50
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif BAB 1 PENDAHULUAN Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak impikasi untuk penelitian otak, psikiatri klinis, dan masyarakat pada umumnya. Dinyatakan dengan sederhana, beberapa zat dapat mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dari dalam (sebagai contoh: mood) maupun aktivitas yang dapat diobservasi dari luar (yaitu, perilaku).Tetapi, implikasi dari pernyataan sederhana tersebut adalah mengejutkan. Satu implikasi adalah bahawa zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatrik yang tidak dapat dibedakan dari gangguan psikiatrik umum tanpa penyebab yang diketahui (sebagai contohnya, skizofrenia dan gangguan mood). Pengamatan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menyatakan bahwa gangguan psikiatrik dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat yang mempengaruhi otak adalah berhubungan. Jika gejala depresif terlihat pada seseorang yang tidak pernah menggunakan zat yang mempengaruhi otak tidak dapat dibedakan dari gejala depresif dari seseorang yang telah menggunakan zat yang mempengaruhi otak, mungkin terdapat kesamaan yang mempunyai dasar pada otak antara perilaku menggunakan zat dan depresi. Kenyataan bahawa adanya zat yang 1

Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugasan ujian

Citation preview

Page 1: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif

BAB 1

PENDAHULUAN

Fenomena penyalahgunaan zat mempunyai banyak impikasi untuk penelitian

otak, psikiatri klinis, dan masyarakat pada umumnya. Dinyatakan dengan sederhana,

beberapa zat dapat mempengaruhi keadaan mental yang dirasakan dari dalam (sebagai

contoh: mood) maupun aktivitas yang dapat diobservasi dari luar (yaitu, perilaku).Tetapi,

implikasi dari pernyataan sederhana tersebut adalah mengejutkan. Satu implikasi adalah

bahawa zat dapat menyebabkan gejala neuropsikiatrik yang tidak dapat dibedakan dari

gangguan psikiatrik umum tanpa penyebab yang diketahui (sebagai contohnya, skizofrenia

dan gangguan mood). Pengamatan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menyatakan

bahwa gangguan psikiatrik dan gangguan yang melibatkan penggunaan zat yang

mempengaruhi otak adalah berhubungan. Jika gejala depresif terlihat pada seseorang yang

tidak pernah menggunakan zat yang mempengaruhi otak tidak dapat dibedakan dari gejala

depresif dari seseorang yang telah menggunakan zat yang mempengaruhi otak, mungkin

terdapat kesamaan yang mempunyai dasar pada otak antara perilaku menggunakan zat dan

depresi. Kenyataan bahawa adanya zat yang mempengaruhi otak adalah suatu petunjuk

tentang bagaimana otak bekerja pada keadaan normal ataupun tidak normal.

DSM-IV menyebutkan ketergantungan zat ditandai oleh adanya sekurangnya satu

gejala spesifik yang menyatakan bahawa penggunaan zat telah mempengaruhi kehidupan

seseorang. Seseorang tidak dapat memenuhi penyalahgunaan zat untuk suatu zat tertentu jika

ia tidak pernah memenuhi kriteria untuk ketergantungan pada zat yang sama. Pasien yang

mengalami intoksikasi atau putus zat yang disertai dengan gejala psikiatrik tetapi yang tidak

memenuhi kriteria untuk pola sindrom spesifik untuk gejala (sebagai contohnya depresi)

mendapatkan diagnosis intoksikasi zat, kemungkinan bersama dengan ketergantungan atau

penyalahgunaan.

1

Page 2: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Diagnostic Criteria for Substance Dependence/Ketergantungan Zat

Suatu pola pengguanaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau penderitaan yng

bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 3 (tiga) atau lebih hal-hal berikut yang terjadi pada

tiap saat dalam periode 12 bulan:

1.   1.Toleransi yang didefinisikan sbb:

    a. peningkatan nyata jumlah kebutuhan zat untuk mendapatkan efek yang didamba atau

mencapai intoksikasi.

     b.Penurunan efek yang nyata dengan penggunaan kontinyu jumlah yang sama dari zat.

w 2.Withdrawal, bermanifestasi sebagai salah satu dari:

   a.Sindroma withdrawal khas untuk zat penyebab ( criteria A dan B dari gejala withdrawal zat).

    b.Zat yang sama atau sejenis digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala-gejala

withdrawal.

3.  3.zat yng dimaksud sering digunakan dalam jumlah yang besar atau lewat dari batas waktu

pemakaiannya.

4.  4.adanya hasrat menetap atau ketidakberhasilan mengurangi atau mengendalikan pemakaian

zat.

5.   5.adanya aktifitas yang menyita waktu untuk kebutuhan mendapatkan zat (mis.mendatangi

berbagai dokter atau sampai melakukan perjalan jauh), untuk menggunakan zat (merokok

tiada sela) atau untuk pulih dari efeknya.

6.   6.kegiatan-kegiatan sosial yang penting,pekerjaan atau rekreasi dilalaikan atau dikurangi

karena penggunaan zat.

7.   7.penggunaan zat tetap berlanjut meskipun mengetahui bahwa problem fisik dan fisiologis

menetap atau berulang disebabkan oleh penggunaan zat (mis.sementara menggunakan kokain

meskipun mengetahui itu menginduksi depresi atau tetap meneguk-alkohol- meskipun

mengetahui hal itu memperburuk ulcus gaster).

Tentukan jika:

  Dengan ketergantungan fisiologis: terbukti adanya toleransi atau withdrawal.

  Tanpa   ketergantungan fisiologis: tidak terbukti adanya toleransi atau withdrawal.

Tentukan perlangsunganya:

  Remisi dini penuh

2

Page 3: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

  Pemisi dini parsial

  Remisi penuh menetap

  Remisi parsial menetap

  Dalam terapi agonis

  Dalam lingkungan yang diatur

Menurut PPDGJ-III: Diagnosis Ketergantungan Zat

yang pasti ditegakkan jika ditemukan tiga atau lebih gejala di bawah ini dialami dalam masa

setahun sebelumnya:

a) Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa(kompulsi) untuk

menggunakan zat

b) Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat sejak awal, usaha

penghentian atau tingkat penggunaannya

c) Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau

penguranagn, terbukti orang tersebut menggunakan zat atau golongan yang sejenis

dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat

d) Adanya bukti toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna

memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah

(contoh yang jelas dapat ditemukan pada individu dengan ketergantungan alkohol dan

opiat yang secara rutin setiap hari menggunakan zat tersebutsecukupnya untuk

mengendalikan keinginannya).

e) Secara progresif mengabaikan alternatif menikmati kesenangan kerana penggunaan

zat psikoaktif yang lain, meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan atau menggunakan zat atau pulih dari akibatnya

f) Terus menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan

kesehatannya, seperti gangguan fungsi hati kerana minum alkohol berlebihan,keadaan

depresi sebagai akibat penggunaan yang berat atau hendaya fungsi kognitif akibat

menggunakan zat, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa pengguna zat

bersungguh-sungguh atau diharapkan untuk menyadari akan hakikat dan besarnya

bahaya.

3

Page 4: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

DSM-IV-TR: Diagnostic Criteria for  Substance Abuse (Penyalahgunaan Zat)

A. A. Suatu pola penggunaan zat yang maladaptif mengarah pada gangguan atau penderitaan yng

bermakna klinis, bermanifestasi sebagai 1 (satu) atau lebih hal-hal berikut yang terjadi dalam

periode 12 bulan:

B.

1.   1.Penggunaan berulang zat menyebabkan kegagalan memenuhi tugas utama ditempat

kerja,sekolah atau dirumah (mis. berulangkali bolos hasil kerja yang buruk karena penggunaan

zat, bolos,diganjar atu dikeluarkan dari sekolah karena penggunaan zat,mengabaikan anak

atau anggota keluarga).

2.  2.Berulangkali menggunakn zat dalm situasi yang membahayakan fisik (mis.mengemudikan

kendaraan atau mengoperasikan mesin saat terganggu oleh pemakaiannya).

3.  3. Berulangkali berurusan dengan hukum karena penggunaan zat (ditangkap karena ulah

berkaitan dengan penggunaannya).

4.   meneruskan penggunaan zat meskipun tetap atau berulang memiliki problem sosial atau

interpersonal disebabkan atau kambuhnya efek2 dari zat (mis.berdebat dengan pasangan

tentang akibat intoksikasi,berkaelahi).

B.  4.Gejala-gejalanya tidak memenuhi kriteria Ketergantungan zat yang digunakan.

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for  Substance Intoxication (Intoksikasi Zat)

A A.Terjadinya sindroma reversible zat spesifik karena barusan menelannya atau terpapar

olehnya.cat: zat yang berbeda dapat memberi sindroma yang mirip atau sama.

B.  B.Tingkah laku maladaptif yang bermakna secara klinis atau perobahan psikologis karena efek

dari zat terhadap sitim saraf pusat (mis. keadaan siap tempur,labilitas mood,gangguan

kognitif, penilaian,sosial dan fungsi pekerjaan) yang terjadi segera setelah penggunaan zat.

C.  C.Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental lainnya.

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for  Substance withdrawal (Putus Zat)

A.  A.Terjadinya sindroma zat spesifik karena penghentian mendadak (atau pengurangan)

penggunaan zat yang lama dan berat.

B.  B.Sindroma diatas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam hal sosial,pekerjaan atau area fungsi-fungsi penting lainnya

C.  C.Gejala-gejalanya tidak karena kondisi medis umum ataupun gangguan mental lainnya.

4

Page 5: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

BAB II

GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN ALKOHOL

II.1 Etiologi

Riwayat Masa Kanak-kanak

Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa kanak-kanak dari seseorang

yang memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol. Anak-anak beresiko yang memiliki

gangguan berhubungan dengan alkohol yaitu jika satu atau lebih orang tuanya adalah

pengguna alkohol.

Pada riwayat masa kanak-kanak terdapat gangguan defisit-atensi / hiperaktivitas atau

gangguan konduksi atau keduanya yang meningkatkan resiko anak untuk memiliki gangguan

berhubungan dengan alkohol pada masa dewasanya. Gangguan kepribadian khususnya

gangguan kepribadian antisosial juga merupakan predisposisi seseorang kepada suatu

gangguan berhubungan dengan alkohol.

Faktor Psikoanalisis

Teori psikoanalisis tentang gangguan berhubungan dengan alkohol telah dipusatkan

pada hipotesis superego yang sangat bersifat menghukum dan fiksasi pada stadium oral dari

perkembangan psikoseksual.

Menurut teori psikoanalisis, orang dengan superego yang keras yang bersifat

menghukum diri sendiri berpaling ke alkohol sebagai cara menghilangkan stres bawah sadar

mereka. Kecemasan pada orang yang terfiksasi pada stadium oral mungkin diturunkan

dengan menggunakan zat seperti alkohol melalui mulutnya. Beberapa dokter psikiatrik

psikodinamika menggambarkan kepribadian umum dari seseorang dengan gangguan

berhubungan dengan alkohol adalah pemalu, terisolasi, tidak sabar, iritabel, penuh

kecemasan, hipersensitif, dan terrepresi secara seksual.1

Aforisme psikoanalisis yang umum adalah bahwa superego dapat larut dalam alkohol.

Pada tingkat yang kurang teoritis, alkohol dapat disalahgunakan oleh beberapa orang sebagai

cara untuk menurunkan ketegangan, kecemasan, dan berbagai jenis penyakit psikis.

5

Page 6: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Konsumsi alkohol pada beberapa orang juga menyebabkan rasa kekuatan dan meningkatnya

harga diri.

Faktor Sosial dan Kultural

Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang berlebihan. Asrama perguruan

tinggi dan basis militer adalah dua contoh lingkungan dimana minum berlebihan dipandang

normal dan prilaku yang diharapkan secara sosial. Sekarang ini, perguruan tinggi dan

universitas mencoba mendidik mahasiswanya tentang resiko kesehatan dari minum alkohol

yang berlebihan.

Faktor Prilaku dan Pelajaran

Sama seperti faktor kultural, faktor prilaku dan pelajaran juga dapat mempengaruhi

kebiasaan minum, demikian juga kebiasaan didalam keluarga, khususnya kebiasaan minum

pada orang tua dapat mempengaruhi kebiasaan minum. Tetapi beberapa bukti menunjukkan

bahwa, walaupun kebiasaan minum pada keluarga memang mempengaruhi kebiasaan minum

pada anak-anaknya, kebiasaan minum pada keluarga kurang langsung berhubungan dengan

perkembangan gangguan berhubungan dengan alkohol seperti yang dianggap sebelumnya,

walaupun hal tersebut memang memiliki peranan penting.

Dari sudut pandang prilaku, ditekankan pada aspek pendorong positif dari alkohol,

alkohol yang dapat menimbulkan perasaan sehat dan euforia pada seseorang. Selain itu,

konsumsi alkohol dapat menurunkan rasa takut dan kecemasan yang dapat mendorong

seseorang untuk minum lebih lanjut.

Faktor Genetika dan Biologi Lainnya

Data yang kuat menyatakan adanya suatu komponen genetika pada sekurangnya suatu

bentuk gangguan berhubungan dengan alkohol. Laki-laki lebih banyak menggunakan alkohol

daripada wanita. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan sanak saudara

tingkat pertama yang terpengaruh oleh gangguan berhubungan dengan alkohol adalah 3-4

kali lebih mungkin memiliki gangguan berhubungan dengan alkohol daripada orang yang

tidak memiliki sanak saudara tingkat pertama yang terpengaruh dengan alkohol.1

Pada suatu penelitian ditemukan bahwa gangguan terkait alkohol lebih tinggi

resikonya pada kembar monizygot daripada dizygot.3

6

Page 7: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

II.2 Efek fisiologi dari alkohol

Istilah "alkohol" ditunjukkan pada sebagian besar molekul organik yang memiliki

gugus hidroksil (-OH) yang melekat pada atom karbon jenuh. Etil alkohol juga disebut

sebagai etanol merupakan bentuk alkohol yang umum, sering kali disebut alkohol minuman,

etil alkohol digunakan dalam minuman. Rumus kimia untuk etanol adalah CH3-CH2-OH.

Karakteristik rasa dan bau berbagai minuman yang mengandung alkohol tergantung

kepada metode pembuatannya, yang menghasilkan berbagai senyawa dalam hasil akhirnya.

Senyawa tersebut termasuk metanol, butanol, aldehida, fenol, tannins, dan sejumlah kecil

berbagai logam. Walaupun senyawa ini dapat menyebabkan suatu efek psikoaktif yang

berbeda pada berbagai minuman yang mengandung alkohol, perbedaan tersebut dalam

efeknya adalah minimal dibandingkan dengan efek etanol itu sendiri.

Absorpsi

Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di lambung, dan sisanya di usus

kecil. Konsentrasi puncak alkohol didalam darah dicapai dalam waktu 30-90 menit, biasanya

dalam 45-60 menit, tergantung apakah alkohol diminum saat lambung kosong, yang

meningkatkan absorbsi atau diminum bersama makanan yang memperlambat absorbsi.

Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga merupakan suatu faktor

selama mana alkohol dikonsumsi, waktu yang singkat menurunkan waktu untuk mencapai

konsentrasi puncak. Absorbsi paling cepat 15-30% (kemurnian -30 sampai -60).

Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya alkohol. Sebagai contoh, jika

konsentrasi alkohol menjadi terlalu tinggi didalam lambung, mukus akan disekresikan dan

katup pilorik ditutup, hal tersebut akan memperlambat absorbsi dan menghalangi alkohol

masuk ke usus kecil. Jadi, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam

lambung selama berjam-jam. Selain itu, pilorospasme sering kali menyebabkan mual dan

muntah.

Jika alkohol telah diabsorbsi ke dalam aliran darah, alkohol didistribusikan ke seluruh

jaringan tubuh. Jaringan yang mengandung proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi

alkohol yang tinggi. Efek intoksikasi menjadi lebih besar jika konsentrasi alkohol didalam

darah tinggi.

7

Page 8: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Metabolisme

Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di hati, sisanya dieksresikan

tanpa diubah oleh ginjal dan paru-paru. Kecepatan oksidasi di hati konstan dan tidak

tergantung pada kebutuhan energi tubuh. Tubuh mampu memetabolisme kira-kira 15 mg/dl

setiap jam dengan rentan berkisar antara 10-34 mg/dl per jamnya.

Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu alkohol dehidrogenase (ADH)

dan aldehida dehidrogenase. ADH mengkatalisasi konversi alkohol menjadi asetilaldehida

yang merupakan senyawa toksik. Aldehida dehidrogenase mengkatalisasi konversi

asetaldehida menjadi asam asetat. Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-

tabuse), yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait alkohol.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki ADH yang lebih

rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan wanita cenderung menjadi lebih

terintoksikasi dibanding laki-laki setelah minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan

fungsi enzim yang memetabolisme alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi

intoksikasi alkohol dan gejala toksik.

Efek pada otak

Biokimiawi

Berbeda dengan zat yang lain yang disalahgunakan yang mempunyai reseptor yang

dapat diidentifikasi-sebagai contoh, reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) untuk

phencyclidine-tidak ada target molekular tunggal yang telah diidentifikasi sebagai mediator

untuk efek alkohol.Teori yang telah lama menunjukkan bahwa efek biokimiawi alkohol

terjadi pada membran neuron. Sejumlah hipotesis mendukung bahwa alkohol akan

menimbulkan efek karena ikatannya dengan membran yang menyebabkan meningkatnya

fluiditas membran pada penggunaan jangka pendek. Tetapi, pada penggunaan jangka panjang

teori menyatakan bahwa membran akan menjadi kaku. Fluiditas membran penting untuk

dapat berfungsi sebagai reseptor, saluran ion, dan protein fungsional pada membran lainnya

secara normal. Secara spesifik, suatu penelitian menunjukkan bahwa efektivitas saluran

alkohol yang berhubungan dengan reseptor asetilkolin nikotinik, serotonin (5-

hydroxytryptamine) tipe 3 (5-HT3) dan GABA tipe A (GABA A) diperkuat oleh alkohol,

sedangkan aktivitas saluran ion yang berhubungan dengan reseptor glutamat dan saluran

kalsium gerbang voltasi (voltage-gated calcium channel) yang akan di inhibisi.

8

Page 9: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Efek prilaku

Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi depresan yang

sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada konsentrasi 0,05% alkohol didalam

darah, maka pikiran, pertimbangan, dan pengendalian akan mengalami kemunduran dan

sering kali terputus. Pada konsentrasi 0,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi 0,2%

fungsi seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol prilaku

emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang biasanya mengalami konfusi

dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi 0,4-0,5% dapat terjadi koma. Pada konsentrasi

yang lebih tinggi, pusat primitif diotak yang mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut

jantung akan terpengaruhi dan dapat terjadi kematian. Kematian adalah sekunder kerana

depresi pernafasan langsung atau aspirasi muntah.

Efek fisiologis lain

Hati

Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah terjadinya kerusakan hati.

Penggunaan alkohol walaupun dalam jangka waktu yang pendek dapat menyebabkan

akumulasi lemak dan protein yang dapat menimbulkan perlemakan hati (fatty liver) yang

pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran hati.

Sistem gastrointestinal

Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya

esofagitis, gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung. Perkembangan menjadi varises esofagus

dapat menyertai pada seseorang dengan penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya

varises esofagus merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan

perdarahan bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan pada usus,

pankreatitis, insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan alkohol yang banyak dapat

mengganggu proses pencernaan dan absorbsi makanan yang normal. Sebagai akibatnya

makanan yang dikonsumsi dalam penyerapannya menjadi tidak adekuat.

Sistem tubuh lain

Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya tekanan darah,

disregulasi lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan terjadinya infark miokardium dan

penyakit serebrovaskular. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan

9

Page 10: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

sistem hemopoetik dan dapat meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher,

esofagus, lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat menyebabkan

hipoglikemia, yang jika tidak cepat terdeteksi akan menyebabkan kematian mendadak pada

orang yang terintoksikasi. Kelemahan otot adalah efek samping dari alkoholisme.

Tes laboratorium

Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80% dari semua

pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan volume korpuskular rata-rata

(MCV; mean corpuscular volume) meningkat kira-kira 60%. Hasil tes laboratorium lain yang

mungkin berhubungan dengan gangguan berhubungan dengan alkohol adalah asam urat,

trigliserida, glutamat oksaloasetat transaminase serum (SGOT) atau aspartat aminotransferase

(AST), dan glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau alanin aminotransferase (ALT).1

II.3 Gangguan-gangguan

DSM-IV menuliskan gangguan berhubungan dengan alkohol dan menyebutkan

kriteria diagnostik untuk intoksikasi alkohol dan putus alkohol.

Gangguan berhubungan alkohol

Gangguan penggunaan alkohol

Ketergantungan alkohol

Penyalahgunaan alkohol

Gangguan akibat alkohol

Intoksikasi alkohol

Putus alkohol

Sebutkan jika:dengan gangguan persepsi

Delirium intoksikasi alkohol

Delirium putus alkohol

Demensia menetap akibat alkohol

10

Page 11: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Gangguan psikotik akibat alkohol, dengan waham

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Gangguan psikotik akibat alkohol, dengan halusinasi

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Gangguan mood akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Gangguan kecemasan akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

Dengan onset selama putus

Disfungsi seksual akibat alkohol

Sebutkan jika: Dengan onset selama intoksikasi

Gangguan tidur akibat alkohol

Sebutkan jika:

Dengan onset selama intoksikasi

??

Gangguan berhubungan alkohol yang tidak ditentukan

11

Page 12: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

II.4 Intoksikasi alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis:

DSM-IV mempunyai kriteria resmi tentang diagnosis intoksikasi alkohol. Kriteria

menekakan sejumlah cukup konsumsi alkohol, perubahan prilaku maladaptif spesifik, tanda

gangguan neurologis, dan tidak adanya diagnosis atau kondisi lain yang membaur.

Intoksikasi alkohol bukan merupakan kondisi yang ringan. Intoksikasi alkohol yang

parah dapat menyebabkan koma, depresi pernapasan dan kematian, baik karena henti

pernapasan atau karena aspirasi muntah.pengobatan untuk intoksikasi berat berupa bantuan

pernapasan mekanik diunit perawatan intensif, dengan perhatian pada keseimbangan asam

basa pasien, elektrolit, dan temperatur. Beberapa penelitian aliran darah serebral selama

intoksikasi alkohol mengalami peningkatan tetapi akan menurun pada minum alkohol

selanjutnya.

Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar dengan konsentrasi

alkohol dalam darah, yang mencerminkan intoksikasi alkohol didalam otak. Pada onset

intoksikasi, beberapa orang menjadi suka bicara dan suka berkelompok, beberapa menjadi

menarik diri dan cemberut, yang lainnya menjadi suka berkelahi. Beberapa pasien

menunjukkan labilitas mood, dengan episode tertawa dan menangis yang saling bergantian

(intermiten). Toleransi jangka pendek terhadap alkohol dapat terjadi, orang tersebut tampak

kurang terintoksikasi setelah berjam-jam minum daripada setelah hanya beberapa jam.

Komplikasi medis intoksikasi alkohol sering disebabkan karena terjatuh yang dapat

menimbulkan hematoma subdural dan fraktur. Tanda yang menggambarkan intoksikasi

akibat sering bertanding minum adalah hematoma wajah, khususnya disekitar mata, yang

disebabkan terjatuh atau berkelahi saat mabuk.

Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Alkohol

A. Baru saja menggunakan alkohol

B. Prilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya,

prilaku seksual atau agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan,

gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah

ingesti alkohol

12

Page 13: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera setelah

pemakaian alkohol

1) Bicara cadel

2) Inkoordinasi

3) Gaya berjalan tidak mantap

4) Nistagmus

5) Gangguan atensi atau daya ingat

6) Stupor atau koma

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan

oleh gangguan mental lain

II.5 Putus alkohol

Diagnosis dan gambaran klinis:

Diagnosis putus alkohol disebut putus alkohol tanpa komplikasi di dalam DSM-III-R

untuk membedakannya dengan delirium putus alkohol. Kata “tanpa komplikasi”

(uncomplicated) dikeluarkan dari DSM-IV karena putus alkohol, walaupun tanpa delirium,

dapat bersifat serius dan dapat termasuk kejang dan hiperaktifitas otonomik. Keadaan yang

dapat mempredisposisikan atau memperberat gejala putus alkohol adalah kelelahan,

malnutrisi, penyakit fisik, dan depresi.

Kriteria DSM-IV untuk putus alkohol memerlukan dihentikannya atau penurunan

penggunaan alkohol yang sebelumnya berat dan lama, dan juga adanya gejala fisik atau

neuropsikiatrik spesifik.

Diagnosis DSM-IV juga memungkinkan menentukan “dengan gangguan persepsi”.

Suatu penelitian dengan Tomografi Emisi Positron (PET; positron emission tomographic)

terhadap aliran darah selama putus alkohol pada seseorang dengan ketergantungan alkohol

dengan keadaan lain yang sehat, menemukan kecepatan aktivitas metabolik yang rendah

secara menyeluruh. Dengan penelitian dan pengamatan selanjutnya aktivitas tersebut

menurun pada daerah parietal kiri dan frontalis kanan.

Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar,kejang, dan gejala delirium tremens

(DTs), sekarang disebut delirium putus alkohol dalam DSM-IV. Gemetar muncul 6-8 jam

13

Page 14: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

setelah dihentikannya minum, gejala psikotik dan persepsi muncul dalam 8-12 jam, kejang

dalam 12-24 jam, DTs dalam 72 jam. Tremor pada putus alkohol dapat mirip dengan tremor

fisiologis, dengan suatu tremor kontinyu dan amplitudo yang besar dan lebih dari 8 Hz, atau

dengan tremor familisl, dengan ledakan aktivitas tremor yang lebih lambat dari 8 Hz.

Gejala lain putus alkohol adalah iritabilitas umum, gejala gastrointestinal (mual dan

muntah) dan hiperaktivitas otonomik simpatik, termasuk kecemasan, kesiagaan, berkeringat,

kemerahan pada wajah, midriasis, takikardia, dan hipertensi ringan. Pasien dengan putus

alkohol biasanya sadar tetapi mudah dikagetkan.

Kejang putus alkohol

Kejang yang berhubungan dengan putus alkohol adalah kejang strereotipik,

menyeluruh, dan tonik klonik. Pasien sering kali mengalami lebih dari satu kejang dalam 3-6

jam setelah kejang pertama. Status epileptikus relatif jarang pada pasien putus alkohol, terjadi

pada kurang dari 3% dari seluruh pasien. Walaupun medikasi antikonvulsan tidak diperlukan

dalam penatalaksanaan kejang putus alkohol, penyebab kejang masih sulit untuk ditentukan

jika pasien pertama kali diperiksa diruang gawat darurat; jadi banyak pasien dengan kejang

putus alkohol mendapatkan terapi antikonvulsan, yang selanjutnya dihentikan jika penyebab

kejang telah diketahui. Penyalahgunaan alkohol jangka panjang dapat menyebabkan

hipoglikemia, hiponatremia, dan hipomagnesemia yang semuanya dapat juga menyebabkan

terjadinya kejang.

Kriteria Diagnostik untuk Putus Alkohol

A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian alkohol yang telah lama dan berat

B. Dua (atau lebih) tanda berikut ini yang berkembang dalam beberapa jam sampai

beberapa hari setelah kriteria A

1) Hiperaktivitas otonomik (misalnya, berkeringat atau kecepatan denyut nadi

lebih dari 100)

2) Peningkatan tremor tangan

3) Insomnia

4) Mual dan muntah

5) Halusinasi atau ilusi penglihatan, raba atau dengar yang transien

6) Agitasi psikomotor

7) Kecemasan

14

Page 15: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

8) Kejang grand mal

C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang serius secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan

oelh gangguan mental lain.

Sebutkan jika:

dengan gangguan persepsi

Terapi obat untuk intoksikasi dan putus alkohol

Masalah

klinis

Obat Jalur Dosis Keterangan

Gemetaran

dan agitasi

ringan sampai

sedang

chlordiazepoxide Oral 25-100 mg tiap 4-6

jam

Dosis awal dapat

diulangi tiap 2 jam

sampai pasien tenang;

dosis selanjutnya harus

ditentukan secara

individual dan dititrasi

Halusinosis

Agitasi parah

Diazepam

Lorazepam

chlordiazepoxide

Oral

Oral

Intravena

5-20 mg tiap 4-6

jam

2-10 mg tiap 4-6

jam

0,5 mg/kg pada

12,5 mg/mnt

Berikan sampai pasien

tenang; dosis

selanjutnya harus

ditentukan secara

indivisual dan dititrasi

Kejang putus Diazepam Intravena 0,15 mg/kg pada

2,5 mg/mnt

Delirium

tremens

Lorazepam Intravena 0,1 mg/kg pada 2,0

mg/mnt

15

Page 16: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

II.6 Gangguan psikotik akibat alkohol

Diagnostik dan gambaran klinis

Kreteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat alkohol (alcohol-induced psycotik

disorder) (sebagai contoh halusinasi dan waham) ditemukan di dalam kategori DSM-IV

tentang gangguan psikotik akibat zat (subtance-induced psycotic disorder). DSM-IV

memungkinkan lebih jauh untuk menentukan onset (selama intoksikasi atau putus alkohol)

dan apakah halusinasi atau waham ditemukan. Istilah untuk halusinasi yang terjadi selama

putus alkohol yang digunakan didalam DSM-III R tetapi tidak lagi digunakan dalam DSM-IV

adalah halusinasi alkohol. Halusinasi yang paling sering adalah auditorik, biasanya berupa

suara-suara, tetapi suara tersebut sering kali tidak terstruktur. Suara-suara karakteristiknya

adalah memfitnah, mencela, atau mengancam. Walaupun beberapa pasien dilaporkan bahwa

suara-suara itu adalah menyenangkan dan tidak menganggu. Halusinasi biasanya berlangsung

selama kurang dari 1 minggu walaupun selama minggu tersebut gangguan test realitas adalah

sering. Setelah episode, sebagian besar pasien menyadari sifat halusinasi dari gejalanya.

Halusinasi setelah putus alkohol dianggap merupakan gejala yang jarang, dan sindrom

adalah berbeda dari delirium putus alkohol. Halusinasi dapat terjadi pada semua usia, tetapi

biasanya berhubungan dengan orang yang telah melakukan penyalahgunaan alkohol dalam

jangka waktu yang lama. Walaupun biasanya halusinasi menghilang dalam 1 minggu, tapi

pada beberapa kasus dapat menetap. Halusinasi berhubungan dengan putus alkohol harus

dibedakan dengan skizofren yang berhubungan dengan temporal dengan putus alkohol, tidak

adanya riwayat klasik skizofrenia dan halusinasinya biasanya singkat. Halusinasi

berhubungan dengan putus alkohol dibedakan dari DTs oleh karena adanya sensorium yang

jernih pada pasien.

Pengobatan

Pengobatan halusinasi berhubungan dengan putus alkohol sama dengan DTs yaitu

dengan benzodiazepin, nutrisi yang adekuat, dan cairan jika diperlukan. Jika regimen gagal

dan pada kasus jangka panjang, antipsikotik dapat digunakan.

16

Page 17: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

II.7 Pengobatan

Psikoterapi

Psikoterapi memusatkan pada alasan seseorang mengapa minum. Fokus spesifik

adalah dimana pasien minum, dorongan premotivasi dibelakang minum, hasil yang

diharapkan dari minum, dan cara alternatif untuk mengatasi situasi tersebut. Melibatkan

pasangan yang tertarik dan bekerja sama dalam terapi bersama (conjoint therapy) untuk

sekurangnya satu sesion adalah sangat efektif.

Medikasi

Medikasi utama untuk mengendalikan gejala putus alkohol adalah benzodiazepin.

Penelitian menunjukkan bahwa benzodiazepin membantu mengontrol aktivitas kejang,

delirium, kecemasan, dan tremor yang berhubungan dengan putus alkohol. Benzodiazepin

dapat diberikan peroral maupun parenteral. Diazepam (Valium) ataupun chlordiazepoxide

(Librium) tidak boleh diberikan IM karena adanya absorbsi yang menentu dari obat jika

diberikan dengan cara tersebut. Benzodiazepin dititrasi mulai dosis tinggi dan menurunkan

dosis saat pasien pulih. Benzodiazepin dalam jumlah yang cukup harus digunakan untuk

menjaga pasien tetap tenang dan tersedasi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa carbamazepine (Tegretol) dalam dosis 800

mg sehari sama efektifnya dengan benzodiazepin dan mempunyai manfaat tambahan

kemungkinan penyalahgunaan yang minimal.

17

Page 18: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

BAB III

GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN AMFETAMIN

III.1 Bentuk-bentuk

Sekarang ini, amfetamin utama yang tersedia di amerika Serikat adalah

dextroamphetamine (Dexedrine), methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin). Obat

tersebut beredar dengan nama jalanan seperti crack,crystal, crystal meth, dan speed.Sebagai

suatu kelas umum, amfetamin juga dimaksudkan sebagai suatu simpatomimetik, stimulan dan

psikostimulan.

Amfetamin tipikal digunakan untuk meningkatkan daya kerja dan untuk menginduksi

perasaan euforik. Pelajar yang belajar untuk ujian, pengendara truk jarak jauh,orang bisnis

dengan deadline yang sangat penting,dan atlet dalam kompetisi adalah contoh-contoh orang

dan situasi dimana amfetamin digunakan. Amfetamin adalah obat yang adiktif, walaupun

tidak seadiktif kokain.

Zat yang berhubungan dengan amfetamin lainnya adalah ephedrine dan

propranolamine yang tersedia bebas sebagai suatu dekongestan

hidung.Phenylpropranolamine (PPA) juga tersedia sebagai penekan nafsu makan. Walaupun

kurang poten dibandingkan dengan amfetamin klasik, ephedrine dan propranolamine sasaran

penyalahgunaan, sebagian kerana obat tersebut mudah didapatkan dan harganya murah.

Ada dua jenis amfetamin, yaitu:

o Methamfetamin ice, dikenal sebagai shabu. Nama lainnya shabu-shabu. SS, ice,

crystal, crank. Cara penggunaannya dibakar dengan menggunakan kertas alumunium

foil dan asapnya dihisap, atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang

dirancang khusus (bong). Ice adalah bentuk murni dari methamphetamine yang dapat

diinhalasi, diisap seperti rokok, atau disuntikkan secara intravena oleh pelaku

penyalahgunaan zat. Ice paling banyak digunakan di Pantai Barat di Amerika Serikat

dan di Hawaii. Efek psikologis dari Ice berlangsung selama beberapa jam dan

digambarkan cukup kuat. Tidak seperti crack cocaine, yang harus diimpor, ice adalah

suatu obat sintetik yang dapat dibuat dalam laboratorium gelap setempat. Beberapa

badan hukum dan dokter ruang gawat darurat perkotaan berpendapat bahwa ice dapat

menjadi obat yang disalahgunakan secara luas selama lima tahun mendatang.

18

Page 19: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

o MDMA (methylene dioxy methamphetamin), mulai dikenal sekitar tahun 1980 dengan

nama Ekstasi atau Ecstacy. Nama lain : XTC, fantacy pils, inex, cece, cein, Terdiri

dari berbagai macam jenis antara lain : white doft, pink heart, snow white, petir yang

dikemas dalam bentuk pil atau kapsul. Obat amfetamin klasik (dextroamphetamine,

methamphetamine, dan methylphenidate) mempunyai efek utamanya melalui sistem

dopaminergik. Sejumlah obat yang disebut dengan amfetamin racikan / designer

amphetamine (MDMA, ecstacy, XTC, Adam, MDEA/Eve, MMDA, DOM/STP) telah

dibuat dan mempunyai efek neurokimiawi pada sistem serotonergik dan dopaminergik

dan efek perilaku yang mencerminkan suatu kombinasi aktifitas obat mirip amfetamin

dan mirip halusinogen. Beberapa ahli farmakologis mengklasifikasikan amfetamin

racikan sebagai halusinogen; tetapi, Kaplan dan Sadock mengklasifikasikan obat

tersebut dengan amfetamin karena strukturnya yang sangat berhubungan. MDMA

merupakan yang paling banyak diteliti dan kemungkinan merupakan yang paling

banyak tersedia.

III.2 Epidemiologi

Di tahun 1991 kira-kira 7 persen populasi di Amerika Serikat menggunakan stimulan

sekurangnya satu kali, walaupun kurang dari 1 persen merupakan pengguna sekarang ini

(current user). Kelompok usia 18-25 tahun mempunyai tingkat penggunaan paling tinggi,

dengan 9 persen melaporkan menggunakan sekurangnya satu kali dan 1 persen

menggambarkan dirinya sebagai pengguna sekarang ini. Di antara kelompok usia 12 sampai

17 tahun adalah cukup tinggi, dengan 3 persen melaporkan menggunakan sekurangnya satu

kali dan 1 persen melaporkan penggunaan sekarang ini. Pemakaian amfetamin ditemukan

dalam semua kelas ekonomi, dan kecenderungan umum untuk penggunaan amfetamin adalh

tinggi di antara profesional bangsa Kaukasia. Karena amfetamin tersedia oleh peresepan

untuk indikasi spesifik, dokter yang mengeluarkan resep harus menyadari resiko

penyalahgunaan amfetamin oleh orang lain, termasuk teman dan anggota keluarga pasien

yang mendapatkan amfetamin. Tidak tersedia data yang dapat dipercaya tentang

epidemiologi penggunaan amfetamin racikan.

III.3 Mekanisme kerja Amfetamin (Neurofarmakologi)

Semua amfetamin cepat diabsorbsi peroral dan disertai dengan onset kerja yang cepat,

biasanya dalam satu jam jika digunakan peroral. Amfetamin klasik juga digunakan secara

19

Page 20: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

intravena; dengan cara tersebut mereka mempunyai efek yang hampir segera. Amfetamin

yang tidak diresepkan dan amfetamin racikan juga dimasukkan dengan inhalasi. Toleransi

dapat timbul pada amfetamin klasik dan racikan, sehingga pemakai amfetamin sering kali

mengatasi toleransi dengan menggunakan lebih banyak obat. Amfetamin lebih kurang adiktif

dibandingkan kokain, seperti yang dibuktikan pada percobaan binatang dimana tidak semua

tikus memasukkan sendiri dosis rendah amfetamin.

Amfetamin adalah senyawa yang mempunyai efek simpatomimetik tak langsung

dengan aktivitas sentral maupun perifer. Strukturnya sangat mirip dengan katekolamin

endogen seperti epinefrin, norepinefrin dan dopamin. Efek alfa dan beta adrenergik

disebabkan oleh keluarnya neurotransmiter dari daerah presinap. Amfetamin klasik

mempunyai efek menghalangi re-uptake dari katekolamin oleh neuron presinap dan

menginhibisi aktivitas monoamin oksidase, sehingga konsentrasi dari neurotransmitter

terutama dopamin cenderung meningkat dalam sinaps. Efek tersebut terutama kuat pada

neuron dopaminergik yang keluar dari area tegmental ventralis ke korteks serebral dan area

limbik. Jalur tersebut disebut jalur hadiah (reward pathway) dan aktifasinya kemungkinan

merupakan mekanisme adiksi utama bagi amfetamin.

Amfetamin racikan (MDMA, MDEA, MMDA, DOM) menyebabkan pelepasan

katekolamin (dopamin dan norepinefrin) dan pelepasan serotonin. Serotonin adalah

neurotransmiter yang berperan sebagai jalur neurokimiawi utama yang terlibat dalam efek

halusiogen. Farmakologi MDMA adalah yang paling dimengerti di antara semua jenis

amfetamin racikan. MDMA diambil dalam neuron serotonergik oleh transporter serotonin

yang bertanggung jawab untuk reuptake serotonin. Setelah di dalam neuron, MDMA

menyebabkan pelepasan cepat suatu bolus serotonin dan menghambat aktifitas enzim yang

menghasilkan serotonin. Pengguna SSRI/Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (fluoxetine)

tidak dapat mencapai perasaan elasi jika mereka menggunakan MDMA karena SSRI

mencegah pengambilan/uptake MDMA ke dalam neuron serotonergik.

Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf pusat dipengaruhi oleh pelepasan

biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin dan serotonin atau ketiganya dari tempat

penyimpanan pada presinap yang terletak pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan dapat

melibatkan neurotransmitter atau sistim monoamine oxidase (MAO) pada ujung presinaps

saraf.

20

Page 21: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

III.4 Diagnosis

DSM-IV-TR mencantumkan banyak gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin)

(Tabel 9.3-l) namun hanya merinci kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin (Tabel 9.3-2),

keadaan putus amfetamin (Tabel 9.3-3), dan gangguan terkait amfetamin yang tak-

tergolongkan (Tabel 9.3-4) pada bagian gangguan terkait amfetamin (atau lir-arnfetamin).

Kriteria diagnosis gangguan terkait amfetamin (atau lir-amfetamin) lain tercantum dalam

bagian DSM-IV-TR yang berhubungan dengan gejala fenomenologis primer (contohnya

psikosis).

III.5 Ketergantungan Amfetamin dan Penyalahgunaan Amfetamin

Kriteria DSM-IV-TR untuk ketergantungan dan penyalahgunaan dapat diterapkan pada

amfetamin dan zat terkait. Ketergantungan amfetamin dapat mengakibatkan penurunan spiral

yang cepat dari kemampuan seseorang untuk menghadapi kewajiban dan stres yang berkaitan

dengan keluarga dan pekerjaan. Seseorang yang menyalahgunakan amfetamin membutuhkan

dosis tinggi amfetamin yang semakin meningkat untuk memeroleh rasa tinggi (high) yang

biasa, dan tanda fisik penyalahgunaan amfetamin (contohnya penurunan berat badan dan ide

paranoid) hampir selalu timbul dengan diteruskannya penyalahgunaan.

III.6 lntoksikasi Amfetamin

Sindrom intoksikasi kokain (menghalangi reuptake dopamin) dan amfetamin (menyebabkan

pelepasan dopamin) sifatnya serupa. Oleh karena penelitian tentang penyalahgunaan dan

intoksikasi kokain dilakukan lebih teliti dan mendalam dibanding pada amfetamin, literatur

klinis tentang amfetamin sangat dipengaruhi temuan klinis pada penyalahgunaan kokain.

Pada DSM-IV-TR, kriteria diagnosis intoksikasi amfetamin dan intoksikasi kokain terpisah

namun hampir sama. DSM-IV-TR merinci gangguan persepsi sebagai gejala intoksikasi

amfetamin. Bila tidak ada uji realitas yang intak, dipikirkan diagnosis gangguan psikotik

terinduksi amfetamin dengan awitan saat intoksikasi. Gejala intoksikasi amfetamin sebagian

besar pulih setelah 24 jam dan umumnya akan hilang sepenuhnya setelah 48 jam.

Kriteria diagnostik untuk intoksikasi amfetamin menurut DSM-IV:

A. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya methylphenidate) yang

belum lama terjadi.

B. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya

euforia atau penumpulan afektif, perubahan sosiabilitas, kewaspadaan berlebihan, kepekaan

21

Page 22: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

interpersonal, kecemasan, ketegangan, atau kemarahan, perilaku stereotipik, gangguan

pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau

segera setelah pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan.

C. Dua (atau lebih) hal berikut berkembang selama atau segera sesudah pemakaian

amfetamin atau zat yang berhubungan;

(1) takikardia atau bradikardia

(2) dilatasi pupil

(3) peninggian atau penurunan tekanan darah

(4) berkeringat atau menggigil

(5) mual atau muntah

(6) tanda-tanda penurunan berat badan

(7) agitasi atau retardasi psikomotor

(8) kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia jantung

(9) konfusi, kejang, diskinesia, distonia, atau koma

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan

oleh gangguan mental lain

Sebutkan jika: dengan gangguan persepsi

III.7 Keadaan Putus Amfetamin

Setelah intoksikasi amfetamin, terjadi uash dengan gejala ansietas, gemetar, mood

disforik, letargi, kelelahan, mimpi buruk disertai tidur dengan rapid eye moventent yang

berulang), sakit kepala, berkeringat hebat, kram otot, kram perut, dan rasa lapar yang tak

terpuaskan. Gejala putus zat biasanya memuncak dalam 2 sampai 4 hari dan hilang dalam I

minggu. Gejala putus zat yang paling serius adalah depresii yang terutama dapat menjadi

berat setelah penggunaan amfetamin dosis tinggi terus-menerus dan dapat dikaitkan dengan

ide atau perilaku bunuh diri. Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk keadaan putus amfetamin

merinci bahwa mood disforik dan perubahan fisiologis diperlukan untuk diagnosis tersebut.

Kriteria diagnostik untuk putus amfetamin menurut DSM-IV:

A. Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan) yang sudah

lama atau berat

B. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang berkembang

dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A:

(1) kelelahan

22

Page 23: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

(2) mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan

(3) insomnia atau hipersomnia

(4) peningkatan nafsu makan

(5) retardasi atau agitasi psikomotor

C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau

gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain

D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh

gangguan mental lain

III.8 Amfetamin Psikosis

Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang disebut dengan

amfetamin psikosis. Gangguan mental ini sangat mirip sekali dengan paranoid schizophrenia.

Efek psikosis ini juga bisa muncul pada penggunaan jangka pendek dengan dosis yang besar. 

Kondisi psikosis inilah yang tidak disadari oleh kebanyakan pengguna amfetamin. Karena

efeknya baru muncul jangka panjang maka sering kali efek ini disalah artikan. Pengalaman

dari negara-negara lain yang sudah lebih lama muncul penggunaan amfetamin, telah banyak

korban dengan gangguan psikosis atau gangguan kejiwaan yang parah. Tanda utama dari

gangguan psikotik akibat amfetamin adalah adanya paranoia. Skizofrenia dapat dibedakan

dari gangguan psikotik akibat amfetamin oleh sejumlah karakteristik seperti menonjolnya

halusinasi visual, afek yang biasanya sesuai, hiperaktifitas, hiperseksualitas, konfusi dan

inkoherensi, dan sedikit bukti gangguan berpikir (sebagai contohnya, asosiasi longgar).

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa, walaupun gejala positif skizofrenia dan

gangguan psikotik akibat amfetamin adalah serupa, pendataran afek dan alogia dari

skizofrenia biasanya tidak ditemukan pada gangguan psikotik akibat amfetamin. Tetapi,

secara klinis, gangguan psikotik akibat amfetamin akut mungkin sama sekali tidak dapat

dibedakan dari skizofrenia, dan hanya resolusi gejala dalam beberapa hari atau temuan positif

pada uji saring urine yang akhirnya mengungkapkan diagnosis yang tepat. Beberapa bukti

menyatakan bahwa penggunaan amfetamin jangka panjang adalah disertai dengan

peningkatan kerentanan terhadap perkembangan psikosis di bawah sejumlah keadaan,

termasuk intoksikasi alkohol dan stres. Pengobatan terpilih untuk gangguan psikotik akibat

amfetamin adalah penggunaan jangka pendek antagonis reseptor dopamin seperti haloperidol.

DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik akibat amfetamin dengan

gangguan psikotik lainnya. DSM-IV memungkinkan dokter menyebutkan apakah waham

atau halusinasi adalah merupakan gejala yang menonjol.

23

Page 24: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

III.9 Pengobatan

Pengobatan gangguan berhubungan amfetamin (atau mirip amfetamin) adalah mirip

dengan gangguan berhubungan kokain dengan kesulitan dalam membantu pasien tetap

abstinen dari obat, yang mempunyai kualitas mendorong yang sangat kuat dan menginduksi

kecanduan. Lingkungan rawat inap dan macam-macam cara pengobatan (psikoterapi

individual, keluarga, dan kelompok) biasanya diperlukan untuk mencapai abstinensi zat yang

berlangsung selamanya. Pengobatan gangguan spesifik akibat amfetamin (seperti gangguan

kecemasan dan gangguan psikotik) dengan obat yang spesifik (sedatif dan antipsikotik)

mungkin diperlukan dalam jangka pendek. Antipsikotik, baik phenotiazine atau haloperidol,

dapat diresepkan untuk beberapa hari pertama. Tanpa adanya psikotik, diazepam (Valium)

berguna untuk mengobati agitasi dan hiperaktifitas pasien.

Dokter harus menegakkan ikatan teraupetik dengan pasien untuk mengatasi depresi

atau gangguan kepribadian dasar atau keduanya; tetapi, karena banyak pasien mengalami

ketergantungan berat dengan obat, psikoterapi mungkin sulit.

24

Page 25: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

BAB IV

GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN KANABIS

IV.1 Pendahuluan

Kanabis adalah nama singkat untuk tanaman rami Cannabis sativa. Semua bagian dari

tanaman mengandung kanabinoid psikoaktif, dimana (-)-Δ9-tetrahydrocannabinol (Δ9-THC)

adalah yang paling banyak. Tanaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong

kecil-kecil, selanjutnya digulung menjadi rokok (biasanya disebut “joints”), yang selanjutnya

dihisap seperti rokok. Nama yang umum untuk kanabis adalah mariyuana, grass, pot, weed,

tea, dan Mary Jane. Nama lain untuk kanabis yang menggambarkan tipe kanabis dalam

berbagai kekuatan, adalah hemp, chasra, bhang, ganja, dagga, dan sinsemilla. Bentuk kanabis

yang paling poten berasal dari ujung tanaman yang berbunga atau dari eksudat resin yang

dikeringkan dan berwarna cokelat-hitam yang berasal dari daun, yang disebut sebagai hashish

atau hash.

Efek euforia dari kanabis telah dikenali selama beribu-ribu tahun. Efek medis yang

potensial dari kanabis sebagai analgesik, antikonvulsan, dan hipnotis telah lama dikenali pada

abad ke-19 dan ke-20. belakangan ini kanabis dan komponen aktifnya yang utama, Δ9-THC,

telah berhasil digunakan untuk mengobati mual sekunder karena obat terapi kanker dan untuk

menstimulasi nafsu makan pada pasien dengan sindrom imunodefisiensi (AIDS). Beberapa

laporan yang kurang meyakinkan adalah tentang penggunaan Δ9-THC dalam pengobatan

glaukoma.

IV.2 Epidemiologi

Kanabis adalah zat gelap yang paling sering digunakan di Amerika Serikat. Di tahun

1991 kira-kira sepertiga keseluruhan populasi telah menggunakan kanabis sekurangnya satu

kali, dan kira-kira 5 persen sekarang merupakan pemakai. Di dalam kelompok usia 18 sampai

25 tahun, kira-kira 50 persen pernah menggunakan kanabis sekurangnya satu kali, dan 13

persen sekarang merupakan pemakai. Di dalam kelompok usia 12 sampai 17 tahun, kira-kira

13 persen pernah menggunakan kanabis sekurangnya satu kali, dan 4 persen sekarang

25

Page 26: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

merupakan pemakai. Tetapi, pada umumnya, penggunaan kanabis telah menurun dari

tingkatnya yang tinggi di akhir tahun 1970-an.

Data epidemiologis tahun 1991 berikut ini berasal dari National Institute on Drug

Abuse (NIDA).

IV.3 Neurofarmakologi

Seperti yang disebutkan sebelumnya, komponen utama dari kanabis adalah Δ9-THC;

tetapi, tanaman kanabis mengandung lebih dari 400 zat kimia, yang kira-kira 60 buah

diantaranya secara kimiawi berhubungan dengan Δ9-THC. Pada manusia Δ9-THC secara

cepat dikonversi menjadi 11-hidroksi-Δ9-THC, suatu metabolit yang aktif di dalam sistem

saraf pusat.

Suatu reseptor spesifik untuk kanabiol telah diidentifikasi, diklon (clonned), dan

dikarakterisasi. Reseptor adalah anggota dari keluarga reseptor yang berkaitan dengan protein

G. Reseptor kanabinoid diikat dengan protein G inhibitor (Gi), yang berikatan dengan adenilil

siklase di dalam pola menginhibisi. Reseptor kanabinoid ditemukan dalam konsentrasi yang

tertinggi di ganglia basalais, hipokampus, dan serebelum, dengan konsentrasi yang lebih

rendah di korteks serebral. Reseptor tidak ditemukan di batang otak, suatu kenyataan yang

konsisten dengan efek kanabis yang minimal pada fungsi pernafasan dan jantung. Penelitian

pada binatang telah menemukan bahwa kanabinoid mempengaruhi neuron monoamin dan

gamma-aminobutyric acid (GABA).

Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa binatang tidak menggunakan

kanabinoid dengan sendirinya, seperti yang mereka lakukan dengan zat yang disalahgunakan

lainnya. Selain itu, suatu perdebatan tentang apakah kanabinoid menstimulasi yang disebut

pusat kesenangan (reward centers) di otak, seperti neuron dopaminergik dari area tegmental

ventralis. Tetapi, toleransi terhadap kanabis memang terjadi, dan ketergantungan fisikologi

adalah tidak kuat. Gejala putus kanabis pada manusia adalah terbatas samapi peningkatan

ringan dalam iritabilitas, kegelisahan, insomnia, anoreksia, dan mual ringan; semua gejala

tersebut ditemukan hanya jika seseorang menghentikan kanabis dosis tinggi secara

mendadak.

26

Page 27: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Jika kanabis digunakan seperti rokok (smoked), efek euforia tampak dalam beberapa

menit, mencapai puncak dalam kira-kira 30 menit, dan berlangsung 2 sampai 4 jam. Beberapa

efek motorik dan kognitif berlangsung selama 5 sampai 12 jam. Kanabis juga dapat digunak

peroral jika disiapkan dalam makanan, seperti brownies dan cakes. Kira-kira harus digunakan

dua sampai tiga kali lebih banyak kanabis yang digunakan peroral untuk sama kuatnya

dengan kanabis yang digunakan melalui inhalasi asapnya. Banyak variabel yang

mempengaruhi sifat psikoakttif dari kanabis, termasuk potensi penggunaan kanabis, jalur

pemberian, teknik mengisap, efek pirolisis dari kandungan kanabinoid, dosis, lingkungan,

pengalaman masa lalu pemakai, harapan pemakai, dan kerentanan biologis unik dari pemakai

terhadap efek kanabinoid.

IV.4 Diagnosis dan gambaran klinis

Diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan kanabis dapat ditegakkan

berdasarkan PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia,

Edisi III) dan DSM-IV (diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth

Edition).

Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva

(yaitu, mata merah) dan takikardi ringan. Pada dosis tinggi, hipotensi ortostatik dapat

terjadi.peningkatan nafsu makan-sering kali disebut sebagai pengunyah-dan mulut kering

adalah efek intoksikasi kanabis yang sering lainnya. Belum pernah dicatat secara jelas kasus

kematian yang disebabkan oleh intoksikasi kanabis saja, yang mencerminkan tidak adanya

efek dari zat pada kecepatan pernafasan. Efek merugikan potensial yang paling serius dari

dari penggunaan kanabis berasal dari inhalasi hidrokarbon karsinogenik yang sama-sama

ditemukan dalam tembakau konvensional, dan beberapa data menyatakan bahwa penggunaan

kanabis yang berat berada dalam risiko mengalami penyakit pernafasan kronis dan kanker

paru-paru. Praktik mengisap rokok yang yang mengandung kanabis sampai sangat habis,

yang disebut lipas (roach), meningkatkan lebih lanjut asupan tar (yaitu, materi partikel).

Banyak laporan menyatakan bahwa penggunaan kanabis jangka panjang berhubungan dengan

atrofi serebral, kerentanan kejang, kerusakan kromosom, defek kelahiran, gangguan

reaktivitas kekebalan, perubahan konsentrasi testosteron, dan disregulasi siklus menstruasi;

tetapi, laporan tersebut belum secara pasti ditegakkan, dan hubungan antara efek tersebut

dengan penggunaan kanabis tidak pasti.

27

Page 28: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Diagnostic and Statistical Manual of MentalDisorders edisi keempat (DSM-IV)

menuliskan gangguan berhubungan dengan kanabis tetapi mempunyai kriteria spesifik dalam

bagian gangguan berhubungan dengan kanabis hanya untuk intoksikasi kanabis. Kriteria

diagnostik untuk gangguan berhubungan dengan kanabis lainnya ditemukan di dalam bagian

DSM IV yang memusatkan pada gejala fenomenologi utama- sebagai contoh, gangguan

psikotik akibat kanabis, dengan waham, di dalam bagian DSM- IV tentang gangguan psikotik

akibat zat.

IV.5 Ketergantungan Kanabis dan Penyalahgunaan Kanabis

DSM-IV memasukkan diagnosis ketergantungan kanabis dan penyalahgunaan

kanabis. Data eksperimental dengan jelas menunjukkan toleransi terhadap banyak efek

kanabis; tetapi, data kurang mendukung adanya ketergantungan fisik. Ketergantungan

psikologis pada pemakaian kanabis terjadi pada pemakai jangka panjang.

Gangguan Berhubungan Kanabis

Gangguan pemakaian kanabis

Ketergantungan kanabis

Penyalahgunaan kanabis

Gangguan akibat kanabis

Intoksikasi kanabis

Sebutkan jika: dengan gangguan persepsi

Delirium intoksikasi kanabis

Gangguan psikotik akibat kanabis, dengan waham

Sebutkan jika : dengan onset selama intoksikasi

Gangguan kecemasan akibat kanabis

Sebutkan jika: dengan onset selama intoksikasi

Gangguan berhubungan kanabis yang tidak ditentukan

Intoksikasi Kanabis

28

Page 29: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

DSM-IV meresmikan kriteria diagnostik untuk intoksikasi kanabis. Kriteria

diagnostik menyebutkan bahwa diagnosis dapat diperkuat dengan kalimat ”dengan gangguan

persepsi”. Jika tes realitas yang intak tidak terdapat, diagnosis adalah gangguan psikotik

akibat kanabis.

Intoksikasi kanabis sering kali meninggikan kepekaan pemakai terhadap stimuli

eksternal, mengungkapkan perincian yang baru, membuat warna-warna tampak lebih terang

dari pada sebelumnya dan perlambatan waktu secara subjektif. Pada dosis tinggi, pemakai

mungkin juga merasakan depersonalisasi dan derealisasi.

Keterampilan motorik terganggu oleh pemakaian kanabis, dan gangguan pada

keterampilan motorik tetap ada setelah efek euforia dan subjektif telah menghilang. Selama 8

sampai 12 jam setelah menggunakan kanabis, pemakai mengalami suatu gangguan

keterampilan motorik yang mengganggu operasi kendaraan bermotor dan mesin mesin berat

lainnya. Selain itu, efek tersebut adalah aditif dengan efek alkohol, yang sering kali

digunakan dalam kombinasi dengan kanabis.

Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Kanabis menurut DSM IV-TR

A. Pemakaian kanabis yang belum lama

B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya,

gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi waktu menjadi lambat,

gangguan pertimbangan, penarikan sosial) yang berkembang segera, atau segera

setelah, pemakaian kanabis

C. Dua (atau lebih) tanda berikut, berkembang dalam 2 jam pemakaian kanabis:

(1) injeksi konjungtiva

(2) peningkatan nafsu makan

(3) mulut kering

(4) takikardi

D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak diterangkan lebih baik

oleh gangguan mental lain.

Sebutkan jika: dengan gangguan persepsi

29

Page 30: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

IV.6 Gangguan Psikotik Akibat Kanabis

Gangguan Psikotik Akibat Kanabis adalah didiagnosis dengan adanya psikosis akibat

kanabis. Gangguan psikotik akibat kanabis jarang terjadi, tetapi ide paranoid sementara

adalah lebih sering. Psikosis yang jelas agak sering di negara-negara di mana orang-orangnya

mempunyai jalur untuk mendapatkan kanabis dengan potensi yang tinggi. Episode psikotik

sering kali disebut sebagai kegilaan rami (hemp insenity). Penggunaan kanabis jarang disertai

dengan pengalaman khayalan buruk (bad-trip), yang sering kali menyertai intoksikasi

halusinogen. Jika gangguan psikotik akibat kanabis memang terjadi, keadaan ini mungkin

berhubungan dengan gangguan kepribadian yang telah ada sebelumnya pada orang yang

terkena.

Kriteria Diagnostik Intoksikasi Kanabis menurut PPDGJ II

A. Baru menggunakan kanabis

B. Takikardia

C. Paling sedikit terdapat satu dari gejala psikologik di bawah ini yang timbul dalam

waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu :

1. Euforia

2. Perasaan intensifikasi persepsi secara subjektif

3. Perasaan waktu berlalu dengan lambat

4. Apati

D. Paling sedikit terdapat satu dari gejala fisik di bawah ini yang timbul dalam waktu 2

jam sesudah penggunaan zat itu :

1. Kemerahan konjungtiva

2. Nafsu makan bertambah

3. Mulut kering

30

Page 31: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

E. Efek tingkah laku maladaptif, misalnya kecemasan berlebihan, kecurigaan atau ide –

ide paranoid, hendaya daya nilai, halangan dalam fungsi sosial atau pekerjaan.

F. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

Gangguan Waham Kanabis

Kriteria Diagnostik menurut PPDGJ II

A. Baru menggunakan kanabis

B. Timbul Sindrom Waham Organik di dalam waktu 2 jam sesudah penggunaan zat itu

C. Gangguan itu tidak menetap sesudah lebih dari 6 jam penghentian zat itu

D. Tidak disebabkan oleh gangguan fisik atau mental lainnya.

PENGOBATAN

Pengobatan pemakaian kanabis terletak pada prinsip yang sama dengan pengobatan

penyalah-gunaan substansi lain-abstinensia dan dukungan. Abstinensia dapat dicapai melalui

intervensi langsung, seperti perawatan di rumah sakit, atau melalui monitoring ketat atas

dasar rawat jalan dengan menggunakan skrining obat dalam urine, yang dapat mendeteksi

kanabis selama tiga hari sampai empat minggu setelah pemakaian. Dukungan dapat dicapai

dengan menggunakan psikoterapi individual, keluarga, dan kelompok. Pendidikan harus

merupakan inti untutk program abstinensia dan dukungan, karena pasien yang tidak mengerti

alasan intelektual untuk mengatasi masalah penyalahgunaan substansi menunjukkan sedikit

motivasi untuk berhenti. Untuk beberapa pasien suatu obat antiansietas mungkin berguna

untuk menghilangkan gejala putus zat jangka pendek. Untuk pasien lain penggunaan kanabis

mungkin berhubungan dengan gangguan depresi dasar yang mungkin berespons dengan

terapi antidepresan spesifik.

IV.7 Prognosis

Ketergantungan kanabis terjadi perlahan, yang mana mereka akan mengembangkan

pola peningkatan dosis dan frekuensi penggunaan. Efek yang menyenangkan dari kanabis

sering berkurang pada penggunaan berat secara teratur.

31

Page 32: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

Sejarah gangguan tingkah laku pada masa anak, remaja, dan gangguan kepribadian

antisosial adalah faktor resiko untuk berkembangnya gangguan terkait zat, termasuk

gangguan terkait kanabis. Sedikit data yang tersedia pada perjalanan efek jangka panjang dari

ketergantungan dan penyalahgunaan kanabis.

32

Page 33: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

BAB V

PENUTUP

Pencegahan

Banyak yang masih bisa dilakukan untuk mencegah remaja menyalahgunakan

narkoba dan membantu remaja yang sudah terjerumus Penyalahgunaan Narkoba. Ada tiga

tingkat intervensi, yaitu

1.      Primer, sebelum penyalahgunaan terjadi, biasanya dalam bentuk pendidikan,

penyebaran informasi mengenai bahaya narkoba, pendekatan melalui keluarga, dll. Instansi

pemerintah, seperti halnya BKKBN, lebih banyak berperan pada tahap intervensi ini.

kegiatan dilakukan seputar pemberian informasi melalui berbagai bentuk materi KIE yang

ditujukan kepada remaja langsung dan keluarga.

2.      Sekunder, pada saat penggunaan sudah terjadi dan diperlukan upaya

penyembuhan (treatment). Fase ini meliputi: Fase penerimaan awal (initial intake)antara 1 – 3

hari dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mental, dan Fase detoksifikasi dan terapi

komplikasi medik, antara 1 – 3 minggu untuk melakukan pengurangan ketergantungan

bahan-bahan adiktif secara bertahap.

3.      Tersier, yaitu upaya untuk merehabilitasi mereka yang sudah memakai dan

dalam proses penyembuhan. Tahap ini biasanya terdiri atas Fase stabilisasi, antara 3-12

bulan, untuk mempersiapkan pengguna kembali ke masyarakat, dan Fase sosialiasi dalam

masyarakat, agar mantan penyalahguna narkoba mampu mengembangkan kehidupan yang

bermakna di masyarakat. Tahap ini biasanya berupa kegiatan konseling, membuat kelompok-

kelompok dukungan, mengembangkan kegiatan alternatif, dll.

33

Page 34: Penyalahgunaan Zat Psikoaktif

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H I and Saddock BJ, Sinopsis Psikiatri: ed saddock BJ. Vol. 1. 7th Edition.

USA. William and Wilkins, 2010: 571-632

2. American Psychiatric Association.Substance-Related Disorders,Diagnostic and

Statistics Manual of Mental Disorder 4th Edition..Arlington,VA;2000.110-150

3. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Edisi II.

Direktorat Kesehatan Jiwa. DepKes RI. 1983

4. Departemen Kesehatan Indonesia. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat

Penggunaan Zat Psikoaktif,Pedoman Penggolongan dan diagnosis Gangguan Jiwa

di Indonesia III. Jakarta ; 1993. hal. 84 – 102.

34