Upload
wirawan-amirul-bahri
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/20/2019 Penyakit kusta 2
1/23
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Kusta
2.1.1 Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae ( M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang
yang tahan terhadap asam terutama asam alkohol dan oleh sebab itu disebut juga
Basil Tahan Asam (BTA). Penyakit ini bersifat kronis pada manusia, yang bisa
menyerang saraf-saraf dan kulit.. Bila dibiarkan begitu saja tanpa diobati, maka akan
menyebabkan cacat –cacat jasmani yang berat. Namun, penularan penyakit kusta ke
orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak seperti penyakit menular
lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5 tahun. Penyakit ini sering menyebabkan
tekanan batin pada penderita dan keluarganya, bahkan sampai menggangu kehidupan
sosial mereka.10
2.1.2 Epidemiologi Penyakit Kusta
a. Distribusi Menurut Orang
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat
karena faktor geografi. Namun, jika diamati dalam satu Negara atau wilayah yang
sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor
etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma
dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang
sama, yaitu kejadian kusta lebih banyak pada etnik China dibandingkan etnik Melayu
8
8/20/2019 Penyakit kusta 2
2/23
9
atau India. Demikian pula kejadian di Indonesia, etnik Madura dan Bugis lebih
banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu.11
Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi. Insiden rate penyakit ini meningkat
sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun.
Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur dengan puncak antara umur 30-50
tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun.
Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita kecuali di
Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti
pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat
meningkatkan perubahan klinis penyakit kusta.12
b. Distribusi Menurut Tempat dan Waktu
Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda-beda.
Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan prevalensi >1/10.000
penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum mencapai eliminasi di tahun
2005 yaitu : India, Brazil, Indonesia, Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun
1985 hingga 2005 lebih dari 15 juta penderita telah sembuh. Dan 222.367 kasus
masih dalam pengobatan pada awal tahun 2006.
Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia, Indonesia menempati
posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Berdasarkan data kusta awal 2005 Indonesia
menempati posisi ke-2 dengan angka prevalensi 0,9 per 10.000 penduduk. Di
Indonesia, kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur dengan prevalensi rate 1,76 per
10.000 penduduk, dan paling sedikit terdapat di daerah Bengkulu dengan prevalensi
rate 0,17 per 10.000 jumlah penduduk. Sementara untuk Sumatera Utara
8/20/2019 Penyakit kusta 2
3/23
10
prevalensinya adalah sebesar 0,23 per 10.000 jumlah penduduk. Penemuan kasus
baru selama bulan Januari-Desember 2005 paling banyak ditemukan di Jawa Timur.12
c. Determinan
Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti.
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh
host, agent, dan environment antara lain :
a. Faktor Daya Tahan Tubuh (host)
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak
menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal
ini belum memperhitungkan pengaruh pengobatan.
b. Faktor Kuman (agent)
Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu
atau cuaca, dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat
menimbulkan penularan.
c. Faktor Sumber Penularan (environment)
Sumber penularan adalah penderita kusta tipe Multi Baciler (MB). Penderita MB
ini pun tidak akan menularkan kusta apabila berobat teratur. Penyakit ini dapat
ditulrkan melalui pernafasan (droplet) dan kulit.13
8/20/2019 Penyakit kusta 2
4/23
11
2.2 Klasifikasi Penyakit Kusta
Tujuan klasifikasi ini untuk menentukan regimen pengobatan dan perencanaan
operasional. Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT)
yaitu menggunakan gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta
di Indonesia diklasifikasikan menjadi 2 tipe seperti klasifikasi menurut WHO (1998)
yaitu:
a. Tipe PB (Pausibasiler )
Yang dimaksud dengan kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan
Asam (BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I ( Indeterminate) TT (Tuberculoid )
dan BT ( Boderline Tuberculoid ) menurut kriteria Ridley dan Joplin dan hanya
mempunyai jumlah lesi 1-5 pada kulit.
b.
Tipe MB ( Multi Basiler )
Kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB ( Mid Boderline), BL ( Boderline
lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Joplin dengan
jumlah lesi 6 atau lebih dan skin smer positif.
Menurut Madrid klasifikasi kusta dibagi menjadi 4 yaitu : indeterminate, tuberculoid,
borderline, dan lepromatosa. 13
8/20/2019 Penyakit kusta 2
5/23
12
2.2.1. Hubungan Lymphocyte dengan Type Kusta.(Ridley dan Joplin, 1996)
LLBL BB BT T I
1. Indeterminate ( I )
2. Tuberculoid ( T )
↑
L y m p h o c y t e
Type
→
3. Borderline Tuberculoid ( BT )
4. Borderline Borderline ( BB )
5. Borderline Lepromatous ( BL )
6. Lepromatous ( LL )
Penentuan klasifikasi berdasarkan pemeriksaan laboratorium (Bacteriological
Index/BI).
Lapangan Pandang dengan pembesaran 100X
1+ 1 Bacil dalam 100 lapangan pandang
2+ 1 Bacil dalam 10 lapangan pandang
3+ 1 Bacil dalam tiap lapangan pandang
4+ 10 Bacil dalam tiap lapangan pandang
5+ 100 Bacil dlam tiap lapangan pandang
6+ 1000 Bacil dalam tiap lapangan pandang
Dari hasil pemeriksaan bakteri dengan mikroskop diatas maka kusta dapat di
klasifikasikan menjadi :
Tuberculoid Noneseen
Boderline Tuberculoid 0 – 3+
Boderline Boderline 3 – 5+
Boderline Lepromatosa 5 – 6+
Lepromatosa Lepromatosa >6+
8/20/2019 Penyakit kusta 2
6/23
13
2.3 Cara Penularan Penyakit Kusta
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe MB kepada orang
lain secara langsung. Cara penularan penyakit ini masih belum diketahui secara pasti,
tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan
melalui saluran pernafasan dan kulit. Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun,
akan tetapi dapat juga berlangsung sampai bertahun-tahun.
Meskipun cara masuk kuman M.leprae ke dalam tubuh belum diketahui
secara pasti, namun beberapa penelitian telah menunujukkan bahwa yang paling
sering adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan
pada mukosa nasal. Selain itu penularan juga dapat terjadi apabila kontak dengan
penderita dalam waktu yang sangat lama.3,15
2.4 Diagnosa Penyakit Kusta
Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit
lain. Sebaliknya penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit
kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta
secara tepat dan membedakannya dengan berbagai penyakit lain agar tidak membuat
kesalahan yang merugikan penderita.
Diagnosa penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (gejala
utama), yaitu :
8/20/2019 Penyakit kusta 2
7/23
14
a. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi
(plakat). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa
sentuh, rasa suhu, dan rasa nyeri
b. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf
yang terkena, yaitu gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi
motoris (paresis atau paralysis), dan gangguan fungsi otonom (kulit kering, retak,
edema, pertumbuhan rambut yang terganggu).
c. Ditemukan basil tahan asam
Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian
yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy kulit atau saraf.
Untuk menegakkan penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda
kardinal. Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan
tersangka kusta dan penderita perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan
sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan.16
2.5 Pemeriksaan Penderita
1. Anamnesis
a. Keluhan penderita
b. Riwayat kontak dengan penderita
c. Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomis.
8/20/2019 Penyakit kusta 2
8/23
15
2. Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan
kulit.
3.
Palpasi
a. Kelainan kulit, nodus infiltrate, jaringan perut, ulkus, khususnya paa tangan
dan kaki
b. Kelainana saraf : pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti :
N.aurikularis magnus, N.ulnaris, dan N.peroneus. Petugas harus mencatat,
adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. Harus diperhatikan raut wajah si
penderita, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan
saraf harus sistematis, meraba atau palpasi sedemikian rupa jangan sampai
menyakiti atau penderita mendapat kesan kurang baik.
Cara pemeriksaan saraf :
3
Bandingkan saraf bagian kiri dan kanan.
4 Membesar atau tidak
5 Bentuk bulat atau oval
6 Pembesaran regular (smooth) atau irregular, lumps, kerots
7 Perabaan keras atau kenyal
8 Nyeri atau tidak
Untuk mendapat kesan saraf mana yang masih normal, diperlukan
pengalaman yang banyak.
Cara pemeriksaan saraf tepi :
1. N. aurikularis magnus :
8/20/2019 Penyakit kusta 2
9/23
16
Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf
yang terlihat akan terdorong oleh otot dibawahnya sehingga sudah dapat
terlihat bila membesar. Dua jari pemeriksaan diletakkan di atas
persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot, perabaan secara
seksama akan menentukan jaringan seperti kabel atau kawat, bila ada
penebalan. Jangan lupa membandingkan yang kiri dan kanan.
2. N. ulnaris :
Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya
diletakkan diatas satu tangan pemeriksa. Tangan pemeriksa yang lain
meraba lekukan di bawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan,
apakah ada penebalan atau tidak. Perlu dibandingkan N. ulnaris kanan dan
kiri untuk melihat adanya perbedaan atau tidak.
3.
N. peroneus lateralis :
Pasien disuruh duduk dengan kedua kaki menggantung kemudian diraba
di sebelah lateral dari capitulum fibulae biasanya sedikit ada ke posterior.
Bila saraf yang dicari tersentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien
merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi oleh saraf
tersebut. Pada keadaan neuritis akut, sedikit sentuhan sudah memberikan
rasa nyeri yang hebat.
4. Tes fungsi saraf
a. Tes sensoris
Rasa raba : dengan kapas atau sepotong kapas yang dilancipkan dipakai
untuk memeriksa perasaan dengan menyinggung kulit. Yang diperiksa
8/20/2019 Penyakit kusta 2
10/23
17
harus duduk pada waktu pemeriksaan. Terlebih dahulu petugas
menerangkan bahwa bila mana merasa disinggung bagian tubuhnya
dengan kapas, ia harus menunjukkan kulit yang disinggung dengan jari
telunjuknya dan dikerjakan dengan mata terbuka. Tanda-tanda di kulit dan
bagian-bagian kulit lain yang dicurigai, diperiksa sensibilitasnya. Harus
diperiksa sensibilitas kulit yang tersangka diserang kusta. Bercak-bercak
di kulit harus diperiksa ditengahnya dan jangan dipinggirnya.
Rasa nyeri : diperiksa degan memakai jarum. Petugas menusuk kulit
dengan ujung jarum yang tajam dan dengan pangkal tangkainya yang
tumpul dan penderita harus mengatakan tusukan mana yang tumpul.
Rasa suhu : dilakukan dengan mempergunakan 2 tabung reaksi, yang satu
berisi air panas(sebaiknya 40C) yang lainnya air dingin (sebaiknya
sekitar 20C). kenudian mata penderita ditutup atau menoleh ke tempat
lain, lalu bergantian kedua tabung tersebut ditempelkan pada daerah kulit
yang dicurigai. Bila penderita salah menyebutkan rasa pada tabung yang
ditempelkan, maka dapat disimpulkan bahwa sensasi suhu di daerah
tersebut terganggu.
Berdasarkan adanya gangguan berkeringat di makula anestesi pada
penyakit kusta, pemeriksaan lesi kulit dapat dilengkapi dengan
test anhidrosis.
b. Tes motoris : Voluntary muscle test (VMT)
8/20/2019 Penyakit kusta 2
11/23
18
5. Komplikasi : dicari komplikasi
a. Pada mata, hidung, laring dan testis
b. Reaksi : nyeri saraf, eritema nodosum leprosum, iridosiklitis, tenosinovitis.
c. Kerusakan saraf sensoris
d. Kerusakan saraf motoris
e. Kerusakan saraf otonom
6.
Pemeriksaan bakterioskopik
Pemeriksaan hapusan sayatan kulit (bakterioskopik) berguna untuk :
a. Membantu menentukan diagnosis penyakit
b. Membantu menentukan klasifikasi (tipe) penyakit kusta.
c. Membantu menilai hasil pengobatan.
Ketentuan untuk lokasi sediaan :
a. Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling akut.
b. Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak
ditemukan kelainan kulit di tempat lain.
c. Pada pemeriksaan ulangan dilakukan di tempat kelainan kulit yang sama dan
bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
d.
Sebaiknya petugas yang mengambil dan memeriksa sediaan hapus dilakukan
oleh orang yang berlainan. Hal ini untuk menjaga pengaruh gambaran klinis
terhadap hasil pemeriksaan bakterioskopik.
e. Tempat yang sering diambil untuk sediaan hapus jaringan bagi pemeriksaan
M.leprae adalah : cuping telinga, lengan, punggung, bokong, dan paha.
8/20/2019 Penyakit kusta 2
12/23
19
f. Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum dilaksanakan
di tiga tempat, yaitu : cuping telinga kiri, cuping telinga kanan, dan bercak
yang paling aktif.
g.
Sediaan dari selaput lender hidung sebaiknya dihindarkan karena : tidak
menyenangkan bagi penderita, positif palsu karena mikrobakterium lain, tidak
pernah ditemukan M.leprae pada selaput lender hidung apabila sediaan hapus
kulit negatif, pada pengobatan pemeriksaan bakterioskopis selaput lender
hidung negatif lebih dahulu daripada di kulit.
h. Beberapa ketentuan yang harus diambil sediaan hapus kulit : semua orang
yang dicurigai menderita kusta, semua penderita baru yang didiagnosis secara
klinis sebagai penderita kusta, semua penderita kusta yang diduga kambuh
(relaps) atau karena tersangka kuman (resisten) kebal terhadap obat, dan
semua penderita MB setahun sekali.3
2.6 Pencegahan Penyakit Kusta
Mengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang
penyakit kusta yang bisa menjadi hambatan bagi pelaksanaan program
pemberantasan kusta termasuk dalam mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka
diperlukan upaya-upaya pencegahan untuk dapat mengurangi prevalensi, insidens dan
kecacatan penderita kusta. Upaya-upaya pencegahan diatas dibagi menjadi beberapa
tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu : pencegahan primer, sekunder, dan
pencegahan tersier
8/20/2019 Penyakit kusta 2
13/23
20
2.6.1 Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan
pencegahan khusus. Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan
pada masyarakat umum, misalnya personal hygiene, pendidikan kesehatan
masyarakat dengan penyuluhan dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus
ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit,
misalnya pemberian immunisasi.11
2.6.2 Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah
orang yang telah sakit agar sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi
kecacatan secara fisik. Pencegahan sekunder mencakup kegiatan-kegiatan seperti
dengan tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan
pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah
untuk mengidentifikasikan orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau yang jelas
berisiko tinggi untuk mengembangkan penyakit.
2.6.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat tiga ini dapat dilakukan
dengan memaksimalkan fungsi organ tubuh, membuat protesa ekstremitas
akibat amputasi dan mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.
8/20/2019 Penyakit kusta 2
14/23
21
2.7. Pencegahan Kecacatan
M.leprae menyerang saraf tepi pada tubuh manusia. Tergantung dari
kerusakan urat saraf tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi : sensorik,
motorik, dan otonom.
Menurut WHO tahun 1996 batasan istilah dalam cacat kusta adalah :
a) Impairment : segala kehilangan atau abnormalitas struktur fungsi yang bersifat
psikologik, fisiologik, atau anatomik.
b) Disability : segala keterbatasan atau kekurangmampuan (akibat impairment )
untuk melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi
manusia.
c) Handicap : kemunduran pada seorang individu (akibat impairment dan disability)
yang membatasi atau menghalangi penyelesaian tugas normal yang bergantung
pada umur, seks, dan faktor sosial budaya.
Jenis cacat kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
a) Kelompok cacat primer, adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh
aktifitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.leprae.
yang termasuk cacat primer adalah cacat pada fungsi saraf sensorik, fungsi saraf
motorik, dan cacat pada fungsi otonom serta gangguan refleks vasodilatasi.
b) Kelompok cacat sekunder, yaitu cacat yang terjadi akibat cacat primer, terutama
akibat adanya kerusakan saraf. Anastesi akan memudahkan terjadinya luka akibat
trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan
segala akibatnya.
8/20/2019 Penyakit kusta 2
15/23
22
Derajat cacat kusta menurut WHO (1988), di bagi menjadi tiga tingkatan,
yaitu :
a) Cacat pada tangan dan kaki :
Tingkat 0 : tidak ada anestesi dan kelainan anatomis
Tingkat 1 : ada anestesi, tetapi tidak ada kelainan anatomis
Tingkat 2 : terdapat kelainan anatomis
b)
Cacat pada mata :
Tingkat 0 : tidak ada kelainan pada mata (termasuk visus)
Tingkat 1 : ada kelainan mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang
Tingkat 2 : ada lagoftalmos dan visus sangat terganggu
Upaya pencegahan cacat terdiri atas :
a) Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :
- Pengobatan secara teratur dan adekuat
- Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis
- Diagnosa dini dan penatalaksanaan reaksi
b) Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :
- Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
-
Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah
terjadinya kontraktur
- Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar
tidak mendapat tekanan yang berlebihan
- Bedah plastic untuk menguragi perluasan infeksi
8/20/2019 Penyakit kusta 2
16/23
23
Perawatan mata, tangan, dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan
otot.3,17
2.8. Penemuan dan Pengobatan Penderita Kusta
2.8.1. Penemuan Penderita
Dalam program pemberantasan penyakit kusta, penemuan penderita secara
dini sangat penting untuk mencegah penularan dan timbulnya cacat pada penderita.
Cara penemuan penderita kusta ada 2 (dua) yaitu :
a. Penemuan penderita secara pasif (sukarela)
Penemuan ini dilakukan oleh penderita baru atau tersangka yang belum pernah
berobat kusta, datang sendiri atau saran dari orang lain ke sarana kesehatan. Hal
ini tergantung dari pengertian dan kesadaran penderita itu sendiri untuk
mendapatkan pengobatan. Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat
datang berobat ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya, yaitu :
a) Tidak mengerti tanda dini kusta
b) Malu datang ke Puskesmas
c) Tidak tahu bahwa ada obat yang tersedia cuma-cuma di Puskesmas
d) Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.
b. Penemuan secara aktif
Kegiatan yang dilakukan dalam penemuan penderita secara aktif adalah :
a) Pemeriksaan kontak serumah (Survei Kontak)
Dengan melakukan pemeriksaan kepada semua anggota keluarga yang tinggal
serumah dengan penderita. Pemeriksaan dilakukan minimal 1 tahun sekali,
terutama ditujukan pada kontak tipe MB.
8/20/2019 Penyakit kusta 2
17/23
24
b) Pemeriksaan anak sekolah
Penderita pada usia dibawah 14 tahun atau anak Sekolah Dasar dan Taman
Kanak-kanak cukup banyak. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan adanya
penderita kusta pada anak dan mencegah terjadinya penularan di lingkungan
sekolah.
c) Chase Survey
Mencari penderita baru sambil membina partisipasi masyarakat untuk
mengetahui tanda-tanda kusta dini secara benar.
d) Survei Khusus
Survei ini dilakukan apabila suatu daerah dimana proporsi penderita MB minimal
60% dan dijumpai penderita pada usia muda cukup tinggi sesuai dengan perencanaan
dan petunjuk dari Depkes yang sudah diadakan “Set Up” secara statistik oleh ahli
statistik dari WHO.tahun 200013
2.8.2. Pengobatan Penyakit Kusta
2.8.2.1. Program MDT
Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika Kelompok Studi
Kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta
dengan rejimen kombinasi yang selanjutnya dikenal dengan rejimen MDT-
WHO.(2001) Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson, rifamfisin, dan
klofasimin. Selain untuk mengatasi resistensi adapson yang semakin meningkat,
penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita
dan menurunkan angka putus obat (drop-out rate) yang cukup tinggi pada masa
8/20/2019 Penyakit kusta 2
18/23
25
monoterapi dapson. Di samping itu juga diharapkan juga dengan MDT dapat
mengeliminasi persistensi kuman dalam jaringan.3,17
2.8.2.2. Obat Kusta Baru
Dalam pelaksanaan program MDT-WHO (2001) ada beberapa masalah yang
timbul, yaitu : adanya persister, resistensi rifampisin, dan lamanya pengobatan
terutama untuk kusta MB. Untuk penderita kusta PB, rejimen MDT-PB juga
masih menimbulkan beberapa masalah, antara lain : masih menetapnya lesi kulit
setelah 6 bulan pengobatan. Jika seorang penderita mempunyai resistensi ganda
terhadap dapson dan rifampisin bersama-sama, tentunya hal ini akan
membahayakan.3
Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal
yang berbeda dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Idealnya,
obat-obat kusta baru harus memenuhi syarat antara lain : bersifat bakterisidal kuat
terhadap M.leprae, tidak antagonis dengan obat yang sudah ada, aman dan
akseptabilitas penderita baik, dapat diberikan per oral, dan sebaiknya diberikan
tidak lebih dari sekali sehari. Di antara yang sudah terbukti efektif adalah
ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.17
2.9. Program Pemberantasan Kusta
Untuk mencapai tujuan nasional eliminasi kusta pada tahun 2005, Pemerintah
Indonesia dalam melaksanakan program pemberantasan kusta adalah dengan
memutuskan rantai penularan untuk menurunkan insidens penyakit, mengobati dan
menyembuhkan penderita dan mencegah timbulnya cacat.
8/20/2019 Penyakit kusta 2
19/23
26
2.9.1. Tujuan Program Jangka Panjang
a)
Penemuan penderita sedini mungkin sehingga proporsi cacat tingkat 2 (dua) di
antara penderita baru dapat ditekan serendah mungkin.
b) Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar bagi penderita terdaftar
dan penderita baru.
c) Tercapainya 100% selesai pengobatan untuk PB dalam jangka waktu 9 bulan
dan untuk MB 18 bulan dengan melakukan case holding yang ketat dan
cermat.
d) Pembinaan pengobatan, agar penderita yang di MDT akan selesai
pengobatannya dalam batas waktu 9 bulan. Dan semua penderita MB yang di
MDT akan selesai pengobatannya dalam batas waktu 18 bulan sesuai Surat
Edaran Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular langsung Departemen
Kesehatan RI Nomor : KS.00.02.4.171
e) Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftar sehingga tidak akan
terjadi cacat baru.
f) Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar
masyarakat memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia.
g) Pengawasan sesudah RFT ( Release From Treatment ) dengan memberikan
motivasi kepada semua penderita agar datang memeriksakan dirinya setiap
tahun setelah selesai masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5
tahun untuk tipe MB.
h) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam memenuhi kebutuhan program.13
8/20/2019 Penyakit kusta 2
20/23
27
2.9.2. Tujuan Program Jangka Pendek
Tujuan program kusta adalah menurunkan angka kesakitan penyakit
kusta menjadi kurang dari 1/10.000 penduduk secara nasional pada tahun
2005, sehingga tidak lagi jadi masalah kesehatan masyarakat.13
2.9.3. Kebijaksanaan
a) Pelaksanaan program kusta diintegrasikan dalam kegiatan puskesmas
b) Penderita kusta tidak boleh diisolasi
c) Pengobatan kusta dengan MDT sesuai dengan rekomendasi WHO diberikan
secara gratis.13
2.10. Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dan
yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :
berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.18
8/20/2019 Penyakit kusta 2
21/23
8/20/2019 Penyakit kusta 2
22/23
29
2.11.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping
faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak-pihak lain.
Selanjutnya tingkat-tingkat tindakan secara teoritis adalah :
1. Persepsi ( perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.
2. Respon terpimpin (guided respons), dalam melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar, sesuai dengan contoh adalah merupakan praktik indikator
tingkat dua.
3.
Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktek tingkat ketiga.
4. Adaptasi (adaptation), merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang baik,
artinya tindakan ini sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan
tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
beberapa bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.18
8/20/2019 Penyakit kusta 2
23/23