang dan melarutkan suatu zat tertentu dengan kemurnian relatif rendah

sehingga konsentrasi diketahui dari hasil standarisasi (Day Underwood, 1999).

Standarisasi larutan merupakan proses saat konsentrasi larutan standar sekunder

ditentukan dengan tepat dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer (John

Kenkel, 2003). Titran atau titer adalah larutan yang digunakan untuk mentitrasi

(biasanya sudah diketahui secara pasti konsentrasinya). Dalam proses titrasi suatu zat

berfungsi sebagai titran dan yang lain sebagai titrat. Titrat adalah larutan yang dititrasi

untuk diketahui konsentrasi komponen tertentu. Titik ekivalen adalah titik yang

menyatakan banyaknya titran secara kimia setara dengan banyaknya analit. Analit adalah

spesies (atom, unsur, ion, gugus, molekul) yang dianalisis atau ditentukan

konsentrasinya atau strukturnya. Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi

2

Page 3: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

diakhiri/dihentikan. Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian

dari keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran (W

Haryadi, 1990). Pengenceran adalah proses penambahan pelarut yg tidak diikuti

terjadinya reaksi kimia sehingga berlaku hukum kekekalan mol.

Iodometri adalah titrasi dengan larutan standar iodium (I2). Iodometri adalah titrasi

terhadap iodium yang dibebaskan dari suatu reaksi redoks, menggunakan larutan standar

Natrium tiosulfat Na2S2O3. Potensial oksidasi reaksinya adalah 0,535 volt.

I2 + 2e 2I-

Iodium termasuk oksidator lemah dibandingkan kalium permanganat maupun

kalium dikromat. Beberapa reaksi oksidasinya adalah:

Sn2+ + I2 Sn4+ + 2I-

H2S + I2 S + 2H+ + 2I-

2 S2O32- + I2 S4O6

2- + 2I-

Jika oksidator kuat ditambahkan ion iodida misal KI berlebihan dalam suasana asam

atau netral, maka jumlah zat reduktor yang mengalami oksidasi (I2) secara kuantitatif

dapat ditentukan. Dalam hal ini jumlah iodium yang dilepaskan (yang setara dengan zat

oksidator) dititrasi dengan zat standar (reduktor), yang sering digunakan adalah natrium

tiosulfat. Jumlah I2 adalah setara dengan zat oksidator selama penambahan KI

berlebihan.

Beberapa contoh reaksi yang terjadi adalah:

H2O2 + 2H+ + 2I 2H2O + I2 …..1

Cl2 + 2I- 2Cl-+ I2 ……..2

2Cu2+ + 4I- Cu2I2 + I2 …….3

IO3- + 6H+ + 2I- 3H2O + 3I2 .........4

IO3- + 6H+ + 6I- 3H2O + 3I2 .........5

Reaksi yang terjadi pada titrasi dengan tiosulfat adalah:

2 S2O32- + I2 S4O6

2- + 2I–

I2 dapat membentuk kompleks berwarna biru terhadap amilum. Bila indikator amilum

digunakan dalam titrasi ini maka titik ekuivalen ditandai dengan hilangnya warna biru

dari larutan. Indikator amilum sebaiknya ditambahkan sesaat sebelum titik ekivalen

terjadi, yaitu ketika larutan yang dititrasi telah berubah menjadi kuning jerami. Hal ini

dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan titrasi, sebab kompleks iod amilum tidak larut

secara sempurna dalam pelarut air.

3

Page 4: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

III. ALAT DAN BAHAN

Tabel 1. Rincian Alat

No Nama Alat Ukuran Jumlah

1 Pipet tetes - 4 buah

2 Erlenmeyer 100 mL 6 buah

3 Cawan porselin - 1 buah

4 Pemanas - 1 buah

5 Penjepit kayu - 2 buah

6 Statif dan klem - 2 buah

7. Gelas ukur 10 mL 3 buah

8. Labu ukur 100 mL 3 buah

9. Spatula - 2 buah

10. Buret 25 mL 2 buah

11. Pipet Gondok 5 mL 1 buah

12. Pipet Gondok 10 mL 1 buah

13. Gelas kimia 100 mL 2 buah

14. Gelas kimia 250 mL 2 buah

Tabel 2. Rincian Bahan

No Nama Bahan Konsentrasi Jumlah

1 Larutan K2Cr2O7 0,1N 100 mL

2 Larutan Na2S2O3 0,1N 100 mL

3 Larutan HCl pekat - 3 mL

4 Larutan KI 0,1 N 100 mL

5 Larutan Amonia (HN4OH) - secukupnya

6 Larutan H2SO4 pekat - 5 mL

7 Larutan amilum - 30 mL

8 Larutan sampel uang

logam

- 50 mL

8 Aquades - Secukupnya

4

Page 5: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

IV. PROSEDUR KERJA

1. Menyiapkan Larutan Sampel

a. Menimbang berat awal larutan sampel secara kuantitatif dan mencatat beratnya

sebagai berat awal larutan sampel.

b. Menghitung massa tembaga pada larutan sampel.

c. Menghitung mol dan molaritas tembaga pada larutan sampel.

d. Mengencerkan larutan sampel agar menjadi larutan sejati dengan cara

menambahkan 5 mL H2SO4 ke dalam 10 mL larutan sampel sambil dipanaskan.

Kemudian encerkan dengan aquades hingga volume larutan sampel menjadi

50mL.

e. Menghitung normalitas tembaga dalam larutan sampel tersebut.

2. Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

a. Membuat larutan standar dengan cara mengambil 12,5 mL K2Cr2O7 0,1N

kemudian masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambah 50 mL aquades dan 3 mL HCl

pekat, tambahkan lagi 30 mL larutan KI 0,1N selanjutnya dikocok kuat-kuat.

b. Membuat indikator amilum dengan cara mengambil aquades sebanyak 100 mL,

tambahkan 1,5 gr amilum dipanaskan hingga membentuk gelatin yang jernih.

c. Memasukkan Na2S2O3 ke dalam buret sebanyak 25 mL, kemudian jepit buret pada

statif dan klem.

d. Mengambil 10 mL larutan standar menggunakan pipet gondok kemudian

menuangkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL

e. Melakukan titrasi larutan standar dikromat dengan larutan tiosulfat hingga

warnanya berubah menjadi pudar. Bila larutan sudah berubah warna menjadi lebih

pudar maka titrasi dihentikan.

f. Menambahkan 2 mL amilum ke dalam Erlenmeyer yang sudah dititrasi

sebelumnya.

g. Melakukan titrasi lagi larutan standar yang sudah ditambah amilum dengan

larutan tiosulfat hingga warnanya berubah menjadi putih keruh. Bila larutan sudah

berubah warna menjadi putih keruh maka titrasi dihentikan dan catat volume

tiosulfat yang digunakan.

h. Mengulangi titrasi sebanyak 2 kali.

5

Page 6: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

3. Menetapkan Kadar Tembaga dalam Larutan Sampel

a. Mengambil larutan sampel sebanyak 50mL dari larutan ke-2, yang berasal dari

hasil pengenceran 250 mL, dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer.

b. Menetralkan dengan larutan ammonia dengan cara membuat pH larutan sampel

menjadi netral. Uji pH larutan dengan trayek pH. Penambahan ammonia dilakukan

secara berkala. Apabila pH larutan menunjukkan keadaan netral pada trayek, maka

penambahan ammonia dihentikan.

c. Memasukan larutan Na2S2O3 ±0,1 N kedalam buret, lalu jepit buret dengan statif

dan klem.

d. Menambahkan 30 mL larutan KI 0,1N ke dalam larutan sampel selanjutnya

dikocok kuat, lalu masukan kedalam 3 Erlenmeyer masing-masing 10 mL.

e. Mentitrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga warna biru pada larutan menjadi

hilang.

f. Menghentikan titrasi dan mencatat volume tiosulfat yang digunakan, apabila

larutan sampel sudah berubah warna.

g. Mengulangi titrasi sebanyak 2 kali.

h. Menambahkan larutan amilum 2 mL kedalam larutan yang sudah dititrasi dan

diamati perubahan yang terjadi.

i. Mentitrasi titrat yang sudah ditambahkan amilum dengan larutan standar Na2S2O3

selanjutnya diamati perubahan yang terjadi.

V. TABEL PENGAMATAN

1.Menyiapkan larutan sampel

No Sampel Reagen Perlakuan Hasil Pengamatan

1.1 Uang logam

kuningan

Rp.500,-

- Ditimbang Massa sampel = Massa awal

uang logam – massa uang

logam setelah pemanasan

(W2).

Massa sampel = 5,2684 g –

3,4883 g = 1,7801 gram

1.2

.

Larutan sampel

uang logam

kuningan

H2SO4

dan

aquades

Larutan sampel

dicampurkan

dengan 5 mL

Campuran berwarna biru

6

Page 7: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Rp.500 H2SO4 sambil

dipanaskan dan

diencerkan dengan

aquades hingga

volume menjadi 50

mL

2. Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

No Sampel Reagen PerlakuanHasil Pengamatan

Hasil

2.1 12,5 mL

K2Cr2O7

50 mL aquades +

3 mL HCl pekat +

15 mL KI)

Dicampurkan

kemudian dikocok

Campuran tersebut

menghasilkan larutan

standar yang berwarna

kuning kecoklatan

7

Page 8: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

2.2 1,5 gr amilum aquades Dilarutkan

kemudian

dipanaskan

Larutan amilum berwarna

putih keruh

2.3 Larutan

Na2S2O3 ±0,1 N

- Dimasukkan ke

dalam buret

kemudian jepit

buret pada statif

dan klem

2.4 10 mL larutan

standar

dikromat

Dituangkan ke

Erlenmeyer

larutan standar berwarna

kuning kecoklatan

Elemenyer 1

Elemenyer 2

8

Page 9: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Elemenyer 3

2.5 Larutan standar

dikromat

sebagai titrat

Na2S2O3 sebagai

titran

Dititrasi dengan

larutan Na2S2O3

Larutan standar berubah

warna menjadi kuning

jerami

Titrasi 1

Titrasi 2

Titrasi 3

2.6 Larutan standar

dikromat yang

sudah dititrasi

dengan Na2S2O3

2 mL amilum Ditambahkan Larutan berubah warna

hijau gelap kekuningan

Erlenmeyer 1

9

Page 10: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Erlenmeyer 2

Erlenmeyer 3

2.7 Larutan standar

dikromat yang

berisi amilum

sebagai titrat

Na2S2O3 sebagai

titran

Dititrasi lanjut

dengan Na2S2O3

Larutan berubah warna

menjadi hijau muda

kekuningan

Titrasi 1

Titrasi 2

Titrasi 3

3. Menetapkan Kadar Tembaga dalam Larutan Sampel

No Sampel Reagen PerlakuanHasil Pengamatan

Hasil

3.1 Larutan sampel

uang logam yang

sudah diencerkan

NH4OH Ditambahkan

hingga larutan

sampel

menunjukkan

keadaan netral

Larutan sampel berwarna biru

10

Page 11: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

dengan bantuan

trayek pH

Uji pH larutan sampel dengan

menggunakan trayek pH

3.2 Larutan sampel

uang logam yang

sudah diencerkan

KI Dikocok kuat-kuat

lalu dimasukkan

kedalam 3 buah

Erlenmeyer

masing-masing 10

mL

Larutan berwarna biru

Erlenmeyer 1

Erlenmeyer 2

Erlenmeyer 3

11

Page 12: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

3.3 Larutan Na2S2O3 - Dimasukkan ke

dalam buret

kemudian jepit

buret pada statif

dan klem

3.4 Titrat sampel

yang sudah

ditambahkan KI

Na2S2O3

sebagai titran

Dititrasi hingga

terjadi perubahan

warna pada titrat

Warna biru pada titrat berubah

menjadi warna bening

Titrasi 1

Titrasi 2

Titrasi 3

3.5 Titrat yang

sudah dititrasi

Amilum Ditambahkan 2

mL pada masing-

masing titrat

Warna titrat berubah menjadi

putih keruh

12

Page 13: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

3.6 Titrat yang

sudah dititrasi

Na2S2O3

sebagai titran

Dititrasi lanjut

dengan Na2S2O3

Tidak terjadi perubahan warna

pada titrat

Titrasi 1

Titrasi 2

Titrasi 3

VI. PEMBAHASAN

Penentuan kadar tembaga dilakukan secara iodometri. Iodometri merupakan titrasi

terhadap zat oksidator yang ditambahkan KI dalam jumlah berlebih sehingga menghasilkan I2

yang selanjutnya dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3. Titrasi ini juga disebut sebagai

titrasi terhadap iodium secara tidak langsung. Dalam proses ini awalnya oksidatornya

(misalnya Cu2+) bereaksi dengan ion iodide untuk selanjutnya I2 yang dibebaskan akan

direduksi oleh ion S2O32- menghasilkan I-. Reaksi selengkapnya adalah sebagai berikut :

13

Page 14: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Indikator yang digunakan untuk mengetahui bahwa reaksi telah lengkap adalah

amilum. Dalam titrasi iodometri bila oksidatornya telah habis maka tetesan terakhir dari titran

(Na2S2O3) akan menghilangkan warna biru dari titratnya.

1. Standarisasi Na2S2O3 terhadap K2Cr2O7 0,1N

Titrasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai normalitas dari larutan

Na2S2O3. Pertama siapkan 12,5mL K2Cr2O7, lalu ditambahkan dengan 3mL HCl pekat

dan 50mL aquades kemudian 15mL KI 0,1N. Fungsi penambahan HCl pekat pada

larutan ini adalah untuk membuat keadaan larutan standar menjadi suasana asam.

Dalam larutan asam ion Cr2O72- dapat direduksi menjadi ion Cr3+ yang berwarna hijau.

Jumlah ion Cr2O72- yang berubah menjadi ion Cr3+ dapat digunakan untuk menentukan

jumlah zat pereduksi. Penambahan KI sendiri berfungsi untuk pembentukan iodium.

Larutan yang sudah dicampurkan tadi kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 sampai

warna menjadi kuning jerami (keadaan saat mendekati titik ekuivalen). Lalu

tambahkan indikator amilum sebanyak 2mL. Penambahan amilum yang dilakukan

saat mendekati titik ekuivalen dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod

karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula.

Penambahan amilum menyebabkan warna titrat yang kuning jerami berubah menjadi

warna kuning kehijauan. Setelah itu proses titrasi kembali harus dilakukan sesegera

mungkin, hal ini disebabkan oleh sifat I2 yang mudah menguap. Pada saat titrasi, titrat

yang bereaksi dengan titran mengalami perubahan warna, dimana warna kuning

kehijauan titrat perlahan-lahan menjadi hilang dan perubahnnya sangat jelas menjadi

putih keruh. Hal ini menunjukkan keadaan telah mencapai titik ekuivalen.

Reaksi yang terjadi adalah :

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dicari Normalitas Na2S2O3 melalui perhitungan

dengan rumus Grek asam = Grek basa. Perhitungannya adalah sebagai berikut :

V Na2S2O3 =

14

+

Page 15: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

=

V Na2S2O3 = 5,40mL

V K2Cr2O7 x N. K2Cr2O7 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3

10 x 0,1N = 5,40 x N

N Na2S2O3 = 0,185N

Jadi volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah 5,40mL dengan normalitas

sebesar 0,185N.

2. Penentuan Kadar Tembaga dalam Larutan Sampel

Pada tahap awal, larutan sampel diencerkan dengan larutan asam agar menjadi larutan

sejati. Penambahan asam ini bertujuan untuk menghilangkan sisa endapan yang

terbentuk pada larutan sampel, sehingga larutan memiliki sifat fisik yang transparan.

Mula-mula diambil sebanyak 10mL larutan sampel, kemudian ditambahkan 5mL

H2SO4. Lalu diencerkan dengan akuades hingga mencapai volume 50mL. Tahap

selanjutnya adalah titrasi penentuan kadar tembaga dalam larutan sampel. Pada

penentuan kadar tembaga, 10mL larutan sampel yang telah diencerkan ditambahkan

dengan ammonia hingga larutan memiliki pH netral. Hal ini dilakukan agar larutan

sampel yang bersifat asam berubah menjadi larutan yang bersifat netral. Setelah

penambahan ammonia dilakukan, maka tambahkan KI 0,1N sebanyak 30mL.

Penambahan KI berfungsi untuk pembentukan iodium. Kemudian larutan tersebut

dititrasi dengan Na2S2O3 dan warna biru pada larutan menghilang berubah menjadi

bening. Hal ini menunjukkan bahwa oksidatornya telah habis bereaksi. Lalu

ditambahkan indikator amilum sebanyak 2mL. ketika ditambahkan amilum, maka

warna larutan berubah menjadi putih keruh yang menandakan I2 tidak bereaksi secara

sempurna dengan amilum membentuk kompleks. Selanjutnya larutan tersebut dititrasi

kembali dengan Na2S2O3. Namun perubahan warna tidak terjadi pada larutan standar.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya reaksi antara Cu2+ dengan I2.

15

+

2I -

Page 16: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dicari kadar tembaga dalam larutan sampel

melalui perhitungan dengan :

Volume Na2S2O3 =

Volume \Na2S2O3 = 8,61 mL

Be Cu =

Berat Cu2+ dalam 250 mL sampel

Kadar Cu2+ dalam 250 mL sampel

=

=

16

Page 17: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

Analisis Ketidaksesuaian Data dengan Landasan Teori

Standarisasi Na2S2O3 terhadap K2Cr2O7 0,1N

Pada saat penambahan indikator amilum dilakukan terhadap larutan standar, sesuai

dengan dasar teori warna kuning jerami berubah menjadi warna biru. Warna kuning pada

jerami menunjukkan bahwa jumlah I2 dalam keadaan seminimal mungkin, sehingga amilum

bereaksi secara sempurna dengan I2. Namun yang terjadi adalah warna kuning jerami berubah

menjadi warna hijau. Hal ini mungkin disebabkan karena suspensi kanji tidak stabil (mudah

rusak), sehingga iodium tidak dapat membentuk kompleks dengan amilum. Mungkin juga

disebabkan karena larutan indikator ini mudah terurai oleh bakteri, sehingga tidak dapat

bereaksi membentuk kompleks.

Penentuan Kadar Tembaga dalam Larutan Sampel

Sesuai dengan dasar teori, ketika larutan standar yang mengandung tembaga (CuSO4)

dititrasi dengan natrium tiosulfat, maka warna yang semula biru akan berubah menjadi warna

kuning jerami yang menunjukkan adanya I2 dalam larutan tersebut. Namun pada

kenyataannya ketika dititrasi, warna biru pada larutan standar perlahan menjadi hilang.

Keadaan ini menandakan oksidatornya telah habis bereaksi dan telah melewat titik ekuivalen

Hal tersebut mungkin disebabkan karena kesalahan perlakuan pada penetralan larutan standar

dengan ammonia. Komposisi larutan netral yang terbentuk tidak sesuai dengan yang

diharapkan, sehingga ketika direaksikan dengan titran tidak bereaksi secara sempurna. Hal ini

mungkin juga disebabkan karena sampel yang dijadikan larutan standar tidak seperti CuSO4.

Larutan sampel yang digunakan tidak hanya mengandung Cu, kemungkinan mengandung

logam-logam lain, sehingga ketika direaksikan bukan hanya logam Cu yang bereaksi tetapi

logam penyusun lain yang terdapat pada larutan sampel juga ikut bereaksi.

Pada saat penambahan amilum, larutan standar yang telah dititrasi tersebut berubah

menjadi putih keruh. Keadaan ini menunjukkan tidak terbentuknya kompleks amilum-iodium

secara sempurna. Hal ini mungkin disebabkan penambahan indikator amilum dilakukan

ketika telah melewati titik ekuivalen. Mungkin juga disebabkan karena larutan indikator ini

mudah terurai oleh bakteri, sehingga tidak dapat bereaksi membentuk kompleks. Kemudian

saat dititrasi kembali dengan natrium tiosulfat, warna putih keruh tidak berubah. Hal ini

menunjukkan tidak adanya reaksi antara Cu2+ dengan I2.

17

Page 18: Pengujian Kadar Tembaga dengan Titrasi Iodometri

VII. KESIMPULAN

Pada analisis sebelumnya, komponen penyusun terbesar uang logam 500 rupiah

kuning adalah tembaga II. Penentuan kadar tembaga dapat dilakukan dengan metoda

iodometri. Sebelum proses iodometri, dilakukan strandarisasi titran yaitu larutan Na2S2O3 dan

didapatkan hasil sebesar 0,185 N. Pada penentuan kadar tembaga dalam 250 mL larutan

sampel ditemukan sebesar 22,746%.

DAFTAR PUSTAKA

Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta

Day, R. A, Jr, dan Underwood, A. I. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif (Edisi Kelima). Jakarta.

Penerbit Erlangga

Selamat, I Nyoman. I Gusti Lanang Wiratma. 2004. Penuntun Praktikum Kimia Analitik.

Singaraja: IKIP Singaraja

Karto Wasono, Ngadiran. 1988. Praktikum Kimia Analisis Anorganik. Singaraja: FKIP Unud

Vogel. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima.

Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka

18