23
TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH EVALUASI DAN PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN MAKALAH Penjaminan Mutu Pendidikan Melalui Pemberdayaan Pengawas Sekolah OLEH EDIAMAN NAPITUPULU (8146132036) Dosen Pembimbing: Dr. Darwin, M.Pd PROGRAM PASCA SARJANA ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2015

Penjaminan Mutu Melalui Pemberdayaan Pengawas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Penjaminan Mutu

Citation preview

  • TUGAS INDIVIDUMATA KULIAH

    EVALUASI DAN PENJAMINAN MUTUPENDIDIKAN

    MAKALAH

    Penjaminan Mutu Pendidikan MelaluiPemberdayaan Pengawas Sekolah

    OLEH

    EDIAMAN NAPITUPULU(8146132036)

    Dosen Pembimbing:Dr. Darwin, M.Pd

    PROGRAM PASCA SARJANAADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI

    KEPENGAWASANUNIVERSITAS NEGERI MEDAN

    2015

  • BAB IPENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Di era otonomi sekarang, sekolah harus berubah ke arah yang sesuai dengantuntutan masa, agar tidak ketinggalan zaman. Jaman Satori menyatakanPerubahan yang seharusnya terjadi di sekolah pada era otonomi pendidikan terletakpada: (1). Peningkatan kinerja staf, (2). Pengelolaan sekolah menjadi berbasis lokal,(3). Efisiensi dan efektivitas pengelolaan lembaga, (4). Akuntabilitas, (5).Transparansi, (6). Partisipasi masyarakat, (7) Profesionalisme pelayanan belajar,dan (8).1 Standarisasi. Kedelapan aspek tersebut seharusnya membawa sekolahkepada keunggulan mutu lembaga, sebab sekolah memiliki keleluasaan dalammelaksanakan peningkatan mutu layanan belajar, namun kenyataannya belumterjadi. Sekolah-sekolah kini belum mampu memberi layanan belajar bermutukarena belum mampu memberi kepuasan belajar peserta didiknya.2

    Menurut Engkoswara (2001 : 3), fungsi utama perilaku berorganisasi dalambidang pendidikan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikanyang menyangkut ketiga bidang garapan utama, yaitu : sumber daya manusia(SDM), sumber belajar (SB), sumber fasilitas dan dana (SFD). SDM terdiri ataspeserta didik, tenaga kependidikan dan masyarakat pemakai jasa pendidikan. SBialah alat atau rencana kegiatan yang akan dipergunakan sebagai media sepertikurikulum. SFD adalah faktor pendukung yang memungkinkan pendidikanberjalan dengan harapan.3

    Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang StandarNasional Pendidikan, yang memberi arahan perlunya disusun dan dilaksanakan 8(delapan) Standar Nasional Pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi; (2) standarproses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga

    1 Dadang Suhardan, Supervisi Bantuan Profesional, Mutiara Ilmu, Bandung, 2006, hlm. 82 Ibid, hlm. 93 Engkoswara, Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah, Yayasan AmalKeluarga, Bandung, 2001, hlm. 3

  • kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standarpembiayaan dan (8) standar penilaian.

    Pengawas Satuan pendidikan merupakan tenaga kependidikan yang mutlakterstandarisasi kompetensinya secara nasional menurut PP No 19 tahun 2005, yaitustandar pendidik dan tenaga kependidikan nasional. Pengawas Sekolah adalah salahsatu unsur yang berperan aktif dalam lembaga pendidikan (Sekolah). PengawasSatuan Pendidikan adalah pelaku pendidikan di dalam pelaksanaan tugaskepengawasan pendidikan yang meliputi tiga aspek yaitu supervisi, pengendalian(kontroling) dan inspeksi kependidikan.

    Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pengawas dituntutkeprofesionalannya untuk melaksanakaan tugas pokok dan fungsinya sesuaikompetensinya. Karena tugas pengawas sangat erat kaitannya dengan penjaminanmutu pendidikan di suatu lembaga persekolahan.

    Usaha apapun yang telah dilakukan pemerintah mengawasi jalannyapendidikan untuk mendobrak mutu bila tidak ditindaklanjuti dengan pembinaangurunya, maka tidak akan berdampak nyata pada kegiatan layanan belajar di kelas.Kegiatan pembinaan guru merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam setiapusaha peningkatan mutu pembelajaran.4 Disatu pihak peranan Pengawas satuanPendidikan didalam pembinaan profesional guru sangat signifikan terhadapproduktivitas dan efektifitas kinerja guru tersebut. Masalah dukungan kemudahandan faktor rintangan pelaksanaan pemberian bantuan profesional kepada gurutampaknya disadari sebagai sesuatu aspek yang tidak bisa dilepaskan dari seluruhkeberhasilan kegiatan upaya peningkatan mutu pembelajaran.

    LAN (2004) seperti yang dikutip Suradji dalam Ridwan (2009 : 269)menyatakan bahwa : Kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi

    kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja.5 Dengan demikian diduga adadua variabel sebagai penyebab rendahnya kinerja profesional guru yaitu varibelsupervisi pengawas dan kepemimpinan kepala sekolah dalam penciptaan iklim

    4 Dadang Suhardan, op. cit. hlm. 95

  • kerja (iklim sekolah) yang kurang kondusif bagi pengembangan produktivitaskinerja guru.

    Dari dua variabel tersebut dilakukan pengamatan dan analisis patut didugayang menjadi penyebab rendahnya kinerja pengawas (perilaku kepengawasan)antara lain belum terpenuhinya standar kompetensi pengawas satuan pendidikandalam hal : (1) kepribadian, (2) supervisi akademik, (3) supervisi manajerial, (4)sosial, (5) evaluasi pendidikan, dan (6) penelitian pengembangan. Sementara tidakefektifnya kepemimpinan kepala sekolah juga karena tidak terpenuhinya standarkompetensi kepala sekolah yang dipersyaratkan yaitu kepribadian, manajeral,kewirausahaan, sosial, dan supervisi. Sedangkan Iklim kerja guru sebagai penyebabefektif tidaknya kinerja guru dipengaruhi oleh : (1) faktor individu, (2) faktororganisasi, dan (3) faktor lingkungan. Demikian halnya rendahnya kinerjaprofesional guru karena belum diwujudkannya standar kompetensi guru secarakomprehensif dalam hal : (1) profesional, (2) pedagogik, (3) kepribadian, dan (4)sosial.

    B. Rumusan Masalaha. Bagaimana gambaran Perilaku Kepengawasan Satuan Pendidikan didalam

    melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsinya untuk pembinaan guru disekolah?

    b. Bagaimana iklim kerja pengawas dan suasana lingkungan kerja guru dalammeningkatkan produktivitas kerja guru di sekolah sehingga penjaminanmutu pendidikan baik?

    C. Tujuan Penulisana. Terdeskripsinya gambaran Perilaku Kepengawasan Satuan Pendidikan

    didalam melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsinya untuk pembinaan gurudi sekolah.

    b. Terdeskripsinya iklim kerja pengawas dan suasana lingkungan kerja gurudalam meningkatkan produktivitas kerja guru di sekolah sehinggapenjaminan mutu pendidikan baik?

  • BAB II

    TINJAUAN TEORITIS

    A. Pengertian Supervisi (kepengawasan).

    Secara etimologi, kata pengawasan (supervisi), berasal dari istilah

    Inggeris supervision, terdiri dari dua kata super (lebih) dan Vision (melihat),

    yang berarti melihat dari atas, yakni melihat dengan teliti pekerjaan secara

    keseluruhan. Sedangkan orang yang melakukan supervivi tersebut, dikenal dengan

    supervisor atau pengawas 6. N.A. Ametembun pada tahun 1975 mengatakan

    pengawasan pendidikan atau supervisi pendidikan adalah pembinaan kearah

    perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu belajar

    mengajar dikelas pada khususnya.7

    Pendapat para ahli yang dimuat di buku Syaiful Sagala tentang Supervisipendidikan atau Kepengawasan adalah :

    1. Teknik pelayanan yang bertujuan untuk mempelajari dan memperbaiki secarabersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan danperkembangan anak (Burton dan Brueckner, 1955)

    2. Setiap pelayanan kepada guru-guru yang bertujuan mengahasilkan perbaikaninstruksional, layanan belajar, dan perkembangan kurikulum (Neagley, 1980)

    3. Suatu bantuan dalam pengembangan dan peningkatan situasi pembelajaranyang lebih baik (Kimball Wiles, 1956)

    4. Ide-ide pokok dalam menggalakkan pertumbuhan profesional guru,mengembangkan kepemimpinan demokratis, melepaskan energi, memecahkanmasalah belajar-mengajar dengan efektif (Oteng sutisna, 1982)

    6 S. Arikunto, Dasar Dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 47 H.M. Amin Thaib dan Subagio, Kepengawasan Pendidikan, DEPAG RI, Jakarta, 2005, hlm. 2

  • 5. Segala usaha dari pejabat sekolah yang diangkat dan diarahkan pada penyediaankepemimpinan bagi guru dan tenaga kependidikan lain dalam perbaikanpengajaran, memberi simulasi untuk pertumbuhan jabatan guru yang lebihprofesional, seleksi dan revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran,metode-metode pengajaran, dan evaluasi pengajaran (Carter Goods Dictionaryof Education, dalam Sutisna, 1982 : 223).8

    Dadang Suhardan, mengartikan bahwa supervisi adalah pengawasanprofesional yang dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan. Oleh karena ituPengawas satuan Pendidikan tidak dapat dilakukan oleh sembarangan pengawasapalagi oleh orang yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu, tetapi harus dijalankanoleh orang yang sesuai keahliannya.9 Dan semua pakar menyepakati bahwaSupervisi Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada

    pengkajian peningkatan situasi belajar mengajar, memberdayakan guru danmempertinggi kualitas mengajar. Sebagai dampak meningkatnya kualitaspembelajaran, tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu berartimeningkatlah kualitas lulusan sekolah itu. Disamping itu pula kegiatan pokok

    supervisi pada umumnya adalah melakukan pembinaan kepada sekolah.Apabila didasarkan pada konsep pengertian di atas, kegiatan supervisi

    dibedakan menjadi dua, yaitu (1) supervisi akademik (pengawasan businesscore/pengawasan operasional), dan (2). Supervisi administrasi (pengawasanmanajerial/pengawasan organisasional). Supervisi akademik, menitik beratkanpengamatan pada masalah yang langsung berada dalam lingkup pembelajaran yangdilakukan guru untuk membantu siswa ketika sedang dalam prosesbelajar. Sedangkan supervisi administrasi, menitik beratkan pengamatan padaaspek-aspek administrasi sebagai lingkungan belajar yang berfungsi mendukungterlaksananya pembelajaran. Kedua bentuk kegiatan supervisi itu, disebut sebagaisupervisi pendidikan. Pengawasan pendidikan di sekolah bersifat student-driven,yang kepentingan utamanya adalah menjamin mutu pembelajaran sehingga dicapai

    8 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Alfa Beta, Bandung,2008, hlm. 194-1959 Dadang Suhardan, op. cit, hlm. 28

  • hasil belajar yang bermutu. Dengan demikian pengawasan pendidikan di sekolahditujukan untuk mengendalikan mutu layanan dan hasil belajar siswa.10

    B. Perilaku Kepemimpinan Sekolah dan Pengawas Satuan Pendidikan

    Pendekatan perilaku (behavioral approach) adalah pendekatan yangdidasarkan pada pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpindisebabkan oleh sikap dan gaya kepemimpinan seseorang. Pendekatan perilakumerupakan konsep kepemimpinan yang sesuai dengan prinsip-prinsip mendidik.Tidak seorangpun akan mengingkari bahwa salah satu fungsi pendidikan adalahmengubah tingkah laku11. Para pemimpin pendidikan, termasuk Pengawas satuanpendidikan, kepala sekolah, dan para guru, perlu menyadari bahwa setiap lembagapendidikan memiliki keberagaman situasi, sehingga memerlukan perilakukepemimpinan yang berbeda. Setiap kelas memiliki semangat dan suasana yangberlainan, sehingga diperlukan cara pelayanan dan cara mengajar yang bervariasidari seorang guru berpengalaman. Dengan mengetahui berbagai model dan gayakepemimpinan, diharapkan stakeholder pendidikan (pengawas dan kepala sekolah)dapat memilih dan menerapkan perilaku kepemimpinan mana yang dipandang lebihefektif berdasarkan sifat-sifat, perilaku kelompok, dan kondisi serta situasi lembagayang dibinanya.

    Beberapa sifat yang diperlukan dalam kepemimpinan pendidikan antara lain: (a). Rendah hati dan sederhana, ia hendaknya lebih banyak bertanya danmendengarkan dari pada berkata dan menyuruh. (b). Bersifat suka menolong,senantiasa siap sedia membantu anggota-anggotanya tanpa diminta bantuannya,namun tidak memaksakan. (c). Sabar dan memiliki kestabilan emosi, tidakmemperlihatkan kekecewaannya dalam menghadapi kegagalan dan sebaliknya.(d). Percaya kepada diri sendiri, menaruh kepercayaan sepenuhnya kepadaanggota-anggotanya, percaya bahwa mereka pasti bisa melakukan tugas dengan

    10 Djaman Satori, Pengawasan Pendidikan di Sekolah, Universitas Pendidikan Indonesia,Bandung, 2001, hlm. 211 Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,2008, hlm. 46

  • baik. (e). Jujur, adil, dan dapat dipercaya, selalu menepati janji dan tidak lekasmengubah haluan, hati-hati dalam mengambil keputusan dan teliti dalammelaksanaannya seta berani mengakui kesalahan dan kekurangan sendiri.(f). Keahlian dalam jabatan, ahli dalam bidang pekerjaan yang dipimpinnya12. Sifata sampai e yang telah disebutkan itu berkaitan dengan sifat-sifat watak pribadi yangsebagian besar adalah hasil pengaruh faktor-faktor pembawaan dan lingkungan,yang memberikan kedudukan yang kuat bagi kita untuk melakukan interaksikemanusiaan. Namun, bagaimanapun besarnya kesediaan kita untuk membantukelompok dalam kesulitan-kesulitan pekerjaan, tanpa keahlian yang memadai,maka tentunya kita tidak dapat memberikan bantuan yang diperlukan.

    Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi perilaku seorang pemimpinadalah :1) Keahlian dan pengetahuan yaqng dimiliki oleh pemimpin untuk menjalankan

    kepemimpinannya

    2) Jenis pekerjaan atau lembaga tempat pemimpin itu melaksanakan jabatannya3) Sifat-sifat kepribadian pemimpin. Secara psikologis manusia itu berbeda-beda

    sifat, watak, dan kepribadiannya. Ada yang bertindak tegas dan keras tetapi adapula yang lemah dan kurang berani.

    4) Sifat-sifat kepribadian pengikut atau kelompok yang dipimpinnya. Ada limamacam kepengikutan karena naluri atau nafsu, tradis dan adat, agama dan budinurani, rasio dan kepengikutan karena peraturan hukum.

    5). Sangsi-sangsi yang ada ditangan pemimpin. Kekuatan- kekuatan yang adadibelakang pemimpin menentukan sikap dan tingkah lakunya.13

    C. Sasaran Pengawasan Pendidikan di SekolahSupervisi hadir karena alasan untuk memperbaiki mengajar dan belajar,

    untuk membimbing pertumbuhan kemampuan dan kecakapan profesional guru14.

    Supervisi mendorong guru menjadi lebih berdaya, dan situasi pembelajaran

    12 Ibid, hlm. 55 - 5813 Ibid, hlm. 60 - 6114 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan. Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional, Angkasa,Bandung, 1989, hlm 47

  • menjadi lebih baik dan efektif, guru menjadi lebih puas dalam melaksanakantugasnya. Ini berarti kedudukan supervisi merupakan komponen strategis dalamadministrasi pendidikan. Bila tidak ada unsur supervisi, sistem pendidikan secarakeseluruhan tidak akan berjalan dengan efektif dalam usaha mencapai tujuannya15.Dengan demikian sistem pendidikan dapat berfungsi sebagaimana mestinya dalamusaha mencapai tujuan pendidikan.

    Sesuai dengan konsep core business sekolah, bahwa untuk memenuhifungsi quality assurance, sasaran pengawasan pendidikan di sekolah harusdiarahkan pada pengamanan mutu layanan belajar mengajar (apa yang terjadi dikelas, laboratorium atau di tempat praktek) dan mutu kinerja manajemen sekolah.Dalam tingkat analisis terhadap pengamanan mutu layanan belajar-mengajar faktorguru paling dominan, sehingga pengawasan pendidikan di sekolah menaruhperhatian pada akuntabilitas profesional guru. Dalam analisis pengawasan mutumanajemen sekolah adalah kinerja manajemen kepala sekolah. 16

    Akuntabilitas profesonal guru direfleksikan dalam 11 kemampuan antaralain : (1). Merencanakan kegiatan belajar-mengajar (KBM), (2). MelaksanakanKBM, (3) Menilai proses dan hasil belajar, (4) memanfaatkan hasil penilaian bagipeningkatan layanan belajar, (5) memberikan umpan balik secara tepat, teratur danterus menerus kepada peserta didik, (6) Melayani peserta didik yangmengalamikesulitan belajar, (7) mengembangkan interaksi pembelajaran yangefektif strategi, metode, teknik, (8) mencptakan lngkungan belajar yangmenyenangkan, (9) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan mediapembelajaran, (10) memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia bukuperpustakaan, laboratorium, lingkungan sekitar, (11) melakukan penelitian prakts(penelitian tindakan kelas) bagi perbaikan pembelajaran.17

    Akuntabilitas profesional kepala sekolah diukur dan direfleksikan dalamkinerja manajemen kepala sekolah dalam membangun sekolah yang efektif.Lembanga pendidikan efektif atau sekolah efektif adalah sekolah yang

    15 Dadang Suhardan, op. cit. hlm. 3216 Djaman Satori, op. cit. hlm. 4-517 Ibid, hlm. 6

  • menunjukkan kemampuan menjalankan fungsinya secara maksimal, yakni semuasumber dayanya diorganisasikan dan dimanfaatkan untuk menjamin peserta ddik,tanpa memandang ras, jenis kelamin, maupun status sosial ekonmi, dan bisamempelajari materi kurikulum yang esensial di institusi itu.

    Sasaran pengawasan pendidikan yang sifatnya tidak langsung adalah kinerjapara administrator pendidikan baik di lingkungan diknas maupun di lingkungandepag. Untuk memfasilitasi sekolah menyelenggarakan manajemen sekolah yangsehat dan berlangsungnya proses belajar mengajar yang bermutu. Artinya, kegiatanpengawasan pendidikan di sekolah harus pula peduli pada tindakan manajemenpara praktisi pendidikan di tingkat struktural / birokrat.

    Pemberdayaan akunbilitas profesional guru dan kepemimpinan/ manajemensekolah hanya akan berkembang apabila didukung oleh penciptaan iklim danbudaya sekolah sebagai organisasi belajar (learning organization), yaitu suatukondisi institusi dimana para anggotanya menunjukkan kepekaan terhadapkekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dan berupaya unukmenentukan posisi strategis bagi pengembangan lembaganya. Mereka tidak hanyasekedar menjalan tugas pokok dan fungsinya semata, tetapi juga memiliki sikapuntuk selalu meningkatkan mutu pekerjaannya, sehingga mereka harusmempelajari cara-cara yang paling baik (learning professional). Jadi sasaranpengawasan pendidikan adalah menjadikan kepala sekolah, guru dan staf lainnyasebagai learning professionals, yaitu para profesional yang menciptakan budayabelajar dan mereka mau belajar terus menyempurnakan pekerjaannya. Budaya inimemugkinkan terjadinya peluang inovasi dari bawah bottom up changes /inovation-dalam proses pembelajaran dan manajemen sekolah.18

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sasaran utama pengawasanpendidikan di sekolah ada tiga aspek : (1). Peningkatan mutu pembelajaran melaluipeningkatan kemampuan dan kinerja profesional guru, (2). Peningkatan mutumanajemen kepala sekolah dalam rangka penciptaan organisasi sekolah yang

    18 Ibid, hlm. 7

  • kondusif dan iklim budaya belajar, (3). Kinerja para administrator pendidikan,yakni tindakan manajerial para personil pendidikan di tingkat birokrat (struktural).

    D. Analisis Kompetensi dan Pembinaan Pengawas PendidikanPembinaan kemampuan profesional pengawas satuan pendidikan bertujuan

    untuk meningkatkan kompetensi pengawas baik kompetensi kepribadian, sosial,supervisi akademik dan manajerial, profesional, maupun kompetensi penelitian danpengembangan diri. Dengan meningkatnya kompetensi pengawas diharapkanterjadi peningkatan kinerjanya sehingga berdampak terhadap mutu pendidikan padasatuan pendidikan yang dibinanya. Pembinaan diberikan kepada para pengawassatuan pendidikan untuk semua kategori jabatan pengawas yakni pengawaspratama, pengawas muda, pengawas madya dan pengawas utama.

    Untuk dapat melaksanakan peran dan tugasnya seorang pengawas akademikminimal harus memenuhi persyaratan berikut1) Memiliki atau menguasai pengetahuan dibidang mata pelajaran yang diawasi

    pada tingkat yang lebih tinggi dari pada yang dimiliki oleh guru yang hendakdibimbing dan dinilai.

    2) Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai berbagai metode dan strategipembelajaran khususnya mata pelajaran yang bersangkutan serta pengalamandalam mengajarkannya.

    3) Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai indikator keberhasilan maupunkegagalan dalam mengajar.

    4) Memiliki kemampuan yang cukup dalam berkomunikasi, baik lisan maupuntulisan.

    5) Memilki pengetahuan yang cukup dalam hal manajemen mutu pendidikanditingkat sekolah, khususnya tentang program pengendalian mutu (qualityassurance)

    6) Memiliki kemampuan mempengaruhi, meyakinkan, serta memotivasi oranglain. Termasuk disini kemampuan dalam mengembangkan hubunganinternasional.

  • 7) Memilki tingkat kemampuan intelektual yang memadai untuk dapatmenemukan pokok masalah, menganalisanya serta mengambil keputusan darihasil analisis tersebut.

    8) Memiliki pengetahuan yang memadai dalam hal pengumpulan data secarasistematis serta analisis terhadap data tersebut.

    9) Memiliki tingkat kematangan pribadi yang memadai, khususnya dibidangkematangan emosi.19

    Kriteria minimal untuk menjadi pengawas sekolah sesuai pasal 39 PP Nomor19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, meliputi:a) Berstatus sebagai guru PNS minimal 8 tahun atau kepala sekolah sekurang-

    kurangnya 4 tahun pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan satuanpendidikan yang diawasi

    b) Memilki sertifikat pendidikan fungsional sebagai pengawas satuan pendidikanc) Lulus seleksi sebagai pengawas satuan pendidikan. Dan bagi pengawas SLTA

    minimal berkualifikasi pendidikan strata dua (S2) bidang pengawasan, sertasecara umum minimal berusia 50 tahun (Permendiknas No.12, 2007)

    Pengawas adalah sekelompok jabatan fungsional yang bertugasmemonitoring, membimbing dan membina kehidupan lembaga persekolan.Olehnya para pengawas harus tumbuh dan berkembang serta memiliki kompetensiprofesional dalam melaksanakan tugasnya, agar kinerja lembaga pendidikan dapatberjalan dan berkembang dengan benar sesuai tuntutan kebutuhan. Selain itu dapatmelahirkan kebijakan kebijakan baru dalam memecahkan masalah yang timbuldalam pelaksanaan tugasnya. Jadi Pengawas dapat berperan sebagai seorang analiskebijakan dan memahami rumusan kebijakan. Apa, bagaimana, siapa sasarankebijakan, dan dampak dari kebijakan itu. Kalau perumusan kebijakan pelatihanguru misalnya dapat dilaksanakan, maka pengawas dapat mengamati dampakpelatihan itu melalui monitoring lapangan terhadap kinerja guru paska pelatihan

    tersebut

    19 Yusuf Hasan dkk, Pedoman Pengawasan, CV. Mekar Jaya, Jakarta, 2002, hlm. 23- 24

  • BAB IIIPEMBAHASAN

    A. Perilaku Pengawas Terhadap Iklim Sekolah Dalam Rangka PenjaminanMutu Pendidikan.

    Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikannasional. Misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatankompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas melalui pelatihan, pengadaan bukudan alat pelajaran, sertifikasi guru/dosen/pengawas pendidikan, pengadaan danperbaikan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan mutu manajemen sekolah,dan akreditasi sekolah. Nampaknya segala usaha belum menunjukkan hasil yangmenggembirakan. Masyarakat masih membicarakan lulusan sekolah belumbermutu, juga moral (kejujuran dan sopan santun) menurun. Disiplin, tanggungjawab dan rasa malu sangat kurang, dan penyelewengan dimana-mana.

    Fenomena tersebut adalah produk dan outcome yang diperoleh selamabersekolah. Mungkin ada hubungannya dengan budaya nyontek saat ujian nasionaldan ujian sekolah berlangsung di bawah toleransi guru karena suatu pesanan haruslulus 100 %. Akibat dari nyontek ini (tidak jujur) jelas akan muncul perilaku/watak;tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak mau membacabuku pelajaran tapi rajin membuat catatan kecil-kecil untuk bahan nyontek, potongkompas, menghalalkan semua cara, dan akhirnya menjadi koruptor20. Padahalditengah-tengah kehidupan yang semakin menglobal, nilai-nilai kejujuran menjadisemakin dibutuhkan dalam persaingan usaha yang semakin kompetitif21. Inilahsimpul yang selama ini dibicarakan dan belum terpecahkan. Dalam mengatasipermasalahan di atas, guru, kepala sekolah dan pengawas satuan pendidikan sangatdiharapkan peranannya sebagai tenaga profesional.

    Guru profesional akan dapat menyelenggarakan proses PBM yang bersihdan menyenangkan, sehingga dapat mendorong kreatifitas pada diri siswa. Kepala

    20 Buchari Alma, dkk, Guru Profesional, Alfa Beta, Bandung, 2009, hlm. 12421 Bahrum Kirom, Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan Konsumen, Pustaka Reka Cipta,Bandung, 2009, hlm. 40

  • sekolah profesional dapat menyelenggarakan manajemen kepemimpinan yangefektif, sehingga tercapai iklim sekolah yang kondusif. Pengawas profesional dapatmelaksanakan tugas pengendalian mutu pendidikan di sekolah, dapat melakukansupervisi akademik dan manajerial, penelitian pengembangan dan pembinaanuntuk membantu guru dan kepala sekolah dalam meningkatkan kualitaspendidikan.

    Kinerja merupakan bentuk penilaian tersendiri untuk mengukur tingkatkeberhasilan seseorang atau perusahaan (organisasi) dalam menjalankan program-program kerjanya22. Kriteria keberhasilan suatu manajemen pendidikan ialahproduktivitas pendidikan. Produktivitas pendidikan dapat diukur dari sudutefektivitas dan efisiensi. Efektivitas dilihat dari sudut prestasi dan prosespendidikan. Prestasi dilihat dari masukan dan keluaran yang merata dan banyak,bermutu, relevan dan mempunyai nilai ekonomik. Efisiensi pendidikan diharapkandengan memanfaatkan tenaga, fasilitas, dana dan waktu yang sedikit tapi hasilnyabanyak, bermutu, relevan dan bernilai ekonomi yang tinggi.23

    Tenaga kependidikan yaitu guru, kepala sekolah, pengawas, perencanapendidikan, pengembang kurikulum, petugas bimbingan, pustakawan, laboran, danpenguji seyogyanya dipersiapkan secara profesional dengan memperoleh fasilitasdan imbalan yang memadai, sehinga mereka dapat melaksanakan pengabdiannyadengan sungguh-sungguh sejalan dengan kode etik profesi masing-masing24.Profesionalisasi tenaga kependidikan harus terus ditingkatkan baik pendidikan,penempatan, pengorganisasian maupun standarisasinya secara nasional.

    B. Iklim Sekolah

    Kata iklim sebagai terjemahan istilah climate didefinisikan oleh Bloom

    tahun 1964 sebagai kondisi, pengaruh dan rangsangan dari luar yang meliputi

    22 Ibid, hlm. 5123 Engkoswara, op. cit., hlm. 3124 Ibid, hlm. 42

  • pengaruh fisik, social dan intelektual yang mempengaruhi peserta didik. Iklimdimaksud dibedakan atas iklim kelas dan iklim sekolah.25

    Iklim kelas (classroom climate), menurut Hoy dan Forsyth, 1986, juga Hoydan Mis Miskell, 1982 adalah merupakan kualitas dari lingkungan (kelas) yangterus menerus dialami guru baik aspek social informal maupun aktivitas guru kelasyang secara spontan mempengaruhi tingkah laku mereka. Selanjutnya Hoy danMiskell (1982), juga Moos (1979) mengillustrasikan iklim kelas sebagai

    kepribadian pada manusia, ada yang berorientasi pada tugas, demokratis, formal,terbuka atau tertutup.26

    Iklim Sekolah (organizational climate), merupakan suasana socialpsikologis di mana iklmi kelas berada didalamnya. Menurut Hoy dan Miskell(1982) iklim sekolah adalah produk akhir interaksi antar kelompok siswa, guru danpegawai administrasi di sekolah yang bekerja untuk pencapaian keseimbanganantara dimensi organisasi (sekolah) dengan dimensi individu. Produk dimaksudmencakup nilai-nilai, kepercayaan social dan standar social, merupakan kualitasdari lingkungan sekolah yang terus menerus dialami oleh para guru danmempengaruhi perilaku yang didasarkan pada persepsi kolektif tingkah lakumereka. Sergiovanni dan Starratt menyebutkan, bahwa iklim sekolah merupakankarakteristik yang ada (the enduring characteristics), yang menggambarkan ciri-ciripsikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakannya dengan sekolah lain,telah mempengaruhi perilaku guru dan siswa sebagai perasaan psikologis(psychological feel) sekolah itu27.

    Dimensi-dimensi iklim sekolah maupun iklim kelas, telah dikembangkanoleh Moos, 1979 dan Arter, yaitu : (1). Dimensi hubungan (relationship), yaitudukungan siswa (student support), afiliasi (affiliation), keretakan (disengagement),keintiman (intimacy), kedekatan (closeness) dan keterlibatan (involvement).

    25 Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Penerbit RinekaCipta, Jakarta, 2004, hlm. 15326 Ibid, hlm. 15327 Ibid, hlm. 178

  • (2). Dimensi pertumbuhan dan perkembangan pribadi (personalgrowth/development), yakni minat professional (professional interest), halangan(hindrance), kepercayaan (thrust), standar prestasi (achievement standard) danorientasi pada tugas (task orientation), (3)Dimensi perubahan dan perbaikan system(system maintenance and change), adalah kebebasan staf (staff freedom),partisipasi dalam pembuatan keputusan (participatory decision making), inovasi(innovation), tekanan kerja (work pressure), kejelasan (clarity) dan pengawasan(control). (4). Dimensi lingkungan fisik (physical environment), antara lain :kelengkapan sumber (resource adequacy), dan kenyamanan lingkungan (physicalcomfort).28

    Perbaikan iklim sekolahpun dapat dilakukan oleh para supervisor(pengawas) satuan pendidikan baik dilingkungan diknas maupun depag yang secarakontinyu melakukan pembinaan ke beberapa sekolah. Untuk itu para pengawassekolah (supervisor), harus mempunyai profil iklim sekolah dari masing-masingsekolah yang disupervisinya dengan mengadministrasikan alat ukur iklim sekolah.Perbaikan iklim sekolah ini bergantung kepada prinsip kemandirian masing-masingsekolah. Sekolah yang memilki gap yang menyolok antara iklim sekolah yangdialami (actual school climate) dengan yang diinginkan (preferred school climate)harus lebih peka untuk segera melakukan perbaikan.

    Kepala sekolah, sebagai penanggung jawab pendidikan di sekolahnya dapatmengambil inisiatif perbaikan iklim sekolah/madrsah dan menjadikan kegiatan itusebagai suatu program sekolah. Misalnya sebagai suatu penelitian tindakan, yangpelaksanaannya dapat melibatkan guru secara kolaboratif dan para peneliti maupunakademisi yang handal di bidangnya.

    Dalam suatu penelitian Sutjipto dan Hadiyanto (2003) terhadap iklim lima SDSwasta di Jakarta, telah terungkap bahwa sekolah-sekolah yang iklimnya baik padaumumnya memiliki peserta didik yang heterogen dan prestasinya menonjol,prasarana yang relative lengkap dan guru yang lebih kompoten. Hasil penelitian

    28 Ibid, hlm, 178 - 180

  • tersebut telah dapat digunakan sebagai input bagi kepala sekolah dan yayasan untukmelakukan supervise dalam rangka perbaikan kualitas iklim sekolah yang akhirnyabermuara pada peningkatan kualitas pendidikan di sekolah yang bersangkutan.

    C. Iklim Kerja, Perilaku Guru dan Prestasi SiswaDalam melaksanakan tugas, seseorang bisa saja dipengaruhi atau tidak

    dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia bekerja. Misalnya seseorang dapat terlatihmenyampaikan pendapat kepada guru lain dengan baik, mungkin saja karenasuasana di sekolah itu mendukung untuk melakukan hal itu. Demikian pulasebaliknya dia tidak sopan dalam mengemukakan pendapatnya, karena mungkinkepala sekolahnya tidak pernah member contoh yang baik. Studi tentangketerkaitan antara iklim lembaga kerja dengan tingkahlaku seseorang, telah dimulaisejak 1935 oleh Lewin. Lewin berpendapat bahwa tingkah laku merupakan akibatketerkaitan antara pribadi pegawai/guru dengan lingkungan. Lebih jauh Lewinmenjelaskan, bahwa untuk mengetahui dan memprediksi tingkah laku psikologispegawai atau guru (behavior), seseorang harus mamahami bermacam-macamperistiwa psikologis seperti tindakan, emosi, dan ekspresi seseorang (personality)dan lingkungan psikologisnya (environment)29. Jadi lingkungan dan kepribadiansebagai faktor pembentuk perilaku pegawai.

    Menurut Murray dalam Fisher, kebutuhan dan tekanan (press) dapatdianalogkan sebagai pribadi dan lingkungan. Kebutuhan pribadi mengacu kepadamotivasi individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan lingkunganpress merupakan situasi eksternal yang mendukung atau bahkan malah

    menyebabkan kekacauan dalam mengungkapkan kebutuhan pribadi30. Dengandemikian lingkungan (sekolah) dapat menyebabkan perubahan tingkah laku siswadan guru, yang pada gilirannya mempengaruhi prestasi kerja mereka. Oleh karenaitu peranan kepala sekolah dan juga pengawas satuan pendidikan dalammenciptakan iklim kerja yang kondusif memainkan peranan yang sangat strategis.

    29 Ibid, hlm. 18230 Ibid, hlm. 183

  • Steer, 1980, telah memakai konsep iklim organisasi, dan menyatakanketerkaitan antara iklim organisasi (sekolah) dengan kepuasan kerja kerja karyawan(guru). Hasil penelitian Baedhowi (1988) dan Mufidayati (1988) bahwa adapengaruh iklim sekolah terhadap kepuasan kerja guru31. Sementara hasil penelitianSyafari (2000) terhadap guru-guru SMU di Wilayah Jakarta Timur menunjukkanadanya korelasi yang signifikan antara iklim sekolah dengan prestasi kerja guru,dan juga ada kontribusi antara iklim sekolah dengan prestasi kerja guru sebesar13,7%.

    Sebagai institusi sosial, sekolah di samping perannya untuk memenuhiharapan sistem juga di dalamnya ada fenomena perilaku sosial32, sebagai akumulasidari sederetan interaksi antar individu dengan kepribadian sendiri dan disposisikebutuhan menjadi kebiasaan system. Organisasi sekolah sebagai sebuah sistemtidak luput dari pengaruh luar yang turut mempengaruhi kinerja guru dalampelaksanaan tugasnya. Dewasa ini telah terjadi proses pembelajaran yang intensdengan lingkungan, sehingga otoritas guru dalam meningkatkan kualitas danproduktivitas pembelajarannya turut berkembang sejalan dengan masuknyapengaruh luar ke dalam organisasi sekolah. Organisasi sekolah sebagai suatu sistemsosial pada dasarnya merupakan suatu kerangka kerja dimana manajemenpendidikan bekerja dengan fungsi-fungsinya, implementasi dari fungsi-fungsitersebut akan menggambarkan bagaimana gaya dan prilaku kepemimpinan didalammengelola organisasi sekolah.

    Kinerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor individumaupun faktor oganisasi. Kinerja inovatif individu dipengaruhi daya tarik sistemreward serta persepsi atas keinginan organisasi dalam mendukung kerja inovatif.Dengan demikian faktor kepemimpinan (pengaruh pemimpin) serta sistemreward/kompensasi serta dukungan organisasi merupakan faktor yang pentingdalam menentukan kinerja inovatif pegawai. Kreatifitas berpengaruh langsung pada

    31 Ibid, hlm. 18432 Syafaruddin, Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan MenujuOrganisasi Sekolah Efektif, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 37

  • inovasi pelayanan serta berperan sebagai perantara (variabel intervening) darimodal intelektual dan kepuasan kerja, inovasi pelayanan menunjukkan suatupelaksanaan pekerjaaan pegawai yang inovatif sehingga hal tersebut dapatmenggambarkan kinerja pegawai yang inovatif dalam melaksanakan fungsipelayanan33. Bagaimanapun, kebijakan pemberian dan peningkatan reward daninsentif cukup beralasan dari perspektif motivasi dan kinerja, yakni mencakuppeningkatan produktivitas, memperbesar kepuasan kerja dan kemampuan bekerja34.

    D. Perilaku Kepengawasan dalam Pengendalian Mutu Pendidikan di Sekolah

    Dalam kegiatan di sekolah seperti : administrasi, supervisi, evaluasi,manajemen maupun pengawasan merupakakan kegiatan yang saling melengkapisatu sama lain dan sukar dipisahkan, hanya dapat dibedakan, itupun hanya bisadilakukan dalam bahasan akademik. Administrasi menggambarkan keseluruhansistem pendidikan dan kebijaksanaannya. Supervisi berhubungan dengan usahameningkatkan mutu pembelajaran dan situasinya. Evaluasi digambarkan sebagaialat untuk menterjemahkan kebijakan administrasi kedalam kegiatan teknisoperasional. Pengawasan atau kontrol merupakan usaha untuk mempertahankan

    supaya proses pendidikan berjalan dengan semestinya dalam tujuan mencapaitujuan yang dikehendaki dalam rencana35. Pengawasan pada dasarnya digunakanuntuk menjaga keterlaksanaan program yang telah ditetapkan. Manajemenmerupakan sistem pengelolaan administarsi pendidikan yang meliputi unsurperencaanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan agar tujuan pendidikantercapai secara efektif dan efisien serta produktif.

    Supervisi merupakan pengawasaan yang lebih profesional dibandingkandengan pengawasan umum karena perkembangan kemajuan pendidikan yangmembutuhkannya, yaitu pengawasan akademik yang mendasarkan kepadakemampuan ilmiah. Pendekatannya bukan lagi pengawasan manajemen biasa yangbersifat inhuman, melainkan menuntut kemampuan profesional yang demokratis

    33 I Wayan Bagia, Pengaruh Modal Intelektual dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja PegawaiPemerintah daerah Kabupaten di Provinsi Bali, Disertasi PPS Unpad Bandung.34 Syafaruddin, op. cit. hlm. 14335 Dadang Suhardan, op. cit. hlm. 31

  • dan humanistik oleh para pengawas dalam melaksanakannya. Karena kemajuanilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan pengawasan yang lebih profesional,yang menuntut kemampuan profesional dari para pengawasnya, dan bukan hanyawewenang administratif saja. Dan dengan berkembangnya teori-teori pendekatanadministrasi yang lebih memperhatikan cara-cara pendekatan manusiawi dan sosial,maka pengawasan berkembang menjadi lebih humanistik dan demokrasi, menjadisupervisi yang dipermasalahkan sekarang. Dengan demikian supervisi merupakanusaha memberi pelayanan agar guru menjadi lebih profesional dalam menjalankantugas melayani peserta didiknya.

    Suatu kenyataan lapangan memperlihatkan gejala penurunan kinerjapengawas satuan pendidikan di Indonesia, khususnya di sekolah yang ada di Kab.Dairi. Ada banyak faktor pemicunya; misalnya saja rekrutmen pengawas hanyadidasarkan pada senioritas atau memperpanjang usia pensiun bagi birokrat ataumasih dipandang sebagai tempat isolasi bagi mereka yang berfikiran kritis daninovatif. Hal lainnya adalah perekrutan pengawas didasarkan oleh kepentinganpenguasa di daerah dengan adanya otonomi. Belum adanya perhatian yang seriusdalam pembinaan karir pengawas, terutama dalam penyelenggaraan tugasnyabelum didukung oleh sarana prasarana dan alokasi pembiayaan yang memadai.

    E. Pemberdayaan Pengawas Terhadap Pengendalian Mutu Pendidikan diSekolah.

    Dalam melaksanakan pembinaan dan pengembangan profesi pengawas,peranan Korwas dan Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI) dan KelompokKerja Pengawas (Pokjawas/Depag) sangat diperlukan. Untuk itu pemerintah pusatdan daerah perlu memfasilitasi Korwas dan APSI baik dalam hal dana/anggaranmaupun daya dukung lainnya. Tidak berlebihan apabila kepada KoordinatorPengawas diberikan tunjangan khusus selain anggaran rutin untuk melakukanpembinaan dan pengembangan karir pengawas. Mata anggaran untuk pembinaandan pengembangan karir pengawas sekurang-kurangnya terdiri atas beberapakegiatan antara lain kegiatan :

  • 1. Monitoring dan evaluasi kinerja pengawas satuan pendidikan (sekolah) untuksetiap bidang pengawasan.

    2. Forum kegiatan ilmiah untuk pengembangan kompetensi pengawas satuanpendidikan (sekolah) yang dilaksanakan oleh Korwas/Pokjawas dan atau APSIatau Badan Musyawarah Pengawas Sekolah (BMPSM) setempat.

    3. Penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh para pengawas sekolahyang menunjang tugas pokok profesinya (kepengawasan).

    4. Keterlibatan dalam kegiatan ilmiah yang dilaksanakan oleh lembaga lain sepertioleh perguruan tinggi, Departemen Pendidikan dan lembaga lain yang relevan.

    5. Studi lanjut/pelatihan/pendampingan dan studi banding dalam rangkameningkatkan kinerja pengawas sekolah.

    6. Penyusunan laporan kegiatan kepengawasan serta tindak lanjut hasil-hasilpengawasan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah binaannya. 36

    Pemberdayaan Pengawas Satuan Pendidikan, sebagai suatu solusi yangditawarkan antara lain :

    Perlunya pengorganisasian ulang Pengawas Pendidikan yang bersifat mandiri,berada diluar jalur birokrat kependidikan, tetapi berada dalam badan tersendiriyang memiliki posisi sederajat dengan pejabat di level kanwil/kandep/dinasprovinsi/kab/kota berdampinan dengan Dinas, LPMP dan Badan AkreditasiPropinsi

    Rekrutmen pengawas benar-benar merujuk pada permendiknasNo.12/2007 dan PP No.19/2005

    Pengawas memiliki kewenangan untuk menyeleksi calon kepala sekolah danmelakukan proyek pelatihan dan pengembangan bagi guru-guru, serta menilaikinerja guru dan kepala sekolah selanjutnya direkomendasikan dalampeningkatan karirnya.

    Pengawas dalam tugas supervisinya, berawal dari kegiatan inservice training,dilanjutkan dengan onservice training bagi para guru sesuai kwalifikasi dankompetensi akademiknya dan juga bagi manajemen kepala sekolah dalampengelolaan sekolah.

    Semua kegiatan tersebut harus didukung oleh dana yang memadai, dandiproyeksikan dalam DIPA Badan Pengawas Pendidikan yang terlembagakansecara khusus dipemerintahan.

    36 Nana Sudjana, dkk, Standar Mutu Pengawas, Departemen Diknas Dirjen PeningkatanPendidikan dan tenagas Kependidikan Direktorat Tenaga Kependidikan, Jakarta, 2006, hlm.

  • BAB IVKESIMPULAN

    Kemudahan merupakan unsur yang memberikan keuntungan dalampemberian bantuan profesional ke arah terjadinya peristiwa pemberian bantuanprofesional sehingga mempercepat tercapainya tujuan pembinaan. Kualitaspelayanan bantuan profesional diperoleh manakala didukung oleh kemudahan-kemudahan yang tersedia, sehingga bantuan profesional dapat berlangsung efektif.Sedangkan penghambat merupakan faktor kendala yang mempersulit terwujudnyapemberian bantuan kearah peningkatan mutu. Pengawas Satuan Pendidikan (danpara Kepala Sekolah) telah menyadari aspek penghambat maupun aspek pendukungdalam realisasi pemberian bantuan profesional terhadap kinerja guru.

    Kondisi iklim organisasi dan iklim kerja baik guru dan pengawas sekolahsaat ini, amat mendesak untuk dilakukan perbaikan dari segala sudut agar prosespendidikan di sekolah berjalan efektif. Jika proses pendidikan berlangsung efektif,maka produktivitas kinerja stakeholder pendidikan semakin tinggi, berarti mutupendidikan akan semakin meningkat di Indonesia.

    Dalam struktur organisasi tingkat kabupaten dan kota, pengawasanpendidikan di sekolah harus tetap diarahkan pada pengendalian mutu dan upayauntuk meningkatkan mutu pendidikan yang dilakukan oleh para pengawas yangmemiliki kompetensi yang sesuai untuk melakukan pengawasan akademik,disamping pengawasan manajerial. Kapasitas ini diperlukan agar ia dapatmelakukan quality assurance auditing.

    Perlunya pengorganisasian ulang Pengawas Pendidikan yang bersifatmandiri, berada di luar jalur birokrat kependidikan, tetapi berada dalam badantersendiri yang memiliki posisi sederajat dengan pejabat di levelkanwil/kandep/dinas provinsi/kab/kota berdampinan dengan Dinas, LPMP danBadan Akreditasi Propinsi. Penataan ulang organisasi pengawas ini, agar ia dapatmelaksanakan penjaminan mutu pendidikan secara efektif dan produktif.

  • REFERENSI

    Alma, Buchari, at.al. 2009. Guru Profesional. Bandung. AlfabetaArikunto, S. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (cetakan ketujuh). Jakarta:

    Bumi Aksara.Bagia, I Wayan (2005), Pengaruh Modal Intelektual dan Kepuasan Kerja Terhadap

    Kinerja Pegawai Pemerintah daerah Kabupaten di Provinsi Bali, DisertasiPPS Unpad Bandung

    Engkoswara, 2001). Paradigma Manajemen Pendidikan. Menyongsong OtonomiDaerah. Bandung. Yayasan Amal Keluarga

    Hadiyanto, (2004) Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan diIndonesia. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.

    Hassan, Yusuf A. Et.all (2002). Pedoman Pengawasan. Jakarta. CV Mekar jayaKirom, Bahrul (2009). Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan Konsumen.

    Bandung, Pustaka Reka Cipta.Nana Sudjana. Et all. 2006 Standar Mutu Pengawas. Jakarta Departemen Diknas

    Dirjen Peningkatan Pendidikan dan tenagas KependidikanDirektorat Tenaga Kependidikan.

    Purwanto, M. Ngalim (2008). Administrasi dan Supervisi Pendidikan ( Cet Ke 18-Cet Ke 1, 1987). Bandung PT. Remaja Rosdakarya

    Sagala, Syaiful (2008). Kemampuan Profesional Guru dan TenagaKependidikan.Bandung Alfabeta.

    Satori, Djaman (2001). Pengawasan Pendidkan di sekolah. Bandung, UniversitasPendidikan Indonesia

    Satori Djam,an (1999). Supervisi Akademik dan Penjaminan Mutu DalamPendidikan Persekolahan. Bandung Universitas Pendidikan Indonesia.

    Suhardan, H .Dadang ,(2006). Supervisi Bantuan Profesional,. Bandung. MutiaraIlmu

    Sutisna, Oteng (1989). Administrasi Pendidikan. Dasar Teoritis Untuk PraktekProfesional. Bandung, Angkasa

    Syafaruddin, (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan: Konsep, Strategi, danAplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif.. Jakarta. RinekaCipta

    Thaib, H.M.Amin & Subagio (2005), Kepengawasan Pendidikan. Jakarta DepagRI

    .........2005 Standar Nasional Pendidikan Jakarta. Lekdis

    .........2004. Undang-Undang RI No. 23 tentang Otonomi Daerah. Jakarta