penolahan limbah rumkit

Embed Size (px)

Citation preview

I. PENDAHULUAN Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang sehat diperlukan lingkungan yang baik pula. Rumah sakit sebaai salah satu tempat atau sarana pelayanan untuk menangani, merawat dan pengobatan akan menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang cukup banyak dan kualitasnya perlu mendapat perhatian karena di dalamnya mempunyai bahan yang berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungannya (Depkes RI, 1997). Dalam rangka memberikan pelayanan di bidang kesehatan, rumah sakit merupakan tempat bertemunya kelompok masyarakan penderita penyakit, kelompok masyarakat pemberi pelayanan,

kelompok pengunjung dan kelompok lingkungan sekitar.Adanya interaksi di dalamnya memungkinkan menyebarnya penyakit bila tidak didukung dengan kondisi lingkungan rumah sakit yang baik dan saniter. Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organic dan organicik, tetapi juga limbah infeksi yang mengandung bahan berbahaya (B3).Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10% sampai 15% diantaranya merupakan limbah infeksi yang mengandung loam berat antara lain merkuri. Sebanyak 40% lainnya adalah limbah organic yang berasal dari makanan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dari dapur gizi.Selanjutnya sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastic.Oleh karena itu diperlukan suatu pengolahan limbah yang sesuai sehingga tidak membahayakan bagi lingkungan.

Aktivitas rumah sakit akan menghasilkan sejumlah hasil samping berupa limbah, baik limbah padat, cair, dan gas yang mengandung kuman patogen, zat-zat kimia serta alat-alat kesehatan yan pada umumnya bersifat berbahaya dan beracun. Untuk meningkatkan mutu pelayanan perlu pula ditingkatkan sarana untuk mengatasi limbah tersebut. Pengolahan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari upaya penyehatan lingkungan rumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat akan bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari air limbah rumah sakit serta mencegah meningkatnya infeksi nosocomial dilingkungan rumah sakit, sebab telah diketahui bahwa limbah rumah sakit dapat mengandung potensi bahaya yang bersifat infeksi, toksis dan radioaktif (Soejaga, 1995). Untuk mencegah agar tidak menimbulkan masalah yang tidak diinginkan maka erlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang kelingkungan sekitarnya.Salah satu kasus yang pernah terjadi yan disebabkan oleh limbah rumah sakit pada tahun 1996 seperti yang dilaporkan oleh Lingkungan Hidup DKI bahwa ada 6 buah rumah sakit yang membuang limbahnya ke kali Ciliwung dan kali Cipinang yang dapat menimbulkan kemungkinan ancaman bahaya bagi masyarakat Jakarta yang memanfaatkan air yang tercemar.Dari berbagai bahan beracun yang terdapat dalam air limbah rumah sakit ini termasuk mikroorganisme yang pathogen, hal ini dapat menimbulkan penyakit yang biasa disebut infection diseases.

Semakin tinggi tipe rumah sakit semakin kompleks jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan, bahwa karena kompleksitasnya melebihi rentang dari berbagai bahan organic, bahan berbahaya, radioktif bahkan bakteri dan mikroba pathogenic.Salah satu penyakit yang ditimbulkan akibat limbah cair rumah sakit adalah infeksi nosokimial. Hasil penelitian mengenai karakteristik limbah rumah sakit wilayah Jakarta masih adanya rumah sakit di Indonesia hanya menggunakan septic tank untuk membuang limbahnya.Langkahlangkah konkret untuk mengolah limbah secara baik tidak banyak dilakukan oleh pengelola rumah sakit pemerintah atau swasta.Bahkan meningkatnya jumlah rumah sakit ikut pula meningkatkan kualitas limbah yang dibuang ke sungai.Penggunaan teknologi kedokteran yang makin canggih yang berdampak positif untuk menyebuhkan pasien ternyata memberikan dampak negative terhadap kualitas limbah yang dibuang.Artinya pada saat ini selainberhadapan dengan kualitas yang semakin bertambah, kualitas limbah juga makin membahayakan. Bertahannya kondisi demikian sebenarnya tidak lepas dari sikap pengelola rumah sakit, masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi persoalan dampak negative limbah rumah sakit.Sebagai institusi yang memiliki sifat social, pengolola rumah sakit terkadang menempatkan upaya pengololaan limbah yang baik dalam skala akhir prioritas. Dari hasil Rapid Assesment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen PPM dan PL Direktorat Penyehatan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota terhadap keadaan sarana limbah yang terdiri dari incinerator dan instalansi pengolahan

air limbah (IPAL), diketahui dari 1.178 rumah sakit (526 rumah sakit pemerintah dan 652 rumah sakit swasta) di 30 provinsi, yang mempunyai IPAL sebanyak 36% (425 rumah sakit). Dari jumlah itu kualitas limbah cair setelah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai 52%, dengan demikian masih banyak limbah cair yang belum memenuhi syarat 48%, dan IPAL tidak berfungsi atau sama sekali tidak memilikinya. Pengolahan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu terjadinya penularan penyakit dari pasien ke pekerja, pasien ke pasien maupun pasien ke pengunjung rumah sakit. Adapun sarana pengolahan limbah di rumah sakit salah satunya adalah dengan menggunakan insinerator. Salah satu limbah yang dihasilkan oleh Rumah Sakit adalah limbah padat. Karakteristik limbah padat yang dihasilkan dibedakan menjadi dua, yaitu limbah domestik dan limbah B3 dalam hal ini bersifat infeksius. Dengan adanya sebuah unit insinerator diharapkan selain dapat mengurangi volume sampah sebelum dibuang juga dapat

menghilangkan sifat berbahaya dan beracunnya. Sedangakn untuk limbah padat domestik dibuang pada tempat pembuangan sampah sementara. Sehingga dengan penanganan dan pengolahan limbah padat yang telah dilakukan dapat menjaga kondisi lingkungan sekitas dari pencemaran. 1. Tinjauan umum rumah sakit a. Pengertian rumah sakit

Rumah sakit merupakan salah satu lembaa social masyarakat yang mutlak diperlukan dalam hal ini memberikan pelayanan kesehatan.Menurut Depkes rumah sakit adalah suatu instansi pelayanan kesehatan terhadap individu pasien, keluarga dan masyarakat umum dengan inti pelayanan medic bagi segi promotiv, preventi, kuratif dan rehabilitative yang diproses secara terpadu agar mencapai pelayanan kesehatan paripurna. Salah satu prinsip sanitasi rumah sakit yang harus ditekankan adalah pencegahan terjadinya infeksi

nosocomial.Infeksi yang terjadi di rumah sakit akibat infeksi silang. b. Fungsi rumah sakit Rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Melalui poliklinik diharapkan dapat memberikan pengobatan kepada penderita dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya. 2) Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik penderita maupun bukan penderita, artinya dapat

memberikan pelayanan kesehatan baik pengobatan maupun bidang pencegahan. 3) Sebagai tempat penelitian bidang kesehatan. 4) Sebagai tempat latihan dan pendidikan tenaga medis atau perawat termasuk para medis. c. Klasifikasi rumah sakit Menurut surat keputusan Menteri Kesehatan No. 031/ tahun 1972, rumah sakit diklasifikasikan atas beberapa tingkat yaitu :

1) Rumah sakit tipe A Rumah sakit dimana ada pelayanan spesialistis dan sub spesialistis, score pelayanan adalah tingkat nasional dan sebagai tempat pelayanan kesehatan juga digunakan untuk pendidikan dokter spesialis. 2) Rumah sakit tipe B Rumah sakit dimana ada pelayanan spesialis minimal spesialistis, score pelayanan adalah setingkat provinsi dan selain pelayanan kesehatan juga digunakan untuk pendidikan dokter umum. 3) Rumah sakit tipe C Adalah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan paling sedikitnya 4 spesialis yaitu penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, kebidanan, kandungan. Score pelayanan adalah tingkat kabupaten. 4) Rumah sakit tipe D Rumah sakit dimana pelaksanaan pelayanan kesehatan yang bersifat umum. 5) Rumah sakit tipe E Rumah sakit khusus baik dari penderita maupun

penyakitnya, score pelayanannya pada wilayah tertentu tergantung banyaknya penderita dan penyakit.

2. Limbah rumah sakit a. Sampah Non Medis

Sampah non medis memiliki pengertian bahwa sampah adalah segala zat padat, semi padat yang terbuang atau tidak berguna baik yang dapat membusuk maupun yang tidak dapat membusuk (Anonim,2004). Sampah biasanya ditampung di tempat produksi sampah untuk beberapa lama. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampah serta kondisi setempat. Kriteria alat penampung sampah antara lain: Bahan tidak mudah berkarat, Kedap air terutama untuk menampung sampah basah, bertutup rapat, mudah dibersihkan, mudah dikosongkan atau diangkut, tidak menimbulkan bising, tahan terhadap benda tajam dan runcing. Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan. Alat pengangkutan sampah di rumah sakit dapat berupa gerobak atau troli dan kereta yang harus harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Depkes RI sebagai berikut : 1. Memiliki wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup. 2. Harus kedap air dan mudah untuk diisi dan dikosongkan. 3. Setiap keluar dari pembuangan akhir selalu dalam kondisi bersih.

Untuk pembuangan sampah non-medis atau biasa disebut sampah domestik diperlukan suatu konstruksi tempat pengumpulan sampah sementara yang terbuat dari dinding semen atau dengan kontainer logam yang yang sesuai dengan persyaratan umum yaitu kedap air, mudah dibersihkan dan berpenutup rapat. Ukuran hendaknya

tidak terlalu besar sehingga mudah dikosongkan. Apabila jumlah sampah yang ditampung cukup banyak, maka perlu penambahan jumlah kontainer. Kontainer terbuat dari bahan besi ataupun plastik. b. Sampah Medis Penggolongan kategori limbah medis dapat diklasifikasikan berdasarkan potensi bahaya yang tergantung didalamnya, serta volume dan sifat persistensinya yang menimbulkan masalah (Depkes RI, 2002): 1. Limbah benda tajam seperti jarum, perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, dan lain-lain. 2. Limbah infeksius, memiliki pengertian sebagai Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan Limbah laboratorium. 3. Limbah patologi (jaringan tubuh) adalah jaringan tubuh yang terbuang dari oroses bedah atau autopsi. 4. Limbah Citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan bat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. 5. Limbah farmasi berasal dari obat-obat yang kadaluarsa, yang sudah tidak diperlukan. 6. Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinary, labratorium, proses sterilisasi dan riset. 7. Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari pengguanan medis atau riset radionuklida.

Masalah utama dalam mengatasi limbah infeksius adalah resiko penularan oleh agen infeksius yang berasal dari limbah ini. Resiko penularan akan muncul saat pembuangan dari sumbernya,proses

pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan hingga penanganan baik onsite maupun offsite (Colony, 2001)hal ini merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan wadah atau kontainer untuk limbah infeksius. Pertimbangan penggunaan wadah juga dibedakan sesuai tipe limbah infeksius, dimana dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu : limbah benda tajam, limbah padat dan cair. Ketiganya memiliki perbedaan besar secara fisik , kimia, dan resiko yang dapat ditimbulkan sehingga persyaratan dalam pewadahan dan

penanganannyapun berbeda. Pada prinsipnya limbah medis harus sesegera mungkin ditreatmen setelah dihasilkan dan penyimpanan merupakan prioritas akhir bila limbah benar-benar tidak dapat langsung diolah. Faktor penting dalam penyimpanan (Reinhardt,1991): melengkapi tempat penyimpanan dengan cover atau penutup, menjaga agar areal penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses sehingga hanya orang tertentu yang dapat memasuki area serta, lebeling dan pemilihan tempat penyimpanan yang tepat Dalam strategi pengolahan dan pembuangan limbah rumah sakit terdapat beberapa sistem, antara lain : 1) Autoclaving 2) Desinfeksi dengan bahan kimia 3) Insinerator

Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit 53 destruksi panas antara lain (Freeman,1988) :Temperatur, waktu tinggal turbulensi, pasokan udara, bahan konstruksi, perlengkapan tambahan. Insinerator untuk mengolah limbah infeksius hingga saat ini telah dibuat dengan berbagai nama seperti insinerator medis, insinerator infeksius ataupun insinerator limbah patologi. Tetapi 90% dari instalasi yang dibangun untuk mengatasi limbah rumah sakit selama dua dekade ini menggunakan prinsip Controlled Air Incinerator (Brunner,1996).

Menurut Reindhardt (1991), komponen-komponen utama dalam insinerator ini terdiri dari Primary Combustion Chamber, Secondary Combustion Chamber, Boiler, Air Pollution Control Devices, Stack Pada umumnya incinerator dengan primary chamber mengkonversi limbah sehingga menghasilkan emisi berupa partikulat. Untuk itu perlu pollution control device berupa wet dan dry scrubbers pada

insinerator rumah sakit yang manfaatnya adalah (Freeman, 1988): mengurangi emisi partikel (0,01 0,03 gr/ft), mengurangi gas asam (HCL), mengurangi sifat patogen, mencegah racun terbebas di udara. 4) air limbah Pengertian air limbah menurut Depkes RI adalah air buangan yang berasal dari pemukiman, kantor, perindustrian, restoran, tempat ibadah, pasar, pelabuhan, rumah sakit, pertambanan serta pertanian yang akan mencemarkan air tanah permukaan dan akan menjadi tempatberkembangbiaknya binatang penyebab penyakit. 1) Sumber air limbah rumah sakit

Pada dasarnya sumber air limbah bervariasi sesuai dengan jenis dan kelas rumah sakit. Umumnya sumber air rumah sakit berasal dari : a) Dapur b) Pencucian linen c) Ruang perawatan d) Ruang poliklinik e) Laboratorium f) Kamar operasi g) WC/ kamar mandi h) Kamar mayat 2) Komposisi air limbah rumah sakit Komposisi air limbah rumah sakit tidak banyak berbeda dengan air limbah rumah tangga, bahkan dari segi mikrobiologi sekalipun, air limbah yang berasal dari bagian penyakit menular atau sanatorium TBC karena organisme belum dipisahkan melalui pengolahan setempat. Komposisi air limbah rumah sakit ini bervariasi tergantung dari jenis dan bahan-bahan yang digunakan dalam aktivitasnya. Jika ditinjau dari bentuk sampah dan limbah yang dibuang oleh rumah sakit, maka komposisi air limbah terdiri dari tiga komponen utama yaitu : a) Bahan padat Merupakan bahan yang tidak berguna sebagai hasil dari seluruh kegiatan rumah sakit yang tidak digunakan atau dibuang. b) Bahan cair

Semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif. c) Bahan gas Dapat terjadi langsung berupa gas atau bau busuk, uap bahan kimia yang bocor, bahan pencemar udara yang tidak langsung dari incinerator atau pembakaran sampah. 3) Parameter air limbah Untuk dapat menilai kualitas hidrosfer pada dasarnya orang dapat memeriksa keberadaanya masing-masing elemen fisik, kimia, biologi, radiologi di dalam air sesuai dengan standar air yang dikehendaki ataupun yang berlaku. a) BOD (Biological Oxygen Demand) BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/ liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda-benda organic oleh bakteri sehingga limbah tersebut jernih kembali. BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut.Jika komsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Semakin banyak zat organic yang terkandung dalam air limbah, maka kebutuhan oksigen oleh bakteri

untuk menguraikan akan semakin tinggi pula, sehingga oksigen terlarut dalam air akan semakin menurun bahkan mungkin akan habis. Jika tingkat oksigen terlarut rendah, maka oksigen yang hidupnya menggunakan oksigen seperti ikan dan bakteri aerob akan mati, jika bakteri aerob mati, maka organism aerob akan menguraikan bahan organic dan menghasilkan bahan seperti methane dan H2S yang dapat menibulkan bau busuk pada air b) COD (Chemical Oxygen Demand) COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan aar bahan buanan yan ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. COD menggambarkan jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organic secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang sukar didekomposisi secara non-biologis. Oksigen yang dikomsumsi dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel. COD dapat digunakan untuk menentukan bahan oranik yan terdapat pada air limbah.COD secara umum lebih tinggi dari BOD dikarenakan lebih banyak bahan-bahan yang terkandung di air limbah yang biasa dioksidasi secara kimiawi dibandingkan secara biologis. 4) Dampak air limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut sebagai berikut : a) Gangguan kesehatan b) Penurunan kualitas lingkungan c) Gangguan terhadap keindahan d) Gangguan terhadap kerusakan benda

II. PEMBAHASAN 1. Pengolahan Sampah non Medis Limbah non medis di klasifikasi sebagai limbah non infeksius.limbah ini terdiri dari sampah kering dan basah. Sampah kering (rubbish) seperti kertas, kardus, bungkus makanan, plastik, kaleng (logam), pecahan kaca yang dihasilkan di ruang administrasi/ kantor, halaman, ruang tunggu, ruang perawatan.Sampah basah (Garbage) seperti sampah dari dapur utama maupun instalasi gizi yang juga ditemui di ruang tunggu dan perawatan. Biasanya sebuah rumah sakit menhasilkan limbah non medis dihasilkan sebanyak 706 kg /hari atau sekitar 7 m. Untuk pengelolaannya, sampah non medis dipisahkan dari sampah medis menggunakan kantong-kantong plastik yang disediakan di dalam penampungan berupa tempat sampah yang diletakkan di tiaptiap unit. Plastik yang digunakan berwarna hitam ukuran 60 cm x 100 cm dan ukuran 50 cm x 75 cm. Adapun proses penyimpanan limbah non medis terjadi selama sampah berada dalam bak sampah. Pengangkutan rata-rata dilakukan biasanya pada rumah sakit sekali dalam sehari, pada pagi /sore hari dari tiap unit.Pembuangan untuk sampah non medis dilakukan di Tempat Penampungan Sementara (TPS) berupa 1 buah kontainer terbuka dengan kapasitas 12 m . Selanjutnya kontainer tersebut ditangani oleh Dinas Kebersihan Kota sebanyak tiga kali dalam seminggu. 2. Sampah Medis

Proses pengumpulan limbah medis menggunakan tempat sampah yang dilapisi dengan kantong kuning berukuran 50x75 cm di dalamnya. Penyebaran tempat sampah medis dapat ditemui di ruang perawatan, ruang bedah, ruang poliklinik, ruang kebidanan, dan laboratorium. Sedangkan untuk limbah benda tajam secara umum belum memenuhi persyaratan untuk mengemasnya dalam tempat tersendiri sebelum dimasukkan dalam kantong sehingga sering ditemukan kantong-kantong yang sobek karena adanya jarum suntik atau benda tajam lain. Akibat dari sobekan tadi banyak tejadi ceceran / tumpahan baik di tempat sampah maupun di area selama pengangkutan. Alat pengangkutan sampah medis seperti halnya sampah medis, yaitu dengan troli, kereta, maupun manual. Kekurangan dalam pengangkutan medis ini adalah digunakannya secara bersamaan alat pengangkut bersamaan dengan sampah non medis dalam kantong hitam sehingga sering terjadi pencampuran sampah dan adanya tumpahan cairan pada dasar bak pengangkut. Untuk limbah medis setelah pengangkutan dilakukan, limbah dalam kantong kuning tersebut dikumpulkan terlebih dahulu dalam ruang khusus dengan kapasitas 23 m . Fungsi penyimpanan ini adalah untuk mengumpulkan limbah medis infeksius sebelum dibakar untuk mencegah terjadinya penularan baik melalui udara, kontak langsung, maupun melalui binatang. Tahap akhir pengelolaan sampah medis adalah dengan menggunakan insinerator. Sampah medis yang telah terkumpul dalam ruang penyimpanan kemudian dibakar dan pembakaran dilakukan dua hari sekali dengan kapasitas maksimal insinerator 5m.

Insinerator berkapasitas 5 m yang terdiri beberapa komponen utama antara lain Feeding Storage room, primery chamber, secondary chamber dan bagian cerobong yang dilengkapi dengan air pollution control. Pembakaran setiap dua hari sekali, maka timbulan sampah medis yang dibakar sebanyak 320,8 kg. Sehingga total sampah yang dibakar tiap sekali pembakaran adalah 641,6 kg. Kepadatan tiap berat sampah tidak tentu tergantung kandungannya. Dengan mengasumsikan 250 kg memiliki volume 1m3, maka volume sampah yang dibakar sebesar 3,4 m. dengan kapasitas maksimal primary chamber sebesar 5 m maka presentasi volume pembakarannya sebesar 67%. Adanya pembakaran di primary chamber, massa dari limbah yang dibakar akan berkurang dengan terbentuknya abu dan gas. Pembakaran dengan insinerator umumnya menghasilkan buangan baik berupa padat, cair maupun gas. Dalam bentuk padat berupa abu pada akhirnya akan dibuang ke landfill. Untuk mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan kandungan abu tersebut maka dilakukan pemeriksaan berdasar baku mutu. Sedang untuk emisi berupa partikulat digunakan Pollution Control Device berupa wet scrubbe serta pemeriksaan pada emisi udaranya. Pada bagian bawah ruang wet scrubber terdapat talang atau sekat yang berfungsi menangkap jatuhan sisa air (limbah cair). Talang tersebut dihubungkan dengan pipa yang kemudian

menyalurkannya ke instalasi pengolahan air buangan rumah sakit. 3. Pengolahan air limbah Tujuan pengolahan air limbah cair adalah menurunkan kadar zat-zat pencemaran yang terkandung di dalam air limbah sampai memenuhi persyaratan effluent yang berlaku. Proses pengolahan air

limbah apapun tidak mungkin dapat menghilangkan sama sekali kadar pencemar, melainkan hanya dapat menurunkan sampai batas-batas yang diperkirakan oleh peraturan yang berlaku. Selain limbah dibuang kelingkungan, limbah cair rumah sakit terlebih dahulu melalui proses pengolahan antara lain : a) Waste stabilization pound system (kolam stabilisasi air limbah) Yang menjadi kendala dari system ini adalah masalah lahan yang diperlukan, sebab untuk kolam stabilisasi memerlukan lahan yan cukup luas, system ini hanya terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yakni : 1) Pump sump (pompa air kotor) 2) Control room (ruang untuk kontrol) 3) Intel 4) Stabilization pond (kolom stabilisasi), biasanya dua buah 5) Interconnection antara dua kolom stabilization 6) Outlet dari stabilisasi menuju ke system klorinasi 7) Bak klorinasi b) Waste oxidation ditch treatment (system kolam oksidasi air limbah) System ini cocok untuk pengolahan air limbah di tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas. System ini terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut : 1) Pump sump (pompa air kotor) 2) Ruang control 3) Sedimentasi 4) Bak klorinasi 5) Sludge drying bed (untuk mengeringkan lumpur biasanya 1-2 petak)

c) Anaerobic filter treatmen system System pengolahan air limbah melalui proses pembusukan anaerobic melalui suatu filter/ saringan, dimana air limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pre-treatment dengan septic tank. System ini terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut : 1) Pump sump (pompa air kotor) 2) Control room 3) Septic tank 4) Anaerobic filter 5) Stabilization tank 6) Chlorinasi tank 7) Slude drying bed (tempat peneringan lumpur) d) Septik tank Septik tank biasanya digunakan untuk menelola air kotor pada rumah tangga, termasuk limbah cair rumah sakit. Penyaluran air limbah cair dalam septic tank akan menjadi lebih baik karena cara ini akan menjadi hasil pembersih yang lebih baik.

III. KESIMPULAN Dari pengelolaan sampah rumah sakit dan insinerator sebagai treatment limbah medis, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Tahap pengumpulan sampah dengan kantung plastik dibedakan menjadi tiga warna yaitu hitam untuk sampah non medis, kantung warna merah untuk limbah radioaktif, sedang kantung kuning untuk limbah/ sampah medis. 2. Pewadahan, pengangkutan dan penyimpanan memiliki perlakuan yang berbeda dalam penanganan antara sampah medis dan non medis. 3. Pembuangan sampah non medis dilakukan dengan menampung limbah medis di TPS yang ditangani oleh Departemen Kebersihan. Untuk sampah medis dimusnahkan dengan

membakarnya menggunakan insinerator. 4. Insinerator memiliki kapasitas pembakaran 5 m3 dengan jenis Cotrolled Air Insinerator yang dilengkapi dengan pollution

control berupa wet cahmber dan Hazard Particel Pervender. 5. Dari pemeriksaan abu, dihasilkan dari pembakaran limbah infeksius dengan insinerator cukup aman untuk selanjutnya dibuang ke landfill. Sedang emisi yang dilepas aman terhadap kandungan CO.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, C.R. 1996. Incinerator SystemHandbook. United States. IncineratorConsultans Inc. Colony, S. 2001. Hospital WasteManagement SMF.http://www.SMF-Hospital wastemanagement.htm at

Direktorat Jendral PPM dan PLP danDepartemen Kesehatan RI.1991. Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia TentangKegiatan Di Bidang Kesehatan YangWajib Membuat AMDAL dan AMDALRumah Sakit. Jakarta. Bakti Husada. Direktorat Jendral PPM dan PL danDirektorat Jendral Pelayanan MedikDepartemen Kesehatan RI. 2002.Pedoman Sanitasi Rumah Sakit diIndonesia. Jakarta. Bakti Husada. Freeman, H.M. 1988. Standard Handbookof Hazardous Waste Treatment andDisposal. United States. McGraw HillCo. Reinhardt, P.A and Gordon, J.G . 1991.Infectious and Medical WasteManagement. Michigan. LewisPublisher Inc. Wilson, D.G. 1977. Handbook Of SolidWaste Management. New York. Van

Tugas Individu

PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

OLEH : NAMA NIM : MARDIATI K. : 071314027

Dosen Penanggung jawab : Drs. H. Tinggi Banggali, M.Pd.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar 2011