Upload
dwika-putri-mentari
View
25
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
PENYAKIT DAN KELAINAN KELENJAR LUDAH
a. Kalkulus kelenjar saliva (sialolit)
Pembentukan satu atau beberapa deposit berkapur, yang dikenal sebagai kalkuli atau
sialolit, jarang terjadi di dalam duktus kelenjar saliva. Duapertiga dari komposisinya
terdiri atas bahan-bahan anorganik, terutama kalsium dan fosfat, dan sisanya terdiri atas
bahan organik yaitu lemak bebas. Walaupun sebagian besar kalkuli terjadi pada kelenjar
saliva mayor terutama submandibularis, kalkuli dapat juga terjadi di dalam saluran-
saluran kelenjar-kelenjar minor. Penyebab terbentuknya kalkulus belum sepenuhnya
diketahui, tetapi diperkirakan bahwa jamur, bakteri, atau sel-sel epitel deskuamatif
bertindak sebagai nukleus awal klasifikasi progresif.
Kalkuli kelenjar saliva biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali bila menimbulkan
sumbatan pada saluran kelenjar yang akan menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan
kelenjar bersangkutan. Penderita sering melaporkan terjadinya pembengkakan kelenjar
selama 1-2 jam dan rasa tidak nyaman terutama pada waktu makan, Bila pada tingkatan
ini tidak diobati sumbatan progresif pada saluran ini dapat menimbulkan sialadenitis
bakteriai akut dengan gejala-gejala seperti rasa sakit yang terus menerus, pembengkakan,
serta mungkin demam.
Diagnosis
Secara klinis, mungkin terdapat keabnormalan pada saat pemeriksaan walaupun
stimulasi aliran saliva dapat menimbulkan pembengkakan ekstraoral dari kelenjar
bersangkutan. Secara intraoral dapat dijumpai deposit berkapur pada orifis saluran atau
teraba di dalam saluran. Radiografi dapat membantu dalam penetapan diagnosis dan
dapat menentukan adanya lesi multipel. Namun, tidak semua kalkuli radio-opak dan oleh
karena itu sialografi, yang juga dapat mendeteksi adanya mucous plugs, perlu dilakukan.
Pengobatan
Hingga kini, pengobatan yang dilakukan Untuk menanggulanginya adalah dengan
mengangkat kalkuli. Bila deposit terdapat di sebelah anterior dari saluran atau pada orifis
maka jahitan sementara harus dilakukan di sebelah distal dari kalkulus untuk mencegah
perpindahan ke arah posterior selama pengangkatan. Skalpel atau gunting pemotong
digunakan untuk membuka atap saluran dalam usaha mendapatkan akses ke kalkulus.
Kadang-kadang lebih baik membiarkan luka tetap terbuka karena usaha untuk menutup
rapat kadang-kadang dapat mengakibatkan tersumbatnya lumen saluran. Pengangkatan
kelenjar harus dipertimbangkan bila kalkulus terletak di Sebelah distal saluran atau di
dalam kelenjar itu sendiri. Kalkulus intraglandular, terutama yang terjadi di dalam
kelenjar submandibularis, dapat menjadi besar sekali tanpa menimbulkan gejala-gejala
klmis dan baru terdeteksi secara kebetulan bila dilakukan radiografi.
Sialografi harus dilakukan 2-3 minggu setelah pengangkatan setiap kalkulus untuk
menentukan apakah ada kerusakan pada struktur kelenjar. Dari studi CT-sken ditemukan
bahwa kalkuli yang pernah ada di dalam saluran kelenjar mandibularis tidak akan
mengurangi fungsi kelenjar secara permanen. Tetapi tidak demikian halnya dengan
kelenjar parotis, yang berbeda dari kelenjar submandibularis karena sebagian besar
terdiri atas sel-sel asinar yang mudah mengalami atrofi bila terkena tekanan.
Eksperimen dengan lithotripter ternyata berhasil menghancurkan kalkuli kelenjar
saliva dan jenis perawatan ini bisa menjadi pembedahan altematif di masa mendatang.
Alat lithotripter untuk menghancurkan kalkuli pada kelenjar saliva
Gambar II.1. Radiograf okiusal dan sialolit pada saluran kelenjar submandibularis.
b. Penyempitan papila atau saluran
Edema sebagai akibat inflamasi atau fibrosis karena trauma akut atau kronis pada
saluran papila akan membahayakan lumen saluran dan karena itu akan membatasi aliran
saliva. Penyempitan anatomis dapat terjadi pada tempat lain di sepanjang saluran utama,
walaupun penyebab kelainan itu belum diketahui hingga kini.
Anomali jendela businator merupakan contoh sebuah penyempitan fisiologis khusus
untuk daerah di mana saluran parotis menembus otot businator. Kondisi ini jarang terjadi
dan dipercaya bahwa kekejangan otot businator secara efektif menutup lumen saluran,
yang kemudian akan menghasilkan pembengkakan pada kelenjarnya sendiri. Penderita
yang mengalami penyempitan anatomis maupun fisiologis memberi keluhan yang
karakteristik yaitu adanya perkembangan yang cepat dan pembengkakan kelenjar saliva
selama makan yang kemudian secara perlahan-lahan akan semakin mengecil dalam
waktu 1-2 jam. Namun, hilangnya pembengkakan ini tidak tipikal menunjukkan adanya
sumbatan kelenjar saliva
Diagnosis
Sialografi diperlukan untuk menentukan lokasi serta luas penyempitan. Sialografi
tekanan terpantau merupakan satu-satunya cara mendiagnosis penyempitan fisiologis dan
saluran kelenjar karena walaupun sialogram menunjukkan keadaan normal, tekanan
pengisian akan meningkat selama awal dimasukkannya media kontras.
Pengobatan
Sialografi pada sebuah kelenjar yang mengalami penyempitan biasanya cukup untuk
menimbulkan dilatasi dan meredakan gejala. Bila gejala-gejala tidak berkurang dan
kelainan terdapat pada bagian anterior dari saluran maka dilatasi lanjutan harus
dilakukan dengan menggunakan sonde lakrimal. Hingga kini belum ditemukan cara
perawatan untuk anomali jendela businator yang memuaskan.
Diagnosis banding neoplasia pada jaringan-jaringan sekitarnya harus ditentukan bila
diperkirakan terjadi penyempitan kelenjar saliva sebagai akibat tekanan eksternal pada
saluran.
c. Mucocele
Mucocele merupakan istilah untuk ‘kista’ kelenjar saliva pada kelenjar-kelenjar saliva
minor. Ada dua jenis kista yaitu retensi mukus dan ektravasasi mukus, walaupun
pembedaan secara klinis tidak mungkin dilakukan. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan histologis dan sebuah lesi yang telah dieksisi yang akan menunjukkan
apakah lesi itu merupakan tipe genangan mukus saliva (ekstravasasi) atau, lebih jarang
terjadi, sebuah kavitas kista dikelilingi epitel (tipe retensi). Istilah ‘ranula’ digunakan
untuk tipe mucocele kelenjar sublingualis. Penyebab terjadinya mucocele tidak
diketahui, tetapi dipercaya bahwa trauma pada saluran keluar mungkin menjadi
penyebabnya.
Diagnosis
Secara karakteristik sebuah mucocele memperlihatkan pembengkakan submukosa
yang fluktuan, tidak terasa sakit, dan sering berwarna biru. Walaupun lesi dapat terjadi di
mana saja di dalam mulut, namun bibir, terutama bibir bawah merupakan tempat yang
paling sering terkena. Lesi ini biasanya persisten, tetapi beberapa pasien sering mengeluh
sebagai ‘luka yang sering timbul’ yang secara periodik membengkak dan mengeluarkan
cairan.
Pengobatan
Perawatan terdiri atas dua eksisi lengkap melalui diseksi tumpul secara hati-hati atau
sonde krio (tiga kali 1 menit dengan istirahat selama 1 menit di antara tiap aplikasi).
Terlepas dari metode yang dipilih, pasien harus diberitahu akan kemungkinan
terulangnya kondisi tersebut, terutama bila tindakan bedah diperkirakan tidak bisa
dilakukan dengan sempurna. Pasien juga harus mengetahui bahwa kerusakan saraf
selama prosedur pengangkatan mucocele akan menimbulkan parestesia sementara dan
saraf mentalis, terutama di bibir bawah.
Ranula biasanya lebih besar daripada mucocele dan oleh karena itu, perawatan bedah
harus dilakukan secara marsupialisasi. Usaha untuk melakukan enukleasi mungkin tidak
akan berhasil karena kesukaran dalam menentukan tepi-tepi lesi.
a. Pemeriksaan Kelenjar saliva
d. Sialometri
Sialometri rnerupakan pengukuran kecepatan aliran ludah yang dapat dilakukan
selama istirahat maupun waktu terstimulasi. Hari pengambilan sampel dan jenis stimulan
yang digunakan perlu dipertimbangkan. Angka kecepatan aliran saliva yang terstimulir
dan tidak masih diperdebatkan, tetapi kebanyakan informasi didasarkan pada kecepatan
saliva parotis yang distimulasi. Pengumpulan saliva dan kelenjar parotis dilakukan
menggunakan mangkok Carisson-Crittenden yang ditempatkan pada muara tiap saluran
(Gambar 35). Aliran distimulasi dengan jalan menempatkan 1 ml asam sitrat 10% di
bagian belakang lidah. Kecepatan aliran 0,7 mi/menit dianggap normal. Pengukuran
aliran kelenjar submandibularis lebih ruwet dan biasanya hanya dilakukan untuk tujuan
penelitian.
e. Susunan kimiawi saliva
Analisa zat-zat saliva telah dilakukan dalam pelbagai penelitian penyakit dan
abnormalitas telah terdeteksi pada penderita sarkoidosis, sindrom Sjorgen, dan berbagai
kelainan hormonal. Teknik ini belum digunakan secara luas dalam diagnosis tetapi dapat
digunakan untuk mengukur dan memonitor kadar obat-obat serta hormon tertentu.
f. Reologi
Hingga kini, informasi klinis mengenai reologi saliva baru sedikit, tetapi diperkirakan
bahwa perubahan dalam aliran serta konsistensi terlibat dalam xerostomia dan
pengecapan.
g. Sialografi
Sialografi merupakan metode demonstrasi langsung jaringan saluran, baik kelenjar
submandibularis maupun parotis. Kadang- kadang, kelenjar sublingualis dapat dilihat,
tetapi ini merupakan kejadian yang sangat langka. Teknik didasarkan atas infusi sebuah
medium kontras radio-opak ke dalam saluran kelenjar ludah utama. Media kontras
terdapat dalam dua sediaan yaitu dengan bahan dasar minyak atau air. Media kontras
berbahan dasar minyak biji poppy dulu digunakan secara rutin untuk sialografi. Tetapi,
media ini sekarang jarang digunakan lagi karena pengisian kelenjar yang berlebih dapat
berakibat pada hilangnya bentuk saluran pada radiografi, retensi media di dalam kelenjar,
serta menimbulkan kerusakan kelenjar. Media berbahan dasar air yang mengandung
natrium dan garam-garam dan asam diatrizoic dan iothalamic tidak menimbulkarn
masalah tersebut dan dewasa ini merupakan bahan kontras pilihan.
Metode untuk memasukkan media adalah injeksi yang dipegang dengan tangan,
tekanan
Gambar VIII.1 : Peralatan yang dibutuhkan untuk sialografi CIPM.
hidrostatik atau infusi yang bersinambungan. Teknik dipegang dengan tangan berisiko
meninggikan tekanan di dalam kelenjar yang dapat menimbulkan rasa sakit dan
kerusakan kelenjar. Metode hidrostatik tidak menimbulkan tekanan berlebihan pada
waktu infusi, tetapi pengisian kurang sempurna pada kelenjar-kelenjar yang tersumbat.
Tekanan infusi berkesinambungan yang terpantau (CIPM) merupakan metode yang lebih
disenangi karena menghasilkan kontrol infusi yang akurat serta dapat menunjukkan pada
klinisi kapan terjadi tekanan pengisian yang berlebihan. Peralatan yang diperlukan untuk
sialografi CIPM digambar pada Gambar VIII.1. Sebuah kanula politen steril dimasukkan
ke dalam mulut saluran ekskresi. Perlu diberi anestesi lokal secara infiltrasi di dasar
mulut bila kelenjar submandibularis akan diperiksa. Media berbahan dasar air harus
dimasukkan dengan kecepatan 0,5 ml per menit. Radiografi dilakukan setelah 2 dan 4
menit dan mencakup dua gambar dengan dataran yang berbeda; biasanya pandangan 1a-
teral oblik dan anteroposterior. Gambar lateral 15 derajat kadang-kadang dibutuhkan bila
kelenjar submandibularis ingin diselidiki.
Sialografi bukan merupakan metode yang dapat digunakan untuk memperlihatkan
kelainan struktural, terutama penyempitanjinak,
Gambar VIII.2. Sialograrn kelenjar parotis kanan memperlihatkan pengerutan pada saluran
ekskresi utama.
mucous plugs serta kalkuli (Gambar VIII.2). Distribusi media kontras dapat
menimbulkan gambaran radiografi yang khas pada kondisi peradangan kelenjar saliva
yang kronis. Hal ini berlaku pada dilatasi saluran (sialodokiektasis) serta penumpukan
media tepi (sialektasis) yang dapat dilihat selama sialografi kelenjar parotis pada
penderita sindrom Sjorgen. Gambaran sialektasis kadang-kadang disebut sebagai ‘efek
badai salju’. Peranan sialografi dalam diagnosis dan penatalaksanaan tumor kelenjar
saliva amat kontroversial dan bisa diikuti oleh tomografi komputer dengan atau tanpa
sialografi gabungan. Sialografi tetap memegang peranan dalam pemeriksaan
pembengkakan kelenjar saliva, karena dapat memberikan informasi yang berguna apakah
sebuah lesi terletak di dalam kelenjar ataukah timbul di dalam jaringan sekitarnya yang
mengakibatkan perpindahan letak kelenjar.
Pada dasarnya sialografi merupakan prosedur yang mudah dan aman; satu-satunya
kontra indikasi adalah alergi terhadap iodin atau adanya infeksi akut. Sialografi
diperkirakan bisa menimbulkan bakteriemia, dan oleh karena itu pasien-pasien yang
berisiko terhadap endokarditis harus diberi antibiotik pencegahan.
h. CT-scan
Penelitian radioisotop dan fungsi kelenjar saliva didasarkan pada kesiapan kelenjar-
kelenjar itu untuk menerima radioisotop secara selektif dan aliran darah, Dalam praktik,
radioisotop dan iodin memiliki waktu paruh yang terlalu panjang yang membuatnya sulit
memberikan hasil klinis yang bermanfaat dan oleh karena itu, technetium pertechnetate
yang bisa diperlakukan seperti iodine oleh kelenjar saliva major, dipilih untuk digunakan
secara rutin. Isotop ini dimasukkan secara intravena. Dilakukan skening kepala dan leher
dengan suatu teknik yang mengambil emisi iosotop dan kemudian kelenjar saliva major
diperlihatkan (Gambar VIII.3). Teknik ini memberi ke mungkinan untuk
memperbandingkan masukan kelenjar kanan dan kiri. Masukan keseluruhan bisa
digunakan untuk mendeteksi kelainan fungsional secara menyeluruh.
Kemajuan teknik dasar ini melibatkan penggunaan radioisotop seperti
selenomethionine dan gallium, yang diperkirakan ditahan secara selektif oleh neoplasma
kelenjar saliva tertentu.
Gambar VIII.3 : CT-scan memperlihatkan tiadanya fungsi pada kelenjar parotis kanan.