Upload
dangthien
View
271
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN
INTEGER PROGRAMMING :
STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH
DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER
FENNY RISNITA
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
2
ABSTRAK
FENNY RISNITA. Penjadwalan Operasi Bedah Menggunakan Integer Programming: Studi
Kasus Optimasi Waktu Target Ahli Bedah di Rumah Sakit Jakarta Eye Center. Dibimbing oleh
PRAPTO TRI SUPRIYO dan BIB PARUHUM SILALAHI.
Keterbatasan peralatan operasi, ketersediaan ruang operasi dan ahli bedah serta adanya durasi
waktu penggunaan ruang operasi yang tersedia mempersulit manajemen rumah sakit mengambil
keputusan untuk membuat proses penjadwalan operasi bedah. Setiap ahli bedah yang dimiliki oleh
rumah sakit mempunyai waktu target yang sudah ditentukan oleh pihak rumah sakit untuk
melakukan operasi. Penjadwalan yang ada harus bisa disesuaikan dengan jumlah ahli bedah
beserta waktu target yang dimiliki. Dalam karya ilmiah ini, disajikan model pemrograman integer
menggunakan waktu ruang operasi yang tersedia di rumah sakit dengan meminimalkan banyaknya
waktu pengalokasian yang kurang dari seluruh ruang operasi untuk masing-masing ahli bedah
relatif terhadap waktu target yang dimiliki masing-masing ahli bedah dengan mempertimbangkan
keterbatasan dan ketersediaan dari ahli bedah, peralatan, dan ruang operasi. Penelitian ini
menghasilkan sebuah penjadwalan operasi bedah dengan waktu target ahli bedah yang optimal.
Dalam hal ini, pihak rumah sakit dapat menilai bahwa fasilitas-fasilitas yang dimiliki rumah sakit
seperti peralatan operasi, ruang operasi, dan ahli bedah sudah memadai.
Kata kunci: ruang operasi, penjadwalan, pemrograman integer
3
ABSTRACT
FENNY RISNITA. Surgical Operation Scheduling Using Integer Programming: A Case Study an
Optimization of Target Time Surgeon at Jakarta Eye Center Hospital. Supervised by PRAPTO
TRI SUPRIYO and BIB PARUHUM SILALAHI.
The limitation of operation equipments, the availability of operating room and surgeon as well
as the duration of time available for an operating room use, have complicated hospital
management in making decision to schedule surgical operation. Each surgeon in a hospital has a
target of operating time set by the hospital. Schedule should consider the available surgeon and the
targeted operating time. This paper presented a model of integer programming which use the
availability of operating room to time at a hospital by minimizing the total underallocation of
operating room time for each surgeon, relative toward the targeted time of each surgeon,
considering the limitation and availability of surgeon, equipments, and operating room. The result
of this research is a surgical operation schedule with an optimum surgeon’s targeted operating
time. In this case, the hospital could evaluate that the facilities owned by the hospital, such as
equipment operations, operating room, and surgeon, was already sufficient.
Keywords: operating room, scheduling, integer programming
4
PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN
INTEGER PROGRAMMING :
STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH
DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER
FENNY RISNITA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
5
Judul Skripsi : Penjadwalan Operasi Bedah Menggunakan Integer
Programming : Studi Kasus Optimasi Waktu Target Ahli Bedah
di Rumah Sakit Jakarta Eye Center
Nama : Fenny Risnita
NIM : G54080055
Menyetujui
Tanggal Lulus:
Pembimbing I,
Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom.
NIP: 19630715 199002 1 002
Pembimbing II,
Dr. Ir. Bib Paruhum Silalahi, M.Kom.
NIP: 19670101 199203 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen,
Dr. Berlian Setiawaty, M.S.
NIP: 19650505 198903 2 004
6
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas berkat, rahmat dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Berbagai kendala dialami oleh penulis
sehingga banyak sekali orang yang membantu dan berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah
ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Sang pencipta, Tuhan semesta alam Allah swt, atas maha karya-Nya yaitu bumi yang
sempurna ini,
2. keluarga tercinta: papa dan mama sebagai pemberi motivasi, sumber inspirasi, dan selalu
memberikan semangat dan doa,
3. Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan
waktu dan pikiran dalam membimbing, memberi motivasi, semangat dan doa,
4. Dr. Ir. Bib Paruhun Silalahi, M.Kom. selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan ilmu, kritik dan saran, motivasi serta doanya,
5. Muhammad Ilyas, S.Si, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu, saran
dan doanya,
6. semua dosen Departemen Matematika, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan,
7. staf Departemen Matematika: Bapak Yono, Ibu Susi, Mas Hery, Alm. Bapak Bono,
Bapak Deni, Ibu Ade dan Ibu Yanti atas semangat dan doanya,
8. Hardono atas kasih sayang, semangat, saran, motivasi dan doanya,
9. sahabat yang selalu memberi semangat: teteh Achie, Ghieta dan mamih Wulan,
10. teman seperjuangan: Anggun dan ka Vianey,
11. teman-teman Matematika 45 atas doa dan dukungan semangatnya serta selalu menjadi
bagian dari keluarga,
12. semua teman Matematika 43, 44 dan 46 yang selalu mendukung agar terus berkembang,
13. ka Iput dan ka Imam yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu dalam
menggunakan software LINGO 11.0,
14. semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang
matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, Januari 2013
Fenny Risnita
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Februari 1991 sebagai anak tunggal, anak dari
pasangan Rifai dan Sri Bardini.
Pada tahun 1996 penulis lulus dari TK Putra Ujung Pandang, tahun 2002 penulis lulus dari SD
Negeri Gondangdia 01 Jakarta kemudian tahun 2005 lulus dari SLTP Negeri 1 Jakarta. Tahun
2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan memilih Jurusan
Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan di kampus,
seperti organisasi himpunan profesi Departemen Matematika yang dikenal dengan GUMATIKA
(Gugus Mahasiswa Matematika) sebagai bendahara II Badan Pengurus Harian (BPH) tahun
2009/2010 dan sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM)
tahun 2010/2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi panitia dan koordinator di berbagai acara
kemahasiswaan. Tahun 2009-2010 dan 2011-2012 penulis mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan
Belajar Mahasiswa) dari Institut Pertanian Bogor.
8
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ ix
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 1
II LANDASAN TEORI
2.1 Pemrograman Linear ........................................................................................................ 2
2.2 Pemrograman Linear Integer ............................................................................................. 3
2.3 Metode Branch and Bound ............................................................................................... 4
III PEMODELAN
3.1 Deskripsi Masalah ............................................................................................................ 7
3.2 Formulasi Masalah ........................................................................................................... 7
IV STUDI KASUS DAN PENYELESAIANNYA ...................................................................... 9
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ........................................................................................................................... 12
5.2 Saran ................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 13
viii
9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Blok yang ditetapkan dalam satu hari ................................................................................ 9
2 Total target jam kerja per minggu (𝑡𝑗 ) dan jenis operasi untuk setiap ahli bedah j ............ 9
3 Hasil penjadwalan .............................................................................................................. 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Daerah Fisibel PLI (9) ....................................................................................................... 5
2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3 ..................................................... 5
3 Seluruh pencabangan pada metode branch and bound untuk menentukan solusi PLI (9) . 6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk menyelesaikan linear programming dengan Metode
Branch and Bound ............................................................................................................ 14
2 Syntax dan Hasil Komputasi Program LINGO 11.0 untuk Masalah Penjadwalan operasi
bedah di Rumah Sakit Jakarta Eye Center ....................................................................... 16
ix
10
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di beberapa negara, ruang operasi menjadi
hambatan di sebagian besar rumah sakit.
Permintaan operasi yang besar, keterbatasan
peralatan operasi dan ketersediaan dari ruang
operasi dan juga ahli bedah mempersulit
manajemen rumah sakit mengambil keputusan
untuk membuat proses penjadwalan operasi
bedah (Ayag et al. 2010).
Biasanya, di rumah sakit sudah ada angka
pasti untuk waktu penggunaan ruang operasi
yang tersedia dikarenakan keterbatasan ruang
operasi dan aturan rumah sakit (Magerlalein
& Martin 1978). Alokasi waktu ruang operasi
dan jadwal bedah umumnya ditentukan
dengan dua strategi penjadwalan yang
berbeda: strategi blok dan strategi nonblok.
Blok didefinisikan sebagai unit waktu terkecil
untuk ruang operasi tertentu yang dapat
diberikan kepada ahli bedah tertentu. Dalam
strategi penjadwalan blok, jumlah waktu yang
tetap di hari tertentu ditugaskan untuk ahli
bedah di waktu ruang operasi blok, sedangkan
strategi penjadwalan nonblok, ahli bedah
bersaing untuk waktu ruang operasi karena
memiliki sistem siapa yang pertama datang
itulah yang pertama dilayani.
Sistem nonblok memiliki beberapa
kelemahan seperti menunggu lama karena
memiliki sistem siapa yang pertama datang
itulah yang pertama dilayani (Magerlalein &
Martin 1978). Namun, sistem blok juga
memiliki beberapa kelemahan, seperti
menunda operasi bedah darurat karena operasi
pasien yang sudah terjadwal harus
diselesaikan terlebih dahulu sebelum
dilakukan operasi bedah lainnya, dan
menghilangkan kesempatan untuk
menyediakan waktu mempergunakan ruang
operasi yang tidak terpakai bagi prosedur
pembedahan lainnya jika ahli bedahnya
membatalkan operasi terlalu dekat dengan
jadwal operasi bedah atau tidak menggunakan
seluruh waktu yang dialokasikan dan
menyelesaikan pembedahan lebih awal
(Ozkarahan 1995).
Meskipun memiliki kekurangan,
penjadwalan blok adalah strategi yang paling
banyak digunakan ketika mengalokasikan
waktu ruang operasi untuk kelompok bedah
dan operasi dikarenakan penjadwalan blok
memiliki kelebihan, yaitu penurunan
persaingan untuk mendapatkan waktu ruang
operasi diantara para ahli bedah. Model
integer digunakan untuk meminimalkan total
waktu underallocation penalty pada batasan
jumlah ruang operasi yang ditugaskan. Di sini,
perbedaan antara jam target yang ditetapkan
untuk setiap ahli bedah dan waktu sebenarnya
yang telah ditetapkan didefinisikan sebagai
“waktu operasi underallocation”.
Umumnya, ketika jadwal tersebut dibuat
tanpa prosedur metodologis, konflik mungkin
terjadi antara ahli bedah dan perawat ruang
operasi selama jadwalnya subyektif dan tidak
konsisten. Selain itu, ketika perawat ruang
operasi tidak ada maka akan terjadi hambatan
dan kemungkinan kualitas dari penjadwalan
akan rendah. Penjadwalan waktu ruang
operasi yang tidak efisien bisa mengakibatkan
penundaan operasi yang membuat biaya
rumah sakit menjadi mahal bagi pasien dan
rumah sakit itu sendiri.
Pada dasarnya, penjadwalan tersebut
adalah bentuk suatu perencanaan dari pihak
rumah sakit dalam hal operasi bedah untuk
mengetahui apakah fasilitas-fasilitas yang
tersedia di rumah sakit sudah memadai atau
belum di saat permintaan operasi cukup besar.
Permasalahan penjadwalan operasi bedah ini
akan dimodelkan sebagai masalah Integer
Programming dengan masalah kendala
spesifik didasarkan pada ketersediaan ahli
bedah, peralatan, dan ketersediaan ruang
operasi yang terbatas untuk mengalokasikan
waktu ruang operasi dengan strategi blok.
Model ini berdasarkan pada artikel berjudul
“Determining Master Schedule of Surgical
Operations by Integer Programming: A Case
Study” yang ditulis oleh Z Ayag tahun 2007.
1.2 Tujuan
Tujuan dari karya ilmiah ini adalah
memodelkan masalah penjadwalan operasi
bedah dalam bentuk Integer Programming
(IP) dengan meminimumkan waktu operasi
underallocation dan menentukan perencanaan
penjadwalan operasi bedah untuk mengetahui
apakah fasilitas-fasilitas yang dimiliki rumah
sakit sudah memadai atau belum.
2
II LANDASAN TEORI
Untuk membangun penjadwalan ruang
operasi bedah diperlukan pemahaman teori
Pemrograman Linear (PL) atau Linear
Programming (LP) dan Pemrograman Linear
Integer (PLI) atau Integer Linear
Programming (ILP).
2.1 Pemrograman Linear
Fungsi linear dan pertidaksamaan linear
merupakan salah satu konsep dasar yang harus
dipahami terkait dengan konsep pemrograman
linear.
Definisi 1 (Fungsi Linear)
Suatu fungsi f dalam variabel-variabel
𝑥1 , 𝑥2 ,… , 𝑥𝑛 adalah suatu fungsi linear jika
dan hanya jika untuk suatu himpunan
konstanta 𝑐1 , 𝑐2,… , 𝑐𝑛 , f dapat ditulis sebagai
𝑓(𝑥1 , 𝑥2 ,… , 𝑥𝑛) = 𝑐1𝑥1 + 𝑐2𝑥2 + ⋯+ 𝑐𝑛𝑥𝑛 .
(Winston 2004)
Sebagai contoh, 𝑓(𝑥1 , 𝑥2) = 10𝑥1 + 3𝑥2
merupakan fungsi linear, sementara
𝑓(𝑥1 , 𝑥2) = 𝑥12𝑥2 bukan fungsi linear.
Definisi 2 (Pertidaksamaan dan Persamaan
Linear)
Untuk sembarang fungsi linear f dan
sembarang bilangan c, pertidaksamaan
𝑓(𝑥1 , 𝑥2 ,… , 𝑥𝑛) ≤ 𝑐 dan 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 ,… , 𝑥𝑛) ≥ 𝑐
adalah pertidaksamaan linear, sedangkan
suatu persamaan 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 ,… , 𝑥𝑛) = 𝑐
merupakan persamaan linear.
(Winston 2004)
Pemrograman Linear (PL) adalah suatu
masalah optimisasi yang memenuhi hal-hal
berikut:
a. Tujuan masalah tersebut adalah
memaksimumkan atau meminimumkan
suatu fungsi linear dari sejumlah variabel
keputusan. Fungsi yang akan
dimaksimumkan atau diminimumkan ini
disebut fungsi objektif.
b. Nilai variabel-variabel keputusannya harus
memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap
kendala harus berupa persamaan linear
atau pertidaksamaan linear.
c. Ada pembatasan tanda untuk setiap
variabel dalam masalah ini. Untuk
sembarang variabel 𝑥𝑖 , pembatasan tanda
menentukan 𝑥𝑖 harus tak-negatif (𝑥𝑖 ≥ 0)
atau tidak dibatasi tandanya (unrestricted
in sign).
(Winston 2004)
Definisi 3 (Bentuk Standar Pemrograman
Linear)
Misalkan diberikan suatu PL dengan m
kendala dan n variabel (dilambangkan dengan
𝑥1 , 𝑥2 ,… , 𝑥𝑛 ). Bentuk standar dari PL tersebut
adalah:
max z = 𝑐1𝑥1 + 𝑐2𝑥2 + ⋯+ 𝑐𝑛𝑥𝑛
(atau min)
s. t.
𝑎11𝑥1 + 𝑎12𝑥2 + ⋯ + 𝑎1𝑛𝑥𝑛 = 𝑏1 (1)
𝑎21𝑥1 + 𝑎22𝑥2 + ⋯+ 𝑎2𝑛𝑥𝑛 = 𝑏2 (2)
⋮
𝑎𝑚1𝑥1 + 𝑎𝑚2𝑥2 + ⋯+ 𝑎𝑚𝑛 𝑥𝑛 = 𝑏𝑚 (3)
𝑥𝑖 ≥ 0, (𝑖 = 1, 2, . . . ,𝑛) Jika didefinisikan:
A =
𝑎11 ⋯ 𝑎1𝑛
⋮ ⋱ ⋮𝑎𝑚1 ⋯ 𝑎𝑚𝑛
,𝒙 =
𝑥1
𝑥2
⋮𝑥𝑛
,
𝒃 =
𝑏1
𝑏2
⋮𝑏𝑚
,
maka kendala pada (1), (2), dan (3) dapat
ditulis dengan sistem persamaan
Ax = b (4)
(Winston 2004)
Solusi Pemrograman Linear
Suatu masalah PL dapat diselesaikan
dalam berbagai teknik, salah satunya adalah
metode simpleks. Metode ini dapat
menghasilkan suatu solusi optimum bagi
masalah PL dan telah dikembangkan oleh
Dantzig sejak tahun 1947 (Winston 2004),
dan dalam perkembangannya merupakan
metode yang paling umum digunakan untuk
menyelesaikan PL. Metode ini berupa metode
iteratif untuk menyelesaikan PL berbentuk
standar.
Pada masalah PL (4), vektor x yang
memenuhi kendala 𝐀𝒙 = 𝒃 disebut solusi PL
(4). Misalkan matriks A dinyatakan sebagai A
= (B N), dengan B adalah matriks taksingular
berukuran m × m yang elemennya berupa
koefisien variabel basis dan N merupakan
matriks berukuran m × (n – m) yang elemen-
elemennya berupa koefisien variabel nonbasis
pada matriks kendala. Dalam hal ini matriks B
disebut matriks basis untuk PL (4).
Misalkan x dinyatakan sebagai vektor
x = 𝒙𝐁
𝒙𝐍 , dengan 𝒙𝐁 adalah vektor variabel
basis dan 𝒙𝐍 adalah vektor variabel nonbasis,
maka 𝐀𝒙 = 𝒃 dapat dinyatakan sebagai:
3
𝐀𝒙 = (𝐁 𝐍) 𝒙𝐁
𝒙𝐍 = B𝒙𝐁 + N𝒙𝐍 = b. (5)
Karena matriks B adalah matriks
taksingular, maka B memiliki invers, sehingga
dari (5) 𝒙𝐁 dapat dinyatakan sebagai:
𝒙𝐁 = 𝐁−𝟏𝒃 − 𝐁−𝟏N𝒙𝐍 (6)
Kemudian, fungsi objektifnya berubah
menjadi:
min z = 𝒄𝐁𝑇𝒙𝐁 + 𝒄𝐍
𝑇𝒙𝐍
(Winston 2004)
Definisi 4 (Daerah Fisibel)
Daerah fisibel dari suatu PL adalah
himpunan semua titik yang memenuhi semua
kendala dan pembatasan tanda pada PL
tersebut.
(Winston 2004)
Definisi 5 (Solusi Basis)
Solusi basis adalah solusi pada PL yang
didapatkan dengan mengatur variabel n–m
sama dengan nol dan nilai untuk
penyelesaiannya adalah dari sisa variabel m.
Hal ini dengan mengasumsikan bahwa
mengatur variabel n–m sama dengan nol akan
membuat nilai yang unik untuk sisa variabel
m atau sejenisnya, dan kolom-kolom untuk
sisa dari variabel m merupakan bebas linear.
(Winston 2004)
Definisi 6 (Solusi Fisibel Basis)
Solusi fisibel basis adalah solusi basis pada
PL yang semua variabel-variabelnya tak-
negatif.
(Winston 2004)
Definisi 7 (Solusi Optimum)
Untuk masalah maksimisasi, solusi
optimum suatu PL adalah suatu titik dalam
daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif
terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi
optimum suatu PL adalah suatu titik dalam
daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif
terkecil.
(Winston 2004)
Ilustrasi solusi basis dan solusi fisibel basis
diberikan dalam Contoh 1.
Contoh 1
Misalkan diberikan PL berikut:
Minimumkan z = −2𝑥1 − 3𝑥2
dengan kendala −𝑥1 + 2𝑥2 + 𝑥3 = 10
−2𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥4 = 2
2𝑥1 + 𝑥5 = 3
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3, 𝑥4 , 𝑥5 ≥ 0 (7)
Dari PL tersebut diperoleh:
A = −1 2 1−2 1 02 0 0
010
001 , b =
1023 .
Misalkan dipilih:
𝒙𝐁 = (𝑥1 𝑥2 𝑥3)𝑇 dan 𝒙𝐍 = (𝑥4 𝑥5)𝑇 .
Sehingga diperoleh:
B = −1 2 1−2 1 02 0 0
,
𝐁−1 =
0 01
2
0 1 1
1 −2−3
2
,
N = 0 01 00 1
,
𝒄𝐁𝑇 = −2 −3 0 , 𝒄𝐍
𝑇 = 0 0 , 𝒙𝐍 = 0 0 𝑇 ,
𝒙𝐁 = 𝐁−𝟏𝒃 = 3
25
3
2 𝑇
. (8)
𝑧 = 𝒄𝐁𝑇𝐁−𝟏𝒃 = −18.
Solusi (8) merupakan solusi basis, karena
solusi tersebut memenuhi kendala PL (7) dan
kolom-kolom pada matriks kendala yang
berpadanan dengan komponen taknol dari (8),
yaitu B bebas linear (kolom yang satu bukan
merupakan kelipatan dari kolom yang lain).
Solusi (8) juga merupakan solusi fisibel basis,
karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau
sama dengan nol.
2.2 Pemrograman Linear Integer
Pemrograman linear integer adalah suatu
model pemrograman linear dengan variabel
yang digunakan berupa bilangan bulat
(integer). Jika semua variabel harus berupa
integer, maka masalah tersebut dinamakan
pure integer programming. Jika hanya
sebagian yang harus berupa integer, maka
disebut mixed integer programming (MIP).
PLI dengan semua variabelnya harus bernilai
0 atau 1 disebut 0-1 PLI.
(Garfinkel & Nemhauser 1972)
Definisi 8 (Relaksasi Pemrograman Linear)
Relaksasi pemrograman linear atau sering
disebut relaksasi-PL merupakan suatu
pemprograman linear yang diperoleh dari
suatu PLI dengan menghilangkan kendala
integer atau kendala 0-1 pada setiap
variabelnya.
Untuk masalah maksimisasi, nilai
optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih
besar atau sama dengan nilai optimum fungsi
objektif PLI, sedangkan untuk masalah
minimisasi, nilai optimum fungsi objektif
relaksasi-PL lebih kecil atau sama dengan
nilai optimum fungsi objektif PLI.
(Winston 2004)
4
2.3 Metode Branch and Bound
Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk
memperoleh solusi optimum dari masalah PLI
digunakan software LINGO 11.0, yaitu
sebuah program yang dirancang untuk
menentukan solusi model linear, nonlinear,
dan optimisasi integer. Software LINGO 11.0
ini menggunakan metode branch-and-bound
untuk menyelesaikan masalah PLI.
Prinsip dasar metode branch-and-bound
adalah memecah daerah fisibel dari masalah
relaksasi-PL dengan membuat subproblem-
subproblem. Terdapat dua konsep dasar dalam
algoritma branch-and-bound.
1. Branch (Cabang)
Branching (pencabangan) adalah proses
membagi permasalahan menjadi
subproblem-subproblem yang mungkin
mengarah ke solusi.
2. Bound (Batas)
Bounding (pembatasan) adalah suatu
proses untuk mencari atau menghitung
batas atas (dalam masalah minimisasi) dan
batas bawah (dalam masalah maksimisasi)
untuk solusi optimum pada subproblem
yang mengarah ke solusi.
Metode branch-and-bound diawali dari
menyelesaikan relaksasi-PL dari suatu
pemrograman linear integer. Jika semua nilai
variabel keputusan solusi optimum sudah
berupa integer, maka solusi tersebut
merupakan solusi optimum PLI. Jika tidak,
dilakukan pencabangan dan penambahan
batasan pada relaksasi-PLnya kemudian
diselesaikan.
Winston (2004) menyebutkan bahwa untuk
masalah maksimisasi nilai fungsi objektif
optimum untuk PLI lebih kecil atau sama
dengan nilai fungsi objektif optimum untuk
relaksasi-PL, sehingga nilai fungsi objektif
optimum relaksasi-PL merupakan batas atas
bagi nilai fungsi objektif optimum untuk
masalah PLI. Diungkapkan pula oleh Winston
(2004) untuk masalah maksimisasi bahwa
nilai fungsi objektif optimum untuk suatu
kandidat solusi merupakan batas bawah nilai
fungsi objektif optimum untuk masalah PLI
asalnya. Suatu kandidat solusi diperoleh jika
solusi dari suatu subproblem sudah memenuhi
kendala integer pada masalah PLI, artinya
fungsi objektif dan semua variabelnya sudah
bernilai integer.
Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu
pengertian subproblem yang terukur. Menurut
Winston (2004), suatu subproblem dikatakan
terukur (fathomed) jika salah satu kondisi
berikut terpenuhi:
a. Subproblem tersebut takfisibel, sehingga
tidak dapat menghasilkan solusi optimum
bagi PLI.
b. Subproblem tersebut menghasilkan suatu
solusi optimum dengan semua variabelnya
bernilai integer. Jika solusi optimum ini
mempunyai nilai fungsi objektif yang lebih
baik daripada solusi fisibel yang diperoleh
sebelumnya, maka solusi ini menjadi
kandidat solusi optimum dan nilai fungsi
objektifnya menjadi batas bawah (dalam
masalah maksimisasi) dan batas atas
(dalam masalah minimisasi) nilai fungsi
objektif optimum bagi masalah PLI pada
saat itu. Bisa jadi subproblem ini
menghasilkan solusi optimum untuk
masalah PLI.
c. Nilai fungsi objektif optimum untuk
subproblem tersebut tidak melebihi batas
bawah saat itu (untuk masalah
maksimisasi) dan tidak melebihi batas atas
saat itu (untuk masalah minimisasi). Suatu
subproblem dapat dieliminasi apabila
subproblem tersebut takfisibel dan batas
bawah kandidat solusi lebih besar (untuk
masalah maksimisasi) dari nilai fungsi
objektif optimum untuk subproblem
tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah
penyelesaian suatu masalah maksimisasi
dengan metode branch-and-bound:
• Langkah 0
Didefinisikan z sebagai batas bawah dari
solusi PLI yang optimum. Pada awalnya
tetapkan z = −∞ dan i = 0.
• Langkah 1
Subproblem PL(𝑖) dipilih sebagai bagian
masalah berikutnya untuk diperiksa.
Subproblem PL(𝑖) diselesaikan dan diukur
dengan kondisi yang sesuai.
a) Jika PL(𝑖) terukur, maka batas bawah z
dapat diperbarui. Batas bawah z dapat
diperbaharui jika solusi PLI yang lebih
baik telah ditemukan. Jika tidak, maka
bagian masalah (subproblem) baru i dipilih
dan langkah 1 diulangi. Jika semua
subproblem telah diteliti, maka proses
dihentikan.
b) Jika PL(𝑖) tidak terukur, lanjutkan ke
langkah 2 untuk melakukan pencabangan
PL(𝑖).
• Langkah 2
Dipilih salah satu variabel 𝑥𝑗 yang nilai
optimumnya adalah 𝑥𝑗∗ yang tidak memenuhi
batasan integer dalam solusi PL(𝑖). Bidang
5
𝑥𝑗∗ ≤ 𝑥𝑗 ≥ 𝑥𝑗
∗ + 1 dipecah menjadi dua
subproblem, yaitu
𝑥𝑗 ≤ 𝑥𝑗∗ dan 𝑥𝑗 ≥ 𝑥𝑗
∗ + 1
dengan 𝑥𝑗∗ didefinisikan sebagai integer
terbesar yang kurang dari atau sama dengan
𝑥𝑗∗. Jika PL(𝑖) masih tidak terukur, maka
kembali ke Langkah 1.
(Taha 1996)
Untuk memudahkan pemahaman
mengenai metode branch-and-bound
diberikan contoh sebagai berikut:
Contoh 2
Misalkan diberikan PLI berikut:
maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
dengan kendala 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer (9)
Solusi optimum relaksasi-PL dari masalah
PLI (9) adalah 𝑥1 = 3.75, 𝑥2 = 2.25, dan
𝑧 = 41.25 (lihat Lampiran 1). Batas atas nilai
optimum fungsi objektif masalah ini adalah
𝑧 = 41.25. Daerah fisibel masalah (9)
ditunjukkan pada Gambar 1. Solusi optimum
berada pada titik perpotongan dua garis dari
kendala pertidaksamaan masalah (9).
x1=3.75
x2=2.25
x1 +x2 = 6
9x1 +5x2 = 45
Daerah fisibel
Gambar 1 Daerah Fisibel PLI (9).
Langkah berikutnya adalah memartisi
daerah fisibel relaksasi-PL menjadi dua
bagian berdasarkan variabel yang bernilai
pecahan (non-integer). Dipilih salah satu
variabel karena kedua variabel bernilai
pecahan, misalkan 𝑥1, sebagai dasar
pencabangan. Jika masalah relaksasi-PL dari
PLI (9) diberi nama Subproblem 1, maka
pencabangan tersebut menghasilkan dua
subproblem, yaitu:
• Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah
kendala 𝑥1 ≤ 3,
• Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah
kendala 𝑥1 ≥ 4,
Daerah fisibel untuk kedua subproblem di
atas diilustrasikan secara grafis pada Gambar
2.
Subproblem 2
Subproblem 3
x1 +x2 = 6
9x1 +5x2 = 45
Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2
dan Subproblem 3.
Setiap titik (solusi) fisibel dari PLI (9)
termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2
dan Subproblem 3. Setiap subproblem ini
saling lepas. Sekarang dipilih subproblem
yang belum diselesaikan, misalkan dipilih
Subproblem 2. Solusi optimum untuk
Subproblem 2 adalah 𝑥1 = 3, 𝑥2 = 3, dan
𝑧 = 39 (lihat Lampiran 1). Dapat dilihat
bahwa solusi optimal subproblem ini
semuanya berupa integer maka tidak perlu
dilakukan pencabangan di Subproblem 2.
Solusi dari Subproblem 2 menjadi batas
bawah bagi nilai optimum PLI.
Saat ini subproblem yang belum
diselesaikan adalah Subproblem 3. Solusi
optimum untuk Subproblem 3 adalah 𝑥1 = 4,
𝑥2 = 1.8, dan 𝑧 = 41 (lihat Lampiran 1).
Nilai z pada Subproblem 3 lebih besar
dibandingkan dengan Subproblem 2, maka
ada kemungkinan nilai z pada Subproblem 3
lebih optimum. Oleh karena itu, Subproblem 3
dicabangkan atas 𝑥2, sehingga diperoleh dua
subproblem lagi, yaitu:
• Subproblem 4: Subproblem 3 ditambah
kendala 𝑥2 ≤ 1,
• Subproblem 5: Subproblem 3 ditambah
kendala 𝑥2 ≥ 2,
Selanjutnya diselesaikan masalah
Subproblem 4 dan Subproblem 5 satu per
satu. Subproblem 5 takfisibel (lihat Lampiran
1), maka subproblem ini tidak dapat
menghasilkan solusi optimum.
Solusi optimum untuk Subproblem 4
adalah 𝑥1 = 4.4, 𝑥2 = 1, dan 𝑧 = 40.5 (lihat
Lampiran 1). Karena 𝑥1 = 4.4 bukan integer,
maka dilakukan kembali pencabangan atas 𝑥1,
sehingga diperoleh dua subproblem lagi,
yaitu:
• Subproblem 6: Subproblem 4 ditambah
kendala 𝑥1 ≤ 4,
6
• Subproblem 7: Subproblem 4 ditambah
kendala 𝑥1 ≥ 5,
Penyelesaian Subproblem 6 menghasilkan
solusi optimum 𝑥1 = 4, 𝑥2 = 1, dan 𝑧 = 37
(lihat Lampiran 1). Dapat dilihat bahwa solusi
optimal subproblem ini semuanya berupa
integer, namun solusi optimum dari
subproblem ini lebih kecil dari batas bawah
bagi nilai optimum PLI yang terdapat pada
Subproblem 2 sehingga tidak perlu dilakukan
pencabangan di Subproblem 6.
Solusi optimum dari Subproblem 7 adalah
𝑥1 = 5, 𝑥2 = 0, dan 𝑧 = 40 (lihat Lampiran
1). Batas bawah yang ditetapkan dari solusi
optimum Subproblem 2 tidak lebih baik dari
nilai solusi optimum yang dihasilkan
Subproblem 7. Dengan demikian, nilai solusi
optimum Subproblem 7, yakni 𝑧 = 40
menjadi batas bawah yang baru. Semua solusi
optimum telah berupa integer dan tidak perlu
dilakukan pencabangan kembali, sehingga
solusi optimum dari Subproblem 7 merupakan
solusi optimum PLI (9), yakni 𝑥1 = 5,
𝑥2 = 0, dan 𝑧 = 40. Pohon pencabangan yang
menunjukkan proses penyelesaian masalah
PLI (9) secara keseluruhan ditunjukkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch and bound untuk menentukan solusi PLI (9).
𝑡 = 1 Subproblem 1
𝑥1 = 3.75, 𝑥2 = 2.25, dan 𝑧 = 41.25
𝑡 = 3 𝑡 = 2 Subproblem 2
𝑥1 = 3, 𝑥2 = 3, dan 𝑧 = 39
Subproblem 3
𝑥1 = 4, 𝑥2 = 1.8, dan 𝑧 = 41
𝑡 = 4 𝑡 = 5 Subproblem 4
𝑥1 = 4.4, 𝑥2 = 1, dan 𝑧 = 40.5
Subproblem 5
Solusi
takfisibel
𝑡 = 7 𝑡 = 6 Subproblem 7
𝑥1 = 5, 𝑥2 = 0, dan 𝑧 = 40
Subproblem 6
𝑥1 = 4, 𝑥2 = 1, dan 𝑧 = 37
𝑥1 ≤ 3 𝑥1 ≥ 4
𝑥2 ≤ 1 𝑥2 ≥ 2
𝑥1 ≤ 4 𝑥1 ≥ 5
7
1, jika ahli bedah ditugaskan di ruang
= operasi pada hari di blok .
0, selainnya.
i j k l
j
x l k i
III PEMODELAN
3.1 Deskripsi Masalah
Untuk mendeskripsikan masalah
penjadwalan operasi bedah di rumah sakit,
yang harus diketahui pertama kali adalah
berapa banyak ahli bedah yang bertugas pada
ruang operasi tersebut. Kemudian berapa
banyak blok yang ditetapkan setiap harinya.
Selain itu, ada berapa ruang operasi yang
terdapat di rumah sakit tersebut.
Ketika ada pasien yang harus menjalankan
operasi bedah, rumah sakit akan memeriksa
pasien tersebut untuk menentukan penyakit
apa yang diderita pasien. Setelah itu, rumah
sakit dapat menentukan operasi bedah apa
yang harus dilaksanakan kepada pasien
tersebut dan menentukan ahli bedah mana
yang akan menangani operasi. Setiap operasi
bedah yang akan dilaksanakan, hanya ada satu
ahli bedah yang menangani di dalam ruang
operasi. Dari beberapa ahli bedah yang
dimiliki oleh rumah sakit, masing-masing ahli
bedah memiliki waktu target yang sudah
ditentukan oleh pihak rumah sakit untuk
melakukan operasi. Dari jumlah ahli bedah
beserta waktu target yang ada, rumah sakit
harus bisa menyesuaikan jadwal operasi bedah
dari setiap pasien yang datang.
Banyaknya kamar operasi yang tersedia
untuk melakukan operasi bedah juga menjadi
salah satu pertimbangan untuk membuat
jadwal operasi bedah. Dalam kasus normal,
rumah sakit diasumsikan hanya melayani
permintaan operasi pada hari kerja saja.
Selama satu minggu diasumsikan terdapat
enam hari kerja, yaitu hari Senin sampai Sabtu
dengan jam operasi kerja yang telah
ditentukan oleh rumah sakit. Rumah sakit
menggunakan strategi blok untuk
mengalokasikan waktu ruang operasi dan
jadwal operasi bedah untuk setiap periode.
Pada satu hari terdapat beberapa blok waktu,
seperti blok ke-1 pada Pukul 08.00 – 10.00
WIB, blok ke-2 pada Pukul 10.00 – 12.00
WIB dan seterusnya.
3.2 Formulasi Masalah
Model penjadwalan operasi bedah
bergantung pada keterbatasan peralatan
operasi, ketersediaan dari ruang operasi dan
ahli bedah dan juga berdasarkan pengalaman
dari penjadwalan operasi beberapa bulan
sebelumnya. Penjadwalan operasi yang ada
pada bulan-bulan sebelumnya bisa dijadikan
salah satu gambaran untuk membuat
penjadwalan operasi saat ini. Selanjutnya,
penjadwalan operasi bedah dapat
diformulasikan dalam bentuk PLI.
Model penjadwalan pada karya ilmiah ini
menggunakan lima parameter utama sebagai
penyusun jadwal, yaitu:
1. Blok, yaitu pembagian waktu ruang
operasi yang diberikan kepada setiap ahli
bedah dalam satu hari. Blok diberi indeks
i, dimana i = 1, 2, … , I sebanyak n(I).
2. Ahli bedah, yaitu orang yang bertugas di
ruang operasi. Ahli bedah diberi indeks j,
dimana j = 1, 2, … , J sebanyak n(J).
3. Hari, yaitu hari yang diinginkan pengelola
ruang operasi untuk menjadwalkan operasi
bedah. Hari diberi indeks k, dimana k = 1,
2, … , K sebanyak n(K).
4. Ruang operasi, yaitu ruangan yang
disediakan oleh rumah sakit untuk
melakukan operasi bedah. Ruang operasi
diberi indeks l, dimana l = 1, 2, … , L
sebanyak n(L).
5. Operasi bedah, yaitu jenis operasi yang
dapat dilakukan terkait ketersediaan ahli
bedah. Operasi bedah diberi indeks m,
dimana m = 1, 2, … , M sebanyak n(M).
Variabel – variabel yang digunakan dalam
model penjadwalan operasi bedah ini adalah:
𝑑𝑖 : durasi untuk blok ke-i.
𝑡𝑗 : target total waktu operasi untuk ahli
bedah ke-j dalam satu periode, di mana
periode ini bisa dalam skala waktu
mingguan ataupun bulanan.
Selain itu, diperlukan pula pendefinisian
suatu variabel keputusan:
𝑎𝑗+ = banyaknya waktu pengalokasian yang
berlebih dari seluruh ruang operasi
untuk ahli bedah j relatif terhadap 𝑡𝑗
dalam satu periode.
𝑎𝑗− = banyaknya waktu pengalokasian yang
kurang dari seluruh ruang operasi untuk
ahli bedah j relatif terhadap 𝑡𝑗 dalam
satu periode.
Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam
memodelkan jadwal operasi bedah adalah
sebagai berikut:
1. Setiap periode memiliki model permintaan
operasi yang sama dalam horison waktu
8
yang menjadi dasar untuk membangun
model.
2. Rumah sakit hanya ingin meminimalkan
total waktu pengalokasian yang kurang
untuk ahli bedah, sehingga total waktu
pengalokasian yang berlebih tidak
dianggap.
3. Ahli bedah hanya melakukan operasi
sesuai dengan bidang keahlian mereka.
4. Durasi setiap blok adalah dua jam,
termasuk pra-operasi, waktu operasi, dan
pasca operasi. Misal, ruang operasi buka
dari Pukul 08.00 – 18.00 WIB setiap hari
maka blok yang digunakan sesuai dengan i
= 1 adalah 08.00-10.00, … , i = 5 adalah
16.00-18.00.
5. Ada enam hari kerja setiap minggunya,
yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat,
dan Sabtu.
6. Penjadwalan operasi hanya dilakukan pada
pasien elective bukan emergency.
Pada prinsipnya, rumah sakit
menginginkan pengalokasian waktu yang
sesuai untuk masing-masing ahli bedah
dengan meminimumkan total waktu
pengalokasian yang kurang dari target untuk
masing-masing ahli bedah. Fungsi objektif
dari permasalahan ini adalah meminimumkan
total bobot waktu pengalokasian yang kurang
dari target untuk setiap ahli bedah sehingga
dimodelkan sebagai berikut:
minimumkan 𝑎𝑗−
𝑡𝑗
𝐽𝑗=1
di mana
𝑎𝑗− = max 0, 𝑡𝑗 − 𝑑𝑖𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙
𝐿𝑙=1
𝐾𝑘=1
𝐼𝑖=1
dan
𝑎𝑗+ = max 0, 𝑑𝑖𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙
𝐿𝑙=1
𝐾𝑘=1
𝐼𝑖=1 − 𝑡𝑗 .
𝑑𝑖𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙𝐿𝑙=1
𝐾𝑘=1
𝐼𝑖=1 adalah total waktu
dalam satuan jam dari ruang operasi yang
ditugaskan untuk ahli bedah ke-j selama satu
periode. 1
𝑡𝑗 diterapkan agar ahli bedah yang
memiliki target jam kerja yang rendah akan
lebih diprioritaskan daripada ahli bedah yang
memiliki target jam kerja yang tinggi.
Kendala-kendala yang dimiliki adalah
sebagai berikut:
1. Waktu pengalokasian operasi yang
berlebih dan waktu pengalokasian operasi
yang kurang dapat dinyatakan sebagai
berikut:
𝑑𝑖𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙
𝐿
𝑙=1
𝐾
𝑘=1
𝐼
𝑖=1
− 𝑎𝑗+ + 𝑎𝑗
− = 𝑡𝑗 , ∀𝑗
2. Paling banyak satu ahli bedah dialokasikan
ke ruang operasi.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 ≤ 1 , ∀𝑖, 𝑘, 𝑙
𝐽
𝑗=1
3. Setiap ahli bedah dialokasikan paling
banyak ke satu ruang operasi pada suatu
waktu tertentu.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 ≤ 1 , ∀𝑖, 𝑗, 𝑘
𝐿
𝑙=1
4. Operasi jenis ke-m hanya dilakukan oleh
salah satu anggota dari J’, di mana J’
adalah himpunan ahli bedah yang bidang
keahliannya pada operasi jenis ke-m dan
hanya dilakukan di ruang operasi ke-l’, di
mana l’ adalah ruang operasi yang hanya
memiliki peralatan untuk melakukan
operasi jenis ke-m dikarenakan peralatan
operasi yang dimiliki rumah sakit terbatas.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙𝑙≠𝑙′
𝐾
𝑘=1𝑗𝜖 𝐽 ′
𝐼
𝑖=1
= 0, ∀ 𝑙′ ∈ 𝑁
5. Operasi jenis ke-m hanya dilakukan oleh
salah satu anggota dari J’. Seluruh ahli
bedah yang menangani operasi jenis ke-m
tidak melakukan operasi pada waktu yang
bersamaan karena di saat salah satu ahli
bedah sedang melakukan operasi, maka
ahli bedah yang lain harus memeriksa
pasien di klinik.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙
𝐿
𝑙=1𝑗𝜖 𝐽 ′
≤ 1, ∀𝑖, 𝑘
6. Operasi jenis ke-m memiliki himpunan
ahli bedah J’ dan hanya dilakukan oleh
salah satu anggota dari himpunan tersebut.
Operasi ini tidak boleh dilakukan secara
bersamaan lebih dari n ruang operasi yang
berbeda karena keterbatasan peralatan
operasi yang tersedia di rumah sakit.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙
𝐿
𝑙=1𝑗𝜖 𝐽 ′
≤ 𝑛, ∀𝑖, 𝑘
7. Operasi jenis ke-m memiliki himpunan
ahli bedah J’ dan hanya dilakukan oleh
salah satu anggota dari himpunan tersebut.
Khusus untuk beberapa anggota himpunan
ahli bedah J’ tidak dapat beroperasi di
ruang operasi ke-l karena peralatan khusus
yang sering digunakan tidak terdapat di
ruang operasi tersebut.
9
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 = 0
𝐾
𝑘=1
𝐼
𝑖=1
,
untuk beberapa ahli bedah 𝑗𝜖𝐽′ dan ruang
l.
8. Operasi jenis ke-m yang hanya dilakukan
oleh salah satu anggota ahli bedah J’ tidak
boleh dilakukan setelah operasi jenis ke-
𝑚′ yang memiliki himpunan ahli bedah 𝐽′′ yang dilaksanakan pada ruang dan hari
yang sama karena peralatan operasi yang
terbatas atau memerlukan waktu setting
yang cukup lama.
𝑥𝑖 ′ 𝑗𝑘𝑙𝑗𝜖 𝐽 ′
≤ 𝑛 1 − 𝑥𝑖𝑗 ′′ 𝑘𝑙 , ∀𝑖, 𝑘, 𝑙
𝐼
𝑖 ′ =𝑖+1
, 𝑗′′ 𝜖 𝐽′′
𝑛 ∈ 𝑅+
9. Semua variabel keputusan bernilai nol atau
satu.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 ∈ 0,1 ; ∀𝑖, 𝑗, 𝑘, 𝑙
IV STUDI KASUS DAN PENYELESAIANNYA
Studi kasus yang diambil dalam penelitian
ini adalah menentukan penjadwalan operasi
bedah mata di Rumah Sakit Jakarta Eye
Center (JEC), Jakarta. Pelayanan JEC
meliputi beberapa sentra subspesialis mata,
yaitu kornea, glaukoma, infeksi imunologi,
medical vitreoretina, pediatric oftalmologi,
dan lasik. Setiap subspesialis mata tersebut
ditangani oleh beberapa ahli bedah.
JEC memiliki lima ruang operasi untuk
melaksanakan beberapa operasi. Permintaan
operasi hanya dilayani pada hari kerja saja.
Selama satu minggu terdapat enam hari kerja,
yaitu hari Senin sampai Sabtu dengan jam
operasi kerja dari Pukul 08.00 – 20.00 WIB.
Saat ini, rumah sakit menggunakan strategi
nonblok, namun diusulkan kepada pihak
rumah sakit agar menggunakan strategi blok
untuk mengalokasikan waktu ruang operasi
dan menjadwalkan operasi bedah untuk setiap
periode. Tabel 1 menggambarkan blok waktu
yang ditetapkan dalam satu hari.
Tabel 1 Blok yang ditetapkan dalam satu hari
Blok ke- Jam
1 08.00 – 10.00
2 10.00 – 12.00
3 12.00 – 14.00
4 14.00 – 16.00
5 16.00 – 18.00
6 18.00 – 20.00
Dari beberapa ahli bedah yang dimiliki
oleh rumah sakit, masing-masing ahli bedah
memiliki waktu target mingguan yang sudah
ditentukan oleh pihak rumah sakit untuk
melakukan operasi. Dari jumlah ahli bedah
beserta waktu target mingguan yang ada,
rumah sakit berharap bisa menyesuaikan
jadwal operasi bedah dari setiap pasien yang
datang. Tabel 2 menggambarkan ahli bedah
tersebut, jenis operasi dan total target jam
kerja per minggu.
Tabel 2 Total target jam kerja per minggu (𝑡𝑗 )
dan jenis operasi untuk setiap ahli
bedah j
Ahli
bedah
J
Target
waktu
untuk ahli
bedah j
(jam)
Jenis operasi
1 10 Medical Vitreoretina
2 10 Kornea
3 11 Glaukoma
4 11 Kornea
5 9 Glaukoma
6 8 LASIK
7 10 LASIK
8 10 Medical Vitreoretina
9 6 LASIK
10 8 Kornea
11 9 LASIK
12 6 LASIK
13 16 Medical Vitreoretina
14 14 Pediatric Oftalmologi
15 6 Infeksi Imunologi
16 10 Glaukoma
17 13 LASIK
18 8 Pediatric Oftalmologi
19 7 LASIK
20 6 Medical Vitreoretina
21 8 LASIK
22 9 Kornea
23 11 Kornea
24 14 Medical Vitreoretina
25 10 LASIK
26 8 LASIK
Dari studi kasus di atas, formulasi model
PLI-nya adalah sebagai berikut:
minimumkan 𝑎𝑗−
𝑡𝑗
26𝑗=1
10
Terhadap fungsi kendala sebagai berikut:
1. Waktu pengalokasian operasi yang
berlebih dan waktu pengalokasian operasi
yang kurang dapat dinyatakan sebagai
berikut:
𝑑𝑖𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙
5
𝑙=1
6
𝑘=1
6
𝑖=1
− 𝑎𝑗+ + 𝑎𝑗
− = 𝑡𝑗 , ∀𝑗
2. Paling banyak satu ahli bedah dialokasikan
ke ruang operasi.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 ≤ 1 , ∀𝑖, 𝑘, 𝑙
26
𝑗=1
3. Setiap ahli bedah dialokasikan paling
banyak ke satu ruang operasi pada suatu
waktu tertentu.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 ≤ 1 , ∀𝑖, 𝑗,𝑘
5
𝑙=1
4. Operasi pediatric oftalmologi hanya
dilakukan oleh ahli bedah ke-14 dan ke-18
dan hanya dilakukan di ruang operasi ke-1
dikarenakan peralatan yang diperlukan
untuk melakukan operasi pediatric
oftalmologi hanya tersedia di ruangan
tersebut.
(𝑥𝑖14𝑘𝑙
5
𝑙=2
6
𝑘=1
6
𝑖=1
+ 𝑥𝑖18𝑘𝑙) = 0
5. Pembedahan glaukoma hanya dilakukan
oleh ahli bedah ke-3, ke-5 dan ke-16.
Ketiga ahli bedah tersebut tidak
melakukan operasi pada waktu yang
bersamaan karena di saat salah satu ahli
bedah tersebut sedang melakukan operasi,
maka ahli bedah yang lain harus
memeriksa pasien di klinik.
(𝑥𝑖3𝑘𝑙 + 𝑥𝑖5𝑘𝑙 + 𝑥𝑖16𝑘𝑙 ) ≤ 1 ∀𝑖, 𝑘
5
𝑙=1
6. a) Operasi kornea memiliki lima ahli
bedah. Operasi ini tidak boleh dilakukan
secara bersamaan lebih dari empat ruang
operasi yang berbeda karena keterbatasan
peralatan operasi yang tersedia di rumah
sakit.
(𝑥𝑖2𝑘𝑙 + 𝑥𝑖4𝑘𝑙 + 𝑥𝑖10𝑘𝑙 + 𝑥𝑖22𝑘𝑙 + 𝑥𝑖23𝑘𝑙 ) ≤ 4
5
𝑙=1
∀𝑖, 𝑘
b) Operasi medical vitreoretina memiliki
lima ahli bedah. Rumah sakit menyediakan
paling banyak tiga ruang operasi untuk
operasi ini pada waktu yang bersamaan.
(𝑥𝑖1𝑘𝑙 + 𝑥𝑖8𝑘𝑙 + 𝑥𝑖13𝑘𝑙 + 𝑥𝑖20𝑘𝑙 + 𝑥𝑖24𝑘𝑙 ) ≤ 3
5
𝑙=1
∀𝑖, 𝑘
7. Operasi lasik memiliki sepuluh ahli bedah.
Khusus untuk ahli bedah ke-6, ke-7, ke-11
dan ke-12 tidak dapat beroperasi di ruang
operasi ke-1 karena peralatan khusus yang
sering digunakan tidak terdapat di ruang
operasi tersebut.
𝑥𝑖6𝑘1 + 𝑥𝑖7𝑘1 + 𝑥𝑖11𝑘1 + 𝑥𝑖12𝑘1 = 0
6
𝑘=1
6
𝑖=1
8. Operasi glaukoma tidak boleh dilakukan
setelah operasi pediatric oftalmologi yang
dilaksanakan pada ruang dan hari yang
sama karena peralatan operasi yang
terbatas atau memerlukan waktu setting
yang cukup lama, sehingga ahli bedah ke-
3, ke-5 dan ke-16 tidak ditugaskan ke
ruang operasi setelah ahli bedah ke-14 atau
ke-18 bertugas pada hari dan ruang yang
sama.
(𝑥𝑖 ′3𝑘𝑙 + 𝑥𝑖 ′5𝑘𝑙 + 𝑥𝑖 ′16𝑘𝑙 ) ≤ 15(1 − 𝑥𝑖14𝑘𝑙 )
6
𝑖 ′=𝑖+1
∀𝑖, 𝑘, 𝑙
(𝑥𝑖 ′3𝑘𝑙 + 𝑥𝑖 ′5𝑘𝑙 + 𝑥𝑖 ′16𝑘𝑙 ) ≤ 15(1 − 𝑥𝑖18𝑘𝑙 )
6
𝑖 ′=𝑖+1
∀𝑖, 𝑘, 𝑙
9. Semua variabel keputusan bernilai nol atau
satu.
𝑥𝑖𝑗𝑘𝑙 ∈ 0,1 ; ∀𝑖, 𝑗, 𝑘, 𝑙
Penyelesaian masalah penjadwalan operasi
bedah pada karya ilmiah ini dilakukan dengan
bantuan software LINGO 11.0. Solusi yang
didapat adalah solusi optimal dengan nilai
fungsi objektif 0.825841 yang didapatkan
pada iterasi ke 7425. Hasil penjadwalan
operasi bedah untuk setiap ahli bedah di
rumah sakit tersebut dengan metode PLI
diberikan pada Tabel 3 berikut.
11
Tabel 3 Hasil penjadwalan
Hari
08.00 – 10.00
Hari
10.00 – 12.00
OR
1
OR
2
OR
3
OR
4
OR
5
OR
1
OR
2
OR
3
OR
4
OR
5
Senin S20 S1 S11 S25 S24 Senin S14 S17 S8 S9 S12
Selasa S24 S4 Selasa S23 S16 S17 S1 S13
Rabu S3 Rabu S22 S2 S4 S23 S11
Kamis S13 Kamis S18 S3
Jumat S5 S17 Jumat S14
Sabtu S2 Sabtu S3
Hari
12.00 – 14.00
Hari
14.00 – 16.00
OR
1
OR
2
OR
3
OR
4
OR
5
OR
1
OR
2
OR
3
OR
4
OR
5
Senin S14 S23 S10 S4 S2 Senin S9 S24 S6 S15
Selasa S13 S1 S3 Selasa S16 S11 S20 S13 S22
Rabu S5 S12 Rabu S6 S23 S22
Kamis S26 S21 S2 S11 S10 Kamis S18 S15 S4 S10
Jumat S7 Jumat S13 S5
Sabtu S2 S12 S24 S22 S17 Sabtu S13 S10 S6
Hari
16.00 – 18.00
Hari
18.00 – 20.00
OR
1
OR
2
OR
3
OR
4
OR
5
OR
1
OR
2
OR
3
OR
4
OR
5
Senin S14 S8 S21 S26 S7 Senin S21 S25 S8
Selasa S18 S1 S13 S4 Selasa S19 S7 S8 S16 S26
Rabu S21 S13 S7 Rabu S24 S16 S25 S15 S7
Kamis S18 S24 S19 Kamis S17 S3 S1
Jumat S14 S9 Jumat S26 S8 S5 S20 S17
Sabtu S14 S24 S19 S25 Sabtu S14 S25 S23 S16 S6
12
V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penjadwalan yang diinginkan sangat
bergantung pada ketersediaan peralatan
operasi, ruang operasi, dan juga ahli bedah
yang terdapat di rumah sakit. Dalam penulisan
karya ilmiah ini telah diperlihatkan
penyelesaian dari masalah penjadwalan
operasi bedah sehingga pihak rumah sakit
dapat menilai bahwa fasilitas-fasilitas yang
dimiliki rumah sakit seperti peralatan operasi,
ruang operasi, dan juga ahli bedah sudah
memadai atau belum di saat permintaan
operasi cukup besar. Masalah ini dipandang
sebagai masalah 0-1 PLI. Penyelesaian
masalah ini menggunakan bantuan software
LINGO 11.0 sehingga diperoleh hasil yaitu
jadwal operasi bedah yang memenuhi
kendala.
5.2 Saran
Pada karya ilmiah ini telah dibahas
pemodelan penjadwalan dengan model PLI.
Karya ilmiah ini dapat dikembangkan dengan
durasi setiap blok yang bervariasi dan jenis
operasi yang lebih kompleks sehingga
diperlukan penyesuaian model kembali. Selain
itu, beberapa data yang digunakan pada karya
ilmiah ini adalah data hipotetik. Akan lebih
baik lagi jika dilakukan penelitian langsung
pada rumah sakit yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayag Z, Batili B, Samanlioglu F. 2010.
Determining Master Schedule of Surgical
Operations by Integer Programming: A
Case Study.
Garfinkel RS, Nemhauser GL. 1972. Integer
Programming. New York: John Willey &
Sons.
Magerlalein JM, Martin JB. 1978. Surgical
demand scheduling: A review. Health
Serv. Res 13: 418-433.
Ozkarahan I. 1995. Allocation of Surgical
Procedures to Operating Rooms. Journal of
Medical Systems 19 (4): 333–352.
Taha H A. 1996. Pengantar Riset Operasi.
Alih Bahasa: Daniel Wirajaya.
Binarupa Aksara, Jakarta. Terjemahan
dari: Operations Research.
Winston WL. 2004. Operations Research
Applications and Algorithms 4th
ed. New
York: Duxbury.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1
Syntax Program LINGO 11.0 untuk
menyelesaikan linear programming dengan
Metode Branch and Bound.
1) Mencari solusi LP-relaksasi dari
subproblem 1 (masalah 9)
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found.
Objective value: 41.25000
Infeasibilities: 0.000000
Total solver iterations: 2
Variable Value Reduced Cost
X1 3.750000 0.000000
X2 2.250000 0.000000
Row Slack or Surplus Dual Price
1 41.25000 1.000000
2 0.000000 1.250000
3 0.000000 0.7500000
4 3.750000 0.000000
5 2.250000 0.000000
Karena solusi yang diperoleh belum
memenuhi kendala integer maka harus
dibuat subproblem baru, yaitu:
• Subproblem 2, dimana Subproblem 1 +
kendala (𝑥1 ≤ 3)
• Subproblem 3, dimana Subproblem 1 +
kendala (𝑥1 ≥ 4)
2) Mencari solusi LP dari Subproblem 2
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 ≤ 3
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1<=3;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found.
Objective value: 39.00000
Infeasibilities: 0.000000
Total solver iterations: 1
Variable Value Reduced Cost
X1 3.000000 0.000000
X2 3.000000 0.000000
Row Slack or Surplus Dual Price
1 39.00000 1.000000
2 0.000000 5.000000
3 3.000000 0.000000
4 0.000000 3.000000
5 3.000000 0.000000
6 3.000000 0.000000
Hasil yang diperoleh telah memenuhi
kendala integer maka Subproblem 2 akan
dijadikan batas bawah.
3) Mencari solusi LP dari Subproblem 3
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 ≥ 4
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1>=4;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found.
Objective value: 41.00000
Infeasibilities: 0.000000
Total solver iterations: 3
Variable Value Reduced Cost
X1 4.000000 0.000000
X2 1.800000 0.000000
Row Slack or Surplus Dual Price
1 41.00000 1.000000
2 0.2000000 0.000000
3 0.000000 1.000000
4 0.000000 -1.000000
5 4.000000 0.000000
6 1.800000 0.000000
Karena solusi yang diperoleh belum
memenuhi kendala integer maka harus
dibuat subproblem baru, yaitu:
• Subproblem 4, dimana Subproblem 3 +
kendala (𝑥2 ≤ 1)
15
• Subproblem 5, dimana Subproblem 3 +
kendala (𝑥2 ≥ 2)
4) Mencari solusi LP dari Subproblem 5
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 ≥ 4
𝑥2 ≥ 2
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1>=4;
x2>=2;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh:
5) Mencari solusi LP dari Subproblem 4
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 ≥ 4
𝑥2 ≤ 1
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1>=4;
x2<=1;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found.
Objective value: 40.55556
Infeasibilities: 0.000000
Total solver iterations: 1
Variable Value Reduced Cost
X1 4.444444 0.000000
X2 1.000000 0.000000
Row Slack or Surplus Dual Price
1 40.55556 1.000000
2 0.5555556 0.000000
3 0.000000 0.8888889
4 0.4444444 0.000000
5 0.000000 0.5555556
6 4.444444 0.000000
7 1.000000 0.000000
Karena solusi yang diperoleh belum
memenuhi kendala integer maka harus
dibuat subproblem baru, yaitu:
• Subproblem 6, dimana Subproblem 4 +
kendala (𝑥1 ≤ 4)
• Subproblem 7, dimana Subproblem 4 +
kendala (𝑥1 ≥ 5)
6) Mencari solusi LP dari Subproblem 6
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 ≥ 4
𝑥2 ≤ 1
𝑥1 ≤ 4
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1>=4;
x2<=1;
x1<=4;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found.
Objective value: 37.00000
Infeasibilities: 0.000000
Total solver iterations: 0
Variable Value Reduced Cost
X1 4.000000 0.000000
X2 1.000000 0.000000
Row Slack or Surplus Dual Price
1 37.00000 1.000000
2 1.000000 0.000000
3 4.000000 0.000000
4 0.000000 0.000000
5 0.000000 5.000000
6 0.000000 8.000000
7 4.000000 0.000000
8 1.000000 0.000000
7) Mencari solusi LP dari Subproblem 7
Maksimumkan z = 8𝑥1 + 5𝑥2
Terhadap 𝑥1 + 𝑥2 ≤ 6
9𝑥1 + 5𝑥2 ≤ 45
𝑥1 ≥ 4
16
𝑥2 ≤ 1
𝑥1 ≥ 5
𝑥1 , 𝑥2 ≥ 0
𝑥1 dan 𝑥2 integer
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2;
x1+x2<=6;
9*x1+5*x2<=45;
x1>=4;
x2<=1;
x1>=5;
x1>=0;
x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found.
Objective value: 40.00000
Infeasibilities: 0.000000
Total solver iterations: 0
Variable Value Reduced Cost
X1 5.000000 0.000000
X2 0.000000 0.000000
Row Slack or Surplus Dual Price
1 40.00000 1.000000
2 1.000000 0.000000
3 0.000000 1.000000
4 1.000000 0.000000
5 1.000000 0.000000
6 0.000000 -1.000000
7 5.000000 0.000000
8 0.000000 0.000000
Hasil yang diperoleh telah memenuhi
kendala integer, maka Subproblem 7
menjadi batas bawah yang baru. Semua
solusi optimum telah berupa integer,
sehingga solusi optimum dari Subproblem
7 merupakan solusi optimal PLI (9).
Lampiran 2
Syntax dan Hasil Komputasi Program LINGO 11.0 untuk Masalah Penjadwalan operasi bedah
di Rumah Sakit Jakarta Eye Center
model:
sets:
BLOK/B1..B6/;
SUR/S1..S26/:am1,am2,ap,T;
HARI/H1..H6/;
RUANG/R1..R5/;
BLOK2/BB1..BB6/;
LINK1(BLOK,SUR,HARI,RUANG):X;
Endsets
data:
T= 10 10 11 11 9 8 10 10 6 8 9 6 16 14 6 10 13 8 7 6 8 9 11 14 10 8;
enddata
!FO;
MIN=@SUM(SUR(j):am1(j)/T(j));
@for(sur(j):am2(j)=T(j)-
@SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):@SUM(RUANG(l):2*X(i,j,k,l)))));
@for(sur(j):am1(j)=am2(j));
!kendala 1;
@FOR(SUR(j):@SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):@SUM(RUANG(l):2*(X(i,j,k,l)))))-
ap(j)+am1(j)=T(j));
!kendala 2;
@FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@SUM(SUR(j):X(i,j,k,l))<=1)));
!kendala 3;
@FOR(BLOK(i):@FOR(SUR(j):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,j,k,l))<=1)));
!kendala 4;
@SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):@SUM(RUANG(l)|l#GE#2:X(i,14,k,l)+X(i,18,k,l))))
=0;
17
!kendala 5;
@FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,3,k,l)+X(i,5,k,l)+X(i,16,k,l)
)<=1));
!kendala 6a;
@FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,2,k,l)+X(i,4,k,l)+X(i,10,k,l)
+X(i,22,k,l)+X(i,23,k,l))<=4));
!kendala 6b;
@FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,1,k,l)+X(i,8,k,l)+X(i,13,k,l)
+X(i,20,k,l)+X(1,24,k,l))<=3));
!kendala 7;
@SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):X(i,6,k,1)+X(i,7,k,1)+X(i,11,k,1)+X(i,12,k,1)))
=0;
!kendala 8;
@FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@SUM(BLOK2(n)|n#GE#i+1:X(n,3,k,l)
+X(n,5,k,l)+X(n,16,k,l))<=15*(1-X(i,14,k,l)))));
@FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@SUM(BLOK2(n)|n#GE#i+1:X(n,3,k,l)
+X(n,5,k,l)+X(n,16,k,l))<=15*(1-X(i,18,k,l)))));
!kendala 9;
@FOR(BLOK(i):@FOR(SUR(j):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@BIN(X(i,j,k,l))))));
end
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
(Tidak semua hasil ditampilkan, hanya untuk variabel bernilai 1 saja yang ditampilkan) Global optimal solution found.
Objective value: 0.8258408
Objective bound: 0.8258408
Infeasibilities: 0.000000
Extended solver steps: 0
Total solver iterations: 7425
Variable Value Reduced Cost
AM1( S3) 1.000000 0.000000
AM1( S4) 1.000000 0.000000
AM1( S5) 1.000000 0.000000
AM1( S11) 1.000000 0.000000
AM1( S17) 1.000000 0.000000
AM1( S19) 1.000000 0.000000
AM1( S22) 1.000000 0.000000
AM1( S23) 1.000000 0.000000
AM2( S3) 1.000000 0.000000
AM2( S4) 1.000000 0.000000
AM2( S5) 1.000000 0.000000
AM2( S11) 1.000000 0.000000
AM2( S17) 1.000000 0.000000
AM2( S19) 1.000000 0.000000
AM2( S22) 1.000000 0.000000
AM2( S23) 1.000000 0.000000
T( S1) 10.00000 0.000000
T( S2) 10.00000 0.000000
T( S3) 11.00000 0.000000
T( S4) 11.00000 0.000000
T( S5) 9.000000 0.000000
T( S6) 8.000000 0.000000
T( S7) 10.00000 0.000000
T( S8) 10.00000 0.000000
T( S9) 6.000000 0.000000
T( S10) 8.000000 0.000000
T( S11) 9.000000 0.000000
18
T( S12) 6.000000 0.000000
T( S13) 16.00000 0.000000
T( S14) 14.00000 0.000000
T( S15) 6.000000 0.000000
T( S16) 10.00000 0.000000
T( S17) 13.00000 0.000000
T( S18) 8.000000 0.000000
T( S19) 7.000000 0.000000
T( S20) 6.000000 0.000000
T( S21) 8.000000 0.000000
T( S22) 9.000000 0.000000
T( S23) 11.00000 0.000000
T( S24) 14.00000 0.000000
T( S25) 10.00000 0.000000
T( S26) 8.000000 0.000000
X( B1, S1, H1, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B1, S2, H6, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B1, S3, H3, R2) 1.000000 -0.1818182
X( B1, S4, H2, R2) 1.000000 -0.1818182
X( B1, S5, H5, R4) 1.000000 -0.2222222
X( B1, S11, H1, R3) 1.000000 -0.2222222
X( B1, S13, H4, R2) 1.000000 -0.1250000
X( B1, S17, H5, R5) 1.000000 -0.1538462
X( B1, S20, H1, R1) 1.000000 -0.3333333
X( B1, S24, H1, R5) 1.000000 -0.1428571
X( B1, S24, H2, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B1, S25, H1, R4) 1.000000 -0.2000000
X( B2, S1, H2, R4) 1.000000 -0.2000000
X( B2, S2, H3, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B2, S3, H4, R5) 1.000000 -0.1818182
X( B2, S3, H6, R1) 1.000000 -0.1818182
X( B2, S4, H3, R3) 1.000000 -0.1818182
X( B2, S8, H1, R3) 1.000000 -0.2000000
X( B2, S9, H1, R4) 1.000000 -0.3333333
X( B2, S11, H3, R5) 1.000000 -0.2222222
X( B2, S12, H1, R5) 1.000000 -0.3333333
X( B2, S13, H2, R5) 1.000000 -0.1250000
X( B2, S14, H1, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B2, S14, H5, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B2, S16, H2, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B2, S17, H1, R2) 1.000000 -0.1538462
X( B2, S17, H2, R3) 1.000000 -0.1538462
X( B2, S18, H4, R1) 1.000000 -0.2500000
X( B2, S22, H3, R1) 1.000000 -0.2222222
X( B2, S23, H2, R1) 1.000000 -0.1818182
X( B2, S23, H3, R4) 1.000000 -0.1818182
X( B3, S1, H2, R3) 1.000000 -0.2000000
X( B3, S2, H1, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B3, S2, H4, R3) 1.000000 -0.2000000
X( B3, S2, H6, R1) 1.000000 -0.2000000
X( B3, S3, H2, R4) 1.000000 -0.1818182
X( B3, S4, H1, R4) 1.000000 -0.1818182
X( B3, S5, H3, R1) 1.000000 -0.2222222
X( B3, S7, H5, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B3, S10, H1, R3) 1.000000 -0.2500000
X( B3, S10, H4, R5) 1.000000 -0.2500000
X( B3, S11, H4, R4) 1.000000 -0.2222222
X( B3, S12, H3, R4) 1.000000 -0.3333333
X( B3, S12, H6, R2) 1.000000 -0.3333333
X( B3, S13, H2, R1) 1.000000 -0.1250000
X( B3, S14, H1, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B3, S17, H6, R5) 1.000000 -0.1538462
X( B3, S21, H4, R2) 1.000000 -0.2500000
X( B3, S22, H6, R4) 1.000000 -0.2222222
X( B3, S23, H1, R2) 1.000000 -0.1818182
19
X( B3, S24, H6, R3) 1.000000 -0.1428571
X( B3, S26, H4, R1) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S4, H4, R4) 1.000000 -0.1818182
X( B4, S5, H5, R3) 1.000000 -0.2222222
X( B4, S6, H1, R4) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S6, H3, R2) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S6, H6, R3) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S9, H1, R2) 1.000000 -0.3333333
X( B4, S10, H4, R5) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S10, H6, R2) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S11, H2, R2) 1.000000 -0.2222222
X( B4, S13, H2, R4) 1.000000 -0.1250000
X( B4, S13, H5, R1) 1.000000 -0.1250000
X( B4, S13, H6, R1) 1.000000 -0.1250000
X( B4, S15, H1, R5) 1.000000 -0.3333333
X( B4, S15, H4, R3) 1.000000 -0.3333333
X( B4, S16, H2, R1) 1.000000 -0.2000000
X( B4, S18, H4, R1) 1.000000 -0.2500000
X( B4, S20, H2, R3) 1.000000 -0.3333333
X( B4, S22, H2, R5) 1.000000 -0.2222222
X( B4, S22, H3, R4) 1.000000 -0.2222222
X( B4, S23, H3, R3) 1.000000 -0.1818182
X( B4, S24, H1, R3) 1.000000 -0.1428571
X( B5, S1, H2, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B5, S4, H2, R5) 1.000000 -0.1818182
X( B5, S7, H1, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B5, S7, H3, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B5, S8, H1, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B5, S9, H5, R3) 1.000000 -0.3333333
X( B5, S13, H2, R3) 1.000000 -0.1250000
X( B5, S13, H3, R2) 1.000000 -0.1250000
X( B5, S14, H1, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B5, S14, H5, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B5, S14, H6, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B5, S18, H2, R1) 1.000000 -0.2500000
X( B5, S18, H4, R1) 1.000000 -0.2500000
X( B5, S19, H4, R4) 1.000000 -0.2857143
X( B5, S19, H6, R4) 1.000000 -0.2857143
X( B5, S21, H1, R3) 1.000000 -0.2500000
X( B5, S21, H3, R1) 1.000000 -0.2500000
X( B5, S24, H4, R3) 1.000000 -0.1428571
X( B5, S24, H6, R3) 1.000000 -0.1428571
X( B5, S25, H6, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B5, S26, H1, R4) 1.000000 -0.2500000
X( B6, S1, H4, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S3, H4, R4) 1.000000 -0.1818182
X( B6, S5, H5, R3) 1.000000 -0.2222222
X( B6, S6, H6, R5) 1.000000 -0.2500000
X( B6, S7, H2, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S7, H3, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S8, H1, R5) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S8, H2, R3) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S8, H5, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S14, H6, R1) 1.000000 -0.1428571
X( B6, S15, H3, R4) 1.000000 -0.3333333
X( B6, S16, H2, R4) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S16, H3, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S16, H6, R4) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S17, H4, R1) 1.000000 -0.1538462
X( B6, S17, H5, R5) 1.000000 -0.1538462
X( B6, S19, H2, R1) 1.000000 -0.2857143
X( B6, S20, H5, R4) 1.000000 -0.3333333
X( B6, S21, H1, R3) 1.000000 -0.2500000
X( B6, S23, H6, R3) 1.000000 -0.1818182
X( B6, S24, H3, R1) 1.000000 -0.1428571
20
X( B6, S25, H1, R4) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S25, H3, R3) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S25, H6, R2) 1.000000 -0.2000000
X( B6, S26, H2, R5) 1.000000 -0.2500000
X( B6, S26, H5, R1) 1.000000 -0.2500000