12
PENGUJIAN MUTU BUNGKIL KEDELAI A. ACARA Praktikum pengujian mutu bungkil kedelai, dengan parameter uji kadar air, kadar protein, serat kasar, kadar abu dan lemak. B. PRINSIP 1. Kadar air Kehilangan bobot pada pemanasan 105 o C dianggap sebagai kadar air yang terdapat dalam sampel. 2. Kadar Protein Senyawa Nitrogen diubah menjadi senyawa Amonium Sulfat oleh H 2 SO 4 pekat. Amonium Sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan Asam Borat (H 3 BO 3 ) dan kemudian dititar dengan larutan asam standar. 3. Serat kasar Ekstraksi sampel dengan asam dan basa encer dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain. 4. Kadar abu Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO 2 , tetapi bahan anorganik tidak.

Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

PENGUJIAN MUTU BUNGKIL KEDELAI

A. ACARA

Praktikum pengujian mutu bungkil kedelai, dengan parameter uji kadar

air, kadar protein, serat kasar, kadar abu dan lemak.

B. PRINSIP

1. Kadar air

Kehilangan bobot pada pemanasan 105oC dianggap sebagai kadar air

yang terdapat dalam sampel.

2. Kadar Protein

Senyawa Nitrogen diubah menjadi senyawa Amonium Sulfat oleh H2SO4

pekat. Amonium Sulfat yang terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang

dibebaskan diikat dengan Asam Borat (H3BO3) dan kemudian dititar dengan

larutan asam standar.

3. Serat kasar

Ekstraksi sampel dengan asam dan basa encer dapat memisahakan serat

kasar yang terdapat di dalam sampel dari bahan lain.

4. Kadar abu

Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan CO2,

tetapi bahan anorganik tidak.

5. Lemak

Ekstraksi lemak dengan pelarut non polar setelah contoh dihidrolisa

dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat.

C. TUJUAN

mengetahui tingkat mutu dari bungkil kedelai.

Page 2: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

D. DASAR TEORI

Pengujian Mutu

mutu suatu produk dan jasa dapat didefinisikan sebagai gabungan sifat-

sifat yang khas yang terdapat dalam suatu produk dan jasa dan dapat

membedakan setiap satuan produk dan jasa serta mempengaruhi secara nyata

penentuan derajat penerimaan konsumen terhadap produk dan jasa tersebut.

Menurut pengertian harfiahnya, pengujian bertujuan untuk menguraikan

suatu kesatuan bahan menjadi unsur-unsurnya atau untuk menentukan komposisi

kesatuan tersebut. Dalam memilih prosedur yang tepat tentunya tidak lepas dari

tujuan pengujian ini.

Bungkil Kedelai (Soybean Meal)

Berdasarkan SNI 01-2904-1996 bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan

penggilingan biji kedelai setelah ekstraksi minyaknya secara mekanis (Expeller)

atau secara kimia (Solvent).

bungkil kedelai dihasilkan dari gilingan ampas kedelai setelah diambil

seluruh minyaknya. Komposisi nutrisi bungkil kedelai sangat beragam

tergantung pada jumlah hull atau serpihan kulit ari (sekam) yang ditambahkan

kembali kedalam ampas kedelai serta sisa minyak yang masih tertinggal.

Bungkil kedelai merupakan sumber protein dalam menyusun ransum

ternak, bungkil kedelai memiliki nilai ekonomi tinggi bagi industry pakan

ternak, bisa jadi merupakan ‘produk utama’ ataupun ‘limbah’ dari industri

pengolahan kedelai.

Sumber protein yang lain seperti Corn Gluten Meal (CGM), Meat And

Bone Meal (MBM), dan tepung ikan juga dipakai oleh peracik pakan untuk

menggenapi kandungan protein dalam pakan ternaknya.

Page 3: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

E. ALAT DAN BAHAN

1. Kadar Air

Alat Bahan Cawan platina Oven Necara analitik Eksikator Spatula

Sampel bungkil kedelai

2. Kadar Protein (Semi Mikro Kjeldahl)

Alat Bahan Destruktor Labu Kjeldahl Necara analitik Beaker glass Pipet volume Pipet ukur Pipet tetes Destilator Buret Erlenmeyer

Sampel bungkil kedelai Asam Sulfat (H2SO4) pekat Selenium (Se) Natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N Asam borat (HBO3) 4% Indikator Phenolpthalein (PP) 1% Standardisasi NaOH dengan Asam

Oksalat (H2C2O4)

3. Serat kasar

Alat Bahan Neraca Analitik Oven Eksikator Spatula Pinset Corong buchner Pompa vakum Cawan Petri/botol

timbang Cawan porselin Tanur

Sampel bungkil kedelai H2SO4 1,25% NaOH 3,25% Ethanol 96% Kertas saring whatman

No. 41

4. Kadar Abu

Page 4: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

Alat Bahan Cawan porselen Tanur (Muffle) Oven Neraca analitik Lampu Bunsen spirtus Eksikator

Sampel bungkil kedelai

5. Lemak

Alat Bahan Soxhlet apparatus Gelas piala Timbangan digital Hot plate Gelas arloji Statif Oven Eksikator Gelas ukur Corong gelas

Sampel bungkil kedelai Aquadest Asam Klorida (HCl) 25% N-heksan Kertas lakmus Kertas saring Paper thimble

F. PROSEDUR

1. Kadar Air : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

2. Kadar Protein : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

3. Serat Kasar : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

4. Kadar Abu : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

5. Lemak : Sesuai dengan SNI 01-2891-1992

G. DATA PENGAMATAN

a. Data Hasil Pengujian

Parameter Uji Hasil Pengujian (%)Kadar Air 15.52Kadar Protein 34,11Serat Kasar 3,32Kadar Abu 7,27Lemak 3,19

b. Persyaratan mutu standar Bungkil Kedelai berdasarkan SNI 01-4227-

1996 adalah sebagai berikut :

Page 5: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

Komposisi Kimia Bungkil Kedelai I Bungkil Kedelai IIa. Air (%) maks 12 12b. Protein kasar (%) min 46 40c. Serat kasar (%) maks 6,5 9d. Abu (%) maks 7 8e. Lemak (%) maks 3,5 5f. Ca (%) 0,2-0,4 0,2-0,4g. Fosfor (%) 0,5-0,8 0,5-0,8h. Aflatoksin (ppb) maks 50 50

H. PEMBAHASAN

1. Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan metode pengeringan

atau thermogravitimetri. Dalam metode ini, sampel ditimbang dalam cawan

porselen (yang sudah diketahui bobot konstannya) sebanyak 1-2 gram,

kemudian sampel dalam cawan tersebut dimasukan kedalam oven dengan suhu

105oC selama 3 jam. Setelah 3 jam, sampel tersebut didiamkan dalam 15 menit

dalam eksikator kemudian ditimbang kembali hingga mencapai bobot konstan.

Hasil pengujian dan perhitungan, kadar air bungkil kedelai adalah

15,52%. Berdasarkan persyaratan mutu bungkil kedelai dari SNI 01-4227-1996

kadar air untuk bungkil kedelai mutu I dan II adalah maksimal 12%, jika hasil

pengujian ini dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI 01-4227-1996

tersebut maka sampel bungkil kedelai tersebut tidak memenuhi persyaratan baik

untuk bungkil kedelai mutu I maupun mutu II.

Hal ini dapat disebabkan karena metode pengujian kadar air yang

dipergunakan adalah metode pengeringan atau thermogravitimetri, dalam

metode ini memiliki kelemahan yaitu :

1. bahan lain selain air juga ikut menguap dan ikut menguap bersama

uap air misalnya alcohol, asam asetat, minyak atsiri dll.

2. dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau

zat menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau

karamelisasi, lemak mengalami oksidasi, dsb.

3. sampel yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat

sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Page 6: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

Untuk menghindari hal-hal diatas maka sebaiknya dilakukan pengujian

kadar air dengan pemanasan menggunakan suhu rendah dan tekanan vakum,

dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih merupakan kadar air yang

sebenarnya.

2. Kadar Protein

Pengujian kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode semi

mikro kjeldahl. Dalam pengujian protein dengan metode ini, protein yang

ditentukan berdasarkan pada jumlah N sehingga hasil dari penentuan protein

dengan metode semi mikro kjeldahl ini merupakan protein kasar (Crude

Protein), hal ini dikarenakan senyawa N lain selain protein seperti urea, asam

nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin ikut

terhitung.

Tahapan pengujian protein dengan menggunakan metode semi mikro

kjeldahl adalah tahapan dekstruksi, destilasi, dan terakhir titrasi. Dari hasil

pengujian dan perhitungan, maka kadar protein kasar dalam sampel bungkil

kedelai adalah 34,11%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan

persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, maka hasil

pengujian tidak memenuhi persyaratan baik untuk bungkil kedelai mutu I

maupun bungkil kedelai mutu II.

3. Serat Kasar

Pengujian serat kasar dilakukan dengan ekstraksi sampel menggunakan

asam dan basa encer sehingga dapat memisahakan serat kasar yang terdapat di

dalam sampel dari bahan lain.

Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka serat kasar dalam sampel

bungkil kedelai adalah 3,32%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan

persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang

menyatakan bahwa serat kasar dalam bungkil dengan mutu I adalah 6,5% dan

mutu II adalah 9%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi

persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu I.

Page 7: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

4. Kadar Abu

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan

organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan

cara pengabuan.

Pengujian kadar abu dilakukan dengan metode langsung atau metode

kering, yaitu dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi,

yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian dilakukan penimbangan zat yang

tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Sebelum proses pengabuan

dilakukan terlebih dahulu sampel diarangkan diatas Bunsen, hal ini dilakukan

untuk mempercepat proses pengabuan didalam tanur.

Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar abu dalam sampel

bungkil kedelai adalah 7,27%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan

persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang

menyatakan bahwa kadar abu dalam bungkil dengan mutu I adalah 7% dan mutu

II adalah 8%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi

persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu II.

5. Lemak

Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan

bagian terbesar dari kelompok lipida. Pengujian kadar lemak dalam sampel

dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi dengan pelarut non polar

setelah sampel dihidrolisa terlebih dahulu dalam suasana asam untuk

membebaskan lemak yang terikat.

Hasil analisa dari metode ini disebut sebagai lemak kasar (crude fat), hal

ini dikarenakan pengujian lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut

fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen yang lain.

Dari hasil pengujian dan perhitungan, maka kadar lemak dalam sampel

bungkil kedelai adalah 3,19%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan

persyaratan mutu bungkil kedelai berdasarkan SNI 01-4227-1996, yang

menyatakan bahwa kadar lemak dalam bungkil dengan mutu I adalah 3,5% dan

mutu II adalah 5%, maka hasil pengujian serat kasar pada sampel memenuhi

persyaratan mutu SNI 01-4227-1996 untuk bungkil kedelai mutu I.

Page 8: Pengujian Mutu Bungkil Kedelai

I. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian mutu untuk sampel bungkil kedelai maka dapat

diketahui bahwa sampel mengandung kadar air sebanyak 15,52%; protein

34,11%; serat kasar 3,32%; kadar abu 7,27%; dan kedar lemak 3,19%.

Hasil pengujian tersebut dibandingkan dengan persyaratan mutu dari SNI

01-4227-1996, maka hasilnya untuk kadar air dan kadar protein tidak memenuhi

persyaratan mutu baik mutu I maupun mutu II.

Serat kasar dan kadar lemak sampel dari hasil pengujian memenuhi

persyaratan mutu I dari SNI 01-4227-1996. Sedangkan untuk kadar abu dari

sampel memnuhi persyaratan mutu II dari SNI 01-4227-1996.

J. DAFTAR PUSTAKA

Sudarmadji, Slamet. 1996. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.

Yogyakarta : Liberty.

Winarno,F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Modul PJJ. Pengujian Mutu. VEDCA Cianjur