Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
40
PENGUKURAN DAN PERBANDINGAN EFISIENSI KOPERASI SIMPAN PINJAM
MILIK MASYARAKAT UMUM DI JAKARTA DENGAN MENGGUNAKAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA).
Dr.Ir.Sudarmadji,MM.1
Sekolah Tinggi Manajemen LABORA. Email :
Dr. Ir. Mamik Suendarti, MS.2
Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indraprasta PGRI.
ABSTRAK
Koperasi memainkan peran penting dalam perekonomian di Indonesia karena koperasi juga
berkontribusi pada penyediaan modal di masyarakat. Pemerintah Indonesia juga
menyederhanakan pendirian koperasi dan ini menyebabkan jumlah koperasi bertambah
setiap tahun, oleh karena itu penting untuk mempelajari efisiensi koperasi untuk menguji
efektivitas dan efisiensinya dalam mengelola sumber daya koperasi. Penelitian ini menguji
efisiensi koperasi dari anggota, total modal dan biaya operasi dan laba, total aset, pinjaman
dan pembayaran utang. Jenis koperasi yang disurvei adalah koperasi yang dimiliki oleh
masyarakat umum. Efisiensi dari jenis koperasi ini analisa menggunakan metode Data
Evelopment Analysis (DEA). Periode penelitian adalah 2008-2013 yang melibatkan 11
koperasi dari lima wilayah di Jakarta. Temuan penelitian menggunakan metode DEA nilai
efisiensi dari 11 koperasi dengan metode CRS atau nilai efisiensi rata-rata metode CRS
sebesar 60,07 persen dan VRS sebesar 76,46 persen. Perhitungan kedua metode belum
mencapai 100 persen, berarti koperasi simpan pinjam masih belum efisien, tetapi ada 4
koperasi dari 11 koperasi yang telah mencapai efisiensi 100 persen yaitu Koperasi Simpan
Pinjam Sumber Jaya, Koperasi Simpan Pinjam Wira Karya Jaya, Koperasi Simpan Pinjam
Ceger dan Koperasi Simpan Pinjam Kemauan Bersama.. Karenanya, ada 7 Koperasi Simpan
Pinjam masyarakat umum yang belum mencapai tingkat efisiensi penuh. Jadi ada perbedaan
dalam metode yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi CRS dan VRS, yaitu, jika
nilai efisiensi VRS lebih besar dari CRS (nilai VRS 76,46 persen> nilai CRS 60,47 persen
berarti metode VRS lebih baik daripada metode CRS ). Dan menunjukkan bahwa koperasi di
Jakarta belum mencapai tingkat efisiensi penuh berdasarkan variabel input dan variabel
output yang digunakan dalam penelitian ini.Namun, tingkat efisiensi kedua jenis koperasi
tidak terlalu rendah dan berada pada tingkat yang memuaskan berdasarkan nilai rata-rata
yang dihasilkan dari dua metode yang digunakan. Secara khusus, temuan ini menunjukkan
bahwa efisiensi menggunakan metode DEA dalam koperasi simpan-pinjam milik masyarakat
di Jakarta adalah kategori yang cukup baik.
Kata kunci : efisiensi, Data Envelopment Analisis (DEA).
©2019 Universitas Mpu Tantular
__________________________________________________________________________
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
41
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang penelitian
Koperasi di Indonesia adalah badan hukum dengan anggota atau badan perundangan
berdasarkan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi. Itu juga dianggap sebagai bentuk
gerakan ekonomi berbasis kekeluargaan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota koperasi sedangkan tujuan umum adalah untuk mengembangkan
ekonomi rakyat dan negara Indonesia dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil
dan makmur. Koperasi didirikan oleh sekelompok orang atau badan hukum koperasi dengan
kontribusi keuangan oleh anggotanya sebagai modal untuk melakukan kegiatan usaha
koperasi sesuai dengan tujuan dan prinsip koperasi.
Koperasi adalah organisasi yang dapat mengumpulkan unit usaha kecil dalam suatu kawasan
dengan berbagai program pengembangan yang umumnya dikelola oleh pengusaha kecil. Itu
juga dapat dijalankan pada skala yang lebih besar dan lebih ekonomis. Dengan skala ekonomi
yang besar, koperasi dapat memberikan layanan dengan membangun perusahaan lain dalam
upaya yang sama (Muslimin Nasution, 2008). Koperasi di Indonesia memiliki peran untuk
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggotanya. Untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi dan sosial, koperasi memainkan peran aktif dalam meningkatkan
kualitas hidup, memperkuat ekonomi rakyat dan sebagai salah satu kekuatan fundamental dan
ketahanan ekonomi bangsa. Selain itu, koperasi juga berperan dalam menciptakan dan
mengembangkan ekonomi negara dengan koordinasi berbasis keluargaan dan demokrasi
ekonomi (Tiktik Sartika Partomo, 2013)
Penelitian ini berfokus pada Koperasi Simpan Pinjam di Jakarta, Indonesia. Jenis koperasi ini
memiliki tujuan khusus untuk menyediakan layanan dan produk kepada orang-orang dengan
tingkat ekonomi rendah yang tinggal di daerah perkotaan atau pedesaan. Secara umum,
Koperasi Simpan Pinjam memiliki tujuan dan karakteristik yang sama dengan organisasi
keuangan lainnya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank konvensional. Koperasi
Simpan Pinjam juga memiliki tujuan akhir untuk dicapai yaitu untuk melayani anggota secara
berkelanjutan dalam pengembangan masyarakat. Koperasi Simpan Pinjam bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan meminjamkan kepada anggota dan bukan
anggota. Dengan demikian, dengan pinjaman yang diberikan, diharapkan dapat membantu
perusahaan peminjam untuk tumbuh sehingga dapat menghasilkan peluang kerja yang akan
mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Hal ini didukung oleh Menteri Koperasi
Syarif Hasan (2014) bahwa pertumbuhan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) yang meningkat dari tahun ke tahun dapat mengurangi tingkat pengangguran dan
kemiskinan di Indonesia. UMKM saat ini menyumbang 56,5 juta unit dan 98,9 persen adalah
usaha mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia berjumlah 200.808 unit. Seiring dengan
meningkatnya koperasi dan UMKM yang begitu tinggi itu juga akan berdampak pada
pengurangan kemiskinan dan pengurangan pengangguran. Jumlah peminjam dari koperasi
dan UKM adalah 10,04 juta. Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM juga akan terus
meningkatkan jumlah koperasi dan UKM di seluruh Indonesia. Ketika semua koperasi
sebagai unit ekonomi mikro berhasil, maka koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat akan
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
42
dapat berkontribusi secara signifikan pada peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat dan
untuk berperan dalam meningkatkan pembangunan ekonomi negara. Keterlibatan dalam
koperasi dikatakan sebagai pilihan yang baik karena kontribusi koperasi telah dibuktikan dari
penelitian sebelumnya (Priyambodo, 2014).
Koperasi Simpan Pinjam berfokus pada meminjamkan dan menyimpan uang untuk para
anggotanya. Koperasi Simpan Pinjam juga bermanfaat bagi para anggotanya dengan
menyediakan sumber daya modal perusahaan, keuntungan dari perusahaan-perusahaan
koperasi, memperluas perusahaan-perusahaan anggotanya dan menghilangkan pinjaman
berbunga tinggi. Namun, ada juga beberapa masalah koperasi. Menurut Sukanto
Reksohadiprojo (2010) masalah yang dihadapi adalah masalah eksternal dan di dalam
koperasi itu sendiri. Salah satu masalah di luar koperasi adalah meningkatnya persaingan dari
badan-badan perusahaan lain sementara salah satu masalah internal koperasi adalah bahwa
anggota koperasi masih tidak aktif dalam kegiatan pengembangan koperasi meskipun mereka
masih menggunakan koperasi untuk mendapatkan sumber utang.
Koperasi Simpan Pinjam adalah bagian dari lembaga keuangan yang beroperasi hampir sama
dengan sistem perbankan. Ia juga memiliki kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian
Indonesia. Pesatnya pertumbuhan Koperasi Simpan Pinjam menunjukkan indikasi kuat. Ini
bisa ditunjukkan dengan jumlah koperasi hingga 2015 sebesar 209.488 dengan tingkat
pertumbuhan tahunan 3,64 persen, total pendapatan Rp 266.134.619,44 juta dengan tingkat
pertumbuhan tahunan 4,64 persen dan laba sebesar Rp17.330.623,92 juta dengan tingkat
pertumbuhan tahunan 3,85 persen (Kantor Pusat Koperasi, 2015).
Koperasi sebagai bagian dari sistem pasar akan bersaing dengan unit usaha lain (non-
koperasi) di pasar yang melayani anggota masyarakat secara setara. Keunggulan kompetitif
sangat penting untuk keberlanjutan koperasi. Oleh karena itu, dasar yang digunakan dalam
mengetahui keunggulan kompetitif adalah efisiensi perusahaan yang berarti hanya tingkat
efisiensi tertinggi dari unit-unit perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif dalam
sistem pasar yang luas (Hendar & Kusnadi, 2005).
Perusahaan koperasi fokus pada bidang yang terkait langsung dengan minat para ahli, baik
untuk mendukung perusahaan atau ahli kesejahteraan. Dalam hal ini, manajemen koperasi
harus produktif, akurat, dan efektif. Koperasi harus memiliki kemampuan untuk menciptakan
perusahaan yang dapat memberikan nilai tambah dan manfaat maksimal kepada anggota.
Untuk mencapai kemampuan perusahaan seperti itu, koperasi dapat bekerja secara fleksibel
dengan mendiversifikasi jenis perusahaan terkait. Keberhasilan strategi bisnis adalah
pengelolaan strategi yang berorientasi operasional. Dalam mengelola strategi ini, yang
terpenting adalah membangun proses bisnis yang memenuhi target dan efektif.
Tabel 1.1. menunjukkan jumlah koperasi dari berbagai kelompok usaha di Indonesia dari
2008 hingga 2015. Ada peningkatan jumlah koperasi di 2015 dari 209.488 koperasi
dibandingkan dengan hanya 149.793 koperasi pada tahun 2008. Ini memberikan tingkat
pertumbuhan rata-rata 5,07 persen per tahun. Namun, tidak semua koperasi yang didirikan
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
43
dapat berjalan dengan lancar. Sebagai contoh, jumlah koperasi yang aktif pada tahun 2015
hanya 147.249 koperasi dibandingkan dengan jumlah terdaftar 209.488 koperasi.
Jadual 1.1: Jumlah koperasi di Indonesia 2008-2015 Petunjuk 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Buah 149,793 154, 964 170, 411 177, 482 188,181 194, 295 203,701 209,488
Pertumbuhan Koperasi
Peratus 5.99% 3.45% 9.97% 4.15% 6.03% 3.25% 4.84 % 2.84 %
Jumlah
Koperasi Aktif Buah 104, 999 108, 930
120, 473
124, 855 133, 666 139, 321 143,007 147,249
Pertumbuhan
Jumlah
Koperasi Aktif
Peratus
6.12%
3.74%
10.60%
3.64%
7.06%
4.23% 2.65 % 2.97 %
Sumber: Kementerian Koperasi dan Perusahaan Kecil dan Menengah Indonesia, 2015.
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa koperasi di wilayah Jakarta dari berbagai kelompok
perusahaan adalah 7.989. Dari jumlah tersebut, koperasi aktif hanya 5.618 dengan total
keanggotaan 882.195 orang.
Jadual 1.2: Jumlah koperasi di wilayah di Jakarta, tahun 2015.
Bil
Daerah/bandar
Bilangan Koperasi Bilangan Ahli
Jumlah Aktif Tidak aktif
Jumlah
1. Jakarta Selatan 2,399 1,707 818 176,284
2. Jakarta Barat 952 794 277 168,322
3. Jakarta Timur 2,010 1,495 765 180,560
4. Jakarta Pusat 1,633 1.253 389 269,624
5. Jakarta Utara 1,040 764 320 87,405
Jumlah 8,024 6,016 1,963 882,195
Sumber: Dinas koperasi, perusahaan mikro, kecil dan menengah serta perdagangan pemerintah Jakarta (2015).
Organisasi membutuhkan sumber daya untuk melakukan setiap kegiatan untuk mencapai
tujuannya. Salah satu cara untuk mengetahui apakah organisasi telah melakukan kegiatan
operasionalnya sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuannya adalah
untuk mengetahui kinerja perusahaan. Ini dapat ditunjukkan dengan menggunakan dan
mengelola sumber-sumber organisasi. Laporan keuangan sebagai sumber informasi kinerja
perusahaan harus mencerminkan situasi aktual organisasi selama periode waktu tertentu (Arif
Lukman Santoso, 2010). Ini karena Koperasi Simpan Pinjam memiliki kepercayaan
anggotanya sebagai konsumen dan pemilik untuk merasa aman dan memiliki layanan yang
baik seperti yang diharapkan oleh para anggotanya dan masyarakat lain. Koperasi Simpan
Pinjam harus dapat membuktikan kinerjanya melalui layanan yang diberikan. Selain itu,
Koperasi Simpan Pinjam sebagai lembaga perantara antara anggota sebagai pemilik, sumber
dana dan pengguna dana yang memiliki fungsi strategis dalam memajukan pertumbuhan
ekonomi masyarakat Indonesia. Peran strategis inilah yang menyebabkan keberlanjutan
perusahaan dipertahankan untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Karena itu, kinerja
Koperasi Simpan Pinjam harus dijaga (Djoko Mulyono, 2012).
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
44
Kinerja Keuangan Koperasi Simpan Pinjam menjadi perhatian semua pihak terkait seperti
pemilik, masyarakat dan pemerintah. Karenanya, Koperasi Simpan Pinjam harus menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam pengendalian keuangan dan manajemen risiko. Oleh karena itu
salah satu aspek penting untuk mengukur kinerja keuangan adalah melalui efisiensi
manajemen keuangan dalam menghasilkan laba koperasi (Muhammad Firdaus, 2004).
Dalam hal terjadi perubahan cepat dalam sistem keuangan di Koperasi Simpan Pinjam,
langkah penting adalah mengidentifikasi efisiensi operasional operasi dan pendapatan
sehingga Koperasi Simpan Pinjam dapat memperoleh laba optimal, dana pinjaman lebih
banyak, dan memberikan kualitas layanan yang lebih baik. Ketidakefisienan akan menjadi
penghambat kompetisi yang sengit terutama antara Koperasi Simpan Pinjam dengan
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti BPR, BPRS, BMT, dan lainnya. Oleh karena itu,
analisis mendalam sangat penting untuk mengukur dan menilai efisiensi dalam Koperasi
Simpan Pinjam (Djoko Mulyono, 2012).
Efisiensi adalah parameter kinerja yang cukup populer yang digunakan untuk menjawab
berbagai kesulitan dalam perhitungan kinerja. Koperasi Simpan Pinjam adalah organisasi
keuangan dengan risiko dan koperasi harus dapat meminimalkan tingkat risiko. Oleh karena
itu, Koperasi Simpan Pinjam harus bertindak rasional dalam menangani masalah efisiensi
manajemen risiko (Hendar, 2010).
Koperasi Simpan Pinjam adalah bagian dari industri keuangan di Indonesia yang memiliki
peran dan sistem operasi yang berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Koperasi Simpan
Pinjam bertanggung jawab untuk memastikan bahwa dana dari anggota koperasi sebagai
pengguna dan pemilik disalurkan dengan hati-hati, penargetan yang akurat, dan
mendistribusikan dana secara efisien. Oleh karena itu, efisiensi Koperasi Simpan Pinjam
adalah salah satu indikator penting untuk menganalisis efisiensi kebijakan keuangan yang
diadopsi untuk menghasilkan output maksimum dengan input untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan (Hendar & Kusnadi, 2005).
Muslimin Nasution (2008) menjelaskan bahwa kinerja koperasi akan berhasil ketika ada alat
kontrol atau petunjuk kualitas dari koperasi, salah satunya adalah mengetahui efisiensinya.
Evaluasi daya saing koperasi sangat penting karena efisiensi merupakan cerminan dari
kinerja koperasi yang mencakup laba, jumlah pinjaman, jumlah aset, dan pembayaran utang,
serta faktor yang harus diambil untuk bertindak dalam meminimalkan tingkat risiko dalam
operasinya.
Ada beberapa aspek dalam mengevaluasi tingkat kinerja dan kesejahteraan Koperasi Simpan
Pinjam dan salah satunya adalah aspek efisiensi. Untuk mengetahui dan mengevaluasi kinerja
koperasi dalam proses mencapai tujuannya, diperlukan pengukuran standar kinerja koperasi
itu sendiri. Laporan keuangan tahunan dapat memberikan informasi mengenai situasi
keuangan dan hasil yang dicapai oleh koperasi. Dalam laporan keuangan, ada beberapa hal
yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja seperti laporan laba dan rugi,
pertimbangan, pinjaman dan pembayaran untuk menilai kinerja. Diharapkan dengan penilaian
penilaian kinerja koperasi ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
45
manajemen koperasi yang akan meningkatkan pendapatan anggotanya (Deny Setiawan,
2012).
Efisiensi adalah rasio antara output dan input, kemampuan untuk mendapatkan output
maksimum dengan input minimal dalam ukuran yang sesuai untuk industri keuangan. Pada
dasarnya, koperasi sebagai organisasi tidak memiliki perbedaan dengan bentuk perusahaan
lain. Untuk koperasi, tingkat efisiensi juga harus dilihat bersamaan dengan tingkat efektivitas
karena biaya layanan yang tinggi untuk anggota diimbangi oleh profitabilitas untuk layanan
yang lebih baik. Sebagai lembaga ekonomi, koperasi akan mengalami proses pertumbuhan,
kemudian koperasi akan tumbuh lebih besar. Pada tahap perkembangan ini, masalah efisiensi
tidak dapat dianggap enteng karena menurut sejarah perkembangan koperasi di dunia,
efisiensi sangat dipengaruhi dalam menentukan perkembangannya (Hendar & Kusnadi,
2005).
1.2. Rumusan masalah penelitian
Dalam penelitian ini, masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1. Apakah Koperasi Simpan Pinjam efisien dalam menjalankan operasinya dan apakah
ada perbedaan efisiensi antar Koperasi Simpan Pinjam?
1.2.2. Apakah ada perbedaan antara efisiensi Koperasi Simpan Pinjam menggunakan model
Data Evelopment Analysis (DEA) CRS dan VRS?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini:
1.3.1. Mengukur dan membandingkan efisiensi koperasi simpan pinjam milik masyarakat
umum di Jakarta
1.3.2. Membandingkan efisiensi Koperasi Simpan Pinjam menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA) dengan CRS (Constan Return to Scale) dan VRS
(Variable Ruturn to Scale).
1.4. Manfaat Penelitian
Kontribusi koperasi terhadap perekonomian Indonesia sangat besar. Oleh karena itu,
penelitian ini akan memberikan paparan tentang fungsi, peran dan masalah yang terkait
dengan efisiensi Koperasi Simpan Pinjam di Indonesia. Bagi peneliti luar sebagai studi
koperasi sangat terbatas di tingkat internasional. Penelitian ini akan berkontribusi pada
kedalaman pengetahuan di bidang koperasi secara umum dan studi tentang Koperasi Simpan
Pinjam khususnya.
Penelitian ini juga digunakan sebagai referensi untuk mahasiswa dan peneliti lain sehingga
pengetahuan tentang Koperasi Simpan Pinjam dapat tumbuh dan dapat digunakan sebagai
panduan bagi masyarakat dan pemerintah. Semua pengetahuan dan informasi tentang
koperasi akan lebih dipahami. Selain itu, temuan penelitian ini juga dapat digunakan oleh
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
46
pemerintah Indonesia dalam mengatur dan mengevaluasi potensi Koperasi Simpan Pinjam
yang ada. Karena koperasi merupakan kontributor penting dari sumber daya modal untuk
usaha kecil terutama serta membantu menciptakan peluang kerja, studi kinerja Koperasi
Simpan Pinjam dapat memberikan informasi yang berguna kepada pembuat kebijakan yang
relevan.
Untuk anggota dan koperasi, penelitian ini memberikan kesadaran dan paparan metode yang
dapat digunakan untuk menilai kompetensi koperasi yang menjadi anggotanya. Sangat
penting untuk memastikan bahwa koperasi dapat menggunakan semua sumber dengan cara
yang paling efektif dan efisien untuk memenuhi tujuan koperasi. Selain itu, penelitian ini
penting bagi masyarakat umum di Indonesia karena koperasi adalah salah satu organisasi
paling penting dalam perekonomian masyarakat dan mereka akan dapat lebih memahami
organisasi koperasi yang ada di masyarakat.
II. TINJAUAN LITERATUR
2.1. Definisi dan Klasifikasi Efisiensi
Industri jasa keuangan berubah dengan cepat. Karena itu, penting untuk menentukan efisiensi
dan pendapatan lembaga keuangan. Jika lembaga ini menjadi lebih efisien maka keuntungan,
peningkatan dana perantara dan kualitas layanan untuk pelanggan juga akan meningkat
(Berger, 1993).
Efektivitas atau efisiensi telah digunakan dalam banyak aspek, seperti ekonomi, teknologi,
dan ilmu sosial (Coelli, 2005). Dalam bidang ekonomi, efisiensi juga digunakan untuk
mengukur suatu perusahaan. Suatu perusahaan dikatakan efisien jika menghasilkan output
maksimum dengan penggunaan input minimum (Kosak & Zajc, 2006).
Pada dasarnya, efisiensi dianggap sebagai produktivitas dan diukur dengan rasio input dan
output (Ngo, 2010). Dalam industri keuangan, efisiensi juga digunakan di berbagai lembaga
keuangan seperti perusahaan asuransi, koperasi simpan pinjam dan lainnya. Namun, lembaga
keuangan populer adalah lembaga perbankan (Kosak & Zajc, 2006). Efisiensi lembaga
keuangan telah menjadi masalah yang sangat penting dalam transisi ekonomi (Jemric &
Vujcic, 2002). Efisiensi lembaga keuangan telah diukur dalam beberapa dekade terakhir
untuk mengelola, mengawasi, dan memantau kegiatan lembaga keuangan. Industri keuangan
dianggap sebagai salah satu industri yang memiliki dampak langsung terhadap
perekonomian. Oleh karena itu penting untuk mengevaluasi tingkat efisiensi lembaga
keuangan yang ada dalam suatu perekonomian (Kumbhakar & Lovell, 2000).
Konsep efisiensi berasal dari konsep ekonomi mikro, teori konsumen dan produsen. Teori
pengguna mencoba untuk memaksimalkan utilitas atau kepuasan sementara teori produsen
mencoba untuk memaksimalkan keuntungan atau meminimalkan biaya. Dalam teori
produsen, ada garis produksi perbatasan yang menggambarkan hubungan input dan output
dari proses produksi dan batas produksi yang mewakili output maksimum dari penggunaan
setiap input. Ini adalah teknologi yang digunakan oleh bisnis atau industri (Ascarya, 2009).
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
47
Menurut Berger dan Master (1997), ada tiga konsep efisiensi lembaga keuangan. Pertama,
efisiensi biaya menunjukkan ukuran perkiraan perbedaan antara biaya aktual dan biaya
terbaik untuk menghasilkan output yang sama dalam kondisi yang sama. Kedua, standar
efisiensi laba menunjukkan keakuratan pengukuran dari profitabilitas aktual produksi dengan
laba maksimum yang dapat dicapai pada tingkat output dan harga input tertentu. Ketiga,
efisiensi laba alternatif adalah ukuran laba lembaga keuangan dengan laba maksimum yang
dapat dicapai pada jumlah output dan harga input tertentu. Dalam situasi pasar ini, lembaga
keuangan diasumsikan memiliki kekuatan pasar dalam menentukan harga output tetapi tidak
pada harga input. Ini karena ada perbedaan dalam tipe pasar. Dengan demikian, perbedaan
paling signifikan antara kedua metode ini adalah efisiensi laba alternatif untuk penentuan
variabel eksogen dalam mencapai laba maksimum. Dalam metode ini variabel eksogen
adalah tingkat output.
Menurut Muliawan D. Hadad (2003), ada tiga pendekatan yang digunakan untuk
mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan keuangan suatu lembaga
keuangan. Pertama, pendekatan aset yang merupakan fungsi utama dari lembaga keuangan
sebagai pencipta kredit dan output dalam bentuk kredit.
Kedua, pendekatan produksi adalah asumsi bahwa lembaga keuangan sebagai pemberi
pinjaman, output sebagai jumlah energi dan pengeluaran modal untuk aset tetap. Pendekatan
produksi juga menggambarkan kegiatan lembaga keuangan sebagai penyedia layanan kepada
deposan dan peminjam menggunakan semua faktor produksi seperti tenaga kerja dan sumber
daya ekonomi. Pendekatan ini didirikan oleh Benson, Hunter dan Wall (1995), yang
menganggap lembaga keuangan sebagai rekening deposito untuk deposan dan pemberi
pinjaman kepada peminjam. Oleh karena itu, pendekatan ini mendefinisikan input sebagai
total tenaga kerja, biaya modal, aset tetap dan bahan lainnya dan mendefinisikan output
sebagai jumlah dari semua akun deposito atau transaksi terkait lainnya. Menurut Freixas dan
Rochet (1998), pendekatan penarikan adalah uang yang dikumpulkan seluruhnya dari
deposan dan ditransfer ke beberapa cabang utama. Demikian pula dengan semua uang yang
dipinjamkan kepada peminjam yang disediakan oleh cabang utama yang sama.
Ketiga adalah pendekatan mediasi yang mengacu pada lembaga keuangan sebagai perantara
yang menambah dan mengambil alih aset keuangan dari unit surplus ke unit defisit di mana
input lembaga keuangan mencakup biaya tenaga kerja dan pembayaran kembali modal
simpanan serta output dalam bentuk investasi utang dan keuangan.
Demirbag et.al. 2010) menjelaskan bahwa kinerja dapat diukur dengan menghitung
produktivitas yaitu rasio antara output dan input sedangkan efisiensi adalah kemampuan
untuk menghasilkan sesuatu yang menghubungkan input dan output. Efisiensi biaya
dikategorikan ke dalam dua konsep: efisiensi output dan efisiensi input. Efisiensi output
didasarkan pada perbandingan antara biaya output pada level aktual dan biaya output pada
level optimal. Pendekatan output adalah sejumlah output yang dapat diukur secara
proporsional tanpa mengubah jumlah input yang digunakan sementara efisiensi input terkait
dengan kemampuan perusahaan untuk secara efisien menggunakan input untuk menghasilkan
sejumlah output tertentu. Dasar dari pendekatan input ini adalah bahwa beberapa input dapat
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
48
dikurangi secara proporsional tanpa mengubah jumlah output yang dihasilkan. Ada dua
kemungkinan yang menyebabkan inefisiensi dalam penggunaan input yaitu penggunaan input
yang melebihi persyaratan dalam menghasilkan sejumlah output dan penggunaan input yang
tidak akurat selama proses produksi (Hadad, 2003).
Farrell (1957) dan Ismail (2010) menjelaskan bahwa efisiensi suatu perusahaan dapat
dievaluasi berdasarkan efisiensi ekonomi yang terdiri dari beberapa faktor teknis seperti
efisiensi penyediaan, efisiensi skala, efisiensi teknis murni dan efisiensi biaya. Kompetensi
teknis didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output pada level
tertentu dengan menggunakan input minimum atau pada level input tertentu. Sebuah
perusahaan dikatakan efisien ketika perusahaan memiliki kemampuan untuk mengelola
aktivitas produksi seacre yang efektif sehingga menghasilkan output maksimum tanpa ada
pemborosan sumber daya (Kumbhakar & Lovell, 2000).
2.2 Pengukuran Efisiensi
Evaluasi teoritis atau empiris kinerja organisasi didominasi oleh penggunaan metode
perbatasan. Secara umum, metode ini dibagi menjadi parametrik dan non parametrik. Metode
ini juga memiliki karakteristik yang sama dalam menerapkan efisiensi relatif sebagai ukuran
kinerja. Efisiensi Decision Maker Unit (DMU) didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menghasilkan output maksimum dari input input minimum, tergantung pada kendala sumber
daya dan lingkungan operasi (Sufian, 2006; Banker, 1984). Metode dengan pendekatan
parametrik menggunakan pendekatan Stochastic Frontier Analysis (SFA) sedangkan dalam
pendekatan non parametrik, pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) digunakan.
Pendekatan SFA mengasumsikan fungsi produksi yang digunakan untuk memetakan
hubungan input dan output dan menghitung efisiensi ekonomi, yang kemudian
dikomposisikan menjadi Pure Technicel Efficiency (PTE) dan Alocative Efficiency (AE)
(Fried, 1993). Kekuatan dari pendekatan ini adalah untuk mengendalikan kesalahan stokastik
dalam perkiraan ekonometriknya. Namun, kelemahan dari pendekatan ini adalah
kemungkinan bahwa ada kesalahan dalam menentukan fungsi produksi dan distribusi yang
tidak akurat dapat menyebabkan bias (Drake & Weyman, 1996). Atau, metode Data
Envelopment Analysis (DEA) yang semakin populer yang dikembangkan oleh Charnes,
Cooper dan Rhodes (1978) berlaku. Pendekatan ini sering digunakan untuk estimasi efisiensi
dalam studi perbankan.
Metode Data Envelopment Analysis (DEA) menggunakan prosedur pemrograman linier
dalam mengidentifikasi produk empiris. DEA membandingkan semua unit yang sama dengan
memperhitungkan beberapa dimensi output dan input ke dalam akun bersama, Setiap unit
dianggap sebagai unit pengambil keputusan yang mengubah input menjadi output. Metode
DEA diringkas di bawah Metode CCR (Charnes, 1978) dan metode yang dikembangkan oleh
Banker, Charnes, dan Cooper diringkas sebagai metode BCC (Banker, 1984). Karena
fleksibilitas DEA dan data penelitian yang terbatas, penelitian ini akan menggunakan DEA
dalam mengukur efisiensi.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
49
Berbagai studi empiris tentang pengukuran efisiensi dilakukan menggunakan DEA dan SFA
karena metode pengukuran ini sangat maju dan paling banyak digunakan untuk menganalisis
efisiensi di lembaga keuangan khususnya di Amerika Serikat dan negara-negara berkembang.
Sebagai contoh, Berger et al. (1993), Berger dan Humphrey (1997) dan Berger dan Mester
(1997) melakukan penelitian untuk meninjau efektivitas lembaga keuangan menggunakan
kedua metode. Penggunaan DEA dan SEA juga sejalan dengan penelitian oleh Istuningsih,
(2015), Muhari, (2014), Subandi (2014), Suswandi (2007), Iqbal (2011) di Indonesia,
Hamim, (2006) di Malaysia, Yildirim dan Philippatos 2003) di Eropa tengah dan timur,
Bhattacharya et al. (1997) dan Srivastava (1999) di India, Hasan dan Marton (2003) di
Hongaria dan Isik dan Hassan (2002) di Turki.
Selain itu, studi oleh Berger dan Humphray (1997) menggambarkan 130 studi efisiensi di
lembaga keuangan yang diterbitkan hingga 1997 menemukan bahwa tingkat efisiensi berbeda
sesuai dengan metode, konteks dan spesifikasi metode. Sementara itu, penelitian yang
menghitung efisiensi juga dilakukan oleh Nyankomo Marwa dan Meshach Aziakpono (2015)
di Cooperative and Lending Cooperative, Huynhnhat Nguyen (2014) di lembaga keuangan
Vietnam, Beccalli, Cesu dan Girardone (2006) di lembaga keuangan Eropa, Kablan (2010) di
lembaga keuangan Afrika dan Tecles dan Tabak (2010) di Brasil. Farrel (1957) dan Ismail
(2010) menyimpulkan bahwa efisiensi suatu perusahaan dapat dinilai dengan mengetahui
tingkat efisiensi ekonomi yang terdiri dari beberapa faktor yaitu Efisiensi Teknis (EA),
Efisiensi (SE), Efisiensi (SE), Efisiensi (SE) PTE) dan Efisiensi Biaya (CE).
2.2.1 Pengukuran Efisiensi Berorientasi Input
Input dan output dalam produksi adalah keputusan penting untuk dipertimbangkan. Dalam
literatur perbankan, ada tiga pendekatan utama yang berguna dalam menentukan input dan
output (Nghiem, 2004; Qayyum & Ahmad, 2006; Moffat, 2008). Pendekatan ini adalah 1.
Pendekatan produksi adalah Lembaga Keuangan yang dianggap sebagai penyetor dan
peminjam pinjaman dalam pendekatan produksi. Jumlah karyawan dan biaya modal
merupakan input penting dalam pendekatan ini. 2. Pendekatan Perantara adalah untuk
mempertimbangkan lembaga keuangan sebagai perantara karena memiliki tanggung jawab
untuk mengubah aset keuangan deposan menjadi investor. Dalam hal ini, input dapat
didefinisikan sebagai biaya tenaga kerja, modal dan bunga yang dibayarkan kepada deposan
sementara pinjaman dan investasi keuangan dianggap sebagai output dalam pendekatan ini.
Akhirnya, 3. Pendekatan aset mengasumsikan fungsi lembaga keuangan sebagai pembuat
pinjaman sementara nilai aset lembaga keuangan bertindak sebagai output.
2.2.2 Pengukuran Efisiensi Berorientasi output
Pengukuran kompetensi lain yaitu mempertimbangkan output dapat ditentukan tanpa
mengembangkan level input. Langkah-langkah yang berorientasi pada keluaran adalah ketika
perusahaan memproduksi dua tipe keluaran (y1 dan y2) menggunakan satu input (x).
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
50
2.3 Pengukuran Efisiensi Lembaga Keuangan
Pengukuran efisiensi lembaga keuangan seperti Bank dan Koperasi Kredit dapat dinilai dari
operasi yang merupakan pendekatan utama untuk memperjelas hubungan antara input dan
output. Ada dua pendekatan yang digunakan yaitu produksi dan mediasi (Freixas & Rochet,
1998). Pendekatan produksi menggambarkan aktivitas sebagai pelepasan layanan kepada
deposan dan peminjam menggunakan semua faktor yang dapat diperoleh dari produksi
seperti tenaga kerja dan modal fisik. Pendekatan ini diprakarsai oleh Benston (1965) dan Bell
and Murphy (1968) yang menganggap lembaga keuangan sebagai lokasi keuangan dalam
penciptaan rekening simpanan untuk deposan dan pemberi pinjaman. Oleh karena itu,
pendekatan ini mendefinisikan input sebagai total tenaga kerja, biaya modal, aset tetap, dan
material lainnya dan mendefinisikan output sebagai jumlah dari semua akun deposito.
Menurut Freixas, (1998), pendekatan perantara sesuai dengan metode keuangan di mana uang
dikumpulkan dari deposan dan semua uang yang dipinjamkan kepada peminjam disediakan
oleh lembaga keuangan. Ini adalah satu-satunya hasil dari layanan ke deposan dan peminjam.
Kedua pendekatan ini mencerminkan aktivitas lembaga keuangan sebagai perantara dalam
menyalurkan uang pinjaman dari deposan (unit surplus produksi) menjadi uang yang
dipinjamkan kepada peminjam (defisit unit). Pendekatan ini mendefinisikan input sebagai
modal keuangan (dana yang dikumpulkan dan dana pinjaman) dan mendefinisikan output
sebagai jumlah kredit dan investasi.
2.4. Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah pendekatan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pemrograman linier. DEA diperkenalkan oleh Charles et al. (1978) yang mengacu pada
konsep efisiensi (Farrel, 1957). Pendekatan ini mengukur efisiensi relatif dari Decision
Maker Unit (DMU). Semua penyimpangan dari perkiraan batas pengeluaran adalah
inefisiensi dan DMU adalah kombinasi dari beberapa input dan keragaman output (Berger &
Humphrey, 1997).
Studi masa lalu tentang efisiensi lembaga keuangan menggunakan DEA telah menunjukkan
peningkatan jumlah studi tentang operasi lembaga keuangan. Selain itu, penelitian yang
menentukan efisiensi berbagai lembaga keuangan dilakukan oleh Abdul Rahman Ali (2017),
Anita Puspita Sari (2017), Heny Yuningrum (2016), Nyankomo Marwa dan Meshach
Aziakpono (2015), Solikah Yunita Utami (2010) Darrat et al. (2002), Sathye (2001), Sturm
dan Willian (2004), Ayadi et al. (1998), Barr et al. (2002), Isik dan Hassan (2003) dan
Mukherjee A. et al. (2002). Ada juga studi efisiensi antara cabang-cabang lembaga keuangan
yang dilakukan oleh Al-Faraj et al. (1992), Oral et al. (1992), Anthanassopoulos (1995),
Drake dan Howcroft (2002) serta Paradi dan Schffnit (2004).
Selain meninjau efisiensi lembaga keuangan, studi tentang pertumbuhan produktivitas
lembaga keuangan juga dilakukan. Analisis produktivitas apakah pertumbuhan produktivitas
yang terkait dengan perubahan teknologi atau perubahan TE dilakukan oleh Mukhrjee, et al.
(2001), Sathye (2002), Darrat et al. (2002), Krishnasamy et al. (2003), Sturm dan William
(2004), dan Fadzlan (2005). Studi tentang efisiensi lembaga keuangan sebagian besar
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
51
terkonsentrasi pada Efisiensi Teknis (TE) dan efisiensi alokasi (AE). TE adalah kemampuan
perusahaan untuk mendapatkan input maksimal dari input. TE terdiri dari Efisiensi Teknis
Murni (PTE) dan Skala Efisiensi (SE). PTE menggambarkan efisiensi operasi sementara SE
menggambarkan keadaan yang menguntungkan.
Di sisi lain, AE menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dalam
proporsi optimal (Aly et al 1990) menggunakan DEA untuk menghitung efisiensi
keseluruhan, TE, PTE, AE dan SE untuk 322 sampel lembaga keuangan independen di
Amerika Serikat. Aly et al. (1990) juga menemukan bahwa lembaga keuangan dalam sampel
ini menunjukkan tingkat efisiensi relatif rendah. Selain itu, tidak ada perbedaan efisiensi yang
signifikan antar lembaga keuangan. Sebuah survei yang dilakukan oleh Miller dan Noulas
(1996), mengukur TE (PTE dan SE) dari 201 lembaga keuangan utama di Amerika Serikat
dari 1984 hingga 1990 menemukan bahwa rata-rata TE tinggi sekitar 95 persen. Ini
menunjukkan bahwa lembaga keuangan yang lebih besar dan menguntungkan memiliki PTE
yang tinggi. Temuan ini sejalan dengan penelitian oleh Darrat et al. (2002).
Darrat et al. (2002) menggunakan DEA dan Indeks Produktivitas Malmquist (MPI) dalam
studi lembaga keuangan Kuwait dan menemukan bahwa TEs di lembaga keuangan Kuwait
konsisten dan lebih tinggi daripada AE. Berbeda dengan penelitian oleh Miller dan Noulas
(2002), Darrat et al. (2002) menemukan bahwa SE di lembaga keuangan di Kuwait secara
terus menerus lebih tinggi daripada PTE. Sebuah studi oleh Guan dan Randhawa (2005) di
lima belas lembaga keuangan di Singapura dan Hong Kong menemukan bahwa peningkatan
sumber daya keuangan dan layanan di Singapura lebih efektif sementara lembaga keuangan
Hong Kong lebih efektif daripada Singapura dalam hal pemanfaatan keuangan dan
intermediasi keuangan.
Di sisi lain, sebuah studi oleh Sathye (2001) yang menggunakan 1.996 data cross-sectional
untuk menganalisis kompetensi lembaga keuangan di Australia menemukan bahwa, efisiensi
yang didominasi oleh AE sangat tinggi. Studi lain yang mengukur efisiensi lembaga
keuangan di Australia menggunakan DEA dilakukan oleh Sturm dan William (2004) yang
meninjau skala ekonomi dari 16 lembaga keuangan domestik dan 19 lembaga keuangan asing
untuk periode 1998 hingga 2001. Berdasarkan temuan penelitian, disimpulkan bahwa skala
yang tidak efisien mendominasi AE di lembaga keuangan Australia tetapi telah ada
peningkatan dari SE setelah resesi 1990-an. Penelitian terdahulu oleh Miller dan Noulas
(1996) menemukan bahwa lembaga keuangan yang lebih besar dan lebih menguntungkan
memiliki inefisiensi yang lebih rendah. Sedangkan Aly et al. (1990) menemukan bahwa PTE
berhubungan positif dengan ukuran lembaga keuangan.
Guan (2005) menemukan bahwa lembaga keuangan yang lebih besar memiliki efisiensi yang
lebih tinggi daripada skor inefisiensi dari lembaga keuangan kecil. Di sisi lain, Karacabey
(2001) menemukan bahwa keuntungan dari 44 lembaga keuangan komersial di Pakistan
untuk tahun 2000 tidak terkait dengan TE. Selanjutnya, Darrat et al. (2002) menemukan
bahwa ukuran institusi.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
52
Selain itu, Sathye (2001) menemukan bahwa biaya untuk karyawan menunjukkan korelasi
positif dengan OE dan deposit memiliki hubungan positif yang signifikan dengan AE.
Selanjutnya, Aly et al. (1990) menemukan bahwa OE dan TE memiliki hubungan negatif
dengan produktivitas dan hubungan positif dengan urbanisasi. Barr et al. (2002)
menggunakan metode DEA untuk menilai kompetensi produktif lembaga keuangan
komersial di AS pada tahun 1984-1998. Peneliti menemukan bahwa keuntungan rendah
dengan pendapatan non-bunga, biaya non-bunga dan dana yang dibeli. Selanjutnya, peneliti
menemukan bahwa efisiensi positif dengan aset produktif dan laba rata-rata aset. Selain itu,
NPL untuk total aset (1984-1993) dan penggajian (1984-1994) signifikan dan terkait dengan
efisiensi kuartil. Juga, dengan menggunakan peringkat CAMEL, penelitian ini menemukan
bahwa lembaga ini memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi daripada lembaga yang lemah.
Grigorian dan Manole (2002) memperkirakan efisiensi lembaga keuangan komersial dengan
menggunakan DEA untuk lembaga keuangan yang terdiri dari 17 negara transisi untuk 1995-
1998. Para peneliti menemukan bahwa lembaga keuangan dengan tingkat pasar yang lebih
besar menjadi lebih efisien daripada pasar yang lebih kecil. Studi oleh Mukherjee et al.
(2002) menunjukkan bahwa di India, lembaga keuangan sektor publik lebih efisien daripada
lembaga keuangan swasta atau asing. Ini didasarkan pada operasi di lembaga keuangan sektor
publik yang memiliki sejumlah besar pelanggan di seluruh negeri dan lingkup operasi yang
lebih luas. Temuan penelitian ini didukung oleh Sturm dan Williams (2004). Di sisi lain, Isik
dan Hassan (2003) menemukan bahwa lembaga keuangan umum dan asing mengungguli
lembaga keuangan swasta dalam hal biaya dan TE.
Lebih lanjut, Isik dan Hassan (2003) juga menemukan bahwa dalam aspek AE, lembaga
keuangan umum mendominasi lembaga keuangan asing dan swasta. Selain itu, Gregorian dan
Manole (2002) menemukan bahwa lembaga keuangan milik asing lebih efektif atau efisien
daripada lembaga keuangan publik (termasuk perusahaan milik negara dan perusahaan
swasta). Selain itu, Isik dan Hassan (2003) meneliti hubungan antara tenaga kerja terdidik,
kredit bermasalah (NPL) dan pertumbuhan aset dengan efisiensi. Para peneliti menemukan
bahwa pertumbuhan aset dan NPL berhubungan negatif dengan efisiensi sementara pekerja
yang berpendidikan secara positif terkait dengan efisiensi. Bernyayi dan Guan (1998) menilai
efisiensi biaya dan profitabilitas relatif dari panel enam lembaga keuangan yang terdaftar di
Singapura untuk periode 1992-1996 menggunakan DEA. Para peneliti menemukan bahwa
efisiensi laba rata-rata secara signifikan lebih rendah daripada penghematan biaya rata-rata.
Namun, profitabilitas rata-rata lebih tinggi daripada laba rata-rata dari lembaga keuangan di
Amerika Serikat dan Spanyol. Selanjutnya, perubahan persentase harga dari saham lembaga
keuangan mencerminkan persentase perubahan laba dari efisiensi biaya.
Ho dan Zhu (2004) melakukan penelitian menggunakan reformasi dua tahap dari metode
DEA yang memisahkan efisiensi dan efektivitas dalam mengevaluasi kinerja perusahaan
yang terdaftar dari lembaga keuangan di Taiwan. Peneliti membagi studi menjadi dua
tingkatan, pada tingkat pertama memilih input dan output yang mewakili efisiensi dan pada
tingkat kedua input dan output mewakili efektivitas. Temuan menunjukkan bahwa, jika suatu
lembaga memiliki efisiensi yang lebih baik, itu belum tentu efektivitas yang lebih baik. Tidak
ada korelasi yang jelas antara efisiensi dan efektivitas. Selain itu, Maghyereh (2006) juga
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
53
meninjau skor efisiensi untuk sampel data panel yang mencakup delapan lembaga keuangan
komersial di Yordania selama periode 1984-2001 menggunakan DEA.
2.4.1 Metode CCR (Charnes-Cooper-Rhodes)
Estimasi efisiensi DEA untuk unit pengambilan keputusan (DMU) dengan asumsi skala
pengembalian konstan (CRS) pada awalnya dikembangkan oleh Charnes et al. (1978) dan
sering disebut sebagai metode Charnes-Cooper-Rhodes (CCR). Estimasi efisiensi untuk
DMU menggunakan metode CCR ditemukan menjadi solusi untuk program linier (Cooper et
al. 2006). Metode ini memperkenalkan ukuran efisiensi untuk DMU yang merupakan rasio
maksimum antara output dan kelebihan input. Nilai bobot yang digunakan dalam rasio
ditentukan oleh batas yaitu rasio yang sama untuk setiap DMU harus memiliki nilai kurang
dari atau sama dengan satu. Metode DEA dengan banyak input dan output memerlukan
teknik pemrograman linier. Tujuan dari fungsi masing-masing program linear fraksional
adalah perbandingan output yang sama dengan total DMU dibagi dengan jumlah input yang
sama.
Metode CCR dikenal sebagai Constant Return To Scale (CRS) yang merupakan
perbandingan konstan antara nilai output dan nilai input serta nilai input dan output yang
dapat dibandingkan. Dalam metode ini, tidak ada kendala konveksitas, berbeda dengan
metode Banker-Charnes-Cooper Institution (BCC) yang memiliki kendala konveksitas.
2.4.2 Metode BCC (Banker-Charnes-Cooper)
Hasil dari metode DEA yang menyediakan variabel pengembalian variabel disebut metode
BCC (Banker-Charnes-Cooper, 1984). Metode BCC juga dikenal sebagai Variable Return To
Scale (VRS), yang merupakan peningkatan pada bagian input dan output yang tidak sama.
Tingkat kenaikan mungkin Meningkatkan Skala Pengembalian (IRS) atau Pengurangan Skala
Pengembalian (DRS). Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan menggunakan analisis
DEA, misalnya dalam analisis lembaga keuangan. Sherman dan Gold (1985) adalah peneliti
pertama yang mengadopsi DEA untuk menghitung skor keuangan lembaga keuangan.
Bhattacharyya et al. (1997) menggunakan VRS DEA untuk mempelajari lembaga keuangan
komersial di India dari 1986 hingga 1991 dalam kerangka pendekatan perbatasan yang
merupakan data untuk lembaga keuangan selama bertahun-tahun yang dikumpulkan.
Studi oleh Sathye (2003) telah menggunakan data 1997-1998 yang terdiri dari 94 lembaga
keuangan termasuk sektor publik, swasta dan asing. Rafika Rahmawati (2015) mengukur
efisiensi lembaga keuangan Islam dan menggunakan DEA untuk menganalisis 5 lembaga
keuangan sebagai sampel dari lembaga keuangan industri. Temuan menunjukkan bahwa
lembaga keuangan Islam di Indonesia cukup efektif selama periode studi dan mencapai
inefisiensi rata-rata hanya 7 persen. Kedua, tidak ada perbedaan yang signifikan antara
lembaga keuangan Islam dan lembaga keuangan umum dengan portofolio keuangan syariah.
Ketiga, ada peningkatan efisiensi sekitar 2,3 persen setiap tahun di lembaga keuangan
syariah. Penelitian sebelumnya juga menggunakan DEA yang dilakukan oleh Suzuki dan
Sastrosuwito (2011) di mana sampel dikumpulkan menjadi empat kelompok berdasarkan
jenis kepemilikan (milik pemerintah, swasta, gabungan dan milik asing). Suzuki (2011)
menunjukkan bahwa selama periode 1994-2008, efisiensi sektor lembaga keuangan Indonesia
relatif tinggi dengan rata-rata industri 0,866. Peneliti kemudian menjelaskan bahwa
produktivitas lembaga keuangan komersial di Indonesia selama periode itu disebabkan oleh
perubahan teknologi dan efisiensi teknis. Namun, penelitian ini mengkaji teknik efisiensi
lembaga keuangan komersial di Indonesia dalam menerapkan peran mediasi sepanjang 2004-
2009 dan hubungannya dengan faktor-faktor lembaga keuangan internal.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
54
Pendekatan utama dalam mengukur input dan output untuk lembaga keuangan adalah
pendekatan untuk produksi dan mediasi (Barr, 2002; Galagedara & Edirisuriya, 2004;
Hermes & Vu, 2008; Saad & Mousawi, 2009). Sejalan dengan studi oleh Paradi dan Schaffnit
(2004), pendekatan pertama mempertimbangkan lembaga keuangan untuk bertindak sebagai
lembaga yang menyediakan produk berbasis biaya dan layanan berbasis kepada klien dengan
menggunakan berbagai sumber. Ini adalah pendekatan yang digunakan untuk mempelajari
efisiensi biaya operasi lembaga keuangan. Pendekatan kedua terlihat di lembaga keuangan
sebagai pemodal perantara yang mengumpulkan dana dalam bentuk deposito dan
meminjamkan dengan menerbitkan pinjaman atau aset lain untuk menghasilkan pendapatan.
Pendekatan ini digunakan untuk mempelajari efisiensi organisasi dan kelayakan finansial dari
lembaga keuangan.
Koperasi Simpan Pinjam yang merupakan lembaga keuangan yang telah menerapkan
pendekatan mediasi fungsional untuk mengambil simpanan dari unit surplus dan pembiayaan
unit saluran. Berger, (1997) menyatakan bahwa pendekatan produksi lebih baik untuk
mengevaluasi efisiensi cabang lembaga keuangan daripada studi dengan pendekatan mediasi
yang sebelumnya dilakukan oleh Paradi dan Schaffnit (2000).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Sumber data
Sumber data untuk penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari
laporan keuangan Koperasi Simpan Pinjam di Jakarta. Data ini juga dikumpulkan melalui
tinjauan literatur dengan metode membaca dokumen yang terkait dengan materi penelitian.
Selain itu, perbandingan laporan juga berasal dari sumber data yang tersedia di perpustakaan.
3.2 Pemilihan sampel
Sampel koperasi yang akan diteliti adalah Koperasi Simpan Pinjam meskipun ada beberapa
jenis koperasi. Ini disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, ada banyak Koperasi
Simpan Pinjam di daerah perkotaan atau bahkan di kota. Dengan demikian, dapat mewakili
studi koperasi di kedua lokasi. Kedua, Koperasi Simpan Pinjam sangat diperlukan karena
membantu masyarakat untuk mendapatkan modal bisnis yang dibutuhkan. Ketiga, Koperasi
Simpan Pinjam umumnya memiliki sistem manajemen yang lebih baik dan terstruktur
terutama dalam hal pelaporan keuangan dibandingkan dengan jenis koperasi lainnya.
Sementara itu, faktor keempat adalah Koperasi Simpan Pinjam yang lebih mendapat
perhatian dari pemerintah terutama dalam pemberian bantuan modal operasional.
Jumlah sampel yang digunakan adalah sebelas (11) Koperasi Simpan Pinjam yang dimiliki
oleh masyarakat sipil. Total sampel survei sampel didasarkan pada kondisi yang ditetapkan
bahwa masing-masing Simpan Pinjam Koperasi yang dipilih selesai sesuai dengan
persyaratan dokumentasi yang ditetapkan oleh pemerintah seperti dua set salinan Undang-
Undang Pembentukan Koperasi, Laporan Rapat Pembentukan Koperasi, Laporan Tahunan
tentang Pelaporan Keuangan diorganisasikan kepada anggota dan koperasi pemerintah
koperasi dan memiliki daftar hadir dalam rapat umum koperasi.
Sampel koperasi simpan pinjam diambil secara acak berdasarkan informasi yang diberikan
oleh Kantor Pusat Koperasi Jakarta dengan memberikan surat izin untuk mendapatkan data
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
55
yang diperlukan. Koperasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah di antara koperasi yang
memiliki kualitas terbaik dari seluruh koperasi di Jakarta.
Tabel 3.1: Data tentang Data Koperasi Simpan Pinjam di wilayah Jakarta
Jadual 3.1: Data Koperasi Simpan Pinjam di wilayah Jakarta
No. Nama koperasi Lokasi
1 Koperasi Sumber Jaya Jakarta Utara
2 Koperasi Ksp Kodanoa Jakarta Barat
3 Koperasi Sejati Mulya Jakarta Selatan
4 Koperasi Sehati Jakarta Selatan
5 Koperasi Rawa Badung Jakarta Timur
6 Koperasi Wira Karya Jaya Jakarta Timur
7 Koperasi Ceger Jakarta Timur
8 Koperasi Tunas Jaya Jakarta Pusat
9 Koperasi Kesejahteraan Kaum Ibu Jakarta Pusat
10 Koperasi Kemauan Bersama Jakarta Pusat
11 Koperasi Makmur Jakarta Timur
Sumber: Dinas Koperasi Jakarta, 2013
3.3 Prosedur pengumpulan data
Data untuk penelitian ini dikumpulkan dari laporan tahunan Koperasi Simpan Pinjam yang
dipilih antara 2008 dan 2013. Dengan demikian, data yang dikumpulkan adalah laporan
keuangan untuk jangka waktu enam tahun yang terdiri dari sebelas Koperasi Simpan Pinjam
milik masyarakat umum.
3.4 Variabel penelitian
Penelitian tentang Koperasi Simpan Pinjam menggunakan variabel-variabel berikut.
Jadual 3.2: Jadual 3.2: Variabel dari Koperasi Simpan Pinjam.
Variabel input Definisi variabel input
Anggota koperasi Anggota anggota Koperasi Simpan Pinjam
adalah anggota yang telah terdaftar dan
memenuhi ketentuan sebagai anggota
koperasi yang telah membayar iuran pokok
dan iuran wajib. Dalam penelitian ini, anggota yang aktif membayar iuran.
Modal Modal adalah uang yang digunakan untuk
berdagang atau menjalankan perusahaan.
Modal koperasi bersumber dari pakar
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
56
koperasi dan dari pihak luar, misalnya Bank
Milik Pemerintah. Termasuk jumlah uang
yang dipinjamkan kepada anggotanya.
Biaya operasi Biaya operasi secara langsung dikaitkan dengan kegiatan operasi koperasi, termasuk biaya tetap dan biaya tidak tetap
Variabel output Definisi variabel output
Keuntungan Keuntungan adalah surplus dari total
pendapatan dibandingkan dengan total biaya
operasi atau pendapatan surplus dari total
biaya dalam proses produksi barang atau
jasa. Dalam penelitian ini laba bersih (laba dikurangi dikurang pajak).
Aset Aset adalah aset (sumber daya ekonomi)
yang dimiliki oleh perusahaan bisnis yang
dapat diukur secara jelas menggunakan
satuan uang. Data yang dianalisis adalah total aset.
Pinjaman Pinjaman adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mendukung investasi yang
direncanakan, yang dikelola sendiri atau oleh orang lain. Pinjaman diberikan kepada
anggota dan bukan anggota.
Pengembalian hutang Pelunasan utang adalah ketika pelanggan
melakukan pembayaran angsuran atas
pinjaman yang diambil dalam jumlah dan
durasi yang ditentukan untuk pelanggan.
Pelunasan pinjaman ini bersama dengan suku bunga yang dikenakan.
3.5 Pengukuran variabel
Dalam penelitian ini, ada 2 variabel yaitu variabel input dan variabel output. Variabel input
adalah biaya anggota, modal dan operasi. Sedangkan variabel outputnya adalah laba, aset,
pinjaman dan pelunasan pinjaman.
Variabel input dan output dianalisis menggunakan metode Data Envelopment Analysis
(DEA). Metode ini merupakan tahapan yang akan menentukan nilai efisiensi bagi koperasi di
wilayah Jakarta. Metode yang digunakan untuk penelitian ini diharapkan untuk menjawab
tujuan penelitian yang ditetapkan dalam Bab 1.
3.6 Metode analisis data penelitian
Dalam Studi Koperasi Simpan Pinjam, metode yang digunakan untuk analisis data adalah
sebagai berikut:
Metode Data Analysis Envelopment (DEA).
Metode DEA mengasumsikan bahwa N adalah Simpan Pinjaman Co-op atau juga dikenal
sebagai Deck Making Unit (DMU) dengan output yaitu keuntungan, aset, pinjaman dan
pembayaran utang sedangkan inputnya adalah anggota, modal dan biaya operasi. Efisiensi
diukur sebagai berikut:
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
57
t
t
n
n
n
ui yip
ef p = i−1 ..........................................................................................(3.9)
v j x jp
j =1
di mana yip adalah i sebagai output (laba, aset, jumlah pinjaman, dan pembayaran utang)
yang dihasilkan oleh UPK, xjp adalah j sebagai input (ahli, modal, biaya operasi) yang
digunakan oleh UPK, ui adalah bobot output, vj adalah bobot input, i adalah dari 1 ke s dan j
adalah dari 1 ke t. Rasio efisiensi ini tunduk pada persamaan berikut:
ui yip i −1 1dimana i = 1 ....n, dan u
v j .x jp
j =1
dan vj
≥ 0 ...................................(3.10)
Ketidaksetaraan pertama memastikan bahwa rasio efisiensi untuk UPK tidak dapat melebihi
nilai satu sedangkan ketidaksetaraan kedua membutuhkan nilai bobot positif. Bobot untuk
setiap output dan input ditentukan sehingga masing-masing UPK memaksimalkan rasio
efisiensi. Dengan kata lain, DEA menguntungkan setiap UPK ketika menghitung rasio
efisiensi.
i. Metode CCR (Charnes-Cooper-Rhodes)
Metode CCR dapat dituliskan seperti berikut.
xij i ..........................i = 1,2....,m………………………….……..(3.11) j=1
yrjj yi ...................r = 1,2 ....,s……………………………….…(3.12) j =1
j 0 ...........................j= 1,2...., ………………..…………………(3.13) j =1
Keterangan:
θ = efisiensi UPK metode CCR
N = jumlah UPK
M = jumlah input (ahli, modal dan biaya operasi)
S = jumlah ontput (keuntungan, aset, jumlah yang dipinjamkan dan pembayaran hutang)
Xij = jumlah input ke i UPK j
yrj = jumlah output ke r UPK j
n
n
i
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
58
n
λj = berat UPK j untuk UPK yang perkirakan.
Metode CCR dikenal sebagai Constant Return To Scale (CRS) yang merupakan
perbandingan konstan antara nilai output dan input serta penambahan input dan nilai output.
Dalam metode CCR, tidak ada persyaratan kendala konveksitas, yang bertentangan dengan
metode Kerjasama Keuangan Banker-Charnes-Cooper (BCC) yang menyediakan kendala
konveksitas.
ii. Metode BCC (Banker-Charnes-Cooper)
Hasil dari metode DEA yang menyediakan variabel pengembalian variabel disebut metode
BCC (Banker, Charnes & Cooper, 1984) dengan menambahkan kondisi konveksitas untuk
nilai bobot λ dengan memasukkan ke dalam batasan berikut:
j j =1
= 1………………………………………………………………(3.14)
Seterusnya metode BCC boleh ditulis dengan persamaan berikut.
xij
j =1
λij ≥ π i i = 1,2, .., m……………….....……..........……...(3.15)
yrj j =1
λj ≤ yi r = 1,2, .. s……………….…………..……(3.16)
j = 1 j =1
j 0 j = 1,2 …,n……………………………….(3.17) j=1
π = efisiensi UPK metode BCC
n = jumlah UPK
m = jumlah input
s = jumlah output
xij = jumlah input ke i UPK j
yrj = jumlah output ke r UPK j
λj = berat DMU j untuk UPK yang diperkirakan
Metode BCC juga dikenal sebagai Variable Return To Scale (VRS), yang merupakan
peningkatan input dan output pada tingkat yang tidak merata. Tingkat kenaikan mungkin
Peningkatan Skala Pengembalian (IRS) atau mungkin juga Pengurangan Skala Pengembalian
(DRS). Ada banyak penelitian sebelumnya yang telah dilakukan menggunakan analisis DEA,
misalnya dalam analisis sektor keuangan. Sherman dan Gold (1985) adalah peneliti pertama
yang menggunakan metode DEA untuk menghitung skor keuangan lembaga keuangan.
n
n
n
n
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
59
Bhattacharyya et al. (1997) adalah peneliti pertama yang menggunakan DEA VRS untuk
mengevaluasi efisiensi lembaga keuangan komersial antara tahun 1986 dan 1991.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Statistik Statistik Deskriptif
Sampel koperasi yang akan diteliti adalah Koperasi Simpan Pinjam yang dimiliki oleh
masyarakat umum dari 11 koperasi. Pemilihan sampel secara acak yaitu sampel yang diambil
berdasarkan referensi oleh kantor pusat koperasi Jakarta dengan memberikan surat
rekomendasi. Referensi oleh kantor pusat koperasi Jakarta didasarkan pada beberapa kriteria.
Hasil analisis data statistik deskriptif variabel input yaitu anggota, modal dan biaya operasi
dan output yaitu laba, aset, pinjaman dan pembayaran utang dari simpan pinjam koperasi di
Jakarta adalah sebagai berikut.
Tabel 4.1: Statistik Deskriptif 11 Koperasi Simpan Pinjam Milik Masyarakat
umum di Jakarta.
Variable N
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Standart
deviasi
Ahli 66 161 5731 1201.55 1260.43
Modal* 66 230153 75565086 8477445.77 1686000.00
Kos operasi* 66 34234 32631485 3731324.21 7980654.36
Keuntungan* 66 6406 2877732 617746.41 753565.91
Aset* 66 482297 136151438 20171956.03 3106000.00
Pinjaman* 66 428479 83894152 19131577.92 2544000.00
Balikhutang* 66 405155 83881548 18112394.15 2476000.00
Valid N
(listwise)
66
Sumber: Hasil pengiraan dengan SPSS 17. Keterangan: * (dalam ribuan).
Berdasarkan Tabell 4.1, hasil penelitian dari 2008 hingga 2013, di Koperasi Simpan
Pinjaman dari sebelas koperasi. Hasil analisis deskriptif variabel menunjukkan bahwa
keanggotaan terendah adalah 161 anggota dan keanggotaan maksimum adalah 5.731 anggota.
Rata-rata dari sebelas anggota Koperasi Pinjaman Publik berjumlah 1201 anggota.
Berdasarkan data ini dapat diketahui bahwa nilai minimum dengan deviasi maksimum cukup
besar. Ini dapat dilihat melalui nilai standar deviasi 1260.
Dalam Koperasi milik masyarakat dan Koperasi Pemberi Pinjaman, jumlah anggota yang
meningkat setiap tahun meningkat. Hal ini karena Koperasi Simpan Pinjam milik masyarakat
dapat menemukan anggota lebih mudah. Selanjutnya, berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat
bahwa modal minimum Rp. 230.153.000 sedangkan modal maksimum adalah Rp.
75.565.086.000 dan rata-rata dari sebelas Koperasi Simpan Pinjam selama enam tahun
sebesar Rp. 8.477.445.770. Berdasarkan data ini jumlah modal minimum dan jumlah
maksimum penyimpangan modal besar. Ini juga berkaitan dengan jumlah anggota,
peningkatan jumlah anggota akan mempengaruhi jumlah modal, yang telah dijelaskan di atas,
dan telah menunjukkan hasil nilai standar deviasi yang besar. Ini merupakan indikasi
perbedaan yang signifikan antara koperasi dengan anggota rendah dan anggota tinggi.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
60
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari sebelas koperasi, jumlah modal terbesar adalah di
Koperasi Kodanoa dengan modal minimum Rp.40.070.926.000 dan modal maksimum
Rp.75.565.086.000. Modal rata-rata dalam enam tahun adalah Rp.58.780.175.830. Untuk
koperasi dengan modal total terendah adalah Koperasi Sumber Jaya dengan nilai terendah
Rp230.153.000 dan nilai tertinggi adalah Rp. 654.496.000. Jumlah rata-rata modal adalah
Rp.400.747.500. Koperasi Simpan Pinjam Kodanoa adalah modal terbesar dibandingkan
Koperasi Simpan Pinjam lainnya. meskipun jumlah anggotanya lebih rendah dibandingkan
dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Kredit Sejati Mulya dan Koperasi Simpan Pinjam dan
Sehati. Ini karena jumlah modal ditentukan oleh iuran pokok, iuran wajib dan iuran sukarela,
yang besarnya tergantung pada masing-masing Koperasi Simpan Pinjam. Jumlah iuran
tergantung pada persetujuan para anggota koperasi.
Maka biaya operasi terendah adalah Rp. 34.234.000. Biaya operasi tertinggi adalah Rp.
32.631.485.000 dan biaya operasi rata-rata dari sebelas koperasi selama enam tahun
berjumlah Rp. 3.731.324.210. Berdasarkan data ini perbedaan yang sangat besar dapat dilihat
antara biaya operasi minimum dan biaya operasi maksimum. Ini karena ada hubungan dengan
ukuran koperasi. Ini berarti bahwa jika anggota koperasi rendah, maka biaya operasinya
rendah. dan sebaliknya.
Berdasarkan analisis dari total biaya operasi tertinggi, Koperasi Kodanoa berjumlah Rp.
32.631.485.000 sedangkan biaya terendah adalah Rp. 34.234.000 di Koperasi Sumber
Pinjaman Jaya. Biaya operasi tertinggi kedua adalah di Koperasi Wira Karya Jaya. Meskipun
jumlah anggota lebih kecil dibandingkan dengan Koperasi Sehati dan Koperasi Kodanoa
tetapi total biaya operasi lebih tinggi karena koperasi memberikan layanan kepada non-
anggota. Koperasi Wira Karya Jaya memberikan pinjaman kepada anggota dan bukan
anggota. Untuk meminjamkan uang, Koperasi Simpan Pinjam meminjam uang dari bank
pemerintah, sehingga koperasi mengeluarkan biaya untuk membayar tingkat bunga dari bank.
Berikutnya jumlah laba terendah adalah Rp6.406,00. Keuntungan maksimum sebesar
Rp2.877.732.000 dan rata-rata dari sebelas Koperasi Simpan Pinjam selama enam tahun
sebesar Rp. 617.746.410. Data telah menunjukkan perbedaan antara laba tertinggi dan laba
terendah. Ini ditunjukkan oleh standar deviasi Rp. 753, 565.912. Ini terkait dengan jumlah
anggota, modal dan biaya operasional di koperasi. Keuntungan terbesar adalah di Koperasi
Kodanoa dan laba terendah di Koperasi Sumber Jaya.
Berikutnya jumlah aset terendah adalah Rp. 482.297.000 dan total aset tertinggi adalah
Rp.136.151.438.000. Rata-rata sebelas koperasi adalah Rp.20.171.956.030. Berdasarkan data
perbedaannya sangat besar karena perbedaan jumlah aset tergantung pada jumlah
keanggotaan dan jumlah modal. Peningkatan keanggotaan dan modal akan menyebabkan
peningkatan total aset. Total aset tertinggi dimiliki oleh Koperasi Kodanoa sedangkan aset
terendah dimiliki oleh Koperasi Sumber Jaya.
Selanjutnya, pinjaman atau jumlah yang dipinjamkan kepada anggota tertinggi adalah sebesar
Rp.83.894.152.000 dan jumlah terendah sebesar Rp.428.479.000. Min dari sebelas koperasi
selama enam tahun berjumlah Rp.19.131.577.920. Data menunjukkan perbedaan yang
signifikan antara jumlah pinjaman tertinggi dan terendah. Jumlah modal yang rendah
disebabkan oleh jumlah keahlian yang rendah. Begitu juga sebaliknya. Dalam Koperasi
Simpan Pinjam ini ada yang memberikan pinjaman kepada bukan anggota. Misalnya,
Koperasi Wira Karya Jaya. Orang tidak mampu menjadi anggota karena mereka tidak mampu
membayar iuran pokok dan iuran wajib. Ini menjadi kendala bagi mereka untuk menjadi
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
61
anggota koperasi. Untuk jumlah tertinggi Kemampuan Pinjaman dipegang oleh Koperasi
Kodanoa dan yang terendah dipegang oleh Koperasi Makmur.
Selanjutnya, pembayaran utang terendah adalah Rp.405.155.000. Jumlah terbesar adalah
Rp.83.881.548.000. Rata-rata dari sebelas dari Koperasi Simpan Pinjam berjumlah
Rp18.112.394.150. Hal ini juga mirip dengan variabel-variabel lain bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara jumlah pembayaran utang terendah dan jumlah tertinggi dan juga
standar deviasi. Perbedaan antara jumlah pinjaman dan jumlah pembayaran utang untuk
koperasi milik masyarakat adalah 5,3 persen. Ini berarti anggota koperasi telah melunasi
hutang pada waktu yang ditentukan. Koperasi Kodanoa memiliki jumlah pinjaman tertinggi
sedangkan Koperasi Makmur memiliki jumlah pinjaman terendah.
4.2. Hasil analisis efisiensi Koperasi Simpan Pinjam menggunakan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA)
Uji efisiensi untuk Koperasi Simpan Pinjam dievaluasi sesuai dengan perhitungan efisiensi
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel menggunakan data input yaitu
total anggota, total modal dan biaya operasi dan data output yaitu total laba, total aset, jumlah
pinjaman dan pembayaran utang dan data yang digunakan dari 2008 hingga 2013,
menghasilkan nilai efisiensi untuk Koperasi Simpan Pinjam Masyarakat. Hasil uji efisiensi
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) ditunjukkan pada tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.2 Tabel efisiensi Koperasi Simpan Pinjam milik masyarakat dengan metode DEA
(CRS danVRS)
No Nama Koperasi Efisiensi metode DEA
CRS (%) VRS (%)
1 Koperasi Sumber Jaya 71.40 100
2 Koperasi Ksp Kodanoa 28.91 51.28
3 Koperasi Sejati Mulya 54.74 74.47
4 Koperasi Sehati 29.87 61.54
5 Koperasi Rawa Badung 35.40 55.69
6 Koperasi Wira Karya Jaya 72.40 100
7 Koperasi Ceger 100 100
8 Koperasi Tunas Jaya 50.89 54.21
9 Koperasi Kesejahteraan Kaum Ibu 58.47 79.47
10 Koperasi Kemauan Bersama 100 100
11 Koperasi Makmur 63.12 64.39 Jumlah 665.20 841.05 Purata 60.47 76.46
Sumber: Perhitungan dengan Sofware Data Envelopment Analysis (DEA)
Untuk Koperasi Simpan Pinjam milik Masyarakat, nilai tertinggi untuk hasil perhitungan
efisiensi menggunakan metode CRS adalah Koperasi Simpan Pinjam Ceger dan Koperasi
Kemauan Bersama dengan efisiensi 100 persen, diikuti oleh Koperasi Simpan Pinjam Wira
Karya Jaya dengan efisiensi 72,40 persen sementara koperasi lain memiliki nilai lebih kecil,
terkecil dari Koperasi Simpan Pinjam Kodanoa 28,91 persen dan Koperasi Simpan Pinjam
Sehati sebesar 29,87 persen. Nilai efisiensi rata-rata sebelas koperasi adalah 60,47 persen
berarti koperasi simpan pinjam milik masyarakat tidak efisien dengan metode CRS. Jadi ada
dua koperasi simpan-pinjam milik masyarakat yang efisien dan sembilan koperasi lainnya
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
62
tidak efisien karena nilainya masih di bawah 100 persen. Nilai terbesar dari metode VRS
adalah 100 persen Koperasi Simpan Pinjam sumber Jaya, 100 persen Koperasi Simpan
Pinjam Wira Karya Jaya, Koperasi Simpan Pinjam Ceger dan Koperasi Simpan Pinjam
kemauan bersama100 persen, diikuti oleh Koperasi Simpan Pinjam lainnya, Koperasi Simpan
Pinjaman kesejahteraan Kaum Ibu sebesar 79,19 persen dan nilai efisiensi paling rendah dari
Koperasi Simpan Pinjam yaitu Koperasi Kodanoa sebesar 57,27 persen. Nilai efisiensi rata-
rata sebelas koperasi adalah 76,46 persen berarti Koperasi masih tidak efisien, tetapi ada
empat koperasi simpan pinjam yang mencapai 100 persen berarti koperasi itu efisien, sisanya
tujuh koperasi yang masih di bawah 100 persen belum efisien.
Jadi ada perbedaan dalam metode yang digunakan untuk menghitung nilai efisiensi CRS dan
VRS, yaitu jika nilai metode VRS lebih besar dari CRS (nilai VRS 76,46%> nilai CRS 60,47
persen berarti metode VRS lebih baik daripada metode CRS. yang mencapai efisiensi 100
persen untuk empat koperasi sedangkan metode CRS efisiensi penuh hanya untuk dua
koperasi.
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai efisiensi 11 koperasi dengan
metode CRS atau VRS untuk nilai efisiensi rata-rata untuk CRS adalah 60,47 persen dan
VRS adalah 76,46 persen. Perhitungan kedua metode belum mencapai 100 persen berarti
masih tidak efisien, tetapi ada 4 koperasi dari 11 koperasi yang telah mencapai efisiensi 100
persen. Karenanya, ada 7 Koperasi Simpan Pinjam yang belum mencapai tingkat efisiensi
penuh. Ini membuktikan bahwa Koperasi Simpan Pinjam belum mampu mengoptimalkan dan
memanfaatkan sumber daya yang ada untuk digunakan dalam menghasilkan output yang
optimal. Oleh karena itu, Koperasi Simpan Pinjam harus dapat mengoptimalkan operasinya
sehingga nilai efisiensi dapat meningkat 100 persen di masa mendatang.
Koperasi Simpan Pinjam tidak efisien karena penggunaan input yang berlebihan dan output
yang tidak optimal. Ketidakefisienan ini disebabkan oleh penggunaan input yang berlebihan
yang meliputi penggunaan kebutuhan karyawan dan rekomendasi yang diberikan dengan
meningkatkan kinerja koperasi serta mengoptimalkan penggunaan modal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data deskriptif, koperasi simpan pinjam variabel input yaitu
anggota, modal, biaya operasi dan output yaitu keuntungan, aset, pinjaman, pembayaran
utang, berdasarkan hasil penelitian bahwa setiap tahun terjadi peningkatan jumlah anggota,
meningkatkan jumlah anggota akan mempengaruhi peningkatan total modal, total aset,
pinjaman, dan laba.
Penelitian ini berfokus pada efisiensi sebelas Koperasi Simpan Pinjam dari 2008 hingga 2013
di Jakarta. Analisis penelitian ini menggunakan DEA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengukuran efisiensi Koperasi Simpan Pinjam mencapai tingkat efisien koperasi yang
dimiliki oleh masyarakat dengan efisiensi rata-rata 76,46 persen. Kesimpulannya, penelitian
ini menemukan bahwa efisiensi Koperasi Simpan Pinjam yang diteliti di Wilayah Jakarta
cukup baik dengan nilai rata-rata di atas 70 persen secara keseluruhan.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
63
5.2. Keterbatasan penelitian dan saran kedepan yang Diusulkan
Studi yang dilakukan pada Koperasi Simpan Pinjam ini memiliki beberapa keterbatasan dan
masalah yang diakui dan tidak bisa dihindari. Keterbatasan penelitian yang dihadapi peneliti
terkait dengan data penelitian. Data koperasi terutama terkait dengan pelaporan keuangan
belum tersedia untuk umum untuk penelitian atau penggunaan publik. Ini berbeda dengan
laporan keuangan untuk industri perbankan yang laporannya dipublikasikan untuk
kepentingan umum. Data penelitian ini harus diperoleh langsung dari koperasi yang
merupakan sampel penelitian dan penelitian ini harus disetujui oleh kantor pusat koperasi
pemerintah. Pemerintah menentukan koperasi mana yang dapat ditinjau dan digunakan
sebagai sampel untuk penelitian ini.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan data
yaitu 7 bulan. Penelitian akan dimulai dari September 2014 hingga awal 2015 di mana
periode untuk memperoleh data pelaporan keuangan adalah 2008-2013. Kesulitan yang
dihadapi oleh peneliti adalah tidak ada data di kantor pusat koperasi, ada data tetapi tidak
lengkap dan tidak cocok sebagai variabel. dalam penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan untuk diimplementasikan di wilayah atau kota Jakarta Pusat,
Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Penyelidik disarankan untuk
terus bekerja dengan koperasi dengan membawa surat rekomendasi yang direkomendasikan
oleh pemerintah yaitu dari Dinas Koperasi
.
Disarankan penelitian kedepan adalah memperbanyak penelitian berkaitan Koperasi Simpan
Pinjam di Indonesia kerana masih kurang dilakukan oleh peneliti dari tingkat kabupaten/kota
atau provinsi. karena masih kurang oleh peneliti dari ruang lingkup kota atau provinsi. Ini
karena sulitnya mendapatkan data. Koperasi di Indonesia belum secara terbuka membuat
laporan keuangan dapat diakses oleh publik melalui situs web seperti bank. Dengan
demikian, studi ilmiah tentang koperasi tidak dapat dilakukan secara mendalam oleh peneliti
universitas karena keterbatasan data. Studi ini mungkin hanya terkonsentrasi di lingkungan
pemerintah saja yang cenderung kurang keahlian dalam menghasilkan analisis mendalam
menggunakan berbagai metode ekonometrik.
Berdasarkan batasan yang dibahas di atas, beberapa saran diberikan sebagai berikut: Pertama,
pemerintah perlu segera membuat kebijakan sehingga koperasi memberikan informasi yang
jelas dan bertanggung jawab tentang laporan keuangan dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan Koperasi Simpan Pinjam. Dengan cara ini, studi komprehensif terhadap koperasi
dapat dilakukan dan temuan penelitian dapat diterapkan dengan cara yang lebih luas. Kedua,
upaya untuk memasukkan informasi dan data pada laporan keuangan dan rincian koperasi
online harus dimulai dan dipromosikan sehingga akses dapat dilakukan oleh para peneliti.
Dengan cara ini, biaya keuangan dan waktu dapat dihemat ketika penelitian tentang koperasi
dapat dilakukan segera.
DAFTAR PUSTAKA
Aigner, D., Lovell, C. K., & Schmidt, P. (1977). Formulation and estimation of stochastic
frontier production function models. Journal of econometrics, 6(1), 21-37.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
64
Ali, A. I., & Seiford, L. M. (1993). The mathematical programming approach to efficiency
analysis. The measurement of productive efficiency: Techniques and applications,
120-159.
Al-Jarrah, I., & Molyneuxa, P. (2003). Cost efficiency, scale elasticity and scale economies in
Arabian banking. Financial Development in Arab Countries, 25.
Ara, S. (2016). Profit and Cost Efficiencies of Conventional Banking (CB) and Islamic
Banking (IB) Using Stochastic Frontier Approach: A Comparative Study. Journal of
Islamic Economics, Banking and Finance, 113(3517), 1-27.
Ardiani Rohmah, (2014). Efisiensi Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam di
Jawa Timur dengan Kaedah Data Envelopment Analysis (DEA). (Master Thesis,
Universitas Airlangga).
Ascarya, I., Achsani, N., Yumanita, D., & Rokhimah, G. S. (2009). Positioning Analysis of
Islamic Bank Vis-À-Vis Conventional Bank in Indonesia Using Parametric STA and
DFA Methods, Islamic Finance & Business Review. Vol 4 No. 2. 785-807.
Athanassopoulos, A. D. (1998). Nonparametric frontier models for assessing the market and
cost efficiency of large-scale bank branch networks. Journal of Money, Credit and
Banking, 172-192.
Banker, R. D. (1996). Hypothesis tests using data envelopment analysis. Journal of
productivity analysis, 7(2-3), 139-159.
Banker, R. D., Charnes, A., & Cooper, W. W. (1984). Some models for estimating technical
and scale inefficiencies in data envelopment analysis. Management science, 30(9),
1078-1092.
Banker, R. D., Charnes, A., & Cooper, W. W. (1984). Some models for estimating technical
and scale inefficiencies in data envelopment analysis. Management science, 30(9),
1078-1092.
Banker, R. D., Charnes, A., Cooper, W. W., Swarts, J., & Thomas, D. (1989). An
introduction to data envelopment analysis with some of its models and their
uses. Research in governmental and nonprofit accounting, 5, 125-163.
Bekkum, O. V., & Bijman, J. (2006, May). Innovations in cooperative ownership: converted
and hybrid listed cooperatives. In 7th international conference on management in
agrifood chains and networks, Ede, The Netherlands (Vol. 31).
Berger, A. N., & DeYoung, R. (1997). Problem loans and cost efficiency in commercial
banks. Journal of Banking & Finance, 21(6), 849-870.
Berger, A. N., & Hannan, T. H. (1998). The efficiency cost of market power in the banking
industry: A test of the “quiet life” and related hypotheses. Review of Economics and
Statistics, 80(3), 454-465.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
65
Bogetoft, P., & Otto, L. (2010). Benchmarking with Dea, Sfa, and R (Vol. 157). Springer
Science & Business Media.
Bolli, T. & Thi, A.V.(2012). On the Estimation of Efficiency and Economies of Scale in
Microfinance Intitutions. KOF Working Papers Swiss Federal Institute of Technology
Zurich , 12(296): 2-11.
Charnes, A., Cooper, W. W., Lewin, A. Y., & Seiford, L. M. (Eds.). (2013). Data
envelopment analysis: Theory, methodology, and applications. Springer Science &
Business Media.
Charnes, A., Cooper, W. W., & Rhodes, E. (1978). Measuring the efficiency of decision making units. European journal of operational research, 2(6), 429-444.
Coelli T.J., Rao, D.S.P. ODonnell, C.J., and Battese G.E. (2005). An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis, Spring Science And Business Media. New York.
Demirbag, M., Tatoglu, E., Glaister, K. W., & Zaim, S. (2010). Measuring strategic decision
making efficiency in different country contexts: A comparison of British and Turkish
firms. Omega, 38(1-2), 95-104.
Djoko Mulyono, (2012). Buku Pintar Strategi Bisnis Koperasi Simpan Pinjam. Penerbit
Andi, Yoyakarta.
Drake, L., & Howcroft, B. (1999). Measuring the relative efficiency of the selling function:
an application of data envelopment analysis to UK bank branches. Journal of
Financial Services Marketing, 3, 297-315.
Edy Hartono, (2009). Analisis efisiensi biaya industri perbankan indonesia dengan
menggunakan kaedah parametrik stochastic frontier analysis. (Thesis Program Study
Magister Manajemen, Universitas Diponegoro).
Firdaus, M., & Susanto, A. E. (2002). Perkoperasian: sejarah, teori, dan praktek. Ghalia
Indonesia.
Fried, H. O., & Lovell, C. K. (1994). Enhancing the performance of credit unions: the
evolution of a methodology. Recherches Économiques de Louvain/Louvain Economic
Review, 60(4), 431-447.
Fried, H. O., Lovell, C. K., & Schmidt, S. S. (2008). Efficiency and productivity. The
measurement of productive efficiency and productivity growth, 3, 3-91.
Gong, B. H., & Sickles, R. C. (1992). Finite sample evidence on the performance of
stochastic frontiers and data envelopment analysis using panel data. Journal of
Econometrics, 51(1-2), 259-284.
Gunawan, F. A. (2016). Analisis Tingkat Efisiensi Bank BUMN dengan pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, 2(8).
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
66
Hadad, M. D., Santoso, W., Mardanugraha, E., & Ilyas, D. (2003). Pendekatan Parametrik
Untuk Efisiensi Perbankan Indonesia. Universitas Indonesia.
Hasan, Z., (2004). Measuring The Efficiencyof Islamic Banks: Criteria, Methods and Social
Priorities. Review of Islamic Economics, 8(2), 5-30.
Hasan, Z., (2005). Evaluation of Islamic Banking Performance: On the Current Use of
Econometric Models. Paper presented in International Conference on Islamic
Economics and Finance, Jakarta-Indonesia.
Hendar, (2010). Manajemen Perusahaan Koperasi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hendrojogi, (1997). Koperasi, Asas-Asas, Teori dan Praktek. PT Raja Grafindo, Jakarta.
Isik, I., & Hassan, M. K. (2002). Technical, scale and allocative efficiencies of Turkish
banking industry. Journal of Banking & Finance, 26(4), 719-766.
Ismail, F., Rahim, R. A., & Majid, M. S. A. B. D. (2010). Determinant of Efficiency in
Malaysian Banking Sector. Retrieved October, 1, 2003.
Kusnadi hendar, (2005). Ekonomi Koperasi, Lembaga. Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Luo, X. (2003). Evaluating the profitability and marketability efficiency of large banks: An
application of data envelopment analysis. Journal of Business research, 56(8), 627-
635.
Marwa, N., & Aziakpono, M. (2016). Technical and scale efficiency of Tanzanian saving and
credit cooperatives. The Journal of Developing Areas, 50(1), 29-46.
Muhari, S., & Hosen, M. N. (2014). Tingkat Efisiensi BPRS di Indonesia: Perbandingan
metode SFA dengan DEA dan Hubungannya dengan CAMEL. Jurnal Keuangan Dan
Perbankan, 18(2).
Muljono, T. P. (1986). Analisa Laporan Keuangan untuk Perbankan. Djambatan. Karya
Unipress. Jakarta.
Mutis, Thoby. (1992). Pengembangan Koperasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nasution, M., Budiana, T., Kusumastuti, & Murni, S. H. (2008). Koperasi: menjawab kondisi
ekonomi nasional. Pusat informasi Perkoperasian.
Ngo, D. T. (2010). Evaluating the efficiency of Vietnamese banking system: An application
using Data Envelopment Analysis.
Priyambodo, R. H. (2014). Menkop: Jumlah koperasi dan UMKM terus meningkat. Antara
News (01 Pebruari.
Mpu Procuratio : Jurnal Penelitian Manajemen Volume 1,Nomor 1,April 2019 Hal 40-67
[email protected] ISSN 2684-8775 (Online)
67
Rahmawati, R., & Hosen, M. N. (2012). Efficiency of Fund Management of Sharia Banking
in Indonesia (Based On Parametric Approach). International Journal of Academic
Research in Economics and Management Sciences, 1(2), 144.
Reksohadiprojo, Sukanto, (2010). Manajemen Koperasi. Fakultas Ekonom Universitas Gajah
Mada, Jogyakarta, BPFE.
Saad, W., & El-Moussawi, C. (2009). Evaluating the productive efficiency of Lebanese
commercial banks: Parametric and non-parametric approaches. International
Management Review, 5(1), 5.
Schmidt P., & Lovell C.A.K., (1979). Estimating technical and allocative in efficiency
relative to stochastic production and cost frontier. Journal econometric. 9(3), 343-
366.
Seiford, L. M., & Thrall, R. M. (1990). Recent developments in DEA: the mathematical programming approach to frontier analysis. Journal of econometrics, 46(1-2), 7-38.
Tiktik Sartika Pratomo, (2008). Ekonomi Koperasi. Ghalia Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia nombor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Undang-undang Republik Indonesia nombor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.