Upload
ranty-femilya-utami
View
57
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Penyakit Jantung Rematik
Citation preview
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Gambar 1 : Katup-Katup pada Jantung
Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu komplikasi yang
serius dari suatu demam rematik. PJR adalah kelainan jantung yang ditemukan
pada demam rematik akut atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa
(sekuele) dari suatu demam rematik.
PJR lebih sering terjadi pada penderita yang menderita keterlibatan
jantung yang berat pada serangan DR akut. PJR kronik dapat ditemukan tanpa
adanya riwayat DR akut. Hal ini terutama didapatkan pada penderita dewasa
dengan ditemukannya kelainan katup. Kemungkinan sebelumnya penderita
tersebut mengalami serangan karditis rematik subklinis, sehingga tidak berobat
dan tidak didiagnosis pada stadium akut. Kelainan katup yang paling sering
ditemukan adalah pada katup mitral, kira-kira tiga kali lebih banyak daripada
katup aorta.
Gambar 2 : Infeksi pada Katup Jantung yang Menyebabkan Katup Jantung
tidak dapat berfungsi dengan baik
Demam Rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi
kuman Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara
akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis
migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum.1,2,3,4
3.2 Epidemiologi
Demam rematik (demam reumatik) masih sering didapati pada anak di
negara berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Pada
tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik dan sekitar 3 juta mengalami gagal
jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya
dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak
sekolah dan relatif stabil. 1,2,3,4,6
Statistik rumah sakit di negara sedang berkembang menunjukkan
sekitar 10 – 35 persen dari penderita penyakit jantung yang masuk kerumah
sakit adalah penderita demam reumatik dan penyakit jantung reumatik. Data
yang berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena
demam reumatik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan problem dan
kematian karena demam reumatik akut terdapat pada anak dan dewasa muda. 1,2,3,4,6
3.3 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah
reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik.
Streptoccus beta hemolyticus group A strain tertentu yang bersifat
reumatogenik dan adanya faktor predisposisi genetik. Kemungkinan menderita
DRA setelah mendapat infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A di
tenggorokan 0,3-3%.1,2,8
Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman
Streptokokus β hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini
pada kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut.
Kuman Streptokokus β hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya
yang didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel
bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung
jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai
hubungan dengan etiopatogenesis DR dan PJR. 1,2,3,4
Beberapa faktor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini
adalah keadaan sosio ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan
etnik tertentu, faktor genetik, golongan HLA tertentu, daerah iklim sedang,
daerah tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang mendadak. 1,2,3,4
3.4 Patogenesis
Patogenesis dari DRA tidak sepenuhnya diketahui. Walaupun sering
streptokokus tidak ditemukan pada jaringan jantung penderita DRA, tetapi ada
hubungan yang cukup kuat bahwa DRA adalah akibat respon imun yang
berlebihan dari infeksi faring oleh streptokokus grup A. Bukti yang mendukung
misalnya wabah DRA selalu mengikuti epidemic streptokokal faringitis dan
demam scarlet, serta bila mendapat terapi yang adekuat pada infeksi
streptokokal faring ternyata menyebabkan penurunan insidensi DRA. Selain itu
profilaksis dengan antibiotik bisa mencegah rekuransi DRA, dan kebanyakan
penderita DRAjuga memiliki peningkatan titer dari satu atau lebih ketiga
antibodi streptokokal (Streptolisin O, hyaluronidase, dan streptokinase).
Beberapa penelitian berpendapat bahawa DR yang mengakibatkan PJR
terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A di
faring. Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter
0,5-1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau
rantai selama pertumbuhannya. Streptococcus beta hemolitycus grup A ini
terdiri dari dua jenis, yaitu hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi
manusia pada umumnya jenis hemolitik. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan
peninggian titer antistreptolisin O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase
B) yang merupakan dua jenis tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman
Streptococcus beta hemolitycus grup A.
DR merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh
Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang
adanya reaksi silang antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A
dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus
beta hemolitycus grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.
Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan antigen tubuh
sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen,
tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun.
Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri.
Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut
autoantibodi.
Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan
jaringan dan gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak
disertai gejala klinis disebut fenomena autoimun. Oleh karena itu pada umumnya
para ahli sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun.1,2,3,4,6,8
Gambar 3: Patogenesis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik
Gangguan yang disebabkan demam rematik pada katup jantung dapat
berupa penyempitan katup (stenosis) atau kebocoran katup (insufisiensi).
Kedua kelainan ini akan menyebabkan gangguan aliran darah pada jantung.
Pada keadaan stenosis, darah yang dipompa akan sulit melalui katup jantung
yang menyempit. Sementara pada keadaan insufisiensi terjadi semacam
kebocoran. Meskipun kuman penyakit ini bisa menyerang semua katup jantung,
yang paling sering terjadi adalah kerusakan pada katup mitral.
Ketika bilik jantung kiri jantung berkontraksi, katup yang terdapat
antara serambi jantung kiri dan bilik jantung kiri ini tidak dapat menutup rapat.
Akibatnya, darah yang dipompa oleh bilik jantung kiri sebagian menuju
pembuluh aorta, dan sebagian lagi kembali ke bilik jantung kiri melalui katup
yang tak menutup rapat tadi. Karena penyumbatan atau kebocoran pada katup
jantung, maka bilik jantung kiri harus bekerja lebih keras untuk memompa
darah yang cukup ke seluruh tubuh (sirkulasi). Akibatnya terjadi pembesaran
bilik jantung kiri hingga menyebabkan gagal jantung.
3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi Mayor:
a. Karditis
Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada
anak-anak. Karditis adalah satu satunya komplikasi DRA yang bisa
menimbulkan efek jangka panjang. Kelainannya berupa pankarditis, yaitu
mengenai perikardium, epikardium, miokardium dan endokardium. Pada DRA
sering terjadi pankarditis yang ditandai dengan perikarditis, myokarditis dan
endokarditis.1,3,4
Kriteria Karditis:
- Bunyi jantung melemah
- Adanya bising sistolik, mid diastolik di apeks atau bising diastolik di basal
jantung.
- Perubahan bising, misalnya dari grade I menjadi grade II.
- Takikardia atau irama derap.
- Kardiomegali.
- Perikarditis.
- Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.
Tabel 1. Pembagian Karditis menurut Decourt
Karditis Ringan Karditis Sedang Karditis Berat
Takikardia, murmur
ringan pada area
mitral, jantung normal,
EKG normal.
Tanda – tanda karditis
ringan, bising jantung
yang lebih jelas pada
area mitral dan aorta,
aritmia, kardiomegali,
hipertropi atrium kiri,
dan ventrikel kiri.
Ditandai dengan gejala
sebelumnya ditambah
gagal jantung kongestif.
Gambar 4 : Insufisiensi Katup Menyebabkan Aliran Darah Jantung mengalir
kembali ke Ventrikel Kiri dan dapat berakibat pada pembesaran ventrikel kiri
b. Poliartritis Migrans
Risiko artritis adalah 75% pada serangan pertama demam rematik, dan
resiko ini semakin meningkat dengan peningkatan usia. Artritis merupakan
manifestasi utama pada 92% usia dewasa. Artritis pada DRA biasanya simetris
dan mengenai sendi utama seperti lutut, siku, pergelangan tangan, dan
pergelangan kaki. Beberapa sendi sekaligus bisa terkena biasanya radang pada
sendi lain akan mulai sebelum radang sendi sebelumnya mereda sehingga
timbul gambaran seolah-olah nyeri sendi berpindah pindah (migratory).
Radang biasanya akan mereda dalam hitungan hari sampai minggu dan
umumnya sembuh sempurna. Pada keadaan yang sangat jarang bisa terjadi
periartikular fibrosis setelah rematik artritis yang disebut sebagai sendi
Jaccoud. Pada kenyataannya sulit untuk mendiagnosa artritis sebagai bagian
dari kriteria Jones. Penelitian yang dilakukan di RS Hasan sadikin Bandung
menunjukkan poliartritis terutama yang disertai febris dan disertai pemeriksaan
ASTO yang positif, sering didiagnosa sebagai DRA, tetapi 12 pasien dari 113
pasien yang pada awalnya di diagnose DRA, ternyata pada pemantauan lebih
lanjut menunjukkan menunjukkan artritis karena sebab yang lain yaitu artritis
karena virus dan juvenile rheumatoid arthritis.1,3,4
c. Korea Syndenham
Korea syndenham atau korea minor adalah gerakan cepat, bilateral,
tanpa tujuan dan sulit dikendalikan. Seringkali disertai kelemahan otot dan
gangguan emosional. Terjadi pada 25% kasus DRA dan sangat jarang pada
dewasa. Terutama pada anak perempuan. Sydenham chorea pada DRA
terutama karena molekular mimikri dengan autoantibodi yang bereaksi
terhadap ganglion otak. Insidensi sydenham chorea muncul dalam 1-6 bulan
setelah infeksi streptokokus, progresif secara perlahan dan memberat dalam
1-2 bulan. Kelainan neurologis berupa gerakan involunter yang tidak
terkoordinasi (choreiform), pada muka, leher, tangan dan kaki. Disertai
dengan gangguan kontraksi tetanik dimana penderita tidak bisa
menggenggam tangan pemeriksa secara kuat terus menerus (milk sign).
Kelainan lain yang bisa muncul gangguan berbicara, dan gangguan
motorik halus. Bila tidak ada riwayat keluarga berupa huntington chorea
maka dengan munculnya chorea diagnosis DRA hampir bisa dipastikan. Dan
pengamatan melalui pola tulisan tangan bisa digunakan untuk melihat
perbaikan atau perburukan dari gejala ini. Kelainan ini tidak permanen dan
bisa sembuh spontan setelah 3-6 bulan walau gejala bisa timbul lagi dalam 1
tahun pertama dan pada 20% penderita bisa hilang timbul sampai 2-3
tahun.1,3,4
d. Eritema Marginatum
Muncul dalam 10% serangan pertama DRA biasanya pada anak anak,
jarang pada dewasa. Lesi berwarna merah, berbentuk bulat, bagian tengahnya
pucat, berbatas tegas, tanpa indurasi, tidak nyeri dan tidak gatal dan biasanya
pada tungkai proksimal, lesi berupa cincin yang meluas secara sentrifugal
sementara bagian tengah cincin akan kembali normal.1,3,4
e. Nodul Subkutan
Nodul subkutan muncul beberapa minggu setelah onset demam
rematik, dan biasanya tidak disadari penderita karena tidak nyeri. Biasanya
berkaitan dengan karditis berat, lokasinya di permukaan tulang dan tendon,
serta menghilang setelah 1-2 minggu. Subkutaneous nodul dan erytema
marginatum adalah salah satu kriteria major pada kriteria Jones, tetapi pada
kenyataannya sulit menetapkan kriteria ini.1,3,4
Kriteria Minor
a. Riwayat demam rematik sebelumnya
Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat
dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif
yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik
inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara
baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis. 1,3,4
b. Artralgia
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan
dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri
sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak
dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai
sebagai kriteria mayor. 1,3,4
c. Demam
Pada demam rematik biasanya ringan, meskipun ada kalanya mencapai
39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai
suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan
pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu
banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding
yang bermakna. 1,3,4
d. Peningkatan kadar reaktan fase akut
Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta
leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik,
kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan.
Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan
gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada
anemia,akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju
endap darah dankadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan
adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan. 1,3,4
e. Interval P-R yang memanjang
Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem
konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam
rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik.
Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang
memadai akan adanya karditis rematik. 1,3,4
3.6 Diagnosa
Diagnosis demam rematik ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun
2003 (Berdasarkan revisi kriteria Jones). 1,3,4,7,8
Tabel 2. Kriteria WHO tahun 2002 – 2003 untuk diagnosis Demam Rematik
dan Penyakit Jantung Rematik (Berdasarkan revisi kriteria Jones)
Kriteria Diagnostik Kriteria
- Demam rematik serangan
pertama
- Dua mayor atau satu mayor
dengan dua minor ditambah
dengan bukti infeksi SGA
sebelumnya
- Demam rematik serangan rekuren
tanpa PJR
- Demam rematik serangan rekuren
dengan PJR
- Korea syndenham
- PJR (stenosis mitral murni atau
kombinasi dengan insufisiensi
mitral dan/ atau gangguan katup
aorta).
- Dua mayor atau satu mayor dan
dua minor ditambah dengan bukti
infeksi SGA sebelumnya.
- Dua minor ditambah dengan
bukti infeksi SGA sebelumnya
- Tidak diperlukan kriteria mayor
lainnya atau bukti infeksi SGA.
- Tidak perlu kriteria lainnya untuk
mendiagnosis sebagai PJR.
Tabel 3 : Kriteria Jones
Manifestasi mayor
Karditis
Poliartritis migrans
Korea
Eritema marginatum
Nodulus subkutan
Manifestasi minor
Klinis:
- Artralgia
- Demam
Laboratorium:
- Peningkatan reaktan fase akut
yaitu: LED dan atau CRP yang
meningkat
- Interval PR yang memanjang.
Diagnosis demam rematik ditegakkan bila: 1,2
- 2 manifestasi mayor
- 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor
- Didukung bukti adanya infeksi streptokokus sebelumnya yaitu kultur
apus tenggorok positif atau kenaikan titer antibodi streptokokus
(ASTO) > 200
- Pengecualian untuk gejala korea minor, diagnosis DR dapat ditegakkan
tanpa perlu adanya bukti infeksi streptokokus.
3.7 Pemeriksaan Penunjang9,10
1. Kultur tenggorok
Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala
demam rematik atau PJR terlihat. organisme harus di isolasi sebelum terapi
antibiotik inisiasi
2. Tes deteksi cepat antigen
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen SGA dan memungkinkan
diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien
masih berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya lebih dari 95% tetapi
sensitivitasnya hanya 60-90%, kultur tenggorok harus dilakukan menambahkan
hasil tes ini.
3. Antibodi Antistreptococcal
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat
puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk
mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat
berguna terutama untuk pasien dengan gejala klinis yang ada hanya chorea.
Titer antibbodi harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan. Tes
antibodi terhadap ekstraselular antistreptococcal yang paling sering adalah
antistreptolisin O (ASTO), antideoxyribonuklease (DNAse) B,
antihyaluronidase, antistreptokinase, antistreptococcal esterase dan anti-DNA.
Tes antibodi untuk komponen selular antigen SGA meliputi
antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dananti M-protein
antibody Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen ekstraselular
streptococcal meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan setelah itu
menurun dalam 3-6 bulan sebelum kembali kekadar normal setelah 6-12 tahun.
ASO memiliki titer puncak 2-3 minggu setelah onset demam rematik dengan
sensitivitas tes ini 80-85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif (90%) untuk
mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut.Antihyaluronidase
biasanya abnormal pada pasien demam rematik dengan titer ASO normal dan
meningkat lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer ASO
selama demam rematik.
4. Reaktan Fase Akut
C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam
rematik dikarenakan inflamasi yang merupakan natur dari penyakit. Memiliki
sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang rendah.
5. Rontgen Thoraks
Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran atrium
kiri dan ventrikel kiri, kongesti pembuluh darah perihilar yang adalah tanda
dari hipertensi vena pulmonalis dapat juga terlihat. Kalsifikasi mitral jarang
terjadi pada anak kecil Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto
thoraks didapatkan pembesaran atrium kiri dan pembesaran arteri pulmonalis
dan ruang jantung kanan, perfusi pada bagian apikal paru-paru yang lebih
banyak Pada insufisiensi aorta, didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan aorta.
6. Elektrokardiografi (EKG)
Pada mitral insufisiensi berat terlihat gel P bifasik, disertai tanda
hipertrofi ventrikel kiri dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan.
Pada mitral stenosis seiring dengan berat penyakit, terdapat gel P notched dan
hipertrofi ventrikel kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta
mungkin normal, tetapi pada kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri
dan gelombang P prominen Atrioventrikular (AV) blok derajat satu, yaitu
dengan adanya perpanjangan PR interval harus diperhatikan pada beberapa
pasien dengan PJR. Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi
miokardial lokal yang meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di
nodus AV. Hal ini bukanlah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam
kriteria diagnostik PJR Bila demam rematik akut berhubungan dengan
perikarditis, dapat terjadi ST elevasi yang biasa terlihat pada lead II, III, aVF,
and V4-V6. Pasien dengan PJR mungkin mengalami atrialflutter, mutltifokal
atrial takikardia atau atrial fibrilasi dari penyakit katup mitral kronik dan
dilatasi atrium.
7 . Doppler-echocardiogram
Pada PJR akut, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan
Mozambique memperlihatkan peningkatan 10 kali prevalensi PJR ketika
ekokardiografi digunakan untuk screening klinis dibandingkan dengan
penemuan klinis saja. Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya
mitral regurgitasi yang ada selama fase akut penyakit yang menghilang dalam
minggu sampai bulan. Tetapi pasien dengan karditis sedang hingga berat
memiliki mitral dan atau aorta regurgitasi persisten. Penemuan penting pada
ekokardiografi dari mitral regurgitasi dari valvulitis akut reumatik adalah
dilatasi anula, elongasi dari korda tendinae menuju daun katup anterior dan
mitral regurgitasi jet mengarah posterior lateral Selama demam rematik akut,
ventrikel kiri menjadi sering dilatasi dengan ejeksi fraksi yang normal atau
memendek. Oleh karena itu, beberapa kardiologis mempercayai insufisiensi
katup dari endokarditis adalah penyebab dominan dari gagal jantung pada
demam rematik akut daripada disfungsi miokardium, yang disebabkan
miokarditis. Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat
perkembangan progresivitas dari stenosis katup dan membantu penentuan
waktu intervensi bedah. Daun katup yang terkena menjadi tebal secara difus,
dengan fusi komisura dan korda tendinae. Terjadinya peningkatan densitas
echo dari katup mitral menandakan kalsifikasi. Gambar dibawah ini
memperlihatkan jet insufisiensi sistolik mitral tipikal dilihat pada PJR
8. Kateterisasi Jantung
Hal ini tidak diindikasikan pada PJR akut. Pada PJR kronik dilakukan
untuk mengevaluasi penyakit katup mitral dan aorta dan untuk tindakan ballon
stetosis katup mitral. Hal yang harus diperhatikan setelah prosedur ini adalah
perdarahan, rasa nyeri, mual, dan muntah, serta obsrtuksi arteri atau vena dari
trombosis dan spasme. Komplikasi dapat meliputi mitral insufisiensi setelah
dilatasi ballon, takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi vaskular
3.8 Pengobatan
Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu pencegahan primer
pada serangan DR, pencegahan sekunder DR, dan menghilangkan gejala yang
menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan
gagal jantung dan korea. Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman
streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan.
Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR,
karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung
dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. 1,3,4,6,7,8,11
a. Antibiotika
Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup A,
penderita dengan faringitis bakterial dan hasil test positif untuk streptokokus
grup A harus diterapi sedini mungkin pada fase supuratif. Obat yang
diberikan adalah penicillin oral diberikan selama 10 hari, atau benzathine
penicilin untuk intravena
1. Benzathine Penisilin G:
(anak) 600.000 U IM bila bb < 27 kg 1 kali
(anak) 1,2 juta IU IM bila bb>27 kg 1 kali
(dewasa) 1.2 Juta unit IM
2. Penisilin V
(anak) 250 mg po 2-3 kali/hari 10 hari
(dewasa) 500 mg po 2-3 kali/hari 10 hari
3. Amoxicillin 500 mg po 3 kali/hari 10 hari
4. Cephalosporin atau Erythromisin 40mg/kgbb/hari dibagi 2-4 dosis
selama 10 hari
b. Profilaksis sekunder
Benzatin penisilin G setiap 3 atau 4 minggu, IM
BB ≤ 27 kg = 600.000 unit
BB > 27 kg = 1,2 juta unit
Alternatif lain
Penisilin V : 2 x 250 mg oral
Lama pemberian antibiotika profilaksis sekunder:
Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan
katup persisten) Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun, pada
beberapa kondisi (resiko tinggi terjadi rekuren) dapat seumur hidup.
Demam rematik dengan karditis tetapi penyakit jantung residual (tanpa
kelainan katup) Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tahun
Demam rematik tanpa karditis Selama 5 tahun atau sampai usia 21
tahun.
c. Obat Anti inflamasi
Diberikan untuk DRA atau PJR yang rekuren:
Hanya Artritis Karditis
Ringan
Karditis
sedang
Karditis
berat
Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1 – 2
minggu
3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan
Dosis
Prednison 2 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu
kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan
selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya
Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu
ke 3 ditambahkan aspirin 100 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya. Aspirin
dapat dkurangi menjadi 60 mg/KgBB setelah 2 minggu pengobatan.
d. Istirahat & diet
Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan
secukupnya tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan
penimbunan garam atau air. Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain:
energi yang cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal,
protein yang cukup yaitu 0,8 gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari
kebutuhan energi total (10% berasal dari lemak jenuh dan 15% lemak tidak
jenuh), Vitamin dan mineral cukup, diet rendah garam 2-3 gram perhari,
makanan mudah cerna dan tidakmenimbulkan gas, serat cukup untuk
menghindari konstipasi, cairan cukup 2 liter perhari. Bila kebutuhan gizi tidak
dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa makanan
enteral, parenteral atau sulemen gizi.
e. Tatalaksana korea syndenham
- Kurangi aktivitas fisik dan stres
- Untuk kasus berat dapat digunakan:
Fenobarbital 15-30 mg setiap 6-8 jam atau
Haloperidol dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8
jam sampai 2 mg
f. Pasien dengan gejala sisa PJR
Memerlukan tatalaksana sendiri (akan dirujuk) tergantung pada berat
ringannya penyakit, berupa:
- Tindakan dilatasi balon perkutan untuk mitral stenosis
- Tindakan operasi katup jantung berupa valvuloplasti atau pengggantian
katup.
Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan
gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi
keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi berupa suatu
tindakan bedah atau intervensi invasif. Tetapi terapi pembedahan dan intervensi
ini masih terbatas serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan
follow up jangka panjang. Namun demikian, jika ditemukan kondisi gagal
jantung yang persisten atau semakin memburuk setelah diberikan terapi
medikamentosa yang agresif dalam mengobati penyakit jantung rematik akut,
pembedahan yang dilakukan dengan tujuan mengurangi insufisiensi katup
merupakan suatu pilihan yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang.
Sesungguhnya sekitar 40% pasien dengan demam rematik akut akan
menunjukkan adanya stenosis mitral pada usia dewasa. Tindakan berupa mitral
valvulotomi, valvuloplasti balon perkutaneus atau penggantian katup mitral
diindikasikan terhadap pasien dengan stenosis hebat.
3.9 Komplikasi
Komplikasi potensial dari PJR meliputi gagal jantung dari insufisiensi
katup (rematik karditisakut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi
jantung meliputi aritmia atrial, edema pulmonal, emboli pulmonal berulang,
endokarditis infeksi, pembentukan trombusintrajantung, dan emboli sistemik.11
3.10 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ini ditujukan kepada penderita DR. Terjadinya DR
seringkali disertai pula dengan adanya PJR Akut sekaligus. Maka usaha
pencegahan primer terhadap PJR Akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien
anak-anak yang menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus
grup A pada pemeriksaan THT (telinga,hidung dan tenggorokan), di antaranya
dengan melakukan pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang
THT, yang biasanya menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas
badan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang meyebabkan
radang pada THT tersebut. Selain itu, dapat juga diberikan obat anti infeksi,
termasuk golongan sulfa untuk mencegah berlanjutnya radang dan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya DR. Pengobatan antistreptokokkus dan
anti rematik perlu dilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap
terjadinya PJR Akut.
2. Pencegahan Sekunder
Pecegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan
tersebut dilakukan dengan cara, diantaranya :
- Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A
Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosis
ditegakkan, yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit
selama 10 hari. Pada penderita yang alergi pada penisilin, dapat diganti
dengan eritromisin dengan dosis maksimum 250mg yang diberikan selama
10 hari. Hal ini harus tetap dilakukan meskipun biakan usap tenggorokan
negative, kerana kuman masih ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan
faring dan tonsil.
- Obat anti radang
Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang
akut demam rematik, seperti salasilat dan steroid. Kedua obat tersebut
sangat efektif untuk mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase
reaksi akut. Lebih khusus lagi, salisilat digunakan untuk DR tanpa karditis
dan steroid digunakan untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu
makan cepat bertambah dan laju endapan darah cepat menurun. Dosis dan
lamanya pengobatan disesuaikan dengan beratnya penyakit.
- Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada
sebagian besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang
cukup. Selain itu diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak
menimbulkan gas, dan serat untuk menghindari konstipasi. Bila kebutuhan
gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan
berupa vitamin atau suplemen gizi.
- Tirah baring
Semua pasien DR Akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus
diperiksa tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis
hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga
pengamatan yang ketat harus dilakukan selama masa tersebut.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di
mana penderita akan mengalami kelainan jantung pada PJR, seperti stenosis
mitral, insufisiensi mitral, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta.
3.11 Prognosis
Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80%
pasien dan memanjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik
adalah penyebab kematian utama usia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun
yang lalu, dengan 8-30% karena karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi
4% pada tahun 1930-an. Dengan berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an
rate mortalitas menurun sampai hampir 0% dan 1-10% dinegara berkembang.
Penyakit katup kronik juga mengalami perbaikan 60-770% pada pasien
sebelum masa antibiotik dan menurun menjadi 9-39% setelah penisilin di
kembangkan.Secara umum, insidens residual PJR dalam 10 tahun adalah 34%
pasien tanpa kekambuhan tetapi 60% pasien dengan kekambuhan demam
rematik. Hilangnya murmur dalam 5 tahun terjadi pada 50% pasien. Pasien
mengalami abnormalitas katup 19 tahun setelah episode demam rematik.
Diperlukan pencegahan kekambuhan demam rematik.10
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis
ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang
diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk
pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam
waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan
kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.