Upload
kingstonsinambela
View
220
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENYEBAB KECELAKAAN KERJA DAN CARA
PENANGGULANGANYA
Penyebab kecelakaan kerja dikategorikan menjadi 3 sebab, yaitu: penyebab dasar, penyebab
langsung, dan penyebab tidak langsung.
A. Penyebab Dasar
1. Kurangnya prosedur/aturan
2. Kurangnya sarana dan prasarana
3. Kurangnya kesadaran
4. Kurangnya kepatuhan
5. Faktor manusia/personal (personal factor)
1) Kurang kemampuan fisik, mental dan psikologi
2) Kurangnya /lemahnya pengetahuan dan skill
3) Stres
4) Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan banyak mempengaruhi tindakan seseorang dalam bekerja. Orang
yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung berpikir lebih panjang atau dalam
memandang sesuatu pekerjaan akan melihat dari berbagai segi. Misalnya dari segi keamanan
alat atau dari segi keamanan diri. Lain halnya dengan orang yang berpendidikan lebih rendah,
cenderung akan berpikir lebih pendek atau bisa dikatakan ceroboh dalam bertindak. Misalnya
Ketika kita melakukan pekerjaan yang sangat beresiko terhadap kecelakaan kerja tetapi kita
tidak memakai peralatan safety dengan benar. Hal ini yang tentunya dapat menimbulkan
kecelakaan.
5) Keterampilan
Keterampilan disini bisa diartikan pengalaman seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
Misalnya melakukan start/stop pada sebuah peralatan, memakai alat-alat keselamatan, dsb.
Pengalaman sangat dibutuhkan ketika melakukan pekerjaan untuk menghindari kesalahan-
kesalahan yang berakibat timbulnya kecelakaan kerja.
6) Fisik
Lemahnya kondisi fisik seseorang berpengaruh pada menurunnya tingkat konsentrasi dan
motivasi dalam bekerja. Sedangkan kita tahu bahwa konsentrasi dan motivasi sangat
dibutuhkan ketika bekerja. Bila sudah terganggu, kecelakaan sangat mungkin terjadi. Contoh
faktor fisik ini adalah : kelelahan, menderita suatu penyakit
6. Faktor kerja/lingkungan kerja (job work enviroment factor)
1) Factor fisik yaitu, kebisingan, radiasi, penerangan, iklim dll.
2) Factor kimia yaitu debu, uap logam, asap, gas dst
3) Factor biologi yaitu bakteri,virus, parasit, serangga
4) Ergonomi dan psikososial
Termasuk dalam faktor penyebab dasar kecelakaan kerja ialah lemahnya manajemen dan
pengendaliannya, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya sumber daya, kurangnya
komitmen, dsb.
7. Kelemahan pengawasan oleh manajemen (lack of control management).
Pengawasan ini diartikan sebagai fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian
kepemimpinan (pelaksana) dan pengawasan. Partisipasi aktif manajemen sangat menetukan
keberhasilan usaha pencegahan kecelakaan seorang pimpinan unit disamping memahami
tugas operasional tapi juga harus mampu :
- memahami program pencegahan kecelakaan
- memahami standard, mencapai standard
- membina, mengukur, dan mengevaluasi performance bawahannya. Inilah yang dimaksud
dengan control
B. Penyebab Tidak Langsung
Termasuk dalam faktor penyebab tidak langsung kecelakaan kerja ialah:
1. Faktor pekerjaan
Misalnya: pekerjaan tidak sesuai dengan tenaga kerja, pekerjaan tidak sesuai sesuai dengan
kondisi sebenarnya, pekerjaan beresiko tinggi namun belum ada upaya pengendalian di
dalamnya, beban kerja yang tidak sesuai, dst.
2. Faktor pribadi (personal)
Termasuk dalam faktor pribadi antara lain : mental/kepribadian tenaga kerja tidak sesuai
dengan pekerjaan, konflik, stress, keahlian yang tidak sesuai. Psikologis juga sangat
mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis seseorang sangat berpengaruh pada
konsentrasi dalam melakukan suatu pekerjaan. Bila konsentrasi sudah terganggu maka akan
mempengaruhi tindakan-tindakan yang akan dilakukan ketika bekerja. Sehingga kecelakaan
kerja sangat mungkin terjadi. Contoh faktor psikologis yang dapat mempengaruhi konsentrasi
adalah :
a) Masalah-masalah dirumah yang terbawa ke tempat kerja.
b) Suasana kerja yang tidak kondusif.
c) Adanya pertengkaran dengan teman sekerja.
3. Takdir/nasib dan lain-lain.
Pencegahan dan Penanggulangan Kecelakaan kerja
Pencegahan kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan :
1. Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja
Pengamatan resiko bahaya di tempat kerja merupakan basis informasi yang berhubungan
dengan banyaknya dan tingkat jenis kecelakaan yang terjadi ditempat kerja.
Ada 2 ( dua ) tipe data untuk mengamati resiko bahaya di tempat kerja
a. Pengukuran resiko kecelakaan, yaitu mengkalkulasi frekwensi kecelakaan dan mencatat
tingkat jenis kecelakaan yang terjadi sehingga dapat mengetahui hari kerja yang hilang atau
kejadian fatal pada setiap pekerja.
b. Penilaian resiko bahaya, yaitu mengindikasikan sumber pencemaraan, faktor bahaya yang
menyebabkan kecelakaan, tingkat kerusakaan dan kecelakaan yang terjadi. Misalnya bekerja
di ketinggian dengan resiko terjatuh dan luka yang diderita pekerja atau bekerja di
pemotongan dengan resiko terpotong karena kontak dengan benda tajam dan lain-lain.
2. Pelaksanaan SOP secara benar di tempat kerja
Standar Opersional Prosedur adalah pedoman kerja yang harus dipatuhi dan dilakukan
dengan benar dan berurutan sesuai instruksi yang tercantum dalam SOP, perlakuan yang
tidak benar dapat menyebabkan kegagalan proses produksi, kerusakaan peralatan dan
kecelakaan.
3. Pengendalian faktor bahaya di tempat kerja
Sumber pencemaran dan faktor bahaya di tempat kerja sangat ditentukan oleh proses
produksi yang ada, teknik/metode yang di pakai, produk yang dihasilkan dan peralatan yang
digunakan. Dengan mengukur tingkat resiko bahaya yang akan terjadi, maka dapat
diperkirakan pengendalian yang mungkin dapat mengurangi resiko bahaya kecelakaan.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan :
a. Eliminasi dan Substitusi, yaitu mengurangi pencemaran atau resiko bahaya yang terjadi
akibat proses produksi, mengganti bahan berbahaya yang digunakan dalam proses produksi
dengan bahan yang kurang berbahaya.
b. Engineering Control, yaitu memisahkan pekerja dengan faktor bahaya yang ada di tempat
kerja, membuat peredam untuk mengisolasi mesin supaya tingkat kebisingannya berkurang,
memasang pagar pengaman mesin agar pekerja tidak kontak langsung dengan mesin,
pemasangan ventilasi dan lain-lain.
c. Administrative control, yaitu pengaturan secara administrative untuk melindungi pekerja,
misalnya penempatan pekerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya, pengaturan shift
kerja, penyediaan alat pelindung diri yang sesuai dan lain-lain.
4. Peningkatan pengetahuan tenaga kerja terhadap keselamatan kerja
Tenaga kerja adalah sumber daya utama dalam proses produksi yang harus dilindungi, untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan perlu memberikan pengetahuan kepada
tenaga kerja tentang pentingnya pelaksanaan keselamatan kerja saat melakukan aktivitas
kerja agar mereka dapat melaksanakan budaya keselamatan kerja di tempat kerja.
Peningkatan pengetahuan tenaga kerja dapat dilakukan dengan memberi pelatihan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada awal bekerja dan secara berkala untuk penyegaran
dan peningkatan wawasan. Pelatihan ini dapat membantu tenaga kerja untuk melindungi
dirinya sendiri dari faktor bahaya yang ada ditempat kerjanya.
5. Pemasanngan peringatan bahaya kecelakaan di tempat kerja
Banyak sekali faktor bahaya yang ditemui di tempat kerja, pada kondisi tertentu tenaga kerja
atau pengunjung tidak menyadari adanya faktor bahaya yang ada ditempat kerja, untuk
menghindari terjadinya kecelakaan maka perlu dipasang rambu-rambu peringatan berupa
papan peringatan, poster, batas area aman dan lain sebagainya.
Selain upaya pencegahan juga perlu disediakan sarana untuk menanggulangi kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja yaitu :
1. Penyediaan P3K
Peralatan P3K yang ada sesuai dengan jenis kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat kerja
untuk mengantisipasi kondisi korban menjadi lebih parah apabila terjadi kecelakaan,
peralatan tersebut harus tersedia di tempat kerja dan mudah dijangkau, petugas yang
bertanggung jawab melaksanakan P3K harus kompeten dan selalu siap apabila terjadi
kecelakaan di tempat kerja.
2. Penyediaan peralatan dan perlengkapan tanggap darurat
Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja terkadang tanpa kita sadari seperti terkena
bahan kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit / mata atau
terjadinya kebakaran, untuk menanggulangi keadaan tersebut perencanaan dan penyediaan
perlatan / perlengkapan tanggap darurat di tempat kerja sangat diperlukan seperti pemadam
kebakaran, hidran, peralatan emergency shower, eye shower dengan penyediaan air yang
cukup, semua peralatan ini harus mudah dijangkau.
DAYA DAN KEMAMPUAN KERJA KARYAWAN/SESEORANG
Kemampuan (ketrampilan) kerja yaitu kemampuan, pengetahuan dan penguasaan pegawai
atas teknis pelaksanaan tugas yang diberikan.
Setiap perusahaan didirikan memiliki tujuan dan untuk mencapai tujuan tersebut harus
didukung beberapa faktor. Salah satunya adalah kinerja dari karyawan perusahaan tersebut
dalam mencapai produktivitas yang telah ditetapkan perusahaan. Kinerja seorang karyawan
dipengaruhi oleh beberapa variabel dimana salah satunya adalah motivasi dan kemampuan.
Untuk itu penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar pengaruh motivasi dan
kemampuan karyawan terhadap kinerja. Terkait dengan hal diatas, maka hipotesis yang
diajukan adalah kinerja karyawan dipengaruhi secara positif oleh variabel motivasi dan
kemampuan kerja karyawan.
Istilah kemampuan kerja atau kinerja merupakan pengalihbahasaan dari kata performance.
Menurut Bernardin dan Russel (dalam Ruky : 2002) definisi performance adalah catatan
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu
selama kurun waktu tertentu. kemampuan menekankan pengertian sebagai hasil atau apa
yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi.
Jadi, kemampuan kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2003:94).
PENILAIAN KEMAMPUAN KERJA
Penilaian kemampuan kerja amat penting bagi suatu organisasi. Dengan penilaian
kemampuan tersebut suatu organisasi dapat melihat sampai sejauh mana faktor manusia dapat
menunjang tujuan suatu organisasi. Penilaian terhadap kemampuan dapat memotivasi
karyawan agar terdorong untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu diperlukan penilaian
prestasi yang tepat dan konsisten.
Penilaian kemampuan merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang
dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik. Proses penilaian kemampuan ini
ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang, dimana kegiatan ini terdiri dari
identifikasi, observasi, pengukuran dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah
organisasi (Panggabean : 2002). Tahapan pada proses penilaian meliputi :
1. Identifikasi
Identifikasi merupakan tahap awal dari proses yang terdiri atas penentuan unsur-unsur yang
akan diamati. Kegiatan ini diawali dengan melakukan analisis pekerjaan agar dapat
mengenali unsur-unsur yang akan dinilai dan dapat mengembangkan skala penilaian. Apa
yang dinilai adalah yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan yang tidak berkaitan dengan
pekerjaan.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara seksama dan periodik. Semua
unsur yang dinilai harus diamati secara seksama agar dapat dibuat penilaian yang wajar dan
tepat. Observasi yang jarang dilakukan dan tidak berkaitan dengan prestasi kerja akan
menghasilkan hasil penilaian sesaat dan tidak akurat.
3. Pengukuran
Dalam pengukuran, para penilai akan memberikan penilaian terhadap tingkat kemampuan
karyawan yang didasarkan pada hasil pengamatan pada tahap observasi.
4. Pengembangan
Pihak penilai selain memberikan penilaian terhadap kemampuan kerja karyawan juga
melakukan pengembangan apabila ternyata terdapat perbedaan antara yang diharapkan oleh
pimpinan dengan hasil kerja karyawan. kemampuan kerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal,
yaitu :
a. Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to
perform).
b. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk
berprestasi (willingness to perform).
Maka hal-hal pokok yang harus dinilai dalam kegiatan penilaian individu pegawai meliputi
faktor performance, ability, motivation dan potency pegawai dengan pola keterkaitan
Era Globalisasi dan Otonomi Daerah mengharuskan perusahaan mengembangkan potensi-
potensi keunggulannya dalam persaingan (competitive advantage) yang sangat ditentukan
oleh kompetensi sumber daya manusia sebagai power drive bidang-bidang fungsional
perusahaan.
Adapun elemen-elemen pokok sistem penilaian kemampuan kerja mencakup kriteria-kriteria
yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja, ukuran-ukuran kriteria tersebut, dan
pemberian umpan balik kepada karyawan seperti ditunjukkan pada gambar dibawah 2.1.
(Handoko, 2001:138).
TUJUAN PENILAIAN KEMAMPUAN KERJA
Penilaian kemampuan kerja karyawan berguna bagi organisasi dan harus bermanfaat bagi
karyawan. Tujuan penilaian kemampuan karyawan sebagai berikut :
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi,
pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
2. Untuk mengukur sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam organisasi.
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode
kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja.
5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada
didalam organisasi.
6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga tercapai tujuan untuk
mendapatkan prestasi kerja yang baik.
7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan atasan untuk mengobservasi perilaku
bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya.
8. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan dimasa lampau dan meningkatkan kemampuan
karyawan selanjutnya.
9. Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
10. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan.
FAKTOR PENILAIAN KEMAMPUAN KERJA
Menurut Richard William (dalam Wungu, 2003:48) menunjuk adanya sembilan kriteria
faktor penilaian kemampuan kerja keryawan, yaitu :
1. Reliable, harus mengukur prestasi kerja dan hasilnya secara obyektif.
2. Content valid, secara rasional harus terkait dengan kegiatan kerja.
3. Defined spesific, meliputi segenap perilaku kerja dan hasil kerja yang dapat diidentifikasi.
4. Independent, perilaku kerja dan hasil kerja yang penting harus tercakup dalam kriteria
yang komprehensif.
5. Non-overlaping, tidak ada tumpang tindih antar kriteria.
6. Comprehensive, perilaku kerja dan hasil kerja yang tidak penting harus dikeluarkan.
7. Accessible, kriteria haruslah dijabarkan dan diberi nama secara komprehensif.
8. Compatible, kriteria harus sesuai dengan tujuan dan budaya organisasi.
9. Up to date, sewaktu-waktu kriteria perlu ditinjau ulang menilik kemungkinan adanya
perubahan organisasi.
Kemampuan kerja dihasilkan oleh adanya 3 (tiga) hal, yaitu :
a. Kemampuan (ability) dalam wujudnya sebagai kapasitas untuk berprestasi (capacity to
perform).
b. Kemampuan, semangat, hasrat atau motivasi dalam wujudnya sebagai kesediaan untuk
berprestasi (willingness to perform).
c. Kesempatan untuk berprestasi (opportunity to perform)
kemampuan kerja sebagai hasil kerja (output) yang berasal dari adanya perilaku kerja serta
lingkungan kerja tertentu yang kondusif. Dalam menentukan faktor penilaian individu
karyawan, maka lingkungan kerja sebagai kesempatan untuk berprestasi yang dapat
dipengaruhi oleh adanya peralatan kerja, bahan, lingkungan fiskal kerja, perilaku kerja
pegawai yang lain, pola kepemimpinan, kebijakan organisasi, informasi serta penghasilan
secara keseluruhan akan dianggap konstan karena bersifat pemberian, berasal dari luar diri
karyawan dan bukan merupakan perilaku karyawan
Apabila dilihat dari sistematikanya, maka potensi atau kemampuan dapat dikategorikan
sebagai faktor penilaian yang berasal dari kelompok masukan (input) dan ability bersama-
sama motivation sebagai suatu kesatuan dapat disebut sebagai faktor penilaian dalam
kelompok proses, dan performance merupakan faktor penilaian dari kelompok keluaran
(output)..
Perkembangan dunia usaha yang begitu kompleks, menuntut setiap perusahaan untuk tanggap
setiap pergeseran, serta perubahan yang terjadi pada lingkungan dunia usaha penuh dengan
ketidakpastian dan ketidakmampuan. Ketidakpastian dan ketidakmampuan mengikuti
perubahan akan menjadi awal dari kemunduran dan kelumpuhan setiap perusahaan oleh
karena itu dalam rangka mempertahankan eksistensi dan kontinuitas usahanya, maka
perusahaan dituntut kesiapannya dalam membuat konsep dan menyusun strategi kebijakan
yang berorientasi pada perubahan.