Upload
phungduong
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Pengukuran Karakteristik Propagasi Kanal VHF pada Band
Orbcomm
AFIRA GENUBHY – NRP 2207100604
Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, Keputih – Sukolilo, Surabaya 60111
ABSTRAK
Orbcomm adalah satelit telekomunikasi yang
menyediakan pengiriman pesan digital dua arah,
komunikasi data dan pelayanan letak geografis.
Orbcomm terdiri dari 36 buah satelit yang berada pada
orbit LEO (Low Earth Orbital) dengan gateway tersebar
di seluruh dunia. Komunikasi radio menggunakan
Orbcomm beroperasi pada VHF (Very High Frequency)
dengan spektrum frekuensi uplink 148-150.05 MHz dan
downlink 137-138 MHz. Komunikasi radio VHF
digunakan secara luas untuk komunikasi jarak jauh.
Komunikasi radio yang maksimum dipengaruhi oleh
banyak hal, antara lain lokasi, frekuensi dan waktu
pengiriman. Pengukuran karakteristik propagasi
merupakan kegiatan dasar yang cukup penting untuk
rancang bangun sistem komunikasi.
Pada tugas akhir ini akan dilakukan pengukuran
terhadap parameter-parameter propagasi yang
berpengaruh pada komunikasi radio VHF dan
mengevaluasi parameter-parameter tersebut sehingga
diperoleh karakteristik propagasi di lokasi pengukuran.
Dari hasil pengukuran, diperoleh waktu
pengukuran terbaik pada siang hari karena rata-rata
level daya terima sebesar -77,7 dBm. Jarak maksimum
level daya yang dapat diterima antena penerima pada
pagi hari yaitu sejauh 7,41 km. Dari uji normalitas yang
dilakukan diperoleh bahwa seluruh data pengukuran
tidak berdistribusi normal.
Keywords
Radio VHF, Fading, Pathloss, Propagasi Gelombang
Radio
1. PENDAHULUAN Pada saat ini komunikasi radio merupakan suatu
bentuk komunikasi modern yang memanfaatkan
gelombang radio sebagai sarana untuk membawa suatu
pesan sampai ke tempat tujuannya. Untuk itu dapat
dieksplorasi alokasi kanal VHF (Very High Frequency)
dengan pertimbangan band tersebut mempunyai
keandalan menjangkau daerah yang cukup luas dan
tingkat kerugian yang rendah. Salah satu aplikasi yang
menjanjikan adalah pemanfaatan satelit Orbcomm yang
berada pada orbital LEO (Low Earth Orbit) agar
jangkauan VHF ini menjadi lebih global.
Dalam komunikasi radio harus diperhatikan
pengiriman sinyal dengan jarak tertentu antara antena
pemancar dan penerima, tidak terkecuali penerimaan
sinyal secara bergerak. Ketidakteraturan permukaan
bumi menyebabkan sinyal mengalami mekanisme
propagasi gelombang radio yang meliputi reflection
(pantulan), difraction dan scattering (penghamburan).
Mekanisme tersebut menimbulkan lintasan jamak
(multipath) pada proses pengiriman dan penerimaan
informasi gelombang radio. Hal tersebut dapat
menimbulkan rugi-rugi propagasi yang menyebabkan
berkurangnya kondisi sinyal pada penerima (fading).
Dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan pengukuran
yang dapat dijadikan acuan karakteristik propagasi
apabila satelit Orbcomm sudah beroperasi di Indonesia.
Fading dan redaman propagasi VHF akan diukur
dengan menggunakan spectrum analyzer tipe
Tektronix 2711 dan antena penerima VHF jenis
monopole.
2. DASAR TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Band VHF
VHF digunakan untuk radio komunikasi jarak
jauh dan beroperasi pada frekuensi 30-300 Mhz dengan
panjang gelombang 1-10 meter [3]. Frekuensi kanal
VHF diusahakan harus Line of Sight (LOS). Jika pada
jarak antara dua stasiun terdapat objek–objek yang
lebih tinggi dari pancaran gelombang radio, maka sudah
pasti transmisi yang dikirimkan ataupun diterima akan
terhambat.
Propagasi gelombang radio VHF digunakan
untuk broadcasting, penyiaran radio FM, televisi,
pemancar telepon genggam darat (darurat, bisnis, dan
militer), radio amatir, komunikasi laut, pengawas lalu
lintas udara dan sistem navigasi udara.
2.2 Standard dan Regulasi Alokasi Frekuensi
Pemanfaatan spektrum frekuensi radio sebagai
sumber daya alam perlu dilakukan secara tertib, efisien
dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak
menimbulkan gangguan yang merugikan [4].
2
Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia
ditetapkan dengan mengacu kepada alokasi Spektrum
Frekuensi Radio Internasional untuk wilayah 3 (region
3) sesuai Peraturan Radio yang ditetapkan oleh
International Telecommunication Union (ITU).
Alokasi frekuensi satelit bergerak Indonesia yang
digunakan ditunjukkan oleh Tabel 1 [5].
Tabel 1. Alokasi frekuensi satelit bergerak Indonesia
Alokasi untuk Dinas
Region 1 Region 2 Region 3
148 – 149.9
TETAP
BERGERAK kecuali
bergerak penerbangan (R)
BERGERAK-SATELIT
(Bumi ke angkasa) S5.209
S5.220 S5.219 S5.223
148 – 149.9
TETAP
BERGERAK
BERGERAK-SATELIT (Bumi ke
angkasa)
S5.209
S5.218 S5.219 S5.221
149.9 – 150.05 BERGERAK-SATELIT (Bumi ke angkasa) 5.209
5.224A
NAVIGASI RADIO-SATELIT S5.224B
S5.220 S5.222 S5.223
2.3 Konsep Dasar Propagasi Gelombang
Radio
Mekanisme dasar propagasi gelombang
elektromagnetik bermacam-macam, tetapi secara umum
dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu refleksi, difraksi
dan scattering. Gambar 1 menunjukkan mekanisme
propagasi gelombang radio.
Gambar 1. Propagasi gelombang radio
A. Free Space
Free space adalah propagasi ruang bebas,
yaitu sinyal yang dipancarkan langsung diterima
oleh antena penerima sehingga tidak ada rugi yang
disebabkan medium.
(1)
dimana:
Pr = daya terima (Watt)
Pt = daya pancar (Watt)
Gt = gain antena pemancar (dB)
Gr = gain antena penerima (dB)
λ = panjang gelombang (meter)
D = jarak antena pmancar dan penerima
(km)
B. Refleksi
Refleksi atau pantulan terjadi pada saat
suatu sinyal bertumbukan dengan suatu permukaan
yang lebih besar dibandingkan dengan panjang
gelombang sinyal tersebut.
C. Difraksi
Difraksi terjadi saat lintasan dari gelombang
dihalangi oleh permukaan yang tidak teratur (tajam
dan kecil). Difraksi memungkinkan gelombang
radio merambat sepanjang permukaan bumi yang
berbeda-beda ketinggiannya.
D. Scattering
Scattering terjadi ketika perambatan
gelombang elektromagnetik dihalangi oleh media
yang mempunyai ukuran dimensi lebih kecil jika
dibandingkan dengan panjang gelombang yang
dikirim dari transmitter sehingga menyebabkan
pemantulan ke segala arah.
2.4 Lintasan jamak (Multipath)
Mekanisme propagasi gelombang radio
menyebabkan terjadinya lintasan jamak (multipath).
Dengan adanya multipath komponen sinyal yang
diterima penerima dapat berupa direct path (sinyal yang
langsung ke arah penerima) dan indirect path (sinyal
datang ke penerima tidak secara langsung). Selain ada
energi yang langsung dipancarkan, ada juga energi yang
mengalami refleksi, difraksi dan scaterring yang
dipengaruhi oleh bensa-benda di sekitarnya. Sehingga
setiap perubahan posisi pemancar dan penerima akan
berpengaruh dengan perubahan total penjumlahan
sinyal yang diterima. Multipath merupakan hal yang
harus dihindari dalam sistem komunikasi wireless
karena dapat memberikan kerugian dalam sistem
transmisi.
2.5 Karakteristik Propagasi Gelombang
Radio 2.5.1 Fading
Fading adalah fluktuasi fasa, polarisasi atau level
daya terima sebagai fungsi waktu. Umumnya fading
disebabkan oleh pengaruh mekanisme propagasi
terhadap gelombang radio seperti refleksi, refraksi,
difraksi, hamburan, atenuasi, ducting dan lain-lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fading [6]
adalah:
a. Propagasi multipath
b. Kecepatan pergerakan receiver
c. Kecepatan gerak objek lain
d. Bandwidth transmisi dari sinyal
Dengan kata lain fading diakibatkan oleh
kondisi geometri dan meteorologi lingkungan. Fading
menyebabkan suatu kondisi dimana sinyal yang
diterima terlalu buruk untuk dilakukan pemrosesan
3
sinyal. Masalah yang diakibatkan fading ada dua
macam yaitu penurunan dan fluktuasi sinyal.
Fading dibagi atas 2 jenis yaitu:
a. Large Scale Fading
Large scale fading terjadi karena adanya redaman
sebagai fungsi jarak, dan shadowing karena obstacle
oleh obyek yang besar (gedung dan gunung).
b. Small Scale Fading
Small Scale Fading terjadi karena penjumlahan yang
konstruktif dan destruktif dari komponen-komponen
lintasan jamak antara pemancar dan penerima.
Gambar 2. Fading terhadap jarak
2.5.2 Redaman Propagasi
Redaman propagasi (Path Loss) adalah besarnya
daya yang hilang dalam menempuh jarak tertentu.
Besarnya redaman ditentukan oleh kondisi alam seperti
tidak adanya halangan antara pemancar dengan
penerima. Redaman sangat dipengaruhi oleh jarak
antara pemancar dengan penerima dan frekuensi yang
digunakan. Adanya pemantulan dari beberapa obyek
dan pergerakan mobile station menyebabkan kuat sinyal
yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal
yang diterima tersebut mengalami path loss. Tanpa
memperhitungkan kondisi alam dan lokasi dimana
pemancar dan penerima berada, besarnya Path Loss
dapat dihitung dengan menggunakan rumus “Free
Space Loss” sebagai berikut:
(2)
Redaman lintasan untuk model propagasi ruang
bebas ketika penguatan antena ikut diperhitungkan,
dinyatakan dengan rumus:
(3)
Nilai redaman propagasi yang terjadi dapat juga
dihitung dengan rumus:
(4)
Dimana:
Lfs = Free space loss (dB)
Pt = daya pancar (dB)
Pr = daya terima (dB)
Gt = gain antena pemancar (dB)
Gr = gain antena penerima (dB)
d = jarak antena pemancar dan penerima (km)
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (MHz)
3. METODOLOGI 3.1 Metodologi Pengukuran Karakteristik Propagasi
Pada metode pengukuran karakteristik propagasi
perlu diketahui terlebih dahulu langkah-langkah yang
akan dilakukan serta parameter-parameter yang akan
diukur. Flowchart dari metodologi sistem ditunjukkan
pada gambar 3
Gambar 3. Flowchart metodologi sistem pengukuran
3.2 Peralatan Pengukuran
3.2.1 Hardware (Perangkat Keras)
Hardware yang digunakan untuk melakukan
pengukuran dan pengambilan data melalui kanal VHF
ini adalah sebagai berikut:
1. Tranceiver Kenwood TM 241A
2. Spektrum Analyzer tipe Tektronix 2711
3. Laptop/PC
4. Antena NR 790 dan antena penerima Larsen PO
150.
5. Kabel Penghubung coaxial RG 58 tipe 50 ohm
dengan panjang 5 m.
6. Tone Generator
7. General Purpose Interface Bus (GPIB)
8. Global Positioning System (GPS)
4.2.2 Software (Perangkat Lunak)
4
Tranceiver
Kenwood
Laptop
Tone
Generator GPS Laptop
Spectrum
Analyzer
Software yang digunakan dalam pengukuran ini
adalah CVI-Lab Windows 8.5 berfugsi agar antara PC
dengan spectrum analyzer dapat berkomunikasi dan
General Purpose Interface Bus (GPIB) yang berfungsi
sebagai interface ke Laptop, serta Matlab 7.7 untuk
pengolahan data katakteristik propagasi.
3.3 Konfigurasi Rangkaian Pengukuran
Konfigurasi rangkaian pengukuran karakteristik
propagasi kanal VHF akan dilakukan dengan
konfigurasi peralatan adalah sebagai berikut:
Antena Antena
Base Station Mobile Station
Gambar 4. Konfigurasi Rangkaian Pengukuran
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa ada dua
sistem yang harus dibangun, yaitu sistem pada base
station (pemancar) dan sistem pada mobile station
(penerima).
Untuk spectrum analyzer harus dilakukan proses
kalibrasi yang kemudian dilanjutkan dengan
normalisasi. Jika spectrum analyzer telah dikalibrasi
sebelumnya, maka cukup melakukan proses normalisasi
saja ketika spectrum analyzer dinyalakan.
Proses kalibrasi ini membutuhkan waktu selama
15 menit. Setelah proses selesai hubungkan spectrum
analyzer dengan antena VHF dan nyalakan PC yang
telah terintegrasi dengan program CVI dan GBIP.
Gambar 5. Tampilan program Spectrum Analyzer
Gambar 5 menunjukkan tampilan program perekaman
data. Setelah itu baru dapat dilakukan proses perakaman
data.
3.4 Metode Pengolahan Data
3.4.1 Fading
Dari proses pengukuran yang dilakukan akan
diperoleh dua buah data yang terekam. Data pertama
adalah nilai daya yang diterima spectrum analyzer
(Gambar 6) dan data kedua adalah data yang berasal
dari GPS (Gambar 7) yang dapat digunakan untuk
menentukan hubungan nilai redaman terhadap jarak.
Gambar 6. Hasil rekaman data daya terima di penerima
Gambar 7. Hasil rekaman data pada GPS
3.3.2 Pathloss (Redaman)
Nilai redaman diperoleh dari selisih antara daya
pancar dan daya terima, kemudian akan digambarkan
grafik yang menyatakan hubungan antara redaman
tersebut terhadap jarak.
Selanjutnya nilai redaman akan dinyatakan atau
digambarkan dalam fungsi 10*log10(jarak). Hal ini
dilakukan untuk menentukan nilai tetapan propagasi (n)
yang merupakan parameter yang memberikan
karakteristik lingkungan dari sistem komunikasi radio.
4. HASIL DAN ANALISA 4.1 Fading terhadap fungsi waktu
Untuk mendapatkan fading terhadap fungsi
waktu, dilakukan perbandingan antara level daya terima
waktu pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan
penerima bergerak dengan arah menjauh dari pemancar,
dimulai dari base station sampai pada tempat atau
lokasi dimana pengukuran dihentikan karena mobile
station (penerima) tidak lagi menerima sinyal yang
dipancarkan dari base station.
4.1.1 Waktu pengukuran pagi hari (Nganjuk)
Selama 28 menit pengukuran diperoleh data
yang terekam untuk frekuensi 149.245 adalah 677 data.
Dari sinyal fading pada Gambar 8 terlihat bahwa level
daya masih bisa diterima oleh penerima sebelum 900
detik pertama, sedangkan setelah detik ke 900 sinyal
yang dipancarkan pemancar mulai banyak terganggu
dan setelah detik ke 1500 sinyal suara sudah tidak bisa
Power
Supply
5
ditangkap oleh penerima, sinyal yang ditangkap
hanyalah noise saja.
Dengan menggunakan program Matlab, maka
hasil fluktuasi daya yang diterima pada saat pengukuran
di pagi hari dapat ditampilkan:
Gambar 8. Fading waktu di Nganjuk saat pagi hari
4.1.2 Waktu pengukuran pagi hari (Surabaya)
Daerah pelayanan dari komunikasi radio mobil
mencakup daerah urban, dimana analisa propagasi
gelombang radio perlu memperhatikan rugi-rugi
lintasan propagasi. Kuat medan sinyal yang
ditransmisikan berfluktuasi karena lingkungan urban
yang khas dimana lintasan propagasi line of sight antara
pemancar dan penerima dibayangi oleh penghalang
berupa bangunan tinggi.
Gambar 10 menunjukkan pengukuran fading saat
pagi hari di Surabaya adalah sebagai berikut:
Gambar 9. Fading waktu di Surabaya saat pagi hari
Pengukuran fading pagi hari di Surabaya
diperoleh seperti Gambar 10, dimana sinyal melemah
secara kontinyu seiring dengan semakin jauhnya jarak
antara pengirim dan penerima. Dari Gambar 10 dapat
dilihat bahwa level daya masih bisa diterima oleh
penerima di 1500 detik pertama, sedangkan setelah
detik ke 1500 sinyal yang dipancarkan pemancar mulai
mengalami interferensi yang diakibatkan noise
lingkungan dan setelah detik ke 3600 sinyal suara sudah
tidak bisa ditangkap oleh penerima, sinyal yang
ditangkap hanyalah noise saja.
Dari grafik hubungan antara level daya terima
dengan waktu pengukuran menunjukkan terjadinya
penurunan level daya yang diterima dengan semakin
lamanya proses pengukuran. Pada saat pengukuran,
sinyal masih dapat diterima hingga detik ke 3600.
Sinyal tidak dapat diterima secara kontinyu di setiap
detik dikarenakan rute perjalanan pengukuran yang
tidak selalu menjauhi antena pemancar.
4.2 Redaman propagasi terhadap fungsi jarak
Hasil pengukuran redaman propagasi dapat
dibandingkan ke dalam fungsi jarak. Rute pergerakan
penerima yang diperoleh dari Google Earth ditunjukkan
pada Gambar 10:
(a) (b)
Gambar 10.(a) Rute pergerakan penerima di Nganjuk
dan 10.(b) Rute pergerakan penerima di Surabaya
Gambar 11 Redaman propagasi Nganjuk saat malam
hari
Gambar 12. Redaman propagasi Surabaya saat malam
hari
Hasil pengukuran yang dilakukan pada malam
hari berbeda dengan hasil pengukuran lainnya. Pada
pengukuran malam hari tidak banyak terjadi interferensi
sehingga sinyal yang diterima dari penerima di suatu
unit mobil yang bergerak tidak mengalami banyak
peredaman dan jarak jangkauannya lebih pendek
dibandingkan pengukuran sebelumnya.
6
Untuk mengetahui nilai tetapan propagasi pada
lingkungan pengukuran maka dilakukan hubungan
antara level daya terima dengan logaritma jarak.
Gambar 13 menunjukkan nilai tetapan propagasi (n)
saat malam hari sebesar 3,13.
Gambar 13. Hubungan logaritmik jarak dengan level
redaman
4.3 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui
normal atau tidaknya sebuah distribusi. Gambar 14
menunjukkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov.
Gambar 14. Histogram di Surabaya saat malam hari
Dari tabel diperoleh nilai sebesar 0,505 dan tidak
signifikan pada 0,05 (karena p=0,96 > 0,05). Jadi
hipotesis nol tidak diterima yang berarti gagal tolak
variabel berdistribusi normal. Dari hasil pengujian
diperoleh seluruh data tidak berdistribusi normal.
5. KESIMPULAN Dari hasil pengambilan data yang dilakukan
selama pengerjaan Tugas Akhir, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Jarak maksimum sinyal terima antena di daerah
Surabaya diperoleh saat pagi hari yaitu mencapai
7,41 km. Pada saat siang hari mencapai 4,15 km
dan malam hari mencapai 4,9 km.
2. Jarak maksimum sinyal terima antena di daerah
Nganjuk diperoleh saat siang hari yaitu mencapai
6,97 km. Pada saat siang hari mencapai 4,93 km
dan malam hari mencapai 3,37 km.
3. Waktu pengukuran terbaik pada siang hari
karena rata-rata level daya terima sebesar -77,7
dBm
4. Dari uji normalitas yang dilakukan diperoleh
bahwa seluruh data pengukuran tidak
berdistribusi normal.
5. SARAN Dengan pengukuran data yang lebih terencana
dan pengembangan lebih lanjut, pengukuran pada
sistem ini dapat dimanfaatkan sebagai panduan untuk
proses komunikasi radio saat antena penerima bergerak.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Arthech house the satellite communication
application handbook 2nd
edition
[2] Orbcomm Global, “Orbcomm System Overview”,
L.P, 1999
[3] Parson, J. D, “The Mobile Radio Propagation
Channel Second Edition”, John Wiley & Sons Ltd,
2000
[4] Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi
Indonesia http://www.postel.go.id, 2009
[5] Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika,
“Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika
No. 29 tentang Penyempurnaan Tabel Alokasi
Spektrum Frekuensi Radio Indonesia“, Jakarta,
2009
[6] T. S Rappaport, “Wireless Communication
Principle and Practice”, IEEE
Press, 1996
RIWAYAT PENULIS Afira Genubhy, lahir di
Lhokseumawe 13 Oktober 1986,
merupakan anak kedua dari empat
bersaudara pasangan Ferly Irawan
dan Afnita Yurisda. Memulai
pendidikan formalnya di SD
Iskandar Muda Lhokseumawe,
kemudian melanjutkan pendidikan
di SLTP Iskandar Muda Lhokseumawe, SLTP Josua 1
Medan dan SMUN 8 Medan. Lulus SMA tahun 2004
dan Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma 3 di
Politeknik Negeri Medan program studi Teknik
Elektronika Jurusan Teknik Elektro pada Oktober 2007.
Tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di
Bidang Studi Telekomunikasi Multimedia Jurusan
Tekink Elektro FTI – ITS.